Anda di halaman 1dari 23

PANDUAN PRAKTIK

KLINIS (PPK) ANESTESI


DAN TERAPI INTENSIF
RUMAH SAKIT PASUNDAN
DAN SEDASI
TAHUN 2023

“Pelayanan Bermutu Merupakan Prioritas Kami”


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya tim penyusun telah dapat menyelesaikan buku Panduan Praktik Klinis (PPK)
Anestesi dan Terapi Intensif Unit Kamar Bedah sesuai dengan kubutuhan Rumah Sakit
Pasundan.
Panduan Praktik Klinis (PPK) Anestesi dan Terapi Intensif Unit Kamar Bedah mulai
dipergunakan pada tahun 2023 dan diharapkan menjadi acuan guna meningkatan mutu
pelayanan secara konseptual dan sistematis di Rumah Sakit Pasundan.
Dalam pelaksanaannya penyusun buku ini mendapat bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak, untuk itu tim penyusun mengucapkan banyak terima kasih dan kami sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk lebih sempurnanya buku panduan ini.

Bandung, 10 Agustus 2023

Tim Penyusun
RUMAH SAKIT PASUNDAN
Alamat : Jalan Haji Wasid No.1 Lebak Gede, Kecamatan Coblong, Kota Bandung 40132 Telepon
: 022-20470523 Handphone : +6282116829590
E-mail : pasundanhospital@gmail.com Website : rspasundan.id
Facebook : RS Pasundan Bandung Instagram : rspasundan Twitter : @RSPasundan

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PASUNDAN

NOMOR : SK-…../DIR-RSP/VIII/2023

TENTANG

PEMBERLAKUAN PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF

DI RUMAH SAKIT PASUNDAN

Menimbang : a. Bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan di Kamar Bedah yang


berorientasi pada keselamatan pasien maka diperlukan suatu pedoman
pelayanan sebagai acuan dalam pelaksanaan pelayanan di rumah sakit.

b. Bahwa agar pelayanan anestesi dan sedasi dapat terlaksana dengan baik,
perlu adanya kebijakan Direktur Rumah Sakit Pasundan sebagai landasan
bagi penyelenggaraan peraturan pemberlakuan Panduan Praktik Klinis
(PPK) Anestesi dan Terapi Intensif.

c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam butir a


dan b, perlu ditetapkan dengan Peraturan Direktur Rumah Sakit Pasundan.
1. Undang – undang no. 29 tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran;
Mengingat :
2. Undang – undang no. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan;
3. Undang – undang no. 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit;
4. SK Menkes no. 67781/RS/63 tahun 1963 tentang syarat- syarat pokok
rumah sakit swasta;
5. Peraturan Menteri Kesehatan no. 11 tahun 2017 tentang Keselamatan
Pasien;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1796/MENKES/PER/VIII/2011
tentang Registrasi Tenaga Kesehatan;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 519/MENKES/PER/VIII/2011
tentang Anestesiologi dan Terapi Intensif di Rumah Sakit;
8. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07 / MENKES / 1128 /
2022 tentang Standar Akreditasi Rumah Sakit;
9. Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor
2/1/IO/KES/PMDN/2015 tentang Rumah Sakit Pasundan sebagai
Rumah Sakit Umum Kelas C;
10. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
HK.02.02/MENKES/251/2015 tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Anestesiologi Dan Terapi Intensif
11. Surat Kuasa Direktur Utama PT Ragawaluya Pasundan Medika Tanggal
2 Maret 2023 tentang pengangkatan dr. Fery Fardian, M.M.Kes.
sebagai Direktur Rumah Sakit Pasundan.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PASUNDAN TENTANG


PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) ANESTESI
DAN TERAPI INTENSIF RUMAH SAKIT PASUNDAN.

Pertama : a. Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan
apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan
dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : BANDUNG

Pada tanggal : 10 Agustus 2023

Direktur Rumah Sakit Pasundan

(dr. Fery Fardian, M.M.Kes.)


DAFTAR ISI

Halaman Judul ......................................................................................................... i


Kata Pengantar ........................................................................................................ ii
Surat Keputusan Direktur Utama............................................................................. iii
Daftar Isi .................................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Tujuan ....................................................................................................... 1
C. Landasan Hukum...................................................................................... 2
BAB II TATALAKSANA PELAYANAN ANESTESI ...................................................... 3
A. Pelayanan Anestesi Perioperatif ............................................................ 3
1. Pelayanan Pra Anestesi...................................................................... 3
2. Pelayanan Pra Induksi ........................................................................ 3
3. Pelayanan Intra Anestesi.................................................................... 4
4. Pelayanan Pasca Anestesi................................................................... 4
5. Pelayanan Anestesi Rawat Jalan......................................................... 5
6. Pelayanan Anestesi Regional.............................................................. 5
7. Pelayanan Anestesi Regional Dalam Obstetrik................................... 6
8. Pelayanan Nyeri (Akut dan Kronis) .................................................... 6
9. Pelayanan Sedasi Di Luar Kamar Bedah .............................................
BAB III PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) PROSEDUR TINDAKAN ..........…………………….9

1. Panduan Praktik Klinik Prosedur Tindakan Pre Anestesi …………...............… .9

2. Panduan Praktik Klinik Prosedur Tindakan Pre Sedasi……………………………….. 10

3. Panduan Praktik Klinik Prosedur Tindakan Intra Anestesi ………………………….…11

4. Panduan Praktik Klinik Prosedur Tindakan Post Sedasi …………………………………12

5. Pemantauan Pasca Anestesi Dan Discharge Pasien..................................................13

6. Pemberian Obat Premedikasi Anestesi.....................................................................15

7. Pemeriksaan Pra Induksi...........................................................................................16

8. Pembiusan Cito ........................................................................................................... 17

9. Bromage Score................................................................................................................19

10. Aldrete Score19

11. Anestesi Blok Saraf Tepi21


12. Anestesi Epidural23

13. Anestesi Spinal26

14. Anestesi Umum Dengan Intubasi Endotrak28

15. Anestesi Umum Tanpa Intubasi Endotrakea30

16. Kriteria Pemindahan Pasien Pasca Operasi Dari Rr Ke Ruangan32

17. Serah Terima Pasien Dari Ruang Operasi Ke Ruang Pemulihan34

18. Sedasi Ringan Dewasa34

19. Layanan Sedasi Sedang Dan Berat Pediatrik35

20. Layanan Sedasi Sedang Dan Dalam Dewasa37

BAB IV DISCLAIMER PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)39


BAB V PENUTUP 40

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pelayanan medis adalah pelayanan kesehatan perorangan; lingkup pelayanan


adalah segala tindakan atau perilaku yang diberikan kepada pasien dalam upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Substansi pelayanan medis adalah pratik
ilmu pengetahuan dan teknologi medis yang telah ditapis secara sosio – ekonomi –
budaya yang mengacu pada aspek pemerataan, mutu dan efsiensi, sehingga dapat
memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat akan pelayanan medis.
Untuk menyelenggarakan pelayanan medis yang baik dalam arti efektif, efisien
dan berkualitas serta merata dibutuhkan masukan berupa sumber daya manusia,
fasilitas, prafasilitas, peralatan, dana sesuai dengan prosedur serta metode yang
memadai
Saat ini sektor kesehatan melengkapi peraturan perundang-undangannya dengan
disahkannya Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada bulan
Oktober 2004 yang diberlakukan mulai bulan Oktober 2005. Pengaturan praktik
kedokteran bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada pasien,
mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh
dokter/ dokter Anestesi, serta memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan
dokter/ dokter Anestesi.
Panduan praktik klinis (Clinical practice guidelines) merupakan panduan yang
berupa rekomendasi untuk membantu dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Panduan ini berbasis bukti (berdasarkan penelitian saat ini) dan tidak menyediakan
langkah- pendekatan untuk perawatan dan pengobatan, namun memberikan informasi
tentang pelayanan yang paling efektif. Dokter menggunakan panduan ini sesuai dengan
pengalaman dan pengetahuan mereka untuk menentukan rencana pelayanan yang
tepat kepada pasien.

1
B. TUJUAN

1) Meningkatkan mutu pelayanan pada keadaan klinis dan lingkungan tertentu


2) Memberikan opsi pengobatan terbaik dengan keuntungan maksimal
3) Memberikan opsi pengobatan dengan risiko terkecil

4) Mamberikan tata laksana dengan biaya yang memadai

C. LANDASAN HUKUM

Dasar hukum penyusunan Pedoman Organisasi Unit Kamar Operasi RSU Baros meliputi :
1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran;
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;

3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit;

4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga


Kesehatan;

5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2021 tentang


Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan
6) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2015 tentang Pedoman
Organisasi Rumah Sakit;
7) Peraturan Menteri Kesehatan No 519 tahun 2011 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif Rumah Sakit
8) Surat keputusan menteri kesehatan RI No. 779/Menkes/SK/VIII/2008 tanggal 19
agustus 2008 tentang standar pelayanan anestesiologi dan Reanimasi Rumah Sakit.

1
BAB II
TATA LAKSANA PELAYANAN ANESTESI

Pelayanan anestesia mencakup tindakan anestesia (pra anestesia, intra anestesia dan pasca
anestesia) serta pelayanan lain sesuai bidang anestesiologi seperti pelayanan kritis, gawat
darurat, penatalaksanaan nyeri, dan lain-lain. Dokter spesialis anestesiologi hendaknya
membatasi beban pasien yang dilayani dan tangung jawab supervisi anestesia sesuai dengan
jumlah, kondisi dan risiko pasien yang ditangani.
A. Pelayanan Anestesia Perioperatif
Pelayanan anestesia peri-operatif merupakan pelayanan anestesia yang mengevaluasi,
memantau dan mengelola pasien pra, intra dan pasca anestesia serta terapi intensif dan
pengelolaan nyeri berdasarkan keilmuan yang multidisiplin.
1. Pra Anestesia
a. Konsultasi dan pemeriksaan oleh dokter spesialis anestesiologi dilakukan
sebelum tindakan anestesia untuk memastikan bahwa pasien berada dalam
kondisi yang layak untuk prosedur anestesia.
b. Dokter spesialis anestesiologi bertanggung jawab untuk menilai dan
menentukan status medis pasien pra anestesia berdasarkan prosedur sebagai
berikut :
1. Anamnesis dan pemeriksaan pasien.
2. Meminta dan/atau mempelajari hasil-hasil pemeriksaan dan konsultasi
yang diperlukan untuk melakukan anestesia.
3. Mendiskusikan dan menjelaskan rencana tindakan anestesia yang
akan dilakukan.
4. Memastikan bahwa pasien telah mengerti dan menandatangani
persetujuan tindakan.
5. Mempersiapkan dan memastikan kelengkapan alat anestesia dan obat-
obat yang akan dipergunakan.
6. Kegiatan ini tercatat dalam form Pra Anestesi
c. Pemeriksaan penunjang pra anestesia dilakukan sesuai Standar Profesi dan
Standar Prosedur Operasional.
d. Tersedianya oksigen dan gas medik yang memenuhi syarat dan aman.
Pelayanan pra anestesia ini dilakukan pada semua pasien yang akan
menjalankan tindakan anestesia. Pada keadaan yang tidak biasa, misalnya
gawat darurat yang ekstrim, Langkah-langkah pelayanan pra anestesia
sebagaimana diuraikan di atas, dapat diabaikan dan alasannya harus
didokumentasikan di dalam rekam medis pasien.

2. Pelayanan Pra Induksi


Pemeriksaan pada semua pasien yang akan menjalani tindakan pembiusan yang
dilakukan tepat sebelum diberikan obat anestetik yang bertujuan menilai kembali
kondisi pasien sebelum dilakukan pembiusan Pemeriksaan pra induksi dilakukan
didalam kamar operasi, maupun untuk tindakan anestesia diluar kamar operasi.
Pemeriksaan pra induksi harus didokumentasikan di dalam rekam medis pasien.

3. Pelayanan Intra Anestesia


a. Seluruh tindakan pembedahan harus melalui prosedur surgical safety checklist
b. Dokter spesialis anestesiologi dan atau tim pengelola harus tetap berada di
kamar operasi selama tindakan anestesia umum dan regional serta prosedur
yang memerlukan tindakan sedasi.
c. Selama pemberian anestesia harus dilakukan pemantauan dan evaluasi secara
kontinual terhadap oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu dan perfusi jaringan,
serta didokumentasikan pada catatan anestesia.
d. Pengakhiran anestesia harus memperhatikan oksigenasi, ventilasi, sirkulasi,
suhu dan perfusi jaringan dalam keadaan stabil.

4. Pelayanan Pasca-Anestesia
a. Setiap pasien pasca tindakan anestesia harus dipindahkan ke ruang pulih, pasien
juga dapat dipindahkan langsung ke unit perawatan kritis (ICU/HCU).
b. Selama pasien di ruang pulih akan dipantau tekanan darah, pernapasan, kadar
oksigen, serta penilaian nyeri dan mual/muntah secara terus-menerus.
c. Sebagian besar pasien dapat ditatalaksana di ruang pulih, tetapi beberapa di
antaranya memerlukan perawatan di unit perawatan kritis (ICU/HCU).
d. Pemindahan pasien ke ruang pulih harus didampingi oleh tim pengelola
anestesia dan tim kamar bedah. Selama pemindahan, pasien harus
dipantau/dinilai secara terus menerus dan diberikan bantuan sesuai dengan
kondisi pasien.
e. Setelah tiba di ruang pulih dilakukan serah terima pasien kepada perawat
ruang pulih dan disertai laporan kondisi pasien.
f. Kondisi pasien di ruang pulih harus di pantau terus menerus meliputi
pemantauan oksigen, ventilasi, sirkulasi, dan suhu dibuat laporan tertulis
perkembangan kondisi di ruang pulih dengan menggunakan system score
pelayanan anestesia yaitu ALDRETE SCORE, BROMAGE SCORE, Steward SCORE.
ALDRETE SCORE Digunakan untuk menetapkan kapan pasien siap dipulangkan
dari ruang pulih. Untuk pemulangan diperlukan skor 9.

5. Pelayanan Anestesia Rawat Jalan


a. Pelayanan anestesia rawat jalan diberikan pada pasien yang menjalani tindakan
pembedahan sehari untuk prosedur singkat dan pembedahan minimal serta
tidak menjalani rawat inap.
b. Pasien dengan status fisik ASA 1 dan 2 yang terkendali sesuai penilaian dokter
spesialis anestesiologi dan disiapkan dari rumah.
c. Penentuan lokasi unit pembedahan sehari harus mempertimbangkan
unit/fasilitas pelayanan lain yang terkait dengan pembedahan sehari dan akses
layanan dukungan perioperatif.

6. Pelayanan Anestesia Regional dan General


a. Pelayanan anestesia regional adalah tindakan pemberian anestetik untuk
memblok saraf sehingga tercapai anestesi dilokasi operasi sesuai dengan yang
diharapkan.
b. Analgesia regional dilakukan oleh dokter spesialis anestesiologi yang kompeten
ditempat yang tersedia sarana dan perlengkapan untuk tindakan anestesi umum
sehingga bila diperlukan dapat dilanjutkan atau digabung dengan anestesia
umum.
c. Pada tindakan analgesia regional harus tersedia alat pengisap tersendiri yang
terpisah dari alat penghisap untuk operasi.
d. Sumber gas oksigen diutamakan dari sumber gas oksigen sentral agar tersedia
dalam jumlah yang cukup untuk operasi yang lama atau bila dilanjutkan dengan
anestesia umum.
e. Analgesia regional dimulai oleh dokter spesialis anestesiologi dan dapat dirumat
oleh dokter atau perawat anestesi/perawat yang mendapat pelatihan anestesia
dibawah anestesi dokter spesialis anestesiologi.
f. Pemantauan fungsi vital selama tindakan analgesia regional dilakukan sesuai
standar pemantauan anestesia.
g. Analgesia regional dapat dilanjutkan untuk penanggulangan nyeri pasca bedah
atau nyeri kronik.
h. Pemantauan di luar tindakan pembedahan/di luar kamar bedah dapat dilakukan
oleh dokter atau perawat anestesi/perawat yang mendapat pelatihan anestesia
dibawah dokter spesialis anestesiologi.

7. Pelayanan Anestesia Regional dalam Obstetrik


a. Pelayanan anestesia regional dalam obstetrik adalah tindakan pemberian
anestesia lokal dan regional kepada wanita dalam persalinan.
b. Anestesia regional dimulai dan dirumat hanya di tempat dengan perlengkapan
resusitasi serta obat-obatan yang tepat dan dapat segera tersedia untuk
menangani kendala yang berkaitan sesuai dengan prosedur.
c. Anestesia regional diberikan oleh dokter spesialis anestesiologi setelah pasien
diperiksa dan diminta oleh dokter spesialis kebidanan dan kandungan atau
dokter yang merawat.
d. Anestesia regional dilakukan oleh dokter spesialis anetesiologi dapat dirumat
oleh dokter spesialis anetesiologi/perawat anestesi/perawat di bawah
pengawasan dokter spesialis anetesiologi.
e. Anestesia regional untuk persalinan per vaginam disyaratkan penerapan
pemantauan dan pencatatan tanda-tanda vital ibu dan laju jantung janin.
Pemantauan tambahan yang sesuai dengan kondisi klinis ibu dan janin
hendaknya digunakan bila ada indikasi. Jika diberikan blok regional ekstensif
untuk kelahiran per vaginam dengan penyulit, maka standar pemantauan dasar
anestesia hendaknya diterapkan.
f. Selama pemulihan dari anestesia regional, setelah bedah cesar dan atau blok
regional ekstensif diterapkan standar pengelolaan pasca anesthesia.
g. Pada pengelolaan pasca persalinan, tanggung jawab utama dokter spesialis
anestesiologi adalah untuk mengelola ibu, sedangkan tanggung jawab
pengelolaan bayi baru lahir berada pada dokter spesialis lain. Jika dokter
spesialis anestesiologi tersebut juga diminta untuk memberikan bantuan singkat
dalam perawatan bayi baru lahir, maka manfaat bantuan bagi bayi tersebut
harus dibandingkan dengan risiko terhadap ibu.

8. Pelayanan Nyeri (Akut atau Kronis)


a. Pelayanan nyeri adalah pelayanan penangulangan nyeri (rasa tidak nyaman yang
berlangsung dalam periode tertentu) baik akut maupun kronis. Pada nyeri akut,
rasa nyeri timbul secara tiba-tiba yang terjadi akibat pembedahan, trauma,
persalinan, dan umumnya dapat diobati. Pada nyeri kronis, nyeri berlangsung
menetap dalam waktu tertentu dan seringkali tidak respon terhadap
pengobatan.
b. Penanggulangan efektif nyeri akut dan kronis dilakukan berdasarkan standar
prosedur operasional penanggulangan nyeri akut dan kronis yang disusun
mengacu pada standar pelayanan penanganan nyeri tim Rumah Sakit Baros.

9. Pelayanan Sedasi Di Luar Kamar Bedah


Pelayanan sedasi diluar kamar bedah menggunakan standar yang sama dengan
layanan anestesia di kamar operasi, (melakukan pemeriksaan dan pemantauan pra
sedasi intra sedasi dan pasca sedasi). Obat dan peralatan yang dibutuhkan
disesuaikan dengan tingkat sedasi. Seluruh kegiatan sedasi harus didokumentasikan
dalam rekam medis pasien.
a. Pelayanan sedasi
Pemeriksaan pada semua pasien yang akan menjalani tindakan sedasi
dilakukan tepat sebelum diberikan obat anestetik yang bertujuan menilai
kembali kondisi pasien sebelum dilakukan sedasi, Pemeriksaan sedasi harus
didokumentasikan di dalam rekam medis pasien.
b. Pelayanan Intra sedasi
1. Seluruh tindakan sedasi harus melalui prosedur surgical safety check list
2. Dokter spesialis anestesiologi dan tim pengelola harus tetap berada di
kamar operasi selama tindakan sedasi
3. Selama pemberian sedasi harus dilakukan pemantauan dan evaluasi secara
kontinual terhadap oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu dan perfusi jaringan,
serta didokumentasikan pada catatan anestesia.
4. Pengakhiran tindakan sedasi harus memperhatikan oksigenasi, ventilasi,
sirkulasi, suhu dan perfusi jaringan dalam keadaan stabil.

c. Pelayanan Pasca-sedasi
a. Setiap pasien pasca tindakan sedasi harus dipindahkan ke ruang pulih atau
langsung ke unit perawatan kritis (ICU/HCU).
b. Setiap pasien pasca sedasi selama pasien di ruang pulih akan dipantau tekanan

c. darah, pernapasan, kadar oksigen, serta penilaian nyeri dan mual/muntah


secara terus-menerus
d. Sebagian besar pasien dapat ditatalaksana di ruang pulih, tetapi beberapa di
antaranya memerlukan perawatan di unit perawatan kritis (ICU/HCU).
e. Pemindahan pasien ke ruang pulih harus didampingi oleh tim pengelola
anestesia dan tim kamar bedah. Selama pemindahan, pasien harus
dipantau/dinilai secara terus menerus dan diberikan bantuan sesuai dengan
kondisi pasien.
f. Setelah tiba di ruang pulih dilakukan serah terima pasien kepada
perawat ruang pulih dan disertai laporan kondisi pasien.
g. Kondisi pasien di ruang pulih harus di pantau terus menerus meliputi
pemantauan oksigen, ventilasi, sirkulasi, dan suhu dibuat laporan tertulis
perkembanmgan kondisi di ruang pulih dengan menggunakan system score
pelayanan anestesia yaitu ALDRETE SCORE, BROMAGE SCORE, Steward
SCORE.

10. Operasi Cito ( Life Saving )


Operasi cito atau life saving adalah Tindakan pembiusan yang dilakukan pada
pasien dengan kondisi darurat (life saving)
a. Pra Anestesia
1) Konsultasi dan pemeriksaan oleh dokter spesialis anestesiologi harus
dilakukan sebelum tindakan anestesia untuk memastikan bahwa pasien
berada dalam kondisi siap untuk prosedur anestesia.
2) Dokter spesialis anestesiologi bertanggung jawab untuk menilai dan
menentukan status medis pasien pra anestesia berdasarkan prosedur
sebagai berikut :
a) Pemeriksaan screening pasien dapat dilakukan di unit gawat darurat
atau di kamar operasi.
b) Meminta dan/atau mempelajari hasil-hasil pemeriksaan dan
konsultasi yang diperlukan untuk melakukan anestesia.
c) Mendiskusikan dan menjelaskan rencana tindakan anestesia yang
akan dilakukan.
d) Memastikan bahwa pasien telah mengerti dan menandatangani
persetujuan tindakan.
e) Mempersiapkan dan memastikan kelengkapan alat anestesia dan
obat-obat yang akan dipergunakan.
f) Kegiatan ini tercatat dalam form Pra Anestesi
g) Pemeriksaan penunjang pra anestesia dilakukan sesuai Standar
Profesi dan Standar Prosedur Operasional.
h) Tersedianya oksigen dan gas medik yang memenuhi syarat dan
aman.

b. Pelayanan Intra Anestesia


1) Seluruh tindakan pembedahan harus melalui prosedur surgical safety
check list
2) Dokter spesialis anestesiologi dan atau tim pengelola harus tetap berada
di kamar operasi selama tindakan anestesia umum atau regional serta
prosedur yang memerlukan tindakan anestesi.
3) Selama pemberian anestesia harus dilakukan pemantauan dan evaluasi
secara kontinual terhadap oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu dan perfusi
jaringan, serta didokumentasikan pada catatan anestesia.
4) Pengakhiran anestesia harus memperhatikan oksigenasi, ventilasi,
sirkulasi, suhu dan perfusi jaringan dalam keadaan stabil.

c. Pelayanan Pasca-Anestesia
1) Setiap pasien pasca tindakan anestesia harus dipindahkan ke ruang pulih
pasien juga dapat dipindahkan langsung ke unit perawatan kritis
(ICU/HCU).
2) Selama pasien di ruang pulih akan dipantau tekanan darah, pernapasan,
kadar oksigen, serta penilaian nyeri dan mual/muntah secara terus-
menerus
3) Sebagian besar pasien dapat ditatalaksana di ruang pulih, tetapi
beberapa di antaranya memerlukan perawatan di unit perawatan kritis
(ICU/HCU).
4) Pemindahan pasien ke ruang pulih harus didampingi tim pengelola
anestesia dan Tim Bedah. Selama pemindahan, pasien harus
dipantau/dinilai secara terus menerus dan diberikan bantuan sesuai
dengan kondisi pasien.
5) Setelah tiba di ruang pulih dilakukan serah terima pasien kepada
perawat ruang pulih dan disertai laporan kondisi pasien.
6) Kondisi pasien di ruang pulih harus di pantau terus menerus meliputi
pemantauan oksigen, ventilasi, sirkulasi, dan suhu dibuat laporan tertulis
perkembanmgan kondisi di ruang pulih dengan menggunakan system
score pelayanan anestesia yaitu ALDRETE SCORE. Digunakan untuk
menetapkan kapan pasien siap dipulangkan dari ruang pulih. Untuk
pemulangan diperlukan skor 9.

BAB III
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
PROSEDUR TINDAKAN

1. PEMERIKSAAN PRA ANESTESI

PENGERTIAN Suatu proses pemilihan dan perncanaan tatalaksana sedasi yang akan
diberikan kepada pasien sesuai dengan indikasi atau kebutuhan pasien.
TUJUAN 1. Untuk mempersiapkan pasien secara optimal berdasarkan temuan dari
kunjungan pra sedasi
2. Dapat memberikan alternatif pilihan kepada pasien terkait terknik
anestesi dan sedasi
3. Untuk mencegah komplikasi terkait pemilihan Teknik anestesi
4. Untuk terselanggaranya prosedur sedasi yang mengutakamakan
keselahatam (patient safety) dan kenyamanan pasien
KEBIJAKAN Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Baros
07/KEP-DIR/RSBAROS/V/2023 tentang kebijakan Persiapan Anestesi dan
Sedasi.
1. DPJP meninjau ulang temuan dari kunjungan pra sedasi meliputi :
a. Status fisiologis
b. Penyakit penyerta
c. Riwayat operasi sebelumnya
d. Rencana operasi
e. Riwayat alergi obat
f. Riwayat sedasi sebelumnya
g. Kondisi psikologis
h. Pemeriksaan penunjang yang terkait
i. Hasil konsultasi terkait
j. Klasifikasi ASA
2. Dalam proses perencanaan dan pemilihan teknik sedasi, DPJP harus
mempertimbangkan :
a. Indikasi
b. Kontra indikasi
c. Resiko dan manfaat
3. Setiap perencanaan tindakan sedasi harus merujuk pada Pedoman
Pelayanan Sedasi
4. DPJP merencakanakan tindakan sedasi berserta alternatif yang akan
dilakukan
5. DPJP menjelaskan mengenai rencana tindakan sedasi beserta alternatifnya
kepada pasien dan keluarga
6. DPJP melakukan perencanaan sedasi yang mencakup
a. Teknik sedasi
b. Teknik khusus
c. Pemantauan sedasi
d. Kebutuhan alat khusus
e. Perawatan pasca sedasi termasuk tatalaksana nyeri dan kebutuhan
ruang rawat khusus
f. Persiapan sedasi termasuk pre medikasi
g. Hal lainnya yang dibutuhkan
7. Seluruh aktivitas perencanaan harus dicatat dalam Formulir Pra Anestesi
kemudian dimasukan ke dalam rekam medis pasien.
UNIT TERKAIT 1. Rawat Inap
2. Kamar Operasi
3. IGD
4. ICU

2. PRA SEDASI
PENGERTIAN Suatu proses pemilihan dan perncanaan tatalaksana sedasi yang akan
diberikan kepada pasien sesuai dengan indikasi atau kebutuhan pasien
TUJUAN 1. Untuk mempersiapkan pasien secara optimal berdasarkan temuan
dari kunjungan pra sedasi
2. Dapat memberikan alternatif pilihan kepada pasien terkait terknik
anestesi dan sedasi
3. Untuk mencegah komplikasi terkait pemilihan Teknik anestesi
4. Untuk terselanggaranya prosedur sedasi yang mengutakamakan
keselahatam (patient safety) dan kenyamanan pasien
KEBIJAKAN
PROSEDUR 1. Kunjungan pra sedasi dilakukan oleh Petugas Anestesi yang
kompeten.
2. Pasien atau keluarga pasien sebelumnya diminta untuk mempelajari
dan mengisi form evaluasi pra- sedasi
3. Petugas Anestesi mempelajari rekam medis dan form evaluasi
prasedasi.
4. Petugas Anestesi memperkenalkan diri kepada pasien.
5. Sebelum melakukan wawancara dan pemeriksaan petugas Anestesi
harus memastikan identitas pasien yang dimaksud dengan melihat
kesesuaian nama, tempat tanggal lahir dan nomor rekam medis
sesuai dengan gelang identitas pasien.
6. Wawancara dilakukan dengan :Membahas riwayat penyakit, riwayat
alergi, kebiasaan, pengalaman anestesi sebelumnya, dan
pengobatan yang sedang dijalani.
7. Menilai aspek kondisi fisik yang mungkin merubah keputusan dalam
hal risiko dan pengelolaan sedasi.
8. Mempelajari hasil-hasil pemeriksaan yang tersedia terkait dengan
resiko penyulit dan rencana tindakan sedasi yang akan dilakukan.
9. Mempelajari hasil konsultasi yang tersedia terkait dengan resiko
penyulit dan rencana tindakan sedasi yang akan di lakukan
10. Meminta proses pemeriksaan penunjang dan tindakan konsultasi
lain sesuai kondisi pasien.
11. Menentukan status fisik pasien.
12. Menentukan teknik sedasi pilihan dan alternatif yang akan
dilakukan.
13. Menentukan obat-obat yang diperlukan untuk tindakan sedasi
14. Menentukan pengelolaan jenis dan jumlah cairan termasuk estimasi
kehilangan darah.
15. Menentukan pengelolaan obat-obat lain yang dikonsumsi oleh
pasien.
16. Menentukan jenis pemantauan yang akan dilakukan.
17. Menentukan tindakan invasif tambahan termasuk pemasangan CVP
dan kanulasi intra arterial bila diperlukan
18. Menentukan persiapan puasa sebelum sedasi.
19. Menentukan transportasi ke tempat tindakan sesuai dengan sesuai
dengan kondisi pasien.
20. Menentukan pengelolaan pasca sedasi, termasuk manajemen nyeri
pasca tindakan.
21. Bila diperlukan menentukan kebutuhan ruang rawat khusus pasca
sedasi.
22. Menentukan usulan jumlah dan jenis persiapan darah yang
dibutuhkan.
23. Penjelasan yang adekuat tentang keadaan pasien kepada keluarga
atau pasien (dewasa) sendiri, mengenai alternatifnya, risiko dan
faktor penyulit sedasi, kemungkinan komplikasi intra maupun pasca
sedasi, pengelolaan pasca sedasi, termasuk manajemen nyeri pasca
tindakan, kebutuhan ruang rawat khusus pasca sedasi, serta
kemungkinan transfusi termasuk risik.

24. Petugas Anestesi yang bertanggung jawab memeriksa kembali


bahwa hal-hal tersebut di atas sudah dilakukan secara benar dan
dicatat dalam rekam medis pasien.
25. Kunjungan pra-sedasi dapat dilakukan di ruang rawat inap, ruang
persiapan operasi dan tempat lain bila kondisi mengharuskan.

UNIT TERKAIT 1. Rawat Inap


2. Kamar Operasi
3. IGD
4. ICU

3. PRA INDUKSI
PENGERTIAN Assessmen pra induksi adalah penilaianulang tentang kondisi pasien
sebelum pelaksanaan induksi anestesi
TUJUAN Untuk mengetahui stabilitas fisiologis dan kesiapan pasien untuk anestesi
dan dilakukan sesaat sebelum induksi anestesi
KEBIJAKAN SK Direktur No...../………
PROSEDUR 1. Assesmen pra induksi dilakukan oleh dokter spesialis anestesi atau
perawat anestesi di kamar operasi sebelum induksi
2. Lakukan pemasangan alat monitor dan pemasangan infus
3. Lakukan penilaian tanda-tanda vital meliputi
a. Tingkat kesadaran pasien
b. Tekanan darah
c. Frekuensi nadi
d. Pernafasan
e. Suhu
4. Pemberian pre medikasi dilakukan oleh dokter spesialis anestesi atau
perawat anestesi
5. Kepada pasien diberikan oksigenasi melakui sungkup
6. Evaluasi efek pemberian obat pre medikasi
Seluruh hasil assesmen pra induksi harus terdokumentasi di berkas rekam
medik pasien
UNIT TERKAIT Kamar Operasi

4. PEMANTAUAN INTRA ANASTESI


PENGERTIA Kegiatan pemantauan proses anestesi selama operasi berlangsung

N
TUJUAN Sebagai acuan penerapan langkah-langkah monitoring intra operasi
KEBIJAKAN SK Direktur No...../………
PROSEDUR A. Persiapan Petugas
1) Tenaga Medis Spesialis Anestesi
2) Perawat
B. Persiapan Alat Dan Obat
1) Laporan anestesi
2) Alat tulis
3) Monitor pasien
4) Stetoscope
C. Obat – obat Emergensi
1) Atropin Sulfas
2) Dexamethasone
3) Adrenalin
4) Aminophilin
5) Difenhidramine
6) Lidocain
7) Water 25 cc
8) Syring 3 cc, 5 cc, 10 cc, 20 cc
9) Cairan infus koloid/kristaloid
D. Persiapan Pasien
1) Mencocokkan gelang identitas pasien
dengan jawaban verbal pasien/keluarga
mengenai nama dan tanggal lahir
2) Mencocokkan gelang identitas pasien dengan
rekam medis pasien
E. Pelaksanaan
1) Tenaga medis spesialis anestesi dan
perawat anestesi mengisi setiap kolom
pada laporan anestesi
2) Tenaga medis spesialis anestesi dan
perawat anestesi memonitor tensi, HR,
RR, SPO2, suhu, score nyeri setiap 5
menit atau pada kondisi tertentu dilakukan
sesuai keadaandan dokumentasikan
dilaporan anestesi setiap 15 menit
f. Tingkat kesadaran pasien
g. Tekanan darah
h. Frekuensi nadi
i. Pernafasan
j. Suhu
7. Pemberian pre medikasi dilakukan oleh dokter spesialis anestesi atau
perawat anestesi
8. Kepada pasien diberikan oksigenasi melakui sungkup
9. Evaluasi efek pemberian obat pre medikasi
Seluruh hasil assesmen pra induksi harus terdokumentasi di berkas rekam medik
pasien
s

Anda mungkin juga menyukai