Anda di halaman 1dari 169

PANDUAN PRAKTIK KLINIK

RSU ANANDA
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ii

KATA SAMBUTAN DIREKTUR ........................................................................................ iii

DAFTAR ISI ..........................................................................................................................iv

SK TIM PENYUSUN PANDUAN PRAKTEK KLINIS DAN CLINICAL


PATHWAY .............................................................................................................................. v

BAB I DEFINISI........................................................................................... 1
A. Pengertian.............................................................................. 1
BAB II TATALAKSANA.............................................................................. 6
A. Persiapan................................................................................ 6
B. Penyusunan............................................................................ 7
C. Penyangkalan ........................................................................ 7
D. Implementasi......................................................................... 7
E. Monitoring dan evaluasi......................................................... 7
F. Tindak Lanjut......................................................................... 7
BAB III DOKUMENTASI 9
A. Penyusunan Panduan Praktek Klinis....................................... 9
G. Bagan Ringkasan Pembuatan Panduan Praktek Klinis........... 9
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr Wb

Puji Syukur senantiasa penulis haturkan kehadapan Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,
serta energy yang positif sehingga penyusun telah dapat menyelesaikan Revisi Buku Panduan ini dengan
baik. Salam tak lupa penyusun sampaikan kepada setiap inspirasi dan motivasi yang selalu ada menemani
selama menyusun panduan ini.

Buku ini berjudul Panduan Penyusunan Panduan Praktek Klinik dan Clinical Pathway di Rumah
Sakit Ananda Srengat, diharapkan dapat menjadi acuan bagi para pemberi Asuhan khususnya Dokter,
untuk memberikan terapi yang memenuhi standard pelayanan medis yang berdasarkan Evidence Based,
guna peningkatan mutu dan keselamatan bagi Pasien. Selama penyusunan buku panduan ini penyusun
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa bantuan moril, bimbingan, pengarahan, pemikiran
dan saran-saran yang sangat berarti dan bermanfaat bagi penyusun didalam penyusunan buku panduan ini.
Untuk itulah, penyusun ingin mengucapkan banyak terimakasih.

Akhir kata penyusun berharap agar buku panduan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua
pihak khususnya Pemberi Asuhan di Rumah Sakit Umum Ananda Srengat Blita, sehingga dapat tercipta
pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pasien dan keluarga.

Wassalamu’alaikum WR, Wb,

Ditetapkan di Blitar

Pada tanggal 4 Januari 2022

Hotmat kami,

Tim Penyusun
SAMBUTAN

DIREKTUR RUMAH SAKIT ANANDA SRENGAT BLITAR

Assalamu’alaikum Wr, Wb,

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat atas segala karunia dan petunjuk-Nya Sehingga
penyusunan Revisi Buku Panduan Praktek Klinis dan Clinical Pathway di Rumah Sakit Umum Ananda
Srengat Blitar telah dapat diselesaikan pada waktyunya.

Proses Revisi Penyusunan Buku Panduan Praktek Klinis dan Clinical Pathway di Rumah Sakit
Ananda Srengat Blitar ini melibatkan beberapa disiplin Klinis rumah sakit. Dengan telah disusunnya buku
panduan ini diharapkan dapat menunjang pelayanan pasien di rumah sakit terutama dalam hal pemberian
Asuhan terhadap pasien.

Akhirnya kami menyempaikan penghargaan dan terima kasih kepada semua pihak & bantuan dan
perhatiannya yang telah diberikan dalam penyusunan Buku Panduan Penyususnan Praktek Klinis dan
Clinical Pathway di Rumah Sakit Ananda Srengat Blitar.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan bimbingan dan petunjuk kepada sekalian dalam
melaksanakan Tugas ini. Amin.

Waalaikumsalam Wr, Wb,

Ditetapkan di Blitar

Pada tanggal 4 Januari 2022

Rumah Sakit Umum Ananda Srengat

Direktur

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp.PD


SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR

RUMAH SAKIT UMUM ANANDA

Nomor : 001/SK/RSUA/X/2021

TENTANG

TIM PENYUSUN PANDUAN PRAKTEK KLINIS

RUMAH SAKIT UMUM ANANDA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM ANANDA

Menimbang : a. Bahwa dalam rangka upaya peningkatan pelayanan


kesehatan yang lebih bermutu kepada masyarakat
perlu diselenggarakan kendali mutu dan kendali
biaya melalui penataan klinis yang menjamin pasien
mendapat pelayanan yang bersifat kontinum.
b. bahwa untuk melakukan penataan klinis di rumah
sakit perlu dibentuk TIM penyusun Panduan Praktek
Klinis.
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan
TIM Penyusun Panduan Praktek Klinis di Rumah
Sakit Umum Ananda

Mengingat : a. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44


Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
b. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan.
d. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No.
971/MENKES/PER/III/2010 Tentang Standar
Kompetensi Pejabat Struktural Kesehatan
e. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 340/Menkes/PER/III/2010 Tentang
Klasifikasi Rumah Sakit
f. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 755/MENKES/PER/IV/2011 Tentang
Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakitt.
g. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 Tentag
Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws)
di rumah Sakit
h. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 772/MENKES/SK/VI/2002 Tentang
Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital
Bylaws)

Memperhtikan : Perlunya usaha untuk meningkatkan kuwalitas


Pengorganisasian dan Pelayanan di Rumah Sakit Umum
Ananda.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM


ANANDA TENTANG TIM PENYUSUSN PANDUAN
PRAKTEK KLINIS DAN CLINICAL PATHWAY
RUMAH SAKIT UMUM ANANDA

Kesatu : Menetapkan Tim Penyususn Panduan Praktek Klinis dan


Clinical Pathway Rumah Sakit Umum Ananda sebagaimana
tersebut dalam lampiran.
Kedua : Menugaskan untuk menjadi TIM Penyusun Panduan Praktek
Klinis sebagaimana dimaksud pada Diktum Kesatu
Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya dan
apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam
penetapan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana
mestinya.

Ditetapkan : Blitar

Pada tanggal : 18 Oktober 2021

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp.PD

Direktur Rumah Sakit Umum Ananda


Lampiran Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum

Ananda

Nomor : 001/SK/RSUA/X/2021

Tanggal : 18 Oktober 2021

Tentang : Tim Penyusunan Panduan Praktek Klinis

Rumah Sakit Umum Ananda

TIM PENYUSUN PANDUAN PRAKTEK KLINIS DAN CLINICAL PATHWAY RUMAHSAKIT


UMUM ANANDA

No Nama
1 dr. Dwiyanto Utomo, Sp. B
2 dr. Satrio Budi Susetyo, M. Biomed, Sp. OG
3 dr. Sita Ratri Andini, Sp.OG
4 dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp. PD
5 dr. RR. Friska Fitri Ramadayanti, Sp. PD
6 dr. Ibnu Susanto, Sp. A
7 dr. Novi Irawan, Sp. S
8 dr. Gandhi Estrada, Sp. P
9 dr. Seravina Adilla, Sp. M
10 dr. Zunaedi, Sp.An
11 dr. Tanti Sri Gita Ramdani
12 dr. Hafiz Fauza Dhani
13 dr. Ma’luvi Kholil

Blitar, 18 Oktober 2021

Rumah Sakit Umum Ananda

dr. H. Dedi ismiranto, SH., MH., Sp.PD


Direktur Rumah Sakit umum Ananda
PERATURAN DIREKTUR

RUMAH SAKIT UMUM ANANDA

Nomor : 009.1/PERDIR/RSUA/I/2022

TENTANG

PANDUAN PRAKTEK KLINIS(PPK) DAN CLINICAL PATHWAY (CP)

RUMAH SAKIT UMUM ANANDA SRENGAT

Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu Rumah Sakit


maka diperlukan panduan penyusunan PPK dan CP
Rumah Sakit Umum Ananda.
b. Bahwa agar panduan penyusunan PPK dan CP Rumah
Sakit umum Ananda dapat terlaksana dengan baik,
perlu adanya kebijakan Direktur Rumah Sakit Umum
Ananda sebagai landasan bagi penyelenggaraan
penyusunan PPK dan CP di Rumah Sakit Umum
Ananda
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan b, perlu ditetapkan
dengan Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum
Ananda

Mengingat a. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun


2009 tentang Rumah sakit
b. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan
c. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan
d. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
971/MENKES/PER/XI/2009 tentang Standar Kompetensi
Pejabat Stuktural Kesehatan.
e. Pertauran Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
340/Menkes/PER/III/2010 tentang Klasifiksi Rumah
Sakit.
f. Petaturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
755/MENKES/PER/IV/2011 Tentang Penyelenggaraan
Komite Medik di rumah Sakit
g. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
290/MENKES/PER/III/2008 Tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran
h. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 631/MENKES/SK/IV/2005 Tentang pedoman
Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di
Rumah Sakit
i. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
772/MENKES/SK/VI/2002 Tentang Pedoman Peraturan
Internal rumah Sakit (Hospital bylaws)

Memperhatikan : Perlunya usaha untuk meningkatkan kualitas


Pengorganisasian dan Pelayanan di rumah Sakit Umum
Ananda

MEMUTUSKAN

Menetapkan :

Kesatu : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM


ANANDA TENTANG PANDUAN PENYUSUNAN PPK
DAN CP RUMAH SAKIT UMUM ANANDA

Kedua : Panduan Praktek Klinis Rumah Sakit Ananda sebagaimana


tercantum dalam lampiran keputusan ini

Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya dan apabila


dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan
ini akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan : Blitar

Pada tanggal : 4 Januari 2022

Direktur Rumah Sakit Umum Ananda

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp.PD


Lampiran : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM
ANANDA SRENGAT BLITAR

Nomor : 009.1/PERDIR/RSUA/I/2022

Tentang : Panduan Praktek Klinis dan Clincal Pathway Rumah Sakit


Umum Ananda

BAB I

DEFINISI

Pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1438/MENKES/PER/XI/2010 yang mempergunakan


istilah Standar Pelayanan Kedokteran (SPK) terdiri dari Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
(PNPK) dan Standar Prosedur Operasional (SPO). PNPK dibuat oleh organisasi profesi dan disahkan
oleh Menteri Kesehatan, sedangkan SPO dibuat pada tingkat rumah sakit oleh profesi medis,
dikoordinasikan oleh Komite Medik dan ditetapkan penggunaannya di rumah sakit oleh pemimpin
(Direktur). Standar Prosedur Oprerasional untuk Profesi medis di rumah sakit tersebut dalam bentuk
Panduan Praktek Klinis (PPK) dan dalam penentuan pembuatan Panduan Praktek Klinis dapat
bersumber dari Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) sebagai acuan. Definisi Panduan
Praktek Klinis (Clinical Practice Guidline) adalah panduan yang berupa rekomendasi untuk membantu
Dokter dalam memberikan Pelayanan kesehatan. Panduan ini Berbasis bukti (Evidence Based Medicine)
saat ini tidak menyediakan langkah-langkah dalam perawatan dan pengobatan, namun memberikan
informasi tentang pelayanan yang paling efektif. Dokter menggunakan panduan ini sesuai dengan
pengalaman dan pengetahuan mereka untuk menentukan rencana pelayanan yang tepat kepada pasien.
Sifat PPK berbasis Hospital Specific. Didalam PPK terdapat alat-alat yang dapat membantu dalam
pelaksanaannya antara lain :

1. Clinical Pathway/ Alur klinis


Adalah tetelaksana multidisiplin yang mengatur, mengurutkan, dan menggabungkan intervensi
yang dilakukan oleh perawat, dokter, dan PPA lain untuk jenis kasus tertentu dan pada kurun
waktu tertentu.
Contoh : Clinical Pathway Appendicitis
2. Algoritme
Adalah rekomendasi yang dirancang untuk mengerahkan keputusan yang akan diambil, seperti
flowchart terstruktur, decision tree. Algoritme digunakan pada kasus yang membutuhkan
keputusan cepat seperti keadaan gawat darurat.
3. Standing Order
Suatu instruksi dokter yang ditujukan kepada perawat atau professional kesehatan lain untuk
memberikan intervensi kepada pasien selama dokter tidak ditempat atau saat terjadi kegawat
daruratan yang memerlukan tindakan segera.
4. Protokol
Merupakan rencana atau serangkaian langkah yang harus diikuti dalam pengelolaan pasien tertentu
Contoh : Protokol pemasangan ventilasi mekanik
5. Prosedur Tindakan
Instruksi langkah demi langkah tentang cara melakukan tugas teknis tertentu.
Contoh : Prosedur tindakan lumbal pungsi
BAB II
RUANG LINGKUP

Pada proses pembaharuan PPK di Rumah Sakit Umum Ananda, semenjak bulan Desember 2021
telah dilakukan rapat pembahasan penyusunan panduan praktik klinis dengan semua SMF yang ada
untuk perencanaan kegiatan lebih lanjut. Pertemuan tersebut menghasilkan keputusan jenis penyakit
dari masing-masing SMF dan di dalamnya terdapat Panduan Praktek Klinik yang merupakan Indikator
Mutu Nasional sebagai berikut :

1. Daftar Panduan Praktek Klinik (PPK) RSU Ananda

ILMU PENYAKIT DALAM

1 Diabetes Melitus

2 Thypoid fever

3 Anemia

4 Heart Failure

5 Dengue Hemoragic Fever

ILMU KESEHATAN ANAK

1 Neonatus Infection

2 Hiperbilirubin

3 Thypoid Fever

4 Dengue Fever

5 Kejang Demam

ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

1 Partus Spontan (Tindakan)

2 Sectio Caesaria (Tindakan)


3 PEB

4 Abortus

5 Hiperemesis Gravidarum

ILMU BEDAH

1 Appendicitis Acute

2 Hernia Inguinalis

3 Ileus Obstruktif

4 Soft Tisue Tumor

5 Combutio

SARAF

1 CVA Infark

2 Epilepsi

3 Vertigo

PARU

1 Tuberculosis Paru

2 Pneumonia

3 Covid -19

2. Daftar Clinical Pathway di RSU Ananda

ILMU PENYAKIT DALAM

1 Diabetes Melitus

2 Thypoid Fever

3 Hipertensi

ILMU KESEHATAN ANAK

1 Thypoid Fever
2 Dengue Fever

KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

1 Sectio Caesaria

BEDAH

1 Appendicitis Acute

SARAF

1 CVA Infark

PARU

1 TB Paru
BAB III

TATA LAKSANA

A. Persiapan
1. Komite medis membuat kebijakan untuk menugaskan kepada tiap Staf Medis Fungsional
(SMF) membuat pendataan PPK yang akan di buat.
2. Perencanaan rapat pleno Komite Medis dengan anggota perwakilan dari seluruh SMF di
dalam Rumah Sakit.
3. Membentuk tim penyusun dengan kompetensinya.
4. Ketua SMF membuat surat tugas kepada tim penyusun tentang pendelegasian tersebut.
5. Setiap SMF melakukan pemilihan penyakit berdasarkan jenis yang termasuk High Cost,
High Risk, dan High Volume sebanyak 5 penyakit
6. Perencanaan pertemuan secara berkala (seminggu sekali) dan tia-tiap SMF dan tim penyuaun
yang dikoordinasi oleh Komite Medis.
7. Pengumpulan hasil pertemuan sebagai dokumentasi untuk dasar tindakan selanjutnya.

B. Penyusunan
1. Pembuatan PPK bersumber pada Panduan Nasional Praktek Klinis (PNPK) sebagai tinjauan
Pustaka.
2. Bila tidak terdapat PNPK pada bidang penyakit tersebuat, maka dapat menggunakan
referensi yang lain yang telah disepakati oleh staf Medis Fungsional (SMK)
3. Dilakukan penyesuaian standard yang terdapat dalam Pedoman Nasional Praktek Klinis
(PNPK) ke Panduan Praktek Klinis (PPK) sesuai fasilitas dan kondisi yang terdapat di
Rumah Sakit Umum Ananda Srengat.

C. Penyangkalan (Disclaimer)
1. Dalam setiap dokumen tertulis PPK serta perangkat implementasinya mutlak harus dituliskan
bab tentang disclaimer (wewanti/ penyangkalan ). Hal ini dimaksudkan untuk :
a. Menghindari kesalah pahaman atau salah persepsi tentang arti kata standard, yang dimaknai
harus melakukan sesuatu tanpa kecuali.
b. Menjaga autonomi dokter bahwa keputusan klinis merupakan wewenang sebagai orang yang
dipercaya pasien.
2. Dalam disclaimer minimal harus mencakup :
a. PPK dibuat untuk average patient
b. PPK dibuat untuk penyakit/kondisi patologis tunggal
c. Reaksi individual terhadap prosedur diagnosis dan terapi bervariasi
d. PPK dianggap valid pada saat dicetak
e. Praktek kedokteran modern harus lebih mengakomodasi preferensi pasien dan keluarga.
3. Bab tambahan yang dapat disertakan pada disclaimer :
a. PPK dimaksudkan untuk tatalaksana pasien sehingga tidak berisi informasi lengkap tentang
penyakit.
b. Dokter yang memeriksa harus melakukan konsultasi bila merasa tidak menguasai atau ragu
dalam menegakan diagnosa dan memberikan terapi
c. Penyusunan PPK tidak bertanggung jawab atas hasil apapun yang terjadi akibat penyala
gunaan PPK dalam tatalaksana pasien.

D. Implementasi
1. Pada Kasus yang memiliki PPK, maka dilaksanakan sesuai PPK yang telah disahkan.
2. Dalam implementasi PPK harus sesuai kewenangan klinis staf medis.
3. Dalam menggunakannya pada pelayanan dapat dibantu dengan alat bantu berupa clinical
pathway, algoritme, protokol, prosedur tindakan, dan standing order.
4. PPK hanya dapat digunakan pada pasien dengan yang rata-rata sering terjadi.
5. PPK dapat diterpkan dengan baik pada penyakit dengan diagnose tunggal, tanpa komplikasi.
6. Penereapan PPK pada pasien dapat mengakibatkan respon yang bervariasi terhadap prosedur
diagnostik yang diberikan.
7. PPK yang dianggap masih valid untuk dilaksanakan dan diterapkan adalah pada saat
diterbitkan, tidak menutup kemungkinan untuk waktu mendatang sudah tidak bias digunakan
karena terdapat studi yang lebih terkini, sehingga perlu dilakukan revisi.
8. Penerapan PPK oleh dokter terhadap pasiennya harus tetap mematuhi proses clinical decision
making, dimana pasien berhak untuk memberikan persetujuan penolakan terhadap tindakan
yang akan dilakukan.

E. Monitoring dan Evaluasi


1. Monitoring dan evaluasi terlaksananya PPK dalam pelayanan rumah sakit dapat menggunakan
perangkat proses audit medis yang dilakukan secara berkala.
2. Penelaahan audit medis dapat memberikan sumber untuk revisi berupa :
a. Evaluasi kompetensi staf medis
b. Evaluasi peningkatan mutu berkelanjutan dalam PPK (revisi isi penambahan PPK,
Pembuatan prosedur tindakan/ clinical pathway)
c. PPK secara periodic dilakukan peninjauan kembali atau revisi setiap 2 tahun
sekali,dengan atau tanpa perbaikan didalamnya. Hal ini dikarenakan dalam ilmu
kedokteran selalu terdapat perkembangan ilmu dan teknologi yang harus diikuti.

F. Tindak Lanjut
1. Tindak lanjut dari evaluasi terhadap PPK dengan menggunakan audit klinis dapat dibagi
menjadi 2 (dua) bagian menurut permasalahannya :
a. Audit Klinis kasus bermasalah
Sumber didapatkan dari laporan jaga/complain pasien/ronde ruangan. Pembahasan dapat
berupa kasus sulit atau kasus kematian. Hal ini dilakukan oleh SMF ( 1 st party audit) dan
komite Medis (2nd party audit)
b. Audit klinis sejumlah kasus dengan diagnose tertentu
Dilakukan oleh Komite Medis dengan memilih kasus tertentu untuk dilakukan penilaian
dan analisis terhadap kesesuaisn dengan PPK. Hasil dari audit sebagai bahan rekomendasi
untuk revisi PPK selanjutnya.
2. Setelah dilakukan audit nantinya akan dijadikan referensi terhadap perubahan pada PPK untuk
tatalaksana PPK berikutnya.
3. PPk yang telah disusun dikumpulkan ke Komite Medis untuk diajukan ke Direktur untuk
diberikan surat keputusan pemberlakuan PPK tersebut pada pelayanan rumah sakit.
BAB IV
DOKUMENTASI

A. Penyusunan Panduan Praktek Klinik


Standr Prosedur Oprasional untuk profesi medis di rumah sakit dalam benteuk Panduan Praktek
Klinis pada umumnya dapat diadopsi dari Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) yang
telah dibuat oleh organisasi profesi masing-masing, tinggal dicocokan dan disesuaikan dengan
kondisi sarana serta kompetensi yang ada di rumah sakit.
Untuk kebanyakan penyakit atau kondisi kesehatan yang tidak memenuhu syarat untuk di buat PNPK
atau yang PNPK atau yang PNPK-nya belum ada, maka para staf medis dirumah sakit memperhatikan
sumber data yang tersedia dan dengan mengacu pada pustaka terakhir, termasuk PNPK dari Negara
lain dan kesepakatan para staf medis.
Di Rumah Sakit Ananda Srengat pembuatan PPK dikoordinasikan oleh Komite Medis, disusun oleh
masing-masing SMF dan barlaku setelah disahkan oleh Direksi.
Peran Komite Medis Rumah Sakit Umum Ananda Srengat dalam penyusunan PPK adalah :
1. Membuat dan menetapkan format umum Panduan Praktek Klinik.
2. Menetapkan kesepakatan tingkat evidence yang akan dipergunakan di rumah Sakit.
3. Mengkompilasi Panduan Praktek Klinik yang telah selesai.
4. Merekomendasikan PPK kepada direktur untuk pengesahan penggunaan PPK tersebut di
rumah Sakit.
5. Melaksanakan audit medis dengan menggunakan PPK
6. Menetapkan kewenangan klinis profesi medis

Panduan Praktek Klinik berdasarkan pendekatan Evidence Based Medicine atau Health Tecnology
assessment (HTA) minimal berisi tentang:

1. Definisi/pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan fisik
4. Kriterian Diagnosa
5. Diagnosa Kerja
6. Diagnosa banding
7. Pemeriksaan penunjang
8. Terapi
9. Edukasi
10. Prognosa
11. Pustaka

Penyusunan Panduan Praktek Klinik di atas dapat berisi tentang :

1. Tata laksana penyakit pasien dalam kondisi tunggal dengan / tanpa komplikasi
2. Tata Laksana berdasarkan kondisi
B. Bagan Ringkasan Pembuatan Panduan Praktek Klinis
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSU ANANDA SRENGAT - BLITAR
2022 – 2024

DIABETES MELITUS
1. Pengertian Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi Insulin, kerja insulin atau keduanya.
2. Anamnesis 1. Gejala klasik
a. Poliuri
b. Polidipsi
c. Polifagi
2. Kesemutan
3. Gatal
4. Mata Kabur
5. Luka yang sulit sembuh
6. Pruritus vulva pada wanita
7. Disfungsi ereksi pada pria
3. Pemeriksaan 1. Penurunan berat badan
fisik 2. Pruritus
3. Gangren
4. Kriteria Kriteria Klinis
Diagnosis 1. Terdapat gejala klasik seperti poliuri, polidipsi, polifagi
2. Luka yang sulit sembuh
3. Kesemutan
4. Gatal-gatal
5. Mata kabur
Kriteria Laboratorium
1. Glukosa darah sewaktu ≥ 200mg/dL
2. Glukosa darah puasa ≥ 126mg/dL
3. Glukosa darah plasma 2 jam > 200mg/dL
4. HbA1C ≥ 6.5%
5. Diagnosis Kerja Diabetes Melitus
6. Diagnosa 1. Diabetes Insipidus pada ibu hamil
Banding 2. Toleransi Glukosa terganggu
3. Glukosa terganggu
7. Pemeriksaan Pemeriksaan Laboratorium :
Penunjang 1. Darah Lengkap
2. Gula darah sewaktu
3. Glukosa darah puasa 2 jam setelah makan
8. Terapi 1. Terapi cairan IVFD RL/NaCl 0.9%
2. Metformin,glbenclamid dosisi awal 2.5 mg dosis maksimal
15 mg/hari diberikan 15-30 menit sebelumn makan,
acarbose, insulin (short acting atau long acting)
3. Ikuti Algoritma
4. Obat Oral :
Metformin 3x500
Glimepirid 4mg 1x1 tab
Acarbose 100mg 1x1
9. Edukasi Mengatur Diet
Latihan Jasmani teratur
10. Prognosis Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
11. Tingkat IV
Evidence
12. Tingkat c
rekomendasi
13. Penelaah dr. H. Dedi Ismiranto,SH., MH., Sp. PD
Kritis
14. Indikator 95% pasien dengan DM membaik dalam waktu 4 hari perawatan
Medis
15. Kepustakaan Panduan Pelayanan Medik, PAPDI, 2006, Jakarta
Kosensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes mellitus 2011

Blitar, 4 Januari 2022


Ketua Komite Medik Dokter Spesialis Penyakit Dalam
RSU Ananda,

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp.PD

Mengetahui,

Direktur RSU Ananda

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp.PD


PANDUAN PRAKTIK KLINIK
SMF : ILMU PENYAKIT DALAM
RSU ANANDA SRENGAT – BLITAR
2022 – 2024

HEART FAILURE
1. Pengertian Keadaan patofisiologi terhadap fungsi jantung sehingga jatung
tidak mampu memompa darah untuk memerlukan kebutuhan
metabolisme jaringan
2. Anamnesis Nyeri dada sebelah kiri, sesak nafas, meraaa cepat lelah, lemas,
bengkak pada kaki kiri
3. Pemeriksaan Keadaan Umum : Kesadaran, status nutrisi, berat badan.
Fisik Nada : Frekuensi, ritme, konfigurasi nadi
Tekanan Darah : sistolik, diastolic, tekanan nadi
Tanda kelebihan cairan ; tekanan vena jugularis, edema perifer,
hepatomegali, ascites
Thorax : Frekuensi nafas, Ronkhi, efusi Pleura.
Jantung : Perpindahan Apex jantung, irama gallop, suara jantung
ke 3, bising jantung.
4. Kriteria diagnosis Menggunakan Kriteria Framingham :
Kriteria Mayor :
Paroksismal nocturnal dyspneu
Ronkhi basah
Irama gallop
Kardiomegali
Distensi Vena leher
Peningkatan tekanan vena jugularis
Edema Paru akut
Refluks hepato jugular

Kriteria Minor:
Edema Ekstrimitas
Batuk malam hari
Sesak saat aktivitas
Hepatomegali
Efusi pleura
Takikardi

Diagnosos : Paling sedikit 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor


Rawat inap untuk pasien dengan NYHA III-IV

5. Diagnosis HEART FAILURE


6. Diagnosis 1. Penyakit paru : Pneumonia, PPOK, Asma eksaserbasi akut,
banding ARDS.
2. Penyekit Ginjal : gagal ginjal akut/kronik, sindrom nefrotik
3. Penyakit Hati : Sirosis hepatic
4. Sindroma hiperventilasi : psikogenik
7. Pemeriksaan 1. Foto Thorax (X-Ray)
Penunjang 2. EKG
3. Pemeriksaan Laboratorium :
 Darah Rutin
 Gula Darah
 Profil Lipid
 Ureum / Creatinin
 SGOT/PT
8. Terapi 1. Bed Rest
2. Oksigen per nasal 2-4 L/m
3. Posisi tidur kepala lebih tinggi 20 – 30
4. Diuretik : Furosemid
5. ACE inhibitor/obat hipertensi lainnya
6. Digoxin, anti arhytmia, obat inotropik, kronotropik atau
vasopresor jika diperlukan
7. Spironolacton
8. Beta Bloker
9. Edukasi 1. Diet TKTP rendah natrium
2. Edukasi keluarga tentang penyakit Heart Failure (gagal
jantung)
3. Batasi Aktivitas
10. Prognosis 1. Ad vitam : Dubia ad bonam
2. Ad sanationam : Dubia ad bonam
3. Ad fungsionam : Dubia ad bonam
11. Tingkat evidens IV
12. Tingkat C
rekimendasi
13. Penelaah kritis dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp.PD
14. Indikator medis 95% nyeri ulu hati teratasi dalam waktu 3 hari perawatan
15. Kepustakaan 1. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, FK Unair-RSU Soetomo
2. Guntur, 2006, Bed Side teaching Ilmu Penyakit Dalam,
FKUNS, Solo
3. Panduan Praktek Klinis, PAPDI, 2006, Jakarta
Blitar, 4 Januari 2022
Ketua Komite Medik Dokter Spesialis Penyakit Dalam
RSU Ananda,

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp.PD

Mengetahui,

Direktur RSU Ananda

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp.PD


PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSU ANANDA SRENGAT BLITAR
2022-2024

THYPOID FEVER
1. Pengertian Penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman salmonella
thyphii atau salmonella parathypii
2. Anamnesis 1. Demam naik secara bertahap pada minggu pertama, lalu menetap
(kontinyu) atau remitten pada minggu ke 2
2. Demam terutama sore/malam hari
3. Sakit kepala
4. Nyeri Otot
5. Anoreksia
6. Mual, muntah
7. Konstipasi atau diare
3. Pemeriksaan fisik 1. Febris
2. Kesadaran berkabut/apatis
3. Bradikardia relative (peningkatan suhu 1°c tidak diikuti peningkatan
denyut nadi 8x/menit)
4. Lidah berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah, serta tremor)
5. Hepatomegali
6. Splenomegali
7. Nyeri abdomen
4. Kriteria diagnosis 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan penunjang
 Darah Rutin: Dapat ditemukan leukopeni, leukositosis atau
normal, Anemia ringan, Trombositopenia
 Widal: Peningkatan titer uji widal > 4 kali lipat setelah satu
minggu memastikan diagnose, UJi widal tunggal dengan titer
antibody O 1/320 atau H 1/640 disertai gambaran klinis
mendukung diagnosis.
4. Diagnosis Demam Thypoid
5. Diagnosis banding 1. Infeksi virus
2. Leptospirosis
3. DHF
4. Malaria
5. Pemeriksaan 1. Darah tepi perifer
penunjang - Anemia
- Leucopenia (jarang < 3.000/ul)
- Limfositosis Relatif
- Trombositopeni
2. Serologi Widal Kadar IgM dan IgG (typhi-dot)
3. Radiologi
- Foto thorak, bila diduga terjadi komplikasi pneumonia
- Foto Abdomen, bila diduga terjadi komplikasi intraintestinal
seperti perforasi usus atau perdarahan saluran cerna
- Pada perforasi usus tampak distribusi udara tak merata, airfluid
level, bayangan radiolusen didaerah hepar, udara bebas pada
abdomen.
4. Terapi Nonfarmakologis: Tirah Baring, makanan lunak rendah serat
Farmakologist
Simptomatis
Antibiotik:
1. Sefalosporin generasi III:
 yang terbukti efektif adalah ceftriakson 2-3 gram sehari intravena
selama 3-5 hari.
 Dapat juga diberikan Cefotaxime 2-3 x 1 gram, sefoperazon 2x1
gram
2. Simtomatis :
 Metamizole 3x500mg
 Ranitidin 2x1 amp
 Ondancentron 3x1 amp
3. Suportif
Demam typhoid ringan dapat dirawat dirumah
- Tirah baring
- Isolasi memadai
- Kebutuhan cairan dan kalori memadai
5. Edukasi 1. Obsevasi demam dan istirahat
2. Diet: Makanan tidak berserat dan mudah dicerna. Setelah demam reda,
dapat segera diberikan makanan yang lebih padat dengan kalori cukup.
3. Kebersihan lingkungan
4. Prognosis Ad vitam : Dubia Ad Bonam
Ad sanationam : Dubia Ad Bonam
Ad fungsionam : Dubia Ad Bonam
1. Tingkat evidens IV
2. Tingkat rekomendasi C
3. Penelaah kritis dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp.PD
4. Indikator medis 90% pasien dengan typoid fever bisa membaik dalam waktu 5 hari
perawatan di Rumah Sakit.
5. Kepustakaan 1. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi V bab Demam Typhoid 2011
2. Panduan Pelayanan Medik Perimpunan dokter Penyakit Dalam
Indonesia 2009
Blitar, 4 januari 2022

Ketua Komite Medik Dokter Spesialis Dalam,


RSU Ananda Srengat Blitar

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp.PD

Direktur
RSU Ananda Srengat Blitar

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp.PD


PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSU ANANDA SRENGAT BLITAR
2022-2024

ANEMIA
1. Pengertian Anemia adalah suatu kondisi tubuh yang terjadi ketika sel – sel darah merah
(eritrosit) dan/atau Hemoglobin (Hb) yang sehat dalam darah berada dibawah
nilai normal (kurang darah). Hemoglobin adalah bagian utama dari sel darah
merah yang berfungsi mengikat oksigen.
2. Anamnesis Tanda gejala :
1. Mudah letih bila melakukan aktifitas fisik/mental.
2. Nafas pendek.
3. Pusing.
4. Tidak nafsu makan.
5. Wajah terlihat pucat.

Faktor Risiko
1. Rendahnya asupan gizi pada makanan.
2. Gangguan kesehatan usus kecil atau operasi yang berkenaan dengan usus
kecil.
3. Menstruasi.
4. Kehamilan.
5. Kondisi kronis seperti kanker, gagal ginjal atau kegagalan hati.
6. Faktor keturunan.
3. Pemeriksaan fisik 1. Keadaan umum : pucat, keletihan berat, nyeri kepala, demam, dipsnea,
vertigo, sensitif terhadap dingin, BB turun.
2. Kulit : kulit kering, kuku rapuh.
3. Mata : penglihatan kabur, sclera pucat (merah muda).
4. Telinga : vertigo, tinnitus.
5. Mulut : mukosa licin dan mengkilat, stomatitis.
6. Paru – paru : dipsneu dan orthopnea.
7. Kardiovaskuler : takikardia, palpitasi, mur – mur, angina, hipotensi,
kardiomegali, gagal jantung.
8. Gastrointestinal : anoreksia dan menoragia, menurunnya fertilisasi,
hematuria (pada anemia hemolitik).
9. Muskuloskletal : nyeri pinggang, sendi dan tenderness sterna.
Sistem persarafan : nyeri kepala, bingung, neurupatu perifer, parastesia,
mental depresi, cemas, kesulitan koping.
4. Kriteria diagnosis Batasan anemia secara individu menurut WHO berdasarkan kadar hemoglobin
(Hb) yang diperiksa per 10 gram millimeter (mL) atau gram per desiliter (dL)
adalah :
1. Anak pra sekolah : Hb 11 gr/dL
2. Anak sekolah : Hb 12 gr/dL
3. Laki – laki dewasa : Hb 13 gr/dL
4. Perempuan dewasa : Hb 12 gr/dL
5. Ibu hamil : Hb 11 gr/dL
Ibu menyusui : Hb 12 gr/dL
5. Diagnosis Anemia
6. Diagnosis banding Semua keadaan yang memberikan gambaran anemia hipokrim mukrositik lain,
talasemia minor, anemia karena penyakit kronis, lead poisoning (keracunan
timbale) dan anemia sideroblastik.
7. Pemeriksaan Pada pemeriksaan laboratorium ditemui :
penunjang 1. Jumlah Hb lebih rendah dari normal (12 – 14 g/dl).
2. Kadar Ht menurun (normal 37% - 41%).
3. Peningkatan bilirubin total (pada anemia hemolitik).
4. Terlihat retikulositosis dan sferositosis pada asupan darah tepi.
Terdapat pansitopenia, sumsum tulang kosong diganti lemak (pada anemia
aplastik)
8. Terapi Tindakan umum :
1. Tranfusi PRC.
2. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah.
3. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan
oksigen.
4. Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada.
5. Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.
Pengobatan (tergantung dari penyebabnya).
1. Anemia defisiensi besi
a. Mengatur makanan yang mengandung zat besi, usahakan makanan yang
diberikan seperti ikan, daging, telur dan sayur.
b. Pemberian preparat Fe.
2. Anemia pernisiosa : pemberian vitamin B12.
3. Anemia asam folat : asam folat 5 mg/hari/oral.
Anemia karena perdarahan : mengatasi perdarahan dan syok dengan
pemberian cairan dan transfusi darah.
9. Edukasi 1. Biasakan makan – makanan yang banyak mengandung zat besi. Diantaranya
zat besi banyak terdapat pada syuran yang berwarna hijau atau dagung dan
hati ayam, daging bebek, ikan , kacang – kacangan dan lai – lain.
2. Banyak memakan buah – buahan yang mengandung vitamin C karena
vitamin C akan membantu penyerapan dari zat besi.
10. Prognosis Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya kekurangan zat besi saja dan
diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat.
11. Tingkat evidens IV
12. Tingkat C
rekomendasi
13. Penelaah kritis dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp.PD
14. Indikator medis 95% pasien dengan dengue fever membaik dalam waktu 3 hari perawatan
15. Kepustakaan 1. Supandiman I., Sumantri, R., Fadjari, TN., Firanza, PI., Oehadian, A., 2003.
Pedoman Diagnosis dan Terapi HEMATOLOGI ONKOLOGI MEDIK.
Bandung : Q-Communication.
2. Sudoyo , AW., et al. 2006. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM Jilid II
Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI
3. McCance, KL., Huether, SE., 2006. PATHOPHYSIOLOGY The Biologic
Basis for Disease in Adults and Children. 5th edition. USA : Elsevier Mosby.
O’Connor, S., Kaplan, S., Final Diagnosis – Anemia. Available at
path.upmc.edu.

Blitar, 4 Januari 2022

Ketua Komite Medik Dokter Spesialis Dalam,


RSU Ananda Srengat Blitar

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp.PD

Direktur
RSU Ananda Srengat Blitar

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp. PD


PANDUAN PRAKTIK KLINIK
SMF : ILMU PENYAKIT DALAM
RSU ANANDA SRENGAT – BLITAR
2022 – 2024

HIPERTENSI
Pengertian Hipertensi esensial merupakan hipertensi yang tidak diketahui
penyababnya. Hipertensi menjadi masalah karena meningkatnya
prevalensi, masih banyak pasien yang belum mendapat
pengobatan, maupun yang telah mendapat terapi tetapi target
tekanan darah belum tercapai serta adanya penyakit penyerta dan
komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas.

Anamnesis Mulai dari tidak bergejala sampai dengan bergejala. Keluhan


hipertensi antara lain:
1. Sakit atau nyeri kepala
2. Gelisah
3. Jantung berdebar-debar
4. Pusing
5. Leher kaku
6. Penglihatan kabur
7. Rasa sakit di dada

Keluhan tidak spesifik antara lain tidak nyaman kepala, mudah


lelah dan impotensi.
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Riwayathipertensidan penyakit kardiovaskular dalam
keluarga.

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:


1. Riwayat pola makan (konsumsi garam berlebihan)
2. Konsumsi alkohol berlebihan
3. Aktivitas fisik kurang
4. Kebiasaan merokok
5. Obesitas
6. Dislipidemia
7. Diabetus Melitus
8. Psikososial dan stres
Pemeriksaan Fisik 1. Pasien tampak sehat, dapat terlihat sakit ringan-berat bila
terjadi komplikasi hipertensi ke organ lain.
2. Tekanan darah meningkat sesuai kriteria JNC VII.
3. Pada pasien dengan hipertensi, wajib diperiksa status
neurologis dan pemeriksaan fisik jantung (tekanan vena
jugular, batas jantung, dan ronki).

Kriteria diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan


fisik.
Klasifikasi tekanan darah berdasarkan Joint National
Committee VII (JNC VII)

Diagnosis HIPERTENSI
Diagnosis banding White collar hypertension, Nyeri akibat tekanan intraserebral,
Ensefalitis
Pemeriksaan 1. Laboratorium : DL, Urinalisis (proteinuria), tes gula darah,
Penunjang profil lipid, ureum, kreatinin
2. RO Thorax
3. EKG

Terapi Peningkatan tekanan darah dapat dikontrol dengan


perubahan gaya hidup dan terapi farmakologis.

Modifikasi gaya hidup untuk hipertensi


Algoritme tatalaksana hipetensi

1. Hipertensi tanpa compelling indication


a. Hipertensi stage1: dapat diberikan diuretik (HCT 12.5-50
mg/hari, atau pemberian penghambat ACE (captopril 3x12,5-
50 mg/hari), atau nifedipin long acting 30-60 mg/hari) atau
kombinasi.
b. Hipertensi stage2: Bila target terapi tidak tercapai setelah
observasi selama 2 minggu, dapat diberikan kombinasi 2
obat, biasanya golongan diuretik, tiazid dan penghambat
ACE atau penyekat reseptor beta atau penghambat kalsium.
2. Kondisi khusus lain
a. Lanjut Usia
i. Diuretik (tiazid) mulai dosis rendah 12,5 mg/hari.
ii. Obat hipertensi lain mempertimbangkan penyakit
penyerta.
b. Kehamilan
i Golongan metildopa, penyekat reseptor ß, antagonis
kalsium, vasodilator.
ii. Penghambat ACE dan antagonis reseptor AII tidak boleh
digunakan selama kehamilan.
c. Pemilihan anti hipertensi didasarkan ada tidaknya
kontraindikasi dari masing-masing antihipertensi diatas.
Sebaiknya pilih obat hipertensi yang diminum sekali
sehari atau maksimum 2 kali sehari.
Bila target tidak tercapai maka dilakukan optimalisasi
dosis atau ditambahkan obat lain sampai target tekanan
darah tercapai
Obat yang direkomendasikan untuk hipertensi

Edukasi 1. Edukasi tentang cara minum obat di rumah, perbedaan


antara obat-obatan yang harus diminum untuk jangka
panjang (misalnya untuk mengontrol tekanan darah) dan
pemakaian jangka pendek untuk menghilangkan gejala
(misalnya untuk mengatasi mengi), cara kerja tiap-tiap
obat, dosis yang digunakan untuk tiap obat dan berapa
kali minum sehari.
2. Pemberian obat anti hipertensi merupakan pengobatan
jangka panjang. Kontrol pengobatan dilakukan setiap 2
minggu atau 1 bulan untuk mengoptimalkan hasil
pengobatan.
3. Penjelasan penting lainnya adalah tentang pentingnya
menjaga kecukupan pasokan obat-obatan dan minum obat
teratur seperti yang disarankan meskipun tak ada gejala.
4. Individu dan keluarga perlu diinformasikan juga agar
melakukan pengukuran kadar gula darah, tekanan darah dan
periksa urin secara teratur. Pemeriksaan komplikasi
hipertensi dilakukan setiap 6 bulan atau minimal 1 tahun
sekali.
Prognosis Prognosis umumnya bonam apabila terkontrol.

Tingkat evidens IV
Tingkat rekimendasi C
Penelaah kritis dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp.PD
Indikator medis 95% nyeri ulu hati teratasi dalam waktu 3 hari perawatan
Kepustakaan Direktorat Penyakit Tidak Menular. Buku Pedoman Pengendalian
Hipertensi. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2013.
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013)
Blitar, 4 Januari 2022

Ketua Komite Medik Dokter Spesialis Dalam,


RSU Ananda Srengat Blitar

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp.PD

Direktur
RSU Ananda Srengat Blitar

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp. PD


PANDUAN PRAKTIK KLINIK
SMF : ILMU PENYAKIT DALAM
RSU ANANDA SRENGAT – BLITAR
2022 – 2024

HIV
Pengertian (Definisi) Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala
penyakit yang diakibatkan karena penurunan kekebalan tubuh akibat adanya
infeksi oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Anamnesis Keluhan
Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan gejala atau keluhan tertentu.
Pasien datang dapat dengan keluhan:
1. Demam (suhu >37,5OC) terus menerus atau intermiten lebih dari satu
bulan.
2. Diare yang terus menerus atau intermiten lebih dari satu bulan.
3. Keluhan disertai kehilangan berat badan (BB) >10% dari berat badan
dasar.
4. Keluhan lain bergantung dari penyakit yang menyertainya.

Faktor Risiko
1. Penjaja seks laki-laki atau perempuan
2. Pengguna NAPZA suntik
3. Laki-laki yang berhubungan seks dengan sesama laki-laki dan
transgender
4. Hubungan seksual yang berisiko atau tidak aman
5. Pernah atau sedang mengidap penyakit infeksi menular seksual (IMS)
6. Pernah mendapatkan transfusi darah
7. Pembuatan tato dan atau alat medis/alat tajam yang tercemar HIV
8. Bayi dari ibu dengan HIV/AIDS
9. Pasangan serodiskordan – salah satu pasangan positif HIV

Pemeriksaan fisik 1. Keadaan Umum


a. Berat badan turun >10% berat badan dasar
b. Demam terus-menerus atau intermiten lebih dari 1 bulan
c. Diare terus-menerus atau intermitten lebih dari 1 bulan
2. Kulit
a. Tanda-tanda masalah kulit terkait HIV misalnya kulit kering dan
dermatitis seboroik
b. Tanda-tanda herpes simpleks dan zoster atau jaringan parut bekas
herpes zoster
3. Pembesaran kelenjar getah bening meluas
4. Mulut: kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia, keilitis angularis
5. Dada: dapat dijumpai ronki basah akibat infeksi paru
6. Abdomen: hepatosplenomegali, nyeri, atau massa
7. Anogenital: tanda-tanda herpes simpleks, duh vagina atau uretra
8. Neurologi: tanda neuropati dan kelemahan neurologis, nyeri kepala yang
semakin berat, terus-menerus dan tidak jelas penyebabnya, penurunan
fungsi kognitif
Kriteria diagnosis Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Hasil tes HIV

Diagnosis Kerja Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil tes
HIV
Stadium klinis ditentukan dengan tabel berikut

Stadium klinis HIV Stadium 1 Asimptomatik

1. Tidak ada penurunan BB


2. Tidak ada gejala atau hanya limfadenopati generalisata persisten

Stadium 2 Sakit Ringan

1. Penurunan BB bersifat sedang yang tidak diketahui


penyebabnya (<10% dari perkiraan BB atau BB sebelumnya)
2. ISPA berulang (sinusitis, tonsilitis, otitis media, faringitis)
3. Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
4. Keilitis angularis
5. Ulkus mulut yang berulang
6. Ruam kulit yang gatal (Papular pruritic eruption)
7. Dermatitis seboroik
8. Infeksi jamur pada kuku

Stadium 3 Sakit Sedang

1. Penurunan berat badan yang tak diketahui


penyebabnya (> 10% dari perkiraan BB atau BB
sebelumnya)
2. Diare kronis yang tak diketahui penyebabnya lebih
dari 1 bulan
3. Demam menetap yang tak diketahui penyebabnya
4. Kandidiasis pada mulut yang menetap
5. Oral hairy leukoplakia
6. Tuberkulosis paru
7. Infeksi bakteri yang berat (contoh: pneumonia,
empiema, meningitis, piomiositis, infeksi tulang atau
sendi, bakteriemia, penyakit inflamasi panggul yang
berat)
8. Stomatitis nekrotikans ulseratif akut, ginggivitis atau
periodontitis
9. Anemia yang tak diketahui penyebabnya (Hb <8g/dL),
neutropeni (<0,5 x 10 g/L) dan/atau trombositopenia
kronis (<50 x 10 g/L)

Stadium 4 Sakit Berat (AIDS)


1. Sindrom wasting HIV
2. Pneumonia Pneumocystis jiroveci
3. Pneumonia bakteri berat yang berulang
4. Infeksi herpes simpleks kronis (orolabial, genital, atau
anorectal selama lebih dari 1 bulan atau visceral di
bagian manapun)
5. Kandidiasis esofageal (atau kandidiasin trakea,
bronkus atau paru)
6. Tuberkulosis ekstraparu
7. Sarkoma kaposi
8. Penyakit sitomegalovirus (retinitis atau infeksi organ
lain tidak termasuk hati, limpa dan KGB)
9. Toksoplasmosis di sistem saraf pusat
10. Ensefalopati HIV
11. Penumonia kriptokokus
12. Infeksi mikobakterium non tuberkulosis yang
menyebar
13. Leukoencephalopathy multifocal progresif
14. Kriptosporidiosis kronis
15. Isosporiasis kronis
16. Mikosis diseminata
17. Septikemi yang berulang
18. Limfoma (serebral atau sel B non hodgkin)
19. Karsinoma serviks invasif
20. Leishmaniasis diseminata atipikal
21. Nefropati atau kardiomiopati terkait HIV yang
simtomatis
Diagnosis Banding Penyakit imunnodeficiency lainnya

Pemeriksaan Laboratorium
Penunjang a. Hitung jenis leukosit :
Limfopenia dan CD4 hitung <350 (CD4 sekitar 30% dari jumlah total limfosit)
b. Tes HIV menggunakan strategi III yatu menggunakan 3 macam tes dengan
titik tangkap yang berbeda, umumnya dengan ELISA dan dikonfirmasi
Western Blot
c. Pemeriksaan Darah Lengkap
2. Radiologi: X-ray torak

Tata Laksana 1. Pasien terduga HIV/AIDS dirujuk untuk konseling dan pemeriksaan VCT
2. Pasien yang belum memenuhi syarat terapi ARV
Monitor perjalanan klinis penyakit dan jumlah CD4-nya setiap 6 bulan
sekali.
3. Pemberian kotrimoxazole sebagai pengobatan dan pencegahan primer
infeksi oportunistik
4. Pemantauan pasien dalam terapi antiretroviral
a. Pemantauan klinis
Dilakukan pada minggu 2, 4, 8, 12 dan 24 minggu sejak memulai
terapi ARV dan kemudian setiap 6 bulan bila pasien telah mencapai
keadaan stabil.
b. Pemantauan laboratorium
i. Pemantauan CD4 secara rutin setiap 6 bulan atau lebih sering bila
ada indikasi klinis.
ii. Pasien yang akan memulai terapi dengan AZT maka perlu
dilakukan pengukuran kadar Hemoglobin (Hb) sebelum memulai
terapi dan pada minggu ke 4, 8 dan 12 sejak mulai terapi atau ada
indikasi tanda dan gejala anemia
iii. Bila menggunakan NVP untuk perempuan dengan CD4 antara
250–350 sel/mm3 maka perlu dilakuan pemantauan enzim
transaminase pada minggu 2, 4, 8 dan 12 sejak memulai terapi
ARV (bila memungkinkan), dilanjutkan dengan pemantauan
berdasarkan gejala klinis.
iv. Evaluasi fungsi ginjal perlu dilakukan untuk pasien yang
mendapatkan TDF.
5. Terapi untuk infeksi oportunistik yang muncul
Edukasi 1. Menganjurkan tes HIV pada pasien TB, infeksi menular seksual (IMS),
dan kelompok risiko tinggi beserta pasangan seksualnya, sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
2. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit
HIV/AIDS. Pasien disarankan untuk bergabung dengan kelompok
penanggulangan HIV/AIDS untuk menguatkan dirinya dalam menghadapi
pengobatan penyakitnya.
Prognosis Ad vitam : Dubia ad malam
Ad fungsionam : Dubia ad malam
Ad sanationam /: Dubia ad malam
Indikator Medik Semua pasien terduga HIV/AIDS dirujuk untuk pengobatan CST

Kepustakaan 1. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.


Pedoman Nasional Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral
pada Orang Dewasa.Jakarta: Kemenkes. 2011. (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2011)
2. Djoerban Z, Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 4thEd. Vol II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. 2006. hlm 1825-30.

Blitar, 4 Januari 2022

Ketua Komite Medik Dokter Spesialis Dalam,


RSU Ananda Srengat

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp. P


PANDUAN PRAKTIK KLINIK
SMF : ILMU KESEHATAN ANAK
RSU ANANDA SRENGAT – BLITAR
2022 – 2024

DEMAM TIFOID
Demam tifoid adalah penyakit endemis di Indonesia
1. Pengertian (Definisi) yang disebabkan oleh infeksi sistemik Salmonella
typhi.
Usia Sekolah dan Masa Remaja
- Onset insidious, mialgia, sakit kepala, sakit
daerah abdomen (anak ibasanya tidak dapat
menunjukkan daerah yang paling sakit/rasa tidak
nyaman difus), keluhan meningkat pada minggu
kedua.
- Demam sampai hari keempat bersifat remiten,
dengan pola seperti anak tangga (stepwise
fashion), sesudah hari kelima atau paling lambat
akhir minggu pertama pola demam berbentuk
kontinua.
2. Anamnesis - Diare dapat ditemukan pada hari-hari pertama
sakit, selanjutnya terjadi konstipasi. Bila diare
terjadi sesudah minggu kedua harus dicurigai
infeksi tambahan oleh jasad renik lain.
- Mual dan muntah dapat ditemukan pada awal
sakit, bila ditemukan pada minggu kedua atau
ketiga harus diwaspadai awal dari suatu
komplikasi.
- Pada minggu kedua keluhan malaise, anoreksia,
mialgia, sakit kepala, sakit daerah abdomen pada
minggu kedua bertambah berat, dapat ditemukan
disorientasi, letargi, delirium bahkan stupor.
Usia Balita
- Relatif jarang, biasanya bersifat ringan berupa
demam ringan, malaise, dan diare. Sering
misdiagnosis sebagai diare akut.
Neonatus
- Gejala timbul biasanya sesudah 3 hari pasca
dilahirkan berupa muntah-muntah, diare, distensi
abdomen. Suhu tubuh tidak stabil, ikterus, BB
turun, kadang disertai kejang.
- Bradikardia relatif (jarang pada anak usia yang
lebih muda, dapat ditemukan pada remaja).
- Dapat ditemukan hepatomegali, splenomegali,
distensi abdomen yang disertai rasa sakit.
Biasanya anak tidak dapat melokalisasi rasa sakit,
memberi kesan rasa tidak enak/sakit yang difus.
- Rose spot ditemukan pada 50% kasus, dicari di
daerah dada bawah dan abdomen bagian atas.
- Bila ditemukan tanda pneumonia seperti sesak
3. Pemeriksaan Fisis napas dan crackles, biasanya terjadi sesudah
minggu kedua dan merupakan superinfeksi.
- Pada demam tifoid berat dapat dijumpai
penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus
(hepatitis tifosa), syok septik
- Pada perforasi atau perdarahan saluran cerna:
suhu menurun, nyeri abdomen, muntah, nyeri
tekan pada palpasi, bising usus menurun sampai
menghilang, defance musculaire positif, dan
pekak hati menghilang
Manifestasi demam tifoid sangat luas dan tidak khas,
4. Kriteria Diagnosis sehingga diagnosis pasti ditegakkan atas ditemukannya
bakteri dari kultur.
- Gastroenteritis akut
- Tuberkulosis
5. Diagnosis Banding
- Infeksi Ricketsia (demam tifus)
- Pneumonia
Darah tepi perifer:
- Anemia, leukopenia (jarang kurang dari 3000/ul),
limfositosis relatif, trombositopenia (terutama
pada demam tifoid berat)
Pemeriksaan serologi
- Serologi Widal: kenaikan titer S. typhi titer O
6. Pemeriksaan Penunjang 1:200 atau kenaikan 4 kali titer fase akut ke fase
konvalesens
Pemeriksaan radiologis:
- Foto toraks, apabila diduga terjadi komplikasi
pneumonia
- Foto abdomen, apabila diduga terjadi komplikasi
intraintestinal seperti perforasi usus atau
perdarahan saluran cerna. Pada perforasi usus
tampak:
- Distribusi udara tak merata
- Air fluid level
- Bayangan radiolusen di daerah hepar
- Udara bebas pada abdomen
Medikamentosa
Antibiotik
- Cefotaksim 80 mg/kgbb/hari selama 10-14 hari
- Ceftriakson 80 mg/kgbb/hari, IV atau IM,
sekali sehari, selama 5 hari
- Cefiksim 10-20 mg/kgbb/hari, oral, dibagi
dalam 2 dosis, selama 7-14 hari
Simptomatik
 Paracetamol 15 mg/kgBB per 6 jam (IV)
 Ondancentron 0,1 mg/kgBB 3x1 K/P

Bedah
Tindakan bedah diperlukan pada penyulit perforasi
usus
7. Terapi
Suportif
- Tirah baring
- Kebutuhan cairan dan kalori dicukupi, bila perlu
melalui sonde lambung
- Pada ensefalopati, jumlah kebutuhan cairan
dikurangi menjadi 4/5 kebutuhan dengan kadar
natrium rendah
- Diet makanan tidak berserat dan mudah dicerna.
Setelah demam reda, dapat segera diberikan
makanan yang lebih padat dengan kalori cukup
- Pertahankan fungsi sirkulasi, oksigenasi,
keseimbangan asam-basa dan elektrolit
- Transfusi darah kadang-kadang diperlukan pada
perdarahan saluran cerna dan perforasi usus
- Menjaga sanitasi lingkungan
- Menghindari jajan sembarangan
8. Edukasi (Hospital Health Promotion) - Cuci tangan dengan sabun sebelum makan
- Imunisasi tifoid tiap 3 tahun bagi anak usia > 2
tahun
- Intraintestinal: perforasi usus atau perdarahan
saluran cerna
9. Penyulit - Ekstraintestinal: tifoid ensefalopati, hepatitis
tifosa, meningitis, pneumonia, syok septik,
pioelonefritis, endokarditis, osteomielitis, dll.
Pada tifoid ringan & sedang prognosis ad bonam
10. Prognosis Pada tifoid berat umumnya dubia ad bonam
Bila ditemukan penurunan kesadaran berat: ad malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/
Penegakan diagnosis pasti demam tifoid tidak mudah
13. Penelaan Kritis mengingat spektrum klinis yang luas dan
membutuhkan konfirmasi hasil kultur darah.
- Apabila pada hari ke-4-5 setelah pengobatan
demam tidak reda, evaluasi kembali adakah
komplikasi, sumber infeksi lain, resistensi S.typhi
terhadap antibiotik, atau salah menegakkan
14. Indikator Medis diagnosis
- Kriteria pulang pada pasien rawat inap: tidak
demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu
makan membaik, klinis perbaikan, tidak dijumpai
komplikasi
- Cleary TG. Salmonella. Dalam: Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson
textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia:
Saunders; 2004, h. 912-9.
- Garna H. Nataprawira HM, penyunting. Pedoman
15. Kepustakaan diagnosis dan terapi ilmu kesehatan anak. Edisi
ke-4. Bandung:Dept. IKA FKUP/RSUP dr. Hasan
Sadikin; 2012, h.351-4.
- Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS,
dkk., penyunting. Pedoman Pelayanan Medis
IDAI. Jilid I. Jakarta: IDAI; 2010, h. 47-50.

Blitar, 4 Januari 2022

Ketua Komite Medik Dokter Spesialis Anak


RSU Ananda Srengat Blitar

dr. Ibnu Susanto, Sp.A

Direktur
RSU Ananda Srengat Blitar
dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp. PD

PANDUAN PRAKTIK KLINIK


SMF : ILMU KESEHATAN ANAK
RSU ANANDA SRENGAT – BLITAR
2022 – 2024

NEONATAL HIPERBILIRUBINEMIA
Hiperbilirubinemia didefisikan sebagai kadar bilirubin
serum total  5 mg/dL. Ikterus adalah pewarnaan kuning
1. Pengertian (Definisi)
pada kulit, konjungtiva dan mukosa akibat penumpukan
bilirubin tak terkonjugasi pada jaringan
- Hari dimulainya ikterus
- Gol darah ibu & rhesus, riwayat ikterus, anemia,
splenektomi di keluarga, riwayat penyakit hati di
keluarga, kakak yang mengalami ikterus/anemia
- Penyakit ibu (DM atau gangguan imunitas), asupan
2. Anamnesis obat ibu (sulfonamid, aspirin, antimalaria)
- Riwayat perinatal (persalinan traumatis, trauma
lahir, tertundanya penjepitan tali pusat, asfiksia),
riwayat pascanatal (muntah, BAB jarang, ASI
tertunda), metoda pemberian minum (ASI/formula)
- Warna urin & feses
- Tanda vital, usia kehamilan, apakah bayi kecil
dibanding usia kehamilan, adanya
sefalhematoma/memar/pucat,
3. Pemeriksaan Fisis kejang/iritabilitas/letargi, hepatosplenomegali,
petekie, mikrosefali, tanda hipotiroidisme (pada
ikterus awitan lambat)
- Warna urin & feses
Hiperbilirubinemia fisiologis: kadar bilirubin tak
4. Kriteria Diagnosis
terkonjugasi:
- Neonatus cukup bulan: mencapai 6-8 mg/dL pada
usia 3 hari, setelah itu berangsur turun
- Neonatus kurang bulan: 10-12 mg/dL pada hari ke-
5, bahkan > 15 mg/dL dan berangsur turun dalam
waktu 2 minggu
Hiperbilirubinemia patologis
- Awitan ikterus sebelum usia 24 jam
- Peningkatan bilirubin serum yang membutuhkan
fototerapi
- Peningkatan bilirubin serum > 5 mg/dL/24 jam
- Kadar bilirubin terkonjugasi > 2 mg/dL
- Bayi menunjukkan tanda sakit (muntah, letargi,
kesulitan minum, penurunan berat badan, apne,
takipnu, instabilitas suhu)
- Ikterus menetap > 2 minggu
- Breastfeeding jaundice: ikterus yang disebabkan
oleh kekurangan asupan ASI
- Breastmilk jaundice: ikterus yang disebabkan oleh
ASI
5. Diagnosis Banding - Inkompatibilas rhesus/ABO
- Hemoglobinopati

- Defisiensi G6PD, piruvat kinase


- Pascatrauma (hematoma)
- Bilirubin serum total. Bilirubin serum direk
dianjurkan untuk diperiksa bila ikterus menetap
sampai usia > 2 minggu atau dicurigai adanya
kolestasis
- Darah perifer lengkap dan gambaran apusan darah
tepi
6. Pemeriksaan Penunjang - Golongan darah, Rhesus, dan direck coomb’s test.
- Kadar enzim G6PD
- Pada ikterus yang berkepanjangan, lakukan uji
fungsi hati, urin untuk infeksi saluran kemih,
pemeriksaan untuk mencari infeksi kongenital,
sepsis, defek metabolik, atau hipotiroid
7. Terapi Terapi sinar/transfusi tukar sesuai panduan

Panduan terapi sinar untuk bayi dengan usia gestasi  35 minggu (bilirubin total serum dalam
mg/dL)
Usia 0 24 jam 48 jam 72 jam 96 jam 5-7 hari
Risiko rendah 6 11 15 17 20 21
Risiko sedang 5 9 13 15 17 18
Risiko tinggi 4 7 11 13 14 15

Panduan transfusi tukar pada bayi dengan usia gestasi  35 minggu (bilirubin total serum dalam
mg/dL)
Usia 0 24 jam 48 jam 72 jam 96 jam 5-7 hari
Risiko rendah 16 19 22 24 25 25
Risiko sedang 14 16 19 21 22 22
Risiko tinggi 12 15 17 18 19 19

Keterangan:
Risiko rendah:  38 minggu dan bayi sehat
Risiko sedang:  38 minggu dengan faktor risiko atau 35-37 minggu dan bayi sehat
Risiko tinggi: 35-37 minggu dengan faktor risiko
Faktor risiko: penyakit hemolitik isoimun, defisiensi G6 PD, asfiksia, letargi, instabilitas suhu, sepsis,
asidosis, atau albumin < 3 g/dL

Panduan terapi sinar untuk bayi prematur (bilirubin total serum dalam mg/dL)
Berat Indikasi terapi sinar Indikasi transfusi tukar
<1000 g Dimulai dalam 24 jam pertama 10-12
1000-1500 g 7-9 12-15
1500-2000 g 10-12 15-18
2000-2500 g 13-15 18-20

Tatalaksana umum:
- Semua obat atau faktor yang mengganggu metabolisme
bilirubin, ikatan bilirubin dengan labumin, atau integritas
sawar darah-otak harus dieliminasi
- Pantau kecukupan jumlah ASI, diberikan minimal 8 kali
sehari
- Jika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, dilakukan
penambahan volume cairan dan stimulasi produksi ASI
dengan melakukan pemerasan payudara.

- Manajemen laktasi
8. Edukasi (Hospital
- Skrining golongan darah, Rhesus, dan direct Coomb’s test
Health Promotion)
pada bayi dari ibu dengan Rhesus negatif
Hiperbilirubinemia tanpa ensefalopati: ad bonam
9. Prognosis
Hiperbilirubinemia dengan ensefalopati: dubia ad malam
10. Tingkat Evidens I/II/III/IV
11. Tingkat Rekomendasi A/B/C
Keputusan untuk melakukan fototerapi harusmempertimbangkan
12. Penelaan Kritis usia gestasi, usia pascalahir, dan ada tidaknya faktor risiko pada
bayi.
Tanda penyulit bilirubin ensefalopati:
- Manifestasi klinis akut: fase awal bayi dengan ikterus berat
akan tampak letargis, hipotonik, dan refleks isap buruk. Fase
13. Indikator Medis
intermediat ditandai dengan moderat stupor, iritabilitas, dan
hipertoni. Fase selanjutnya bayi mengalami demam, high
pitched cry, drowsiness, dan hipotoni
- Glasgow LA. Jaundice and hyperbilirubinemia. Dalam:
Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson
textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders;
14. Kepustakaan
2004, h.501-4.
- Garna H. Nataprawira HM, penyunting. Pedoman diagnosis
dan terapi ilmu kesehatan anak. Edisi ke-4. Bandung:Dept.
IKA FKUP/RSUP dr. Hasan Sadikin; 2012, h.649-57.
- Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, dkk.,
penyunting. Pedoman Pelayanan Medis IDAI. Jilid I. Jakarta:
IDAI; 2010, h.114-22.

Blitar, 4 Januari 2022

Ketua Komite Medik Dokter Spesialis Anak,


RSU Ananda Srengat Blitar,

dr. Ibnu Susanto, Sp.A

Direktur
RSU Ananda Srengat Blitar

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp. PDp


PANDUAN PRAKTIK KLINIK
SMF : ILMU KESEHATAN ANAK
RSU ANANDA SRENGAT – BLITAR
2022 – 2024

INFEKSI VIRUS DENGUE


Infeksi virus dengue merupakan penyakit demam
akut yang diakibatkan virus genus Flavivirus,
famili Falviviridae, mempunyai 4 jenis serotipe
DEN-1, 2, 3, dan 4, melalui perantara nyamuk
1. Pengertian (Definisi) Aedes aegypti atau Aedes albopictus.
Spektrum klinis infeksi dengue dibagi menjadi (1)
silent dengue infection, (2) demam dengue (DD),
(3) demam berdarah dengue (DBD), dan (4)
DBD disertai syok/sindrom syok dengue (DSS)
- Demam mendadak tinggi 2-7 hari
- Disertai lesu, muntah, tidak mau makan
- Pada anak besar dapat mengeluh nyeri
2. Anamnesis kepala, nyeri otot, dan nyeri perut
- Diare kadang-kadang dapat ditemukan
- Perdarahan paling sering pada kulit dan
mimisan
- Gejala klinis DBD diawali demam mendadak
tinggi, facial flush, muntah, nyeri kepala,
nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorok
dengan faring hiperemis, nyeri di bawah
3. Pemeriksaan Fisis
lengkung iga kanan. Gejala penyerta
tersebut lebih mencolok pada DD daripada
DBD
- Hepatomegali dan kelainan fungsi hati
sering ditemukan pada DBD
- Perbedaan antara DD dan DBD ialah pada
DBD terjadi peningkatan permeabilitas
kapiler sehingga menyebabkan perembesan
plasma, hipovolemia, dan syok
- Perembesan plasma mengakibatkan
ekstravasasi cairan ke dalam rongga pleura
dan rongga peritoneal selama 24-48 jam
(efusi pleura, asites)
- Fase kritis sekitar hari ke-3 hingga ke-5
perjalanan penyakit. Pada saat ini suhu
turun, yang dapat merupakan awal
penyembuhan pada infeksi ringan namun
pada DBD berat merupakan tanda awal
syok
- perdarahan dapat berupa petekie,
epistaksis, melena, ataupun hematuria
- Tanda-tanda syok (DSS)
Diagnosis probable:
- Demam akut dengan dua atau lebih dari:
Nyeri kepala
Nyeri retroorbital
Mialgia
Artralgia
Ruam
Manifestasi perdarahan
Leukopenia (leukosit  5.000/ul)
Trombositopenia (trombosit  150.000/ul)
Hematokrit meningkat 5-10%
- Kejadian pada lokasi dan waktu yang sama
untuk demam dengue

Diagnosis confirmed:
Kasus probable ditambah tes IgM anti
dengue (+)
4. Kriteria Diagnosis
Diagnosis DBD: semua dari berikut ini:
- Demam akut dengan durasi 2-7 hari
- Manifestasi perdarahan, dengan tanda: tes
bendung (+), ptekie, ekimosis, atau purpura,
atau perdarahan mukosa, saluran cerna,
tempat penyuntikan, atau tempat lain.
- Trombosit 100.000/ul
- Terdapat tanda kebocoran plasma yang
ditandai dengan: peningkatan
hematokrit/hemokonsentrasi 20% dari
baseline atau penurunan pada konvalesens,
atau terdapat kebocoran plasma seperti
efusi pleura, asites, hipoproteinemia,
hipoalbuminemia

Diagnosis Dengue Shock Syndrome:


Kriteria DBD di atas dengan tanda syok:
- Takikardia, ekstremitas dingin, CRT
memanjang, nadi lemah, letargis, gelisah
- Tekanan nadi 20 mmHg, hipotensi menurut
usia (tekanan sistol <80 mmHg untuk usia
<5 th atau 80-90 mmHg untuk anak yang
lebih besar)
- Chikungunya
5. Diagnosis Banding - Infeksi saluran kemih
- Tonsilofaringitis akut
Darah tepi perifer:
- Leukopenia, hemokonsentrasi,
trombositopenia
Pemeriksaan serologi
- Infeksi primer: IgM anti Dengue (+)
Pemeriksaan radiologis (urutan pemeriksaan
sesuai indikasi klinis):
6. Pemeriksaan Penunjang - Foto toraks, dilakukan atas indikasi (1)
dalam keadaan klinis ragu-ragu (kelainan
radiologis tampak pada perembesan plasma
20-40%), (2) pemantauan klinis, sebagai
pedoman pemberian cairan
- USG: efusi pleura, asites, penebalan
dinding vesica felea dan vesica urinaria
DBD tanpa syok (derajat I dan II)
Medikamentosa
- Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan
parasetamol
- Kortikosteroid diberikan pada DBD
ensefalopati. Apabila terdapat perdarahan
saluran cerna, kortikosteroid tidak diberikan
- Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati
Suportif
- Mengatasi kehilangan cairan plasma akibat
peningkatan permeabilitas kapiler dan
perdarahan. Cairan yang digunakan adalah
cairan kristaloid isotonik dengan jumlah
kebutuhan rumatan ditambah defisit sebesar
7. Terapi 5% (setara dengan dehidrasi sedang)

DBD disertai syok (derajat III dan IV)


- DBD derajat III: kristaloid 10 ml/kgbb/jam
atau bolus dalam 30 menit.
- DBD derajat IV: kristaloid 10 ml/kgbb
dalam 10-15 menit atau 20 ml/kgbb
dalam 30 menit.
- Apabila syok belum teratasi tetap berikan
kristaloid 20 ml/kgbb ditambah koloid 20-
30 ml/kgbb/jam, maksimal 1500 ml/hari
- Pemberian cairan 10 ml/kgbb/jam tetap
diberikan 1-4 jam pascasyok, selanjutnya
diturunkan menjadi 7 ml/kgbb/jam, 5 ml,
dan 3 ml bila tanda vital dan diuresis baik
- Oksigen 2-4 L/m
- Koreksi asidosis metabolik dan gangguan
elektrolit
- Bila terdapat perdarahan secara klinis,
setelah pemberian kristaloid dan koloid
syok menetap, hematokrit turun, berikan
darah segar 10 ml/kgbb
- FFP dan suspensi trombosit berguna
untuk koreksi gangguan koagulopati atau
koagulasi intravaskular diseminata (KID)
pada syok berat yang menimbulkan
perdarahan masif
- Menganjurkan 3 M (menguras, mengubur,
8. Edukasi (Hospital Health Promotion)
menutup) + abatisasi
Ad vitam : dubia ad bonam
9. Prognosis Ad sanasionam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
10. Tingkat Evidens I/II/III/IV
11. Tingkat Rekomendasi A/B/C
Diperlukan monitoring ketat pada pasien DSS
karena dapat terjadi syok berulang. Di lain pihak,
12. Penelaan Kritis pemberian cairan yang berlebih dan terlalu lama
memiliki efek samping volume overload yang
dapat memperburuk outcome.
Kriteria memulangkan pasien
- Tidak demam selama 24 jam tanpa
antipiretik
- Nafsu makan membaik
13. Indikator Medis - Secara klinis tampak perbaikan
- Hematokrit stabil
- Tiga hari setelah syok teratasi
- Jumlah trombosit >50.000/ul
- Tidak dijumpai distres pernapasan
- Halstead SB. Dengue fever and dengue
haemorrhagic fever. Dalam: Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting.
Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17.
Philadelphia: Saunders; 2004, h. 1092-4.
- Garna H. Nataprawira HM, penyunting.
Pedoman diagnosis dan terapi ilmu
14. Kepustakaan kesehatan anak. Edisi ke-4. Bandung:Dept.
IKA FKUP/RSUP dr. Hasan Sadikin; 2012,
h.410-7.
- Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris
NS, dkk., penyunting. Pedoman Pelayanan
Medis IDAI. Jilid I. Jakarta: IDAI; 2010, h.
141-9.
Blitar, 4 Januari 2022

Ketua Komite Medik Dokter Spesialis Anak,


RSU Ananda Srengat Blitar,

dr. Ibnu Susanto, Sp.A

Direktur
RSU Ananda Srengat Blitar

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp. PD


PANDUAN PRAKTIK KLINIK
SMF : ILMU KESEHATAN ANAK
RSU ANANDA SRENGAT – BLITAR
2022 – 2024

KEJANG DEMAM
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenakan suhu tubuh (diatas 38 C Rektal) tanpa adanya infeksi
1. Pengertian
susunan saraf pusat, gangguan elektrolit atau metabolik
lainnya. Kejang yang terjadi pada bayi dibawah umur 1 bulan
tidak termasuk dalam kejang demam.

Kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung


singkat kurang dari 15 menit bersifat kejang umum dan tidak
berulang dalam 24 jam.

Kejang demam kompleks adalah kejang berlangsung lebih


15 menit bersifat fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum
yang didahulu kejang fokal dan berulang dalam 24 jam.
1. Suhu tubuh (rectal)
3. Pemeriksaan Fisik 2. Kesadaran (Glasgow Coma Scale)

3. Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, Brudzinsky I dan


II, Kernig sign, Laseque sign

4. Pemeriksaan nervus cranial

5. Tanda peningkatan tekanan intracranial, UUB


menonjol, papil edema

6. Tanda infeksi diluar SSP : ISPA, SK, OMA

4. Kriteria Diagnosis Kriteria Klinis Sesuai definisi Kejang Demam

5. Diagnosis Kerja Kejang demam sederhana atau kejang demam kompleks

1. Meningitis
6. Diagnosis Banding
2. Ensefalitis

3. Gangguan keseimbangan elektrolit

4. Generalized Epilepsy with Febrile Seizure+

5. Severe Myoclonic Epilepsy in Infancy

6. Febrile status epilepticus

1. Pemeriksaan Darah lengkap, elektrolit darah, gula darah


sewaktu, urinalisis, kultur darah , urin dan feses tidak
7. Pemeriksaan Penunjang
diperlukan pada kejang demam sederhana . Peringkat
bukti ilmiah B

2. Lumbal pungsi : tidak perlu dilakukan pada kejang demam


sederhana jika tidak ada tanda meningitis atau riwayat
meningitis atau tanda infeksi intracranial. Peringkat bukti
ilmiah B

3. EEG: tidak dianjurkan pada kejang demam sederhana


tetapi perlu pada kejang demam kompleks . Peringkat
bukti ilmiah B
9. Edukasi (Hospital
1. Edukasi kemungkinan berulangnya kejang demam
Health
Promotion) 2. Edukasi faktor risiko terjadinya epilepsi
55

Kejang demam sederhana prognosisnya baik. Pada


482 anak kejang demam sederhana yang dipantau
selama 1

– 5 th tidak ditemukan kematian, disabilitas


intelektual maupun kecacatan. Risiko epilepsi pada
kejang demam sederhana hanya 1-2%. Sebanyak 30
- 35% akan mengalami kejang demam kembali.
Risiko meningkat jika kejang pertama terjadi pada
umur kurang dari 1 tahun, ada riwayat kejang
demam pada saudara kandung, kejang demam terjadi
pada demam yang tidak begitu tinggi , interval
10. Prognosis waktu antara demam dan kejang pendek dan adanya
perkembangan yang abnormal sebelum kejang.

Kejang demam kompleks : Risiko terjadinya epilepsi


dikemudian hari adalah 5 – 10% terutama jika
kejang demam fokal, lama dan ada riwayat epilepsi
dalam keluarga.

1. Pudjiadi, AH dkk : Pedoman Pelayanan Medis.


jilid 1, Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta
2010: 150-153

2. Widodo, DP: Konsensus Tata Laksana Kejang


Demam dalam Gunardi, H dkk (Eds) Kumpulan
Tips Pediatri. Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta 2010 : 193-203
11. Kepustakaan
3. Pusponegoro, H: Kejang Demam. Dalam
Current Evidences in Pediatric Emergencies
Management. Departemen Ilmu Kesehatan
Anak. FKUI/RSCM, Jakarta, 12 – 13 April
2015 ; 92-97
56

Blitar, 4 Januari 2022

Ketua Komite Medik Dokter Spesialis Anak,


RSU Ananda Srengat Blitar,

dr. Ibnu Susanto, Sp.A

Direktur
RSU Ananda Srengat Blitar

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp. PD


57

PANDUAN PRAKTIK KLINIK


SMF : KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
RSU ANANDA SRENGAT – BLITAR
2021 – 2022

BEDAH SESAR

SECTIO CAESARIA / SC

1. Pengertian (Definisi) Bedah besar adalah tindakan operasi obstetrik sebagai


upaya melahirkan janin setelah umur kehamilan 20 minggu
dan atau berat diatas 500 gram melalui irisan pada kulit,
dinding abdomen dan rahim atas dasar indikasi maternal,
fetal atau keduanya dengan tujuan mengurangi morbiditas
dan mortalitas baik ibu dan bayi. Dilakukan pada dinding
rahim yang masih intak. Prosedur dapat dilakukan secara
terencana (elektif) maupun darurat (emergency).

2. Tujuan Merupakan opsi setelah persalinan pervaginam baik dengan


bantuan maupun spontan tidak dapat dilakukan, ataupun
memungkinkan terjadinya morbiditas dan mortalitas yang
tinggi bagi ibu dan janin.

3. Indikasi A. Ibu
- Panggul sempit atau panggul picak
- Obstruksi jalan lahir
- DKP/Disproporsi kepala panggul
- Ruptura uteri iminen
- Malpresentasi atau malposisi (kelainan letak
atau posisi)
- Inkoordinasia uteri
- Plasenta previa atau plasenta letak rendah
- Solusio plasenta
- Obstructed labor atau plasenta letak rendah
58

- Kala II tak maju / kala II lama / partus macet


- Induksi gagal atau stimulasi gagal
- Gmeli atau triplet atau multi fetal pregancy
- Patologi obstetri maupun non obstetri yang
mengindikasikan persalinan dilakukan dengan
cepat dalam kondisi serviks belum matang
(bishop score rendah), misal pre eklamsia dan
lainnya
- Patologi obstetri maupun non obstetri yang
mengindikasikan persalinan dilakukan tanpa
nyeri, tanpa kontraksi dan tanpa hejan, misal
penyakit jantung dengan chf kelas fungsi III dan
IV dan lainnya
- Bekas SC atau jenis operasi lain yang
melakukan sayatan pada otot rahim.
B. Janin :
- Fetal hypoxia
- Fetal compromise
- Fetal distress
- Fetal growth restriction
- Oligohidrramnion
- Infark plasenta
- Janin besar / makrosomia
- Fetal anomaly : omfalokel, gastroksis, spina
bifida, meningioensafalokel,meningiokel,
meningiomielokel, dan lainnya.
C. Ekspertise klinis berbasis bukti ilmiah

4. Kontraindikasi 1. Ketidaksiapan operator, anastesiologis, asisten operator,


instrumen operasi, bahan, ruang operasi, dan atau arana
penunjang lainnya akibat suatu kondisi yang tidak
dapat diduga.

2. Syok yang belum mendapat langkah stabilisasi


59

3. Infeksi berat sistemik/sepsis yang belum mendapatkan


langkah stabilisasi

4. Trombositopernia atau gangguan koagulasi berat yang


belum mendapat langkah koreksi.

5. Prosedur Pre Operatif 1. Identifikasi pasien dan memastikan kesiapan operasi


(ruang operasi, operator, anastesiologis, pediactrian,
asisten operator, bahan.
2. Pengecekan klinis dan laboratorium terkini dan terkait
operasi (obstetri dan anastesi)
3. Informed consent
4. Puasa
5. Pemasangan infus dan kateter tinggal bagi yang belum
dilakukan
6. Memeriksa dan memebersihkan medan operasi
7. Pemberian antibiotika profilaksis dengan Cefazoline 2
gr 30 menit sebelum insisi (pre-operatif)
8. Edukasi kontrasepsi dan laktasi
9. Informasi administratif
10. Memeriksa kesiapan ruangan inap pasca operasi.

6. Proedur Operasi 1. Dalam stadium narkose (anastesi regional) persiapan


medan operasi

2. Insisi pfannesteil atau mediana atau irisan luka lama

3. Irisan diperdalam lappis demi lapis secara tajam dan


tumpul dengan teknik bloodless menggunakan
elekrokauter

4. Setelah peritoneum parietale dibuka identifikasi segmen


bawah rahim

5. Plika vesikouterina dibuka dan diarahkan kaudal

6. Segmen bawah rahim diiris semilunar, dilebarkan


60

secara tumpul

7. Bayio dilahirkan abdominal dengan meluksir kepala


atau meraih kaki dengan sebelumnya memecahkan
selaput ketuban atau tanpa memecahkan. Tali pusat
diklem dan dipotong

8. Plasenta dilahirkan secara traksi terkendali, dan


dipastikan lengkap

9. Bloody angle diklem dan dijahit

10. Segmen bawah rahim dijahit jelujur terkunci satu lapis


bersama plika vesikouterina dengan benang kromik
catgut no. 2

11. Kontrol pendarahan, bila diperlukan hemostatic suture


dilakukan menggunakan kromik catgut no 2 atau 1
situasional

12. Reperetonealisasi

13. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis

14. Kulit dijahit intrakutan

15. Kontrol pendarahan

16. Operasi selesai

17. Evaluasi kondisi pasien pasca bedah di ruang recovery,


sebelum pindah ke ruang rawat inap

7. Prosedur Pasca Operasi 1. Pemantauan klinis dan laboratoris pasca operasi oleh
DPJP hingga pasien pulang

2. Pemberian antibiotik post operasi injeksi dan analgesik

3. Pemberian uterotonika hingga 24 jam pasca operasi

4. Pemberian antibiotika oral, analgesik oral, serta


61

roboransia oral pasca operasi

5. Makan dan minum bertahap setelah 6 jam pasca operasi

6. Mobilisasi miring 8 jam pasca operasi

7. Mobilisasi bertahap duduk dan jalan 1 hari pasca


operasi

8. Lepas infus dan kateter setelah perawatan 1 hari pasca


operasi

9. Ganti verban pada hari pasien pulang hari ke 2 pasca


operasi

10. Pasien dapat pulang setelah pemeriksaan dan


dinyatakan layak pulang pada hari ke 2 pasca oprasi

8. Bila ada hal yang terjadi sebagai komorbid, penyulit


maupun komplikasi terkait tindakan bedah atau diagnosis
maka DPJP memiliki kewenangan untuk melakukan
manajemen klinis (diagnostik – terapeutik) di luar PPK ini
dengan berdasarkan pada bukti ilmiah.

Blitar, 4 Januari 2022

Ketua Komite Medik Dokter Spesialis Kebidanan & Kandungan


RSU Ananda Srengat Blitar,
62

dr. Satrio Budi Susetyo, M.Biomed., Sp.OG

Direktur
RSU Ananda Srengat Blitar

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp. PD


63

PANDUAN PRAKTIK KLINIK


SMF : KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
RSU ANANDA SRENGAT – BLITAR
2022 – 2024

PERSALINAN NORMAL

o Pengertian Partus normal adalah partus dimana keadaan ibu dan bayi
dilahirkan dalam keadaan baik dan persalinan terjadi spontan.

o Anamnesis Persalinan pada kehamilan aterm (37 minggu – 40 minggu)

o Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan his dan pemeriksaan dalam


2. Penilaian imbang feto pelvik
3. Penggunaan partograf

o Kriteria Diagnosis Persalinan dengan presentasi belakang kepala


Kontraksi adekuat sesuai dengan fase persalinan

o Diagnosis Kerja PPOK

o Diagnosis Banding -

o Pemeriksaan 1. Pemeriksaan laboratorium ( darah rutin, urin rutin,


Penunjang GDS)
2. Pemeriksaan USG dan CTG

o Tata Laksana 1. Melakukan anamnesa


2. Melakukan pemeriksaan obstetric dasar dan pemeriksaan
penujang
3. Mendiagnosis
4. Melakukan penatalaksanaan
5. Melakukan pemantauan kemajuan persalinan
Kala I :
Pasien dievaluasi menurut partograf WHO meliputi :
a. Keadaan ibu : tekanan darah, nadi pernapasan, suhu dan
urin
b. Kemajuan persalinan ; kontraksi uterus, pembukaan,
penurunan dan molase
64

c. Keadaan janin : DJJ, air ketuban


d. Obat-obatan penujang

Kala II :
a. Memberikan dukungan terus menerus kepada ibu :
- Merupakan langkah penting dalam asuhan ibu
- Dalam penyusunan rencana asuhan harus
berdasarkan diagnose masalah baik aktual maupun
potensial
b. Mempertahankan kebersihan ibu
c. Mempersiapkan kelahiran bayi
d. Membimbing meneran pada waktu his
e. Melakukan pemantauan keadaan ibu dan denyut jantung
janin terus menerus
f. Melakukan amniotomi bila diperlukan
g. Melakukan episiotomy bila diperlukan
h. Melahirkan kepala dengan benar
i. Melonggarkan atau melepaskan bila ada lilitan tali pusat
pada kepala dan badan bayi.
j. Melahirkan bahu dan diikuti badan bayi
k. Nilai tanda-tanda kehidupan minimal 3 aspek yaitu :
adakah usaha bernafas, denyut jantung, warna kulit
l. Menjaga kehangatan bayi
m. Merangsang pernapasan bayi bila diperlukan.

Kala III :
Melaksanakan menejemen aktif kala III ;
a. Melakukan masase uterus untuk meyakinkan tidak ada
bayi lain.
b. Jepit dan gunting tali pusat sedini mungkin
c. Memberikan suntikan oksitosin 10 U im
- Dapat diberikan ketika kelahiran bahu depan bayi,
jika petugas lebih dari satu dan hanya ada bayi
tunggal
- Dapat diberikan dalam 2 menit setelah kelahiran
bayi jika hanya ada seorang petugas dan hanya da
bayi tunggal
- Oksitosin 10 U IM dapat diulang setelah 15 menit
jika plasenta belum lahir
- Jika oksitosin tidak tersedia, rangsangan putting
payudara ibu atau berikan ASI pada bayi guna
menghasilkan oksitosin alamiah.
65

d. Melakukan peregangan tali pusat terkendali atau PTT


e. Setelah ada tanda-tanda pelepasan plasenta, plasenta
dilahirkan dengan perasat Brand Andrew
f. Setelahb kelahiran plasenta, lakukan masase fundus
uteri.

Kala IV

Lanjutkan pemantauan kontraksi uterus, pengeluaran darah,


tanda-tanda vital :

- Setiap 15 menit selama satu jam


- Setiap 20-30 menit selama jam kedua

o Edukasi (Hospital 1. Penjelasan mengenai asuhan mengedan yang baik dan


Health Promotion) benar

o Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam


Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam

o Tingkat Evidens I/II


o Tingkat
Rekomendasi A/B

o Penelaah Kritis SMF Ilmu kandungan dan ginekologi


o Indikator Medis Kondisi pasien membaik
11. Kepustakaan Bandiyah, S.2007. Kehamilan,Persalinan & Gangguan
Kehamilan. Jakarta: EGC

Banziaz.2006. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4.


Jakarta: EGC

Prawirohardjo,S., 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
66

Blitar, 4 Januari 2022

Ketua Komite Medik Dokter Spesialis Kebidanan & Kandungan


RSU Ananda Srengat Blitar,

dr. Satrio Budi Susetyo, M. Biomed., Sp.OG

Direktur
RSU Ananda Srengat Blitar

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp. PD


67

PANDUAN PRAKTIK KLINIK


SMF : KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
RSU ANANDA SRENGAT – BLITAR
2022 – 2024

PRE EKLAMSIA BERAT (PEB)

Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg yang terjadi


pada kehamilan lebih dari 20 mgg, dengan
minimal satu dari proteiuria ≥ 30 mg/ 24 jam,
1. Pengertian ( Definisi) seum keatinin > 1,1 mgdl,edema paru,
peningkatan fungsi liver,trombosit
<100.000,nyeri kepala, gangguan penglihatan
dan nyeri eigastrium

a. Usia kehamilan > 20 minggu

b. Tidak ada riwayat tekanan


darah tinggi sebelum hamil

2. Anamnesis c. Sakit kepala

d. Mata kabur

e. Nyeri ulu hati

f. Mual muntah

Kardiovaskuler : Evaluasi tekanan darah,


suara jantung pulsasi perifer

Paru :Auskultasi paru untuk


mendiagnosa edema paru
3. Pemeriksaan Fisik
Abdomen : Palpasi untuk menentukan
adanya nyeri pada hepar. Evaluasi keadaan
rahim dan janinnya.

Refleks : Adanya klonus


68

a. Usia kehamilan > 20 minggu

b. TD ≥ 140/ 90 mm Hg

c. Proteinuria ≥ 300 mg/ 24 jam/ + 1

d. Trombosit < 100.000/ mm3


4. Kriteria Diagnosis
e. Peningkatan LDH

f. Peningkatan SGOT/SGPT

g. Tanda impending eklampsia (Sakit kepala,


Mata kabur,Nyeri ulu hati, Mual muntah)

5. Diagnosis Kerja PRE EKLAMPSIA

1. Hipertensi gestasional
6. Diagnosis Banding
2. Hipertensi kronis superimposed preeklampsia

1. DL

2. UL

7. Pemeriksaan Penunjang 3. LFT

4.CTG

USG

Pengelolaan secara Rawat Jalan (Ambulatoir)uk <34


mg tanpa maternal/lfetal distres

Tidak mutlak harus Tirah Baring, dianjurkan ambulasi


sesuai keinginan-nya.

Diet Reguler : tidak perlu diet khusus (Tinggi Protein,


Rendah Karbo Hidrat)
8. Tata Laksana :
Vitamin Prenatal

Tidak perlu restriksi konsumsi Garam

Pemberian antihipertensi jika diperlukan

Aspirin dosis rendah sehari 1 X 87,5 mg

Kunjungan ke Rumah Sakit tiap 2mg


69

1. Perawatan Konservatif

Indikasi : Kehamilan < 37 minggu tanpa komplikasi

i. Tirah Baring/ tidur miring ke kiri

ii. Infus RD5 60-125 cc/ jam

iii. SM terapi : loading 10 mg MgSO4


40% drip dalam 6 jam

iv. Maintenance 5 gr MgSO4 40% drip


dalam 6 jam

v. Maturasi paru : betametason 1x24


mg IM atau Deksametason 4x6 mg
IV

vi. Antihipertensi : NIfedipin jika


diperlukan

vii. Diet : rendah KH/ tinggi protein

viii. Pasang Douer Cateter

ix. Monitor TD, N, RR, produksi urin,


dank el subyektif

x. Konservatif gagal jika :

2. Impending eklampsia

3. Hellps Syndrome

4. Tekanan darah tidak terkontrol dengan


antihipertensi

5. FWB jelek

6. Kelainan fungsi ginjal

7. Pertumbuhan janin terhambat

a. Perawatan Aktif

i. Infus RD5 60-125 cc/ jam

ii. SM terapi :

iii. loading MgSO4 20% 4 gr IV


70

loading MgSO4 40% 6 gr drip dalam 6 jam

iv. Maintenance 6 gr MgSO4 40% drip


dalam 6 jam

v. Antibiotik : Ampicillin 3x1 gr IV

vi. Antihipertensi : Nifedipin 3x

vii. Pemeriksaan FWB

viii. Bila Inpartu :

8. Fase latent, lakukan amniotomi dan oksitosin drip

9. Fase aktif, lakukan amniotomi

i. Terminasi kehamilan bila syarat


pervaginam terpenuhi, evaluasi PS

10. Bila PS< 5, lakukan ripening dengan misoprostol


25 ugr/6 jam (2 kali)

11. Bila PS> 5, lakukan oksitosin drip

12. Bila dalam 12 jam setelah oksitosin drip tidak


masuk fase aktif, lakukan SC

9. Edukasi 1. Batasi intake cairan


(Hospital Health
Promotion)

Ad vitam : dubia gonam

10. Prognosis Ad sanationam : dubia gonam

Ad fumgsionam : dubia gonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

1. dr . Satrio Budi Susetyo, M. Biomed, Sp.OG


13. Penelaah Kritis
2. dr. Sita Ratri Andini, Sp. OG

1. Outcome ibu dan bayi baik


14. Indikator
71

Williams Obstetrics 23rd edition


15. Kepustakaan Preeklamsia-eklampsia dan perdarahan paska salin, satgas
penakibJatim 2016

Blitar, 4 Januari 2022

Ketua Komite Medik Dokter Spesialis Kebidanan & Kandungan


RSU Ananda Srengat

dr. Satrio Budi Susetyo, M. Biomed., Sp.OG

Blitar,

Direktur
RSU Ananda Srengat Blitar

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp. PD


72

PANDUAN PRAKTIK KLINIK


SMF : KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
RSU ANANDA SRENGAT – BLITAR
2022 – 2024

ABORTUS

Abortus ialah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum

1. PENGERTIAN janin dapat hidup diluar kandungan,dan sebagai batasan digunakan


kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat anak kurang dari 500
gram.

Jenis dan derajat abortus :

1. Abortus imminens adalah abortus tingkat permulaan, dimana


terjadi perdarahan pervaginam ostium uteri masih tertutup dan hasil
konsepsi masih baik dalam kandungan.

2. Abortus insipiens adalah abortus yang sedang mengancam


dimana serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka,
akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri.

3. Abortus inkomplit adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar


dari kavum uteri masih ada yang tertinggal.

4. Abortus komplit adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari


kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu.

1. Abortus imminens
 Riwayat terlambat haid dengan hasil B HCG (+)
dengan usia kehamilan dibawah 20 minggu
 Perdarahan pervaginam yang tidak terlalu banyak,
2. ANAMNESIS
berwarna kecoklatan dan bercampur lendir
 Tidak disertai nyeri atau kram
2. Abortus insipiens
73

 Perdarahan bertambah banyak, berwarna merah


segar disertai terbukanya serviks
 Perut nyeri ringan atau spasme (seperti kontraksi saat
persalinan)
3. Abortus inkomplit
 Perdarahan aktif
 Nyeri perut hebat seperti kontraksi saat persalinan
 Pengeluaran sebagian hasil konsepsi
 Mulut rahim terbuka dengan sebagian sisa konsepsi
tertinggal
 Terkadang pasien datang dalam keadaan syok akibat
perdarahan
4. Abortus komplit
 Perdarahan sedikit
 Nyeri perut atau kram ringan
 Mulut rahim sudah tertutup
 Pengeluaran seluruh hasil konsepsi
1. Penilaian tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, suhu)

2. Penilaian tanda-tanda syok

3. Periksa konjungtiva untuktanda anemia

4. Mencari ada tidaknya massa abdomen

3. PEMERIKSAAN 5. Tanda-tanda akut abdomen dan defans musculer


FISIK
6. Pemeriksaan ginekologi, ditemukan:

a. Abortus iminens

 Osteum uteri masih menutup

 Perdarahan berwarna kecoklatan disertai lendir

 Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan


74

 Detak jantung janin masih ditemukan

b. Abortus insipiens

 Osteum uteri terbuka, dengan terdapat penonjolan kantong


dan didalamnya berisi cairan ketuban

 Perdarahan berwarna merah segar

 Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan

 Detak jantung janin masih ditemukan

c. Abortus inkomplit

 Osteum uteri terbuka, dengan terdapat sebagian sisa


konsepsi

 Perdarahan aktif

 Ukuran uterus sesuai usia kehamilan

d. Abortus komplit

 Osteum uteri tertutup

 Perdarahan sedikit

 Ukuran uterus lebih kecil usia kehamilan

Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


4. KRITERIA pemeriksaan penunjang.
DIAGNOSIS

 Unspecified abortion, complete, without complication

5. DIAGNOSIS KERJA
 Unspecified abortion, incomplete,without complication

6. DIAGNOSIS  Kehamilan ektopik


BANDING
75

 Mola hidatidosa

 Missed abortion

7. PEMERIKSAAN 1. Pemeriksaan USG.


PENUNJANG
2. Pemeriksaan tes kehamilan (BHCG): biasanya masih positif
sampai 7-10 hari setelah abortus.

3. Pemeriksaan darah perifer lengkap

8. TERAPI Penatalaksanaan Umum

Pada keadaan abortus kondisi ibu bisa memburuk dan menyebabkan


komplikasi. Hal pertama yang harus dilakukan adalah penilaian
cepat terhadap tanda vital (nada, tekanan darah, pernasapan dan
suhu). Pada kondisi di jumpai tanda sepsis atau dugaan abortus
dengan komplikasi, berikan antibiotika dengan kombinasi:

1. Ampicilin 2 gr IV/IM kemudian 1 gr setiap 6 jam

2. Gentamicin 5 mg/KgBB setiap 24 jam

3. Metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam

4. Segera melakukan rujukan ke pelayanan kesehatan


Sekunder/RS

Penatalaksaan Khusus sesuai dengan Jenis Abortus

1. Abortus imminens:

a. Pertahankan kehamilan

b. Tidak perlu pengobatan khusus

c. Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau hubungan


seksual

d. Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu selanjutnya


pada pemeriksaan antenatal termasuk pemantauan kadar Hb
76

dan USG panggul serial setiap 4 minggu. Lakukan penilaian


ulang bila perdarahan terjadi lagi

e. Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi janin dengan


USG, nilai

f. kemungkinan adanya penyebab lain.

g. Tablet penambah darah

h. Vitamin ibu hamil diteruskan

2. Abortus insipiens

a. Lakukan konseling untuk menjelaskan kemungkinan risiko


dan rasa tidak nyaman selama tindakan evakuasi, serta
memberikan informasi mengenai kontrasepsi paska
keguguran.

b. Jika usia kehamilan < 16 minggu: lakukan evakuasi isi


uterus; Jika evakuasi tidak dapat dilakuka segera: berikan
ergometrin 0.2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian
bila perlu).

c. Jika usia kehamilan > 16 minggu: Tunggu pengeluaran hasil


konsepsi secara spontan dan evakuasi hasil konsepsi dari
dalam uterus. Bila perlu berikan infus oksitosin 40 IU dalam
1 L NaCl 0,9% atau RL dengan kecepatan 40 tetes per
menit.

d. Lakukan pemantauan paska tindakan setiap 30 menit selama


2 jam, bila kondisi baik dapat dipindahkan ke ruang rawat.

e. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan


kirimkan untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium.

f. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda


akut abdomen, dan produksi urin tiap 6 jam selama 24 jam.
Periksa kadar Hb setelah 24 jam. Bila kadar Hb > 8gr/dl dan
77

keadaan umum baik, ibu diperbolehkan pulang.

3. Abortus inkomplit

a. Lakukan konseling.

b. Observasi tanda vital (tensi, nadi, suhu, respirasi).

c. Evaluasi tanda-tanda syok, bila terjadi syok karena


perdarahan, pasang IV line (bila perlu 2 jalur) segera berikan
infus cairan NaCl fisiologis atau cairan ringer laktat disusul
dengan darah.

d. Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan <16


minggu, gunakan jari atau forcep cincin untuk
mengeluarkan hasil konsepsi yang mencuat dari serviks.
Jika perdarahan berat dan usia kehamilan < 16 minggu,
lakukan evakuasi isi uterus. Aspirasi vakum manual (AVM)
merupakan metode yang dianjurkan. Kuret tajam sebaiknya
hanya dilakukan apabila AVM tidak tersedia. Jika evakuasi
tidak dapat dilakuka segera: berikan ergometrin 0.2 mg IM
(dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu).

e. Jika usia kehamilan > 16 minggu berikan infus oksitosin 40


IU dalam 1 L NaCl 0,9% atau RL dengan kecepatan 40 tetes
per menit.

f. Lakukan pemantauan paska tindakan setiap 30 menit selama


2 jam, Bila kondisi baik dapat dipindahkan ke ruang rawat.

g. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan


kirimkan untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium.

h. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda


akut abdomen, dan produksi urin tiap 6 jam selama 24 jam.
Periksa kadar Hb setelah 24 jam. Bila kadar Hb > 8gr/dl dan
keadaan umum baik, ibu diperbolehkan pulang.
78

4. Abortus komplit

Tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila menderita


anemia perlu diberikan sulfas ferosus dan dianjurkan supaya
makanannya mengandung banyak protein, vitamin dan mineral.

9. EDUKASI 1. Pemeriksaan rutin antenatal


2. Makan makanan yang bergizi (sayuran, susu,ikan,
daging,telur).
3. Menjaga kebersihan diri, terutama daerah
kewanitaan dengan tujuan mencegah infeksi yang
bisa mengganggu proses implantasi janin.
4. Hindari rokok, karena nikotin mempunyai efek
vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi
uteroplasenta.
5. Apabila terdapat anemia sedang berikan tablet Sulfas
Ferosus 600 mg/hari selama 2 minggu,bila anemia
berat maka berikan transfusi darah.
6. Melakukan konseling untuk memberikan dukungan
emosional
7. Menganjurkan penggunaan kontrasepsi pasca
keguguran karena kesuburan dapat kembali kira-kira
14 hari setelah keguguran. Untuk mencegah
kehamilan, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
umumnya dapat dipasang secara aman setelah aborsi
spontan atau diinduksi. Kontraindikasi pemasangan
AKDR pasca keguguran antara lain adalah infeksi
pelvik, abortus septik, atau komplikasi serius lain
dari abortus.
8. Follow up dilakukan setelah 2 minggu.
10. PROGNOSIS Bonam

11. KEPUSTAKAAN 1. Saifuddin, A.B. Ilmu Kebidanan. Perdarahan pada kehamilan


muda. Ed 4. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo.2009: p. 460-474.(Prawirohardjo, et al., 2010)
79

2. KementerianKesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan


Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta:
KementerianKesehatan RI. 2013(Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2013)
3. Saifuddin, A.B. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2001; 146-147.(Saifuddin, 2011)

Blitar, 4 Januari 2022

Ketua Komite Medik Dokter Spesialis Kebidanan & Kandungan


RSU Ananda Srengat

dr. Satrio Budi Susetyo, M. Biomed., Sp.OG

Blitar,

Direktur
RSU Ananda Srengat Blitar

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp. PD


80

PANDUAN PRAKTIK KLINIK


SMF : KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
RSU ANANDA SRENGAT – BLITAR
2022 – 2024

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

1. Pengertian (Definisi) Mual dan muntah yang terjadi pada awal kehamilan
sampai umur kehamilan 16 minggu. Mual dan muntah
yang berlebihan dapat mengakibatkan dehidrasi,
gangguan asam-basa dan elektrolit dan ketosis
keadaan ini disebut sebagai keadaan hiperemesis.
Mual biasanya terjadi pada pagi hari, tapi dapat pula
timbul setiap saat dan malam hari. Mual dan muntah
ini terjadi pada 60-80% primigravida dan 40-60%
multigravida. Mual dan muntah mempengaruhi
hingga >50% kehamilan. Keluhan muntah kadang-
kadang begitu hebat dimana segala apa yang dimakan
dan diminum dimuntahkan sehingga dapat
mempengaruhi kedaan umum dan mengganggu
pekerjaan sehari-hari, berat badan menurun, dehidrasi
dan terdapat aseton dalam urin bahkan seperti gejala
penyakit appendisitis, pielitis, dan sebagainya.

2. Anamnesis 1. Muntah yang hebat


2. Mual dan sakit kepala terutama pada pagi hari
(morning sickness)
3. Nafsu makan turun
4. Berat badan turun
5. Nyeri epgastrium
6. Lemas
7. Rasa haus yang hebat
8. Gangguan kesadaran

3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan tanda vital : nadi meningkat


100x/menit, tekanan darah menurun (pada keadaan
berat), subfebris, dan gangguan kesadaran (keadaan
berat)
2. Pemeriksaan tanda-tanda dehidrasi : mata cekung,
bibir kering, turgor berkurang.
81

3. Pemeriksaan genaralis : kulit pucat, sianosis, berat


badan turun >5% dari badan sebelum hamil, uterus
besar seusai usia kehamilan, pada pemeriksaan
inspekulo tanpak serviks yang berwarna biru.

Derajat Hiperemesis Gravidarum

 Derajat I
Muntah terus menerus ( >3-4x sehari, dan
mencegah msuknya makanan atau minuman
selama 24 jam ) yang menyebabkan ibu
menjadi lemah, tidak nafsu makan, berat badan
turun (2-3 kg dalam 1minggu), nyeri ulu hati,
nadi meningkat sampai 100x/menit, tekanan
darah sistolik menurun, turgor menurun dan
mata cekung.
 Derajat II
Pasien menjadi lebih lemah dan apatis, nadi
kecil dan cepat, suhu bisa meningkat,mata
cekung dan sedikit kuning, berat badan
semakin menurun, pengentalan darah, urin
berkurang, nafas tercium bau aseton
 Derajat III
Kedaan umum pasien semakin parah, muntah
berhenti, kesadaran menurun sampai koma,
nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan
tekanan darah menurun.

4. Diagnosis Banding 1. Toksisitas obat


2. Gastroparesis
3. Ulkus peptikum
4. Kolesistits
5. Pielonefritis
5. Pemeriksaan Penunjang  Darah : kenaikan relatif hemoglobin dan
hematokrit
 Urinalisa : warna pekat, berat jenis
meningkat, pemeriksaan ketonuria dan
proteinuria

6. Terapi a. Non medikamentosa


a. Mengusahakan kecukupan nutrisi ibu,
termasuk sumplementasi vitamin dan asam
folat diawal kehamilan
b. Makan porsi kecil tetapi lebih sering
c. Menghindari mkanan yang berminyak dan
82

berbau lemak
d. Istirahat cukup dan hindari kelelahan

b. Medikamentosa
Tatalaksana Umum
a. Dimenhidrinat 50-100 mg per oral atau
supositoria, 4-6 kali sehari atau Prometazin 5-
10 mg 3-4 kali sehari per oral atau supositoria
b. Bila masih belum teratasi tapi tidak terjadi
dehidrasi berikan salah satu obat dibawah ini :
 Klorpromazin 10-25 mg peroral atau 50-
100 mg IM tiap 4-6 jam
 Prometazin 12,5-25 mg peroral atau IM
tiap 4-6 jam
 Metoklopramid 5-1- mg peroral atau IM
tiap 8jam
 Ondancentron 8mg peroral tiap 12 jam
c. Bila masih belum teratasi dan terjadi dehidrasi
pasang kanula intravena dan berikan cairan
sesuai dengan derajat dehidrasi ibu dan
kebutuhan cairannya
 Berikan suplemen multi vitamin IV
 Berikan dimenhidrinat 50 mg dalam 50 ml
NaCL 0,9% IV selama 20 menit, setiap 4-6
jam sekali
 Bila perlu, tambahkan salah satu obat
berikut ini :
 Klorpromazin 25-50 mg IV tiap 4-6
jam
 Prometazin 12-25 mg IV tiapm 4-6 jam
 Metoklopramid 5-10 mg tiap 8jam
peroral
 Bila perlu, tambahkan Metilprednisolon 15-
20 mg IV tiap 8jam atau ondasentron 8mg
selam 15 menit IV tiap 12 jam atau
1mg/jam terus-menerus selama 24 jam

7. Edukasi 1. Memberikan informasi kepada pasien, suami


dan keluarga mengenai kehamilan dan
persalinan merupakan suatu proses fisiologis
2. Memberikan keyakinan bahwa mual dan
kadang-kadang muntah merupakan gejala
fisiologis pada kehamilan muda dan akan
hilang setelah usia kehamilan 4bulan
83

3. Hindari kelelahan pada ibu


4. Memperhatikan kecukupan nutrisi ibu, dan
sedapat mungkin ibu mendapatkan suplemen
asam folat diawal kehamilan

8. Prognosis Bonam
9. Indikator Medis Keluar Rumah - Di temukan perbaikan klinis yang nyata pada pasien
Sakit dan didapatkan keadaan pasien stabil.
10. Kepustakaan 1. Kementrian kesehatan RI danWHO. Buku
saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas
kesehatan dasar dan rujukan. Jakarta:
kementrian kesehatan RI.2013(kementrian
kesehatan Republik Indonesia, 2013)
2. Woeld Health Organization, kementrian
Kesehatan, Perhimpunan Obstetri dan
Ginekologi, Ikatan Bidan Indonesia.
Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan dasar dan Rujukan. Edisi I. Jakarta
2013. Hal 82-83 (Kementrian Kesehatan
Republik Indoneisa, 2013)
3. Prawirohardjo, S. Saifudin.
A.B.Raschimhadhi. T.Wiknjosastro, G.H,
2010. Ilmu kebidanan.ED 4 Cetakan
ketig.Jakarta: PT bina pustaka Sarwono
Prawirohardjo.2010; Hal 814-
818.( Prawirohardjo, et al,2010)
4. Wiknjosastro, H.Hiperemis Gravidarum dalam
ilmu kebidanan jakrta:balai penerbit
FKUI.2005:Hal 275-280. (Prawirohardjo, et
al. 2010)
5. Ronardy, D.H. 0Ed. Obstetri Williams. Ed 18.
Jakarta: penerbit buku kedokteran
EGC.2006:9,996 (Ronardy,2006)
84

Blitar, 4 Januari 2022

Ketua Komite Medik Dokter Spesialis Kebidanan & Kandungan


RSU Ananda Srengat Blitar,

dr. Satrio Budi Susetyo, M. Biomed., Sp.OG

Direktur
RSU Ananda Srengat Blitar

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp. PD


85

PANDUAN PRAKTIK KLINIK


SMF : BEDAH
RSU ANANDA SRENGAT – BLITAR
2022 – 2024

APENDISITIS AKUT

1. Definisi Apendisitis akut adalah radang yang timbul secara mendadak


pada apendik/usus buntu dengan jangka waktu < 2 minggu,
merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering
ditemui dan jika tidak segera ditangani dapat menyebabkan
perforasi.

Penyebab :

a. Obstruksi lumen merupakan faktor penyebab dominan


apendisitis akut.

b. Erosi mukosa usus karena parasit Entamoeba


hystolitica dan benda asing lainnya.

2. Anamnesis Keluhan : Nyeri perut kanan bawah, mula-mula daerah


epigastrium kemudian menjalar ke Mc Burney. Apabila telah
terjadi inflamasi (> 6 jam) penderita dapat menunjukkan letak
nyeri karena bersifat somatik.

Gejalan Klinis :

a. Muntah (rangsang viseral) akibat aktivasi N.Vagus.

b. Anoreksia, nausea, dan vomitus yang timbul beberapa


jam sesudahnya, merupakan kelanjutan dari rasa nyeri
yang timbul saat permulaan.

c. Disuria juga timbul apabila peradangan apendiks


86

dekat dengan vesika urinaria.

d. Obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan beberapa


penderita mengalami diare, timbul biasanya pada letak
apendiks pelvikal yang merangsang daerah rektum.

e. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi,


yaitu suhu antara 37,5  C - 38,5  C tetapi bila suhu
lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.

f. Variasi lokasi anatomi apendiks akan menjelaskan


keluhan nyeri somatik yang beragam. Sebagai contoh
apendiks yang panjang dengan ujung yang mengalami
inflamasi di kuadran kiri bawah akan menyebabkan
nyeri di daerah tersebut, apendiks retrosekal akan
menyebabkan nyeri flank atau punggung, apendiks
pelvikal akan menyebabkan nyeri pada supra pubik
dan apendiks retroileal bisa menyebabkan nyeri
testikuler, mungkin karena iritasi pada arteri
spermatika dan ureter.

3. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi : Penderita berjalan membungkuk sambal


memegangi perutnya yang sakit, kembung (+) bila terjadi
perforasi, penonjolan perut kanan bawah terlihat pada
appendikuler abses.

b. Auskultasi : Peristaltik normal, peristaltik (-) pada ileus


paralitik karena peritonitis generalisata akibat appendisitis
perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam
menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalu sudah
terjadi peritonistis, maka tidak terdengar bunyi peristaltik
usus.

c. Palpasi

1) Terdapat nyeri tekan Mc Burney


87

2) Adanya rebound tenderness (nyeri tekan lepas)

3) Adanya defans muscular

4) Rosving sign (+)

5) Psoas sign (+)

6) Obturator sign (+)

d. Perkusi : Nyeri ketok (+)

e. Rectal Toucher/Colok Dubur : Nyeri tekan pada jam 9 –


12

f. Tanda peritonitis umum (perforasi) :

1) Nyeri seluruh abdomen

2) Pekak hati hilang

3) Bising usus hilang

g. Apendiks yang mengalami gangrene atau perforasi lebih


sering terjadi dengan gejala-gejalan, sebagai berikut :

1) Gejala progresif dengan durasi > 36 jam

2) Demam tinggi > 38,5C

3) Leukositosis (> 14.000)

4) Dehidrasi dan asidosis

5) Distensi

6) Menghilangnya bising usus

7) Nyeri tekan kuadran kanan bawah

8) Rebound tenderness sign

9) Rosving sign
88

10) Nyeri tekan seluruh lapangan abdominal

4. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium darah perifer lengkap

a. Pada pasien dengan apendisitis akut, 70-90% hasil


laboratorium nilai leukosit dan neutrofil akan
meningkat, walaupun bukan penanda utama.

b. Pada anak dengan keluhan dan pemeriksaan fisik


untuk karakteristik apendisitis akut, akan ditemukan
pada pemeriksaan darah adanya lekositosis 11.000-
14.000/mm3, dengan pemeriksaan hitung jenis
menunjukkan pergeseran kekiri hampir 75%.

c. Jika jumlah lekosit lebih dari 18.000/mm 3, maka


umumnya sudah terjadi perforasi dan peritonitis.

d. Penanda respon inflamasi akut (acute phase response)


dengan menggunakan CRP (C-Reactive Protein).

e. Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan sebagai


konfirmasi dan menyingkirkan kelainan urologi yang
menyebabkan nyeri abdomen.

f. Pertimbangkan adanya kehamilan ektopik pada wanita


usia subur dan lakukan pengukuran kadar HCG.

Foto polos abdomen

a. Pada apendisitis akut, pemeriksaan foto polos


abdomen tidak banyak membantu. Mungkin terlihat
adanya fekalit pada abdomen sebelah kanan bawah
yang sesuai dengan lokasi apendiks, gambaran ini
ditemukan pada 20% kasus.

b. Kalau peradangan lebih luas dan membentuk infiltrat


maka usus pada bagian kanan bawah akan kolaps.

c. Dinding usus edematosa, keadaan seperti ini akan


89

tampak pada daerah kanan bawah abdomen kosong


dari udara.

d. Gambaran udara seakan-akan terdorong ke pihak lain.

e. Proses peradangan pada fossa iliaka kanan akan


menyebabkan kontraksi otot, sehingga timbul
skoliosis ke kanan.

f. Gambaran ini tampak pada penderita apendisitis akut.


Bila sudah terjadi perforasi, maka pada foto abdomen
tegak akan tampak udara bebas di bawah diafragma.
Kadang-kadang udara begitu sedikit sehingga perlu
foto khusus untuk melihatnya.

g. Foto polos abdomen supine pada abses appendik


kadang-kadang memberi pola bercak udara dan air
fluid level pada posisi berdiri/LLD (decubitus),
kalsifikasi bercak rim-like (melingkar) sekitar perifer
mukokel yang asalnya dari apendik.

h. Pada apendisitis akut, kuadran kanan bawah perlu


diperiksa untuk mencari appendikolit: kalsifikasi bulat
lonjong, sering berlapis.

Ultrasonografi telah banyak digunakan untuk diagnosis


apendisitis akut maupun apendisitis dengan abses.

5. Penegakan Diagnosis a. Diagnosis Klinis : Diagnosis ditegakkan berdasarkan


anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.

b. Skor 9-10 dengan Sistem skor Alvarado :

Gejala klinis : Nyeri kanan bawah (RIF) migrans : 1

Anoreksia : 1
90

Nausea, muntah : 1

Tanda klinis : Nyeri tekan di titik McBurney : 2

Nyeri lepas : 1

Peningkatan temperatur : 1

Laboratorium : Leukositosis : 2

Bergeser ke kiri (tanda diff counat) : 1

6. Diagnosis Banding a. Cholecystitis akut


b. Divertikel Mackelli
c. Enteritis regional
d. Pankreatitis
e. Batu ureter
f. Cystitis
g. Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
h. Salphingitis akut

7. Penatalaksanaan a. Operasi cito dalam bius spinal atau umum


b. Apendektomi terbuka
c. Terapi konservatif jika ditemukan periapendikuler
infiltrate
d. Lama perawatan: 3 hari jika tidak perforasi, 5 hari jika
perforasi
Non-farmakologis :
1. Bed rest total posisi fowler (anti Trandelenburg)

2. Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak


diberikan apapun melalui mulut.
3. Penderita perlu cairan intravena untuk mengoreksi
jika ada dehidrasi.
4. Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongkan
lambung dan untuk mengurangi bahaya muntah pada
waktu induksi anestesi.
91

5. Anak memerlukan perawatan intensif sekurang-


kurangnya 4-6 jam sebelum dilakukan pembedahan.
6. Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongkan
lambung agar mengurangi distensi abdomen dan
mencegah muntah.

Farmakologis :

1. Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling


tepat adalah apendiktomi dan merupakan satu-satunya
pilihan yang terbaik.
2. Penundaan apendektomi sambil memberikan
antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.
Insidensi apendiks normal yang dilakukan
pembedahan sekitar 20%.
3. Antibiotik spektrum luas

8. Edukasi a. Penjelasan diagnosa, diagnosa banding, pemeriksaan


penunjang
b. Penjelasan rencana tindakan, lama tindakan, resiko dan
komplikasi
c. Penjelasan alternatif tindakan
d. Penjelasan perkiraan lama rawat
9. Komplikasi a. Perforasi appendix
b. Peritonitis umum
c. Sepsis

10. Prognosis Ad vitam : dubia adbonam

Ad Sanationam : dubia adbonam

Ad Fungsionam : dubia adbonam

11. Kriteria Pulang a. Gejala klinis infeksi reda


b. Laboratorium normal
c. Tidak terjadi Infeksi Luka Operasi (ILO)
92

12. Kepustakaan 1. Buku Ajar IlmuBedah, Sjamsuhidayat


2. Principal of Surgery, Schwartz’s
3. Konsensus Nasional Ikabi

Blitar, 4 Januari 2022

Ketua Komite Medik Dokter Spesialis Bedah


RSU Ananda Srengat Blitar,

Direktur
RSU Ananda Srengat Blitar

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp. PD


93

PANDUAN PRAKTIK KLINIK


SMF : BEDAH
RSU ANANDA SRENGAT – BLITAR
2022 – 2024

ILEUS OBSTRUKTIF

Ileus obstruksi adalah gangguan pasase usus atau peristaltic usus


PENGERTIAN akibat adanya sumbatan bagi jalan distal isi usus.

1. Nyeri tekan pada abdomen.


2. Muntah.
3. Konstipasi (sulit BAB).
ANAMNESIS 4. Distensi abdomen.
5. BAB darah dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus

1. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi,
yang mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut
dan lidah kering.
2. Palpasi dan perkusi
PEMERIKSAAN FISIK Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi
tympani yang menandakan adanya obstruksi.
3. Auskultasi
Terdengar kehadiran episodik gemerincing logam
bernada tinggi dan gelora (rush) diantara masa tenang.
4. Rectal Toucher
Isi rektum menyemprot: Hirschprung disease Adanya
darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
Feses yang mengeras: skibala Feses negatif: obstruksi
usus letak tinggi.

Adhesi,

hernia inkarserata
KRITERIA DIAGNOSIS
keganasan usus besar
94

massa cacing

tumor primer maupun metastase

peradangan, divertikulum Meckel, invaginasi, volvulus, atau


obstruksi makanan

DIAGNOSIS KERJA 1. Obstruksi Sederhana


2. Obstruksi dengan Strangulasi
3. Obstruksi jenis gelung tertutup

DIAGNOSIS BANDING Ileus paralitik

1. Laboratorium( darah lengkap,elektrolit)


2. Radiologi (foto polos abdomen 3 posisi)
PEMERIKSAAN 3. Radiogram.
PENUNJANG

1. Vital sign
2. Pemasangan nasogastric tube bertujuan untuk
mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya
aspirasi pulmonal karena muntah dan meminimalkan
terjadinya distensi abdomen.
TATA LAKSANA 3. Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami
dehidrasi dan kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium
yang membutuhkan penggantian cairan intravena dengan
cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat.
4. Urin harus di monitor dengan pemasangan Foley Kateter.
 Operatif
1. Koreksi sederhana (simple correction).
Tindakan bedah sederhana untuk membebaskan
usus dari jepitan, misalnya pada hernia
incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh
streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus
baru yang "melewati" bagian usus yang
tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal,
Crohn disease, dan sebagainya.
95

3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian


proximal dari tempat obstruksi, misalnya pada Ca
stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan
membuat anastomosis ujung-ujung usus untuk
mempertahankan kontinuitas lumen usus,
misalnya pada carcinomacolon, invaginasi
strangulata, dan sebagainya.

Nonstrangulasi obstruksi mempunyai suatu angka


PROGNOSIS kematian sekitar 2 %, banyak terjadi pada orang tua.
Obstruksi strangulata mempunyai tingkat kematian kira-
kira 8 % jika operasi dilakukan dalam 36 jam setelah
gejala timbul dan 2 % jika operasi ditunda lebih dari 36
jam.

PENELAAH KRITIS dr. Dwiyanto Utomo, Sp. B

pasien sepsis teratasi dengan atau tanpa komplikasi dalam waktu


1 hari perawatan target :
INDIKATOR (OUTCOME)
75% pasien sepsis teratasi dengan atau tanpa komplikasi dalam
waktu 10 hari perawatan

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan


Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
KEPUSTAKAAN
Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran, EGC.

Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan


Gangguan System Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta :
Salemba Medika.

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan


Medikal Bedah. Jakarta : EGC
96

Blitar, 4 Januari 2022

Ketua Komite Medik Dokter Spesialis Bedah


RSU Ananda Srengat Blitar,

Direktur
RSU Ananda Srengat Blitar

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp. PD


97

PANDUAN PRAKTIK KLINIK


SMF : BEDAH
RSU ANANDA SRENGAT – BLITAR
2021 – 2022

HERNIA INGUINALIS
9. Pengertian (Definisi) Penonjolan sebagian dari organ maupun jaringan
melewati

pembukaan abnormal pada dinding sekitarnya .hernia


paling sering terjadi pada dinding abdomen, tepatnya
pada daerah yang aponeurosis dan fasianya tidak
dilindungi oleh otot. Bagian tersebut terutama pada
region inguinal, femoral umbilical linea alba, dan bagian
bawah linea semilunaris

10. Anamnesis 1. Adanya benjolan diselangkangan / kemaluan.

2. Nyeri pada benjolan

3. Mual

4. Muntah

11. Pemeriksaan Fisik 1. Terdengar bising usus pada benjolan dengan


menutup mulut dalam keadaan berdiri (tampak
benjolan pada hernia)
2. Periksa cincin hernia dengan mengikuti fasikulus
permatikus sampai ke anulus inguinalis interna
( pada keadaan normal jari tidak akan dapat
masuk)
3. Adanya penekanan massa pada ujung jari saat
Penderita disuruh mengejan sedang bila menekan
sisi jari maka diagnosanya adalah hernia
inguinalis medialis.

4. Pemeriksaan Penunjang 1) Pemeriksaan laboratorium


a. Darah lengkap
b. Masa perdarahan & pembekuan
c. HBSAg
d. Urin lengkap
2) Pemeriksaan Radiologi
a. Rontgen thorax
98

b. EKG

5. Kriteria Diagnosis 1. Memenuhi kriteria diagnosis


2. Memenuhi kriteria pemeriksaan fisik

6. Diagnosis Kerja Hernia Inguinalis

7. Diagnosis Banding 1. Hidrokel

2. Limfadenopati inguinal

3. Lipoma

8. Terapi 1. Tindakan bedah elektif

2. Operasi dengan bius spinal atau bius umum

3. Open Herniotomi dengan mesh

9. Edukasi 1. Penjelasan diagnosa, diagnosa banding dan


pemeriksaan penunjang
2. Penjelasan rencana tindakan, lama tindakan, resiko
dan komplikasi
3. Penjelasan Alternatif Tindakan
4. Penjelasan perkiraan lama dirawat

5. Prognosis Dubia ad bonam

6. Penelaah Kritis Dr. Budi Darsono, Sp.B

7. Indikator Medis 1. Tidak terjadi infeksi luka operasi (ILO)

2. Keluhan berkurang

3. Kesesuian dengan hasil PA

8. Kepustakaan 1. Kapita Selekta kedokteran edisi kedua, Media


Aesculapius fakultas kedokteran UI 1989.
2. Buku ajar Ilmu Bedah, Sjamsu Hidayat
99

Blitar, 4 Januari 2022

Ketua Komite Medik Dokter Spesialis Anak,


RSU Ananda Srengat Blitar,

Direktur
RSU Ananda Srengat Blitar

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp. PD


100

PANDUAN PRAKTEK KLINIK


SMF : BEDAH
RSU ANANDA SRENGAT – BLITAR
2022 – 2024

SOFT TISSUE TUMOR


1. Pengertian Soft tissue tumor merupakan tumor jinak yang terjadi pada
jaringan ikat tubuh antara kulit dan tulang.

2. Anamnesis 1. Benjolan di kulit tanpa disertai nyeri


2. Semakin lama semakin membesar dalam jangka
waktu lama
3. Pemeriksaan Fisik Terdapat benjolan, teraba lunak, mobile bila digerakan

4. Kriteria diagnosis Memenuhi kriteria anamnesis dan pemeriksaan Fisik

5. Diagnosis Kerja Soft Tissue Tumor

6. Diagnosis Banding 1. Lipoma


2. Atheroma
3. Ganglion
7. Pemeriksaan Penunjang Aspirasi Jarum Halus untuk mengetahui isi massa

8. Tata Laksana a. Eksisi Tumor


b. Konsul Sp.B. apabila
1) ukuran Massa > 6cm dengan pertumbuhan yang
cepat
2) gejala nyeri spontan maupun tekan
3) predileksi berada di lokasi yang berisiko
bersentuhan dengan pembuluh darah atau saraf
9. Edukasi ( Hospital 1. Jangan terkena air terlebih dajulu
Health Promotion ) 2. Makan makanan yang sehat

10. Prognosis Advitam : dubia adbonam


Ad Sanationam : dubia adbonam
Ad Fungsionam : dubia adbonam
11. Kepustakaan 1. Buku Ajar IlmuBedah, Sjamsuhidayat
2. Principal of Surgery, Schwartz’s
3. Pedoman Pelayanan Medik Dokter Spesialis Bedah
Umum Indonesia
101

Blitar, 4 Januari 2022

Ketua Komite Medik Dokter Spesialis Bedah


RSU Ananda Srengat Blitar,

Direktur
RSU Ananda Srengat Blitar

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp. PD


102

PANDUAN PRAKTEK KLINIK


SMF : BEDAH
RSU ANANDA SRENGAT – BLITAR
2021 – 2022

COBUTIO
Suatu luka baik yang berupa kerusakan parsial maupun komplit

PENGERTIAN pada kulit yang diakibatkan oleh suatu bentuk energi, yang
paling sering yaitu energi panas

Mekanisme trauma, apakah penderita terjebak dalam ruang

ANAMNESIS tertutup sehingga kecurigaan adanya trauma inhalasi yang dapat


menimbulkan obstruksi jalan napas : identifikasi apakah ada
lukabakar pada wajah, mulut, leher dan pharyng, ada tidaknya
stridor inspirasi,batuk yang produktif dan kesulitan bernapas.
Kapan kejadiannya terjadi, penyakit – penyakit yang pernah di
alami sebelumnya.

a. Airway, sirkulasi, ventilasi

PEMERIKSAAN FISIK b. Pemeriksaan fisik keseluruhan.


c. Pemeriksaan luka bakar

Luka bakar diperiksa apakah terjadi luka bakar berat, luka


bakar sedang atau ringan.

1. Ditentukan luas luka bakar. Dipergunakan Rule of Nine


untuk menentukan luas luka bakarnya.

2. Ditentukan kedalaman luka bakar (derajat kedalaman)

1. Menentukan luas luka bakar (the rule of nine)

KRITERIA DIAGNOSIS
103

2. Menentukan derajat kedalaman luka bakar


Luka bakar derajat I :

Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperficial), kulit

hipermik berupa eritem, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri

karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan

terjadi secara spontan tanpa pengobatan khusus

Luka bakar derajat II

Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa

reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Terdapat bullae,

nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.

Luka bakar derajat III

Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih

dalam sampai mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang.

Organ kulit mengalami kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen

epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit yang terbakar berwarna

abu-abu dan lebih pucat sampai berwarna hitam kering.

Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis. Tidak


104

dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi karena ujung – ujung

sensorik rusak. Penyembuhan terjadi lama karena tid terjadi

epitelisasi spontan.

3. Laboratorium
 Hb, hematokrit, elektrolit, ureum, kreatinin,
SGOT/SGPT, protein total, albumin
 BGA

4. EKG (luka bakar karena listrik)

Combustio derajat I, II, atau III

DIAGNOSIS KERJA

Penyakit dengan bulla (pempigus bulosa)

DIAGNOSIS BANDING

1. Hb, hematokrit, elektrolit, GDS, ureum, kreatinin,

PEMERIKSAAN SGOT/SGPT, protein total, albumin


PENUNJANG 2. Urin rutin
3. BGA
4. Rontgent thorax
5. EKG

1. Bebaskan jalan napas. Pada luka bakar dengan distress jalan


napas dapat dipasang endotracheal tube. Traheostomy
hanya bila ada indikasi.
2. Pemasangan intraveneous kateter yang cukup besar/vena
sentral.
TERAPI BAXTER formula

Hari Pertama :

Anak : Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3

cc x berat badan x % luas luka ditambah


kebutuhan cairan
105

Kebutuhan cairan :

< 1 Tahun : berat badan x 100 cc

1 – 3 Tahun : berat badan x 75 cc

3 – 5 Tahun : berat badan x 50 cc

½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.

½ diberikan 16 jam berikutnya.

Hari kedua

Anak : diberi sesuai kebutuhan cairan

3. Dilakukan pemasangan Foley kateter untuk monitor jumlah


urine produksi. Dicatat jumlah urine/jam.
4. Di lakukan pemasangan nosogastrik tube untuk gastric
dekompresi dengan intermitten pengisapan.
5. Untuk menghilangkan nyeri hebat dapat diberikan
morfin intravena dan jangan secara intramuskuler.
6. Diberikan tetanus toksoid bila diperlukan. Pemberian
tetanus toksoid booster bila penderita tidak
mendapatkannya dalam 5 tahun terakhir.
7. Pencucian Luka di kamar operasi dalam keadaan
pembiusan umum. Luka dicuci debridement dan di
disinfektsi dengan salvon 1 : 30. Setelah bersih tutup
dengan tulle kemudian olesi dengan Silver Sulfa
Diazine (SSD) sampai tebal. Rawat tertutup dengan
kasa steril yang tebal. Pada hari ke 5 kasa di buka dan
penderita dimandikan dengan air dicampur Salvon 1 :
30
8. Eskarotomi adalah suatu prosedur atau membuang
jaringan yang mati (eskar)dengan teknik eksisi
tangensial berupa eksisi lapis demi lapis jaringan
nekrotik sampai di dapatkan permukaan yang berdarah.
Fasiotomi dilakukan pada luka bakar yang mengenai
kaki dan tangan melingkar, agar bagian distal tidak
106

nekrose karena stewing.


9. Penutupan luka dapat terjadi atau dapat dilakukan bila
preparasi bed luka telah dilakukan dimana didapatkan
kondisi luka yang relative lebih bersih dan tidak infeksi.
Luka dapat menutup tanpa prosedur operasi. Secara
persekundam terjadi proses epitelisasi pada luka bakar
yang relative superficial. Untuk luka bakar yang dalam
pilihan yang tersering yaitu split tickness skin grafting.
Split tickness skin grafting merupakan tindakan
definitive penutup luka yang luas. Tandur alih kulit
dilakukan bila luka tersebut tidak sembuh –sembuh
dalam waktu 2 minggu dengan diameter > 3 cm.

Mencegah /menjauhkan sumber api dari jangkauan anak-anak

Melakukan tindakan pertolongan pertama pada luka bakar

 Luka bakar karena api : yakinkan proses pembakaran


tidak berlanjut, jauhkan sumber panas, berikan air
dingin mengalir selama 10-20 menit (untuk luka bakar
mayor tetap mendahulukan pertolongan emergensi
ABC)
EDUKASI
 Luka bakar elektrik : matikan sumber listrik, berikan
proteksi pada tulang belakang/ cervikal, lakukan EKG

 Luka bakar karena bahan kimia : bila bersifat asam


dilakukan irigasi dengan air sampai dengan 1 jam atau
sampai rasa nyeri hilang, bila bersifat basa dilakukan
irigasi dengan air sampai dengan 2 jam atau sampai
nyeri luka hilang

Ad vitam = dubia ada bonam

Ad sanationam = ad bonam

PROGNOSIS Ad fungsionam = dubia ad bonam

Prognosis sangat tergantung derajat combustionya dan bagian

tubuh yang terkena


107

Diagnosis : I / II/ III/ IV (referensi no 1,3)


TINGKAT EVIDENS
Terapi : I / II/ III/ IV (referensi no 1,2,3,4,5)

Blitar, 4 Januari 2022

Ketua Komite Medik Dokter Spesialis Bedah


RSU Ananda Srengat Blitar,

Direktur
RSU Ananda Srengat Blitar

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp. PD


108

PANDUAN PRAKTEK KLINIK


SMF : SARAF
RSU ANANDA SRENGAT – BLITAR
2021 – 2022

STROKE

1. Pengertian (Definisi) Stroke adalah gangguan fungsional otak yang terjadi


secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis, baik
fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam,
atau dapat menimbulkan kematian yang disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak. (WHO)

Pembagian stroke :

a. Stroke infark : trombotik, emboli, hemodinamik


b. Stroke hemoragik : perdarahan intraserebral,
perdarahan subarakhnoid.
c. Stroke usia muda
2. Anamnesis Dilakukan anamnesis, pengukuran tanda vital,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis, skoring
stroke, dan evaluasi menelan (assessment disfagia).

3. Pemeriksaan Fisik Terdapat defisit neurologis (tanda – tanda UMN)

4. Kriteria Diagnosis A. STROKE INFARK

Defisit neurologis dapat berupa :

- TIA  sembuh total dalam waktu 24 jam

- RIND  sembuh total dalam waktu 21 hari

- Stroke in evolution  defisit neurologis fokal


masih dalam proses perkembangan.

- Skor Siriraj < 1 atau negatif.

- Tanda-tanda kenaikan TIK jarang timbul pada


masa awal (baru muncul pada hari III-IV)

- Khusus untuk kausa emboli, biasanya didapatkan


kelainan jantung

- Kesadaran biasanya masih cukup baik


109

B. STROKE HEMORAGIK

Kelainan yang ditemukan :

- Klinis selalu merupakan complete stroke

- Biasanya diikuti dengan kesadaran


menurun/koma,nyeri kepala, muntah, kejang.

- Tanda-tanda kenaikan TIK timbul awal (Tensi ,


bradikardi relatif, tanda herniasi).

- SkorSiriraj diatas 1 / positif

- Pada PSA dan perdarahan ventrikel dapat


ditemukan kaku kuduk dan tanda rangsang
meningeal

C. STROKE USIA MUDA

Biasanya ditemukan kelainan berupa :

- Penyakit jantung (aritmia, gangguan katup


jantung, infark, DC) 8-35%

- Gangguan hematologik (sindrom hiperkoagulasi,


abnormalitas koagulasi-fibrinolisis, abnormalitas
platelet, dan gangguan rheologi darah) : 3-18%

- Wanita pengguna kontrasepsi oral  4-16%

- Migren  2-8%

- Penggunaan obat-obatan seperti alkohol, cocain,


heroin, simpatomimetik, dll

- Kadang ditemukannya tumor otak

- Kelainan pembuluh darah (Cavernous


malformation AVM, Coarctatio aorta, Ehler
Danlos dan Marfan’s Syndrome)

- Lebih banyak terjadi pada masa kehamilan

5. Diagnosis Kerja 1. Stroke hemorragic


2. Stroke non hemorragic
110

6. Diagnosis Banding 1. Ensefalopati toksis atau metabolik

2. Kelainan non neurologis /fungsional (contoh


kelainan jiwa)

3. Bangkitan epilepsi yang disertai paresis Todd’s

4. Migren hemiplegik

5. Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural,


tumor otak, AVM).

6. Infeksi ensefalitis, abses otak

7. Trauma kepala

8. Ensefalopati hipertensif

9. Sklerosis multipel

7. Pemeriksaan Penunjang Di IGD: Dilakukan pemeriksaan darah rutin, Gula Darah


Swaktu, Ureum, Creatinin, Elektrolit (atas Indikasi),
Dilakukan pemeriksaan faktor Resiko (Gula Darah I/II,
Asam Urat, Profil Liped : Kolesterol, Trigliserid,
HDL/LDL, Fungsi Hepar : SGOT/PT)

 Pemeriksaan Rontgen dada untuk melihat ada


tidaknya infeksi paru maupun kelainan jantung
(atas Indikasi)

 CT- Scan kepala tanpa kontras (Gold Standard)

 EKG

8. Terapi Penatalaksanaan

1. Umum

Ditujukan terhadap fungsi vital paru-paru, jantung,


ginjal, keseimbangan elektrolit dan cairan, gizi,
higiene.

2. Khusus

Pencegahan dan pengobatan komplikasi

Rehabilitasi

Pencegahan stroke : tindakan promotif, primer dan


111

sekunder

Penatalaksanaan khusus

1. Stroke iskemik/ infark :

Anti agregasi platelet : aspirin, tiklopidin,


klopidogrel, dipiridamol, cilostazol. (Kelas I Tingkat
Evidensi A)

Neuproprotektan

2. Perdarahan Intra Serebral

Konservatif

o Memperbaiki faal hemostasis ( bila ada gangguan


faal hemostasis).

o Neuroprotektan

o Operatif : dilakukan pada kasus yang indikatif :

 Volume perdarahan lebih dari 30 cc atau


diameter > 3 cm pada fossa
posterior.( Kelas I, Tingkat Evidensi B)

 Letak lobar dan kortikal dengan tanda-


tanda peninggian TIK akut dan ancaman
herniasi otak.

 Perdarahan serebellum

 Hidrosefalus akibat perdarahan


intraventrikel atau serebelum

 GCS >7

Terapi komplikasi

Antiedema : larutan manitol 20 %

Antibiotika, Antidepresan, Antikonvulsan, atas


112

indikasi (Kelas I, Tingkat Evidensi B)

Penatalaksanaan faktor risiko

Anti hipertensi : fase akut stroke dengan persyaratan


tertentu (Guidelines stroke 2007) (Kelas I, Tingkat
Evidensi A)

Anti diabetika : fase akut stroke dengan persyaratan


tertentu (Guidelines stroke 2007). (Kelas I, Tingkat
Evidensi A)

Antidislipidemia : atas indikasi (Kelas I, Tingkat


Evidensi A)

KOMPLIKASI

Fase akut

Neurologis

 Stroke susulan

 Edema otak

 Infark berdarah

 Hidrosefalus

Non Neurologis

 Hipertensi /Hiperglikemi reaktif

 Edema paru

 Gangguan Jantung

 Infeksi

 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

Fase Lanjut

Neurologis : Gangguan fungsi luhur


113

Non Neurologis

 Kontraktur

 Dekubitus

 Infeksi

 Depresi

9. Kompetensi
SMF SARAF
10. Edukasi
Rawat Inap
11. Prognosis Ad vitam

Tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul

Ad functionam

Penilaian dengan parameter :

 Activity of daily living (Barthel index)

 NIH Stroke Scale (NIHSS). (Kelas I, Tingkat


Evidensi B)

Risiko kecacatan dan ketergantungan fisik/kognitif


setelah 1 tahun : 20-30%

12. Tingkat Evidens


A
13. Indikator Medis
Perbaikan ADL
14. Kepustakaan 1. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Guideline Stroke 2007. Jakarta, 2007.

2. Gofir A. Manajemen Stroke Evidence Based


Medicine. Yogyakarta: Pustaka Cendekia, 2009.
114

Blitar, 4 Januari 2022

Ketua Komite Medik Dokter Spesialis Saraf,


RSU Ananda Srengat Blitar,

dr. Novi Irawan, Sp.S

Direktur
RSU Ananda Srengat Blitar

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp. PD


115

PANDUAN PRAKTEK KLINIK


SMF : SARAF
RSU ANANDA SRENGAT – BLITAR
2021 – 2022

EPILEPSI

1. Pengertian (Definisi) Epilepsi adalah suatu kelainan berupa sindroma


yang merupakan gangguan motorik sensorik otonom
dan psikologis yang disebabkan oleh berbagai kausa.

2. Anamnesis Anemnesa : Adanya gejala yang disebabkan


gangguan fungsi otak baik motorik, sensorik,
otonomik dan spekologis yang datangnya
paroksismal tanpa sebab –sebab yang nyata.
1. E. Petit mal bentuk serangan berupa hilang
kesadaran sesaat, bangkitan dapat
berlangsung beberapa kali per hari dan tanpa
peringatan. Bangkitan tidak menyebabkan
penderita bingung dan penderita tidak
menyadari akan hal ini.
2. E. Grand mal berupa kejang-kejang tonik
berlangsung 2-5 menit diakhiri dengan koma.
Dapat didahului tanda peringatan berupa
aura.
3. E. Lobus temporalis mempunyai gejala yang
berfariasi mulai dari perasaan tidak enak
didaerah epigasterium, halusinasi
(penciuman, perasaan lidah,
pengklihatan,pergerakan), gangguan memori
dan gangguan efektif.

3. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik :


Tidak dijumpai kelainan.
4. Kriteria Diagnosis Bangkitan lebih dari 2 kali dalam setahun.

5. Diagnosis Kerja Epilepsi

6. Diagnosis Banding 1. Sinkop


2. Drop Attack
3. Narcolepsi
4. Kelainan Psikiatrik
5. Serangan nafas terhenti sejenak
116

6. Tics
7. Sindrom neurologis periodic tanpa gangguan
kesadaran

7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang


 CT Scan
 EEG

8. Terapi Penatalaksanaan :
Epilepsi Grand mal :
 Dipenilhidantoin dengan dosis :
3 x 20 mg/h—dibawah 1 tahun
2 x 30 – 60 mg/h -----kurang dari 6
tahun
2 x 60 – 200 mg/h----- diatas 6 tahun.
 Barbiturat dengan dosis :
2 x 15 mg/h ---- dibawah 1 tahun
2 x 30 mg/h ---- kurang dari 6 tahun
2 x 60 – 100 mg/h ------ diatas 6 tahun
 Primidon ( misolin ) dengan dosis :
2 – 4 x 50 mg/h ------dibawah 1 tahun
2 – 4 x 50 – 100 mg/h ----- kurang dari
6 tahun
2 – 4 x 100 – 250 mg/h------ diatas 6
tahun
 Karbamazepin dengan dosis :
50 – 100 mg/h ------dibawah 1 tahun
2 – 3 x 50 – 100 mg/h ----- kurang dari
6 tahun
2 – 4 x 100 – 200 mg/h------ diatas 6
tahun
E. Petit Mal :
 Asetasolamid ( Diamox ) dengan
dosis :
1 – 2 x 125 mg/h ----- dibawah 1 tahun
1 – 2 x 125 – 250 mg/h------ kurang
dari 6 tahun.
3 x 250 mg/h------ diatas 6 tahun.
E. Lobus temporalis :
 Clonazepam
 Carbamazepin
 Dipenilhidantoin

9. Kompetensi SMF Neurologis

10. Edukasi Rawat Jalan


117

11. Prognosis ad bonam

12. Tingkat Evidens I

13. Indikator Medis Komplikasi Cardiovaskular

14. Kepustakaan Pedoman Pelayanan Minimal SMF Saraf.

Blitar, 4 Januari 2022

Ketua Komite Medik Dokter Spesialis Saraf,


RSU Ananda Srengat Blitar,

dr. Novi Irawan, Sp.S

Direktur
RSU Ananda Srengat Blitar

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp. PD


118

PANDUAN PRAKTEK KLINIK


SMF : SARAF
RSU ANANDA SRENGAT – BLITAR
2022 – 2024

VERTIGO

1. Pengertian (Definisi) Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak
dari tubuh atau lingkungan sekitarnya dengan gejala lain
yang timbul, terutama dari jaringan otonomik yang
disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh oleh
berbagai keadaan atau penyakit.

Klasifikasi:

Vestibulogenik:

a. Primer: motion sickness, benign paroxysmal positional


vertigo, Meniere disease, neuronitis vestibuler, drug-
induced

b. Sekunder: migren vertebrobasiler, insufisiensi


vertebrobasiler, neuroma akustik.

Nonvestibuler: Gangguan serebellar, hiperventilasi,


psikogenik, dll.
2. Anamnesis 1. Bentuk vertigo: melayang, goyang berputar, dsb.
2. Keadaan yang memprovokasi: perubahan posisi
kepala dan tubuh, keletihan, ketegangan.
3. Profit waktu: Akut, paroksismal, kronik.
4. Adanya gangguan pendengaran yang menyertai.
5. Penggunaan obat-obatan misalnya streptomisin,
kanamisin, salisilat.
6. Adanya penyakit sistemik seperti anemia, penyakit
jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru.
7. Adanya nyeri kepala.
8. Adanya kelemahan anggota gerak.

3. Pemeriksaan Fisik Nistagmus +, Romberg Tes +, Tes Koordinasi +


119

A. Pemeriksaan fisik

Umum: Keadaan umum, anemia, tekanan darah


berbaring dan tegak, nadi, jantung, paru, abdomen.

Pemeriksaan neurologis umum:

- Kesadaran

- Saraf-saraf otak: visus, kampus, okulomotor,


sensori di muka, otot wajah, pendengaran, dan
menelan.

B. Fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas) dan fungsi


sensorik (hipestesi, parestesi).

Pemeriksaan khusus Oto-neurologis untuk


menentukan lesi sentral dan perifer.

- Fungsi vestibuler/serebelar

a. Tes Nylen Barany atau Dix Hallpike (cara:


Lampiran)
b. Tes kalori
c. Tes Romberg, tandem gait, past pointing test,
tes Fukuda dll.

- Fungsi pendengaran

o Tes Garputala
o Audiometri

4. Kriteria Diagnosis Vertigo merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala


subjektif (symptoms) dan objektif (signs) dari gangguan
alat keseimbangan tubuh.

 Gejala subjektif

- Pusing, rasa kepala ringan

- Rasa terapung, terayun

- Mual

 Gejala objektif

- Keringat dingin

- Pucat
120

- Muntah

- Sempoyongan waktu berdiri atau berjalan

- Nistagmus

Gejala tersebut di atas dapat


diperhebat/diprovokasi perubahan posisi kepala.

 Dapat disertai gejala berikut:

- Kelainan TNT

- Kelainan Mata

- Kelainan Saraf

- Kelainan Kardiovaskular

- Kelainan Penyakit Dalam lainnya

- Kelainan Psikis

- Konsumsi obat-obat ototoksik

5. Diagnosis Kerja Vertigo Vestibuler

6. Diagnosis Banding Vertigo Central, Vertigo Periver.

7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium: darah rutin, kimia darah,


urin, dan pemeriksaan lain sesuai indikasi.
2. Pemeriksaan Radiologi: Foto tulang tengkorak
leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).
3. Pemeriksaan neurofisiologi: elektroensefalografi
(EEG), elektromiografi (EMG).
4. Pemeriksaan Neuro-imaging: CT Scan kepala,
pnemoensefalografi, Tronscranial Doppler

8. Terapi  Terapi kausal: sesuai dengan penyebab

 Terapi simptomatik:

Pengobatan simptomatik vertigo:

- Ca-entry blocker (mengurangi aktivitas eksitatori


SSP dengan menekan pelepasan glutamat,
menekan aktivitas NMDA spesial channel, bekerja
langsung sebagai depresor labirin):
121

Flunarisin (Sibelium) 3x 5-10 mg/hr

- Antihistamin (efek antikolinergik dan merangsang


inhibitorymonoaminergik dengan akibat inhibisi n.
Vestibualris) : Cinnarizine 3x25 mg/hr,
Dimenhidrinat (Dramamine) 3 x 50 mg/hr.

- Histaminik (inhibisi neuron polisinaptik pada n.


vestibularis lateralis): Betahistine (Merislon) 3 x 8
mg.

- Fenotiazine (pada kemoreseptor trigger zone dan


pusat muntah di M. oblongata): Chlorpromazine
(largaktit): 3 x 25 mg/hr

- Benzodiazepine (Diazepam menurunkan resting


activity neuron pada n. Vestibularis) 3x 2-5 mg/hr

- Antiepileptik: Carbamazepine (Tegretol) 3 x 200


mg/hr, Fenitoin (Dilantin) 3 x 100 mg (bila ada
tanda kelainan epilepsi dan kelainan EEG)

- Campuran obat-obat di atas.

Pengobatan simptomatik otonom (mis. muntah):

- Metoclopramide (Primperan, Raclonid) 3 x 10


mg/hr

 Terapi rehabilitasi

 - Latihan visual-vestibular, Metode Brandt-


Daroff, Gait exercise.

Penyulit

 Dehidrasi

 Gangguan elektrolit

9. Kompetensi
SMF Neurologis
10. Edukasi
Rawat Inap
11. Prognosis
Tergantung penyebab
12. Tingkat Evidens
A
13. Indikator Medis
Vertigo dengan kecurigaan kelainan central
122

(Cerebrovaskular).
14. Kepustakaan Pedoman Pelayanan Minimal SMF Saraf.

Blitar, 4 Januari 2022

Ketua Komite Medik Dokter Spesialis Saraf,


RSU Ananda Srengat Blitar

dr. Novi Irawan, Sp.S

Direktur
RSU Ananda Srengat Blitar

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp. PD


123

PANDUAN PRAKTIK KLINIS


SMF PARU
RSU ANANDA BLITAR
2022-2024

TB PARU
1.Pengertian Suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri batang/
mycobacterium tuberculosis yang sering menginfeksi
perenkim paru,namun juga mempunyai kemampuan
menginfeksi organ lain

2.Anamnesis Suspek TB adalah seseorang dengan gejala atau tanda TB.


Gejala umum TB Paru adalah batuk produktif lebih dari 2
minggu, yang disertai:
1. Geiala pemapasan (nyeri dada, sesak napas,
hemoptisis) dan/atau
2. Gejala sistemik (dernam; tidak nafsu makan, penurunan
bemt badan, keringat malam dan mudah lelah).
3. Pemeriksaan Fisik Kelainan pada TB Paru tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada awal permulaan perkembangan penyakit
umumnya sulit sekali menemukan kelainan.
Pada auskuJtasi terdengar suara napas
bronkhial/amforik/ronkhi basah/suara napas melemah di
apex paru, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan
mediastinum.
4 Kriteria Diagnosis Diagnosis Pasti TB Diagnosis ditegakkan dengan
pemeriksaan TCM
Kriteria Diagnosis Berdasarkan International Standards for
Tuberkulosis Care (ISTC 2014)
1. Untuk memastikan diagnosis lebih awal, petugas
kesehatan harus waspada terhadap individu dan grup
dengan faktor risiko TB dengan melakukan evaluasi
klinis dan pemeriksaaan diagnostik yang tepat pada
mereka dengan gejala TB.
2. Semua pasien dengan batuk produktif yang berlangsung
124

Selama 2 minggu yang tidak jelas penyebabnya, harus


di evaluasi untuk TB.
3. Pemeriksaan TCM digunakan untuk mendiagnosis TBC,
baik TBC paru maupun TBC ekstra paru, baik riwayat
pengobatan TBC baru maupun yang memiliki riwayat
pengobatan TBC sebelumnya, dan pada semua golongan
umur termasuk pada ODHE.
4. Pemeriksaan TCM dilakukan dari suesimen dahak
(untiak terduga TBC paru} dan non dahak (untuk
terduga TBC ekstra paru, yaitu dari cairan serebro
spinal, kelenjar limfe dan jaringan

5.Diagnosis Tuberkulosis paru

6.Diagnosis Banding pneumonia

7.Pemeriksaan Penunjang 1. Darah Lengkap: limfositosis/ monositosis, LED


meningkat, Hb

2. Pemeriksaan TCM dari specimen dahak yang


dikumpulkan 2 dahak,pagi-sewaktu.sewaktu-
pagi,sewaktu-sewaktu.dengan jarak 1 jam.
3. Untuk TB non paru, spesimen dapat diambil dari
bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura
ataupun biopsi jaringan.
4. RO. Thorax PA atau AP

8. Terapi 1. Prinsip-prinsip terapi:


2. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) harus diberikan
dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan
kategori pengobatan. Hindari penggunaan
monotempi.
3. Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tepat (KDT) /
Fixed Dose Combination (FDC) akan lebih
menguntungkan
4. Obat ditelan sekaligus (single dose) dalam keadaan
perut kosong.
5. Setiap praktisi yang mengobati pasien
tuberkulosis
125

6. Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV)


yang belum pernah diobati harus diberi paduan obat
lint diperlukan suatu pendekatan yang berpihak kepada
pasien (patient centered approach) dan dilalnikan dengan
pengawasan langsinig (DOT= direcdy observed
treatment) oleh seorang pengawas menelan obat
7. Semua pasien hams dimonitor respond pengobatannya
Indikator penilaian terbaik adalah pemeriksaan dahak
berkala yaitu pada akhir tahap awal, bulan ke-5 dan akhir
pengobatan.
8. Rekaman tertulis tentang pengobatan, respons
bakteriologis dan efek camping hatus tercatat dan
tersimpan.

9. Edukasi 1 observasi efek samping obat


2 observasi peningkatan berat badan
3 diit tinggi kalori dan protein
4 jaga kebersihan

10.Prognosis Ad vitam dubia ad bonam


Ad sanationam dubia ad bonam

11.Tingkat Evidens III

12 Tingkat Rekomendasi C

13 Penelaah Kritis Dr. Gandhi Estrada, Sp. P

14 Indikator Medis Cured Rate; Succes Rate; Succes Refferal Rate


15.kepustakaan 1. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. Pedoman nasional pengendalian
tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan Rl. 2011.
(Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, 2011)
2. PNPK Tata Laksana Tuberkulosis thn 2020
3. Panduan tata laksana tuberkulosis sesuai ISTC dengan
strategi DOTS untuk praktik dokter swasta (DPS).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Ikatan
DOkter Indonesia. Jakarta. 2012. (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2012)
4. SURAT EDARAN nomor HK.02.02/III.I/936/2021
tentang alur diagnosis dan pengobatan tuberculosis di
Indonesia.
126

Blitar, 4 Januari 2022

Ketua Komite Medik Dokter Spesialis Dalam


RSU Ananda Srengat Blitar,

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp. PD

Direktur
RSU Ananda Srengat Blitar

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp. PD


127

PANDUAN PRAKTIK KLINIS


SMF PARU
RSU ANANDA BLITAR
2022-2024

PNEUMONIA
1. Pengertian (Definisi) Infeksi akut pada saluran nafas parenkim paru

2. Anamnesis 1. Demam
2. Batuk
3. Sesak
4. Nyeri dada
5. Pada bayi, gejala tidak khas dapat berupa kesulitan minum
(feeding difficulty) dan gelisah
6. Terkadang dapat disertai nyeri perut atau kekakuan belakang
leher

3. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum :


Kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan,
kemampuan untuk makan atau minum, kemampuan
berbicara, dan apakah anak dapat ditenangkan. Tingkat
kesadaran dan adanya sianosis dapat dinilai pada semua anak
2. Tanda Vital:
a. Demam merupakan manifestasi yang sering pada anak
yang menderita pneumonia. Tetapi adanya demam ini
tidak spesifik, dan terdapat variasi. Bisa saja anak yang
menderita pneumonia tidak demam. Dilain pihak dapat
juga anak dengan demam tinggi (> 39oC) tanpa gejala
respirasi, tetapi secara radiologis tampak gambaran
bronkopneumonia.
b. Takipnea merupakan tanda yang paling sensitif dan
spesifik. Laju nafas harus dihitung dalam 60 detik
penuh.
1) Usia 0-2 bulan > 60 X / menit
2) Usia 2-12 bulan > 50 X / menit
3) Usia 1-5 tahun > 40 X / menit
4) Usia > 5 tahun > 20 X / menit
3. Derajat Distres Nafas:
a. Meliputi takipnea, hipoksemia dan peningkatan work of
breathing (retraksi intercostals, subcostal dan supra
sterna, pernafasan cuping hidung, merintih dan
pemakaian otot-otot nafas tambahan).
b. Anak dengan hipoksemia bisa saja tidak tampak
sianosis.
c. Saturasi oksigen harus diukur pada anak dengan
peningkatan work of breathing.
d. Pemeriksaan Paru: Crackles (ronkhi basah)
128

Gambaran yang sesuai dengan konsolidasi paru:


1) Penurunan suara nafas
2) Suara nafas bronkial egophony (E to A change)
3) Bronkofoni
4) Whispered pectoriloquy
5) Perkusi yang pekak
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menunjukkan proses
infeksi akut dengan gejala dan tanda distress nafas
2. Atau temuan radiologis yang menunjukkan infiltrate paru
akut.

5. Diagnosis Kerja Bronko Pneumonia


6. Diagnosis Banding 1. Bronchiolitis
2. TB Paru anak
3. Aspirasi benda asing
4. Gagal jantung
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Foto Thorax PA atau AP
2. Pemeriksaan DL, BGA
3. Pulseoxymetri
8. Terapi 1. Terapi oksigen (pada penderita dengan saturasi O2 < 94%
pada udara ruangan; untuk mempertahankan saturasi O2 >
94%)
2. Terapi cairan (larutan kristaloid) sesuai kebutuhan anak
3. Antipiretik / analgetik berupa
a. Paracetamol infuse 10-20 mg/kgBB
b. parasetamol/ ibuprofen oral bila intake per oral
memungkinkan
4. Antibiotik empiris diberikan segera sejak penderita masuk
rumah sakit, pilihan berdasarkan kelompok usia dan beratnya
penyakit
a. Cefotaxime
b. Ceftriaxone
c. Ceftazidime
d. Kombinasi Gentamycin/ Amikacin sesuai indikasi
5. Nebulisasi dengan frekuensi tiap 2-4-6-8 jam bila perlu
9. Edukasi Menjelaskan tentang penyebab penyakit, penyakit, komplikasi
yang dapat terjadi, rencana pengobatan kepada keluarga pasien
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad Ad fungsionam : dubia ad
bonam bonam
Ad sanationam : dubia ad
bonam
11. Penelaah Kritis dr.Spesialis Anak
12. Kriteria Pemulangan 1. Bebas panas 2x24
Pasien 2. Penyakit penyerta sudah teratasi
13. Kepustakaan 1. Omar A, Zainudin NM, Clinical Practical Guidelines on
Pneumonia and Respiraory Tract Infection.
2. UKK Respirologi. Buku Ajar Respirologi
129

Blitar, 4 Januari 2022

Ketua Komite Medik Dokter Spesialis Dalam


RSU Ananda Srengat Blitar,

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp. PD

Direktur
RSU Ananda Srengat Blitar

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp. PD


130

PANDUAN PRAKTIK KLINIK


SMF : ILMU PENYAKIT DALAM
RSU ANANDA SRENGAT – BLITAR
2020 – 2022

COVID - 19

PENGERTIAN Kondisi pasien terkonfirmasi covid-19 tanpa muncul gejala


apapun.

ANAMNESIS Pasien tidak memiliki keluhan, memiliki riwayat berpergian ke


luar daerah yang terjangkit, riwayat kontak erat dengan
probable/konfirmasi positif covid-19, atau disertai dengan
adanya komorbid.

PEMERIKSAAN Semua dalam batas normal.


FISIK

KRITERIA Pasien dengan konfirmasi hasil pemeriksaan penunjang SWAB


DIAGNOSIS PCR positif.

DIAGNOSIS
1. ISPA
BANDING
2. Pneumonia bakteri

3. ILI (Influenza Like Illness)

PEMERIKSAAN Pemeriksaan SWAB PCR positif.


PENUNJANG
131

PENATALAKSANAA 1. Isolasi dan Pemantauan


N
• Isolasi mandiri di rumah atau di fasilitas yang telah
disiapkan Rumah Sakit selama 10 hari sejak pengambilan
spesimen diagnosis konfirmasi

• Pasien dipantau melalui telepon dan atau melalui aplikasi


whatsapp oleh petugas pemantau

• Kontrol setelah 10 hari isolasi untuk pemantauan klinis.


Untuk pasien perusahaan, masa isolasi dapat lebih panjang
tergantung kebijakan internal perusahaan dan dokter
hiperkes perusahaan

2. Non-farmakologis

Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan:

• Pasien

• Pasien mengukur suhu tubuh minimal 2 kali sehari,


pagi dan malam hari

• Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan


saat berinteraksi dengan anggota keluarga.

• Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand


sanitizer sesering mungkin.

• Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing)


Upayakan kamar tidur sendiri / terpisah

• Menerapkan etika batuk.

• Menggunakan peralatan makan pribdi.

• Alat makan-minum segera dicuci dengan air/sabun.

• Berjemur matahari minimal sekitar 10-15 menit setiap


harinya.

• Pakaian yg telah dipakai sebaiknya dimasukkan dalam


kantong plastik / wadah tertutup yang terpisah dengan
pakaian kotor keluarga yang lainnya sebelum dicuci
dan segera dimasukkan mesin cuci.

• Ukur dan catat suhu tubuh tiap jam 7 pagi, jam 12


siang dan jam 19 malam. Segera beri informasi ke
petugas pemantau atau keluarga jika terjadi
132

peningkatan suhu tubuh >38Oc

• Lingkungan/kamar

• Perhatikan ventilasi, cahaya dan udara.

• Membuka jendela kamar secara berkala.

• Bila memungkinkan menggunakan APD saat


membersihkan kamar (setidaknya masker, dan bila
memungkinkan sarung tangan dan goggle).

• Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau


handsanitizer sesering mungkin.

• Bersihkan kamar setiap hari, bisa dengan air sabun


atau bahan desinfektan lainnya.

• Keluarga

• Bagi keluarga yang kontak erat dengan pasien


memeriksakan diri ke Rumah sakit.

• Anggota keluarga senantiasa pakai masker.

• Jaga jarak minimal 1 meter dari pasien.

• Senantiasa mencuci tangan.

• Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan


bersih.

• Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar


sirkulasi udara tertukar.

• Bersihkan sesering mungkin daerah yang mungkin


tersentuh pasien misalnya gagang pintu dll.

3. Farmakologi

• Bila terdapat penyakit penyerta/komorbid, dianjurkan


untuk tetap melanjutkan pengobatan yang rutin
dikonsumsi. Apabila pasien rutin meminum terapi obat
antihipertensi dengan golongan obat ACE-inhibitor dan
Angiotensin Receptor Blocker perlu berkonsultasi dengan
dokter spesialis Penyakit Dalam atau dokter spesialis
jantung.
133

• Vitamin C (untuk 14 hari), dengan pilihan:

• Tablet vitamin C non acidic 500mg/6-8jam oral (untuk 14


hari).

• Tablet isap vitamin C 500mg/6-8jam oral (selama 30hari).

• Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet/24


jam (selama 30 hari).

• Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C, B,


E, Zink

• Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka)


maupun Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang
teregistrasi di BPOM dapat diberikan dengan tetap
memperhatikan perkembangan kondisi klinis pasien.
• Diberkan obat-obatan yang memiliki sifat antioksidan dapat
diberikan.

EDUKASI 1) Menjaga kebersihan tangan dan mencuci tangan 6 langkah


sesuai standar WHO.

2) Etika batuk dan bersin.

3) Selalu gunakan masker

4) Jaga jarak dengan orang lain, minimal lebih dari 2 meter

5) Hindari keluar rumah atau bepergian ke tempat keramaian.


134

KRITERIA SELESAI
ISOLASI, SEMBUH Kriteria Selesai Isolasi
DAN PEMULANGAN
1. Tidak dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR, kecuali
untuk pasien perusahaan dapat dilakukan follow up RT-
PCR tergantung kebijakan perusahaan dan dokter hiperkes
perusahaan
2. Sudah menjalani isolasi mandiri selama 10 hari sejak
pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi.

Kriteria Sembuh

1. Telah memenuhi kriteria selesai isolasi

2. Dikeluarkan surat pernyataan selesai pemantauan,

Catatan:

Bagi daerah dengan fasilitas pemriksaan PCR yang memadai dan fakt
pembiayan yang memungkinkan, kriteria sembuh menurut WHO ber
hasil PCR Coronavirus SARS-CoV-2 dari swab hidung/tenggorok/aspir
saluran napas 2 kali berturut-turut dan selang waktu >24 jam
berdasarkan penilaian dokter di rumah sakit tempat
dilakukan pemantauan atau oleh DPJP

Kriteria Pemulangan

Pasien isolasi di fasilitas yang disediakan rumah sakit dapat


dipulangkan apabila memenuhi kriteria selesai isolasi dan
kriteria klinis sebagai berikut:

1. Hasil kajian klinis menunjukkan perbaikan dan DPJP


menyatakan pasien diperbolehkan untuk pulang.
2. Tidak ada tindakan/perawatan yang dibutuhkan oleh
pasien, baik terkait sakit COVID-19 ataupun masalah
kesehatan lain yang dialami pasien.

PROGNOSIS Dubia ad bonam


135

TINJAUAN 1. Pedoman Tatalaksana Covid-19 Edisi 2, Agustus 2020.


PUSTAKA Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Sally A Nasution,
dkk. PDPI, PERKI, PAPDI, PERDATIN, dan IDAI.
Jakarta, 2020.

2. Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian


Penyakit. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Coronavirus Disease (Covid-19) Revisi ke-5, 5 ed:
Kementrian Kesehatan RI; 2020.

PANDUAN PRAKTIK KLINIK


SMF : ILMU KESEHATAN PARU
RSU ANANDA SRENGAT – BLITAR
2020 – 2022

COVID-19 GEJALA RINGAN

PENGERTIAN Pasien dengan gejala tanpa ada bukti pneumonia virus atau
tanpa hipoksia

ANAMNESIS 1. Pasien dengan gejala

-Demam

-Batuk,

-Kelelahan

-Anoreksia,

-Napas pendek,

-Mialgia.

2. Gejala tidak spesifik

-Sakit tenggorokan,

-Kongesti hidung

-Sakit kepala
136

-Diare

-Mual dan muntah

-Hilang pembau (anosmia)

-Hilang perasa (ageusia)

3. Memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di luar negeri


yang melaporkan transmisi lokal dalam 14 hari terakhir
sebelum timbul gejala.

4. Memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di area


transmisi lokal COVID-19 di Indonesia dalam 14 hari
terakhir sebelum timbul gejala.

5. Riwayat kontak dengan pasien konfirmasi atau probabel


COVID-19 dalam 14 hari terakhir sebelum timbul
gejala.

PEMERIKSAAN FISIK
1. Kesadaran kompos mentis

2. Tanda vital: frekuensi nadi normal atau meningkat,


frekuensi napas normal atau meningkat, tekanan darah
normal, suhu tubuh meningkat.

3. Pemeriksaan fisis paru: dapat ditemukan suara napas


tambahan berupa ronki basah kasar.

KRITERIA DIAGNOSIS
 Kasus Covid-19 ringan apabila:

Demam, batuk, fatigue, anoreksia, napas pendek,


mialgia. Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit
tenggorokan, kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual
dan muntah, hilang pembau (anosmia) atau hilang
perasa (ageusia) yang muncul sebelum onset gejala
pernapasan. Pasien usia tua dan immunocompromised
gejala atipikal seperti fatigue, penurunan kesadaran,
mobilitas menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium,
dan tidak ada demam.

 Pemeriksaan SWAB PCR positif DAN disertai


satu diantara dibawah ini:
137

a) Riwayat perjalanan dari wilayah terjangkit COVID-19


atau tinggal di wilayah dengan transmisi lokal COVID-
19 dalam 14 hari terakhir sebelum timbul gejala.

b) Riwayat kontak dengan pasien konfirmasi atau probabel


COVID-19 dalam 14 hari terakhir sebelum timbul
gejala.

DIAGNOSIS BANDING
4. ISPA

5. Pneumonia bakteri

6. ILI (Influenza Like Illness)

PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan radiologi: foto toraks.
PENUNJANG
2. Pemeriksaan swab tenggorok dan aspirat saluran napas
bawah seperti sputum, untuk RT-PCR virus (COVID-
19).

3. Pemeriksaan kimia darah: darah perifer lengkap.

PENATALAKSANAAN
• Isolasi dan dan Pemantauan

• Isolasi mandiri di rumah/ fasilitas karantina yang


disediakan rumah sakit selama 10 hari sejak muncul
gejala ditambah 3 hari bebas gejala demam dan
gangguan pernapasan

• Pasien dipantau melalui telepon dan atau melalui aplikasi


whatsapp oleh petugas pemantau

• Kontrol setelah 10 hari isolasi untuk pemantauan klinis.


Untuk pasien perusahaan, masa isolasi dapat lebih
panjang tergantung kebijakan internal perusahaan dan
dokter hiperkes perusahaan

2. Non-farmakologis

Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan:

• Pasien

- Pasien mengukur suhu tubuh 2 kali sehari, pagi dan


malam hari
138

Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan


saat berinteraksi dengan anggota keluarga.

- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau


hand sanitizer sesering mungkin.

- Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing)


Upayakan kamar tidur sendiri/ terpisah Menerapkan
etika batuk.

- Menggunakan peralatan makan pribad da alat


makan-minum segera dicuci dengan air/sabun.

- Berjemur matahari minimal sekitar 10-15 menit


setiap harinya.

- Pakaian yg telah dipakai sebaiknya dimasukkan


dalam kantong plastik / wadah tertutup yang terpisah
dengan pakaian kotor keluarga yang lainnya sebelum
dicuci dan segera dimasukkan mesin cuci.

- Ukur dan catat suhu tubuh tiap jam 7 pagi, jam 12


siang dan jam 19 malam.

- Segera beri informasi ke petugas pemantau atau


keluarga jika terjadi peningkatan suhu tubuh >38oC

• Lingkungan/kamar

- Perhatikan ventilasi, cahaya dan udara.

- Membuka jendela kamar secara berkala.

- Bila memungkinkan menggunakan APD saat


membersihkan kamar (setidaknya masker, dan bila
memungkinkan sarung tangan dan goggle).

- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau


handsanitizer sesering mungkin.

- Bersihkan kamar setiap hari, bisa dengan air sabun


atau bahan desinfektan lainnya.

• Keluarga

- Bagi keluarga yang kontak erat dengan pasien


memeriksakan diri ke Rumah sakit.
139

- Anggota keluarga senantiasa pakai masker.

- Jaga jarak minimal 1meter dari pasien.

- Senantiasa mencuci tangan.

- Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan


bersih.

- Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar


sirkulasi udara tertukar.

- Bersihkan sesering mungkin daerah yang mungkin


tersentuh pasien misalnya gagang pintu dll.

3. Farmakologi

• Bila terdapat penyakit penyerta/komorbid, dianjurkan


untuk tetap melanjutkan pengobatan yang rutin
dikonsumsi. Apabila pasien rutin meminum terapi obat
antihipertensi dengan golongan obat ACE-inhibitor dan
Angiotensin Receptor Blocker perlu berkonsultasi
dengan dokter spesialis Penyakit Dalam atau dokter
spesialis jantung.

• Vitamin C (untuk 14 hari), dengan pilihan:

• Tablet vitamin C non acidic 500mg/6-8jam oral (untuk


14 hari).

• Tablet isap vitamin C 500mg/6-8jam oral (selama


30hari).

• Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet/24


jam (selama 30 hari).

• Multivitamin yang mengandung vitamin C, B, E, Zink.

• Azitromisin 1 x 500 mg perhari selama 5 hari

• Salah satu dari antivirus berikut ini:

- Oseltamivir (Tamiflu) 75 mg/12 jam/oral selama


5-7 hari
ATAU
- Kombinasi Lopinavir + Ritonavir (Aluvia) 2 x
400/100mg selama 10 hari
140

ATAU
- Favipiravir (Avigan) 600 mg/12 jam/oral selama 5
hari
 Klorokuin fosfat 500 mg/12 jam oral (untuk 5-7 hari)
ATAU Hidroksiklorokuin (sediaan yang ada 200 mg)
dosis 400 mg/24 jam/oral (untuk 5-7 hari) dapat
dipertimbangkan apabila pasien dirawat inap di RS dan
tidak ada kontraindikasi.
• Pengobatan simptomatis seperti parasetamol bila demam.
• Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka)
maupun Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang
teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan untuk
diberikan namun dengan tetap memperhatikan
perkembangan kondisi klinis pasien.
• Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada

EDUKASI 1. Menjaga kebersihan tangan dan mencuci tangan 6


langkah sesuai standar WHO.

2. Etika batuk dan bersin.

3. Ketika memiliki gejala saluran napas, gunakan masker


dan berobat ke fasilitas layanan kesehatan, atau dapat
dipertimbangkan melalui layanan telemedicine

4. Hindari keluar rumah atau bepergian ke tempat


keramaian
141

KRITERIA SELESAI
ISOLASI, SEMBUH DAN Kriteria Selesai Isolasi
PEMULANGAN
1. Tidak dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR,
kecuali untuk pasien perusahaan dapat dilakukan
follow up RT-PCR tergantung kebijakan perusahaan
dan dokter hiperkes perusahaan
2. Sudah menjalani isolasi mandiri dihitung 10 hari
sejak tanggal onset dengan ditambah minimal 3 hari
setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan
gangguan pernapasan.

Kriteria Sembuh

1. Telah memenuhi kriteria selesai isolasi

2. Dikeluarkan surat pernyataan selesai pemantauan,


berdasarkan penilaian dokter di rumah sakit tempat
dilakukan pemantauan atau oleh DPJP

Catatan:

Bagi daerah dengan fasilitas pemriksaan PCR yang memadai dan


pembiayan yang memungkinkan, kriteria sembuh menurut WHO
hasil PCR Coronavirus SARS-CoV-2 dari swab hidung/tenggorok/
saluran napas 2 kali berturut-turut dan selang waktu >24 jam

Kriteria Pemulangan

Pasien isolasi di fasilitas yang disediakan rumah sakit dapat


dipulangkan apabila memenuhi kriteria selesai isolasi dan
kriteria klinis sebagai berikut:

1. Hasil kajian klinis menyeluruh menunjukkan


perbaikan dan DPJP menyatakan pasien
diperbolehkan untuk pulang

2. Tidak ada tindakan/perawatan yang dibutuhkan


oleh pasien, baik terkait sakit COVID-19 ataupun
masalah kesehatan lain yang dialami pasien.
142

PROGNOSIS Dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA 1. Pedoman Tatalaksana Covid-19 Edisi 2, Agustus


2020. Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Sally A
Nasution, dkk. PDPI, PERKI, PAPDI, PERDATIN,
dan IDAI. Jakarta, 2020.

2. Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian


Penyakit. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Coronavirus Disease (Covid-19) Revisi ke-5, 5 ed:
Kementrian Kesehatan RI; 2020.

Blitar, 10 Juli 2020


Ketua Komite Medik Dokter Spesialis Penyakit Dalam
RSU Ananda,

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp.PD

Mengetahui,

Direktur RSU Ananda

dr. H. Dedi Ismiranto, SH., MH., Sp.PD


143

Nama :
CLINICAL PATHWAY
RSU ANANDA KABUPATEN BLITAR
SPESIALIS PENYAKIT DALAM No RM :
KASUS : DIABETES MELITUS

TTL :

Umur : Barat badan : kg Tinggi Badan : cm


Diagnosa awal : Kode ICD 10 : Rencana Rawat :

Aktifitas R. Rawat Tgl Masuk : Tgl Keluar Lama rawat Kelas Tarif : Biaya:
Pelayanan

HR 1 HR 2 HR 3 HR :4
HS... HS... HS... HS...
Diagnosis
 Penyakit DIABETES MELITUS
Utama
 Penyakit
Penyerta
 Komplikasi


Asessmen Klinis
 Pemeriksaan
Dokter
Konsultasi


Pemeriksaan Penunjang
 DL
 Kimia Klinik
 GDS
 GD2PP
 RO. Thorax
Terapi
 Inf. RL/NS 20
tpm
 Insulin
….………..
…x….
 Cairan Infus
144

RL/NS….tpm
 Obat Oral :
Metformin
3x500
Glimepirid
4mg 1x1 tab
Acarbose
100mg 1x1
Nutrisi
 Diet Lunak
Rendah Gula
Mobilisasi : Bedrest Mobilisasi Mobilisasi Mobilisasi
latihan jasmani terbatas terbatas Terbatas
teratur
Hasil (outcome)
 KU
 Gula Darah
mencapai
Target
 Makan/minum
Pendidikan 1. Istirahat
rencana 2. Kontrol ke poli Interna 3 hari post KRS
pemulangan 3. Diet rendah Gula
4. Minum obat teratur
5. Obat pulang :
 Insulin ........................... x…
 Obat Oral :
 Metformin 3x500
 Glimepirid 4mg 1x1 tab
 Acarbose 100mg 1x1
Varians : Bila disertai muntah diberikan domperidone tab 3x1

Jumlah biaya (Rp)


Perawat (DPJP) Diagnosa Akhir Kode ICD 10 Jenis Tindakan Kode ICD-9
..........................
DPJP :  Utama .................. .......................  .................................... ......................
 Penyerta .................. .......................  .................................... .....................
.................. ........................  .................................... ......................
............................ ..................  .................................... ......................
 Komplikasi .................. .......................  .................................... .....................
.................. .......................  .................................... .....................
Verifikator .................. .......................  .................................... .....................
.................. .......................  .................................... ......................
............................ .................. .......................  .................................... ......................
145

Nama :

CLINICAL PATHWAY
No RM :
RSU ANANDA KABUPATEN BLITAR
SPESIALIS PENYAKIT DALAM
KASUS : HEART FAILURE
TTL :

Umur : Barat badan : Tinggi Badan : cm


kg
Diagnosa awal : Kode ICD 10 : Rencana Awal :

Aktifitas Pelayanan R. Tgl Masuk : Tgl Keluar Lama rawat Kelas Tarif : Biaya:
Rawat

HR 1 HR 2 HR 3
HS... HS... HS...
Diagnosis
 Penyakit Utama HEART FAILURE
 Penyakit Penyerta
 Komplikasi


Asessmen Klinis
 Pemeriksaan
Dokter
Konsultasi


Pemeriksaan Penunjang
 DL
 Ureum/Creatinin
 SGOT/PT
 EKG
 UL
 RO Thorax (dgn
Indikasi)
Terapi
 Furosemid ........
 ACE .................
 Digoxin.............
 ...........................
Nutrisi
 Diet TKTP rendah
146

Natrium
Mobilisasi
Hasil (outcome)
 Vital sign stabil
 Sesak menghilang
 JVP meningkat
 Wheezing
menghilang
 Galop berkurang
 Edema tungkai
berkurang
Pendidikan rencana pemulangan
 Bedrest
 Hindari pencetus
 Diet rendah
natrium
Varians :
Jumlah biaya (Rp)
Perawat (DPJP) Diagnosa Akhir Kode ICD 10 Jenis Tindakan Kode ICD-9
..........................
DPJP :  Utama .................. .......................  .................................... ......................
 Penyer .................. .......................  .................................... .....................
ta .................. ........................  .................................... ......................
............................ ..................  .................................... ......................
 Kompli .................. .......................  .................................... .....................
kasi .................. .......................  .................................... .....................
Verifikator .................. .......................  .................................... .....................
.................. .......................  .................................... ......................
............................ .................. .......................  .................................... ......................
147

Nama :

CLINICAL PATHWAY
No RM :
RSU ANANDA KABUPATEN BLITAR
SPESIALIS PENYAKIT DALAM
KASUS : THYPOID FEVER
TTL :

Umur : Barat badan : Tinggi Badan : cm


kg
Diagnosa awal : Kode ICD 10 : Rencana Awal :

Aktifitas Pelayanan R. Tgl Masuk : Tgl Keluar Lama rawat Kelas Tarif : Biaya:
Rawat

HR 1 HR 2 HR 3
HS... HS... HS...
Diagnosis
 Penyakit Utama THYPOID FEVER
 Penyakit Penyerta
 Komplikasi


Asessmen Klinis
 Pemeriksaan
Dokter
Konsultasi


Pemeriksaan Penunjang
 DL
 Serologi : Widal
Terapi
 Ceftriaxon/Cefotax
ime 2x1 gr
 Metamizole 3x500
mg (K/P)
 Ranitidin 2x1 Amp
 Ondancentron 3x1
Amp K/P
Nutrisi
 Diet TKTP rendah
Natrium
Mobilisasi
Hasil (outcome)
148

 Tidak Ada Demam


 Nyeri Perut
berkurang
 Mual/Muntah
berkurang
Pendidikan rencana pemulangan
 Bedrest
 Diet rendah serat
 Obat Pulang :
Paracetamol tab
3x500mg
Ranitidin 2x1 tab
Ondancentron 3x1
Cefixime 2x1
Varians :
Jumlah biaya (Rp)
Perawat (DPJP) Diagnosa Akhir Kode ICD 10 Jenis Tindakan Kode ICD-9
..........................
DPJP :  Utama .................. .......................  .................................... ......................
 Penyer .................. .......................  .................................... .....................
ta .................. ........................  .................................... ......................
............................ ..................  .................................... ......................
 Kompli .................. .......................  .................................... .....................
kasi .................. .......................  .................................... .....................
Verifikator .................. .......................  .................................... .....................
.................. .......................  .................................... ......................
............................ .................. .......................  .................................... ......................
149

Nama :

CLINICAL PATHWAY
No RM :
RSU ANANDA KABUPATEN BLITAR
SPESIALIS PENYAKIT DALAM
KASUS : ANEMIA
TTL :

Umur : Barat badan : Tinggi Badan : cm


kg
Diagnosa awal : Kode ICD 10 : Rencana Rawat : 3 Hari

Aktifitas Pelayanan R. Rawat Tgl Tgl Keluar Lama rawat Kelas Tarif : Biaya:
Masuk :

HR 1 HR 2 HR 3
HS... HS... HS...
Diagnosis
 Penyakit Utama ANEMIA
 Penyakit Penyerta
 Komplikasi


Asessmen Klinis
 Pemeriksaan
Dokter
Pucat
Lemas
Tidak Nafsu makan

Konsultasi


Pemeriksaan Penunjang
 DL

Terapi
 Tranfusi PRC

Nutrisi
 Diet TKTP rendah
Natrium
Mobilisasi
Hasil (outcome)
 Peningkatan HB
150

Pendidikan rencana pemulangan


Obat Pulang :
Suplemen Besi 1x1
tab
Varians :
Jumlah biaya (Rp)
Perawat (DPJP) Diagnosa Akhir Kode ICD 10 Jenis Tindakan Kode ICD-9
..........................
DPJP :  Utama .................. .......................  .................................... ......................
 Penyer .................. .......................  .................................... .....................
ta .................. ........................  .................................... ......................
............................ ..................  .................................... ......................
 Kompli .................. .......................  .................................... .....................
kasi .................. .......................  .................................... .....................
Verifikator .................. .......................  .................................... .....................
.................. .......................  .................................... ......................
............................ .................. .......................  .................................... ......................
151

Nama :

CLINICAL PATHWAY
No RM :
RSU ANANDA KABUPATEN BLITAR
SPESIALIS PENYAKIT DALAM
KASUS : DENGUE HEMORAGIC FEVER
TTL :

Umur : Barat badan : kg Tinggi Badan : cm


Diagnosa awal : Kode ICD 10 : Rencana Awal :

Aktifitas R. Rawat Tgl Masuk : Tgl Keluar Lama rawat Kelas Tarif : Biaya:
Pelayanan

HR 1 HR 2 HR 3 HR :4
HS... HS... HS... HS...
Diagnosis
 Penyakit DENGUE HEMORAGIC FEVER
Utama
 Penyakit
Penyerta
 Komplikasi


Asessmen Klinis
 Pemeriksaan
Dokter
Konsultasi


Pemeriksaan Penunjang
 DL
 SGOT/PT
 Tes Widal
Terapi
 Inf. RL
 Inj. Ranitidin
2x1 Amp
 Inf.
Paracetamol
3x1 amp K/P
 Ondancentron
3x1 Amp K/P
Nutrisi
 Bubur saring
152

rendah serat
Mobilisasi :
latihan jasmani
teratur
Hasil (outcome)
 TD Normal
 Tempratur
Normal
 Trombosit
Meningkat
Pendidikan
rencana
pemulangan
 Jaga
Lingkungan
Varians :

Jumlah biaya (Rp)


Perawat (DPJP) Diagnosa Akhir Kode ICD 10 Jenis Tindakan Kode ICD-9
..........................
PPDU :  Utama .................. .......................  .................................... ......................
..........................
DPJP :  Penyerta .................. .......................  .................................... .....................
.................. ........................  .................................... ......................
..................  .................................... ......................
............................  Komplikasi .................. .......................  .................................... .....................
.................. .......................  .................................... .....................
Verifikator .................. .......................  .................................... .....................
.................. .......................  .................................... ......................
............................ .................. .......................  .................................... ......................
153

Nama :

CLINICAL PATHWAY
No RM :
RSU ANANDA KABUPATEN BLITAR
SPESIALIS PENYAKIT DALAM
KASUS : HIPERTENSI
TTL :

Umur : Barat badan : Tinggi Badan : cm


kg
Diagnosa awal : Kode ICD 10 : Rencana Awal :

Aktifitas Pelayanan R. Tgl Masuk : Tgl Keluar Lama rawat Kelas Tarif : Biaya:
Rawat

HR 1 HR 2 HR 3
HS... HS... HS...
Diagnosis
 Penyakit Utama HIPERTENSI
 Penyakit Penyerta
 Komplikasi


Asessmen Klinis
 Pemeriksaan
Dokter
Konsultasi


Pemeriksaan Penunjang
 DL
 Ur, Cr
 UL
 RO. Thorax (bila
diperlukan)
 EKG
Terapi
 Anti Hipertensi
(IV)
 Anti Hipertensi
Oral (PO)
 Paracetamol
500mg 3x1
Nutrisi
154

 Diet rendah
Natrium
Mobilisasi
Hasil (outcome)
 Tanda vital dalam
batas normal
 Index Outout
Seimbang
 Tekanan Darah
Dalam batas
normal
 Tidak ada keluhan
Pendidikan rencana pemulangan
 Diet rendah serat
 Kontrol 3 hari
setelah KRS
Varians :
Jumlah biaya (Rp)
Perawat (DPJP) Diagnosa Akhir Kode ICD 10 Jenis Tindakan Kode ICD-9
..........................
DPJP :  Utama .................. .......................  .................................... ......................
 Penyer .................. .......................  .................................... .....................
ta .................. ........................  .................................... ......................
............................ ..................  .................................... ......................
 Kompli .................. .......................  .................................... .....................
kasi .................. .......................  .................................... .....................
Verifikator .................. .......................  .................................... .....................
.................. .......................  .................................... ......................
............................ .................. .......................  .................................... ......................
155

Nama :

CLINICAL PATHWAY
No RM :
RSU ANANDA KABUPATEN BLITAR
SPESIALIS ANAK
KASUS : THYPOID FEVER
TTL :

Umur : Barat badan : kg Tinggi Badan : cm


Diagnosa awal : Kode ICD 10 : Rencana Awal :

Aktifitas R. Rawat Tgl Masuk : Tgl Keluar Lama rawat Kelas Tarif : Biaya:
Pelayanan

HR 1 HR 2 HR 3 HR :4
HS... HS... HS... HS...
Diagnosis
 Penyakit THYPOID FEVER
Utama
 Penyakit
Penyerta
 Komplikasi


Asessmen Klinis
 Pemeriksaan
Dokter
Konsultasi


Pemeriksaan Penunjang
 DL
 Widal
Terapi
 Cefotaxime
50mg/kgBB
per 12 jam (IV)
 Paracetamol 15
mg/kgBB per 6
jam (IV)
 Ondancentron
0,1 mg/kgBB
3x1 K/P
Nutrisi
 Bubur halus
156

rendah serat
Hasil (outcome)
 Tempratur
Normal
 Tidak Nyeri
Perut
 Mual
berkurang
Pendidikan
rencana
pemulangan
 Bed Rest
 Obat Pulang :
 Paracetamol
tab 10
mg/kgBB 3x1
 Cefixime tab
10-15
mg/kgBB 2x1
 Domperidon
tab 0,2-0,4
mg/kgBB/Hari
terbagi dl 3
dosis
Varians :

Jumlah biaya (Rp)


Perawat (DPJP) Diagnosa Akhir Kode ICD 10 Jenis Tindakan Kode ICD-9
..........................
PPDU :  Utama .................. .......................  .................................... ......................
..........................
DPJP :  Penyerta .................. .......................  .................................... .....................
.................. ........................  .................................... ......................
..................  .................................... ......................
............................  Komplikasi .................. .......................  .................................... .....................
.................. .......................  .................................... .....................
Verifikator .................. .......................  .................................... .....................
.................. .......................  .................................... ......................
............................ .................. .......................  .................................... ......................
157

Nama :

CLINICAL PATHWAY
No RM :
RSU ANANDA KABUPATEN BLITAR
SPESIALIS ANAK
KASUS : DENGUE FEVER
TTL :

Umur : Barat badan : Tinggi Badan : cm


kg
Diagnosa awal : Kode ICD 10 : Rencana Awal :

Aktifitas Pelayanan R. Tgl Masuk : Tgl Keluar Lama rawat Kelas Tarif : Biaya:
Rawat

HR 1 HR 2 HR 3
HS... HS... HS...
Diagnosis
 Penyakit Utama DENGUE FEVER
 Penyakit Penyerta
 Komplikasi


Asessmen Klinis
 Pemeriksaan
Dokter
Konsultasi


Pemeriksaan Penunjang
 DL
Terapi
 Cairan Infus
Kristaloid atau
NaCl 0,9 %
 Paracetamol
3x500mg atau
Paracetamol 3x10-
15kg/BB (PO)
 Omeprazol
1x40mg I.V
(sesuai Indikasi)
 Paracetamol
500mg 3x1
Nutrisi
158

 Diet TKTP
Mobilisasi
Hasil (outcome)
 Hemodinamik
stabil
 Demam Turun
 Peningkatan
Trombosit
Pendidikan rencana pemulangan
 Banyak minum
 Waspada tanda
Perdarahan
Varians :
Jumlah biaya (Rp)
Perawat (DPJP) Diagnosa Akhir Kode ICD 10 Jenis Tindakan Kode ICD-9
..........................
DPJP :  Utama .................. .......................  .................................... ......................
 Penyer .................. .......................  .................................... .....................
ta .................. ........................  .................................... ......................
............................ ..................  .................................... ......................
 Kompli .................. .......................  .................................... .....................
kasi .................. .......................  .................................... .....................
Verifikator .................. .......................  .................................... .....................
.................. .......................  .................................... ......................
............................ .................. .......................  .................................... ......................
159

Nama :

CLINICAL PATHWAY
No RM :
RSU ANANDA KABUPATEN BLITAR
SPESIALIS KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
KASUS : TINDAKAN SECTIO CAESARIA
TTL :

Umur : Barat badan : Tinggi Badan : cm


kg
Diagnosa awal : Kode ICD 10 : Rencana Awal :

Aktifitas Pelayanan R. Tgl Masuk : Tgl Keluar Lama rawat Kelas Tarif : Biaya:
Rawat

HR 1 HR 2 HR 3
HS... HS... HS...
Diagnosis
 Penyakit Utama
 Penyakit Penyerta
 Komplikasi


Asessmen Klinis
 Pemeriksaan Dokter
Konsultasi


Pemeriksaan Penunjang
LABORATORIUM
 DL
 BT/CT
 GDS
 HBsAg
USG
CTG
Terapi
 Pemberian
Antibiotik
profilaksis : Inj.
Cefazoline 2gr/IV
30 menit sebelum
insisi kulit di
berikan oleh Dokter
Anesthesi
Analgetika :
160

 Ketorolac 3x30mg
(IV)

Uterotonika pasca
oprasi (ata Indikasi):
 Oksitosin 20
IU/500cc RL dalam
8 jam pertama
Nutrisi
 Mempuasakan
pasien dari makanan
padat 6 jam pra
oprasi
 Diet TKTP 2000
kalori
Mobilisasi :
 Mobilisasi
 Tirah baring
 Miring Kanan
Miring kiri
 Jalan
Hasil (outcome)
 Kondisi ibu stabil
 Tanda Vital stabil
 Kontraksi baik
 Tidak ada
perdarahan
 Bebas nyeri
Pendidikan rencana pemulangan
 Vulva Hygien
 Diet TKTP
 Kontrol 3 hari Post
KRS
 Obat Pulang :
 Cefadroxil
2x500mg
 Asam Mefenamat
3x500 mg
Varians :
Jumlah biaya (Rp)
Perawat (DPJP) Diagnosa Akhir Kode ICD 10 Jenis Tindakan Kode ICD-9
..........................
DPJP :  Utam .................. .......................  .................................... ......................
a
 Peny .................. .......................  .................................... .....................
............................ erta .................. ........................  .................................... ......................
..................  .................................... ......................
 Kompl .................. .......................  .................................... .....................
161

ikasi .................. .......................  .................................... .....................


Verifikator .................. .......................  .................................... .....................
.................. .......................  .................................... ......................
............................ .................. .......................  .................................... ......................
162

Nama :

CLINICAL PATHWAY
No RM :
RSU ANANDA KABUPATEN BLITAR
SPESIALIS BEDAH
KASUS : APPENDICITIS ACUTE
TTL :

Umur : Barat badan : Tinggi Badan : cm


kg
Diagnosa awal : Kode ICD 10 : Rencana Awal :

Aktifitas Pelayanan R. Tgl Masuk : Tgl Keluar Lama rawat Kelas Tarif : Biaya:
Rawat

HR 1 HR 2 HR 3
HS... HS... HS...
Diagnosis
 Penyakit Utama APPENDICITIS ACUTE
 Penyakit Penyerta
 Komplikasi


Asessmen Klinis
 Pemeriksaan Dokter
Konsultasi
 PENYAKIT
DALAM
 ANESTHESI
Pemeriksaan Penunjang
LABORATORIUM
 DL
 BT/CT
RO. THORAX AP
Terapi
 Inf. RL
 Inj. Ceftriaxone
2x1gr Intravena
 Paracetamol 10-15
mg/kgBB/
Intravena

 Obat Oral :
Paracetamol 10-15
mg/KgBB/Kali/Oral
TINDAKAN
163

 APENDEKTOMI
Nutrisi
 Diet
cair/saring/lunak
bisa secara bertahap
 Diet TETP (tinggi
Energi, Tinggi
protein)
Mobilisasi :
 Mobilisasi
 Tirah baring
 Miring Kanan
Miring kiri
 Jalan
Hasil (outcome)
 Tidak Demam
 Tidak Nyeri Perut
Pendidikan rencana pemulangan
 Vulva Hygien
 Diet TKTP
 Kontrol 3 hari Post
KRS
 Obat Pulang :
 Cefadroxil
2x500mg
 Asam Mefenamat
3x500 mg
Varians :
Jumlah biaya (Rp)
Perawat (DPJP) Diagnosa Akhir Kode ICD 10 Jenis Tindakan Kode ICD-9
..........................
DPJP :  Utam .................. .......................  .................................... ......................
a
 Peny .................. .......................  .................................... .....................
............................ erta .................. ........................  .................................... ......................
..................  .................................... ......................
 Kompl .................. .......................  .................................... .....................
ikasi .................. .......................  .................................... .....................
Verifikator .................. .......................  .................................... .....................
.................. .......................  .................................... ......................
............................ .................. .......................  .................................... ......................
164

Nama :
CLINICAL PATHWAY
RSU ANANDA KABUPATEN BLITAR
SPESIALIS BEDAH No RM :
KASUS : STROKE INFARK

TTL :

Umur : Berat Badan : Kg Tinggi Badan : Cm

Diagnosa Awal : Kode ICD 10 : Rencana Awal :

Aktivitas Pelayanan : R. Rawat Tgl. Masuk : Tgl Lama Kelas : Tarif : Biaya :
Keluar : Rawat :

H1: H2: H3: H4: H5: H6: H7:

HS: HS: HS: HS: HS: HS: HS:

Diagmosis

Penyakit Utama

Penyakit Penyerta STROKE INFARK

Komplikasi

Asesment Klinis

Pemeriksaan Dokter

Konsultasi

Penyekit Dalam

Anesthesi

Pemeriksaan Penunjang

 Laboratorium :
165

DL

GD I/II

Ureum/Creatinin :

Elektrolit (atas
indikasi)

Asam Urat

Profil Lipd
(Kholesterol,
HDl/LDL, Trigliserid)

Fungsi Hepar
(SGOT/PT)

 RO. Thorax

 EKG

Terapi :

 Anti agregasi
platelet : aspirin,
tiklopidin,
klopidogrel,
dipiridamol,
cilostazol

CLOPIDOGREL

 Neuproprotektan

CITICHOLIN

Anti Hipertensi
(dengan Indikasi)

Nutrisi :

Diet Rendah Garam

Mobilisasi

Fisiotherapi
166

Hasil Out Come

 Tekanan Darah
Mencapai Target

 Hemodinamik
Stabil

Pendidikan Rencana
Pemulangan :

 Diet Rendah
Garam

 Kontrol 3 hari
Post KRS

 Obat Pulang :

 CPG

 Anti Hipertensi

Varians :

Jumlah Biaya (Rp)

Perawat DPJP: Diagnosa Akhir : Kode ICD 10 Jenis Tindakan Kode ICD 9 :

….…………………

DPJP Utama: ….……………. ….……………. ….……………….

Penyerta ….…………….. ….……………. ….……………….

….…………….. ….……………. ….……………….

….…………………. ….…………….. ….……………. ….……………….

Verifikator Komplikasi ….…………….. ….……………. ….……………….

….…………….. ….…………….. ….……………….

….………………….. ….……………. ….…………….. ….……………….


167

Nama :

CLINICAL PATHWAY
No RM :
RSU ANANDA KABUPATEN BLITAR
SPESIALIS ANAK
KASUS : TB PARU
TTL :

Umur : Barat badan : kg Tinggi Badan : cm


Diagnosa awal : Kode ICD 10 : Rencana Awal :

Aktifitas R. Rawat Tgl Masuk : Tgl Keluar Lama rawat Kelas Tarif : Biaya:
Pelayanan

HR 1 HR 2 HR 3 HR :4
HS... HS... HS... HS...
Diagnosis
 Penyakit TB PARU
Utama
 Penyakit
Penyerta
 Komplikasi


Asessmen Klinis
 Pemeriksaan
Dokter
Konsultasi


Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan
BTA
 DL
 Pemeriksaan
TCM
 Rapid tes HIV
 RO. Thoraks
Terapi
 Inf. RL
 Obat Oral :
OAT dengan
strategi DOTS
Antitusif/ekspecto
ran
168

Vit B Complex

 Paracetamol
500mg 3x1
Nutrisi
Diet Tinggi
Energy dan Tinggi
Protein, cukup
lemak dan
Karbohidrat,
makanan mudah
dicerna
Hasil (outcome)
 Batuk
berkurang
 Tidak ada
reaksi alergi
 Demam Turun
Pendidikan
rencana
pemulangan
 Bed Rest
 Obat Pulang :
 Lanjutkan OAT
Varians :

Jumlah biaya (Rp)


Perawat (DPJP) Diagnosa Akhir Kode ICD 10 Jenis Tindakan Kode ICD-9
..........................
PPDU :  Utama .................. .......................  .................................... ......................
..........................
DPJP :  Penyerta .................. .......................  .................................... .....................
.................. ........................  .................................... ......................
..................  .................................... ......................
............................  Komplikasi .................. .......................  .................................... .....................
.................. .......................  .................................... .....................
Verifikator .................. .......................  .................................... .....................
.................. .......................  .................................... ......................
............................ .................. .......................  .................................... ......................

Anda mungkin juga menyukai