TENTANG
Menimbang : a. Bahwa dalam rangka peningkatan mutu pelayanan pasien dan menjamin
keselamatan pasien, maka rumah sakit mempunyai Program Peningkatan
Mutu dan Keselamatan Pasien yang terjangkau ke seluruh unit kerja di
rumah sakit;
b. Bahwa kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien termasuk
kerangka untuk meningkatkan kegiatan dan menurunkan risiko yang
terkait dengan munculnya variasi (ketidakseragaman) dalam proses
pelayanan;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
dan b, perlu mengeluarkan Peraturan Direktur Rumah Sakit Bedah Mitra
Sehat Lamongan. tentang Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien di
Rumah Sakit Bedah Mitra Sehat Lamongan;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Kesatu : Pemberlakuan Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
di Rumah Sakit Bedah Mitra Sehat Lamongan.
Kedua : Keputusan berlaku sejak tanggal ditetapkan dan diadakian peninjauan
kembali setelah 3 (tiga) tahun
Ketiga : Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dan kekurangan akan dilakukan
perbaikan dan perubahan sebagaimana mestinya.
Di tetapkan di Lamongan
Pada tanggal : 03 Oktober 2022
Direktur
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan secara keseluruhan
untuk mengurangi risiko terhadap pasien dan staf baik dalam proses
klinis maupun lingkungan fisik berfokus pada keselamatan pasien
(dilakukan dengan menerapkan no blame culture) secara efektif
efisien agar tercapai derajat kesehatan yang optimal secara terus
menerus di lingkungan RS.
2. Tujuan khusus
a. Terlaksananya pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu
sesuai dengan standar terbaik dan kebutuhan pasien melalui
pemanfaatan teknologi tepat guna, berdasarkan hasil penelitian dan
pengembangan pelayanan kesehatan.
b. Tercapainya profesionalisme dalam memberikan pelayanan
kesehatan melalui optimalisasi SDM, sarana dan prasarana.
c. Terselenggaranya upaya peningkatan mutu yang menunjang
keselamatan pasien dengan identifikasi komponen mutu secara
jelas.
d. Terkoordinasikannya program manajemen risiko rumah sakit
dengan identifikasi dan pengendalian seluruh risiko strategis dan
operasional mencakup seluruh area klinis, area pekerjaan dan area
organisasi.
e. Meminimalisir risiko yang mungkin terjadi dimasa mendatang
sehingga dapat diantisipasi bila terjadi insiden melalui sistim
pengendalian risiko.
f. Melindungi pasien dari risiko cedera yang mungkin terjadi melalui
program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian/insiden yang tidak diharapkan.
g. Menurunkan insiden keselamatan pasien berupa Kejadian Potensial
Cedera Signifikan (KPCS), Kejadian Nyaris Cedera (KNC),
Kejadian Tidak Cedera (KTC), Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
ataupun sentinel melalui Sistem Pelaporan dan Pembelajaran
Keselamatan Pasien (SP2KP) dengan melakukan analisis insiden
sesuai prosedur.
h. Terciptanya budaya keselamatan pasien dalam memberikan
pelayanan kesehatan.
i. Terlaksananya kegiatan untuk mengantisipasi disaster yang
mungkin terjadi di lingkungan Rumah Sakit.
C. Sasaran
Adapun sasaran penerapan pedoman ini adalah seluruh pegawai
rumah sakit, pasien, termasuk pengunjung, tamu, mitra kerja dan
peserta didik (jika ada) dalam melaksanakan pelayanan sehari-hari
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi serta kewenangannya.
BAB II
PENGERTIAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
Mutu pelayanan rumah sakit merupakan derajat kesempurnaan pelayanan rumah sakit
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya
yang tersedia di rumah sakit secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan
memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosio-budaya dengan memperhatikan
keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan konsumen.
Agar upaya peningkatan mutu didapat dilaksanakan secara efektif dan efisien maka
diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang konsep dasar upaya peningkatan mutu pelayanan.
sebagai berikut :
Gambar 2.1. Delapan Prinsip Panduan Mutu
Sumber: QPSP Ontario Hospital Association, 2010
Elemen pada prinsip dan dimensi mutu di atas pada dasarnya adalah sama dan
merupakan faktor yang penting dalam menentukan sasaran dan tujuan yang akan
menjadi fokus dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
Elemen-elemen inilah yang menjadi dasar penyusunan Pedoman
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien sehingga memudahkan menentukan
indikator-indikator yang akan dipantau, baik indikator klinis maupun non klinis.
Bagan di bawah menampilkan prinsip dan dimensi mutu yang saling terintegrasi
dengan Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.
3. Indikator mutu
Indikator mutu rumah sakit meliputi indikator klinik, indikator yang
berorientasi pada waktu dan indikator ratio yang berdasarkan pada efektifitas
(effectivenes), efisiensi (efficiency), keselamatan (safety) dan kelayakan
(appropriateness).
4. Strategi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan maka disusunlah strategi
sebagai berikut:
a. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip
mutu pelayanan sehingga dapat menerapkan langkah-langkah upaya
peningkatan mutu di masing-masing unit kerjanya.
b. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia di
RS Bedah Mitra Sehat, serta upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan.
c. Menciptakan budaya mutu di RS Bedah Mitra Sehat termasuk di dalamnya
menyusun program mutu dengan pendekatan PDSA cycle.
5. Pendekatan pemecahan masalah
Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus (daur) yang
berkesinambungan. Langkah pertama dalam proses siklus ini adalah identifikasi
masalah. Identifikasi masalah merupakan bagian sangat penting dari seluruh
proses siklus (daur), karena akan menentukan kegiatan-kegiatan selanjutnya dari
pendekatan pemecahan masalah ini. Masalah akan timbul apabila:
a. Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada terdapat
penyimpangan
b. Merasa tidak puas akan penyimpangan tersebut.
c. Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.
Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan
tindakan perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah
diadakan tindakan perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih ada yang
tertinggal. Dari penilaian kembali maka akan didapatkan masalah yang telah
terpecahkan dan masalah yang masih tetap merupakan masalah sehingga proses
siklus akan berulang mulai tahap pertama.
C. Pengertian Lain Terkait Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
1. Keselamatan Pasien (Patient Safety) Rumah Sakit
Adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman.
Sistem tersebut meliputi: assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko.
2. Panduan Praktik Klinis
adalah istilah teknis sebagai pengganti Standar Prosedur Operasional (SPO)
dalam Undang-undang Praktik Kedokteran 2004 dan Undang-Undang
Keperawatan yang merupakan istilah administratif. Penggantian ini perlu untuk
menghindarkan kesalahpahaman yang mungkin terjadi, bahwa “standar”
merupakan hal yang harus dilakukan pada semua keadaan. Jadi secara teknis
Standar Prosedur Operasional (SPO) dibuat berupa Panduan Praktik Klinis (PPK)
yang dapat berupa atau disertai dengan salah satu atau lebih: alur klinis (Clinical
Pathway), protokol, prosedur, algoritme, standing order.
3. Clinical Pathway
Clinical pathway adalah suatu alur proses kegiatan pelayanan pasien
spesifik untuk suatu penyakit atau tindakan tertentu, mulai dari pasien masuk
sampai pasien pulang yang merupakan integrasi dari pelayanan medis, pelayanan
keperawatan, pelayanan farmasi dan pelayanan kesehatan lainnya.
4. Indikator Sasaran Keselamatan Pasien
Adalah indikator keberhasilan terhadap sasaran keselamatan pasien yang
terdiri dari: (1) Mengidentifikasi pasien dengan benar, (2) Meningkatkan
komunikasi yang efektif, (3) Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus
diwaspadai, (4) Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,
pembedahan pada pasien yang benar, dan (5) Mengurangi risiko infeksi akibat
perawatan kesehatan, dan (6) Mencegah pasien jatuh.
5. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) atau Adverse Events
Sebagai suatu insiden atau kejadian yang mengakibatkan cedera atau harm
pada pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan
kesalahan medis karena tidak dapat dicegah. Kejadian tidak diharapkan pada
kasus keselamatan pasien terdeteksi apabila ada perubahan yang tidak diinginkan
dari apa yang diharapkan. Untuk itu analisis mendalam dilakukan apabila tingkat,
pola, atau tren kejadian bervariasi secara signifikan terkait setidak-tidaknya pada
hal-hal berikut:
a. Reaksi transfusi yang sudah dikonfirmasi dengan pemeriksaan IgE yang
dilakukan di rumah sakit
b. Kejadian serius akibat efek samping obat
c. Kesalahan pemberian obat yang menimbulkan reaksi
d. Ketidaksesuaian diagnosis pra-operasi dan pasca-operasi
e. Efek samping atau pola efek samping selama sedasi moderat atau
mendalam dan pemakaian anestesi.
f. Infeksi yang disebabkan oleh pelayanan kesehatan di Rumah Sakit (HAIs).
g. Wabah penyakit menular yang ada di RS.
h. Kejadian pasien jatuh yang menimbulkan cidera (minor, moderate, mayor).
i. Cedera akibat prosedur.
j. Cedera akibat penggunaan fasilitas.
k. Kesalahan pemberian tranfusi darah.
l. Insiden terkait pengunaan implant
m. Kesalahan Handover
n. Insiden terkait sedasi prosedural
o. Infeksi terkait penggunaan produk darah
p. Dll terkait semua kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak
diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau karena
tidak bertindak (omission) bukan karena underlying disease.
6. Kejadian Nyaris Cedera (Near Miss)
Adalah kejadian-kejadian yang belum sampai terpapar ke pasien sehingga
tidak menyebabkan cedera pada pasien. Tujuan penanganan kejadian near miss
adalah:
a. Untuk mengurangi resiko kejadian adverse events
b. Untuk mengidentifikasi perbaikan yang potensial
c. Untuk peningkatan mutu pelayanan.
7. Kejadian Tidak Cedera
Merupakan insiden yang sudah terpapar ke pasien tetapi tidak timbul cedera.
8. Kondisi Potensial Cedera
Adalah kondisi potensial cedera (KPC) sebagai kondisiyang sangat berpotensi
untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
9. Kejadian Sentinel
Merupakan suatu kejadian tidak diharapkan (KTD) yang mengakibatkan
kematian, cedera permanen atau cedera berat yang temporer dan membutuhkan
intervensi untuk mempertahankan kehidupan, baik pisik maupun psikis yang tidak
terkait dengan perjalanan penyakitnya.
10. Risk Manajemen
Adalah suatu tata cara pelaksanaan strategi dalam pelaksanaan suatu budaya,
proses dan struktur yang diciptakan atau dikembangkan untuk merealisasikan
peluang-peluang potensial selain untuk menangani efek negatifnya.
11. RCA (Root Causes Analysis)
Analisa akar masalah/Root Causa Analysis adalah sebuah alat kerja yang
berguna untuk mencari akar masalah dari suatu insiden yang telah terjadi. RS
memastikan bahwa seluruh staf yang terkait mampu melakukan analisis akar
masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa masalah tersebut terjadi untuk
kemudian menyusun rencana tindak lanjutnya.
12. FMEA
Suatu alat mutu untuk mengkaji suatu prosedur secara rinci dan mengenali
model-model adanya kegagalan/kesalahan pada suatu prosedur, melakukan
penilaian terhadap tiap model kesalahan/kegagalan dan mencari solusi dengan
melakukan perubahan disain/prosedur.
BAB III
ORGANISASI
A. Struktur Organisasi
Komite PMKP merupakan organisasi yang mempunyai peran dan tugas
mengarahkan, mengatur dan mengkoodinasikan pelaksanaan program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien di rumah sakit dapat berjalan lebih baik
Dalam melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya Komite PMKP mempunyai
hubungan tata kerja dengan para Kepala Bidang/ Bagian, Kepala Instalasi/ Unit di
Rumah Sakit
Sekretaris
Komite PMKP
Komite PMKP di RS Bedah Mitra Sehat berada di bawah Direktur Rumah Sakit,
terdiri dari: Ketua Komite PMKP, Sekretaris Komite PMKP, Sub Komite Mutu, Sub
Komite Keselamatan Pasien, Sub Komite Manajemen Risiko dengan masing – masing
sub memiliki anggota. Komite PMKP di RS Bedah Mitra Sehat ditetapkan dengan
Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit.
KEPALA
INSTALANSI atau MANAGER TIM / KOMITE
KEPALA URUSAN BIDANG
K3RS
UNIT KERJA BAGIAN DI RS
Igd, Rawat Jalan,
HCU, KEPALA MANAGER TIM/
INSTALA Laboratorium, INSTALASI/
SI/ UNIT Radiologi, Rawat BIDANG/ KOMIT
KERJA Inap, Kamar BAGIAN DI E K3RS
Operasi, Farmasi,
RS SPI
Keuangan. Rekam
medis
KOMITE SPI
MEDIK
KOMITE UNIT
KOMITE MEDIK PMKP SIMRS
UNIT SIMRS
KOMITE
KOMITEKEPERAWATAN
PPA KOMITE
LEMBAGA ETIK dan
TIM/ TIM
INDEPEND HUKUM KOMITE
KOMIT REGUL
EN RS ETIK DAN
E PPI ASI RS
AKREDITA HUKUM
SI
KOMITE
PMKP
A. Kepemimpinan dan Perencanaan Rumah Sakit Untuk Mutu dan Keselamatan Pasien
1. Pimpinan bertanggung jawab atas mutu pelayanan dan keselamatan pasien RS
Bedah Mitra Sehat. Mutu pelayanan dan keselamatan pasien menjadi prioritas
agenda dalam rapat jajaran Direksi maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit.
2. Pimpinan Rumah Sakit mengembangkan program mutu dan keselamatan pasien,
memilih dan menetapkan mekanisme pengukuran data untuk mengkoordinasikan
secara menyeluruh di seluruh unit untuk meningkatkan mutu dan keselamatan pasien
3. Pimpinan Rumah Sakit memberikan arahan dan dukungan terhadap pelaksanaan
program meliputi: menyediakan sumber daya dalam anggaran yang cukup agar
Komite PMKP dapat bekerja dengan efektif. Komunikasi dan pemberian informasi
tentang hasil program peningkatan mutu dan keselamatan pasien secara berkala
kepada Direktur dan staf, informasi yang diberikan mencakup hasil pengukuran data,
proyek perbaikan mutu baru yang akan dilaksanakan atau proyek perbaikan mutu
yang sudah diselesaikan.
4. Pimpinan mendukung peningkatan kompetensi sumber daya manusia di RS Bedah
Mitra Sehat melalui pelatihan yang disesuaikan.
5. Pimpinan memonitor kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien melalui
laporan dari komite peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
6. Saluran komunikasi ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit menggunakan jalur yang
efektif serta mudah dipahami, meliputi:
a. Informasi hasil pengukuran data Direktur, misalnya dashboard
b. Informasi hasil pengukuran data kepada staf misalnya bulletin, papan cerita
(story board), pertemuan staf dan proses lainnya
7. Direktur dan pimpinan rumah sakit berpartisipasi dalam menetapkan prioritas
perbaikan ditingkat rumah sakit yang merupakan proses yang berdampak luas/
menyeluruh di rumah sakit termasuk didalamnya kegiatan keselamatan pasien serta
analisis dampak dari perbaikan yang telah dilakukan
8. Tanggung jawab Direktur RS menetapkan prioritas perbaikan ditingkat rumah sakit
yaitu perbaikan yang akan berdampak luas/ menyeluruh dan dapat dilakukan
diberbagai unit klinis maupun non klinis. Prioritas perbaikan tersebut dilakukan
pengukuran dalam bentuk indikator mutu prioritas rumah sakit (IMP-RS).
Pengukuran prioritas perbaikan tingkat rumah sakit mencakup:
a. Sasaran keselamatan pasien meliputi enam sasaran keselamatan pasien
b. Pelayanan klinis prioritas untuk dilakukan perbaikan misalnya pada pelayanan
berisiko tinggi dan terdapat masalah dalam pelayanan tersebut. Pemilihan
pelayanan klinis prioritas dapat menggunakan kroteria pemilihan prioritas
pengukuran dan perbaikan
c. Tujuan strategis rumah sakit misalnya rumah sakit ingin menjadi rumah sakit
rujukan untuk pasien kanker. Maka prioritas perbaikannya dalam bentuk Key
Performed Indicator (KPI) dapat berupa peningkatan efisiensi, mengurangi
risiko readmisi, mengurangi masalah alur pasien di IGD atau memantau mutu
layanan yang diberikan oleh pihak lain yang dikontrak
d. Perbaikan sistem adalah perbaikan yang jika dilakukan akan berdampak luas/
menyeluruh di rumah sakit yang diterapkan dibeberapa unit misalnya sistem
pengelolaan obat, komunikasi serah terima dan lain – lainnya.
e. Manajemen risiko untuk melakukan perbaikan secara proaktif terhadap proses
berisiko tinggimisalnya yang telah dilakukan analisis FMEA atau dapat diambil
dari profil risiko.
9. Untuk memilih prioritas pengukuran dan perbaikan menggunakan kriteria prioritas
mencakup:
a. Masalah yang paling banyak di rumah sakit
b. Jumlah yang banyak (High volume)
c. Proses berisiko tinggi (High process)
d. Ketidakpuasan pasien dan staf
e. Kemudahan dalam pengukuran
f. Ketentuan pemerintah/ persyaratan eksternal
g. Sesuai dengan tujuan strategis rumah sakit
h. Memberikan pengalaman pasien lebih baik (patient experience)
10. Direktur dan Pimpinan RS berpartisipasi dalam penentuan pengukuran perbaikan,
penentuan prioritas terukur dapat menggunakan skoring priortas
11. Direktur dan pimpinan RS akan menilai dampak perbaikan dapat berupa:
a. Dampak primer adalah hasil capaian (efektifitas) setelah dilakukan perbaikan
misalnya target kepuasan pasien tercapai 90% atau hasil kepatuhan terhadap
proses yang ditetapkan misalnya, kepatuhan pelaporan hasil laboratorium kritis
30 menit tercapai
b. Dampak sekunder adalah dampak terhadap efisiensi (outcome) setelah
dilakukan perbaikan misalnya efisiensi pada proses klinis yang kompleks,
penghematan biaya, pengurangan sumber daya, atau adanya perubahan
ruangan yang dibutuhkan yang digunakan dalam proses pelayanan tersebut.
UNIT 1. Staf pengumpul data melakukan pencatatan dalam worksheet & Sisdokar dan
merekap data mutu unit
2. Kepala Unit melakukan analisis data dan menyusun rencana tindak lanjut
3. Kepala Unit melaporkan capaian mutu unit ke Kepala Bidang/Bagian
Pelaporan Feedback
Follow-
Corrective up
Action
Improvement
(1) Plan
Action Menentukan
(6) Tujuan dan
Mengambil sasaran
tindakan Menetapkan
Metode untuk
yang tepat (2) Mencapai tujuan
Menyelenggarakan
(5) Memeriksa Pendidikan dan
akibat latihan
pelaksanaan (4) (3)
Study Melaksanakan
pekerjaan Do
Keenam langkah P-D-S-A yang terdapat dalam gambar 3.3 di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut :
A. Definisi
Sistem pelaporan dan pembelajaran keselamatan pasien di rumah sakit
(SP2KP-RS). tersebut meliputi definisi kejadian sentinel, kejadian yang tidak
diharapkan (KTD), kejadian tidak cedera (KTC), dan kejadian nyaris cedera (KNC
atau near -miss) dan Kondisi potensial cedera signifikan (KPCS), mekanisme
pelaporan insiden keselamatan pasien baik internal maupun eksternal, grading
matriks risiko serta investigasi dan analisis insiden berdasarkan hasil grading
tersebut.
Rumah sakit berpartisipasi untuk melaporkan insiden keselamatan pasien
yang telah dilakukan investigasi dan analisis serta dilakukan pembelajaran ke KNKP
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Insiden keselamatan pasien merupakan suatu kejadian yang tidak
disengaja, tidak diharapkan ketika memberikan asuhan kepada pasien (care
management problem (CMP) atau kondisi yang berhubungan dengan lingkungan
di rumah sakit termasuk infrastruktur, sarana prasarana (service delivery problem
(SDP), yang dapat berpotensi atau telah menyebabkan bahaya bagi pasien.
Kejadian keselamatan pasien dapat namun tidak selalu merupa kan hasil dari
kecacatan pada sistem atau rancangan proses, kerusakan sistem, kegagalan alat, atau
kesalahan manusia.
Definisi kejadian yang tidak diharapkan (KTD), kejadian tidak cedera (KTC),
kejadian nyaris cedera (KNC), dan kondisi potensial cedera signifikan (KPCS),
yang didefinisikan sebagai berikut:
1. Kejadian tidak diharapkan (KTD) adalah insiden keselamatan pasien yang
menyebabkan cedera pada pasien.
2. Kejadian tidak cedera (KTC) adalah insiden keselamatan pasien yang sudah
terpapar padapasien namun tidak menyebabkan cedera.
3. Kejadian nyaris cedera (near-miss atau hampir cedera) atau KNC adanya
insiden keselamatan pasien yang belum terpapar pada pasien.
4. Suatu kondisi potensial cedera signifikan (KPCS) adalah suatu kondisi (selain
dari proses penyakit atau kondisi pasien itu sendiri) yang berpotensi
menyebabkan kejadian sentinel.
5. Kejadian Sentinel adalah suatu kejadian yang tidak berhubungan
dengan perjalanan penyakit pasien atau penyakit yang mendasarinya yang
terjadi pada pasien.
a. Kejadian sentinel merupakan salah satu jenis insiden keselamatan pasien
yang harus dilaporkan yang menyebabkan terjadinya hal-hal berikut ini:
1) Kematian
2) Cedera permanen
3) Cedera berat yang bersifat sementara/reversible
b. Cedera permanen adalah dampak yang dialami pasien yang bersifat
ireversibel akibat insiden yang dialaminya misalnya kecacadan,
kelumpuhan, kebutaan, tuli, dan lain - lainnya. Cedera berat yang
bersifat sementara adalah cedera yang bersifat kritis dan dapat
mengancam nyawa yang berlangsung dalam suatu kurun waktu tanpa
terjadi cedera permanen/gejala sisa, namun kondisi tersebut
mengharuskan pemindahan pasien ke tingkat perawatan yang lebih
tinggi/pengawasan pasien untuk jangka waktu yang lama, pemindahan
pasien ke tingkat perawatan yang lebih tinggi karena adanya kondisi
yang mengancam nyawa, atau penambahan operasi besar, tindakan,
atau tata laksana untuk menanggulangi kondisi tersebut.
c. Kejadian berikut juga dapat digolongkan sebagai kejadian sentinel :
1) Bunuh diri oleh pasien yang sedang dirawat, ditata laksana,
menerima pelayanan di unit yang selalu memiliki staf sepanjang
hari atau dalam waktu 72 jam setelah pemulangan pasien,
termasuk dari Unit Gawat Darurat (UGD) rumah sakit.
2) Kematian bayi cukup bulan yang tidak diantisipasi.
3) Bayi dipulangkan kepada orang tua yang salah.
4) Penculikan pasien yang sedang menerima perawatan, tata
laksana, dan pelayanan.
5) Kaburnya pasien (atau pulang tanpa izin) dari unit perawatan
yang selalu dijaga oleh staf sepanjang hari (termasuk UGD),
yang menyebabkan kematian, cedera permanen, atau cedera
sementara derajat berat bagi pasien tersebut.
6) Reaksi transfusi hemolitik yang melibatkan pemberian darah
atau produk darah dengan inkompatibilitas golongan darah mayor
(ABO, Rh, kelompok darah lainnya).
7) Pemerkosaan, kekerasan (yang menyebabkan kematian, cedera
permanen, atau cedera sementara derajat berat) atau pembunuhan
pasien yang sedang menerima perawatan, tata laksana, dan
layanan ketika berada dalam lingkungan rumah sakit.
8) Pemerkosaan, kekerasan (yang menyebabkan kematian, cedera
permanen, atau cedera sementara derajat berat) atau
pembunuhan anggota staf, praktisi mandiri berizin, pengunjung,
atau vendor ketika berada dalam lingkungan rumah sakit.
9) Tindakan invasif, termasuk operasi yang dilakukan pada pasien
yang salah, pada sisi yang salah, atau menggunakan prosedur
yang salah (secara tidak sengaja).
10) Tertinggalnya benda asing dalam tubuh pasien secara tidak
sengaja setelah suatu tindakan invasif, termasuk operasi.
11) Hiperbilirubinemia neonatal berat (bilirubin >30 mg/dL).
12) Fluoroskopi berkepanjangan dengan dosis kumulatif >1.500 rad
pada satu medan tunggal atau pemberian radioterapi ke area
tubuh yang salah atau pemberian radioterapi >25% melebihi
dosis radioterapi yang direncanakan.
13) Kebakaran, lidah api, atau asap, uap panas, atau pijaran yang
tidak diantisipasi selama satu episode perawatan pasien.
14) Semua kematian ibu intrapartum (terkait dengan proses
persalinan).
15) Morbiditas ibu derajat berat (terutama tidak berhubungan dengan
perjalanan alamiah penyakit pasien atau kondisi lain yang
mendasari) terjadi pada pasien dan menyebabkan cedera
permanen atau cedera sementara derajat berat.
d. Definisi kejadian sentinel meliputi kejadian-kejadian di atas dan dapat
meliputi kejadian lainnya seperti yang disyaratkan dalam peraturan
atau dianggap sesuai oleh rumah sakit untuk ditambahkan ke dalam
daftar kejadian sentinel.
e. Tidak semua kesalahan menyebabkan kejadian sentinel, dan tidak
semua kejadian sentinel terjadi akibat adanya suatu kesalahan.
Mengidentifikasi suatu insiden sebagai kejadian sentinel tidak
mengindikasikan adanya tanggungan hukum.
f. Pimpinan rumah sakit melakukan tindakan perbaikan korektif dan
memantau efektivitasnya untuk mencegah atau mengurangi berulangnya
kejadian sentinel tersebut.
g. Pimpinan rumah sakit melakukan tindakan perbaikan korektif dan
memantau efektifiktasnya untuk menncegah atau mengurangi
berulangnya kejadian sentinel tersbut.
h. Pimpinan rumah sakit melakukan tindakan perbaikan korektif dan
memantau efektivitasnya untuk mencegah atau mengurangi berulangnya
KTD, KNC, KTC, KPCS tersebut.
B. Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien
1. Alur pelaporan insiden kepada Komite PMKP Rumah Sakit (Internal) :
a. Apabila terjadi suatu insiden (KPC/KNC/KTC/KTD/Sentinel) di rumah
sakit, wajib segera ditindaklanjuti (dicegah/ditangani) untuk mengurangi
dampak/akibat yang tidak diharapkan.
b. Setelah ditindaklanjuti, segera membuat laporan insidennya dengan
mengisi formulir Laporan insiden pada akhir kerja/shift kepada atasan
langsung (paling lambat 2x24 jam), jangan menunda laporan.
c. Setelah mengisi laporan, segera menyerahkan kepada atasan langsung
pelapor.
d. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading risiko
terhadap insiden yang dilaporkan.
e. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisis yang akan
dilakukan sebagai berikut :
1) Grade biru : Investigasi sederhana oleh atasan langsung, waktu
maksimal 7 hari.
2) Grade hijau : Investigasi sederhana oleh atasan langsung, waktu
maksimal 14 hari.
3) Grade kuning: Investigasi komprehensif/analisis akar masalah/RCA
sub komite Keselamatan pasien, Komite PMKP RS, waktu maksimal
45 hari.
4) Grade Merah : Investigasi komprehensif/analisis akar masalah/RCA
oleh sub komite keselamatan pasien, Komite PMKP RS, waktu
maksimal 45 hari.
Matrix Grading Risiko
B. Jenis Risiko
Risiko operasional adalah risiko yang terjadi saat rumah sakit memberikan
pelayanan kepada pasien baik klinis maupun non klinis.
Risiko klinis yaitu risiko operasional yang terkait dengan pelayanan kepada
pasien (keselamatan pasien) meliputi risiko yang berhubungan dengan perawatan
klinis dan pelayanan penunjang seperti kesalahan diagnostik, bedah atau
pengobatan.
Risiko non klinis yang juga termasuk risiko operasional adalah risiko PPI
(terkait pengendalian dan pencegahan infeksi misalnya sterilisasi, laundry, gizi,
kamar jenazah dan lain-lainnya), risiko MFK (terkait dengan fasilitas dan
lingkungan, seperti kondisi bangunan yang membahayakan, risiko yang terkait
dengan ketersediaan sumber air dan listrik, dan lain lain.
Unit klinis maupun non klinis dapat memiliki risiko yang lain sesuai
dengan proses bisnis/kegiatan yang dilakukan di unitnya. Misalnya unit humas
dapat mengidentifikasi risiko reputasi dan risiko keuangan;
1. Risiko keuangan; risiko kepatuhan (terhadap hukum dan peraturan yang
berlaku).
2. Risiko reputasi (citra rumah sakit yang dirasakan oleh masyarakat).
3. Risiko strategis (terkait dengan rencana strategis termasuk tujuan strategis
rumah sakit).
4. Risiko kepatuhan terhadap hukum dan regulasi.
C. Program dan Proses Manajemen Risiko
1. Program manajemen risiko rumah sakit harus disusun setiap tahun
berdasarkan daftar risiko yang diprioritaskan dalam profil risiko meliputi:
a. Proses manajemen risiko.
b. Integrasi manajemen risiko di rumah sakit.
c. Pelaporan kegiatan program manajemen risiko.
d. Pengelolaan klaim tuntunan yang dapat menyebabkan tuntutan
2. Proses manajemen risiko yang diterapkan di rumah sakit meliputi:
a. Komunikasi dan konsultasi.
b. Menetapkan konteks.
c. Identifikasi risiko sesuai kategori risiko
d. Analisis risiko.
e. Evaluasi risiko.
f. Penanganan risiko.
g. Pemant auan risiko.
3. Komite/ Tim PMKP memandu penerapan program manajemen risiko di
rumah sakit dengan melakukan supervisi dan rapat koordinasi dengan unit
terkait implementasi risiko di unit.
a. Komite PMKP menyusun program manajemen risiko dan ditetapkan oleh
Direktur RS.
b. Komite PMKP membuat daftar risiko tingkat rumah sakit berdasarkan
daftar risiko yang dibuat tiap unit setiap tahun. Berdasarkan daftar
risiko tersebut ditentukan prioritas risiko yang dimasukkan dalam
profil risiko rumah sakit.
c. Komite PMKP menyusun profil risiko yang akan menjadi bahan
dalam penyusunan program manajemen risiko rumah sakit dan
menjadi prioritas untuk dilakukan penanganan dan pemantauannya.
d. Komite PMKP membuat pemantauan terhadap rencana penanganan
risiko dan melaporkan kepada Direktur dan Dewas setiap 6 bulan.
4. Direktur rumah sakit juga berperan dalam memilih selera risiko yaitu tingkat
risiko yang bersedia diambil rumah sakit dalam upayanya mewujudkan tujuan
dan sasaran yang dikehendakinya.
D. Analisis Risiko
Rumah Sakit memastikan bahwa seluruh staf yang terkait mampu melakukan
analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa masalah tersebut terjadi
untuk kemudian menyusun rencana tindak lanjutnya. Analisis akar masalah (RCA)
dilakukan untuk melakukan identifikasi apabila ditemukan permasalahan dalam
pemenuhan indikator mutu dan manajerial serta pengelolaan insiden. Proses
mengurangi risiko dilakukan paling sedikit satu kali dalam setahun dan dibuat
dokumentasinya, dengan menggunakan FMEA (Failure Mode and Effect Analysis).
Proses yang dipilih adalah proses dengan risiko tinggi.
Metode analisis risiko proaktif yang digunakan antara yaitu (a) non statistical
tools: untuk mengembangkan ide, mengelompokkan, memprioritaskan dan
memberikan arah dalam pengambilan keputusan. Alat-alat tersebut meliputi Fish bone,
bagan alir, RCA, failure mode effect analysis (analisis modus kegagalan dan
dampaknya/FMEA/AMKD), analisis kerentanan terhadap bahaya/hazard vulnerability
analysis (HVA) dan infection control risk assessment (pengkajian risiko
pengendalian infeksi /ICRA), (b) Statistical tools seperti diagram Pareto, lembar
periksa (check sheet).
1. Diagram tulang ikan
Kegiatan
Kepu
tusan
S O D
Severity (tingkat Occurence (tingkat Detectable (terdeteksi)
keparahan) keseringan)
1. Minor 1. Hampir tidak pernah 1. Selalu terdeteksi
2. Moderate terjadi 2. Sangat mungkin
3. Minor Injury 2. Jarang terdeteksi
4. Mayor Injury 3. Kadang-kadang 3. Mungkin terdeteksi
5. Terminal 4. Sering 4. Kemungkinan kecil
injury/death 5. Sangat sering dan pasti terdeteksi
5. Tidak mungkin
terdeteksi
5. HVA
Hazard VulnerabilityAnalysis adalah suatu identifikasi bahaya dan efek
langsung dan tidak langsung bahaya tersebut terhadap rumah sakit. Bahaya
sebenarnya dianalisis dalam konteks populasi berisiko untuk menentukan
kerentanan terhadap setiap bahaya tertentu.
6. ICRA
Infection Control Risk Asesment adalah proses pengurangan risiko dari
infeksi melalui tahapan perencanaan fasilitas, desain, renovasi dan pemeliharaan
fasilitas melalui pengetahuan tentang infeksi, agen infeksi, dan lingkungan untuk
mengantisipasi dampak potensial.
BAB VII
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
A. Rapat Terjadwal
Rapat terjadwal terkait program peningkatan mutu dan keselamatan pasien meliputi:
1. Rapat pemilihan indikator mutu prioritas RS (IMP – RS)
a. Dipimpin oleh Direktur RS, dihadiri Para pimpinan RS, Komite PMKP,
Komite Medik, Komite Keperawatan, Komite Nakes Lainnya, Komite Etik dan
Hukum, Tim/ Komite PPI, Tim/ Komite K3 RS dan para kepala instalasi/
kepala unit
b. Rapat membahas kajian dasar pemilihan indikator mutu prioritas RS dan
pemilihan indikator mutu prioritas RS
c. Rapat dilaksanakan di akhir tahun
2. Rapat penyusunan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien prioritas
a. Rapat dipimpin oleh Direktur RS dihadiri Para pimpinan RS, Komite PMKP,
Komite Medik, Komite Keperawatan, Komite Nakes, Komite Etik dan
Hukum, Tim/ Komite PPI, Tim/ Komite K3 RS dan para kepala instalasi/
kepala unit
b. Rapat dilaksanakan di akhir tahun
3. Rapat pemilihan indikator mutu prioritas unit (IMP- Unit)
a. Rapat dipimpin oleh Kepala Instalasi/ Kepala Unit, dihadiri oleh Komite
PMKP, Kepala Bidang/ Bagian terkait, Staf pengumpul data dan staf yang ada
di unit
b. Rapat dilakukan setiap akhir tahun
4. Rapat penyampaian capaian mutu prioritas RS (IMP – RS), capaian program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien, rencana perbaikan
a. Rapat dipimpin oleh Direktur RS, dihadiri oleh Para pimpinan RS, Komite
PMKP, Komite Medik, Komite Keperawatan, Komite Nakes, Komite Etik
dan Hukum, Tim/ Komite PPI, Tim/ Komite K3 RS dan para kepala instalasi/
kepala unit
b. Rapat dilaksanakan setiap 3 bulan
5. Rapat koordinasi dengan Tim/ Tim/Komite PPI
a. Pembahasan capaian hasil surveilans terintegrasi dengan data mutu.
b. Membahas analisis dan rencana tindak lanjut.
c. Rapat dilaksanakan setiap 3 bulan
6. Rapat dengan Staf pengumpul data
a. Rapat dihadiri oleh Komite PMKP dan Staf pengumpul data dari unit
b. Membahas alur pelaporan indikator mutu unit, cara pengumpulan data dengan
menggunakan sistem manajemen data terintegrasi
B. Rapat Tidak Terjadwal
1. Rapat dilakukan jika ada hal – hal yang perlu dibahas dan dikoordinasikan terkait
capaian mutu dan insiden keselamatan pasien maupun risiko yang harus segera
ditindaklanjuti.
2. Rapat difasilitasi oleh Komite PMKP dengan berkoordinasi dengan bidang/ bagian
dan unit terkait.
C. Feed Back dan Penyampaian Informasi
1. Komunikasi dan informasi terkait program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
secara berkala kepada staf merupakan hal yang penting.
2. Alur penyampaian komunikasi mutu dilakukan melalui jalur yang efektif, seperti :
poster, notulen, pertemuan staf (rapat). Informasi yang diberikan antara lain berupa
program yang baru saja selesai, perkembangan dalam pencapaian sasaran
keselamatan pasien, hasil analisis kejadian sentinel atau kejadian tidak diinginkan
lainnya, ataupun penelitian terkini maupun program benchmark.
3. Informasi yang diberikan antara lain dapat berupa program baru atau program yang
baru saja selesai, perkembangan dalam mencapai Sasaran Keselamatan Pasien, hasil
analsiis kejadian sentinel atau kejadian tidak diinginkan lainnya, ataupun penelitian
terkini maupun program brenchmark.
4. Perbaikan/Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien yang telah dilakukan
diinformasikan kepada seluruh karyawan dan DPJP melalui :
a. Morning Meeting.
b. Rapat Koordinasi.
c. Rapat Mutu.
d. Rapat Komite Medik.
e. Majalah dinding yang dipublikasikan di tempat yang mudah dibaca oleh
karyawan, maupun dokter provider.
BAB IX
PENCATATAN DAN PELAPORAN
A. Pencatatan
Pencatatan data – data dengan menggunakan sistem manajemen data elektronik yaitu
dengan menggunakan SISDOKAR dan google sheet. Data – data yang dikumpulkan
meliputi:
1. Data indikator mutu nasional dikumpulkan dalam SISDOKAR (rekapan harian),
google sheet (untuk data per sampel) data diinput setiap hari sesuai tanggal berjalan
oleh staf pengumpul data di unit.
2. Data indikator mutu prioritas RS (IMP-RS) dikumpulkan dalam SISDOKAR
(rekapan harian), google sheet (untuk data per sampel) data diinput setiap harisesuai
tanggal berjalan oleh Staf Pengumpul data Unit.
3. Data indikator mutu prioritas unit dikumpulkan dikumpulkan dalam SISDOKAR
(rekapan harian), google sheet (untuk data per sampel) data diinput setiap harisesuai
tanggal berjalan oleh staf pengumpul atau Unit.
4. Data pelaporan insiden keselamatan pasien dengan menggunakan sistem elektronik
dari unit ( google form) dan pelaporan eksternal melalui e-reporting ke KNKP.
5. Data hasil monitoring kinerja staf klinis (bila monitoring kinerja menggunakan
indikator mutu) (PMKP) dikumpulkan SISDOKAR (rekapan harian) dan google
sheet bila dimasukan kedalam indikator mutu dan diinput setiap hari oleh staf
pengumpul data unit.
6. Data insiden/kejadian/kecelakaan di RS diinput oleh staf yang terpapar kecelakaan
kerja dalam bentuk google sheet dilaporkan ke Tim K3RS oleh pelapor.
7. Data hasil surveilans PPI diinput oleh IPCN setiap unit dalam SISDOKAR dan
google sheet setiap hari sesuai tanggal berjalan.
8. Data hasil pengukuran budaya keselamatan dalam bentuk kuesioner yang ada dalam
google sheet diisi oleh setiap staf di unit kerja. Pengukuran budaya keselamatan
dilakukan 1x dalam 1 tahun.
9. Penginputan daftar risiko unit mengunakan aplikasi Risk Obs oleh Kepala Unit.
B. Pelaporan
1. Laporan Bulanan Indikator Mutu
a. Laporan bulanan mencakup indikator mutu prioritas RS (IMP – RS) dan
indikator mutu prioritas unit (IMP – Unit)
b. Data dari Instalasi / Unit dikumpulkan setiap bulan oleh staf pengumpul data
Unit dengan menggunakan sistem manajemen data elektronik yang sudah ada
menggunakan SISDOKAR dan google sheet Data diverifikasi oleh Kepala
Instalasi/Kepala Unit kemudian diberikan ke Kepala Bidang/Bagian
c. Kepala Bidang/ Bagian memberikan rekomendasi tindak lanjut yang harus
dilaksanakan oleh unit
2. Laporan triwulan indikator mutu rumah sakit
a. Laporan triwulan mencakup indikator mutu prioritas RS (IMP – RS) dan
indikator mutu prioritas unit (IMP – Unit).
b. Data dari Instalasi/Unit dikumpulkan setiap triwulan oleh staf pengumpul
data di Unit Kerja dengan menggunakan sistem manajemen data yang sudah
ada menggunakan SISDOKAR dan google sheet.
c. Data diverifikasi oleh Kepala Instalasi /Kepala Unit kemudian dibuat analisis
dan rencana tindaklanjut pada indikator yang tidak tercapai dan diserahkan ke
Kepala Bidang / Bagian untuk disetujui.
d. Laporan Triwulan indikator mutu diberikan kepada Komite PMKP untuk
dilakukan verifikasi ulang, serta memberikan rekomendasi persetujuan atas
analisis yang rencana tindaklanjut yang telah dibuat untuk kemudian diberikan
kepada Direktur Rumah Sakit.
e. Direktur RS melakukan penelaahan terhadap rekomendasi tindaklanjut yang
diajukan, dan meneyrahkan laporan ke Dewas.
f. Dewas emberikan feed back atas laporan tersebut kepada Direktur Rumah sakit
untuk kemudian diberikan kepada Instalasi/Unit/Urusan terkait untuk
ditindaklanjuti.
3. Laporan IKP (Insiden Keselamatan Pasien)
a. Laporan Internal :
Setelah ditindaklanjuti, segera buat laporan insidennya dengan mengisi
laporan. Laporan Insiden pada akhir jam kerja/shift kepada atasan langsung
(paling lambat 2 x 24 jam); disertakan laporan kronologis yang telah diisi
sebelumnya (1x24 jam) untuk membantu memetakan kejadian. Laporan
diserahkan ke Komite PMKP.
b. Laporan Insiden Keselamatan Pasien dilaporkan ke Dewas terdiri dari:
1) Laporan insiden keselamatan apsien setiap 3 bulan.
2) Laporan kejadian sentinel setiap ada kejadian dan laporan ulang setelah
dilakukan analisis degan menggunakan metode Root Cause Analysis
(RCA).
3) Analisis dan rekomendasi tindaklanjut RCA selesai dalam waktu 45
hari.
4) Hasil RCA dilaporkan kembali kepada representasi pemilik
c. Laporan Insiden ke Komite Keselamatan Pasien RS dan KNKP - Komite
Nasional Keselamatan Pasien (Eksternal)
1) Laporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) untuk Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD) dan/atau kejadian Sentinel yang telah dilakukan
investigasi oleh Komite PMKP Rumah Sakit melalui aplikasi
http://mutufasyankes.kemkes.go.id.
2) Kejadian Sentinel dilaporkan juga ke KARS dalam 2x24 jam, IR
(Incident Report) dikirim melalui email KARS (survey@kars.or.id)
3. Laporan pengukuran budaya keselamatan
a. Kuesioner yang telah diisi oleh staf melalui google sheet akan dilakukan
rekap oleh Komite PMKP kemudian dibuat laporan analisis dan rekomendasi
tindaklanjutnya.
b. Laporan yang sudah disertakan analisis dan rekomendasi tindaklanjut
diberikan kepada Direktur untuk disetujui.
c. Feed back dari Direktur Rumah sakit disosialisasikan kembali oleh Komite
PMKP di forum pertemuan morning meeting, rapat capaian program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
4. Laporan manajemen risiko
a. Komite PMKP melakukan pelaporan Komite PMKP terhadap pemantauan
rencana penanganan risiko dan melaporkan kepada Direktur dan Dewas
setiap 6 bulan.
b. Dewas memberikan rekomendasi terhadap laporan untuk dijalankan di
RS.
BAB X
MONITORING DAN EVALUASI
A. Monitoring
Pedoman yang disusun ini merupakan langkah awal sebagai pedoman bagi rumah sakit
untuk melakukan pengukuran, evaluasi dan tindak lanjut terhadap indikator nasional mutu,
Indikator mutu prioritas rumah sakit, indikator mutu unit dan indikator sasaran keselamatan
pasien. Pedoman ini diharapkan dapat diterapkan oleh rumah sakit dan menjadi pedoman bersama
dalam mengukur Indikator mutu prioritas rumah sakit.
Hasil pengukuran indikator mutu prioritas rumah sakit tersebut dapat diakses dan
dipublikasikan untuk perbaikan internal rumah sakit dan eksternal sebagai bukti akuntabilitas pada
masyarakat. Buku pedoman ini masih dalam tahap perkembangan sehingga tidak menutup
kemungkinan adanya masukan demi tercapainya perbaikan.