Anda di halaman 1dari 69

PEDOMAN PENINGKATAN MUTU

DAN KESELAMATAN PASIEN

RUMAH SAKIT BEDAH MITRA SEHAT LAMONGAN


Jl. Raya Lamongan-Babat Km 5, Ds. Karanglangit Lamongan
Telp. (0322) 317997, 085745728401
Email : rsbms_lamongan@yahoo.co.id
RUMAH SAKIT BEDAH MITRA SEHAT
Jln. Raya Lamongan – Babat Km 5 Ds Karanglangit Lamongan 62251
Telp. (0322) 317997, E-mail : rsbms_lamongan@yahoo.co.id

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BEDAH MITRA SEHAT


Nomor : 03/731/ KEP/ RSBMS/ 2022

TENTANG

PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN

DI RUMAH SAKIT BEDAH MITRA SEHAT LAMONGAN

DIREKTUR RUMAH SAKIT BEDAH MITRA SEHAT LAMONGAN

Menimbang : a. Bahwa dalam rangka peningkatan mutu pelayanan pasien dan menjamin
keselamatan pasien, maka rumah sakit mempunyai Program Peningkatan
Mutu dan Keselamatan Pasien yang terjangkau ke seluruh unit kerja di
rumah sakit;
b. Bahwa kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien termasuk
kerangka untuk meningkatkan kegiatan dan menurunkan risiko yang
terkait dengan munculnya variasi (ketidakseragaman) dalam proses
pelayanan;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
dan b, perlu mengeluarkan Peraturan Direktur Rumah Sakit Bedah Mitra
Sehat Lamongan. tentang Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien di
Rumah Sakit Bedah Mitra Sehat Lamongan;

Mengingat 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004


tentang Praktik Kedokteran;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang RumahSakit;
4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 tahun
2021 tentang Penyelenggaraan Bidang rumah sakit;
Mengingat 5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 755
Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah
Sakit;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun
2013 tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
2017 tentang Keselamatan Pasien;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2020 tentang Akreditasi Rumah Sakit;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 80 Tahun
2020 tentang Tim Mutu Rumah Sakit;
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
129 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit;
11. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 496/
MENKES/ SK / IV/ 2015 tentang Pedoman Audit Medik;
12. Keputusan mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/ MENKES/6604/ 2021 tentang Lembaga Independen
Penyelenggara Akreditasi Rumah Sakit;

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Kesatu : Pemberlakuan Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
di Rumah Sakit Bedah Mitra Sehat Lamongan.
Kedua : Keputusan berlaku sejak tanggal ditetapkan dan diadakian peninjauan
kembali setelah 3 (tiga) tahun
Ketiga : Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dan kekurangan akan dilakukan
perbaikan dan perubahan sebagaimana mestinya.
Di tetapkan di Lamongan
Pada tanggal : 03 Oktober 2022
Direktur

dr. Suadi Rachman, MM.Kes


NIK. 210025
TEMBUSAN

1. Ketua Mutu Tim PMKP RS Bedah Mitra Sehat


2. Seluruh Kepala bagian
3. Arsip
KATA PENGANTAR

Dalam upaya meningkatkan mutu pelayaan RS Bedah Mitra Sehat, maka


dibutuhkan Pedoman Peningkatan Mutu dan keselamtan pasien serta manajemen
Resiko Rumah Sakit. Pedoman Peningkatan Mutu dan keselamtan pasien serta
manajemen Resiko Rumah Sakit di RS Bedah Mitra Sehat disusun supaya mutu rumah
sakit dapat Tertata secara Terintergrasi. Dengan adanya Pedoman Peningkatan Mutu
dan keselamtan pasien serta manajemen Resiko Rumah Sakit ini, diharapkan dapat
membantu rumah sakit untuk mencapai sasaran keselamatan pasien yang merupakan
bagian yang cukup penting dari proses menejemen dan administrasi rumah sakit.
Semoga penyusunan Pedoman Peningkatan Mutu dan keselamtan pasien serta
manajemen Resiko Rumah Sakit ini dapat bermanfaat bagi rumah sakit dan pihak-pihak
lainnya yang terkait dengan penyelenggaraan manajemen dan administrasi rumah sakit.
Akhirnya saran dan koreksi demi perbaikan program kerja ini sangat kami harapkan.
Terima kasih.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................

SURAT KEPUTUSAN .............................................................................................

KATA PENGANTAR ...............................................................................................

DAFTAR ISI .............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................

BAB II MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN ..............................................................

BAB III ORGANISASI …………………

BAB IV KEGIATAN PENINGKATAN MUTU …………………

BAB V SISTEM PELAPORAN DAN PEMBELAJARAN KESELAMATAN PASIEN

RUMAH SAKIT ………………...………...……

BAB VI MANAGEMENT RISIKO …………… ...................................................................

BAB VII PENDIDIKAN DAN LATIHAN ………………. …………………….………

BAB VIII PERTEMUAN DAN RAPAT ……..………………………………

BAB IX PENCATATAN DAN PELAPORAN ........................................................

BAB X MONITORING DAN EVALUASI .................................................................

BAB XI PENUTUP ................................................................................................


Lampiran : Keputusan Direktur Rumah Sakit Bedah Mitra Sehat
Nomor : 03/731/ KEP/ RSBMS/ 2022
Tentang : PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN
PASIEN DI RUMAH SAKIT BEDAH MITRA SEHAT

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan


untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan
derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum dari tujuan nasional. Untuk itu perlu
ditingkatkan upaya guna memperluas dan mendekatkan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat dengan mutu yang baik dan biaya yang
terjangkau. Selain itu dengan semakin meningkatnya pendidikan dan
keadaan sosial ekonomi masyarakat, maka sistem nilai dan orientasi
dalam masyarakatpun mulai berubah. Masyarakat mulai cenderung
menuntut pelayanan umum yang lebih baik, lebih ramah dan lebih
bermutu termasuk pelayanan kesehatan. Dengan semakin
meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan rumah sakit
maka fungsi pelayanan RS Bedah Mitra Sehat secara bertahap perlu
terus ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efisien serta memberi
kepuasan kepada pasien, keluarga maupun masyarakat.
Agar upaya peningkatan mutu pelayanan RS Bedah Mitra Sehat
dapat seperti yang diharapkan maka perlu disusun Pedoman
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien. Buku pedoman ini
merupakan konsep dan program peningkatan mutu pelayanan yang
disusun sebagai acuan bagi pengelola RS Bedah Mitra Sehat dalam
melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit. Dalam
buku pedoman ini diuraikan tentang prinsip upaya peningkatan mutu,
langkah-langkah pelaksanaannya dan dilengkapi dengan indikator
mutu.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan secara keseluruhan
untuk mengurangi risiko terhadap pasien dan staf baik dalam proses
klinis maupun lingkungan fisik berfokus pada keselamatan pasien
(dilakukan dengan menerapkan no blame culture) secara efektif
efisien agar tercapai derajat kesehatan yang optimal secara terus
menerus di lingkungan RS.
2. Tujuan khusus
a. Terlaksananya pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu
sesuai dengan standar terbaik dan kebutuhan pasien melalui
pemanfaatan teknologi tepat guna, berdasarkan hasil penelitian dan
pengembangan pelayanan kesehatan.
b. Tercapainya profesionalisme dalam memberikan pelayanan
kesehatan melalui optimalisasi SDM, sarana dan prasarana.
c. Terselenggaranya upaya peningkatan mutu yang menunjang
keselamatan pasien dengan identifikasi komponen mutu secara
jelas.
d. Terkoordinasikannya program manajemen risiko rumah sakit
dengan identifikasi dan pengendalian seluruh risiko strategis dan
operasional mencakup seluruh area klinis, area pekerjaan dan area
organisasi.
e. Meminimalisir risiko yang mungkin terjadi dimasa mendatang
sehingga dapat diantisipasi bila terjadi insiden melalui sistim
pengendalian risiko.
f. Melindungi pasien dari risiko cedera yang mungkin terjadi melalui
program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian/insiden yang tidak diharapkan.
g. Menurunkan insiden keselamatan pasien berupa Kejadian Potensial
Cedera Signifikan (KPCS), Kejadian Nyaris Cedera (KNC),
Kejadian Tidak Cedera (KTC), Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
ataupun sentinel melalui Sistem Pelaporan dan Pembelajaran
Keselamatan Pasien (SP2KP) dengan melakukan analisis insiden
sesuai prosedur.
h. Terciptanya budaya keselamatan pasien dalam memberikan
pelayanan kesehatan.
i. Terlaksananya kegiatan untuk mengantisipasi disaster yang
mungkin terjadi di lingkungan Rumah Sakit.

C. Sasaran
Adapun sasaran penerapan pedoman ini adalah seluruh pegawai
rumah sakit, pasien, termasuk pengunjung, tamu, mitra kerja dan
peserta didik (jika ada) dalam melaksanakan pelayanan sehari-hari
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi serta kewenangannya.
BAB II
PENGERTIAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN

Mutu pelayanan rumah sakit merupakan derajat kesempurnaan pelayanan rumah sakit
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya
yang tersedia di rumah sakit secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan
memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosio-budaya dengan memperhatikan
keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan konsumen.
Agar upaya peningkatan mutu didapat dilaksanakan secara efektif dan efisien maka
diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang konsep dasar upaya peningkatan mutu pelayanan.

A. Mutu Pelayanan di RS Bedah Mitra Sehat


1. Pengertian mutu
Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada beberapa pengertian
yang secara sederhana melukiskan apa hakekat mutu.
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa.
b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (commitment) yang
selalu dicurahkan pada pekerjaan
c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan.
2. Definisi mutu pelayanan
Adalah derajat kesempurnaan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar
profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang
tersedia di rumah sakit secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara
aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosio budaya
dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan dan masyarakat konsumen.
3. Pihak yang berkepentingan dengan mutu
Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, yaitu:
a. Konsumen
b. Pembayar/perusahaan/asuransi
c. Manajemen
d. Karyawan
e. Masyarakat
f. Pemerintah
g. Ikatan profesi
Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan
kepentingannya terhadap mutu, karena itu mutu adalah multidimensional.
4. Dimensi mutu
Mutu adalah kemampuan untuk memenuhi persyaratan yang berdasarkan
karakteristik yang dimiliki oleh suatu produk. Mutu pelayanan kesehatan berarti
memberikan pelayanan kepada pasien dengan kompetensi yang handal,
komunikasi yang baik, pengambilan keputusan yang tepat, dan sensitifitas budaya
yang kuat. Mutu adalah konsep yang bersifat komprehensif dan multidimensi yang
mengukur 1 atau lebih dimensi mutu, seperti diantaranya kompetensi teknis, akses
pelayanan, efektifitas, efisiensi, hubungan interpersonal, kontinuitas,
keselamatan, dan fasilitas.
Dengan penjelasan sebagai berikut :
a. Kompentensi teknis : Dimensi ini mengacu pada pengetahuan, ketrampilan,
capability, dan performa actual para staf klinis dan non klinis. Untuk
professional kesehatan, kompetensi teknis termasuk pengetahuan klinis
tentang pencegahan penyakit, penetapan diagnosa, pemberian treatment
dan konsuling kesehatan. Kompetensi teknis yang terkait manajemen
kesehatan menyangkut ketrampilan melakukan pengawasan, memberi
pelatihan, dan menyelesaikan masalah.
b. Akses pelayanan : Akses pelayanan yang dimaksud adalah bahwa
pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh letak geografis, tingkat sosial,
ekonomi, budaya, organisasi, dan perbedaan bahasa. Pasien harus
mendapatkan pelayanan kesehatan yang tepat pada saat yang tepat dan oleh
staf medis yang tepat.
c. Efektifitas : Kualitas pelayanan tergantung pada efektifitas pelaksanaan
norma pelayanan kesehatan dan pedoman klinis. Efektifitas pelayanan
terkait dengan tingkatan dimana hasil (outcome) yang diharapkan dari
pelayanan dapat tercapai. Pasien harus mendapat pelayanan yang
berdasarkan pada informasi ilmiah dan pengetahuan terkini.
d. Efisiensi : Pelayanan yang efisien adalah pelayanan yang diberikan secara
optimal ketimbang maksimal. Efisiensi pelayanan adalah pelayanan yang
memberikan benefit yang besar meskipun dengan sumber daya yang
terbatas untuk menghindari terbuangnya suplai, peralatan, waktu, ide-ide,
dan informasi secara percuma.
e. Hubungan interpersonal : Hubungan interpersonal terkait dengan interaksi
antara pemberi pelayanan dan pasien, manager dan pemberi pelayanan,
serta antara tim kesehatan dan masyarakat. Hubungan interpersonal
yang baik terbangun apabila ada kepercayaan, kredibilitas, respek,
kerahasiaan, daya tanggap dan empati.
f. Kontiunitas : Kontinuitas berarti pasien menerima pelayanan kesehatan
secara lengkap dan berkelanjutan sesuai kebutuhannya tanpa ada interupsi,
penghentian sementara, atau bahkan pengulangan yang tidak perlu.
Ketiadaan kontinuitas dapat berimbas pada efektifitas pelayanan,
mengurangi efisiensi, serta mengurangi kualitas hubungan interpersonal.
g. Keselamatan : Keselamatan / safety berarti meminimalkan risiko terjadinya
luka, infeksi, bahaya efek samping, dan bahaya lain yang berhubungan
dengan pemberian pelayanan kesehatan. Dimensi ini melibatkan pasien dan
pemberi pelayanan. Safety tidak hanya menjadi faktor yang penting pada
pelayanan kesehatan yang kompleks tapi juga pada pelayanan dasar.
h. Fasilitas : Infrastruktur fisik berarti tampilan fisik dari fasilitas, kebersihan,
kenyamanan, privacy, dan aspek lain yang penting bagi pasien.
Insfrastruktur fisik yang memadai dan membuat pasien/keluarga/
pengunjung nyaman dapat meningkatkan kepuasan mereka serta
memunculkan keinginan untuk kembali lagi mendapatkan pelayanan
kesehatan.
Dimensi mutu ini merupakan kerangka kerja yang dapat digunakan untuk
menganalisa masalah kesehatan dan melakukan pengukuran standar mutu. Setiap
dimensi harus didefinisikan sesuai dengan konteks lokal dan program spesifik
yang digunakan rumah sakit.
Dimensi Mutu menurut World Health Organisation (WHO) (2006) meliputi:
a. Aman (Safe), topik masalah yang diangkat merupakan suatu kondisi yang
dapat meningkatkan keamanan bagi pasien, keluarga pasien, dan seluruh
staf dan karyawan RS.
b. Efektif (effective), masalah yang diselesaikan berdasarkan kajian terkini
(evidence based) dan hasil yang dilakukan perbaikan dapat memperbaiki
status kesehatan pasien dan masyarakat.
c. Effisien (efficient), masalah yang diambil akan diharapkan meningkatkan
efisiensi pelayanan dengan meningkatkan penggunaan sumber sumber yang
ada, mengurangi hal hal yang tidak berguna.
d. Berfokus pada pasien (patient centered), upaya yang dilakukan berfokus
pada pasien yang disesuaikan dengan budaya pasien, dan pilihan pasien.
e. Equitable, masalah yang diambil berlaku sama untuk setiap pasien tanpa
melihat, jenis kelamin, ras, suku, status sosial ekonomi.
f. Waktu dan kesempatan (Timely and accessible), masalah yang diselesaikan
disesuaikan dengan waktu dan dilakukan sesuai dengan kondisi yang nyata
dengan sumber daya yang ada/tersedia.
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan harus terintegrasi dan
ditunjang dengan sumber daya yang memadai. Hal ini bertujuan untuk
menciptakan pelayanan yang efisien, efektif, dapat selalu diakses, dan adil. Untuk
mewujudkan hal tersebut, selain dimensi mutu tersebut terdapat pula prinsip
panduan yang digunakan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Prinsip
panduan ini merupakan atribut yang digunakan untuk penyesuaian terhadap
inisiatif strategik (Ontario Hospital Association, 2010). Adapun prinsip panduan
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Aman : pasien harus menerima pelayanan yang aman dan bebas dari
bahaya insiden dan kesalahan.
b. Efektif : pasien harus menerima pelayanan yang sesuai dan berdasarkan
ilmu pengetahuan terkini.
c. Efisien : pelayanan yang diberikan harus mengutamakan pelayanan yang
dapat memberikan benefit yang besar dan secara berkelanjutan dapat
menghindari pemborosan.
d. Terpusat pada pasien : pemberi pelayanan kesehatan harus memberikan
pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan pilihan setiap
individu. Dalam hal ini provider harus melibatkan pasien dan keluarga
dalam menentukandan memutuskan pelayanan yang akan diberikan.
e. Akses : pasien harus menerima pelayanan tepat waktu untuk mendapatkan
outcome kesehatan yang terbaik.
f. Adil : setiap pasien harus mendapat pelayanan yang berkualitas sama tanpa
memandang dari mana mereka berasal dan dimana mereka tinggal.
g. Terintegrasi : semua bagian/elemen dari pelayanan kesehatan harus
diorganisir, saling terhubung, dan dapat bekerja sama untuk dapat
memberikan pelayanan yang berkualitas.
h. Sumber daya yang memadai : untuk dapat memberikan pelayanan yang
berkualitas harus didukung dengan sumber daya yang memadai seperti
sumber daya manusia, dana, peralatan, suplai, dan fasilitas fisik yang
dibutuhkan oleh pasien.
Apabila divisualisasikan maka prinsip panduan mutu pelayanan kesehatan,

sebagai berikut :
Gambar 2.1. Delapan Prinsip Panduan Mutu
Sumber: QPSP Ontario Hospital Association, 2010

Mutu adalah konsep yang bersifat komprehensif dan multisegi yang


mengukur satu atau lebih dimensi mutu, seperti diantaranya kompetensi teknis,
akses pelayanan, efektifitas, efisiensi, hubungan interpersonal, kontinuitas,
keselamatan, dan fasilitas. Program Peningkatan Mutu RS Bedah Mitra Sehat,
mengacu pada 6 dimensi mutu yaitu: (1) Aman, (2) Efektif, (3) Efisien, (4)
Akses, (5) Terpusat pada Pasien dan (6) Ketepatan waktu (Pasien harus menerima
pelayanan tepat waktu untuk mendapatkan outcome kesehatan yang terbaik).

Elemen pada prinsip dan dimensi mutu di atas pada dasarnya adalah sama dan
merupakan faktor yang penting dalam menentukan sasaran dan tujuan yang akan
menjadi fokus dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
Elemen-elemen inilah yang menjadi dasar penyusunan Pedoman
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien sehingga memudahkan menentukan
indikator-indikator yang akan dipantau, baik indikator klinis maupun non klinis.
Bagan di bawah menampilkan prinsip dan dimensi mutu yang saling terintegrasi
dengan Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.

Gambar 2.2. Overview Dimensi Mutu dalam Program PMKP

5. Mutu terkait dengan struktur, proses, outcome


Mutu pelayanan suatu rumah sakit merupakan produk akhir dari interaksi
dan ketergantungan yang rumit antara berbagai komponen atau aspek rumah sakit
sebagai suatu sistem. Menurut Donabedian, pengukuran mutu pelayanan
kesehatan dapat diukur dengan menggunakan 3 variabel:
a. Struktur; segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan
kesehatan seperti: tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan, teknologi,
organisasi, dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan
dukungan input yang bermutu pula.
b. Proses; intetraksi profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen
(pasien). Adalah apa yang dilakukan oleh dokter dan tenaga profesi lain
terhadap pasien: evaluasi, diagnosis, perawatan, konseling, pengobatan,
tindakan, penanganan jika terjadi penyulit, follow up. Pendekatan proses
adalah pendekatan paling langsung terhadap mutu asuhan.
c. Hasil/Outcome; adalah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan
yang terjadi pada konsumen (pasien), termasuk kepuasan dari konsumen
tersebut. Adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan dokter dan tenaga profesi
lain terhadap pasien dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasan
terhadap provider. Outcome yang baik sebagian besar tergantung kepada
mutu struktur dan mutu proses yang baik. Sebaliknya outcome yang buruk
adalah kelanjutan struktur atau proses yang buruk.
6. Peningkatan mutu dan keselamatan pasien
Adalah memperkecil (reduction) risiko dan memberikan asuhan aman yang
berhubungan dengan proses klinik maupun meminimalkan risko lingkungan fisik
pada pasien dan staf yang dilakukan secara berkesinambungan dengan
menerapkan standar pekerjaan, penerapan efisiensi, penggunaan sumber daya
yang rasional untuk mendapatkan hasil akhir yang maksimal.
Nilai dasar peningkatan mutu dan keselamatan pasien, adalah sebagai berikut:
a. Kualitas atau mutu rumah sakit yang rendah dapat membahayakan
konsumen pengguna jasa.
b. Kualitas atau mutu yang rendah menimbulkan invektifitas, baik bagi
pemberi pelayanan ataupun konsumen pengguna jasa.
c. Kualitas atau mutu pelayanan rumah sakit yang rendah dapat pula
berdampak terhadap makin mahalnya biaya yang harus ditanggung
konsumen pengguna jasa.
d. Upaya menjaga dan meningkatkan kualitas atau mutu pelayanan rumah sakit
yang baik merupakan kebanggaan setiap SDM rumah sakit yang
menjunjung profesionalisme.
e. Upaya menjaga dan meningkatkan kualitas atau mutu pelayanan rumah sakit
merupakan kewajiban dan tugas pokok setiap petugas kesehatan.
RS Bedah Mitra Sehat adalah suatu institusi pelayanan kesehatan milik
pemerintah, yang bersifat umum, padat pakar dan padat modal. Kompleksitas ini
muncul karena pelayanan di RS Bedah Mitra Sehat menyangkut berbagai fungsi
pelayanan, serta mencakup berbagai tingkatan maupun jenis disiplin ilmu
kedokteran. Agar RS Bedah Mitra Sehat mampu melaksanakan fungsi yang
demikian kompleks, harus memiliki sumber daya manusia yang profesional baik
di bidang teknis medis maupun administrasi kesehatan. Untuk menjaga dan
meningkatkan mutu, RS Bedah Mitra Sehat harus mempunyai suatu ukuran yang
menjamin peningkatan mutu di semua tingkatan.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan di RS Bedah Mitra Sehat diawali
dengan penilaian akreditasi yaitu mengukur dan memecahkan masalah pada
tingkat input dan proses. Pada kegiatan ini harus menetapkan standar input,
proses, output dan outcome, serta membakukan seluruh standar prosedur yang
telah ditetapkan. RS Bedah Mitra Sehat dipacu untuk dapat menilai diri (self
assesment) dan memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. Sebagai kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada latar ukur
yang lain, yaitu instrumen mutu pelayanan rumah sakit yang menilai dan
memecahkan masalah pada hasil (output dan outcome). Tanpa mengukur hasil
kinerja RS Bedah Mitra Sehat tidak dapat diketahui apakah input dan proses yang
baik telah menghasilkan output yang baik pula. Indikator mutu RS Bedah Mitra
Sehat disusun dengan tujuan untuk dapat mengukur kinerja mutu rumah sakit
secara nyata.

B. Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan


Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan keseluruhan upaya
dan kegiatan secara komprehensif dan integratif memantau dan menilai mutu pelayanan,
memecahkan masalah-masalah yang ada dan mencari jalan keluarnya, sehingga mutu
pelayanan akan menjadi lebih baik.
Di rumah sakit upaya peningkatan mutu pelayanan adalah kegiatan yang bertujuan
memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-baiknya kepada pasien. Upaya peningkatan
mutu pelayanan akan sangat berarti dan efektif bilamana upaya peningkatan mutu
menjadi tujuan sehari-hari dari setiap unsur termasuk pimpinan, pelaksana pelayanan
langsung dan staf penunjang.
Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu asuhan atau
pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat dan efisien. Walaupun
disadari bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang lebih baik selalu
memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah biayanya lebih sedikit.
Berdasarkan hal di atas maka disusunlah definisi dan tujuan dari upaya
peningkatan mutu pelayanan:
1. Definisi upaya peningkatan mutu pelayanan
Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif
yang menyangkut input, proses dan output secara objektif, sistematik dan
berlanjut memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien,
dan memecahkan masalah-masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan yang
diberikan berdaya guna dan berhasil guna.
2. Tujuan upaya peningkatan mutu pelayanan
a. Umum:
Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya peningkatan mutu
pelayanan secara efektif dan efisien agar tercapai derajat kesehatan yang
optimal.
b. Khusus:
Tercapainya peningkatan mutu pelayanan melalui:
1) Optimalisasi tenaga, sarana, dan prasarana.
2) Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar
pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu sesuai
dengan kebutuhan pasien.
3) Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian dan pengembangan
pelayanan kesehatan.

3. Indikator mutu
Indikator mutu rumah sakit meliputi indikator klinik, indikator yang
berorientasi pada waktu dan indikator ratio yang berdasarkan pada efektifitas
(effectivenes), efisiensi (efficiency), keselamatan (safety) dan kelayakan
(appropriateness).
4. Strategi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan maka disusunlah strategi
sebagai berikut:
a. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip
mutu pelayanan sehingga dapat menerapkan langkah-langkah upaya
peningkatan mutu di masing-masing unit kerjanya.
b. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia di
RS Bedah Mitra Sehat, serta upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan.
c. Menciptakan budaya mutu di RS Bedah Mitra Sehat termasuk di dalamnya
menyusun program mutu dengan pendekatan PDSA cycle.
5. Pendekatan pemecahan masalah
Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus (daur) yang
berkesinambungan. Langkah pertama dalam proses siklus ini adalah identifikasi
masalah. Identifikasi masalah merupakan bagian sangat penting dari seluruh
proses siklus (daur), karena akan menentukan kegiatan-kegiatan selanjutnya dari
pendekatan pemecahan masalah ini. Masalah akan timbul apabila:
a. Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada terdapat
penyimpangan
b. Merasa tidak puas akan penyimpangan tersebut.
c. Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.
Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan
tindakan perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah
diadakan tindakan perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih ada yang
tertinggal. Dari penilaian kembali maka akan didapatkan masalah yang telah
terpecahkan dan masalah yang masih tetap merupakan masalah sehingga proses
siklus akan berulang mulai tahap pertama.
C. Pengertian Lain Terkait Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
1. Keselamatan Pasien (Patient Safety) Rumah Sakit
Adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman.
Sistem tersebut meliputi: assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko.
2. Panduan Praktik Klinis
adalah istilah teknis sebagai pengganti Standar Prosedur Operasional (SPO)
dalam Undang-undang Praktik Kedokteran 2004 dan Undang-Undang
Keperawatan yang merupakan istilah administratif. Penggantian ini perlu untuk
menghindarkan kesalahpahaman yang mungkin terjadi, bahwa “standar”
merupakan hal yang harus dilakukan pada semua keadaan. Jadi secara teknis
Standar Prosedur Operasional (SPO) dibuat berupa Panduan Praktik Klinis (PPK)
yang dapat berupa atau disertai dengan salah satu atau lebih: alur klinis (Clinical
Pathway), protokol, prosedur, algoritme, standing order.
3. Clinical Pathway
Clinical pathway adalah suatu alur proses kegiatan pelayanan pasien
spesifik untuk suatu penyakit atau tindakan tertentu, mulai dari pasien masuk
sampai pasien pulang yang merupakan integrasi dari pelayanan medis, pelayanan
keperawatan, pelayanan farmasi dan pelayanan kesehatan lainnya.
4. Indikator Sasaran Keselamatan Pasien
Adalah indikator keberhasilan terhadap sasaran keselamatan pasien yang
terdiri dari: (1) Mengidentifikasi pasien dengan benar, (2) Meningkatkan
komunikasi yang efektif, (3) Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus
diwaspadai, (4) Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,
pembedahan pada pasien yang benar, dan (5) Mengurangi risiko infeksi akibat
perawatan kesehatan, dan (6) Mencegah pasien jatuh.
5. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) atau Adverse Events
Sebagai suatu insiden atau kejadian yang mengakibatkan cedera atau harm
pada pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan
kesalahan medis karena tidak dapat dicegah. Kejadian tidak diharapkan pada
kasus keselamatan pasien terdeteksi apabila ada perubahan yang tidak diinginkan
dari apa yang diharapkan. Untuk itu analisis mendalam dilakukan apabila tingkat,
pola, atau tren kejadian bervariasi secara signifikan terkait setidak-tidaknya pada
hal-hal berikut:
a. Reaksi transfusi yang sudah dikonfirmasi dengan pemeriksaan IgE yang
dilakukan di rumah sakit
b. Kejadian serius akibat efek samping obat
c. Kesalahan pemberian obat yang menimbulkan reaksi
d. Ketidaksesuaian diagnosis pra-operasi dan pasca-operasi
e. Efek samping atau pola efek samping selama sedasi moderat atau
mendalam dan pemakaian anestesi.
f. Infeksi yang disebabkan oleh pelayanan kesehatan di Rumah Sakit (HAIs).
g. Wabah penyakit menular yang ada di RS.
h. Kejadian pasien jatuh yang menimbulkan cidera (minor, moderate, mayor).
i. Cedera akibat prosedur.
j. Cedera akibat penggunaan fasilitas.
k. Kesalahan pemberian tranfusi darah.
l. Insiden terkait pengunaan implant
m. Kesalahan Handover
n. Insiden terkait sedasi prosedural
o. Infeksi terkait penggunaan produk darah
p. Dll terkait semua kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak
diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau karena
tidak bertindak (omission) bukan karena underlying disease.
6. Kejadian Nyaris Cedera (Near Miss)
Adalah kejadian-kejadian yang belum sampai terpapar ke pasien sehingga
tidak menyebabkan cedera pada pasien. Tujuan penanganan kejadian near miss
adalah:
a. Untuk mengurangi resiko kejadian adverse events
b. Untuk mengidentifikasi perbaikan yang potensial
c. Untuk peningkatan mutu pelayanan.
7. Kejadian Tidak Cedera
Merupakan insiden yang sudah terpapar ke pasien tetapi tidak timbul cedera.
8. Kondisi Potensial Cedera
Adalah kondisi potensial cedera (KPC) sebagai kondisiyang sangat berpotensi
untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
9. Kejadian Sentinel
Merupakan suatu kejadian tidak diharapkan (KTD) yang mengakibatkan
kematian, cedera permanen atau cedera berat yang temporer dan membutuhkan
intervensi untuk mempertahankan kehidupan, baik pisik maupun psikis yang tidak
terkait dengan perjalanan penyakitnya.
10. Risk Manajemen
Adalah suatu tata cara pelaksanaan strategi dalam pelaksanaan suatu budaya,
proses dan struktur yang diciptakan atau dikembangkan untuk merealisasikan
peluang-peluang potensial selain untuk menangani efek negatifnya.
11. RCA (Root Causes Analysis)
Analisa akar masalah/Root Causa Analysis adalah sebuah alat kerja yang
berguna untuk mencari akar masalah dari suatu insiden yang telah terjadi. RS
memastikan bahwa seluruh staf yang terkait mampu melakukan analisis akar
masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa masalah tersebut terjadi untuk
kemudian menyusun rencana tindak lanjutnya.
12. FMEA
Suatu alat mutu untuk mengkaji suatu prosedur secara rinci dan mengenali
model-model adanya kegagalan/kesalahan pada suatu prosedur, melakukan
penilaian terhadap tiap model kesalahan/kegagalan dan mencari solusi dengan
melakukan perubahan disain/prosedur.
BAB III
ORGANISASI

A. Struktur Organisasi
Komite PMKP merupakan organisasi yang mempunyai peran dan tugas
mengarahkan, mengatur dan mengkoodinasikan pelaksanaan program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien di rumah sakit dapat berjalan lebih baik
Dalam melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya Komite PMKP mempunyai
hubungan tata kerja dengan para Kepala Bidang/ Bagian, Kepala Instalasi/ Unit di
Rumah Sakit

Ketua Komite PMKP

Sekretaris
Komite PMKP

Komite PMKP di RS Bedah Mitra Sehat berada di bawah Direktur Rumah Sakit,
terdiri dari: Ketua Komite PMKP, Sekretaris Komite PMKP, Sub Komite Mutu, Sub
Komite Keselamatan Pasien, Sub Komite Manajemen Risiko dengan masing – masing
sub memiliki anggota. Komite PMKP di RS Bedah Mitra Sehat ditetapkan dengan
Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit.

B. Fungsi Komite PMKP


1. Dalam melaksanakan tugas pelaksanaan dan evaluasi peningkatan mutu, Komite
PMKP memiliki fungsi:
a. Penyusunan kebijakan, pedoman dan program kerja terkait pengelolaan
dan penerapan program mutu pelayanan rumah sakit
b. Pemberian masukan dan pertimbangan kepada Direktur Rumah Sakit
terkait perbaikan mutu tingkat rumah sakit
c. Pemilihan prioritas perbaikan tingkat Rumah Sakit dan pengukuran
indikator tingkat Rumah Sakit serta menindaklanjuti hasil capaian
indikator mutu tersebut.
d. Pemantauan dan memandu penerapan program mutu di unit kerja.
e. Pemantauan dan memandu unit kerja dalam memilih prioritas, perbaikan,
pengukuran mutu/ indikator mutu dan menindaklanjuti hasil capaian
indikator mutu
f. Fasilitasi penyusunan profil indikator mutu dan instrumen untuk
pengumpulan data
g. Fasilitasi pengumpulan data, analisis capaian, validasi dan pelaporan data
dari seluruh unit kerja
h. Pengumpulan data, analisis capaian, validasi dan pelaporan data indikator
prioritas rumah sakit dan indikator mutu nasional rumah sakit
i. Koordinasi dan komunikasi dengan komite medis dan komite lainnya,
satuan pemeriksaan internal dan unit kerja lainnya yang terkait, serta staf.
j. Pelaksanaan dukungan untuk implementasi budaya mutu di rumah sakit.
k. Pengkajian standar mutu pelayanan di rumah sakit terhadap pelayanan,
pendidikan dan penelitian
l. Penyelenggaraan pelatihan peningkatan mutu
m. Penyusunan laporan program peningkatan mutu
2. Dalam melaksanakan tugas pelaksanaan dan evaluasi keselamatan pasien,
komite P MKP memiliki fungsi:
a. Penyusunan kebijakan, pedoman dan program kerja terkait keselamatan
pasien Rumah Sakit
b. Pemberian masukan dan pertimbangan kepada Direktur rumah sakit
dalam rangka pengambilan kebijakan keselamatan pasien
c. Pemantauan dan memandu penerapan keselamatan pasien di unit kerja
d. Motivasi, edukasi, konsultasi, pemantauan dan penilaian tentang
penerapan programkeselamatan pasien
e. Pencatatan, analisis dan pelaporan insiden, termasuk melakukan Root
Cause Analysis (RCA) dan pemberian solusi untuk meningkatkan
keselamatan pasien
f. Pelaporan insiden secara kontinyu sesuai peraturan perundang – undangan
g. Melaksanakan pelatihan keselamatan pasien
h. Penyusunan laporan pelaksanaan program keselamatan pasien
3. Dalam melaksanakan tugas pelaksanaan dan evaluasi manajemen risiko,
komite PMKP memiliki fungsi:
a. Penyusunan kebijakan, pedoman dan program kerja terkait manajemen
risiko rumah sakit
b. Pemberian masukan dan pertimbangan kepada Direktur rumah sakit
terkait manajemen risiko rumah sakit
c. Pemantauan dan memandu penerapan manajemen risiko di unit kerja
d. Pemberian usulan atas profil risiko dan rencana penanganannya
e. Pelaksanaan dan pelaporan rencana penanganan risiko sesuai lingkup
tugasnya
f. Pemberian usulan rencana kontingensi apabila kondisi yang tidak normal
terjadi
g. Pelaksanaan penanganan risiko tinggi
h. Pelaksanaan pelatihan manajemen risiko
i. Penyusunan laporan pelaksanaan program manejemen risiko.

C. Hubungan Tatakerja Komite PMKP


1. Internal

KEPALA
INSTALANSI atau MANAGER TIM / KOMITE
KEPALA URUSAN BIDANG
K3RS
UNIT KERJA BAGIAN DI RS
Igd, Rawat Jalan,
HCU, KEPALA MANAGER TIM/
INSTALA Laboratorium, INSTALASI/
SI/ UNIT Radiologi, Rawat BIDANG/ KOMIT
KERJA Inap, Kamar BAGIAN DI E K3RS
Operasi, Farmasi,
RS SPI
Keuangan. Rekam
medis

KOMITE SPI
MEDIK

KOMITE UNIT
KOMITE MEDIK PMKP SIMRS
UNIT SIMRS

KOMITE
KOMITEKEPERAWATAN
PPA KOMITE
LEMBAGA ETIK dan
TIM/ TIM
INDEPEND HUKUM KOMITE
KOMIT REGUL
EN RS ETIK DAN
E PPI ASI RS
AKREDITA HUKUM
SI

TIM / LEMBAGA TIM


KOMITE INDEPENDEN
REGULASI
AKREDITASI
PPI RS
Tata Hubungan Kerja Komite PMKP secara internal meliputi :
a. Bidang Mutu dan Akreditasi :
1) Berkoordinasi dalam proses pemilihan pelayanan klinis prioritas di RS
setiap tahun
2) Berkoordinasi dalam menyusun program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien di RS
3) Berkoordinasi dalam pelaksanaan supervisi indikator mutu yang
dilakukan oleh para k e p a l a Bidang/ Bagian di RS
4) Berkoordinasi dalam memastikan kepatuhan staf terhadap regulasi
mutu, keselamatan pasien danmanajemen risiko di RS
5) Berkoordinasi dalam melakukan monitoring dan evaluasi pengumpulan
data, analisis, validasi dan pelaporan indikator mutu di tingkat unit
6) Berkoordinasi dalam pelaksanaan rapat capaian program peningkatan
mutu dan keselamatan pasien
7) Berkoordinasi dalam melaksanakan pemberian feedback hasil capaian
indikator mutu ke unit kerja
8) Berkoordinasi dalam memastikan kepatuhan staf terhadap pelaporan
insiden keselamatan pasiendari tingkat unit
9) Berkoordinasi dalam memastikan penyusunan identifikasi risiko di
tingkat unit dan pelaksanaanpengelolaan risikonya
10) Berkoordinasi dalam kelengkapan administrasi persetujuan program
PMKP oleh Dewas, pengiriman laporan program PMKP, laporan
insiden Keselamatan pasien ke Dewas dan pelaporan secara eksternal.
11) Berkoordinasi dalam pelaksanaan PDSA pada indikator mutu prioritas.
12) Berkoordinasi dalam pelaksanaan publikasi data, brenchmark data
indikator mutu
13) Berkoordinasi dalam persiapan pelaksanaan survei akreditasi di RS.
b. Kepala Bidang/ Bagian di RS :
1) Berkoordinasi dalam monitoring pemilihan indikator mutu unit di
bidang/ bagiannya agar sesuai dengan ketentuan pemilihan indkator
2) Berkoordinasi dalam pelaksanaan supervisi indikator mutu
unit di bidang/bagiannya, menindaklanjuti hasil supervisi
3) Berkoordinasi dalam melakukan monitoring tindak lanjut terhadap hasil
capaian indikator mutu unit di bidang/ bagiannya
4) Berkoordinasi dalam tindak lanjut terhadap insiden keselamatan pasien
yang terjadi di unit bidang/bagiannya
5) Berkoordinasi dalam memastikan identifikasi risiko dan pengelolaan
risiko telah dilaksanakan di bidang/ bagiannya
c. Kepala Instalasi/ Kepala Unit:
1) Berkoordinasi dalam proses pemilihan indikator mutu unit agar
dilaksanakan sesuai ketentuan
2) Berkoordinasi dalam penyusunan identifikasi risiko di tingkat unit
3) Berkoordinasi dalam pelaksanaan supervisi indikator mutu oleh Kepala
Instalasi/ Kepala Unit
4) Berkoordinasi dalam penyusunan program mutu unit dalam program
kerja instalasi
5) Berkoordinasi dalam proses pengumpulan data, analisis, validasi dan
pelaporan sesuai dengan profil indikator
6) Berkoordinasi dalam pelaksanaan tindak lanjut terhadap hasil capaian
indikator mutu, laporan insiden keselamatan pasien dan evaluasi risiko
di unit nya
7) Berkoordinasi dalam pelaksanaan PDSA berdasarkan hasil capaian di
unit
8) Berkoordinasi dalam pelaksanaan pelaporan insiden keselamatan pasien
dari unitnya
d. Instalasi/ Unit Kerja:
1) Berkoordinasi dalam pemantauan indikator mutu unit mencakup :
indikator mutu prioritas, indikator mutu nasional, indikator mutu PAB,
indikator mutu PONEK, indikator mutu pelayanan yang dikontrakan,
indikator mutu yang digunakan untuk evaluasi kinerja staf yang di
pantau di unitnya
2) Berkoordinasi dalam pelaksanaan pelaporan insiden keselamatan pasien
dari tingkat unit
3) Berkoordinasi dalam penyusunan identifikasi risiko unit da pengelolaan
risiko di unit kerja.
e. Tim/ Komite K3RS:
1) Berkoordinasi dengan Tim/ Komite K3RS dalam melaksanakan
pengawasan terhadap manajemen risiko fasilitas di RS
2) Berkoordinasi dengan Tim/ Komite K3RS dalam monitoring program
risiko keselamatan dan kesehatan staf
f. Tim/ Komite PPI:
1) Berkoordinasi dalam pelaksanaan surveilans di unit kerja, termasuk
data surveilans yang dijadikan indikator mutu
2) Berkoordinasi dengan Tim/ Komite PPI dalam pemantauan kejadian
HAIs
g. Komite Medik dan KSM:
1) Berkoordinasi dalam pemilihan pelayanan klinis prioritas RS setiap
tahun, pemilihan evaluasi standar pelayanan kedokteran prioritas
2) Berkoordinasi dalam tindak lanjut hasil evaluasi kepatuhan DPJP
terhadap evaluasi standar pelayanan kedokteran
3) Berkoordinasi dalam penyediaan data capaian indikator mutu yang
digunakan untuk evaluasi kinerja staf medis
4) Berkoordinasi dalam tindak lanjut terhadap risiko yang berkaitan dengan
staf medis
h. Komite Keperawatan:
1) Berkoordinasi dalam penyediaan data capaian indikator mutu yang
digunakan untuk evaluasi kinerja staf keperawatan
2) Berkoodinasi dalam melakukan monitoring terhadap keterlibatan
staf keperawatan dalam upaya peningkatan mutu di RS
3) Berkoordinasi dalam tindak lanjut terhadap risiko yang berkaitan dengan
staf keperawatan
i. PPA dan Staf Klinis lainnya:
1) Berkoordinasi dalam penyediaan data capaian indikator mutu yang
digunakan untuk evaluasi kinerja PPA lain dan staf klinis lainnya
2) Berkoodinasi dalam melakukan monitoring terhadap keterlibatan PPA
lain dan staf klinis lainnya dalam upaya peningkatan mutu di RS
3) Berkoordinasi dalam tindak lanjut terhadap risiko yang berkaitan
dengan PPA lain dan staf klinis lainnya
j. Komite Etik dan Hukum RS:
1) Berkoordinasi dalam menciptakan budaya aman di RS
2) Berkoordinasi dalam penyelesaian masalah etik dan hukum berkaitan
dengan staf
3) Berkoordinasi dalam memonitoring hasil pengukuran budaya
keselamatan
k. Tim Regulasi RS:
1) Berkoordinasi dalam penyusunan dan pembahasan regulasi
terkait mutu, keselamatan pasien dan manajemen risiko
2) Berkoordinasi dalam melakukan monitoring regulasi mutu, keselamatan
dan manajemen risiko.
l. Satuan Pengawas internal:
1) Berkoordinasi dalam melakukan evaluasi risiko dan evaluasi terhadap
tindak lanjut pengelolaanrisiko di unit kerja
2) Berkoordinasi dalam memberikan feedback ke unit kerja berkaitan
dengan mutu, keselamatan pasien dan risiko berdasarkan hasil audit SPI
m. Unit SIMRS:
1) Berkoordinasi dalam penyediaan fasilitas (Hardware dan Software)
sistem manajemen data elektronik untuk pengumpulan data dan
pelaporan data mutu, keselamatan pasien dan manajemen risiko dari
unit kerja
2) Berkoordinasi dalam melakukan monitoring penggunaan sistem
manajemen data terintegrsi di RS dalam upaya peningkatan mutu dan
keselamatan pasien
3) Berkoordinasi dalam pelaksanaan pelatihan PIC data tentang sistem
manajemen data elektronik di RS
n. Tim Penapisan Teknologi Medik & Obat
1) Berkoordinasi dalam mengumpulkan data dan informasi terkiat mutu
dan keselamatan teknologi medik baru dan obat di RS
2) Berkoordinasi dalam melakukan pemantauan indikator mutu terkait
teknologi medik dan alat baru serta berkoordinasi dalam pelaporan
insiden keselamatan pasien terkait teknologi medik dan obat baru.
2. Eksternal

KOMITE
PMKP

Tata Hubungan Kerja Komite PMKP secara eksternal meliputi:


a. Lembaga Independen penyelenggara akreditasi:
1) Berkoordinasi dalam pelaksanaan survei akrediasi RS meliputi: proses
bimbingan akreditasi, survei simulasi, pelaksanaan akreditasi,
pengiriman berkas kelengkapan survei, pengaturan jadwal akreditasi dll
2) Berkoordinasi dalam pelaporan insiden keselamatan pasien melalui
SISDOKAR
3) Berkoordinasi dalam penggunaan aplikasi SISDOKAR
b. Direktorat Mutu dan Akreditasi Kemenkes : pemantauan indikator mutu
nasional wajib Kemenkes
c. Sistem Pelaporan dan Pembelajaran Keselamatan Pasien Nasional (SP2KPN) :
E-report IKP ke Komite Nasional Keselamatan pasien ke KNP pada semua
kejadian sentinel dan KTD yang telah di analisis dan ditindaklanjuti di rumah
sakit.
BAB IV
KEGIATAN PENINGKATAN MUTU

A. Kepemimpinan dan Perencanaan Rumah Sakit Untuk Mutu dan Keselamatan Pasien
1. Pimpinan bertanggung jawab atas mutu pelayanan dan keselamatan pasien RS
Bedah Mitra Sehat. Mutu pelayanan dan keselamatan pasien menjadi prioritas
agenda dalam rapat jajaran Direksi maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit.
2. Pimpinan Rumah Sakit mengembangkan program mutu dan keselamatan pasien,
memilih dan menetapkan mekanisme pengukuran data untuk mengkoordinasikan
secara menyeluruh di seluruh unit untuk meningkatkan mutu dan keselamatan pasien
3. Pimpinan Rumah Sakit memberikan arahan dan dukungan terhadap pelaksanaan
program meliputi: menyediakan sumber daya dalam anggaran yang cukup agar
Komite PMKP dapat bekerja dengan efektif. Komunikasi dan pemberian informasi
tentang hasil program peningkatan mutu dan keselamatan pasien secara berkala
kepada Direktur dan staf, informasi yang diberikan mencakup hasil pengukuran data,
proyek perbaikan mutu baru yang akan dilaksanakan atau proyek perbaikan mutu
yang sudah diselesaikan.
4. Pimpinan mendukung peningkatan kompetensi sumber daya manusia di RS Bedah
Mitra Sehat melalui pelatihan yang disesuaikan.
5. Pimpinan memonitor kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien melalui
laporan dari komite peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
6. Saluran komunikasi ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit menggunakan jalur yang
efektif serta mudah dipahami, meliputi:
a. Informasi hasil pengukuran data Direktur, misalnya dashboard
b. Informasi hasil pengukuran data kepada staf misalnya bulletin, papan cerita
(story board), pertemuan staf dan proses lainnya
7. Direktur dan pimpinan rumah sakit berpartisipasi dalam menetapkan prioritas
perbaikan ditingkat rumah sakit yang merupakan proses yang berdampak luas/
menyeluruh di rumah sakit termasuk didalamnya kegiatan keselamatan pasien serta
analisis dampak dari perbaikan yang telah dilakukan
8. Tanggung jawab Direktur RS menetapkan prioritas perbaikan ditingkat rumah sakit
yaitu perbaikan yang akan berdampak luas/ menyeluruh dan dapat dilakukan
diberbagai unit klinis maupun non klinis. Prioritas perbaikan tersebut dilakukan
pengukuran dalam bentuk indikator mutu prioritas rumah sakit (IMP-RS).
Pengukuran prioritas perbaikan tingkat rumah sakit mencakup:
a. Sasaran keselamatan pasien meliputi enam sasaran keselamatan pasien
b. Pelayanan klinis prioritas untuk dilakukan perbaikan misalnya pada pelayanan
berisiko tinggi dan terdapat masalah dalam pelayanan tersebut. Pemilihan
pelayanan klinis prioritas dapat menggunakan kroteria pemilihan prioritas
pengukuran dan perbaikan
c. Tujuan strategis rumah sakit misalnya rumah sakit ingin menjadi rumah sakit
rujukan untuk pasien kanker. Maka prioritas perbaikannya dalam bentuk Key
Performed Indicator (KPI) dapat berupa peningkatan efisiensi, mengurangi
risiko readmisi, mengurangi masalah alur pasien di IGD atau memantau mutu
layanan yang diberikan oleh pihak lain yang dikontrak
d. Perbaikan sistem adalah perbaikan yang jika dilakukan akan berdampak luas/
menyeluruh di rumah sakit yang diterapkan dibeberapa unit misalnya sistem
pengelolaan obat, komunikasi serah terima dan lain – lainnya.
e. Manajemen risiko untuk melakukan perbaikan secara proaktif terhadap proses
berisiko tinggimisalnya yang telah dilakukan analisis FMEA atau dapat diambil
dari profil risiko.
9. Untuk memilih prioritas pengukuran dan perbaikan menggunakan kriteria prioritas
mencakup:
a. Masalah yang paling banyak di rumah sakit
b. Jumlah yang banyak (High volume)
c. Proses berisiko tinggi (High process)
d. Ketidakpuasan pasien dan staf
e. Kemudahan dalam pengukuran
f. Ketentuan pemerintah/ persyaratan eksternal
g. Sesuai dengan tujuan strategis rumah sakit
h. Memberikan pengalaman pasien lebih baik (patient experience)
10. Direktur dan Pimpinan RS berpartisipasi dalam penentuan pengukuran perbaikan,
penentuan prioritas terukur dapat menggunakan skoring priortas
11. Direktur dan pimpinan RS akan menilai dampak perbaikan dapat berupa:
a. Dampak primer adalah hasil capaian (efektifitas) setelah dilakukan perbaikan
misalnya target kepuasan pasien tercapai 90% atau hasil kepatuhan terhadap
proses yang ditetapkan misalnya, kepatuhan pelaporan hasil laboratorium kritis
30 menit tercapai
b. Dampak sekunder adalah dampak terhadap efisiensi (outcome) setelah
dilakukan perbaikan misalnya efisiensi pada proses klinis yang kompleks,
penghematan biaya, pengurangan sumber daya, atau adanya perubahan
ruangan yang dibutuhkan yang digunakan dalam proses pelayanan tersebut.

B. Pengelolaan Kegiatan Peningkatan Mutu


Direktur RS menetapkan Komite PMKP yang membantu Direktur dalam melakukan
pengelolaan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien secara berkesinambungan
(continuous improvement) yang dilaksanakan dengan koordinasi dan integrasi antara unit
pelayanan dan Tim/ Komite yang ada di RS, seperti: Komite Medis, Komite Keperawatan,
Komite PPA dan Staf Klinis lainnya, Tim/ Komite PPI, Tim/ Komite K3RS dan, Komite
Etik dan Hukum RS, Tim/ Komite PPRA, Tim penapisan teknologi medik dan obat dalam
proses pengukuran data mutu, Direktur RS menetapkan:
1. Kepala Instalasi/ Kepala Unit sebagai penanggung jawab peningkatan mutu di tingkat
unit
2. Staf pengumpul data di unit
3. Staf yang akan melakukan validasi (validator)
Komite PMKP, Kepala Instalasi/ Kepala Unit sebagai penanggung jawab mutu dan
keselamatan pasien di unit, staf pengumpul data dan validator memerlukan pelatihan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien termasuk pengukuran data mencakup
pengumpulan data, analisis data, validasi dan perbaikan mutu.
Rumah Sakit membuat program peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang
akan diterapkan pada semua unit pelayanan setiap tahun. Penyusunan program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien meliputi:
1. Program disusun melalui rapat yang dipimpin oleh Direktur RS dihadiri oleh Komite
PMKP, Seluruh Kepala Bidang/ Bagian , Kepala Instalasi/ Kepala Unit, Komite
Medik, Komite Keperawatan, Komite PPRA dan staf klinis lainnya, Tim/ Komite
PPI, Tim/ Komite K3RS.
2. Program peningkatan mutu dan keselamatan pasien meliputi:
a. Pengukuran mutu indikator termasuk indikator nasional mutu (INM),
indikator mutu prioritas rumah sakit (IMP-RS) dan indikator mutu prioritas
unit (IMP-Unit)
b. Meningkatkan perbaikan mutu dan mempertahankan perbaikan berkelanjutan
c. Mengurangi varian dalam praktek klinis dengan menerapkan PPK/
Algoritme/ Protokol danmelakukan pengukuran dengan clinical pathway
d. Mengukur dampak efisiensi dan efektivitas prioritas perbaikan terhadap
keuangan dan sumberdaya misalnya: biaya dan SDM
e. Pelaporan dan analisis insiden keselamatan pasien
f. Penerapan sasaran keselamatan pasien
g. Evaluasi kontrak klinis dan kontrak manajemen
h. Pelatihan semua staf sesuai perannya dalam program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien
i. Mengkomunikasikan hasil pengukuran mutu meliputi masalah mutu dan
capaian data kepada staf Komite PMKP menyusun Program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien ditetapkan oleh Direktur RS dan diajukan untuk
disahkan oleh Dewas.
Hasil pelaksanaan Program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
dilakukan evaluasi dalam rapat koordinasi capaian program yang dilaksanakan
setiap triwulan dihadiri oleh Direktur RS, Komite PMKP, Komite Medik, Komite
Keperawatan, Tim/ Komite PPI, Tim/Komite K3RS, Komite PPRA dan Staf Klinis
lainnya, para Kepala Instalasi/ Kepala Unit untuk menjamin perbaikan mutu yang
bersinambungan di seluruh bagian di RS
Hal – hal penting yang perlu dilakukan agar program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien dapat diterapkan secara menyeluruh di unit pelayanan, meliputi:
a. Dukungan Direktur RS dan para pimpinan di rumah sakit
b. Upaya perubahan budaya menuju budaya keselamatan pasien
c. Secara proaktif melakukan identifikasi dan menurunkan variasi dalam
pelayanan klinis
d. Menggunakan hasil pengukuran data untuk fokus pada isu pelayanan
prioritas yang akandiperbaiki atau diitngkatkan
e. Berupaya mencapai dan mempertahankan perbaikan yang berkelanjutan.
Komite PMKP akan melaporkan hasil pelaksanaan Program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien kepada Direktur RS setiap 3 (tiga bulan), kemudian
Direktur RS akan meneruskan laporan tersebut kepada Dewas. Adapun laporan
tersebut mencakup:
a. Hasil pengukuran data meliputi: pencapaian semua indikator mutu, analisis,
validasi dan perbaikan yang telah dilakukan
b. Laporan semua insiden keselamatan pasien meliputi : jumlah, jenis (kejadian
sentinel, KTD, KNC, KTC, KPCS), tipe insiden dan tipe harm, tindak lanjut
yang dilakukan serta tindakan perbaikan tersebut dapat dipertahankan
c. Laporan hasil pelaksanaan program manajemen risiko berupa pemantauan
penanganan risiko yang telah dilaksanakan setiap 6 (enam) bulan kepada
Direktur RS yang akan diteruskan ke Dewas.

C. Pemilihan dan Pengumpulan Indikator Mutu


Komite PMKP mendukung proses pemilihan indikator dan melaksanakan
koordinasi serta integrasi kegiatan pengukuran data indikator mutu dan keselamatan
pasien di rumah sakit
1. Pemilihan Indikator
a. Pemilihan Indikator Mutu Prioritas Rumah Sakit
1) Indikator mutu prioritas rumah sakit (IMP-RS) mencakup:
a) Indikator sasaran keselamatan pasien minimal 1 indikator untuk
setiap sasaran
b) Indikator pelayanan klinis prioritas minimal 1 indikator
c) Indikator sesuai tujuan strategis rumah sakit (KPI) minimal 1
indikator
d) Indikator terkait perbaikan sistem minimal 1 indikator
e) Indikator terkait manajemen risiko minimal 1 indikator
f) Indikator terkait penelitian klinis dan program pendidikan
kedokteran minmal 1 indikator (apabila ada)
2) Indikator sasaran keselamatan pasien mencakup:
a) Mengidentifikasi pasien dengan benar
b) Meningkatkan komunikasi efektif
c) Meningkatkan keamanan obat – obtan yang harus diwaspadai
d) Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang
benar, pembedahan pada pasien yang benar
e) Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan
f) Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh
Indikator sasaran keselamatan pasien dipilih berdasarkan yang
paling prioritas berdasarkan kriteria pemilihan pelayanan prioritas.
3) Indikator pelayanan klinis prioritas yaitu indikator yang akan dilakukan
perbaikan misalnya pada pelayanan berisiko tinggi dan terdapat masalah
dalam pelayanan tersebut, pelayanan klinis prioritas dipilih setiap
tahun. Adapun proses pemilihan pelayanan klinis prioritas, sbb :
a) Rapat pemilihan pelayanan klinis prioritas dilaksanakan setiap
tahun dengan pembahasan pemilihan indikator pelayanan klinis
prioritas, termasuk kajian dasar pemilihan prioritas, proses
pemilihan prioritas, monitoring pelaksanaan program prioritas/
monitoring capaian – capaian indikator prioritas dan perbaikan
mutu.
b) Pemilihan dilakukan melalui rapat yang dipimpin oleh Direktur
Rumah Sakit dihadiri oleh Pimpinan RS, Komite PMKP, Komite
Medik, Komite Keperawatan, Komite Nakes Lainnya, Tim/
Komite PPI, Tim/ Komite K3RS serta para Kepala Instalasi/
Kepala Unit
c) Direktur rumah sakit menetapkan pelayanan klinis prioritas
berdasarkan kriteria pemilihan indikator prioritas yang akan
dievaluasi. Pelayanan klinis prioritas yang telah terpilih dilakukan
pemantauan melalui indikator.
4) Indikator sesuai tujuan strategi di rumah sakit (KPI)
Direktur RS bersama – sama dengan pimpinan RS melibatkan Kepala
Unit para Komite memilih indikator dengan adanya kajian – kajian
terkait indikator dengan tujuan strategis. Kajian prioritas perbaikannya
dalam bentuk Key Performed Indicator (KPI).
5) Indikator terkait perbaikan sistem
Direktur RS bersama – sama dengan pimpinan RS melibatkan Kepala
Unit para Komite memilih indikator perbaikan yang jika dilakukan akan
berdampak luas/ menyeluruh di rumah sakit yang diterapkan dibeberapa
unit
6) Indikator terkait manajemen risiko
Direktur RS bersama – sama dengan pimpinan RS dan Komite PMKP
RS melakukan pemilihan pada indiaktor telah dilakukan analisis FMEA
atau dapat diambil dari profil risiko
b. Pemilihan indikator mutu prioritas di unit kerja
1) Kepala Instalasi/ Kepala unit bertanggung jawab memilih dan
menetapkan indikator terkait prioritas di unit kerjanya yang
dipergunakan untuk mengukur mutu unit kerja.
2) Kepala Instalasi/ Kepala unit dalam menerapkan pemilihan dan
pengawasan penilaian secara spesifik terhadap unit pelayanan mencakup
hal – hal sebagai berikut:
a) Pengukuran indikator mutu nasional (INM)
b) Pengukuran indikator mutu prioritas rumah sakit (IMP-RS) yang
berdampak luas dan menyeluruh di Rumah Sakit
c) Pengukuran indiaktor mutu prioritas unti (IMP-unit) untuk
mengurangi variasi, meningkatkan keselamatan pada prosedur/
tindakan berisiko tinggi dan meningkatkan kepuasan pasien serta
efisiensi sumber daya
d) Pemilihan pengukuran berdasarkan pelayanan dan bisnis proses
yang membutuhkan perbaikan di setiap unit layanan. Setiap
pengukuran harus ditetapkan target yang diukur dan dianalisis
capaian dan dapat dipertahankan dalam waktu 1 tahun maka
diganti dengan indikator baru
e) Kepala unit layanan klinis dan non klinis bertanggung jawab
memberikan penilaian kinerja staf yang bekerja di unitnya,
penilaian kinerja staf mencakup kepatuhan terhadap prioritas
perbaikan mutu di unit yaitu indikator mutu prioritas unit sebagai
upaya perbaikan di setiap unit untuk meningkatkan mutu dan
keselamatan pasien ditingkat unit
f) Unit kerja menyediakan data, termasuk bila dimasukan kedalam
indikator mutu unit yang digunakan untuk evaluasi kinerja staf
klinis termasuk data terkait dengan partisipasi dalam kegiatan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien di unit nya
g) Staf pengumpul data menginput data harian indikator mutu terkait
evaluasi kinerja staf klinis yang dipantau melalui indikator mutu,
hasil evaluasi terintegrasi dalam laporan capaian mutu unit
h) Komite PMKP menyediakan data evaluasi kinerja staf klinis yang
dipantau melalui indikator mutu unit yang dapat dijadikan
penilaian evaluasi kinerja profesi staf klinis.
3) Unit layanan yang memiliki kontrak kerjasama pelayanan dengan pihak
ke – 3 melakukan monitoring kontrak melalui indikator mutu dengan
menetapkan indikator mutu pelayanan kontrak dan dilakukan
pemantauan di unit terkait.
a) Staf pengumpul data mengumpulkan data indikator pelayanan
yang dikontrakkan dengan menginput data setiap hari dengan
menggunakan google sheet dan SISDOKAR.
b) Kepala Instalasi/Unit melaporkan hasil capaian indikator mutu
dan analisis capaian setiap bulan kepada Kepala Bidang/ Bagian
terkait.
c) Kepala Instalasi/ Unit melaporkan capaian setiap 3 bulan ke
Komite PMKP.
d) Komite PMKP menyampaikan feedback hasil capaian indikator
mutu pelayanan kontrak ke unit.
e) Manajer Bidang/Bagian menindaklanjuti hasil analisis informasi
mutu dan disampaikan ke unit.
f) Hasil evaluasi dan rekomendasi untuk perbaikan dan
peningkatan mutu kinerja pihak ke-3.
4) Rapat pemilihan indikator prioritas mutu unit dilaksanakan setiap tahun
di pimpin langsung oleh Kepala Instalasi/ Kepala unit dihadiri oleh
Kepala Bidang/ Bagian terkait, Komite PMKP dan staf pelaksana di
unit.
5) Komite PMKP memfasilitasi pemilihan indikator mutu unit kerja
sehingga indikator yang dipilih tersebut valid, reliable, sensitive dan
spesifik.
6) Kepala Instalasi/ Kepala unit mengusulkan indikator mutu unit yang
telah dipilih dalam rapat, dan diajukan ke Komite PMKP.
2. Pengumpulan data Indikator Mutu
a. Pengumpulan data indikator mutu berdasarkan peraturan yang berlaku yaitu
pengukuran indikator nasional mutu (INM) dan prioritas perbaikan tingkat
rumah sakit, meliputi:
1) Indikator nasional mutu (INM) yaitu indikator mutu nasional yang wajib
dilakukan pengukuran dan digunakan sebagai informasi mutu secara
nasional. Indikator nasional mutu meliputi:
a) Kepatuhan identifikasi pasien
b) Waktu tanggap seksio sesarea emergensi
c) Waktu tunggu rawat jalan
d) Penundaan operasi elektif
e) Kepatuhan waktu visite dokter penanggung jawab pelayanan
f) Pelaporan hasil kritis laboratorium
g) Kepatuhan penggunaan formularium nasional
h) Kepatuhan kebersihan tangan
i) Kepatuhan clinical pathway
j) Kepatuhan upaya pencegahan risiko pasien jatuh
k) Kepuasan pasien dan keluarga
l) Kecepatan waktu tanggap terhadap komplain
m) Kepatuhan penggunaan alat pelindung diri (APD).
2) Indikator mutu prioritas rumah sakit (IMP-RS)
a) Indikator sasaran keselamatan pasien minimal 1 indikator setiap
sasaran
b) Indikator pelayanan klinis prioritas minimal 1 indikator
c) Indikator sesuai tujuan strategis rumah sakit (KPI) minimal 1
indikator
d) Indikator terkait perbaikan sistem minimal 1 indikator
e) Indikator terkait manajemen risiko minimal 1 indikator
f) Indikator terkait penelitian klinis dan program pendidikan
kedokteran minmal 1 indikator (apabila ada)
3) Indikator mutu prioritas unit (IMP-Unit) adalah indikator yang khusus
dipilih kepala unit terdiri dari minimal 1 indikator
4) Indikator mutu terpilih apabila sudah tercapai dan dipertahankan selama
1 tahun maka dapat diganti dengan indikator mutu yang baru. Setiap
indikator mutu baik indikator mutu prioritas rumah sakit (IMP-RS)
maupun indikator mutu prioritas unit (IMP – unit) agar dilengkapi
dengan profil indikator: sebagai berikut:
a) Judul indikator.
b) Dasar pemikiran.
c) Dimensi mutu.
d) Tujuan.
e) Definisi operasional.
f) Jenis Indikator.
g) Satuan pengukuran.
h) Numerator (pembilang).
i) Denominator (penyebut).
j) Target pencapaian.
k) Target pencapaian.
l) Kriteria inklusi dan eksklusi.
m) Formula.
n) Metode pengumpulan data.
o) Sumber data.
p) Instrumen pengambilan data.
q) Populasi / sampel (besar sampel dan cara pengambilan sampel).
r) Periode pengumpulan data.
s) Periode analisis dan pelaporan data.
t) Penyajian data.
u) Penanggung jawab.
b. Pengumpulan data mutu dilakukan oleh staf pengumpul data unit yang terlatih
dan kompeten dalam manajemen data, staf pengumpul data ditetapkan oleh
Direktur RS
c. Proses pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, kuesioner,
interview (wawancara) disesuaikan dengan yang tercantum dalam profil
indikator. Dalam proses pengumpulan data mencakup populasi dan sampel,
adapun ketentuan sampel meliputi:
1) Ketentuan besar sampel; jumlah sampel diambil dari jumlah populasi
pasien dengan ketentuan:
a) Bila jumlah populasi < 30, maka sampel diambil dengan total
sampel yang ada
b) Bila jumlah populasi antara 30 – 300, maka sampel diambil adalah
30 sampel
c) Bila jumlah populasi > 300, maka sampel yang diambil adalah
10% dari total sampel yang ada.

2) Tabel 3.4. Besar sampel berdasarkan Morgan dan Krejcie:


3) Tabel 3.5. besar sampel berdasarkan jumlah populas
d. Pengumpulan data indikator mutu dilakukan dengan menggunakan sistem
manajemen data terintegrasi. Sistem manajemen data terintegrasi didukung
dengan teknologi informasi yang terdiri dari software dan hardware. Adapun
sistem manaejemen data elektronik yang digunakan meliputi:
1) SISDOKAR ( Sistem Manajemen data terintegrasi )
Pengumpulan data indikator mutu nasional, indikator mutu prioritas
RS, indikator mutu prioritas unit dilakukan oleh staf pengumpul data
dengan menggunakan SISDOKAR
2) Google Drive : untuk penginputan sensus harian mutu prioritas unit
dan prioritas RS
3) SIMARS : untuk penginputan mutu nasional
4) Aplikasi Manajemen Risiko: untuk penginputan risiko – risiko dari
unit
e. Keamanan akses pengguna sistem manajemen data terintegrasi
1) Pemberian hak akses penguna
Semua staf di rumah sakit dapat mengakses sistem manajemen data
terintegrasi yang ada dengan dilakukan pemberian hak akses
pengguna sesuai dengan kebutuhan
2) SISDOKAR
a) Pemberian akses SISDOKAR diberikan oleh Komite PMKP
kepada :
Direksi RS, Kepala Bidang/ Bagian, Ketua Bab/ pokja, Ketua
masing – masing Komite, Unit Kerja.
b) Komite PMKP melakukan inventarisasi nama bidang/ bagian
yang akan diberikan hak akses yang dilengkapi dengan alamat
email dan password
c) Komite PMKP melakukan input bidang/ bagian kemudian
atur hak akses (dapat mengedit data atau hanya melihat data)
sesuai kebutuhan bidang/ bagian
d) Setelah terinput, Kepala mutu mensosialisasikan kepada bidang
bagian
3) Web Local
a) Pemberian akses dalam web local yang dibuat oleh RS di
koordinir oleh Komite PMKP kepada : Direksi RS, Kepala
Bidang/ Bagian, Ketua Bab/ pokja, Ketua masing – masing
Komite, Unit Kerja sesuai dengan kebutuhannya.
b) Komite PMKP melakukan inventarisasi nama bidang/ bagian
yang akan diberikan hak akses yang dilengkapi dengan alamat
email dan password
c) Komite PMKP melakukan input bidang/ bagian kemudian atur
hak akses (dapat mengedit data atau hanya melihat data) sesuai
kebutuhan bidang/ bagian
d) Setelah terinput, Komite PMKP mensosialisasikan kepada
bidang/ bagian
4) Google Drive/ Google Form
a) Pemberian akses dalam Google Drive yang dibuat oleh RS
dilakukan untuk :
(1) Indikator Mutu : Komite PMKP
(2) Surveilans HAIS: Tim/ Komite PPI
(3) Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien : Komite PMKP
(4) Pelaporan Kecelakaan Kerja : Ketua K3RS
(5) Pelaporan Budaya Keselamatan : Komite PMKP
b) Masing – masing pemberi akses melakukan inventarisasi nama
bidang/ bagian yang akan diberikan hak akses yang dilengkapi
dengan alamat email dan password
c) Pemberi akses melakukan input bidang/ bagian kemudian
atur hak akses (dapat mengedit data atau hanya melihat data)
sesuai kebutuhan bidang/ bagian
d) Setelah terinput, mensosialisasikan kepada bidang/ bagian
5) Kontrol akses pengguna
a) Dalam mengelola sistem informasi Rumah Sakit dilakukan oleh
Komite PMKP RS bersama – sama dengan Unit SIMRS
melakukan kontrol akses pengguna atau manajemen user
b) Jika ada karyawan baru yang terlibat dalam penggunaan sistem
manajemen data seperti penggantian Ketua Bab/Pokja dll, maka
yang memiliki kepentingan melaporkan ke Komite PMKP
c) Jika ada karyawan resign/ mengundurkan diri dari RSUD dr.
Abdul Rivai, Unit/ Bagian RS menginformasikan ke Komite
PMKP dan Unit SIM RS secara tertulis untuk menonaktifkan
user dalam penggunaan SISDOKAR dan sistem manajemen
data yang lain
6) Secara berkala Komite PMKP melakukan updating username dan
password SISDOKAR.

D. Analisis dan Validasi Data Indikator Mutu


1. Analisis data indikator mutu
a. Agregasi dan analisis data dilakukan untuk mendukung program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien serta mendukung partisipasi
dalam pengumpulan database eksternal
b. Data yang telah dikumpulkan dilakukan agregasi dan dianalisis menajdi
informasi untuk pengambilan keputusan yang tepat dan akan membantu
rumah sakit melihat pola dan capaian kinerjanya
c. Adapun data – data yang dilakukan agregasi dan dianalisis meliputi data
indikator mutu, data laporan insiden keselamatan pasien, data manajemen
risiko dan data pencegahan dan pengendalian infeksi, serta data pengukuran
budaya keselamatan.
d. Hasil analisis data dilaporkan kepada Direktur RS dan Dewas sebagi bagian
dari program peningkatan mutu dan keselamatan psien.
e. RS melaporkan data mutu dan keselamatan pasien ke eksternal meliputi: ‘
1) Pelaporan indiaktor nasional mutu (INM) ke Kementrian Kesehatan
melalui aplikasi mutu fasilitas pelayanan kesehatan.
2) Pelaporan insiden keselamatan pasien (IKP) ke KNKP melalui
aplikasi e-report
f. Dengan berpartisipasi dalam pelaporan data mutu dan keselamatan pasien
ke eksternal rumah sakit dapat membandingkan kinerjanya dengan rumah
sakit setara baik lokal maupun nasional dengan keamanan dan kerahasiaan
tetap dijaga saat berkontribusi pada databse eksternal
g. Proses analisis data mencakup setidaknya datu dampak dari prioritas
perbaikan rumah sakit secara keseluruhan terhadap biaya dan efisiensi
sumber daya yang digunakan (sebelum dan sesudah perbaikan) terhadap
satu proyek prioritas perbaikan setiap tahun
h. Pelaksanaan analisis data :
1) Analisis data melibatkan staf yang memiliki pengalaman,
pengetahuan dan keterampilan dalam metode – metode pengumpulan
data, memahami teknik statistik yang bertugas mengumpulkan dan
menganalisis data rumah sakit secara sistematis.
2) Hasil analisis data dilaporkan oleh staf pengumpul data kepada
penanggung jawab indikator mutu (PIC) yang bertanggung jawab
untuk menindaklanjuti hasil yaitu Kepala Bagian/ Kepala Unit.
3) Hasil analisis disajikan dalam bentuk run scharts, diagram control
(control carts), histogram dan diagram pareto yang merupakan teknik
statistik yang sangat berguna dalam memahami tren dan variasi
dalam pelayanan.
i. Analisis data dengan membandingkan capaian data dengan empat cara,
perbandingan tersebut membantu rumah sakit dalam memahami sumber
dan penyebab perubahan yang tidak diinginkan dan membantu
memfokuskan upaya perbaikan, perbandingan dengan empat cara tsb
meliputi:
1) Dengan rumah sakit sendiri dari waktu ke waktu, misalnya dari bulan
ke bulan, dari tahun ke tahun.
2) Dengan rumah sakit setara, seperti melalui database referensi.
3) Dengan standar – standar, seperti yang ditentukan oleh badan
akreditasi atau organisasi profesional ataupun standar – standar yang
ditentukan lainnya.
4) Dengan praktik – praktik terbaik yang diakui dan menggunakan
praktik tersebut sebagai best practice (praktik terbaik) atau better
practice (praktik yang lebih baik) atau practice guidelines (pedoman
praktik)
2. Validasi data indikator mutu
a. Rumah Sakit melakukan proses validasi terhadap indikator mutu yang
diukur, pengukuran dan kualitas data ditetapkan melalui proses internal RS.
Validasi dilakukan untuk menetapkan tingkat kepercayaan (confidence
level) para pengambil keputusan terhadap data itu sendiri.
b. Data yang divalidasi meliputi:
1) Pengukuran indikator mutu baru
2) Bila data akan dipublikasikan ke masyarakat baik melalui website
rumah sakit atau media lain (majalah dinding, bulletin dll)
3) Ada perubahan pada pengukuran yang selama ini sudah dilakukan
misalnya perubahan profil indikator, instumen pengumpulan data,
proses agregasi data, atau perubahan staf pengumpul data atau
validator
4) Bila terdapat perubahan hasil pengukuran tanpa diketahui sebabnya
5) Bila terdapat perubahan sumber data, misalnya terdapat perubahan
sistem pencatatan pasien dari manual ke elektronik
6) Bila terdapat perubahan subjek data seperti perubahan umur rata – rata
pasien, perubahan protokol riset, panduan praktik klinik baru
diberlakukan, serta adanya teknologi dan metodologi pengobatan baru
c. Proses validasi data mencakup berikut, namun tidak terbatas sebagai berikut:
1) Mengumpulkan ulang data oleh orang kedua yang tidak terlibat dalam
proses pengumpulan data sebelumnya (data asli).
2) Menggunakan sampel tercatat, kasus, dan data lainnya yang sahih
secara statistik. Sampel 100% hanya dibutuhkan jika jumlah
pencatatan, kasus, atau data lainnya sangat kecil jumlahnya.
3) Membandingkan data asli dengan data yang dikumpulkan ulang.
4) Menghitung keakuratan dengan membagi jumlah elemen data yang
ditemukan dengan total jumlah data elemen dikalikan dengan 100.
Tingkat akurasi 90% adalah patokan yang baik.
5) Jika elemen data yang diketemukan ternyata tidak sama dengan
catatan alasannya(misalnya data tidak jelas definisinya) dan dilakukan
tindakan koreksinya.
6) Koleksi sampel baru setelah semua tindakan koreksi dilakukan untuk
memastikan tindakan menghasilkan tingkat akurasi yang diharapkan.
d. Validasi dilakukan oleh validator yaitu staf yang melakukan validasi data.
Untuk validasi data mutu prioritas dan data yang akan dipublikasikan
dilakukan oleh Komite PMKP sub Komite Mutu, sedangkan untuk validasi
mutu unit dilakukan oleh Kepala Unit yang tidak terlibat dalam pengumpul
data pertama.
e. Pimpinan RS bertanggung jawab untuk memastikan bahwa data yang
dilaporkan kepada Direktur RS, Dewas dan yang dipublikasikan ke
masyarakat merupakan data yang valid dan akurat.
f. Hasil validasi data dilaporkan oleh validator ke Komite PMKP untuk
diteruskan ke Direktur RS untuk disetujui.
g. Hasil validasi data pada data yang akan dipublikasi harus dipastikan dapat
menjamin kerahasiaan pasien serta keakuratan data.
E. Pelaporan Data Indikator Mutu
1. Mekanisme pelaporan capaian indikator mutu unit dibuat oleh staf pengumpul
data ke Kepala Unit Kerja/ Unit Pelayanan kemudian diserahkan Kepala Bidang/
Bagian, dari Kepala Bidang/ Bagian dilaporkan ke Sub Komite Mutu dan Ketua
Komite PMKP, dari Komite PMKP diserahkan kepada Direktur RS untuk
diserahkan ke Dewas.
2. Dewas memberikan rekomendasi terhadap laporan capaian mutu termasuk pada
capaian pemenuhan indiaktor yang masih rendah, termasuk juga untuk
perbaikan/ memenuhi standar diperlukan dana/ anggaran tambahan maka
representasi pemilik diharapkan dapat memperhatikan usulan tersebut untuk
membantu mengupayakan dana/ anggaran tambahan tersebut.
Alur Pelaporan Data Mutu

UNIT 1. Staf pengumpul data melakukan pencatatan dalam worksheet & Sisdokar dan
merekap data mutu unit
2. Kepala Unit melakukan analisis data dan menyusun rencana tindak lanjut
3. Kepala Unit melaporkan capaian mutu unit ke Kepala Bidang/Bagian

BIDANG/BAGIAN 1. Menerima data capaian mutu unit kerja/layanan


2. Menyususn hasil analisis dan rencana tindak lanjut

SUB KOMITE PMKP 1. Menerima data capaian mutu unit-unit


2. Melakukan verifikasi data dan memimilah apakah ada data yg perlu divalidasi
3. Merekap data capaian mutu terkait indikator nasional mutu dan data ISKP

SEKRETARIS 1. Menyusun laporan capaian mutu


KOMITE PMKP 2. Memperiapkan dan menyediakan bahan rapat koordinasi maupun evaluasi PMKP

KETUA 1. Menerima laporan data capaian pengukuran mutu dari Sekretaris


KOMITE PMKP 2. Memberikan rekomendasi perbaikan kepada Direktur
3. Melakukan rapat PMKP setiap triwulan

DIREKTUR 1. Menerima usulan rekomendasi perbaikan


2. Memutuskan rekomendasi perbaikan dalam rapat koordinasi PMKP
3. Melaporkan capaian pengukuran indikator mutu kpd Dewas/Representasi pemilik

DEWAS/ 1. Menerima laporan capaian pengukuran mutu dari Direktur RS


REPRESENTASI 2. Memberikan arahan tindak lanjut/rekomendasi/persetujuan sumber daya
PEMILIK

Pelaporan Feedback

F. Publikasi Data Indikator Mutu


Publikasi data indikator mutu RS dilakukan secara internal dan eksternal sesuai
dengan profil indikator.
1. Publikasi data secara internal untuk menyampaikan informasi di dalam
lingkungan RS sesuai dengan kebutuhan RS. Publikasi internal dilakukan dengan
dalam website RS, pemasangan di papan pengumuman RS dan surat edaran,
publikasi meliputi data indikator mutu yang tercapai dan menggambarkan
kualitas pelayanan.
2. Publikasi data eksternal untuk menyampaikan informasi diluar RS melalui
brenchmarking indikator mutu nasional di SISDOKAR dan SIMAR, dan laporan
insiden Keselamatan pasien ke KNKP secara elektronik.
G. Integrasi dan Koordinasi Pengukuran data Mutu
Direktur Rumah Sakit menerapkan suatu struktur dan proses untuk memantau
dan melakukan koordinasi menyeluruh terhadap program yang ada di Rumah Sakit.
Tindakan ini memastikan adanya koordinasi diseluruh unit pelayanan dalam upaya
pengukuran dan perbaikan. Koordinasi ini dapat tercapai melalui pemantauan dari
Komite PMKP. Koordinasi ini mendukung pendekatan sistem untuk pemantauan
kualitas dan aktifitas perbaikan sehingga mengurangi duplikasi upaya peningkatan
mutu.
1. Supervisi Mutu
a. Kepala Instalasi/Unit
Supervisi oleh Kepala Instalasi dalam memantau progres pengumpulan data
meliputi:
1) Pemantauan pengisian formulir data dasar pengumpulan data
indikator dalam SISDOKAR dan google sheet.
2) Pengisian sensus harian/ data harian terisi setiap hari.
3) Merekap capaian indikator mutu bulanan.
4) Bukti laporan capaian indikator setiap bulan dan diserahkan ke
Kepala Bidang/Bagian
b. Kepala Bidang/ Bagian
Supervisi o leh Kepala Bidang/ Bagian dalam progres pengumpulan
indikator mutu unit meliputi:
1) Adanya laporan capaian indikator mutu unit dari Komite PMKP
2) Adanya rencana tindak lanjut yang disusun oleh Kepala Bidang/
Bagian yang akan diusulkan ke Komite PMKP
3) Ada bukti monitoring terhadap pelaksanaan tindak lanjut hasil capaian
indikator
4) Adanya bukti feedback ke unit terhadap hasil capaian indikator unit
terkait dan upaya untuk meningkatkan dan mempertahankan indikator
unit nya
5) Adanya bukti implementasi terhadap tindak lanjut yang sudah
disusun terkait capaian indikator.
c. Komite PMKP
Supervisi yang dilakukan dalam memantau progress pengumpulan data
meliputi:
1) Laporan rekapitulasi bulanan hasil capaian indikator
2) Adanya bukti hasil analisis indikator mutu
3) Bukti hasil validasi indikator mutu
4) Bukti pelaksanaan rapat koordinasi mutu
5) Adanya bukti rencana tindak lanjut yang diajukan oleh Kepala Bidang/
Bagian
6) Adanya bukti implementasi rencana tindak lanjut yang dilakukan oleh
unit
7) Bukti laporan kegiatan PMKP setiap bulan dan triwulan ke Direktur
RS
8) Bukti laporan insiden keselamatan pasien dari Tim KPRS ke Direktur
setiap 3 bulan
d. Direktur RS
Supervisi yang dilakukan oleh Direktur dalam memantau progres
pengumpulan data meliputi:
1) Memantau kehadiran Kepala Bidang/ Bagian dalam rapat
pembahasan rencana tindak lanjut hasil capaian mutu
2) Direktur menyetujui rencana tindak lanjut dari capaian indikator
3) Direktur menyerahkan laporan capaian indikator mutu setiap 3 bulan
ke Dewas/representasi pemilik
4) Direktur menyerahkan laporan kejadian insiden keselamatan pasien
setiap 3 bulan
5) Direktur menyerahkan laporan insiden sentinel kepada pemilik tepat
waktu
6) Direktur menerima feedback dari Dewas/representasi pemilik
7) Hasil supervisi dibahas dalam rapat yang dihadiri oleh Direktur RS,
Komite PMKP, Komite lainnya, Kepala Bidang/ Bagian, PIC data.
2. Integrasi pengumpulan data mutu
a. Komite PMKP mengintegrasikan pengumpulan indikator mutu yang
dipantau di unit kerja dengan indikator mutu yang sama, misalnya:
indikator mutu nasional, indikator sasaran keselamatan pasien, indikator
mutu PPI.
b. Komite PMKP merekap hasil data capaian mutu tersebut, sehingga hasil
capaian dibuat analisis dan dibuat laporan oleh Komite PMKP.
c. Komite PMKP memastikan jika terjadi insiden yang berkaitan dengan data
PPI misalnya kejadian IDO, laporan terintegrasi antara Komite PPI dan
Laporan insiden keselamatan pasien.
d. Komite PMKP memastikan jika terjadi insiden yang berkaitan dengan
medication safety, data harus terintegrasi antara laporan instalasi farmasi
dengan laporan insiden keselamatan pasien.

H. Pencapaian dan Upaya Mempertahankan Perbaikan Mutu


1. Hasil analisis data digunakan untuk mengidentifikasi potensi perbaikan atau
untuk mengurangi atau mencegah kejadian yang merugikan, khususnya perbaikan
yang direncanakan untuk prioritas perbaikan tingkat rumah sakit yang
ditetapkan oleh Direktur RS.
2. Rencana perbaikan yang ditetapkan perlu dilakukan uji coba dan selama masa uji
dan dilakukan evaluasi hasilnya untuk membuktikan bahwa perbaikan sudah
sesuai dengan yang diharapkan.
3. Direktur RS, Pimpinan RS, Komite PMKP dan para Kepala Unit melakukan
rencana perbaikan terhadap mutu dan keselamatan pasien atas capaian hasil mutu
dengan menggunakan metode PDSA.
4. Tahapan PDSA terdiri dari dua tahap dan semua langkah harus dilaksanakan :
a. Tahap I : merupakan tahap pembelajaran dari masalah yang akan dilakukan
improvement.
b. Tahap II : merupakan langkah uji perubahan yang dapat beberapa siklus uji
perubahan.
5. Developing AIM sistem
Sebuah pernyataan tujuan adalah jawaban untuk pertanyaan, "Apa yang kita capai
?
Sebuah tujuan yang baik adalah pernyataan tegas dari apa yang anda capai :
spesifik, terukur dan menyatakan di bawah ini: (a) Seberapa baik ? (b) Untuk
siapa (atau untuk sistem apa) ? (c) Kapan ?
6. Menetapkan pengukuran
Pengukuran untuk perbaikan didasarkan pada melacak beberapa langkah
sederhana untuk melihat apakah perubahan mulai bekerja. Tujuannya adalah
untuk membantu tim anda dan tim lainnya belajar dari perubahan. Hal ini untuk
belajar, tidak menghakimi, sebagai perbaikan adalah proses yang berkelanjutan.
7. Pemilihan uji perubahan
Sebuah konsep perubahan adalah gagasan umum atau pendekatan terhadap
perubahan yang telah ditemukan agar berguna dalam mengembangkan ide-ide
spesifik untuk perubahan yang mengarah pada perbaikan. Kreatif
menggabungkan konsep perubahan ini dengan pengetahuan tentang mata
pelajaran tertentu dapat membantu menghasilkan ide-ide untuk tes perubahan.
Setelah menghasilkan ide-ide, menjalankan Plan-Do-Study-Act (PDSA) siklus
untuk menguji perubahan atau kelompok perubahan pada skala kecil untuk
melihat apakah mereka menghasilkan perbaikan. Jika mereka melakukannya,
memperluas tes dan secara bertahap memasukkan lebih besar dan lebih besar
sampel sampai anda yakin bahwa perubahan harus diadopsi lebih luas.
8. Pengujian perubahan langkah – Langkah (PDSA)
Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada siklus
pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus “Plan-Do-Study-Action” (P-
D-S-A) = Relaksasi (rencanakan – laksanakan – periksa –aksi). Pola P-D-S-A ini
dikenal sebagai “siklus Shewart”, karena pertama kali dikemukakan oleh Walter
Shewhart beberapa puluh tahun yang lalu. Namun dalam perkembangannya,
metodologi analisis P-D-S-A lebih sering disebuit “siklus Deming”. Hal ini
karena Deming adalah orang yang mempopulerkan penggunaannya dan
memperluas penerapannya. Dengan nama apapun itu disebut, P-D-S-A adalah
alat yang bermanfaat untuk melakukan perbaikan secara terus menerus
(continous improvement) tanpa berhenti.
Proses PDSA dilakukan secara kesinambungan data mulai dari
pengumpulan data sampai perbaikan yang dilakukan dan dapat dipertahankan.
Hasil perbaikan siklus PDSA memiliki bukti regulasi atau perubahan proses
yang diperlukan untuk mempertahankan perbaikan yang menjangkau ke seluruh
unit. Hasil perbaikan PDSA dilaporkan oleh Komite PMKP yang terintegrasi
dalam laporan peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
Konsep P-D-S-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk
proses perbaikan kualitas (quality improvement) secara terus menerus tanpa
berhenti tetapi meningkat ke keadaaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh
bagian organisasi, seperti tampak pada gambar 3.1.
Dalam gambar 3.1. tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan
dipecahkan dan pencarian sebab-sebabnya serta penetuan tindakan koreksinya,
harus selalu didasarkan pada fakta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan
adanya unsur subyektivitas dan pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta
keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan identifikasi
masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjutnya
perusahaan harus menetapkan standar pelayanan.

Gambar 3.1. Siklus dan Proses Peningkatan PDSA


Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan perbaikan
berdasarkan siklus P-D-S-A (Relationship between Control and Improvement
under P-D-S-A Cycle) diperlihatkan dalam gambar 3.2. Pengendalian kualitas
berdasarkan siklus P-D-S-A hanya dapat berfungsi jika sistem informasi berjalan
dengan baik dan siklus tersebut dapat dijabarkan dalam enam langkah seperti
diperlihatkan dalam gambar 3.3.
Plan Do Study
Action

Follow-
Corrective up
Action

Improvement

Gambar 3.2. Relationship Between Control and Improvement Under


P-D-C-A Cycle
Adapun Langkah-langkah PDSA adalah, sbb:

(1) Plan
Action Menentukan
(6) Tujuan dan
Mengambil sasaran
tindakan Menetapkan
Metode untuk
yang tepat (2) Mencapai tujuan

Menyelenggarakan
(5) Memeriksa Pendidikan dan
akibat latihan
pelaksanaan (4) (3)
Study Melaksanakan
pekerjaan Do

Gambar 3.3 Siklus PDSA

Keenam langkah P-D-S-A yang terdapat dalam gambar 3.3 di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut :

1. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran → Plan


Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang
ditetapkan. Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Kepala RS atau Kepala
Divisi. Penetapan sasaran didasarkan pada data pendukung dan analisis
informasi.
Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula
diungkapkan dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua karyawan.
Semakin rendah tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh penyebaran
kebijakan dan tujuan, semakin rinci informasi.
2. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan → Plan
Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil
dicapai tanpa disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang
ditetapkan harus rasional, berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan
karyawan untuk menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode
yang akan digunakan perlu pula diikuti dengan penetapan standar kerja yang
dapat diterima dan dimengerti oleh semua karyawan.
3. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan → Do
Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja.
Agar dapat dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan para
karyawan untuk memahami standar kerja dan program yang ditetapkan.
4. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan →Do
Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi
dan standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat
berubah. Oleh karena itu, ketrampilan dan pengalaman para karyawan dapat
dijadikan modal dasar untuk mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan
pekerjaan karena ketidaksempurnaan standar kerja yang telah ditetapkan.
5. Langkah 5: Memeriksa akibat pelaksanaan →Study
Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan
dengan baik atau tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan dan mengikuti standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan.
Hal yang harus disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan
itu dilakukan. Agar dapat dibedakan manakah penyimpangan dan manakah yang
bukan penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan, metode (standar kerja) dan
pendidikan harus dipahami dengan jelas baik oleh karyawan maupun oleh
manajer. Untuk mengetahui penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul
dari pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu dapat dilihat dari penyebabnya.
6. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat →Action
Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan
penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab timbulnya
penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak
terulang lagi penyimpangan. Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah
mengakibatkan penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam
pengendalian kualitas pelayanan.
Konsep PDSA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang
efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas
pelayanan yang akan dicapai diperlukan partisipasi semua karyawan, semua
bagian dan semua proses. Partisipasi semua karyawan dalam pengendalian
kualitas pelayanan diperlukan kesungguhan (sincerety), yaitu sikap yang menolak
adanya tujuan yang semata-mata hanya berguna bagi diri sendiri atau menolak
cara berfikir dan berbuat yang semata-mata bersifat pragmatis. Dalam sikap
kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan hanya sasaran yang akan dicapai,
melainkan juga cara bertindak seseorang untuk mencapai sasaran tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup
semua jenis kelompok karyawan yang secara bersama-sama merasa bertanggung
jawab atas kualitas pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses
dalam pengendalian kualitas pelayanan dimaksudkan adalah pengendalian tidak
hanya terhadap outcome, tetapi terhadap hasil setiap proses. Proses pelayanan
akan menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat
dicapai jika terdapat pengendalian kualitas dalam setiap tahapan dari proses.
Dimana dalam setiap tahapan proses dapat dijamin adanya keterpaduan,
kerjasama yang baik antara kelompok karyawan dengan manajemen, sebagai
tanggung jawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari kelompok,
sebagai mata rantai dari suatu proses.

I. Evaluasi Pelayanan Klinis Prioritas


1. Penerapan standar pelayanan kedokteran di rumah sakit berdasarkan
panduan praktik klinis (PPK) dievaluasi menggunakan alur klinis/clinical
pathway Direktur Rumah Sakit bersama– sama dengan pimpinan medis, Ketua
Komite Medik dan kelompok tenaga medis menetapkan paling sedikit 5 (lima)
evaluasi pelayanan klinis prioritas.
2. Evaluasi pelayanan klinis prioritas dilakukan sampai terjadi pengurangan variasi
dari data awal ke target yang ditentukan sesuai ketentuan rumah sakit
3. Tujuan dari standarisasi proses asuhan klinis yang dimonitor oleh Komite Medik
adalah sebagai berikut:
a. Mendorong tercapainya standarisasi proses asuhan klinis.
b. Mengurangi risiko dalam proses asuhan terutama yang berkaitan asuhan
kritis.
c. Memanfaatkan sumber daya yang tersedia dengan efisien dalam
memberikan asuhan klinis tepat waktu dan efektif.
d. Memanfaatkan indikator prioritas sebagai indikator dalam penilaian
kepatuhan penerapan alur klinis di area yang akan diperbaiki di tingkat
rumah sakit.
e. Secara konsisten menggunakan praktik berbasis bukti (evidence based
practices) dalam memberikan asuhan bermutu tinggi. Evaluasi prioritas
standar pelayanan kedokteran tersebut digunakan untuk mengukur
keberhasilan dan efisiensi peningkatan mutu pelayanan klinis rumah sakit
4. Evaluasi perbaikan pelayanan klinis berupa standar pelayanan kedokteran dapat
dilakukan melalui audit medis dan atau audit klinis serta dapat menggunakan
indikator mutu. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai efektifitas penerapan
standar pelayanan kedokteran di rumah sakit sehingga standar pelayanan
kedokteran di rumah sakit dapat mengurangi variasi dari proses dan hasil serta
berdampak terhadap efisiensi (kendali biaya).
5. Evaluasi yang dilakukan melalui audit medis dan atau audit klinik dilakukan
secara kolaboratif dilakukan setiap triwulan melibatkan Komite Medik bersama –
sama dengan anggota Komite Medik, MPP, Komite PMKP dan difasilitasi
Kepala Pelayanan Medis. Audit dilakukan dengan melihat varian dari proses dan
hasil dengan proses:
a. Pemilihan topik yang akan dilakukan audit.
b. Penetapan standar dan kriteria.
c. Penetapan jumlah kasus/sampel yang akan diaudit.
d. Membandingkan standar/kriteria dengan pelaksanaan pelayanan.
e. Melakukan analisis kasus yang tidak sesuai standar dan kriteria.
f. Menerapkan perbaikan.
g. Rencana re-audit.
6. Hasil audit klinis dan atau audit medis harus dapat menunjukan adanya perbaikan
variasi dalam lima fokus area pelayanan klinis prioritas pada pemberian
pelayanan.
7. Hasil audit klinis dan atau audit medis diserahkan oleh Komite Medik kepada
Direktur Rumah Sakit untuk ditindaklanjuti dan menjadi data untuk evaluasi
kinerja staf medis, laporan terintegrasi dalam laporan program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien.
BAB V
SISTEM PELAPORAN DAN PEMBELAJARAN KESELAMATAN PASIEN
RUMAH SAKIT ( SP2KP-RS)

A. Definisi
Sistem pelaporan dan pembelajaran keselamatan pasien di rumah sakit
(SP2KP-RS). tersebut meliputi definisi kejadian sentinel, kejadian yang tidak
diharapkan (KTD), kejadian tidak cedera (KTC), dan kejadian nyaris cedera (KNC
atau near -miss) dan Kondisi potensial cedera signifikan (KPCS), mekanisme
pelaporan insiden keselamatan pasien baik internal maupun eksternal, grading
matriks risiko serta investigasi dan analisis insiden berdasarkan hasil grading
tersebut.
Rumah sakit berpartisipasi untuk melaporkan insiden keselamatan pasien
yang telah dilakukan investigasi dan analisis serta dilakukan pembelajaran ke KNKP
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Insiden keselamatan pasien merupakan suatu kejadian yang tidak
disengaja, tidak diharapkan ketika memberikan asuhan kepada pasien (care
management problem (CMP) atau kondisi yang berhubungan dengan lingkungan
di rumah sakit termasuk infrastruktur, sarana prasarana (service delivery problem
(SDP), yang dapat berpotensi atau telah menyebabkan bahaya bagi pasien.
Kejadian keselamatan pasien dapat namun tidak selalu merupa kan hasil dari
kecacatan pada sistem atau rancangan proses, kerusakan sistem, kegagalan alat, atau
kesalahan manusia.
Definisi kejadian yang tidak diharapkan (KTD), kejadian tidak cedera (KTC),
kejadian nyaris cedera (KNC), dan kondisi potensial cedera signifikan (KPCS),
yang didefinisikan sebagai berikut:
1. Kejadian tidak diharapkan (KTD) adalah insiden keselamatan pasien yang
menyebabkan cedera pada pasien.
2. Kejadian tidak cedera (KTC) adalah insiden keselamatan pasien yang sudah
terpapar padapasien namun tidak menyebabkan cedera.
3. Kejadian nyaris cedera (near-miss atau hampir cedera) atau KNC adanya
insiden keselamatan pasien yang belum terpapar pada pasien.
4. Suatu kondisi potensial cedera signifikan (KPCS) adalah suatu kondisi (selain
dari proses penyakit atau kondisi pasien itu sendiri) yang berpotensi
menyebabkan kejadian sentinel.
5. Kejadian Sentinel adalah suatu kejadian yang tidak berhubungan
dengan perjalanan penyakit pasien atau penyakit yang mendasarinya yang
terjadi pada pasien.
a. Kejadian sentinel merupakan salah satu jenis insiden keselamatan pasien
yang harus dilaporkan yang menyebabkan terjadinya hal-hal berikut ini:
1) Kematian
2) Cedera permanen
3) Cedera berat yang bersifat sementara/reversible
b. Cedera permanen adalah dampak yang dialami pasien yang bersifat
ireversibel akibat insiden yang dialaminya misalnya kecacadan,
kelumpuhan, kebutaan, tuli, dan lain - lainnya. Cedera berat yang
bersifat sementara adalah cedera yang bersifat kritis dan dapat
mengancam nyawa yang berlangsung dalam suatu kurun waktu tanpa
terjadi cedera permanen/gejala sisa, namun kondisi tersebut
mengharuskan pemindahan pasien ke tingkat perawatan yang lebih
tinggi/pengawasan pasien untuk jangka waktu yang lama, pemindahan
pasien ke tingkat perawatan yang lebih tinggi karena adanya kondisi
yang mengancam nyawa, atau penambahan operasi besar, tindakan,
atau tata laksana untuk menanggulangi kondisi tersebut.
c. Kejadian berikut juga dapat digolongkan sebagai kejadian sentinel :
1) Bunuh diri oleh pasien yang sedang dirawat, ditata laksana,
menerima pelayanan di unit yang selalu memiliki staf sepanjang
hari atau dalam waktu 72 jam setelah pemulangan pasien,
termasuk dari Unit Gawat Darurat (UGD) rumah sakit.
2) Kematian bayi cukup bulan yang tidak diantisipasi.
3) Bayi dipulangkan kepada orang tua yang salah.
4) Penculikan pasien yang sedang menerima perawatan, tata
laksana, dan pelayanan.
5) Kaburnya pasien (atau pulang tanpa izin) dari unit perawatan
yang selalu dijaga oleh staf sepanjang hari (termasuk UGD),
yang menyebabkan kematian, cedera permanen, atau cedera
sementara derajat berat bagi pasien tersebut.
6) Reaksi transfusi hemolitik yang melibatkan pemberian darah
atau produk darah dengan inkompatibilitas golongan darah mayor
(ABO, Rh, kelompok darah lainnya).
7) Pemerkosaan, kekerasan (yang menyebabkan kematian, cedera
permanen, atau cedera sementara derajat berat) atau pembunuhan
pasien yang sedang menerima perawatan, tata laksana, dan
layanan ketika berada dalam lingkungan rumah sakit.
8) Pemerkosaan, kekerasan (yang menyebabkan kematian, cedera
permanen, atau cedera sementara derajat berat) atau
pembunuhan anggota staf, praktisi mandiri berizin, pengunjung,
atau vendor ketika berada dalam lingkungan rumah sakit.
9) Tindakan invasif, termasuk operasi yang dilakukan pada pasien
yang salah, pada sisi yang salah, atau menggunakan prosedur
yang salah (secara tidak sengaja).
10) Tertinggalnya benda asing dalam tubuh pasien secara tidak
sengaja setelah suatu tindakan invasif, termasuk operasi.
11) Hiperbilirubinemia neonatal berat (bilirubin >30 mg/dL).
12) Fluoroskopi berkepanjangan dengan dosis kumulatif >1.500 rad
pada satu medan tunggal atau pemberian radioterapi ke area
tubuh yang salah atau pemberian radioterapi >25% melebihi
dosis radioterapi yang direncanakan.
13) Kebakaran, lidah api, atau asap, uap panas, atau pijaran yang
tidak diantisipasi selama satu episode perawatan pasien.
14) Semua kematian ibu intrapartum (terkait dengan proses
persalinan).
15) Morbiditas ibu derajat berat (terutama tidak berhubungan dengan
perjalanan alamiah penyakit pasien atau kondisi lain yang
mendasari) terjadi pada pasien dan menyebabkan cedera
permanen atau cedera sementara derajat berat.
d. Definisi kejadian sentinel meliputi kejadian-kejadian di atas dan dapat
meliputi kejadian lainnya seperti yang disyaratkan dalam peraturan
atau dianggap sesuai oleh rumah sakit untuk ditambahkan ke dalam
daftar kejadian sentinel.
e. Tidak semua kesalahan menyebabkan kejadian sentinel, dan tidak
semua kejadian sentinel terjadi akibat adanya suatu kesalahan.
Mengidentifikasi suatu insiden sebagai kejadian sentinel tidak
mengindikasikan adanya tanggungan hukum.
f. Pimpinan rumah sakit melakukan tindakan perbaikan korektif dan
memantau efektivitasnya untuk mencegah atau mengurangi berulangnya
kejadian sentinel tersebut.
g. Pimpinan rumah sakit melakukan tindakan perbaikan korektif dan
memantau efektifiktasnya untuk menncegah atau mengurangi
berulangnya kejadian sentinel tersbut.
h. Pimpinan rumah sakit melakukan tindakan perbaikan korektif dan
memantau efektivitasnya untuk mencegah atau mengurangi berulangnya
KTD, KNC, KTC, KPCS tersebut.
B. Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien
1. Alur pelaporan insiden kepada Komite PMKP Rumah Sakit (Internal) :
a. Apabila terjadi suatu insiden (KPC/KNC/KTC/KTD/Sentinel) di rumah
sakit, wajib segera ditindaklanjuti (dicegah/ditangani) untuk mengurangi
dampak/akibat yang tidak diharapkan.
b. Setelah ditindaklanjuti, segera membuat laporan insidennya dengan
mengisi formulir Laporan insiden pada akhir kerja/shift kepada atasan
langsung (paling lambat 2x24 jam), jangan menunda laporan.
c. Setelah mengisi laporan, segera menyerahkan kepada atasan langsung
pelapor.
d. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading risiko
terhadap insiden yang dilaporkan.
e. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisis yang akan
dilakukan sebagai berikut :
1) Grade biru : Investigasi sederhana oleh atasan langsung, waktu
maksimal 7 hari.
2) Grade hijau : Investigasi sederhana oleh atasan langsung, waktu
maksimal 14 hari.
3) Grade kuning: Investigasi komprehensif/analisis akar masalah/RCA
sub komite Keselamatan pasien, Komite PMKP RS, waktu maksimal
45 hari.
4) Grade Merah : Investigasi komprehensif/analisis akar masalah/RCA
oleh sub komite keselamatan pasien, Komite PMKP RS, waktu
maksimal 45 hari.
Matrix Grading Risiko

Tindakan sesuai tingkat & band risiko

f. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil investigasi


dan laporan insiden dilaporkan ke Sub Komite keselamatan pasien bagian
dari Komite PMKP Rumah Sakit.
g. Komite PMKP Rumah Sakit akan mengadakan pertemuan rutin setiap
minggu untuk menganalisis kembali hasil investigasi dan laporan insiden
untuk menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan (RCA)
dengan melakukan re-grading.
h. Untuk grade kuning/merah Sub Komite Keselamatan Pasien, Komite
PMKP akan melakukan analisis akar masalah/RCA.
i. Setelah melakukan RCA, Komite PMKP akan membuat laporan dan
rekomendasi untuk perbaikan serta “pembelajaran” berupa :
petunjuk/”safety alert” untuk mencegah kejadian yang sama terulang
kembali.
j. Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada Direktur :
1) Rekomendasi untuk “Perbaikan dan Pembelajaran” diberikan
umpan balik kepada unit kerja terkait serta sosialisasi kepada seluruh
unit di rumah sakit.
2) Unit kerja membuat analisis kejadian di satuan kerjanya masing-
masing.
3) Monitoring dan evaluasi oleh Sub komite keselamatan pasien, Komite
PMKP Rumah Sakit.
4) Insiden yang harus dilaporkan adalah kejadian yang sudah terjadi,
potensial terjadi ataupun yang nyaris terjadi.
5) Siapa saja yang membuat laporan insiden :
a) Siapa saja atau semua staf rumah sakit yang pertama
menemukan kejadian/insiden.
b) Siapa saja atau semua staf rumah sakit yang terlibat dalam
kejadian/insiden.
2. Laporan Insiden Keselamatan Pasien dilaporkan ke Dewas dan representasi
pemilik terdiri dari:
a. Laporan insiden keselamatan apsien setiap 3 bulan.
b. Laporan kejadian sentinel setiap ada kejadian dan laporan ulang setelah
dilakukan analisis degan menggunakan metode Root Cause Analysis
(RCA).
c. Analisis dan rekomendasi tindaklanjut RCA selesai dalam waktu 45 hari.
Hasil RCA dilaporkan kembali kepada representasi pemilik.
3. Alur pelaporan Insiden ke komite keselamatan pasien RS dan KNKP - Komite
Nasional Keselamatan Pasien (Eksternal) :
a. Laporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) untuk Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD) dan/atau kejadian Sentinel yang telah dilakukan
investigasi oleh Komite PMKP Rumah Sakit melalui aplikasi
http://mutufasyankes.kemkes.go.id.
b. Kejadian Sentinel dilaporkan juga ke KARS dalam 2x24 jam, IR (Incident
Report) dikirim melalui email KARS (survey@kars.or.id).
4. Komite PMKP melakukan analisis dan memantau insiden keselamatan pasien
yang dilaporkan setiap triwulan untuk mendeteksi pola, tren serta mungkin
variasi berdasarkan frekuensi pelayanan dan atau risiko terhadap pasien.
5. Laporan insiden dan hasil investigasi baik investigasi komprehensif (RCA)
maupun investigasi sederhana (simple RCA) harus dilakukan untuk setidaknya:
a. Semua reaksi transfuse yang sdudah di konfirmasi.
b. Semua kejadian serius akibat reaksi obat (adverse drug rearction) yang
serius sesuai yang ditetapkan oleh rumah sakit.
c. Semua kesalahan pengobatan (medication error) yang signifikan sesuai
yang ditetapkan oleh rumah sakit.
d. Semua perbedaan besar antara diagnosis pra dan diagnosis pasca operasi
misalnya diagnosis praoperasi adalah obstruksi saluran pencernaan
dan diagnosis pascaoperasi adalah ruptur aneurisme aorta abdominalis
(AAA).
e. Kejadian tidak diharapkan atau pola kejadian tidak diharapkan selama
sedasi prosedural tanpa memandang cara pemberian.
f. Kejadian tidak diharapkan atau pola kejadian tidak diharapkan selama
anestesi tanpa memandang cara pemberian.
g. Kejadian tidak diharapkan atau pola kejadian tidak diharapkan selama
anestesi tanpa memandang cara pemberian.
h. Kejadian tidak diharapkan yang berkaitan dengan ident ifikasi pasien.
i. Kejadian-kejadian lain, misalnya infeksi yang berkaitan dengan
perawatan kesehatan atau wabah penyakit menular.
6. Data luaran (outcome) dilaporkan kepada Direktur dan Dewas sebagai bagian
dari program peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
C. Metode Analisis Akar Masalah
1. Analisis KTD, KNC, KTC, KPCS dengan melakukan investigasi sederhana
(simple investigation) dengan kurun waktu yaitu grading biru tidak melebihi
7 (tujuh) hari, grading hijau tidak melebihi 14 (empat belas) hari.
2. Semua kejadian yang memenuhi definisi sentinel dianalisis akar masalahnya
secara komprehensif (RCA) dengan waktu tidak melebihi 45 (empat puluh
lima) hari.
3. Komite PMKP segera membentuk tim investigator segera setelah menerima
laporan kejadian sentinel.
4. Analisis data mendalam dilakukan ketika terjadi tingkat, pola tren yang tidak
diharapkan yang digunakan untuk meningkatkan mutu dan keselamatan pasien.
5. Ada beberapa metode analisis akar masalah, antara lain :
a. Analisis 5-Whys atau Why-why
Dengan bertanya 'kenapa? ' berulang kali, maka dapat mengupas
lapisan di atas lapisan masalah untuk mencapai garis bawah (dan temukan
akar penyebabnya). Dengan mengidentifikasi penyebab masalah secepat
mungkin, kita dapat menangani penyebab sebenarnya dari masalah,
bukan hanya sekedar simptom.
Teknik 5 Whys ini sangat baik untuk digunakan menyelesaikan
masalah- masalah sederhana sampai masalah dengan tingkat kerumitan
yang medium. Sedangkan untuk masalah-masalah yang lebih kritis atau
kompleks, sumber penyebabnya dapat terdiri dari beberapa dapat
menggunakan Ishikawa Diagram atau Fish Bone Diagram.
b. Fish Bone Diagram
Fish bone diagram akan mengidentifikasi berbagai sebab potensial dari satu efek
atau masalah, dan menganalisis masalah tersebut melalui sesi brain storming.
Masalah akan dipecah menjadi sejumlah kategori yang berkaitan, mencakup
manusia, material, mesin, prosedur, kebijakan, dan sebagainya. Setiap kategori
mempunyai sebab-sebab yang perlu diuraikan melalui sesi brain storming.
Berikut 6 sumber penyebab timbulnya masalah di suatu
perusahaan/rumah sakit :
1) Man (Tenaga Kerja) : hal ini berkaitan dengan kekurangan
pengetahuan dan keterampilan dari sumber daya manusia.
2) Mesin/peralatan : tidak adanya sistem perawatan preventif terhadap
mesin, kesesuaian mesin dengan spesifikasi, mesin tidak
dikalibrasi, dan beberapa hal lainnya.
3) Metode Kerja : berkaitan dengan prosedur dan metode kerja yang
tidak benar, tidak jelas, tidak diketahui, tidak transaparan, tidak
cocok, dan lain sebagainya.
4) Material : ketiadaan spesifikasi kualitas bahan baku yang digunakan.
5) Tempat & Lingkungan Kerja : tidak memperhatikan kebersihan,
lingkungan kerja tidak kondusif, kurangnya lampu penerangan,
ventilasi yang buruk, bising, dan lain sebagainya.
6) Motivasi : sikap kerja yang benar dan profesional, misal sulit bekerja
sama
c. Root Cause Analysis (RCA)
1) Definisi RCA
Analisis akar masalah (Root Cause Analysis / RCA) adalah
sebuah alat kerja yang sangat berguna untuk mencari akar masalah
dari suatu insiden yang telah terjadi.
Root Cause Analysis (RCA) adalah sebuah pendekatan
terstruktur untuk mengidentifikasi berbaga faktor diantaranya alam,
situasi dan kondisi, lokasi, manusia, waktu terjadinya masalah dari
kejadian- kejadian di masa lalu untuk mengidentifikasi penyebab
masalah yang bisa diperbaiki untuk mencegah masalah yang sama
terjadi kembali. RCA juga berguna untuk mengidentifikasi pelajaran
yang dapat dipetik untuk mencegah kerugian kembali terjadi dalam
proses.
2) Prinsip Pelaksanaan RCA :
a) Fokus pada problem solving.
b) Fokus pada sistem & proses, bukan pada individu.
c) Fair, teliti dan effisien.
3) Penggunaan RCA :
a) Bila ada kejadian sentinel
b) Bila hasil matrix grading, band risiko-nya berwarna merah.
D. Pengukuran Budaya Keselamatan
Pengukuran budaya keselamatan pasien perlu dilakukan oleh
rumah sakit dengan melakukan survei budaya keselamatan pasien setiap tahun.
Budaya keselamatan pasien juga dikenal sebagai budaya yang aman, yakni
sebuah budaya organisasi yang mendorong setiap individu anggota staf (klinis atau
administratif) melaporkan hal-hal yang menghawatirkan tentang
keselamatanatau mutu pelayanan tanpa imbal jasa dari rumah sakit.
Budaya keselamatan dalam implementasi sistem manajemen keselamatan yang
kuat mencakup: mendorong setiap orang bertanggung jawab akan keselamatan
terhadap diri sendiri, rekan kerja, pasien, dan pengunjung; mengutamakan keselamatan
dan keuntungan di atas keutungan dan tujuan organisasi; mendorong setiap orang
bertanggung jawab akan keselamatan terhadap diri sendiri, rekan kerja, pasien, dan
pengunjung; mengutamakan keselamatan dan keuntungan di atas keuntungan dan
tujuan organisasi; mendorong dan memberikan penghargaan terhadap identifikasi,
pelaporan, dan penyelesaian isu keselamatan; memberi kesempatan pembelajaran dari
kejadian celaka; mengalokasikan sumber daya, struktur dan tanggung jawab, yang
sesuai untuk memelihara sistem keselamatan yang efektif; serta menghindari tindakan
sembrono yang absolut (Beginta, 2012).
Pengaturan Penciptaan Budaya Aman di rumah sakit bertujuan : (1) Memberikan
perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan
sumber daya manusia di rumah sakit ; (2) Meningkatnya kemampuan masyarakat serta
seluruh sumber daya manusia di rumah sakit dalam menolong diri sendiri dari ancaman
gangguan dan risiko kesehatan dan keselamatan kerja ; (3) Memberikan kepastian
hukum kepada seluruh pihak yang terlibat dalam pelayanan di rumah sakit.
Direktur rumah sakit melakukan evaluasi rutin terhadap hasil survei budaya
keselamatan pasien dengan melakukan analisis dan tindak lanjutnya. Hasil
pengukuran kuesioner/ survey dilakukan rekap oleh Sekretaris Komite PMKP
kemudian dibuat evaluasi pencapaian pengukuran budaya keselamatan berdasarkan
hasil identifikasi serta dibuat rencana perbaikan oleh Komite PMKP dan dilaporkan
kepada Direktur RS.
Survei budaya keselamatan pasien dapat digunakan untuk (AHRQ, 2004):
1. Meningkatkan kesadaran staf rumah sakit mengenai keselamatan pasien
2. Mendiagnosa dan menilai keadaan budaya keselamatan pasien saat itu
3. Mengidentifikasi kekuatan/kelebihan suatu area/unit untuk pengembangan
program keselamatan pasien
4. Menguji perubahan trend budaya keselamatan pasien sepanjang waktu
5. Mengevaluasi dampak budaya dari inisiatif dan intervensi keselamatan pasien
6. Mengadakan perbandingan baik internal maupun eksternal.
BAB VI
MANAJEMEN RISIKO

Manajemen risiko adalah proses yang proaktif dan berkesinambungan meliputi


identifikasi, analisis, evaluasi, pengendalian, informasi komunikasi, pemantauan, dan
pelaporan risiko, termasuk berbagai strategi yang dijalankan untuk mengelola risiko dan
potensinya.
Tujuan penerapan manajemen risiko untuk mencegah terjadinya cedera dan kerugian
di rumah sakit. Rumah sakit perlu menerapkan manajemen risiko dan rencana penanganan
risiko untuk memitigasi dan mengurangi risiko bahaya yang ada atau mungkin terjadi.
A. Langkah Manajemen Risiko
Peningkatan mutu dan Keselamatan Pasien dilakukan dengan menggunakan
pendekatan proaktif dalam melaksanakan manajemen risiko di semua
unit/bagian/bidang. Analisis risiko merupakan proses untuk mengenali bahaya (hazard)
yang mungkin terjadi dan bagaimana potensi kegawatan dari bahaya tersebut. Langkah-
langkah manajemen risiko:
1. Identifikasi Risiko
2. Menetapkan prioritas risiko
3. Analisis risiko
4. Pengelolaan risiko
5. Evaluasi.
Langkah manajemen risiko seperti yang digambarkan dibawah ini:

Gambar 5.1 Diagram Manajemen Risiko

B. Jenis Risiko
Risiko operasional adalah risiko yang terjadi saat rumah sakit memberikan
pelayanan kepada pasien baik klinis maupun non klinis.
Risiko klinis yaitu risiko operasional yang terkait dengan pelayanan kepada
pasien (keselamatan pasien) meliputi risiko yang berhubungan dengan perawatan
klinis dan pelayanan penunjang seperti kesalahan diagnostik, bedah atau
pengobatan.
Risiko non klinis yang juga termasuk risiko operasional adalah risiko PPI
(terkait pengendalian dan pencegahan infeksi misalnya sterilisasi, laundry, gizi,
kamar jenazah dan lain-lainnya), risiko MFK (terkait dengan fasilitas dan
lingkungan, seperti kondisi bangunan yang membahayakan, risiko yang terkait
dengan ketersediaan sumber air dan listrik, dan lain lain.
Unit klinis maupun non klinis dapat memiliki risiko yang lain sesuai
dengan proses bisnis/kegiatan yang dilakukan di unitnya. Misalnya unit humas
dapat mengidentifikasi risiko reputasi dan risiko keuangan;
1. Risiko keuangan; risiko kepatuhan (terhadap hukum dan peraturan yang
berlaku).
2. Risiko reputasi (citra rumah sakit yang dirasakan oleh masyarakat).
3. Risiko strategis (terkait dengan rencana strategis termasuk tujuan strategis
rumah sakit).
4. Risiko kepatuhan terhadap hukum dan regulasi.
C. Program dan Proses Manajemen Risiko
1. Program manajemen risiko rumah sakit harus disusun setiap tahun
berdasarkan daftar risiko yang diprioritaskan dalam profil risiko meliputi:
a. Proses manajemen risiko.
b. Integrasi manajemen risiko di rumah sakit.
c. Pelaporan kegiatan program manajemen risiko.
d. Pengelolaan klaim tuntunan yang dapat menyebabkan tuntutan
2. Proses manajemen risiko yang diterapkan di rumah sakit meliputi:
a. Komunikasi dan konsultasi.
b. Menetapkan konteks.
c. Identifikasi risiko sesuai kategori risiko
d. Analisis risiko.
e. Evaluasi risiko.
f. Penanganan risiko.
g. Pemant auan risiko.
3. Komite/ Tim PMKP memandu penerapan program manajemen risiko di
rumah sakit dengan melakukan supervisi dan rapat koordinasi dengan unit
terkait implementasi risiko di unit.
a. Komite PMKP menyusun program manajemen risiko dan ditetapkan oleh
Direktur RS.
b. Komite PMKP membuat daftar risiko tingkat rumah sakit berdasarkan
daftar risiko yang dibuat tiap unit setiap tahun. Berdasarkan daftar
risiko tersebut ditentukan prioritas risiko yang dimasukkan dalam
profil risiko rumah sakit.
c. Komite PMKP menyusun profil risiko yang akan menjadi bahan
dalam penyusunan program manajemen risiko rumah sakit dan
menjadi prioritas untuk dilakukan penanganan dan pemantauannya.
d. Komite PMKP membuat pemantauan terhadap rencana penanganan
risiko dan melaporkan kepada Direktur dan Dewas setiap 6 bulan.
4. Direktur rumah sakit juga berperan dalam memilih selera risiko yaitu tingkat
risiko yang bersedia diambil rumah sakit dalam upayanya mewujudkan tujuan
dan sasaran yang dikehendakinya.

D. Analisis Risiko
Rumah Sakit memastikan bahwa seluruh staf yang terkait mampu melakukan
analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa masalah tersebut terjadi
untuk kemudian menyusun rencana tindak lanjutnya. Analisis akar masalah (RCA)
dilakukan untuk melakukan identifikasi apabila ditemukan permasalahan dalam
pemenuhan indikator mutu dan manajerial serta pengelolaan insiden. Proses
mengurangi risiko dilakukan paling sedikit satu kali dalam setahun dan dibuat
dokumentasinya, dengan menggunakan FMEA (Failure Mode and Effect Analysis).
Proses yang dipilih adalah proses dengan risiko tinggi.
Metode analisis risiko proaktif yang digunakan antara yaitu (a) non statistical
tools: untuk mengembangkan ide, mengelompokkan, memprioritaskan dan
memberikan arah dalam pengambilan keputusan. Alat-alat tersebut meliputi Fish bone,
bagan alir, RCA, failure mode effect analysis (analisis modus kegagalan dan
dampaknya/FMEA/AMKD), analisis kerentanan terhadap bahaya/hazard vulnerability
analysis (HVA) dan infection control risk assessment (pengkajian risiko
pengendalian infeksi /ICRA), (b) Statistical tools seperti diagram Pareto, lembar
periksa (check sheet).
1. Diagram tulang ikan

Gambar 5.2. Diagram Tulang Ikan


Langkah-langkah menggambarkan diagram tulang ikan:
a. Masalah yang akan dianalisis diletakkan disebelah kanan (kepala tulang
ikan).
b. Komponen struktur dan proses masalah diletakkan pada sirip ikan (manusia,
mesin/peralatan, metode, material, lingkungan.
c. Kemudian dilakukan diskusi untuk menganalisis penyebab masalah pada
setiap komponen struktur dan proses tersebut.
2. Bagan alir/diagram alur/flow chart:
Digunakan untuk menggambarkan urutan langkah dari suatu proses spesifik
yang dipakai untuk mengidentifikasi masalah, menganalisis masalah serta
menentukan “ideal path” dalam perencanaan perbaikan.
Simbol-simbol yang digunakan pada Bagan Alir ditunjukan pada gambar
dibawah ini:

Awal/ akhir proses Penghu


bung

Kegiatan
Kepu
tusan

Gambar 5.3 Simbol yang digunakan

3. Root Causes Analysis (RCA)


Langkah-langkah melakukan RCA:
a. Investigasi kejadian
b. Rekonstruksi kejadian
c. Analisis sebab : mengidentifikasi penyebab masalah
d. Menyusun rencana tindakan
e. Melaporkan proses analisis dan temuan.
4. FMEA (failure mode effect analysis) : Analisis Modus Kegagalan Dan
Dampaknya (AMKD)
Suatu alat mutu untuk mengkaji suatu prosedur secara rinci dan mengenali
model-model adanya kegagalan/kesalahan pada suatu prosedur, melakukan
penilaian terhadap tiap model kesalahan/kegagalan dan mencari solusi dengan
melakukan perubahan disain/prosedur. Komite PMKP memandu pemilihan satu
analisis secara proaktif proses berisiko tinggi yang diprioritaskan untuk
dilakukan analisis FMEA setiap tahun.
Aktifitas utama dalam melakukan FMEA di rumah sakit antara lain:
a. Analisis Failure Mode – failure mode adalah proses atau subproses yang
melalui berbagai cara dapat gagal memberikan hasil yang diharapkan.
b. Analisis masalah (hazard analysis) adalah proses mengumpulkan dan
mengevaluasi informasi mengenai masalah yang berkaitan dengan proses
yang dipilih (area yang menjadi fokus FMEA). Tujuannya adalah untuk
memperoleh daftar masalah / kesalahan yang signifikan, yang paling sering
menyebabkan cedera atau sakit.
c. Menetapkan kontrol yang efektif yaitu menentukan langkah pencegahan
(barrier) untuk menghilangkan atau mengurangi secara signifikan semua
kemungkinan terjadinya masalahatau problem dalam aktifitas sehari-hari.
d. Tahapan FMEA:
1) Menentukan topik FMEA dan membentuk Tim
2) Membuat diagram proses atau alur proses dengan flow chart yang
rinci
3) Identifikasi Modus kegagalan & dampaknya
4) Menetapkan kemungkinan tingkat keparahan dari efek tersebut ke
pasien (RPN)
5) Identifikasi akar penyebab modus kegaggalan
6) Melakukan root cause analysis dari failure mode
7) Disain ulang proses
8) Analisis dan uji cobakan proses baru
9) Terapkan dan awasi proses yang sudah didesain ulang sebelumnya.
Tabel 5.1 Risk Priority Numbers (RPN)

S O D
Severity (tingkat Occurence (tingkat Detectable (terdeteksi)
keparahan) keseringan)
1. Minor 1. Hampir tidak pernah 1. Selalu terdeteksi
2. Moderate terjadi 2. Sangat mungkin
3. Minor Injury 2. Jarang terdeteksi
4. Mayor Injury 3. Kadang-kadang 3. Mungkin terdeteksi
5. Terminal 4. Sering 4. Kemungkinan kecil
injury/death 5. Sangat sering dan pasti terdeteksi
5. Tidak mungkin
terdeteksi

5. HVA
Hazard VulnerabilityAnalysis adalah suatu identifikasi bahaya dan efek
langsung dan tidak langsung bahaya tersebut terhadap rumah sakit. Bahaya
sebenarnya dianalisis dalam konteks populasi berisiko untuk menentukan
kerentanan terhadap setiap bahaya tertentu.
6. ICRA
Infection Control Risk Asesment adalah proses pengurangan risiko dari
infeksi melalui tahapan perencanaan fasilitas, desain, renovasi dan pemeliharaan
fasilitas melalui pengetahuan tentang infeksi, agen infeksi, dan lingkungan untuk
mengantisipasi dampak potensial.
BAB VII
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

RS Bedah Mitra Sehat mempunyai program pelatihan peningkatan mutu dan


keselamatan pasien untuk Pimpinan RS dan semua staf yang terlibat dalam pengumpulan,
analisis dan validasi data mutu, Kepala bidang/ bagian, kepala instalasi, Komite Medis,
Komite Keperawatan dan Staf Klinis di RS perlu paham konsep program dan peningkatan
mutu dan keselamatan pasien sehingga dapat melaksanakan perbaikan sesuai bidang tugasnya
menjadi lebih baik
Komite PMKP berkoordinasi dengan urusan Diklat untuk mengidentifikasi kebutuhan
Diklat peningkatan mutu dan keselamatan pasien dengan mempertimbangkan :
a. Staf baru yang bekerja wajib mengikuti Diklat peningkatan mutu dan keselamatan
pasien
b. Hasil kegiatan pengukuran mutu dan keselamatan
c. Diklat PMKP yang wajib dilakukan review secara berkala
d. Penggunaan metode/media baru dalam melakukan pengisian/penginputan data yang
terkait dengan indikator mutu unit dan RS.
e. Pencapaian Diklat yang belum mencapai target 100%
f. Temuan masalah yang ada di lapangan yang terkait dengan pengelolaan program
PMKP di RS
g. Penggunan metode/system manajemen data elektronik dalam melakukan pengumpulan,
pelaporan, analisis, validasi dan publikasi.
Pelatihan PMKP dilakukan secara eksternal dan internal RS, untuk pelaksanaan
pelatihan PMKP internal dilaksanakan oleh narasumber yang kompeten yaitu telah mengikuti
pelatihan/ workshop PMKP eskternal dan narasumber tersebut telah ditetapkan dalam SK
Direktur.Program Pelatihan PMKP meliputi:

No JABATA LOKASI MATERI


N DIKLAT
1. aDirektur, Wakil Direktur, Komite External Konsep & prinsip PMKP
.PMKP, Kepala Mutu dan
Akreditasi
2. bKepala Bidang/ Bagian, Internal Konsep & prinsip PMKP
.KepalaInstalasi
3. cKomite Medik & Keperawatan External/ Konsep & prinsip PMKP
. internal PCC ( Patient Center Care)
4. dStaf Mutu, Staf Risiko, Staf Internal Konsep & prinsip PMKP
.Keselamatan Pasien, Staf
Akreditasi
5. eStaf pengumpul data unit Internal Sistem manajemen data,
. metode dan teknik statistic
6. fStaf klinis Internal Standar berfokus pada pasien
.
7. gKaryawan baru Internal Konsep dasar PMKP
.

Tahapan pelaksanaan Diklat PMKP meliputi:


1. Membuat TOR Diklat program pelatihan PMKP, menjadwalkan Diklat PMKP
eksternal, menyusun silabus
2. Menyiapkan materi Diklat, Komite PMKP berkoordinasi dengan urusan Diklat untuk
pelaksanaan Diklat
3. Evaluasi pelaksanaan Diklat
4. Pelaporan
Bagian Diklat melaporkan hasil pencapaian Diklat PMKP yang dilaksanakan ke
Komite PMKP, dilakukan evaluasi dan akan menjadi data untuk perencanaan Diklat
selanjutnya.
5. Dokumentasi
Hasil kegiatan Diklat didokumentasikan dalam bentuk sertifikat Diklat disimpan dalam
berkas karyawan, hasil post test dan pre test disimpan di bagian Diklat.
BAB VIII
PERTEMUAN & RAPAT

A. Rapat Terjadwal
Rapat terjadwal terkait program peningkatan mutu dan keselamatan pasien meliputi:
1. Rapat pemilihan indikator mutu prioritas RS (IMP – RS)
a. Dipimpin oleh Direktur RS, dihadiri Para pimpinan RS, Komite PMKP,
Komite Medik, Komite Keperawatan, Komite Nakes Lainnya, Komite Etik dan
Hukum, Tim/ Komite PPI, Tim/ Komite K3 RS dan para kepala instalasi/
kepala unit
b. Rapat membahas kajian dasar pemilihan indikator mutu prioritas RS dan
pemilihan indikator mutu prioritas RS
c. Rapat dilaksanakan di akhir tahun
2. Rapat penyusunan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien prioritas
a. Rapat dipimpin oleh Direktur RS dihadiri Para pimpinan RS, Komite PMKP,
Komite Medik, Komite Keperawatan, Komite Nakes, Komite Etik dan
Hukum, Tim/ Komite PPI, Tim/ Komite K3 RS dan para kepala instalasi/
kepala unit
b. Rapat dilaksanakan di akhir tahun
3. Rapat pemilihan indikator mutu prioritas unit (IMP- Unit)
a. Rapat dipimpin oleh Kepala Instalasi/ Kepala Unit, dihadiri oleh Komite
PMKP, Kepala Bidang/ Bagian terkait, Staf pengumpul data dan staf yang ada
di unit
b. Rapat dilakukan setiap akhir tahun
4. Rapat penyampaian capaian mutu prioritas RS (IMP – RS), capaian program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien, rencana perbaikan
a. Rapat dipimpin oleh Direktur RS, dihadiri oleh Para pimpinan RS, Komite
PMKP, Komite Medik, Komite Keperawatan, Komite Nakes, Komite Etik
dan Hukum, Tim/ Komite PPI, Tim/ Komite K3 RS dan para kepala instalasi/
kepala unit
b. Rapat dilaksanakan setiap 3 bulan
5. Rapat koordinasi dengan Tim/ Tim/Komite PPI
a. Pembahasan capaian hasil surveilans terintegrasi dengan data mutu.
b. Membahas analisis dan rencana tindak lanjut.
c. Rapat dilaksanakan setiap 3 bulan
6. Rapat dengan Staf pengumpul data
a. Rapat dihadiri oleh Komite PMKP dan Staf pengumpul data dari unit
b. Membahas alur pelaporan indikator mutu unit, cara pengumpulan data dengan
menggunakan sistem manajemen data terintegrasi
B. Rapat Tidak Terjadwal
1. Rapat dilakukan jika ada hal – hal yang perlu dibahas dan dikoordinasikan terkait
capaian mutu dan insiden keselamatan pasien maupun risiko yang harus segera
ditindaklanjuti.
2. Rapat difasilitasi oleh Komite PMKP dengan berkoordinasi dengan bidang/ bagian
dan unit terkait.
C. Feed Back dan Penyampaian Informasi
1. Komunikasi dan informasi terkait program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
secara berkala kepada staf merupakan hal yang penting.
2. Alur penyampaian komunikasi mutu dilakukan melalui jalur yang efektif, seperti :
poster, notulen, pertemuan staf (rapat). Informasi yang diberikan antara lain berupa
program yang baru saja selesai, perkembangan dalam pencapaian sasaran
keselamatan pasien, hasil analisis kejadian sentinel atau kejadian tidak diinginkan
lainnya, ataupun penelitian terkini maupun program benchmark.
3. Informasi yang diberikan antara lain dapat berupa program baru atau program yang
baru saja selesai, perkembangan dalam mencapai Sasaran Keselamatan Pasien, hasil
analsiis kejadian sentinel atau kejadian tidak diinginkan lainnya, ataupun penelitian
terkini maupun program brenchmark.
4. Perbaikan/Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien yang telah dilakukan
diinformasikan kepada seluruh karyawan dan DPJP melalui :
a. Morning Meeting.
b. Rapat Koordinasi.
c. Rapat Mutu.
d. Rapat Komite Medik.
e. Majalah dinding yang dipublikasikan di tempat yang mudah dibaca oleh
karyawan, maupun dokter provider.
BAB IX
PENCATATAN DAN PELAPORAN

A. Pencatatan
Pencatatan data – data dengan menggunakan sistem manajemen data elektronik yaitu
dengan menggunakan SISDOKAR dan google sheet. Data – data yang dikumpulkan
meliputi:
1. Data indikator mutu nasional dikumpulkan dalam SISDOKAR (rekapan harian),
google sheet (untuk data per sampel) data diinput setiap hari sesuai tanggal berjalan
oleh staf pengumpul data di unit.
2. Data indikator mutu prioritas RS (IMP-RS) dikumpulkan dalam SISDOKAR
(rekapan harian), google sheet (untuk data per sampel) data diinput setiap harisesuai
tanggal berjalan oleh Staf Pengumpul data Unit.
3. Data indikator mutu prioritas unit dikumpulkan dikumpulkan dalam SISDOKAR
(rekapan harian), google sheet (untuk data per sampel) data diinput setiap harisesuai
tanggal berjalan oleh staf pengumpul atau Unit.
4. Data pelaporan insiden keselamatan pasien dengan menggunakan sistem elektronik
dari unit ( google form) dan pelaporan eksternal melalui e-reporting ke KNKP.
5. Data hasil monitoring kinerja staf klinis (bila monitoring kinerja menggunakan
indikator mutu) (PMKP) dikumpulkan SISDOKAR (rekapan harian) dan google
sheet bila dimasukan kedalam indikator mutu dan diinput setiap hari oleh staf
pengumpul data unit.
6. Data insiden/kejadian/kecelakaan di RS diinput oleh staf yang terpapar kecelakaan
kerja dalam bentuk google sheet dilaporkan ke Tim K3RS oleh pelapor.
7. Data hasil surveilans PPI diinput oleh IPCN setiap unit dalam SISDOKAR dan
google sheet setiap hari sesuai tanggal berjalan.
8. Data hasil pengukuran budaya keselamatan dalam bentuk kuesioner yang ada dalam
google sheet diisi oleh setiap staf di unit kerja. Pengukuran budaya keselamatan
dilakukan 1x dalam 1 tahun.
9. Penginputan daftar risiko unit mengunakan aplikasi Risk Obs oleh Kepala Unit.
B. Pelaporan
1. Laporan Bulanan Indikator Mutu
a. Laporan bulanan mencakup indikator mutu prioritas RS (IMP – RS) dan
indikator mutu prioritas unit (IMP – Unit)
b. Data dari Instalasi / Unit dikumpulkan setiap bulan oleh staf pengumpul data
Unit dengan menggunakan sistem manajemen data elektronik yang sudah ada
menggunakan SISDOKAR dan google sheet Data diverifikasi oleh Kepala
Instalasi/Kepala Unit kemudian diberikan ke Kepala Bidang/Bagian
c. Kepala Bidang/ Bagian memberikan rekomendasi tindak lanjut yang harus
dilaksanakan oleh unit
2. Laporan triwulan indikator mutu rumah sakit
a. Laporan triwulan mencakup indikator mutu prioritas RS (IMP – RS) dan
indikator mutu prioritas unit (IMP – Unit).
b. Data dari Instalasi/Unit dikumpulkan setiap triwulan oleh staf pengumpul
data di Unit Kerja dengan menggunakan sistem manajemen data yang sudah
ada menggunakan SISDOKAR dan google sheet.
c. Data diverifikasi oleh Kepala Instalasi /Kepala Unit kemudian dibuat analisis
dan rencana tindaklanjut pada indikator yang tidak tercapai dan diserahkan ke
Kepala Bidang / Bagian untuk disetujui.
d. Laporan Triwulan indikator mutu diberikan kepada Komite PMKP untuk
dilakukan verifikasi ulang, serta memberikan rekomendasi persetujuan atas
analisis yang rencana tindaklanjut yang telah dibuat untuk kemudian diberikan
kepada Direktur Rumah Sakit.
e. Direktur RS melakukan penelaahan terhadap rekomendasi tindaklanjut yang
diajukan, dan meneyrahkan laporan ke Dewas.
f. Dewas emberikan feed back atas laporan tersebut kepada Direktur Rumah sakit
untuk kemudian diberikan kepada Instalasi/Unit/Urusan terkait untuk
ditindaklanjuti.
3. Laporan IKP (Insiden Keselamatan Pasien)
a. Laporan Internal :
Setelah ditindaklanjuti, segera buat laporan insidennya dengan mengisi
laporan. Laporan Insiden pada akhir jam kerja/shift kepada atasan langsung
(paling lambat 2 x 24 jam); disertakan laporan kronologis yang telah diisi
sebelumnya (1x24 jam) untuk membantu memetakan kejadian. Laporan
diserahkan ke Komite PMKP.
b. Laporan Insiden Keselamatan Pasien dilaporkan ke Dewas terdiri dari:
1) Laporan insiden keselamatan apsien setiap 3 bulan.
2) Laporan kejadian sentinel setiap ada kejadian dan laporan ulang setelah
dilakukan analisis degan menggunakan metode Root Cause Analysis
(RCA).
3) Analisis dan rekomendasi tindaklanjut RCA selesai dalam waktu 45
hari.
4) Hasil RCA dilaporkan kembali kepada representasi pemilik
c. Laporan Insiden ke Komite Keselamatan Pasien RS dan KNKP - Komite
Nasional Keselamatan Pasien (Eksternal)
1) Laporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) untuk Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD) dan/atau kejadian Sentinel yang telah dilakukan
investigasi oleh Komite PMKP Rumah Sakit melalui aplikasi
http://mutufasyankes.kemkes.go.id.
2) Kejadian Sentinel dilaporkan juga ke KARS dalam 2x24 jam, IR
(Incident Report) dikirim melalui email KARS (survey@kars.or.id)
3. Laporan pengukuran budaya keselamatan
a. Kuesioner yang telah diisi oleh staf melalui google sheet akan dilakukan
rekap oleh Komite PMKP kemudian dibuat laporan analisis dan rekomendasi
tindaklanjutnya.
b. Laporan yang sudah disertakan analisis dan rekomendasi tindaklanjut
diberikan kepada Direktur untuk disetujui.
c. Feed back dari Direktur Rumah sakit disosialisasikan kembali oleh Komite
PMKP di forum pertemuan morning meeting, rapat capaian program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
4. Laporan manajemen risiko
a. Komite PMKP melakukan pelaporan Komite PMKP terhadap pemantauan
rencana penanganan risiko dan melaporkan kepada Direktur dan Dewas
setiap 6 bulan.
b. Dewas memberikan rekomendasi terhadap laporan untuk dijalankan di
RS.
BAB X
MONITORING DAN EVALUASI

A. Monitoring

Seluruh jajaran manajemen rumah sakit secara berkala melakukan monitoring


terhadap program peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang dilaksanakan oleh Komite
PMKP dan Keselamatan Pasien rumah sakit.
Monitoring dengan menggunakan cheklist data yang diperlukan, dan dikemas dalam
kegiatan supervise ke unit-unit.
B. Evaluasi
1. Komite PMKP dan Keselamatan Pasien rumah sakit secara berkala melakukan
evaluasi terhadap pedoman, kebijakan dan prosedur peningkatan mutu dan
keselamatan pasien yang dipergunakan di rumah sakit.
2. Seluruh jajaran manajemen rumah sakit secara berkala melakukan evaluasi terhadap
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
3. Komite PMKP dan Keselamatan Pasien rumah sakit melakukan evaluasi kegiatan
setiap bulan dan membuat tindak lanjutnya.
4. Komite PMKP dan Keselamatan Pasien rumah sakit melakukan analisis pemenuhan
indikator setiap tiga bulan dan membuat tindak lanjutnya (laporan triwulan).
5. Rumah sakit telah membuat rencana perbaikan terhadap mutu dan keselamatan
berdasar atas hasil capaian mutu.
6. Rumah sakit telah melakukan uji coba rencana perbaikan terhadap mutu dan
keselamatan pasien.
7. Rumah sakit telah menerapkan/melaksanakan rencana perbaikan terhadap mutu dan
keselamatan pasien.
8. Tersedia data yang menunjukkan bahwa perbaikan bersifat efektif dan
berkesinambungan.
9. Bukti perubahan-perubahan regulasi yang diperlukan dalam membuat rencana,
melaksanakan, dan mempertahankan perbaikan.
10. Keberhasilan telah didokumentasikan dan dijadikan laporan PMKP sesuai alur yang
telah ditentukan.
BAB XI
PENUTUP

Pedoman yang disusun ini merupakan langkah awal sebagai pedoman bagi rumah sakit
untuk melakukan pengukuran, evaluasi dan tindak lanjut terhadap indikator nasional mutu,
Indikator mutu prioritas rumah sakit, indikator mutu unit dan indikator sasaran keselamatan
pasien. Pedoman ini diharapkan dapat diterapkan oleh rumah sakit dan menjadi pedoman bersama
dalam mengukur Indikator mutu prioritas rumah sakit.
Hasil pengukuran indikator mutu prioritas rumah sakit tersebut dapat diakses dan
dipublikasikan untuk perbaikan internal rumah sakit dan eksternal sebagai bukti akuntabilitas pada
masyarakat. Buku pedoman ini masih dalam tahap perkembangan sehingga tidak menutup
kemungkinan adanya masukan demi tercapainya perbaikan.

Anda mungkin juga menyukai