TENTANG
GRAHA BUNDA
Menetapkan :
Kedua : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya dan apabila dikemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.
dr.Reynanta,Sp.OG MARS
BAB I
PENGORGANISASIAN
Pasal 1
1. Peningkatan mutu adalah adalah keseluruhan upaya dan kegiatan secara komprehensif dan
integrative memantau dan menilai mutu pelayanan, memecahkan masalah-masalah yang ada dan
mencari jalan keluarnya, sehingga mutu pelayanan akan menjadi lebih baik.
2. Keselamatan pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi asesmen
resiko, identifikasi dan pengelolaan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
resiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
3. Direktur rumah sakit membentuk Tim PMKP atau bentuk organisasi lainnya untuk mengelola
kegiatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan sesuai dengan uraian tugas.
4. Direktur rumah sakit menetapkan penanggung jawab data di tiap-tiap unit kerja.
5. Individu di dalam tim PMKP atau bentuk organisasi lainnya dan penanggungjawab data telah dilatih
serta kompeten.
BAB II
SISTEM MANAJEMEN DATA
Pasal 2
1. Rumah sakit mempunyai referensi yang dipergunakan untuk meningkatkan mutu asuhan klinis dan
proses kegiatan manajemen lebih baik.
2. Tim medis dan tim keperawatan mempunyai referensi peningkatan mutu asuhan klinis terkini.
3. Rumah sakit mempunyai regulasi sistem manajemen data program PMKP yang terintegrasi.
4. Rumah sakit mempunyai regulasi tentang manajemen data yang meliputi:
a) sistem manajemen data yang meliputi pengumpulan, pelaporan, analisis, feedback dan
publikasi data
b) menetapkan data-data yang akan dibandingkan dengan rumah sakit lain atau menggunakan
database ekternal.
c) menjamin keamanan dan kerahasian data dalam berkontribusi dengan database eksternal.
5. Regulasi sistem manajemen data yang dimaksud pada pasal 2 ayat 4, antara lain meliputi:
a) rumah sakit perlu mempunyai sistem manajemen data yang didukung dengan teknologi
informasi, mulai dari pengumpulan, pelaporan, analisis, validasi, serta publikasi data untuk
internal rumah sakit dan eksternal RS Publikasi data tetap harus memperhatikan kerahasiaan
pasien sesuai dengan peraturan perundang-undangan.;
b) data yang dimaksud meliputi, data dari indikator mutu unit dan indikator mutu prioritas rumah
sakit;
d) data hasil monitoring kinerja staf klinis (bila monitoring kinerja menggunakan indikator
mutu);
f) integrasi seluruh data diatas baik di tingkat rumah sakit dan unit kerja meliputi:
o pengumpulan
o pelaporan
o analisa
6. Rumah sakit menyediakan teknologi, fasilitas, dan dukungan lain untuk menerapkan sistem
manajemen data di rumah sakit sesuai dengan sumber daya yang ada di rumah sakit.
7. Rumah sakit telah melakukan pengumpulan data dan informasi untuk mendukung asuhan pasien,
manajemen rumah sakit, pengkajian praktik profesional, serta program mutu dan keselamatan pasien
secara menyeluruh
8. Kumpulan data dan informasi disampaikan kepada badan di luar rumah sakit sesuai dengan
peraturan dan perundangan-undangan.
9. Rumah sakit berkontribusi terhadap database ekternal dengan menjamin keamanan dan kerahasiaan.
BAB III
PELATIHAN PMKP
Pasal 3
1. Rumah sakit mempunyai program pelatihan PMKP yang diberikan oleh narasumber yang kompeten
diikuti oleh pimpinan di rumah sakit termasuk tim medis dan tim keperawatan telah mengikuti
pelatihan PMKP.
2. Semua individu yang terlibat dalam pengumpulan, analisis, dan validasi data telah mengikuti
pelatihan PMKP, khususnya tentang sistem manajemen data.
3. Pelatihan Manajemen data diikuti oleh penanggungjawab data unit kerja.
4. Staf di semua unit kerja termasuk staf klinis dilatih sesuai dengan pekerjaan mereka sehari-hari.
BAB IV
PEMILIHAN DAN PENETAPAN AREA PRIORITAS
Pasal 4
1. Direktur rumah sakit berkoordinasi dengan para kepala bidang/divisi dalam memilih dan
menetapkan prioritas pengukuran mutu pelayanan klinis yang akan dievaluasi.
2. Berdasar atas prioritas tersebut ditetapkan pengukuran mutu menggunakan indikator area klinis.
3. Berdasar atas prioritas tersebut ditetapkan pengukuran mutu menggunakan indikator area
manajemen.
4. Berdasar atas prioritas tersebut ditetapkan pengukuran mutu menggunakan indikator sasaran
keselamatan pasien.
5. Tim PMKP memfasilitasi pemilihan prioritas pengukuran pelayanan klinis yang akan dievaluasi.
6. Tim PMKP melakukan koordinasi dan integrasi kegiatan pengukuran mutu di unit pelayanan serta
pelaporannya.
7. Tim PMKP melaksanakan supervisi terhadap progres pengumpulan data sesuai dengan yang
direncanakan.
8. Setiap indicator yang ditetapkan dilengkapi dengan profil indikator yang meliputi:
a) Judul indikator,
b) definisi operasional,
c) tujuan, dimensi mutu,
d) dasar pemikiran/alasan pemilihan indikator,
e) numerator, denominator, formula pengukuran,
f) metodologi pengumpulan data,
g) cakupandatanya,
h) frekuensi pengumpulan data,
i) frekuensi analisa data
j) metodologi analisa data,
k) sumberdata
l) penanggung jawab pengumpul data,
m) publikasi data.
9. Indikator mutu area klinis (IAK) yaitu indikator mutu yang bersumber dari area pelayanan;
10. Indikator mutu area manajemen (IAM) yaitu indikator mutu yang bersumber dari area manajemen;
11. Indikator mutu Sasaran Keselamatan Pasien yaitu indikator mutu yang mengukur kepatuhan staf
dalam penerapan sasaran keselamatan pasien dan budaya keselamatan
BAB V
PENGUKURAN MUTU
Pasal 5
1. Rumah sakit mempunyai regulasi pengukuran mutu dan cara pemilihan indikator mutu di unit kerja
yang antara lain meliputi;
a) prioritas pengukuran mutu pelayanan klinis di rumah sakit. Indikator mutu yang dipergunakan
untuk mengukur mutu di prioritas pengukuran mutu rumah sakit, sumber data umumnya dari
unit, dan menjadi indikator mutu unit;
b) fokus mengukur hal-hal yang ingin diperbaiki;
c) melakukan koordinasi dengan tim medis bila evaluasi penerapan panduan praktik klinis
dan evaluasi kinerja dokter menggunakan indikator mutu.
2. Setiap unit kerja dan pelayanan telah memilih dan menetapkan indikator mutu unit
3. Setiap indikator mutu telah dilengkapi profil indikator
4. Setiap unit kerja melaksanakan proses pengumpulan data dan pelaporan.
5. Pimpinan unit kerja melakukan supervisi terhadap proses pengumpulan data dan pelaporan serta
melakukan perbaikan mutu berdasar atas hasil capaian indikator mutu.
6. Setiap indikator yang ditetapkan dilengkapi dengan profil indikator.
7. Profil indikator yang dimaksud ayat pasal meliputi:
a) judul indikator;
b) definisi operasional;
g) cakupan data;
k) sumber data;
m) publikasi data
8. Direktur rumah sakit dan Tim PMKP melakukan supervisi terhadap proses pengumpulan dan
analisis data.
9. Rumah sakit menetapkan evaluasi pelayanan kedokteran dengan melakukan evaluasi panduan
praktek klinis, alur klinis, atau protokol di prioritas pengukuran mutu rumah sakit.
10. Hasil evaluasi dapat menunjukkan pengurangan variasi pada 5 (lima) panduan praktik klinis, alur
klinis atau protokol di prioritas pengukuran mutu rumah sakit.
11. Rumah sakit telah melaksanakan audit medis dan atau audit klinis pada panduan praktik klinis/alur
klinis prioritas di tingkat rumah sakit.
BAB VI
EVALUASI PELAYANAN KEDOKTERAN
Pasal 6
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10
bila ada perubahan sistem pencatatan pasien dari manual ke elektronik sehingga sumber
data berubah;
bila data dipublikasi ke masyarakat baik melalui di web site rumah sakit atau media lain;
bila ada perubahan subyek data seperti perubahan umur rata rata pasien, protokol riset
diubah,
panduan praktik klinik baru diberlakukan, ada teknologi dan metodologi pengobatan baru
Pasal 11
1. Rumah sakit menetapkan regulasi sistem pelaporan insiden internal dan eksternal sesuai peraturan
perundang-undangan yang meliputi:
a) kebijakan,
b) alur pelaporan,
c) formulir pelaporan
d) prosedur pelaporan
e) insiden yang harus dilaporkan yaitu kejadian yang sudah terjadi, potensial terjadi ataupun yang
nyaristerjadi
f) siapa saja yang membuat laporan
g) bataswaktupelaporan
2. Rumah sakit mengintegrasikan pelaporan kejadian dan pengukuran mutu agar solusi dan perbaikan
yang dilakukan terintegrasi.
3. RS telah melaporkan insiden keselamatan pasien setiap 6 bulan kepada representasi pemilik dan bila
ada kejadian sentinel telah dilaporkan di setiap kejadian.
4. RS telah melaporkan insiden IKP kepada Tim Nasional Keselamatan Pasien sesuai peraturan
perundang-undangan
BAB XI
ROOT CAUSE ANALYSIS
Pasal 12
1. Rumah sakit telah menetapkan jenis kejadian sentinel, melaporkan dan melakukan analisis akar
masalah (root cause analysis)
2. kejadian sentinel paling sedikit meliputi:
a) kematian yang tidak diduga, termasuk,dantidakterbatashanya:
kematian yg tidak berhubungan dng perjalanan penyakit pasien atau kondisi pasien
(contoh, kematian setelah infeksi pasca operasi atau emboli paru paru)
kematian bayi aterm
bunuh diri
b) kehilangan permanen fungsi yang tidak terkait penyakit pasien atau kondisi pasien
c) operasi salah tempat, salah prosedur, salah pasien
d) terjangkit penyakit kronik atau penyakit fatal akibat transfusi darah atau produk darah atau
transplantasi organ atau jaringan
e) penculikan anak termasuk bayi atau anak termasuk bayi dikirim ke rumah bukan rumah orang
tuanya
f) perkosaan, kekejaman di tempat kerja seperti penyerangan (berakibat kematian atau
kehilangan fungsi secara permanen) atau pembunuhan (yang disengaja) atas pasien, anggota
staf, dokter, mahasiswa kedokteran, siswa latihan, pengunjung atau vendor/pihak ketiga ketika
berada dalam lingkungan rumah sakit.
3. Rumah sakit telah melakukan RCA/AAM setiap ada kejadian sentinel di RS dan tidak melewati
waktu 45 hari terhitung sejak terjadi kejadian atau sejak diberi tahu tentang adanya kejadian.
4. Rencana tindak lanjut dan pelaksanaan langkah-langkah sesuai hasil AAM/RCA dilaksanakan
Pasal 13
1. Rumah sakit mempunyai regulasi jenis kejadian yang tidak diharapkan, proses pelaporan dan
analisisnya
2. Analisis dilakukan untuk semua hal berikut ini:
a) Semua reaksi transfuse yang sudah dikonfirmasi, jika sesuai untuk rumah sakit
b) semua kejadian serius akibat efek samping obat, jika sesuai dan sebagaimana yang
didefinisikan oleh rumah sakit
c) semua kesalahan pengobatan yang signifikan jika sesuai dan
d) semua perbedaan besar antara diagnosis praoperasi dan diagnosis pascaoperasi
e) efek samping atau pola efek samping selama sedasi moderat atau mendalam dan pemakaian
anestesi
f) kejadian-kejadian lain misalnya,
infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan atau wabah penyakit menula
sebagaimana yang didefinisikan oleh rumah sakit
pasien jiwa yang melarikan diri dari ruang perawatan keluar lingkungan RS yang tidak
meninggal/ tidak cedera serius. (Khusus untuk RS Jiwa dan RS Umum yang
mempunyai ruang perawatan jiwa.
Pasal 14
1. Rumah sakit menetapkan definisi, jenis yang dilaporkan dan sistem pelaporan dari KNC dan KTC
2. Analisis data KNC dan KTC
BAB XII
BUDAYA KESELAMATAN
Pasal 15
1. Regulasi tentang pengukuran budaya keselamatan
2. Direktur rumah sakit melaksanakan pengukuran budaya keselamatan
Pasal 16
Budaya keselamatan di rumah sakit adalah sebuah lingkungan yang kolaboratif karena staf klinis
memperlakukan satu sama lain secara hormat dengan melibatkan serta memberdayakan pasien dan
keluarga. Pimpinan mendorong staf klinis pemberi asuhan bekerja sama dalam tim yang efektif dan
mendukung proses kolaborasi interprofesional dalam asuhan berfokus pada pasien.
Pasal 17
Pasal 18
Tersedia sumber daya untuk mendukung dan mendorong budaya keselamatan di dalam rumah sakit.
Pasal 19
1. Pengaturan sistem menjaga kerahasiaan, sederhana, dan mudah diakses oleh pihak yang mempunyai
kewenangan untuk melaporkan masalah yang terkait dengan budaya keselamatan dalam rumah sakit
secara tepat waktu.
2. Sistem yang rahasia, sederhana, dan mudah diakses oleh pihak yang mempunyai kewenangan untuk
melaporkan masalah yang terkait dengan budaya keselamatan dalam rumah sakit telah disediakan.
3. Semua laporan terkait dengan budaya keselamatan rumah sakit telah diinvestigasi secara tepat
waktu.
4. Evaluasi dan pemantauan budaya keselamatan menggunakan pengukuran/indikator mutu dalam
rumah sakit serta melaksanakan perbaikan yang telah teriden kasi dari pengukuran dan evaluasi
tersebut.
5. Pencegahan kerugian/dampak terhadap individu yang melaporkan masalah terkait dengan budaya
keselamatan tersebut telah diatur.
BAB XIII
PENCAPAIAN DAN MEMPERTAHANKAN PERBAIKAN
Pasal 20
1. Rumah sakit membuat rencana perbaikan terhadap mutu dan keselamatan berdasarkan hasil capaian
mutu
2. Rumah sakit telah melakukan uji coba rencana perbaikan terhadap mutu dan keselamatan pasien
3. Rumah sakit telah menerapkan/melaksanakan rencana perbaikan terhadap mutu dan keselamatan
pasien
4. Tersedia data yangmenunjukkan bahwa perbaikan bersifat efektif dan berkesinambungan
5. Perubahan-perubahan regulasi yang diperlukan dalam membuat rencana, melaksanakan dan
mempertahankan perbaikan
6. Keberhasilan-keberhasilan telah didokumentasikan dan dijadikan laporan PMKP.
�
BAB XIV
MANAJEMEN RESIKO
Pasal 21
1. Program manajemen resiko berkelanjutan digunakan untuk melakukan identifikasi dan mengurangi
cedera serta mengurangi resiko lain terhadap keselamatan pasien dan staf.
2. Komponen-komponen penting program manajemen resiko formal meliputi :
1) identifikasi resiko,
2) prioritas resiko,
3) pelaporan resiko,
4) manajemen resiko
5) investigasi kejadian yang tidak diharapkan (KTD) 6) manajemen terkait tuntutan (klaim)
3. Dalam menerapkan manajemen resiko rumah sakit perlu memperhatikan proses-proses beresiko
yang dapat terjadi pada pasien, antara lain meliputi:
a. manajemen pengobatan ;
b. resiko jatuh;
c. pengendalian infeksi;
d. gizi;
e. resiko peralatan; dan
f. resiko sebagai akibat kondisi yang sudah lama berlangsung.
4. Ruang lingkup manajemen resiko rumah sakit yang meliputi namun tidak terbatas pada:
a. pasien;
b. staf medis;
c. tenaga kesehatan dan tenaga lainnya yang bekerja di rumah sakit;
d. fasilitas rumah sakit;
e. lingkungan rumah sakit; dan
f. bisnis rumah sakit ;
BAB XV
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 22
1. Rumah Sakit telah membuat rencana perbaikan terhadap mutu dan keselamatan berdasarkan atas
hasil capaian mutu.
2. Rumah Sakit telah melakukan uji coba rencana perbaikan terhadap mutu dan keselamatan pasien
3. Rumah Sakit telah menerapkan/melaksanakan rencana perbaikan terhadap mutu dan keselamatan
pasien
4. Tersedia data yang menunjukkan bahwa perbaikan bersifat efektif dan berkesinambungan
5. Bukti perubaha-perubahan regulasi yang di perlukan dalam membuat rencana, melaksanakan, dan
mempertahankan kebaikan
6. Keberhasilan telah didokumentasikan dan dijadikan laporan PMKP.
Pasal 23
dr.Reynanta,Sp.OG MARS
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
Bila rumah sakit ingin berhasil dalam memulai dan mempertahankan perbaikan serta mengurangi
resiko bagi pasien dan staf, kepemimpinan dan perencanaan merupakan hal yang penting.Kepemimpinan
dan perencanaan dimulai dari pemilik dan representasi pemilik, Direktur Rumah Sakit, para pimpinan
klinis, dan pimpinan manajerial secara bersama-sama menyusun dan mengembangkan program
peningkatan mutu serta keselamatan pasien.Direktur Rumah Sakit bertanggung jawab untuk memulai dan
menyediakan dukungan berkelanjutan dalam hal komitmen rumah sakit terhadap mutu.Direktur Rumah
Sakit mengembangkan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien serta mengajukan persetujuan
program kepada representasi pemilik, dan melalui misi rumah sakit serta dukungan pemilik rumah sakit
membentuk suatu budaya mutu di rumah sakit.
Direktur Rumah Sakit juga menerapkan suatu struktur dan proses untuk memantau dan
melakukan koordinasi menyeluruh terhadap program yang ada di rumah sakit. Tindakan ini memastikan
koordinasi di seluruh unit pelayanan dalam upaya pengukuran dan perbaikan.Koordinasi ini dapat tercapai
melalui pemantauan dari unit/departemen mutu atau tim/tim peningkatan mutu, atau struktur
lainnya.Koordinasi ini mendukung pendekatan sistem untuk pemantauan kualitas dan aktivitas perbaikan
sehingga mengurangi duplikasi upaya peningkatan mutu. Misalnya terdapat dua departemen yang secara
independen mengukur suatu proses atau luaran yang sama.
Peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang selanjutnya disingkat PMKP merupakan proses
kegiatan yang berkesinambungan (never ending process).Di sisi lain, kegiatan PMKP harus dilaksanakan
di setiap unit kerja yang memerlukan mekanisme koordinasi antarunit dan juga antarkepala unit kerja
termasuk dengan tim medis dan tim keperawatan sehingga kegiatan PMKP tetap sesuai dengan program
PMKP yang sudah disetujui oleh pemilik atau representasi pemilik.Karena itu, rumah sakit perlu
menetapkan organisasi yang mengelola kegiatan PMKP yang dapat berbentuk Tim PMKP atau bentuk
organisasi lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Perlu diingat bahwa kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien tidak dapat dipisahkan
secara tegas karena ada kegiatan yang sering tumpang tindih.
(overlapping), misalnya terkait dengan pemilihan indikator mutu untuk pelayanan bedah, yaitu salah
operasi, salah orang, dan salah prosedur.Data tersebut juga merupakan data insiden keselamatan
pasien.Karena itu, kegiatan peningkatan mutu dan kegiatan keselamatan pasien sebaiknya dilaksanakan
secara terintegrasi yang dikelola oleh tim lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Mengingat yang dikelola adalah data mutu dan data insiden maka di bawah tim dapat dibentuk
subtim/subtim/penanggung jawab yang mengelola mutu dan keselamatan pasien yang disesuaikan dengan
kondisi rumah sakit dan peraturan perundang-undangan.Selain tim, rumah sakit juga perlu mempunyai
penanggungjawab data di setiap unit kerja yang diharapkan dapat membantu tim dalam pengumpulan dan
analisis data.
Untuk dijadikan pedoman RS dalam mengelola kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
1.3 Sasaran
ORGANISASI
Pembentukan Tim PMKP yang kompeten untuk mengelola kegiatan Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien (PMKP) sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sekretaris
(Siti Sapiah,Amd.Keb)
5. Manajemen Resiko
2.4. Uraian Tugas Tim Mutu Dan Keselamatan Pasien sebagai berikut:
Tanggung jawab:
1. Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
rumah sakit
2. Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan mutu dan
keselamatan pasien
3. Bertanggung jawab untuk melaporkan hasil pelaksanaan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien kepada Direktur Rumah Sakit
4. Bertanggung jawab terhadap ketersediaan data dan informasi yang berhubungan dengan mutu dan
keselamatan pasien rumah sakit
5. Bertanggung jawab dalam pemberian informasi yang berhubungan dengan mutu dan keselamatan
pasien rumah sakit
6. Bertanggung jawab terhadap disiplin dan kinerja kerja staf di Tim Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien
Wewenang:
1. Memerintahkan dan menugaskan staf dalam melaksanakan Program Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien
2. Meminta laporan pelaksanaan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien dari unit kerja
terkait
3. Melakukan koordinasi dengan unit-unit kerja di lingkungan Rumah Sakit terkait pelaksanaan
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
4. Memberikan pengarahan dalam hal penyusunan, pelaksanaan, evaluasi, dan tindak lanjut
rekomendasi dari program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
5. Meminta data dan informasi yang berhubungan dengan mutu dan keselamatan pasien dari unit-
unit kerja di lingkungan Rumah sakit
B. Sekretaris Tim PMKP
Persyaratan Jabatan:
Mengikuti pelatihan eksternal peningkatan mutu dan keselamatan pasien Uraian Tugas :
1. Meminta laporan pelaksanaan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien dari unit
kerja terkait
2. Melakukan koordinasi dengan unit-unit kerja di lingkungan Rumah Sakit terkait
pelaksanaan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
3. Meminta data dan informasi yang berhubungan dengan mutu dan keselamatan pasien dari
unit-unit kerja di lingkungan Rumah Sakit
4. Melakukan komunikasi internal dan eksternal kepada unit kerja di lingkungan Rumah Sakit
dan pihak luar melalui surat tertulis, email, dan telepon
C. Koordinator Peningkatan Mutu Persyaratan
Jabatan:
Mengikuti pelatihan eksternal peningkatan mutu dan keselamatan pasien
Uraian Tugas :
1. Bertanggung jawab terhadap pemantauan Program Indikator Mutu dan pelaksanaan clinical
pathway
2. Bertanggung jawab terhadap penyusunan laporan pemantauan indikator mutu dan pelaksanaan
clinical pathway di Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
3. Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan inovasi mutu
dan pelaksanaan clinical pathway dan Manajemen resiko di rumah sakit
4. Bertanggung jawab untuk melaporkan hasil pelaksanaan pemantauan indikator mutu dan
pelaksanaan clinical pathway serta kegiatan-kegiatan mutu lainnya kepada Ketua Tim
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
5. Bertanggung jawab terhadap pengolahan data dan informasi yang berhubungan dengan mutu
dan pelaksanaan clinical pathway rumah sakit
6. Bertanggung jawab terhadap pemantauan indikator mutu unit kerja
7. Bertanggung jawab terhadap penyusunan laporan pemantauan mutu unit kerja
8. Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan mutu rumah
sakit
9. Bertanggung jawab dalam pemberian informasi yang berhubungan dengan kegiatan mutu
rumah sakit.
Wewenang:
1. Meminta laporan pelaksanaan pemantauan program indikator mutu penjaminan mutu dan
pelaksanaan clinical pathways dari unit kerja terkait
2. Melakukan koordinasi dengan unit-unit kerja di lingkungan Rumah Sakit terkait pelaksanaan
pemantauan indikator mutu serta pelaksanaan clinical pathway dan hal-hal lainnya yang
berhubungan dengan mutu rumah sakit
3. Meminta data dan informasi yang berhubungan dengan mutu dan pelaksanaan clinical pathway
rumah sakit dari unit-unit kerja di lingkungan Rumah Sakit
Uraian Tugas:
1. Memberi masukan pada Direktur penyusunan Kebijakan Keselamatan Pasien RS sesuai dengan
standar akreditasi
2. Menyusun program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
3. Membuat laporan tahunan / laporan pelaksanaan program
4. Melaksanakan monitoring dan evaluasi program melalui pertemuan berkala
5. Menyusun indikator keselamatan pasien RS
6. Menganalisa hasil pencapaian indikator keselamatan pasien
7. Membuat laporan periodik hasil pemantauan indikator keselamatan pasien
8. Menyelenggarakan dan menyiapkan kegiatan sosialisasi internal rumah sakit tentang pencapaian
indikator keselamatan pasien
9. Mendesimenasikan bahan rekomendasi hasil pemantauan indikator keselamatan pasien dan
pelaksanaan manajemen resiko ke unit terkait
10. Mengkoordinasikan pendokumentasian, evaluasi dan upaya tindak lanjut atas Kejadian Nyaris
Cedera (KNC) / Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) dan Kejadian Sentinel
11. Melaksanakan koordinasi antar unit bila terjadi KTD dan KNC
12. Melakukan koordinasi tentang program Patient Safety dan manajemen resiko dengan unit terkait
dalam pembuatan RCA dan FMEA.
Tanggung jawab:
Wewenang
Wewenang
REFERENSI PMKP
Rumah sakit mempunyai referensi terkini tentang peningkatan mutu dan keselamatan pasien
berdasar atas ilmu pengetahuan dan informasi terkini serta perkembangan konsep peningkatan mutu dan
keselamatan pasien. Kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien memerlukan regulasi yang
didasarkan atas referensi ilmiah terikini.Karena ilmu pengetahuan terus berkembang maka rumah sakit
wajib menyediakan referensi yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
dapat dipergunakan untuk mendukung pelaksanaan program peningkatan mutu serta keselamatan pasien.
Referensi yang harus disediakan oleh rumah sakit dapat berupa literatur ilmiah terkait asuhan pasien
dan manajemen, international clinical guidelines, pedoman nasional praktik kedokteran, pedoman praktik
klinis (clinical practice guidelines), temuan penelitian dan metodologi pendidikan, fasilitas internet, bahan
cetak di perpustakaan, sumber-sumber pencarian online, bahan-bahan pribadi, serta peraturan perundang-
undangan adalah sumber informasi terkini yang berharga.
Secara rinci referensi dan informasi terkini yang diperlukan rumah sakit dalam meningkatkan mutu
dan keselamatan pasien meliputi:
1. literatur ilmiah dan informasi lainnya yang dapat dipergunakan untuk mendukung asuhan
pasien terkini, misalnya pedoman nasional pelayanan kedokteran dan international clinical
guidelines;
2. literatur ilmiah dan informasi lainnya yang dapat dipergunakan untuk mendukung penelitian
(khusus untuk rumah sakit pendidikan);
3. literatur ilmiah dan informasi lainnya yang dapat dipergunakan untuk mendukung
terselenggaranya manajemen yang baik;
4. informasi lainnya sesuai dengan kebutuhan rumah sakit, misalnya data indikator mutu di
tingkat nasional atau internasional;
5. peraturan perundang-undangan terkait dengan mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit
termasuk pedoman-pedoman yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Referensi di atas agar dipergunakan dalam menyusun regulasi proses kegiatan asuhan klinis pada
pasien dan proses kegiatan manajemen yang baik termasuk didalamnya tim medis dan tim keperawatan.
Di sisi lain, untuk melaksanakan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien maka rumah
sakit agar mempunyai regulasi peningkatan mutu dan keselamatan pasien sebagai acuan dalam
meningkatkan mutu serta keselamatan pasien rumah sakit yang dapat dilengkapi dengan SPO sesuai
dengan kebutuhan.
Alur Penyimpanan Referensi
sekretariat
referensi luar
dikumpulkan
mendokumentasikan
Dokumen dapat dilihat
kepada Sekretariat oleh
2. Konsil
Rumah sakit menyediakan teknologi dan dukungan lainnya untuk mendukung sistem manajemen
data pengukuran mutu terintegrasi sesuai dengan perkembangan teknologi informasi. Pengukuran fungsi
klinis dan fungsi manajemen di rumah sakit akan menghasilkan akumulasi data serta informasi. Untuk
memahami seberapa baik kemampuan rumah sakit bergantung pada hasil analisis data dan informasi
yang terkumpul dibanding dengan rumah sakit lain. Pada rumah sakit besar dan kompleks sifatnya
dibutuhkan teknologi dan/atau staf yang mempunyai kompetensi mengelola data.Rumah sakit memahami
prioritas pengukuran dan perbaikan sebagai dukungan yang penting.
Rumah sakit mempunyai regulasi sistem manajemen data, antara lain meliputi:
1. rumah sakit perlu mempunyai sistem manajemen data yang didukung dengan teknologi
informasi yang mulai dari pengumpulan, pelaporan, analisis, validasi, serta publikasi data untuk
internal rumah sakit dan eksternal rumah sakit. Publika-si data tetap harus memperhatikan
kerahasiaan pasien sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. data yang dimaksud meliputi data dari indikator mutu unit dan indikator mutu prioritas rumah
sakit;
3. data dari pelaporan insiden keselamatan pasien; dan
4. data hasil monitoring kinerja staf klinis (bila monitoring kinerja menggunakan indikator mutu);
5. data hasil pengukuran budaya keselamatan;
6. integrasi seluruh data di atas baik di tingkat rumah sakit dan unit kerja meliputi:
a. pengumpulan,
b. pelaporan,
c. analisis.
d. validasi, dan
e. publikasi indikator mutu.
7. Rumah sakit seyogianya mempunyai sistem manajemen data secara elektronik sehingga
memudahkan Tim PMKP dalam mengelola data tersebut.
4.2 Pemilihan Prioritas Pengukuran Pelayanan klinis
Tim PMKP terlibat proses pemilihan prioritas pengukuran pelayanan klinis yang akan dievaluasi
serta melakukan koordinasi dan integrasi kegiatan pengukuran di seluruh unit di rumah sakit. Pemilihan
indikator menjadi tanggung jawab pimpinan program.Pemilihan indikator di unit pelayanan klinis
maupun manajemen dipilih berdasar atas prioritasnya. Jika prioritas indikator yang dipilih pelayanan
sama oleh beberapa unit pelayanan maka diperlukan koordinasi dan integrasi dalam pengumpulan data.
Integrasi semua sistem ukuran akan memberikan kesempatan penyelesaian dan perbaikan terintegrasi.
Integrasi indikator oleh beberapa unit pelayanan dapat dilaksanakan di rumah sakit besar seperti
kegiatan pengurangan penggunaan antibiotik di rumah sakit yang merupakan integrasi pelayanan farmasi
serta pencegahan pengendalian infeksi termasuk integrasi dengan indikator sasaran keselamatan pasien.
Tim PMKP terlibat dalam pemilihan pengukuran prioritas rumah sakit serta melakukan
koordinasi dan integrasi pengukuran mutu di unit pelayanan serta melakukan supervisi dalam proses
pengumpulan data.
3. Lihat di std akred & SPM apakah 8.Uji coba tdk ada masalah tetapkan
mutunya indikator tsb
4. Bila ada,pilih indicator berdasarkan 9.Tetapkan PIC data, latih, data mulai
std yang di minta dikumpulkan
Peningkatan mutu dan keselamatan pasien dilakukan berdasar atas tersedianya data. Penggunaan
data secara efektif dapat dilakukan berdasar atas evidence-based praktik klinik dan evidence based praktik
manajemen. Setiap tahun rumah sakit harus memilih fokus perbaikan, proses serta hasil praktik klinis dan
manajemen mengacu pada misi rumah sakit, kebutuhan pasien, dan jenis pelayanan. Pemilihan ini
didasarkan atas proses yang berimplikasi resiko tinggi, diberikan dalam volume besar, atau cenderung
menimbulkan masalah. Fokus perbaikan praktik klinis melibatkan tim medis dan kelompok staf medis
terkait.
Direktur rumah sakit bersama-sama dengan para kepala bidang pelayanan dan manajemen
memilih dan menetapkan pengukuran mutu pelayanan klinis yang prioritas untuk dilakukan evaluasi.
Pengukuran mutu prioritas tersebut dilakukan menggunakan indikator- indikator mutu sebagai berikut:
1. Indikator mutu area klinik (IAK) yaitu indikator mutu yang bersumber dari area pelayanan
2. Indikatormutuareamanajemen(IAM)yaituindikatormutuyangbersumberdari area manajemen
3. Indikator mutu Sasaran Keselamatan Pasien (ISKP) yaitu indikator mutu yang mengukur kepatuhan
staf dalam penerapan sasaran keselamatan pasien dan budaya keselamatan
Setiap indikator agar dibuat profilnya atau gambaran singkat tentang indikator tersebut namun
tidak terbatas meliputi ;
judul indikator;
definisi;
operasional;
tujuan dan dimensi mutu;
dasar pemikiran/alasan pemilihan indicator;
numerator, denominator, dan formula pengukuran;
metodologi pengumpulan data;
cakupan data;
frekuensipengumpulandata;
frekuensi analisis data;metodologi analisis data;
sumberdata;
penanggung jawab pengumpul data;
dan publikasi data.
PROFIL INDIKATOR
Indikator,
Tujuan
Definisi Operasional,
Dimensi Mutu,
Efisiensi
Efektifitas
Aksesibilitas
Keselamatan
Fokus kepada pasien
Kesinambungan
Numerator
Denominator,
Formula Pengukuran.
Sampel)
Harian
Mingguan
Bulanan
Triwulan
capaian indikator
Statistik : Run Chart, Control Chart, Pareto,
Bar Diagram
Pj Pengumpul Data
PUBLIKASI DATA/
Data Desiminasi
Internal : Eksternal
ndikator mutu yang sudah dipilih bila sudah tercapai terus menerus selama setahun tidak
bermanfaat untuk melakukan perbaikan karena sudah tidak ada lagi yang perlu diperbaiki, dengan
demikian sebaiknya diganti dengan indikator mutu baru.
Proses pengumpulan data unit dilakukan supervise oleh Tim PMKP beserta Direktur.
Setiap unit kerja di rumah sakit memilih dan menetapkan indikator mutu yang dipergunakan
untuk mengukur mutu unit kerja.Pemilihan indikator adalah tanggung jawab dari pimpinan.Di rumah sakit
yang besar dapat diantisipasi kemungkinan indikator yang serupa dipilih oleh beberapa unit pelayanan.
Indikator mutu di unit pelayanan/kerja dipergunakan untuk menilai mutu unit pelayanan/kerja.Tim PMKP
melakukan koordinasi dan mengorganisasi pemilihan indikator mutu di unit kerja tersebut sehingga
indikator yang dipilih tersebut valid, reliable, sensitive, dan spesifik. Pengukuran mutu perlu juga
memperhatikan dimensi mutu dari WHO, yaitu effective, efficient, accessible, accepted (patient- centred),
equity, an
Pimpinan unit kerja terlibat langsung dalam pemilihan dan penetapan yang ingin diukur di unit
kerja.Indikator mutu unit kerja dapat menggunakan indikator mutu yang tercantum di dalam standar
pelayanan minimal.Indikator mutu di unit pelayanan dapat meliputi indikator mutu area klinis, indikator
mutu area manajemen, indikator mutu penerapan sasaran keselamatan pasien, dan indikator mutu unit
kerja (nonpelayanan), minimal meliputi indikator area manajemen.
Dalam memilih indikator mutu maka kepala unit kerja dan unit pelayanan agar memperhatikan hal-
hal sebagai berikut:
1. Prioritas pengukuran mutu pelayanan klinis di rumah sakit. Indikator mutu yang dipergunakan
untuk mengukur mutu di prioritas pengukuran mutu rumah sakit, sumber data pasti dari unit, dan
menjadi indikator mutu unit;
2. Fokus mengukur hal-hal yang ingin diperbaiki;
3. Melakukan koordinasi dengan tim medis bila evaluasi penerapan panduan praktik klinis dan
evaluasi kinerja dokter menggunakan indikator mutu.
Tim PMKP agar memfasilitasi pemilihan indikator mutu unit.
Sebagai contoh, unit pelayanan farmasi maka pengendalian infeksi dan penyakit menular
mungkin masing-masing memilih prioritas yang terkait dengan pengurangan penggunaan antibiotik di
rumah sakit.Program mutu dan keselamatan pasien yang dijabarkan dalam standar-standar PMKP ini
mempunyai peran yang penting membantu unit pelayanan menyetujui pendekatan bersama terhadap
pengukuran dan memudahkan pengambilan data untuk pengukuran yang ditetapkan.
SUMBER INDIKATOR
INDIKATOR DISUSUN
MUTU DATA DI MUTU PROFIL
INDIKATORNY
RS UNIT UNIT A
4.5 Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan salah satu kegiatan program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien untuk mendukung asuhan pasien serta manajemen rumah sakit lebih baik.Dalam program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien maka pengumpulan data merupakan bagian penting dari
penilaian kinerja untuk mendukung asuhan pasien dan manajemen yang lebih baik.
Profil rumah sakit dapat dilihat dari data yang terkumpul. Kumpulan data ini perlu dianalisis dan
dibanding dengan rumah sakit lain yang sejenis. Jadi, pengumpulan data merupakan bagian penting dari
kegiatan meningkatkan perbaikan kinerja.Pengumpulan data dari manajemen resiko, manajemen sistem
utilitas, pencegahan dan pengendalian infeksi dapat membantu rumah sakit memahami kinerja rumah
sakit saat ini, apa yang masih menjadi masalah dan perlu dilakukan perbaikan.
Dengan berpartisipasi menggunakan bank data dari luar maka rumah sakit dapat membandingkan
dirinya sendiri dengan rumah sakit lain yang sama tingkatannya di tingkat lokal, nasional, dan
internasional. Perbandingan adalah alat efektif untuk menemukan langkah-langkah perbaikan dan
mencatat tingkat kinerjanya.Jaringan pelayanan kesehatan dan mereka yang membayar pelayanan
kesehatan sering membutuhkan informasi ini.
Bank data dari luar banyak bentuknya mulai bank data asuransi sampai perkumpulan profesional
dan dapat juga indikator-indikator mutu yang diwajibkan oleh pemerintah.Sesuai dengan peraturan
perundangan mungkin ada rumah sakit yang diharuskan ikut sebagai peserta bank data.Dalam semua
kasus, seharusnya keamanan dan kerahasiaan data serta informasi dijaga.
Berdasar atas hal tersebut di atas rumah sakit agar mempunyai regulasi tentang:
1) sistem manajemen data yang meliputi pengumpulan, pelaporan, analisis, feedback, dan publikasi;
a. Cara Pengumpulan Data
2) menetapkan data-data yang akan dibandingkan dengan rumah sakit lain atau menggunakan
database ekternal; benchmark dengan RS lain menggunakan SISMADAK menjamin keamanan
dan kerahasian data dalam berkontribusi dengan database eksternal.
4.6 Analisa data
Analisis data merupakan salah satu kegiatan program peningkatan mutu serta keselamatan pasien
untuk mendukung asuhan pasien dan manajemen rumah sakit.Untuk mencapai simpulan dan membuat
keputusan maka data harus digabungkan, dianalisis, dan diubah menjadi informasi yang berguna. Analisis
data melibatkan individu di dalam Tim PMKP yang memahami manajemen informasi, mempunyai
keterampilan dalam metode pengumpulan data, dan mengetahui cara menggunakan berbagai alat statistik.
Hasil analisis data harus dilaporkan kepada para pimpinan yang bertanggung jawab akan proses atau hasil
yang diukur dan yang mampu menindaklanjuti. Dengan demikian, data menyediakan masukan
berkesinambungan yang membantu individu itu mengambil keputusan dan terus-menerus memperbaiki
proses klinis serta manajerial.
Pengertian terhadap teknik statistik dapat berguna dalam proses analisis data, khususnya dalam
menafsirkan variasi dan memutuskan area yang paling membutuhkan perbaikan. Run charts, diagram
kontrol (control charts), histogram, dan diagram Pareto adalah contoh metode statistik yang sangat
berguna untuk memahami pola dan variasi dalam pelayanan kesehatan.
Program mutu berpartisipasi dalam menetapkan seberapa sering data harus dikumpulkan dan
dianalisis. Frekuensi proses ini bergantung pada kegiatan program tersebut dan area yang diukur serta
frekuensi pengukuran. Sebagai contoh, pemeriksaan data mutu dari laboratorium klinis mungkin
dianalisis setiap minggu untuk mematuhi peraturan perundangan-undangan dan data tentang pasien jatuh
mungkin dianalisis setiap bulan apabila jatuhnya pasien jarang terjadi. Maka, pengumpulan data pada
titik-titik waktu tertentu akan memungkinkan rumah sakit menilai stabilitas proses tertentu atau dapat
menilai prediksi hasil tertentu terkait dengan ekspektasi yang ada.
Tujuan analisis data adalah dapat membandingkan rumah sakit dalam empat hal:
a) dengan rumah sakit tersebut sendiri dari waktu ke waktu, misalnya dari bulan ke bulan atau dari
tahun ke tahun;
b) dengan rumah sakit sejenis seperti melalui database referensi;
c) dengan standar-standar seperti yang ditentukan oleh badan akreditasi atau organisasi profesional
ataupun standar-standar yang ditentukan oleh undang-undang atau peraturan;
d) dengan praktik-praktik yang diinginkan yang dalam literatur digolongkan sebagai best practice
(praktik terbaik) atau better practice (praktik yang lebih baik) atau practice guidelines (panduan
praktik klinik Perbandingan tersebut membantu rumah sakit dalam memahami perubahan dan
penyebab perubahan yang tidak diinginkan serta membantu memfokuskan upaya perbaikan.
Analisa melalui grafik sangat membantu memperlihatkan perubahan apakah menuju perbaikan
sesuai yang diharapkan. Gunakan alat statistic; Run charts ;Control chart; Histograms; danParetochart
Penggunaan alat statistic dipilih sesuai kebutuhan dan dijelaskan di profil indicator, pada kolom
metodologi Analisa data .
B. Jenis Statistik
1. Run Charts
a) Run charts sangat bermanfaat tergantung berapa banyak data yang dikumpulkan, sangat
sederhana dan mudah diinterpretasikan
b) Run chart juga dikenal sebagai grafik garis adalah grafik sederhana yang menggambarkan data
dari waktu ke waktu
c) Sumbu Y : peristiwa/event; sumbu X periode waktu
Digunakan untuk:
1. memahami gambaran umum suatu proses - trend dan shift/pergeseran dalam proses
2. variasi dari waktu ke waktu
3. untuk mengidentifikasi penurunan atau peningkatan proses dari waktu ke waktu
d) Harus dibuat pada awal kegiatan dan di update dng data baru sesuai kegiatan yg berjalan
e) Merupakan grafik yg mengilustrasikan perubahan mutu dari waktu ke waktu
f) Pengukuran dilakukan pada titik tertentu dan dihubungkan dengan garis. Hal ini akan
menghasilkan grafik variasi dari waktu ke waktu, dan membantu tim melihat apakah perubahan
yg terjadi mengarah pada perbaikan
g) Run chart memilik komentar dengan panah yg menunjuk waktu bila ide-2 perubahan untuk
perbaikan diuji
B. Control Charts
Cotrol Chats adalah grafik yg menggambarkan data dari waktu ke waktu, control chrat lebih
spesifik daripada Run Chart karena dapat menilai apakah proses berada dalam kontrol/tidak; garis kontrol
atas (UCL) dan garis control bawah (LCL)
1. Control chart mirip run chart, namun lebih memiliki daya statistik untuk mendeteksi perubahan
2. Control chart digunakan untuk QI, dan juga untuk monitoring perbaikan (contoh : dashboard atau
scorecard)
3. membantu melacak suatu proses
4. "Peringatan" grafis untuk memproses pemilik jika suatu proses berpindah dari "Kontrol" atau
batas yang ditetapkan
5. Data bisa dipresentasikan dalam beberapa bentuk :
a. Persentase
b. Rates
c. Counts
d. Individual values
6. Banyak model control charts diperlukan sesuai jenis data yg berbeda – namun semua control
chart mirip dan dinterpretasikan dng cara yg sama.
C. Histogram
D. Pareto Chart
1. Pareto chart merupakan tool yg membantu membantu tim melihat penyebab atau masalah yg paling
sering terjadi.
2. Chart memperlihatkan aktifitas atau area yg berkontribusi paling buruk mutunya
3. Pareto chart berbasis teori bahwa jumlah kecil penyebab akan memiliki kontribusi paling buruk
mutunya
4. Bila beberapa aktifitas berkontribusi paling besar pada masalah disebut Pareto Effect
5. A classic Pareto Effect diamati bila 20 % penyebab berkontribusi pada 80 % semua masalah
4.7 Sasaran Analisis
Sasaran dari analisis data adalah agar dapat dilakukan PERBANDINGAN bagi rumah sakit melalui
empat cara :
1. Dengan melihat tren didalam RS dalam waktu tertentu, seperti dari bulan ke bulan atau satu tahun
ke tahun berikutnya.
2. Dengan rumah sakit lain yang sama seperti menggunakan data base referensi
3. Dengan standar, seperti ditetapkan oleh badan akreditasi, ikatan profesional atau menggunakan
ketentuan yang ditetapkan dalam undang-undang atau peraturan.
4. Dengan praktek-praktek yang diakui di kepustakaan sebagai pedoman praktek yang lebih baik
atau paling baik Analisis Perbandingan ini membantu rumah sakit memahami sumber dan sifat
perubahan yang tidak dikehendaki serta membantu fokus pada upaya perbaikan.
5. Regulasi analisis perbandingan untuk setiap indikator ada di profil indikator
6. Setiap indikator mutu boleh melakukan analisis perbandingan hanya salah satu saja atau
semuanya→merupakan pilihan dari Tim PMKP.Tapi keempat analisis perbandingan tersebut
harus dilaksanakan di RS. Sebagai contoh : IAK 1 dengan analisis perbadingan No. 1, IAK 2
dengan No. 2, dst.
7. Untuk melihat tren → tidak cukup hanya 3 titik, tetapi minimal 5-6 titik. Karena itu bila data hanya
3 bulan dan analisa data setiap bulan, sehingga pada waktu survei hanya ada 3 titik/data →maka
analisa tren dianggap belum dilakukan.
Analisa data dengan menggunakan alat statistic (Run chart, control chart, pareto, histogram)
merupakan pilihan untuk setaip indicator
Analisis data dengan membandingkan antara didalam RS (tren), dng RS lain/data based eksternal,
dengan standar dan dengan praktik terbaik
PDSA/PDCA digunakan untuk rencana perbaikan yang memerlukan uji coba (PMKP 11)
Validasi data adalah alat penting untuk memahami mutu data dan untuk menetapkan tingkat
kepercayaan (confidence level) para pengambil keputusan terhadap data itu sendiri. Validasi data menjadi
salah satu langkah dalam proses menetapkan prioritas penilaian, memilih apa yang harus dinilai, memilih
dan mengetes indikator, mengumpulkan data, validasi data, serta menggunakan data untuk peningkatan.
Keabsahan dan ketepercayaan pengukuran adalah inti dari semua perbaikan dalam program
peningkatan mutu. Proses validasi data secara internal perlu dilakukan karena program mutu dianggap
valid jika data yang dikumpulkan sudah sesuai, benar, dan bermanfaat. Untuk memastikan bahwa data
yang dikumpulkan baik maka proses validasi perlu dilakukan. Rumah sakit agar menetapkan regulasi
validasi data antara lain meliputi:
3. Proses validasi data yang akan dipublikasi di website atau media lainnya agar diatur tersendiri dan
dapat menjamin kerahasiaan pasien serta keakuratan data.
Proses validasi data mencakup, namun tidak terbatas pada butir 2 tersebut di atas, oleh karena itu
dalam melakukan validasi data maka rumah sakit dapat menggunakan cara/proses lain sesuai dengan
referensi ilmiah terkini. Proses validasi data yang akan dipublikasi diatur tersendiri dan dapat menjamin
kerahasiaan pasien serta keakuratan data.
Regulasi ini diterapkan menggunakan proses internal validasi data. Untuk memastikan bahwa
data yang dikumpulkan baik maka proses validasi perlu dilakukan.RS mempunyai regulasi validasi data
indikator area klinik yang baru atau mengalami perubahan dan data yang akan dipublikasikan. Regulasi
ini diterapkan dengan menggunakan proses internal validasi data.
D. Proses validasi data yang akan dipublikasi di web site atau media lainnya agar diatur
tersendiri, dan dapat menjamin kerahasiaan pasien dan keakuratan data jelas definisinya)
dan dilakukan tindakan koreksi
1. Proses validasi data mencakup namun tidak terbatas pada b) tersebut diatas, oleh
karena itu, dalam melakukan validasi data, rumah sakit dapat menggunakan
cara/proses lain sesuai dengan referensi ilmiah terkini.
2. Proses validasi data yang akan di publikasi diatur tersendiri dan dapat menjamin
kerahasiaan pasien dan keakuratan data.
3.
Pengumpulan
Hasil Rekap
Validasi
Koreksi
Pertanyaan Ya Tidak
Merupakan IAM?
Merupakan IAK lama, sumber data dari RM, & berubah menjadi e-RM
Data awal 80%, hasil validasi 35%, perlu revisi data tidak?
Metode Validasi
1 2
Exclude (B) 4 2
1) Total kecocokan = 16
5) Total cocok = 12
b. Untuk setiap 16 RM ini, revivew dan dokumen bgmn pengumpul data pertama meng
kategorikan data
c. Data dikumpulkan oleh pengumpul data kedua, didentifikasi elemen datanya dan catat
hasilnya
Uraian Pulta 1 1 Pulta 2
Assignment:
1. PERLUVALIDASI
Apakah sesuai dengan visi, misi, sasaran organisasi
2. METODE
Apakah area resiko tinggi ?
VALIDASI 1.Menggunakan metode simple random
3. Apakah area volume tinggi ?
sampling→800 RM dilakuku kan sampling (tabel)
4. Apakah area rawan masalah ?
menjadi 260 RM
5. Apa dimensi performance yg dituju ?
2. Melakukan telaah RM di data yg disampling tsb
6. Apakah terkait dengan pengukuran yg diminta oleh pemerintah ?
3. Analisa kelengkapan pengisian asesmen medis
7. awal
Apakah terkait dengan pengukuran yg diminta akreditasi ?
8. HASIL
Apakah Kelengkapan
terkait Sasaran Keselamatan asesmen
Pasien ? awal medis harus lengkap
9. VALIDASI
Pernahkah dalam pasien
menerima kompalin waktu atau
24 jam
stafsetelah pasien
dalam/di areamasuk
ini ? RI = 75 %
CARA SIKLUS:
S aya berencana
Ketua Kelompok Staf Medis telah menetapkan paling sedikit 5 (lima) prioritas panduan praktik klinis-
alur klinis dan/atau protokol klinis dan atau prosedur dan/atau standing order sebagai panduan standardisasi
proses asuhan klinik yang dimonitor oleh Tim Medik dengan tujuan sebagai berikut:
Penerapan panduan praktik klinis-clinical pathway dipilih oleh tiap-tiap kelompok staf medis adalah di
unit-unit pelayanan di tempat DPJP memberikan asuhan.Mengacu pada prioritas pengukuran mutu pelayanan
klinis yang akan dievaluasi maka selain ditetapkan indikator mutu, juga diperlukan standardisasi proses asuhan
klinis pada prioritas pengukuran mutu di rumah sakit.
Karena itu, pimpinan medis bersama-sama dengan tim medis dan kelompok staf medis agar memilih dan
menetapkan 5 (lima) panduan praktik klinis, alur klinis (clinical pathway), dan/atau protokol klinis, dan/atau
prosedur, dan/atau standing order yang dipergunakan untuk pengukuran mutu prioritas rumah sakit dengan
mengacu pada panduan praktik klinis dan alur klinis yang sudah diterapkan oleh kelompok staf medis di unit-
unit pelayanan.
Evaluasi dapat dilakukan melalui audit medis dan atau audit klinis untuk menilai efektivitas penerapan
panduan praktik klinik dan alur klinis sehingga dapat dibuktikan bahwa penggunaan panduan praktik klinis
serta alur klinis telah mengurangi variasi i proses dan hasil. Indikator area klinis (IAK), indikator area
manajemen (IAK), dan indikator sasaran keselamatan pasien (ISKP) dapat digunakan sebagai indikator audit
medis dan atau audit klinis sesuai dengan dimensi mutu WHO.
Sesuai peraturan perundangan panduan praktik klinis (PPK) adalah istilah teknis sebagai pengganti
standar prosedur operasional (SPO) yang merupakan istilah administratif.Penggantian ini perlu untuk
menghindarkan kesalahpahaman yang mungkin terjadi bahwa “standar” merupakan hal yang harus dilakukan
pada semua keadaan. Jadi secara teknis SPO dibuat berupa PPK yang dapat berupa atau disertai dengan salah
satu atau lebih: alur klinis (clinical pathway), protokol, prosedur, algoritme, dan standing order.
Dalam PPK mungkin terdapat hal-hal yang memerlukan rincian langkah demi langkah.Untuk ini, sesuai
dengan karakteristik permasalahan serta kebutuhan dapat dibuat clinical pathway (alur klinis), algoritme,
protokol, prosedur, maupun standing order.
BAB VI
Program PMKP prioritas di rumah sakit telah dianalisis dan mempunyai dampak terhadap peningkatan mutu
serta efisiensi biaya per tahun.
Direktur rumah sakit memprioritaskan proses di rumah sakit yang diukur, program perbaikan dan kegiatan
keselamatan pasien yang diterapkan, dan bagaimana mengukur keberhasilan dalam upaya di seluruh rumah
sakit ini.
Program mutu dan keselamatan pasien mencakup analisis atas dampak prioritas perbaikan yang didukung oleh
pimpinan. Staf program mutu dan keselamatan pasien menyusun sarana untuk mengevaluasi penggunaan
sumber daya untuk proses yang telah diperbaiki. Sumber daya dapat sumber daya manusia (sebagai contoh,
waktu yang dipakai untuk setiap langkah dalam proses tersebut) atau dapat pula melibatkan penggunaan
teknologi dan sumber daya lainnya.Analisis ini memberikan informasi yang berguna atas perbaikan mana yang
berdampak terhadap efisiensi dan biaya.
Contoh: rumah sakit menetapkan pelayanan jantung merupakan program prioritas maka rumah sakit menyusun
panduan klinis dan clinical pathway untuk kasus acut myocard infarc (AMI), dari hasil analisis implementasi
AMI didapatkan variasi pelayanan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) telah berkurang dan ada
kecenderungan kepatuhan DPJP meningkat dan dari hasil analisis dapat diketahui bahwa biaya untuk pasien
AMI juga cenderung turun sesuai dengan standar.
Dalam melakukan analisis tersebut Tim PMKP berkoordinasi dengan Tim Medik karena terkait dengan audit
medis, bagian keuangan rumah sakit, dan teknologi informasi (information technology) rumah sakit khususnya
untuk billing system sehingga dapat diketahui telah terjadi kendali biaya.
Melalui pengukuran-pengukuran tersebut di atas dapat diketahui dampak perbaikan di rumah sakit secara
keseluruhan termasuk efisiensi penggunaan sumber daya.
BAB VII
Rumah sakit menetapkan sistem pelaporan insiden keselamatan pasien baik internal maupun
eksternal.
Insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden ialah setiap kejadian yang tidak
disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat
dicegah pada pasien, terdiri atas kejadian tidak diharapkan, kejadian nyaris cedera, kejadian
tidak cedera, ejadian potensial cedera, dan kejadian sentinel.
Pelaporan insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut pelaporan insiden ialah suatu
sistem untuk mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien, analisis, dan solusi untuk
pembelajaran. Sistem pelaporan diharapkan dapat mendorong individu di dalam rumah sakit
untuk peduli akan bahaya atau potensi bahaya yang dapat terjadi pada pasien. Pelaporan juga
penting digunakan untuk memonitor upaya pencegahan kesalahan (error) sehingga dapat
mendorong dilakukan investigasi. Di sisi lain, pelaporan akan menjadi awal proses pembelajaran
untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali.
Rumah sakit perlu menetapkan sistem pelaporan insiden antara lain meliputi
1. kebijakan;
2. alur pelaporan,
3. formulir pelaporan;
4. prosedur pelaporan;
5. insiden yang harus dilaporkan, yaitu kejadian yang sudah terjadi,potensial terjadi, ataupun
yang nyaris terjadi;
6. siapa saja yang membuat laporan;
7. batas waktu pelaporan.
Selain laporan internal, rumah sakit juga wajib membuat laporan ke Tim Nasional Keselamatan
Pasien sesuai dengan peraturan perundangan-undangan dan dijamin keamanannya, bersifat rahasia,
anonim (tanpa identitas), serta tidak mudah diakses oleh yang tidak berhak.Dengan pelaporan ekternal
tersebut maka berarti rumah sakit telah ikut berpartisipasi dalam penyediaan data nasional angka insiden
keselamatan pasien, pembelajaran untuk meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien bagi
rumah sakit lain, dan ditetapkannya langkah-langkah praktis keselamatan pasien untuk rumah sakit di
Indonesia.
A. Definisi
1. Keselamatan / Safety adalah bebas dari bahaya atau resiko (hazard)
2. Hazard / bahaya adalah suatu "Keadaan, Perubahan atau Tindakan" yang dapat meningkatkan
resiko pada pasien.
Keadaan adalah setiap faktor yang berhubungan atau mempengaruhi suatu "Peristiwa Keselamatan
Pasien/ Patient Safety Event, Agent atau Personal
4. Keselamatan Pasien RS / Hospital Patient Safety adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi assessmen resiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem tersebut
diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya
dilakukan.
5. Harm/ cedera adalah dampak yang terjadi akibat gangguan struktur atau penurunan
fungsi tubuh dapat berupa fisik, sosial dan psikologis. Yang termasuk harm adalah :
"Penyakit, Cedera, Penderitaan, Cacat, dan Kematian".
a. Penyakit/Disease merupakan disfungsi fisik atau psikis
b. Cedera/Injury merupakan kerusakan jaringan yang diakibatkan agent / keadaan
c. Penderitaan/Suffering merupakan pengalaman/ gejala yang tidak menyenangkan
termasuk nyeri, mal-aise, mual, muntah, depresi, agitasi,dan ketakutan
d. Cacat/Disability merupakan segala bentuk kerusakan struktur atau fungsi tubuh,
keterbatasan aktifitas dan atau restriksi dalam pergaulan sosial yang
berhubungan dengan harm yang terjadi sebelumnya atau saat ini.
6. Insiden Keselamatan Pasien (IKP)/ Patient Safety Incident merupakan setiap kejadian
atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan harm (penyakit,
cedera, cacat, kematian dan lainlain) yang tidak seharusnya terjadi.
7. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) / Adverse Event merupakan Suatu kejadian yang
mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan
(“commission”) atau karena tidak bertindak (“omission”), bukan karena “underlying
disease” atau kondisi pasien.
8. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) / Near Miss merupakan suatu Insiden yang belum
sampai terpapar ke pasien sehingga tidak menyebabkan cedera pada pasien.
Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak menimbulkan
cedera, dapat terjadi karena "keberuntungan" (misal; pasien terima
"
b. Agent adalah substansi, obyek atau sistem yang menyebabkan perubahan
Keselamatan Pasien / Patient Safety adalah pasien bebas dari harm /cedera yang tidak
seharusnya terjadi atau bebas dari harm yang potensial akan terjadi (penyakit, cedera
fisik / sosial / psikologis, cacat, kematian dll), terkait dengan pelayanan kesehatan.
Yang dimaksud dengan keselamatan pasien (patient safety) adalah proses dalam suatu
Rumah Sakit yang memberikan pelayanan pasien yang lebih aman. Termasuk di
dalamnya asesmen resiko, identifikasi, dan manajemen resiko terhadap pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden,
dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya resiko.
(Penjelasan UU 44/2009 ttg RS pasal 43)
6. Keselamatan Pasien RS / Hospital Patient Safety adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi assessmen resiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem tersebut
diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya
dilakukan.
7. Harm/ cedera adalah dampak yang terjadi akibat gangguan struktur atau penurunan
fungsi tubuh dapat berupa fisik, sosial dan psikologis. Yang termasuk harm adalah :
"Penyakit, Cedera, Penderitaan, Cacat, dan Kematian".
a. Penyakit/Disease merupakan disfungsi fisik atau psikis
b. Cedera/Injury merupakan kerusakan jaringan yang diakibatkan agent / keadaan
c. Penderitaan/Suffering merupakan pengalaman/ gejala yang tidak menyenangkan
termasuk nyeri, mal-aise, mual, muntah, depresi, agitasi,dan ketakutan
d. Cacat/Disability merupakan segala bentuk kerusakan struktur atau fungsi tubuh,
keterbatasan aktifitas dan atau restriksi dalam pergaulan sosial yang
berhubungan dengan harm yang terjadi sebelumnya atau saat ini.
13. Laporan insiden keselamatan pasien KKPRS (Eksternal): Pelaporan secara anonim
secara elektronik ke KKPRS setiap kejadian tidak diharapkan (KTD) atau kejadian
nyaris cedera (KNC) atau kejadian tidak cedera (KTC) atau Sentinel Event yang terjadi
pada pasien, setelah dilakukan analisa penyebab, rekomendasi dan solusinya.
14. Faktor Kontributor adalah keadaan, tindakan, atau faktor yang mempengaruhi dan
berperan dalam mengembangkan dan atau meningkatkan resiko suatu kejadian
(misalnya pembagian tugas yang tidak sesuai kebutuhan).Contoh :
a. Faktor kontributor di luar organisasi (eksternal)
b. Faktor kontributor dalam organisasi (internal) misalnya tidak ada prosedur
1. Kematian yang tidak diduga, termasuk dan tidak tidak terbatas hanya
1. kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit pasien atau kondisi
pasien (contoh, kematian setelah infeksi pascaoperasi atau emboli paru-paru);
2. kematian bayi aterm;
3. bunuh diri.
2. kehilangan permanen fungsi yang tidak terkait dengan penyakit pasien atau kondisi
pasien;
3. operasi salah tempat, salah prosedur, dan salah pasien;
4. terjangkit penyakit kronik atau penyakit fatal akibat transfuse darah atau produk darah
atau transplantasi organ atau jaringan;
5. penculikan anak termasuk bayi atau anak termasuk bayi dikirim ke rumah bukan
rumah orangtuanya;
6. perkosaan, kekejaman di tempat kerja seperti penyerangan (berakibat kematian atau
kehilangan fungsi secara permanen), atau pembunuhan (yang isengaja) atas pasien,
anggota staf, dokter, mahasiswa kedokteran, siswa latihan, serta pengunjung atau
vendor/pihak ketiga ketika berada dalam lingkungan rumah sakit.
Definisi kejadian sentinel termasuk yang ditetapkan seperti diuraikan mulai dari butir 1 sampai
huruf 6 dapat ditambahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang ada atau
kejadian yang menurut pandangan rumah sakit harus ditambahkan sebagai kejadian sentinel. Semua
kejadian yang sesuai dengan definisi harus dilakukan analisis akar masalah (RCA=root cause analysis).
Analisis dan rencana tindakan selesai dalam waktu 45 hari setelah kejadian.Tujuan AAM (analisis akar
masalah) adalah agar rumah sakit dapat mengerti dengan baik dan komprehensif asal kejadian. Apabila
AAM menunjukkan perbaikan sistem atau tindakan lain dapat mengurangi resiko seperti itu terjadi lagi,
rumah sakit merancang ulang proses dan mengambil tindakan yang perlu dilakukan. Kejadian sentinel
bukan indikator terkait dengan pelanggaran hukum.
Penting untuk diperhatikan bahwa istilah kejadian sentinel tidak selalu mengarah pada kepada
kekeliruan (error) atau kesalahan (mistake) maupun memberi kesan pertanggungjawaban legal (liability)
tertentu.
Ketika rumah sakit mendeteksi atau mencurigai perubahan yang tidak diinginkan atau tidak sesuai
dengan harapan maka rumah sakit memulai analisis mendalam untuk menentukan perbaikan paling baik
difokuskan di area mana. Secara khusus, analisis mendalam dimulai jika tingkat, pola, atau tren yang
tidak diinginkan bervariasi secara signifikan dari:
1. semua reaksi transfusi yang sudah dikonfirmasi jika sesuai untuk rumah sakit;
2. semua kejadian serius akibat efek samping obat jika sesuai dan sebagaimana yang didefinisikan oleh
rumah sakit;
3. semua kesalahan pengobatan yang signifikan jika sesuai dan sebagaimana yang didefinisikan oleh
rumah sakit;
4. semua perbedaan besar antara diagnosis praoperasi dan diagnosis pascaoperasi;
5. efek samping atau pola efek samping selama sedasi moderat atau mendalam dan pemakaian anestesi;
6. kejadian-kejadian lain misalnya:
1. infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan atau wabah penyakit menular;
2. pasien jiwa yang melarikan diri dari ruang perawatan keluar lingkungan rumah sakit yang dak
meninggal/ dak cedera serius. (khusus untuk RS Jiwa dan RS Umum yang mempunyai ruang
perawatan jiwa).
Banyak metode yang digunakan untuk mengidentifikasi resiko, salah satu caranya adalah dengan
mengembangkan sistem pelaporan dan sistem analisis. Dapat dipastikan bahwa sistem pelaporan
akan mengajak semua orang dalam organisasi untuk peduli akan bahaya atau potensi bahaya
yang dapat terjadi kepada pasien. Pelaporan juga penting digunakan untuk memonitor upaya
pencegahan terjadinya kesalahan (error) sehingga diharapkan dapat mendorong dilakukannya
investigasi selanjutnya.
Laporan hasil investigasi sederhana / analisis akar masalah / RCA yang terjadi pada pasien dan telah
mendapatkan rekomendasi dan solusi oleh Tim KP di RS (internal) / Pimpinan RS dikirimkan ke KKPRS
dengan melakukan entry data (e-reporting) melalui website resmi KKPRS : www.buk.depkes.go.id
B. Analisis Matriks Grading Resiko
Penilaian matriks resiko adalah suatu metode analisa kualitatif untuk menentukan derajat
resiko suatu insiden berdasarkan Dampak dan Probabilitasnya.
a. Dampak (Consequences)
Penilaian dampak / akibat suatu insiden adalah seberapa berat akibat yang dialami
pasien mulai dari tidak ada cedera sampai meninggal ( tabel 1).
Setelah nilai Dampak dan Probabilitas diketahui, dimasukkan dalam Tabel Matriks Grading
Resiko untuk menghitung skor resiko dan mencari warna bands resiko.
1. SKOR RESIKO
2. BANDS RESIKO
Bands resiko adalah derajat resiko yang digambarkan dalam empat warna yaitu : Biru, Hijau,
Kuning dan Merah. Warna "bands" akan menentukan Investigasi yang akan dilakukan : (tabel 3)
Contoh : Pasien jatuh dari tempat tidur dan meninggal, kejadian seperti ini di RSU Graha Bunda
b. Rincian Kejadian
1) Tanggal dan waktu insiden
1. Diisi tanggal dan waktu saat insiden (KTD / KNC / KTC / KPC) terjadi.
2. Buat prosedur pelaporan agar tanggal dan waktu insiden tidak lupa : insiden harus
dilaporkan paling lambat 2 x 24 jam atau pada akhir jam kerja/ shift.
2) Insiden
1. Diisi insiden misal :
Pasien jatuh , salah identifikasi pasien , salah pemberian obat, salah dosis obat, salah
bagian yang dioperasi, dll.
(1). Grading Resiko : hijau /biru/kuning/merah
(2). Kronologis insiden
(a)Diisi ringkasan insiden mulai saat sebelum kejadian sampai terjadinya insiden.
(b)Kronologis harus sesuai kejadian yang sebenarnya, bukan pendapat / asumsi
pelapor.
3) Jenis insiden. Pilih salah satu Insiden Keselamatan Pasien (IKP): KTD / KNC / KTC /
KPC. Untuk laporan eksternal, KPC tidak perlu dilaporkan
4) Orang pertama yang melaporkan Insiden.
Pilih salah satu pelapor yang paling pertama melaporkan terjadinya insiden Misal : petugas
/ keluarga pasien dll
5) Insiden menyangkut pasien:
Pilih salah satu : Pasien rawat inap / Pasien rawat jalan / Pasien UGD
6) Tempat / Lokasi : Tempat pasien berada, misal ruang rawat inap, ruang rawat jalan, UGD
7) Insiden sesuai kasus penyakit / spesialisasi
Pasien dirawat oleh Spesialisasi ? (Pilih salah satu)
Bila kasus penyakit / spesialisasi lebih dari satu, pilih salah satu yang menyebabkan insiden.Misal :
Pasien dengan gastritis kronis dirawat oleh Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dikonsulkan ke Dokter
Spesialis Bedah dengan suspect Appendicitis. Saat appendectomy terjadi insiden, tertinggal kassa,
maka penanggung jawab kasus adalah : Dokter Spesialis Bedah.
Bila dirawat oleh dokter umum : isi
Lain-lain : umum
8) Unit / Departemen yang menyebabkan insiden
Adalah unit / Departemen yang menjadi penyebab terjadinya insiden Misalnya
1. Pasien DHF ke IGD, diperiksa laboratorium, ternyata hasilnya salah interpretasii
Insiden : salah hasil lab.
pada pasien DHF Jenis Insiden : KNC (tidak terjadi cedera)
Tempat / Lokasi : IGD
Spesialisasi : Kasus Penyakit Dalam
Unit penyebab : Laboratorium
2. Pasien anak berobat ke poliklinik, diberikan resep, ternyata terjadi kesalahan pemberian obat oleh
petugas farmasi. Hal ini diketahu setelah pasien pulang. Ibu pasien datang kembali ke Farmasi
untuk menanyakan obat tersebut.
Insiden : Salah pemberian obat untuk pasien anak
Jenis Insiden : KNC (tidak terjadi cedera)
Tempat / Lokasi : Farmasi
Spesialisasi : Kasus Anak
Unit penyebab : Farmasi
3. Pasien THT akan dioperasi telinga kiri tapi ternyata yang dioperasi telinga kanan. Hal ini terjadi
karena tidak dilakukan pengecekan ulang bagian yang akan dioperasi oleh petugas kamar operasi
Insiden : Salah bagian yang dioperasi : telinga kiri,
seharusnya kanan Jenis Insiden : KTD (terjadi cedera)
Tempat/Lokasi : kamar operasi
Spesialisasi : Kasus THT
Unit penyebab : Instalasi Bedah
9) Akibat insiden (Pilih salah satu : (lihat tabel matriks grading resiko)
1. Kematian : jelas
2. Cedera irreversible / cedera berat : kehilangan fungsi motorik, sensorik atau psikologis secara
permanen misal lumpuh, cacat.
3. Cedera reversible / cedera sedang : kehilangan fungsi motorik, sensorik atau psikologis tidak
permanen misal luka robek
4. Cedera ringan : cedera / luka yang dapat diatasi dengan pertolongan
pertama Tanpa harus di rawat misal luka lecet.
Tidak ada cedera, tidak ada luka.
b. Tipe / a. Bloodstream
Bagian b. Bagian yangdioperasi
infeksi c. Abses
d. Pneumonia
e. KanulIV
f. Protesisinfeksi
g. Drain/ tubeurin
h. Jaringanlunak
a. Salah pasien
b. Salah Darah / Produk darah
c. Salah dosis / Frekuensi
d. Salah jumlah
e. Salah label dispensing / Instruksi
c. Masalah f. Kontraindikasi
g. Salah penyimpanan
h. Obat atau Dosis yang diabaikan
i. Darah kadaluarsa
j. Efek samping (Adverse effect)
a. Salah pasien
b. Salah diet
c. Masalah c. Salah jumlah
d. Salah Frekuensi
e. Salah konsistensi
8. Oksigen / Gas a. Oksigen / Daftar oksigen /gas terkait
Gas terkait
b. Proses a. Label silinder / warna kode / Index pin
penggunaan b. Peresepan
oksigen c. Pemberian
/ Gas d. Pengantaran
e. Suply / order
9. Alat medis / Alat a. Tipe Alat Daftar Alat medis / Alat kesehatan /
kesehatan / medis / Alat Equipment property
Equipment property kesehatan /
Equipment
Property
b. Masalah a. Presentasi / Pemaketan tidak baik
b. Ketidaktersediaan
c. Inapropiate for task
d. Tidak bersih / Tidak steril
e. Kegagalan / Malfungsi
a. Tidak kooperatif
b. Tidak pantas / Sikap bermusuhan/ Kasar
c. Beresiko/ Sembrono / Berbahaya
a. Perilaku d. Masalah dengan penggunaan substansi /
pasien Abuse
e. Menggangu (Harrassment)
10. Pasien f. Diskriminasitif / Berprasangka
g. Berkeliaran, Melarikan diri.
Contoh :
Insiden : Pasien jatuh dari tempat tidur
Tipe Insiden : jatuh
Subtipe insiden : Tipe jatuh : slip / terpeleset,
Keterlibatan saat jatuh: toilet
Budaya a. Attitudekerja
Keselamatan b. Dukungan
manajemenoleh
seluruhstaf
SDM a. Ketersediaan
b. Tingkat
Pendidikan &
Keterampilan
Diklat Staf
yangberbeda
c. Beban Kerja
yangoptimal
d. Manajemen Training
Pelatihan
e. Refreshing
FAKTORLINGKUNGANKERJA Desain dan a. ManajemenPemelih
Bangunan araan
b. PenilaianErgonomik
c. Fungsionalitas
Lingkungan a. Housekeeping
b. Pengawasan
LingkunganFisik
c. Perpindahan Pasien
antarRuangan
Personal a. Kepribadian
b. Bahasa
c. KondisiSosial
d. Keluarga
Riwayat a. RiwayatMedis
b. Riwayat Kepribadian
c. RiwayatEmosi
Komunikasi Ketidaklengkapa
Tertulis n Informasi
Contoh :
Pasien mengalami Patah Tulang saat dilakukan Foto di unit Radiologi. Petugas Radiologi
adalah petugas yang baru bekerja tiga bulan di Rumah Sakit.
Hasil investigasi ditemukan :
1) Penyebab langsung (Direct / Proximate/ Immediate Cause)
a) Peralatan / sarana / prasarana : intensitas berlebihan pada alat tranducer
b) Petugas : Radiologi kurang memahami prosedur penggunaan alat
2) Akar penyebab masalah (underlying root cause)
a) Peralatan/sarana/prasarana : Manajemen pemeliharaan / maintenance alat tidak ada
b) Manajemen (Diklat) : tidak pernah diberikan training dan orientasi
3) Rekomendasi / Solusi Bisa dibagi atas :
a) Jangka pendek
b) Jangka menengah
c) Jangka panjang
BAB VIII
8.1. Definisi
1. Budaya organisasi adalah suatu pola keyakinan, nilai-nilai perilaku, norma-norma yang
disepakati/diterima dan melingkupi semua proses sehingga membentuk bagaimana
seseorang berperilaku dan bekerja bersama. Budaya organisasi merupakan kekuatan yang
sangat besar dan sesuatu yang tetap ada walaupun terjadi perubahan tim dan perubahan
personal.
2. Budaya keselamatan adalah hasil dari nilai-nilai, sikap, persepsi, kompetensi, dan pola
perilaku baik individu maupun kelompok yang menentukan komitmen, karakter dan
kemampuan dari sebuah manajemen kesehatan dan keselamatan sebuah organisasi.
3. Keselamatan pasien didefinisikan sebagai layanan yang tidak mencederai dan merugikan
pasien ataupun sebagai suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih
aman. Sistem tersebut meliputi penilaian resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan keselamatan pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya resiko.
4. Budaya keselamatan dapat diartikan sebagai berikut: “Budaya keselamatan di rumah sakit
adalah sebuah lingkungan yang kolaboratif karena staf klinis memperlakukan satu sama lain
secara hormat dengan melibatkan serta memberdayakan pasien dan keluarga. Pimpinan
mendorong staf klinis pemberi asuhan bekerja sama dalam tim yang efektif dan mendukung
proses kolaborasi interprofesional dalam asuhan berfokus pada pasien.
5. Budaya keselamatan juga merupakan hasil dari nilai-nilai, sikap, persepsi, kompetensi, dan
pola perilaku individu maupun kelompok yang menentukan komitmen terhadap, serta
kemampuan manajemen pelayanan kesehatan maupun keselamatan. Budaya keselamatan
dicirikan dengan komunikasi yang berdasar atas rasa saling percaya dengan persepsi yang
sama tentang pentingnya keselamatan dan dengan keyakinan akan manfaat langkah-langkah
pencegahan.
6. Tim belajar dari kejadian tidak diharapkan dan kejadian nyaris cedera. Staf klinis pemberi
asuhan menyadari keterbatasan kinerja manusia dalam sistem yang kompleks dan ada
proses yang terlihat dari belajar serta menjalankan perbaikan melalui briefing.
7. Keselamatan dan mutu berkembang dalam suatu lingkungan yang mendukung kerja sama
dan rasa hormat terhadap sesama tanpa melihat jabatan mereka dalam rumah sakit. Direktur
rumah sakit menunjukkan komitmennya tentang budaya keselamatan dan medorong budaya
keselamatan untuk seluruh staf rumah sakit.
Komitmen organisasi menyediakan sumber daya, seperti staf, pelatihan, metode pelaporan
yang aman, dan sebagainya untuk menangani masalah keselamatan. Masih banyak rumah sakit yang
masih memiliki budaya untuk menyalahkan suatu pihak yang akhirnya merugikan kemajuan budaya
keselamatan.Just culture adalah model terkini mengenai pembentukan suatu budaya yang terbuka,
adil dan pantas, menciptakan budaya belajar, merancang sistem-sistem yang aman, serta mengelola
perilaku yang terpilih (human error, at risk behavior, dan reckless behavior).Model ini melihat
peristiwa-peristiwa bukan sebagai hal-hal yang perlu diperbaiki, tetapi sebagai peluang-peluang untuk
memperbaiki pemahaman baik terhadap resiko dari sistem maupun resiko perilaku.
Ada saat-saat individu seharusnya tidak disalahkan atas suatu kekeliruan; sebagai contoh,
ketika ada komunikasi yang buruk antara pasien dan staf, ketika perlu pengambilan keputusan secara
cepat, dan ketika ada kekurangan faktor manusia dalam pola proses pelayanan. Namun, terdapat juga
kesalahan tertentu yang merupakan hasil dari perilaku yang sembrono dan hal ini membutuhkan
pertanggungjawaban.Contoh dari perilaku sembrono mencakup kegagalan dalam mengikuti panduan
kebersihan tangan, tidak melakukan time-out sebelum mulainya operasi, atau tidak memberi tanda
pada lokasi pembedahan.
Budaya keselamatan mencakup mengenali dan menujukan masalah yang terkait dengan
sistem yang mengarah pada perilaku yang tidak aman. Pada saat yang sama, rumah sakit harus
memelihara pertanggungjawaban dengan tidak mentoleransi perilaku sembrono. Pertanggungjawaban
membedakan kesalahan unsur manusia (seperti kekeliruan), perilaku yang beresiko (contohnya
mengambil jalan pintas), dan perilaku sembrono (seperti mengabaikan langkah-langkah keselamatan
yang sudah ditetapkan).
Direktur Rumah Sakit melakukan evaluasi rutin dengan jadwal yang tetap dengan
menggunakan beberapa metode, survei resmi, wawancara staf, analisis data, dan diskusi
kelompok.Direktur Rumah Sakit mendorong agar dapat terbentuk kerja sama untuk membuat
struktur, proses, dan program yang memberikan jalan bagi perkembangan budaya positif ini. Direktur
Rumah Sakit harus menanggapi perilaku yang tidak terpuji dari semua individu dari semua jenjang
rumah sakit, termasuk manajemen, staf administrasi, staf klinis, dokter tamu atau dokter part time,
serta anggota representasi pemilik.
Adapun manfaat dalam penerapan budaya keselamatan pasien secara rinci antara lain:
2. Membuat organisasi kesehatan lebih tahu jika ada kesalahan yang akan terjadi atau jika
kesalahan terjadi.
3. Meningkatnya laporan kejadian yang dibuat dan belajar dari kesalahan yang terjadi akan
berpotensial menurunnya kejadian yang sama berulang kembali dan keparahan dari insiden
keselamatan pasien.
4. Kesadaran akan keselamatan pasien, yaitu bekerja untuk mencegah error dan melaporkan
jika ada kesalahan.
5. Berkurangnya perawat yang merasa tertekan, bersalah, malu karena kesalahan yang telah
diperbuat.
6. Berkurangnya turn over pasien, karena pasien yang pernah mengalami insiden, pada
umumnya akan mengalami perpanjangan hari perawatan dan pengobatan yang diberikan
lebih dari pengobatan yang seharusnya diterima pasien.
7. Mengurangi biaya yang diakibatkan oleh kesalahan dan penambahan terapi.
8. Mengurangi sumber daya yang dibutuhkan untuk mengatasi keluhan pasien.
8.4. Dimensi Budaya Mutu Dan Safety Dalam Standard Akreditasi Rs Cultural Competence
• JustCulture
• GOOD PATIEN CARE • ReportingCulture
• PATIENT CENTERED CARE • LearningCulture
• ASUHAN PASIEN TERIGRASI • InformedCulture
• PPA SEBAGAI TIM KOLABORASI • FlexibleCulture
• INTERPERSONAL+KOMPETENSINYA
• GenerativeCulture(MaPSaF)
• BERPARTNER DENGAN PASIEN
• 7StandarKP,6SKP,7Langkah
• DPJP SEBAGAI CLINICAL LEADER
• KPRS, 13 Program WHO-PS
• Situational Awareness
• RCA
ASUHAN SAFETY
PASIEN
Kompetensi budaya adalah tingkat tertinggi dari kesadaran budaya adalah suatu perangkat kesamaan
perilaku, sikap dan bersama secara harmonis dlm suatu sistem, badan atau para profesi utk bekerja
secara efektif dlm situasi yg lintas-budaya / ‘cross-cultural’
1. Kompetensi budaya berfungsi untuk dapat menentukan dan mengambil suatu keputusan dan
kecerdasan budaya.
2. Kompetensi budaya merupakan pemahaman terhadap kelenturan budaya (culture adhesive).
3. Penting karena dengan kecerdasan budaya seseorang memfokuskan pemahaman pada
perencanaan dan pengambilan keputusan pada suatu situasi tertentu
Keterangan
1. Pathological: organisasi dgn sikap yg berlaku “mengapa membuang waktu kita pada
keselamatan” dan hanya sedikit atau tidak ada investasi dalam meningkatkan keselamatan.
2. Reactive: organisasi yg hanya memikirkan keamanan setelah insiden terjadi.
3. Bureaucratic: organisasi yg sangat berbasis kertas dan keselamatan melibatkan kotak centang utk
membuktikan kepada auditor dan penilai bahwa mereka berfokus pada keselamatan.
B. DIMENSION OF PSC
1. Leadership culture
2. Teamwork culture
3. Culture of evidence-based practice
4. Communication culture
5. Learning culture
6. Just culture
7. Patient-centered culture
C. CULTURE FEATURES
1. Fitur budaya keselamatan pasien yang positif
b. Semua karyawan mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah keselamatan
c. Karyawan mencari kesempatan untuk membantu orang lain dan melakukan intervensi bila
diperlukan
d. Penguatan perilaku yang lebih aman oleh semua orang
e. Karyawan menerima akuntabilitas untuk keselamatan pasien
f. Keterbukaan karyawan terhadap pembinaan dan umpan balik
g. Keinginan untuk menyediakan sumber daya untuk meningkatkan keselamatan pasien
h. Kesediaan untuk berbagi, berkomunikasi dan belajar
i. Karyawan didorong untuk mengangkat isu dan saran
2. Karakter budaya keselamatan pasien yang kurang diinginkan dapat mencakup mis.
a. Kekhawatiran tentang keselamatan secara konsisten tidak ditangani
b. Tidak ada pembelajaran yang dicapai dari kejadian tidak diharapkan
c. Karyawan enggan melaporkan insiden KP
d. Tidak ada yang akuntabel ttg tanggung jawab keselamatan mereka
e. Representasi manajemen keselamatan berada diluar proses pengambilan keputusan utama
8.6. Peran Kepemimpinan Dalam Mengembangkan Budaya Keselamatan
Budaya keselamatan yg kuat adalah kombinasi dari sikap dan perilaku yg paling baik
dalam mengelola bahaya yg tak terelakkan yg tercipta saat manusia, yg secara inheren
tidak dapat diterima, bekerja di lingkungan yg sangat kompleks.
The Joint Commission Center for Transforming Healthcare telah menemukan budaya
keselamatan yang tidak memadai sbg faktor kontributor yang signifikan terhadap KTD.
Kepemimpinan yang tidak adekuat dapat berkontribusi pada KTD dengan berbagai cara,
termasuk namun tidak terbatas pada contoh-contoh ini:
1. Tidak cukupnya dukungan terhadap pelaporan insiden keselamatan pasien (IKP)
2. Kurangnya umpan balik atau tanggapan terhadap staf dan pihak lain yang
melaporkan kerentanan keamanan
3. Membiarkan intimidasi staf yang melaporkan IKP
4. Menolak secara konsisten utk memprioritaskan dan menerapkan rekomendasi
keselamatan
5. Tidak mengatasi kelelahan staf
8.7. Langkah-Langkah Bagi Pemimpin Untuk Mencapai Keselamatan Pasien Dan
Kehandalan Tinggi
1. Pernyataan prioritas strategis, budaya, dan infrastruktur.
a. Menetapkan keselamatan pasien sebagai prioritas strategis.
b. Mengkaji budaya organisasi.
c. Pernyataan budaya yang mendukung keselamatan pasien.
d. Pernyataan infrastruktur organisasi.
e. Belajar ttg keselamatan pasien dan metode untuk perbaikan.
2. Melibatkan pemangku kepentingan utama. a. Libatkan Dewan Pembina.
a. Libatkan dokter.
b. Libatkan staf
c. Libatkan pasien dan keluarga.
1. Tindakan
Sumber daya ini diatur ke dalam enam domain kepemimpinan yang memerlukan fokus
dan dedikasi Direktur untuk mengembangkan dan mempertahankan budaya
keselamatan:
a) Menetapkan visi yang meyakinkan untuk keselamatan.
Visi organisasi mencerminkan prioritas bahwa, jika sejalan dengan misinya, membangun
fondasi yang kuat untuk pekerjaan organisasi. Dengan menanamkan visi untuk
keselamatan pasien dan tenaga kerja total di dalam organisasi, pemimpin kesehatan
menunjukkan bahwa keselamatan adalah nilai inti.
KUESIONER
A. Latar Belakang Responden
[ ]
IR1 Nama :
IR1
[ ]
IR2 Ruang :
IR2
[ ]
IR3 Usia :
IR3
[ ]
IR4 Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
IR4
[ ]
IR7 Berapa lama anda bekerja di RS ini ? …………… tahun
IR7
[ ]
IR8 Berapa lama anda bekerja di unit ini ? …………… tahun
IR8
Berilah tanda lingkaran (O) pada pilihan jawaban yang sesuai dengan keadaan Anda
Apakah posisi kerja Anda saat ini? Pilih satu jawaban yang tepat
mendeskripsikan posisi Anda!
[ ]
IR9 a. Kepala ruangan
IR9
b. Perawat pelaksana
c. Lain-lain …………..
d) Petunjuk Pengisian
Survei ini bertujuan untuk meminta Anda memberikan pendapat mengenai isu-isu
keselamatan pasien, medical error, dan pelaporan kejadian di rumah sakit Anda.
Survei ini memakan waktu kira-kira 10 menit sampai 15 menit untuk mengisi
keseluruhan pertanyaan.
Kuesioner ini bukan tes dengan jawaban benar atau salah, yang terpenting adalah
menjawab pertanyaan dengan jujur sesuai pendapat dan keadaan yang sebenarnya.
Kami menjamin kerahasiaan jawaban Bapak/Ibu/Saudara/i karena kuesioner ini semata-
mata bertujuan untuk penelitian dan bukan untuk mengevaluasi kinerja Anda.
Kuesioner ini dapat digunakan secara optimal bila semua pertanyaan dijawab, oleh karena
itu mohon teliti kembali apakah semua pertanyaan semua telah terjawab sebelum
dikembalikan kepada peneliti.
C. Definisi Istilah
Patient Safety” atau Keselamatan Pasien di definisikan sebagai suatu hal yang berbentuk
pengelakan atau pencegahan terhadap tindakan mencederai pasien atau Kejadian Yang
Tidak Diharapkan yang dihasilkan oleh proses perawatan.
“Kejadian Yang Tidak Diharapkan (KTD)” / “Adverse Event” didefinisikan sebagai suatu
kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cedera pasien akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena
penyakit dasar atau kondisi pasien.
“Kejadian Nyaris Cedera (KNC)” didefinisikan sebagai suatu kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil yang
dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi karena keberuntungan
pencegahan atau peringanan.
2 Lembar Pertanyaan
a) BAGIAN A : INSTALASI RAWAT INAP
Silahkan nyatakan kesetujuan atau tidak kesetujuan Anda terhadap pernyataan-pernyataan
dibawah ini dengan memberi tanda ceklist (√) pada pendapat yang sesuai dengan keadaan
Anda.
Sangat
Tidak Sangat *Diisi
Kode Pernyataan Tidak Setuju
Setuju Setuju Peneliti
Setuju
E7
unit di rumah sakit
Direktur rumah sakit melakukan evaluasi rutin sesuai jadwal yang tetap dengan menggunakan
beberapa metode, survei resmi, wawancara staf, analisis data, dan diskusi kelompok.
BAB IX
Hal ini untuk memastikan bahwa ada perbaikan berkelanjutan dan ada
pengumpulan data untuk analisis berkelanjutan.Perubahan yang efektif dimasukkan ke
dalam standar prosedur operasional, prosedur operasi, dan ke dalam setiap pendidikan staf
yang perlu dilakukan.Perbaikan-perbaikan yang dicapai dan dipertahankan oleh rumah
sakit didokumentasikan sebagai bagian dari manajemen peningkatan mutu serta
keselamatan pasien dan program perbaikan.
FORM PDSA (PLAN-D0-STUDY-ACTION)
CARA SIKLUS:
Saya berencana
P
Saya berharap
MANAJEMEN RESIKO
Pengertian
Resiko adalah potensi tindakan (action) atau aktivitas (activity) yang dipilih (termasuk pilihan tidak
bertindak) akan menyebabkan kerugian (loss) atau hasil yang tidak diharapkan.
Resiko adalah potensial probabilitas proses akan gagal dan menimbulkan error.
Resiko Klinis adalah semua isu yang dapat berdampak terhadap pencapaian pelayanan pasien yang
bermutu, aman dan efektif.
Resiko Nonklinis / Corporate Risk adalah semua isu yang dapat dapat berdampak terhadap tercapainya
tugas pokok dan kewajiban hukum dari RS sebagai korporasiMedical error, near miss dan adverse event
adalah kondisi, event, keadaan yang bisa menimbulkan kegagalan proses.
Manejemen resiko rumah sakit /Hospital Risk Management adalah pendekatan proaktif berupa kegiatan
untukmengidentifikasi dan evaluasi untuk mengurangi resiko cedera dan kerugian pada pasien, karyawan
rumah sakit, pengunjung dan organisasinya sendiri.
Manajemen resiko meminimalkan bahaya terhadap pasien, menciptakan lingkungan yang aman bagi
karyawan, pasien dan pengunjung
Program Manajemen Resiko adalah identifikasi dan reduksi proaktif adverse event yang tidak dapat
diantisipasi dan other safety risks kepada pasien dan staf.
FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) adalah suatu carasistematik untuk mengidentifikasi dan
mencegah permasalahan-peermasalahan dalaa suatu proses atau kegiatan sebelum permasalahan tersebut
terjadi.
Program manajemen resiko berkelanjutan digunakan untuk melakukan identifikasi dan mengurangi
cedera serta mengurangi resiko lain terhadap keselamatan pasien dan staf. Ada beberapa kategori resiko yang
dapat berdampak pada rumah sakit. Katagori ini antara lain dan tidak terbatas pada resiko
1. strategis (terkait dengan tujuan organisasi);
2. operasional (rencana pengembangan untuk mencapai tujuan organisasi);
3. keuangan (menjaga aset);
4. kepatuhan (kepatuhan terhadap hukum dan peraturan);
5. reputasi (image yang dirasakan oleh masyarakat).
Rumah sakit perlu memakai pendekatan proaktif untuk manajemen resiko. Salah satu caranya adalah
dengan program manajemen resiko formal yang komponen-komponen pentingnya meliputi:
1. identifikasi resiko;
2. prioritas resiko;
3. pelaporan resiko;
4. manajemen resiko;
5. invesigasi kejadian yang tidak diharapkan (KTD);
6. manajemen terkait tuntutan (klaim).
Elemen penting manajemen resiko adalah analisis resiko, misalnya proses untuk mengevaluasi near miss
(KNC) dan proses beresiko tinggi lainnya karena kegagalan proses tersebut dapat menyebabkan kejadian
sentinel. Satu alat/metode yang dapat menyediakan analisis proaktif semacam itu terhadap proses kritis dan
beresiko tinggi adalah failure mode effect analysis (analisis efek modus kegagalan). Rumah sakit dapat pula
mengidentifikasi dan menggunakan alat-alat serupa untuk mengidentifikasi dan mengurangi resiko, seperti
hazard vulnerability analysis (analisis kerentanan terhadap bahaya). Untuk menggunakan alat ini atau alat-alat
lainnya yang serupa secara efektif maka direktur rumah sakit harus mengetahui dan mempelajari pendekatan
tersebut, menyepakati daftar proses yang beresiko tinggi dari segi keselamatan pasien dan staf, kemudian
menerapkan alat tersebut pada proses prioritas resiko. Setelah analisis hasil maka pimpinan rumah sakit
mengambil tindakan untuk mendesain ulang proses-proses yang ada atau mengambil tindakan serupa untuk
mengurangi resiko dalam proses-proses yang ada. Proses pengurangan resiko ini dilaksanakan minimal sekali
dalam setahun dan didokumentasikan pelaksanaannya.
Dalam menerapkan manajemen resiko rumah sakit perlu memperhatikan proses- proses beresiko yang
dapat terjadi pada pasien, antara lain meliputi
1. manajemen pengobatan;
2. resiko jatuh;
3. pengendalian infeksi;
4. gizi;
5. resiko peralatan; dan
6. resiko sebagai akibat kondisi yang sudah lama berlangsung.
Dalam menyusun daftar resiko diharapkan rumah sakit agar memperhatikan ruang lingkup manajemen
resiko rumah sakit yang meliputi beberapa hal, namun tidak terbatas pada
1. pasien;
2. staf medis;
3. tenagakesehatandantenagalainnyayangbekerjadirumahsakit;
4. fasilitas rumah sakit;
5. lingkungan rumah sakit; dan
6. bisnis rumah sakit.
Program manajemen resiko berkelanjutan digunakan untuk melakukan identifikasi dan mengurangi cedera
dan mengurangi resiko lain terhadap keselamatan pasien dan staf
D. Tujuan
Adapun tujuan dari kebijakan dan strategi manajemn resiko tahun 2021 adalah:
Tujuan dari kebijakan dan strategi manajemen resiko adalah untuk mengembangkan pelaksanaan
manajemen resiko yang diintegrasikan dengan Clinical Governance sehingga memberi kepastian
diberlakukannya Corporate Governance dengan baik
Kebijakan dan strategi ini akan memperjelas peran, tugas, dan tanggung jawab staf rumah sakit dalam
hal pelaksanaan manajemen resiko Peran Dan Tanggung Jawab Dalam Manajemen Resiko Seluruh anggota
staf memiliki tanggung jawab pribadi dalam hal pelaksanaan manajemen resiko, dan seluruh tingkatan
manajemen harus mengerti dan mengimplementasikan strategi dan kebijakan manajemen resiko Pemilik
Bertanggung jawab dalam hal pelaksanaan prinsip – prinsip Good Governance termasuk mengembangkan
proses dan sistem pengendalian keuangan, pengendalian organisasi, Clinical Governance, dan manajemen
resiko
Kepala Keperawatan
Koordinasi manajemen resiko keperawatan
Identifikasi resiko bidang keperawatan
Staf lain : mematuhi kebijakan dan strategi manajemen resiko rumah sakit
1. Ruang Lingkup
Framework manajemen resiko (proses manajemen resiko)
Identifikasi resiko;
Prioritas resiko;
Pelaporan resiko
Manajemen resiko
Invesigasi kejadian yang tidak diharapkan (KTD);
Manajemen terkait tuntutan (klaim).
Dalam menyusun daftar resiko diharapkan RS agar memperhatikan ruang lingkup manajemen resiko
RS yang meliputi beberapa hal, namun tidak terbatas pada:
pasien; Proses2 beresiko yang dapat terjadi pada pasien yg a.l. meliputi :
Manajemen pengobatan
Resiko jatuh
Pengendalian Infeksi
Gizi
Resiko Peralatan
Resiko sebagai akibat kondisi yg sudah lama berlangsung staf medis;
tenaga kesehatan dan tenaga lainnya yang bekerja di RS;
fasilitas RS;
lingkungan RS; dan bisnis RS.
Resiko yang berhubungan 1. Lindungi aset dari kerugian akibat kebakaran, banjir, dll
dengan property (Property 2. Kertas dan / atau catatan elektronik - pasien, bisnis dan
related risks) keuangan - terlindung dari kerusakan atau kehancuran
3. Prosedur untuk menangani uang tunai dan menjaga barang
berharga
4. Ikatan dan asuransi untuk melindungi fasilitas dari kerugian
B. Asesmen Resiko
Proses untuk membantu organisasi menilai tentang luasnya resiko yang dihadapi, kemampuan
mengontrol frekuensi dan dampak resiko. Harus dilakukan oleh seluruh staf dan semua pihak
yg terlibat termasuk Pasien dan Publik dapat terlibat bila memungkinkan.
Area yang diasesmen
10. Operational / Clinical
11. Financial
12. Human Capital
13. Strategic
14. Legal / Regulatory
15. Technology
16. Natural Disaster / Hazard
Kemampuan untuk
mendapatkan modal
Reimbursement
Competition's status
Kewajiban iklan
E. Legal and Statut, standar & peraturan Dampak regional, dasar, dan
regulatory lokal
Lisensi
Akreditasi
Telemedicine
Peralatan
Teknologi baru
Kontrol inventory
Resiko sebagai suatu fungsi dari Probabilitas (Chance, Likelihood) dari suatu
Kejadian yang tidak diinginkan, dan Tingkat Keparahan / Besarnya Dampak dari
kejadian tsb. Keuntungan:
a. Sering & mudah digunakan dan dimengerti
b. Mempunyai deskripsi detail dan definitif
c. Untuk memetakan resiko terhadap Probabilitas dan Dampak
d. Menerangkan bagaimana resiko dapat di mitigasi pada tingkat yang bisa
ditolerir
4. Prioritas Resiko
5. Risk Register
Daftar resiko adalah bagian dari proses pencatatan bagaimana Anda akan mengelola resiko di
area kerja atau organisasi Anda. Setiap resiko yang diidentifikasi harus dicatat dalam daftar
yang merangkum:
a. deskripsi resiko
b. penyebab dan dampaknya
c. kontrol yang ada untuk resiko
d. penilaian konsekuensi & kemungkinan resiko yg terjadi dengan kontrol yang ada
e. peringkat resiko: rendah, menengah, tinggi atau sangat tinggi dan prioritas
keseluruhan resiko
RS memiliki Standar yg berisi Program Risk Assessment tahunan → Risk Register Risk
Register :
a. Resiko yg teridentifikasi dlm 1 thn
b. Informasi Insiden keselamatan pasien, klaim litigasi dan komplain, investigasi
eksternal & internal, exernal assessments dan Akreditasi
c. Informasi potensial resiko maupun resiko aktual (menggunakan RCA & FMEA)
c. Fase PDCA (ini memungkinkan tim untuk meneliti peluang itu dan mengulasnya hasil
yaitu untuk menguji dan menerapkan perubahan dalam pengaturan kerja nyata.
Identifikasi Analisis
Uji Kelayakan/ feasibility dan teknik alternatif
Pengendalian Resiko
Pembiayaan Resiko untuk
untuk Menghentikan
Membayar Kerugian
Kerugian
- Menghindari Paparan
Retensi Transfer
- Pencegahan Kerugian
- Pengurangan Kerugian
- Menghindari
Paparan
Pemisahan
- Menghindari Paparan - Pembayaran - Transfer Kontrak
Duplikasi Terkini atas utk Pembiayaan
Kerugian Resiko
- Transfer Kontrak untuk
- Cadangan tidak - Asuransi Komersial
- Pengendalian Resiko
dibiayai - Hedging (asuransi
- Cadangan hanya untuk Resiko
Dibiayai Bisnis)
- Peminjaman - Peminjaman
- Menetapkan - Mengambil
penjamin penjamin
Skor Resiko:
Tingkat Unit
1. Buat→Risk grading matriks, untuk insiden / kejadian yang sudah terjadi → (Skor resiko: D
x P) Prioritaskan
2. Buat Identifikasi proses beresiko tinggi (Skor resiko: D x P x K) → prioritaskan
Sub Tim Manajemen resiko
1. Rekapitulasi insiden / kejadian yang sudah terjadi dari unit2 → Risk register
2. Rekapitulasi Identifikasi Proses beresiko tinggi Prioritaskan
→
3. RISK MAPPING