Cetakan 1:
Januari 2020
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-
Nya, sehingga Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
(PMKP) dapat diselesaikan dengan tepat waktu sesuai dengan kubutuhan
RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo.
2
TIM PENYUSUN
PENGARAH
Pelaksana
3
DAFTAR ISI
Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Kebijakan PMKP
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
b. Tujuan
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN UPAYA PENINGKATAN MUTU
PELAYANAN RUMAH SAKIT
BAB III
KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RSD.
DR. A. DADI TJOKRODIPO
a. MUTU PELAYANAN RSD. DR. A. DADI TJOKRODIPO
b. UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RSD. DR. A. DADI
TJOKRODIPO
BAB IV
PENGENDALIAN KUALITAS PELAYANAN
BAB V
FOKUS UTAMA UPAYA PENINGKATAN MUTU
BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI
BAB VII
PENUTUP
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
4
DAFTAR GAMBAR
5
DAFTAR TABEL
6
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT DAERAH DR. A. DADI
TJOKRODIPO
NOMOR : 123
TENTANG
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Kesatu : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT DAERAH DR. A. DADI
TJOKRODIPO TENTANG PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN
KESELAMATAN PASIEN
7
BAB I
PENGORGANISASIAN
Pasal 1
BAB II
SISTEM MANAJEMEN DATA
Pasal 2
8
6. Kumpulan data dan informasi disampaikan kepada
badan di luar rumah sakit sesuai dengan peraturan
dan perundangan-undangan.
7. Rumah sakit berkontribusi terhadap database
ekternal dengan menjamin keamanan dan
kerahasiaan.
BAB III
PELATIHAN PMKP
Pasal 3
BAB IV
PEMILIHAN AREA PRIORITAS
Pasal 4
9
4. Direktur rumah sakit berkoordinasi dengan para
kepala bidang/divisi dalam memilih dan
menetapkan prioritas pengukuran mutu pelayanan
klinis yang akan dievaluasi.
5. Berdasar atas prioritas tersebut ditetapkan
pengukuran mutu menggunakan indikator area
klinis.
6. Berdasar atas prioritas tersebut ditetapkan
pengukuran mutu menggunakan indikator area
manajemen.
7. Berdasar atas prioritas tersebut ditetapkan
pengukuran mutu menggunakan indikator sasaran
keselamatan pasien.
BAB V
PENGUKURAN MUTU
Pasal 5
10
keselamatan pasien dan budaya
keselamatan.
6. Pimpinan unit kerja melakukan supervisi terhadap
proses pengumpulan data dan pelaporan serta
melakukan perbaikan mutu berdasar atas hasil
capaian indikator mutu.
7. Setiap indikator yang ditetapkan dilengkapi dengan
profil indikator.
8. Profil indikator yang dimaksud ayat pasal meliputi:
a) judul indikator;
b) definisi operasional;
c) tujuan dan dimensi mutu;
d) dasar pemikiran/alasan pemilihan indicator;
e) numerator, denominator, dan formula
pengukuran;
f) metodologi pengumpulan data;
g) cakupan data;
h) frekuensi pengumpulan data;
i) frekuensi analisis data;
j) metodologi analisis data;
k) sumber data;
l) penanggung jawab pengumpul data; dan
m) publikasi data
9. Direktur rumah sakit dan komite PMKP melakukan
supervisi terhadap proses pengumpulan dan
analisis data.
10. Rumah sakit menetapkan evaluasi pelayanan
kedokteran dengan melakukan evaluasi panduan
prak k klinis, alur klinis, atau protokol di prioritas
pengukuran mutu rumah sakit.
11. Hasil evaluasi dapat menunjukkan pengurangan
variasi pada 5 (lima) panduan praktik klinis, alur
klinis atau protokol di prioritas pengukuran mutu
rumah sakit.
12. Rumah sakit telah melaksanakan audit medis dan
atau audit klinis pada panduan praktik klinis/alur
klinis prioritas di tingkat rumah sakit.
11
BAB VI
EVALUASI PELAYANAN KEDOKTERAN
Pasal 6
BAB VII
ANALISIS DATA
Pasal 7
12
sakit, dengan melakukan perbandingan database
eksternal dari rumah sakit sejenis atau data
nasional/internasional, dan melakukan
perbandingan dengan standar serta prak k terbaik
berdasar atas referensi terkini.
5. Pelaksana analisis data, yaitu staf komite PMKP
dan penanggung jawab data di unit
pelayanan/kerja sudah mempunyai pengalaman,
pengetahuan, dan keterampilan yang tepat
sehingga dapat berpar sipasi dalam proses
tersebut dengan baik.
6. Hasil analisis data telah disampaikan kepada
direktur, para kepala bidang/divisi, dan kepala unit
untuk di tindaklanjuti.
7. Komite PMKP atau bentuk organisasi lainnya telah
mengumpulkan dan menganalisis data program
PMKP prioritas.
8. Ada bukti direktur rumah sakit telah
menindaklanjuti hasil analisis data.
9. Ada bukti program PMKP prioritas telah
menghasilkan perbaikan di rumah sakit secara
keseluruhan.
10. Ada bukti program PMKP prioritas telah
menghasilkan efiiensi penggunaan sumber daya.
BAB VIII
VALIDASI DATA
Pasal 8
13
BAB IX
MANAJEMEN RISIKO
Pasal 9
BAB X
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 10
14
Ditetapkan di Bandar Lampung
Pada tanggal Desember 2019
DIREKTUR RUMAH SAKIT DAERAH
DR. A. DADI TJOKRODIPO
15
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT DAERAH DR.
A. DADI TJOKRODIPO
NOMOR
TENTANG
PEDOMAN PENINGKATAN
MUTU DAN KESELAMATAN
PASIEN
BAB I
PENDAHULUAN
16
1.2 Tujuan
17
BAB II
Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College of
Surgeons (ACS) menyusun suatu Hospital Standardization Programme.
Program standarisasi adalah upaya pertama yang terorganisasi dengan
tujuan meningkatkan mutu pelayanan. Program ini ternyata sangat berhasil
meningkatkan mutu pelayanan sehingga banyak Rumah Sakit tertarik untuk
ikut serta. Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi maka spesialisasi
ilmu kedokteran diluar bedah cepat berkembang. Oleh karena itu program
standarisasi perlu diperluas agar dapat mencakup disiplin lain secara
umum.
Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat minimal
dan essensial untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di Rumah
Sakit, namun telah memacu Rumah Sakit agar memberikan mutu
18
pelayanan yang setinggi-tingginya sesuai dengan sumber daya yang ada.
Untuk memenuhi tuntutan yang baru ini antara tahun 1953-1965 standar
akreditasi direvisi enam kali, selanjutnya beberapa tahun sekali diadakan
revisi.
Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus
akreditasi suatu Rumah Sakit harus juga mempunyai program
pengendalian mutu yang dilaksanakan dengan baik.
Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS) didirikan
dengan susah payah pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan
ini baru berhasil beroperasi dalam 3 Negara bagian. Tetapi lambat laun
ACHS dapat diterima kehadirannya dan diakui manfaatnya dalam upaya
peningkatan mutu pelayanan sehingga sekarang kegiatan ACHS telah
mencakup semua negara bagian. Pelaksanaan peningkatan mutu di
Australia pada dasarnya hampir sama dengan di Amerika.
Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang
upaya meningkatkan mutu dan penyelenggaraan simposium di Utrecht,
negeri Belanda tentang metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam
bulan Mei 1983 di Barcelona, Spanyol suatu kelompok kerja yang dibentuk
19
oleh WHO telah mengadakan pertemuan untuk mempelajari peningkatan
mutu khusus untuk Eropa.
Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah
dilakukan Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu
yaitu penetapan kelas Rumah Sakit pemerintah melalui Surat Keputusan
Menteri Kesehatan No.033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan
beberapa kriteria untuk tiap kelas Rumah Sakit A, B, C, an D. Kriteria ini
kemudian berkembang menjadi standar-standar. Kemudian dari tahun ke
tahun disusun berbagai standar baik menyangkut pelayanan, ketenagaan,
sarana dan prasarana untuk masing-masing kelas Rumah Sakit.
Disamping standar, Departemen Kesehatan juga mengeluarkan berbagai
panduan dalam rangka meningkatkan penampilan pelayanan Rumah Sakit.
20
pelayanan penunjang. Perbedaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan
seluruh karyawan.
21
BAB III
22
3. Pihak yang Berkepentingan dengan Mutu
Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, yaitu:
a. Konsumen
b. Pembayar/perusahaan/asuransi
c. Manajemen
d. Karyawan
e. Masyarakat
f. Pemerintah
g. Ikatan profesi
Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan
kepentingannya terhadap mutu. Karena itu mutu adalah
multidimensional.
4. Dimensi Mutu
Dimensi atau aspeknya adalah:
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan Pasien
d. Kepuasan Pasien
e. Aspek Sosial Budaya
5. Mutu Terkait dengan Struktur, Proses, Outcome
Mutu pelayanan suatu rumah sakit merupakan produk akhir dari
interaksi dan ketergantungan yang rumit antara berbagai komponen
atau aspek rumah sakit sebagai suatu system. Menurut Donabedian,
pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur dengan
menggunkan 3 variabel:
1. Struktur, segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan
pelayanan kesehatan seperti: tenaga, dana, obat, fasilitas,
peralatan, teknologi, organisasi, dan lain-lain. Pelayanan
kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input yang
bermutu pula.
2. Proses intetraksi profesional antara pemberi pelayanan dengan
konsumen (pasien). Adalah apa yang dilakukan oleh dokter dan
tenaga profesi lain terhadap pasien: evaluasi, diagnosis,
perawatan, konseling, pengobatan, tindakan, penanganan jika
terjadi penyulit, follow up. Pendekatan proses adalah
pendekatan paling langsung terhadap mutu asuhan.
3. Hasil/Outcome, adalah hasil pelayanan kesehatan, merupakan
perubahan yang terjadi pada konsumen (pasien), termasuk
kepuasan dari konsumen tersebut. Adalah hasil akhir kegiatan
23
dan tindakan dokter dan tenaga profesi lain terhadap pasien
dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasan terhadap
provider. Outcome yang baik sebagian besar tergantung kepada
mutu struktur dan mutu proses yang baik. Sebaliknya outcome
yang buruk adalah kelanjutan struktur atau proses yang buruk.
24
masalah yang ada dan mencari jalan keluarnya, sehingga mutu
pelayanan akan menjadi lebih baik.
Berdasarkan hal di atas maka disusunlah definisi dan tujuan dari upaya
peningkatan mutu pelayanan:
25
3. Indikator mutu
Indikator mutu rumah sakit meliputi indikator klinik, indikator yang
berorientasi pada waktu dan indikator ratio yang berdasarkan pada
efektifitas (effectivenes), efisiensi (efficiency), keselamatan (safety)
dan kelayakan (appropriateness).
4. Strategi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan maka disusunlah
strategi sebagai berikut:
a. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar
dan prinsip mutu pelayanan sehingga dapat menerapkan
langkah-langkah upaya peningkatan mutu di masing-masing unit
kerjanya.
b. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya
manusia di Rumah Sakit Daerah dr. A. Dadi Tjokrodipo, serta
upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan.
c. Menciptakan budaya mutu di Rumah Sakit Daerah dr. A. Dadi
Tjokrodipo, termasuk di dalamnya menyusun program mutu
dengan pendekatan PDSA cycle.
26
masalah yang masih tetap merupakan masalah sehingga proses
siklus akan berulang mulai tahap pertama.
27
BAB IV
28
Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada siklus
pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus “Plan-Do-Study-
Action” (P-D-S-A) = Relaksasi (rencanakan – laksanakan – periksa –aksi).
Pola P-D-S-A ini dikenal sebagai “siklus Shewart”, karena pertama kali
dikemukakan oleh Walter Shewhart beberapa puluh tahun yang lalu.
Namun dalam perkembangannya, metodologi analisis P-D-S-A lebih sering
disebuit “siklus Deming”. Hal ini karena Deming adalah orang yang
mempopulerkan penggunaannya dan memperluas penerapannya. Dengan
nama apapun itu disebut, P-D-S-A adalah alat yang bermanfaat untuk
melakukan perbaikan secara terus menerus (continous improvement) tanpa
berhenti.
29
Pengendalian kualitas berdasarkan siklus P-D-S-A hanya dapat berfungsi
jika sistem informasi berjalan dengan baik dan siklus tersebut dapat
dijabarkan dalam enam langkah seperti diperlihatkan dalam gambar 4.
Plan Do Study
Action
Follow-
Corrective up
Action
Improvement
(1) Plan
Acti Menentukan
(6) Tujuan dan
onn (2)
Mengambil sasaran
Menetapkan
tindakan Metode untuk
Mencapai tujuan
Menyelenggarakan
(5) Pendidikan dan
latihan
Memeriksa
Stud (4
akibat
y pelaksanaan )Melaksanakan (3)
pekerjaan Do
30
Kepala Divisi. Penetapan sasaran didasarkan pada data pendukung dan
analisis informasi. Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk
angka, harus pula diungkapkan dengan maksud tertentu dan disebarkan
kepada semua karyawan. Semakin rendah tingkat karyawan yang
hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan dan tujuan, semakin rinci
informasi.
31
dari akibat yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu dapat
dilihat dari penyebabnya.
32
BAB IV
33
e. Didasarkan pada data yang ada.
3. Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat
menilai indikator, sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan
antara mutu baik dan mutu tidak baik.
4. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan:
a. Acuan dari berbagai sumber
b. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan
34
BAB V
35
B. Manajemen Proses Klinik
Salah satu fokus kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan
pasien di RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo adalah untuk mengurangi
risiko dalam proses asuhan klinis.
• Ditetapkan standar asuhan klinis melalui panduan praktik klinik
dan atau clinical pathway.
• Panduan praktik klinik dan atau clinical pathway dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo.
• Panduan praktik klinik dan atau clinical pathway tersebut di
review setiap tahun dan dilakukan perbaikan apabila perlu.
• Melakukan audit medik minimal 1 x 1 tahun untuk melihat
kepatuhan dan adanya perbaikan.
36
8. Instalasi Radiologi
9. Instalasi Rehabilitasi Medik
10. Instalasi Gizi
11. Unit Pelayanan Darah
12. IPSRS/IPRS
13. Instalasi Rawat Jalan
14. Instalasi Rawat Inap
15. Instalasi Kamar Operasi
16. Instalasi Gawat Darurat
17. Instalasi HCU
18. Panitia PPI
19. Panitia Ponek
20. Panitia K3
21. Pelayanan TB
• Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Daerah dr.
A. Dadi Tjokrodipo secara berkala (paling lama 2 tahun)
melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur
keselamatan pasien yang dipergunakan di Rumah Sakit Daerah
dr. A. Dadi Tjokrodipo
• Ditetapkan minimal 5 (dari seluruh indikator) indikator utama
yang sensitif untuk dianalisa lebih jauh sesuai dengan keadaan
rumah sakit. Indikator utama ini direview setiap tahun dan diganti
apabila perlu. Pemilihan ini didasarkan pada konsensus antara
pimpinan dengan panitia mutu dan keselamatan pasien.
• Kriteria pemilihan indikator utama adalah:
1. Proses utama yang kritikal
2. Proses risiko tinggi
3. Proses yang cenderung bermasalah
37
1. Indikator atau proses yang baru diberlakukan
2. Kecenderungan peningkatan atau penurunan angka
pemenuhan indikator
3. Terdapat variasi dari pencatatan pemenuhan indikator
4. Data yang dianggap meragukan
5. Secara berkala (3 bulan sekali) dilakukan terhadap semua
data indikator dan dilaporakan dalam laporan triwulan panita
PMKP.
6. Secara berkala (1 bulan sekali) pada indikator utama.
• Validasi data dilakukan dengan menelusuri ke lapangan untuk
melihat bagaimana data dikumpulkan dan dicatat. Apabila
diperlukan dilakukan pengumpulan data kembali oleh individu yang
berbeda.
38
Alat-alat manajemen risiko yang digunakan di RSD. dr. A. Dadi
Tjokrodipo antara lain:
1. Non statistical tools: untuk mengembangkan ide,
mengelompokkan, memprioritaskan dan memberikan arah dalam
pengambilan keputusan. Alat-alat tersebut meliputi Fish bone,
Bagan alir, RCA, FMEA
2. Statistical tools seperti Diagram parato, lembar periksa (check
sheet)
Awal/ akhir
proses Penghubu
ng
Kegiatan
Keput
usan
39
C. FMEA (Failure Mode and Cause Analysis)
Suatu alat mutu untuk mengkaji suatu prosedur secara rinci dan
mengenali model-model adanya kegagalan/kesalahan pada suatu
prosedur, melakukan penilaian terhadap tiap model
kesalahan/kegagalan dan mencari solusi dengan melakukan
perubahan disain/prosedur.
Delapan tahap FMEA (JCAHO, 2005)
1. Memilih proses yang berisiko tinggi dan membentuk tim
2. Membuat diagram proses atau alur proses dengan flow chart
yang rinci
3. Untuk setiap kemungkinan kegagalan (failure mode),
identifikasi efek yang mungkin terjadi ke pasien (the effect)
4. Menetapkan kemungkinan tingkat keparahan dari efek tersebut
ke pasien (RPN)
5. Melakukan root cause analysis dari failure mode
6. Desain ulang proses
7. Analisa dan ujicobakan proses yang baru
8. Terapkan dan awasi proses yang sudah didesain ulang tadi
Tabel 5.1 Risk Priority Numbers (RPN)
S O D
Severity (Keparahan) Occurence Detectable
(Keseringan) (Terdeteksi)
1. Minor 1. Hampir tidak pernah 1. selalu terdeteksi
2. Moderate terjadi 2. sangat mungkin
3. Minor Injury 2. jarang terdeteksi
4. Mayor Injury 3. kadang-kadang 3. Mungkin terdeteksi
5. Terminal 4. sering 4. Kemungkinan kecil
injury/death 5. sangat sering dan terdeteksi
pasti 5. Tidak mungkin
terdeteksi
Pelaksanaan :
RS memastikan bahwa seluruh staf yang terkait mampu melakukan
analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa masalah
tersebut terjadi untuk kemudian menyusun rencana tindak lanjutnya.
• Analisis akar masalah (RCA) dilakukan untuk melakukan
identifikasi apabila ditemukan permasalahan dalam pemenuhan
indikator mutu dan manajerial serta pengelolaan insiden.
• Proses mengurangi risiko dilakukan paling sedikit satu kali dalam
setahun dan dibuat dokumentasinya, dengan menggunakan FMEA
40
(Failure Mode and Effect Analysis). Proses yang dipilih adalah
proses dengan risiko tinggi.
41
BAB VI
42
BAB VII
PENUTUP
43