Anda di halaman 1dari 43

PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN

Rumah Sakit Daerah dr. A. Dadi Tjokrodipo


Tahun 2020

Cetakan 1:

Januari 2020

Ketua Tim Penyusun:

dr. Budi Okta Priyatna, Sp. An

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-
Nya, sehingga Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
(PMKP) dapat diselesaikan dengan tepat waktu sesuai dengan kubutuhan
RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo.

Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) ini yang


mulai dipergunakan pada tahun 2020 meliputi sasaran keselamatan pasien,
standar pelayanan berfokus pasien, standar manajemen rumah sakit,
program nasional dan Integrasi pendidikan kesehatan dalam pelayanan di
rumah sakit.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Tim Penyusun yang telah


berjuang untuk menyelesaikan standar ini dengan baik. Ucapan terima
kasih juga kami sampaikan kepada para kontributor atas masukan dan
saran yang sangat berharga demi terwujudnya Pedoman Peningkatan Mutu
dan Keselamatan Pasien (PMKP).

Semoga dengan dipergunakan Pedoman Peningkatan Mutu dan


Keselamatan Pasien (PMKP) ini, mutu pelayanan dan keselamatan pasien
Rumah Sakit Daerah dr. A. Dadi Tjokrodipo dapat lebih baik.

Ketua Akreditasi RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo,

dr. Budi Okta Priyatna, Sp. An

2
TIM PENYUSUN

PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN


(PMKP)

PENGARAH

1. dr. Budi Okta Priyatna, Sp.An

Pelaksana

1. drg. Syarifah Aini


2. Ns. Siti Rusminarni, S.Kep,M.Kes
3. dr. Yurika Martina
4. dr. Yoki Robiyanto
5. Herno Setiawan, Amd.Kep

3
DAFTAR ISI

Judul

Kata Pengantar

Daftar Isi

Kebijakan PMKP

BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
b. Tujuan

BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN UPAYA PENINGKATAN MUTU
PELAYANAN RUMAH SAKIT

BAB III
KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RSD.
DR. A. DADI TJOKRODIPO
a. MUTU PELAYANAN RSD. DR. A. DADI TJOKRODIPO
b. UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RSD. DR. A. DADI
TJOKRODIPO

BAB IV
PENGENDALIAN KUALITAS PELAYANAN

BAB V
FOKUS UTAMA UPAYA PENINGKATAN MUTU

BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI

BAB VII
PENUTUP

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

4
DAFTAR GAMBAR

1. Gambar Gambar 4.1. Diagram Tulang Ikan


2. Gambar 4.2. Siklus dan Proses Peningkatan PDSA
3. Gambar 4.3. Relationship Between Control and Improvement
Under P-D-C-A Cycle
4. Gambar 4.4 Siklus PDSA
5. Gambar 5.1 Diagram Manajemen Risiko
6. Gambar 5.2 Simbol yang Digunakan

5
DAFTAR TABEL

1. Tabel 5.1 Risk Priority Numbers (RPN)

6
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT DAERAH DR. A. DADI
TJOKRODIPO
NOMOR : 123

TENTANG

PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN

DIREKTUR RUMAH SAKIT DAERAH DR. A. DADI TJOKRODIPO

Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu kualitas pelayanan


kesehatan perlu mengatur Rumah Sakit dengan Peraturan;
b. bahwa Peraturan Direktur Rumah Sakit Daerah dr. A. Dadi
Tjokrodipo Nomor abc/xya/2017 tentang Panduan Peningkatan
Mutu perlu disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan
pelayanan di rumah sakit, sehingga perlu disempurnakan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur
Rumah Sakit tentang Pedoman Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;


2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34
Tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit;
4. Peraturan Walikota Bandar Lampung nomor 04 tahun 2018
tentang Perubahan Peraturan Walikota nomor 27 tahun 2017
tentang Pembentukan Organisasi Dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis Rumah Sakit Daerah dr. A. Dadi Tjokrodipo
Pada Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung;
5. Keputusan Walikota Kota Bandar Lampung Nomor
abc/xya/2017 tentang Pengangkatan Direktur Rumah Sakit
Daerah dr. A. Dadi Tjokrodipo;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Kesatu : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT DAERAH DR. A. DADI
TJOKRODIPO TENTANG PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN
KESELAMATAN PASIEN

7
BAB I
PENGORGANISASIAN

Pasal 1

1. Direktur rumah sakit membentuk Komite PMKP


atau bentuk organisasi lainnya untuk mengelola
kegiatan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan sesuai dengan uraian tugas.
2. Direktur rumah sakit menetapkan penanggung
jawab data di tiap- tiap unit kerja.
3. Individu di dalam komite PMKP atau bentuk
organisasi lainnya dan penanggung jawab data
telah dilatih serta kompeten.

BAB II
SISTEM MANAJEMEN DATA

Pasal 2

1. Rumah sakit mempunyai referensi yang


dipergunakan untuk meningkatkan mutu asuhan
klinis dan proses kegiatan manajemen lebih baik.
2. Komite medis dan komite keperawatan
mempunyai referensi peningkatan mutu asuhan
klinis terkini.
3. Rumah sakit mempunyai regulasi sistem
manajemen data program PMKP yang
terintegrasi.
4. Rumah sakit menyediakan teknologi, fasilitas, dan
dukungan lain untuk menerapkan sistem
manajemen data di rumah sakit sesuai dengan
sumber daya yang ada di rumah sakit.
5. Rumah sakit telah melakukan pengumpulan data
dan informasi untuk mendukung asuhan pasien,
manajemen rumah sakit, pengkajian praktik
profesional, serta program mutu dan keselamatan
pasien secara menyeluruh

8
6. Kumpulan data dan informasi disampaikan kepada
badan di luar rumah sakit sesuai dengan peraturan
dan perundangan-undangan.
7. Rumah sakit berkontribusi terhadap database
ekternal dengan menjamin keamanan dan
kerahasiaan.

BAB III
PELATIHAN PMKP

Pasal 3

1. Rumah sakit mempunyai program pelatihan PMKP


yang diberikan oleh narasumber yang kompeten.
2. Pimpinan di rumah sakit termasuk komite medis
dan komite keperawatan telah mengikuti pelatihan
PMKP.
3. Semua individu yang terlibat dalam pengumpulan,
analisis, dan validasi data telah mengikuti pelatihan
PMKP, khususnya tentang sistem manajemen
data.
4. Staf di semua unit kerja termasuk staf klinis dilatih
sesuai dengan pekerjaan mereka sehari-hari.

BAB IV
PEMILIHAN AREA PRIORITAS

Pasal 4

1. Komite PMKP memfasilitasi pemilihan prioritas


pengukuran pelayanan klinis yang akan dievaluasi.
2. Komite PMKP melakukan koordinasi dan integrasi
kegiatan pengukuran mutu di unit pelayanan serta
pelaporannya.
3. Komite PMKP melaksanakan supervisi terhadap
progres pengumpulan data sesuai dengan yang
direncanakan.

9
4. Direktur rumah sakit berkoordinasi dengan para
kepala bidang/divisi dalam memilih dan
menetapkan prioritas pengukuran mutu pelayanan
klinis yang akan dievaluasi.
5. Berdasar atas prioritas tersebut ditetapkan
pengukuran mutu menggunakan indikator area
klinis.
6. Berdasar atas prioritas tersebut ditetapkan
pengukuran mutu menggunakan indikator area
manajemen.
7. Berdasar atas prioritas tersebut ditetapkan
pengukuran mutu menggunakan indikator sasaran
keselamatan pasien.

BAB V
PENGUKURAN MUTU

Pasal 5

1. Rumah sakit mempunyai regulasi pengukuran


mutu dan cara pemilihan indikator mutu di unit kerja
yang antara lain meliputi butir.
2. Setiap unit kerja dan pelayanan telah memilih dan
menetapkan indikator mutu unit.
3. Setiap indikator mutu telah dilengkapi profil
indikator.
4. Setiap unit kerja melaksanakan proses
pengumpulan data dan pelaporan.
5. Pengukuran mutu prioritas tersebut dilakukan
menggunakan indikator-indikator mutu sebagai
berikut:
a. Indikator mutu area klinis (IAK) yaitu
indikator mutu yang bersumber dari area
pelayanan;
b. Indikator mutu area manajemen (IAM) yaitu
indikator mutu yang bersumber dari area
manajemen;
c. Indikator mutu Sasaran Keselamatan
Pasien yaitu indikator mutu yang mengukur
kepatuhan staf dalam penerapan sasaran

10
keselamatan pasien dan budaya
keselamatan.
6. Pimpinan unit kerja melakukan supervisi terhadap
proses pengumpulan data dan pelaporan serta
melakukan perbaikan mutu berdasar atas hasil
capaian indikator mutu.
7. Setiap indikator yang ditetapkan dilengkapi dengan
profil indikator.
8. Profil indikator yang dimaksud ayat pasal meliputi:
a) judul indikator;
b) definisi operasional;
c) tujuan dan dimensi mutu;
d) dasar pemikiran/alasan pemilihan indicator;
e) numerator, denominator, dan formula
pengukuran;
f) metodologi pengumpulan data;
g) cakupan data;
h) frekuensi pengumpulan data;
i) frekuensi analisis data;
j) metodologi analisis data;
k) sumber data;
l) penanggung jawab pengumpul data; dan
m) publikasi data
9. Direktur rumah sakit dan komite PMKP melakukan
supervisi terhadap proses pengumpulan dan
analisis data.
10. Rumah sakit menetapkan evaluasi pelayanan
kedokteran dengan melakukan evaluasi panduan
prak k klinis, alur klinis, atau protokol di prioritas
pengukuran mutu rumah sakit.
11. Hasil evaluasi dapat menunjukkan pengurangan
variasi pada 5 (lima) panduan praktik klinis, alur
klinis atau protokol di prioritas pengukuran mutu
rumah sakit.
12. Rumah sakit telah melaksanakan audit medis dan
atau audit klinis pada panduan praktik klinis/alur
klinis prioritas di tingkat rumah sakit.

11
BAB VI
EVALUASI PELAYANAN KEDOKTERAN

Pasal 6

1. Rumah sakit menetapkan evaluasi pelayanan


kedokteran.
2. Evaluasi pelayanan kedokteran sebagaimana
dimaksud dalam pasal ayat (1) ditetapkan oleh
Ketua Kelompok Staf Medis paling sedikit 5 (lima)
prioritas sebagai panduan standardisasi proses
asuhan klinis yang dimonitor oleh Komite Medik.
3. 5 (lima) evaluasi pelayanan kedokteran
sebagaimana dimaksud dalam pasal ayat (2)
dapat berupa panduan praktik klinis, alur klinis
(clinical pathway), dan/atau protokol klinis,
dan/atau prosedur, dan/atau standing order.
4. Hasil evaluasi dapat menunjukkan pengurangan
variasi pada 5 (lima) panduan praktik klinis, alur
klinis atau protokol di prioritas pengukuran mutu
rumah sakit.
5. Rumah sakit telah melaksanakan audit medis dan
atau audit klinis pada panduan praktik klinis/alur
klinis prioritas di tingkat rumah sakit.

BAB VII
ANALISIS DATA

Pasal 7

1. Rumah sakit mempunyai regulasi analisis data.


2. Rumah sakit telah melakukan pengumpulan data,
analisis, dan menyediakan informasi yang berguna
untuk mengidentifikasi kebutuhan perbaikan.
3. Analisis data telah dilakukan menggunakan
metode dan teknik statistik yang sesuai dengan
kebutuhan.
4. Analisis data telah dilakukan dengan melakukan
perbadingan dari waktu ke waktu di dalam rumah

12
sakit, dengan melakukan perbandingan database
eksternal dari rumah sakit sejenis atau data
nasional/internasional, dan melakukan
perbandingan dengan standar serta prak k terbaik
berdasar atas referensi terkini.
5. Pelaksana analisis data, yaitu staf komite PMKP
dan penanggung jawab data di unit
pelayanan/kerja sudah mempunyai pengalaman,
pengetahuan, dan keterampilan yang tepat
sehingga dapat berpar sipasi dalam proses
tersebut dengan baik.
6. Hasil analisis data telah disampaikan kepada
direktur, para kepala bidang/divisi, dan kepala unit
untuk di tindaklanjuti.
7. Komite PMKP atau bentuk organisasi lainnya telah
mengumpulkan dan menganalisis data program
PMKP prioritas.
8. Ada bukti direktur rumah sakit telah
menindaklanjuti hasil analisis data.
9. Ada bukti program PMKP prioritas telah
menghasilkan perbaikan di rumah sakit secara
keseluruhan.
10. Ada bukti program PMKP prioritas telah
menghasilkan efiiensi penggunaan sumber daya.

BAB VIII
VALIDASI DATA

Pasal 8

1. Rumah sakit mempunyai regulasi validasi data.


2. Rumah sakit telah melakukan validasi data pada
pengukuran mutu area klinis yang baru dan bila
terjadi perubahan sesuai dengan regulasi.
3. Rumah sakit telah melakukan validasi data yang
akan dipublikasikan di web site atau media lainnya
termasuk kerahasiaan pasien dan keakuratan
sesuai dengan regulasi.
4. Rumah sakit telah melakukan perbaikan
berdasarkan hasil validasi data.

13
BAB IX
MANAJEMEN RISIKO

Pasal 9

Rumah sakit mempunyai program manajemen risiko


1. Rumah sakit mempunyai daftar risiko ditingkat
rumah sakit.
2. Rumah sakit telah membuat strategi untuk
mengurangi risiko yang ada.
3. Rumah Sakit telah melakukan analisis efek modus
kegagalan / FMEA setahun sekali pada proses
berisiko tinggi yang diprioritaskan.
4. Rumah sakit telah melaksanakan tindak lanjut hasil
analisis modus dampak kegagalan (FMEA).

BAB X
MONITORING DAN EVALUASI

Pasal 10

1. Rumah sakit telah membuat rencana perbaikan


terhadap mutu dan keselamatan berdasar atas
hasil capaian mutu.
2. Rumah sakit telah melakukan uji coba rencana
perbaikan terhadap mutu dan keselamatan pasien.
3. Rumah sakit telah menerapkan/melaksanakan
rencana perbaikan terhadap mutu dan
keselamatan pasien.
4. Tersedia data yang menunjukkan bahwa perbaikan
bersifat efektif dan berkesinambungan.
5. Bukti perubahan-perubahan regulasi yang
diperlukan dalam membuat rencana,
melaksanakan, dan mempertahankan perbaikan.
6. Keberhasilan telah didokumentasikan dan
dijadikan laporan PMKP.

14
Ditetapkan di Bandar Lampung
Pada tanggal Desember 2019
DIREKTUR RUMAH SAKIT DAERAH
DR. A. DADI TJOKRODIPO

dr. Hj. Indrasari Aulia, MH.Kes


NIP. 19600620 198910 2 002

15
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT DAERAH DR.
A. DADI TJOKRODIPO
NOMOR
TENTANG
PEDOMAN PENINGKATAN
MUTU DAN KESELAMATAN
PASIEN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan


untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan
derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional. Untuk itu perlu ditingkatkan
upaya guna memperluas dan mendekatkan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat dengan mutu yang baik dan biaya yang terjangkau.
Selain itu dengan semakin meningkatnya pendidikan dan keadaan
sosial ekonomi masyarakat, maka sistem nilai dan orientasi dalam
masyarakatpun mulai berubah. Masyarakat mulai cenderung menuntut
pelayanan umum yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu
termasuk pelayanan kesehatan. Dengan semakin meningkatnya
tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan Rumah Sakit maka fungsi
pelayanan RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo secara bertahap perlu terus
ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efisien serta memberi
kepuasan kepada pasien, keluarga maupun masyarakat.

Agar upaya peningkatan mutu pelayanan RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo


dapat seperti yang diharapkan maka perlu disusun Pedoman Upaya
Peningkatan Mutu Pelayanan RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo. Buku
panduan tersebut merupakan konsep dan program peningkatan mutu
pelayanan RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo, yang disusun sebagai acuan
bagi pengelola RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo dalam melaksanakan upaya
peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit. Dalam buku panduan ini
diuraikan tentang prinsip upaya peningkatan mutu, langkah-langkah
pelaksanaannya dan dilengkapi dengan indikator mutu.

16
1.2 Tujuan

Adapun maksud penyusunan pedoman agar tersedianya acuan atau


panduan bagi rumah sakit dalam melaksanakan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendalian serta pengawasan dan
pertanggungjawaban penyelenggaraan mutu pelayanan rumah sakit.
Pedoman ini disusun dengan tujuan untuk meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan di rumah sakit secara efektif, efisien dan
berkesinambungan serta tersusunnya sistem monitoring pelayanan
rumah sakit melalui indikator mutu pelayanan.

17
BAB II

SEJARAH PERKEMBANGAN UPAYA PENINGKATAN


MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya bukanlah hal


yang baru. Pada tahun (1820–1910) Florence Nightingale seorang perawat
dari Inggris menekankan pada aspek-aspek keperawatan pada
peningkatan mutu pelayanan. Salah satu ajarannya yang terkenal sampai
sekarang adalah “hospital should do the patient no harm”, Rumah Sakit
jangan sampai merugikan atau mencelakakan pasien.

Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan medik dimulai oleh


ahli bedah Dr. E. A. Codman dari Boston dalam tahun 1917. Dr. E. A.
Codman dan beberapa ahli bedah lain kecewa dengan hasil operasi yang
seringkali buruk, karena seringnya terjadi penyulit. Mereka berkesimpulan
bahwa penyulit itu terjadi karena kondisi yang tidak memenuhi syarat di
Rumah Sakit. Untuk itu perlu ada penilaian dan penyempurnaan tentang
segala sesuatu yang terkait dengan pembedahan. Ini adalah upaya
pertama yang berusaha mengidentifikasikan masalah klinis, dan kemudian
mencari jalan keluarnya.

Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College of
Surgeons (ACS) menyusun suatu Hospital Standardization Programme.
Program standarisasi adalah upaya pertama yang terorganisasi dengan
tujuan meningkatkan mutu pelayanan. Program ini ternyata sangat berhasil
meningkatkan mutu pelayanan sehingga banyak Rumah Sakit tertarik untuk
ikut serta. Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi maka spesialisasi
ilmu kedokteran diluar bedah cepat berkembang. Oleh karena itu program
standarisasi perlu diperluas agar dapat mencakup disiplin lain secara
umum.

Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American College of


Physicians, American Hospital Association bekerjasama membentuk suatu
Joint Commision on Accreditation of Hospital (JCAH) suatu badan
gabungan untuk menilai dan mengakreditasi Rumah Sakit.

Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat minimal
dan essensial untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di Rumah
Sakit, namun telah memacu Rumah Sakit agar memberikan mutu

18
pelayanan yang setinggi-tingginya sesuai dengan sumber daya yang ada.
Untuk memenuhi tuntutan yang baru ini antara tahun 1953-1965 standar
akreditasi direvisi enam kali, selanjutnya beberapa tahun sekali diadakan
revisi.

Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu pelayanan, Pemerintah


Federal memberi pengakuan tertinggi dalam mengundangkan “Medicare
Act”. Undang-undang ini mengabsahkan akreditasi Rumah Sakit menurut
standar yang ditentukan oleh JCAH. Sejak saat itu Rumah Sakit yang tidak
diakreditasi oleh JCAH tidak dapat ikut program asuransi kesehatan
pemerintah federal (medicare), padahal asuransi di Amerika sangat
menentukan utilisasi Rumah Sakit karena hanya 9,3% biaya Rumah Sakit
berasal dari pembayaran langsung oleh pasien.

Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus
akreditasi suatu Rumah Sakit harus juga mempunyai program
pengendalian mutu yang dilaksanakan dengan baik.
Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS) didirikan
dengan susah payah pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan
ini baru berhasil beroperasi dalam 3 Negara bagian. Tetapi lambat laun
ACHS dapat diterima kehadirannya dan diakui manfaatnya dalam upaya
peningkatan mutu pelayanan sehingga sekarang kegiatan ACHS telah
mencakup semua negara bagian. Pelaksanaan peningkatan mutu di
Australia pada dasarnya hampir sama dengan di Amerika.

Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat


tinggi, namun masalah itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang
masih agak kabur bagi kebanyakan tenaga profesi kesehatan. Sedangkan
pendekatan secara Amerika sukar diterapkan karena perbedaan sistem
kesehatan di masing-masing negara di Eropa. Karena itu kantor Regional
WHO untuk Eropa pada awal tahun 1980-an mengambil inisiatif untuk
membantu negara-negara Eropa mengembangkan pendekatan
peningkatan mutu pelayanan disesuaikan dengan sistem pelayanan
kesehatan masing-masing.

Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang
upaya meningkatkan mutu dan penyelenggaraan simposium di Utrecht,
negeri Belanda tentang metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam
bulan Mei 1983 di Barcelona, Spanyol suatu kelompok kerja yang dibentuk

19
oleh WHO telah mengadakan pertemuan untuk mempelajari peningkatan
mutu khusus untuk Eropa.

Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya, namun


pada simposium peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat kesan
bahwa secara nasional upaya peningkatan mutu di berbagai negara Eropa
Barat masih pada perkembangan awal.

Di Asia, negara pertama yang sudah mempunyai program peningkatan


mutu dan akreditasi Rumah Sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara
ini banyak menerapkan metodologi dari Amerika. Sedangkan Malaysia
mengembangkan peningkatan mutu pelayanan dengan bantuan konsultan
ahli dari Negeri Belanda,

Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah
dilakukan Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu
yaitu penetapan kelas Rumah Sakit pemerintah melalui Surat Keputusan
Menteri Kesehatan No.033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan
beberapa kriteria untuk tiap kelas Rumah Sakit A, B, C, an D. Kriteria ini
kemudian berkembang menjadi standar-standar. Kemudian dari tahun ke
tahun disusun berbagai standar baik menyangkut pelayanan, ketenagaan,
sarana dan prasarana untuk masing-masing kelas Rumah Sakit.
Disamping standar, Departemen Kesehatan juga mengeluarkan berbagai
panduan dalam rangka meningkatkan penampilan pelayanan Rumah Sakit.

Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai


indikator untuk mengukur dan mengevaluasi penampilan (performance)
Rumah Sakit pemerintah kelas C dan Rumah Sakit swasta setara yaitu
dalam rangka Hari Kesehatan Nasional. Indikator ini setiap dua tahun
ditinjau kembali dan disempurnakan. Evaluasi penampilan untuk tahun
1991 telah dilengkapi dengan indikator kebersihan dan ketertiban Rumah
Sakit dan yang dievaluasi selain kelas C juga kelas D dan kelas B serta
Rumah Sakit swasta setara. Sedangkan evaluasi penampilan tahun 1992
telah dilengkapi pula dengan instrumen mengukur kemampuan pelayanan.
Evaluasi penampilan Rumah Sakit ini merupakan langkah awal dari Konsep
Continuous Quality Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep QA
tradisional dimana dalam monitor dan evaluasi dititik beratkan kepada
pencapaian standar, maka pada CQI fokus lebih diarahkan kepada
penampilan organisasi melalui penilaian pemilik, manajemen, klinik dan

20
pelayanan penunjang. Perbedaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan
seluruh karyawan.

Selain itu secara sendiri-sendiri beberapa Rumah Sakit telah mengadakan


monitoring dan evaluasi mutu pelayanan Rumah Sakitnya. Pada tahun
1981 RS Gatot Subroto telah melakukan kegiatan penilaian mutu yang
berdasarkan atas derajat kepuasan pasien. Kemudian Rumah Sakit
Husada pada tahun 1984 melakukan kegiatan yang sama. Rumah Sakit
Adi Husada di Surabaya membuat penilaian mutu atas dasar penilaian
perilaku dan penampilan kerja perawat. Rumah Sakit Dr. Soetomo
Surabaya menilai mutu melalui penilaian infeksi nosokomial sebagai salah
satu indikator mutu pelayanan. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
menggunakan upaya penggunaan obat secara rasional. Rumah Sakit
Islam Jakarta pernah menggunakan pengendalian mutu terpadu (TQC) dan
Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle = QCC). Beberapa Rumah Sakit
lainnya juga telah mencoba menerapkan Gugus Kendali Mutu, walaupun
hasilnya belum ada yang dilaporkan.

Sejalan dengan hal di atas maka Departemen Kesehatan telah


mengadakan Pelatihan Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit pada
beberapa Rumah Sakit. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa
kesadaran untuk meningkatkan mutu sudah cukup meluas walaupun dalam
penerapannya sering ada perbedaan.

21
BAB III

KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU


PELAYANAN RSD. DR. A. DADI TJOKRODIPO

Mutu pelayanan rumah sakit merupakan derajat kesempurnaan pelayanan


rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar
pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di
Rumah sakit secara wajar, efisien dan efektifserta diberikan secara aman
dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosiobudaya
dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan
konsumen.

Agar upaya peningkatan mutu didapat dilaksanakan secara efektif dan


efisien maka diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang konsep dasar
upaya peningkatan mutu pelayanan.

A. MUTU PELAYANAN RSD. DR. A. DADI TJOKRODIPO


1. Pengertian mutu
Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada beberapa
pengertian yang secara sederhana melukiskan apa hakekat mutu.
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa.
b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan
(commitment) yang selalu dicurahkan pada pekerjaan
c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan.

2. Definisi Mutu Pelayanan


Adalah derajat kesempurnaan pelayanan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang
sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan
menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit
secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan
memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosio budaya
dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan dan
masyarakat konsumen.

22
3. Pihak yang Berkepentingan dengan Mutu
Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, yaitu:
a. Konsumen
b. Pembayar/perusahaan/asuransi
c. Manajemen
d. Karyawan
e. Masyarakat
f. Pemerintah
g. Ikatan profesi
Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan
kepentingannya terhadap mutu. Karena itu mutu adalah
multidimensional.
4. Dimensi Mutu
Dimensi atau aspeknya adalah:
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan Pasien
d. Kepuasan Pasien
e. Aspek Sosial Budaya
5. Mutu Terkait dengan Struktur, Proses, Outcome
Mutu pelayanan suatu rumah sakit merupakan produk akhir dari
interaksi dan ketergantungan yang rumit antara berbagai komponen
atau aspek rumah sakit sebagai suatu system. Menurut Donabedian,
pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur dengan
menggunkan 3 variabel:
1. Struktur, segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan
pelayanan kesehatan seperti: tenaga, dana, obat, fasilitas,
peralatan, teknologi, organisasi, dan lain-lain. Pelayanan
kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input yang
bermutu pula.
2. Proses intetraksi profesional antara pemberi pelayanan dengan
konsumen (pasien). Adalah apa yang dilakukan oleh dokter dan
tenaga profesi lain terhadap pasien: evaluasi, diagnosis,
perawatan, konseling, pengobatan, tindakan, penanganan jika
terjadi penyulit, follow up. Pendekatan proses adalah
pendekatan paling langsung terhadap mutu asuhan.
3. Hasil/Outcome, adalah hasil pelayanan kesehatan, merupakan
perubahan yang terjadi pada konsumen (pasien), termasuk
kepuasan dari konsumen tersebut. Adalah hasil akhir kegiatan

23
dan tindakan dokter dan tenaga profesi lain terhadap pasien
dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasan terhadap
provider. Outcome yang baik sebagian besar tergantung kepada
mutu struktur dan mutu proses yang baik. Sebaliknya outcome
yang buruk adalah kelanjutan struktur atau proses yang buruk.

RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo adalah suatu institusi pelayanan kesehatan


yang kompleks, padat pakar dan padat modal. Kompleksitas ini muncul
karena pelayanan di RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo menyangkut berbagai
fungsi pelayanan, serta mencakup berbagai tingkatan maupun jenis
disiplin. Agar RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo mampu melaksanakan
fungsi yang demikian kompleks, harus memiliki sumber daya manusia
yang profesional baik di bidang teknis medis maupun administrasi
kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu, RSD. dr. A. Dadi
Tjokrodipo harus mempunyai suatu ukuran yang menjamin peningkatan
mutu di semua tingkatan.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo
diawali dengan penilaian akreditasi RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo yang
mengukur dan memecahkan masalah pada tingkat input dan proses.
Pada kegiatan ini RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo harus menetapkan
standar input, proses, output, dan outcome, serta membakukan seluruh
standar prosedur yang telah ditetapkan. RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo
dipacu untuk dapat menilai diri (self assesment) dan memberikan
pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai
kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada latar ukur yang lain,
yaitu instrumen mutu pelayanan RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo yang
menilai dan memecahkan masalah pada hasil (output dan outcome).
Tanpa mengukur hasil kinerja RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo tidak dapat
diketahui apakah input dan proses yang baik telah menghasilkan output
yang baik pula. Indikator RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo disusun dengan
tujuan untuk dapat mengukur kinerja mutu RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo
secara nyata.

B. UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RSD. DR. A. DADI


TJOKRODIPO

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan


keseluruhan upaya dan kegiatan secara komprehensif dan integratif
memantau dan menilai mutu pelayanan, memecahkan masalah-

24
masalah yang ada dan mencari jalan keluarnya, sehingga mutu
pelayanan akan menjadi lebih baik.

Di rumah sakit upaya peningkatan mutu pelayanan adalah kegiatan


yang bertujuan memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-baiknya
kepada pasien. Upaya peningkatan mutu pelayanan akan sangat
berarti dan efektif bilamana upaya peningkatan mutu menjadi tujuan
sehari-hari dari setiap unsur di termasuk pimpinan, pelaksana
pelayanan langsung dan staf penunjang.

Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu


asuhan atau pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat
dan efisien. Walaupun disadari bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi
tidak berarti mutu yang lebih baik selalu memerlukan biaya lebih banyak
atau mutu rendah biayanya lebih sedikit.

Berdasarkan hal di atas maka disusunlah definisi dan tujuan dari upaya
peningkatan mutu pelayanan:

1. Definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan


Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan
integratif yang menyangkut input, proses dan output secara objektif,
sistematik dan berlanjut memantau dan menilai mutu dan kewajaran
pelayanan terhadap pasien, dan memecahkan masalah-masalah
yang terungkapkan sehingga pelayanan yang diberikan di berdaya
guna dan berhasil guna.

2. Tujuan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan


Umum:
Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya peningkatan
mutu pelayanan secara efektif dan efisien agar tercapai derajat
kesehatan yang optimal.
Khusus:
Tercapainya peningkatan mutu pelayanan melalui:
a. Optimasi tenaga, sarana, dan prasarana.
b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan
standar pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan
terpadu sesuai dengan kebutuhan pasien.
c. Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian dan
pengembangan pelayanan kesehatan.

25
3. Indikator mutu
Indikator mutu rumah sakit meliputi indikator klinik, indikator yang
berorientasi pada waktu dan indikator ratio yang berdasarkan pada
efektifitas (effectivenes), efisiensi (efficiency), keselamatan (safety)
dan kelayakan (appropriateness).

4. Strategi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan maka disusunlah
strategi sebagai berikut:
a. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar
dan prinsip mutu pelayanan sehingga dapat menerapkan
langkah-langkah upaya peningkatan mutu di masing-masing unit
kerjanya.
b. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya
manusia di Rumah Sakit Daerah dr. A. Dadi Tjokrodipo, serta
upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan.
c. Menciptakan budaya mutu di Rumah Sakit Daerah dr. A. Dadi
Tjokrodipo, termasuk di dalamnya menyusun program mutu
dengan pendekatan PDSA cycle.

5. Pendekatan Pemecahan Masalah


Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus
(daur) yang berkesinambungan. Langkah pertama dalam proses
siklus ini adalah identifikasi masalah. Identifikasi masalah
merupakan bagian sangat penting dari seluruh proses siklus (daur),
karena akan menentukan kegiatan-kegiatan selanjutnya dari
pendekatan pemecahan masalah ini.
Masalah akan timbul apabila:
a. Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada
terdapat penyimpangan
b. Merasa tidak puas akan penyimpangan tersebut.
c. Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.

Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa


dilakukan tindakan perbaikan. Namun agar pemecahan masalah
bisa tuntas, setelah diadakan tindakan perbaikan perlu dinilai
kembali apakah masih ada yang tertinggal. Dari penilaian kembali
maka akan didapatkan masalah yang telah terpecahkan dan

26
masalah yang masih tetap merupakan masalah sehingga proses
siklus akan berulang mulai tahap pertama.

27
BAB IV

PENGENDALIAN KUALITAS PELAYANAN

Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan menggambarkan diagram


sebab akibat atau diagram tulang ikan (fish-bone). Diagram tulang ikan
adalah alat untuk menggambarkan penyebab-penyebab suatu masalah
secara rinci. Diagram tersebut memfasilitasi proses identifikasi masalah
sebagai langkah awal untuk menentukan fokus perbaikan,
mengembangkan ide pengumpulan data, mengenali penyebab terjadinya
masalah dan menganalisa masalah tersebut (Koentjoro, 2007). Diagram
tulang ikan diperlihatkan pada gambar 1.

Gambar 4.1. Diagram Tulang Ikan

Langkah-langkah menggambarkan diagram tulang ikan:


1. Masalah yang akan dianalisis diletakkan disebelah kanan (kepala
tulang ikan)
2. Komponen struktur dan proses masalah diletakkan pada sirip ikan
(manusia, mesin/peralatan, metode, material, lingkungan
3. Kemudian dilakukan diskusi untuk menganalisa penyebab masalah
pada setiap komponen struktur dan proses tersebut.

Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus


dilakukan untuk menjamin tercapainya sasaran perusahaan dalam hal
kualitas produk dan jasa pelayanan yang diproduksi. Pengendalian kualitas
pelayanan pada dasarnya adalah pengendalian kualitas kerja dan proses
kegiatan untuk menciptakan Kepuasan pelanggan (quality of customer’s
satisfaction) yang dilakukan oleh setiap orang dari setiap bagian di Rumah
Sakit Daerah dr. A. Dadi Tjokrodipo.

28
Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada siklus
pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus “Plan-Do-Study-
Action” (P-D-S-A) = Relaksasi (rencanakan – laksanakan – periksa –aksi).
Pola P-D-S-A ini dikenal sebagai “siklus Shewart”, karena pertama kali
dikemukakan oleh Walter Shewhart beberapa puluh tahun yang lalu.
Namun dalam perkembangannya, metodologi analisis P-D-S-A lebih sering
disebuit “siklus Deming”. Hal ini karena Deming adalah orang yang
mempopulerkan penggunaannya dan memperluas penerapannya. Dengan
nama apapun itu disebut, P-D-S-A adalah alat yang bermanfaat untuk
melakukan perbaikan secara terus menerus (continous improvement) tanpa
berhenti.

Konsep P-D-S-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk


proses perbaikan kualitas (quality improvement) secara terus menerus
tanpa berhenti tetapi meningkat ke keadaaan yang lebih baik dan dijalankan
di seluruh bagian organisasi, seperti tampak pada gambar 2.

Dalam gambar 2 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan


dipecahkan dan pencarian sebab-sebabnya serta penetuan tindakan
koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan pengambilan keputusan
yang terlalu cepat serta keputusan yang bersifat emosional. Selain itu,
untuk memudahkan identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan
sebagai patokan perbaikan selanjutnya perusahaan harus menetapkan
standar pelayanan.

Gambar 4.2. Siklus dan Proses Peningkatan PDSA


Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan perbaikan
berdasarkan siklus P-D-S-A (Relationship between Control and
Improvement under P-D-S-A Cycle) diperlihatkan dalam gambar 3.

29
Pengendalian kualitas berdasarkan siklus P-D-S-A hanya dapat berfungsi
jika sistem informasi berjalan dengan baik dan siklus tersebut dapat
dijabarkan dalam enam langkah seperti diperlihatkan dalam gambar 4.

Plan Do Study
Action

Follow-
Corrective up
Action

Improvement

Gambar 4.3. Relationship Between Control and Improvement Under


P-D-C-A Cycle

(1) Plan
Acti Menentukan
(6) Tujuan dan
onn (2)
Mengambil sasaran
Menetapkan
tindakan Metode untuk
Mencapai tujuan

Menyelenggarakan
(5) Pendidikan dan
latihan
Memeriksa
Stud (4
akibat
y pelaksanaan )Melaksanakan (3)
pekerjaan Do

Gambar 4.4 Siklus PDSA

Keenam langkah P-D-S-A yang terdapat dalam gambar 4 di atas dapat


dijelaskan sebagai berikut :

a. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran → Plan


Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang
ditetapkan. Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Kepala RS atau

30
Kepala Divisi. Penetapan sasaran didasarkan pada data pendukung dan
analisis informasi. Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk
angka, harus pula diungkapkan dengan maksud tertentu dan disebarkan
kepada semua karyawan. Semakin rendah tingkat karyawan yang
hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan dan tujuan, semakin rinci
informasi.

b. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan → Plan


Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil
dicapai tanpa disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode
yang ditetapkan harus rasional, berlaku untuk semua karyawan dan
tidak menyulitkan karyawan untuk menggunakannya. Oleh karena itu
dalam menetapkan metode yang akan digunakan perlu pula diikuti
dengan penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti
oleh semua karyawan.

c. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan → Do


Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja.
Agar dapat dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan
para karyawan untuk memahami standar kerja dan program yang
ditetapkan.

d. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan →Do


Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang
dihadapi dan standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang
selalu dapat berubah. Oleh karena itu, ketrampilan dan pengalaman
para karyawan dapat dijadikan modal dasar untuk mengatasi masalah
yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan karena ketidaksempurnaan
standar kerja yang telah ditetapkan.

e. Langkah 5: Memeriksa akibat pelaksanaan →Study


Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan
dengan baik atau tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan dan mengikuti standar kerja, tidak berarti
pemeriksaan dapat diabaikan. Hal yang harus disampaikan kepada
karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar dapat
dibedakan manakah penyimpangan dan manakah yang bukan
penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan, metode (standar kerja)
dan pendidikan harus dipahami dengan jelas baik oleh karyawan
maupun oleh manajer. Untuk mengetahui penyimpangan, dapat dilihat

31
dari akibat yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu dapat
dilihat dari penyebabnya.

f. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat →Action


Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk
menemukan penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka
penyebab timbulnya penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil
tindakan yang tepat agar tidak terulang lagi penyimpangan.
Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah mengakibatkan
penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam pengendalian
kualitas pelayanan.

Konsep PDSA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang


efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas
pelayanan yang akan dicapai diperlukan partisipasi semua karyawan,
semua bagian dan semua proses. Partisipasi semua karyawan dalam
pengendalian kualitas pelayanan diperlukan kesungguhan (sincerety), yaitu
sikap yang menolak adanya tujuan yang semata-mata hanya berguna bagi
diri sendiri atau menolak cara berfikir dan berbuat yang semata-mata
bersifat pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut yang dipentingkan
bukan hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan juga cara bertindak
seseorang untuk mencapai sasaran tersebut.

Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup


semua jenis kelompok karyawan yang secara bersama-sama merasa
bertanggung jawab atas kualitas pelayanan dalam kelompoknya.
Partisipasi semua proses dalam pengendalian kualitas pelayanan
dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya terhadap outcome, tetapi
terhadap hasil setiap proses. Proses pelayanan akan menghasilkan suatu
pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat dicapai jika terdapat
pengendalian kualitas dalam setiap tahapan dari proses. Dimana dalam
setiap tahapan proses dapat dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang
baik antara kelompok karyawan dengan manajemen, sebagai tanggung
jawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari kelompok,
sebagai mata rantai dari suatu proses.

32
BAB IV

PRINSIP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN

Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek


yang akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar
yang digunakan untuk mengukur mutu pelayanan
Indikator adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu
indikasi. Indikator merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa
melihat perubahan. Indikator yang baik adalah yang sensitif tapi juga
spesifik.

Kriteria adalah spesifikasi dari indikator.


Standar:
 Tingkat kinerja atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang
yang berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang
bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat kinerja atau
kondisi tersebut.
 Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi
yang sangat baik.
 Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai
atau mutu.

Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus


memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut:
1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan
 Keprofesian
 Efisiensi
 Keamanan pasien
 Kepuasan pasien
 Sarana dan lingkungan fisik
2. Indikator yang dipilih
a. Indikator lebih banyak untuk menilai proses dan outcome daripada
input.
b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok
daripada untuk perorangan.
c. Dapat digunakan untuk membandingkan dengan Rumah Sakit lain,
baik di dalam maupun luar negeri.
d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang
dipilih untuk dimonitor

33
e. Didasarkan pada data yang ada.
3. Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat
menilai indikator, sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan
antara mutu baik dan mutu tidak baik.
4. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan:
a. Acuan dari berbagai sumber
b. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan

34
BAB V

FOKUS UTAMA UPAYA PENINGKATAN MUTU

Fokus utama upaya peningkatan mutu RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo


terintegrasi dengan Panduan Patient Safety RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo
yang menerapkan Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

A. Kepemimpinan dan Perencanaan


Pimpinan RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo dalam berperan aktif dalam
kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
• Pimpinan bertanggung jawab atas mutu pelayanan RSD. dr. A.
Dadi Tjokrodipo.
• Pimpinan bertanggung jawab atas keselamatan pasien RSD. dr.
A. Dadi Tjokrodipo.
• Telah dibentuk panitia mutu dan keselamatan pasien untuk
menjadi ‘penggerak’ dalam hal mutu dan keselamatan pasien.
• Mutu pelayanan dan keselamatan pasien menjadi prioritas
agenda dalam rapat jajaran direksi maupun rapat-rapat
manajemen rumah sakit. Hal ini dituangkan dalam SK
Penetapan Forum Rapat : 042/SK/DIR/VI/2012.
• Pimpinan melalui panitia mutu dan keselamatan pasien
membuat perencanaan dan pelaksanaan program kegiatan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Tugas dan program
kerja panitia mutu dan keselamatan pasien secara lengkap
dijabarkan dalam Pedoman Panitia Mutu dan Keselamatan
Pasien.
• Pimpinan mendukung peningkatan kompetensi sumber daya
manusia di RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo melalui pelatihan yang
disesuaikan.
• Pimpinan memonitor kegiatan peningkatan mutu dan
keselamatan pasien melalui laporan dari panitia peningkatan
mutu dan keselamatan pasien.
• Pimpinan RS, dalam hal ini Direktur, melaporkan kegiatan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien setiap 3 bulan
(dalam rapat evaluasi triwulan) dan setiap akhir tahun (dalam
laporan tahunan).

35
B. Manajemen Proses Klinik
Salah satu fokus kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan
pasien di RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo adalah untuk mengurangi
risiko dalam proses asuhan klinis.
• Ditetapkan standar asuhan klinis melalui panduan praktik klinik
dan atau clinical pathway.
• Panduan praktik klinik dan atau clinical pathway dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo.
• Panduan praktik klinik dan atau clinical pathway tersebut di
review setiap tahun dan dilakukan perbaikan apabila perlu.
• Melakukan audit medik minimal 1 x 1 tahun untuk melihat
kepatuhan dan adanya perbaikan.

C. Pengukuran, Evaluasi serta Peningkatan Mutu dan Keselamatan


Pasien.
RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo telah menetapkan indikator yang harus
dipenuhi oleh semua unit. Indikator tersebut terdiri dari Indikator
Manajerial, Indikator Mutu Pelayanan dan Indikator Patient Safety
(Insiden yang harus dicatat). Indikator patient safety terdapat dalam
Panduan Patient Safety RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo (indikator
terlampir).

Pengumpulan data dan evaluasi Indikator Mutu dan Keselamatan


Pasien:
• Setiap unit/bagian wajib melaksanakan kegiatan pemenuhan
indikator kinerja manajerial dan mutu yang sudah ditetapkan
sesuai dengan kebijakan/pedoman/acuan yang digunakan di
rumah sakit (alur pelaporan terlampir).
• Setiap unit/bagian wajib melaporkan kegiatan pemenuhan
indikator kinerja manajerial dan mutu yang sudah ditetapkan.
• Seluruh unit rumah sakit melaporkan hasil pencatatan tersebut
kepada Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien setiap bulan
• Unit yang terkait:
1. Bagian Pengadaan
2. Bagian HRD
3. Bagian Customer Service
4. Bagian Keuangan
5. Instalasi Rekam Medis
6. Instalasi Farmasi
7. Instalasi Laboratorium

36
8. Instalasi Radiologi
9. Instalasi Rehabilitasi Medik
10. Instalasi Gizi
11. Unit Pelayanan Darah
12. IPSRS/IPRS
13. Instalasi Rawat Jalan
14. Instalasi Rawat Inap
15. Instalasi Kamar Operasi
16. Instalasi Gawat Darurat
17. Instalasi HCU
18. Panitia PPI
19. Panitia Ponek
20. Panitia K3
21. Pelayanan TB
• Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Daerah dr.
A. Dadi Tjokrodipo secara berkala (paling lama 2 tahun)
melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur
keselamatan pasien yang dipergunakan di Rumah Sakit Daerah
dr. A. Dadi Tjokrodipo
• Ditetapkan minimal 5 (dari seluruh indikator) indikator utama
yang sensitif untuk dianalisa lebih jauh sesuai dengan keadaan
rumah sakit. Indikator utama ini direview setiap tahun dan diganti
apabila perlu. Pemilihan ini didasarkan pada konsensus antara
pimpinan dengan panitia mutu dan keselamatan pasien.
• Kriteria pemilihan indikator utama adalah:
1. Proses utama yang kritikal
2. Proses risiko tinggi
3. Proses yang cenderung bermasalah

Validasi dan analisa Data Indikator Mutu dan Keselamatan Pasien :


• Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Daerah dr. A.
Dadi Tjokrodipo melakukan pencatatan kegiatan yang telah
dilakukan dan membuat laporan kegiatan kepada Direktur Rumah
Sakit secara berkala.
• Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo
melakukan analisa terhadap kegiatan pemenuhan indikator,
dengan cara membandingkan secara internal, yaitu dengan bulan
sebelumnya dan dengan standar yang telah ditetapkan.
• Dilakukan validasi data oleh Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien
apabila terdapat:

37
1. Indikator atau proses yang baru diberlakukan
2. Kecenderungan peningkatan atau penurunan angka
pemenuhan indikator
3. Terdapat variasi dari pencatatan pemenuhan indikator
4. Data yang dianggap meragukan
5. Secara berkala (3 bulan sekali) dilakukan terhadap semua
data indikator dan dilaporakan dalam laporan triwulan panita
PMKP.
6. Secara berkala (1 bulan sekali) pada indikator utama.
• Validasi data dilakukan dengan menelusuri ke lapangan untuk
melihat bagaimana data dikumpulkan dan dicatat. Apabila
diperlukan dilakukan pengumpulan data kembali oleh individu yang
berbeda.

Meningkatkan dan Mempertahankan Mutu dan Keselamatan Pasien:


Peningkatan mutu dan Keselamatan Pasien dilakukan dengan
menggunakan pendekatan proaktif dalam melaksanakan manajemen
risiko di semua unit/bagian RSD. dr. A. Dadi Tjokrodipo. Analisis risiko
merupakan proses untuk mengenali bahaya (hazard) yang mungkin
terjadi dan bagaimana potensi kegawatan dari bahaya tersebut.
Langkah-langkah manajemen risiko:
1) Identifikasi Risiko
2) Menetapkan prioritas risiko
3) Analisis risiko
4) Pengelolaan risiko
5) Evaluasi
Langkah manajemen risiko seperti yang digambarkan dibawah ini:

Gambar 5.1 Diagram Manajemen Risiko

38
Alat-alat manajemen risiko yang digunakan di RSD. dr. A. Dadi
Tjokrodipo antara lain:
1. Non statistical tools: untuk mengembangkan ide,
mengelompokkan, memprioritaskan dan memberikan arah dalam
pengambilan keputusan. Alat-alat tersebut meliputi Fish bone,
Bagan alir, RCA, FMEA
2. Statistical tools seperti Diagram parato, lembar periksa (check
sheet)

A. Root Causes Analysis (RCA)


Langkah-langkah melakukan RCA:
1. Investigasi kejadian
2. Rekonstruksi kejadian
3. Analisis sebab :mengidentifikasi penyebab masalah
4. Menyusun rencana tindakan
5. Melaporkan proses analisis dan temuan

B. Bagan alir/diagram alur/flow chart:


Digunakan untuk menggambarkan urutan langkah dari suatu proses
spesifik yang dipakai untuk mengidentifikasi masalah, menganalisis
masalah serta menentukan “ideal path” dalam perencanaan
perbaikan.
Simbol-simbol yang digunakan pada Bagan Alir ditunjukkan pada
gambar dibawah ini:

Awal/ akhir
proses Penghubu
ng

Kegiatan
Keput
usan

Gambar 5.2 Simbol yang digunakan

39
C. FMEA (Failure Mode and Cause Analysis)
Suatu alat mutu untuk mengkaji suatu prosedur secara rinci dan
mengenali model-model adanya kegagalan/kesalahan pada suatu
prosedur, melakukan penilaian terhadap tiap model
kesalahan/kegagalan dan mencari solusi dengan melakukan
perubahan disain/prosedur.
Delapan tahap FMEA (JCAHO, 2005)
1. Memilih proses yang berisiko tinggi dan membentuk tim
2. Membuat diagram proses atau alur proses dengan flow chart
yang rinci
3. Untuk setiap kemungkinan kegagalan (failure mode),
identifikasi efek yang mungkin terjadi ke pasien (the effect)
4. Menetapkan kemungkinan tingkat keparahan dari efek tersebut
ke pasien (RPN)
5. Melakukan root cause analysis dari failure mode
6. Desain ulang proses
7. Analisa dan ujicobakan proses yang baru
8. Terapkan dan awasi proses yang sudah didesain ulang tadi
Tabel 5.1 Risk Priority Numbers (RPN)
S O D
Severity (Keparahan) Occurence Detectable
(Keseringan) (Terdeteksi)
1. Minor 1. Hampir tidak pernah 1. selalu terdeteksi
2. Moderate terjadi 2. sangat mungkin
3. Minor Injury 2. jarang terdeteksi
4. Mayor Injury 3. kadang-kadang 3. Mungkin terdeteksi
5. Terminal 4. sering 4. Kemungkinan kecil
injury/death 5. sangat sering dan terdeteksi
pasti 5. Tidak mungkin
terdeteksi
Pelaksanaan :
RS memastikan bahwa seluruh staf yang terkait mampu melakukan
analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa masalah
tersebut terjadi untuk kemudian menyusun rencana tindak lanjutnya.
• Analisis akar masalah (RCA) dilakukan untuk melakukan
identifikasi apabila ditemukan permasalahan dalam pemenuhan
indikator mutu dan manajerial serta pengelolaan insiden.
• Proses mengurangi risiko dilakukan paling sedikit satu kali dalam
setahun dan dibuat dokumentasinya, dengan menggunakan FMEA

40
(Failure Mode and Effect Analysis). Proses yang dipilih adalah
proses dengan risiko tinggi.

41
BAB VI

MONITORING DAN EVALUASI

1. Seluruh jajaran manajemen Rumah Sakit Daerah dr. A. Dadi Tjokrodipo


secara berkala melakukan monitoring dan evaluasi program
keselamatan pasien yang dilaksanakan oleh Panitia Mutu dan
Keselamatan Pasien Rumah Sakit Daerah dr. A. Dadi Tjokrodipo.
2. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Daerah dr. A. Dadi
Tjokrodipo secara berkala (paling lama 2 tahun) melakukan evaluasi
pedoman, kebijakan dan prosedur keselamatan pasien yang
dipergunakan di Rumah Sakit Daerah dr. A. Dadi Tjokrodipo.
3. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Daerah dr. A. Dadi
Tjokrodipo melakukan evaluasi kegiatan setiap bulan dan membuat
tindak lanjutnya.
4. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Daerah dr. A. Dadi
Tjokrodipo melakukan analisa pemenuhan indikator setiap tiga bulan
dan membuat tindak lanjutnya (laporan triwulan).
5. Alur pelaporan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien;

42
BAB VII

PENUTUP

Pedoman yang disusun ini merupakan langkah awal sebagai


pedoman/panduan bagi rumah sakit untuk melakukan pengukuran,
evaluasi dan tindak lanjut terhadap Indikator RS. Pedoman ini diharapkan
dapat diterapkan oleh RS dan menjadi pedoman bersama dalam mengukur
Indikator rumah sakit.

Hasil pengukuran indikator rumah sakit tersebut kedepannya diharapkan


dapat diakses dan dipublikasikan untuk perbaikan internal rumah sakit dan
eksternal untuk bukti akuntabilitas pada masyarakat. Buku pedoman ini
masih dalam tahap perkembangan sehingga tidak menutup kemungkinan
adanya masukan demi tercapainya perbaikan bagi buku pedoman ini

DIREKTUR RUMAH SAKIT


DAERAH DR. A. DADI
TJOKRODIPO

dr. Hj. Indrasari Aulia, MH.Kes


NIP. 19600620 198910 2 002

43

Anda mungkin juga menyukai