Anda di halaman 1dari 170

PEDOMAN KERJA

KOMITE MUTU

Disusun oleh:
Rumah Sakit Umum Universitas Muhammadiyah Malang

RUMAH SAKIT UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Alamat : Jl. Raya Tlogomas No. 45 Malang 65144

Telp. (0341) 561666, 561627

hospital@umm.ac.id

2022

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM


DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................................................................... i


Peraturan Direktur............................................................................................................................. ii
Daftar Isi ................................................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakan ............................................................................................................................ 1
1.2 Ruang Lingkup Pelayanan ................................................................................................... 2
1.3 Batasan Operasional................................................................................................................ 2
1.4 Landasan Hukum .............................................................................................................. 2
BAB II STANDAR KETENAGAAN ................................................................................ 4
2.1 Kualifikasi Sumber Daya Manusia ........................................................................................ 4
2.2 Daftar Ketenagaan ....................................................................................................................... 4
2.3 Pengaturan Jadwal Jaga/ Dinas.............................................................................................. 4
2.4 Pelatihan...................................................................................................................................................5
BAB III STANDART FASILITAS ................................................................................... 6
3.1 Denah Ruang .................................................................................................................................. 6
3.2 Standart Fasilitas ..................................................................................................................................6
BAB IV KEBIJAKAN .........................................................................................................7
BAB V TATA LAKSANA PELAYANAN ........................................................................ 9
BAB VI LOGISTIK ........................................................................................................... 23
BAB VII KESELAMATAN PASIEN ............................................................................... 24
7.1 Pengertian .............................................................................................................................................. 24
7.2 Tujuan ...................................................................................................................................................... 24
7.3 Tata Laksana ..................................................................................................................................24
BAB VIII KESELAMATAN KERJA ............................................................................... 25
BAB IX PENGENDALIAN MUTU ................................................................................. 26
BAB X PENUTUP ............................................................................................................. 27

Rumah Sakit Umum Universitas Muhammadiyah Malang | i


LAMPIRAN 1
PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MALANG
NOMOR 177/PER/DIR/RSU-
UMM/VIII/2022 TENTANG
PENINGKATAN MUTU DAN
KESELAMATAN PASIEN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Rumah Sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang kompleks, padat
pakar dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di rumah sakit
menyangkut berbagai fungsi pelayanan, Pendidikan dan penelitian, serta mencakup
berbagai tingkatan maupun jenis disiplin. Agar rumah sakit memiliki sumber daya manusia
yang profesional baik di bidang teknis medis maupun administrasi kesehatan. Untuk
menjaga dan meningkatkan Mutu, rumah sakit harus mempunyai suatu ukuran yang
menjamin peningkatan Mutu dan keselamatan pasien di semua tingkatan. Pengukuran
Mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit sudah diawali dengan penilaian akreditasi rumah
sakit yang mengukur dan memecahkan masalah pada tingkat input dan proses. Pada
kegiatan ini rumah sakit harus melakukan berbagai standar dan prosedur yang telah
ditetapkan. Rumah sakit dipicu untuk dapat menilai diri (self assesment) dan memberikan
pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai kelanjutan untuk
mengukur hasil kerjanya perlu ada alat ukur yang lain, yaitu instrumen Mutu pelayanan
rumah sakit yang menilai dan memecahkan masalah pada hasil (output). Tanpa mengukur
hasil kinerja rumah sakit tidak dapat dikertahui apakah input dan proses yang baik telah
menghasilkan output yang baik pula. Indikator rumah sakit disusun bertujuan mengukur
kinerja rumah sakit serta nyata sesuai standar yang ditetapkan. Dalam upaya untuk
melaksanakan dan mewujudkan itu semua dibentuklah Komite Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien.
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit.
Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu :
keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan
bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien
dan petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap
pencemaran lingkungan dan keselamatan “bisnis” rumah sakit yang terkait dengan
kelangsungan hidup rumah sakit. Kelima aspek keselamatan tersebut sangatlah penting
untuk dilaksanakan di setiap rumah sakit. Namun harus diakui kegiatan institusi rumah
sakit dapat berjalan apabila ada pasien. Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas
utama untuk dilaksanakan dan hal tersebut terkait dengan isu Mutu dan citra
perumahsakitan.
Program WHO dalam keselamatan pasien adalah “WHO Patients Safety” dimulai
tahun 2004, dengan Visi : Every patient receives safe health care, every time, everywhere. Misinya
2
adalah to coordinate, facilitate and accelerate patient safety improvements around the world by: being

3
a leader and advocating for change; generating and sharing knowledge and expertise; supporting
Member States in their implementation of patient safety action. Pelayanan kesehatan pada
dasarnya adalah untuk menyelamatkan pasien sesuai dengan yang diucapkan Hiprocrates
kira-kira 2400 tahun yang lalu yaitu Primum, non nocere (First, do no harm). Dengan semakin
berkembangnya ilmu dan teknologi di pelayanan kesehatan risiko pasien cedera meningkat.
Di rumah sakit terdapat ratusan macam obat, ratusan tes dan prosedur, banyak alat dengan
teknologinya, bermacam jenis tenaga profesi dan non profesi yang siap memberikan
pelayanan pasien 24 jam terus menerus. Di Indonesia gerakan keselamatan pasien dimulai
ketika Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) mengambil inisiatif
membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit pada tahun 2005, kemudian berubah
menjadi Institut Keselamatan Pasien Rumah Sakit (IKPRS). Pada tahun 2012 untuk
melaksanakan ketentuan pasal 43 UU nomor 44/2009 tentang Rumah Sakit dan ketentuan
pasal 3 Permenkes 1691/Menkes/Per/VIII/2011 ttg Keselamatan Pasien Rumah Sakit,
Menteri Kesehatan membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS), dengan
SK Menteri Kesehatan RI No 251 tahun 2012. Untuk menjamin agar Komite Mutu berfungsi
dengan baik, organisasi dan tatalaksana dituangkan dalam pedoman dan regulasi lainnya.

1.2 RUANG LINGKUP PELAYANAN


Ruang lingkup Komite Mutu terdiri dari :

1. Peningkatan Mutu

2. Keselamatan Pasien

3. Manajemen Risi

Seluruh Bidang / Instalasi / Unit di rumah sakit diwajibkan melaksanakan kegiatan


sesuai peraturan yang berlaku dan menjalankan program Komite Mutu.

1.3 BATASAN OPERASIONAL

Komite Mutu di Rumah Sakit adalah salah satu komite di rumah sakit,
yang memiliki kewajiban melakukan monitoring evaluasi pelaksanaan kegiatan
sesuai pedoman dan regulasi yang berlaku agar tercapai Mutu dan keselamatan
bagi seluruh pasien.

Dengan pendekatan sistem yang terdiri dari berbagai komponen yaitu :

a. Komponen Input yang terdiri dari :


1. Keanggotaan Komite Mutu yang terditi dari tenaga medis, tenaga
keperawatan, tenaga Kesehatan, dan tenaga non Kesehatan.
2. Organisasi dan tata laksana
Tugas Ketua Komite Mutu meliputi subKomite Mutu, keselamatan pasien
dan manajemen risiko. Tugas Komite Mutu mengkoordinasikan semua
kebutuhan Mutu dan keselamatan pasien, melaksanakan pemantauan dan
pengawasan penggunaan fasilitas serta kegiatan Mutu dan keselamatan
pasien, pengawasan dan pengendalian.

4
3. Kebijakan direktur
Tentang Komite Mutu di Rumah Sakit termasuk hak dan kewajiban
karyawan dan peraturan-peraturan lainnya.

4. Sarana dan prasarana Komite Mutu


Ruangan Komite Mutu untuk koordinasi dan melakukan evaluasi kinerja
anggota, unit / instalasi, dan bidang.

5. Dana
Sumber dana berasal dari dana operasional Rumah Sakit

6. Pasien/ klien
Dilihat dari status sosio-ekonomi dan budaya masyarakat pasien dapat
digolongkan pada pasien tingkat menengah ke atas dan tingkat menengah
kebawah. Pada perencanaan suatu rumah sakit perlu memperhitungkan
status pasien yang akan menjadi pangsa pasar rumah sakit sesuai dengan
visi dan misi rumah sakit. Hal tersebut termasuk tentang jumlah tempat
tidur di ruang perawatan. Namun demikian jumlah tempat tidur bukan
satu-satunya fungsi sosial rumah sakit swasta karena dapat berupa yang
lain misalnya penyuluhan, bakti sosial, pelatihan dan lain-lain. Dengan
demikian diharapkan kontribusi rumah sakit terhadap peningkatan derajat
kesehatan masyarakat khususnya masyarakat miskin melalui pelayanan
kesehatan di rumah sakit mempunyai daya ungkit yang cukup besar.

b. Komponen Proses yang terdiri dari :


1. Perencanaan
• Tenaga yang dibutuhkan sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan,
beban kerja yang ada dengan memperhitungkan kecenderungan (trend)
pada masa yang akan datang. Sumber daya lain yang dibutuhkan untuk
terselenggaranya suatu pelayanan medis
• Kegiatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan sasaran yang
diharapkandengan memperhitungkan sumber daya potensial yang ada
maupun kendala yang mungkin terjadi. Berdasarkan ”waktu” maka
perencanaan kegiatan dapat harian, mingguan, bulanan, tahunan dan
jangka panjang sesuai dengan visi dan misi rumah sakit dalam
perencanaan kegiatan alangkah baiknya apabila rumah sakit mempunyai
skala prioritas dan mempunyai proyek unggulan.
2. Pengorganisasian
Komite Mutu diorganisir melalui koordinasi di bawah Direktur.

3. Penggerakan
Kondisi saat ini, kegiatan inilah yang paling sulit dilakukan karena
beberapa dilema. Perlu pemahaman dan sosialisasi berulang kali agar
masing-masing unit dapat mengumpulkan data Mutu dan laporan
insiden keselamatan pasien.

5
4. Pelaksanaan Komite Mutu
Ada beberapa hal penting yang mendasari agar dihasilkan suatu
pelayanan yang optimal yaitu :

a. Falsafah dan tujuan


Pelayanan yang diberikan harus sesuai dengan ilmu pengetahuan
kedokteran mutakhir serta memanfaatkan kemampuan dan fasilitas
rumah sakit secara optimal. Tujuan pelayanan adalah mengupayakan
kesembuhan pasien secara optimal melalui prosedur dan tindakan
yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan standar masing-
masing profesi.

b. Administrasi dan pengelolaan


Ketua Komite Mutu ditetapkan sebagai administrator yang
mempunyai fungsi antara lain:

• Membuat kebijakan dan melaksanakannya


• Mengintegrasi, merencanakan dan mengkoordinasi pelayanan
• Mengusulkan pengembangan diklat bagi staf terkait
c. Staf dan pimpinan
Penetapan staf dan hak/ kewajibannya ditentukan oleh pejabat yang
berwenang, dengan prinsip seleksi yang dapat memberikan
pelayananprofesional, sesuai kebutuhan rumah sakit dan masyarakat
serta ada rekomendasi profesi

d. Fasilitas dan peralatan


Tersedia fasilitas pelayanan yang cukup sehingga tujuan pelayanan
efektif tercapai, seperti ruang peretemuan, fasilitas untuk
berkomunikasi, tenaga, administrasi untuk pencatatan kegiatan medis

e. Kebijakan dan prosedur


Perlu dibuat kebijakan dan prosedur klinis, maupun nonmedis sesuai
dengan standar yang ada

f. Pengembangan staf dan program pendidikan


Hal ini diperlukan untuk peningkatan Mutu dan keselamatan pasien

g. Evaluasi dan pengendalian Mutu


Ada program pengendalian Mutu yang menilai konsep, hasil kerja
dan proses

5. Pengawasan dan pengendalian


a. Pengawasan pelaksanaan pelayanan dan pengawasan Komite Mutu
kepada direktur rumah sakit. Pengawasan ini harus secara periodik
dilakukan baik dengan audit medis/ audit manajemen maupun
dengan upaya-upaya peningkatan Mutu yang lain, namun tetap

6
dengan prinsip penelaahan bersama tentang suatu kejadian/kegiatan
pelayanan medis dan bukan mencari siapa yang salah, kemudian
mencari solusi tindak lanjut sehingga kejadian yang sama tidak
terulang kembali.
b. Output
Tentu saja output yang diharapkan adalah pelayanan yang berMutu,
terjangkau oleh masyarakat luas dengan berdasarkan etika profesi dan
etika rumah sakit. Dengan demikian beberapa tolak ukur keberhasilan
pelayanan dirumah sakit seperti angka kematian di rumah sakit,
kejadian infeksi nosokomial, kepuasan pasien, waktu tunggu dan lain-
lain akan berubahyaitu angka kematian rendah, kepuasan psaien
meningkat, waktu tunggu pendek. Keadaan ini akan meningkatkan
citra rumah sakit yang merupakan pemasaran rumah sakit.

c. Faktor yang mempengaruhi


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi :

1. Pemilik rumah sakit


Misi dan dukungan pemilik sangat menentukan keberhasilan
pelayanan

2. IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)


Kemajuan IPTEK harus diikuti sesuai falsafah rumah sakit agar
memberikan pelayanan sesuai IPTEK kedokteran yang mutakhir

3. Sosio-ekonomi-budaya masyarakat

1.4 LANDASAN HUKUM

1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran;


2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan;
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit;
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan;
5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja;
6. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2015 Tentang Pedoman Organisasi Rumah
Sakit;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang
Perumahsakitan;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Akreditasi Rumah
Sakit
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 772 / Menkes / SK / III /
2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
10.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan
Pasien.

7
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 2019 Tentang Penerapan
Manajemen Risiko Terintegrasi di Lingkungan Kementerian Kesehatan.
12.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 80 Tahun 2020 Tentang Komite Mutu
Rumah Sakit.

8
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

2.1 KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA


Sumber daya manusia yang masuk di dalam Komite Mutu terdiri dari ketua, sekretaris,
anggota. Keanggotaan Komite Mutu paling sedikit terdiri atas tenaga medis, tenaga
keperawatan, tenaga Kesehatan lain dan tenaga non Kesehatan.
Sumber daya manusia di Komite Mutu, sudah mengikuti pelatihan atau workshop
mengenai peningkatan Mutu dan keselamatan pasien.
No. Jabatan Kualifikasi Sertifikasi Jumlah
1. Ketua Tim Komite Mutu Pendidikan minimal S1 Pelatihan Mutu 1

Pelatihan PPI

Pelatihan
Manajemen
Risiko
Pelatihan
Keselamatan
Pasien
2. Sekretaris Pendidikan minimal S1 Pelatihan Mutu 2

3 Penanggung Jawab Sub Pendidikan minimal S1 Pelatihan Mutu 1


Komite Peningkatan Pelatihan PPI
Mutu
Pelatihan
Manajemen
Risiko
Pelatihan
Keselamatan
Pasien

4. Anggota Sub Komite Pendidikan minimal Pelatihan Mutu 3


Peningkatan Mutu D3 Pelatihan PPI

5. Penanggung Jawab Sub Pendidikan minimal S1 Pelatihan Mutu 1


Komite Keselamatan Pelatihan PPI
Pasien

Rumah Sakit Umum Universitas Muhammadiyah Malang | 9


Pelatihan
Manajemen
Risiko
Pelatihan
Keselamatan
Pasien

6. Anggota Sub Komite Pendidikan minimal Pelatihan PPI 3


Keselamatan Pasien D3 Pelatihan
Keselamatan
Pasien

7. Penanggung Jawab Sub Pendidikan minimal S1 Pelatihan Mutu 1


Komite Manajemen Pelatihan PPI
Risiko
Pelatihan
Manajemen
Risiko
Pelatihan
Keselamatan
Pasien

8. Anggota Sub Komite Pendidikan minimal Pelatihan PPI 2


Manajemen Risiko D3 Pelatihan
Manajemen
Risiko

1. Ketua Komite Mutu

Nama Jabatan : Ketua Komite Mutu

Rumah Sakit Umum Universitas Muhammadiyah Malang | 10


Pengertian : Seorang sarjana yang diberi wewenang dan tanggung jawab
dalam mengatur serta mengendalikan seluruh kegiatan
terkait Mutu, keselamatan pasien dan manajemen risiko

Persyaratan : Sarjana yang mempunyai kemampuan manajerial dan bisa


bekerja sama dengan anggotanya

Tanggung jawab : Bertanggung jawab kepada Direktur dalam menjaga Mutu

Kewenangan : Membuat kebijakan dalam rangka meningkatkan Mutu,


keselamatan pasien dan manajemen risiko di RSU UMM

Tugas pokok : Mengatur dan mengendalikan kegiatan Komite Mutu di


Rumah Sakit Umum Universitas Muhammadiyah Malang

2. Sekretaris

Nama Jabatan : Sekretaris Komite Mutu

Pengertian : Seorang sarjana yang diberi wewenang dan tanggung jawab


membantu ketua komite dan mengurus kelengkapan
administrasi secara daring dan luring.

Persyaratan : Sarjana yang mempunyai kemampuan manajerial dan bisa


bekerjasama dengan anggota Komite Mutu lainnya.

Tanggung jawab : Bertanggung jawab kepada ketua Komite Mutu dalam


menjaga Mutu, keselamatan pasien dan manajemen risiko.

Kewenangan : Membantu ketua Komite Mutu dalam melaksanakan


kebijakan dan meningkatkan Mutu pelayanan medis di
RSU UMM

Tugas pokok : Membantu Komite Mutu dalam mengatur dan


mengendalikan kegiatan Komite Mutu di Rumah Sakit
Umum Universitas Muhammadiyah Malang

3. Penanggung Jawab Subkomite

Nama Jabatan : Penanggung Jawab Subkomite

Pengertian : Seorang sarjana yang diberi wewenang dan tanggung jawab


membantu ketua Komite Mutu dalam mengatur serta
mengendalikan seluruh kegiatan Mutu / keselamatan
pasien / manajemen risiko

Persyaratan : Sarjana yang mempunyai kemampuan manajerial dan bisa


bekerja sama dengan anggota Komite Mutu lainnya

Rumah Sakit Umum Universitas Muhammadiyah Malang | 11


Tanggung jawab : Bertanggung jawab kepada ketua Komite Mutu dalam
menjaga Mutu, keselamatan pasien dan manajemen risiko

Kewenangan : Membantu ketua komite dalam melaksanakan kebijakan


dan meningkatkan Mutu di RSU UMM

Tugas pokok : Membantu ketua Komite Mutu dalam mengatur dan


mengendalikan kegiatan Komite Mutu di Rumah Sakit
Umum Universitas Muhammadiyah Malang

4. Anggota

Nama Jabatan : Anggota

Pengertian : Seorang lulusan minimal Diploma III yang diberi wewenang


dan tanggung jawab dalam membantu dan melaksanakan
kebijakan dalam rangka meningkatkan Mutu di RSU
UMM.

Persyaratan : Lulusan minimal D III yang mempunyai kemampuan


manajerial dan bisa bekerja sama dengan anggota Komite
Mutu lainnya.

Tanggung jawab : Bertanggung jawab kepada ketua Komite Mutu dalam


menjaga Mutu, keselamatan pasien dan manajemen risiko

Kewenangan : Melaksanakan tugas yang diberikan oleh ketua Komite


Mutu dalam rangka meningkatkan Mutu di RSU UMM

Tugas pokok : Membantu pelaksanaan dan mengendalikan kegiatan


Komite Mutu di Rumah Sakit Umum Universitas
Muhammadiyah Malang

2.2 DAFTAR KETENAGAAN


Komite Mutu berada di bawah dan bertanggung jawab kepada direktur rumah sakit.
Susunan organisasi Komite Mutu paling sedikit terdiri atas:

a. Ketua
b. Sekretaris
c. Anggota
Ketua, sekretaris, dan anggota Komite Mutu dipilih dan diangkat oleh direktur
Rumah Sakit.

Keanggotaan Komite Mutu paling sedikit terdiri atas:

a. Tenaga medis
b. Tenaga keperawatan
c. Tenaga Kesehatan lain
Rumah Sakit Umum Universitas Muhammadiyah Malang | 12
d. Tenaga non Kesehatan
Jumlah personil keanggotaan Komite Mutu disesuaikan dengan kemampuan dan
ketersediaan sumber daya manusia Rumah Sakit.

2.3 PENGATURAN JADWAL JAGA / DINAS


Tidak ada pengaturan jaga di dalam Komite Mutu, akan tetapi terdapat
sekretariat yang ada setiap hari di ruangan Komite Mutu, sesuai jam kerja di
Rumah Sakit Umum Universitas Muhammadiyah Malang.

Rumah Sakit Umum Universitas Muhammadiyah Malang | 13


BAB III
STANDAR FASILITAS

3.1 DENAH RUANG

Rumah Sakit Umum Universitas Muhammadiyah Malang | 14


3.2 STANDAR FASILITAS
Ruangan Komite Mutu dilengkapi dengan fasilitas berikut ini :
1. Meja Pertemuan :
a. Meja dan Kursi
b. Set Screen Proyektor
c. AC Portabel
2. Meja Ketua Komite Medik :
a. Meja dan Kursi
b. Set Komputer
c. File holder
3. Meja Adminstrasi Komite Medik :
a. Meja dan Kursi
b. Lemari Buku
c. Set Komputer
d. Printer
e. File holder

Rumah Sakit Umum Universitas Muhammadiyah Malang | 15


BAB IV
KEBIJAKAN
Kebijakan pada pedoman kerja Komite Mutu sesuai dengan landasan hukum
yang berlaku, yaitu :
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran;
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan;
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit;
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan;
5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja;
6. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2015 Tentang Pedoman Organisasi
Rumah Sakit;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang
Perumahsakitan;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Akreditasi Rumah
Sakit
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 772 / Menkes / SK / III
/ 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
10.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan
Pasien.
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 2019 Tentang Penerapan
Manajemen Risiko Terintegrasi di Lingkungan Kementerian Kesehatan.
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 80 Tahun 2020 Tentang Komite Mutu
Rumah Sakit.

Kebijakan pada pedoman pelayanan bidang pelayanan medis meliputi hal


berikut ini :

1. Direktur RS berkomitmen dan bertanggung jawab penuh terhadap


peningkatan Mutu dan keselamatan pasien dengan menyetujui rencana
peningkatan Mutu dan keselamatan pasien serta secara regular menerima dan
menindaklanjuti laporan tentang pelaksanaan program peningkatan Mutu dan
keselamatan pasien.
2. Setiap tahun Panitia Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
merencanakan pelaksanaan, monitoring dan pelaporan upaya PMKP bersama
Kepala Bagian, Kepala Bidang, Kepala Unit yang dipimpin oleh Direktur RS.
3. Semua pimpinan dan karyawan Rumah Sakit UMM di seluruh unit
berkomitmen melaksanakan program Peningkatan Mutu Dan Keselamatan
Pasien.
4. Direktur dan staf bersama dalam menetapkan prioritas, yang berdasarkan
proses-proses utama yang kritikal, risiko tinggi, cenderung bermasalah yang
langsung terkait dengan Mutu asuhan dan keamanan lingkungan termasuk
Sasaran Keselamatan Pasien.

Rumah Sakit Umum Universitas Muhammadiyah Malang | 16


5. Ruang lingkup program PMKP meliputi area klinis, manajemen dan
keselamatan pasien
6. Direktur RS memberikan bantuan teknologibeserta sarana dan prasarana
untuk mendukung program peningkatan Mutu dan keselamatan pasien.
7. Pimpinan menjamin penyebaran informasi tentang peningkatan Mutu dan
keselamatan secara reguler melalui media yang efektif seperti memo internal,
papan pengumuman, rapat staf, dan melalui kegiatan unit kerja
8. Staf berpartisipasi dalam pengumpulan data, analisis, perencanaan dan
pelaksanaan peningkatan Mutu dan keselamatan pasien serta menjalankan
pencegahan terjadinya insiden di rumah sakit melalui pelaporan insiden,
tindak lanjut, dan penyelesaian masalah sebagai bahan pembelajaran agar
kejadian tidak terulang kembali.
9. Rumah sakit mengidentifikasi dan menyediakan pelatih terampil untuk
pendidikan dan pelatihan staf dan mengatur program diklat
10.Staf diberi pelatihan sesuai dengan peran dalam program yang direncanakan
11.Rumah sakit menjalankan kegiatan 7 (tujuh) langkah keselamatan pasien serta
6 (enam) sasaran keselamatan pasien.
12. Rumah sakit wajib melaksanakan manajemen risikodi rumah sakit.
13. Pengukuran indikator Mutu meliputi area klinis, area manajemen, area
sasaran keselamatan pasien.
14. Analisa indikator ditinjau dari kualitas manajemen input, manajemen proses
dan output dari proses pelayanan kesehatan
15. Setiap tahun Direktur RS beserta semua Kepala Bagian dan Kepala Bidang
menetapkan review dokumen PMKP
16. Hasil evaluasi indikator Mutu yang sesuai standar diinformasikan pada
masyarakat/pelanggan sesuai keputusan rapat PMKP melalui media
pengumuman internal RS dan website Rumah Sakit UMM.
17. Evaluasi perogram PMKP dilaporkan kepada Pemilik RS setiap setahun sekali
oleh Direktur Rumah Sakit UMM didampingi Tim PMKP
18. Apabila dalam upaya pencapaian target dari suatu proses, program atau
sistem tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka rumah sakit membuat
rancangan proses baru serta melakukan modifikasi dari sistem dan proses
sesuai peningkatan Mutu dan keselamatan pasien
19. Pimpinan rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan menyediakan
informasi (kepustakaan dan laporan) terkait budaya keselamatan bagi semua
staf yang bekerja di rumah sakit
20. Pimpinan rumah sakit menyediakan sumber daya untuk mendukung dan
mendorong budaya keselamatan di rumah sakit.
21. Pimpinan rumah sakit mengembangkan sistem yang rahasia, sederhana dan
mudah diakses bagi staf untuk mengidentifikasi dan melaporkan perilaku
yang tidak diinginkan dan menindaklanjutinya

Rumah Sakit Umum Universitas Muhammadiyah Malang | 17


22. Pimpinan rumah sakit melakukan pengukuran untuk mengevaluasi dan
memantau budaya keselamatan di rumah sakit serta hasil yang diperoleh
dipergunakan untuk perbaikan penerapannya di rumah sakit.
23. Pimpinan rumah sakit menerapkan budaya adil (just culture) terhadap staf
yang terkait laporan budaya keselamatan tersebut.
24. Rumah sakit telah melaksanakan pengukuran budaya keselamatan pasien
dengan survei budaya keselamatan pasien setiap tahun menggunakan metode
yang telah terbukti.
25. Hasil pengukuran budaya sebagai acuan dalam menyusun program
peningkatan budaya keselamatan di rumah sakit.
26. Pimpinan rumah sakit menerapkan, memantau dan mengambil tindakan
serta mendukung Budaya Keselamatan di seluruh area rumah sakit.

Rumah Sakit Umum Universitas Muhammadiyah Malang | 18


BAB V
TATALAKSANA PELAYANAN

A. SUBKOMITE PENINGKATAN MUTU


Peningkatan mutu dan keselamatan pasien merupakan proses kegiatan yang
berkesinambungan (continuous improvement) yang dilaksanaan dengan koordinasi
dan integrasi antara unit pelayanan dan komite-komite (Komite Medik, Komite
Keperawatan, Komite/Tim PPI, Komite K3 dan fasilitas, Komite Etik, Komite
PPRA, dan lain-lainnya). Oleh karena itu Direktur perlu menetapkan Komite/Tim
Penyelenggara Mutu yang bertugas membantu Direktur atau Kepala Rumah Sakit
dalam mengelola kegiatan peningkatan mutu, keselamatan pasien, dan
manajemen
risiko di rumah sakit. Dalam melaksanakan tugasnya, Komite/ Tim
Penyelenggara Mutu memiliki fungsi sesuai dengan peraturan
perundangundangan yang berlaku. Dalam proses pengukuran data, Direktur
menetapkan:
a. Kepala unit sebagai penanggung jawab peningkatan mutu dan keselamatan
pasien (PMKP) di tingkat unit;
b) Staf pengumpul data; dan
c) Staf yang akan melakukan validasi data (validator).

Bagi rumah sakit yang memiliki tenaga cukup, proses pengukuran data
dilakukan oleh ketiga tenaga tersebut. Dalam hal keterbatasan tenaga, proses
validasi data dapat dilakukan oleh penanggung jawab PMKP di unit kerja. Komite
Mutu, penanggung jawab mutu dan keselamatan pasien di unit, staf pengumpul
data, validator perlu mendapat pelatihan peningkatan mutu dan keselamatan
pasien termasuk pengukuran data mencakup pengumpulan data, analisis data,
validasi data, serta perbaikan mutu. Komite Mutu akan melaporkan hasil
pelaksanaan program PMKP kepada Direktur setiap 3 (tiga) bulan. Kemudian
Direktur akan meneruskan laporan tersebut kepada Dewan Pengawas. Laporan
tersebut mencakup:
a) Hasil pengukuran data meliputi: Pencapaian semua indikator mutu,
analisis, validasi dan perbaikan yang telah dilakukan.
b) Laporan semua insiden keselamatan pasien meliputi jumlah, jenis (kejadian
sentinel, KTD, KNC, KTC, KPCS), tipe insiden dan tipe harm, tindak lanjut yang
dilakukan, serta tindakan perbaikan tersebut dapat dipertahankan.
Di samping laporan hasil pelaksanaan program PMKP, Komite/ Tim
Penyelenggara Mutu juga melaporkan hasil pelaksanaan program manajemen
risiko berupa pemantauan penanganan risiko yang telah dilaksanakan setiap 6
(enam) bulan kepada Direktur yang akan diteruskan kepada Dewan Pengawas.
Rumah sakit membuat program peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang
akan diterapkan pada semua unit setiap tahun. Program PMKP dievaluasi dalam
rapat koordinasi melibatkan komite-komite, pimpinan rumah sakit dan kepala
unit setiap triwulan untuk menjamin perbaikan mutu yang berkesinambungan.
Program peningkatan mutu dan keselamatan pasien rumah sakit yang ditetapkan
oleh Direktur rumah sakit dan disahkan oleh representatif pemilik/dewan
pengawas. meliputi tapi tidak terbatas pada:
a) Pengukuran mutu indikator termasuk indikator nasional mutu (INM),
indikator mutu prioritas rumah sakit (IMP RS) dan indikator mutu prioritas unit
(IMP Unit).
b) Meningkatkan perbaikan mutu dan mempertahankan perbaikan
berkelanjutan.
c) Mengurangi varian dalam praktek klinis dengan menerapkan
PPK/Algoritme/Protokol dan melakukan pengukuran dengan clinical pathway.
d) Mengukur dampak efisiensi dan efektivitas prioritas perbaikan terhadap
keuangan dan sumber daya misalnya SDM.
e) Pelaporan dan analisis insiden keselamatan pasien.
f) Penerapan sasaran keselamatan pasien.
g) Evaluasi kontrak klinis dan kontrak manajemen.
h) Pelatihan semua staf sesuai perannya dalam program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien.
i) Mengkomunikasikan hasil pengukuran mutu meliputi masalah mutu dan
capaian data kepada staf.
Hal-hal penting yang perlu dilakukan agar program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien dapat diterapkan secara menyeluruh di unit pelayanan,
meliputi:
a) Dukungan Direktur dan pimpinan di rumah sakit:
b) Upaya perubahan budaya menuju budaya keselamatan pasien;
c) Secara proaktif melakukan identifikasi dan menurunkan variasi dalam
pelayanan klinis;
d) Menggunakan hasil pengukuran data untuk fokus pada isu pelayanan
prioritas yang akan diperbaiki atau ditingkatkan; dan
e) Berupaya mencapai dan mempertahankan perbaikan yang berkelanjutan.

Indikator Mutu Wajib Nasional


Pemilihan indikator mutu prioritas rumah sakit adalah tanggung jawab pimpinan
dengan mempertimbangkan prioritas untuk pengukuran yang berdampak luas/
menyeluruh di rumah sakit. Sedangkan kepala unit memilih indikator mutu prioritas di
unit kerjanya Semua unit klinis dan non klinis memilih indikator terkait dengan
prioritasnya. Di rumah sakit yang besar harus diantisipasi jika ada indikator yang sama
yang diukur di lebih dari satu unit. Misalnya, Unit Farmasi dan Komite/Tim PPI memilih
prioritas pengukurannya adalah penurunan angka penggunaan antibiotik di rumah sakit.
Program mutu dan keselamatan pasien berperan penting dalam membantu unit
melakukan pengukuran indikator yang ditetapkan. Komite/Tim Penyelenggara Mutu
juga bertugas untuk mengintegrasikan semua kegiatan pengukuran di rumah sakit,
termasuk pengukuran budaya keselamatan dan sistem pelaporan insiden keselamatan
pasien. Integrasi semua pengukuran ini akan menghasilkan solusi dan perbaikan yang
terintegrasi.
a) Komite Mutu terlibat dalam pemilihan indikator mutu prioritas baik di tingkat
rumah sakit maupun tingkat unit layanan.
b) Komite Mutu melaksanakan koordinasi dan integrasi kegiatan pengukuran serta
melakukan supervisi ke unit layanan.
c) Komite/Tim Penyelenggara Mutu mengintegrasikan laporan insiden keselamatan
pasien, pengukuran budaya keselamatan, dan lainnya untuk mendapatkan solusi
dan perbaikan terintegrasi.

Pengumpulan data indikator mutu dilakukan oleh staf pengumpul data yang
sudah mendapatkan pelatihan tentang pengukuran data indikator mutu. Pengumpulan
data indikator mutu berdasarkan peraturan yang berlaku yaitu pengukuran indikator
nasional mutu (INM) dan prioritas perbaikan tingkat rumah sakit meliputi:
a) Indikator nasional mutu (INM) yaitu indikator mutu nasional yang wajib
dilakukan pengukuran dan digunakan sebagai informasi mutu secara nasional.
b) Setiap indikator mutu baik indikator mutu prioritas rumah sakit (IMP-RS)
maupun indikator mutu prioritas unit (IMP-Unit) agar dilengkapi dengan
profil indikator sebagai berikut:
a) Judul indikator.
b) Dasar pemikiran.
c) Dimensi mutu.
d) Tujuan.
e) Definisi operasional.
f) Jenis indikator.
g) Satuan pengukuran.
h) Numerator (pembilang).
i) Denominator (penyebut).
j) Target.
k) Kriteria inklusi dan eksklusi.
l) Formula.
m) Metode pengumpulan data.
n) Sumber data.
o) Instrumen pengambilan data.
p) Populasi/sampel (besar sampel dan cara pengambilan sampel).
q) Periode pengumpulan data.
r) Periode analisis dan pelaporan data.
s) Penyajian data.
t) Penanggung jawab.

Daftar Indikator Nasional Mutu (INM)


No Indikator Area Standar

1 Kepatuhan Identifikasi Pasien SKP 100%

2 Waktu Tanggap Operasi Seksio K >80%


Sesarea Emergensi < 30 menit

3 Waktu Tunggu Rawat Jalan < 60 M >80%


menit

4 Penundaan Operasi elektif lebih K <5%


dari 1 jam

5 Kepatuhan Waktu Visite Dokter M >80%


06.00- 14.00

6 Pelaporan Hasil Kritis K 100%


Laboratorium yang terlaporkan
kepada DPJP <30 menit

7 Kepatuhan Penggunaan M >80%


Formularium Nasional

8 Kepatuhan Kebersihan Tangan K >85%

9 Kepatuhan Upaya Pencegahan SKP 100%


Risiko Pasien Jatuh

10 Kepatuhan Terhadap Alur Klinis K >80%


(Clinical Pathway)
11 Kepuasan pasien M >76,61%

12 Kecepatan Waktu Tanggap M >80%


Komplain <24 jam

13 Kepatuhan Penggunaan APD M 100%


Kamus Indikator Nasional Mutu

1. Kepatuhan Identifikasi Pasien

Judul Indikator Kepatuhan Identifikasi Pasien


Dasar 1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Pemikiran Keselamatan Pasien pada pasal 5 ayat 5 bahwa salah satu Sasaran
Keselamatan Pasien adalah mengidentifikasi pasien dengan
benar.

2. Ketepatan identifikasi menjadi sangat penting untuk menjamin


keselamatan pasien selama proses pelayanan dan mencegah
insiden keselamatan pasien. Untuk menjamin kepatuhan
identifikasi maka diperlukan indikator yang mengukur dan
memonitor tingkat kepatuhan pemberi pelayanan dalam
melakukan proses identifikasi. Sehingga pemberi pelayanan
akan menjadikan identifikasi sebagai proses rutin dalam proses
pelayanan pasien.

3. Untuk menjamin ketepatan identifikasi pasien maka diperlukan


indikator yang mengukur dan memonitor tingkat kepatuhan
pemberi pelayanan dalam melakukan proses identifikasi.
Dengan adanya indicator tersebut diharapkan pemberi
pelayanan akan menjadikan identifikasi sebagai proses rutin
dalam proses pelayanan.
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan Mengukur kepatuhan pemberi layanan dalam melaksanakan
proses identifikasi pasien dalam melakukan tindakan pelayanan.
Definisi 1. Pemberi pelayanan terdiri dari tenaga medis dan tenaga
Operasional kesehatan.
2. Identifikasi pasien secara benar adalah proses mencocokkan
identitas pasien menggunakan minimal dua penanda identitas
(nama, tanggal lahir) yang tercantum pada gelang, label atau
bentuk alat identifikasi lainnya sebelum memberikan pelayanan
dan sesuai dengan regulasi yang berlaku di rumah sakit.
2. Proses identifikasi pasien oleh petugas dilakukan secara aktif
dengan visual (melihat) dan atau verbal (lisan).
3. Peluang adalah indikasi dilakukan identifikasi pasien secara
benar pada saat :
a. Pemberian pengobatan : pemberian obat, pemberian cairan
intravena, pemberian darah dan produk darah, radioterapi,
dan nutrisi.
b. Prosedur tindakan : tindakan operasi atau tindakan invasif
lainnya sesuai kebijakan yang di tetapkan rumah sakit.
c. Prosedur diagnostik : pengambilan sampel, pungsi lumbal,
endoskopi, kateterisasi jantung, pemeriksaan radiologi dll
d. Kondisi tertentu : pasien tidak dapat berkomunikasi (dengan
ventilator), pasien bayi, pasien tidak sadar, bayi kembar.
4. Identifikasi pasien dianggap benar jika pemberi pelayanan
melakukan identifikasi seluruh tindakan intervensi yang
dilakukan dengan benar.
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah proses identifikasi pasien yang dilakukan secara benar
(pembilang)
Denominator Jumlah total peluang yang di observasi
(penyebut)
Target 100%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua pasien yang mendapatkan pelayanan di rumah sakit

Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula

Desain observasi
Pengumpulan
Data
Sumber Data Hasil Observasi
Instrumen Formulir Observasi Kepatuhan Identifikasi Pasien
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Bulanan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Bidang Pelayanan Medik dan Kepala Bidang
Jawab Keperawatan

2. Waktu Tanggap Operasi Seksio Sesarea Emergensi


Judul Indikator Waktu Tanggap Operasi Seksio Sesarea Emergensi
Dasar 1. Undang Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
Pemikiran pada pasal 29 ayat 1 disebutkan bahwa Setiap Rumah Sakit
mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan gawat
darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan
pelayanannya.
2. Berdasarkan Supas tahun 2015, Angka Kematian Ibu (AKI) di
Indonesia pada tahun 2015 adalah 305 per 100.000 Kelahiran
Hidup, ini masih merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara.
Kejadian kematian ibu ini terbanyak ditemukan di rumah sakit
sebesar 78%. Tingginya Angka kematian Ibu ini
mengindikasikan masih perlunya dilakukan peningkatan tata
kelola dan peningkatan mutu pelayanan antenatal care dan
persalinan. Untuk itu diperlukan indikator untuk memantau
kecepatan proses pelayanan operasi seksio sesarea.
Dimensi Mutu Tepat waktu, Efektif, Keselamatan
Tujuan Tergambarnya pelayanan kegawatdaruratan operasi seksio
sesarea yang cepat dan tepat sehingga mampu mengoptimalkan
upaya menyelamatkan Ibu dan Bayi
Definisi 1. Waktu Tanggap Operasi Seksio Sesarea Emergensi adalah
Operasional waktu yang dibutuhkan pasien untuk mendapatkan tindakan
seksio sesarea emergensi sejak diputuskan operasi sampai
dimulainya insisi operasi di kamar operasi yaitu ≤ 30 menit.
2. Seksio sesarea emergensi adalah tindakan seksio sesarea yang
bertujuan untuk menyelamatkan ibu dan/atau bayi dan tidak
dapat ditunda pelaksanaannya.
3. Seksio sesarea emergensi kategori I adalah tindakan seksio
sesarea pada keadaandi mana terdapat ancaman langsung bagi
kelangsungan hidup ibu atau janin.
4. Pengkukuran indicator waktu tanggap operasi seksio sesarea
emergensi dilakukan oleh rumah sakit yang memberikan
pelayanan seksio sesarea
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah pasien yg mendapatkan tindakan seksio sesarea emergensi
(pembilang) kategori I sesuai dengan waktu tanggap <30 menit

Denominator Jumlah pasien yg diputuskan tindakan seksio sesarea emergensi


(penyebut) kategori I
Target 80%
Pencapaian Untuk rumah sakit yang memberikan pelayanan Seksio Sesaria.
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Pasien yang diputuskan untuk tindakan SC emergensi dengan
toleransi operasi baik
(maksimal ASA 2)

Kriteria Ekslusi
Ibu hamil yg memerlukan distabilisasi terlebih dahulu
Formula

Desain Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber Data Data sekunder dari rekam medik, laporan operasi

Instrumen Formulir Waktu tanggap Seksio Sesarea Emergensi


Pengambilan
Data
Besar Sampel Total sampel

Frekuensi Bulanan
Pengumpulan
Data
Periode Bulanan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Run chart Control Chart
Penanggung Kepala Instalasi IGD dan Tim Ponek
Jawab

3. Waktu Tunggu Rawat Jalan


Judul Indikator Waktu Tunggu Rawat Jalan
Dasar 1. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
Pemikiran pada pasal 29 ayat 1 disebutkan bahwa Setiap Rumah Sakit
mempunyai kewajiban untuk memberi pelayanan kesehatan
yang aman, bermutu, antidiskriminasi dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit.
2. Rumah sakit harus menjamin ketepatan pelayanan kesehatan
termasuk di unit rawat jalan. Walaupun tidak dalam kondisi
gawat maupun darurat namun tetap harus dilayani dalam
waktu yang ditetapkan. Hal ini untuk menjamin terpenuhinya
kebutuhan pasien akan rencana diagnosis dan pengobatan.
Waktu tunggu yang lama dapat menyebabkan ketidakpuasan
pasien dan keterlambatan diagnosis maupun pengobatan
pasien
Dimensi Mutu Berorientasi kepada pasien, tepat waktu
Tujuan Tergambarnya waktu pasien menunggu dipelayanan sebagai
dasar untuk perbaikan proses pelayanan di unit rawat jalan agar
lebih tepat waktu dan efisien sehingga meningkatkan kepuasan
pasien.
Definisi 1. Waktu tunggu rawat jalan adalah waktu yang dibutuhkan
Operasional mulai saat pasien kontak dengan petugas pendaftaran sampai
mendapat pelayanan dokter/ dokter spesialis.
2. Kontak dengan petugas pendaftaran adalah proses saat
petugas pendaftaran menanyakan dan mencatat/menginput
data pasien.
3. Pelayanan dokter/dokter spesialis adalah proses saat pasien
kontak dengan dokter/dokter spesialis.
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah pasien rawat jalan dengan waktu tunggu <60 menit
(pembilang)
Denominator Jumlah pasien rawat jalan yang diobservasi
(penyebut)
Target >80%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria inklusi :
Pasien yang berobat di rawat jalan
Kriteria ekslusi:
• Pasien medical check up / pasien tidak datang saat
dipanggil, pasien poli gigi.
• Pasien yang mendaftar online atau anjungan mandiri
dating lebih dari 60 menit dari waktu yang sudah
ditentukan.
• Pasien yang ada tindakan pasien sebelumnya.

Formula Jumlah pasien rawat jalan dengan waktu tunggu <60 menit
X 100%
Jumlah pasien rawat jalan yang diobservasi
Desain Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber Data Sumber data sekunder dari :
1. Catatan Pendaftaran Pasien Rawat jalan
2. Rekam medik Pasien Rawat jalan
3. Formulir waktu tunggu rawat jalan

Instrumen Formulir Waktu tunggu Rawat jalan


Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Bulanan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Rawat Jalan
Jawab

4. Penundaan Operasi Elektif

Judul Indikator Penundaan Operasi Elektif


Dasar 1. Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pada
Pemikiran pasal 29 ayat 1 disebutkan bahwa Setiap Rumah Sakit
mempunyai kewajiban untuk memberi pelayanan kesehatan
yang aman, bermutu, antidiskriminasi dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit.
2. Rumah sakit harus menjamin ketepatan waktu dalam
memberikan pelayanan termasuk tindakan operasi, sesuai
dengan kebutuhan pasien untuk mendapatkan hasil pelayanan
seperti yang diinginkan dan menghindari komplikasi akibat
keterlambatan operasi.
Dimensi Mutu Tepat waktu, efisiensi, berorientasi pada pasien

Tujuan Tergambarnya ketepatan pelayanan bedah dan penjadwalan


operasi
Definisi 1. Operasi elektif adalah operasi yang waktu pelaksanaannya
Operasional terencana atau dapat dijadwalkan
2. Penundaan operasi elektif adalah tindakan operasi yang
terencana atau dijadwalkan yang tertunda ≥ 1 jam dari jadwal
operasi yang direncanakan sebelumnya yang terjadi pada hari
pelaksanaaan operasi.
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah pasien yang waktu jadwal operasinya tertunda lebih dari 1
(pembilang) jam
Denominator Jumlah pasien operasi elektif
(penyebut)
Target <5%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Pasien operasi elektif

Kriteria Eksklusi:
Penundaan operasi atas indikasi medis
Formula

Desain Data sekunder dari catatan pasien yang dijadwalkan operasi dan
Pengumpulan data pelaksanaan operasi.
Data
Instrumen Formulir Penundaan Operasi Elektif
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Bulanan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Kamar Operasi
Jawab

5. Kepatuhan Waktu Visite Dokter Spesialis /DPJP


Judul Kepatuhan waktu Visite DPJP
Indikator
Dasar 1. Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
pemikiran pasal 51 Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran mempunyai kewajiban memberikan pelayanan
medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien. Pada pasal 52
disebutkan bahwa pasien mempunyai hak untuk mendapatkan
pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis. Undang-Undang
No.25 Tahun 2009 ayat 15 disebutkan bahwa Penyelenggara
pelayanan publik berkewajiban melaksanakan pelayanan sesuai
dengan standar pelayanan.
2. Pelayanan kesehatan harus berorientasi kepada kebutuhan
pasien, bukan kepada keinginan rumah sakit.

Dimensi Mutu Berorientasi kepada pasien


Tujuan 1. Tergambarnya kepatuhan dokter spesialis terhadap ketepatan
waktu melakukan visitasi kepada pasien rawat inap.
2. Waktu yang ditetapkan untuk visite adalah pukul 06.00-14.00
Definisi Waktu visite Dokter Spesialis adalah waktu kunjungan DPJP untuk
Operasional melihat perkembangan pasien yang menjadi tanggung jawabnya
setiap hari termasuk hari libur.
Jenis Proses
Indikator
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah visite Dokter Spesialis yang paling lambat jam 14:00.
(pembilang)
Denominator Jumlah visite Dokter Spesialis yang harus divisit pada hari tersebut
(penyebut)
Target ≥ 80%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi: Pasien rawat Inap
Kriteris Eksklusi:
Pasien yang baru masuk rawat inap hari itu
Pasien konsul
Formula

Desain Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber Data Data sekunder berupa laporan visite rawat inap dalam rekam medik
Instrumen Formulir visit DPJP
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Bulanan
Pelaporan
Data
Periode Triwulan
Analisis
Data
Penyajian Tabel
Data Control chart Run chart

Penanggung Kepala Instalasi Rawat inap


Jawab

6. Pelaporan Hasil Kritis Laboratorium < 30 Menit

Judul Indikator Pelaporan hasil Kritis Laboratorium < 30 menit

Dasar pemikiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan No.11 Tahun 2017 tentang


Keselamatan Pasien, dalam lampiran Sasaran 2: meningkatkan
komunikasi yang efektif seperti pelaporan hasil pemeriksaan
kritis dan hasil pemeriksaan segera/cito.
2. Kecepatan dan ketepatan pelaporan hasil laboratorium kritis
sangat penting dalam kelanjutan tatalaksana pasien. Hasil
kritis menunjukan kondisi pasien yang membutuhkan
keputusan klinis yang segera untuk upaya pertolongan pasien
dan mencegah komplikasi akibat keterlambatan.
Dimensi Mutu Tepat waktu, keselamatan
Tujuan 1. Tergambarnya kecepatan pelayanan laboratorium
2. Tergambarnya sistem yang menunjukan bagaimana nilai kritis
dilaporkan dan didokumentasikan untuk menurunkan resiko
keselamatan pasien.
Definisi 1. Hasil kritis adalah hasil pemeriksaan yang termasuk kategori
Operasional kritis sesuai kebijakan rumah sakit dan memerlukan
penatalaksanaan segera.
2. Waktu lapor hasil kritis laboratorium adalah waktu yang
dibutuhkan sejak hasil pemeriksaan keluar dan telah dibaca
oleh dokter/analis yang diberi kewenangan hingga
dilaporkan hasilnya kepada dokter yang meminta
pemeriksaan.
3. Standar Waktu lapor hasil kritis laboratorium adalah waktu
pelaporan < 30 menit.

Jenis Indikator Proses


Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah hasil kritis laboratorium yang dilaporkan
(pembilang) < 30 menit
Denominator Jumlah hasil kritis laboratorium yang survei
(penyebut)
Target 100%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi :
Semua hasil pemeriksaan laboratorium yang memenuhi kategori
kritis.

Kriteria Ekslusi :
Tidak ada
Formula

Desain Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Data sekunder dari :
1. Catatan data Laporan Hasil Tes kritis Laboratorium
2. Rekam medik
Instrumen Formulir hasil laboratorium
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Bulanan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Laboratorium
Jawab

7. Kepatuhan Penggunaaan Formularium Nasional

Judul Indikator Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional


Dasar pemikiran 1. Keputusan Menteri Kesehatan No.
HK.02.02/Menkes/137/2016 tentang Formularium Nasional
disebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Nasional dan meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan perlu menjamin aksesibilitas obat yang aman,
berkhasiat, bermutu, dan terjangkau dalam jenis dan jumlah
yang cukup.

2. Kepatuhan terhadap formularium dapat meningkatkan


efisiensi dalam penggunaan obat-obatan.
3. Formularium rumah sakit disusun berdasarkan masukan-
masukan pemberi layanan, dan pemilihannya berdasarkan
kepada mutu obat, rasio resiko dan manfaat, berbasis bukti,
efektivitas dan efisiensi. Pengadaan obat-obatan di rumah
sakit mengacu kepada formularium rumah sakit.
Dimensi Mutu Efisien dan efektif
Tujuan Terwujudnya pelayanan obat kepada pasien yang efektif dan
efisien berdasarkan daftar obat yang mengacu kepada
formularium nasional.
Definisi 1. Formularium Nasional adalah daftar obat terpilih yang
Operasional dibutuhkan dan harus tersedia di fasilitas pelayanan
kesehatan dalam rangka pelaksanaan JKN.
2. Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional adalah
Peresepan obat oleh DPJP kepada pasien sesuai daftar obat di
Formularium Nasional.
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah Resep yang sesuai dengan formularium nasional.
(pembilang)
Denominator Jumlah Resep yang disurvei
(penyebut)
Target ≥ 80%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi :
Resep yang dilayani di RS

Kriteria Ekslusi

1. Obat yang diresepkan diluar FORNAS tetapi dibutuhkan


pasien dan telah mendapatkan persetujuan komite medik
dan direktur.
2. Bila dalam resep terdapat obat diluar FORNAS karena stok
obat nasional berdasarkan e-katalog habis/kosong.
Formula

Desain Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Lembar resep di Instalasi Farmasi

Instrumen Formulir Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional


Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Bulanan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Farmasi
Jawab
8. Kepatuhan Kebersihan Tangan

Judul Indikator Kepatuhan Kebersihan Tangan


Dasar pemikiran 1. Permenkes No.11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien
pada pasal 5 ayat 5 mengamanatkan bahwa setiap fasyankes
harus mengurangi resiko infeksi akibat perawatan kesehatan
2. Permenkes No.27 tahun 2017 tentang Pencegahan dan
pengendalian infeksi di Fasyankes, pasal 3 ayat 1 setiap
Fasyankes harus melaksanakan program Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI).
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
HK.01.07/Menkes/413/2020 Tentang
Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus Disease
2019 (Covid-19)
2. Rumah sakit harus memperhatikan kepatuhan seluruh
pemberi pelayanan dalam melakukan cuci tangan sesuai
dengan ketentuan WHO.
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan Mengukur kepatuhan pemberi layanan kesehatan sebagai dasar
untuk memperbaiki dan meningkatkan kepatuhan agar dapat
menjamin keselamatan pasien dengan cara mengurangi risiko
infeksi yang terkait pelayanan kesehatan
Definisi 1. Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan
Operasional menggunakan sabun dan air mengalir bila tangan jelas
kotor atau terkena cairan tubuh, atau menggunakan
alkohol (alcohol-based handrubs) bila tangan tidak tampak
kotor.
2. Kebersihan tangan dilakukan dengan 5 indikasi (Five
moments) dan momen lainnya serta 6 langkah kebersihan
tangan (WHO).
3. Indikasi adalah alasan mengapa kebersihan tangan
dilakukan pada saat tertentu sebagai upaya untuk
menghentikan penularan mikroba selama perawatan.
4. Penilaian kepatuhan kebersihan tangan adalah penilaian
kepatuhan terhadap petugas yang melakukan kebersihan
tangan sesuai dengan 5 indikasi (Five moments) yang terdiri
dari :
a. Sebelum kontak dengan pasien, yaitu sebelum
menyentuh pasien (permukaan tubuh atau pakaian
pasien).
b. Sesudah Kontak dengan pasien yaitu setelah menyentuh
pasien (permukaan tubuh atau pakaian pasien ).
c. Sebelum melakukan Prosedur aseptik contoh:
Pemasangan intra vena kateter (infus), perawatan luka,
pemasangan kateter urin, suctioning, pemberian suntikan
dan lain lain
d. Setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien seperti
muntah, darah, nanah, urin, feces, produksi drain, dan
setelah melepas sarung tangan
e. Setelah bersentuhan dengan lingkungan pasien meliputi:
menyentuh tempat tidur pasien, linen yang terpasang di
tempat tidur, alat-alat di sekitar pasien atau peralatan lain
yang digunakan pasien, kertas/lembar untuk menulis
yang ada di sekitar pasien.
f. Selain itu, kebersihan tangan juga dilakukan pada saat:
1. Melepas sarung tangan steril
2. Melepas APD
3. Setelah kontak dengan permukaan benda mati dan objek
termasuk peralatan medis
4. Setelah melepaskan sarung tangan steril.
5. Sebelum menangani obat-obatan atau menyiapkan
makanan.
4. Moment adalah penilaian saat pelaksanaan kebersihan
tangan harus dilakukan
5. Pemberi Pelayanan Kesehatan yang dinilai adalah semua
tenaga medis dan tenaga kesehatan yang bertugas di ruang
pelayanan/perawatan pasien serta tenaga penunjang yang
bekerja sebagai cleaning service, pemulasaran jenazah, sopir
ambulan, dan tenaga penunjang yang kontak erat dengan
pasien / spesimen.
6. Auditor adalah orang yang paham dan memiliki kompetensi
untuk melakukan penilaian kepatuhan kebersihan tangan
dengan metode dan tool yang telah ditentukan.
7. Sesi adalah lama waktu untuk observasi yang dihitung sejak
mulai sampai selesai
8. Pengamatan dilakukan maksimal 15 menit dalam satu
periode pengamatan
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah orang yang melakukan kebersihan tangan sesuai dengan
(pembilang) 5 Indikasi.
Denominator Jumlah orang yang diamati/observasi
(penyebut)
Target ≥ 85%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi :
Seluruh tenaga medis dan tenaga kesehatan yang bertugas di
ruang pelayanan/ perawatan pasien serta tenaga penunjang
yang bekerja sebagai cleaning service, pemulasaran jenazah,
sopir ambulan, dan tenaga penunjang yang kontak erat dengan
pasien/spesimen yang akan di observasi

Kriteria Ekslusi :
Tidak ada
Formula

Desain observasi
Pengumpulan
Data
Sumber data Hasil observasi
Instrumen Formulir Kepatuhan Kebersihan Tangan
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Jumlah seluruh tenaga medis dan tenaga kesehatan yang
bertugas di ruang pelayanan/ perawatan pasien serta tenaga
penunjang yang bekerja sebagai cleaning service,
pemulasaran jenazah, sopir ambulan, dan tenaga penunjang
yang kontak erat dengan pasien/spesimen yang akan di
observasi yang dibagi dalam beberapa periode.
2. Minimal 200 peluang
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Triwulan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Komite PPI RS
Jawab

9. Kepatuhan Terhadap Clinical Pathway


Judul Indikator Kepatuhan Terhadap Clinical Pathway
Dasar pemikiran 1. Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran pasal 44 disebutkan bahwa dokter atau
dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik
kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan
kedokteran atau kedokteran gigi dan pada pasal 49
disebutkan bahwa setiap dokter dan dokter gigi wajib
menjalankan kendali mutu dan kendali biaya.
2. Permenkes No.1438/MENKES/PER/IX/2010 tentang
Standar Pelayanan Kedokteran pada pasal 10 bahwa
Standar Prosedur
Operasional disusun dalam bentuk Panduan Praktik
Klinis yang dapat dilengkapi dengan alur klinis (clinical
pathway) , algoritme, protokol, prosedur atau standing
order.
3. Untuk menjamin kepatuhan dokter atau dokter gigi
dirumah sakit terhadap standar pelayanan maka perlu
dilakukan monitor kepatuhan penggunaan clinical
pathway.
4. Pemilihan penyakit yang akan dilakukan pengukuran
kepatuhan terhadap alur klinis sesuai dengan prioritas
nasional adalah:
a. Hipertensi
b. Diabetes mellitus
c. TB
d. HIV
e. Keganasan

Dimensi Mutu Efektif, Integrasi


Tujuan Untuk menjamin kepatuhan dokter atau dokter gigi dirumah
sakit terhadap standar pelayanan dan untuk meningkatkan
mutu pelayanan klinis dirumah sakit.
Definisi 1. Clinical Pathway adalah suatu konsep perencanaan
Operasional pelayanan terpadu/terintegrasi yang merangkum setiap
langkah yang diberikan pada pasien, yang berdasarkan
standar pelayanan medis, standar pelayanan keperawatan
& standar pelayanan Profesional Pemberi Asuhan (PPA)
lainnya yang berbasis bukti dengan hasil terukur, pada
jangka waktu tertentu selama pasien di rawat di Rumah
Sakit.
2. Kepatuhan terhadap clinical pathway adalah proses
pelayanan secara terintegrasi yang diberikan kepada pasien
oleh DPJP, Perawat, Farmasi, Gizi yang sesuai dengan
clinical pathway yang ditetapkan Rumah Sakit.
3. Dinyatakan tidak patuh apabila terdapat varian dalam
pelayanan.
4. Varian adalah perbedaan pelayanan yang diberikan dengan
clinical pathway yang ditetapkan rumah sakit meliputi
komponen: Pemberian Terapi, Pemeriksaan penunjang
(Laboratorium dan Radiologi) dan Lama hari rawat (LOS),
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah proses pelayanan yang sesuai dengan clinical pathway
(pembilang)
Denominator Jumlah clinical pathway yang disurvei
(penyebut)
Target ≥ 80%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi :
Pasien yang menderita penyakit sesuai CP yang diukur

Kriteria Ekslusi :
1. Pasien yang pulang atas permintaan sendiri selama
perawatan.
2. Pasien yang meninggal
3. Variasi yang terjadi sesuai dengan indikasi klinis pasien
dalam perkembangan pelayanan
Formula

Desain Restrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Data sekunder dari rekam medis pasien
Instrumen Formulir kepatuhan Clinical Pathway
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Bulanan
Pengumpulan
Data
Periode Bulanan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Bidang Pelayanan Medik, Komite Medik, Komite
Jawab Keprawatan dan Komite Tenaga Kesehatan lain

10. Kepatuhan Upaya Pencegahan Risiko Pasien Jatuh

Judul Indikator Kepatuhan Upaya Pencegahan Risiko Pasien


Jatuh
Dasar pemikiran Permenkes No. 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien pada
pasal 5 ayat 5 bahwa salah satu Sasaran Keselamatan Pasien
adalah mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh.
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan Mengukur kepatuhan pemberi pelayanan dalam menjalankan
upaya pencegahan jatuh agar terselenggara pelayanan
keperawatan yang aman dan mencapai pemenuhan sasaran
keselamatan pasien.
Definisi Upaya pencegahan risiko jatuh meliputi:
Operasional
1. Asesment awal risiko jatuh
2. Assesment Ulang risiko jatuh
3. Intervensi pencegahan risiko jatuh
Kepatuhan upaya pencegahan risiko pasien jatuh adalah
pelaksanaan ketiga upaya pencegahan jatuh pada pasien rawat
inap yang berisiko jatuh sesuai dengan standar yang ditetapkan
rumah sakit.
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah pasien berisiko tinggi jatuh yang mendapatkan ketiga
(pembilang) upaya pencegahan risiko jatuh
Denominator Jumlah pasien rawat inap berisiko tinggi jatuh yang disurvei
(penyebut)
Target 100%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi :
Pasien Rawat inap beresiko tinggi
Kriteria Ekslusi :
Pasien yang tidak dapat dilakukan asesmen ulang maupun
edukasi seperti pasien meninggal, pasien gangguan jiwa yang
sudah melewati fase akut, dan pasien menolak intervensi
Formula

Desain Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Data sekunder dari rekam medis pasien
Instrumen Formulir rekam medis pengkajian risiko jatuh
Pengambilan
Data
Besar Sampel Total sampling
Frekuensi Bulanan
Pengumpulan
Data
Periode Bulanan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Bidang Keperawatan dan Komite Keselamatan pasien
Jawab

11. Kepuasan Pasien dan Keluarga


Judul Indikator Kepuasan Pasien dan Keluarga
Dasar pemikiran 1. Undang-Undang No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pada
pasal 29 ayat 1 disebutkan bahwa Setiap Rumah Sakit
mempunyai kewajiban untuk memberi pelayanan kesehatan
yang aman, bermutu, antidiskriminasi dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit.
2. Permen PAN-RB No. 14 Tahun 2017 menyebutkan bahwa
penyelenggara pelayanan publik wajib melakukan Survei
Kepuasan Masyarakat secara berkala minimal 1 kali tahun dan
wajib mempublikasikan hasilnya, sebagai pelaksanaan
amanah UU No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Dimensi Mutu Berorientasi Pada Pasien
Tujuan Mengukur tingkat kepuasan pasien dan keluarga sebagai dasar
upaya-upaya peningkatan mutu dan terselenggaranya pelayanan
di semua unit yang mampu memberikan kepuasan pelanggan.
Definisi 1. Kepuasan adalah pernyataan tentang persepsi pelanggan
Operasional terhadap jasa pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah
sakit. Kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila pelayanan
yang diberikan sesuai atau melampaui harapan pelanggan.
Hal ini dapat diketahui dengan melakukan survei kepuasan
pelanggan untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan
dengan mengacu pada kepuasan pelanggan berdasarkan
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM).
2. Pemantauan dan pengukuran kepuasan pasien dan keluarga
adalah kegiatan untuk mengukur tingkat kesenjangan
pelayanan rumah sakit yang diberikan dengan harapan pasien
dan keluarga di rawat jalan, rawat inap dan gawat darurat.
3. Pelayanan yang diukur berdasarkan persepsi dan pengalaman
pasien dan keluarga terhadap:
a. Fasilitas : sarana, prasarana, alat
b. SDM: perawat, dokter, petugas lain
c. Farmasi: kecepatan, sikap petugas, penjelasan
penggunaan obat.
d. Administrasi : pendaftaran, ruang tunggu dan pelayanan:
kecepatan, kemudahan, kenyamanan
4. Indeks kepuasan adalah hasil pengukuran dari kegiatan survei
kepuasan berupa angka.

Jenis Indikator Outcome


Satuan Nilai Indeks
Pengukuran
Numerator Total Nilai persepsi Seluruh Responden
(pembilang)
Denominator Total unsur yang terisi dari seluruh responden
(penyebut)
Target >76,60 %
Pencapaian
Kriteria: Kriteri Inklusi :
Semua pasien, keluarga, pengunjung
Kriteria Ekslusi :
Pasien yang tidak kompeten dalam mengsisi kuisioner dan /atau
tidak ada keluarga yang mendampingi
Formula

Desain Concurrent (Survei Harian)


Pengumpulan
Data
Sumber data Kuesioner kepuasan
Instrumen Kuesioner kepuasan pasien
Pengambilan
Data
Besar Sampel Sesuai dengan formula perhitungan jumlah sampel dalam survei
kepuasan masyarakat berdasarkan Permenpan No. 14 Tahun 2017
tentang Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat Unit
Penyelenggara Pelayanan Publik
Frekuensi Minimal satu kali dalam 6 bulan
Pengumpulan
Data
Periode setiap 6 (enam) bulan
Pelaporan Data
Periode Analisis setiap 6 (enam) bulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Bidang Humas
Jawab

12. Kecepatan Waktu Tanggap Komplain

Judul Indikator Kecepatan waktu tanggap Komplain


Dasar pemikiran 1. Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Pasal 32: Hak Pasien dimana mempunyai hak mengajukan
pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan.
2. Rumah sakit berkewajiban memberikan pelayanan kesehatan
yang aman, bermutu, anti diskriminasi, dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit. Apabila selama perawatan pasien
merasa bahwa rumah sakit belum menunaikan kewajiban
tersebut maka pasien memilik hak untuk mengajukan
Komplain.
3. Untuk itu rumah sakit perlu memiliki unit yang merespon dan
menindaklanjuti keluhan tersebut dalam waktu yang telah di
tetapkan agar keluhan pasien dapat segera teratasi.
Dimensi Mutu Berorientasi Pada Pasien
Tujuan Tergambarnya kecepatan rumah sakit dalam merespon keluhan
pasien agar dapat diperbaiki dan ditingkatkan untuk sebagai
bentuk pemenuhan hak pasien.
Definisi 1. Kecepatan waktu tanggap komplain adalah rentang waktu
Operasional Rumah sakit dalam menanggapi keluhan tertulis, lisan atau
melalui media masa melalui tahapan identfikasi,
penetapan grading risiko, analisa hingga tindak lanjutnya.
2. Grading risiko Komplain dan standar waktu tanggap
Komplain:
a. Grading Merah (Ekstrim) ditanggapi dan ditindaklanjuti
maksimal 1 x 24 jam. Kriteria: cenderung berhubungan
dengan polisi, pengadilan, kematian, mengancam
sistem/kelangsungan organisasi, potensi kerugian
material, dan lain-lain.
b. Grading Kuning (Tinggi) ditanggapi dan ditindaklanjuti
maksimal 3 hari. Kriteria: cenderung berhubungan
dengan pemberitaan media, potensi kerugian in material,
dan lain-lain.
c. Grading Hijau (rendah) ditanggapi dan ditindaklanjuti
maksimal 7 hari. Kriteria: tidak menimbulkan kerugian
berarti baik material maupun immaterial

Jenis Indikator Proses


Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah komplain yang ditanggapi dan ditindaklanjuti sesuai
(pembilang) waktu yang ditetapkan berdasarkan grading

Denominator Jumlah komplain yang disurvei


(penyebut)
Target > 80%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi :
Semua komplain(lisan, tertulis, dan media massa)

Kriteria Ekslusi :
Tidak ada
Formula

Desain Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Data sekunder dari catatan Komplain
Instrumen 1. Formulir Komplain
Pengambilan
Data
2. Laporan tindak lanjut Komplain
Besar Sampel Menggunakan populasi atau sampel minimal sesuai dengan
referensi.
Frekuensi Bulanan
Pengumpulan
Data
Periode Bulanan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Bidang Humas / Unit Pengaduan / Bagian yang
Jawab menangani Komplain

13. Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri

Judul Indikator Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)


Dasar 1. Permenkes No.11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien
pemikiran pada pasal 5 ayat 5 mengamanatkan bahwa setiap fasyankes
harus mengurangi resiko infeksi akibat perawatan kesehatan
2. Permenkes No.27 tahun 2017 tentang Pencegahan dan
pengendalian infeksi di Fasyankes, pasal 3 ayat 1 setiap
Fasyankes harus melaksanakan program Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI).
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
HK.01.07/Menkes/413/2020 Tentang Pedoman Pencegahan
Dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (Covid-19)
4. Peraturan Kesehatan mengenai Keselamatan dan Kesehatan
kerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
5. Petunjuk Teknis Alat Pelindung Diri (APD) dalam
menghadapi wabah Covid 19 (Dirjen Yankes tahun 2020)
6. Rumah Sakit harus memperhatikan kepatuhan pemberi
pelayanan dalam menggunakan APD sesuai dengan
prosedur.
Dimensi Mutu Keselamatan, Efektif
Tujuan 1. Mengukur kepatuhan petugas Rumah Sakit dalam
menggunakan APD
2. Menjamin keselamatan petugas dan pengguna layanan dengan
cara mengurangi risiko infeksi.
Definisi 1. Alat pelindung diri (APD) adalah perangkat alat yang
Operasional dirancang sebagai penghalang terhadap penetrasi zat, partikel
padat, cair, atau udara untuk melindungi pemakainya dari
cedera atau penyebaran infeksi atau penyakit.
2. APD digunakan sesuai dengan standar dan indikasi
3. Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan
yang memungkinkan tubuh atau membran mukosa terkena
atau terpercik darah atau cairan tubuh atau kemungkinan
pasien terkontaminasi dari petugas.
4. Kepatuhan penggunaan APD adalah kepatuhan petugas
kesehatan dalam menggunakan APD sesuai standar dan
indikasi.
5. Penilaian kepatuhan penggunaan APD adalah penilaian yang
dilakukan terhadap petugas kesehatan dalam menggunakan
APD saat melakukan tindakan atau prosedur pelayanan
kesehatan
6. Petugas adalah seluruh tenaga yang terindikasi menggunakan
APD, contoh dokter, dokter gigi, bidan, perawat, petugas,
laboratorium.
7. Observer adalah orang yang melakukan observasi atau
penilaian kepatuhan dengan metode dan tool yang telah
ditentukan.
8. Periode observasi adalah waktu yang ditentukan sebagai
periode yang ditetapkan dalam proses observasi penilaian
kepatuhan.
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah petugas kesehatan yang menggunakan APD sesuai indikasi
(pembilang) dan standar dalam periode pengamatan

Denominator Jumlah petugas kesehatan diamati


(penyebut)
Target 100%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua petugas yang terindikasi harus menggunakan
APD

Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula

Desain Concurrent (Survei harian)


Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data primer yaitu melalui observasi
Instrumen Formulir observasi
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Bulanan
Pelaporan
Data
Periode Triwulan
Analisis
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Komite PPI RS
Jawab
b) Indikator mutu prioritas rumah sakit (IMP-RS) mencakup:
(1) Indikator sasaran keselamatan pasien minimal 1 indikator setiap
sasaran.
(2) Indikator pelayanan klinis prioritas minimal 1 indikator.
(3) Indikator sesuai tujuan strategis rumah sakit (KPI) minimal 1 indikator.
(4) Indikator terkait perbaikan sistem minimal 1 indikator.
(5) Indikator terkait manajemen risiko minimal 1 indikator.
(6) Indikator terkait penelitian klinis dan program pendidikan kedokteran
minimal 1 indikator. (apabila ada)

Daftar Indikator Mutu Prioritas Rumah Sakit

No Indikator Area Standar

1 Pemasangan gelang rawat inap di SKP 100%


IGD (untuk pasien yang masuk
lewat IGD)

2 Verifikasi SBAR oleh DPJP pada SKP 100%


saat visit berikutnya

3 Pelabelan obat high alert untuk SKP 100%


pasien rawat inap

4 Penandaan lokasi operasi untuk SKP 100%


pasien operasi elektif

5 Ketersediaan Handrub di seluruh SKP 100%


bed pasien

6 Pencegahan resiko jatuh untuk SKP 100%


pasien rajal

7 Kelengkapan hasil pemeriksaan K 100%


penunjang sebelum dilakukan
tindakan kateterisasi jantung

8 Waktu tunggu pelayanan obat M 100%


rawat jalan dengan pemanfaatan
SIMRS farmasi rajal

9 Kepatuhan pelaporan risk register M 100%


dari unit ke komite mutu setiap 3
bulan

10 Penelitian yg sdh dilakukan di M 100%


RSU UMM telah lulus uji
kelayakan etik
11 Kepuasan peserta didik terhadap M 80%
proses pendidikan di RS UMM

5.3.2 Kamus Indikator Mutu Prioritas

1. Pemasangan Gelang Rawat Inap Di IGD (Untuk Pasien Yang Masuk Lewat IGD)
Judul Indikator Pemasangan Gelang Rawat Inap Di IGD (Untuk Pasien Yang
Masuk Lewat IGD)

Dasar pemikiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017 tentang


Keselamatan Pasien pada pasal 5 ayat 5 bahwa salah satu
Sasaran Keselamatan Pasien adalah mengidentifikasi pasien
dengan benar.

2. Ketepatan identifikasi menjadi sangat penting untuk menjamin


keselamatan pasien selama proses pelayanan dan mencegah
insiden keselamatan pasien. Untuk menjamin kepatuhan
identifikasi maka diperlukan indikator yang mengukur dan
memonitor tingkat kepatuhan pemberi pelayanan dalam
melakukan proses identifikasi. Sehingga pemberi pelayanan
akan menjadikan identifikasi sebagai proses rutin dalam proses
pelayanan pasien.
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan Mencegah terjadinya kesalahan pada saat identifikasi terhadap
pasien
Definisi Ketepatan identifikasi pasien pada saat menggunakan gelang
Operasional harus sesuai dengan identitas pasien (nama pasien, tanggal lahir
pasien, No RM pasien)
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah pasien yang menggunakan gelang identitas dari IGD dalam
(pembilang) 1 bulan

Denominator Jumlah seluruh pasien rawat inap yang masuk dari IGD
(penyebut)
Target 100%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua pasien rawat inap yang masuk dari IGD

Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula Jumlah pasien tidak terpasang gelang
X 100%
Seluruh jumlah pasien rawat inap di IGD

Desain Concurrent (Survei harian)


Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data primer yaitu melalui observasi
Instrumen Formulir observasi
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Bulanan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala IGD
Jawab

2. Verifikasi SBAR Oleh DPJP Pada Saat Visit Berikutnya


Judul Indikator Verifikasi SBAR Oleh DPJP Pada Saat Visit Berikutnya

Dasar pemikiran Komunikasi efektif ,singkat, akurat, lengkap, jelas, mudah


dimengerti oleh penerima pesan akan mengurangi kesalahan
sehingga meningkatkan keselamatan pasien. Pelayanan pasien
dapat dipengaruhi oleh komunikasi yang tidak baik dalam
perintah lisan atau telepon untuk tatalaksana pasien sehingga
perlu dibatasi dan diatur terstandar (Permenkes No 11 tahun 2017
Tentang Keselamatan Pasien)
Dimensi Mutu Keselamatan, kesinambungan pelayanan
Tujuan Meningkatkan komunikasi efektif menggunakan metode SBAR
dan CaBaK pada saat dilakukan komunikasi verbal/lisan/
melalui telpon, dimana komunikasi pelayanan secara tertulis tidak
dapat dilakukan
Definisi Kepatuhan DPJP untuk menandatangani stempel konfirmasi
Operasional SBAR
dimaksud adalah kesesuaian antara order dan tindakan ketika
dilakukan instruksi verbal dengan dilakukan catat baca
konfirmasi dengan tepat dan benar untuk instruksi obat
kemudian diverifikasi dalam bentuk tanda tangan.
Prosedur Catat Baca Konfirmasi adalah kegiatan untuk
memastikan setiap intruksi verbal agar dilakukan dengan benar
dan sesuai instruksi, melalui kegiatan membacakan kembali
instruksi; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan
dengan dibaca ulang dan/atau dengan ejaan huruf alfabet
instruksi obat sound a like.
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah instruksi DPJP dalam rekam medis yang diverifikasi olah
(pembilang) DPJP saat visite

Denominator Seluruh pasien rawat inap yang mendapatkan instruksi terapi dari
(penyebut) DPJP via telpon/pesan singkat

Target 100%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua pasien rawat inap yang konfirmasi ke DPJP

Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula Jumlah instruksi DPJP dalam rekam medis
yang diverifikasi olah DPJP saat visite X 100%
Seluruh pasien rawat inap yang mendapatkan
instruksi terapi dari DPJP via telpon/pesan singkat

Desain Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data sekunder yaitu melalui rekam medis
Instrumen Formulir CPPT
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Bulanan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Rawat Inap
Jawab

3. Pelabelan Obat High Alert Untuk Pasien Rawat Inap


Judul Indikator Pelabelan Obat High Alert Untuk Pasien Rawat Inap

Dasar pemikiran Pengelolaan obat high alert dan LASA merupakan hal penting
untuk menghindari kesalahan sehingga meningkatkan mutu dan
keselamatan pasien (Permenkes No 11 tahun 2017 Tentang
Keselamatan Pasien)
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan Meningkatkan pengelolaan obat High Alert di ruangan secara benar
Definisi Kepatuhan pemberian label obat high alert oleh farmasi yang
Operasional dimaksud adalah ketepatan pemberian label obat high alert sesuai
dengan standar yang ditetapkan rumah sakit dengan
memperhatikan prinsip keselamatan pasien.

Jenis Indikator Proses


Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah obat high alert untuk pasien rawat inap yang terpasang label
(pembilang)
Denominator Jumlah seluruh pemberian obat high alert untuk pasien rawat inap
(penyebut)
Target 100%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Seluruh prosedur pemberian obat high alert yang dilaksanakan

Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula obat high alert untuk pasien ranap yg terpasang label X 100%
Seluruh pemberian obat high alert utk pasien ranap

Desain Concurrent (Survei harian)


Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data primer yaitu melalui observasi
Instrumen Formulir observasi
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Bulanan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Farmasi
Jawab

4. Penandaan Lokasi Operasi Untuk Pasien Operasi Elektif (Dilakukan Diluar


Area Kamar Operasi)
Judul Indikator Penandaan Lokasi Operasi Untuk Pasien Operasi Elektif
(Dilakukan Diluar Area Kamar Operasi)

Dasar pemikiran Terwujudnya penyelenggaraan prosedur Surgical Safety Ceklist di


kamar operasi berbasis mutu dan keselamatan pasien (Permenkes
No 11 tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien)
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan Mencegah salah sisi, salah pasien dan salah prosedur pada pasien
yang dilakukan pembedahan
Definisi Jumlah pasien operasi yang tercatat dilakukan verifikasi, sing
Operasional in,time in dan time out, dengan elemen pengukuran : a. Kegiatan
pemberian tanda pada daerah (lokasi) yang akan dilakukan
pembedahan (marking site) b. Lembar verifikasi(form sign in,time
in dan time out) diisi lengkap
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah pasien operasi elektif yang diberikan penanda sejak di
(pembilang) ruangan

Denominator Jumlah seluruh operasi elektif dalam 1 bulan


(penyebut)
Target 100%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Seluruh prosedur operasi elektif yang dilaksanakan

Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula Jumlah pasien operasi elektif yang diberikan
penanda sejak di ruangan
X 100%
Jumlah pasien operasi elektif yang diberikan
penanda sejak di ruangan
Desain Concurrent (Survei harian)
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data primer yaitu melalui observasi
Instrumen Formulir observasi
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Bulanan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Kamar Operasi
Jawab

5. Ketersediaan Handrub Di Seluruh Bed Pasien

Judul Indikator Ketersediaan Handrub di seluruh bed pasien

Dasar pemikiran 1. Permenkes No.11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien


2. Permenkes No.27 tahun 2017 tentang Pencegahan dan
pengendalian infeksi di Fasyankes, pasal 3 ayat 1 setiap Fasyankes
harus melaksanakan program Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI).
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
HK.01.07/Menkes/413/2020 Tentang
Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019
(Covid-19)
4. Rumah sakit harus memperhatikan kepatuhan seluruh pemberi
pelayanan dalam melakukan cuci tangan sesuai dengan ketentuan
WHO.
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan Mengukur ketepatan penyediaan handrub di seluruh bed pasien
sebagai dasar untuk menjamin keselamatan pasien dengan cara
mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan
Definisi Ketersediaan yang dimaksud adalah selalu tersedianya handrub yang
Operasional terisi sesuai dengan standar yang ditetapkan rumah sakit dengan
memperhatikan prinsip keselamatan pasien.

Jenis Indikator Proses


Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Ketersediaan Handrub di bed pasien
(pembilang)
Denominator Jumlah seluruh bed di ruang rawat Inap
(penyebut)
Target 100%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Seluruh bed perawatan pasien

Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula Ketersediaan Handrub di bed pasien
X 100%
Jumlah seluruh bed di ruang rawat Inap
Desain Concurrent (Survei harian)
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data primer yaitu melalui observasi
Instrumen Formulir observasi
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Bulanan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Rawat Inap
Jawab
6. Pencegahan Resiko Jatuh Untuk Pasien Rajal: 100% Rawat Jalan Diberikan
Penanda Untuk Pasien Dengan Resiko Jatuh.

Judul Indikator Pencegahan resiko jatuh untuk pasien rajal: 100% rawat jalan
diberikan penanda untuk pasien dengan resiko jatuh.
Dasar pemikiran Banyaknya penyebab cidera di rumah sakit pada pasien adalah
jatuh , resiko jatuh berhubungan dengan pasien, situasi dan
lokasi. Usaha penurunan angka kejadian jatuh berupa pengkajian
resiko, pelaksanaan protokol jatuh sangat diperlukan untuk
meningkatkan mutu dan keselamatan pasien (Permenkes No 11
tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien).
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan Mencegah terjadinya pasien jatuh
Definisi Risiko jatuh pada pasien rawat jalan berhubungan dengan
Operasional kondisi pasien, situasi, dan/atau lokasi di rumah sakit. Di unit
rawat jalan, dilakukan skrining risiko jatuh pada pasien dengan
kondisi, diagnosis, situasi, dan/atau lokasi yang menyebabkan
risiko jatuh. Jika hasil skrining pasien berisiko jatuh, maka harus
dilakukan intervensi untuk mengurangi risiko jatuh pasien
tersebut
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Pasien rajal dengan resiko jatuh yang terpasang penanda
(pembilang) (memakai kursi roda/brancard)

Denominator Semua pasien rawat jalan dengan resiko jatuh


(penyebut)
Target 100%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
1) kondisi pasien misalnya pasien geriatri, dizziness, vertigo,
gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, penggunaan
obat, sedasi, status kesadaran dan atau kejiwaan, konsumsi
alkohol.
2) diagnosis, misalnya pasien dengan diagnosis penyakit
Parkinson.
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula Pasien rajal dengan resiko jatuh
yang terpasang penanda
X 100%
Semua pasien rawat jalan dengan resiko jatuh
Desain Concurrent (Survei harian)
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data primer yaitu melalui observasi
Instrumen Formulir observasi
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Bulanan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Rawat Jalan
Jawab

7. Kelengkapan Hasil Pemeriksaan Penunjang Sebelum Dilakukan Tindakan


Kateterisasi Jantung

Judul Indikator Kelengkapan hasil pemeriksaan penunjang sebelum dilakukan


tindakan kateterisasi jantung

Dasar pemikiran Guideline PERKI


Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan Terwujudnya pelayanan Kateterisasi jantung yang bermutu baik
dan berorientasi pada keselamatan / keamanan pasien di
Indonesia.
Definisi Kelengkapan seluruh hasil pemeriksaan penunjang yang
Operasional dibutuhkan untuk tindakan kateterisasi jantung pada saat pasien
datang ke RS untuk dilakukan tindakan, sesuai dengan standar
yang ditetapkan rumah sakit dengan memperhatikan prinsip
keselamatan pasien.

Jenis Indikator Proses


Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah pasien cathlab dengan pemeriksaan penunjang lengkap
(pembilang) sebelum tindakan

Denominator Jumlah seluruh pasien cathlab


(penyebut)
Target 100%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Seluruh prosedur tindakan kateterisasi

Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula Jumlah pasien cathlab dengan pemeriksaan
penunjang lengkap sebelum tindakan
X 100%
Semua pasien rawat jalan dengan resiko jatuh
Desain Concurrent (Survei harian)
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data primer yaitu melalui observasi
Instrumen Formulir observasi
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Bulanan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Diagnostik Intervensi Kardiovaskuler
Jawab

8. Waktu Tunggu Pelayanan Obat Racikan Rawat Jalan Dengan Pemanfaatan


SIMRS Farmasi Rawat Jalan
Judul Indikator Waktu tunggu pelayanan obat racikan rawat jalan dengan
pemanfaatan SIMRS farmasi rawat jalan

Dasar pemikiran PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Dimensi Mutu Efektifitas dan efisien
Tujuan Tergambarnya kecepatan pelayanan farmasi
Definisi Waktu tunggu pelayanan obat racikan adalah tenggang waktu
Operasional mulai pasien menyerahkan resep sampai dengan menerima obat
racikan
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah kumulatif waktu tunggu pelayanan obat racikan pasien
(pembilang) farmasi rajal yang terlayani dalam waktu <60menit (obat racikan)

Denominator Jumlah seluruh pasien farmasi rajal dalam 1 bulan


(penyebut)
Target 100%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Seluruh resep obat racikan yang masuk di instalasi Farmasi
rawat jalan

Kriteria Eksklusi:
Tidak ada

Formula Jumlah kumulatif waktu tunggu pelayanan obat racikan


pasien farmasi rajal yang terlayani dalam waktu <60menit
Jumlah seluruh pasien farmasi rajal dalam 1 bulan X 100%
Desain Concurrent (Survei harian)
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data primer yaitu melalui observasi
Instrumen Formulir observasi
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Bulanan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Farmasi
Jawab

9. Kepatuhan Pelaporan Risk Register Dari Unit Ke Komite Mutu Setiap 3 Bulan
Judul Indikator Kepatuhan pelaporan risk register dari unit ke komite mutu setiap
3 bulan

Dasar pemikiran PMK No. 25 Tahun 2019 Tentang Penerapan Manajemen Risiko
Terintegrasi Di Lingkungan Kementrian Kesehatan
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan Meningkatkan kepatuhan pelaporan risk register dari unit
kepada komite mutu. Meningkatkan kewaspadaan unit terhadap
resiko yang ada di masing-masing unit kerjanya.
Definisi Kepatuhan pelaporan risk register dari unit ke komite mutu yang
Operasional dimaksud adalah kepatuhan setiap unit dalam melaporkan daftar
risiko yang ada di unitnya masing-masing kepada komite mutu
sesuai dengan standar yang ditetapkan rumah sakit dengan
memperhatikan prinsip keselamatan pasien.

Jenis Indikator Proses


Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah unit yang melaporkan risk register ke komite mutu
(pembilang) minimal sekali dalam 3 bulan

Denominator Jumlah seluruh unit di RS


(penyebut)

Target 100%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Seluruh pelaporan risk register unit

Kriteria Eksklusi:
Tidak ada

Formula Jumlah unit yang melaporkan risk register


ke komite mutu minimal sekali dalam 3 bulan
X 100%
Jumlah seluruh unit di RS

Desain Concurrent (Survei harian)


Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data sekunder yaitu melalui laporan risk register
Instrumen Formulir laporan tiap Unit
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Bulanan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Unit
Jawab

10. Penelitian Yg Sdh Dilakukan Di RSU UMM Telah Lulus Uji Kelayakan Etik

Judul Indikator Penelitian yg sdh dilakukan di RSU UMM telah lulus uji kelayakan
etik

Dasar pemikiran UU No.20 Tahun 2013 Tentang Pendidikan Kedokteran


PP No. 93 tahun2013 tentang Rumah Sakit Pendidikan
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan Memastikan seluruh penelitian yang dilaksanakan di RSUMM
berjalan sesuai dengan prinsip etik penelitian.
Definisi Terpenuhinya prinsip etik penelitian dalam protokol penelitian
Operasional yang akan dilaksanakan di RS UMM dengan memperhatikan hak-
hak subyek penelitian dan prinsip kerahasiaan data.
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah penelitian di RSUMM yang sudah lulus uji etik
(pembilang)
Denominator jumlah seluruh penelitian yang dilakukan di RSUMM
(penyebut)

Target 100%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Seluruh penelitian yang dilakukan di RSU UMM

Kriteria Eksklusi:
Tidak ada

Formula Jumlah penelitian di RSUMM yang sudah lulus uji etik


X 100%
jumlah seluruh penelitian yang dilakukan di RSUMM

Desain Concurrent (Survei harian)


Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data primer yaitu melalui observasi
Instrumen Formulir observasi
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Bulanan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Ketua Etik Penelitian
Jawab

11. Kepuasan Peserta Didik Terhadap Proses Pendidikan Di RS UMM

Judul Indikator Kepuasan peserta didik terhadap proses pendidikan di RS UMM

Dasar pemikiran UU No.20 Tahun 2013 Tentang Pendidikan Kedokteran


PP No. 93 tahun2013 tentang Rumah Sakit Pendidikan
Dimensi Mutu Kenyamanan
Tujuan Tergambarnya persepsi peserta didik terhadap proses Pendidikan
di RSU UMM
Definisi Kepuasan Pelanggan Adalah Pernyataan Puas Oleh Pelanggan
Operasional Terhadap Pelayanan Farmasi.
Jenis Indikator Output
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah peserta didik yang merasa puas dengan proses pendidikan
(pembilang) di RSU UMM

Denominator Jumlah seluruh peserta didik dalam 1 bulan


(penyebut)
Target 80%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Seluruh peserta didik di RSU UMM

Kriteria Eksklusi:
Tidak ada

Formula Jumlah peserta didik yang merasa puas


dengan proses pendidikan di RSU UMM
X 100%
jumlah seluruh penelitian yang dilakukan
di RSUMM

Desain Concurrent (Survei harian)


Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data primer yaitu melalui observasi
Instrumen Formulir observasi
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Bulanan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Bidang Diklat dan Penelitian
Jawab
c) Indikator mutu prioritas unit (IMP-Unit) adalah indikator prioritas yang
khusus dipilih kepala unit terdiri dari minimal 1 indikator. Indikator mutu
terpilih apabila sudah tercapai dan dapat dipertahankan selama 1 (satu) tahun,
maka dapat diganti
dengan indikator mutu yang baru.
Daftar indikator Mutu Prioritas Unit

No Unit Indikator Area Standar

1 IGD Waktu tanggap pelayanan K < 100 %


dokter IGD <5 menit

2 Rawat Jalan Pembatalan jam praktek K < 100 %


dokter <24 jam

3 Rawat Inap kejadian pasien pulang paksa K 5%


(Tulkem)

4 Rawat Inap Kejadian infeksi pasca K < 1,5 %


(Mawar) operasi

5 Rawat Inap Kematian pasien <48 jam K ≤ 25/1000


(Serly)

6 Rawat Inap Asesment medis awal pasien K ≤ 100 %


(Anak) dalam 24 jam

7 Rawat Inap Pasien rawat inap K 100 %


(RIC/Dahlia) tuberculosis yang ditangani
dengan strategi DOTS

8 Rawat Inap Kemampuan menangani K ≥ 100 %


(Perinatologi) BBLR 1500-2500gr

9 Rawat Inap Pertolongan persalinan K <100 %


(Kamar melalui Sectio sesarea
Bersalin)

10 PONEK kejadian kematian ibu karena K Perdarahan <1%


persalinan
Preeklampsia <30%

Sepsis <0,2%

11 Intalasi Komplikasi anestesi karena K <60 %


Kamar overdosis, reaksi anestesi,
Operasi dan salah penempatan ETT

12 ICU Rata-rata pasien yang K < 3%


Kembali ke perawatan
intensif dengan perawatan
yang sama <24 jam

13 Hemodialisa Angka kejadian komplikasi K < 40 %


intra HD

14 IDIK komplikasi hematom dan K < 100 %


pseudoneurism di area
punksi

15 Instalasi Waktu tunggu hasil K <3%


Radiologi pelayanan foto thorax kurang
dari 3 jam

16 Instalasi Waktu tunggu kimia darah M < 100%


Laboratorium dan DL kurang dari 140
menit

17 Rehabilitasi Kejadian drop off pasien M <50 %


Medik terhadap pelayanan
rehabilitasi medik

18 Instalasi Pelaporan Efek samping obat M < 100 %


Farmasi

19 Instalasi Gizi Sisa makanan yang tidak M ≤ 20 %


termakan oleh pasien

20 Rekam Medis Waktu penyediaan dokumen M ≤ 100 %


rawat jalan <10 menit

21 Kesling Baku mutu limbah cair M BOD<30 mg/l


COD <80 mg/l
TSS<30 mg/l
pH 6-9

22 Administrasi Tindak lanjut penyelesian M ≤ 100 %


hasil pertemuan direksi

23 Kepegawaian Ketepatan waktu pengusulan M ≤ 100 %


kenaikan pangkat

24 Diklat Karyawan yang mendapat M ≥60%


pelatihan minimal 20 jam
pertahun

25 Keuangan Ketepatan waktu M ≤ 100 %


penyusunan laporan
keuangan
26 Kasir Kecepatan waktu pemberian M ≤ 100 %
informasi tagihan pasien
ranap <2 jam

27 AGD Kecepatan memberikan M ≤ 100 %


pelayanan ambulance/kereta
jenazah di rumah sakit

28 Sarpras Kecepatan waktu M ≥ 80%


menanggapi kerusakan alat
<15 menit

29 Laundry tidak adanya kejadian linen M ≤ 100 %


rusak

30 PPI kegiatan pencatatan infeksi M ≥75%


nosocomial/HAIs

31 IT Respon terhadap M ≤ 100 %


penanganan waktu henti
sistem (down time) <15 menit
5.4.2 Kamus Indikator Mutu Prioritas

1. Waktu tanggap pelayanan dokter IGD <5 menit

Judul Indikator Waktu tanggap pelayanan dokter IGD <5 menit

Dasar pemikiran PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Dimensi Mutu Keselamatan dan efektifitas
Tujuan Terselenggaranya pelayanan yang cepat, responsif dan mampu
menyelamatkan pasien gawat darurat
Definisi Kecepatan pelayanan dokter di gawat darurat adalah Kecepatan
Operasional pasien dilayani sejak pasien datang sampai mendapat pelayanan
dokter (5 menit)
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah kumulatif waktu yang diperlukan sejak kedatanagan
(pembilang) semua pasien yang di sampling secara acak sampai dilayani
dokter

Denominator Jumlah seluruh pasien yang di sampling


(penyebut)
Target 100%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua pasien yang dating ke IGD

Kriteria Eksklusi:
Tidak ada

Formula Jumlah kumulatif waktu yang


diperlukan sejak kedatangan
X 100%
Jumlah seluruh pasien yang di sampling
Desain Concurrent (Survei harian)
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data primer yaitu melalui observasi
Instrumen Formulir observasi
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Bulanan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Gawat Darurat
Jawab

3. Pembatalan Jam Praktek Dokter <24 Jam


Judul Indikator Pembatalan jam praktek dokter <24 jam
Dasar pemikiran Health Facilities Information System BPJS (Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial)
Dimensi Mutu Akses
Tujuan Tergambarnya penilain pasien terhadap efektifitas pelayanan
rumah sakit
Definisi Pembatalan jam praktek dokter spesialis rawat jalan yang
Operasional dikonfirmasi dalam waktu <24 jam sebelum jadwal praktek yang
ditetapkan, sehingga potensial menimbulkan complain dari
pasien.
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah jadwal praktek dokter yang batal <24 jam sblm jam
(pembilang) praktek

Denominator jumlah seluruh praktek dokter dalam 1 bulan


(penyebut)
Target 100%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Dokter yang membatalkan jam praktek kurang dari 24 jam

Kriteria Eksklusi:
Ada penggantinya

Formula Jumlah jadwal praktek dokter yang batal


<24 jam sebelum jam praktek X 100%
jumlah seluruh praktek dokter dalam 1 bulan
Desain Concurrent (Survei harian)
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data primer yaitu melalui observasi
Instrumen Formulir observasi
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Bulanan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Rawat Jalan
Jawab

4. Kejadian Pasien Pulang Paksa

Judul Indikator Kejadian Pasien Pulang Paksa

Dasar pemikiran PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Dimensi Mutu Akses
Tujuan Tergambarnya penilain pasien terhadap efektifitas pelayanan
rumah sakit
Definisi Pulang paksa adalah pulang atas permintaan pasien atau
Operasional keluarga pasien sebelum diputuskan boleh pulang oleh dokter
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator jumlah pasien pulang paksa dalam satu bulan
(pembilang)
Denominator jumlah seluruh pasien yang dirawat dalam satu bulan
(penyebut)
Target < 5%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua pasien pulang paksa
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula jumlah pasien pulang paksa dalam satu bulan
X 100%
jumlah seluruh pasien yang dirawat dalam satu bulan
Desain Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data sekunder yaitu melalui rekam medis
Instrumen Rekam medis
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Bulanan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Rawat Inap
Jawab
5. Kejadian Infeksi Pasca Operasi
Judul Indikator Kejadian Infeksi Pasca Operasi

Dasar pemikiran PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Dimensi Mutu Keselamatan, kenyamanan
Tujuan Tergambarnya pelaksanaan operasi dan perawatan pasca operasi
yang bersih sesuai standar
Definisi Infeksi pasca operasi adalah adanya infeksi nosokomial pada
Operasional semua kategori luka sayatan operasi bersih yang dilaksanakan di
rumah sakit yang ditandai oleh rasa panas (kalor), kemerahan
(color), pengerasan (tumor) dan keluarnya nanah (pus) dalam
waktu lebih dari 3 x 24 jam
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah pasien yang mengalami infeksi pasca operasi dalam satu
(pembilang) bulan

Denominator Jumlah seluruh pasien yang dalam satu bulan


(penyebut)
Target < 1,5%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Pasien yang mengalami infeksi nosocomial lebih dari 3x24 jam
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula Jumlah pasien yang mengalami infeksi
pasca operasi dalam satu bulan
X 100%
Jumlah seluruh pasien yang dalam satu bulan
Desain Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data sekunder yaitu melalui rekam medis
Instrumen Rekam medis
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Bulanan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Rawat Inap
Jawab
6. Kematian pasien <48 jam
Judul Indikator Kematian pasien <48 jam
Dasar pemikiran PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Dimensi Mutu Keselamatan dan Efektifitas
Tujuan Tergambarnya pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit yang
aman dan efektif
Definisi Kematian pasien > 48 jam adalah kematian yang terjadi sesudah
Operasional periode 48 jam setelah pasien rawat inap masuk rumah sakit
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah kejadian kematian pasien rawat inap > 48 jam dalam satu
(pembilang) bulan

Denominator Jumlah seluruh pasien rawat inap dalam satu bulan


(penyebut)
Target < 25/1000
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Pasien yang mengalami infeksi nosocomial lebih dari 3x24 jam
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula jumlah kejadian kematian pasien rawat inap >48 jam
X 100%
Jumlah seluruh pasien rawat inap dalam satu bulan
Desain Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data sekunder yaitu melalui rekam medis
Instrumen Rekam medis
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Bulanan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Rawat Inap
Jawab
7. Asesment medis awal pasien dalam 24 jam

Judul Indikator Asesment medis awal pasien dalam 24 jam

Dasar pemikiran PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Dimensi Mutu Akses, kesinambungan pasien
Tujuan Tergambarnya pengisian assessment awal pasien terhadap
ketepatan waktu pemberian pelayanan
Definisi Asesmen pasien adalah tahapan dari proses dimana dokter dan
Operasional perawat mengevaluasi data pasien baik subyek maupun obyektif
untuk keputusan terkait status Kesehatan pasien
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator jumlah kepatuhan assessment medis awal pasien dalam 24 jam
(pembilang)
Denominator jumlah pasien baru
(penyebut)
Target 100 %
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Asesment medis awal diisi dalam waktu 24 jam
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula jumlah kepatuhan assessment
medis awal pasien dalam 24 jam
X 100%
Jumlah pasien baru
Desain Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data sekunder yaitu melalui rekam medis
Instrumen Formulir assessment di rekam medik
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Bulanan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Rawat Inap
Jawab
8. Pasien Rawat Inap Tuberculosis Yang Ditangani Dengan Strategi DOTS
Judul Indikator Pasien Rawat Inap Tuberculosis Yang Ditangani Dengan Strategi
DOTS
Dasar pemikiran PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Dimensi Mutu Akses, efisiensi
Tujuan Terselenggaranya pelayanan rawat Inap bagi pasein tuberkulosis
dengan strategi DOTS
Definisi Pelayanan rawat inap tuberkulosis dengan strategi DOTS adalah
Operasional pelayanan tuberculosis dengan 5 strategi penanggulangan
tuberculosis nasional. Penegakan diagnosis dan follow up
pengobatan pasien tuberculosis harus melalui pemeriksaan
mikroskopis tuberculosis, pengobatan harus menggunakan
paduan obat anti tuberculosis yang sesuai dengan standar
penanggulanagn tuberculosis nasional, dan semua pasien yang
tuberculosis yang diobati dievaluasi secara kohort sesuai dengan
penanggulangan nasional
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah semua pasien rawat inap tuberculosis yang ditangani
(pembilang) dengan strategi DOTS

Denominator jumlah pasien baru


(penyebut)
Target 100 %
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Pasien rawat Inap TB
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula jumlah semua pasien rawat inap tuberculosis
yang di tangani dengan strategi DOTS
X 100%
Jumlah seluruh pasien rawat inap tuberculosis
yang ditangani di rumah sakit dalam waktu tiga bulan
Desain Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data sekunder yaitu melalui register TB
Instrumen Formulir rekam medis
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Triwulan
Pengumpulan
Data
Periode Triwulan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Rawat Inap
Jawab

9. Kemampuan Menangani BBLR 1500-2500gr


Judul Indikator Kemampuan Menangani BBLR 1500-2500gr

Dasar pemikiran PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Dimensi Mutu Efektifitas dan Keselamatan
Tujuan Tergambarnya kemampuan rumah sakit dalam menangani BBLR
Definisi BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan 1500 gr-2500 gr
Operasional
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah BBLR 1500 gr-2500 gr yang berhasil ditangani
(pembilang)
Denominator Jumlah seluruh BBLR 1500 gr-2500 gr yang berhasil ditangani
(penyebut)
Target 100 %
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
bayi yang lahir dengan berat badan 1500 gr-2500 gr
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula Jumlah BBLR 1500 gr-2500 gr yang berhasil ditangani
X 100%
Jumlah seluruh BBLR 1500 gr-2500 gr yang berhasil ditangani
Desain Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data sekunder yaitu melalui rekam medis
Instrumen Formulir rekam medis
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Setiap bulan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Rawat Inap
Jawab
10. Pertolongan Persalinan Melalui Seksio Cesaria

Judul Indikator Pertolongan Persalinan Melalui Seksio Cesaria

Dasar pemikiran PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Dimensi Mutu Efektif

itas, Keselamatan dan Efisiensi


Tujuan Tergambarnya pertolongan di rumah sakit yang sesuai dengan
indikasi dan efisien.
Definisi Seksio cesaria adalah tindakan persalinan melalui pembedahan
Operasional abdominal baik elektif maupun emergensi.
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah persalinan dengan seksio cesaria dalam 1 bulan
(pembilang)
Denominator Jumlah seluruh persalinan dalam 1 bulan
(penyebut)
Target 100 %
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
bayi yang lahir dengan berat badan 1500 gr-2500 gr
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula Jumlah persalinan dengan seksio cesaria
X 100%
Jumlah seluruh persalinan
Desain Retros[ektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data sekunder dari rekam medis
Instrumen Rekam medis
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Setiap bulan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Rawat Inap
Jawab
11. Kejadian Kematian Ibu Karena Persalinan
Judul Indikator Kejadian Kematian Ibu Karena Persalinan
Dasar pemikiran PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan Mengetahui mutu pelayanan rumah sakit terhadap pelayanan
persalinan.
Definisi Kematian ibu melahirkan yang disebabkan karena perdarahan,
Operasional pre eklamsia, eklampsia, partus lama dan sepsis.
Perdarahan adalah perdarahan yang terjadi pada saat kehamilan
semua skala persalinan dan nifas.
Pre-eklampsia dan eklampsia mulai terjadi pada kehamilan
trimester kedua, preeklampsia dan elampsia merupakan
kumpulan dari dua dari tiga tanda, yaitu :

- Tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan diastolik >110


mmHg
- Protein uria > 5 gr/24 jam 3+/4-pada pemeriksaan kualitati
- Oedem tungkai
Eklampsia adalah tanda pre eklampsia yang disertai dengan
kejang dan atau penurunan kesadaran.
Sepsis adalah tanda-tanda sepsis yang terjadi akibat penanganan
aborsi, persalinan dan nifas yang tidak ditangani dengan tepat
oleh pasien atau penolong
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah kematian pasien persalinan karena pendarahan, pre-
(pembilang) eklampsia/eklampsia dan sepsis

Denominator Jumlah pasien-pasien persalinan dengan pendarahan, pre-


(penyebut) eklampsia/eklampsia dan sepsis.

Target 100 %
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
pasien persalinan dengan pendarahan, pre-eklampsia/eklampsia
dan sepsis.
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula Jumlah persalinan dengan seksio cesaria
X 100%
Jumlah seluruh persalinan
Desain Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data sekunder dari rekam medis
Instrumen Rekam medis
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Setiap Bulan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Rawat Inap
Jawab Ketua Tim Ponek

12. Kepuasan Pelanggan Untuk Semua Rawat Inap

Judul Indikator Kepuasan pelanggan untuk semua rawat Inap

Dasar pemikiran PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Dimensi Mutu Kenyamanan
Tujuan Terselenggaranya persepsi pelanggan terhadap mutu pelayanan
rawat inap
Definisi Kepuasan pelanggan adalah pernyataan puas oleh pelanggan
Operasional terhadap pelayanan rawat inap
Jenis Indikator Output
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah kumulatif hasil penilaian kepuasan pasien yang disurvei
(pembilang)
Denominator Jumlah total pasien yang disurvei
(penyebut)
Target 90 %
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua Pasien Rawat Inap
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula Jumlah kumulatif hasil penilaian kepuasan
pasien yang disurvey
X 100%
Jumlah total pasien yang disurvei
Desain Concurrent (Survei harian)
Pengumpulan
Data
Sumber data Kuesioner survei kepuasan
Instrumen Kuesioner survei kepuasan pasien
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Setiap bulan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Rawat Inap
Jawab

13. Komplikasi Anestesi Karena Overdosis, Reaksi Anestesi, Dan Salah


Penempatan ETT

Judul Indikator Komplikasi Anestesi Karena Overdosis, Reaksi Anestesi, Dan


Salah Penempatan ETT

Dasar pemikiran PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Dimensi Mutu Keselamatan pasien
Tujuan Tergambarkannya kecermatan tindakan anastesi dan monitoring
pasien selama proses penundaan berlangsung
Definisi Komplikasi anastesi adalah kejadian yang tidak diharapkan
Operasional sebagai akibat komplikasi anastesi antara lain karena over dosis,
reaksi anantesi dan salah penempatan endotracheal tube
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah pasien yang mengalami komplikasi anastesi
(pembilang)
Denominator Jumlah pasien yang dioperasi
(penyebut)
Target <6%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua Pasien operasi dengan pemberian anestesi
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula jumlah pasien yang mengalami komplikasi anastesi
X 100%
Jumlah pasien yang dioperasi
Desain Retospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data sekunder dari rekam medis
Instrumen Formulir rekam medis
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Setiap bulan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Kamar Operasi
Jawab

14. Rata-Rata Pasien Yang Kembali Ke Perawatan Intensif Dengan Perawatan


Yang Sama <72 Jam
Judul Indikator Rata-Rata Pasien Yang Kembali Ke Perawatan Intensif Dengan
Perawatan Yang Sama <72 Jam

Dasar pemikiran PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Dimensi Mutu Efektifitas
Tujuan Tergambarnya keberhasilan perawatan intensif
Definisi Pasien kembali keperawatan intensif dari ruang rawat inap
Operasional dengan kasus yang sama dalam waktu < 72 jam
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah pasien yang kembali ke perawatan intensif dengan kasus
(pembilang) yang sama < 72 jam

Denominator Jumlah seluruh pasien yang dirawat di ruang intensif


(penyebut)
Target <3%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua Pasien yang di rawat di ruang intensif
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula Jumlah pasien yang kembali ke perawatan intensif
dengan kasus yang sama < 72 jam
X 100%
Jumlah seluruh pasien yang dirawat di ruang intensif
Desain Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data sekunder yaitu melalui rekam medis
Instrumen Formulir rekam medis
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Setiap bulan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Intensive Care Unit
Jawab

15. Angka kejadian komplikasi intra HD

Judul Indikator Angka kejadian komplikasi intra HD

Dasar pemikiran Guidelines PERNEFRI & IPDI

Dimensi Mutu Keselamatan pasien


Tujuan Tergambarkannya keberhasilan Tindakan Hemodialisa
Definisi Komplikasi intra HD adalah komplikasi yang terjadi pada saat
Operasional intra hemodialisis seperti kram otot, mual, muntah, hipoglikemi,
hipotensi, penurunan kesadaran
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah pasien komplikasi intra HD
(pembilang)
Denominator Jumlah tindakan HD
(penyebut)
Target < 40 %
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua Pasien tindakan hemodialisa
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada

Formula Jumlah pasien komplikasi intra HD


X 100%
Jumlah tindakan HD
Desain Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data sekunder yaitu melalui rekam medis
Instrumen Buku laporan
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Setiap bulan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Hemodialisa
Jawab

1. Komplikasi Hematom Dan Pseudoneurism Di Area Punksi

Judul Indikator Komplikasi Hematom Dan Pseudoneurism Di Area Punksi

Dasar pemikiran PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Dimensi Mutu Keselamatan pasien
Tujuan Tergambarkannya kecermatan tindakan pasien di Instalasi
Diagnostik Intervensi kardiovaskuler
Definisi Komplikasi hematom dan pseudoneurism adalah akumulasi
Operasional darah ekstravaskuler dalam suatu rongga yang terhubung
dengan arteri, disertai disrupsi lapisan pembuluh darah
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator pasien yang mengalami hematoma atau pesudoaneurism
(pembilang)
Denominator total pasien tindakan kateterisasi
(penyebut)
Target < 100 %
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua Pasien tindakan kateterisasi jantung
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula pasien yang mengalami hematoma
atau pesudoaneurism X 100%
total pasien tindakan kateterisasi
Desain Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data primer yaitu melalui rekam medik
Instrumen Formulir observasi rekam medik
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Setiap bulan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Diagnostik Intervensi Kardiovaskuler
Jawab

2. Waktu Tunggu Hasil Pelayanan Foto Thorax


Judul Indikator Waktu Tunggu Hasil Pelayanan Foto Thorax

Dasar pemikiran PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Dimensi Mutu Efektifitas, kesinambungan pelayanan, efisiensi
Tujuan Tergambarnya kecepatan pelayanan radiologi
Definisi Waktu tunggu hasil pelayanan thorax foto adalah tenggang
Operasional waktu mulai pasien di foto sampai dengan menerima hasil yang
sudah diekspertisi
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah kumulatif waktu tunggu hasil pelayanan thorax foto
(pembilang)
Denominator Jumlah pasien yang difoto thorax
(penyebut)
Target < 3 jam
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua Pasien foto thorax
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula Jumlah kumulatif waktu tunggu hasil
pelayanan thorax foto X 100%
Jumlah pasien yang difoto thorax
Desain Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data sekunder rekam medis
Instrumen Rekam medis
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Setiap bulan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Radiologi
Jawab
3. Kepuasan Pelanggan Di Instalasi Radiologi
Judul Indikator Kepuasan Pelanggan Di Instalasi Radiologi

Dasar pemikiran PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Dimensi Mutu Kenyamanan
Tujuan Tergambarnya persepsi pelanggan terhadap pelayanan radiologi
Definisi Kepuasan pelanggan adalah pernyataan puas oleh pelanggan
Operasional terhadap pelayanan radiologi
Jenis Indikator Output
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah pasien yang disurvei yang menyatakan puas
(pembilang)
Denominator Jumlah total pasien yang disurvei (n minial 50)
(penyebut)
Target >80 %
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua Pasien yang di berikan pelayanan di instalasi Radiologi
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula Jumlah pasien yang disurvey yang menyatakan puas
X 100%
Jumlah total pasien yang di survey
Desain Concurrent (Survei harian)
Pengumpulan
Data
Sumber data Kuesioner survei kepuasan
Instrumen Kuesioner survei kepuasan pasien
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Setiap bulan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Radiologi
Jawab
4. Waktu Tunggu Kimia Darah Dan DL Kurang Dari 140 Menit
Judul Indikator Waktu Tunggu Kimia Darah Dan DL Kurang Dari 140 Menit

Dasar pemikiran PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit

Dimensi Mutu Kenyamanan


Tujuan Tergambarnya persepsi pelanggan terhadap pelayanan
laboratorium
Definisi Pemeriksaan laboratorium yang dimaksud adalah pelayanan
Operasional pemeriksaan laboratorium rutin dan kimia darah. Waktu tunggu
hasil pelayanan laboratorium untuk pemeriksaan laboratorium
adalah tenggang waktu mulai pasien diambil sample sampai
dengan menerima hasil yang sudah diekspertisi.
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah kumulatif waktu tunggu hasil pelayanan laboratorium
(pembilang) pasien

Denominator Jumlah pasien yang diperiksa di laboratorium yang disurvey


(penyebut) dalam bulan tersebut.

Target <140 menit


Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua Pasien yang melakukan pemeriksaan darah lengkap dan
kimia darah
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula Jumlah kumulatif waktu tunggu hasil
pelayanan laboratorium X 100%
Jumlah pasien yang diperiksa di laboratorium
Desain Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data sekunder dari laporan hasil dan rekam medis
Instrumen Rekam medis
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Setiap bulan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Laboratorium
Jawab
5. Kepuasan Pelanggan Di Instalasi Laboratorium

Judul Indikator Kepuasan Pelanggan Di Instalasi Laboratorium

Dasar pemikiran - PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
- PermenPAN RB No.14 tahun 2017
Dimensi Mutu Kenyamanan
Tujuan Tergambarnya persepsi pelanggan terhadap pelayanan
laboratorium
Definisi Kepuasan pelanggan adalah pernyataan puas oleh pelanggan
Operasional terhadap pelayanan laboratorium
Jenis Indikator output
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah kumulatif hasil penilaian kepuasan dari pasien yang
(pembilang) disurvei

Denominator Jumlah total pasien yang disurvei


(penyebut)
Target >80 %
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua Pasien yang di berikan pelayanan di instalasi
laboratorium
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula Jumlah pasien yang disurvey yang menyatakan puas
X 100%
Jumlah total pasien yang di survey
Desain Concurrent (Survei harian)
Pengumpulan
Data
Sumber data Kuesioner survei kepuasan
Instrumen Kuesioner survei kepuasan pasien
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Setiap bulan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Laboratorium
Jawab
6. Kejadian Drop Off Pasien Terhadap Pelayanan Rehabilitasi Medik

Judul Indikator Kejadian Drop Off Pasien Terhadap Pelayanan Rehabilitasi


Medik

Dasar pemikiran PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Dimensi Mutu Kesinambungan pelayanan dan efektifitas
Tujuan Tergambarnya kesinambungan pelayanan rehabilitasi sesuai
yang direncanakan
Definisi Drop out pasien terhadap pelayanan rehabilitasi yang
Operasional direncanakan adalah pasien tidak bersedia meneruskan program
rehabilitasi yang direncanakan.
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah seluruh pasien yang drop out dalam 3 bulan
(pembilang)
Denominator Jumlah seluruh pasien yang di program rehabilitasi medik dalam
(penyebut) 3 bulan

Target <50 %
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua Pasien yang di berikan pelayanan di rehabilitasi medik
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula Jumlah seluruh pasien yang drop out dalam 3 bulan
X 100%
Jumlah seluruh pasien yang di program rehabilitasi
medik dalam 3 bulan
Desain Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data sekunder yaitu melalui pencatatan dan rekam
medis pasien
Instrumen Formulir rekam medis pasien
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Triwulan
Pengumpulan
Data
Periode Triwulan
Pelaporan Data
Periode Analisis 6 bulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Rawat Jalan
Jawab
7. Pelaporan Efek Samping Obat Pada Pasien Rawat Inap
Judul Indikator Pelaporan Efek Samping Obat Pada Pasien Rawat Inap

Dasar pemikiran - PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
- PMK No. 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Rumah Sakit

Dimensi Mutu Keselamatan dan kenyamanan


Tujuan Tergambarnya kejadian efek samping obat pada pasien rawat
Inap
Definisi Efek samping obat adalah suatu dampak atau pengaruh yang
Operasional merugikan dan tidak diinginkan, yang timbul sebagai hasil dari
suatu pengobatan (dalam dosis terapi)
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah efek samping obat yang terlaporkan <24 jam
(pembilang)
Denominator jumlah seluruh kejadian efek samping obat dalam 1 bulan
(penyebut)
Target <100 %
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua Pasien yang mengalami efek samping obat
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula Jumlah efek samping obat yang terlaporkan <24 jam X 100%
Jumlah seluruh kejadian efek samping obat dalam 1 bulan
medik dalam 3 bulan
Desain Restospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data sekunder yaitu melalui pelaporan efek samping
obat dan rekam medis
Instrumen Formulir efek samping obat dan rekam medis
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Setiap bulan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Rawat Inap
Jawab Kepala Instalasi Farmasi
8. Kepuasan Pelanggan Terhadap Pelayanan Farmasi
Judul Indikator Kepuasan Pelanggan Terhadap Pelayanan Farmasi
Dasar pemikiran - PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
- PermenPAN RB No.14 tahun 2017
Dimensi Mutu Kenyamanan
Tujuan Tergambarnya persepsi pelanggan terhadap pelayanan farmasi
Definisi Kepuasan pelanggan adalah pernyataan puas oleh pelanggan
Operasional terhadap pelayanan farmasi
Jenis Indikator Output
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah kumulatif hasil penilaian kepuasan dari pasien
(pembilang)
Denominator Jumlah total pasien yang disurvei
(penyebut)
Target >80 %
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua Pasien yang di berikan pelayanan di instalasi Farmasi
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula Jumlah kumulatif hasil penilaian kepuasan dari pasien
X 100%
Jumlah total pasien yang disurvei
Desain Concurrent (Survei harian)
Pengumpulan
Data
Sumber data Kuesioner survei kepuasan
Instrumen Kuesioner survei kepuasan pasien
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Setiap bulan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Farmasi
Jawab
9. Sisa Makanan Yang Tidak Termakan Oleh Pasien
Judul Indikator Sisa Makanan Yang Tidak Termakan Oleh Pasien

Dasar pemikiran PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Dimensi Mutu Efektifitas dan efisien
Tujuan Tergambarnya efektifitas dan efisiensi pelayanan instalasi gizi
Definisi Sisa makanan adalah porsi makanan yang tersisa yang tidak
Operasional dimakan oleh pasien (sesuai dengan pedoman asuhan gizi rumah
sakit)
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah kumulatif porsi sisa makanan dari pasien yang disurvey
(pembilang)
Denominator Jumlah pasien yang disurvey dalam satu bulan
(penyebut)
Target >20 %
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua Pasien Rawat Inap yang di survey
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula Jumlah kumulatif porsi sisa makanan dari pasien X 100%
Jumlah pasien yang disurvey dalam satu bulan
Desain Concurrent (Survei harian)
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data primer yaitu melalui observasi
Instrumen Formulir observasi
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Setiap bulan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Gizi
Jawab
27. Waktu Penyediaan Dokumen Rawat Jalan <10 Menit

Judul Indikator Waktu Penyediaan Dokumen Rawat Jalan <10 Menit


Dasar pemikiran PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Dimensi Mutu Efektifitas, kenyamanan, efisiensi
Tujuan Tergambarnya kecepatan pelayanan pendaftaran rawat jalan
Definisi Dokumen rekam medis rawat jalan adalah dokumen rekam
Operasional medis pasien baru atau pasien lama yang digunakan pada
pelayanan rawat jalan. Waktu penyediaan dokumen rekam
medik mulai dari pasien mendaftar sampai rekam medis
disediakan/ditemukan oleh petugas.
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah kumulatif waktu penyediaan rekam medis sampel rawat
(pembilang) jalan yang diamati

Denominator Total sampel penyediaan rekam medis yang diamati (N tidak


(penyebut) kurang dari 100).

Target < 10 menit


Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua Pasien Rawat Jalan yang di survey
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula Jumlah kumulatif waktu penyediaan rekam medis
sampel rawat jalan yang diamati
X 100%
Total sampel penyediaan rekam medis yang diamati
Desain Concurrent (Survei harian)
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data primer yaitu melalui observasi
Instrumen Formulir observasi
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Setiap bulan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi Rekam Medis
Jawab
28. Baku Mutu Limbah Cair
Judul Indikator Baku Mutu Limbah Cair
Dasar pemikiran PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan Tergambarnya kepedulian rumah sakit terhadap keamanan
limbah cair rumah sakit
Definisi Baku mutu adalah standar minimal pada limbah cair yang
Operasional dianggap aman bagi kesehatan, yang merupakan ambang batas
yang ditolerir dan diukur dengan indikator :
BOD (Biological Oxygen Demand) : 30 mg/liter
COD (Chemical Oxygen Demand) : 80 mg/liter TSS (Total
Suspended Solid) 30 mg/liter PH : 6-9
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Hasil laboratorium pemeriksaan limbah cair rumah sakit yang
(pembilang) sesuai dengan baku mutu.

Denominator Jumlah seluruh pemeriksaan limbah cair.


(penyebut)
Target >100 %
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Seluruh pemeriksaan limbah cair
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula Hasil laboratorium pemeriksaan limbah cair
rumah sakit yang sesuai dengan baku mutu. X 100%
Jumlah seluruh pemeriksaan limbah cair
Desain Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data sekunder yaitu melalui hasil pemeriksaan
Instrumen Hasil pemeriksaan
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Triwulan
Pengumpulan
Data
Periode Triwulan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala sub Bidang Kesehatan Lingkungan
Jawab
29. Tindak Lanjut Penyelesian Hasil Pertemuan Direksi
Judul Indikator Tindak Lanjut Penyelesian Hasil Pertemuan Direksi
Dasar pemikiran PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Dimensi Mutu Efektifitas
Tujuan Tergambarnya kepedulian direksi terhadap upaya perbaikan
pelayanan di rumah sakit
Definisi Tindak lanjut penyelesaian hasil pertemuan tingkat direksi
Operasional adalah pelaksanaan tindak lanjut yang harus dilakukan oleh
peserta pertemuan terhadap kesepakatan atau keputusan yang
telah diambil dalam pertemuan tersebut sesuai dengan
permasalahan pada bidang masing-masing
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Hasil keputusan pertemuan direksi yang ditindaklanjuti dalam
(pembilang) satu bulan

Denominator Total hasil keputusan yang harus ditindaklanjuti dalam satu bulan
(penyebut)
Target >100 %
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Hasil keputusan direksi
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula Hasil keputusan pertemuan direksi
Yang ditindaklanjuti dalam satu bulan
X 100%
Total hasil keputusan yang harus
Ditindaklanjuti dalam satu bulan
Desain Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data sekunder yaitu melalui disposisi direktur
Instrumen Notulensi Rapat Direksi
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Setiap bulan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Direktur
Jawab Kepala Bidang Umum

30. Ketepatan Waktu Pengusulan Kenaikan Pangkat

Judul Indikator Ketepatan Waktu Pengusulan Kenaikan Pangkat


Dasar pemikiran PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Dimensi Mutu Efektivitas, efisiensi, kenyamanan
Tujuan Tergambarnya kepedulian rumah sakit terhadap tingkat
kesejahteraan pegawai.
Definisi Usulan kenaikan pangkat pegawai dilakukan dua periode dalam
Operasional satu tahun
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah pegawai yang diusulkan tepat waktu sesuai periode
(pembilang) kenaikan pangkat dalam satu tahun.

Denominator Jumlah seluruh pegawai yang seharusnya diusulkan kenaikan


(penyebut) pangkat dalam satu tahun.

Target >100 %
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Pegawai yang naik pangkat
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula Jumlah pegawai yang diusulkan tepat waktu
sesuai periode kenaikan pangkat dalam satu tahun.
X 100%
Jumlah seluruh pegawai yang seharusnya
diusulkan kenaikan pangkat dalam satu tahun

Desain Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data sekunder yaitu melalui data kepegawaian
Instrumen Formulir kenaikan pangkat karyawan
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Tahun
Pengumpulan
Data
Periode Setiap tahun
Pelaporan Data
Periode Analisis Tahunan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Sub Bidang Kepegawaian
Jawab

31. Karyawan Yang Mendapat Pelatihan Minimal 20 Jam Pertahun


Judul Indikator Karyawan yang mendapat pelatihan minimal 20 jam pertahun
Dasar pemikiran PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Dimensi Mutu Kompetensi teknis
Tujuan Tergambarnya kepedulian rumah sakit terhadap kualitas sumber
daya manusia
Definisi Pelatihan adalah semua kegiatan peningkatan kompetensi
Operasional karyawan yang dilakukan baik dirumah sakit ataupun di luar
rumah sakit yang bukan merupakan pendidikan formal. Minimal
per karyawan 20 jam per tahun.
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah karyawan yang mendapat pelatihan minimal 20 jam per
(pembilang) tahun

Denominator Jumlah seluruh karyawan di rumah sakit


(penyebut)
Target >60 %
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Seluruh karyawan tetap
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada

Formula Jumlah karyawan yang mendapat pelatihan


minimal 20 jam per tahun
X 100%
Jumlah seluruh karyawan di rumah sakit
Desain Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data sekunder yaitu melalui catatan karyawan yang
diberangkatkan pelatihan
Instrumen Formulir pelatihan/ Surat Tugas
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Tahun
Pengumpulan
Data
Periode Setiap tahun
Pelaporan Data
Periode Analisis Tahunan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Sub Bidang Diklat
Jawab

32. Ketepatan Waktu Penyusunan Laporan Keuangan


Judul Indikator Ketepatan Waktu Penyusunan Laporan Keuangan

Dasar pemikiran PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Dimensi Mutu Efektivitas
Tujuan Tergambarnya disiplin pengelolaan keuangan rumah sakit
Definisi Laporan keuangan meliputi realisasi anggaran dan arus kas
Operasional Laporan keuangan harus diselesaikan sebelum tanggal 10 setiap
bulan berikutnya
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah laporan keuangan yang diselesaikan sebelum tanggal
(pembilang) setiap bulan berikutnya dalam tiga bulan

Denominator Jumlah laporan keuangan yang harus diselesaikan dalam tiga


(penyebut) bulan

Target >100 %
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Laporan keuangan setiap bulan
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula Jumlah laporan keuangan yang diselesaikan sebelum
tanggal setiap bulan berikutnya dalam tiga bulan
X 100%
Jumlah laporan keuangan yang harus diselesaikan
dalam tiga bulan
Desain Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data sekunder yaitu melalui laporan setiap bulan
Instrumen Formulir laporan keuangan
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Triwulan
Pengumpulan
Data
Periode Triwulan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Bidang Keuangan
Jawab

33. Kecepatan Waktu Pemberian Informasi Tagihan Pasien Ranap <2 Jam
Judul Indikator Kecepatan Waktu Pemberian Informasi Tagihan Pasien Ranap
<2 Jam
Dasar pemikiran PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Dimensi Mutu Efektivitas, kenyamanan
Tujuan Tergambarnya kecepatan pelayanan informasi pembayaran
pasien rawat inap
Definisi Informasi tagihan pasien rawat inap meliputi semua tagihan
Operasional pelayanan yang telah diberikan.
Kecepatan waktu pemberian informasi tagihan pasien rawat inap
adalah waktu mulai pasien dinyatakan boleh pulang oleh dokter
sampai dengan informasi tagihan diterima oleh pasien.
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah kumulatif waktu pemberian informasi tagihan pasien
(pembilang) rawat inap yang diamati dalam satu bulan

Denominator Jumlah total pasien rawat inap yang diamati dalam satu bulan
(penyebut)
Target >100 %
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Seluruh tagihan pasien rawat inap
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula Jumlah kumulatif waktu pemberian informasi tagihan
pasien rawat inap yang diamati dalam satu bulan
X 100%
Jumlah total pasien rawat inap yang diamati dalam
satu bulan
Desain Concurrent (Survei harian)
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data primer yaitu melalui observasi
Instrumen Formulir observasi
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Setiap bulan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Sub Bidang Kasir
Jawab

34. Kecepatan Memberikan Pelayanan Ambulance/Kereta Jenazah Di Rumah Sakit

Judul Indikator Kecepatan Memberikan Pelayanan Ambulance/Kereta Jenazah


Di Rumah Sakit
Dasar pemikiran PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Dimensi Mutu Kenyamanan, keselamatan
Tujuan Tergambarnya ketanggapan rumah sakit dalam menyediakan
kebutuhan pasien akan ambulance/kereta jenazah
Definisi Kecepatan memberikan pelayanan ambulance/kereta jenazah
Operasional adalah waktu yang dibutuhkan mulai permintaan
ambulance/kereta jenazah diajukan oleh pasien/keluarga pasien
di rumah sakit sampai tersedianya ambulance/kereta jenazah.
Maksimal 30 menit
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah penyediaan ambulance/kereta jenazah yang tepat waktu
(pembilang) dalam 1 bulan

Denominator Jumlah seluruh permintaan ambulance/kereta jenazah dalam satu


(penyebut) bulan

Target >100 %
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Seluruh permintaan ambulance/kereta jenazah
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula Jumlah penyediaan ambulance/
kereta jenazah yang tepat waktu dalam 1 bulan
X 100%
Jumlah seluruh permintaan ambulance/
kereta jenazah dalam satu bulan
Desain Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data sekunder yaitu melalui catatan ambulance/kereta
jenazah
Instrumen Formulir catatan ambulance/kereta jenazah
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Setiap bulan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Tim AGD
Jawab

35. Kecepatan Waktu Menanggapi Kerusakan Alat

Judul Indikator Kecepatan Waktu Menanggapi Kerusakan Alat


Dasar pemikiran PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Dimensi Mutu Efektivitas, efisiensi, kesinambungan pelayanan
Tujuan Tergambarnya kecepatan dan ketanggapan dalam pemeliharaan
alat
Definisi Kecepatan waktu menanggapi alat yang rusak adalah waktu
Operasional yang dibutuhkan mulai laporan alat rusak diterima sampai
dengan petugas melakukan pemeriksaan terhadap alat yang
rusak untuk tindak lanjut perbaikan, maksimal dalam waktu 15
menit harus sudah ditanggapi.
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah laporan kerusakan alat yang ditanggapi kurang atau sama
(pembilang) dengan 15 menit dalam satu bulan.

Denominator Jumlah seluruh laporan kerusakan alat dalam satu bulan


(penyebut)
Target >80 %
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Seluruh kerusakan alat yang di laporkan
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula Jumlah laporan kerusakan alat yang ditanggapi
kurang atau sama dengan 15 menit dalam satu bulan
X 100%
Jumlah seluruh laporan kerusakan alat dalam satu bulan
Desain Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data primer catatan laporan kerusakan alat
Instrumen Formulir kerusakan alat
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Setiap bulan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Bidang Sarana Prasarana
Jawab

36. Tidak Adanya Kejadian Linen Hilang

Judul Indikator Tidak Adanya Kejadian Linen Hilang


Dasar pemikiran PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Dimensi Mutu Efisiensi dan efektifitas
Tujuan Tergambarnya pengendalian dan mutu pelayanan laundry
Definisi Tidak ada
Operasional
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah linen yang dihitung dalam 4 hari sampling dalam satu
(pembilang) tahun

Denominator Jumlah linen yang seharusnya ada pada hari sampling tersebut
(penyebut)
Target 100 %
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Inventaris linen yang ada di instalasi CSSD & laundry
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada

Formula Jumlah linen yang dihitung dalam


4 hari sampling dalam satu tahun
X 100%
Jumlah linen yang seharusnya ada
pada hari sampling tersebut
Desain Concurrent (Survei harian)
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data primer melalui observasi
Instrumen Formulir observasi
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Setiap bulan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Instalasi CSSD & Laundry
Jawab

37. Kegiatan Pencatatan Dan Pelaporan Infeksi Nosokomial Di Rumah Sakit


Judul Indikator Kegiatan Pencatatan Dan Pelaporan Infeksi Nosokomial Di
Rumah Sakit
Dasar pemikiran - PMK No. 27 tahun 2017 tentang Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi
- PMK No. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Dimensi Mutu Keamanan pasien, petugas dan pengunjung
Tujuan Tersedianya data pencatatan dan pelaporan infeksi di RS
Definisi Kegiatan pengamatan faktor resiko infeksi nosokomial,
Operasional pengumpulan data (cek list) pada instalasi yang tersedia di RS,
minimal 1 parameter (ILO, ILI, VAP, ISK)
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah instalasi yang melakukan pencatatan dan pelaporan
(pembilang)
Denominator Jumlah instalasi yang tersedia
(penyebut)
Target 75 %
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Pengumpulan data PPI
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada

Formula Jumlah instalasi yang melakukan


pencatatan dan pelaporan
X 100%
Jumlah instalasi yang tersedia
Desain Concurrent (Survei harian)
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data primer formular surveilans
Instrumen Formulir surveilans
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Harian
Pengumpulan
Data
Periode Setiap bulan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Tim PPI RS
Jawab

38. Respon Terhadap Penanganan Waktu Henti Sistem (Down Time)


Judul Indikator Respon Terhadap Penanganan Waktu Henti Sistem (Down Time)
Dasar pemikiran Standar Akreditasi kemenkes 2022 (MRMIK 13.1)
Dimensi Mutu Efisiensi dan efektifitas
Tujuan Tergambarnya pengendalian dan mutu pelayanan IT
Definisi Tidak ada
Operasional
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator jumlah penanganan waktu henti sistem (down time) yang ditangani
(pembilang) dalam waktu <15 menit

Denominator jumlah seluruh kejadian kegagalan sistem IT (down time) dalam 1


(penyebut) bulan

Target 100 %
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Penanganan waktu henti sistem
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada

Formula jumlah penanganan waktu henti sistem (down time)


yang ditangani dalam waktu <15 menit
X 100%
jumlah seluruh kejadian kegagalan sistem IT
(down time) dalam 1 bulan
Desain Concurrent (Survei harian)
Pengumpulan
Data
Sumber data Sumber data primer catatan pelaporan waktu henti sistem (down
time)
Instrumen Formulir observasi
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi < 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >30)
Frekuensi Retrospektif
Pengumpulan
Data
Periode Setiap bulan
Pelaporan Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
Control chart Run chart
Penanggung Kepala Sub Bidan IT
Jawab

Agregasi dan analisis data dilakukan untuk mendukung program


peningkatan mutu dan keselamatan pasien serta mendukung partisipasi dalam
pengumpulan database eksternal. Data yang dikumpulkan akan diagregasi dan
dianalisis menjadi informasi untuk pengambilan keputusan yang tepat dan akan
membantu rumah sakit melihat pola dan tren capaian kinerjanya. Sekumpulan data
tersebut misalnya data indikator mutu, data laporan insiden keselamatan pasien,
data manajemen risiko dan data pencegahan dan pengendalian infeksi, Informasi
ini penting untuk membantu rumah sakit memahami kinerjanya saat ini dan
mengidentifikasi peluang-peluang untuk perbaikan kinerja rumah sakit.
Rumah sakit harus melaporkan data mutu dan keselamatan pasien ke
eksternal sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan meliputi:
a) Pelaporan indikator nasional mutu (INM) ke Kementerian Kesehatan
melalui aplikasi mutu fasilitas pelayanan Kesehatan.
b) Pelaporan insiden keselamatan pasien (IKP) ke KNKP melalui aplikasi e-
report. Dengan berpartisipasi dalam pelaporan data mutu dan ,keselamatan
pasien ke eksternal rumah sakit dapat membandingkan kinerjanya dengan
kinerja rumah sakit setara baik di skala lokal maupun nasional.
Perbandingan kinerja merupakan pendekatan yang efektif untuk mencari
peluang-peluang perbaikan. Proses analisis data mencakup setidaknya satu
dampak dari prioritas perbaikan rumah sakit secara keseluruhan terhadap
biaya dan efisiensi sumber daya setiap tahun. Program mutu dan
keselamatan pasien mencakup analisis dampak prioritas perbaikan yang
didukung oleh pimpinan. Misalnya terdapat bukti yang mendukung
pernyataan bahwa penggunaan panduan praktik klinis untuk mestandarkan
perawatan memberikan dampak yang bermakna pada efisiensi perawatan
dan pemendekan lama rawat, yang pada akhirnya menurunkan biaya. Staf
program mutu dan keselamatan pasien mengembangkan instrumen untuk
mengevaluasi penggunaan sumber daya untuk proses yang berjalan,
kemudian untuk mengevaluasi kembali penggunaan sumber daya untuk
proses yang telah diperbaiki. Sumber daya dapat berupa sumber daya
manusia (misalnya, waktu yang digunakan untuk setiap langkah dalam
suatu proses) atau melibatkan penggunaan teknologi dan sumber daya
lainnya. Analisis ini akan memberikan informasi yang berguna terkait
perbaikan yang memberikan dampak efisiensi dan biaya. Telah dilakukan
agregasi dan analisis data menggunakan metode dan teknik statistik
terhadap semua indikator mutu yang telah diukur oleh staf yang kompeten.
Hasil analisis digunakan untuk membuat rekomendasi tindakan perbaikan
dan serta menghasilkan efisiensi penggunaan sumber daya.
c) Memiliki bukti analisis data dilaporkan kepada Direktur dan reprentasi
pemilik/dewan pengawas sebagai bagian dari program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien.
d) Memiliki bukti hasil analisis berupa informasi INM dan e-report IKP
diwajibkan lapor kepada Kementrian kesehatan sesuai peraturan yang
berlaku.
e) Terdapat proses pembelajaran dari database eksternal untuk tujuan
perbandingan internal dari waktu ke waktu, perbandingan dengan rumah
sakit yang setara, dengan praktik terbaik (best practices), dan dengan sumber
ilmiah profesional yang objektik.
f) Keamanan dan kerahasiaan tetap dijaga saat berkontribusi pada database
eksternal.
g) Telah menganalisis efisiensi berdasarkan biaya dan jenis sumber daya yang
digunakan (sebelum dan sesudah perbaikan) terhadap satu proyek prioritas
perbaikan yang dipilih setiap tahun.

Staf dengan pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan yang bertugas


mengumpulkan dan menganalisis data rumah sakit secara sistematis. Analisis data
melibatkan staf yang memahami manajemen informasi, mempunyai keterampilan
dalam metode-metode pengumpulan data, dan memahami teknik statistik. Hasil
analisis data harus dilaporkan kepada Penanggung jawab indikator mutu (PIC)
yang bertanggung jawab untuk menindaklanjuti hasil tersebut. Penanggung jawab
tersebut bisa memiliki latar belakang klinis, non klinis, atau kombinasi keduanya.
Hasil analisis data akan memberikan masukan untuk pengambilan keputusan dan
memperbaiki proses klinis dan non klinis secara berkelanjutan. Run charts, diagram
kontrol (control charts), histogram, dan diagram Pareto merupakan contoh dari alat
alat statistik yang sangat berguna dalam memahami tren dan variasi dalam
pelayanan kesehatan. Tujuan analisis data adalah untuk dapat membandingkan
rumah sakit dengan empat cara. Perbandingan tersebut membantu rumah sakit
dalam memahami sumber dan penyebab perubahan yang tidak diinginkan dan
membantu memfokuskan upaya perbaikan, yaitu :
a) Dengan rumah sakit sendiri dari waktu ke waktu, misalnya dari bulan ke bulan,
dari tahun ke tahun.
b) Dengan rumah sakit setara, seperti melalui database referensi.
c) Dengan standar-standar, seperti yang ditentukan oleh badan akreditasi atau
organisasi profesional ataupun standar-standar yang ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
d) Dengan praktik-praktik terbaik yang diakui dan menggolongkan praktik
tersebut sebagai best practice (praktik terbaik) atau better practice (praktik yang lebih
baik) atau practice guidelines (pedoman praktik).
Data dikumpulkan, dianalisis, dan diubah menjadi informasi untuk
mengidentifikasi peluang-peluang untuk perbaikan. Staf yang kompeten
melakukan proses pengukuran menggunakan alat dan teknik statistik. Hasil analisis
data dilaporkan kepada penanggung jawab indikator mutu yang akan melakukan
perbaikan. Rumah sakit melakukan proses validasi data terhadap indikator mutu
yang diukur. Validasi data adalah alat penting untuk memahami mutu dari data
dan untuk menetapkan tingkat kepercayaan (confidence level) para pengambil
keputusan terhadap data itu sendiri. Ketika rumah sakit mempublikasikan data
tentang hasil klinis, keselamatan pasien, atau area lain, atau dengan cara lain
membuat data menjadi publik, seperti di situs web rumah sakit, rumah sakit
memiliki kewajiban etis untuk memberikan informasi yang akurat kepada publik.
Pimpinan rumah sakit bertanggung jawab untuk memastikan bahwa data yang
dilaporkan ke Direktur, Dewan Pengawas dan yang dipublikasikan ke masyarakat
adalah valid. Keandalan dan validitas pengukuran dan kualitas data dapat
ditetapkan melalui proses validasi data internal rumah sakit. Pimpinan rumah sakit
bertanggung jawab atas validitas dan kualitas data serta hasil yang dipublikasikan.
Kebijakan data yang harus divalidasi yaitu:
a) Pengukuran indikator mutu baru;
b) Bila data akan dipublikasi ke masyarakat baik melalui website rumah sakit atau
media lain
c) Ada perubahan pada pengukuran yang selama ini sudah dilakukan, misalnya
perubahan profil indikator, instrumen pengumpulan data, proses agregasi data,
atau perubahan staf pengumpul data atau validator
d) Bila terdapat perubahan hasil pengukuran tanpa diketahui sebabnya
e) Bila terdapat perubahan sumber data, misalnya terdapat perubahan sistem
pencatatan pasien dari manual ke elektronik;
f) Bila terdapat perubahan subjek data seperti perubahan umur rata rata pasien,
perubahan protokol riset, panduan praktik klinik baru diberlakukan, serta adanya
teknologi dan metodologi pengobatan baru.

Rumah sakit mencapai perbaikan mutu dan dipertahankan. Hasil analisis data
digunakan untuk mengidentifkasi potensi perbaikan atau untuk mengurangi atau
mencegah kejadian yang merugikan. Khususnya, perbaikan yang direncanakan
untuk prioritas perbaikan tingkat rumah sakit yang sudah ditetapkan Direktur
rumah sakit. Rencana perbaikan perlu dilakukan uji coba dan selama masa uji dan
dilakukan evaluasi hasilnya untuk membuktikan bahwa perbaikan sudah sesuai
dengan yang diharapkan. Proses uji perbaikan ini dapat menggunakan metode-
metode perbaikan yang sudah teruji misalnya PDCA Plan-Do-Chek-Action (PDCA)
atau Plan-Do-Study-Action (PDSA) atau metode lain. Hal ini untuk memastikan
bahwa terdapat perbaikan berkelanjutan untuk meningkatkan mutu dan
keselamatan pasien. Perubahan yang efektif tersebut distandardisasi dengan cara
membuat regulasi di rumah sakit misalnya kebijakan, SPO, dan lain-lainnya, dan
harus di sosialisasikan kepada semua staf. Perbaikan-perbaikan yang dicapai dan
dipertahankan oleh rumah sakit didokumentasikan sebagai bagian dari pengelolaan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit. Rumah sakit
berkewajiban membuat rencana perbaikan dan melakukan uji coba menggunakan
metode yang telah teruji dan menerapkannya untuk meningkatkan mutu dan
keselamatan pasien. Perlu kesinambungan data mulai dari pengumpulan data
sampai perbaikan yang dilakukan dan dapat dipertahankan. Oleh karena itu rumah
sakit perlu memiliki bukti perubahan regulasi atau perubahan proses yang
diperlukan untuk mempertahankan perbaikan. Keberhasilan didokumentasikan
dan dijadikan laporan PMKP.
Dilakukan evaluasi proses pelaksanaan standar pelayanan kedokteran di rumah
sakit untuk menunjang pengukuran mutu pelayanan klinis prioritas. Penerapan
standar pelayanan kedokteran di rumah sakit berdasarkan panduan praktik klinis
(PPK) dievaluasi menggunakan alur klinis/clinical pathway (CP). Terkait dengan
pengukuran prioritas perbaikan pelayanan klinis yang ditetapkan Direktur, maka
Direktur bersamasama dengan pimpinan medis, ketua Komite Medik dan
Kelompok tenaga medis terkait menetapkan paling sedikit 5 (lima) evaluasi
pelayanan prioritas standar pelayanan kedokteran. Evaluasi pelayanan prioritas
standar pelayanan kedokteran dilakukan sampai terjadi pengurangan variasi dari
data awal ke target yang ditentukan ketentuan rumah sakit. Tujuan pemantauan
pelaksanaan evaluasi perbaikan pelayanan klinis berupa standar pelayanan
kedokteran sebagai berikut:
a) Mendorong tercapainya standardisasi proses asuhan klinik.
b) Mengurangi risiko dalam proses asuhan, terutama yang berkaitan asuhan kritis.
c) Memanfaatkan sumber daya yang tersedia dengan efisien dalam memberikan
asuhan klinik tepat waktu dan efektif.
d) Memanfaatkan indikator prioritas sebagai indikator dalam penilaian kepatuhan
penerapan alur klinis di area yang akan diperbaiki di tingkat rumah sakit.
e) Secara konsisten menggunakan praktik berbasis bukti (evidence based practices)
dalam memberikan asuhan bermutu tinggi. Evaluasi prioritas standar pelayanan
kedokteran tersebut dipergunakan untuk mengukur keberhasilan dan efisensi
peningkatan mutu pelayanan klinis prioritas rumah sakit. Evaluasi perbaikan
pelayanan klinis berupa standar pelayanan kedokteran dapat dilakukan melalui
audit medis dan atau audit klinis serta dapat menggunakan indikator mutu. Tujuan
evaluasi adalah untuk menilai efektivitas penerapan standar pelayanan kedokteran
di rumah sakit sehingga standar pelayanan kedokteran di rumah sakit dapat
mengurangi a variasi dari proses dan hasil serta berdampak terhadap efisiensi
(kendali biaya). Hasil evaluasi dapat menunjukkan adanya perbaikan terhadap
kepatuhan dan mengurangi variasi dalam penerapan prioritas standar pelayanan
kedokteran di rumah sakit. Rumah sakit berkewajiban melaksanakan audit klinis
dan atau audit medis pada penerapan prioritas standar pelayanan kedokteran di
rumah sakit. Misalnya:
a) Dalam PPK disebutkan bahwa tata laksana stroke nonhemoragik harus
dilakukan secara multidisiplin dan dengan pemeriksaan serta intervensi dari hari
ke hari dengan urutan tertentu. Karakteristik penyakit stroke non-hemoragik sesuai
untuk dibuat alur klinis (clinical pathway/CP); sehingga perlu dibuat CP untuk
stroke non-hemoragik.
b) Dalam PPK disebutkan bahwa pada pasien gagal ginjal kronik perlu dilakukan
hemodialisis. Uraian rinci tentang hemodialisis dimuat dalam protokol hemodialisis
pada dokumen terpisah.
c) Dalam PPK disebutkan bahwa pada anak dengan kejang demam kompleks
perlu dilakukan pungsi lumbal. Uraian pelaksanaan pungsi lumbal tidak dimuat
dalam PPK melainkan dalam prosedur pungsi lumbal dalam dokumen terpisah.
d) Dalam tata laksana kejang demam diperlukan pemberian diazepam rektal
dengan dosis tertentu yang harus diberikan oleh perawat bila dokter tidak ada; ini
diatur dalam “standing order”.

PELAKSANAAN PROGRAM

Rangkaian kegiatan yang akan dilakukan untuk pemantauan indikator Mutu


RSU UMM antara lain:
a. Pencatatan setiap indikator mutyu dilakukan oleh petugas di setiap unit
pelayanan yang terkait dengan indikator Mutu masing – masing, (untuk
pementauan dan pelaporan insiden keselamatan pasien pelaksanaannya di
tangani khusus oleh tim keselamatan pasien rumah sakit).
b. Indikator Mutu tersebut dicatat setiap harinya, kemudian direkapitulasi
oleh Kepala Ruangan atau Kepala Unit Pelayanan masing – masing;
c. Tim Supervisi Peningkatan Mutu bertanggungjawab mengkoordinasi
pengumpulan data indikator Mutu yang telah dicatat dan direkapitulasi oleh
setiap unit pelayanan dan dilakukan analisa pada akhir bulan.
d. Setiap 3 bulan sekali dilakukan analisa menyeluruh untuk dibuat laporan
dan rekomendasi kepada Direktur RSU UMM, menyangkut langkah – langkah
untuk menjamin Mutu pelayanan.

PELAPORAN DAN EVALUASI


Pelaporan dan Evaluasi indikator Mutu RSU UMM adalah untuk menilai
indikator Mutu secara keseluruhan sehingga Mutu pleyanan dapat meningkat.
Dalam pelaksanaannya agar data tercatat dengan baik maka setiap ruang
disediakan formulir, antara lain :

Jenis Formulir Kegunaan Pelaksana


Lembar Pengumpulan Dokumen data Ruang rawat inap,
Data indikator prioritas Unit Farmasi dan unit
lain yang terkait

Formulir Formulir sensus harian Ruang rawat inap,


Unit Farmasi dan unit
lain yang terkait

Langkah-langkah pengumpulan data ialah sbb:


1) Petugas pencatat (PIC data) adalah penanggung jawab pada unit pelayanan yang
sudah ditunjuk
2) Pada akhir bulan penanggung jawab data pada setiap unit menyerahkan hasil
Formulir Sensus Harian kepada Kepala ruangan atau kepala unit masing-masing,
yang kemudian diteruskan ke tim supervisi PMKP.
3) Data dikumpulkan dan direkapitulasi oleh tim supervisi.
4) Hasil rekapitulasi kemudian dilaporkan kepada Subkomite Peningkatan Mutu
RS.
5) Subkomite Peningkatan Mutu RS membuat analisa memberikan rekomendasi-
rekomendasi. Selanjutnya melaporkan hasil rekapitulasi tersebut berikut
analisanya kepada Direktur RSU UMM.Agar data pada laporan tersebut dapat
lebih mudah dibaca serta dapat melihat kecenderungannya dari tingkat Mutu
yang diukur, maka dibuat dalam bentuk tabel dan grafik.

B. SUBKOMITE KESELAMATAN PASIEN


3. Budaya Keselamatan
Budaya keselamatan pasien adalah produk dari nilai, sikap,
kompetensi, dan pola perilaku individu dan kelompok yang menentukan
komitmen, style dan kemampuan suatu organisasi pelayanan kesehatan terhadap
program patient safety. Jika suatu organisasi pelayanan kesehatan tidak
mempunyai budaya patient safety maka kecelakaan bisa terjadi akibat dari
kesalahan laten, gangguan psikologis dan physiologis pada staf, penurunan
produktifitas, berkurangnya kepuasan pasien, dan bisa menimbulkan konflik
interpersonal.
Budaya keselamatan di rumah sakit merupakan suatu lingkungan
kolaboratif di mana para dokter saling menghargai satu sama lain, para pimpinan
mendorong kerja sama tim yang efektif dan menciptakan rasa aman secara
psikologis serta anggota tim dapat belajar dari insiden keselamatan pasien, para
pemberi layanan menyadari bahwa ada keterbatasan manusia yang bekerja dalam
suatu sistem yang kompleks dan terdapat suatu proses pembelajaran serta upaya
untuk mendorong perbaikan. Budaya keselamatan juga merupakan hasil dari
nilai-nilai, sikap, persepsi, kompetensi, dan pola perilaku individu maupun
kelompok yang menentukan komitmen terhadap, serta kemampuan mengelola
pelayanan kesehatan maupun keselamatan. Keselamatan dan mutu berkembang
dalam suatu lingkungan yang membutuhkan kerja sama dan rasa hormat satu
sama lain, tanpa memandang jabatannya. Pimpinan rumah sakit menunjukkan
komitmennya mendorong terciptanya budaya keselamatan tidak mengintimidasi
dan atau mempengaruhi staf dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
Direktur menetapkan Program Budaya Keselamatan di rumah sakit yang
mencakup:
a) Perilaku memberikan pelayanan yang aman secara konsisten untuk
mencegah terjadinya kesalahan pada pelayanan berisiko tinggi.
b) Perilaku di mana para individu dapat melaporkan kesalahan dan insiden
tanpa takut dikenakan sanksi atau teguran dan diperlakuan secara adil (just
culture)
c) Kerja sama tim dan koordinasi untuk menyelesaikan masalah keselamatan
pasien.
d) Komitmen pimpinan rumah sakit dalam mendukung staf seperti waktu kerja
para staf, pendidikan, metode yang aman untuk melaporkan masalah dan hal
lainnya untuk menyelesaikan masalah keselamatan.
e) Identifikasi dan mengenali masalah akibat perilaku yang tidak diinginkan
(perilaku sembrono).
f) Evaluasi budaya secara berkala dengan metode seperti kelompok fokus
diskusi (FGD), wawancara dengan staf, dan analisis data.
g) Mendorong kerja sama dan membangun sistem, dalam mengembangkan
budaya perilaku yang aman.
h) Menanggapi perilaku yang tidak diinginkan pada semua staf pada semua
jenjang di rumah sakit, termasuk manajemen, staf administrasi, staf klinis dan
nonklinis, dokter praktisi mandiri, representasi pemilik dan anggota Dewan
pengawas. Perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan di antaranya
adalah: perilaku yang tidak layak seperti katakata atau bahasa tubuh yang
merendahkan atau menyinggung perasaan sesama staf, misalnya mengumpat dan
memaki, perilaku yang mengganggu, bentuk tindakan verbal atau nonverbal yang
membahayakan atau mengintimidasi staf lain, perilaku yang melecehkan
(harassment) terkait dengan ras, agama, dan suku termasuk gender serta pelecehan
seksual. Seluruh pemangku kepentingan di rumah sakit bertanggungjawab
mewujudkan budaya keselamatan dengan berbagai cara. Saat ini di rumah sakit
masih terdapat budaya menyalahkan orang lain ketika terjadi suatu kesalahan
(blaming culture), yang akhirnya menghambat budaya keselamatan sehingga
pimpinan rumah sakit harus menerapkan perlakuan yang adil (just culture) ketika
terjadi kesalahan, dimana ada saatnya staf tidak disalahkan ketika terjadi
kesalahan, misalnya pada kondisi:
a) Komunikasi yang kurang baik antara pasien dan staf.
b) Perlu pengambilan keputusan secara cepat.
c) Kekurangan staf dalam pelayanan pasien.

Di sisi lain terdapat kesalahan yang dapat diminta pertanggungjawabannya


ketika staf dengan sengaja melakukan perilaku yang tidak diinginkan (perilaku
sembrono) misalnya:
a) Tidak mau melakukan kebersihan tangan.
b) Tidak mau melakukan time-out (jeda) sebelum operasi.
c) Tidak mau memberi tanda pada lokasi pembedahan.

Rumah sakit harus meminta pertanggungjawaban perilaku yang tidak


diinginkan (perilaku sembrono) dan tidak mentoleransinya. Pertanggungjawaban
dibedakan atas:
a) Kesalahan manusia (human error) adalah tindakan yang tidak disengaja yaitu
melakukan kegiatan tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan.
b) Perilaku berisiko (risk behaviour) adalah perilaku yang dapat meningkatkan
risiko (misalnya, mengambil langkah pada suatu proses layanan tanpa
berkonsultasi dengan atasan atau tim kerja lainnya yang dapat menimbulkan
risiko)
c) Perilaku sembrono (reckless behavior) adalah perilaku yang secara sengaja
mengabaikan risiko yang substansial dan tidak dapat dibenarkan.
Pengukuran budaya keselamatan pasien perlu dilakukan oleh rumah sakit
dengan melakukan survei budaya keselamatan pasien setiap tahun. Budaya
keselamatan pasien juga dikenal sebagai budaya yang aman, yakni sebuah budaya
organisasi yang mendorong setiap individu anggota staf (klinis atau administratif)
melaporkan hal-hal yang menghawatirkan tentang keselamatan atau mutu
pelayanan tanpa imbal jasa dari rumah sakit. Direktur rumah sakit melakukan
evaluasi rutin terhadap hasil survei budaya keselamatan pasien dengan
melakukan analisis dan tindak lanjutnya. Budaya keselamatan juga sangat
menghormati satu sama lain, antar kelompok profesional, dan tidak terjadi sikap
saling mengganggu. Umpan balik staf dalam dapat membentuk sikap dan perilaku
yang diharapkan dapat mendukung staf medik menjadi model untuk
menumbuhkan budaya aman. Evaluasi perilaku memuat:
(1) Evaluasi apakah seorang tenaga medis mengerti dan mendukung kode etik
dan disiplin profesi dan rumah sakit serta dilakukan identifikasi perilaku yang
dapat atau tidak dapat diterima maupun perilaku yang mengganggu;
(2) Tidak ada laporan dari anggota tenaga medis tentang perilaku yang
dianggap tidak dapat diterima atau mengganggu; dan
(3) Mengumpulkan, analisis, serta menggunakan data dan informasi berasal
dari survei staf serta survei lainnya tentang budaya aman di rumah sakit.
Pimpinan rumah sakit dan kepala unit telah berlaku adil (just culture) ketika ada
temuan dalam kegiatan peningkatan mutu, laporan insiden keselamatan pasien
atau manajemen risiko. Pimpinan rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan
menyediakan informasi (kepustakaan dan laporan) terkait budaya keselamatan
bagi semua staf yang bekerja di rumah sakit. Peran klinis tenaga Kesehatan lainnya
sangat penting dalam pelayanan pasien sehingga mengharuskan mereka berperan
secara proaktif dalam program peningkatan mutu dan keselamatan pasien serta
program manajemen risiko rumah sakit.
Pengukuran budaya keselamatan pasien dilakukan dengan survei
budaya
keselamatan pasien setiap tahun menggunakan metode yang telah terbukti. Hasil
pengukuran budaya sebagai acuan dalam menyusun program peningkatan
budaya keselamatan di rumah sakit. Oleh karena itu, rumah sakit melakukan
pemantauan dan evaluasi secara berkala sesuai ketentuan rumah sakit serta upaya
perbaikan terhadap pemenuhan informasi internal dan eksternal dalam
mendukung asuhan, pelayanan, dan mutu serta keselamatan pasien.
Menurut Carthey & Clarke (2010) dalam buku “Implementing Human
Factors in Healthcare ‘how to’ Guide” bahwa organisasi kesehatan akan memiliki
budaya keselamatan pasien yang positif, jika memiliki dimensi budaya sebagai
berikut:
1. Budaya keterbukaan (open culture). Budaya ini menggambarkan semua staf
RS merasa nyaman berdiskusi tentang insiden yang terjadi ataupun topik tentang
keselamatan pasien dengan teman satu tim ataupun dengan manajernya. Staf
merasa yakin bahwa fokus utama adalah keterbukaan sebagai media
pembelajaran dan bukan untuk mencari kesalahan ataupun menghukum.
Komunikasi terbuka dapat juga diwujudkan pada saat serah terima pasien, briefing
staff maupun morning report.
2. Budaya keadilan (just culture). Hal tersebut membawa atmosfer “trust”
sehingga anggota bersedia dan memilki motivasi untuk memberikan data dan
informasi serta melibatkan pasien dan keluarganya secara adil dalam setiap
pengambilan keputusan terapi. Perawat dan pasien diperlakukan secara adil saat
terjadi insiden dan tidak berfokus untuk mencari kesalahan individu tetapi lebih
mempelajari secara sistem yang mengakibatkan terjadinya kesalahan. Lingkungan
terbuka dan adil akan membantu staf membuat pelaporan secara jujur mengenai
kejadian yang terjadi dan menjadikan insiden sebagai pelajaran dalam upaya
meningkatkan keselamatan pasien.
3. Budaya pelaporan (reporting culture). Budaya dimana staf siap untuk
melaporkan insiden atau near miss, sehingga dapat dinilai jenis error dan dapat
diketahui kesalahan yang biasa dilakukan oleh staf serta dapat diambil tindakan
sebagai bahan pembelajaran organisasi. Organisasi belajar dari pengalaman
sebelumnya dan mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi faktor risiko
terjadinya insiden sehingga dapat mengurangi atau mencegah insiden yang akan
terjadi.
4. Budaya belajar (learning culture). Setiap lini dari organisasi baik sharp end
(yang bersentuhan langsung dengan pelayanan) maupun blunt end (manajemen)
menggunakan insiden yang terjadi sebagai proses belajar. Organisasi
berkomitmen untuk mempelajari insiden yang telah terjadi, mengkomunikasikan
kepada staf dan senantiasa mengingatkan staf.
5. Budaya informasi (informed culture). Organisasi mampu belajar dari
pengalaman masa lalu sehingga memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi
dan menghindari insiden yang akan terjadi karena telah belajar dan terinformasi
dengan jelas dari insiden yang sudah pernah terjadi, misalnya dari pelaporan
kejadian dan investigasi.
Tiga strategi penerapan budaya patient safety:
1. Strategy 1
a. Lakukan safe practices
b. Rancang sistem pekerjaan yang memudahkan orang lain untuk
melakukan tindakan medik secara benar
c. Mengurangi ketergantungan pada ingatan
d. Membuat protocol dan checklist
e. Menyederhanakan tahapan - tahapan
2. Edukasi
a. Kenali dampak akibat kelelahan dan kinerja
b. Pendidikan dan pelatihan patient safety
c. Melatih kerjasama antar tim
d. Meminimalkan variasi sumber pedoman klinis yang mungkin
membingungkan
3. Akuntabilitas
a. Melaporkan kejadian error
b. Meminta maaf
c. Melakukan remedial care
d. Melakukan root cause analysis
e. Memperbaiki sistem atau mengatasi masalahnya
Pergeseran paradigma dalam patient safety

Paradigma lama Paradigma baru


Siapa yang melakukannya? Mengapa bisa terjadi?
Berfokus pada bad events Berfokus pada near miss
Top down Bottom up
Yang salah dihukum Memperbaiki sistem supaya tidak terulang
LANGKAH PENERAPAN PASIEN SAFETY
Untuk membangun budaya keselamatan pasien di rumah sakit, diperlukan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Melakukan penilaian budaya pasien safety saat ini
2. Melakukan pelatihan mengenai budaya keselamatan pasien
3. Identifikasi masalah-masalah keselamatan pasien
4. Bangun kerjasama yang baik antar unit
5. Pelajari kejadian/insiden setiap periode
6. Melakukan pengkajian kembali tentang safety culture
7. Rumah sakit harus memiliki program peningkatan mutu dan keselamatan pasien (PMKP)
yang menjangkau seluruh unit kerja dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan dan
menjamin keselamatan pasien.
Direktur menetapkan Komite Mutu untuk mengelola program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien, agar mekanisme koordinasi pelaksanaan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien di rumah sakit dapat berjalan lebih baik. Standar ini menjelaskan pendekatan
yang komprehensif untuk peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang berdampak pada
semua aspek pelayanan, mencakup:
a. Peran serta dan keterlibatan setiap unit dalam program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien.
b. Pengukuran data objektif yang tervalidasi.
c. Penggunaan data yang objektif dan kaji banding untuk membuat program peningkatan
mutu dan keselamatan pasien.
Standar PMKP membantu profesional pemberi asuhan (PPA) untuk memahami bagaimana
melakukan perbaikan dalam memberikan asuhan pasien yang aman dan menurunkan risiko. Staf
non klinis juga dapat melakukan perbaikan agar proses menjadi lebih efektif dan efisien dalam
penggunaan sumber daya dan risiko dapat dikurangi. Standar PMKP ditujukan pada semua
kegiatan di rumah sakit secara menyeluruh dalam spektrum yang luas berupa kerangka kerja
untuk perbaikan kinerja dan menurunkan risiko akibat variasi dalam proses pelayanan. Kerangka
kerja dalam standar PMKP ini juga dapat terintegrasi dengan kejadian yang tidak dapat dicegah
(program manajemen risiko) dan pemanfaatan sumber daya (pengelolaan utilisasi). Rumah sakit
yang menerapkan kerangka kerja ini diharapkan akan:
a. Mengembangkan dukungan pimpinan yang lebih besar untuk program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien secara menyeluruh di rumah sakit;
b. Melatih semua staf tentang peningkatan mutu dan keselamatan pasien rumah sakit;
c. Menetapkan prioritas pengukuran data dan prioritas perbaikan;
d. Membuat keputusan berdasarkan pengukuran data; dan
e. Melakukan perbaikan berdasarkan perbandingan dengan rumah sakit setara atau data
berbasis bukti lainnya, baik nasional dan internasional.
Fokus standar peningkatan mutu dan keselamatan pasien adalah:
a. Pengelolaan kegiatan peningkatan mutu, keselamatan pasien dan manajemen risiko.
b. Pemilihan dan pengumpulan data indikator mutu.
c. Analisis dan validasi data indikator mutu.
d. Pencapaian dan upaya mempertahankan perbaikan mutu.
e. Sistem pelaporan dan pembelajaran keselamatan pasien rumah sakit (SP2KP-RS)
f. Penerapan manajemen risiko.
MENGUKUR MATURITAS BUDAYA PATIENT SAFETY

Maturitas budaya patient safety dalam organisasi diklasifikasikan oleh Ashcroft et.al.
(2005) menjadi lima tingkat maturitas: patologis, reaktif, kalkulatif, proaktif dan generatif. Di
tingkat patologis, organisasi melihat keselamatan pasien sebagai masalah, akibatnya
informasi-iinformasi terkait patient safety akan ditekan dan lebih berfokus pada
menyalahkan individu demi menunjukkan kekuasaan pihak tertentu. Di tingkat reaktif,
organisasi sudah menyadari bahwa keselamatan pasien adalah hal penting, tetapi hanya
berespon ketika terjadi insiden yang signifikan. Di tingkat kalkulatif, organisasi cenderung
berpaku pada aturah-aturan dan jabatan dan kewenangan dalam organisasi. Setelah insiden
terjadi, informasi tidak diteruskan atau bahkan diabaikan, kesalahan segera dibenarkan
atau dijelaskan penyebabnya, tanpa analisis yang lebih mendalam lagi. Organisasi yang
proaktif berfokus pada upaya-upaya untuk mengantisipasi masalah-masalah patient safety
dengan melibatkan banyak stakeholders terkait patient safety. Sementara organisasi yang
generatif secara aktif mencari informasi untuk mengetahui apakah tindakan-tindakan yang
dilakukan dalam organisasi ini sudah aman atan belum.
ASESMEN BUDAYA PASIEN SAFETY
Saat ini, budaya patient safety biasanya dinilai dengan self-completion questionnaires.
Biasanya dilakukan dengan cara mengirimkan kuesioner kepada semua staff, untuk kemudian
dihitung nilai rata-rata respon terhadap masing- masing item atau faktor.
Langkah pertama dalam proses pengembangan budaya patient safety adalah dengan
menilai budaya yang ada. Tidak banyak alat yang tersedia untuk menilai budaya patient
safety, salah satunya adalah ‘Manchester Patient Safety Framework’ Biasanya ada jenis
pernyataan yang digunakan untuk menilai dimensi budaya patient safety, pertama adalah
pernyataan-pernyataan untuk mengukur nilai, pemahaman dan sikap dan kedua adalah
pernyataan-pernyataan untuk mengukur aktifitas atau perilaku yang bertujuan untuk
pengembangan budaya patient safety, seperti kepemimpinan, kebijakan dan prosedur
Pertanyaan kunci untuk penilaian budaya patient safety
- Apakah patient safety menjadi prioritas utama dari organisasi
pelayanan kesehatan, termasuk pemimpinnya?
- Apakah patient safety dipandang sebagai sesuatu yang positive dan
mendapatkan fokus perhatian pada semua aktivitas?
- Apakah ada sistem „blame free‟ untuk mengidentifikasi ancaman-
ancaman pada patient safety, berbagi informasi dan belajar dari pengalaman?
- Apakah ada penilaian resiko pada semua aktivitas yang terjadi di dalam
organisasi pelayanan kesehatan?
- Apakah ada lingkungan kerjasama yang baik sehingga semua anggota

tim bisa berbagi informasi mengenai patient safety?


- Apakah pasien dan keluarga pasien terlibat dalam proses
pengembangan patient safety?
Survey Budaya Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Hospital Survey on Patient Safety
Culture), dikeluarkan oleh AHRQ (American Hoaspital Research and Quality) pada bulan
November, 2004, didesain untuk mengukur opini staf rumah sakit mengenai isue
keselamatan pasien, medical errors, dan pelaporan insiden. Survey ini terdiri atas 42 item
yang mengukur 12 dimensi keselamatan pasien.

Tabel 1-1. Dimensi Budaya Keselamatan Pasien dan Definisi


Dimensi Budaya Definisi
Keselamatan Pasien

1. Komunikasi terbuka Staf bebas berbicara ketika mereka melihat


sesuatu yang berdampak negatif bagi pasien dan
bebas menanyakan masalah tersebut kepada atasan
2. Komunikasi dan Staf diberi informasi mengenai insiden yang terjadi,
Umpan Balik mengenai diberi umpan balik mengenai implementasi
insiden perbaikan, dan mendiskusikan cara untuk mencegah
kesalahan
3. Frekuensi pelaporan Kesalahan dengan tipe berikut ini
insiden dilaporkan: (1)kesalahan diketahui dan dikoreksi
sebelum mempengaruhi pasien (2)kesalahan tanpa
potensi cedera pada pasien (3)kesalahan yang dapat
mencederai pasien tetapi tidak terjadi

4. Handoffs dan Transisi Informasi mengenai pasien yang penting dapat


dikomunikasikan dengan baik antar unit dan antar
shift.

5. Dukungan Managemen rumah sakit mewujudkan iklim bekerja


managemen untuk yang mengutamakan keselamatan pasien dan
keselamatan pasien menunjukkan bahwa keselamatan pasien merupakan
priotitas utama

6. Respon Staf merasa kesalahan dan pelaporan insiden tidak


nonpunitif (tidak dipergunakan untuk menyalahkan mereka dan tidak
menghukum) dimasukkan kedalam penilaian personal

8. Pembelajaran organisasi Kesalahan dipergunakan untuk perubahan


kearah positif dan perubahan dievaluasi
8. Persepsi keselamatan Prosedur dan sistem sudah baik dalam
pasien secara keseluruhan mencegah kesalahan dan hanya ada sedikit
masalah keselamatan pasien
9. Staffing Jumlah staf cukup untuk menyelesaikan
beban kerja dan jumlah jam kerja sesuai untuk
memberikan pelayanan yang terbaik untuk
keselamatan pasien
10. Ekspektasi dan Atasan mempertimbangkan masukan staf untuk
Upaya Atasan dalam meningkatkan keselamatan pasien, memberikan
meningkatkan pujian bagi staf yang melaksanakan prosedur
keselamatan pasien keselamatan pasien, dan tidak terlalu membesar-
besarkan masalah keselamatan pasien

11. Kerja sama tim antar Unit kerja di rumah sakit bekerja sama dan
unit berkoordinasi antara satu unit dengan unit yang lain
untuk memberikan pelayanan yang terbaik untuk
pasien

12. Kerja sama Staf saling mendukung satu sama lain, saling
dalam tim unit kerja menghormati, dan bekerja sama sebagai tim

Survey ini juga mengandung dua pertanyaan kepada responden mengenai tingkat budaya
keselamatan di unit kerja masing-masing dan banyaknya jumlah insiden yang telah mereka
laporkan selama satu tahun terakhir. Sebagai tambahan, responden juga ditanyai mengenai
latar belakang responden (unit kerja, jabatan staf, apakah mereka berinteraksi langsung
dengan pasien atau tidak.
PENGEMBANGAN BUDAYA PASIEN SAFETY
Salah satu tantangan dalam pengembangan patient safety adalah bagaimana mengubah
budaya yang ada menuju budaya patient safety. Langkah penting pertama adalah dengan
menempatkan patient safety sebagai salah satu prioritas utama dalam organisasi pelayanan
kesehatan, yang didukung oleh eksekutif, tim klinik, dan staf di semua level organisasi dengan
pertanggungjawaban yang jelas.
Perubahan budaya sangat terkait dengan pendapat dan perasaan individu- individu
dalam organisasi. Kesempatan untuk mengutarakan opini secara terbuka, dan keterbukaan
ini harus
diakomodasi oleh sistem sehingga memungkinkan semua individu untuk melaporkan dan
mendiskusikan terjadinya adverse events. Budaya tidak saling menyalahkan memungkin
individu untuk melaporkan dan mendiskusikan adverse events tanpa khawatir akan
dihukum. Aspek lain yang penting adalah memastikan bahwa masing-masing individu
bertanggung jawab secara personal dan kolektif terhadap patient safety dan bahwa
keselamatan adalah kepentingan semua pihak
Pengembangan Budaya safety pasien :
- Mendeklarasikan patient safety sebagai salah satu prioritas
- Menetapkan tanggung jawab eksekutif dalam program patient safety
- Memperbaharui ilmu dan keahlian medis
- Membudayakan sistem pelaporan tanpa menyalahkan pihak-pihak terkait
- Membangun akuntabilitas
- Reformasi pendidikan dan membangun organisasi pembelajaran
- Mempercepat perubahan untuk perbaikan
4. Insiden Keselamatan Pasien (IKP)
Banyak metode yang digunakan untuk mengidentifikasi risiko, salah satu caranya
adalah dengan mengembangkan sistem pelaporan dan sistem analisis. Dapat dipastikan
bahwa sistem pelaporan akan mengajak semua orang dalam organisasi untuk peduli akan
bahaya atau potensi bahaya yang dapat terjadi kepada pasien. Pelaporan juga penting
digunakan untuk memonitor upaya pencegahan terjadinya kesalahan (error) sehingga
diharapkan dapat mendorong dilakukannya investigasi selanjutnya.
1. Mengapa pelaporan insiden penting? Karena pelaporan akan menjadi awal proses
pembelajaran untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali.
2. Bagaimana memulainya ? Dibuat suatu sistem pelaporan insiden di rumah sakit meliputi
kebijakan, alur pelaporan, formulir pelaporan dan prosedur pelaporan yang harus
disosialisasikan pada seluruh karyawan.
3. Apa yang harus dilaporkan ? Insiden yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah terjadi,
potensial terjadi ataupun yang nyaris terjadi.
4. Siapa yang membuat Laporan Insiden (Incident Report) ? Siapa saja atau semua staf RS
yang pertama menemukan kejadian/insiden. Siapa saja atau semua staf yang terlibat dalam
kejadian/insiden
5. Bagaimana cara membuat Laporan Insiden? Karyawan diberikan pelatihan mengenai
sistem pelaporan insiden mulai dari maksud, tujuan dan manfaat laporan, alur pelaporan,
bagaimana cara mengisi formulir laporan insiden, kapan harus melaporkan, pengertian-
pengertian yang digunakan dalam sistem pelaporan dan cara menganalisa laporan.
Masalah yang sering menghambat dalam Laporan Insiden adalah laporan
dipersepsikan sebagai pekerjaan perawat. Laporan sering disembunyikan / underreport,
karena takut disalahkan. Laporan sering terlambat. Bentuk laporan miskin data karena
adanya budaya menyalahkan (blame culture). Oleh karena itu, apabila terjadi Insiden
Keselamatan Pasien (IKP) tapi tidak membuat laporan IKP maka Tim KPRS berhak membuat
rekomendasi untuk memberikan Surat Peringatan kepada yang bersangkutan sebagai upaya
disiplin dalam pelaporan IKP.
Alur Pelaporan Insiden Kepada Tim Keselamatan Pasien di RS (Internal)
1. Apabila terjadi suatu insiden (KNC/KTD/KTC/KPC) di rumah sakit, wajib segera
ditindaklanjuti (dicegah / ditangani) untuk mengurangi dampak / akibat yang tidak
diharapkan.
2. Setelah ditindaklanjuti, segera membuat laporan insidennya dengan mengisi Formulir
Laporan Insiden pada akhir jam kerja/shift kepada Atasan langsung. (Paling lambat 2 x 24
jam ), diharapkan jangan menunda laporan.
3. Setelah selesai mengisi laporan, segera menyerahkan kepada atasan langsung pelapor.
(Atasan langsung disepakati sesuai keputusan Manajemen : Supervisor/Kepala Bagian/
Instalasi/ Departemen / Unit).
4. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading risiko terhadap insiden
yang dilaporkan.
5. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisa yang akan dilakukan
sebagai berikut
Grade biru : Investigasi sederhana oleh atasan langsung, Waktu maksimal 1 minggu.
Grade hijau : Investigasi sederhana oleh atasan langsung, waktu maksimal 2 minggu.
Grade kuning : Investigasi komprehensif/analisis akar masalah/RCA oleh Tim KP di RS.
Waktu maksimal 45 hari.
Grade merah : Investigasi komprehensif/analisis akar masalah / RCA oleh Tim KP di RS.
Waktu maksimal 45 hari.
6. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil investigasi dan laporan
insiden dilaporkan ke Tim KP di RS .
7. Tim KP di RS akan menganalisa kembali hasil investigasi dan laporan insiden untuk
menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan (RCA) dengan melakukan
Regrading.
8. Untuk grade Kuning / Merah, Tim KP di RS akan melakukan analisis akar masalah / Root
Cause Analysis (RCA)
9. Setelah melakukan RCA, Tim KP di RS akan membuat laporan dan Rekomendasi untuk
perbaikan serta "Pembelajaran" berupa Petunjuk / "Safety alert" untuk mencegah kejadian
yang sama terulang kembali.
10. Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada direksi
11. Rekomendasi untuk "Perbaikan dan Pembelajaran" diberin umpan balik kepada unit kerja
terkait serta sosialisasi kepada seluruh unit di Rumah Sakit
12. Unit Kerja membuat analisa kejadian di satuan kerjanya masing - masing
13. Monitoring dan Evaluasi Perbaikan oleh Tim KP di RS.
Alur Pelaporan Insiden Ke KKPRS - Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Eksternal)
Laporan hasil investigasi sederhana / analisis akar masalah / RCA yang terjadi pada
pasien dan telah mendapatkan rekomendasi dan solusi oleh Tim KP di RS (internal) /
Pimpinan RS dikirimkan ke KKPRS dengan melakukan entry data (e-reporting) melalui
website resmi KKPRS

Analisis Matriks Grading Risiko


Penilaian matriks risiko adalah suatu metode analisa kualitatif untuk menentukan derajat
risiko suatu insiden berdasarkan dampak dan probabilitasnya.
a. Dampak (Consequences)
Penilaian dampak / akibat suatu insiden adalah seberapa berat akibat yang dialami pasien mulai
dari tidak ada cedera sampai meninggal

b. Probabilitas / Frekuensi / /Likelihood


Penilaian tingkat probabilitas / frekuensi risiko adalah seberapa seringnya insiden tersebut terjadi
a. SKOR RISIKO
SKOR RISIKO = Dampak x Probabilitas
Cara menghitung skor risiko :
Untuk menentukan skor risiko digunakan matriks grading risiko. Tahap yang harus dilakukan
adalah sebagai berikut :
1. Tetapkan frekuensi pada kolom kiri
2. Tetapkan dampak pada baris ke arah kanan,
3. Tetapkan warna bandsnya, berdasarkan pertemuan antara
frekuensi dan dampak.

b. BANDS RISIKO
Bands risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam empat warna yaitu : Biru, Hijau,
Kuning dan Merah. Warna "bands" akan menentukan investigasi yang akan dilakukan
Bands BIRU dan HIJAU : Investigasi sederhana
Bands KUNING dan MERAH : Investigasi Komprehensif / RCA
Warna Bands : hasil pertemuan antara nilai dampak yang diurut kebawah dan nilai probabilitas
yang diurut ke samping kanan
Contoh : Pasien jatuh dari tempat tidur dan meninggal, kejadian seperti ini di RS X terjadi pada 2
tahun yang lalu
Nilai dampak : 5 (katastropik ) karena pasien meninggal
Nilai probabilitas : 3 (mungkin terjadi) karena pernah terjadi 2 thn lalu
Skoring risiko : 5 x 3 = 15
Warna Bands : Merah (ekstrim)
Tindakan : tindakan segera, perhatian sampai ke Direktur

Petunjuk Pengisian Laporan Insiden Keselamatan Pasien (Ikp) (Internal Dan Eksternal)
Formulir Laporan Insiden terdiri dari dua macam :
a. Formulir Laporan Internal Insiden Keselamatan pasien : adalah Formulir Laporan yang dilaporkan
ke Tim KP di RS dalam waktu maksimal 2 x 24 jam / akhir jam kerja / shift. Laporan berisi : data
pasien, rincian kejadian, tindakan yang dilakukan saat terjadi
insiden, akibat insiden, pelapor dan penilaian grading.
b. Formulir Laporan Eksternal insiden Keselamatan Pasien : adalah Formulir Laporan yang
dilaporkan ke KKPRS setelah dilakukan analisis dan investigasi.
Petunjuk Pengisian Formulir Laporan IKP Internal dan Eksternal
4.1 DATA PASIEN
Data Pasien : Nama, No Medical Record dan No Ruangan, hanya diisi di Formulir
Laporan Internal :
Nama Pasien : (bisa diisi initial mis : Tn AR, atau NY SY) No MR : (jelas)
Ruangan : diisi nama ruangan dan nomor kamar misal: Ruangan Melati kamar 301
Data Pasien : Umur, Jenis Kelamin, Penanggung biaya, Tgl masuk RS dan jam diisi di
Formulir Laporan Internal dan Eksternal (lihat = Lampiran Formulir Laporan
IKP)
Umur : bulan dan tahun (jelas)
Kelompok Umur : Pilih salah satu (jelas)
Jenis Kelamin : Pilih salah satu (jelas)
Penanggung biaya pasien : Pilih salah satu (jelas)
Tanggal masuk RS dan jam : (jelas)

4.2 RINCIAN KEJADIAN


1. Tanggal dan waktu insiden : Diisi tanggal dan waktu saat insiden (KTD / KNC / KTC / KPC)
terjadi. Buat prosedur pelaporan agar tanggal dan waktu insiden tidak lupa insiden harus
dilaporkan paling lambat 2 x 24 jam atau pada akhir jam kerja/ shift.
2. Insiden : Diisi insiden misal pasien jatuh , salah identifikasi pasien , salah pemberian
obat, salah dosis obat, salah bagian yang dioperasi, dll.
1. Grading Risiko : : hijau /biru/kuning/merah
2. Kronologis insiden
Diisi ringkasan insiden mulai saat sebelum kejadian sampai terjadinya insiden.
Kronologis harus sesuai kejadian yang sebenarnya, bukan pendapat / asumsi pelapor.
3. Jenis insiden. Pilih salah satu Insiden Keselamatan Pasien (IKP) : KTD / KNC / KTC / KPC. Untuk
laporan eksternal, KPC tidak perlu dilaporkan
4. Orang pertama yang melaporkan Insiden. Pilih salah satu pelapor yang paling pertama
melaporkan terjadinya insiden Misal : petugas / keluarga pasien dll
5. Insiden menyangkut pasien : Pilih salah satu : Pasien rawat inap / Pasien
rawat jalan / Pasien UGD
6. Tempat / Lokasi : Tempat pasien berada, misal ruang rawat inap, ruang rawat jalan, UGD
7. Insiden sesuai kasus penyakit / spesialisasi : Pasien dirawat oleh Spesialisasi ? (Pilih salah satu).
Bila kasus penyakit / spesialisasi lebih dari satu, pilih salah satu yang menyebabkan insiden.
Misal : Pasien dengan gastritis kronis dirawat oleh Dokter Spesialis Penyakit Dalam,
dikonsulkan ke Dokter Spesialis Bedah dengan suspect Appendicitis. Saat appendectomy
terjadi insiden, tertinggal kassa, maka penanggung jawab kasus adalah : Dokter Spesialis
Bedah. Bila dirawat oleh dokter umum : isi Lain-lain : umum
8. Unit / Departemen yang menyebabkan insiden : adalah unit / Departemen yang menjadi
penyebab terjadinya insiden Misalnya :
a. Pasien DHF ke UGD, diperiksa laboratorium, ternyata hasilnya salah interpretasi.
Insiden : salah hasil lab. pada pasien DHF
Jenis Insiden : KNC (tidak terjadi cedera)
Tempat / Lokasi : UGD
Spesialisasi : Kasus Penyakit Dalam
Unit penyebab : Laboratorium
9. Akibat insiden : Pilih salah satu : (lihat tabel matriks grading risiko)
Kematian : jelas
Cedera irreversible / cedera berat : kehilangan fungsi motorik, sensorik atau
psikologis secara permanen misal lumpuh, cacat.
Cedera reversible / cedera sedang : kehilangan fungsi motorik, sensorik atau
psikologis tidak permanen misal luka robek
Cedera ringan : cedera / luka yang dapat diatasi dengan pertolongan pertama tanpa harus
di rawat misal luka lecet. Tidak ada cedera, tidak ada luka.
10. Tindakan yang dilakukan segera setelah insiden : Ceritakan penanganan / tindakan yang saat
itu dilakukan agar insiden yang sama tidak terulang lagi.
11. Tindakan dilakukan oleh : Pilihlah salah satu : Bila dilakukan Tim : sebutkan timnya terdiri dari
siapa saja misal ; dokter, perawat. Bila dilakukan petugas lain : sebutkan misal : analis,
asisten apoteker, radiografer, bidan.
12. Apakah Insiden yang sama pernah terjadi di unit kerja lain? Jika Ya, lanjutkan dengan mengisi
pertanyaan di bawahnya yaitu : Waktu kejadian : isi dalam bulan / tahun. Tindakan yang
telah dilakukan pada unit kerja tersebut untuk mencegah terulangnya kejadian yang sama.
Jelaskan.
4.3. TIPE INSIDEN
Untuk mengisi tipe insiden, harus melakukan analisis dan investigasi terlebih dahulu.
Insiden terdiri dari : tipe insiden dan subtipe insiden yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Contoh :
Insiden : Pasien jatuh dari tempat tidur
Tipe Insiden : Jatuh
Subtipe insiden : Tipe jatuh : slip / terpeleset,
Keterlibatan saat jatuh : toilet
Insiden : Tertukar hasil pemeriksaan laboratorium
Tipe Insiden : Laboratorium
Subtipe insiden : Hasil
Analisa Penyebab Insiden dan Rekomendasi
Penyebab insiden dapat diketahui setelah melakukan investigasi dan analisa baik investigasi
sederhana (simple investigation) maupun investigasi komprehensif (root cause analyisis). Penyebab
insiden terbagi dua yaitu :
1. Penyebab langsung (immediate / direct cause) Penyebab yang langsung berhubungan dengan
insiden / dampak terhadap pasien
2. Akar masalah (root cause). Penyebab yang melatarbelakangi penyebab langsung (underlying
cause)
Faktor Kontributor, Komponen & Subkomponen
Faktor kontributor adalah faktor yang melatarbelakangi terjadinya insiden. Penyebab insiden
dapat digolongkan berdasarkan penggolongan faktor kontributor seperti terlihat pada tabel. Faktor
kontributor dapat dipilih lebih dari satu.
Contoh : Pasien mengalami luka bakar saat dilakukan fisioterapi. Petugas fisioterapi adalah petugas
yang baru bekerja tiga bulan di RS X. Hasil investigasi ditemukan :
1. Penyebab langsung (Direct / Proximate/ Immediate Cause)
Peralatan / sarana / prasarana : intensitas berlebihan pada alat tranducer
Petugas : fisioterapis kurang memahami prosedur penggunaan alat
2. Akar penyebab masalah (underlying root cause)
Peralatan/sarana/prasarana : Manajemen pemeliharaan / maintenance alat tidak ada
Manajemen (Diklat) : tidak pernah diberikan training dan orientasi
3. Rekomendasi / Solusi Bisa dibagi atas :
Jangka pendek
Jangka menengah
Jangka panjang

Sistem pelaporan dan pembelajaran keselamatan pasien di rumah sakit (SP2KP-RS). tersebut
meliputi definisi kejadian sentinel, kejadian yang tidak diharapkan (KTD), kejadian tidak cedera
(KTC), dan kejadian nyaris cedera (KNC atau near-miss) dan Kondisi potensial cedera signifikan
(KPCS), mekanisme pelaporan insiden keselamatan pasien baik internal maupun eksternal, grading
matriks risiko serta investigasi dan analisis insiden berdasarkan hasil grading tersebut. Rumah sakit
berpartisipasi untuk melaporkan insiden keselamatan pasien yang telah dilakukan investigasi dan
analisis serta dilakukan pembelajaran ke KNKP sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Insiden keselamatan pasien merupakan suatu kejadian yang tidak disengaja ketika
memberikan asuhan kepada pasien (care management problem (CMP) atau kondisi yang berhubungan
dengan lingkungan di rumah sakit termasuk infrastruktur, sarana prasarana (service delivery problem
(SDP), yang dapat berpotensi atau telah menyebabkan bahaya bagi pasien. Kejadian keselamatan
pasien dapat namun tidak selalu merupakan hasil dari kecacatan pada sistem atau rancangan proses,
kerusakan sistem, kegagalan alat, atau kesalahan manusia.
Insiden Keselamatan Pasien (IKP) adalah setiap kejadian atau situasi yang dapat
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan harm/cedera yang tidak seharusnya terjadi.
Insiden keselamatan pasien meliputi :
a. Kejadian tidak diharapkan (KTD) adalah insiden keselamatan pasien yang
menyebabkan cedera pada pasien.
b. Kejadian tidak cedera (KTC) adalah insiden keselamatan pasien yang sudah terpapar
pada pasien namun tidak menyebabkan cedera.
c. Kejadian nyaris cedera (near-miss atau hampir cedera) atau KNC adanya insiden
keselamatan pasien yang belum terpapar pada pasien.
d. Suatu kondisi potensial cedera signifikan (KPCS) adalah suatu kondisi (selain dari
proses penyakit atau kondisi pasien itu sendiri) yang berpotensi menyebabkan
kejadian sentinel
e. Kejadian Sentinel adalah suatu kejadian yang tidak berhubungan dengan perjalanan
penyakit pasien atau penyakit yang mendasarinya yang terjadi pada pasien. Kejadian
sentinel merupakan salah satu jenis insiden keselamatan pasien yang harus
dilaporkan yang menyebabkan terjadinya hal-hal berikut ini:
a) Kematian.
b) Cedera permanen = Cedera permanen adalah dampak yang dialami pasien yang
bersifat ireversibel akibat insiden yang dialaminya misalnya kecacadan, kelumpuhan,
kebutaan, tuli, dan lain-lainnya.
c) Cedera berat yang bersifat sementara/reversible = Cedera berat yang bersifat
sementara adalah cedera yang bersifat kritis dan dapat mengancam nyawa yang
berlangsung dalam suatu kurun waktu tanpa terjadi cedera permanen/gejala sisa,
namun kondisi tersebut mengharuskan pemindahan pasien ke tingkat perawatan
yang lebih tinggi /pengawasan pasien untuk jangka waktu yang lama, pemindahan
pasien ke tingkat perawatan yang lebih tinggi karena adanya kondisi yang
mengancam nyawa, atau penambahan operasi besar, tindakan, atau tata laksana
untuk menanggulangi kondisi tersebut.
Kejadian juga dapat digolongkan sebagai kejadian sentinel jika terjadi salah satu dari
berikut ini:
a) Bunuh diri oleh pasien yang sedang dirawat, ditatalaksana, menerima pelayanan
di unit yang selalu memiliki staf sepanjang hari atau dalam waktu 72 jam setelah
pemulangan pasien, termasuk dari Unit Gawat Darurat (UGD) rumah sakit;
b) Kematian bayi cukup bulan yang tidak diantisipasi;
c) Bayi dipulangkan kepada orang tua yang salah;
d) Penculikan pasien yang sedang menerima perawatan, tata laksana, dan pelayanan;
e) Kaburnya pasien (atau pulang tanpa izin) dari unit perawatan yang selalu dijaga
oleh staf sepanjang hari (termasuk UGD), yang menyebabkan kematian, cedera
permanen, atau cedera sementara derajat berat bagi pasien tersebut;
f) Reaksi transfusi hemolitik yang melibatkan pemberian darah atau produk darah
dengan inkompatibilitas golongan darah mayor (ABO, Rh, kelompok darah lainnya);
g) Pemerkosaan, kekerasan (yang menyebabkan kematian, cedera permanen, atau
cedera sementara derajat berat) atau pembunuhan pasien yang sedang menerima
perawatan, tata laksana, dan layanan ketika berada dalam lingkungan rumah sakit;
h) Pemerkosaan, kekerasan (yang menyebabkan kematian, cedera permanen, atau
cedera sementara derajat berat) atau pembunuhan anggota staf, praktisi mandiri
berizin, pengunjung, atau vendor ketika berada dalam lingkungan rumah sakit
i) Tindakan invasif, termasuk operasi yang dilakukan pada pasien yang salah, pada
sisi yang salah, atau menggunakan prosedur yang salah (secara tidak sengaja);
j) Tertinggalnya benda asing dalam tubuh pasien secara tidak sengaja setelah suatu
tindakan invasif, termasuk operasi;
k) Hiperbilirubinemia neonatal berat (bilirubin >30 mg/dL);
l) Fluoroskopi berkepanjangan dengan dosis kumulatif >1.500 rad pada satu medan
tunggal atau pemberian radioterapi ke area tubuh yang salah atau pemberian
radioterapi >25% melebihi dosis radioterapi yang direncanakan;
m) Kebakaran, lidah api, atau asap, uap panas, atau pijaran yang tidak diantisipasi
selama satu episode perawatan pasien;
n) Semua kematian ibu intrapartum (terkait dengan proses persalinan); atau
o) Morbiditas ibu derajat berat (terutama tidak berhubungan dengan perjalanan
alamiah penyakit pasien atau kondisi lain yang mendasari) terjadi pada pasien dan
menyebabkan cedera permanen atau cedera sementara derajat berat.

Definisi kejadian sentinel meliputi poin a) hingga o) di atas dan dapat meliputi
kejadian-kejadian lainnya seperti yang disyaratkan dalam peraturan atau dianggap
sesuai oleh rumah sakit untuk ditambahkan ke dalam daftar kejadian sentinel.
Komite/ Tim Penyelenggara Mutu segera membentuk tim investigator segera setelah
menerima laporan kejadian sentinel. Semua kejadian yang memenuhi definisi
tersebut dianalisis akar masalahnya secara komprehensif (RCA) dengan waktu tidak
melebihi 45 (empat
puluh lima) hari. Tidak semua kesalahan menyebabkan kejadian sentinel, dan tidak
semua kejadian sentinel terjadi akibat adanya suatu kesalahan. Mengidentifikasi
suatu insiden sebagai kejadian sentinel tidak mengindikasikan adanya tanggungan
hukum.
Pimpinan rumah sakit melakukan tindakan perbaikan korektif dan memantau
efektivitasnya untuk mencegah atau mengurangi berulangnya kejadian sentinel
tersebut. Pimpinan rumah sakit menetapkan proses untuk menganalisis KTD, KNC,
KTC, KPCS dengan melakukan investigasi sederhana dengan kurun waktu yaitu
grading biru tidak melebihi 7 (tujuh) hari, grading hijau tidak melebihi 14 (empat
belas) hari. Pimpinan rumah sakit melakukan tindakan perbaikan korektif dan
memantau efektivitasnya untuk mencegah atau mengurangi berulangnya KTD, KNC,
KTC, KPCS tersebut.

Data laporan insiden keselamatan pasien selalu dianalisis setiap 3 (tiga) bulan
untuk memantau ketika muncul tren atau variasi yang tidak diinginkan. Komite
Mutu melakukan analisis dan memantau insiden keselamatan pasien yang
dilaporkan setiap triwulan untuk mendeteksi pola, tren serta mungkin variasi
berdasarkan frekuensi pelayanan dan/atau risiko terhadap pasien.

Root Cause Analysis (RCA)


RCA adalah metode evaluasi terstruktur untuk identifikasi akar masalah dari kejadian yang
tidak diharapkan dan tindakan adekuat untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali.
Metode ini digunakan secara retrospektif untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan
KTD. Komite/ Tim Penyelenggara Mutu membentuk tim investigator sesegera mungkin untuk
melakukan investigasi komprehensif/analisis akar masalah (root cause analysis) pada semua kejadian
sentinel dalam kurun waktu tidak melebihi 45 (empat puluh lima) hari.
RCA adalah suatu mentode analisis terstruktru yang mengidentifikasi akar masalah dari suatu
insiden, dan proses ini cukup adekuat uantuk mencegah terulangknya insiden yang sama. RCA
berusaha menemukan jawaban atas pertanyana-pertanyaa berikut :
1. Apa yang telah terjadi?
2. Apa yang seharusnya terjadi ?
3. Bagaimana terjadi dan apa yang dilakukan untuk mencegah kejadian yang sama terulang?

RCA wajib dilakukan pada :

- Semua kematian yang tidak diharapkan


- Semua insiden yang diduga mengakibatkan cedera permanaen, kehilangan fungsi atau
kehilangan bagian tubuh
Laporan insiden dan hasil Investigasi baik investigasi komprehensif (RCA) maupun
investigasi sederhana (simple RCA) harus dilakukan untuk setidaknya hal-hal berikut ini:
a) Semua reaksi transfusi yang sudah dikonfirmasi
b) Semua kejadian serius akibat reaksi obat (adverse drug reaction) yang serius sesuai yang
ditetapkan oleh rumah sakit
c) Semua kesalahan pengobatan (medication error) yang signifikan sesuai yang ditetapkan oleh
rumah sakit
d) Semua perbedaan besar antara diagnosis pra- dan diagnosis pascaoperasi; misalnya
diagnosis praoperasi adalah obstruksi saluran pencernaan dan diagnosis pascaoperasi adalah
ruptur aneurisme aorta abdominalis (AAA)
e) Kejadian tidak diharapkan atau pola kejadian tidak diharapkan selama sedasi prosedural
tanpa memandang cara pemberian
f) Kejadian tidak diharapkan atau pola kejadian tidak diharapkan selama anestesi tanpa
memandang cara pemberian
g) Kejadian tidak diharapkan yang berkaitan dengan identifikasi pasien
h) Kejadian-kejadian lain, misalnya infeksi yang berkaitan dengan perawatan kesehatan atau
wabah penyakit menular
Analisis data mendalam dilakukan ketika terjadi tingkat, pola atau tren yang tak diharapkan
yang digunakan untuk meningkatkan mutu dan keselamatan pasien. Data luaran (outcome)
dilaporkan kepada direktur dan representatif pemilik/ dewan pengawas sebagai bagian dari
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
Dalam menentukan penyebab insiden, harus dibedakan antara penyebab langsung dan akar
masalah. Penyebab langsung (immediate cause/proximate cause) adalah suatu kejadian (termasuk setiap
kondisi) yang terjadi sesaat sebelum insiden, secara langsung menyebabkan suatu insiden terjadi,
dan jika dieliminsasi atau diodifikasi dapat mencegah terjadinya insiden.

Akar masalah (underlying cause/root cause) adalah satu dari banyak faktor (kejadian, kondisi)
yang mengkontribusi atau menciptakan proximate cause, dan jika dieliminasi atau dimodifikasi
dapat mencegah terjadinya insiden. Biasanya suatu insiden memiliki lebih dari satu akar masalah.

Cara mengidentifikasi akar masalah adalah :

1. Dimulai dengan mengumpulkan data penyebab langsung.


2. Mengapa penyebab langsung terjadi? Sistem dan proses mana yang mendasari terjadinya
penyebab langsung.
3. Lebih menitikberatkan pada sistem daripada human errors
4. Tim sering kali menemui masalah pada tahap ini, sering berhenti pada penyebab langsung dan
tidak terus mencari akar masalahnya
5. Penyelidikan harus terus berlanjut sampai masalah yang ditemukan tidak dapat ditelusur lagi,
inilah yang dimaksud dengan akar masalah.

Langkah-langkah RCA :
1. Identifikasi insiden yang akan diinvestigasi
2. Tentukan Tim Investigator
3. Kumpulkan data (Observasi, dokumentasi, interview)
a. Observasi : kunjungan langsung untuk mengetahui keadaan, posisi,
hal-hal yang berhubungan dengan insiden

b. Dokumentasi : untuk mengetahui apa yang terjadi sesuai data, observasi


dan iInspeksi
c. Interview : untuk mengetahui kejadian secara langsung guna
pengecekan data hasil observasi dan dokumentasi

4. Pencetakan kronologi kejadian


Sangat membantu bila kronologi insiden dipetakan dalam sebuah bagan. Ada berbagai macam
cara kronologi kejadian, sebagai berikut :

a. Kronologi cerita/narasi
Suatu penulisan cerita apa yang terjadi berdasarkan tanggal dan waktu, dibuat berdasarkan
kumpulan data saat investigasi

Kronologi cerita digunakan jika :

1. Kejadian sederana dan tidak kompleks, dimana masalah, praktek dan faktor
kontribusinya sederhana.
2. Dapat digunakan untuk mengetahui gambaran umum suatu kejadian yang lebih
kompleks.
3. Dapat digunakan sebagai bagian integral dari suatu laporan sebaagai ringkasan dimana
hal tersebut mudah dibaca.
Nilai positif dari kronologi cerita adalah format ini baik untuk presentasi informasi.
Nilai negatifnya antara lain :
1. Sulit untuk menentukan titik cerita dengan cepat.
2. Sulit untuk mengerti jalan cerita dengan cepat bila melibatkan banyak pihak.
b. Timeline
Metode untuk menelusuri rantai insiden secara kronologis. Memungkinkan
investigator untuk menemukan bagian dalam proses dimana masalah terjadi.

c. Tabular timeline
Merupakan pengembangan timeline yang berisi tiga data dasar : tanggal, waktu,
cerita kejadian asal, dan dilengkapi 3 data lain yaitu : informasi tambahan, praktek yang
baik (good practice), dan masalah/ CMP (care management problem).

Tabular timeline dapat digunakan pada setiap insiden, berguna pada kejadian yang
berlangsung lama.

d. Time person grids


Alat pemetaan tabular yang dapat membantu pencatatan pergerakan orang (staf,
dokter, pengunjung, pasien, dan lain-lain) sebelum, selama, dan sesudah kejadian.
Time person grids digunakan ketika :
- Jika dalam suatu insiden terdapat keterlibatan banyak orang dan investigator ingin
memastikan keberadaan mereka dalam insiden
- Berguna pada keadaan jangka pendek

Dapat dipetakan ke dalam garis waktu sehingga dapat dipakai untuk mengetahui
kerangka waktu spesifik yang lebih detil.

Langkah-langkah time person grids sebagai berikut :

a. Buatlah tabel yang terdiri dari beberapa baris dan kolom


b. Dari tabel tersebut, kolom sebelah kiri berisi daftar staf yang terlibat
c. Kolom berikutnya berisi perjalanan waktu (jam, menit) pada baris atasnya
d. Kemudian pada baris di bawah waktu berisi keterangan tempat atau kegiatan staf yang
terlibat
Nilai positif dari kronologi time person grids adalah :
- Dapat digunakan pada waktu yang pendek
- Dapat mengidentifikasi keberadaan seseorang dan adanya celah informasi
- Pemetaan dapat dalam bentuk garis waktu yang efektif
Nilai negatifnya antara lain :
- Hanya dapat digunakan dalam waktu yang pendek
- Orang tidak dapat mengingat waktu dimana ia berada
- Terfokus pada individu

5. Identifikasi masalah (care management problem/CMP)


Masalah yang terjadi dalam pelayanan, baik itu melakukan tindakan atau tidak
melakukan tindakan yang seharusnya. Suatu insiden bisa terdiri dari beberapa CMP.

Prinsip dasar CMP :

- Pelayanan yang menyimpang dari standar pelayanan yang ditetapkan.


- Penyimpangan memberikan dampak langsung atau tidak langsung pada adverse event.

6. Analisis informasi
Tools untuk identifikasi proximate dan underlying cause
a. 5 why (why-why chart)
Secara konstan bertanya ‘mengapa’, melalui lapisan penyebab sehingga mengarah
pada akar permasalahan dari problem yang teridentifikasi.

b. Analisis perubahan /Case Analysis


Digunakan untuk menganalisis proses yang tidak bekerja sesuai rencana (apa dan
mengapa berubah). Cara ini digunakan jika :
- Suatu sistem/tugas yang awalnya berjalan efektif kemudian kegagalan/terdapat
sesuatu yang menyebabkan perubahan situasi
- Mencurigai suatu perubahan yang menyebabkan ketidaksesuaian tindakan atau
kerusakan alat.
Analisis perubahan membandingkan reality dengan idealnya/teori dengan
prakteknya. Langkah-langkahnya :

1. Pelajari prosedur normal : apa yang seharusnya dilakukkan.


2. Petakan alur insiden yang terjadi, bandingkan dengan langkah 1.
3. Bandingkan dua proses apakah ada perbedaan, apa sebagai masalah? Catat pada
kolom yang telah disediakan.
4. Catat akar masalah untuk perbaikan yang akan dimasukkan dalam rekomendasi.
c. Analisis hambatan /Barrier Analysis
Analisa hambatan didesain untuk mengidentifikasi :
1. Penghalang mana yang seharusya berfungsi untuk mencegah terjadinya insiden
2. Mengapa penghalang gagal?
3. Penghalang apa yang dadpat digunakan insiden terulang kembali?
Ada 4 tipe penghalang, yaitu :
1. Penghalang fisik
2. Penghalang natural
3. Penghalang tindakan manusia
4. Penghalang administrasi
Saat suatu insiden terjadi, biasanya sudah ada 3 atau lebih penghalang yang
berhasil ditembus. Hal ini sesuai dengan teori swiss cheese. (Lihat gambar 2)

d. Fish Bone
Tiap masalah dapat berkaitan dengan beberapa faktor yang dapat memberikan
dampak pada timbulnya insiden.

7. Rekomendasi dan rencana kerja untuk improvement


Hasil RCA dilaporkan kepada unit terkait dan Komite PMKP dan dilakukan
monitoring keefektifan dari tindak lanjut yang sudah dilakukan. Bila tindak lanjut sudah
efektif dan berkaitan dengan prosedur maka dilanjutkan dengan pembuatan prosedur baru,
bila belum eefektif maka dilakukan analisa ulang terhadap insiden yang terjadi.

Manajemen resiko adalah dalam hubungannya dengan operasional rumah sakit,


istilah majaemen resiko dikaitkan kepada aktivitas perlindungan diri yang berarti mecegah
ancaman yang nayat atua berpotensi nyat tehdap kerugian keuaangann akibat kecelakaan,
cedera atau malpraktik medis.

Failure Mode Effect Analysis (FMEA)


- Metode perbaikan kinerja dengan mengidentifikasi dan mencegah potensi kegagalan
sebelum terjadi. Hal tersebut didesai untuk meningkatkan keselamatan pasien.
- Proses pro aktif dimana kesalahan dapat dicegah dan diprediksi
- Mengantisipasi kesalahan akan menimbulkan dampak buruk
Langkah-langkah FMEA

a. Tentukan topik proses FMEA


b. Bentuk tim
c. Gambarkan alur proses
d. Analisa Hazard score
e. Tatalaksana dan Pengukuran outcome
f. Standarisasi/redesign proses/design control
g. Analisa dan melakkukan uji coba pada proses yang baru
h. Implementasi dan monitor proses yang baru
Pendekatan Pemecahan Masalah
Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus yang berkesinambungan.
Langkah pertama dalam proses ini adalah identifikasi masalah. Identifikasi masalah merupakan
bagian yang sangat penting dari seluruh proses siklus, karena akan menentukan kegiatan-kegiatan
selanjutnya dari pendekatan pemecahan masalah ini.
Masalah akan timbul apabila :
a. Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada terdapat penyimpangan
b. Merasa tidak puas dengan penyimpangan tersebut
c. Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut
Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan tindakan perbaikan.
Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah diadakan tindakan perbaikan perlu dinilai
kembali apakan masih ada yang tertinggal. Dari penilaian kembali maka akan didapatkan masalah
yang telah terpecahkan dan masalah yang masih tetap merupakan masalah sehingga proses siklus
akan berulang mulai tahap pertama

C. SUBKOMITE MANAJEMEN RISIKO


Manajemen resiko merupakan disiplin ilmu yang luas. Makin besar risiko
suatu pekerjaan maka makin besar perhatiannya pada aspek manajemen risiko.
Pelayanan kesehatan yang dilakukan di rumah sakit sebagai suatu institusi dimana
aktivitasnya penuh dengan berbagai risiko keselamatan juga sudah selayaknya
menerapkan manajemen risiko. Risiko timbul dikarenakan adanya ketidakpastian.
Ketidakpastian dapat diklasifikasikan menjadi ketidakpastian ekonomi,
ketidakpastian alam, dan ketidakpastian kemanusiaan. Sedangkan kategori risiko di
rumah sakit antara lain : patient care related risk, medical staff related risk, employee related
risk, property related risk, risiko keuangan dan resiko resiko lainnya.
Komite Mutu memandu penerapan program manajemen risiko di rumah
sakit. Komite membuat daftar risiko tingkat rumah sakit berdasarkan daftar risiko
yang dibuat tiap unit setiap tahun. Berdasarkan daftar risiko tersebut ditentukan
prioritas risiko yang dimasukkan dalam profil risiko rumah sakit. Profil risiko
tersebut akan menjadi bahan dalam penyusunan Program manajemen risiko rumah
sakit dan menjadi prioritas untuk dilakukan penanganan dan pemantauannya.
Direktur rumah sakit juga berperan dalam memilih selera risiko yaitu tingkat risiko
yang bersedia diambil rumah sakit dalam upayanya mewujudkan tujuan dan sasaran
yang dikehendakinya. Ada beberapa metode untuk melakukan analisis risiko. secara
proaktif yaitu failure mode effect analysis (analisis modus kegagalan dan dampaknya
/FMEA/ AMKD), analisis kerentanan terhadap bahaya/hazard vulnerability
analysis (HVA) dan infection control risk assessment (pengkajian risiko pengendalian
infeksi/ICRA). Rumah sakit mengintegrasikan hasil analisis metode-metode tersebut
dalam program manajemen risiko rumah sakit. Pimpinan rumah sakit akan
mendesain ulang proses berisiko tinggi yang telah di analisis secara proaktif dengan
melakukan tindakan untuk mengurangi risiko dalam proses tersebut. Proses analisis
risiko proaktif ini dilaksanakan minimal sekali dalam setahun dan didokumentasikan
pelaksanaannya.
a) Komite Mutu memandu penerapan program manajemen risiko yang di
tetapkan oleh Direktur
b) Komite Mutu telah membuat daftar risiko rumah sakit berdasarkan daftar
risiko unit-unit di rumah sakit
c) Komite Mutu telah membuat profil risiko dan rencana penanganan
d) Komite Mutu telah membuat pemantauan terhadap rencana penanganan
dan melaporkan kepada direktur dan representatif pemilik/dewan pengawas
setiap 6 (enam) bulan
e) Komite Mutu telah menyusun Program manajemen risiko tingkat rumah
sakit untuk ditetapkan Direktur
f) Komite Mutu telah memandu pemilihan minimal satu analisis secara
proaktif proses berisiko tinggi yang diprioritaskan untuk dilakukan analisis
FMEA setiap tahun. Fungsi pokok manajemen resiko bagi rumah sakit adalah
agar rumah sakit :

1. Berupaya untuk menemukan atau mengidentifikasi seluruh risiko yang


dihadapi yang meliputi :
a. Kerusakan fisik dari aset
b. Kehilangan pendapatan akibat terganggunya operasional pelayanan
c. Kerugian akibat tuntutan hukum dari pihak lain
d. Kerugian yang timbul karena tindakan oleh pihak lain atau karyawan
sendiri
e. Kerugian akibat meninggal dunia, sakit hingga menjadi cacat.
2. Melakukan evaluasi dan penilaian terhadap semua kerugian yang dihadapi
rumah sakit. Evaluasi yang dilakukan :
a. Melakukan perkiraan besarnya kemungkinan frekuensi terjadinya
kerugian
b. Perkiraan terhadap kegawatan dari tiap tiap kerugian
c. Memilih cara/teknik yang tepat untuk menanggulangi kerugian
d. Inspeksi fisik di tempat kerja
e. Mengadakan angket pada semua unit di rumah sakit
f. Menganalisa semua variabel yang tercakup dalam peta aliran proses
pelayanan
3. Melakukan evaluasi dan penilaian terhadapsemua
kerugian yang dihadapi perusahaan. Evaluasi yang dilakukan :
a. Melakukan perkiraan besarnya kemungkinan frekuensi terjadinya
kerugian.
b. Perkiraan terhadap kegawatan dari tiap tiap kerugian
c. Memilih teknik/cara yang tepat untuk menanggulangi kerugian

Proses manajemen resiko berawal di masing masing unit melalui identifikasi secara
rinci tiap jenis risiko di masing masing unit melalui identifikasi secara rinci tiap jenis risiko
yang melekat pada produk, transaksi maupun proses pada unit yang bersangkutan.

Menurut ISO 31000:2009 mensyaratkan bahwa penerapan manajemen risiko yang efektif
harus patuh pada 11 prinsip, sebagai berikut :

1. Pengelolaan risiko menciptakan dan melindungi nilai yang dinyatakan dalam


obyektiforganisasi
2. Pengelolaan risiko merupakan bagian yang terintegrasi dengan keseluruhan proses
dalam organisasi dan menjadi bagian dari tanggung jawab manajemen
3. Pengelolaan risiko merupakan bagian dari proses pengambilan keputusan melalui
peranannya dalam memberikan opsi kepada pengambil keputusan
4. Pengelolaan risiko secara eksplisit seharusnya memperhitungkan ketidakpastian dan
sadar harus berusaha mengurangi ketidakpastian dalam setiap aktivitasnya dalam
memastikan pencapaian objektif organisasi
5. Pengelolaan risiko seharusnya dibangun melalui pendekatan yang sistematis
terstruktur dan tepat waktu agar dapat berkontribusi secara efisien dan secara
konsisten menghasilkan keluaran yang dapat diperbandingkan dan diandalkan.
6. Pengelolaan risiko membutuhkan ketersediaan informasi informasi yang memadai
seperti data historis, pengalaman perusahaan, umpan balik dari pemangku
kepentingan, observasi dan penilaian ahli sehingga para pengambil keputusan dapat
meyakini bahwa keputusan telah memperhitungkan semua informasi yang
tersedia pada waktu keputusan tersebut dibuat.
7. Pengelolaan risiko membutuhkan kustomisasi sesuai dengan konteks baik internal
maupun eksternal dan profil risiko inheren organisasi organisasi tersebut.
8. Pengelolaan risiko seharusnya memperhitungkan faktor manusia dan budaya yang
merupakan bentuk kapabilitas dari suatu organisasi dalam mencapai objektifnya
9. Pengelolaan risiko seharusnya transparan dan inklusif melibatkan semua pemangku
kepentingan dalam menentukan kriteria resiko.
10. Pengelolaan risiko seharusnya dinamis, berulang, dan respons terhadap perubahan
kejadian baik internal maupun eksternal
11. Pengelolaan risiko seharusnya dapat memfasilitasi pengembangan berkelanjutan dari
sebuah organisasi diukur dari tingkat maturitasnya.

Sistem pengelolaan menuntut adanya sistem pengendalian internal yang mampu


memberikan peringatan dini terhadap tingkat risiko yang tidak bisa ditolerir tiap aspek bisnis
rumah sakit dan selanjutnya memformulasi langkah langkah untuk mitigasi risiko risiko
tersebut.

Langkah langkah proses pengelolaan risiko adalah sebagai berikut :

a. Mengidentifikasi menentukan keinginan obyektif (tujuan) yang ingin dicapai dengan


melakukan pengelolaan risiko
b. Mengidentifikasi kemungkinan terjadinya kerugian atau mengindentifikasi risiko
risiko yang dihadapi
c. Mengevaluasi dan mengukur besarnya kerugian potensial Yang dievaluasi dan diukur
adalah :
a. Besarnya kesempatan/kemungkinan yang akan terjadi selama satu periode
b. Besarnya akibat dari kerugian tersebut terhadap kondisi keuangan perusahaan
c. Kemampuan meramalkan besarnya kerugian yang jelas akan timbul
d. Mencari cara yang paling baik, tepat dan ekonomis untuk menyelesaikan
masalah yang timbul dengan cara :
• Menghindari kemungkinan terjadinya kerugian
• Mengurangi kesempatan terjadinya kerugian
• Memindahkan kerugian potensial kepada pihak lain
• Menerima dan memikul kerugian yang timbul
• Mengkoordinir dan melaksanakan mengimplementasikan keputusan yang telah
diambil untuk menanggulangi risiko
• Mengadministrasi, memonitor dan mengevaluasi strategi yang telah
diambil dalam menanggulangi risiko

1. Identifikasi Resiko
Hal pertama yang perlu dilakukan untuk mengelola risiko adalah mengidentifikasinya.
Identifikasi resiko terbagi menjadi dua, yaitu identifikasi resiko proaktif dan
identifikasi resiko reaktif.
• Identifikasi resiko proaktif adalah kegiatan identifikasi yang dilakukan
dengancara proaktif mencari risiko yang berpotensi menghalangi rumah sakit
mencapai tujuannga. Disebut mencari karena risikonya belum muncul dan
bermanifestasi secara nyata. Metode yang digunakan berupa occurence
screening/medical record review, survey/self assesment, audit, inspeksi,
brainstorming, pendapat ahli, belajar dari pengalaman rumah sakit lain,
FMEA, analisa SWOT, dan lain lain.
Langkah-langkah dalam identifikasi resiko proaktif adalah sebagai berikut :
a. Understand risk. Establish Management Program : program manajemen
resiko terintegrasi dengan program peningkatan Mutu dan keselamatan
pasien
b. Identify High Risk Processes. Get Input from Stake holder : sumberinformasi
dapat berasal dari komplain pasien, laporan insiden, laporan
medication error, monitoring adverse event, assesmen lingkungan
c. Conduct a risk assesment
d. Conduct proactive risk analysis
e. Develop mitigating strategies
f. Develop contingency plans
g. Implement strategies and plans
h. Reasses risk

Proses Manajemen risiko reaktif dengan FMEA digambarkan sebagai berikut :


Proses lama
yang risiko dampak
tinggi Modus RPN redesain
Alur proses
Desain kegagalan
penyebab

Identifikasi resiko reaktif adalah kegiatan identifikasi yang dilakukan setelah risiko muncul
dan bermanifestasi sebagai insiden/gangguan. Metode yang dipakai adalah pelaporan
insiden,case report, complaint, claim data, clinical care review, audit medis. Akan lebih baik
bila memaksimalkan identifikasi risiko proaktif karena belum muncul kerugian bagi
organisasi.

Rencana strategis

Reaktif dan Proaktif

Risk Grading, RCA, FMEA

CBA

Kontrol,transfer
Identifikasi resiko merupakan proses dimana rumah sakit secara sistematis dan terus
menerus mengidentifikasi apa yang bisa terjadi, mengapa terjadi, dan bagaiman hal tersebut
bisa terjadi sebelum terjadi kerugian. Bagi rumah sakit cara paling mudah adalah dengan
lewattiap unit. Setiap unit diminta untuk mengidentidikasi risikonya masing masing. Setelah
terkumpu, seluruh data identifikasi dikumpulkan menjadi satu dan menjadi identifikasi
risiko rumah sakit.

Metode pengidentifikasi risiko antara lain :

1. Menggunakan daftar pertanyaan untuk menganalisa resiko


2. Menggunakan laporan keuangan
3. Membuat flow chart alur pelayanan mulai dari pendaftaran sampai pasien pulang
untuk mengetahui risiko-risiko yg dihadapi pada tiap tahapan tersebut.
4. Inspeksi langsung di tempat
5. Mengadakan interaksi dengan bagian/unit/satuan kerja lainnya di rumah sakit.
6. Mengadakan mengadakan interaksi dengan pihak luar
7. Melakukan analisa dengan kontrak yang dibuat dengan pihak lain
8. Membuat dan menganalisa catatan/statistik mengenai macam macam kerugian
9. Mengadakan analisa lingkunganInstrumen Manajemen Risiko
a. Laporan insiden kejadian (KTD, KNC, Kejadian Sentinel, dll)
b. Review Rekam Medis (Penyaringan Kejadian untuk memeriksa penyimpangan
pada praktik dan prosedur)
c. Pengaduan pelanggan dan ligitasi
d. Survey, dll.

Rumah sakit melakukan identifikasi dan klarifikasi kategori risiko, meliputi risiko
operasional, risiko SDM, risiko hukum dan regulasi, risiko strategi, risiko teknologi dan
risiko reputasi.

1. Risiko Operasional
a. Melakukan kajian berkala terhadap pedoman, praktek klinis, SOP, pelayanan
rumah sakit serta mengidentifikasi risiko yang mungkin timbul.
b. Melakukan penilaian atas risiko medis berdasarkan sistem manajemen risiko
yang ditetapkan rumah sakit.
c. Menetapkan kebijakan dan prosedur pengelolaan risiko medis
d. Mengefektifkan peran pengendalian intern yang independen melalui
peningkatan Mutu dan keselamatan pasien yang ada di setiap unit.
e. Melakukan penilaian tingkat kepatuhan terhadap peraturan rumah sakit dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
f. Menetapkan kebijakan dan prosedur risiko kepatuhan sebagai pedoman kerja
dalam manajemen risiko medis
2. Risiko Keuangan
a. Melakukan kajian berkala terhadap SOP di keuangan serta mengidentifikasi
risiko yang mungkin timbul
b. Melakukan penilaian atas risiko keuangan berdasarkan sistem manajemen
risiko yang ditetapkan rumah sakit
c. Menetapkan kebijakan dan prosedur pengelolaan risiko keuangan
d. Mengefektifkan peran pengendalian intern
e. Melakukan penilaian tingkat kepatuhan peraturan rumah sakit dan peraturan
perundang undangan yang berlaku
f. Menetapkan kebijakan dan prosedur risiko kepatuhan sebagai pedoman kerja
dalam manajemen risiko keuangan.
3. Risiko SDM
a. Melakukan kajian berkala tentang SOP SDM rumah sakit serta
mengidentifikasi risiko yang mungkin timbul
b. Melakukan penilaian atas risiko SDM berdasarkan sistem manajemen resiko
yang ditetapkan rumah sakit.
c. Menetapkan kebijakan dan prosedur pengelolaan risiko SDM
d. Mengefektifkan peran pengedalian intern
e. Melakukan penilaian tingkat kepatuhan terhadap peraturan rumah sakit dan
peraturan perundanga-undangan yang berlaku
f. Menetapkan kebijakan dan prosedur risiko kepatuhan sebagai pedoman kerja
dalam manajemen risiko keuangan.
4. Risiko Hukum dan Regulasi
a. Melakukan kajian berkala terhadap dokumen hukum, perjanjian dan
kontrakdengan pihak ketiga serta mengevaluasi kelemahan perjanjian yang
dapat
menimbulkan risiko hukum bagi rumah sakit
b. Melakukan penilaian atas risiko hukum bagi rumah sakit yang tercermin dari
besarnya gugatan perkara yang ditujukan kepada rumah sakit
c. Menetapkan kebijakan dan prosedur pengelolaan risiko hukum
5. Risiko Strategis
a. Melakukan pengukuran risiko strategis yang didefinisikan sebagai kegagalan
rumah sakit mencapai target akibat keputusan bisnis yang diambil.
b. Pembentukan tim hukum yang bertanggung jawab atas penunjukan pihal
ketiga
c. Menetapkan kebijakan dan prosedur pengelolaan risiko strategis.
6. Risiko Teknologi
a. Melakukan kajian berkala terhadap pemanfaatan teknologi di rumah sakit
b. Melakukan penilaian atas risiko teknologi berdasarkan sistem manajemen
risiko yang ditetapkan rumah sakit
c. Menetapkan kebijakan dan prosedur pengelolaan risiko teknologi
d. Mengefektifkan peran pengendalian intern
7. Risiko Reputasi
a. Menetapkan parameter risiko reputasi dan mitigasi dalam pengelolaan risiko
reputasi
b. Menetapkan kebijakan dan prosedur komunikasi untuk
memastikan penyampaian pesan yang konsisten dan liputan media serta
komunikasi massa yang positif
c. Memeliharan hubungan baik dengan berbagai media massa yang ada
d. Melaksanakan evaluasi berkala atas risiko reputasi yang dihadapi rumah sakit
sesuai laporan monitoring yang dihasilkan oleh tim Manajemen Risiko
e. Memantau penyelesaian komplain pasien/pengunjung

2. Assesmen Risiko

Metodologi assesmen manajemen risiko berbasis bahwa asesor akan melakukan penilaian
terhadap kerangka kerja implementasi pengelolaan risiko seperti yang telah dibedah di atas
dengan unsur unsur penilaian antara lain tanggung jawab, akuntabilitas, strategi dan praktik
manajemen risiko. Sistem manajemen risiko yang baik seharusnya dapat memberikan
keyakinan bahwa dengan penerapak manajemen resiko, organisasi dapat mengurangi
ketidak pastian yang membayangi dalam setiap pengambilan keputusan namun tetap dapat
berinovasisesuai dengan kapabilitas yang dimiliki.

Assesment risiko dapat dilakukan berdasarkan kategori risiko di rumah sakit. Topik
assesmenrisiko antara lain sebagai berikut :

a. Risiko Operasional
b. Risiko Keuangan
c. Risiko SDM
d. Risiko Hukum dan Regulasi
e. Risiko Strategi
a. Strategic Plan and Mission
b. Bussiness ventures : merger, joint ventures
c. Competition status
d. Advertising Liability
e. Contraction/ renovation
f. New project and services topics :
• Identification of insurence needs
• Staff requirements
• Contract needs
• Competitive impact
g. Reputational risks :
• Patient and community relations
• Media relations
• Marketing and sales
f. Risiko Teknologi
a. Information Systems
b. Telemedicine
c. Equipment
d. New Technologies
e. Inventory Control
g. Risiko Reputasi

Alat yang digunakan untuk melakukan penilaian risiko adalah :

a) Risk grading matrix : sering digunakan untuk memetakan risiko pada probabilitas dan
dampak. Sebaiknya digunakan bagian manajemen dan klinisi untuk menilai insiden
atau risiko. Kelebihan alat ini adalah mudah digunakan dan dimengerti, mempunyai
deskripsi detik dan definisi, menerangkan bagaimana risiko dapat dimitigasi pada
tingkat yang bisa ditolerir.
b) Root cause analysis
c) Failure mode and effect analysis

3. Penanganan Risiko
Penanganan risiko adalah proses untuk memodifikasi risiko. Bentuk bentuk
penanganan risiko diantaranya :
a) Menghindari risiko dengan meMutus untuk tidak memulai atau melanjutkan
aktivitas yang menimbulkan risiko
b) Mengambil atau meningkatkan risiko untuk mendapat peluang
c) Menghilangkan sumber risiko
d) Mengubah konsekuensi
e) Berbagi risiko dengan pihak lain
f) Mempertahankan risiko dengan informasi pilihan.

4. Analisa Risiko
Setelah diidentifikasi, dilakukan analisa risiko. Skor resiko adalah frekuensi
dikalikan dampak. Penilaian tingkat frekuensi/ probability/ likelihood adalah
seberapaseringnya insiden tersebut terjadi. Penilaian dampak adalah seberapa
berat akibat yang dialami pasien mulai dari tidak ada cedera hingga meninggal.
Analisa peluang dan dampak ini paling mudah jika dilakukan dengan kuantitatif.
Peringkat dilakukan untuk mendapat prioritas penanganan. Semakin tinggiangka,
makin tinggi peringkat dan prioritasnya.

Penilaian peluang & konsekuensi resiko

Definisi
Kejadian Peluan Konsekuensi Nilairesiko
g
Terusmenerus =10 Sangatsering =1.00 Fatal = E = 20
Berkala =6 Sering =0.60 Besar = 10 20 > 11 = 20
Teratur =3 Sedang = 0.30 Sedang = 5 10>M>3
Tidakteratur =2 Jarang = 0.30 Rendah = 2 L<3
Jarang =1 Sangatjarang = 0.00 Tidaksignifikan = 1
Penilaian resiko
Nilairesiko Tingk
Identifikasi Kejadia Peluan konsekuen
=ExLxK at
bahaya n g si
Resik
(E) (L) (K)
o

Beberapa tools yang digunakan untuk analisa dalam proses manajemen risiko
antara lain : RCA, FMEA, Hazard Vulnerability Assesment (HVA), Infection Control
Risk Assesment (ICRA).

RISK MAPPING

IMPACT VS PROBABILITY

High
Medium High Risk
Risk

Mitigate & Control


Share
Low Risk Medium
Risk

Low
PROBABILITY High

SKOR DAMPAK

1 2 3 4 5

INSIGNIF CATASTROPHI
MINOR MODERATE MAJOR
ICANT C
CIDER Tidakadaci Dapatdiatasi - -cederaluas Kematian
A dera d berkurangnyafun -
PASIEN enganpertolo g simotorik / kehuilanganfin
nganpertama sensori gsiutama
-setiapkasus permanent
yang
memperpanjang
perawatan
PELAYA Terhentile Terhentilebih Terhentilebihda Terhentilebihda Terhentiperman
NAN/ bihdari 1 dari 8 jam ri 1 hari ri 1 minggu en
OPERAS jam
IONAL
BIAYA / Kerugiank Kerugianlebi Kerugianlebihd Kerugianlebihd Kerugianlebih
KEUAN ecil hdari 0,1 % ari 0,25% ari 0,5% dari1%
GAN anggaran anggaran anggaran
PUBLIK Rumor -media lokal -media lokal Media Media
ASI - -waktu lama nasionalkurang nasionallebihda
waktusingkat d r
ari 3 hari i 3 hari
REPUT Rumor Dampakkecil Dampakbermak Dampakseriust Menjadimasala
ASI thdmorildan nathdmorilkary h hberatbagipr
k a dmorilkaryawa
epercayaan wandankeperca n
m y dankepercayaa
asyarakat aanmasyarakat n
Masyarakat

2. Evaluasi Risiko
Evaluasi risiko adalah proses membandingkan antara hasil analisa risiko
dengan kriteria risiko untuk menentukan apakah risiko atau besarnya dapat diterima
atau ditoleransi. Sedangkan kriteria risiko adalah kerangka acuan untuk mendasari
pentingnya risiko dievaluasi. Ulasan evaluasi risiko di rumah sakit meliputi risk
ranking, prioritize the risk, cost benefit analysis dan determine the risk to be accepted
or not.

Contoh Risk Ranking

Tingkat resiko

KONSEKUENSI
PELUANG Tidaksigni Rendah Sedang Besar (4) Fatal (5)
fikan (1) (2) (3)
Sangatsering A1 =H A2 =H A3 =E A4 =E A5 =E
(A)
Sering B1 =M B2 =H B3 =H B4 =E B5 =E
(B)
Sedang C1 =L C2 =M C3 =H C4 =E C5 =E
(C)
Jarang D1 =L D2 =L D3 =M D4 =H D5 =E
(D)
Sangatjarang E1 =L E2 =L E3 =M E4 =H E5 =H
(E)

E = Extrim, H = Resiko tinggi, M = Resiko sedang, L = Resiko rendah

Progra Situation Probab Risk (Loss Current Total Ranking


System
m ility of Life,
Compo Occure Prol
nent nce ong
Hospital,
Minimal
clinical
Financial
Failure Failure of
o Hand
f Hygiene
Prevention Lack of
Activities Immuniz
ation
Lack of
Educatio
n Lack of
Patient
Education
Isolati Failure
on of
Activi Universa
ties l
Precauti
on
Failure
of
Respirat
ory
Failure
of
Negative
pressure
room
Lack of PPE

Probability: Dampak terhadap risiko : Preparedness:

4=sering terjadi 5=meninggal 5=kuat/solid

3=mungkin terjadi 4=cedera permanen 4=baik/good

2=jarang terjadi 3=cedera 3=cukup/fair

1=sangat jarang reversibel/loss2=cedera 2=kurang

0=tidak mungkin terjadi ringan 1=tidak cedera 1=tidak

ada/none

Dalam evaluasi ini menggambarkan pencapaian rumah sakit seperti


risikooperasional, risiko medis, risiko keuangan, risiko SDM, risiko hukum,
risiko strategi
dan teknologi serta reputasi.
Hasil evaluasi disampaikan pada tim manajemen resiko yang kemudian
menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen risiko serta memverifikasi
keseluruhan proses melalui serangkaian pengujian dan pengukuran. Laporan risiko
dibahas bersama unit pemilik resiko yang bersangkutan. Penetapan kebijakan
manajemen resiko dilakukan melalui persetujuan direksi dan secara periodik
disampaikan laporan tersebut ke manajemen termasuk dewan pengawas serta
pihak eksternal lainnya. Rumah sakit juga melalukan penilaian risiko di seluruh
tingkatorganisasi produk dan aktivitas baru.
5. Pengawasan (Monitor) dan Tinjauan (Review)
Hal ini merupakan hal yang umum dilakukan oleh organisasi manapun.
Menggunakanalat bantu berupa risk register yaitu rekapitulasi risiko tahunan. Risk
resiko berisi risiko yang teridentifikasi dalam 1 tahun, informasi insiden keselamatan
pasien, klaim
mitigasi dan komplain, investigasi eksternal dan internal, dan eksternal
assesment.Risk register merupakan :
• Pusat dari proses manajemen risiko organisasi
• Alat manajemen yang memungkinkan suatu organisasi memahami profil
resiko secara menyeluruh
• Catatan jenis resiko yang mengancam keberhasilan organisasi mencapai
tujuannya
• Dokumen hidup dinamis yang dikumpulkan melalui proses penilaian
dan evaluasi resiko organisasi.
Risk register dapat dibagi dua :
• Risk register korporat : untuk risiko ekstrim (15-25)
• Risk register divisi : resiko dengan peringkat lebih rendah atau risiko yang
diturunkan dari korporat karena peringkatnya sudah turun
Untuk mengurangi beban administrasi makan risiko rendah tidak perlu dimasukan
dalam daftar. Risk register bersifat sangat dinamis karena dapat terjadi perubahan
karena risiko baruyang teridentifikasi, tindakan pengendalian risiko berubah karena
terbukti tidak cukupefektif, peringkat risiko berubah karena dampak dan peluangnya
berubah, dan ada risiko yang dihilangkan dari daftar risiko korporat karena
peringkatnya sudah lebih dari 15.
6. Pencegahan Risiko
Untuk mencegah terjadinya risiko yang tidak diharapkan maka profesional
harus berpikir cermat dan hati hati sebelum melakukan tindakan medik serta
bertindak cermat dan hati hati serta bertindak cepat apabila risiko medik tersebut telah
terjadi. Agar tercipta kondisi sehat, rumah sakit perlu menyusun SOP sebagai
kerangka acuan dan kebijakan untuk mendukung pengambilan keputusan dalam
pengelolaan risiko. Komunikasi dilakukan secara langsung maupun tidak langsung
termasuk sosialisasi mengenai pengelolaan risiko, partisipasi karyawan dalam
pelatihan dan pengembangan pengelolaan risik dan pembahasan mengenai
manajemen risiko.

Teknik atau kontrol dalam manajemen resiko mengutamakan kontrol risiko


proaktif, berupa exposure avoidance, loss prevention, loss reduction, segregation (separation or
duplication), contractual transfer for risk control. Teknik atau terapi dalam resiko keuangan
antara lain adalah risk retention dan risk transfer. Hasil evaluasi risiko dipakai untuk
mengukur dan menggolongkan derajat risiko yang
dikelolka. Alternatif yang dapat dipilih berdasarkan pengelolaan risiko:
a. Dihindari /avoid : tidak melaksanakan kegiatan yang menimbulkan risiko
b. Direduksi/ reduction : mengurangi atau mengendalikan dampak yang mungkin
terjadi
c. Dipindahkan/transfer : mengatur agar pihak lain ikut menanggung atau
berbagi sebagian risiko melalui kontraak kerjasama, joint venture
d. Diterima/accept : beberapa risiko sangat ringan sehingga diterima ataudikelola
sendiri
Rumah sakit harus mempunyai berbagai aturan dalam melindungi pasien,
melindungi tenaga kesehatan, melindungi masyarakat dari dampak lingkungan rumah sakit
mengendalikan fungsi rumah sakit kearah yang benar, meningkatkan Mutu rumah sakit,
menselaraskan layanan di rumah sakit dengan program pemerintah dalam bidang kesehatan
dan lain lain. Manajemen resiko medik merupakan suatu perencanaan pengorganisasi
pengkoordinasian dan pengontrolan sumber daya, sistim, fasilitas, untuk mencapai
pelayanan medis yang baik dan diberikan secara efektif, efisien, memperhatikan
kemungkinan timbulnya risiko dan melakukan tindakan segera apabila risiko itu terjadi
dengan melakukan penerapan standar operasional prosedur, program peningkatan Mutu
rumah sakit, menetapkanstrategi pencegahan, menerapkan peraturan internal rumah sakit
dan persetujuan tindakan medik.

Risiko medik tidak dapat dihindari namun dapat diminimalisasi. Dengan melakukan
manajemen resiko medik akan memicu para dokter untuk dapat bekerja sesuai dengan SPO
dan peraturan yang berlaku yang pada akhirnya akan semakin baik, pasien merasa aman,
nyaman dan tidak ada keraguan terhadap pelayanan di rumah sakit serta akan mengunjungi
rumah sakit apabila membutuhkan pengobatan.Rumah sakit akan menjadi tempat yang
aman,nyaman untuk pasien dan kepuasan pasien akan dapat dicapai. Sehingga jelas bahwa
dengan melakukan manajemen resiko medik maka perlindungan hukum pasien akan
terpenuhi
BAB VI
LOGISTIK

Penyediaan logistik sesuai dengan jenis barang yang dibutuhkan, yaitu sebagai berikut
:

1. Barang/bahan rutin adalah barang yang sering dibeli, harganya tidak


mahal dan keputusan membeli tidak memerlukan banyak pertimbangan
atau berdasarkan kebiasaan saja.
2. Barang bahan pokok adalah barang yang sering dibeli rutin tanpa banyak
pertimbangan yang umumnya merupakan barang kebutuhan sehari hari
seperti obat, bahan makanan, ATK, material pemeliharaan, bahan baku
linen.
3. Barang non rutin adalah barang yang dilakukan pembelian berdasarkan
kebutuhan situasional di unit pelayanan
4. Barang darurat dan mendesak adalah barang yang dibeli ketika masa masa
kritis atau darurat seperti tambal ban, ambulan, mobil Derek,pemadam
kebakaran
5. Barang inventaris sarana prasarana, barang yang untuk meMutuskan
membelinya butuh pertimbangan seperti dengan melakukan
perbandingan dan pencarian informasi produk dari berbagai sumber.
Contoh : mobil, motor, televisi, perabot rumah tangga, komputer dan lain-
lain.
BAB VII
KESELAMATAN PASIEN ( PATIENT SAFETY )

7.1 Pengertian

Keselamatan pasien adalah Pasien bebas dari harm/ cedera yang tidak
seharusnya terjadi atau bebas dari cedera yang potensial akan terjadi (penyakit,
cedera fisik/ sosial/ psikologis/ cacat, kematian dll) terkait dengan pelayanan
kesehatan.

7.2 Tujuan

Tujuan sistem ini adalah mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh
tindakan pelayanan yang tidak seharusnya atau seharusnya dikerjakan tidak
dilaksanakan. Selain itu agar tercipta budaya keselamatan pasien

7.3 Tata Laksana Keselamatan Pasien


Dalam melaksanakan keselamatan pasien harus diterapkan 7 (Tujuh)
Standar Keselamatan Pasien
1. Hak Pasien
2. Mendidik Pasien dan Keluarga
3. Keselamatan Pasien dan Kesinambungan Pelayanan
4. Penggunaan Metode Peningkatan Kinerja Untuk Melakukan Evaluasi dan
Program Peningkatan Keselamatan pasien
5. Peran Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Keselamatan Pasien
6. Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien
7. Komunikasi Merupakan Kunci Bagi Staf Untuk Mencapai Keselamatan
Pasien
Dalam melaksanakan keselamatan pasien terdapat 7 (Tujuh) Langkah
menuju Keselamatan Pasien
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien. Menciptakan
kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil
2. Memimpin dan mendukung karyawan. Membangun komitmen dan
fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko. Mengembangkan sistem
dan proses pengelolaan risiko, serta melakukan identifikasi dan
pengkajian hal potensial bermasalah
4. Mengembangkan sistem pelaporan. Memastikan karyawan agar dengan
mudah dapat melaporkan kejadian/ insiden, serta rumah sakit
mengatur pelaporan kepada Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
Rumah Sakit
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien. Mengembangkan cara-
cara komunikasi yang terbuka dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien.
Mendorong karyawan untuk melakukan analisis akar masalah untuk
belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.
Menggunakan informasi yang ada tentang kejadian atau masalah untuk
melakukan perubahan pada sistem pelayanan
6 (Enam) Sasaran Keselamatan Pasien
1. Ketepatan identifikasi pasien
2. Peningkatan komunikasi efektif antar perawat dan tenaga kesehatan
lainnya
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (High Alert Medication)
4. Kepastian tepat lokasi,tepat prosedur, tepat pasien operasi
5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan (Hand Hygiene)
6. Pengurangan risiko pasien cedera akibat jatuh
Insiden Keselamatan Pasien (IKP) adalah setiap kejadian atau situasi yang
dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan harm/cedera yang tidak
seharusnya terjadi.
Insiden keselamatan pasien meliputi :
A. Kejadian Sentinel
Kejadian sentinel adalah kejadian yang menyebabkan kematian atau kerugian
atau kecacatan permanen yang bukan karena proses penyakit yang tidak diantisipasi
yang seharusnya dapat dicegah. Kejadian sentinel meliputi keadaan sebagai berikut :
a. Kematian tidak terduga dan tidak terkait dengan perjaalanan alamiah
penyakit pasien atau kondisi yang mendasari penyakitnya.
b. Kehilangan fungsi utama (major)secara permanen yang tidak terkait
dengan perjalanan alamiah penyakit pasien atau kondisi yang mendasari
penyakitnya.
c. Kesalahan lokasi, salah prosedur, salah pasien dalam tindakan
pembedahan
d. Kejadian penculikan bayi atau bayi yang dipulangkan bersama orang yang
bukan orang tuanya
B. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
KTD adalah kejadian yang menyebabkan cedera atau komplikasi yang tidak
diharapkan sehingga menyebabkan perawatan lebih lama, kecacatan atau kematian
yang bukan oleh proses penyakit.

Kejadian tidak diharapkan antara lain :

a. Reaksi transfusi di rumah sakit


b. Kesalahan obat yang signifikan dan efek obat yang tidak diharapkan
c. Kesalahan medis (medical error) yang menyebabkan kecacatan dan
perpanjangan hari rawat
d. Ketidak cocokan yang besar (major) antara diagnosis pre operasi dan
pasca operasi
e. Kejadian tidak diharapkan pada pemberian sedasi moderat dan anestesi
Kejadian lain misalnya wabah penyakit infeksi
C. Kejadian Nyaris Cedera (KNC)
KNC adalah terjadinya kesalahan dalam suatu kegiatan, dapat terjadi
pada input maupun proses, namun kesalahan tersebut belum sampai
terpapar atau terkena ke pasien. KNC meliputi keadaan sebagai berikut :

a. Kejadian yang berpotensi menyebabkan cedera yang berkaitan dengan


pelayanan kepada pasien tetapi dapat dihindari/dicegah dan perlu
dilaporkan kepada Komite PMKP RS.
b. Kejadian yang berpotensi menyebabkan kerugian/bahaya yang tidak
berkaitan langsung dengan pelayanan kepada pasien tetapi dapat
dihindari/dicegah dan tidak perlu dilaporkan kepada Komite PMKP RS
tetapi dapat diselesaikan oleh unit terkait antara lain :
a. Kejadian yang berkaitan dengan administrasi keuangan
b. Kejadian kehilangan barang milik pasien/keluarga pasien
c. Kejadian komplain pasien/keluarga pasien
D. Kondisi Potensial Cedera (KPC)
Kondisi potensial cedera adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cedera tapi belum terjadi insiden.
E. Kejadian Tidak Cedera
Kejadian tidak cedera adalah insiden yang sudah terpapar kepada pasien tapi
tidak menimbulkan cedera
F. Medication Error
Kesalahan Medis (medical errors) adalah kesalahan yang terjadi dalam proses
asuhan medis yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera
pada pasien. Kesalahan termasuk gagal melaksanakan sepenuhnya suatu
rencana atau menggunakan rencana yang salah untuk mencapai tujuannya.
Dapat akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (ommision).
BAB VIII
KESELAMATAN KERJA

Undang–undang nomor 36 tahun 2009 pasal 164 ayat 1 menyatakan bahwa


upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan
terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh
pekerjaan. Rumah Sakit adalah tempat kerja yang termasuk dalam kategori seperti
disebut diatas, berarti wajib menerapkan upaya kesehatan dan keselamatan kerja.
Program keselamatan dan kesehatan kerja di tim pendidikan pasien dan keluarga
bertujuan melindungi karyawan dari kemungkinan terjadinya kecelakaan didalam
dan di luar rumah sakit. Dalam Undang–Undang dasar 1945 pasal 27 ayat (2)
disebutkan bahwa “setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan “. Dalam hal ini yang dimaksud pekerjaan adalah
pekerjaan yang bersifat manusiawi, yang memungkinkan pekerja dalam kondisi
sehat dan selamat, bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja, sehingga dapat
hidup layak sesuai dengan martabat manusia.

Kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 merupakan bidang integral dari


perlindungan terhadap Rumah Sakit. Pegawai adalah bidang integral dari rumah
sakit. Jaminan kesehatan dan keselamatan kerja akan meningkatkan produktifitas
pegawai dan meningkatkan produktivitas penyakit. Undang – Undang Nomor 1
tahun 1970 tentang keselamatan kerja dimaksudkan untuk menjamin :

• Agar pegawai dan setiap orang yang berada ditempat kerja selalu
berada dalam keadaan sehat dan selamat.
• Agar faktor–faktor produksi dapat dipakai dan digunakan secara
efisien.
• Agar proses produksi dapat berjalan secara lancar tanpa hambatan.
Kesehatan kerja bertujuan pada pemeliharaan dan pencegahan serta risiko
gangguan kesehatan fisik, mental dan sosial pada semua pekerja yang disebabkan
oleh kondisi dan lingkungan kerja sehingga diharapkan produktivitas pekerja dapat
dipertahankan dan apabila si pekerja telah memasuki usia pensiun maka yang
bersangkutan dapat menikmati hari tuanya tanpa mengalami gangguan penyakit
akibat hubungan kerja. Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara
pekerja dengan pekerjaan dan lingkungankerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal
cara/metode kerja, proses kerja dan kondisi yang bertujuan untuk :

1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja


di semua lapangan kerjasetinggi-tingginya baik fisik, mental
maupunkesejahteraan sosialnya.

2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang


diakibatkan oleh keadaan/kondisi lingkungan kerjanya.
3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam
pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor
yang membahayakan kesehatan.

4. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan


yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.

Faktor-faktor yang menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja


dapat digolongkan pada tiga kelompok, yaitu :

1. Kondisi dan lingkungan kerja


Dalam kaitannya dengan kondisi dan lingkungan kerja, kecelakaan
dan penyakit akibat kerja dapat terjadi bila :

• Peralatan tidak memenuhi standart kualitas atau bila sudah aus.


• Alat–alat produksi tidak disusun secara teratur menurut tahapan proses
produksi.
• Ruang kerja terlalu sempit, ventilasi udara kurang memadai, ruangan
terlalu panas dan terlalu dingin.
• Tidak tersedia alat–alat pengaman.
• Kurang memperhatikan persyaratan penanggulangan bahaya kebakaran
dan lain – lain

2. Kesadaran dan kualitas kerja

Kesadaran dan kualitas kerja terwujud dari perilaku dan sikap para
pekerja. Apabila tidak sesuai dengan prinsip kesehatan dapat mempengaruhi
status kesehatan pekerja yang bersangkutan sehingga di dalam pelaksanaan
upaya kesehatan kerja diperlukan langkah-langkah mengubah prilaku
pekerja untuk keberhasilan program.

3. Peranan dan kualitas manajemen


Sesuai dengan UU No.14 th.1969 tentang Pokok-Pokok mengenai
Tenaga Kerja sebagai pelaksanaan dari Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 tersebut
di Pasal 9 UU No.14 th.1969 yang menyatakan ”Setiap tenaga kerja berhak
mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moril
kerja serta perlakukan sesuai dengan harkat dan martabat manusia dan
moral agama ” dan di pasal 10 menyatakan Pemerintah membina
perlindungan kerja yang mencakup norma keselamatan kerja, kesehatan
kerja, kerja, dan pemberian ganti rugi, perawatan dan rehabilitasi dalam hal
kecelakaan kerja.

Potensial Bahaya di rumah sakit terdiri atas :

1. Ancaman Bahaya Biologi


Bahaya biologi adalah penyakit atau gangguan kesehatan yang
diakibatkan oleh mikroorganisme hidup seperti bakteri, virus, riketsia,
parasit dan jamur. Yang termasuk ancaman biologi di rumah sakit, yaitu :

a. Infeksi nosokomial
b. Tuberkulosis
c. Hepatitis B
d. AIDS, dan lain-lain
2. Ancaman Bahaya Kimia
Adanya bahan-bahan kimia di rumah sakit dapat menimbulkan bahaya
bagi penderita maupun para pekerjanya. Kecelakaan akibat bahanbahan
kimia dapat menyebabkan keracunan kronik. Bahan-bahan kimia yang
mempunyai risiko mengakibatkan gangguan kesehatan antara lain adalah
gas anestetik (halotan, nitrooksida, etil eter), formaldehid, etilen oksida,
merkuri dan debu.

3. Ancaman Bahaya Fisika


Faktor fisika merupakan beban tambahan bagi pekerja di rumah sakit
yang apabila tidak dilakukan upaya-upaya penanggulangannya dapat
menyebabkan penyakit akibat kerja. Faktor fisika di rumah sakit seperti
bising, panas, getaran, radiasi, cahaya dan listrik. Contoh : pekerja yang
bekerja di ruang generator, perlu disadari dapat memberi dampak negatif
pada pendengaran dan non pendengaran.

4. Ergonomi
Ergonomi merupakan ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam
kaitan dengan pekerjaan mereka. Tujuan ergonomi adalah menyesuaikan
pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia melalui upaya penyesuaian ukuran
tempat kerja dengandimensi tubuh, pengaturan suhu, cahaya dan
kelembaban yang sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia. Untuk dapat
mengidentifikasi masalah ergonomi di rumah sakit, perlu dipelajari dasar-
dasar ergonomi antara lain : antropometri, kerja otot, kelelahan, ketrampilan,
perencanaan ruang kerja, perancangan ruang kerja, pencahayaan dan warna,
kebosanan, kejenuhan, hubungan manusia dengan mesin, kemampuan mata
dan alat pendengaran dan lain-lain. Contoh : Pekerja yang sebagian besar
waktu kerjanya dalam posisi duduk, perlu disediakan kursi yang sesuai
dengan prinsip ergonomi supaya tidak menimbulkan kelelahan otot tertentu

5. Ancaman Bahaya Psikososial


Pekerjaan dapat merupakan sumber kebahagiaan atau sumber
kesengsaraan. Faktor psikososial yang dapat menimbulkan kabahagiaan atau
kesengsaraan di rumah sakit antara lain : pekerjaan yang menghasilkan upah
yang kurang dari kebutuhan, yang tidak sesuai dengan minat, bakat dan
yang tidak sesuai dengan bekal pengetahuan akan lebih memungkinkan
terjadinya stress. Sementara suasana kekeluargaan, gotong royong, tidak
kaku, akan mendukung terjaminnya kerja yang dapat memacu hasil kerja
yang optimal.

6. Keselamatan dan Kecelakaan Kerja di Rumah Sakit


Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan alat kerja,
bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja dan lingkungannya serta
cara-cara melakukan pekerjaan. Kecelakaan adalah kejadian yang tidak
terduga dan tidak diharapkan. Di rumah sakit kecelakaan kerja dapat
disebabkan oleh pekerjaan ataupada waktu melaksanakan pekerjaan. Dalam
hal ini terdapat dua permasalahan yang penting yaitu : kecelakaan akibat
langsung dari pekerjaan atau kecelakaan pada saat pekerjaan sedang
dilakukan. Sebagai contoh kecelakaan langsung dari pekerjaan adalah
paparan sinar/energi radio aktif bagi pekerja di instalasi radiologi.
Sementara kecelakaaan pada saat pekerjaan sedang dilakukan adalah
perawat yang tertusuk jarum pada saat melakukan penyuntikan pada pasien.

Upaya Perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja petugas kesehatan:

1. Pengenalan/Identifikasi Lingkungan Kerja


Informasi yang perlu diketahui adalah : pekerja yang terlibat, proses
kerja dan limbah/sisa buangan, potensi bahaya yang mungkin ada dan
bahaya kecelakaan kerja. Sebagai contoh pekerja yang bekerja di ruang
radiologi, sebaiknya bukan orang sedang hamil, pekerja dilengkapi
dengan alat deteksi paparan zat radiasi serta ruang dibuat sesuai dengan
standar yang berwenang.
2. Evaluasi Lingkungan Kerja
Penilaian karakteristik dan besarnya potensipotensi bahaya yang
mungkin timbul di lingkungan kerja. Sebagai contoh : lingkungan kerja
secara berkala dinilai apakah ada kebocoran zat berbahaya bagi
kesehatan.
3. Pengendalian Lingkungan Kerja
Pengendalian dibedakan atas pengendalian lingkungan dan
pengendalian perorangan. Pengendalian lingkungan meliputi
perubahan dari proses kerja dan/atau lingkungan kerja dengan maksud
untuk pengendalian terhadap bahaya kesehatan baik dengan
meniadakan atau mengurangi serta mencegah kontak. Pengendalian
ancaman bahaya kesehatan dapatdilakukan pencegahan dengan
peraturanperaturan, standar, pengawasan serta pendidikan dan latihan
untuk mencegah ancaman-ancaman tersebut.
4. Pelayanan Kesehatan Kerja
Meliputi upaya pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Bentuk kegiatan dapat berupa pemberian informasi pencegahan
kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja atau berupa klinik yang
dilengkapi dengan alat deteksidini kemungkinan terjadi penyakit akibat
kerja, pengobatan dan pemulihan yang berkaitandengan penyakit dan
kecelakaan akibat kerja. Contoh : ada prosedur kerja tentang cara
pengamanan pekerja pengambil contoh darah di laboratorium klinik,
atas kemungkinan Hepatitis serta terapi dan rehabilitasi karena
Hepatitis. Petugas kesehatan yang merawat pasien menular harus
mendapatkan pelatihanmengenai penularan dan penyebaran penyakit,
tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang sesuai dengan
protokol yang terpajang. Petugas yang tidak terlibat langsung dengan
pasien harus diberikan penjelasan umum mengenai penyakit tersebut.
Petugas kesehatan yang kontak dengan pasien menular melalui udara
harus menjaga fungsi saluran pernafasan (tidak merokok, tidak minum
dingin) dengan baik dan menjaga kebersihan tangan.
Petunjuk pencegahan infeksi untuk petugas kesehatan

• Untuk mencegah transmisi penyakit menular dalam tatanan pelayanan


kesehatan, petugas harus menggunakan APD yang sesuai untuk
kewaspadaan standart dan kewaspadaan isolasi (berdasarkan
penularan secara kontak, droplet atau udara) sesuai dengan penyebaran
penyakit.
• Semua petugas kesehatan harus mendapatkan pelatihan tentang gejala
penyakit menular yang sedang dihadapi.
• Semua petugas kesehatan dengan penyakit seperti flu harus dievaluasi
untuk memastikan agen penyebab. Dan ditentukan apakah perlu
dipindah tugaskan dari kontak langsung dengan pasien, terutama
mereka yang bertugas di ruang intensif, ruang rawat anak dan ruang
bayi.
• Semua petugas medis harus menggunakan APD.Alat Pelindung Diri
untuk petugas medis.
BAB IX
PENGENDALIAN MUTU

A. BENTUK-BENTUK PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN


Pencatatan dan pelaporan

a. Pencatatan dan Pelaporan Pengadaan Barang/ Alat Habis Pakai atau Alat
Kesehatan
1. Bon pemesanan barang/ alat habis pakai
2. Pencatatan pemesanan barang/ alat habis pakai atau alat kesehatan
3. Pencatatan barang/ alat habis pakai atau alat kesehatan yang belum terealisasi
b. Pencatatan dan Pelaporan tentang Komite Mutu
1. Dokumen rekam medis pasien
2. Buku laporan kegiatan
3. Notulensi kegiatan Komite Mutu
c. Pencatatatan dan Pelaporan Tentang Perlengkapan Peralatan di Komite Mutu
1. Membuat inventaris peralatan di Komite Mutu
2. Dilaporkan kepada direktur

B. INDIKATOR MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN


Indikator Mutu dan keselamatan pasien masing-masing unit/ instalasi / bidang
tercantum dalam pedoman pelayanan atau pedoman kerja unit/ instalasi / bidang
tersebut.
BAB X
PENUTUP

Komite Mutu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan


kesehatan secara keseluruhan di lingkungan rumah sakit. Komite Mutu terus
melakukan upaya-upaya perbaikan agar pelayanan prima dapat diberikan
kepada semua pasien baik internal maupun eksternal. Buku Pedoman Kerja
Komite Mutu merupakan pedoman bagi pelaksanaan Komite Mutu yang
diselenggarakan di Rumah Sakit Umum Universitas Muhammadiyah Malang.
Melalui pedoman kerja ini diharapkan setiap karyawan dapat mengaplikasikan
secara benar dan tetap efektif dan efisien untuk mendukung perkembangan dan
kemajuan Rumah Sakit Umum Universitas Muhammadiyah Malang.

Pedoman Kerja Komite Mutu di Rumah Sakit Umum Universitas


Muhammadiyah Malang sesuai dengan tujuannya, seluruh petugas rumah sakit
yang berkaitan mengetahuinya, dan mengacu pada pedoman ini, diharapkan
mempergunakannya sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan di
tempat terkait. Pedoman ini belum sempurna dan akan selalu diperbaiki dan
disempurnakan, untuk unit-unit layanan yang belum dicakup oleh pedoman ini
akan dibuat pedoman khusus.

Malang, 29 Januari 2022

Prof. Dr. dr. Djoni Djunaedi, Sp.PD, KPTI

Anda mungkin juga menyukai