TENTANG
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Ditetapkan di Sidoarjo
Pada tanggal : 24 Desember 2021
Kepala Rumkitban 05.08.03 Sidoarjo
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit sebagaiinstitusi pelayanan Kesehatan haruslah memberikan pelayanan
kepada masyarakat dalam lingkup local maupun internasional. Berdasarkan hal tersebut,
beberapa decade terakhir muncullah istilah akreditasi untuk menilai kualitas suatu
organisasi termasuk rumah sakit.
Standar akreditasi rumah sakit disusun sebagai upaya untuk meningkatkan mutu
pelayanan Kesehatan di rumah sakit dan menjalankan Amanah Undang-Undang Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang mewajibkan Rumah Sakit untuk melaksanakan
akreditasi dalam rangka peningkatan mutu pelayanan di rumah sakit minimal dalam jangka
waktu 3 (tiga) tahun sekali.
Standar akreditasi rumah sakit ini merupakan upaya Kementrian Kesehatan
menyediakan suatu perangkat yang mendorong rumah sakit senantiasa meningkatkan
mutu dan keamanan pelayanan. Dengan penekanan bahwa akreditasi adalah suatu proses
belajar, maka rumah sakit distimulasi melakukan perbaikan yang berkelanjutan dan terus
menerus.
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pasal 43 ayat (1)
mewajibkan Rumah Sakit menerapkan standar keselamatan pasien. Yang dimaksud
dengan keselamatan pasien (patient safety) adalah proses dalam suatu rumah sakit yang
memberikan pelayanan pasien yang lebih aman. Termasuk didalamnya asesmen resiko,
identifikasi, dan managemen resiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk
mengurangi serta meminimalisir timbulnya resiko.
Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien mengacu pada Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 129 Tahun
2008, yang meliputi ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan
urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
dicantumkan bahwa pembangunan Kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka meningkatkan
derajat Kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya sebagai investasi bagi sumber daya
manusia yang produktif secara social dan ekonomi.
Pembangunan Kesehatan diselenggarakan dengan berdasarkan peri kemanusiaan,
pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata serta pengutamaan manfaat dengan
perhatian kepada penduduk rentan antara lain ibu, bayi, anak dan usia lanjut serta keluarga
miskin.
Sehubungan dengan hal tersebut maka, dalam rangka kegiatan meningkatkan mutu
pelayanan rumah sakit dalam menghadapi era globalisasi, perlu menerapkan system
akreditasi rumah sakit yang sesuai dengan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Oleh karena itu Rumkitban 05.08.03 Sidoarjo membuat Pedoman Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien (PMKP).
B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan Pedoman PMKP
a. Sebagai acuan dalam menentukan lingkup pelayanan Tim Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien
b. Sebagai acuan dalam penyediaan tenaga Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien
c. Sebagai acuan dalam memenuhi standar penyediaan ruangan dan fasilitas
d. Sebagai acuan dalam penyediaan logistic kebutuhan sarana dan prasarana Tim
PMKP
e. Sebagai acuan dalam menjaga keselamatan pasien
f. Sebagai acuan dalam menjaga keselamatan kerja
g. Sebagai acuan dalam mengendalikan mutu pelayanan RS secara keseluruhan
2. Tujuan Peningkatan Mutu Pelayanan
a. Tujuan umum peningkatan mutu pelayanan
Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Rumkitban 05.08.03 Sidoarjo secara
efektif dan efisien.
b. Tujuan khusus peningkatan mutu pelayanan.
Memberikan Kepuasan pelanggan di Rumkitban 05.08.03 Sidoarjo
3. Tujuan Peningkatan Keselamatan Pasien
a. Tujuan umum peningkatan keselamatan pasien
Sebagai pedoman bagi manajemen Rumkitban 05.08.03 Sidoarjo untuk dapat
melaksanakan program keselamatan pasien dalam upaya meningkatkan mutu
pelayanan rumah sakit.
b. Tujuan khusus peningkatan keselamatan pasien
1) Pencapaian sasaran Keselamatan Pasien.
2) Pencapaian optimal dalam pencegahan dan pengendalian infeksi
D. Batasan Operasional
1. Kepemimpinan dan Perencanaan
Program Kepemimpinan dan Organisasi dari Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien adalah program Tim peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien yang
berhubungan dengan pimpinan rumah sakit secara struktural, dimana setiap kegiatan
yang dilakukan oleh Tim PMKP diatur dan ditetapkan dengan Kebijakan Karumkit
2. Rancangan Proses Klinik dan Manajemen
Manajemen bekerjasama dengan Komite Medis membuat minimal 5 Clinical Pathway
pada tahun pertama
3. Pemilihan Indikator dan Pengumpulan Data Indikator mutu meliputi 3 area: Indikator
Nasional Mutu (INM) yaitu indicator yang wajib dilakukan pengukuran, sebagai informasi
mutu secara nasional; Indikator Mutu Prioritas Rumah Sakit (IMP-RS) dimana terdiri dari
: indicator SKP minimal1 indikator setiap sasaran, indicator pelayanan klinis prioritas
minimal 1 indikator, indicator sesuai tujuan strategis rumah sakit (KPI) minimal 1
indikator, indicator terkait perbaikan system minimal1indikator, indicator terkait
managemen resiko minimal 1 indikator; indicator mutu prioritas unit (IMP-unit) adalah
indicator prioritas yang khusus dipilih kepala unit minimal 1 indokator.
4. Validasi dan analisis dari Indikator Penilaian
a. Memberikan umpan balik dari manajemen informasi untuk membantu perbaikan
mutu klinik dan manajemen.
b. Validasi data adalah alat penting untuk memahami mutu dari data dan untuk
menetapkan tingkat kepercayaan (confidence level) para pengambil keputusan
terhadap data itu sendiri. Ketika rumah sakit mempublikasikan data tentang hasil
klinis, keselamatan pasien, atau area lain, atau dengan cara lain membuat data
menjadi publik, seperti di situs web rumah sakit, rumah sakit memiliki kewajiban etis
untuk memberikan informasi yang akurat kepada publik. Pimpinan rumah sakit
bertanggung jawab untuk memastikan bahwa data yang dilaporkan ke Direktur,
Dewan Pengawas dan yang dipublikasikan ke masyarakat adalah valid. Keandalan
dan validitas pengukuran dan kualitas data dapat ditetapkan melalui proses validasi
data internal rumah sakit. Kebijakan data yang harus divalidasi yaitu:
1) Pengukuran indikator mutu baru;
2) Bila data akan dipublikasi ke masyarakat baik melalui website rumah sakit atau
media lain
3) Ada perubahan pada pengukuran yang selama ini sudah dilakukan, misalnya
perubahan profil indikator, instrumen pengumpulan data, proses agregasi data,
atau perubahan staf pengumpul data atau validator
4) Bila terdapat perubahan hasil pengukuran tanpa diketahui sebabnya
5) Bila terdapat perubahan sumber data, misalnya terdapat perubahan sistem
pencatatan pasien dari manual ke elektronik;
6) Bila terdapat perubahan subjek data seperti perubahan umur rata rata pasien,
perubahan protokol riset, panduan praktik klinik baru diberlakukan, serta adanya
teknologi dan metodologi pengobatan baru.
5. Mencapai dan Mempertahankan Peningkatan
Pimpinan Rumah Sakit akan memberikan tanggapan hasil evaluasi paling lambat 1
bulan setelah laporan diserahkan, dan apabila diperlukan maka akan dilakukan
perubahan sesuai hasil evaluasi.
6. Sasaran Keselamatan Pasien di Rumah Sakit
Rumkitban 05.08.03 Sidoarjo menetapkan 6 Sasaran Keselamatan Pasien sesuai
dengan akreditasi Kemenkes.
7. Manajemen Insiden Klinis
Melaksanakan dan mengatur dari proses perencanaan hingga tercapainya tujuan dari
aktivitas pelayanan pasien
8. Manajemen Risiko
a. Root Cause Analysis
b. Risk Register
9. Sistem Pelaporan
a. Laporan Trimester
b. Laporan Bulanan
c. Laporan Tahunan
10. Panduan atau Pedoman
E. Landasan Hukum
Sebagai acuan dan dasar pertimbangan dalam penyelenggaraan pelayanan gizi di
rumah sakit diperlukan peraturan perundang-undangan pendukung. Beberapa ketentuan
perundang-undangan yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara tahun
1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495)
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran (lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4431)
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159b/Menkes/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit.
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1989
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
A. Distribusi Ketenagaan
KUALIFIKASI PENGALAMAN
NAMA
NO FORMAL SERTIFIKAT DAN
JABATAN
KUALIFIKASI
1 Ketua Tim Minimal Pelatihan Sebagai
PMKP S1 PMKP penanggungjawab
Tim PMKP
2 Sekretaris Minimal Pelatihan
Tim PMKP D3 PMKP
3 Tim Sasaran Minimal Pelatihan
keselamatan D3 PMKP
Pasien
4 Tim Minimal Pelatihan
Managemen D3 Managemen
Resiko Resiko
5 Tim Mutu Minimal Pelatihan
D3 PMKP
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruangan
Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien menggunakan ruang kerja di gedung Aula lantai dua.
Adapun denah tersebut :
B. Standar Fasilitas
H. Managemen Resiko
1. Dalam rangka menanggulangi risiko yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan di
Rumkitban 05.08.03 Sidoajo, maka Karumkit menetapkan menerapkan manajemen risiko
berkelanjutan yang digunakan untuk identifikasi dan mengurangi KTD dan Kejadian
Sentinel, KNC, KPC.
2. Kejadian sentinel merupakan salah satu jenis insiden keselamatan pasien yang harus
dilaporkan yang menyebabkan terjadinya hal-hal berikut ini:
a) Kematian.
b) Cedera permanen.
c) Cedera berat yang bersifat sementara/reversible.
Cedera permanen adalah dampak yang dialami pasien yang bersifat ireversibel akibat
insiden yang dialaminya misalnya kecacadan, kelumpuhan, kebutaan, tuli, dan lain-
lainnya. Cedera berat yang bersifat sementara adalah cedera yang bersifat kritis dan
dapat mengancam nyawa yang berlangsung dalam suatu kurun waktu tanpa terjadi
cedera permanen/gejala sisa, namun kondisi tersebut mengharuskan pemindahan pasien
ke tingkat perawatan yang lebih tinggi /pengawasan pasien untuk jangka waktu yang
lama, pemindahan pasien ke tingkat perawatan yang lebih tinggi karena adanya kondisi
yang mengancam nyawa, atau penambahan operasi besar, tindakan, atau tata laksana
untuk menanggulangi kondisi tersebut. Kejadian juga dapat digolongkan sebagai kejadian
sentinel jika terjadi salah satu dari berikut ini :
a) Bunuh diri oleh pasien yang sedang dirawat, ditatalaksana, menerima pelayanan di
unit yang selalu memiliki staf sepanjang hari atau dalam waktu 72 jam setelah
pemulangan pasien, termasuk dari Unit Gawat Darurat (UGD) rumah sakit;
b) Kematian bayi cukup bulan yang tidak diantisipasi;
c) Bayi dipulangkan kepada orang tua yang salah;
d) Penculikan pasien yang sedang menerima perawatan, tata laksana, dan pelayanan;
e) Kaburnya pasien (atau pulang tanpa izin) dari unit perawatan yang selalu dijaga oleh
staf sepanjang hari (termasuk UGD), yang menyebabkan kematian, cedera permanen,
atau cedera sementara derajat berat bagi pasien tersebut;
f) Reaksi transfusi hemolitik yang melibatkan pemberian darah atau produk darah
dengan inkompatibilitas golongan darah mayor (ABO, Rh, kelompok darah lainnya);
g) Pemerkosaan, kekerasan (yang menyebabkan kematian, cedera permanen, atau
cedera sementara derajat berat) atau pembunuhan pasien yang sedang menerima
perawatan, tata laksana, dan layanan ketika berada dalam lingkungan rumah sakit;
h) Pemerkosaan, kekerasan (yang menyebabkan kematian, cedera permanen, atau
cedera sementara derajat berat) atau pembunuhan anggota staf, praktisi mandiri
berizin, pengunjung, atau vendor ketika berada dalam lingkungan rumah sakit
i) Tindakan invasif, termasuk operasi yang dilakukan pada pasien yang salah, pada sisi
yang salah, atau menggunakan prosedur yang salah (secara tidak sengaja);
j) Tertinggalnya benda asing dalam tubuh pasien secara tidak sengaja setelah suatu
tindakan invasif, termasuk operasi;
k) Hiperbilirubinemia neonatal berat (bilirubin >30 mg/dL); - 138 –
l) Fluoroskopi berkepanjangan dengan dosis kumulatif >1.500 rad pada satu medan
tunggal atau pemberian radioterapi ke area tubuh yang salah atau pemberian
radioterapi >25% melebihi dosis radioterapi yang direncanakan;
m) Kebakaran, lidah api, atau asap, uap panas, atau pijaran yang tidak diantisipasi
selama satu episode perawatan pasien;
n) Semua kematian ibu intrapartum (terkait dengan proses persalinan); atau
o) Morbiditas ibu derajat berat (terutama tidak berhubungan dengan perjalanan alamiah
penyakit pasien atau kondisi lain yang mendasari) terjadi pada pasien dan
menyebabka cedera permanen atau cedera sementara derajat berat.
3. Pimpinan Rumah Sakit menetapkan analisa risiko yang bersifat proaktif dan reaktif
a) Analisa risiko bersifat proaktif artinya setiap tahun RS melaksanakan dan
mendokumentasikan kegiatan, Risk Register
1) Risk Register
(a) Definisi
(1) Pusat dari proses manajemen risiko organisasi
(2) Alat manajemen yang memungkinkan suatu organisasi memahami profil
risiko secara menyeluruh.
(3) Catatan dari segala risiko yang dapat mengancam rumah sakit dalam
mencapai targetnya
(b) Rumah sakit dalam kurun 1 tahun harus dibuat risk register rumah sakit
berdasarkan risiko yang teridentifikasi, juga potensial risiko maupun risiko
aktual.
b) Analisa risiko bersifat reaktif artinya rumah sakit melakukan RCA terhadap kejadian
Sentinel dan KTD dan KNC yang lebih dari 3 kali.
1) Insiden Report (Pelaporan Insiden)
(a) Definisi
pelaporan secara tertulis setiap insiden yang menimpa pasien.
(b) Adapun Kejadian tersebut meliputi :
(1) Kejadian Sentinel
Suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius;
biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak
dapat diterima seperti: operasi pada bagian tubuh yang salah. Pemilihan
kata “ sentinel “ terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi (mis.
Amputasi pada kaki yang salah, dsb) sehingga pencarian fakta terhadap
kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan
dan prosedur yang berlaku
(2) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
Suatu kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cedera pasien
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi
pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan
kesalahan medis karena tidak dapat dicegah.
(3) Kejadian Tidak Cedera (KTC)
Kesalahan akibat melakukan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi
cedera serius tidak terjadi, karena “keberuntungan”
(4) Kejadian Nyaris Cedera (KNC)
Terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien
(5) Kejadian Potensial Cedera (KPC)
Kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum
terjadi insiden cedera
2) RCA (Root Causes Analysis)
(a) Definisi
Metode evaluasi terukur untuk mengidentifikasi akar masalah dari kejadian
yang tidak diharapkan dan tindakan adekuat untuk mencegah kejadian yang
sama berulang kembali.
(b) Cara pelaksanaan RCA
(1) Tentukan tim investigator
(2) Kumpulkan data baik dari observasi, dokumentasi maupun interview
(3) Petakan kronologi kejadian melalui : time line atau narasi kronologis
(4) Identifikasi masalah dengan brain storming
(5) Analisis informasi dengan : 5 “WHY”, analisis perubahan, analisis
penghalang, fish bone analys.
(c) Pelaksanaan RCA dilakkukan dalam waktu 45 hari sejak adanya kejadian
I. Sistem Pelaporan
1. Laporan Bulanan
Laporan angka infeksi nosokomial, laporan SPM PPI, laporan indikator PPI dan indikator
mutu
2. Laporan Trimester
a. Laporan trend angka infeksi nosokomial selama 3 bulan beserta analisa masalah dan
rekomendasi
b. Laporan hasil audit beserta rekomendasi
c. Laporan evaluasi program kerja tiap 3 bulan
3. Laporan Tahunan
a. Laporan angka infeksi nosokomial selama 1 tahun
b. Laporan indikator dan SPM PPI dalam 1 tahun
c. Laporan dan evaluasi program PPI dalam tahun tersebut
d. Laporan indikator PMKP
J. Panduan/ Pedoman
Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien Rumkitban
05.08.03 Sidoarjo mengacu pada :
1. Pedoman PMKP Rumkitban 05.08.03
2. Pedoman Pengorganisasian PMKP Rumkitban 05.08.03 Sidoarjo
3. Pedoman / Panduan tiap Unit Pelayanan Tim/Komite Rumkitban 05.08.03 Sidoarjo
4. SPO yang berlaku di Rumkitban 05.08.03 Sidoarjo
BAB V
LOGISTIK
A. Perencanaan
Tim Peningkatan Mutu dam Keselamatan Pasien melakukan perencanaan melalui rapat
intern Tim PMKP yang dilakukan setiap bulan, baik melalui perencanaan logistik maupun
sarana promosi yang dibutuhkan.
B. Pengadaan
1. Pengadaan Kertas, Printer, Tinta Printer, dan alat tulis
Pengadaan kertas guna keperluan administrasi dilakukan oleh bagian pembelian non-
medis Rumah Sakit, atau mengikuti persediaan logistik Sekretariat, dan untuk hal bersifat
legal seperti stempel, Komite peningkatan Mutu dam Keselamatan Pasien terlebih dahulu
mengajukan melalui Kepala Rumah sakit.
2. Pengadaan Form Evaluasi Indikator
Pengadaan ini dilakukan oleh masing-masing unit kerja dengan format yang dibutuhkan
oleh masing-masing unit kerja.
3. Pengadaan Lemari penyimpanan data
Pengadaan lemari ini dilakukan oleh bagian pembelian non-medis melalui persetujuan
Kepala Rumah Sakit
C. Penyimpanan
Tim PMKP melakukan kegiatan penyimpanan data berupa 2 bagian :
1. Data hard copy di ruang akreditasi
2. Data soft copy di flach disk
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan bagian dari kegiatan yang berkaitan erat
dengan kejadian yang disebabkan akibat kelalaian dalam menggunaan peralatan elektronik
khususnya
Kondisi yang dapat mengurangi bahaya dan terjadi kecelakaan dalam proses pekerjaan Tim
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien yaitu dikarenakan pekerjaan yang terorganisir
dengan baik,dikerjakan sesuai dengan prosedur,tempat kerja yang aman dan terjamin
kebersihannya serta istirahat yang cukup.
Kecelakaan kerja tidak terjadi dengan sendirinya,biasanya terjadi dengan mendadak atau
dan tidak direncanakan sehingga menyebabkan kerusakan pada peralatan kerja maupun fisik
anggota Komite Peningkatan Mutu dam Keselamatan Pasien.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
A. Peralatan
Perawatan Peralatan Secara Berkala (Preventif Maintenance) Perawatan peralatan yang
digunakan di Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien dilakukan sesuai kebutuhan,
dan berusaha untuk melibatkan setiap unit kerja yang dibutuhkan.
Pedoman PMKP disusun agar dapat sebagai pegangan dan acuan dalam melaksanakan
kegiatan terkait mutu dan keselamatan pasien di Rumkitban 05.08.03 Sidoarjo, diharapkan
dengan adanya pedoman PMKP sistem peningkatan mutu dan keselamatan pasien RS
berjalan dengan efektif dan berkesinambungan.