Anda di halaman 1dari 29

PEDOMAN

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN (PMKP)

RUMKITBAN 05.08.03 SIDOARJO

SIDOARJO, DESEMBER 2021


DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH SURABAYA
RUMKITBAN 05.08.03 SIDOARJO

KEPUTUSAN KEPALA RUMKITBAN 05.08.03 SIDOARJO


NOMOR :SK/024 / XII / 2021

TENTANG

PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN PELAYANAN PASIEN (PMKP)

RUMKITBAN 05.08.03 SIDOARJO

KEPALA RUMKITBAN 05.08.03 SIDOARJO

Menimbang : a. Bahwa dalam upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan dan


keselamatan pasien, staf, keluarga dan pengunjung di
Rumkitban 05.08.03 Sidoarjo maka diperlukan kegiatan
pengelolaan risiko, pengelolaan data indicator mutu di
lingkungan Rumkitban 08.05.03 sidoarjo;

b. Bahwa pengelolaan data indicator mutu, managemen resiko,


perlu diatur dalam pedoman PMKP;

c. Bahwa penetapan dan pemberlakuan Pedoman PMKP perlu


ditetapkan dengan peraturan Kepala Rumkitban 05.08.03
Sidoarjo

Mengingat : 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang


Praktik Kedokteran;
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah
Sakit; dan
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah

MEMUTUSKAN

Menetapkan :

KESATU : Keputusan Kepala Rumkitban 05.08.03 Sidoarjo tentang PEDOMAN


PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN (PMKP)
Pedoman PMKP ini menjadi acuan dalam pengelolaan data, validasi
KEDUA : data, serta pengelolaan managemen resiko di Rumkitban 05.08.03
Sidoarjo

Surat Ketetapan ini berlaku terhitung sejak tanggal ditetapkan.


KETIGA :
Apabila ditemukan kekeliruan dikemudian hari maka akan diadakan
perubahan atau perbaikan seperlunya.

Ditetapkan di Sidoarjo
Pada tanggal : 24 Desember 2021
Kepala Rumkitban 05.08.03 Sidoarjo

dr. Antonius Tatit Pulonggana,Sp.B


Kapten Ckm (K) NRP 11080089520681

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit sebagaiinstitusi pelayanan Kesehatan haruslah memberikan pelayanan
kepada masyarakat dalam lingkup local maupun internasional. Berdasarkan hal tersebut,
beberapa decade terakhir muncullah istilah akreditasi untuk menilai kualitas suatu
organisasi termasuk rumah sakit.
Standar akreditasi rumah sakit disusun sebagai upaya untuk meningkatkan mutu
pelayanan Kesehatan di rumah sakit dan menjalankan Amanah Undang-Undang Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang mewajibkan Rumah Sakit untuk melaksanakan
akreditasi dalam rangka peningkatan mutu pelayanan di rumah sakit minimal dalam jangka
waktu 3 (tiga) tahun sekali.
Standar akreditasi rumah sakit ini merupakan upaya Kementrian Kesehatan
menyediakan suatu perangkat yang mendorong rumah sakit senantiasa meningkatkan
mutu dan keamanan pelayanan. Dengan penekanan bahwa akreditasi adalah suatu proses
belajar, maka rumah sakit distimulasi melakukan perbaikan yang berkelanjutan dan terus
menerus.
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pasal 43 ayat (1)
mewajibkan Rumah Sakit menerapkan standar keselamatan pasien. Yang dimaksud
dengan keselamatan pasien (patient safety) adalah proses dalam suatu rumah sakit yang
memberikan pelayanan pasien yang lebih aman. Termasuk didalamnya asesmen resiko,
identifikasi, dan managemen resiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk
mengurangi serta meminimalisir timbulnya resiko.
Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien mengacu pada Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 129 Tahun
2008, yang meliputi ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan
urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
dicantumkan bahwa pembangunan Kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka meningkatkan
derajat Kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya sebagai investasi bagi sumber daya
manusia yang produktif secara social dan ekonomi.
Pembangunan Kesehatan diselenggarakan dengan berdasarkan peri kemanusiaan,
pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata serta pengutamaan manfaat dengan
perhatian kepada penduduk rentan antara lain ibu, bayi, anak dan usia lanjut serta keluarga
miskin.
Sehubungan dengan hal tersebut maka, dalam rangka kegiatan meningkatkan mutu
pelayanan rumah sakit dalam menghadapi era globalisasi, perlu menerapkan system
akreditasi rumah sakit yang sesuai dengan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Oleh karena itu Rumkitban 05.08.03 Sidoarjo membuat Pedoman Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien (PMKP).

B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan Pedoman PMKP
a. Sebagai acuan dalam menentukan lingkup pelayanan Tim Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien
b. Sebagai acuan dalam penyediaan tenaga Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien
c. Sebagai acuan dalam memenuhi standar penyediaan ruangan dan fasilitas
d. Sebagai acuan dalam penyediaan logistic kebutuhan sarana dan prasarana Tim
PMKP
e. Sebagai acuan dalam menjaga keselamatan pasien
f. Sebagai acuan dalam menjaga keselamatan kerja
g. Sebagai acuan dalam mengendalikan mutu pelayanan RS secara keseluruhan
2. Tujuan Peningkatan Mutu Pelayanan
a. Tujuan umum peningkatan mutu pelayanan
Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Rumkitban 05.08.03 Sidoarjo secara
efektif dan efisien.
b. Tujuan khusus peningkatan mutu pelayanan.
Memberikan Kepuasan pelanggan di Rumkitban 05.08.03 Sidoarjo
3. Tujuan Peningkatan Keselamatan Pasien
a. Tujuan umum peningkatan keselamatan pasien
Sebagai pedoman bagi manajemen Rumkitban 05.08.03 Sidoarjo untuk dapat
melaksanakan program keselamatan pasien dalam upaya meningkatkan mutu
pelayanan rumah sakit.
b. Tujuan khusus peningkatan keselamatan pasien
1) Pencapaian sasaran Keselamatan Pasien.
2) Pencapaian optimal dalam pencegahan dan pengendalian infeksi

C. Ruang Lingkup Pelayanan


1. Ruang lingkup mutu
a. Kepemimpinan dan perencanaan
b. Rancangan proses rumah sakit dan managemen
c. Pemilihan indicator dan pengumpulan data
d. Validasi dan analisis dari indicator penilaian
e. Mencapai dan mempertahankan peningkatan
2. Ruang Lingkup patient safety
a. 6 Sasaran Keselamatan Pasien di Rumah Sakit
b. Managemen Insiden klinis
c. Managemen resiko

D. Batasan Operasional
1. Kepemimpinan dan Perencanaan
Program Kepemimpinan dan Organisasi dari Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien adalah program Tim peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien yang
berhubungan dengan pimpinan rumah sakit secara struktural, dimana setiap kegiatan
yang dilakukan oleh Tim PMKP diatur dan ditetapkan dengan Kebijakan Karumkit
2. Rancangan Proses Klinik dan Manajemen
Manajemen bekerjasama dengan Komite Medis membuat minimal 5 Clinical Pathway
pada tahun pertama
3. Pemilihan Indikator dan Pengumpulan Data Indikator mutu meliputi 3 area: Indikator
Nasional Mutu (INM) yaitu indicator yang wajib dilakukan pengukuran, sebagai informasi
mutu secara nasional; Indikator Mutu Prioritas Rumah Sakit (IMP-RS) dimana terdiri dari
: indicator SKP minimal1 indikator setiap sasaran, indicator pelayanan klinis prioritas
minimal 1 indikator, indicator sesuai tujuan strategis rumah sakit (KPI) minimal 1
indikator, indicator terkait perbaikan system minimal1indikator, indicator terkait
managemen resiko minimal 1 indikator; indicator mutu prioritas unit (IMP-unit) adalah
indicator prioritas yang khusus dipilih kepala unit minimal 1 indokator.
4. Validasi dan analisis dari Indikator Penilaian
a. Memberikan umpan balik dari manajemen informasi untuk membantu  perbaikan
mutu klinik dan manajemen.
b. Validasi data adalah alat penting untuk memahami mutu dari data dan untuk
menetapkan tingkat kepercayaan (confidence level) para pengambil keputusan
terhadap data itu sendiri. Ketika rumah sakit mempublikasikan data tentang hasil
klinis, keselamatan pasien, atau area lain, atau dengan cara lain membuat data
menjadi publik, seperti di situs web rumah sakit, rumah sakit memiliki kewajiban etis
untuk memberikan informasi yang akurat kepada publik. Pimpinan rumah sakit
bertanggung jawab untuk memastikan bahwa data yang dilaporkan ke Direktur,
Dewan Pengawas dan yang dipublikasikan ke masyarakat adalah valid. Keandalan
dan validitas pengukuran dan kualitas data dapat ditetapkan melalui proses validasi
data internal rumah sakit. Kebijakan data yang harus divalidasi yaitu:
1) Pengukuran indikator mutu baru;
2) Bila data akan dipublikasi ke masyarakat baik melalui website rumah sakit atau
media lain
3) Ada perubahan pada pengukuran yang selama ini sudah dilakukan, misalnya
perubahan profil indikator, instrumen pengumpulan data, proses agregasi data,
atau perubahan staf pengumpul data atau validator
4) Bila terdapat perubahan hasil pengukuran tanpa diketahui sebabnya
5) Bila terdapat perubahan sumber data, misalnya terdapat perubahan sistem
pencatatan pasien dari manual ke elektronik;
6) Bila terdapat perubahan subjek data seperti perubahan umur rata rata pasien,
perubahan protokol riset, panduan praktik klinik baru diberlakukan, serta adanya
teknologi dan metodologi pengobatan baru.
5. Mencapai dan Mempertahankan Peningkatan
Pimpinan Rumah Sakit akan memberikan tanggapan hasil evaluasi paling lambat 1
bulan setelah laporan diserahkan, dan apabila diperlukan maka akan dilakukan
perubahan sesuai hasil evaluasi.
6. Sasaran Keselamatan Pasien di Rumah Sakit
Rumkitban 05.08.03 Sidoarjo menetapkan 6 Sasaran Keselamatan Pasien sesuai
dengan akreditasi Kemenkes.
7. Manajemen Insiden Klinis
Melaksanakan dan mengatur dari proses perencanaan hingga tercapainya tujuan dari
aktivitas pelayanan pasien
8. Manajemen Risiko
a. Root Cause Analysis  
b. Risk Register
9. Sistem Pelaporan
a. Laporan Trimester
b. Laporan Bulanan
c. Laporan Tahunan
10. Panduan atau Pedoman

E. Landasan Hukum
Sebagai acuan dan dasar pertimbangan dalam penyelenggaraan pelayanan gizi di
rumah sakit diperlukan peraturan perundang-undangan pendukung. Beberapa ketentuan
perundang-undangan yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara tahun
1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495)
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran (lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4431)
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159b/Menkes/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit.
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1989
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit

BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Distribusi Ketenagaan
KUALIFIKASI PENGALAMAN
NAMA
NO FORMAL SERTIFIKAT DAN
JABATAN
KUALIFIKASI
1 Ketua Tim Minimal Pelatihan Sebagai
PMKP S1 PMKP penanggungjawab
Tim PMKP
2 Sekretaris Minimal Pelatihan
Tim PMKP D3 PMKP
3 Tim Sasaran Minimal Pelatihan
keselamatan D3 PMKP
Pasien
4 Tim Minimal Pelatihan
Managemen D3 Managemen
Resiko Resiko
5 Tim Mutu Minimal Pelatihan
D3 PMKP

BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruangan
Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien menggunakan ruang kerja di gedung Aula lantai dua.
Adapun denah tersebut :
B. Standar Fasilitas

N JENIK KELENGKAPAN KETERANGAN


O
1 laptop 1 unit
2 Almari file 1 buah
3 ATK Secukupnya
4 AC 1 Unit
5 Meja tulis 2 Buah
6 Kursi Secukupnya
7 Papan tulis 1 buah
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Kepemimpinan dan Perencanaan


Program Kepemimpinan dan Perencanaan dari Tim Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien adalah program Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien yang
berhubungan dengan pimpinan rumah sakit secara struktural, dimana setiap kegiatan yang
dilakukan oleh Tim PMKP diatur dan ditetapkan dengan Kebijakan Kepala Rumah sakit.
1. Pembentukan Tim Peningkatan Mutu dam Keselamatan Pasien oleh Kepala
Rumkitban 05.08.03 Sidoarjo pada tahun 2021 dengan SK Kepala Rumkitban
05.08.03 Sidoarjo Nomor SK/ 024/ XII/ 2021 tentang Pedoman Pengorganisasian
PMKP dengan penetapan personil uraian tugas dan wewenang masing - masing
personil.
2. Dalam kaitan koordinasi dengan Tim atau Komite lainnya, maka Tim PMKP diberi
wewenang untuk melakukan pertemuan dengan Tim/ komite lain serta memiliki
hak untuk mengusulkan suatu usulan yang berkenaan dengan Peningkatan Mutu
dan Keselamatan Pasien, serta berhak memberikan pertimbangan keputusan Tim/
Komite lain apabila diperlukan.
3. Adapun rencana Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien akan tertuang dalam
Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien yang akan dirapatkan
bersama dalam Rapat dengan Kepala Rumah Sakit dan Tim PMKP.
a. Program Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit meliputi tapi tidak
terbatas pada :
1) Pengukuran mutu indikator termasuk indikator nasional mutu (INM),
indikator mutu prioritas rumah sakit (IMP RS) dan indikator mutu prioritas
unit (IMP Unit).
2) Meningkatkan perbaikan mutu dan mempertahankan perbaikan
berkelanjutan.
3) Mengurangi varian dalam praktek klinis dengan menerapkan
PPK/Algoritme/Protokol dan melakukan pengukuran dengan clinical
pathway.
4) Mengukur dampak efisiensi dan efektivitas prioritas perbaikan terhadap
keuangan dan sumber daya misalnya SDM.
5) Pelaporan dan analisis insiden keselamatan pasien.
6) Penerapan sasaran keselamatan pasien.
7) Evaluasi kontrak klinis dan kontrak manajemen.
8) Pelatihan semua staf sesuai perannya dalam program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien.
9) Mengkomunikasikan hasil pengukuran mutu meliputi masalah mutu dan
capaian data kepada staf.
b. Hal-hal penting yang perlu dilakukan agar program PMKP dapat diterapkan
secara menyeluruh di unit pelayanan, meliputi :
1) Dukungan Direktur dan pimpinan di rumah sakit:
2) Upaya perubahan budaya menuju budaya keselamatan pasien;
3) Secara proaktif melakukan identifikasi dan menurunkan variasi dalam
pelayanan klinis;
4) Menggunakan hasil pengukuran data untuk fokus pada isu pelayanan
prioritas yang akan diperbaiki atau ditingkatkan; dan
5) Berupaya mencapai dan mempertahankan perbaikan yang berkelanjutan.
c. Manajemen rumah sakit bersama Kepala Unit Kerja yang ada, berbagai  unit,
merancang suatu proses klinis dan manajerial dengan baik.
d. Rumah sakit melakukan upaya berkesinambungan merencanakan, merancang,
mengukur, menganalisis dan meningkatkan proses klinis maupun manajerial diatur
dengan baik dan dengan kepemimpinan yang  jelas agar dicapai hasil maksimal.
e. Pimpinan Rumah Sakit memberikan bantuan teknologi dan lainnya untuk mendukung
Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien, seperti PC dan Printer.
f. Rumah sakit menerapkan dan mempertahankan perubahan yang ditimbulkan dalam
proses perbaikan mutu. Rumah sakit juga menggunakan data untuk memfokuskan diri
pada masalah-masalah yang menjadi prioritas.
g. Rumah sakit secara proaktif mengidentifikasi dan mengurangi risiko dan variasinya
h. Pemberian informasi ke staf rumah sakit mengenai setiap kegiatan atau hasil evaluasi
maupun rapat berkenaan tentang Peningkatan Mutu dan Keselamatan sebagaimana
pelaksanaannya diatur melalui SPO Sosialisasi  program PMKP.
4. Melaksanakan Program Kerja Mutu
Dengan membuat Program Kerja Tim peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
setiap 1 tahun sekali dengan disertai pembuatan Rencana Anggaran Belanja TIm
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
5. Melaksanakan Diklat Mutu dan Keselamatan Pasien
Bekerjasama dengan Kainstal Dik Rumkitban 05.08.03 Sidoarjo dalam
melaksanakan program pelatihan PMKP.
a. Pelatihan dan IHT Tim PMKP tentang Mutu Pelayanan Rumah Sakit
b. Pelatihan dan IHT terhadap pelaksanaan konsep mutu rumah sakit
c. Pelatihan dan IHT para Ka unit dan anggota pengumpul data

B. Rancangan Proses Klinik dan Managemen


1. Bahwa dalam rangka kendali mutu dan kendali biaya pelayanan rumah sakit  perlu dibuat
alur klinis (Clinical Pathway) untuk kasus penyakit tertentu atau tindakan tertentu.
2. Clinical Pathway  didefinisikan sebagai suatu konsep perencanaan  pelayanan terpadu
yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada  pasien berdasarkan standar
pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang  berbasis bukti dengan hasil yang
terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama pasien berada di Rumah Sakit
3. Kepala Rumah Sakit menetapkan proses rancang baru dari asuhan klinik yang ada
melalui :
a. Pedoman Praktek Kllinik
b. Pembuatan Clinical Pathway
Bahwa penyusunan Clinical Pathway diperlukan pada kasus penyakit atau tindakan
yang :
a. Banyak dilakukan di RS (high volume) ,
b. Risiko tinggi (high risk ),
c. Cenderung bermasalah ( problem prone) dan
d. Biaya Tinggi (high cost)
4. Pada tahun 2019, pelaksanaan CP antara lain
a. Kpp
b. Bsc
c. Pre eklamsi
d. Abortus
e. Kista ovarium
5. Sesuai Standar akreditasi versi Kemenkes, maka Rumah Sakit menyusun lima (5) Clinical
Pathways 
6. Kepala rumah Sakit menetapkan Tim CP dari berbagai multidisiplin yang akan membuat CP dan
CP disahkan oleh Komite Medis.
7. Karena Clinical Pathway  bersifat multi disiplin dan komprehensif maka dalam menyusun Clnical
Pathway, harus bersama-sama unsur; Keperawatan, Farmasi, Gizi , laboratorium, radiologi,
Bagian keuangan Rumah Sakit serta untuk semua tindakan Clinical Pathway yang membutuhkan
tindakan pembedahan harus melibatkan unit anastesi dan unit bedah OK.
8. Dan dalam pelaksanaannya akan disertakan Kebijakan, SPO, serta Panduan tersendiri mengenai
Clinical Pathway
9. Tim CP akan melakukan pengumpulan data sebelum CP diimpelmentasikan dan setelah CP
diimplementasikan.

C. Pemilihan Indikator dan Pengumpulan Data


Tim Penyelenggara Mutu mendukung proses pemilihan indikator dan melaksanakan
koordinasi serta integrasi kegiatan pengukuran data indikator mutu dan keselamatan pasien
di rumah sakit.
Pemilihan indikator mutu prioritas rumah sakit adalah tanggung jawab pimpinan dengan
mempertimbangkan prioritas untuk pengukuran yang berdampak luas/ menyeluruh di rumah
sakit. Sedangkan kepala unit memilih indikator mutu prioritas di unit kerjanya. Semua unit
klinis dan non klinis memilih indikator terkait dengan prioritasnya. Di rumah sakit yang besar
harus diantisipasi jika ada indikator yang sama yang diukur di lebih dari satu unit. Misalnya,
Unit Farmasi dan Tim PPI memilih prioritas pengukurannya adalah penurunan angka
penggunaan antibiotik di rumah sakit. Program mutu dan keselamatan pasien berperan
penting dalam membantu unit melakukan pengukuran indikator yang ditetapkan. Tim
Penyelenggara Mutu juga bertugas untuk mengintegrasikan semua kegiatan pengukuran di
rumah sakit, termasuk pengukuran budaya keselamatan dan sistem pelaporan insiden
keselamatan pasien. Integrasi semua pengukuran ini akan menghasilkan solusi dan
perbaikan yang terintegrasi.
Pengumpulan data indikator mutu dilakukan oleh staf pengumpul data yang sudah
mendapatkan pelatihan tentang pengukuran data indikator mutu.
Pengumpulan data indikator mutu berdasarkan peraturan yang berlaku yaitu pengukuran
indikator nasional mutu (INM) dan prioritas perbaikan tingkat rumah sakit meliputi:
1. Indikator nasional mutu (INM) yaitu indikator mutu nasional yang wajib dilakukan
pengukuran dan digunakan sebagai informasi mutu secara nasional.
2. Indikator mutu prioritas rumah sakit (IMP-RS) (TKRS 5) mencakup:
a. Indikator sasaran keselamatan pasien minimal 1 indikator setiap sasaran.
b. Indikator pelayanan klinis prioritas minimal 1 indikator.
c. Indikator sesuai tujuan strategis rumah sakit (KPI) minimal 1 indikator.
d. Indikator terkait perbaikan sistem minimal 1 indikator.
e. Indikator terkait manajemen risiko minimal 1 indikator.
f. Indikator terkait penelitian klinis dan program pendidikan kedokteran minimal 1
indikator. (apabila ada)
3. Indikator mutu prioritas unit (IMP-Unit) adalah indikator prioritas yang khusus dipilih
kepala unit terdiri dari minimal 1 indikator.
Indikator mutu terpilih apabila sudah tercapai dan dapat dipertahankan selama 1 (satu)
tahun, maka dapat diganti dengan indikator mutu yang baru. Setiap indikator mutu baik
indikator mutu prioritas rumah sakit (IMP-RS) maupun indikator mutu prioritas unit (IMP-Unit)
agar dilengkapi dengan profil indikator sebagai berikut :
a) Judul indikator.
b) Dasar pemikiran.
c) Dimensi mutu.
d) Tujuan.
e) Definisi operasional.
f) Jenis indikator.
g) Satuan pengukuran.
h) Numerator (pembilang).
i) Denominator (penyebut).
j) Target.
k) Kriteria inklusi dan eksklusi.
l) Formula.
m) Metode pengumpulan data.
n) Sumber data.
o) Instrumen pengambilan data.
p) Populasi/sampel (besar sampel dan cara pengambilan sampel).
q) Periode pengumpulan data.
r) Periode analisis dan pelaporan data.
s) Penyajian data.
t) Penanggung jawab.

D. Validasi dan analisis Indikator Penilaian


1. Data yang dikumpulkan akan diagregasi dan dianalisis menjadi informasi untuk
pengambilan keputusan yang tepat dan akan membantu rumah sakit melihat pola dan
tren capaian kinerjanya. Sekumpulan data tersebut misalnya data indikator mutu, data
laporan insiden keselamatan pasien, data manajemen risiko dan data pencegahan dan
pengendalian infeksi, Informasi ini penting untuk membantu rumah sakit memahami
kinerjanya saat ini dan mengidentifikasi peluang-peluang untuk perbaikan kinerja rumah
sakit.
2. Rumah sakit harus melaporkan data mutu dan keselamatan pasien ke eksternal sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan meliputi :
a. Pelaporan indikator nasional mutu (INM) ke Kementrian Kesehatan melalui aplikasi
mutu fasilitas pelayanan Kesehatan.
b. Pelaporan insiden keselamatan pasien (IKP) ke KNKP melalui aplikasi e-report.
3. Proses analisis data mencakup setidaknya satu dampak dari prioritas perbaikan rumah
sakit secara keseluruhan terhadap biaya dan efisiensi sumber daya setiap tahun.
4. Staf program mutu dan keselamatan pasien mengembangkan instrumen untuk
mengevaluasi penggunaan sumber daya untuk proses yang berjalan, kemudian untuk
mengevaluasi kembali penggunaan sumber daya untuk proses yang telah diperbaiki
5. Analisis data melibatkan staf yang memahami manajemen informasi, mempunyai
keterampilan dalam metode-metode pengumpulan data, dan memahami teknik statistik.
Hasil analisis data harus dilaporkan kepada Penanggung jawab indikator mutu (PIC) yang
bertanggung jawab untuk menindaklanjuti hasil tersebut.
6. Tujuan analisis data adalah untuk dapat membandingkan rumah sakit dengan empat
cara. Perbandingan tersebut membantu rumah sakit dalam memahami sumber dan
penyebab perubahan yang tidak diinginkan dan membantu memfokuskan upaya
perbaikan.
a) Dengan rumah sakit sendiri dari waktu ke waktu, misalnya dari bulan ke bulan, dari
tahun ke tahun.
b) Dengan rumah sakit setara, seperti melalui database referensi.
c) Dengan standar-standar, seperti yang ditentukan oleh badan akreditasi atau
organisasi profesional ataupun standar-standar yang ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
d) Dengan praktik-praktik terbaik yang diakui dan menggolongkan praktik tersebut
sebagai best practice (praktik terbaik) atau better practice (praktik yang lebih baik)
atau practice guidelines (pedoman praktik).
7. Pimpinan rumah sakit bertanggung jawab untuk memastikan bahwa data yang dilaporkan
ke Direktur, Dewan Pengawas dan yang dipublikasikan ke masyarakat adalah valid.
Keandalan dan validitas pengukuran dan kualitas data dapat ditetapkan melalui proses
validasi data internal rumah sakit. Kebijakan data yang harus divalidasi yaitu:
a) Pengukuran indikator mutu baru;
b) Bila data akan dipublikasi ke masyarakat baik melalui website rumah sakit atau media
lain
c) Ada perubahan pada pengukuran yang selama ini sudah dilakukan, misalnya
perubahan profil indikator, instrumen pengumpulan data, proses agregasi data, atau
perubahan staf pengumpul data atau validator
d) Bila terdapat perubahan hasil pengukuran tanpa diketahui sebabnya
e) Bila terdapat perubahan sumber data, misalnya terdapat perubahan sistem
pencatatan pasien dari manual ke elektronik;
f) Bila terdapat perubahan subjek data seperti perubahan umur rata rata pasien,
perubahan protokol riset, panduan praktik klinik baru diberlakukan, serta adanya
teknologi dan metodologi pengobatan baru.

E. Mencapai dan Mempertahankan Peningkatan


1. Hasil analisis data digunakan untuk mengidentifkasi potensi perbaikan atau untuk
mengurangi atau mencegah kejadian yang merugikan.
2. Rencana perbaikan perlu dilakukan uji coba dan selama masa uji dan dilakukan evaluasi
hasilnya untuk membuktikan bahwa perbaikan sudah sesuai dengan yang diharapkan.
Proses uji perbaikan ini dapat menggunakan metode-metode perbaikan yang sudah teruji
misalnya PDCA Plan-Do-Chek-Action (PDCA) atau Plan-Do-Study-Action (PDSA) atau
metode lain.
3. Perubahan yang efektif tersebut distandardisasi dengan cara membuat regulasi di rumah
sakit misalnya kebijakan, SPO, dan lain-lainnya, dan harus di sosialisasikan kepada
semua staf
4. Perbaikan-perbaikan yang dicapai dan dipertahankan oleh rumah sakit didokumentasikan
sebagai bagian dari pengelolaan peningkatan mutu dan keselamatan pasien di rumah
sakit.
5. Tujuan pemantauan pelaksanaan evaluasi perbaikan pelayanan klinis berupa standar
pelayanan kedokteran sebagai berikut:
a) Mendorong tercapainya standardisasi proses asuhan klinik.
b) Mengurangi risiko dalam proses asuhan, terutama yang berkaitan asuhan kritis.
c) Memanfaatkan sumber daya yang tersedia dengan efisien dalam memberikan asuhan
klinik tepat waktu dan efektif.
d) Memanfaatkan indikator prioritas sebagai indikator dalam penilaian kepatuhan
penerapan alur klinis di area yang akan diperbaiki di tingkat rumah sakit.
e) Secara konsisten menggunakan praktik berbasis bukti (evidence based practices)
dalam memberikan asuhan bermutu tinggi. Evaluasi prioritas standar pelayanan
kedokteran tersebut dipergunakan untuk mengukur keberhasilan dan efisensi
peningkatan mutu pelayanan klinis prioritas rumah sakit.
6. Dalam rangka membandingkan performa, target atau proses dengan antara satu atau
lebih organisasi dalam waktu tertentu, maka Rumah Sakit melakukan benchmarking baik
secara internal maupun eksternal.

F. Sasaran Keselamatan Pasien di Rumah Sakit


Rumkitban 05.08.03 Sidoarjo menetapkan 6 Sasaran Keselamatan Pasien dimana rincian sebagai
berikut :
1. Ketepatan Identifikasi Pasien
2. Komunikasi Efektif
3. Meningkatkan keselamatan penggunaan obat-obatan yang perlu kewaspadaan tinggi
4. Kepastian tepat lokasi, Ketepatan Prosedur dan tepat Pasien operasi
5. Pencegahan Infeksi terkait pelayanan kesehatan
6. Pengurangan Risiko Pasien Jatuh

G. Managemen Insiden Klinis


Melaksanakan dan mengatur dari proses perencanaan hingga tercapainya tujuan dari aktivitas
pelayanan pasien, meliputi :
1. Pelaporan Insiden Sentinel, KTD, KNC dari masing –  masing unit.
Bila terjadi insiden pada unit, maka unit akan melapor kepada Tim PMKP sesuai dengan Alur
pelaporan insiden.
2. Melakukan Matrik Assesment
Sesudah laporan insiden diterima, maka tim mutu akan membuat  Risk Matrix Grading  sesuai
dengan kasusnya.
3. Rekapitulasi Pelaporan Insiden
Melakukan rekapitulasi laporan insiden untuk dilakukan pembahasan bersama Tim Peningkatan
Mutu dan Keselamatan Pasien dan Manajemen.
4. Pembahasan Laporan Insiden
Pembahasan laporan insiden dilakukan seminggu satu kali dengan dihadiri oleh  pimpinan Rumah
Sakit, Tim PMKP serta unit terkait.
5. Tindak Lanjut Insiden
Dari hasil pembahasan, ditetapkan insiden yang akan dianalisa untuk ditindaklanjuti. Tindak lanjut
yang dilakukan dapat melalui pertemuan dengan unit/staff terkait atau pembuatan  Root Cause
Analysis( RCA ) untuk dapat dicari akar masalah dari insiden yang terjadi, sehingga dapat diambil
tindakan  perbaikan.
6. Reassesment / evaluasi keefektifan tindak lanjut
Setelah tindakan perbaikan dilakukan, maka perlu dievaluasi keefektifan dari tindakan yang
diambil, bila tidak terulang kejadian yang sama maka dapat dibuat prosedur untuk mengatur hal
tersebut. Bila dari hasil evaluasi, tindakan  perbaikan belum efektif maka perlu dianalisa ulang
untuk kembali dicari akar  permasalahannya.

H. Managemen Resiko
1. Dalam rangka menanggulangi risiko yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan di
Rumkitban 05.08.03 Sidoajo, maka Karumkit menetapkan menerapkan manajemen risiko
berkelanjutan yang digunakan untuk identifikasi dan mengurangi KTD dan Kejadian
Sentinel, KNC, KPC.
2. Kejadian sentinel merupakan salah satu jenis insiden keselamatan pasien yang harus
dilaporkan yang menyebabkan terjadinya hal-hal berikut ini:
a) Kematian.
b) Cedera permanen.
c) Cedera berat yang bersifat sementara/reversible.
Cedera permanen adalah dampak yang dialami pasien yang bersifat ireversibel akibat
insiden yang dialaminya misalnya kecacadan, kelumpuhan, kebutaan, tuli, dan lain-
lainnya. Cedera berat yang bersifat sementara adalah cedera yang bersifat kritis dan
dapat mengancam nyawa yang berlangsung dalam suatu kurun waktu tanpa terjadi
cedera permanen/gejala sisa, namun kondisi tersebut mengharuskan pemindahan pasien
ke tingkat perawatan yang lebih tinggi /pengawasan pasien untuk jangka waktu yang
lama, pemindahan pasien ke tingkat perawatan yang lebih tinggi karena adanya kondisi
yang mengancam nyawa, atau penambahan operasi besar, tindakan, atau tata laksana
untuk menanggulangi kondisi tersebut. Kejadian juga dapat digolongkan sebagai kejadian
sentinel jika terjadi salah satu dari berikut ini :
a) Bunuh diri oleh pasien yang sedang dirawat, ditatalaksana, menerima pelayanan di
unit yang selalu memiliki staf sepanjang hari atau dalam waktu 72 jam setelah
pemulangan pasien, termasuk dari Unit Gawat Darurat (UGD) rumah sakit;
b) Kematian bayi cukup bulan yang tidak diantisipasi;
c) Bayi dipulangkan kepada orang tua yang salah;
d) Penculikan pasien yang sedang menerima perawatan, tata laksana, dan pelayanan;
e) Kaburnya pasien (atau pulang tanpa izin) dari unit perawatan yang selalu dijaga oleh
staf sepanjang hari (termasuk UGD), yang menyebabkan kematian, cedera permanen,
atau cedera sementara derajat berat bagi pasien tersebut;
f) Reaksi transfusi hemolitik yang melibatkan pemberian darah atau produk darah
dengan inkompatibilitas golongan darah mayor (ABO, Rh, kelompok darah lainnya);
g) Pemerkosaan, kekerasan (yang menyebabkan kematian, cedera permanen, atau
cedera sementara derajat berat) atau pembunuhan pasien yang sedang menerima
perawatan, tata laksana, dan layanan ketika berada dalam lingkungan rumah sakit;
h) Pemerkosaan, kekerasan (yang menyebabkan kematian, cedera permanen, atau
cedera sementara derajat berat) atau pembunuhan anggota staf, praktisi mandiri
berizin, pengunjung, atau vendor ketika berada dalam lingkungan rumah sakit
i) Tindakan invasif, termasuk operasi yang dilakukan pada pasien yang salah, pada sisi
yang salah, atau menggunakan prosedur yang salah (secara tidak sengaja);
j) Tertinggalnya benda asing dalam tubuh pasien secara tidak sengaja setelah suatu
tindakan invasif, termasuk operasi;
k) Hiperbilirubinemia neonatal berat (bilirubin >30 mg/dL); - 138 –
l) Fluoroskopi berkepanjangan dengan dosis kumulatif >1.500 rad pada satu medan
tunggal atau pemberian radioterapi ke area tubuh yang salah atau pemberian
radioterapi >25% melebihi dosis radioterapi yang direncanakan;
m) Kebakaran, lidah api, atau asap, uap panas, atau pijaran yang tidak diantisipasi
selama satu episode perawatan pasien;
n) Semua kematian ibu intrapartum (terkait dengan proses persalinan); atau
o) Morbiditas ibu derajat berat (terutama tidak berhubungan dengan perjalanan alamiah
penyakit pasien atau kondisi lain yang mendasari) terjadi pada pasien dan
menyebabka cedera permanen atau cedera sementara derajat berat.
3. Pimpinan Rumah Sakit menetapkan analisa risiko yang bersifat proaktif dan reaktif
a) Analisa risiko bersifat proaktif artinya setiap tahun RS melaksanakan dan
mendokumentasikan kegiatan, Risk Register
1) Risk Register
(a) Definisi
(1) Pusat dari proses manajemen risiko organisasi
(2) Alat manajemen yang memungkinkan suatu organisasi memahami profil
risiko secara menyeluruh.
(3) Catatan dari segala risiko yang dapat mengancam rumah sakit dalam
mencapai targetnya
(b) Rumah sakit dalam kurun 1 tahun harus dibuat risk register rumah sakit
berdasarkan risiko yang teridentifikasi, juga potensial risiko maupun risiko
aktual.
b) Analisa risiko bersifat reaktif artinya rumah sakit melakukan RCA terhadap kejadian
Sentinel dan KTD dan KNC yang lebih dari 3 kali.
1) Insiden Report (Pelaporan Insiden)
(a) Definisi
pelaporan secara tertulis setiap insiden yang menimpa  pasien.
(b) Adapun Kejadian tersebut meliputi :
(1) Kejadian Sentinel
Suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius;
biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak
dapat diterima seperti: operasi pada bagian tubuh yang salah. Pemilihan
kata “ sentinel “ terkait  dengan keseriusan cedera yang terjadi (mis.
Amputasi pada kaki yang salah, dsb) sehingga pencarian fakta terhadap
kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan
dan  prosedur yang berlaku
(2) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
Suatu kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cedera  pasien
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi
pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan
kesalahan medis karena tidak dapat dicegah.
(3) Kejadian Tidak Cedera (KTC)
Kesalahan akibat melakukan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi
cedera serius tidak terjadi, karena “keberuntungan”
(4) Kejadian Nyaris Cedera (KNC)
Terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien
(5) Kejadian Potensial Cedera (KPC)
Kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi  belum
terjadi insiden cedera
2) RCA (Root Causes Analysis)
(a) Definisi
Metode evaluasi terukur untuk mengidentifikasi akar masalah dari kejadian
yang tidak diharapkan dan tindakan adekuat untuk mencegah kejadian yang
sama berulang kembali.
(b) Cara pelaksanaan RCA
(1) Tentukan tim investigator
(2) Kumpulkan data baik dari observasi, dokumentasi maupun interview
(3) Petakan kronologi kejadian melalui : time line atau narasi kronologis
(4) Identifikasi masalah dengan brain storming
(5) Analisis informasi dengan : 5 “WHY”, analisis perubahan, analisis
penghalang, fish bone analys.
(c) Pelaksanaan RCA dilakkukan dalam waktu 45 hari sejak adanya kejadian

I. Sistem Pelaporan
1. Laporan Bulanan
Laporan angka infeksi nosokomial, laporan SPM PPI, laporan indikator PPI dan indikator
mutu
2. Laporan Trimester
a. Laporan trend angka infeksi nosokomial selama 3 bulan beserta analisa masalah dan
rekomendasi  
b. Laporan hasil audit beserta rekomendasi
c. Laporan evaluasi program kerja tiap 3 bulan
3. Laporan Tahunan
a. Laporan angka infeksi nosokomial selama 1 tahun  
b. Laporan indikator dan SPM PPI dalam 1 tahun
c. Laporan dan evaluasi program PPI dalam tahun tersebut
d. Laporan indikator PMKP
J. Panduan/ Pedoman
Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien Rumkitban
05.08.03 Sidoarjo mengacu pada :
1. Pedoman PMKP Rumkitban 05.08.03
2. Pedoman Pengorganisasian PMKP Rumkitban 05.08.03 Sidoarjo
3. Pedoman / Panduan tiap Unit Pelayanan Tim/Komite Rumkitban 05.08.03 Sidoarjo
4. SPO yang berlaku di Rumkitban 05.08.03 Sidoarjo
BAB V
LOGISTIK

A. Perencanaan
Tim Peningkatan Mutu dam Keselamatan Pasien melakukan perencanaan melalui rapat
intern Tim PMKP yang dilakukan setiap bulan, baik melalui  perencanaan logistik maupun
sarana promosi yang dibutuhkan.

B. Pengadaan
1. Pengadaan Kertas, Printer, Tinta Printer, dan alat tulis
Pengadaan kertas guna keperluan administrasi dilakukan oleh bagian pembelian non-
medis Rumah Sakit, atau mengikuti persediaan logistik Sekretariat, dan untuk hal bersifat
legal seperti stempel, Komite peningkatan Mutu dam Keselamatan Pasien terlebih dahulu
mengajukan melalui Kepala Rumah sakit.
2. Pengadaan Form Evaluasi Indikator
Pengadaan ini dilakukan oleh masing-masing unit kerja dengan format yang dibutuhkan
oleh masing-masing unit kerja.
3. Pengadaan Lemari penyimpanan data
Pengadaan lemari ini dilakukan oleh bagian pembelian non-medis melalui  persetujuan
Kepala Rumah Sakit

C. Penyimpanan
Tim PMKP melakukan kegiatan penyimpanan data berupa 2 bagian :
1. Data hard copy di ruang akreditasi
2. Data soft copy di flach disk
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

Keselamatan pasien perlu mendapat perhatian secara khusus, termasuk dalam


pelayanan Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien, Tim Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien secara tidak langsung mendukung 6 sasaran Keselamatan Pasien, dan
secara langsung melaksanakan salah satu dari 6 Sasaran Keselamatan Pasien yaitu:
Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Untuk mengurangi risiko infeksi ini maka setiap anggota di Tim Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien wajib mencuci tangan sebelum,selama dan setelah bekerja, saat akan
kontak dan setelah kontak pasien, saat sebelum dan sesudah makan, saat tersentuh  benda
aseptik, menggunakan cara cuci tangan 6 langkah sesuai dengan pedoman hand hygiene
yang efektif
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan bagian dari kegiatan yang berkaitan erat
dengan kejadian yang disebabkan akibat kelalaian dalam menggunaan peralatan elektronik
khususnya
Kondisi yang dapat mengurangi bahaya dan terjadi kecelakaan dalam proses pekerjaan Tim
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien yaitu dikarenakan pekerjaan yang terorganisir
dengan baik,dikerjakan sesuai dengan prosedur,tempat kerja yang aman dan terjamin
kebersihannya serta istirahat yang cukup.
Kecelakaan kerja tidak terjadi dengan sendirinya,biasanya terjadi dengan mendadak atau
dan tidak direncanakan sehingga menyebabkan kerusakan pada peralatan kerja maupun fisik
anggota Komite Peningkatan Mutu dam Keselamatan Pasien.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

A. Peralatan
Perawatan Peralatan Secara Berkala (Preventif Maintenance) Perawatan peralatan yang
digunakan di Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien dilakukan sesuai kebutuhan,
dan berusaha untuk melibatkan setiap unit kerja yang dibutuhkan.

B. Pendidikan dan pelatihan


Pendidikan dan pelatihan di Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien antara lain :
1. Pelatihan Patient Safety
2. Pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3),
3. Pelatihan PPI (cuci tangan 6 langkah dll)
4. Pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD).
5. Pelatihan Manajemen Risiko Klinis
6. Pelatihan RCA
7. Pelatihan Indikator Mutu RS
8. Pelatihan Budaya Keselamatan
9. Pelatihan PMKP
BAB IX
PENUTUP

Pedoman PMKP disusun agar dapat sebagai pegangan dan acuan dalam melaksanakan
kegiatan terkait mutu dan keselamatan pasien di Rumkitban 05.08.03 Sidoarjo, diharapkan
dengan adanya pedoman PMKP sistem peningkatan mutu dan keselamatan pasien RS
berjalan dengan efektif dan berkesinambungan.

Sidoarjo, 24 Desember 2021


Mengetahui
Karumkitban 05.08.03 Sidoarjo Ketua Tim PMKP

dr. Antonius Tatit Pulonggana, Sp.B dr. Deasy Fiasry, Sp A


Kapten Ckm (K) NRP 11080089520681 PNS III/d NIP 197907222008122001

Anda mungkin juga menyukai