MEMUTUSKAN
MENETAPKAN :
PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RSU
UMUM DHARMA IBU TERNATE
Pasal 1
Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien RSU Dharma Ibu Ternate merupakan
acuan bagi rumah sakit dalam meningkatkan mutu dan keselamatan pasien.
Pasal 2
Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien RSU Dharma Ibu Ternate sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Direktur ini.
Pasal 3
Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan jika dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam
peraturan ini maka akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Ternate
Pada tanggal : 06 Juni 2022
RSU Dharma Ibu Ternate ternate,
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat
bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal,
sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional. Untuk itu perlu
ditingkatkan upaya guna memperluas dan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat dengan mutu yang baik dan biaya yang terjangkau. Selain itu dengan semakin
meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat, maka sistem nilai dan
orientasi dalam masyarakat pun mulai berubah. Masyarakat mulai cenderung menuntut
pelayanan umum yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu termasuk pelayanan
kesehatan. Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan
rumah sakit, maka fungsi pelayanan RSU Dharma Ibu Ternate Ternate secara bertahap
perlu terus ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efisien serta memberi kepuasan
kepada pasien, keluarga maupun masyarakat. Inti mutu pelayanan rumah sakit yang
berkualitas adalah memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada kepentingan
pasien (patient- centerness) dan keselamatan pasien (patient-safety).
RSU Dharma Ibu Ternate Ternate memulai kegiatan peningkatan mutu dan
keselamatan pasien pada tahun 2019 dengan dibentuknya Komite Mutu, namun pada tahun
2020 data mengenai pencapaian indikator mutu dan insiden keselamatan pasien belum ada.
Oleh sebab itu mulai tahun 2021 dilakukan suatu upaya untuk meningkatkan keberhasilan
sistem pelaporan dan pembelajaran yang berfokus pada sistem untuk meningkatkan
keselamatan pasien di RSU Dharma Ibu Ternate Ternate serta peningkatan mutu yang dapat
diketahui dengan pengukuran setiap indikator mutu di unit pelayanan dan unit kerja RSU
Dharma Ibu Ternate Ternate. Mengingat mutu dan keselamatan pasien sudah menjadi
tuntutan masyarakat, maka pelaksanaan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan
pasien di RSU Dharma Ibu Ternate Ternate perlu ditingkatkan. Dalam standar akreditasi
baru, rumah sakit dituntut untuk memberikan kualitas mutu pelayanan yang komprehensif
dan terintegrasi melalui redesain sistem untuk menurunkan risiko pada pasien dan staf
secara berkesinambungan. Peningkatan mutu dan keselamatan pasien diharapkan dapat
dilakukan dalam kegiatan sehari-hari, baik oleh staf klinis maupun staf non klinis. Oleh sebab
itu, rumah sakit perlu suatu pedoman yang dapat menjadi dasar pelaksanaan peningkatan
mutu dan keselamatan pasien. Dengan demikian, seluruh staf rumah sakit dapat
menerapkan standar pelayanan rumah sakit pada pekerjaan sehari-hari yang lebih efisien,
bermutu dan kejadian tidak diharapkan dapat dicegah sedini mungkin.
B. TUJUAN
1. Tersedianya acuan atau pedoman bagi rumah sakit dalam melaksanakan
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta pengawasan terhadap
penyelenggaraan mutu pelayanan dan keselamatan pasien di rumah sakit.
2. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit secara efektif, efisien dan
berkesinambungan serta tersusunnya sistem monitoring pelayanan rumah sakit
melalui indikator mutu.
3. Meningkatkan kepedulian petugas dalam mencegah insiden keselamatan pasien di
rumah sakit.
4. Menurunnya kejadian yang berkaitan dengan keselamatan pasien di rumah sakit.
5. Terciptanya budaya keselamatan pasien.
6. Meningkatkan pengetahuan seluruh staf melalui pelatihan peningkatan mutu dan
keselamatan pasien.
BAB II
A. VISI
Hati Yang Tergerak Untuk Memperpanjang Tangan Kasih Allah Melalui Pelayanan
Kesehatan Kepada Semua Orang Yang Membutuhkan
B. MISI
Mengoptimalkan Seluruh Kemampuan Secara Profesional Dalam Pelayanan Kesehatan
Yang Dijiwai Cinta Kasih Dan Pengorbanan
STRUKTUR ORGANISASI
KOMITE PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
RSU UMUM DHARMA IBU TERNATE
Ketua Komite
Sekretaris
I. Tugas Umum
a. Sebagai motor penggerak penyusunan program PMKP rumah sakit.
b. Melakukan monitoring dan memandu penerapan program PMKP di unit kerja.
c. Membantu dan melakukan koordinasi dengan pimpinan unit pelayanan dalam memilih
prioritas perbaikan, pengukuran mutu/ indikator mutu dan menindaklanjuti hasil capaian
indikator.
d. Melakukan koordinasi dan pengorganisasian pemilihan prioritas program di tingkat unit
kerja serta menggabungkan menjadi prioritas rumah sakit secara keseluruhan. Prioritas
program rumah sakit ini harus terkoordinasi dengan baik dalam pelaksanaannya.
e. Menentukan profil indikator mutu, metode analisis, dan validasi data dari data indikator
mutu yang dikumpulkan dari seluruh unit kerja di rumah sakit.
f. Menyusun formulir untuk mengumpulkan data, menentukan jenis data, serta bagaimana
alur data dan pelaporan dilaksanakan.
g. Menjalin komunikasi yang baik dengan semua pihak terkait serta menyampaikan masalah
terkait pelaksanaan program mutu dan keselamatan pasien.
h. Terlibat secara penuh dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan PMK.
i. Bertanggung jawab untuk mengomunikasikan masalah-masalah mutu secara rutin kepada
semua staf.
j. Menyusun regulasi terkait dengan pengawasan dan penerapan program PMKP.
k. Menanagani insiden keselamatan pasien yang meliputi pelaporan,verifikasi,investigasi dan
analisis penyebab insiden keselamatan pasien.
l. Mengkoordinasikan penyusunan program manajemen resiko rumah sakit.
II. Tugas Khusus
1. Ketua PMKP
a. Memastikan keandalan perencanaan mutu dan pengendalian mutu dan keselamatan
pasien, berikut teknik dan alat dalam melaksanakan kegiatan tersebut.
b. Memastikan terlaksananya perbaikan mutu dan keselamatan pasien melalui kegiatan-
kegiatan sosialisasi, fasilitasi, dan audit yang melibatkan partisipasi pihak-pihak yang
terkait.
c. Memastikan terlaksananya efektivitas manejemen resiko khususnya kegiatan
pelayanan dan manejemen sehingga terwujud penurunan angka resiko dan berdampak
kepada peningkatan mutu dan keselamatan pasien
d. Memastikan terciptanya komunikasi dan hubungan yang baik dengan pihak-pihak yang
terkait dengan akreditasi mutu dan keselamatan pasien
e. Melakukan validasi data untuk memastikan keandalan informasi pencapaian indicator
mutu dan keselamatan pasien
f. Melaksanakan pendampingan dan koordinasi dengan pembimbing akreditasi dan
pelaksana surveillance dalam mewujudkan pemenuhan standar mutu dan keselamatan
pasien yang telah ditetapkan.
g. Menyusun kebijakan, strategi dan prosedur di bidang manajemen mutu
h. Menyusun indikator mutu dan keselamatan pasien
i. Menyusun program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
j. Memantau dan mengevaluasi seluruh program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien
k. Mensosialisasikan hasil pencapaian program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien
l. Mengkoordinasikan pelaksaan audit mutu internal
m. Mengkoordinasikan penyusunan rencana dan jadwal kegiatan terkait dengan akreditasi
mutu
n. Memfasilitasi bimbingan internal dan eksternal terkait dengan pelaksanaan akreditasi
mutu
o. Memfasilitasi kegiatan yang terkait dengan inovasi mutu baik dari internal maupun
eksternal
p. Melaksanakan pengumpulan dan analisis data terkait dengan pencapaian indikator
mutu dan keselamatan pasien
q. Melaksanakan kegiatan konsultasi terhadap seluruh unit kerja terkait dengan
pelaksanaan peningkatan mutu dan keselamatan pasien
2. Sekretaris
a. Melaksanakan kegiatan administrasi pelaksanaan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien
b. Mengumpulkan dan menyimpan dengan baik laporan data indikator mutu dan
keselamatan pasien dari seluruh unit
c. Memuat jadwal pertemuan/rapat baik yang rutin maupun insidentil
d. Menyusun jadwal ronde keselamatan pasien ke unit-unit.
e. Menyusun jadwal validasi data mutu klinik.
f. Menyusun laporan insiden eksternal dan internal serta laporan berkala kegiatan komite
peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
g. Menyusun laporan triwulan dan tahuan sesuai program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien.
h. Mewakili ketua komite PMKP bila berhalangan.
i. Mengkoordinir kegiatan seluruh sub komite .
j. Melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan dan program di komite PMKP.
3. Sub Komite Peningkatan Mutu dan Manajemen Resiko
a. Menyusun kebijakan dan strategi manajemen mutu.
b. Menyusun program indikator mutu.
c. Melakukan koordinasi dengan unit terkait dalam penyusunan program peningkatan
mutu.
d. Melakukan koordinasi dengan SPI dalam penyusunan tools audit mutu internal.
e. Memantau pelaksanaan seluruh program peningkatan mutu.
f. Mengevaluasi pelaksanaan seluruh program peningkatan mutu.
g. Menyusun laporan hasil pencapaian indikator.
h. Mensosialisasikan hasil pencapaian program peningkatan mutu.
i. Memfasilitasi tindak lanjut hasil rekomendasi.
j. Melakukan koordinasi terkait penyusunan rencana akreditasi mutu.
k. Mamfasilitasi rapat/pertemuan terkait pelaksaan akreditasi mutu.
l. Memfasilitasi bimbingan eksternal dan internal terkait akreditasi mutu.
m. Melakukan koordinasi dengan komite keselamatan pasien RSUdan unit terkait dalam
pembuatan RCA dan FMEA.
n. Melakukan koordinasi dengan komite keselamatan pasien RSUdan unit terkait dengan
proses bimbingan peningkatan mutu dan keselamatan pasien .
o. Memfasilitasi kegiatan terkait penyelenggaraan pengembangan inovasi dan gugus
pengendali mutu.
p. Memfasilitasi rapat/pertemuan koordinasi bulanan dengan direksi dan unit terkait.
q. Melakukan koordinasi kepada bagian/komite/unit terkait terhadap implementasi standar
pelayanan yang berfokus kepada pasien dan manajemen.
r. Menghadiri rapat, pertemuan, workshop/seminar terkait peningkatan mutu baik internal
maupun eksternal.
s. Menyusun program manajemen risiko yang konsisten dengan misi dan rencana
organisasi serta memenuhi kebutuhan pasien, masyarakat dan staf.
t. Melaksanakan proses - proses manajemen risiko dengan menggunakan pedoman
praktik terkini, standar pelayanan medik, kepustakaan ilmiah dan informasi lain
berdasarkan rancangan praktik klinik, serta sesuai dengan praktik bisnis yang sehat
dan relevan dengan informasi terkini.
u. Melaksanakan proses-proses identifikasi dari risiko.
v. Melaksanakan skoring dan menetapkan prioritas risiko-risiko di seluruh unit.
w. Melaksanakan koordinasi dengan komite keselamatan pasien dalam penyelidikan KTD.
x. Melakukan evaluasi terhadap KNC dan proses risiko tinggi lainnya yang dapat berubah
dan berakibat terjadinya kejadian sentinel.
y. Melaksanakan kegiatan FMEA untuk suatu kejadian yang berujung kepada risiko tinggi
dan sentinel.
4. Sub Komite Keselamatan Pasien
a. Bertanggungjawab terhadap pelaksanaan kegiatan keselamatan pasien rumah sakit.
b. Menyususn kebijakan terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit.
c. Membuat program kerja keselamatan pasien rumah sakit.
d. Merencanakan pelatihan anggota komite keselamatan pasien rumah sakit.
e. Melakukan koordinasi dengan komite keselamatan pasien rumah sakit.
f. Melaporkan dan mencatat semua insiden keselamatan pasien yang terjadi ke komite
keselamatan pasien rumah sakit.
BAB IV
DIREKTUR
KOMITE KEPALA
DAN TIM UNIT
KOMITE MUTU
PETUGAS IT
PIC DATA
Keterangan:
Direktur
a. Merencanakan, mengembangkan, dan menerapkan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien di lingkungan rumah sakit.
b. Memilih dan menetapkan proses pengukuran, pengkajian data, rencana. perbaikan
dan mempertahankan peningkatan mutu dan keselamatan pasien di lingkungan
rumah sakit.
c. Menetapkan mekanisme pemantauan dan koordinasi program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien.
d. Berpartisipasi dalam menetapkan prioritas perbaikan di tingkat rumah sakit yang
merupakan proses yang berdampak luas/menyeluruh di rumah sakit termasuk di
dalamnya kegiatan keselamatan pasien serta analisis dampak dari perbaikan yang
telah dilakukan.
xi
BAB V
A. PENGERTIAN
Mutu pelayanan rumah sakit merupakan derajat kesempurnaan pelayanan rumah sakit
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan
standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang
tersedia di rumah sakit secara wajar, efisien dan efektif, serta diberikan secara aman dan
memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosial budaya. Upaya peningkatan
mutu pelayanan kesehatan adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan
integratif yang menyangkut input, proses dan output secara objektif, sistematik dan berlanjut
memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, dan memecahkan
masalah-masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan yang diberikan berdaya guna dan
berhasil guna.
1. RSU memilih dan menetapkan prioritas pengukuran mutu pelayanan klinis yang akan
dievaluasi dan indikator-indikator berdasarkan prioritas tersebut.
2. Direktur bertanggung jawab untuk memilih dan menetapkan prioritas pengukuran dan
perbaikan di seluruh rumah sakit.
3. Direktur, kepala bidang, kepala unit, komite medik dan pimpinan lainnya melakukan
koordinasi pemilihan indikator mutu prioritas pelayanan.
4. Komite Mutu terlibat dalam proses pemilihan prioritas pengukuran pelayanan klinis yang
akan dievaluasi serta melakukan koordinasi dan integrasi kegiatan pengukuran di
seluruh rumah sakit.
5. Pengukuran prioritas perbaikan tingkat rumah sakit mencakup:
a. Sasaran keselamatan pasien meliputi enam Sasaran Keselamatan Pasien
(SKP) minimal 1 indikator setiap sasaran.
b. Pelayanan klinis prioritas untuk dilakukan perbaikan misalnya pada pelayanannya
berisiko tinggi dan terdapat masalah dalam pelayanan tersebut, minimal 1 indikator.
c. Indikator yang sesuai dengan tujuan strategis rumah sakit atau Key Performance
indicator (KPI) minimal 1 indikator.
d. Perbaikan sistem adalah perbaikan yang jika dilakukan akan berdampak
luas/menyeluruh di rumah sakit yang dapat diterapkan di beberapa unit, minimal 1
indikator.
e. Manajemen risiko untuk melakukan perbaikan secara proaktif terhadap proses
berisiko tinggi misalnya yang telah dilakukan analisis FMEA atau dapat diambil dari
profil risiko, minimal 1 indikator.
6. Pengukuran mutu prioritas dilakukan menggunakan indikator-indikator mutu sebagai
berikut:
12
a. Indikator area klinis (IAK) yaitu indikator mutu yang bersumber dari area pelayanan.
b. Indikator area manajemen (IAM) yaitu indikator mutu yang bersumber dari area
manajemen.
c. Indikator sasaran keselamatan pasien (ISKP) adalah indikator mutu yang mengukur
kepatuhan staf dalam penerapan sasaran keselamatan pasien dan budaya
keselamatan.
1) SKP 1 Ketepatan identifikasi pasien
2) SKP 2 Peningkatan komunikasi yang efektif
3) SKP 3 Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
4) SKP 4 Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
5) SKP 5 Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6) SKP 6 Pengurangan risiko pasien jatuh
7. Direktur rumah sakit dan Komite Mutu melakukan supervisi terhadap proses
pengumpulan data.
8. Analisis data dan hasil capaian indikator digunakan untuk mengetahui dampak kendali
mutu dan kendali biaya.
9. Evaluasi proses pelaksanaan panduan praktik klinis (PPK) dan alur klinis (clinical
pathway) digunakan untuk pengukuran mutu prioritas rumah sakit.
10. Hasil indikator mutu prioritas yang masih di bawah standar harus dibuat form PDSA
(Plan Do Study Action).
11. Komite Mutu membuat laporan hasil capaian indikator mutu prioritas ke Direktur dan
diteruskan ke Pemilik setiap 3 bulan. Direktur dan Pemilik memberikan feedback
berupa Rekomendasi Tindak Lanjut
1. Indikator Nasional Mutu Pelayanan Kesehatan yang selanjutnya disebut Indikator Mutu
adalah tolok ukuryang digunakan untuk menilai tingkat keberhasilan mutu pelayanan
kesehatan di fasilitas pelayanan Kesehatan.
13
d. Waktu tanggap operasi seksio sesarea emergensi ≤30 menit
e. Waktu tunggu rawat jalan
f. Penundaan operasi elektif
g. Kepatuhan waktu visite dokter
h. Pelaporan hasil kritis laboratorium
i. Kepatuhan penggunaan Formularium Nasional (FORNAS)
j. Kepatuhan terhadap alur klinis (Clinical Pathway)
k. Kepatuhan upaya pencegahan risiko pasien jatuh
l. Kecepatan waktu tanggap complain
m. Kepuasan Pasien
3. PIC data unit melakukan pengumpulan data berupa sensus harian.
4. Subkomite Mutu melakukan supervisi pengumpulan data dan analisa data.
a. Komite Mutu membuat laporan indicator nasional mutu berserta capaian dan tindak
lanjut.
b. Laporan dikirimkan ke kementerian Kesehatan melalui aplikasi SIMAR pada tanggal
1 hingga tanggal 7 setiap bulan berikutnya.
c. Laporan 3 bulanan hasil capaian indikator nasional mutu berserta rencana tindak
lanjut diserahkan kepada Direktur dan diteruskan ke Pemilik. Direktur dan Pemilik
memberikan feedback berupa Rekomendasi Tindak Lanjut untuk diterakan pada
setiap unit yang bersangkutan.
1. Indikator mutu di unit pelayanan atau unit kerja digunakan untuk menilai mutu unit
pelayanan atau unit kerja. Komite Mutu melakukan koordinasi dengan mengorganisasi
pemilihan indikator mutu di unit tersebut, sehingga indikator yang dipilih tersebut valid,
reliable, sensitive, dan spesifik.
2. Setiap kepala unit terlibat langsung dalam pemilihan dan penetapan indikator mutu
yang ingin diukur di unit. Indikator mutu di unit pelayanan dapat meliputi indikator mutu
area klinis, indikator mutu area manajemen dan indikator mutu penerapan sasaran
keselamatan pasien, dan indikator mutu unit kerja (non pelayanan), minimal meliputi
indikator area manajemen. Setelah kepala unit memilih indikator mutu unit, Komite
Mutu membantu menyusun profil indikatornya.
14
p. Populasi/sampel (besar sampel dan cara pengambilan sampel).
q. Periode pengumpulan data.
r. Periode analisis dan pelaporan data.
s. Penyajian data.
t. Penanggung jawab.
1. Dalam peningkatan mutu RS berkaitan dengan indikator mutu prioritas, Direktur bersama-
sama dengan Komite Medik dan Kelompok Staf Medis (KSM) memilih dan menetapkan
paling sedikit 5 (lima) evaluasi prioritas standar pelayanan kedokteran, berupa panduan
praktik klinis (PPK) atau alur klinis / clinical pathway (CP) atau protokol, algoritme,
prosedur, standing order setiap tahunnya, yang dimonitor implementasinya oleh Komite
Medik dan atau Sub Komite Mutu Profesi.
18
kepatuhan standar pelayanan kedokteran di rumah sakit, misalnya kepatuhan terhadap
pemberian terapi, pemeriksaan penunjang dan lama hari rawat (LOS).
4. Evaluasi prioritas standar pelayanan kedokteran dilakukan oleh Komite Medik dan atau
Sub Komite Mutu Profesi bersama-sama dengan kepala bidang medik secara berkala
setiap tiga bulan.
5. Panduan Praktik Klinis adalah istilah teknis sebagai pengganti Standar Prosedur
Operasional (SPO) dalam Undang-undang Praktik Kedokteran 2004 yang merupakan
istilah administratif. Jadi secara teknis Standar Prosedur Operasional (SPO) dibuat
berupa Panduan Praktik Klinis (PPK) yang dapat berupa atau disertai dengan salah satu
atau lebih: alur klinis (Clinical Pathway), protokol, prosedur, algoritme, standing order.
6. Clinical Pathway dibuat untuk penyakit atau kondisi klinis yang memerlukan pendekatan
multidisiplin, dan perjalanan klinisnya dapat diprediksi (pada setidaknya 70% kasus).
Bila dalam perjalanan klinis ditemukan hal-hal yang menyimpang, maka harus dicatat
sebagai varian yang harus dinilai lebih lanjut.
7. Panduan Praktik Klinis dan Clinical Pathway diterapkan untuk pasien rawat inap.
8. Panduan Praktik Klinis (PPK), alur klinis (Clinical Pathway) atau protokol yang diseleksi
untuk dilakukan evaluasi memenuhi kriteria :
a. Sesuai dengan populasi pasien yang ada dan misi RS
b. Disesuaikan dengan teknologi, obat, dan sumber daya di RS atau norma
profesional yang berlaku secara nasional
c. Dilakukan asesmen terhadap bukti ilmiahnya dan disahkan oleh pihak berwewenang
1) Hipertensi
2) Diabetes Melitus
3) TB
4) HIV
5) Keganasan
e. Dilaksanakan dan diukur terhadap efektivitasnya
19
I. MUTU STRUKTUR, PROSES DAN OUTCOME
Mutu pelayanan suatu rumah sakit merupakan produk akhir dari interaksi dan
ketergantungan yang rumit antara berbagai komponen atau aspek rumah sakit sebagai
suatu sistem.
Menurut Donabedian, pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur dengan
menggunakan 3 variabel:
1. Struktur, segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kesehatan
seperti: tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan, teknologi, organisasi, dan lain-lain.
Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input yang bermutu pula.
2. Proses intetraksi profesional antara pemberi pelayanan dengan pasien adalah apa yang
dilakukan oleh dokter dan tenaga profesi lain terhadap pasien: evaluasi, diagnosis,
perawatan, konseling, pengobatan, tindakan, penanganan jika terjadi penyulit, follow up.
Pendekatan proses adalah pendekatan paling langsung terhadap mutu asuhan.
3. Hasil/Outcome, adalah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang terjadi
pada konsumen (pasien), termasuk kepuasan dari konsumen tersebut. Adalah hasil
akhir kegiatan dan tindakan dokter dan tenaga profesi lain terhadap pasien dalam arti
perubahan derajat kesehatan dan kepuasan terhadap provider. Outcome yang baik
sebagian besar tergantung kepada mutu struktur dan mutu proses yang baik. Sebaliknya
outcome yang buruk adalah kelanjutan struktur atau proses yang buruk.
32
BAB VI
A. PENGERTIAN
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem yang dilakukan oleh rumah sakit
dengan membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi dan
pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden
dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan. Kejadian keselamatan
pasien tidak selalu merupakan hasil dari kecacatan pada sistem atau rancangan proses,
kerusakan sistem, kegagalan alat, atau kesalahan manusia.
1. Kejadian Sentinel
Kejadian Sentinel adalah suatu kejadian yang tidak berhubungan dengan perjalanan
penyakit pasien atau penyakit yang mendasarinya yang terjadi pada pasien. Kejadian
sentinel merupakan salah satu jenis insiden keselamatan pasien yang harus dilaporkan yang
menyebabkan terjadinya hal-hal berikut ini:
a. Kematian.
Kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit pasien atau kondisi pasien.
b. Cedera permanen.
Cedera permanen adalah dampak yang dialami pasien yang bersifat ireversibel akibat
insiden yang dialaminya misalnya kecacadan, kelumpuhan, kebutaan, tuli, dan lain-
lainnya.
33
c. Cedera berat yang bersifat sementara/reversible.
Cedera berat yang bersifat sementara adalah cedera yang bersifat kritis dan dapat
mengancam nyawa yang berlangsung dalam suatu kurun waktu tanpa terjadi cedera
permanen/gejala sisa, namun kondisi tersebut mengharuskan pemindahan pasien ke
tingkat perawatan yang lebih tinggi /pengawasan pasien untuk jangka waktu yang lama,
pemindahan pasien ke tingkat perawatan yang lebih tinggi karena adanya kondisi yang
mengancam nyawa, atau penambahan operasi besar, tindakan, atau tata laksana untuk
menanggulangi kondisi tersebut.
Kementerian Kesehatan Pada tahun 2022 dalam Keputusan Menteri Kesehatan tentang
akreditasi menyebutkan bahwa Kejadian lainnya yang dapat digolongkan sebagai kejadian
sentinel Yakni:
a. Bunuh diri oleh pasien yang sedang dirawat, ditatalaksana, menerima pelayanan di
unit yang selalu memiliki staf sepanjang hari atau dalam waktu 72 jam setelah
pemulangan pasien, termasuk dari Unit Gawat Darurat (UGD) rumah sakit;
b. Kematian bayi cukup bulan yang tidak diantisipasi;
c. Bayi dipulangkan kepada orang tua yang salah;
d. Penculikan pasien yang sedang menerima perawatan, tata laksana, dan pelayanan;
e. Kaburnya pasien (atau pulang tanpa izin) dari unit perawatan yang selalu dijaga oleh
staf sepanjang hari (termasuk UGD), yang menyebabkan kematian, cedera
permanen, atau cedera sementara derajat berat bagi pasien tersebut;
f. Reaksi transfusi hemolitik yang melibatkan pemberian darah atau produk darah
dengan inkompatibilitas golongan darah mayor (ABO, Rh, kelompok darah lainnya);
g. Pemerkosaan, kekerasan (yang menyebabkan kematian, cedera permanen, atau
cedera sementara derajat berat) atau pembunuhan pasien yang sedang menerima
perawatan, tata laksana, dan layanan ketika berada dalam lingkungan rumah sakit;
h. Pemerkosaan, kekerasan (yang menyebabkan kematian, cedera permanen, atau
cedera sementara derajat berat) atau pembunuhan anggota staf, praktisi mandiri
berizin, pengunjung, atau vendor ketika berada dalam lingkungan rumah sakit
i. Tindakan invasif, termasuk operasi yang dilakukan pada pasien yang salah, pada sisi
yang salah, atau menggunakan prosedur yang salah (secara tidak sengaja);
j. Tertinggalnya benda asing dalam tubuh pasien secara tidak sengaja setelah suatu
tindakan invasif, termasuk operasi;
34
k. Hiperbilirubinemia neonatal berat (bilirubin >30 mg/dL);
l. Fluoroskopi berkepanjangan dengan dosis kumulatif >1.500 rad pada satu medan
tunggal atau pemberian radioterapi ke area tubuh yang salah atau pemberian
radioterapi
>25% melebihi dosis radioterapi yang direncanakan;
m. Kebakaran, lidah api, atau asap, uap panas, atau pijaran yang tidak diantisipasi
selama satu episode perawatan pasien;
n. Semua kematian ibu intrapartum (terkait dengan proses persalinan); atau
o. orbiditas ibu derajat berat (terutama tidak berhubungan dengan perjalanan alamiah
penyakit pasien atau kondisi lain yang mendasari) terjadi pada pasien dan
menyebabkan cedera permanen atau cedera sementara derajat berat.
Definisi kejadian sentinel meliputi poin a) hingga o) di atas dan dapat meliputi kejadian-
kejadian lainnya seperti yang disyaratkan dalam peraturan atau dianggap sesuai oleh
RSUuntuk ditambahkan ke dalam daftar kejadian sentinel.
b. Semua kejadian serius akibat efek samping obat, jika sesuai dan
sebagaimana yang didefinisikan oleh rumah sakit
e. Efek samping atau pola efek samping selama sedasi moderat atau
mendalam dan pemakaian anestesi
f. Pasien jatuh
35
g. Kejadian-kejadian lain misalnya Infeksi yang berkaitan dengan pelayanan
kesehatan sebagaimana yang didefinisikan oleh rumah sakit
36
Suatu kondisi potensial cedera signifikan (KPCS) adalah suatu kondisi (selain dari proses
penyakit atau kondisi pasien itu sendiri) yang berpotensi menyebabka KTD maupun kejadian
sentinel.
Contoh:
a. Bahan Kimia tanpa label
b. Obat tanpa label expired
c. Meletakkan tabung oksigen tanpa diberi rantai pengaman
C. TIPE INSIDEN
Untuk mengisi tipe insiden, harus melakukan analisis dan investigasi terlebih dahulu. Insiden
terdiri dari tipe insiden dan subtipe insiden yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
No. Tipe Insiden Subtipe Insiden
1 Administrasi Proses i. Serah terima
Klinik ii. Perjanjian
iii. Daftar tunggu / Antrian
iv. Rujukan / Konsultasi
v. Admisi
vi. Keluar/Pulang dari Ranap/RS
vii. Pindah Perawatan (Transfer of care)
viii. Identifikasi Pasien
ix. Consent
x. Pembagian tugas
xi. Respons terhadap kegawatdaruratan
Masalah i. Tidak performed ketika dibutuhkan/
i ndikasi
ii. Tidak lengkap / Inadekuat
iii. Tidak tersedia
iv. Salah pasien
v. Salah proses / pelayanan
38
15.
Laboratorium Pengambil an/
/ Patologi Pick up Transport
Sorting Data entry
Prosesing Verifikasi /
Validasi Hasil
RSU Dharma Ibu Ternate menetapkan sistem pelaporan insiden keselamatan pasien
internal dan eksternal sesuai dengan merujuk pada peraturan perundang-undangan yang
meliputi:
1. Kebijakan
a. Penanganan insiden ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan dan keselamatan pasien.
b. Penanganan insiden di RS dilakukan melalui pembentukan Subkomite KPRS.
c. Pelaporan insiden keselamatan pasien menjadi awal proses pembelajaran untuk
mencegah kejadian yang sama terulang lagi.
d. Penanganan insiden dilakukan kegiatan berupa pelaporan, verifikasi, investigasi
dan analisis penyebab insiden tanpa menyalahkan, menghukum dan
mempermalukan seseorang.
5. Insiden yang harus dilaporkan, yaitu kejadian yang sudah terjadi, potensial
terjadi, ataupun yang nyaris terjadi, yaitu KNC, KTC, KTD, KPCS dan kejadian
sentinel
6. Yang membuat pelaporan insiden adalah
a. Siapa saja atau semua staf RS yang pertama kali menemukan kejadian atau insiden.
b. Siapa saja atau semua staf RS yang terlibat dalam kejadian atau insiden.
7. Batas waktu pelaporan adalah 2 x 24 jam.
8. Hasil pelaporan insiden:
a. Tidak disimpan di dokumen rekam medik
b. Tidak difoto copy
c. Disimpan hanya di Subkomite Keselamatan Pasien RSU (KPRS)
Cedera ringan,
2 Minor Dapat diatasi dengan pertolongan pertama,
Cedera sedang,
Berkurangnya fungsi motorik / sensorik / psikologis atau
3 Moderate intelektual secara semipermanent / reversibel / tidak
berhubungan dengan penyakit
Setiap kasus yang memperpanjang perawatan
cedera berat / luas
Kehilangan fungsi utama permanent (motorik, sensorik,
4 Major psikologis, intelektual), permanen/irreversibel/tidak
berhubungan dengan penyakit
Kerugian keuangan besar
Sangat Sering
Terjadi Moderate Moderate High Extreme Extreme
(Tiap mgg
/bln)
5
Sering
terjadi Moderate Moderate High Extreme Extreme
(Bebrp x
/thn)
4
Mungkin
terjadi (1-2 Lo Moderate High Extreme Extreme
thn/x) w
3
Jarang
terjadi (>2-5 Lo Low Moderate High Extreme
thn/x) w
2
Sangat jarang
sekali (>5 Lo Low Moderate High Extreme
thn/x) w
1
Dapat Manajer Tinjauan Tinjauan &
dikelola Klinis
dengan harus terperinci & tindakan
prosedur menilai segera
konsekuens perawatan diperlukan
i di
terhadap mendesak tingkat
biaya harus Dewan.
penanganan dilakukan Direktur
oleh harus
risiko manajemen diberitahu
senior
(Tindak (Manajer (Analisa (Analisa
lanjuti analisa detail & segera
sesuai dampak yg urget (RCA) (RCA) di
SPO) akan oleh BOD.
timbul Manajemen Dirut di
terkait
cost) senior) informasika
n
Skor risiko akan menentukan prioritas risiko. Jika pada asesmen risiko
ditemukan dua insiden dengan hasil skor risiko yang nilainya sama, maka untuk
memilih prioritasnya dapat menggunakan warna bands risiko.
b. Bands Risiko
Bands risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam empat
warna yaitu : biru, hijau, kuning, dan merah. Warna “Bands” akan
menentukan investigasi yang dilakukan.
Warna bands : hasil pertemuan antara nilai dampak yang diurut ke bawah
dan nilai probabilitas yang diurut ke samping kanan
Contoh :
Pasien jatuh dari tempat tidur dan meninggal, kejadian seperti ini di RS X
terjadi pada 2 tahun yang lalu.
Nilai dampak : 5 (katastropik) karena pasien meninggal
Nilai probabilitas : 3 (mungkin terjadi) karena pernah terjadi 2 tahun lalu
Skoring risiko : 5 x 3 = 15
Warna bands : Merah (ekstrim)
2. Laporan insiden dan hasil Investigasi baik investigasi komprehensif (RCA) maupun
investigasi sederhana (simple RCA) harus dilakukan untuk setidaknya hal-hal
berikut ini:
b) Semua kejadian serius akibat reaksi obat (adverse drug reaction) yang serius
sesuai yang ditetapkan oleh rumah sakit
e) Kejadian tidsk diharapkan atau pola kejadian tidak diharapkan selama sedasi
prosedural tanpa memandang cara pemberian
f) Kejadian tidak diharapkan atau pola kejadian tidak diharapkan selama anestesi
tanpa memandang cara pemberian
76
diri, atau mengalami situasi lainnya.
c. Identifikasi pasien dilakukan selama pasien mendapatkan pelayanan di
rumah sakit. Proses identifikasi secara benar harus dilakukan setiap
keadaan terkait intervensi terhadap pasien. Identifikasi pasien dilakukan
sebelum tindakan, pemberian obat, darah dan produk darah, menerima
cairan intravena, pengambilan darah atau spesimen lain untuk pemeriksaan
klinis, prosedur radiologi diagnostik dan identifikasi terhadap pasien koma.
d. Identitas di RSUSt. Carolus Borromeus menggunakan 4 komponen yaitu,
nama pasien (nama sesuai e-KTP), nomor rekam medis dan tanggal lahir
dan NIK. Semua pasien rawat inap di rumah sakit menggunakan gelang
identitas.
e. Pada saat pendaftaran pasien: nama pasien ditulis lengkap sesuai e-KTP,
bila tidak ada KTP bisa mengunakan kartu identitas lainnya, bila tidak ada
semuanya minta pasien/ keluarganya untuk menulis di formulir identitas
yang disediakan rumah sakit dengan huruf kapital pada kotak nama yang
disediakan, nama tidak boleh disingkat, tidak boleh salah ketik walau satu
huruf.
77
Untuk pendokumentasian pada pasien yang dengan risiko jatuh tercatat sebagai
:
Pengkajian pasien jatuh didokumentasikan pada lembar pengkajian asesmen
pasien sesuai dengan usia.
Asesmen ulang dilakukan 24 jam kemudian di ruang rawat inap
dan didokumentasikan pada lembar asesmen ulang.
Format sensus harian patient safety
Bila ada kejadian pasien jatuh dilaporkan dan didokumentasikan pada lembar
insiden dan dilaporkan ke Subkomite KPRS dan dibuatkan investigasi.
113
BAB VII
A. DEFINISI
Budaya keselamatan pasien adalah produk dari nilai, sikap, kompetensi, dan pola
perilaku individu dan kelompok yang menentukan komitmen, style dan kemampuan suatu
organisasi pelayanan kesehatan terhadap program patient safety. Jika suatu organisasi
pelayanan kesehatan tidak mempunyai budaya keselamatan pasien, maka kecelakaan
bisa terjadi akibat dari kesalahan laten, gangguan psikologis dan fisiologis pada staf,
penurunan produktifitas, berkurangnya kepuasan pasien dan bisa menimbulkan konflik
interpersonal.
Menurut Carthey & Clarke (2010) dalam buku “Implementing Human Factors in
Healthcare ‘how to’ Guide” bahwa organisasi kesehatan akan memiliki budaya
keselamatan pasien yang positif, jika memiliki dimensi budaya sebagai berikut:
Budaya ini menggambarkan semua staf RS merasa nyaman berdiskusi tentang insiden
114
10. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
Dorong staf untuk melakukan analisis akar masalah sebagai bahan pembelajaran
bagaimana dan mengapa kejadian itu bisa terjadi.
12. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien
Gunakan informasi yang ada tentang kejadian / masalah untuk melakukan perubahan
pada sistem pelayanan.
- Pertanggungjawabam dielakkan
- Koordinasi dilarang
- Kegagalan ditutupi
- Informasi diabaikan
- Pelapor ditoleransi
- Pertanggungjawaban terkotak-kotak
- Berbagi pertanggungjawaban
- Koordinasi dihargai
- Ide-ide diterima
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi berupa pesan, ide atau
gagasan dari satu pihak kepada pihak lainnya. Komunikasi dapat berupa lisan, tertulis,
atau elektronik. Komunikasi dalam pelayanan kesehatan bisa terjadi pada komunikasi
antapetugas kesehatan dan komunikasi antara pasien atau keluarga pasien dengan
petugas kesehatan.
a. Komunikasi antartenaga kesehatan
b) Kompetensi kultural
Informasi yang harus diberikan kepada pasien antara lain sebagai berikut:
Diagnosis
Risiko terapi
Nama, jabatan, kualifikasi dan pengalaman tenaga kesehatan yang memberikan terapi
dan perawatan
Ketersediaan dan biaya perawatan setelah keluar dari rumah sakit
Salah satu prinsip komunikasi yang baik adalah jujur dan tidak menutupi kesalahan.
Open disclosure ialah serangkaian diskusi dengan pasien atau keluarga tentang insiden
keselamatan pasien yang bisa mengakibatkan kerugian bagi pasien saat mereka
menerima perawatan di rumah sakit.
Setiap kali insiden berbahaya terjadi, pasien atau keluarga harus diberi tahu. Lima
elemen penting dalam open disclosure meliputi:
c. Permintaan maaf
d. Penjelasan sebenarnya tentang apa yang terjadi
Hand over dan transisi Informasi yang penting saat perpindahan pasien
dikomunikasikan dengan baik antar unit dan antar staf.
Dukungan manajemen
Manajemen rumah sakit mewujudkan iklim kerja
untuk
keselamatan pasien Yang mengutamakan keselamatan pasen dan
menunjukkan
bahwa keselamatan pasien merupakan prioritas utama.
Respon non punitif (tidak Staf merasa kesalahan dan pelaporan insiden tidak
menghukum) terhadap dipergunakan untuk menyalahkan mereka dan tidak
kesalahan dimasukkan ke dalam penilaian
personal.
Kerja sama dalam tim Staf saling mendukung satu sama lain, saling
unit menghormati, dan bekerja sama sebagai tim.
kerja
Survey ini juga mengandung dua pertanyaan kepada responden mengenai tingkat
budaya keselamatan di unit kerja masing-masing dan banyaknya jumlah insiden yang
telah mereka laporkan selama satu tahun terakhir. Sebagai tambahan, responden juga
ditanyai mengenai latar belakang responden (unit kerja, jabatan staf, apakah mereka
berinteraksi langsung dengan pasien atau tidak).
Adapun beberapa penjelasan terkait instrumen survey budaya keselamatan pasien adalah
sebagai berikut:
a. Responden
Responden yang dapat mengisi instrumen survey budaya keselamatan pasien adalah
seluruh staf yang berada di pelayanan rumah sakit. Survey ini sangat cocok
dilaksanakan pada:
1) Staf rumah sakit yang secara langsung bersentuhan dengan pasien / staf klinis
2) Staf rumah sakit yang tidak bersentuhan langsung dengan pasien, namun
pelayanannya dapat mempengaruhi pasien / staf non klinis
3) Pimpinan, manajer dan petugas administrasi rumah sakit
BAB VIII
MANAJEMEN RISIKO
B. TUJUAN
Penerapan Manajemen Risiko bertujuan untuk:
1. Mengantisipasi dan menangani segala bentuk risiko secara efektif dan efisien;
2. Meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi;
3. Memberikan dasar pada setiap pengambilan keputusan dan perencanaan; dan
4. Meningkatkan pencapaian tujuan dan peningkatan kinerja.
D. KATEGORI RISIKO
Ada beberapa kategori risiko yang dapat berdampak pada rumah sakit. Kategori ini antara
lain dan tidak terbatas pada risiko :
1. Pelayanan (patient care - relited risk) : resiko yang menimbulkan kerugian pada pasien
2. Aset (property- related risk) : risiko yang menimbulkan kerugian pada fasilitas rumah
sakit
3. Medis (medical staff-related risk) : risiko yang berhubungan dengan staf medis
4. Tenaga kesehatan dan tenaga lainnya (employe-related risk)
5. Keuangan (financial risk) : risiko yang berhubungan dengan keuangan rumah sakit
6. Lingkungan (environmental risk)
RISIKO KLINIS
1) Dampak (Consequences)
Penilaian dampak / akibat suatu insiden adalah seberapa berat akibat yang
dialami pasien dari mulai tidak ada cedera sampai meninggal.
Table 11-Penilaian Dampak Klinis/ Konsekuansi/ Severity (KLINIS)
Cedera ringan,
2 Minor Dapat diatasi dengan pertolongan pertama,
Cedera sedang,
Berkurangnya fungsi motorik / sensorik / psikologis
3 Moderate atau intelektual secara semipermanent / reversibel /
tidak berhubungan dengan penyakit
Setiap kasus yang memperpanjang perawatan
cedera berat / luas
Kehilangan fungsi utama permanent (motorik,
4 Major sensorik, psikologis, intelektual),
permanen/irreversibel/tidak berhubungan dengan
penyakit
Kerugian keuangan besar
3) Skor Risiko
Cara menghitung skor risiko :
Sangat Sering
Terjadi Moderate Moderate High Extreme Extrem
(Tiap mgg e
/bln)
5
Sering terjadi
(Bebrp x /thn) Moderate Moderate High Extreme Extrem
4 e
Mungkin
terjadi (1-2 Low Moderate High Extreme Extrem
thn/x) e
3
Jarang terjadi
(>2-5 thn/x) Low Low Moderate High Extrem
2 e
Sangat jarang
sekali (>5 Low Low Moderate High Extrem
thn/x) e
1
Dapat Manajer Tinjauan Tinjauan &
dikelola Klinis
dengan harus terperinci & tindakan
prosedur menilai segera
konsekuens perawatan diperlukan
i di
terhadap mendesak tingkat
biaya harus Dewan.
penanganan dilakukan oleh Direktur
harus
risiko manajemen diberitahu
senior
(Tindak (Manajer (Analisa detail (Analisa
lanjuti analisa & segera
sesuai SPO) dampak yg urget (RCA) (RCA) di
akan oleh BOD.
timbul Manajemen Dirut di
terkait
cost) senior) informasika
n
RISIKO NON-KLINIS
1) Dampak Risiko Non-klinis
Table 14- Dampak Risiko Non-Klinis
4 Tinggi Terganggunya pelayanan lebih dari 2 hari tetapi kurang dari 1 Minggu
Mengancam fungsi program yang efektif dan organisasi.
Kerugian besar bagi organisasi dari segi keuangan maupun non keuangan.
Mengganggu pencapaian tujuan intansi/kegiatan secara signifikan
DAMPAK
MATRIKS ANALISIS RISIKO 1 2 3 4 5
(5X5) Sangat Sanga
Rendah Sedan Tinggi
Rendah g t
Tinggi
5 Hampir Pasti Terjadi 5 10 15 20 25
PROBABILI
S 4 Sering Terjadi 4 8 12 16 20
A
T 3 Mungkin Terjadi 3 6 9 12 15
2 Jarang Terjadi 2 4 6 8 10
1 Hampir Tidak Terjadi 1 2 3 4 5
Peringk
Level Tindakan
Zone at
Risiko
4. Penanganan Risiko
Penanganan risiko menggunakan pemilihan satu atau lebih pilihan untuk
memodifikasi risiko, dan melaksanakan pilihan tersebut. Setelah diimplementasikan,
penanganannya atau modifikasi proses pengendalian risiko.
Penanganan risiko terdiri atas siklus prosedur sebagai berikut:
a. menilai penanganan risiko;
b. memutuskan apakah tingkat risiko residual yang ada;
c. jika tidak ditoleransi, menghasilkan penanganan risiko baru, dan
d. menilai efektivitas penanganan itu.
Pemilihan penanganan risiko tidak harus saling tertutup atau tepat dalam segala
situasi. Pilihan yang dapat dilakukan mencakup hal berikut:
a. Menghindari risiko dengan memutuskan untuk tidak memulai atau melanjutkan
dengan kegiatan yang menimbulkan risiko;
b. Mengambil atau meningkatkan risiko untuk memanfaatkan peluang;
c. Menghilangkan sumber risiko;
d. Mengubah kemungkinan;
e. Mengubah konsekuensi;
f. Berbagi risiko ke pihak lain atau pihak tertentu (termasuk kontrak dan pembiayaan
risiko), dan
g. Mempertahankan risiko dengan keputusan
b. Kegiatan pengendalian yang telah ada tersebut perlu dinilai efektivitasnya dalam
rangka mengurangi probablitas terjadinya risiko (abatisasi) maupun mengurangi
dampak risiko (mitigasi).
c. Selain itu, juga perlu diperhatikan ada/tidaknya pengendalian alternatif
(compensating control) yang dapat mengurangi terjadinya risiko.
d. Terhadap risiko yang belum ada kegiatan pengendaliannya maupun yang telah
ada, namun dinilai kurang atau tidak efektif, perlu dirancang kegiatan
pengendalian yang baru/merevisi kegiatan pengendalian yang sudah ada.
e. Menerapkan kegiatan pengendalian yang telah dirancang dalam mengelola risiko.
152
Table 22-Pemantauan Penanganan Pengendalian Risiko
153
Table 23- Laporan Pemantauan Risiko
154
BAB IX
FMEA
A. DEFINISI
Banyaknya kejadian tidak diharapkan (KTD) yang sebenarnya dapat dicegah di RSU
telah lama menjadi pusat perhatian, di Amerika the Joint Comission on Accreditation of
Health Organization (JCAHO) mewajibkan rumah sakit untuk melakukan setidaknya
satu Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) setiap tahun untuk dapat mengidentifikasi
berbagai upaya pencegahan. FMEA awalnya dikembangkan di luar bidang pelayanan
kesehatan dan sekarang digunakan di pelayanan kesehatan untuk menilai resiko kegagalan
dan kesalahan pada berbagai proses dan untuk mengidentifikasi area-area penting yang
membutuhkan perbaikan. Di bidang kesehatan sendiri, di Amerika FMEA telah diterapkan di
ratusan RSUdalam berbagai program perbaikan pelayanan kesehatan.
FMEA adalah Failure Mode Effect Analysis, yang artinya adalah suatu analisis yang
dilakukan untuk bisa menemukan efek atau dampak yang kemungkinan akan membuat
kesalahan pada suatu produk ataupun pada proses produksi. Dengan adanya metode
FMEA ini, maka Anda bisa melakukan analisa permasalahan yang nantinya akan muncul
pada suatu produk yang nantinya akan dibuat atau suatu proses yang akan dilakukan. Lalu,
karena masalah yang berpotensi muncul tersebut sudah ditemukan terlebih dahulu, maka
nantinya Anda bisa menentukan bagaimana tindak pencegahannya.
FMEA/FMECA adalah teknik yang digunakan untuk meningkatkan keandalan dan
keamanan suatu proses dengan cara mengidentifikasi potensi kegagalan atau disebut
modus kegagalan pada proses tersebut. Setiap modus kegagalan akan dinilai menggunakan
tiga parameter, yaitu:
1. keparahan (severity - S),
2. kemungkinan terjadinya (occurrence - O), dan
3. kemungkinan kegagalan deteksi (detectability - D).
Ketiga parameter itu kemudian digabungkan untuk menentukan signifikansi kekritisan
(FMECA) dari setiap modus kegagalan. Gabungan dari tiga parameter tersebut dikenal
dengan Angka Prioritas Risiko (Risk Priority Number - RPN). Secara matematis, hubungan
antar parameter dengan RPN dirumuskan sebagai berikut
155
FMEA/FMECA juga dapat digunakan untuk menganalisis sebuah sistem, prosedur, desain
produk, perakitan produk, pelayanan jasa, maupun fungsi perangkat lunak. Oleh karena
penggunaannya yang cukup luas, saat ini FMEA/FMECA banyak digunakan di berbagai
industri, termasuk industri Kesehatan.
B. LANGKAH-LANGKAH
Meninjau setiap proses dan menentukan proses mana yang memiliki potensi kegagalan
sehingga diperlukan analisis FMEA/FMECA. Dalam melakukan peninjauan, Anda dapat
melakukannya dengan cara memverifikasi diagram alir proses yang ada saat ini, kemudian
mengidentifikasi seluruh sub-proses terkait, selanjutnya Anda tetapkan bagian proses dan
sub- proses yang akan menjadi fokus analisis FMEA/FMECA. Anda juga dapat
menggunakan alat bantu yaitu teknik Analisis Pohon Keputusan – Decision Tree Analysis¹
seperti di bawah ini.
156
Gambar 20-Contoh Analisis Pohon Keputusan untuk meninjau dan menentukan
Hal penting di tahap ini adalah seluruh proses dan sub-proses harus diidentifikasi secara
rinci dan tujuan proses harus diuraikan secara jelas. Jika proses yang Anda analisis
melibatkan lebih dari satu proses, maka masing-masing proses harus disebutkan dan
diuraikan secara terpisah.
157
BAB X
Staf yang berada di unit kerja maupun di Komite Mutu yang bertugas dalam
mengumpulkan data, melakukan analisis data serta validasi data memerlukan
peningkatan pengetahuan dan keterampilan.
Pelatihan staf perlu direncanakan dan dilaksanakan sesuai dengan peran staf
dalam program PMKP. Rumah sakit mengidentifikasi dan menyediakan narasumber
internal yang kompeten untuk pendidikan dan pelatihan ini. yang dimaksud kompeten
yaitu narasumber pernah mengikuti pelatihan/workshop peningkatan mutu dan
keselamatan pasien yang diselenggarakan oleh KARS. Di sisi lainnya, pelatihan juga
diperlukan untuk pimpinan yang meliputi direktur rumah sakit, kepala bidang, kepala
unit kerja/ pelayanan serta ketua komite- komite, termasuk komite medik dan komite
keperawatan karena perlu memahami konsep dan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien rumah sakit, sehingga dapat melaksanakan perbaikan sesuai
bidang tugasnya menjadi lebih baik
PROGRAM DIKLAT PMKP
No. Jabatan Diklat Materi
1 Direktur/ kepala bidang/ ketua Eksternal PMKP SNARS
PMKP
1. Anand, U. A., Asif, A. S., Thomas, L., Muhil, S. (2015). Healthcare risk evaluation with
failure mode and effect analysis in established of new dialysis unit. The Journal of
National Accrediation Board for Hospitals and Healthcare Providers, 2(1), 15-
22Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1438 tahun 2010 tentang
Standar Pelayanan Kedokteran.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 tentang
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2017 tentang
Akreditasi Rumah Sakit.
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 129/MENKES/SK/II/2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
11. Petunjuk Pelaksanaan Indikator Mutu Pelayanan Rumah Sakit, WHO – Departemen
Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2001.
12. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Tahun 2008.
13. A Guide to The Implementation of The WHO Multimodal Hand Hygiene Improvement
Strategy. WHO. Tahun 2009.
14. Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) Patient Safety Incident
Report, Komite Keselamatan Pasien RSU(KKP-RS) Tahun 2015.
15. Pedoman Penyusunan Panduan Praktik Klinis dan Clinical Pathways dalam
Asuhan Terintegrasi sesuai Standar Akreditasi RSU2012 Edisi I, Perhimpunan
RSUSeluruh Indonesia. Tahun 2015.
16. Panduan Nasional Keselamatan Pasien RSU(Patient Safety) Edisi 3,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015.
17. Budaya Keselamatan Rumah Sakit. Atmojo, Djoti.Tahun 2019.