Anda di halaman 1dari 36

DINAS KESEHATAN TNI ANGKATAN UDARA

RSAU dr. M. SALAMUN

KEPUTUSAN KEPALA RSAU dr. M. SALAMUN


Nomor Kep / 122 / I / 2022

tentang

PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN


PASIEN SERTA MANAJEMEN RISIKO
DI RSAU dr. M. SALAMUN

KEPALA RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA

Menimbang : 1. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan dan


keselamatan pasien di lingkungan RSAU dr. M. Salamun yang
efektif dan efisien sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku,
maka diperlukan Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien serta Manajemen Risiko di RSAU dr. M. Salamun

Mengingat : 1. Undang – undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran.

2. Undang – undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan.

3. Undang – undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah


Sakit.

4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


129/MENKES/PER/II/2008 tentang standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit.

5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11


tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2020 tentang


Akreditasi Rumah Sakit

7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 80 Tahun 2020 tentang


Komite Mutu Rumah Sakit
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/1128/2022 tentang Standar Akreditasi Rumah
Sakit

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : 1. Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien serta


Manajemen Risiko di RSAU dr. M. Salamun, sebagaimana
tercantum dalam lampiran keputusan ini.

2. Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien serta


manajemen risiko ini sebagai acuan dalam penyelenggaraan
pelayanan mutu di RSAU dr. M. Salamun.

3. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Dengan Catatan :
Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam
penetapan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Bandung, 10 Januari 2022


Ditetapkan oleh
Kepala RSAU dr. M. Salamun,

dr. Aplin Ismunanto, Sp.B


Kolonel Kes NRP 514589
DINAS KESEHATAN TNI ANGKATAN UDARA
RSAU dr. M. SALAMUN

PEDOMAN PENINGKATAN
MUTU DAN KESELAMATAN
PASIEN SERTA MANAJEMEN
RISIKO RSAU dr. M. SALAMUN

TAHUN 2022

PENGESAHAN : BERLAKU EFEKTIF :

KEPUTUSAN KA. RSAU dr. M. SALAMUN TANGGAL 10 Januari 2022


NOMOR : KEP / 122 / I / 2022
TANGGAL : 10 Januari 2022
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas Rahmat-Nya
Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien serta Manajemen Risiko dapat
diselesaikan dengan tepat waktu sesuai dengan kebutuhan RSAU dr. M. Salamun.

Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien serta Manajemen Risiko ini
yang mulai dipergunakan pada tahun 2022 meliputi sasaran keselamatan pasien, standar
pelayanan berfokus pasien, standar manajemen rumah sakit, program nasional, manajemen
risiko dan integrasi pendidikan kesehatan dalam pelayanan rumah sakit.

Kami mengucapkan terimaksih kepada Tim Penyusun yang telah berjuang untuk
menyelesaikan standar ini dengan baik. Ucapan terimaksih juga kami sampaikan kepada para
kontributor yang telah memberikan masukan sangat berharga.

Semoga dengan dipergunakan Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien


serta Manajemen Risiko ini, mutu pelayanan dan keselamatan pasien yang ada di rumah sakit
dr. M. Salamun dapat lebih baik.

Tim Penyusun :

KOMITE PMKP RSAU dr. M. SALAMUN


3

DINAS KESEHATAN TNI ANGKATAN UDARA Lamp. Kep. Ka. RSAU dr. M. Salamun
RSAU dr. M. SALAMUN Nomor Kep / 122 / I / 2022
Tanggal 10 Januari 2022

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan pasien dan menjamin keselamatan pasien
maka rumah sakit perlu mempunyai pedoman peningkatan mutu dan keselamatan pasien
serta manajemen risiko yang menjakau ke seluruh unit kerja di rumah sakit. Untuk
melaksanakan program tersebut tidaklah mudah karena memerlukan koordinasi dan
komunikasi yang baik antar semua unit medis, keperawatan, penunjang medis, administrasi,
dan lainnya.

Rumah sakit perlu menetapkan pedoman untuk mengelola program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien serta menajemen risiko agar mekanisme koordinasi pelaksanaan
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien serta manajemen risiko dapat berjalan
dengan baik. Mutu dan keselamatan sejatinya berakar dari pekerjaan sehari-hari dari seluruh
staf di unit pelayanan seperti staf klinis melakukan assesment kebutuhan pasien dan
memberikan pelayanan. Demikian pula staf non klinis dapat memasukan standar dalam
pekerjaan sehari-hari mereka untuk memahami bagaimana suatu proses dapat lebih efisien,
sumberdaya dapat digunakan dengan lebih bijaksana, dan risiko dapat dikurangi.

Keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan di rumah sakit dan
hal itu terkait dengan isu mutu dan citra rumah sakit. Upaya meningkatkan mutu pelayanan
dan upaya keselamatan pasien di rumah sakit merupakan sebuah gerakan yang universal.
Berbagai Negara maju bahkan telah menggeser paradigma kualitas kearah paradigma baru
yaitu kualitas keselamatan. Ini berarti bukan hanya mutu pelayanan yang harus ditingkatkan
tetapi yang lebih penting lagi adalah menjaga keselamatan pasien secara konsisten dan terus
menerus. Dengan meningkatnya keselamatan pasien rumah sakit diharapkan kepercayaan
masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit dapat meningkat. Selain itu keselamatan pasien
juga dapat mengurangi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang berdampak terhadap
4

peningkatan biaya pelayanan, juga konflik antara dokter atau staf kesehatan dan pasien,
sengketa medis, tuntutan dan proses hukum, tuduhan mal praktek dan lain- lain yang
akhirnya dapat menimbulkan opini negative terhadap pelayanan rumah sakit.

Di lingkungan RSAU dr.M.Salamun upaya peningkatan mutu pelaksanaan telah


dilaksanakan dengan berbagai cara, baik mengikuti akreditasi rumah sakit maupun Program
Pengendalian Mutu Pelayanan. Dengan dilaksanakannya standarisasi mutu pelayanan,
diharapkan mutu dapat terus di control (quality control) dan dikendalikan yang sangat
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pasien rumah sakit.

Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien seperti yang
diharapkan maka perlu disusun Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien serta
Manajemen Risiko yang mengacu melalui perbaikan mutu pelayanan yang terukur pada
protokol klinis, indikator mutu (klinis, manajemen, sasaran keselamatan pasien, unit kerja,
surveillance PPI), penilaian kinerja (rumah sakit, unit kerja, para Pimpinan Rumah Sakit ,
tenaga profesi dan staf), evaluasi kontrak kerja dan perjanjian lainnya, diklat PMKP,
program PMKP di unit kerja, insiden keselamatan pasien, manajemen risiko, Failure Mood
Effect Analysis (FMEA), pencatatan dan pelaporan, monitoring dan evaluasi kegiatan
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.

B. Maksud dan Tujuan


1. Maksud

Peningkatan mutu dan keselamatan pasien merupakan proses kegiatan yang


berkesinambungan (continuous improvement) yang dilaksanaan dengan koordinasi
dan integrasi antara unit pelayanan dan komite-komite (komite medis, komite
keperawatan, Komite/Tim PPI, Komite K3 dan fasilitas, Komite etik, Komite PPRA, dan
lain-lainnya). Oleh karena itu kepala rumah sakit perlu menetapkan Komite/Tim Mutu
yang bertugas membantu Kepala Rumah Sakit dalam mengelola kegiatan peningkatan
mutu, keselamatan pasien, dan manajemen risiko di rumah sakit.
5

Dalam melaksanakan tugasnya, Komite/ Tim Penyelenggara Mutu memiliki fungsi


sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Tujuan
a. Tujuan Umum :
Adapun maksud penyusunan Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien agar tersedianya acuan atau panduan bagi rumah sakit dalam melaksanakan,
perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian serta pengawasan dan pertanggung
jawaban penyelenggaraan mutu pelayanan rumah sakit. Sedangkan tujuan
manajemen risiko untuk identifikasi dan pengendalian risiko strategis dan
operasional tidak akan tercapai apabila semua perangkat yang ada di rumah sakit
tidak bekerjasama dan berpartisipasi pada pelaksanaannya.

b. Tujuan Khusus
1) Terselenggaranya upaya peningkatan mutu yang menunjang
keselamatan pasien.
2) Terselenggaranya pelayanan sesuai dengan standar profesi
3) Tercapainya profesionalisme dalam mutu pelayanan.
4) Tercapainya indikator mutu.
5) Terselenggaranya survey yang berkaitan dengan mutu.
6) Memberikan panduan sistim manajemen risiko yang baku dan berlaku di
rumah sakit
7) Memastikan sistim manajemen risiko berjalan dengan baik agar proses
identifikasi, analisa, dan pengelolaan risiko ini dapat memberikan manfaat
bagi keselamatan pasien dan peningkatan mutu rumah sakit secara
keseluruhan
8) Membangun sistim monitoring dan komunikasi serta konsultasi yang efektif
demi tercapainya tujuan di atas dan penerapan yang berkesinambungan.

C. Ruang Lingkup

Panduan ini mencakup seluruh mutu dan keselamatan pasien serta manajemen risiko di
area pelayanan RSAU dr M Salamun, termasuk seluruh area pekerjaan, unit
6

kerja dan area klinis. Manajemen risiko merupakan tanggungjawab semua komponen di rumah
sakit.

Pedoman Mutu dan Keselamtan Pasien serta Manajemen risiko meliputi identifikasi, analisa,
evaluasi dan pengelolaan risiko:

a. Pengukuran mutu indikator termasuk indikator nasional mutu (INM), indikator mutu
prioritas rumah sakit (IMP RS) dan indikator mutu prioritas unit (IMP Unit).
b. Meningkatkan perbaikan mutu dan mempertahankan perbaikan berkelanjutan.
c. Mengurangi varian dalam praktek klinis dengan menerapkan
PPK/Algoritme/Protokol dan melakukan pengukuran dengan clinical pathway.
d. Mengukur dampak efisiensi dan efektivitas prioritas perbaikan terhadap keuangan
dan sumber daya misalnya SDM.
e. Pelaporan dan analisis insiden keselamatan pasien.
f. Penerapan sasaran keselamatan pasien.
g. Evaluasi kontrak klinis dan kontrak manajemen.
h. Pelatihan semua staf sesuai perannya dalam program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien.
i. Mengkomunikasikan hasil pengukuran mutu meliputi masalah mutu dan capaian
data kepada staf.
j. Risiko yang berpotensi terjadi (pro-aktif)
k. Insiden yang telah terjadi (reaktif / responsive)

D. Batasan Operasional
a. Mutu pelayanan adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komperhensif dan
integratif yang menyangkut input, proses dan output secara objektif, sistematik dan
berlanjut memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien,
dan memecahkan masalah-masalah yang terungkap sehingga pelayanan yang
diberikan diberdaya guna dan berhasil guna.
b. Indikator mutu rumah sakit meliputi indikator klinik, indikator yang
berorientasi pada waktu dan indikator ratio yang berdasarkan pada efektifitas
(effectivenes), efisiensi (efficiency), keselamatan (safety), dan kelayakan
(appropriateness).
7

c. Risiko: peluang / probabilitas timbulnya suatu insiden (menurut WHO), yang akan
berdampak merugikan bagi pencapaian sasaran-sasaran keselamatan pasien dan
menurunkan mutu pelayanan.
d. Manajemen Risiko Rumah Sakit: merupakan upaya mengidentifikasi dan
mengelompokkan risiko (grading) dan mengendalikan / mengelola risiko tersebut
baik secara proaktif risiko yang mungkin terjadi maupun reaktif terhadap insiden
yang sudah terjadi agar memberikan dampak negative seminimal mungkin bagi
keselamatan pasien dan mutu rumah sakit.
e. Insiden Keselamatan Pasien (IKP): setiap kejadian yang tidak disengaja dan
kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cidera pada pasien. IKP
terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Tidak Cedera (KTC),
Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Potensial Cedera Signifikan (KPCS), dan
Kejadian Sentinel.
f. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD): adalah insiden keselamatan pasien yang
menyebabkan cedera pada pasien.
g. Kejadian Tidak Cedera (KTC): adalah insiden keselamatan pasien yang sudah
terpapar pada pasien namun tidak menyebabkan cedera.
h. Kejadian Nyaris Cidera (KNC): adanya insiden keselamatan pasien yang belum
terpapar pada pasien.
i. Kondisi Potensial Cedera Signifikan (KPCS): adalah suatu kondisi (selain
dari proses penyakit atau kondisi pasien itu sendiri) yang berpotensi menyebabkan
kejadian sentinel
j. Kejadian Sentinel: adalah suatu kejadian yang tidak berhubungan dengan
perjalanan penyakit pasien atau penyakit yang mendasarinya yang terjadi pada
pasien.
Kejadian sentinel merupakan salah satu jenis insiden keselamatan pasien yang harus
dilaporkan yang menyebabkan terjadinya hal-hal berikut ini:
1) Kematian,
2) Cedera permanen,
3) Cedera berat yang bersifat sementara/reversible.

Cedera permanen adalah dampak yang dialami pasien yang bersifat ireversibel
akibat yang dialaminya misalnya kecacadan, kelumpuhan, kebutaan, tuli, dan lain-
lainnya.
8

Cedera berat yang bersifat sementara adalah cedera yang bersifat kritis dan dapat
mengancam nyawa yang berlangsung dalam suatu kurun waktu tanpa terjadi cedera
permanen/gejala sisa, namun kondisi tersebut mengharuskan pemindahan pasien
ketingkat perawatan yang lebih tinggi/pengawasan pasien untuk jangka waktu yang
lama, pemindahan pasien ketingkat perawatan yang lebih tinggi karena adanya
kondisi yang mengancam nyawa, atau penambahan operasi besar, tindakan, atau
tata laksana untuk menanggulangi kondisi tersebut.

Kejadian juga dapat digolongkan sebagai kejadian sentinel jika terjadi salah satu
dari berikut ini:

1) Bunuh diri oleh pasien yang sedang dirawat, ditatalaksana, menerima pelayanan
di unit yang selalu memiliki staf sepanjang hari atau dalam waktu 72 jam
setelah pemulangan pasien, termasuk dari Unit Gawat Darurat (UGD) rumah
sakit,
2) Kematian bayi cukup bulan yang tidak diantisipasi,
3) Bayi dipulangkan kepada orang tua yang salah,
4) Penculikan pasien yang sedang menerima perawatan, tata laksana, dan
pelayanan,
5) Kaburnya pasien (atau pulang tanpa izin) dari unit perawatan yang selalu dijaga
oleh staf sepanjang hari (termasuk UGD), yang menyebabkan kematian, cedera
permanen, atau cedera sementara derajat berat bagi pasien tersebut,
6) Reaksi transfusi hemolitik yang mengakibatkan pemberian darah atau produk
darah dengan inkompatibilitas golongan darah mayor (ABO, Rh, kelompok
darah lainnya),
7) Pemerkosaan, kekerasan (yang menyebabkan kematian, cedera permanen, atau
cedera sementara derajat berat) atau pembunuhan anggota staf, praktisi mandiri
berizin, pengunjung, atau vendor ketika berada dalam lingkungan rumah sakit.
8) Tindakan invasive, termasuk operasi yang dilakukan pada pasien yang salah,
pada sisi yang salah, atau menggunakan prosedur yang salah (secara tidak
sengaja),
9

9) Tertinggalnya benda asing dalam tubuh pasien secara tidak sengaja setelah
suatu tindakan invasive, termasuk operasi,
10) Hiperbilirubinemia neonatal berat (bilirubin > 30 mg/dL),
11) Fluoroskopi berkepanjangan dengan dosis kumulatif > 1.500 rad pada satu
medan tunggal atau pemberian radioterapi ke area tubuh yang salah atau
pemberian radioterapi > 25% melebihi dosis radioterapi yang direncanakan,
12) Kebakaran, lidah api, atau asap, uap panas, atau pijaran yang tidak diantisipasi
selama satu episode perawatan pasien,
13) Semua kematian ibu intrapartum (terkait dengan proses persalinan), atau
14) Morbiditas ibu derajat berat (terutama tidak berhubungan dengan perjalanan
alamiah penyakit pasien atau kondisi lain yang mendasari) terjadinya pada
pasien dan menyebabkan cedera permanen atau cedera berat sementara derajat
berat.

Semua kejadian yang memenuhi definisi tersebut dianalisis akar masalahnya secara
komprehensif (RCA) dengan waktu tidak melebihi 45hari.

k. Pelaporan insiden keselamatan pasien: adalah suatu sistim untuk


mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien, menganalisa dan
mengantisipasi / mengelola / mengendalikan insiden secara berkesinambungan.
l. Risiko Sisa: adalah sisa risiko tingkat terendah yang dapat dicapai setelah upaya
pengendalian / tindakan dilakukan.
m. Penilaian Risiko: adalah upaya identifikasi dari risiko yang terjadi atau
berpotensi terjadi dalam pelayanan di rumah sakit dengan mempertimbangkan
klasifikasi dan derajat (grading) kerugian yang mungkin terjadi sebagai akibat dari
terpapar risiko tersebut.
n. Penilai Risiko: adalah anggota dari staf (manager atau yang lain) yang telah
menghadiri pelatihan penilaian risiko. Hal ini adalah tanggung jawab manajemen
untuk memastikan bahwa tiap unit kerja memiliki paling sedikit satu penilai risiko
yang terlatih.
o. Internal: merujuk kepada aktivitas atau dokumen di dalam rumah sakit.
p. Eksternal: merujuk kepada aktivitas atau dokumen yang bukan berasal dari rumah
sakit.
10

BAB II
GAMBARAN UMUM MUTU DAN KESELEAMATAN
PASIEN SERTA MANAJEMEN RISIKO RSAU dr. M.
SALAMUN

RSAU dr. M. Salamun memiliki program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
(PMKP) yang menjangkau seluruh unit kerja dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan
dan menjamin keselamatan pasien. Kepala Rumah Sakit menetapkan Komite/Tim Mutu
untuk mengelola program peningkatan mutu dan keselamatan pasien, agar mekanisme
koordinasi pelaksanaan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit
dapat berjalan lebih baik. Pedoman ini menjelaskan pendekatan yang komprehensif untuk
peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang berdampak pada semua aspek pelayanan.
Pendekatan ini mencakup:

a. Peran serta dan keterlibatan setiap unit dalam program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien.
b. Pengukuran data obyektif yang tervalidasi.
c. Penggunaan data yang obyektif dan kaji banding untuk membuat program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien.

PMKP RSAU dr. M. Salamun membantu profesional pemberi asuhan (PPA) untuk
memahami bagaimana melakukan perbaikan dalam memberikan asuhan pasien yang aman
dan menurunkan risiko. Staf non klinis juga dapat melakukan perbaikan agar proses menjadi
lebih efektif dan efisien dalam penggunaan sumber daya dan risiko dapat dikurangi.
PMKP RSAU dr. M. Salamun ditujukan pada semua kegiatan di rumah sakit secara
menyeluruh dalam spektrum yang luas berupa kerangka kerja untuk perbaikan kinerja dan
menurunkan risiko akibat variasi dalam proses pelayanan. Kerangka kerja dalam standar
PMKP juga dapat terintegrasi dengan kejadian yang tidak dapat dicegah (program
manajemen risiko) dan pemanfaatan sumber daya (pengelolaan utilisasi).
Rumah sakit yang menerapkan kerangka kerja peningkatan mutu dan keselamatan pasien
serta manajemen risiko dengan harapan:
11

a. Mengembangkan dukungan pimpinan yang lebih besar untuk program


peningkatan mutu dan keselamatan pasien secara menyeluruh di rumah sakit,
b. Melatih semua staf tentang peningkatan mutu dan keselamatan pasien rumah sakit,
c. Menetapkan prioritas pengukuran data dan prioritas perbaikan,
d. Membuat keputusan berdasarkan pengukuran data, dan
e. Melakukan perbaikan berdasarkan perbandingan dengan rumah sakit setara atau data
berbasis bukti lainnya, baik nasional dan internasional.

Fokus standar peningkatan mutu dan keselamatan pasien adalah:


a. Pengelolaan kegiatan peningkatan mutu, keselamatan pasien dan manajemen risiko.
b. Pemilihan dan pengumpulan data indikator mutu.
c. Analisis dan validasi data indikator mutu.
d. Pencapaian dan upaya mempertahankan perbaikan mutu.
e. Sistem pelaporan dan pembelajaran keselamatan pasien rumah sakit (SP2KP- RS).
f. Penerapan manajemen risiko.

A. Mutu Pelayanan RSAU dr. M. Salamun

Mutu dan Pelayanan Rumah Sakit Adalah derajat kesempurnaan pelayanan rumah sakit
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah
sakit secara wajar, efisiensi, dan efektif diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan
norma, etika, hukum dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan
pemerintah dan masyarakat konsumen.

1. Pihak yang berkepentingan dengan mutu


Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu. Pihak-pihak tersebut adalah:
a. Pasien dan Keluarga
b. Dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya
12

c. Pembayar / Pihak III / Asuransi


d. Manajemen Rumah Sakit
e. Karyawan Rumah Sakit
f. Masyarakat
g. Pemerintah
h. Ikatan Profesi

2. Dimensi mutu RSAU dr. M. Salamun


Dimensi atau aspeknya adalah:
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan pasien
d. Kepuasan pasien
e. Aspek sosial budaya

3. Struktur, Proses, dan Outcome mutu RSAU dr. M. Salamun


Mutu pelayanan rumah sakit adalah produk akhir dari interaksi dan ketergantungan
yang rumit antara berbagai komponen atau aspek rumah sakit sebagai satuan sistem.
Aspek-aspek tersebut terdiri dari struktur, proses, dan outcome. Menurut
Donabedian, pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur dengan
menggunakan 3 variabel:
a. Struktur, segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan
kesehatan seperti: tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan, teknologi, organisasi,
dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input
yang bermutu pula.
b. Proses, interaksi professional antara pemberi pelayanan dengan konsumen
(pasien). Adalah apa yang dilakukan oleh dokter dan tenaga profesi lain terhadap
pasien: evaluasi, diagnosis, perawatan, konseling, pengobatan, tindakan,
penanganan jika terjadi penyulit, follow up. Pendekatan proses adalah
pendekatan paling langsung terhadap mutu asuhan.
c. Hasil/Outcome, adalah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang
terjadi pada konsumen (pasien), termasuk kepuasan dari konsumen tersebut
adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan dokter dan tenaga profesi
13

lain terhadap pasien dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasan
terhadap provider. Outcome yang baik sebagaian besar tergantung kepada mutu
struktur dan mutu proses yang baik. Sebaliknya outcome yang buruk adalah
kelanjutan struktur atau proses yang buruk.

Pengukuran mutu pelayanan kesehatan RSAU dr.M.Salamun diawali dengan penilaian


akreditasi RSAU dr.M.Salamun yang mengukur dan memecahkan masalah pada tingkat input
dan proses. Pada kegiatan ini RSAU dr.M.Salamun harus menetapkan standar input, proses,
output, dan outcome, serta membakukan seluruh standar prosedur yang telah ditetapkan.
RSAU dr.M.Salamun dipacu untuk dapat menilai diri (self assesment) dan memberikan
pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai kelanjutan untuk
mengukur hasil kerjanya perlu ada latar ukur yang lain, yaitu instrumen mutu pelayanan
RSAU dr.M.Salamun yang menilai dan memecahkan masalah pada hasil (output dan
outcome). Tanpa mengukur hasil kinerja RSAU dr.M.Salamun tidak dapat diketahui apakah
input dan proses yang baik telah menghasilkan output yang baik pula. Indikator RSAU
dr.M.Salamun disusun dengan tujuan untuk dapat mengukur kinerja mutu RSAU
dr.M.Salamun secara nyata.

B. Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien di RSAU dr. M. Salamun

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan keseluruhan upaya dan
kegiatan secara komprehensif dan integratif memantau dan menilai mutu pelayanan,
memecahkan masalah-masalah yang ada dan mencari jalan keluarnya, sehingga mutu
pelayanan akan menjadi lebih baik.

Di rumah sakit upaya peningkatan mutu pelayanan adalah kegiatan yang bertujuan
memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-baiknya kepada pasien. Upaya peningkatan mutu
pelayanan akan sangat berarti dan efektif bilamana upaya peningkatan mutu menjadi tujuan
sehari-hari dari setiap unsur termasuk pimpinan, pelaksana pelayanan langsung dan staf
penunjang.

Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu asuhan atau
pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat dan efisien. Walaupun disadari
bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang lebih baik selalu memerlukan
biaya lebih banyak atau mutu rendah biayanya lebih sedikit.
14

1. Indikator Mutu
Indikator mutu rumah sakit meliputi indikator klinik, indikator yang berorientasi pada
waktu dan indikator ratio yang berdasarkan pada efektifitas (effectivenes), efisiensi
(efficiency), keselamatan (safety), dan kelayakan (appropriateness).
2. Strategi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan maka disusunlah strategi sebagai berikut
:
a. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip mutu
pelayanan sehingga dapat menerapkan langkah-langkah upaya peningkatan mutu di
masing-masing unit kerja.
b. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia di RSAU
dr. M. Salamun, serta upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan.
c. Menciptakan budaya mutu di RSAU dr. M. Salamun, termasuk di dalamnya
menyusun program mutu dengan pendekatan PDSA cycle.

3. Pendekatan Pemecahan Masalah


Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus (daur) yang
berkesinambungan. Langkah pertama dalam proses siklus ini adalah identifikasi masalah.
Identifikasi masalah merupakan bagian sangat penting dari seluruh proses siklus (daur),
karena akan menentukan kegiatan- kegiatan selanjutnya dari pendekatan pemecahan
masalah ini.
Masalah akan timbul apabila :
a. Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada terdapat
penyimpangan.
b. Merasa tidak puas akan penyimpangan tersebut.
c. Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.

Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan tindakan
perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah diadakan tindakan
perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih ada yang tertinggal. Dari penilaian kembali
maka akan didapatkan masalah yang telah terpecahkan dan masalah yang masih tetap
merupakan masalah sehingga proses siklus akan berulang mulai tahap pertama.
15

BAB III

PENGENDALIAN KUALITAS MUTU PELAYANAN

A. Analisis Mutu Dan Keselamatan Pasien

Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan menggambar diagram sebab akibat atau
diagram tulang ikan (fish-bone). Diagram tulang ikan adalah alat untuk menggambarkan
penyebab-penyebab suatu masalah secara rinci. Diagram tersebut memfasilitasi proses
identifikasi masalah sebagai langkah awal untuk menentukan fokus perbaikan,
mengembangkan ide pengumpulan data, mengenali penyebab terjadinya masalah dan
menganalisa masalah tersebut (Koentjoro, 2007). Diagram tulang ikan diperlihatkan pada
gambar 3.1.

Materials Methods Machines

Problem

Measurements Environment People

Time

Gambar 3.1 diagram tulang ikan

Langkah-langkah menggambar diagram tulang ikan :

1. Masalah yang akan dianalisis diletakkan disebalh kana (kepala tulang ikan)
2. Komponen struktur dan proses masalah diletakkan pada sirip ikan (manusia,
mesin/peralatan, metode, material, lingkungan)
3. Kemudian dilakukan diskusi untuk menganalisa penyebab masalah pada setiap
komponen struktur dan proses tersebut.

Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus dilakukan untuk
menjamin tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas produk dan jasa pelayanan yang
diproduksi. Pengendalian kualitas pelayanan pada dasarnya adalah
16

pengendalian kualitas kerja dan proses kegiatan untuk menciptakan kepuasan pelanggan
(quality of customer’s satisfaction) yang dilakukan oleh setiap orang dari setiap bagian di
Rumah Sakit Umum Daerah Ende.

Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada siklus pengendalian


(control cycle) dengan memutar siklus “Plan-Do-Study-Action” (P-D-S- A) = Relaksasi
(rencanakan – laksanakan – periksa –aksi). Pola P-D-S-A ini dikenal sebagai “siklus
Shewart”, karena pertama kali dikemukakan oleh W alter Shewhart beberapa puluh tahun
yang lalu. Namun dalam perkembangannya, metodologi analisis P-D-S-A lebih sering
disebuit “siklus Deming”. Hal ini karena Deming adalah orang yang mempopulerkan
penggunaannya dan memperluas penerapannya. Dengan nama apapun itu disebut, P-D-S-A
adalah alat yang bermanfaat untuk melakukan perbaikan secara terus menerus (continous
improvement) tanpa berhenti.

Konsep P-D-S-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk proses
perbaikan kualitas (quality improvement) secara terus menerus tanpa berhenti tetapi
meningkat ke keadaaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian organisasi, seperti
tampak pada gambar 3.2.

Dalam gambar 3.2 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan
pencarian sebab-sebabnya serta penetuan tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada
fakta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan
pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang bersifat emosional. Selain itu,
untuk memudahkan identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan
perbaikan selanjutnya perusahaan harus menetapkan standar pelayanan.

Gambar 3.2 Siklus dan Proses Peningkatan PDSA


17

Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan perbaikan


berdasarkan siklus P-D-S-A (Relationship between Control and Improvement under P-
D-S-A Cycle) diperlihatkan dalam gambar 3. 3. Pengendalian kualitas berdasarkan siklus P-
D-S-A hanya dapat berfungsi jika sistem informasi berjalan dengan baik dan siklus tersebut
dapat dijabarkan dalam enam langkah seperti diperlihatkan dalam gambar 3.4.

Plan Do Study Action

Follow-up
Corrective

Improvement

Gambar 3.3 Relationship Between Control and Improvement Under

Action Plan
(1)
Menentukan tujuan dan sasaran

(6)
Mengambil Tindakan yang tepat
(2)
Metode Untuk mencapai tujuan

Menyelenggarakan
Pendidikan dan Latihan
(3)
(5)
Memeriksa akibat pelaksanaan

(4)
Melaksanakan Pekerjaan
Study Do

Gambar 3.4 Siklus PDSA


18

Keenam langkah P-D-S-A yang terdapat dalam gambar 3.4 diatas dapat dijelaskan sebagai
berikut :

1. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran → Plan


Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang ditetapkan.
Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Kepala RS atau Kepala Divisi. Penetapan
sasaran didasarkan pada data pendukung dan analisis informasi. Sasaran ditetapkan
secara konkret dalam bentuk angka, harus pula diungkapkan dengan maksud tertentu dan
disebarkan kepada semua karyawan. Semakin rendah tingkat karyawan yang hendak
dicapai oleh penyebaran kebijakan dan tujuan semakin rinci informasi.
2. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan → Plan
Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil dicapai tanpa
disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang ditetapkan harus rasional,
berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan untuk
menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode yang akan digunakan perlu
pula diikuti dengan penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti oleh
semua karyawan.
3. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan → Do
Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar dapat
dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan para karyawan untuk
memahami standar kerja dan program yang ditetapkan.
4. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan → Do
Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi dan standar
kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah. Oleh karena itu,
ketrampilan dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan modal dasar untuk
mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan karena ketidaksempurnaan
standar kerja yang telah ditetapkan.
5. Langkah 5: Memeriksa akibat pelaksanaan → Study
Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan baik atau
tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan mengikuti
standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal yang harus disampaikan
kepada karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar dapat
dibedakan manakah penyimpangan dan
19

manakah yang bukan penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan, metode (standar
kerja) dan pendidikan harus dipahami dengan jelas baik oleh karyawan maupun oleh
manajer. Untuk mengetahui penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul dari
pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu dapat dilihat dari penyebabnya.
6. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat → Action
Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan
penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab timbulnya
penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak
terulang lagi penyimpangan. Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah
mengakibatkan penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam pengendalian
kualitas pelayanan.

Konsep PDSA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang efektif untuk
meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang akan dicapai
diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua proses. Partisipasi semua
karyawan dalam pengendalian kualitas pelayanan diperlukan kesungguhan (sincerety), yaitu
sikap yang menolak adanya tujuan yang semata-mata hanya berguna bagi diri sendiri atau
menolak cara berfikir dan berbuat yang semata-mata bersifat pragmatis. Dalam sikap
kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan
juga cara bertindak seseorang untuk mencapai sasaran tersebut.

Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup semua jenis
kelompok karyawan yang secara bersama-sama merasa bertanggung jawab atas kualitas
pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam pengendalian kualitas
pelayanan dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya terhadap outcome, tetapi terhadap
hasil setiap proses. Proses pelayanan akan menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi,
hanya mungkin dapat dicapai jika terdapat pengendalian kualitas dalam setiap tahapan dari
proses. Dimana dalam setiap tahapan proses dapat dijamin adanya keterpaduan, kerjasama
yang baik antara kelompok karyawan dengan manajemen, sebagai tanggung jawab bersama
untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari kelompok, sebagai mata rantai dari suatu proses.
20

B. Analisis Risiko

Analisa dilakukan dengan membentuk score risiko atau insiden tersebut untuk
menentukan prioritas penanganan dan level manajemen yang harus bertanggung jawab untuk
mengelola/ mengendalikan risiko/ insiden tersebut termasuk dalam kategori biru/ hijau/
kuning/ merah.

TINGKAT RISIKO DESKRIPSI PELUANG / FREKWENSI


1 Sangat Jarang / rare (> 5 tahun/kali)
2 Jarang / unlikely (> 2-5 tahun/kali)
3 Mungkin / Posible (1-2 tahun/kali)
4 Sering / Likely (beberapa kali/tahun)
5 Sangat Sering / Almost Certain (tiap minggu/bulan)

TK RISIKO DESKRIPSI DAMPAK


1 Tidak Significant Tidak ada cedera
2 Minor - Cedera ringan, missal: luka lecet
- Dapat diatasi dengan P3K
3 Moderat - Cedera sedang, missal: luka robek
- Berkurangnya fungsi motoric/ sensorik/
psikologis atau intelektual (revensibel), tidak
berhubungan dengan penyakit
- Setiap kasus yang memperpanjang perawata
4 Mayor - Cedera luas/berat, missal: cacat, lumpuh
- Kehilangan fungsi motoric/ sensorik/ sikologis
atau intelektual (irreversibel), tidak
berhubungan dengan penyakit
5 Katatrospik Kematian yang tidak berhubungan dengan
perjalanan penyakit

Hal ini akan menentukan evaluasi dan tata laksana selanjutnya. Untuk risiko / insiden
dengan kategori biru dan hijau maka evaluasi cukup dengan investigasi sederhana sedangkan
untuk kategori kuning dan merah perlu dilakukan evaluasi lebih
21

mendalam dengan metode RCA (Root Cause Analysis – Reaktif / Responsive) atau
HFMEA (Healthcare Failure Mode Effect Analysis - Proaktif).

Evaluasi risiko dilakukan dengan cara menentukan skoring dengan langkah sebagai
berikut:

a. Risiko atau insiden yang sudah dianalisis akan dievaluasi lebih lanjut sesuai
skor dan grading yang didapat dalam analisis.

Skor Risiko = Dampak X Peluang

b. Pemeringkatan memerlukan keterampilan dan pengetahuan yang sesuai, dan meliputi


proses sebagai berikut:
1) Menilai secara obyektif beratnya / dampak / akibat dan menentukan suatu skor
2) Menilai secara obyektif kemungkinan / peluang / frekuensi suatu peristiwa terjadi
dan menentukan suatu skor
3) Mengalikan dua parameter untuk memberi skor risiko

c. Penilaian risiko akan dilaksanakan dalam dua tahap


1) Tahap pertama akan diselesaikan oleh penilai risiko yang terlatih, yang akan
mengidentifikasi bahaya, efek yang mungkin terjadi dan pemeringkatan risiko.
2) Tahap kedua dari penilaian akan dilakukan oleh Kepala Unit Kerja yang akan
melakukan verifikasi tahap pertama dan membuat suatu rencana tindakan untuk
mengatasi risiko.

Probabilitas Tidak Minor Moderat Mayor Katatrospik


Significant
Sangat sering terjadi Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
(Tiap minggu/bulan)
5
Sering terjadi Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
(beberapa kali/tahun)
4
22

Mungkin terjadi Rendah Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim


(1 - < 2 tahun/kali)
3
Jarang terjadi Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim
(> 2 - < 5 tahun/kali)
2
Sangat jarang terjadi Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim
(> 5 tahun/kali)
1

Setelah analisis dan evaluasi selesai dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah
pengelolaan risiko atau insiden dengan target menghilangkan atau menekan risiko hingga ke
level terendah (risiko sisa) dan meminimalisir dampak atau kerugian yang timbul dari insiden
yang sudah terjadi.

LEVEL / BANDS TINDAKAN


EKSTREAM Risiko ekstrem, dilakukan RCA paling lama 45 hari,
(SANGAT TINGGI) membutuhkan tindakan segera, perhatian sampai ke
Direktur Rumah Sakit
HIGH Risiko tinggi, dilakukan RCA paling lama 45 hari, kaji
(TINGGI) dengan detail & perlu tindakan segera, serta membutuhkan
tindakan top manajemen
MODERATE Risiko sedang dilakukan investigasi sederhana paling lama 2
(SEDANG) minggu.
Manajer/pimpinan klinis sebaiknya menilai dampak
terhadap bahaya & kelola risiko
LOW Risiko rendah dilakukan investigasi sederhana paling lama
(RENDAH) 1 minggu diselesaikan dengan prosedur rutin
23

Alur Risk Grading & Jenis IKP

SENTINEL RCA

KTD
MERAH & KUNING

RISK GRADING

BIRU & HIJAU

KNC

INVESTIGASI SEDERHANA

Komite Mutu membentuk tim investigator sesegera mungkin untuk melakukan investigasi
komprehensif/analisis akar masalah (root cause analysis) pada semua kejadian sentinel
dalam kurun waktu tidak melebihi 45 (empat puluh lima) hari.
Proses untuk menganalisis KTD, KNC, KTC, KPCS dengan melakukan investigasi sederhana
dengan kurun waktu yaitu grading biru tidak melebihi 7 (tujuh) hari, grading hijau tidak
melebihi 14 (empat belas) hari
24

BAB IV

PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA MUTU

A. Pengumpulan Data Indikator


a. Pengumpulan data indikator dilakukan oleh penanggung jawab pengumpul data
unit ke dalam sensus harian atau penginputannya kedalam sistem IT.
b. Data yang dimaksud terdiri atas :
1) Data indikator mutu unit dan data mutu prioritas rumah sakit
2) Data pelaporan insiden keselamatan pasien
3) Data hasil monitoring kinerja staf
4) Data hasil pengukuran budaya keselamatan.

Rumah sakit sebaiknya mempunyai sistem manajemen data secara elektronik sehingga
memudahkan dalam mengelola data tersebut.

B. Pelaporan
a. Pelaporan terdiri dari internal dan eksternal.
b. Pelaporan Internal, adalah pelaporan yang ditujukan di dalam lingkungan RSAU dr.
M. Salamun.
c. Pelaporan Eksternal, adalah pelaporan yang ditujukan di luar lingkungan RSAU dr.
M. Salamun, diantaranya yaitu Diskesau dan Kemenkes.
d. Pelaporan mutu unit kepada Kepala RSAU dr. M. Salamun dari Kepala unit terkait
dengan tembusan kepada komite mutu dan keselamatan pasien paling lambat
tanggal 1 setiap bulannya.
e. Pelaporan program PMKP oleh komite PMKP kepada Kepala RSAU dr. M.
Salamun sebelum tanggal 5 setiap 3 bulan sekali.
f. Pelaporan program PMKP oleh Kepala RSAU dr. M. Salamun kepada Diskesau
selaku representasi pemilik sebelum tanggal 10 setiap 3 bulan sekali.
g. Pelaporan insiden keselamatan pasien maksimal 2 x 24 jam dari unit terkait.
h. Pelaporan insiden oleh Komite PMKP kepada Kepala RSAU dr. M. Salamun
sebelum tanggal 5 setiap 6 bulan sekali.
i. Pelaporan insiden keselamatan pasien oleh komite PMKP kepada Kepala RSAU dr.
M. Salamun sebelum tanggal 5 setiap 6 bulan sekali.
25

j. Pelaporan insiden keselamatan pasien oleh Kepala RSAU dr. M. Salamun kepada
Diskesau selaku representasi pemilik sebelum tanggal 10 setiap 6 bulan sekali.
k. Pelaporan kejadian sentinel oleh unit kepada Kepala RSAU dr. M. Salamun dan
Komite PMKP segera setelah kejadian sentinel.
l. Pelaporan kejadian sentinel oleh Kepala RSAU dr. M. Salamun kepada Diskesau
selaku representasi pemilik dan kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien
paling lambat 2 x 24 jam hari.
m. Semua kejadian sentinel harus dilakukan Analisis Akar Masalah (RCA = Root
Cause Analisis) dan rencana tindakan selesai dalam waktu 45 setelah kejadian.
n. Dalam melakukan pelaporan eksternal harus tetap menjamin keamanannya, bersifat
rahasia, anonym (tanpa identitas) dan tidak mudah diakses oleh yang tidak berhak.

ALUR PENGUMPULAN DAN PELAPORAN DATA INDIKATOR MUTU DAN


KINERJA RSAU dr. M. SALAMUN

Kepala RSAU

Pembahasan di rapat pimpinan

Koordinasi
Bidang/bagian terkait

FEEDBACK untuk unit kerja


dengan tembusan Komite Mutu dan Keselamatan Pasien Komite Mutu & Keselamatan Pasien

Pengembangan mutu Manajemen risiko & kesehatan


Monitoring
pasien Evaluasi

Unit Kerja
Data insiden Data Indikator Mutu RS RCA, FMEA, H
Akreditasi & Sertifikasi

PIC PENGUMPUL DATA INDIKATOR KINERJA DI UNIT KERJA


Bersama dengan IPCLN, PJ PPRA, Komite PPI, tim KPRS dan K3RS mengumpulkan data pencarian seluruh indikator di unit kerja

Tembusan
26

C. Validasi Data

Validasi dan analisa Data Indikator Mutu dan Keselamatan Pasien


a. Komite mutu dan Keselamatan Pasien RSAU dr.M.Salamun melakukan pencatatan
kegiatan yang telah dilakukan dan membuat laporan kegiatan kepada Kepala Rumah
Sakit secara berkala.
b. Komite Mutu dan Keselamatan Pasien RSAU dr.M.Salamun melakukan analisa
terhadap kegiatan pemenuhan indikator, dengan cara membandingkan secara internal,
yaitu dengan bulan sebelumnya dan dengan standar yang telah ditetapkan.
c. Dilakukan validasi data oleh Komite Mutu dan Keselamatan Pasien apabila terdapat :
1) Indikator atau proses yang baru diberlakukan
2) Kecenderungan peningkatan atau penurunan angka pemenuhan indikator
3) Terdapat variasi dari pencatatan pemenuhan indikator.
4) Data yang dianggap meragukan.
5) Secara berkala (3 bulan sekali) dilakukan terhadap semua data indikator dan
dilaporkan dalam laporan triwulan Komite PMKP.
6) Secara berkala (1 bulan sekali) pada indikator utama.
d. Validasi data dilakukan dengan menelusuri ke lapangan untuk melihat bagaimana
data dikumpulkan dan dicatat. Apabila diperlukan dilakukan pengumpulan data
kembali oleh individu yang berbeda.
Validasi data terdiri atas:
1) Mengumpulkan ulang data oleh orang kedua yang tidak terlibat dalam
pengumpulan data sebelumnya (data asli)
2) Menggunakan sample tercatat, kasus dan data lain yang sahih secara statistic.
Sampel 100% dibutuhkan hanya jika jumlah pencatatan, kasus, atau data lainnya
sangat kecil jumlahnya.
3) Membandingkan data asli dengan data yang dikumpulkan ulang.
4) Menghitung keakuratan dengan membagi jumlah elemen data yang ditemukan
dengan total jumlah data elemen dikalikan dengan 100. Tingkat akurasi 90%
adalah patokan yang baik.
27

5) Jika elemen data yang ditemukan ternyata tidak sama dengan catatan alasannya
(misalnya data tidak jelas definisinya) dan dilakukan tindakan koreksi.
6) Koleksi sampel baru setelah tindakan koreksi dilakukan untuk memastikan
tindakan menghasilkan tingkat akurasi yang diharapkan. Validasi data yang akan
dipublikasikan di website atau media lain dapat menjamin kerahasiaan pasien dan
keakuratan data
e. Analisis Data Indikator
Data yang dianalisis terdiri atas :
1) Data Indikator Kunci/Indikator Prioritas (Indikator Area Klinis, Indikator
International Library, Indikator Area Manajamen, Indikator 6 Sasaran
Keselamatan, Indikator Unit Kerja)
2) Data Hasil Evaluasi Protokol Klinis
3) Data Surveilance PPI
4) Insiden Keselamatan Pasien : Sentinel, KTD, KNC
5) Data dari bab PKPO (KNC, KTD dan Sentinel)
Analisa data melalui grafik sangat membantu dalam memperlihatkan
perubahan apakah menuju perbaikan sesuai yang diharapkan.
Analisis data dapat menggunakan alat statistic :
1) Run Chart
2) Bar Chart
3) Control Chart
4) Histogram
5) Pareto Chart
Sasaran dan analisis data adalah agar dapat dilakukan perbandingan bagi rumah
sakit melalui empat cara yaitu :
1) Dengan diri sendiri dalam waktu tertentu, seperti dari bulan ke bulan atau dari
tahun ke tahun berikutnya.
2) Dengan rumah sakit lain yang sejenis seperti menggunakan database
eksternal baik nasional maupun internasional.
3) Dengan standar, seperti ditetapkan oleh badan akreditasi, ikatan professional, atau
menggunakan ketentuan yang ditetapkan dalam undang- undang atau peraturan.
28

4) Dengan praktik-praktik yang diinginkan yang dalan literature digolongkan sebagai


best practice (praktik terbaik) atau better practice (praktik yang lebih baik) atau
practice guidelines (panduan praktik klinik).
Perbandingan ini membantu rumah sakit memahami sumber dan sifat perubahan
yang tidak dikehendaki serta membantu fokus pada upaya perbaikan
f. Feedback
Feedback dilakukan oleh komite PMKP kepada unit setelah ada rekomendasi dari Ka
RSAU dr. M. Salamun dan Diskesau terhadap laporan mutu yang telah dikirimkan.
Bentuk feedback dengan melakukan rapat sosialisasi dari rekomendasi yang
diberikan.
g. Publikasi Data
Publikasi data dilakukan secara internal maupun eksternal atas capaian dari indikator
mutu unit dan rumah sakir.
h. Publikasi Data Internal
Data yang sudah divalidasi dan dinyatakan valid dipublikasikan melalui pemasangan
hasil capaian indikator mutu di papan pengumuman mutu.
i. Publikasi Data Eksternal
Data yang sudah divalidasi dan dinyatakan valid dipublikasikan melalui website
RSAU dr. M. Salamun dengan memperhatikan keamanan dan kerahasiaan.

D. Keamanan Data

RSAU dr. M. Salamun menjaga keamanan dan kerahasiaan data serta memberikan
data yang dibutuhkan oleh badan/pihak lain di luar rumah sakit sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Data yang dibutuhkan oleh badan/pihak lain di luar rumah sakit
diberikan secara offline dan online, dimana untuk data yang diberikan secara offline dapat
berupa pengiriman data rumah sakit ke badan/pihak lain di luar rumah sakit dalam bentuk
tertulis. Data yang diberikan secara online bisa melalui aplikasi atau website tertentu yang
langsung berhubungan dengan badan/pihak luar rumah skit, contohnya pengirman data RL 5,
data pengembalian rekam medis kurang dari 24 jam, pendaftaran pasien rawat jalan online,
data ketersediaan tempat tidur, dan pengiriman data rumah sakit melalui SISMADAK.
29

E. Meningkatkan dan Mempertahankan mutu serta Manajemen Risiko


1. Meningkatan dan Mempertahankan Mutu dan Keselamatan Pasien: Manajemen
Risiko.
Peningkatan mutu dan Keselamatan Pasien dilakukan dengan menggunakan pendekatan
proaktif dalam melaksanakan manajemen risiko di semua unit/bagian RSAU
dr.M.Salamun. Analisis risiko merupakan proses untuk mengenali bahaya (hazard) yang
mungkin terjadi dan bagaimana potensi kegawatan dari bahaya tersebut. Langkah-
langkah manajemen risiko :
a. Identifikasi Risiko
b. Menetapkan Prioritas Risiko
c. Analisis Risiko
d. Pengelolaan Risiko
e. Evaluasi

Langkah manajemen risiko seperti yang digambarkan dibawah ini :

Establish the context

Identify risks
Communicate and consult

Risk Monitor and review


assesment
Analyse risks
Risk assesment

Evaluate risks

Treat risks

Gambar 4.1 diagram Manajemen Risiko


30

Alat-alat manajemen risiko yang digunakan di RSAU dr. M.Salamun antara lain:
a. Non statistical tools : untuk mengembangkan ide, mengelompokkan,
memprioritaskan dan memberikan arah dalam pengambilan keputusan. Alat-alat
tersebut meliputi Fish bone, Bagan alir, RCA, FMEA.
b. Statistical tools seperti Diagram parato, lembar periksa (check sheet)

2. Root Causes Analysis (RCA)


Langkah-langkah melakukan RCA :
a. Investigasi kejadian
b. Rekonstruksi kejadian
c. Analisis sebab mengidentifikasi penyebab masalah
d. Menyusun rencana tindakan
e. Melaporkan proses analisis dan temuan

Bagan alir/diagram alur/flow chart :

Digunakan untuk menggambarkan urutan langkah dari suatu proses spesifik yang dipakai
untuk mengidentifikasi masalah, menganalisis masalah serta menentukan “ideal path”
dalam perencanaan perbaikan. Symbol-simbol yang digunakan pada bagan alir
ditunjukan pada gambar dibawah ini :

Awal/Akhir Proses
Keputusan
Penghubung

Kegiatan

Gambar 4.2 Simbol yang digunakan

3. FMEA (Failure Mode and Cause Analysis)


Suatu alat mutu untuk mengkaji suatu prosedur secara rinci dan mengenali model-model
adanya kegagalan/kesalahan pada suatu prosedur, melakukan
31

penilaian terhadap tiap model kesalahan/kegagalan dan mencari solusi dengan


melakukan perubahan disain/prosedur.
Delapan tahap FMEA (JCAHO, 2005)
a. Memilih proses yang berisiko tinggi dan membentuk tim
b. Membuat diagram proses atau alur proses dengan flowchart yang rinci
c. Untuk setiap kemungkinan kegagalan (failure mode), identifikasi efek yang
mungkin terjadi ke pasien (the effect).
d. Menetapkan kemungkinan tingkat keparahan dari efek tersebut ke pasien (RPN).
e. Melakukan root cause analysis dari failure mode
f. Desain ulang proses
g. Analisa dan uji coba proses yang baru
h. Terapkan dan awasi proses yang sudah didesain ulang tadi

Table 5.1 Risk Priority Numbers (RPN)

S O D
Severity Occurrence Detectable
(Keparahan) (Keseringan) (Terdeteksi)
1. Minor 1. Hampir tidak pernah 1. Selalu terdeteksi
2. Moderate terjadi 2. Sangat mungkin
3. Minor Injury 2. Jarang terdeteksi
4. Mayor Injury 3. Kadang-kadang 3. Mungkin terdeteksi
5. Terminal 4. Sering 4. Kemungkinan kecil
Injury/Death 5. Sangat sering dan terdeteksi
pasti 5. Tidak mungkin
terdeteksi

Pelaksanaan :

RS memastikan bahwa seluruh staf yang terkait mampu melakukan analisis akar
masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa masalah tersebut terjadi untuk kemudian
menyusun rencana tindak lanjutnya.
32

a. Analisis akar masalah (RCA) dilakukan untuk melakukan identifikasi apabila


ditemukan permasalahan dalam pemenuhan indikator mutu dan manajerial serta
pengelolaan insiden.
b. Proses mengurangi risiko dilakukan paling sedikit satu kali dalam setahun dan
dibuat dokumentasinya dengan menggunakan FMEA (Failure Mode and Effect
Analysis). Proses yang dipilih adalah proses dengan risiko tinggi.

Sedangkan dalam pengelolaan risiko / IKP yang masuk dalam kategori biru atau hijau,
maka tindakan lanjut evaluasi dan penyelesaiannya dilakukan dengan investigasi sederhana,
melalui tahapan:

1) Identifikasi insiden dan di-grading


2) Mengumpulkan data dan informasi:
a) Observasi
b) Telaah dokumen
c) Wawancara
3) Kronologi kejadian
4) Analisa dan evaluasi sederhana:
a) Penyebab langsung: - individu
(1) Peralatan
(2) Lingkungan tempat kerja
(3) Prosedur kerja
b) Penyebab tidak langsung:
(1) Individu
(2) Tempat kerja
5) Rekomendasi:
a) Jangka pendek
b) Jangka menengah
c) Jangka panjang
33

BAB VI

MONITORING DAN EVALUASI

1. Seluruh jajaran manajemen RSAU dr. M. Salamun secara berkala melakukan monitoring
dan evaluasi program keselamatan pasien yang dilaksanakan oleh Komite Mutu dan
Keselamatan Pasien RSAU dr. M. Salamun.
2. Komite Mutu dan Keselamatan Pasien secara berkala (paling lama 2 tahun) melakukan
evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur keselamatan pasien yang dipergunakan di
RSAU dr. M. Salamun.
3. Komite Mutu dan Keselamatan Pasien RSAU dr. M. Salamun melakukan evaluasi
kegiatan setiap bulan dan membuat tindak lanjutnya.
4. Komite Mutu dan Keselamatan Pasien RSAU dr. M. Salamun melakukan analisa
pemenuhan indikator setiap tiga bulan dan membuat tindakan lanjutnya (laporan
triwulan).
5. Alur pelaporan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
34

BAB VII

PENUTUP

Pedoman yang disusun ini merupakan langkah awal sebagai pedoman/panduan bagi rumah
sakit untuk melakukan pengukuran, evaluasi dan tindak lanjut terhadap Indikator Rumah
Sakit. Pedoman ini diharapkan dapat diterapkan oleh Rumah Sakit dan menjadi pedoman
bersama dalam mengukur Indikator Rumah Sakit.

Hasil pengukuran indikator rumah sakit tersebut kedepannya diharapkan dapat diakses dan
dipublikasikan untuk perbaikan internal rumah sakit dan eksternal untuk bukti akuntabilitas
pada masyarakat. Buku pedoman ini masih dalam tahap perkembangan sehingga tidak
menutup kemungkinan adanya masukan demi tercapainya perbaikan bagi buku pedoman ini.

Bandung, 10 Januari 2022


Kepala RSAU dr. M. Salamun

dr. Aplin Ismunanto, Sp.B


Kolonel Kes NRP 514589

Anda mungkin juga menyukai