tentang
MEMUTUSKAN :
Dengan Catatan :
Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam
penetapan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
PEDOMAN PENINGKATAN
MUTU DAN KESELAMATAN
PASIEN SERTA MANAJEMEN
RISIKO RSAU dr. M. SALAMUN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas Rahmat-Nya
Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien serta Manajemen Risiko dapat
diselesaikan dengan tepat waktu sesuai dengan kebutuhan RSAU dr. M. Salamun.
Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien serta Manajemen Risiko ini
yang mulai dipergunakan pada tahun 2022 meliputi sasaran keselamatan pasien, standar
pelayanan berfokus pasien, standar manajemen rumah sakit, program nasional, manajemen
risiko dan integrasi pendidikan kesehatan dalam pelayanan rumah sakit.
Kami mengucapkan terimaksih kepada Tim Penyusun yang telah berjuang untuk
menyelesaikan standar ini dengan baik. Ucapan terimaksih juga kami sampaikan kepada para
kontributor yang telah memberikan masukan sangat berharga.
Tim Penyusun :
DINAS KESEHATAN TNI ANGKATAN UDARA Lamp. Kep. Ka. RSAU dr. M. Salamun
RSAU dr. M. SALAMUN Nomor Kep / 122 / I / 2022
Tanggal 10 Januari 2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan pasien dan menjamin keselamatan pasien
maka rumah sakit perlu mempunyai pedoman peningkatan mutu dan keselamatan pasien
serta manajemen risiko yang menjakau ke seluruh unit kerja di rumah sakit. Untuk
melaksanakan program tersebut tidaklah mudah karena memerlukan koordinasi dan
komunikasi yang baik antar semua unit medis, keperawatan, penunjang medis, administrasi,
dan lainnya.
Rumah sakit perlu menetapkan pedoman untuk mengelola program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien serta menajemen risiko agar mekanisme koordinasi pelaksanaan
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien serta manajemen risiko dapat berjalan
dengan baik. Mutu dan keselamatan sejatinya berakar dari pekerjaan sehari-hari dari seluruh
staf di unit pelayanan seperti staf klinis melakukan assesment kebutuhan pasien dan
memberikan pelayanan. Demikian pula staf non klinis dapat memasukan standar dalam
pekerjaan sehari-hari mereka untuk memahami bagaimana suatu proses dapat lebih efisien,
sumberdaya dapat digunakan dengan lebih bijaksana, dan risiko dapat dikurangi.
Keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan di rumah sakit dan
hal itu terkait dengan isu mutu dan citra rumah sakit. Upaya meningkatkan mutu pelayanan
dan upaya keselamatan pasien di rumah sakit merupakan sebuah gerakan yang universal.
Berbagai Negara maju bahkan telah menggeser paradigma kualitas kearah paradigma baru
yaitu kualitas keselamatan. Ini berarti bukan hanya mutu pelayanan yang harus ditingkatkan
tetapi yang lebih penting lagi adalah menjaga keselamatan pasien secara konsisten dan terus
menerus. Dengan meningkatnya keselamatan pasien rumah sakit diharapkan kepercayaan
masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit dapat meningkat. Selain itu keselamatan pasien
juga dapat mengurangi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang berdampak terhadap
4
peningkatan biaya pelayanan, juga konflik antara dokter atau staf kesehatan dan pasien,
sengketa medis, tuntutan dan proses hukum, tuduhan mal praktek dan lain- lain yang
akhirnya dapat menimbulkan opini negative terhadap pelayanan rumah sakit.
Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien seperti yang
diharapkan maka perlu disusun Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien serta
Manajemen Risiko yang mengacu melalui perbaikan mutu pelayanan yang terukur pada
protokol klinis, indikator mutu (klinis, manajemen, sasaran keselamatan pasien, unit kerja,
surveillance PPI), penilaian kinerja (rumah sakit, unit kerja, para Pimpinan Rumah Sakit ,
tenaga profesi dan staf), evaluasi kontrak kerja dan perjanjian lainnya, diklat PMKP,
program PMKP di unit kerja, insiden keselamatan pasien, manajemen risiko, Failure Mood
Effect Analysis (FMEA), pencatatan dan pelaporan, monitoring dan evaluasi kegiatan
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.
2. Tujuan
a. Tujuan Umum :
Adapun maksud penyusunan Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien agar tersedianya acuan atau panduan bagi rumah sakit dalam melaksanakan,
perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian serta pengawasan dan pertanggung
jawaban penyelenggaraan mutu pelayanan rumah sakit. Sedangkan tujuan
manajemen risiko untuk identifikasi dan pengendalian risiko strategis dan
operasional tidak akan tercapai apabila semua perangkat yang ada di rumah sakit
tidak bekerjasama dan berpartisipasi pada pelaksanaannya.
b. Tujuan Khusus
1) Terselenggaranya upaya peningkatan mutu yang menunjang
keselamatan pasien.
2) Terselenggaranya pelayanan sesuai dengan standar profesi
3) Tercapainya profesionalisme dalam mutu pelayanan.
4) Tercapainya indikator mutu.
5) Terselenggaranya survey yang berkaitan dengan mutu.
6) Memberikan panduan sistim manajemen risiko yang baku dan berlaku di
rumah sakit
7) Memastikan sistim manajemen risiko berjalan dengan baik agar proses
identifikasi, analisa, dan pengelolaan risiko ini dapat memberikan manfaat
bagi keselamatan pasien dan peningkatan mutu rumah sakit secara
keseluruhan
8) Membangun sistim monitoring dan komunikasi serta konsultasi yang efektif
demi tercapainya tujuan di atas dan penerapan yang berkesinambungan.
C. Ruang Lingkup
Panduan ini mencakup seluruh mutu dan keselamatan pasien serta manajemen risiko di
area pelayanan RSAU dr M Salamun, termasuk seluruh area pekerjaan, unit
6
kerja dan area klinis. Manajemen risiko merupakan tanggungjawab semua komponen di rumah
sakit.
Pedoman Mutu dan Keselamtan Pasien serta Manajemen risiko meliputi identifikasi, analisa,
evaluasi dan pengelolaan risiko:
a. Pengukuran mutu indikator termasuk indikator nasional mutu (INM), indikator mutu
prioritas rumah sakit (IMP RS) dan indikator mutu prioritas unit (IMP Unit).
b. Meningkatkan perbaikan mutu dan mempertahankan perbaikan berkelanjutan.
c. Mengurangi varian dalam praktek klinis dengan menerapkan
PPK/Algoritme/Protokol dan melakukan pengukuran dengan clinical pathway.
d. Mengukur dampak efisiensi dan efektivitas prioritas perbaikan terhadap keuangan
dan sumber daya misalnya SDM.
e. Pelaporan dan analisis insiden keselamatan pasien.
f. Penerapan sasaran keselamatan pasien.
g. Evaluasi kontrak klinis dan kontrak manajemen.
h. Pelatihan semua staf sesuai perannya dalam program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien.
i. Mengkomunikasikan hasil pengukuran mutu meliputi masalah mutu dan capaian
data kepada staf.
j. Risiko yang berpotensi terjadi (pro-aktif)
k. Insiden yang telah terjadi (reaktif / responsive)
D. Batasan Operasional
a. Mutu pelayanan adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komperhensif dan
integratif yang menyangkut input, proses dan output secara objektif, sistematik dan
berlanjut memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien,
dan memecahkan masalah-masalah yang terungkap sehingga pelayanan yang
diberikan diberdaya guna dan berhasil guna.
b. Indikator mutu rumah sakit meliputi indikator klinik, indikator yang
berorientasi pada waktu dan indikator ratio yang berdasarkan pada efektifitas
(effectivenes), efisiensi (efficiency), keselamatan (safety), dan kelayakan
(appropriateness).
7
c. Risiko: peluang / probabilitas timbulnya suatu insiden (menurut WHO), yang akan
berdampak merugikan bagi pencapaian sasaran-sasaran keselamatan pasien dan
menurunkan mutu pelayanan.
d. Manajemen Risiko Rumah Sakit: merupakan upaya mengidentifikasi dan
mengelompokkan risiko (grading) dan mengendalikan / mengelola risiko tersebut
baik secara proaktif risiko yang mungkin terjadi maupun reaktif terhadap insiden
yang sudah terjadi agar memberikan dampak negative seminimal mungkin bagi
keselamatan pasien dan mutu rumah sakit.
e. Insiden Keselamatan Pasien (IKP): setiap kejadian yang tidak disengaja dan
kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cidera pada pasien. IKP
terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Tidak Cedera (KTC),
Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Potensial Cedera Signifikan (KPCS), dan
Kejadian Sentinel.
f. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD): adalah insiden keselamatan pasien yang
menyebabkan cedera pada pasien.
g. Kejadian Tidak Cedera (KTC): adalah insiden keselamatan pasien yang sudah
terpapar pada pasien namun tidak menyebabkan cedera.
h. Kejadian Nyaris Cidera (KNC): adanya insiden keselamatan pasien yang belum
terpapar pada pasien.
i. Kondisi Potensial Cedera Signifikan (KPCS): adalah suatu kondisi (selain
dari proses penyakit atau kondisi pasien itu sendiri) yang berpotensi menyebabkan
kejadian sentinel
j. Kejadian Sentinel: adalah suatu kejadian yang tidak berhubungan dengan
perjalanan penyakit pasien atau penyakit yang mendasarinya yang terjadi pada
pasien.
Kejadian sentinel merupakan salah satu jenis insiden keselamatan pasien yang harus
dilaporkan yang menyebabkan terjadinya hal-hal berikut ini:
1) Kematian,
2) Cedera permanen,
3) Cedera berat yang bersifat sementara/reversible.
Cedera permanen adalah dampak yang dialami pasien yang bersifat ireversibel
akibat yang dialaminya misalnya kecacadan, kelumpuhan, kebutaan, tuli, dan lain-
lainnya.
8
Cedera berat yang bersifat sementara adalah cedera yang bersifat kritis dan dapat
mengancam nyawa yang berlangsung dalam suatu kurun waktu tanpa terjadi cedera
permanen/gejala sisa, namun kondisi tersebut mengharuskan pemindahan pasien
ketingkat perawatan yang lebih tinggi/pengawasan pasien untuk jangka waktu yang
lama, pemindahan pasien ketingkat perawatan yang lebih tinggi karena adanya
kondisi yang mengancam nyawa, atau penambahan operasi besar, tindakan, atau
tata laksana untuk menanggulangi kondisi tersebut.
Kejadian juga dapat digolongkan sebagai kejadian sentinel jika terjadi salah satu
dari berikut ini:
1) Bunuh diri oleh pasien yang sedang dirawat, ditatalaksana, menerima pelayanan
di unit yang selalu memiliki staf sepanjang hari atau dalam waktu 72 jam
setelah pemulangan pasien, termasuk dari Unit Gawat Darurat (UGD) rumah
sakit,
2) Kematian bayi cukup bulan yang tidak diantisipasi,
3) Bayi dipulangkan kepada orang tua yang salah,
4) Penculikan pasien yang sedang menerima perawatan, tata laksana, dan
pelayanan,
5) Kaburnya pasien (atau pulang tanpa izin) dari unit perawatan yang selalu dijaga
oleh staf sepanjang hari (termasuk UGD), yang menyebabkan kematian, cedera
permanen, atau cedera sementara derajat berat bagi pasien tersebut,
6) Reaksi transfusi hemolitik yang mengakibatkan pemberian darah atau produk
darah dengan inkompatibilitas golongan darah mayor (ABO, Rh, kelompok
darah lainnya),
7) Pemerkosaan, kekerasan (yang menyebabkan kematian, cedera permanen, atau
cedera sementara derajat berat) atau pembunuhan anggota staf, praktisi mandiri
berizin, pengunjung, atau vendor ketika berada dalam lingkungan rumah sakit.
8) Tindakan invasive, termasuk operasi yang dilakukan pada pasien yang salah,
pada sisi yang salah, atau menggunakan prosedur yang salah (secara tidak
sengaja),
9
9) Tertinggalnya benda asing dalam tubuh pasien secara tidak sengaja setelah
suatu tindakan invasive, termasuk operasi,
10) Hiperbilirubinemia neonatal berat (bilirubin > 30 mg/dL),
11) Fluoroskopi berkepanjangan dengan dosis kumulatif > 1.500 rad pada satu
medan tunggal atau pemberian radioterapi ke area tubuh yang salah atau
pemberian radioterapi > 25% melebihi dosis radioterapi yang direncanakan,
12) Kebakaran, lidah api, atau asap, uap panas, atau pijaran yang tidak diantisipasi
selama satu episode perawatan pasien,
13) Semua kematian ibu intrapartum (terkait dengan proses persalinan), atau
14) Morbiditas ibu derajat berat (terutama tidak berhubungan dengan perjalanan
alamiah penyakit pasien atau kondisi lain yang mendasari) terjadinya pada
pasien dan menyebabkan cedera permanen atau cedera berat sementara derajat
berat.
Semua kejadian yang memenuhi definisi tersebut dianalisis akar masalahnya secara
komprehensif (RCA) dengan waktu tidak melebihi 45hari.
BAB II
GAMBARAN UMUM MUTU DAN KESELEAMATAN
PASIEN SERTA MANAJEMEN RISIKO RSAU dr. M.
SALAMUN
RSAU dr. M. Salamun memiliki program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
(PMKP) yang menjangkau seluruh unit kerja dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan
dan menjamin keselamatan pasien. Kepala Rumah Sakit menetapkan Komite/Tim Mutu
untuk mengelola program peningkatan mutu dan keselamatan pasien, agar mekanisme
koordinasi pelaksanaan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit
dapat berjalan lebih baik. Pedoman ini menjelaskan pendekatan yang komprehensif untuk
peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang berdampak pada semua aspek pelayanan.
Pendekatan ini mencakup:
a. Peran serta dan keterlibatan setiap unit dalam program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien.
b. Pengukuran data obyektif yang tervalidasi.
c. Penggunaan data yang obyektif dan kaji banding untuk membuat program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
PMKP RSAU dr. M. Salamun membantu profesional pemberi asuhan (PPA) untuk
memahami bagaimana melakukan perbaikan dalam memberikan asuhan pasien yang aman
dan menurunkan risiko. Staf non klinis juga dapat melakukan perbaikan agar proses menjadi
lebih efektif dan efisien dalam penggunaan sumber daya dan risiko dapat dikurangi.
PMKP RSAU dr. M. Salamun ditujukan pada semua kegiatan di rumah sakit secara
menyeluruh dalam spektrum yang luas berupa kerangka kerja untuk perbaikan kinerja dan
menurunkan risiko akibat variasi dalam proses pelayanan. Kerangka kerja dalam standar
PMKP juga dapat terintegrasi dengan kejadian yang tidak dapat dicegah (program
manajemen risiko) dan pemanfaatan sumber daya (pengelolaan utilisasi).
Rumah sakit yang menerapkan kerangka kerja peningkatan mutu dan keselamatan pasien
serta manajemen risiko dengan harapan:
11
Mutu dan Pelayanan Rumah Sakit Adalah derajat kesempurnaan pelayanan rumah sakit
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah
sakit secara wajar, efisiensi, dan efektif diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan
norma, etika, hukum dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan
pemerintah dan masyarakat konsumen.
lain terhadap pasien dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasan
terhadap provider. Outcome yang baik sebagaian besar tergantung kepada mutu
struktur dan mutu proses yang baik. Sebaliknya outcome yang buruk adalah
kelanjutan struktur atau proses yang buruk.
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan keseluruhan upaya dan
kegiatan secara komprehensif dan integratif memantau dan menilai mutu pelayanan,
memecahkan masalah-masalah yang ada dan mencari jalan keluarnya, sehingga mutu
pelayanan akan menjadi lebih baik.
Di rumah sakit upaya peningkatan mutu pelayanan adalah kegiatan yang bertujuan
memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-baiknya kepada pasien. Upaya peningkatan mutu
pelayanan akan sangat berarti dan efektif bilamana upaya peningkatan mutu menjadi tujuan
sehari-hari dari setiap unsur termasuk pimpinan, pelaksana pelayanan langsung dan staf
penunjang.
Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu asuhan atau
pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat dan efisien. Walaupun disadari
bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang lebih baik selalu memerlukan
biaya lebih banyak atau mutu rendah biayanya lebih sedikit.
14
1. Indikator Mutu
Indikator mutu rumah sakit meliputi indikator klinik, indikator yang berorientasi pada
waktu dan indikator ratio yang berdasarkan pada efektifitas (effectivenes), efisiensi
(efficiency), keselamatan (safety), dan kelayakan (appropriateness).
2. Strategi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan maka disusunlah strategi sebagai berikut
:
a. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip mutu
pelayanan sehingga dapat menerapkan langkah-langkah upaya peningkatan mutu di
masing-masing unit kerja.
b. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia di RSAU
dr. M. Salamun, serta upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan.
c. Menciptakan budaya mutu di RSAU dr. M. Salamun, termasuk di dalamnya
menyusun program mutu dengan pendekatan PDSA cycle.
Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan tindakan
perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah diadakan tindakan
perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih ada yang tertinggal. Dari penilaian kembali
maka akan didapatkan masalah yang telah terpecahkan dan masalah yang masih tetap
merupakan masalah sehingga proses siklus akan berulang mulai tahap pertama.
15
BAB III
Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan menggambar diagram sebab akibat atau
diagram tulang ikan (fish-bone). Diagram tulang ikan adalah alat untuk menggambarkan
penyebab-penyebab suatu masalah secara rinci. Diagram tersebut memfasilitasi proses
identifikasi masalah sebagai langkah awal untuk menentukan fokus perbaikan,
mengembangkan ide pengumpulan data, mengenali penyebab terjadinya masalah dan
menganalisa masalah tersebut (Koentjoro, 2007). Diagram tulang ikan diperlihatkan pada
gambar 3.1.
Problem
Time
1. Masalah yang akan dianalisis diletakkan disebalh kana (kepala tulang ikan)
2. Komponen struktur dan proses masalah diletakkan pada sirip ikan (manusia,
mesin/peralatan, metode, material, lingkungan)
3. Kemudian dilakukan diskusi untuk menganalisa penyebab masalah pada setiap
komponen struktur dan proses tersebut.
Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus dilakukan untuk
menjamin tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas produk dan jasa pelayanan yang
diproduksi. Pengendalian kualitas pelayanan pada dasarnya adalah
16
pengendalian kualitas kerja dan proses kegiatan untuk menciptakan kepuasan pelanggan
(quality of customer’s satisfaction) yang dilakukan oleh setiap orang dari setiap bagian di
Rumah Sakit Umum Daerah Ende.
Konsep P-D-S-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk proses
perbaikan kualitas (quality improvement) secara terus menerus tanpa berhenti tetapi
meningkat ke keadaaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian organisasi, seperti
tampak pada gambar 3.2.
Dalam gambar 3.2 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan
pencarian sebab-sebabnya serta penetuan tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada
fakta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan
pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang bersifat emosional. Selain itu,
untuk memudahkan identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan
perbaikan selanjutnya perusahaan harus menetapkan standar pelayanan.
Follow-up
Corrective
Improvement
Action Plan
(1)
Menentukan tujuan dan sasaran
(6)
Mengambil Tindakan yang tepat
(2)
Metode Untuk mencapai tujuan
Menyelenggarakan
Pendidikan dan Latihan
(3)
(5)
Memeriksa akibat pelaksanaan
(4)
Melaksanakan Pekerjaan
Study Do
Keenam langkah P-D-S-A yang terdapat dalam gambar 3.4 diatas dapat dijelaskan sebagai
berikut :
manakah yang bukan penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan, metode (standar
kerja) dan pendidikan harus dipahami dengan jelas baik oleh karyawan maupun oleh
manajer. Untuk mengetahui penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul dari
pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu dapat dilihat dari penyebabnya.
6. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat → Action
Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan
penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab timbulnya
penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak
terulang lagi penyimpangan. Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah
mengakibatkan penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam pengendalian
kualitas pelayanan.
Konsep PDSA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang efektif untuk
meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang akan dicapai
diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua proses. Partisipasi semua
karyawan dalam pengendalian kualitas pelayanan diperlukan kesungguhan (sincerety), yaitu
sikap yang menolak adanya tujuan yang semata-mata hanya berguna bagi diri sendiri atau
menolak cara berfikir dan berbuat yang semata-mata bersifat pragmatis. Dalam sikap
kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan
juga cara bertindak seseorang untuk mencapai sasaran tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup semua jenis
kelompok karyawan yang secara bersama-sama merasa bertanggung jawab atas kualitas
pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam pengendalian kualitas
pelayanan dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya terhadap outcome, tetapi terhadap
hasil setiap proses. Proses pelayanan akan menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi,
hanya mungkin dapat dicapai jika terdapat pengendalian kualitas dalam setiap tahapan dari
proses. Dimana dalam setiap tahapan proses dapat dijamin adanya keterpaduan, kerjasama
yang baik antara kelompok karyawan dengan manajemen, sebagai tanggung jawab bersama
untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari kelompok, sebagai mata rantai dari suatu proses.
20
B. Analisis Risiko
Analisa dilakukan dengan membentuk score risiko atau insiden tersebut untuk
menentukan prioritas penanganan dan level manajemen yang harus bertanggung jawab untuk
mengelola/ mengendalikan risiko/ insiden tersebut termasuk dalam kategori biru/ hijau/
kuning/ merah.
Hal ini akan menentukan evaluasi dan tata laksana selanjutnya. Untuk risiko / insiden
dengan kategori biru dan hijau maka evaluasi cukup dengan investigasi sederhana sedangkan
untuk kategori kuning dan merah perlu dilakukan evaluasi lebih
21
mendalam dengan metode RCA (Root Cause Analysis – Reaktif / Responsive) atau
HFMEA (Healthcare Failure Mode Effect Analysis - Proaktif).
Evaluasi risiko dilakukan dengan cara menentukan skoring dengan langkah sebagai
berikut:
a. Risiko atau insiden yang sudah dianalisis akan dievaluasi lebih lanjut sesuai
skor dan grading yang didapat dalam analisis.
Setelah analisis dan evaluasi selesai dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah
pengelolaan risiko atau insiden dengan target menghilangkan atau menekan risiko hingga ke
level terendah (risiko sisa) dan meminimalisir dampak atau kerugian yang timbul dari insiden
yang sudah terjadi.
SENTINEL RCA
KTD
MERAH & KUNING
RISK GRADING
KNC
INVESTIGASI SEDERHANA
Komite Mutu membentuk tim investigator sesegera mungkin untuk melakukan investigasi
komprehensif/analisis akar masalah (root cause analysis) pada semua kejadian sentinel
dalam kurun waktu tidak melebihi 45 (empat puluh lima) hari.
Proses untuk menganalisis KTD, KNC, KTC, KPCS dengan melakukan investigasi sederhana
dengan kurun waktu yaitu grading biru tidak melebihi 7 (tujuh) hari, grading hijau tidak
melebihi 14 (empat belas) hari
24
BAB IV
Rumah sakit sebaiknya mempunyai sistem manajemen data secara elektronik sehingga
memudahkan dalam mengelola data tersebut.
B. Pelaporan
a. Pelaporan terdiri dari internal dan eksternal.
b. Pelaporan Internal, adalah pelaporan yang ditujukan di dalam lingkungan RSAU dr.
M. Salamun.
c. Pelaporan Eksternal, adalah pelaporan yang ditujukan di luar lingkungan RSAU dr.
M. Salamun, diantaranya yaitu Diskesau dan Kemenkes.
d. Pelaporan mutu unit kepada Kepala RSAU dr. M. Salamun dari Kepala unit terkait
dengan tembusan kepada komite mutu dan keselamatan pasien paling lambat
tanggal 1 setiap bulannya.
e. Pelaporan program PMKP oleh komite PMKP kepada Kepala RSAU dr. M.
Salamun sebelum tanggal 5 setiap 3 bulan sekali.
f. Pelaporan program PMKP oleh Kepala RSAU dr. M. Salamun kepada Diskesau
selaku representasi pemilik sebelum tanggal 10 setiap 3 bulan sekali.
g. Pelaporan insiden keselamatan pasien maksimal 2 x 24 jam dari unit terkait.
h. Pelaporan insiden oleh Komite PMKP kepada Kepala RSAU dr. M. Salamun
sebelum tanggal 5 setiap 6 bulan sekali.
i. Pelaporan insiden keselamatan pasien oleh komite PMKP kepada Kepala RSAU dr.
M. Salamun sebelum tanggal 5 setiap 6 bulan sekali.
25
j. Pelaporan insiden keselamatan pasien oleh Kepala RSAU dr. M. Salamun kepada
Diskesau selaku representasi pemilik sebelum tanggal 10 setiap 6 bulan sekali.
k. Pelaporan kejadian sentinel oleh unit kepada Kepala RSAU dr. M. Salamun dan
Komite PMKP segera setelah kejadian sentinel.
l. Pelaporan kejadian sentinel oleh Kepala RSAU dr. M. Salamun kepada Diskesau
selaku representasi pemilik dan kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien
paling lambat 2 x 24 jam hari.
m. Semua kejadian sentinel harus dilakukan Analisis Akar Masalah (RCA = Root
Cause Analisis) dan rencana tindakan selesai dalam waktu 45 setelah kejadian.
n. Dalam melakukan pelaporan eksternal harus tetap menjamin keamanannya, bersifat
rahasia, anonym (tanpa identitas) dan tidak mudah diakses oleh yang tidak berhak.
Kepala RSAU
Koordinasi
Bidang/bagian terkait
Unit Kerja
Data insiden Data Indikator Mutu RS RCA, FMEA, H
Akreditasi & Sertifikasi
Tembusan
26
C. Validasi Data
5) Jika elemen data yang ditemukan ternyata tidak sama dengan catatan alasannya
(misalnya data tidak jelas definisinya) dan dilakukan tindakan koreksi.
6) Koleksi sampel baru setelah tindakan koreksi dilakukan untuk memastikan
tindakan menghasilkan tingkat akurasi yang diharapkan. Validasi data yang akan
dipublikasikan di website atau media lain dapat menjamin kerahasiaan pasien dan
keakuratan data
e. Analisis Data Indikator
Data yang dianalisis terdiri atas :
1) Data Indikator Kunci/Indikator Prioritas (Indikator Area Klinis, Indikator
International Library, Indikator Area Manajamen, Indikator 6 Sasaran
Keselamatan, Indikator Unit Kerja)
2) Data Hasil Evaluasi Protokol Klinis
3) Data Surveilance PPI
4) Insiden Keselamatan Pasien : Sentinel, KTD, KNC
5) Data dari bab PKPO (KNC, KTD dan Sentinel)
Analisa data melalui grafik sangat membantu dalam memperlihatkan
perubahan apakah menuju perbaikan sesuai yang diharapkan.
Analisis data dapat menggunakan alat statistic :
1) Run Chart
2) Bar Chart
3) Control Chart
4) Histogram
5) Pareto Chart
Sasaran dan analisis data adalah agar dapat dilakukan perbandingan bagi rumah
sakit melalui empat cara yaitu :
1) Dengan diri sendiri dalam waktu tertentu, seperti dari bulan ke bulan atau dari
tahun ke tahun berikutnya.
2) Dengan rumah sakit lain yang sejenis seperti menggunakan database
eksternal baik nasional maupun internasional.
3) Dengan standar, seperti ditetapkan oleh badan akreditasi, ikatan professional, atau
menggunakan ketentuan yang ditetapkan dalam undang- undang atau peraturan.
28
D. Keamanan Data
RSAU dr. M. Salamun menjaga keamanan dan kerahasiaan data serta memberikan
data yang dibutuhkan oleh badan/pihak lain di luar rumah sakit sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Data yang dibutuhkan oleh badan/pihak lain di luar rumah sakit
diberikan secara offline dan online, dimana untuk data yang diberikan secara offline dapat
berupa pengiriman data rumah sakit ke badan/pihak lain di luar rumah sakit dalam bentuk
tertulis. Data yang diberikan secara online bisa melalui aplikasi atau website tertentu yang
langsung berhubungan dengan badan/pihak luar rumah skit, contohnya pengirman data RL 5,
data pengembalian rekam medis kurang dari 24 jam, pendaftaran pasien rawat jalan online,
data ketersediaan tempat tidur, dan pengiriman data rumah sakit melalui SISMADAK.
29
Identify risks
Communicate and consult
Evaluate risks
Treat risks
Alat-alat manajemen risiko yang digunakan di RSAU dr. M.Salamun antara lain:
a. Non statistical tools : untuk mengembangkan ide, mengelompokkan,
memprioritaskan dan memberikan arah dalam pengambilan keputusan. Alat-alat
tersebut meliputi Fish bone, Bagan alir, RCA, FMEA.
b. Statistical tools seperti Diagram parato, lembar periksa (check sheet)
Digunakan untuk menggambarkan urutan langkah dari suatu proses spesifik yang dipakai
untuk mengidentifikasi masalah, menganalisis masalah serta menentukan “ideal path”
dalam perencanaan perbaikan. Symbol-simbol yang digunakan pada bagan alir
ditunjukan pada gambar dibawah ini :
Awal/Akhir Proses
Keputusan
Penghubung
Kegiatan
S O D
Severity Occurrence Detectable
(Keparahan) (Keseringan) (Terdeteksi)
1. Minor 1. Hampir tidak pernah 1. Selalu terdeteksi
2. Moderate terjadi 2. Sangat mungkin
3. Minor Injury 2. Jarang terdeteksi
4. Mayor Injury 3. Kadang-kadang 3. Mungkin terdeteksi
5. Terminal 4. Sering 4. Kemungkinan kecil
Injury/Death 5. Sangat sering dan terdeteksi
pasti 5. Tidak mungkin
terdeteksi
Pelaksanaan :
RS memastikan bahwa seluruh staf yang terkait mampu melakukan analisis akar
masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa masalah tersebut terjadi untuk kemudian
menyusun rencana tindak lanjutnya.
32
Sedangkan dalam pengelolaan risiko / IKP yang masuk dalam kategori biru atau hijau,
maka tindakan lanjut evaluasi dan penyelesaiannya dilakukan dengan investigasi sederhana,
melalui tahapan:
BAB VI
1. Seluruh jajaran manajemen RSAU dr. M. Salamun secara berkala melakukan monitoring
dan evaluasi program keselamatan pasien yang dilaksanakan oleh Komite Mutu dan
Keselamatan Pasien RSAU dr. M. Salamun.
2. Komite Mutu dan Keselamatan Pasien secara berkala (paling lama 2 tahun) melakukan
evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur keselamatan pasien yang dipergunakan di
RSAU dr. M. Salamun.
3. Komite Mutu dan Keselamatan Pasien RSAU dr. M. Salamun melakukan evaluasi
kegiatan setiap bulan dan membuat tindak lanjutnya.
4. Komite Mutu dan Keselamatan Pasien RSAU dr. M. Salamun melakukan analisa
pemenuhan indikator setiap tiga bulan dan membuat tindakan lanjutnya (laporan
triwulan).
5. Alur pelaporan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
34
BAB VII
PENUTUP
Pedoman yang disusun ini merupakan langkah awal sebagai pedoman/panduan bagi rumah
sakit untuk melakukan pengukuran, evaluasi dan tindak lanjut terhadap Indikator Rumah
Sakit. Pedoman ini diharapkan dapat diterapkan oleh Rumah Sakit dan menjadi pedoman
bersama dalam mengukur Indikator Rumah Sakit.
Hasil pengukuran indikator rumah sakit tersebut kedepannya diharapkan dapat diakses dan
dipublikasikan untuk perbaikan internal rumah sakit dan eksternal untuk bukti akuntabilitas
pada masyarakat. Buku pedoman ini masih dalam tahap perkembangan sehingga tidak
menutup kemungkinan adanya masukan demi tercapainya perbaikan bagi buku pedoman ini.