Anda di halaman 1dari 163

PEMERINTAH KABUPATEN NAGEKEO

DINAS KESEHATAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AERAMO
Jln. Prof. W. Z. Yohanes Kode Pos 86472
Email : rsdaeramo2017@gmail.com
MBAY

KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD AERAMO


NOMOR : 445/RSUD AERAMO/ SK/ 96 / 04/2023
TENTANG
PEDOMAN PERBAIKAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
SERTA MANAJEMEN RISIKO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AERAMO,

Menimbang : a. bahwa Rumah Sakit Umum Daerah Aeramo perlu


melakukan upaya peningkatan mutu dan keselamatan
pasien serta manajemen risiko sesuai dengan standar
akreditasi rumah sakit dari Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia;
b. bahwa untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien serta
manajemen risiko di lingkungan RSUD Aeramo perlu upaya
dan partisipasi yang digerakkan oleh Direktur dan pengelola
rumah sakit secara berkesinambungan;
c. bahwa sesuai pertimbangan dalam huruf a, dan huruf b
maka Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Aeramo perlu
mengeluarkan ketetapan tentang Pedoman Peningkatan
Mutu dan Keselamatan Pasien serta manajemen risiko RS;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran;
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit;
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun
2017 Tentang Akreditasi Rumah Sakit;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11
i
Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien
6. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia nomor 12
tahun 2020 tentang Akreditasi Rumah Sakit
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 80
tahun 2022 Tentang Komite Mutu Rumah sakit
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 tahun 2008
tentang Standar Pelayanan Minimal;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1128 Tahun 2022 Tentang Standar Akreditasi Rumah Sakit;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT DAERAH AERAMO
TENTANG PENETAPAN PEDOMAN PENINGKATAN MUTU
DAN KESELAMATAN PASIEN SERTA MANAJEMEN RISIKO
RUMAH SAKIT
KESATU : Penetapan Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien serta Manajemen Risiko Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud dalam ketetapan diatas tercantum dalam
Lampiran keputusan ini ini.
KEDUA : Pedoman ini menjadi acuan bagi rumah sakit untuk
melaksanakan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
serta Manajemen Risiko Rumah Sakit
KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal di tetapkan dan
apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam
penetapan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana
mestinya.

Ditetapkan di Aeramo
Tanggal 15 Maret 2023
Direktur RSUD Aeramo

dr. Chandrawati
NIP. 19760823 2009 04 2 001

LAMPIRAN

ii
NOMOR : 445/RSUD.AERAMO/ SK/96 /04/2023
TANGGAL : 15 Maret 2023
TENTANG :

PEDOMAN PENINGKATAN MUTU


DAN KESELAMATAN PASIEN SERTA MANAJEMEN RISIKO RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH AERAMO

DAFTAR ISI
Judul..............................................................................................i
Kata Pengantar...............................................................................ii
Daftar Isi .......................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................1
Tujuan pedoman.............................................................................3
Ruang lingkup pelayanan...............................................................3
Batasan operasional ......................................................................7
Landasan hukum ..........................................................................ii
BAB II STANDAR KETENAGAAN.....................................................16
Kualifikasi sumber daya manusia...................................................16
Distribusi ketenagaan.....................................................................16
Pengaturan jaga..............................................................................27
BAB III STANDAR FASILITAS..........................................................28
Denah ruangan ..............................................................................28
Standar fasilitas .............................................................................29
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN ..............................................30
BAB V LOGISTIK ...........................................................................114
BAB VI PENGENDALIAN MUTU......................................................115
BAB VII MANAJEMEN RESIKO.......................................................121
BAB VIII KESELAMATAN PASIEN ...................................................141
BAB IX PENUTUP...........................................................................165

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmatnya Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien serta
Manajemen Risiko (PMKPMR) dapat diselesaikan dengan tepat waktu sesuai
dengan kubutuhan Rumah Sakit Umum Daerah Aeramo.
Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien serta Manajemen
Risiko (PMKPMR) ini yang mulai dipergunakan pada tahun 2023 meliputi sasaran
keselamatan pasien, standar pelayanan berfokus pasien, standar manajemen
rumah sakit, program nasional dan Integrasi pendidikan kesehatan dalam
pelayanan di rumah sakit. Mutu dan keselamatan pasien sebenarnya sudah ada
(tertanam) dalam kegiatan pekerjaan sehari-hari dari tenaga kesehatan
profesional dan tenaga lainnya.
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Semoga
dengan dipergunakan Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien serta
Manajemen Risiko (PMKPMR) ini, mutu pelayanan dan keselamatan pasien
rumah sakit Daerah Aeramo dapat lebih baik.

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna (Promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (UU
RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit).
Berdasarkan UU RI No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit,
pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan mempermudah
akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;
memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;
meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah
sakit; dan memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat,
sumber daya manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.
Seperti tercantum dalam Buku Pedoman Upaya Peningkatan Mutu
Pelayanan Rumah Sakit Departemen Kesehatan RI tahun 1994, definisi
Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit adalah : Keseluruhan
upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif yang menyangkut
struktur, proses dan outcome secara obyektif, sistematik dan berlanjut
memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien,
menggunakan peluang untuk meningkatkan pelayanan pasien, dan
memecahkan masalah – masalah yang terungkap sehingga pelayanan
yang diberikan dirumah sakit berdaya guna dan berhasil guna.
Jika definisi itu diterapkan di rumah sakit, maka dapat dibuat
rumusan sebagai berikut: Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien serta Manajemen Risiko adalah : Kegiatan yang dilakukan untuk
meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit dan keselamatan pasien

1
secara terus menerus, melalui pemantauan, analisa dan tindak lanjut
adanya penyimpangan dari standar yang ditentukan.
Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit
serta Manajemen Risiko yang dilaksanakan Rumah Sakit Umum Daerah
Aeramo berorientasi pada Visi, Misi, Tujuan serta nilai – nilai dan Moto
yang merupakan bagian dari Renstra Rumah Sakit, hal ini tertuang
dalam program kegiatan PMKPMR. Melalui penetapan Pedoman
Peningkatan Mutu & Keselamatan Pasien serta Manajemen Risiko ini,
diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatan mutu RS.
Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan
untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan
derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional. Untuk itu perlu ditingkatkan
upaya guna memperluas dan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat dengan mutu yang baik dan biaya yang terjangkau.
Pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu itu sendiri
merupakan salah satu kebutuhan dasar yang diperlukan setiap orang,
termasuk pelayanan di rumah sakit. Pendekatan mutu yang ada saat ini
berorientasi pada kepuasan pelanggan atau pasien. Salah satu faktor
kunci sukses pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah dengan
mengembangkan mutu pelayanan klinis sebagai inti pelayanan (Wijono,
2000).
Selain itu dengan semakin meningkatnya pendidikan dan keadaan
sosial ekonomi masyarakat, maka sistem nilai dan orientasi dalam
masyarakatpun mulai berubah. Masyarakat mulai cenderung menuntut
pelayanan umum yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu
termasuk pelayanan kesehatan. Dengan semakin meningkatnya
tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan Rumah Sakit maka fungsi
pelayanan RSUD Aeramo secara bertahap perlu terus ditingkatkan agar
menjadi lebih efektif dan efisien serta memberi kepuasan kepada pasien,

2
keluarga maupun masyarakat.
Agar upaya peningkatan mutu pelayanan RSUD Aeramo dapat
seperti yang diharapkan maka perlu disusun Pedoman Upaya
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien serta Manajemen Risiko
Pelayanan RSUD AERAMO. Buku panduan tersebut merupakan konsep
dan program peningkatan mutu pelayanan RSUD Aeramo yang disusun
sebagai acuan bagi pengelola RSUD Aeramo dalam melaksanakan upaya
peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit. Dalam buku panduan ini
diuraikan tentang prinsip upaya peningkatan mutu dan keselamatan
pasien serta manajemen risiko, langkah-langkah pelaksanaannya dan
dilengkapi dengan indikator mutu.

B. TUJUAN PEDOMAN
Adapun maksud penyusunan pedoman agar tersedianya acuan
atau panduan bagi rumah sakit dalam melaksanakan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendalian serta pengawasan dan
pertanggungjawaban penyelenggaraan mutu pelayanan rumah sakit.
Pedoman ini disusun dengan tujuan untuk meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan di rumah sakit secara efektif, efisien dan
berkesinambungan serta tersusunnya sistem monitoring pelayanan
rumah sakit melalui indikator mutu pelayanan.

C. RUANG LINGKUP PELAYANAN


Ada 3 (tiga) area yang menjadi prioritas pemantauan dan evaluasi dari
Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien, yaitu :

1. Area Klinis
2. Area Manajemen
3. Area Sasaran Keselamatan Pasien

3
Setiap area akan ditentukan indikator-indikator yang akan dianalisa
dan dievaluasi dalam rangka peningkatan mutu dan keselamatan pasien
berdasar pada :
1. Dampak pasien
2. Area yg memerlukan perbaikan performa
3. Level diperlukan perbaikan
4. Hubungan dengan strategi plan RS
5. Frekuensi kejadian/isu
6. Peluang keberhasilan
7. Dampak keuangan
8. Fokus pimpinan
9. Dampak outcome pasien
10. Kepuasan karyawan/dokter

Pemilihan indikator harus memenuhi kriteria sebagai berikut pada :

1. Sahih (valid)
2. Dapat dipercaya (reliable)
3. Sensitif
4. Spesifik

Indikator yang dipilih berfokus pada :

1. Proses berisiko tinggi

2. Volume besar

3. Cenderung menimbulkan masalah

4. Sahih (valid)

4
Pemilihan indikator mutu berdasarkan pada :
a. High Risk
- Merujuk pada area yg rawan atau tidak stabil
- Mempertimbangkan risiko-resiko perawatan pada populasi tertentu,
potensial
dampak kegagalan pemberian tindakan/pengobatan yg salah

- Kategori ini termasuk pasien eksperimental atau intervensi khusus


yang berisiko
b. High Volume
- Yaitu pelayanan yang frekuensinya besar
- Demografis pasien berperan dalam hal ini
- Pasien apa yg paling sering dilayani di RS
- Apakah RS mempunyai target kelompok usia tertentu? Apakah RS
memberikan spesialiasi dalam jenis pelayanan (penyakit dalam,
pediatri, bedah, obsgyn)?
c. Problem Prone
- Prosedur atau proses yg dapat menghasilkan outcome yg tidak
diharapkan
Misalnya : pasien resiko jatuh, terjatuh dua kali di ruangan/unit
perawatan

- Berikan perhatian khusus pada area dimana proses tidak berjalan


baik atau outcome tidak konsisten
Ada 4 area yang akan dimonitoring, dianalisa, dan dievaluasi untuk
peningkatan mutu dan keselamatan pasien di RSUD Aeramo, yaitu :

1. Area Klinis
Area klinis terdiri dari 11 area, yaitu :

a. Asesmen Pasien
b. Pelayanan Laboratorium
5
c. Pelayanan radiologi dan diagnostic imaging
d. Prosedur bedah
e. Penggunaan antibiotik dan obat lainnya
f. Kesalahan medikasi (medication error) dan kejadian nyaris cedera
(KNC)
g. Penggunaan anestesi dan sedasi
h. Penggunaan darah dan produk darah
i. Ketersediaan, isi dan penggunaan rekam medis pasien
j. Pencegahan dan kontol infeksi, surveilans dan pelaporan
k. Riset klinis

2. Area Manajemen
Area manajemen terdiri dari 9 (sembilan) area, yaitu :

a. Pengadaan rutin peralatan kesehatan dan obat yang penting untuk


memenuhi kebutuhan pasien
b. Pelaporan aktivitas yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undang
c. Manajemen Resiko
d. Manajemen penggunaan sumber daya
e. Harapan dan kepuasan pasien dan keluarga
f. Harapan dan kepuasan staf
g. Demografi pasien dan diagnosis klinis
h. Manajemen keuangan
i. Pencegahan dan pengendalian dari kejadian yang dapat
menimbulkan masalah bagi keselamatan pasien, keluarga pasien,
dan staf
j. Pelayanan Laboratorium

6
3. Area Sasaran Keselamatan Pasien
Area sasaran keselamatan pasien terdiri dari 6 (enam) area, yaitu :

a. Ketepatan identifikasi pasien


b. Peningkatan komunikasi yang efektif
c. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
d. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
e. Pengurangan infeksi terkait pelayanan kesehatan
f. Pengurangan risiko jatuh

A. BATASAN OPERASIONAL
1. Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan
Peningkatan mutu adalah program yang disusun secara objektif
dan sistematik untuk memantau dan menilai mutu serta kewajaran
asuhan terhadap pasien, menggunakan peluang untuk meningkatkan
asuhan pasien dan memecahkan masalah-masalah yang terungkap
( Jacobalis S, 1989).
Peningkatan mutu pelayanan kesehatan mengandung arti bahwa
sarana pelayanan kesehatan dan tenaga profesi kesehatan harus
mampu menunjukkan akuntabilitas sosial untuk memberikan
pelayanan prima kepada konsumen, yakni pelayanan yang sesuai
dengan standar yang ada. Selain itu peningkatan mutu menunjukkan
pada tingkat kemampuan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan
rasa puas pada diri setiap pasien.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit diawali
dengan penilaian akreditasi rumah sakit yang mengukur dan
memecahkan masalah pada tingkat input dan proses. Rumah sakit
harus dapat menilai diri (self assessment) dan memberikan pelayanan
yang sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Alat ukur instrument
mutu pelayanan rumah sakit dapat menilai dan memecahkan masalah
pada hasil (output). Dengan mengukur hasil kinerja rumah sakit dapat
7
mengetahui input dan proses yang baik yang akan menghasilkan output
yang baik pula.

2. Keselamatan Pasien (Patient Safety)


Definisi keselamatan pasien (patient safety) adalah pasien bebas
dari harm/cedera yang tidak seharusnya terjadi atau bebas dari cedera
yang potensial akan terjadi (penyakit, cedera
fisik/sosial/psikologis/cacad/kematian/dll) terkait dengan pelayanan
kesehatan.

Keselamatan pasien (Patient Safety) rumah sakit adalah suatu


sistem dimana rumahsakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem
tersebut meliputi : assessmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan resiko pasien,pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindaklanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko.(Panduan Nasional
Keselamatan Pasien RS, DepKes RI 2006).

Sistem ini dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh


kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan
tindakan yang seharusnya.
Terdapat 7 standar keselamatan pasien, yaitu :
1. Hak Pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

8
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselamatan pasien. (Panduan Nasional Keselamatan Pasien, DepKes
RI 2006)

Terdapat tujuh langkah menujuh keselamatan pasien rumah


sakit, yaitu :

1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien dengan ciptakan


kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil
2. Pimpin dan dukung staf dengan membangun komitmen dan fokus
yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan resiko dengan mengembangkan
sistem dan proses pengelolaan resiko, serta lakukan identifikasi dan
assesmen hal yang potensial bermasalah
4. Kembangkan sistem pelaporan dengan melaporkan kejadian/insiden
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien dengan
cara melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan
mengapa kejadian itu timbul
7. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.
(Yahya Adib,2013)

3. Clinical Pathway
Clinical Pathway adalah suatu konsep perencanaan terpadu yang
merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan
standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti,
dengan hasil yang terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di
rumah sakit.
Manfaat Clinical Pathway adalah :

9
- Mengurangi variasi layanan perawatan unutk kasus yang sama (biaya
lebih mudah diprediksi)
- Tools untuk pelaksanaan keselamatan pasien (Patien Safety)
- Tools untuk pelaksanaan audit medis
- Tools untuk pengecekan bila ada medical errors
- Penilaian kinerja (Perfomance) SMF dan individu profesi
Data pengisian formulir Clinical Pathway diisi oleh perawat penanggung
jawab ruangan, dokter dan dokter spesialis.

4. Indikator Klinis
Indikator klinis adalah suatu cara untuk menilai penampilan dari
suatu kegiatan klinis dengan menggunakan berbagai instrument.
Indikator klinis sebagai pedoman untuk mengukur dan mengevaluasi
kualitas asuhan pasien dan berdampak terhadap pelayanan.
Indikator klinis yang dipantau untuk menilai mutu pelayanan
berdasarkan 11 (sebelas) area klinis, yaitu :
1. Assesment terhadap area klinik
2. Pelayanan laboratorium
3. Pelayanan radiologi dan diagnostic imaging
4. Prosedur bedah
5. Penggunaan antibiotika dan obat lainnya
6. Kesalahan medis (Medication Error) dan Kejadian Nyaris Cedera (KNC)
7. Anestesi dan penggunaan sedasi
8. Penggunaan darah dan produk darah
9. Ketersediaan isi dan penggunaan catatan medis
10. Pencegahan dan kontrol infeksi, survey dan pelaporan
11. Riset klinik

10
5. Indikator Manajemen
Indikator adalah suatu cara untuk menilai penampilan dari suatu
kegiatan dan merupakan variabel untuk menilai perubahan. Penentuan
indikator manajemen dengan berdasarkan 9 (sembilan) area
manajemen,, yaitu :

1. Pengadaan rutin peralatan kesehatan dan obat penting untuk


memenuhi kebutuhan pasien
2. Pelaporan aktivitas yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan
3. Manajemen Resiko
4. Manajemen Penggunaan Sumber Daya
5. Harapan dan kepuasan pasien dan keluarga
6. Harapan dan Kepuasan Staf
7. Demografi Pasien dan Diagnosis KlinisDibuat laporan 10 besar
penyakit
8. Manajemen Keuangan
9. Pencegahan dan pengendalian dari kejadian yang dapat
menimbulkan masalah bagi keselamatan pasien, keluarga dan staf

Pencegahan dan pengendalian dapat dilakukan seperti : Edukasi


hand hygiene, ketaatan cuci tangan pengunjung, ketaatan penggunaan
alat pelindung diri. (Luwiharsi, Bidang Diklat KARS).

Pemilihan 9 indikator area manajemen berdasarkan: volume


tinggi, resiko tinggi dan biaya tinggi. Indikator dikumpulkan dan
dianalisis, hasil analisis ditindak lanjuti untuk dilakukan perbaikan.

11
6. Indikator Sasaran Keselamatan Pasien
Indikator sasaran keselamatan pasien yang dipantau untuk menilai
mutu pelayanan berdasarkan 6 (enam) area sasaran keselamatan
pasien, yaitu :

1. Ketepatan identifikasi pasien


2. Peningkatan komunikasi yang efektif
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
5. Pengurangan infeksi terkait pelayanan kesehatan
6. Pengurangan risiko jatuh

7. Sentinel
Sentinel adalah suatu kejadian tidak terduga (KTD) yang
mengakibatkan kematian atau cedera yang serius, biasanya dipakai
untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima,
seperti : operasi bagian tubuh yang salah.
Yang termasuk kejadian sentinel adalah: kematian tidak terduga dan
tidak terkait dengan penyakitnya dengan perjalanan alamiah penyakit
atau kondisi yang menyertai penyakit (bunuh diri), kehilangan fungsi
utama (major) secara permanen yang terkait dengan perjalanan alamiah
penyakit pasien atau kondisi yang mendasari penyakitnya, salah
operasi, salah lokasi, salah prosedur operasi, penculikan bayi atau bayi
yang dipulangkan bersama orang yang bukan orang tuanya. (Panduan
Nasional Keselamatan Pasien RS, DepKes RI 2008).

8. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)/Adverse event)


KTD adalah suatu insiden yang menyebabkan cedera pada pasien
akibat melakukan tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil dan bukan didasarkan karena penyakit atau kondisi

12
pasien. Cedera dapat diakibatkan kesalahan medis atau bukan
kesalahan medis. (Panduan Keselamatan Pasien RS, DepKes RI 2008)

9. Kejadian Nyaris Cedera (KNC)


KNC adalah terjadinya kesalahan dalam suatu kegiatan, dapat
terjadi pada input maupun proses, namun kesalahan tersebut belum
sampai terpapar atau terkena ke pasien. (Panduan Keselamatan Pasien
RS, DepKes 2008)

10. Root Cause Analysis (RCA)


RCA adalah metode evaluasi terstruktur untuk identifikasi akar
masalah dari kejadian yang tidak diharapkan dan tindakan adekuat
untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali. Metode ini
digunakan secara retrospektif untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
menyebabkan KTD.
Langkah-langkah RCA :
1. Identifikasi insiden yang akan diinvestigasi
2. Tentukan Tim Investigator
3. Kumpulkan data (Observasi, dokumentasi, interview)
4. Petakan kronologi kejadian
5. Identifikasi masalah
6. Analisis informasi
7. Rekomendasi dan rencana kerja untuk improvement

11. Kondisi Potensial Cedera (KPC)


Kondisi yang berpotensial menimbulkan cedera tapi belum terjadi
insiden

13
12. Manajemen Resiko (Risk Manajemen)
Manajemen Resiko adalah proses menemukan dan menilai resiko
terhadap operasi organisasi dan menentukan bagaimana resiko tersebut
dapat dikendalikan atau dikurangi. Manajemen Resiko merupakan
proses mengenal, mengevaluasi, mengendalikan, meminimalkan resiko
dalam suat organisasi secara menyeluruh.Manajemen resiko dalam
pelayana klinis (Clinical Risk Manajemen) adalah meminimalkan resiko
terhadap pasien :
- Dengan mengenal kesalahan atau kemungkinan kesalahan selama
mendapat asuhan klinis
- Mengenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya
kesalahan /resiko
- Belajar dari pengalaman setiap adanya KTD
- Memastikan bahwa dilakukan tindakan untuk mencegh terjadinya
kesalahan /resiko
- Membangun sistem untuk mencegah terjadinya resiko
Elemen struktur dari manajemen resiko adalah :
- Authority : Siapa yang bertanggung jawab
- Visibility : Manager maupun program-programnya
- Communication
- Coordination
- Accountability
Lingkup program manajemen resiko :

- Patien care related risk


- Medical staff related risk
- Employee related risk
- Property related risk
- Financial related risk
- Other realted risk (Mc Caffrey & Hagg-Rickert,2003)

14
13. FMEA ( Failure Mode and Effects Analysis ) / Analisis Modus
Kegagalan dan Dampak (AMKD)
FMEA / AMKD adalah metode perbaikan kinerja dengan
mengidentifikasikan dan mencegah potensi kegagalan sebelum terjadi. Hal
tersebut didesain untuk meningkatkan keselamatan pasien. FMEA
merupakan proses proaktif, dimana kesalahan dapat dicegah dan
diprediksi dan mengantisipasi kesalahan sehingga meminimalkan dampak
buruk.
FMEA dapat dilakukan pada proses yang telah dilakukan saat ini dan
proses yang belum dilakukan atau baru akan dilakukan misalnya :
pembelian alat baru, redesain kamar operasi, dll.

15
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA


Sumber daya manusia yang masuk di dalam Komite Peningkatan Mutu
dan Keselamatan Pasien (PMKP) terdiri dari Direktur Utama, Dewan
Direksi, Pejabat Struktural, Ketua SMF, tenaga medis, paramedis, dan
tenaga kesehatan lainnya.

Sumber daya manusia di Komite PMKP, sudah mengikuti pelatihan atau


workshop mengenai peningkatan mutu dan keselamatan pasien.

B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Komite PMPK bertanggungjawab langsung kepada Direktur Utama.

Sub Komite Keselamatan Pasien terdiri dari dokter umum, perawat, bidan
dan apoteker

Sub Komite Mutu terdiri dari Dokter Ahli, Dokter Umum, perawat, dan
tenaga farmasi

Sub Komite Manajemen Resiko terdiri dari Kepala ruangan, perawat dan
bidan

16
1. Struktur Organisasi Komite PMKP

DIREKTUR

KETUA PMKP

SEKRETARIS

SUB PENINGKATAN SUB MANAJEMEN SUB KESELAMATAN


MUTU RESIKO PASIEN

ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA

2. Uraian Organisasi Komite PMKPMR


A. Ketua Komite PMKPMR
1. Nama Jabatan : Ketua Komite PMKPMR
2. Pengertian : Seorang tenaga profesional yang diberi tugas tanggung
jawab dan wewenang dalam manajemen mutu, pengelolaan resiko
dan keselamatan pasien di RSUD Aeramo
3. Persyaratan dan Kualifikasi
a. Pendidikan Formal: S1.
b. Pendidikan Non Formal : Memiliki sertifikat Pelatihan
Manajemen Mutu dan pelatihan keselamatan pasien Rumah
Sakit yang di adakan KARS/ PERSI
17
c. Ketrampilan : Memiliki kemampuan kepemimpinan, inovatif,
komunikasi yang baik dan percaya diri
d. Berbadan sehat jasmani dan rohani
4. Uraian Tugas:
a) Sebagai motor penggerak penyusunan program PMKPMR rumah
sakit;
b) Melakukan monitoring dan memandu penerapan program
PMKPMR di unit kerja;
c) Membantu dan melakukan koordinasi dengan pimpinan unit
pelayanan dalam memilih prioritas perbaikan, pengukuran
mutu/indikator mutu, dan menindaklanjuti hasil capaian indikator
d) Melakukan koordinasi dan pengorganisasian pemilihan prioritas
program di tingkat unit kerja serta menggabungkan menjadi
prioritas rumah sakit secara keseluruhan. Prioritas program rumah
sakit ini harus terkoordinasi dengan baik dalam pelaksanaanya;
e) Menentukan profil indikator mutu, metode analisis, dan validasi
data dari data indikator mutu yang dikumpulkan dari seluruh unit
kerja di rumah sakit;
f) Menyusun formulir untuk mengumpulkan data, menentukan jenis
data, serta bagaimana alur data dan pelaporan dilaksanakan;
g) Menjalin komunikasi yang baik dengan semua pihak terkait serta
menyampaikan masalah terkait perlaksanaan program mutu dan
keselamatan pasien;
h) Terlibat secara penuh dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan
PMKPMR;
i) Bertanggung jawab untuk mengomunikasikan masalah-masalah
mutu secara rutin kepada semua staf;
j) Menyusun regulasi terkait dengan pengawasan dan penerapan
program PMKPMR.
5. Tanggung jawab :

18
a. Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program peningkatan
mutu dan keselamatan pasien rumah sakit
b. Bertanggung jawab untuk melaporkan hasil pelaksanaan program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien kepada Direktur RSUD
Aeramo
c. Bertanggung jawab terhadap ketersediaan data dan informasi yang
berhubungan dengan mutu dan keselamatan pasien rumah sakit
d. Bertanggung jawab terhadap disiplin dan kinerja kerja staf di
Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
6. Wewenang:
a. Memerintahkan dan menugaskan staf dalam melaksanakan
Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
b. Meminta laporan pelaksanaan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien dari unit kerja terkait
c. Melakukan koordinasi dengan unit-unit kerja di lingkungan RS
terkait pelaksanaan program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien
d. Memberikan pengarahan dalam hal penyusunan, pelaksanaan,
evaluasi, dan tindak lanjut rekomendasi dari program peningkatan
mutu dan keselamatan pasien
e. Meminta data dan informasi yang berhubungan dengan mutu dan
keselamatan pasien dari unit-unit kerja di lingkungan RS
f. Membuat usulan-usulan yang diperlukan kepada Kepala RSUD
Aeramo yang berkaitan dengan mutu Rumah Sakit.
g. Membuat prosedur yang berkaitan dengan mutu dan keselamatan
pasien Rumah Sakit
B. Sekretaris Komite PMKPMR
1. Nama Jabatan : Sekretaris Komite PMKPMR
2. Pengertian : Seorang tenaga profesional yang diberi tugas
tanggung jawab dan wewenang dalam:

19
a. Membantu ketua menyiapkan dan mengatur tugas Komite
PMKPMR agar dapat diselenggarakan dengan baik.
b. Untuk menunjang kelancaran administrasi Komite PMKPMR.
3. Persyaratan dan Kualifikasi
a. Pendidikan formal: Minimal D3
b. Pendidikan nonformal: Memiliki sertifikat Pelatihan Peningkatan
Mutu dan pelatihan keselamatan pasien Rumah Sakit
c. Ketrampilan:
Memiliki kemampuan operasional komputer, administrasi dan
komunikasi yang baik.
d. Berbadan sehat jasmani dan rohani
4. Uraian Tugas:
a. Menyelenggarakan kegiatan kesekretariatan Komite agar proses
berjalan lancar.
b. Mengelola kearsipan dan surat menyurat Komite .
c. Membuat laporan kegiatan Komite.
d. Membuat notulen setiap rapat Komite .
e. Memproduksi surat, undangan, konsep-konsep standar, Protap,
pedoman dan lain-lain sehubungan dengan kegiatan Komite .
f. Menginformasikan hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan
Komite sepengetahuan Ketua kepada seluruh anggota dan
berkolaborasi dengan Komite lainnya.
g. Melakukan komunikasi internal kepada unit kerja di lingkungan
RS
h. Mengkompilasi dan mengolah data-data yang behubungan dengan
mutu dan keselamatan pasien untuk menjadi bahan pelaporan
kerja PMKPMR.
i. Mengerjakan tugas – tugas administratif dan kesekretariatan
lainnya
5. Tanggung Jawab:

20
a. Bertanggung jawab terhadap kegiatan administratif di Komite
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
b. Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan yang
berhubungan dengan mutu dan keselamatan pasien
c. Bertanggung jawab melaporkan hasil kegiatan administratif kepada
Ketua Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
6. Wewenang:
a. Meminta laporan pelaksanaan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien dari unit kerja terkait
b.Melakukan koordinasi dengan unit-unit kerja di lingkungan RS
terkait pelaksanaan program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien
c.Meminta data dan informasi yang berhubungan dengan mutu dan
keselamatan pasien dari unit-unit kerja di lingkungan RS

C. Koordinator Sub Peningkatan Mutu


1. Pengertian : Seorang tenaga profesional yang diberi tugas tanggung
jawab dan wewenang dalam manajemen mutu di rumah sakit
2. Persyaratan dan Kualifikasi
a. Pendidikan Formal: Minimal D3 medis.
b. Pendidikan Non Formal: Memiliki sertifikat Pelatihan Peningkatan
Mutu dan pelatihan keselamatan pasien Rumah Sakit
c. Ketrampilan: Memiliki kemampuan profesional, inovatif, komunikasi
yang baik dan percaya diri
d. Berbadan sehat jasmani dan rohani
3. Uraian Tugas:
a. Melaksanakan kegiatan program peningkatan mutu di RS
b. Menyusun panduan indikator mutu

21
c. Membuat panduan sistem pengumpulan, pelaporan, validasi,
analisis, feedback dan publikasi data indikator mutu klinis dan
manajerial
d. Menyusun formulir pemantauan indikator mutu
e. Berkoordinasi dengan unit terkait dalam penyelenggaraan
pemantauan indikator mutu dan pelaksanaan clinical pathway
f. Menganalisa hasil pencapaian indikator mutu
g. Membuat laporan periodik hasil pemantauan indikator mutu utama
RS
h. Melakukan perbandingan hasil pemantauan indikator mutu secara
periodik dengan standar nasional serta rumah sakit lain yang
sejenis
i. Membantu berkoordinasi dalam kegiatan internal program
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
j. Melaksanakan komunikasi secara internal tentang pencapaian
mutu dan pelaksanaan clinical pathway kepada unit kerja
k. Menyelenggarakan kegiatan validasi dan analisa hasil pencapaian
indikator mutu berkoordinasi dengan unit terkait
l. Membuat laporan hasil validasi dan analisa khusus indikator mutu
m. Berkoordinasi dengan Bagian Informasi dalam mengunggah hasil
pencapaian indikator mutu
4. Tanggung Jawab:
a. Bertanggung jawab terhadap pemantauan Program Indikator Mutu
dan pelaksanaan clinical pathway
b. Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan yang
berhubungan dengan peningkatan mutu dan pelaksanaan clinical
pathway di rumah sakit
c. Bertanggung jawab terhadap pengolahan data dan informasi yang
berhubungan dengan mutu dan pelaksanaan clinical pathway
rumah sakit

22
d. Bertanggung jawab untuk melaporkan hasil pelaksanaan
pemantauan indikator mutu dan pelaksanaan clinical pathway serta
kegiatan-kegiatan mutu lainnya kepada Ketua Komite Peningkatan
Mutu dan Keselamatan Pasien
5. Wewenang
a.Meminta laporan pelaksanaan pemantauan program indikator mutu
penjaminan mutu dan pelaksanaan clinical pathways dari unit kerja
terkait
b. Melakukan koordinasi dengan unit-unit kerja di lingkungan RS
terkait pelaksanaan pemantauan indikator mutu serta pelaksanaan
clinical pathway dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan mutu
rumah sakit
c. Meminta data dan informasi yang berhubungan dengan mutu dan
pelaksanaan clinical pathway rumah sakit dari unit-unit kerja di
lingkungan RS

D. Koordinator Sub Manajemen Resiko


1. Pengertian :
Seorang tenaga profesional yang diberi tugas tanggung jawab dan
wewenang dalam manajemen Resiko di rumah sakit
2. Persyaratan dan Kualifikasi
a. Pendidikan Formal: Minimal D3.
b. Pendidikan Non Formal: Memiliki sertifikat Pelatihan Peningkatan
Mutu dan pelatihan keselamatan pasien Rumah Sakit
c. Ketrampilan: Memiliki kemampuan profesional, inovatif, komunikasi
yang baik dan percaya diri
d. Berbadan sehat jasmani dan rohani
3. Uraian Tugas
a. Menyusun Pedoman Manajemen Resiko
b. Menyusun Program Manajemen Resiko

23
c. Mengumpulkan hasil laporan indentifikasi resiko medis dari masing-
masing unit mencakup:
1. Pasien
2. Staff medis
3. Tenaga Kesehatan dan tenaga lainnya yang bekerja di RS
d. Melakukan Assesmen resiko dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA)
terhadap laporan resiko dari unit
e. Menyusun strategi mengurangi resiko RS
f. Melakukan monitoring perencanaan risk manajemen
g. Melakukan monitoring pelaksanaan program
h. Melakukan pendidikan / edukasi staf tentang manajemen risiko
rumah sakit
i. Melakukan evaluasi dan revisi program secara berkala
j. Memberikan laporan kepada ketua Komite PMKP tentang
pencapaian program
4.Tanggung Jawab:
a. Terlaksananya program manajemen risiko rumah sakit
b. Terpenuhinya prosedur – prosedur pelaksanaan dan layanan yang
menjamin pelaksanaan risiko di rumah sakit
c. Terkendalinya kondisi – kondisi yang berpotensi membahayakan
pasien, staf, maupun pengunjung serta mendukung pelaksanaan
manajemen risiko dirumah sakit
d. Terjaganya komitmen karyawan terhadap manajemen risiko di
rumah sakit
5. Wewenang
a. Mengelola Program Manajemen Resiko RS
b Melakukan pengawasan dan melaksanakan manajemen risiko di
seluruh unit kerja rumah sakit
c.Memberi masukan dan rekomendasi kepada Direktur rumah sakit
dengan tugas kegiatan manajemen risiko

24
E.Koordinator Sub Keselamatan Pasien
1. Pengertian :
Seorang tenaga profesional yang diberi tugas tanggung jawab dan
wewenang dalam Keselamatan pasien di rumah sakit
2. Persyaratan dan Kualifikasi
1. Pendidikan Formal: Minimal D3.
2. Pendidikan Non Formal:
Memiliki sertifikat Pelatihan Peningkatan Mutu dan pelatihan
keselamatan pasien Rumah Sakit
3. Ketrampilan:
Memiliki kemampuan profesional, inovatif, komunikasi yang baik
dan percaya diri
4. Berbadan sehat jasmani dan rohani
3. Uraian Tugas:
a. Menyusun Pedoman Keselamatan Pasien RS sesuai dengan standar
akreditasi
b. Menyusun Panduan Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien
c. Menyusun program keselamatan pasien
d. Membuat laporan pelaksanaan program
e. Melaksanakan monitoring dan evaluasi program melalui pertemuan
berkala
f. Menyusun indikator keselamatan pasien RS
g. Menganalisa hasil pencapaian indikator keselamatan pasien
h. Membuat laporan periodik hasil pemantauan indikator
keselamatan pasien
i. Menyelenggarakan dan menyiapkan kegiatan sosialisasi internal
rumah sakit tentang pencapaian indikator keselamatan pasien
j. Mengkoordinasikan antar unit atas pendokumentasian, evaluasi
dan upaya tindak lanjut atas Kejadian Nyaris Cedera (KNC) ,

25
Kejadian Tidak Cedera ( KTC),Kejadian Tidak Diharapkan (KTD),
dan Kejadian Sentinel
k. Melakukan koordinasi tentang program Patient Safety dengan unit
terkait dalam pembuatan RCA
l. Menyusun rencana perbaikan tentang keselamatan pasien meliputi
indikator keselamatan serta perbaikan terhadap insiden
keselamatan pasien
m. Mendesimenasikan bahan rekomendasi hasil pemantauan
indikator keselamatan pasien dan pelaksanaan patient safety ke
unit terkait
n. Memberikan laporan kepada ketua Komite PMKP tentang
pencapaian program
4. Tanggung Jawab:
a. Bertanggung jawab terhadap pemantauan Program Keselamatan
Pasien
b. Bertanggung jawab terhadap penyusunan laporan pemantauan
indikator Keselamatan Pasien kepada Komite PMKP
c. Bertanggung jawab terhadap pengolahan data dan informasi yang
berhubungan dengan keselamatan pasien rumah sakit
d. Bertanggung jawab dalam pemberian informasi yang berhubungan
dengan kegiatan keselamatan pasien rumah sakit
e. Bertanggung jawab mengkoordinasikan antar unit atas
pendokumentasian, evaluasi dan upaya tindak lanjut atas Kejadian
Nyaris Cedera (KNC) , Kejadian Tidak Cedera ( KTC),Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD), dan Kejadian Sentinel
f. Bertanggung jawab untuk melaporkan analisa insiden keselamatan
pasien
g. Bertanggung jawab terhadap penyusunan laporan Insiden
Keselamatan Pasien dan kegiatan – kegiatan keselamatan pasien
lainnya kepada Ketua Komite PMKP

26
5. Wewenang:
a. Mengusulkan konsep atau perubahan kebijakan keselamatan
pasien
b. Meminta laporan pelaksanaan pemantauan indikator mutu
keselamatan pasien dan penjaminan mutu dari unit kerja terkait
c. Melakukan koordinasi dengan unit-unit kerja di lingkungan RS
terkait pelaksanaan pemantauan indikator keselamatan pasien
dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan keselamatan
pasien
d. Melakukan koordinasi dengan unit – unit kerja di lingkungan RS
terkait insiden keselamatan pasien (KTD, KNC, KPC dan Sentinel)
e. Meminta data dan informasi yang berhubungan dengan
keselamatan pasien rumah sakit dari unit-unit kerja di lingkungan

C. PENGATURAN JAGA
Tidak ada pengaturan jaga di dalam Komite PMKP, akan tetapi terdapat
grup Whatsup (WA) untuk komunikasi setiap hari atau saat di butuhkan di
RSUD Aeramo.

27
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. DENAH RUANGAN
Ruangan Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
RSUD Aeramo belum tersedia. Saat ini tersedia ruangan akretasi
yang dapat digunakan komite PMKP jika dibutuhkan.

Ruangan akreditasi ini terdiri dari 1 ruangan, yaitu :

− Memiliki ukuran ruangan 13 m x 5 m


− Memiliki penerangan yang baik
− Ruangan cukup nyaman dan sejuk
− Memiliki fasilitas :
 2 set meja
 kursi kerja
 2 buah AC
 1 set computer (gabung)
 1 buah printer (gabung)

9m

AC pintu
m

5
x

Ruang arsip
akreditasi

AC
pi
n

u
t

PRINTER
pintu
28 digunakan Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
Gambar 1. Denah Ruangan Aula dan Ruang akreditasi yang
RSUD Aeramo
B. STANDAR FASILITAS
MEJA KERJA
- Fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan oleh Komite
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) disediakan
oleh Rumah Sakit Umum Daerah Aeramo
- Untuk kegiatan pelatihan-pelatihan internal sesuai kebutuhan
dari Komite PMKP diadakan oleh Rumah Sakit Umum Daerah
Aeramo
- Ruangan Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
RSUD Aeramo belum tersedia. Saat ini tersedia ruangan
akretasi yang dapat digunakan komite PMKP jika dibutuhkan.
Ruangan akreditasi ini terdiri dari 1 ruangan, yaitu :

− Memiliki ukuran ruangan 9m x 5 m


− Memiliki penerangan yang baik
− Ruangan cukup nyaman dan sejuk
− Memiliki fasilitas :
 2 set meja
 kursi kerja
 2 buah AC
 1 set komputer
 1 buah printer
- Tersedia formulir-formulir terkait program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien

29
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

Prinsip dasar upaya peningkatan mutu adalah pemilihan aspek


yang akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria,
serta standar yang digunakan untuk mengukur mutu pelayanan
rumah sakit RSUD Aeramo.

A. KEGIATAN POKOK
a. Clinical Pathway
b. Pemilihan indikator mutu klinis
c. Pemilihan indikator manajemen
d. Pemilihan indikator sasaran keselamatan pasien
e. Penyusunan kamus indikator
f. Penyusunan SK pengumpul data indikator mutu
g. Analisa data indikator mutu
h. Melakukan edukasi/sosialisasi pengumpulan data
i. Pencatatan, pelaporan, analisa, dan validasi data
j. Pembuatan RCA (root cause analysis)
k. Pembuatan FMEA

B. RINCIAN KEGIATAN
I. Dimensi Mutu
Mutu adalah konsep yang bersifat komprehensif dan multisegi
yang mengukur 1 atau lebih dimensi mutu, seperti diantaranya
kompetensi teknis, akses pelayanan, efektifitas, efisiensi,
hubungan interpersonal, kontinuitas, keselamatan, dan
fasilitas. Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
RSUD Aeramo untuk tahun 2015 mengukur 4 dimensi mutu
yaitu:

30
1. Keamanan yaitu meminimalkan resiko terhadap luka, infeksi,
dan bahaya jatuh. Keamanan disini melibatkan pemberi
layanan kesehatan dan pasien.
2. Efektif yaitu tingkatan dimana hasil (outcome) yang
diharapkan dari pelayanan dapat tercapai.
3. Efisien yaitu meminimalisir kerugian atau pemborosan
sumber daya dalam tercapainya hasil (outcome) pelayanan
seperti yang diharapkan.
4. Keadilan/kesamaan pelayanan yaitu pelayanan kesehatan
tidak dibatasi oleh letak geografis, tingkat sosial, ekonomi,
budaya, organisasi, dan perbedaan bahasa.

II. Clinical Pathway


Penetapan area prioritas berdasarkan :

- Identifikasi Populasi kasus terbanyak


- Perjalanan penyakit mudah diprediksi, etiologi penyakit
jelas,standar pelayanan dan asuhan keperawatan yang
berbasis bukti dan hasil bisa terukur
- Standarisasi biaya dan mengurangi biaya dengan
mengurangi length of stay

Penetapan area prioritas ditentukan melalui rapat Komite


Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien bersama Komite
Medik, Ketua SMF, Unit pelayanan dan Dewan Direksi, dan
hasil kesimpulan penetapan area prioritas merupakan
keputusan bersama dan disetujui oleh Direktur Utama RSUD
Aeramo.

1. Penyusunan Panduan Praktek Klinik, Clinical Pathway


atau protokol klinik
2. Audit clinical pathway

31
Data pengisian formulir Clinical Pathway diisi oleh
perawat penanggung jawab ruangan, dokter dan dokter
spesialis.

III. Pemilihan Indikator


Indikator adalah ukuran atau cara mengukur sehingga
menunjukkan suatu indikasi. Indikator merupakan suatu
variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan.
Indikator yang baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik.

Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu, maka


harus memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut :

1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan


a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan pasien
d. Kepuasan Pasien
e. Sarana dan lingkungan fisik
2. Indikator yang dipilih
a. Indikator lebih diutaman untuk menilai outcome
daripada struktur dan proses
b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk
situasi dan kelompok daripada perorangan
c. Dapat digunakan untuk membandingkan antar
daerah dan antar rumah sakit
d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada
aspek yang dipilih untuk dimonitor
e. Didasarkan pada data yang ada
3. Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung
untuk dapat menilai indikator, sehingga dapat sebagai
batas yang memisahkan mutu baik dan mutu yang
kurang baik.

32
4. Standar yang digunakan
a. Acuan dari berbagai sumber
b. Benchmarking dengan rumah sakit yang setara
c. Berdasarkan tren yang menuju kebaikan

33
Dalam menentukan prioritas atas kegiatan monitoring didasarkan
pada beberapa proses. Proses utama adalah koordinasi antara
Direktur, Komite PMKPMR dan Kepala masing-masing unit. Berikut
adalah algoritma pemilihan indikator mutu utama dan unit Rumah
sakit:
ALGORITMA PEMILIHAN INDIKATOR MUTU

Apakah indikator Apakah ada


sejalan dengan visi bukti
dan misi rumah sakit? adanya gap
dalam
pelaksanaan

Atau

Apakah hal Apakah


tsb penting? indikato D
Apakah indikator telah r akan I
divalidasi atau dipakai di Contohnya:
Berkontribu
Apakah bisa P
Indonesia ? indikator diukur I
si kepada
morbidity bisa dengan L
dan dikendali upaya I
mortality? kan oleh yang
Berhubunga H
petugas cukup?
n dengan
rumah
utilisasi
Apakah indikator ini yang tinggi? sakit?
aplikasi dari prinsip- Membutuhk
an biaya
prinsip mutu?
tinggi?

TIDAK DIPILIH

Cara menyusun indikator adalah sebagai berikut :

1. Ada kejelasan tujuan dan latar belakang dari tiap-tiap


indikator , mengapa indikator tersebut penting dan dapat
menunjukkan tingkat kinerja organisasi/bagian/unit kerja
2. Kejelasan terminologi yang digunakan
3. Kapan pengumpulan data (kapan indikator harus di
update), kapan harus dianalisis, cara analisis, dan
interpertasinya
4. Numerator dan denominator
34
5. Threshold (target)
6. Dari mana data diperoleh (sistem informasi untuk
mendukung perolehan data)
Indikator kunci yang dipilih tidak bersifat statis namun
bersifat dinamis, sehingga dapat berubah sesuai kebutuhan
penilaian yang ingin dikembangkan oleh RSUD Aeramo.

35
1. INDIKATOR MUTU NASIONAL
1. Kepatuhan kebersihan tangan
2. Kepatuhan penggunaan alat pelindung diri
3. Kepatuhan identifikasi pasien
4. Waktu tangga seksio sesarea emergensi
5. Waktu tunggu rawat jalan
6. Penundaan operasi elektif
7. Kepatuhan waktu visite dokter
8. Pelaporan hasil kritis laboratorium
9. Kepatuhan penggunaan formularium nasional/formularium
RS
10. Kepatuhan terhadap clinical pathway
11. Kepatuhan upaya pencegahan risiko pasien jatuh
12. Kecepatan waktu tanggap terhadap complain
13. Kepuasan pasien

2. INDIKATOR MUTU PRIORITAS RS Diabetes Melitus dengan


komplikasi Ulkus
Indikator Area Klinis
- Kelengkapan pengisian assesmen awal medis pada pasien
DM komplikasi ulkus
- Waktu tunggu hasil pemeriksaan laboratorium nilai kritis
pada pasien DM komplikasi ulkus
- Penggunaan insulin
Indikator Area Managemen
- Kepuasan pasien DM komplikasi ulkus
- Pengadaan alkes dan obat penting
Indikator Mutu SKP
- Benar lokasi pembedahan pada pasien DM komplikasi ulkus
- Kejadaian cedera akibat jatuh pada pasien DM komplikasi
ulkus
- Keamanan obat high alert

36
3. INDIKATOR MUTU PRIORITAS UNIT

UGD : Ketersediaan obat emergency


PERINATAL : Penanganan Bayi BBLR
ICU : Pasien Keluar dari ICU tidak kembali < 72
jam
IBS : Emrgemcy Respon Time Operasi Cito
GIZI : Ketepatan Diet Pasien
REKAM MEDIS : Pengembalian Rekam Medis 2 x 24 jam dan
Kepelengkapan Pengisian Rekam Medis
Pasien dalam 24 jam
LABORATORIUM : Waktu Tunggu Pemeriksaan Hasil lab
IRNA 1 : Kepuasan Pelanggan
IRNA 3 : Kepatuhan Pada Clinical pathway
NIFAS : Pencegahan Infeksi Ibu Post Partum
VK : Infeksi Luka Perinium
LAUNDRY : Ketepatan Waktu Penyediaan Linen untuk
ruang rawat
RADIOLOGI : Kegagalan Pelayanan Rontgen
FARMASI : Kepatuhan Formularium Nasional
MANAGEMENT : Waktu Tanggap Komplain
FISIOTERAPI : Kejadian Drop Out Pasien Terhadap
Pelayanan Rehab Medik
RAJAL : waktu tunggu
IPSRS : ketepatan waktu pemantauan sarana dan
prasarana, ketepatan waktu pemeliharaan
alat kesehahatan
PEMULASARAN JENAZAH: waktu tanggap

37
Format Profil Indikator Mutu sebagai berikut:
Judul Indikator Judul singkat yang spesifik mengenai indikator apa
yang akan diukur
Dasar Pemikiran Dasar pemilihan indikator yang dapat berasal dari:
Ketentuan/peraturan
Data
Literatur
Analisis situasi
Tabel 1. Format Profil Indikator Mutu
Dimensi Mutu Prinsip atau tujuan prioritas dalam memberikan
pelayanan meliputi efektif (effective), keselamatan (safe),
berorientasi kepada pasien/pengguna layanan (people-
centred), tepat waktu (timely), efisien (efficient), adil
(equitable) dan terintegrasi (integrated).
Setiap indikator mewakili 1 sampai 3 dimensi mutu.
Tujuan Suatu hasil yang ingin dicapai dengan melakukan
pengukuran indikator.
Definisi Batasan pengertian yang dijadikan pedoman dalam
Operasional melakukan pengukuran indikator untuk menghindari
kerancuan.
Jenis Indikator Input : untuk menilai apakah fasilitas pelayanan
kesehatan memiliki kemampuan sumber daya yang
cukup untuk memberikan pelayanan.
Proses : untuk menilai apa yang dikerjakan staf fasilitas
pelayanan kesehatan dan bagaimana pelaksanaan
pekerjaannya.
Output : untuk menilai hasil dari proses yang
dilaksanakan.
Outcome : untuk menilai dampak layanan yang
diberikan terhadap pengguna layanan.
Satuan Standar atau dasar ukuran yang digunakan
Pengukuran Antara lain: jumlah, persentase, dan satuan waktu.
Numerator Jumlah subjek atau kondisi yang ingin diukur dalam
(pembilang) populasi atau sampel yang memiliki
karakteristik tertentu.
Denominator Semua peluang yang ingin diukur dalam populasi atau
(penyebut) sampel.
Target Pencapaian Sasaran yang telah ditetapkan untuk dicapai

Kriteria Kriteria inklusi: karakteristik subjek yang memenuhi


kriteria yang telah ditentukan
Kriteria eksklusi: batasan yang mengakibatkan subjek
tidak dapat diikutkan dalam pengukuran
Formula Rumus untuk menghasilkan nilai indikator
Metode Retrospektif, observasi
Pengumpulan
Data
38
Sumber Data Asal data yang diukur. (contoh: rekam medis dan
formulir observasi).
Jenis Sumber Data:
Data Primer
(mengumpulkan langsung menggunakan lembar
pencatatan hasil observasi, kuesioner)
Data sekunder
(rekam medis, buku catatan komplain)
Instrumen Alat atau tools atau formulir yang digunakan untuk
Pengambilan Data mengumpulkan data.

Besar Sampel Jumlah data yang harus dikumpulkan agar mewakili


populasi. Besar sampel disesuaikan dengan kaidah-
kaidah statistik.
Cara Pengambilan Cara memilih sampel dari populasi untuk
Sampel mengumpulkan informasi/data yang menggambarkan
sifat atau ciri yang dimiliki populasi.
Secara umum ada 2 cara:
1. probability Sampling
2. Non Probability Sampling
Periode Kurun waktu yang ditetapkan untuk
Pengumpulan Data melakukan pengumpulan data, contohnya setiap
bulan
Penyajian Data Cara menampilkan data, contoh tabel, run chart, grafik
Periode Analisis Kurun waktu yang ditetapkan untuk melakukan
dan Pelaporan Data analisis dan melaporkan data, contohnya setiap bulan,
setiap triwulan
Penanggung Jawab Petugas yang bertangggung jawab untuk
mengkoordinir upaya pencapaian target
yang
Ditetapkan

39
PROFIL INDIKATOR MUTU NASIONAL
1. Kepatuhan kebersihan tangan
Judul Indikator Kepatuhan Kebersihan Tangan
Dasar 1. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai
Pemikiran Keselamatan Pasien
2. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
3. Rumah sakit harus memperhatikan kepatuhan
seluruh pemberi pelayanan dalam melakukan
cuci tangan sesuai dengan ketentuan WHO.
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan Mengukur kepatuhan pemberi layanan kesehatan
sebagai dasar untuk memperbaiki dan
meningkatkan kepatuhan agar dapat menjamin
keselamatan petugas dan pasien dengan cara
mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan
kesehatan.
Definisi 1. Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci
Operasional tangan menggunakan sabun dan air mengalir
bila tangan tampak kotor atau terkena cairan
tubuh, atau menggunakan alkohol (alcohol-
based handrubs) dengan kandungan alkohol
60-80% bila tangan tidak tampak kotor.
2. Kebersihan tangan yang dilakukan dengan
benar adalah kebersihan tangan sesuai
indikasi dan langkah kebersihan tangan
sesuai rekomendasi WHO.
3. Indikasi adalah alasan mengapa kebersihan
tangan dilakukan pada saat tertentu sebagai
upaya untuk menghentikan penularan
mikroba selama perawatan.
4. Lima indikasi (five moment) kebersihan tangan
terdiri dari:
a. Sebelum kontak dengan pasien yaitu
sebelum menyentuh tubuh/permukaan
tubuh pasien atau pakaian pasien,
sebelum menangani obat-obatan dan
sebelum menyiapkan makanan pasien.
b. Sesudah kontak dengan pasien yaitu
setelah menyentuh tubuh/permukaan
tubuh pasien.
c. Sebelum melakukan prosedur aseptik
adalah kebersihan tangan yang dilakukan
sebelum melakukan tindakan steril atau
aseptik, contoh: pemasangan intra vena
kateter (infus), perawatan luka,
pemasangan kateter urin, suctioning,
pemberian suntikan dan lain-lain.
d. Setelah bersentuhan dengan cairan tubuh
pasien seperti muntah, darah, nanah, urin,
feses, produksi drain, setelah melepas
40
sarung tangan steril dan setelah melepas
APD.
e. Setelah bersentuhan dengan lingkungan
pasien adalah melakukan kebersihan
tangan setelah tangan petugas menyentuh
permukaan, sarana prasarana, dan alat
kesehatan yang ada di lingkungan pasien,
meliputi: menyentuh tempat tidur pasien,
linen yang terpasang di tempat tidur, alat-
alat di sekitar pasien atau peralatan lain
yang digunakan pasien.
5. Peluang adalah periode di antara indikasi di
mana tangan terpapar kuman setelah
menyentuh permukaan (lingkungan atau
pasien) atau tangan menyentuh zat yang
terdapat pada permukaan.
6. Tindakan kebersihan tangan yang dilakukan
adalah kebersihan tangan yang dilakukan
sesuai peluang yang diindikasikan.
7. Pemberi pelayanan terdiri dari tenaga medis
dan tenaga kesehatan.
8. Penilaian kepatuhan kebersihan tangan
adalah penilaian kepatuhan pemberi
pelayanan yang melakukan kebersihan tangan
dengan benar.
9. Observer adalah orang yang melakukan
observasi atau penilaian kepatuhan dengan
metode dan tool yang telah ditentukan.
10. Periode observasi adalah kurun waktu yang
digunakan untuk mendapatkan minimal 200
peluang kebersihan tangan di unit sesuai
dengan waktu yang ditentukan untuk
melakukan observasi dalam satu bulan.
11. Sesi adalah waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan observasi maksimal 20 menit
(rerata 10 menit).
12. Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi
adalah jumlah pemberi pelayanan yang
diobservasi dalam satu periode observasi.
13. Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi
pada waktu observasi tidak boleh lebih dari 3
orang agar dapat mencatat semua indikasi
kegiatan yang dilakukan.
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah tindakan kebersihan tangan
(pembilang) yang dilakukan

Denominator Jumlah total peluang kebersihan tangan


(penyebut) yang seharusnya dilakukan dalam periode
observasi
Target ≥ 85%
Pencapaian

41
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Seluruh peluang yang dimiliki oleh pemberi
pelayanan terindikasi harus melakukan
kebersihan tangan

Kriteria Eksklusi: Tidak ada


Formula Jumlah tindakan kebersihan tangan yang
dilakukan
x 100 %
Jumlah total peluang kebersihan tangan yang
seharusnya dilakukan dalam periode observasi
Metode Observasi
Pengumpulan
Data
Sumber Data Hasil observasi
Instrumen Formulir Kepatuhan Kebersihan Tangan
Pengambilan
Data
Besar Sampel Minimal 200 Peluang

Cara Non probability Sampling – Consecutive sampling


Pengambilan
Sampel
Periode Bulanan
Pengumpulan
Data
Penyajian Data  Tabel
 Run chart
Periode Analisis Bulanan, Triwulanan, Tahunan
dan Pelaporan
Data
Penanggung Komite PPI RS
Jawab

2. Kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

42
Judul Indikator Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

43
Dasar 1. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai
Pemikiran Keselamatan Pasien.
2. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
3. Keputusan Menteri Kesehatan mengenai
penanggulangan penyakit yang dapat
menimbulkan wabah atau kedaruratan
kesehatan masyarakat.
4. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
5. Petunjuk Teknis Alat Pelindung Diri (APD).
6. Rumah Sakit harus memperhatikan kepatuhan
pemberi pelayanan dalam menggunakan APD
sesuai dengan prosedur.
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan 1. Mengukur kepatuhan petugas Rumah Sakit
dalam menggunakan APD
2. Menjamin keselamatan petugas dan pengguna
layanan dengan cara mengurangi risiko
infeksi.
Definisi 1. Alat pelindung diri (APD) adalah perangkat
Operasional alat yang dirancang sebagai penghalang
terhadap penetrasi zat, partikel padat, cair,
atau udara untuk melindungi pemakainya dari
cedera atau transmisi infeksi atau penyakit.
2. Kepatuhan penggunaan APD adalah
kepatuhan petugas dalam menggunakan APD
dengan tepat sesuai dengan indikasi ketika
melakukan tindakan yang memungkinkan
tubuh atau membran mukosa terkena atau
terpercik darah atau cairan tubuh atau cairan
infeksius lainnya berdasarkan jenis risiko
transmisi (kontak, droplet dan airborne).
3. Penilaian kepatuhan penggunaan APD adalah
penilaian terhadap petugas dalam
menggunakan APD sesuai indikasi dengan
tepat saat memberikan pelayanan kesehatan
pada periode observasi.
4. Petugas adalah seluruh tenaga yang
terindikasi menggunakan APD, contoh dokter,
dokter gigi, bidan, perawat, petugas
laboratorium.
5. Observer adalah orang yang melakukan
observasi atau penilaian kepatuhan dengan
metode dan tool yang telah ditentukan.
6. Periode observasi adalah waktu yang
ditentukan sebagai periode yang ditetapkan dalam
proses observasi penilaian kepatuhan.
Jenis Proses
Indikator
Satuan Persentase
Pengukura
44
n
Numerator Jumlah petugas yang patuh menggunakan APD
(pembilang) sesuai indikasi dalam periode observasi
Denominato Jumlah seluruh petugas yang
r (penyebut) terindikasi menggunakan APD dalam periode
obse rvasi
Target 100%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua petugas yang terindikasi harus
menggunakan APD

Kriteria Eksklusi: Tidak ada


Formula Jumlah petugas yang patuh menggunakan APD
sesuai indikasi dalam periode observasi
x 100 %
Jumlah seluruh petugas yang terindikasi
menggunakan APD dalam periode observasi
Metode Observasi
Pengumpul
an
Data
Sumber Hasil observasi
Data
Instrumen Formulir Observasi Kepatuhan Penggunaan APD
Pengambila
n Data
Besar 1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
Sampel 2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Non Probability Sampling – Consecutive Sampling
Pengambila
n
Sampel
Periode Bulanan
Pengumpul
an Data
Penyajian  Tabel
Data  Run chart
Periode Bulanan, Triwulanan, Tahunan
Analisis
dan
Pelaporan
Data
Penanggun Komite PPI RS
g Jawab

3. Kepatuhan identifikasi pasien

45
Judul Indikator Kepatuhan Identifikasi Pasien
Dasar 1. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai
Pemikiran Keselamatan Pasien.
2. Ketepatan identifikasi menjadi sangat penting
untuk menjamin keselamatan pasien selama
proses pelayanan dan mencegah insiden
keselamatan pasien.
3. Untuk menjamin ketepatan identifikasi pasien
maka diperlukan indikator yang mengukur
dan memonitor tingkat kepatuhan pemberi
pelayanan dalam melakukan proses
identifikasi. Dengan adanya indikator tersebut
diharapkan pemberi pelayanan akan
menjadikan identifikasi sebagai proses rutin
dalam proses pelayanan.
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan Mengukur kepatuhan pemberi pelayanan untuk
melakukan identifikasi pasien dalam melakukan
tindakan pelayanan.
Definisi 1. Pemberi pelayanan terdiri dari tenaga medis
Operasional dan tenaga kesehatan.
2. Identifikasi pasien secara benar adalah proses
identifikasi yang dilakukan pemberi pelayanan
dengan menggunakan minimal dua penanda
identitas seperti: nama lengkap, tanggal lahir,
nomor rekam medik, NIK sesuai dengan yang
ditetapkan di Rumah Sakit.
3. Identifikasi dilakukan dengan cara visual
(melihat) dan atau verbal (lisan).
4. Pemberi pelayanan melakukan identifikasi
pasien secara benar pada setiap keadaan
terkait tindakan intervensi pasien seperti :
a. Pemberian pengobatan: pemberian obat,
pemberian cairan intravena, pemberian
darah dan produk darah, radioterapi, dan
nutrisi.
b. Prosedur tindakan: tindakan operasi atau
tindakan invasif lainnya sesuai kebijakan
yang ditetapkan rumah sakit.
c. Prosedur diagnostik: pengambilan sampel,
pungsi lumbal, endoskopi, kateterisasi
jantung, pemeriksaan radiologi, dan lain-
lain.
d. Kondisi tertentu: pasien tidak dapat
berkomunikasi (dengan ventilator), pasien
bayi, pasien tidak sadar, bayi kembar.
5. Identifikasi pasien dianggap benar jika pemberi
pelayanan melakukan identifikasi seluruh
tindakan intervensi yang dilakukan dengan
benar.
Jenis Indikator Proses

Satuan Persentase
Pengukuran
46
Numerator Jumlah pemberi pelayanan yang melakukan
(pembilang) identifikasi pasien secara benar dalam periode
observasi
Denominator Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi dalam
(penyebut) periode observasi
Target 100%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua pemberi pelayanan yang
memberikan pelayanan kesehatan.

Kriteria Eksklusi: Tidak ada


Formula Jumlah pemberi pelayanan yang melakukan
identifikasi pasien secara benar dalam periode
x 100%
Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi dalam
periode observasi
Metode Observasi
Pengumpulan
Data
Sumber Data Hasil observasi

Instrumen Formulir Observasi Kepatuhan Identifikasi Pasien


Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Non Probability Sampling – Consecutive Sampling
Pengambilan
Sampel
Periode Bulanan
Pengumpulan
Data
Penyajian Data  Tabel
 Run chart
Periode Analisis Bulanan, Triwulanan, Tahunan
dan Pelaporan
Data
Penanggung Kepala Bidang Pelayanan Medik dan Keperawatan
Jawab

4. Waktu tanggap operasi seksio sesarea emergensi

47
Judul Indikator Waktu Tanggap Operasi Seksio Sesarea Emergensi

48
Dasar 1. Undang Undang mengenai Rumah Sakit
Pemikiran 2. Berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus
(SUPAS) tahun 2015, Angka Kematian Ibu (AKI)
di Indonesia pada tahun 2015 adalah 305 per
100.000 kelahiran hidup, ini masih merupakan
yang tertinggi di Asia Tenggara. Kejadian
kematian ibu ini terbanyak ditemukan di
rumah sakit sebesar 78%. Tingginya Angka
Kematian Ibu ini mengindikasikan masih perlunya
dilakukan peningkatan tata kelola dan
peningkatan mutu pelayanan antenatal care
dan persalinan. Untuk itu diperlukan
indikator untuk memantau kecepatan proses
pelayanan operasi seksio sesarea.
Dimensi Tepat Waktu, Efektif, Keselamatan
Mutu
Tujuan Tergambarnya pelayanan
kegawatdaruratan operasi seksio
sesareayang cepat dan tepat
sehingga mampu mengoptimalkan upaya
menyelamatkan ibu dan bayi.
Definisi 1. Waktu tanggap operasi seksio sesarea
Operasion emergensi adalah waktu yang dibutuhkan
al pasien untuk mendapatkan tindakan seksio
sesarea emergensi sejak diputuskan operasi
sampai dimulainya insisi operasi di kamar
operasi yaitu ≤ 30 menit.
2. Seksio sesarea emergensi adalah tindakan
seksio sesarea yang bertujuan untuk
menyelamatkan ibu dan/atau bayi dan tidak
dapat ditunda pelaksanaannya.
3. Seksio sesarea emergensi kategori I adalah
tindakan seksio sesarea pada keadaan di mana
terdapat ancaman langsung bagi kelangsungan
hidup ibu atau janin.
4. Pengukuran indikator waku tanggap operasi
seksio sesarea emergensi dilakukan oleh
rumah sakit yang memberikan pelayanan
seksio sesaria.
Jenis Proses
Indikator
Satuan Persentase
Pengukur
an
Numerato Jumlah pasien yang diputuskan tindakan seksio
r sesarea emergensi kategori I (satu) yang
(pembilan mendapatkan tindakan seksio sesarea
g) emergensi ≤
30 menit
Denomina Jumlah pasien yang diputuskan tindakan seksio
tor sesarea emergensi kategori I
(penyebut

49
)
Target ≥ 80%
Pencapaia
n
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Seksio sesarea emergensi kategori I
Misalnya: fetal distress menetap, prolaps tali pusat
atau tali pusat menumbung, gagal
vakum/forsep, ruptur uteri imminent, ruptur
uteri, perdarahan ante partum dengan
perdarahan aktif.
Kriteria Eksklusi Tidak ada
Formula
Jumlah pasien yang diputuskan tindakan seksio
sesarea emergensi kategori I yang mendapatkan
tindakan seksio sesarea ≤ 30 menit
x 100 %
Jumlah pasien yang diputuskan tindakan seksio
sesarea emergensi kategori I
Metode Retrospektif
Pengump
ulan
Data
Sumber Data sekunder dari rekam medik, laporan operasi
Data
Instrume Formulir Waktu Tanggap Seksio
n Sesarea Emergensi
Pengambi
lan Data
Besar Total sampel
Sampel
Cara Total sampel
Pengambi
lan
Sampel
Periode Bulanan
Pengump
ulan
Data
Penyajian  Tabel
Data  Run chart
Periode Bulanan, Triwulanan, Tahunan
Analisis
dan
Pelaporan
Data
Penanggu Direktur Pelayanan Medik dan Keperawatan
ng Jawab

5. Waktu tunggu rawat jalan


Judul Indikator Waktu Tunggu Rawat Jalan

50
Dasar 1. Undang-Undang tentang Rumah Sakit.
Pemikiran 2. Rumah sakit harus menjamin ketepatan
pelayanan kesehatan termasuk di unit rawat
jalan. Walaupun tidak dalam kondisi gawat
maupun darurat namun tetap harus dilayani
dalam waktu yang ditetapkan. Hal ini untuk
menjamin terpenuhinya kebutuhan pasien
akan rencana diagnosis dan pengobatan.
Waktu tunggu yang lama dapat menyebabkan
ketidakpuasan pasien dan keterlambatan
diagnosis maupun pengobatan pasien.
Dimensi Mutu Berorientasi kepada pasien, tepat waktu
Tujuan Tergambarnya waktu pasien menunggu di
pelayanan sebagai dasar untuk perbaikan proses
pelayanan di unit rawat jalan agar lebih tepat
waktu dan efisien sehingga meningkatkan
kepuasan pasien.
Definisi 1. Waktu tunggu rawat jalan adalah waktu yang
Operasional dibutuhkan mulai saat pasien kontak dengan
petugas pendaftaran sampai mendapat
pelayanan dokter/dokter spesialis.
2. Kontak dengan petugas pendaftaran adalah
proses saat petugas pendaftaran menanyakan
dan mencatat/menginput data sebagai pasien
atau pada saat pasien melakukan konfirmasi
kehadiran untuk pendaftaran online.
a. pasien datang langsung, maka dihitung
sejak pasien kontak dengan petugas
pendaftaran sampai mendapat pelayanan
dokter/ dokter spesialis.
b. pasien mendaftar online, maka dihitung
sejak pasien melakukan konfirmasi
kehadiran kepada petugas pendaftaran
sesuai jam pelayanan pada pendaftaran
online sampai mendapat pelayanan
dokter/ dokter spesialis.
c. Pasien anjungan mandiri, maka dihitung
sejak bukti pendaftaran tercetak pada
anjungan mandiri sampai mendapat
pelayanan dokter/ dokter spesialis.
Jenis Proses
Indikator
Satuan Persentase
Pengukura
n
Numerator Jumlah pasien rawat jalan dengan waktu tunggu ≤
(pembilang) 60 menit
Denominato Jumlah pasien rawat jalan yang diobservasi
r (penyebut)
Target ≥ 80%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria inklusi :
Pasien yang berobat di rawat jalan Kriteria
eksklusi:
51
a. Pasien medical check up, pasien poli gigi
b. Pasien yang mendaftar online atau anjungan
mandiri datang lebih dari 60 menit dari waktu
yang sudah ditentukan
c. Pasien yang ada tindakan pasien sebelumnya
Formula Jumlah pasien rawat jalan dengan waktu tunggu ≤
60 menit
x 100%
Jumlah pasien rawat jalan yang diobservasi
Metode Retrospektif
Pengumpul
an Data
Sumber Sumber data sekunder antara lain dari:
Data 1. Catatan Pendaftaran Pasien Rawat Jalan
2. Rekam Medik Pasien Rawat Jalan
3. Formulir Waktu Tunggu Rawat Jalan
Instrumen Formulir Waktu Tunggu Rawat jalan
Pengambila
n Data
Besar 1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
Sampel 2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Probability Sampling – Simple Random
Pengambila Sampling/Stratified Random sampling
n Sampel (berdasar poliklinik rawat jalan)
Periode Bulanan
Pengumpul
an
Data
Penyajian  Tabel
Data  Run chart

Periode Bulanan, Triwulanan, Tahunan


Analisis
dan

Pelaporan
Data
Penanggun Kepala Instalasi Rawat Jalan
g Jawab

6. Penundaan operasi elektif


Judul Indikator Penundaan Operasi Elektif
Dasar 1. Undang-Undang mengenai Rumah Sakit
Pemikiran 2. Rumah sakit harus menjamin ketepatan waktu
dalam memberikan pelayanan termasuk
tindakan operasi, sesuai dengan kebutuhan
pasien untuk mendapatkan hasil pelayanan
seperti yang diinginkan dan menghindari
komplikasi akibat keterlambatan operasi.
52
Dimensi Mutu Tepat waktu, efisiensi, berorientasi pada pasien
Tujuan Tergambarnya ketepatan pelayanan bedah dan
penjadwalan operasi.
Definisi 1. Operasi elektif adalah operasi yang waktu
Operasional pelaksanaannya terencana atau dapat
dijadwalkan.
2. Penundaan operasi elektif adalah tindakan
operasi yang tertunda lebih dari 1 jam dari
jadwal operasi yang ditentukan.
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah pasien yang jadwal operasinya tertunda
(pembilang) lebih dari 1 jam
Denominator Jumlah pasien operasi elektif
(penyebut)
Target ≤ 5%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Pasien operasi elektif

Kriteria Eksklusi:
Penundaan operasi atas indikasi medis
Formula
Jumlah pasien yang jadwal
operasinya tertunda lebih dari
1 jam
x 100 %
Jumlah pasien operasi elektif
Metode Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber Data Data sekunder dari catatan pasien yang
dijadwalkan operasi dan data pelaksanaan operasi.
Instrumen Formulir Penundaan Operasi Elektif
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Probability Sampling – Simple Random Sampling
Pengambilan
Sampel
Periode Bulanan
Pengumpulan
Data
Penyajian Data  Tabel
 Run chart
Periode Analisis Bulanan, Triwulanan, Tahunan
dan Pelaporan
Data
53
Penanggung Kepala Instalasi Bedah/Bedah Sentral
Jawab

7. Kepatuhan waktu visite dokter


Judul Indikator Kepatuhan Waktu Visite Dokter
Dasar 1. Undang-Undang mengenai Praktik Kedokteran
pemikiran 2. Undang-Undang mengenai pelayanan publik
3. Pelayanan kesehatan harus berorientasi
kepada kebutuhan pasien, bukan kepada
keinginan rumah sakit.
Dimensi Mutu Berorientasi kepada pasien
Tujuan 1. Tergambarnya kepatuhan dokter melakukan
visitasi kepada pasien rawat inap sesuai waktu
yang ditetapkan.
2. Waktu yang ditetapkan untuk visite adalah
pukul 06.00 – 14.00.
Definisi Waktu visite dokter adalah waktu kunjungan
Operasional dokter untuk melihat perkembangan pasien yang
menjadi tanggung jawabnya.
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah pasien yang di-visite dokter pada pukul
(pembilang) 06.00 – 14.00
Denominator Jumlah pasien yang diobservasi
(penyebut)
Target ≥ 80%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Visite dokter pada pasien rawat inap

Kriteria Eksklusi:
a. Pasien yang baru masuk rawat inap hari itu
b. Pasien konsul
Formula
Jumlah pasien yang di-visite
dokter pada pukul
06.00-14.00
x 100 %
Jumlah pasien yang diobservasi
Metode Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber Data Data sekunder berupa laporan visite rawat inap
dalam rekam medik
Instrumen Formulir Kepatuhan Waktu Visite Dokter
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
54
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Probability Sampling – Stratified Random Sampling
Pengambilan (berdasarkan unit pelayanan)
Sampel
Periode Bulanan
Pengumpulan
Data
Penyajian Data  Tabel
 Run chart
Periode Analisis Bulanan, Triwulanan, Tahunan
dan Pelaporan
Data
Penanggung Kepala Instalasi Rawat inap
Jawab

8. Pelaporan hasil kritis laboratorium


Judul Indikator Pelaporan Hasil Kritis Laboratorium
Dasar 1. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai
pemikiran Keselamatan Pasien.
2. Kecepatan dan ketepatan pelaporan hasil
laboratorium kritis sangat penting dalam
kelanjutan tata laksana pasien. Hasil kritis
menunjukkan kondisi pasien yang
membutuhkan keputusan klinis yang segera
untuk upaya pertolongan pasien dan
mencegah komplikasi akibat keterlambatan.
Dimensi Mutu Tepat waktu, keselamatan
Tujuan 1. Tergambarnya kecepatan pelayanan
laboratorium.
2. Tergambarnya sistem yang menunjukkan
bagaimana nilai kritis dilaporkan dan
didokumentasikan untuk menurunkan risiko
keselamatan pasien.
Definisi 1. Hasil kritis adalah hasil pemeriksaan yang
Operasional termasuk kategori kritis sesuai kebijakan
rumah sakit dan memerlukan penatalaksanaan
segera.
2. Waktu lapor hasil kritis laboratorium adalah
waktu yang dibutuhkan sejak hasil
pemeriksaan keluar dan telah dibaca oleh
dokter/analis yang diberi kewenangan hingga
dilaporkan hasilnya kepada dokter yang
meminta pemeriksaan.
3. Standar waktu lapor hasil kritis laboratorium
adalah waktu pelaporan ≤ 30 menit.
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah hasil kritis laboratorium yang dilaporkan ≤
(pembilang) 30 menit
Denominator Jumlah hasil kritis laboratorium yang diobservasi
55
(penyebut)
Target 100%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua hasil pemeriksaan laboratorium
yang memenuhi kategori hasil kritis.

Kriteria Eksklusi: Tidak ada


Formula
jumlah hasil kritis laboratorium yang dilaporkan ≤
30 menit
x 100 %
jumlah hasil kritis laboratorium yang
diobservasi
Metode Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Data sekunder dari:
Catatan Data Laporan Hasil Tes Kritis
Laboratorium
Instrumen Formulir Pelaporan Hasil Kritis Laboratorium
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Probability Sampling – Simple Random Sampling /
Pengambilan Systematic Random Sampling
Sampel
Periode Bulanan
Pengumpulan
Data
Penyajian Data  Tabel
 Run chart
Periode Analisis Bulanan, Triwulanan, Tahunan
dan Pelaporan
Data
Penanggung Kepala Instalasi Laboratorium
Jawab

9. Kepatuhan penggunaan formularium nasional


Judul Indikator Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional
Dasar 1. Keputusan Menteri Kesehatan mengenai
pemikiran Formularium Nasional.
2. Kepatuhan terhadap formularium dapat
meningkatkan efisiensi dalam penggunaan
obat-obatan.
3. Formularium rumah sakit disusun
berdasarkan masukan-masukan pemberi
layanan, dan pemilihannya berdasarkan
kepada mutu obat, rasio risiko dan

56
manfaat,
berbasis bukti,efektivitas dan efisiensi.
Pengadaan obat-obatandi
rumah sakit
mengacu pada formularium rumah sakit.
Dimensi Efisien dan efektif
Mutu
Tujuan Terwujudnya pelayanan obat kepada pasien yang
efektif dan efisien berdasarkan daftar obat
yang
mengacu pada formularium nasional.
Definisi 1. Formularium Nasional merupakan daftar obat
Operasiona terpilih yang dibutuhkan dan digunakan
l sebagai acuan penulisan resep pada
pelaksanaan pelayanan kesehatan dalam
penyelenggaraan program jaminan kesehatan.
2. Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional
adalah peresepan obat (R/: recipe dalam
lembar resep) oleh DPJP kepada pasien sesuai
daftar obat di Formularium Nasional dalam
penyelenggaraan program jaminan kesehatan.
Jenis Proses
Indikator
Satuan Persentase
pengukura
n
Numerator Jumlah R/ recipe dalam lembar resep yang
(pembilang sesuai dengan formularium nasional
)
Denominat Jumlah R/ recipedalam lembar
or resep yang diobservasi
(penyebut)
Target ≥ 80%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Resep yang dilayani di RS
Kriteria Eksklusi:
1. Obat yang diresepkan di luar FORNAS tetapi
dibutuhkan pasien dan telah mendapatkan
persetujuan komite medik dan direktur.
2. Bila dalam resep terdapat obat di luar FORNAS
karena stok obat nasional berdasarkan e- katalog
habis/kosong.
Formula Jumlah R/ recipe dalam lembar resep yang
sesuai dengan formularium nasional
x 100 %
Jumlah R/ recipe dalam lembar resep yang
diobservasi
Metode Retrospektif
Pengumpul
an
Data
Sumber Lembar resep di Instalasi Farmasi
data
57
Instrumen Formulir Kepatuhan Penggunaan
Pengambila Formularium Nasional
n Data
Besar 1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
Sampel 2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Probability Sampling – Simple Random Sampling/
Pengambila Systematic random Sampling
n
Sampel
Periode Bulanan
Pengumpul
an
Data
Penyajian  Tabel
Data  Run chart
Periode Bulanan, Triwulanan, Tahunan
Analisis
dan

Pelaporan
Data
Penanggun Kepala Instalasi Farmasi
g
Jawab

10. Kepatuhan terhadap alur klinis (clinical pathway)


Judul Indikator Kepatuhan Terhadap Alur Klinis (Clinical Pathway)

58
Dasar 1. Undang-Undang mengenai Praktik Kedokteran
Pemikiran 2. Permenkes mengenai Standar Pelayanan
Kedokteran. Untuk menjamin kepatuhan
dokter atau dokter gigi di rumah sakit
terhadap standar pelayanan maka perlu
dilakukan monitor kepatuhan penggunaan
clinical pathway.
3. Kepatuhan terhadap alur klinis/clinical
pathway adalah kepatuhan seluruh
Profesional Pemberi Asuhan terhadap alur
klinis/clinical pathway yang telah ditetapkan.
4. Pemilihan penyakit yang akan dilakukan
pengukuran kepatuhan terhadap alur
klinis/clinical pathway sesuai dengan
prioritas nasional adalah:
a. Hipertensi
b. Diabetes melitus
c. TB
d. HIV
e. Keganasan
5. Pemilihan penyakit yang akan dilakukan
pengukuran kepatuhan terhadap alur
klinis/clinical pathway untuk RS khusus
disesuaikan dengan program prioritas
nasional yang ada dan pelayanan prioritas di
rumah
sakit tersebut.
Dimensi Mutu Efektif, integrasi
Tujuan Untuk menjamin kepatuhan Profesional Pemberi
Asuhan (PPA) di rumah sakit terhadap standar
pelayanan dan untuk meningkatkan
mutu pelayanan klinis di rumah
sakit.
Definisi 1. Clinical Pathway adalah suatu perencanaan
Operasional pelayanan terpadu/terintegrasi yang
merangkum setiap langkah yang diberikan
pada pasien, berdasarkan standar pelayanan
medis, standar pelayanan keperawatan dan
standar pelayanan Profesional Pemberi
Asuhan (PPA) lainnya yang berbasis bukti
dengan hasil terukur, pada jangka waktu
tertentu selama pasien dirawat di Rumah
Sakit.
2. Kepatuhan terhadap clinical pathway adalah
proses pelayanan secara terintegrasi yang
diberikan Profesional Pemberi Asuhan (PPA)
kepada pasien yang sesuai dengan
clinical
pathway yang ditetapkan Rumah Sakit.
Jenis Proses
Indikator
Satuan Persentase
Pengukuran

59
Numerator Jumlah pelayanan oleh PPA yang sesuai dengan
(pembilang) clinical pathway
Denominator Jumlah seluruh pelayanan oleh PPA pada clinical
(penyebut) pathway yang diobservasi
Target ≥ 80%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi :
Pasien yang menderita penyakit sesuai batasan
ruang lingkup clinical pathway yang diukur
Kriteria Eksklusi :
1. Pasien yang pulang atas permintaan sendiri
selama perawatan.
2. Pasien yang meninggal
3. Variasi yang terjadi sesuai dengan indikasi
klinis pasien dalam perkembangan
pelayanan.
Formula Jumlah pelayanan oleh PPA yang sesuai dengan
clinical pathway
x 100 %
Jumlah seluruh pelayanan oleh PPA pada
clinical pathway yang diobservasi
Metode Retrospektif
Pengumpula
n
Data
Sumber Data Data sekunder dari rekam medis pasien
Instrumen Formulir Kepatuhan Clinical Pathway
Pengambilan
Data
Besar 1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
Sampel 2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Probability Sampling – Stratified Random
Pengambilan Sampling
Sampel (berdasarkan masing-masing Clinical Pathway)
Periode Bulanan
Pengumpula
n Data
Penyajian  Tabel
Data  Run chart
Periode Bulanan, Triwulanan, Tahunan
Analisis
Dan
Pelaporan
Data
Penanggung Bidang Pelayanan Medik, Komite Medik, Komite
Jawab Keperawatan dan Komite Tenaga Kesehatan
lain

11. Kepatuhan upaya pencegahan risiko pasien jatuh

60
Judul Indikator Kepatuhan Upaya Pencegahan Risiko Pasien Jatuh
Dasar Permenkes mengenai Keselamatan Pasien
Pemikiran
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan Mengukur kepatuhan pemberi pelayanan dalam
menjalankan upaya pencegahan jatuh agar
terselenggara asuhan pelayanan yang aman dan
mencapai pemenuhan sasaran keselamatan
pasien.
Definisi 1. Upaya pencegahan risiko jatuh meliputi:
Operasional a. Asesment awal risiko jatuh
b. Assesment ulang risiko jatuh
c. Intervensi pencegahan risiko jatuh
2. Kepatuhan upaya pencegahan risiko pasien
jatuh adalah pelaksanaan ketiga upaya
pencegahan jatuh pada pasien rawat inap yang
berisiko tinggi jatuh sesuai dengan standar
yang ditetapkan rumah sakit.
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah pasien rawat inap berisiko tinggi jatuh yang
(pembilang) mendapatkan ketiga upaya pencegahan risiko jatuh
Denominator Jumlah pasien rawat inap berisiko tinggi jatuh yang
(penyebut) diobservasi
Target 100%
Pencapaian
Kriteria Kriteria Inklusi:
Pasien rawat inap berisiko tinggi jatuh
Kriteria Eksklusi:
Pasien yang tidak dapat dilakukan asesmen ulang
maupun edukasi seperti pasien meninggal, pasien
gangguan jiwa yang sudah melewati fase akut, dan
pasien menolak intervensi
Formula
Jumlah pasien rawat inap berisiko tinggi jatuh yang
mendapatkan ketiga upaya
pencegahan risiko jatuh x 100 %

Jumlah pasien rawat inap yang berisiko tinggi jatuh


yang diobservasi
Metode Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber Data Data sekunder menggunakan data dari rekam
Medis
Instrumen Formulir Upaya Pencegahan Risiko Pasien Jatuh
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)

61
Cara Probability Sampling – Stratified Random Sampling
Pengambilan (berdasarkan Unit Pelayanan)
Sampel
Periode Bulanan
Pengumpulan
Data
Penyajian Data  Tabel
 Run chart
Periode Analisis Bulanan, Triwulanan, Tahunan
dan Pelaporan
Data
Penanggung Bidang Keperawatan dan Komite
Jawab Keselamatan
Pasien

12. Kecepatan waktu tanggap komplain

Judul Indikator Kecepatan Waktu Tanggap Komplain


Dasar 1. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
Pemikiran tentang Rumah Sakit Pasal 32 bahwa setiap
pasien mempunyai mengajukan pengaduan
atas kualitas pelayanan yang didapatkan.
2. Rumah sakit berkewajiban memberikan
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
anti diskriminasi, dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai
dengan standar pelayanan Rumah Sakit.
Apabila selama perawatan pasien merasa
bahwa rumah sakit belum menunaikan
kewajiban tersebut maka pasien memiliki hak
untuk mengajukan komplain.
3. Untuk itu rumah sakit perlu memiliki unit
yang merespon dan menindaklanjuti keluhan
tersebut dalam waktu yang telah ditetapkan
agar keluhan pasien dapat segera teratasi.
Dimensi Mutu Berorientasi pada Pasien
Tujuan Tergambarnya kecepatan rumah sakit dalam
merespon keluhan pasien agar dapat diperbaiki
dan ditingkatkan untuk sebagai bentuk
pemenuhan hak pasien.
Definisi 1. Kecepatan waktu tanggap komplain adalah
Operasional rentang waktu Rumah sakit dalam
menanggapi keluhan tertulis, lisan atau
melalui media massa melalui tahapan
identifikasi, penetapan grading risiko, analisis
hingga tindak lanjutnya.
2. Grading risiko dan standar waktu tanggap
komplain:
a. Grading Merah (ekstrim) ditanggapi dan
ditindaklanjuti maksimal 1 x 24 jam sejak
keluhan disampaikan oleh pasien/
62
keluarga/pengunjung. Kriteria: cenderung
berhubungan dengan polisi, pengadilan,
kematian, mengancam sistem/
kelangsungan organisasi, potensi
kerugian material, dan lain-lain.
b. Grading Kuning (tinggi) ditanggapi dan
ditindaklanjuti maksimal 3 hari sejak
keluhan disampaikan oleh pasien/
keluarga/pengunjung. Kriteria: cenderung
berhubungan dengan pemberitaan media,
potensi kerugian immaterial, dan lain-
lain.
c. Grading Hijau (rendah) ditanggapi dan
ditindaklanjuti maksimal 7 hari sejak
keluhan disampaikan oleh pasien/
keluarga/pengunjung. Kriteria: tidak
menimbulkan kerugian berarti baik
material maupun immaterial.
Jenis Proses
Indikator
Satuan Persentase
Pengukura
n
Numerator Jumlah komplain yang ditanggapi dan
(pembilang) ditindaklanjuti sesuai waktu yang
ditetapkan berdasarkan grading
Denominato Jumlah komplain yang disurvei
r (penyebut)
Target ≥ 80%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua komplain (lisan, tertulis, dan media massa)

Kriteria Eksklusi: Tidak ada


Formula Jumlah komplain yang ditanggapi dan
ditindaklanjuti sesuai waktu yang
ditetapkan sesuai dengan grading x 100 %
Jumlah komplain yang disurvei
Metode Retrospektif
Pengumpul
an Data
Sumber Data sekunder dari catatan Komplain
Data
Instrumen 1. Formulir Komplain
Pengambila 2. Laporan Tindak Lanjut Komplain
n Data
Besar 1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
Sampel 2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Probability Sampling – Simple Random Sampling
Pengambila
n Sampel
Periode Bulanan
Pengumpul
63
an
Data
Penyajian  Tabel
Data  Run chart
Periode Bulanan, Triwulanan, Tahunan
Analisis
dan
Pelaporan
Data
Penanggun Kepala Bagian Humas/Unit
g Jawab Pengaduan/Bagian yang menangani complain

13. Kepuasan Pasien


Judul Indikator Kepuasan Pasien
Dasar 1. Undang-Undang mengenai pelayanan publik
Pemikiran 2. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi
mengenai Pedoman Penyusunan
Survei Kepuasan
MasyarakatUnit Penyelenggara Pelayanan
Publik.
Dimensi Mutu Berorientasi kepada pasien

Tujuan Mengukur tingkat kepuasan masyarakat sebagai


dasar upaya-upaya peningkatan
mutu dan
terselenggaranya pelayanan di semua unit yang
mampu memberikan kepuasan pasien.
Definisi 1. Kepuasan pasien adalah hasil pendapat dan
Operasional penilaian pasien terhadap kinerja pelayanan
yang diberikan oleh fasilitas pelayanan
kesehatan.
2. Responden adalah pasien yang pada saat
survei sedang berada di lokasi unit pelayanan,
atau yang pernah menerima pelayanan.
3. Besaran sampel ditentukan dengan
menggunakan sampel dari Krejcie dan Morgan.
4. Survei Kepuasan Pasien adalah kegiatan
pengukuran secara komprehensif tentang
tingkat kepuasan pasien terhadap kualitas
layanan yang diberikan oleh fasilitas
pelayanan kesehatan kepada pasien.
5. Unsur pelayanan adalah faktor atau aspek
yang terdapat dalam penyelenggaraan
pelayanan sebagai variabel penyusunan survei
kepuasan untuk mengetahui kinerja unit
pelayanan.
6. Unsur survei kepuasan pasien dalam
peraturan ini meliputi:
a. Persyaratan.
b. Sistem, Mekanisme, dan Prosedur.

64
c. Waktu Penyelesaian.
d. Biaya/Tarif.
e. Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan.
f. Kompetensi Pelaksana.
g. Perilaku Pelaksana.
h. Penanganan Pengaduan, Saran dan
Masukan.
i. Sarana dan prasarana.
7. Indeks Kepuasan adalah hasil
pengukuran
dari kegiatan Survei Kepuasan berupa angka.
Jenis Indikator Outcome

Satuan Indeks
Pengukuran
Numerator Tidak ada
(pembilang)
Denominator Tidak ada
(penyebut)
Target ≥ 76,61
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Seluruh pasien Kriteria Eksklusi:
Pasien yang tidak kompeten dalam
mengisi
kuesioner dan/atau tidak ada keluarga
yang mendampingi.
Formula
Total nilai persepsi seluruh responden
x 25
Total unsur yang terisi dari seluruh responden
Metode Survei
Pengumpulan
Data
Sumber Data Hasil survei

Instrumen Kuisioner
Pengambilan
Data
Besar Sampel Sesuai tabel Sampel Krejcie dan Morgan

Cara Stratified Random Sampling


Pengambilan
Sampel
Periode Semesteran
Pengumpulan
Data
Penyajian Data  Tabel
 Run chart
Periode Analisis Semesteran, Tahunan
65
dan Pelaporan
Data
Penanggung Kepala Bagian Humas
Jawab

PROFIL INDIKATOR PRIORITAS RUMAH SAKIT

1. Kepatuhan identifikasi pasien


Judul Indikator Kepatuhan Identifikasi Pasien Ulkus DM
Dasar 4. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai
Pemikiran Keselamatan Pasien.
5. Ketepatan identifikasi menjadi sangat penting
untuk menjamin keselamatan pasien selama
proses pelayanan dan mencegah insiden
keselamatan pasien.
6. Untuk menjamin ketepatan identifikasi pasien
maka diperlukan indikator yang mengukur
dan memonitor tingkat kepatuhan pemberi
pelayanan dalam melakukan proses
identifikasi. Dengan adanya indikator tersebut
diharapkan pemberi pelayanan akan
menjadikan identifikasi sebagai prosesrutin
dalam proses pelayanan.
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan Mengukur kepatuhan pemberi pelayanan untuk
melakukan identifikasi pasien dalam melakukan
tindakan pelayanan.
Definisi 6. Pemberi pelayanan terdiri dari tenaga medis
Operasional dan tenaga kesehatan.
7. Identifikasi pasien secara benar adalah proses
identifikasi yang dilakukan pemberi pelayanan
dengan menggunakan minimal dua penanda

66
identitas seperti: nama lengkap, tanggal lahir,
nomor rekam medik, NIK sesuai dengan yang
ditetapkan di RumahSakit.
8. Identifikasi dilakukan dengan cara visual
(melihat) dan atau verbal(lisan).
9. Pemberi pelayanan melakukan identifikasi
pasien secara benar pada setiap keadaan
terkait tindakan intervensi pasien seperti:
a. Pemberian pengobatan: pemberian obat,
pemberian cairan intravena, pemberian
darah dan produk darah, radioterapi, dan
nutrisi.
b. Prosedur tindakan: tindakan operasi atau
tindakan invasif lainnya sesuai kebijakan
yang ditetapkan rumahsakit.
c. Prosedur diagnostik: pengambilan sampel,
pungsi lumbal, endoskopi, kateterisasi
jantung, pemeriksaan radiologi, dan lain-
lain.
d. Kondisi tertentu: pasien tidak dapat
berkomunikasi (dengan ventilator), pasien
bayi, pasien tidak sadar, bayikembar.
10. Identifikasi pasien dianggap benar jika pemberi
pelayanan melakukan identifikasiseluruh
tindakan intervensi yang dilakukan dengan
benar.
Jenis Indikator Proses

Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah pemberi pelayanan yang melakukan
(pembilang) identifikasi pasien Ulkus DM secara benar dalam
periode observasi

67
Denominator Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi dalam
(penyebut) periode observasi
Target 100%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua pemberi pelayanan yan
memberikan pelayanan kesehatan.

Kriteria Eksklusi: Tidak ada


Formula Jumlah pemberi pelayanan yang melakukan
identifikasi pasien Ulkus DM secara benar dalam
periode x 100%

Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi dalam


periode observasi
Metode Observasi
Pengumpulan
Data
Sumber Data Hasil observasi

Instrumen Formulir Observasi Kepatuhan Identifikasi Pasien


Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Non Probability Sampling – Consecutive Sampling
Pengambilan
Sampel
Periode Bulanan
Pengumpulan
Data
Penyajian Data  Tabel
 Run chart

68
Periode Analisis Bulanan, Triwulanan, Tahunan
dan Pelaporan
Data
Penanggung Kepala Bidang Pelayanan Medik dan Keperawatan
Jawab

2. Ketepatan Diet yang diberikan pada Pasien Diabetes


MelitusKomplikasiUlkus Diabetes Melitus
JudulIndikator Ketepatan Diet yang diberikan pada
Pasien Diabetes Melitus Komplikasi
Ulkus Diabetes Melitus
DasarPemikiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11
Tahun 2017 tentang KeselamatanPasien
DimensiMutu 1. Keselamatan
2. Fokus pada pasien
3. Kesinambungan
Tujuan Terlaksananya proses pemberian diet
yang tepat untuk pasien diabetes
mellitus komplikasi ulkus diabetes
mellitus untuk menjamin keselamatan
pasien
Definisi Operasional  Diabetes Melitus adalah Suatu
Penyakit atau Gangguan
metabolism kronis dengan multi
etiologi yang ditandai tingginya
kadar guladarah disertai dengan
gangguan metabolism
karbohidrat, lipid dan protein
sebagai akibat insufisiensi fungsi
insulin.
 Ulkus Adalah luka terbuka pada
permukaan kulit atau selaput
lender dan ulkus adalah
kematian jaringan yang luas dan
disertai invasive kuman saprofit,
yang menyebabkan ulkus berbau,
ulkus diabetikum merupakan
salah satu gejala klinik dan
perjalanan penyakit DM
denngann europati perifer.
 Diet pada pasien diabetes mellitus

69
diatur makanan: Jumlah kalori
ditentukan menurut umur, jenis
kelamin, beratbadan, tinggi
badan dan aktivitas batasi
penggunaan karbohidrat
kompleks, seperti; Nasi, lontong,
roti, ketan, jagung, kentang dan
lain-lain. Dikurangi jumlahnya
dari kebiasaan sehari-hari.
 Hindari penggunaan sumber
karbohidrat sederhana/mudah
diserap seperti gula pasir,
gulajawa, sirup, selai, manisan,
buah-buahan,susu kental
manis,dll.
Ukuran Indikator Persentase

Numerator Jumlah pemberian Diet pasien


diabtesmelitus komplikasi ulkus
diabetes melitus yang tepat dalam satu
bulan
Denominator Jumlah pemberian makanan pada
pasien dalam satu bulan

Target 100%

Kriteria: Semua Pasien Diabetes Melitus di


- Inklusi rawatinap yang diberi diet
- Ekslusi

Formula Pengukuran Jumlah pemberian Diet pasien diabtes


mellitus komplikasi ulkus diabetes
melitus yang tepat dalam satu bulan X
100 %
Jumlah pemberian makanan pada
pasien dalam satubulan

Sumber Data Hasil observasi

Frekuensipengumpula Harian
n data

70
Periodewaktupelapora Bulanan
n data

Periodeanalisis data Triwulan

Metodepengumpulan Concurent
data

Sampel o Populasi
o Sampel :Metode :Ketersediaan/
Convinience
Besarsampel>640 :128 sampel
320-639 : 20% dari
total populasi
64-319 : 64
sampel
< : 100% Populasi

RencanaAnalisis data o Run Chart


o Flow Chart

Instrumenpengambila Form Ketepatanpemberian diet pasien


n data

Sumber data/Area Instalasi Rawat Inap


monitoring

Penanggungjawab Kepala Instalasi Gizi


data

Publikasi data Laporan PMKP

3. Pemenuhan permintaan obat Diabetes Melitus (DM) Komplikasi


Ulkus

Judul Indikator Pemenuhan permintaan obat Diabetes Melitus (DM)


komplikasi ulkus DM

71
Area Pengukuran Managemen
Dimensi Mutu Efisiensi
Definisi operasional Terpenuhinya permintaan obat Diabetes Melitus (DM)
komplikasi ulkus DM
Tujuan Peningkatan Tergambarnya mutu manajemen obat dengan
Mutu terpenuhinya permintaan obat Diabetes Melitus (DM)
komplikasi ulkus DM
Alasan Pemilihan Ketersediaan obat Diabetes Melitus merupakan alat
Indikator ukur untuk mengetahui manajemen obat yang
dilaksanakan di rumah sakit.
Numerator (N) Jumlah jenis obat Diabetes Melitus yang
tersedia/didistribusikan
Denominator (D) Jumlah seluruh jenis obat Diabetes Melitus yang
diminta
Formula Numerator (N )
x 100 %=… %
Denominator (D)
Kriteria Inklusi Laporan permintaan obat Diabetes Melitus dan Data
penerimaan obat DM
Kriteria Eksklusi -
Target <100%
Metodologi
Retrospective
Pengumpulan Data
Cakupan Data Data farmasi
Frekuensi
Bulanan
Pengumpulan Data
Frekuensi Analisis
Bulanan
Data
Metodologi Analisis
Run chart/grafik data
Data
Sumber Data Farmasi
Penanggung Jawab 1. PIC pengumpul data unit
2. Ka unit
Publikasi Data Laporan PMKP internal

4. Kejadian salah operasi pada pasien Diabetes Melitus (DM)


Komplikasi Ulkus

Judul Indikator Kejadian salah operasi pada pasien Diabetes Melitus


(DM) Komplikasi Ulkus
Area Pengukuran Sasaran Keselamatan Pasien
Dimensi Mutu Keselamatan Pasien
Definisi operasional Kejadian salah operasi pada pasien DM komplikasi ulkus
DM adalah kejadian salah pasien atau salah tindakan
operasi pada pasien yang tidak sesuai dengan prosedur yang
72
telah ditetapkan
Tujuan Peningkatan Tergambarnya ketelitian Instalasi Bedah Sentral
Mutu terhadap keselamatan pasien
Alasan Pemilihan Tidak terjadinya kejadian salah operasi pada pasien
Indikator DM komplikasi ulkus DM
Numerator (N) Jumlah pasien DM yang dioperasi dalam waktu satu
bulan dikurangi jumlah pasien DM yang mengalami
kejadian salah operasi
Denominator (D) Jumlah seluruh pasien DM yang mendapatkan
tindakan operasi dalam satu bulan
Formula Numerator (N )
x 100 %=… %
Denominator (D)
Kriteria Inklusi Rekam Medik, Laporan keselamatan pasien
Kriteria Eksklusi -
Target <100%
Metodologi
Retrospective
Pengumpulan Data
Cakupan Data Laporan keselamatan pasien
Frekuensi
Bulanan
Pengumpulan Data
Frekuensi Analisis
Bulanan
Data
Metodologi Analisis
Run chart/grafik data
Data
Sumber Data Instalasi Bedah Sentral
Penanggung Jawab 1. PIC pengumpul data unit
2. Ka unit
Publikasi Data Laporan PMKP internal

5. Pelaporan hasil kritis laboratorium


Judul Indikator Pelaporan Hasil Kritis Laboratorium ( Ulkus DM)
Dasar 1. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai
pemikiran KeselamatanPasien.
2. Kecepatan dan ketepatan pelaporan hasil
laboratorium kritis sangat penting dalam
kelanjutan tata laksana pasien. Hasil kritis
menunjukkan kondisi pasien yang membutuhkan
keputusan klinis yang segera untuk upaya
pertolongan pasiendan
mencegah komplikasi akibat keterlambatan.
Dimensi Mutu Tepat waktu, keselamatan
73
Tujuan 1. Tergambarnya kecepatan pelayanan laboratorium.
2. Tergambarnya sistem yang menunjukkan
bagaimana nilai kritis dilaporkan dan
didokumentasikan untuk menurunkan risiko
keselamatanpasien.
Definisi 1. Hasil kritis adalah hasil pemeriksaan yang
Operasional termasuk kategori kritis sesuai kebijakan rumah
sakit dan memerlukan penatalaksanaan segera.
2. Waktu lapor hasil kritis laboratorium adalah waktu
yang dibutuhkan sejak hasil pemeriksaan keluar
dan telah dibaca oleh dokter/analis yang diberi
kewenangan hingga dilaporkan hasilnya kepada
dokter yang memintapemeriksaan.
3. Standarwaktulaporhasilkritislaboratorium
adalah waktu pelaporan ≤ 30 menit.
Jenis Indikator Proses
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah hasil kritis laboratorium pasien Ulkus DM yang
(pembilang) dilaporkan ≤
30 menit
Denominator Jumlah hasil kritis laboratorium Pasien Ulkus DM yang
(penyebut) diobservasi
Target 100%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua hasil pemeriksaan laboratorium
yang memenuhi kategori hasil kritis.

Kriteria Eksklusi: Tidak ada


Formula
jumlah hasil kritis laboratorium yang dilaporkan ≤ 30

74
menit
x 100 %
jumlah hasil kritis laboratorium yang
diobservasi
Metode Pengumpulan Retrospektif
Data
Sumber data Data sekunder dari:
Catatan Data Laporan Hasil Tes Kritis
Laboratorium
Instrumen Formulir Pelaporan Hasil Kritis Laboratorium
Pengambilan
Data
Besar Sampel 3. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
4. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Probability Sampling – Simple Random Sampling /
Pengambilan Sampel Systematic Random Sampling
Periode Pengumpulan Bulanan
Data
Penyajian Data  Tabel
 Run chart
Periode Analisis Bulanan, Triwulanan, Tahunan
dan Pelaporan Data
Penanggung Jawab Kepala Instalasi Laboratorium

PROFIL INDIKATOR MUTU UNIT

1. Kepatuhan penggunaan formularium nasional ( FARMASI)


Judul Indikator Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional
Dasar 1. Keputusan Menteri Kesehatan mengenai
pemikiran FormulariumNasional.
2. Kepatuhan terhadap formularium dapat
meningkatkan efisiensi dalam penggunaan obat-
75
obatan.
3. Formularium rumah sakit disusun berdasarkan
masukan-masukan pemberi layanan, dan
pemilihannyaberdasarkan kepadamutu obat, rasio
risiko da nmanfaat, berbasis bukti,e fektivitas
dan efisiensi. Pengadaan obat-obatandi
rumah sakit
mengacu pada formularium rumah sakit..

Dimensi Mutu Efisien dan efektif

Tujuan Terwujudnya pelayanan obat kepada pasien yang efektif


dan efisien berdasarkan daftar obat yang
mengacu pada formularium nasional.
Definisi 1. Formularium Nasional merupakan daftar obat terpilih
Operasional yang dibutuhkan dan digunakan sebagai acuan
penulisan resep pada pelaksanaan pelayanan
kesehatan dalam penyelenggaraan program jaminan
kesehatan.
2. Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional
adalah peresepan obat (R/: recipe dalam lembar
resep) oleh DPJP kepada pasien sesuai daftar obat di
Formularium Nasional dalam
penyelenggaraan program jaminan kesehatan.
Jenis Indikator Proses

Satuan Persentase
pengukuran
Numerator Jumlah R/ recipe dalam lembar resep yang sesuai
(pembilang) dengan formularium nasional
Denominator Jumlah R/ recipedalam lembar resep
(penyebut) yang diobservasi
Target ≥ 80%
Pencapaian
76
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Resep yang dilayani di RS
Kriteria Eksklusi:
1. Obat yang diresepkan di luar FORNAS tetapi
dibutuhkan pasien dan telah mendapatkan
persetujuan komite medik dan direktur.
2. Bila dalam resep terdapat obat di luar FORNAS
karena stok obat nasional berdasarkan e- katalog
habis/kosong.
Formula Jumlah R/ recipe dalam lembar resep yang sesuai
dengan formularium nasional
x 100 %
Jumlah R/ recipe dalam lembar resep yang diobservasi
Metode Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber data Lembar resep di Instalasi Farmasi
Instrumen Formulir Kepatuhan Penggunaan Formularium
Pengambilan Nasional
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Probability Sampling – Simple Random Sampling/
Pengambilan Systematic random Sampling
Sampel
Periode Bulanan
Pengumpulan
Data
Penyajian Data  Tabel
 Run chart
Periode Bulanan, Triwulanan, Tahunan
Analisis dan

77
Pelaporan
Data
Penanggung Kepala Instalasi Farmasi
Jawab

2. Kepatuhan terhadap alur klinis (clinicalpathway) (IRNA 3)


Judul Indikator Kepatuhan Terhadap Alur Klinis (Clinical
Pathway)
Dasar 1. Undang-Undang mengenai PraktikKedokteran
Pemikiran 2. Permenkes mengenai Standar Pelayanan
Kedokteran. Untuk menjamin kepatuhan
dokter atau dokter gigi di rumah sakit
terhadap standar pelayanan maka perlu
dilakukan monitor kepatuhan penggunaan
clinical pathway.
3. Kepatuhan terhadap alur klinis/clinical
pathway adalah kepatuhan seluruh
Profesional Pemberi Asuhan terhadap alur
klinis/clinical pathway yang telahditetapkan.
4. Pemilihan penyakit yang akan dilakukan
pengukuran kepatuhan terhadap alur
klinis/clinical pathway sesuai dengan
prioritas nasionaladalah:
a. Hipertensi
b. Diabetes melitus
c. TB
d. HIV

78
e. Keganasan
5. Pemilihan penyakit yang akan dilakukan
pengukuran kepatuhan terhadap alur
klinis/clinical pathway untuk RS khusus
disesuaikan dengan program prioritas
nasional yang ada dan pelayanan prioritas
dirumah
sakit tersebut.
Dimensi Mutu Efektif, integrasi
Tujuan Untuk menjamin kepatuhan Profesional Pemberi
Asuhan (PPA) di rumah sakit terhadapstandar
pelayanan dan untuk meningkatkan
mutu pelayanan klinis di
rumahsakit.
Definisi 1. Clinical Pathway adalah suatu perencanaan
Operasional pelayanan terpadu/terintegrasi yang
merangkum setiap langkah yang diberikan
pada pasien, berdasarkan standar pelayanan
medis, standar pelayanan keperawatan dan
standar pelayanan Profesional Pemberi
Asuhan (PPA) lainnya yang berbasis bukti
dengan hasil terukur, pada jangka waktu
tertentu selama pasien dirawat di
RumahSakit.
2. Kepatuhan terhadap clinical pathwayadalah
proses pelayanan secara terintegrasiyang
diberikan Profesional Pemberi Asuhan (PPA)
kepadapasien yang sesuai
dengan clinical pathway yang
ditetapkan Rumah Sakit.
Jenis Proses
Indikator

79
Satuan Persentase
Pengukuran
Numerator Jumlah pelayanan oleh PPA yang sesuai dengan
(pembilang) clinical pathway
Denominator Jumlah seluruh pelayanan oleh PPA pada
(penyebut) clinical
pathway yang diobservasi
Target ≥ 80%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi :
Pasien yang menderita penyakit sesuai batasan
ruang lingkup clinical pathway yang diukur
Kriteria Eksklusi :
1. Pasien yang pulang atas permintaan sendiri
selama perawatan.
2. Pasien yang meninggal
3. Variasi yang terjadi sesuai dengan indikasi
klinis pasien dalam perkembangan
pelayanan.
Formula Jumlah pelayanan oleh PPA yang sesuai dengan
clinical pathway

x 100 %
Jumlah seluruh pelayanan oleh PPA pada
clinical pathway yang diobservasi
Metode Retrospektif
Pengumpulan
Data
Sumber Data Data sekunder dari rekam medis pasien
Instrumen Formulir Kepatuhan Clinical Pathway
Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
80
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi >
30)
Cara Probability Sampling – Stratified Random
Pengambilan Sampling
Sampel (berdasarkan masing-masing Clinical Pathway)
Periode Bulanan
Pengumpulan
Data
Penyajian  Tabel
Data  Run chart
Periode Bulanan, Triwulanan, Tahunan
Analisis
dan Pelaporan
Data
Penanggung Bidang Pelayanan Medik, Komite Medik, Komite
Jawab Keperawatan dan Komite Tenaga Kesehatan
lain

3. Kecepatan waktu tanggap komplain ( management)


Judul Indikator Kecepatan Waktu Tanggap Komplain
Dasar 4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
Pemikiran tentang Rumah Sakit Pasal 32 bahwa setiap
pasien mempunyai mengajukan pengaduan
atas kualitas pelayanan yang didapatkan.
5. Rumah sakit berkewajiban memberikan
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
anti diskriminasi, dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai
dengan standar pelayanan Rumah Sakit.
Apabila selama perawatan pasien merasa
bahwa rumah sakit belum menunaikan
kewajiban tersebut maka pasien memiliki hak
untuk mengajukan komplain.
6. Untuk itu rumah sakit perlu memiliki unit
yang merespon dan menindaklanjuti keluhan
tersebut dalam waktu yang telah ditetapkan
agar keluhan pasien dapat segera teratasi.
Dimensi Mutu Berorientasi pada Pasien

81
Tujuan Tergambarnya kecepatan rumah sakit dalam
merespon keluhan pasien agar dapat diperbaiki
dan ditingkatkan untuk sebagai bentuk
pemenuhan hak pasien.
Definisi 3. Kecepatan waktu tanggap komplain adalah
Operasional rentang waktu Rumah sakit dalam
menanggapi keluhan tertulis, lisan atau
melalui media massa melalui tahapan
identifikasi, penetapan grading risiko, analisis
hingga tindak lanjutnya.
4. Grading risiko dan standar waktu tanggap
komplain:
a. Grading Merah (ekstrim) ditanggapi dan
ditindaklanjuti maksimal 1 x 24 jam sejak
keluhan disampaikan oleh pasien/
keluarga/pengunjung. Kriteria: cenderung
berhubungan dengan polisi, pengadilan,
kematian, mengancam sistem/
kelangsungan organisasi, potensi
kerugian material, dan lain-lain.
b. Grading Kuning (tinggi) ditanggapi dan
ditindaklanjuti maksimal 3 hari sejak
keluhan disampaikan oleh pasien/
keluarga/pengunjung. Kriteria: cenderung
berhubungan dengan pemberitaan media,
potensi kerugian immaterial, dan lain-
lain.
c. Grading Hijau (rendah) ditanggapi dan
ditindaklanjuti maksimal 7 hari sejak
keluhan disampaikan oleh pasien/
keluarga/pengunjung. Kriteria: tidak
menimbulkan kerugian berarti baik
material maupun immaterial.
Jenis Proses
Indikator
Satuan Persentase
Pengukura
n
Numerator Jumlah komplain yang ditanggapi dan
(pembilang) ditindaklanjuti sesuai waktu yang
ditetapkan berdasarkan grading
Denominato Jumlah komplain yang disurvei
r (penyebut)
Target ≥ 80%
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Semua komplain (lisan, tertulis, dan media massa)

Kriteria Eksklusi: Tidak ada


Formula Jumlah komplain yang ditanggapi dan
ditindaklanjuti sesuai waktu yang
ditetapkan sesuai dengan grading x 100 %
Jumlah komplain yang disurvei
Metode Retrospektif
82
Pengumpul
an Data
Sumber Data sekunder dari catatan Komplain
Data
Instrumen 3. Formulir Komplain
Pengambila 4. Laporan Tindak Lanjut Komplain
n Data
Besar 3. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
Sampel 4. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Probability Sampling – Simple Random Sampling
Pengambila
n Sampel
Periode Bulanan
Pengumpul
an
Data
Penyajian  Tabel
Data  Run chart
Periode Bulanan, Triwulanan, Tahunan
Analisis
dan
Pelaporan
Data
Penanggun Kepala Bagian Humas/Unit
g Jawab Pengaduan/Bagian yang menangani complain

5. Kepuasan Pasien (IRNA 1)


Judul Indikator Kepuasan Pasien
Dasar 1. Undang-Undang mengenai pelayananpublik
Pemikiran 2. Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
mengenai Pedoman Penyusunan
Survei Kepuasan Masyarakat Unit
Penyelenggara Pelayanan Publik.
Dimensi Mutu Berorientasi kepada pasien

Tujuan Mengukur tingkat kepuasan masyarakat sebagai


dasar upaya-upaya peningkatan mutu
dan terselenggaranya pelayanan di semua unit
yang mampu memberikan kepuasan pasien.
Definisi 1. Kepuasan pasien adalah hasil pendapat dan
Operasional penilaian pasien terhadap kinerja pelayanan

83
yang diberikan oleh fasilitas pelayanan
kesehatan.
2. Responden adalah pasien yang pada saat
survei sedang berada di lokasi unit pelayanan,
atau yang pernah menerima pelayanan.
3. Besaran sampel ditentukan dengan
menggunakan sampel dari Krejcie dan Morgan.
4. Survei Kepuasan Pasien adalah kegiatan
pengukuran secara komprehensif tentang
tingkat kepuasan pasien terhadap kualitas
layanan yang diberikan oleh fasilitas
pelayanan kesehatan kepada pasien.
5. Unsur pelayanan adalah faktor atau aspek
yang terdapat dalam penyelenggaraan
pelayanan sebagai variabel penyusunan survei
kepuasan untuk mengetahui kinerja unit
pelayanan.
6. Unsur survei kepuasan pasien dalam
peraturan ini meliputi:
a. Persyaratan.
b. Sistem, Mekanisme, dan Prosedur.
c. Waktu Penyelesaian.
d. Biaya/Tarif.
e. Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan.
f. Kompetensi Pelaksana.
g. Perilaku Pelaksana.
h. Penanganan Pengaduan, Saran dan
Masukan.
i. Sarana dan prasarana.
7. Indeks Kepuasan adalah hasil
pengukuran
dari kegiatan Survei Kepuasan berupa angka.

84
Jenis Indikator Outcome

Satuan Indeks
Pengukuran
Numerator Tidak ada
(pembilang)
Denominator Tidak ada
(penyebut)
Target ≥ 76,61
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Seluruh pasien Kriteria Eksklusi:
Pasien yang tidak kompeten dalam
mengisi
kuesioner dan/atau tidak ada keluarga
yang mendampingi.
Formula
Total nilai persepsi seluruh responden
x 25
Total unsur yang terisi dari seluruh responden
Metode Survei
Pengumpulan
Data
Sumber Data Hasil survey

Instrumen Kuisioner
Pengambilan
Data
Besar Sampel Sesuai tabel Sampel Krejcie dan Morgan

Cara Stratified Random Sampling


Pengambilan
Sampel
Periode Tiap bulan
Pengumpulan
85
Data
Penyajian Data  Tabel
 Run chart
Periode Analisis 3 bulan
dan Pelaporan
Data
Penanggung Kepala Bagian Humas
Jawab

5. UGD : Ketersediaan Obat Emergency

Judul Ketersediaan Obat Emergency

Dasar Pemikiran Permenkes No 58 Tahun 2014 tentang


standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit

Dimensi Mutu Ketersediaan

Tujuan Tergambarnya ketrsediaan obat di ruang


IGD

Definisi Operasional Obat Emergency adalah obat yang


pengunaanya harus segera dan bersifat
menyelamatkan hidup pasien.

Numerator Jumlah obat emergency di ruang IGD yang


tidak terealisasi

Denumerator Jumlah obat emergency di ruang IGD


yangseharusnya tersedia dalam sebulan

Target 100%

Kriteria Inklusi : semua oabat emergency di ruang


86
IGD

Formula Jumlah obat emergency di ruang IGD yang


tidak terealisasi x 100%

Jumlah obat emergency di ruang IGD


yangseharusnya tersedia dalam sebulan

Sumber Data Checklist

Cara Pengambilan Retrospektif

Sampel Total sampling

Pengumpulan data 1 Bulan

Periode analisa dan Pelaporan 3 bulan

Penyajian Data  Tabel


 Run chart
Penaggung Jawab PIC data dan Kepala Ruangan

6. Kemampuan Menangani BBLR 1500 Gr – 2500 Gr ( NHCU)

Judul Kemampuan Menangani BBLR 1500 Gr –


2500 Gr

Dasar Pemikiran UU no 44 tahun 2009

Permenkes no 17 tahun 2011

Dimensi Mutu Dimensi mutu Efektivitas dan keselamatan

Tujuan Tergambarnya kemampuan rumah sakit


dalam menangani BBLR

Definisi Operasional BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat


badan 1500 gr – 2500 gr

Denominator Jumlah BBLR 1500 gr – 2500 gr yang

87
ditangani

Numerator Jumlah BBLR 1500 gr – 2500 gr yang


berhasil ditangani

Target >90%

Kriteria Inklusi : semua Bayi BBLR

Formula Jumlah BBLR 1500 gr – 2500 gr yang


berhasil ditangani x 100%

Jumlah BBLR 1500 gr – 2500 gr yang


ditangani

Sumber Data Rekam medis

Cara Pengambilan Retrospektif

Sampel Total sampling

Pengumpulan data 1 Bulan

Periode analisa dan Pelaporan 3 bulan

Penyajian Data  Tabel


 Run chart
Penaggung Jawab PIC data dan Kepala Ruangan

88
Proses Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan salah satu kegiatan program


peningkatan mutu dan keselamatan pasien untuk mendukung
asuhan pasien dan manajemen rumah sakit lebih baik.
Pengumpulan data tujuannya untuk perbaikan dan pembelajaran,
bukan digunakan untuk mencari kekurangan
seseorang/menghukum. Direktur RS bersama Komite PMKPMR
menunjuk penanggung jawab pengumpul data di setiap
unit/ruangan. Kemudian dilakukan pelatihan untuk penanggung
jawab pengumpul data
Langkah-langkah pengumpulan data:
1. Penanggung jawab pengumpul data mencatat data kedalam
formulir sensus harian
2. Sampel pengumpulan data menggunakan minimal sampel
sesuai kententuan pedoman PMKPMR
3. Penanggung jawab penggumpul data membuat laporan kepada
kepala unit
Proses pengumpulan data oleh penanggung jawab data di
masing-masing unit dievaluasi oleh kepala unit (untuk indikator
unit) dan Komite PMKPMR (untuk indikator mutu utama RS),
proses supervisi ini dilakukan secara periodic menggunakan alat
bantu checklist.

89
Validasi Data
a. Pengertian Validasi:
Validasi adalah suatu tindakan pembuktian
b.Tujuan Validasi Data:
– Monitoring akurasi data yg dikumpulkan
– Verifikasi bahwa pengambilan data adalah konsisten dan
reproducible
– Verifikasi ekspektasi tentang volume data yang
dikumpulkan.
c. Aplikasi dilakukannya Validasi Data adalah untuk:
– Tanggung jawab mutu pelayanan kesehatan untuk
masyarakat/publik.
– Mendorong peningkatan dalam proses pengumpulan data.
– Ukuran yang dapat dipercaya untuk potensial benchmarking
selanjutnya
– Meningkatkan kepercayaan dalam gerakan pembuatan
keputusan berdasarkan data.
d. Yang bertugas Melakukan Validasi Data

90
– Prinsip : Validator adalah bukan pengumpul data (orang ke
dua)
– Untuk data indikator mutu utama RS dan 13 indikator utama
nasional data akan divalidasi oleh PMKPMR
– Untuk data indikator mutu unit akan divalidasi oleh kepala
unit
e. Ketentuan validasi data yang antara lain meliputi :
a) Kebijakan data yang harus divalidasi yaitu
 Merupakan pengukuran area klinik baru;
 Bila ada perubahan sistem pencatatan pasien dari manual
ke elektronik sehingga sumber data berubah ;
 Bila data dipublikasi ke masyarakat baik melalui di web
site rumah sakit atau media lain
 Bila ada perubahan pengukuran
 Bila ada perubahan data pengukuran tanpa diketahui
sebabnya
 Bila ada perubahan subyek data seperti perubahan umur
rata rata pasien, protokol riset diubah, panduan praktik
klinik baru diberlakukan, ada teknologi dan metodologi
pengobatan baru
b) Proses validasi data mencakup namun tidak terbatas sebagai
berikut :Merupakan pengukuran area klinik baru;
c) Proses validasi data yang akan dipublikasi di web site atau
media lainnya (misal mading) agar diatur tersendiri, dan
dapat menjamin kerahasiaan pasien dan keakuratan data
jelas definisinya) dan dilakukan tindakan koreksi
f. Proses validasi data:
 Mengumpulkan ulang data oleh orang kedua yang tidak terlibat
dalam proses pengumpulan data sebelumnya (data asli)
 Menggunakan sampel tercatat, kasus dan data lainnya yang
sahih secara statistik. Sample 100 % hanya dibutuhkan jika

91
jumlah pencatatan, kasus atau data lainnya sangat kecil
jumlahnya.
 Membandingkan data asli dengan data yang dikumpulkan
ulang
 Menghitung keakuratan dengan membagi jumlah elemen data
yang ditemukan dengan total jumlah data elemen dikalikan
dengan 100. Tingkat akurasi 90 % adalah patokan yang baik.
 Jika elemen data yg diketemukan ternyata tidak sama, dengan
catatan alasannya (misalnya data tidak Koleksi sample baru
setelah semua tindakan koreksi dilakukan untuk memastikan
tindakan menghasilkan tingkat akurasi yang diharapkan
5. Analisa data
Analisis data merupakan salah satu kegiatan program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien untuk mendukung
asuhan pasien dan manajemen rumah sakit. Ketentuan analisis data
yang meliputi :
a) Penggunaan statistik dalam melakukan analisis data
• Hasil analisa melalui grafik sangat membantu memperlihatkan
perubahan apakah menuju perbaikan sesuai yang diharapkan
• Gunakan alat statistik misal: Run charts, Control charts,
Histograms, Pareto charts
• Run chart sangat bermanfaat tergantung berapa banyak data
yang dikumpulkan, sangat sederhana dan mudah
diinterpretasikan. Run chart juga dikenal sebagai grafik garis
adalah grafik sederhana yang menggambarkan data dari waktu
ke waktu. Sumbu Y : peristiwa/event; sumbu X periode waktu.
Digunakan untuk: memahami gambaran umum suatu proses,
trend dan shift/pergeseran dalam proses, variasi dari waktu ke
waktu, untuk mengidentifikasi penurunan atau peningkatan

92
proses dari waktu ke waktu. Berikut ini contoh Run chart:

b) Analisis yang harus dilakukan yaitu :


• Membandingkan data di rumah sakit dari waktu kewaktu data
(analisis trend), misalnya dari bulanan ke bulan, dari tahun ke
tahun
• Membandingkan dengan rumah sakit lain, bila mungkin yang
sejenis, seperti melalui database eksternal baik nasional
maupun internasional
• Membandingkan dengan standar-standar, seperti yang
ditentukan oleh badan akreditasi atau organisasi profesional
ataupun standar-standar yang ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan
• Membandingkan dengan praktik-praktik yang diinginkan yang
dalam literatur digolongkan sebagai best practice (praktik
terbaik) atau better practice (praktik yang lebih baik) atau
practice guidelines (panduan praktik klinik)
Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus
dilakukan untuk menjamin tercapainya peningkatan mutu dan
keselamatan pasien RSUD Aeramo. Pengendalian kualitas mutu pada
dasarnya adalah pengendalian kualitas kerja dan proses kegiatan
untuk menciptakan kepuasan pelanggan ( quality os customers
satisfaction ) yang dilakukan setiap orang dari bagian di RSUD
93
Aeramo.
Pengendalian kualitas mutu di atas diterapkan dengan
pengumpulan data indikator mutu utama RS dan indikator mutu unit
yang di analisa. Analisa hasil pengumpulan indikator mutu dilakukan
dengan memakai siklus “Plan – Do – Study – Action”( P- D – S – A )
( rencanakan – laksanakan – pembelajaran – aksi ). Pola P-D-S-A .
Dengan P-D-S-A adalah alat yang bermanfaat untuk melakukan
perbaikan secara terus – menerus ( continues improvement ) tanpa
berhenti.

IV. Indikator Klinis


Pemilihan indikator klinis dari 11 (sebelas) area klinis,
ditentukan berdasarkan antara lain :

- Prioritas tinggi
- Sederhana
- Mulai dengan sedikit indikator
- Data tersedia
- Ditingkatkan secara bertahap
- Dampak terhadap pengguna dan pelayanan
- Mengukur berbagai dimensi mutu
Langkah penentuan indikator klinis oleh Komite
Peningkatan Mutu dan Keselamatan pasien :
1. Dapat merujuk/mengambil indikator yang ada di Standar
Pelayanan Minimal RS. Dipilih mana yang belum tercapai
dan angkat menjadi indikator kunci, karena indikator
kunci adalah indikator yang harus dipantau langsung oleh
Direktur RS, jadi pilih yang masih menjadi
masalahsehingga Direktur dapat mengetahui adanya
permasalahan tersebut dan mengupayakan langkah-
langkah perbaikannya.

94
2. Indikator yang sudah dipilih, ditetapkan oleh Direktur dan
dilengkapi dengan profil/kamus indikator, formulir
pencatatan harian, dan formulir untuk rekapitulasi data.
Masing-masing area klinis minimal ada satu (1) indikator,
sehingga dalam area klinis ditentukan minimal ada sebelas
(11) indikator klinis.

Indikator klinis terdiri dari 11 area klinis, yaitu :

1. Asesmen Pasien
2. Pelayanan Laboratorium
3. Pelayanan radiologi dan diagnostic imaging
4. Prosedur bedah
5. Penggunaan antibiotik dan obat lainnya
6. Kesalahan medikasi (medication error) dan kejadian nyaris
cedera (KNC)
7. Penggunaan anestesi dan sedasi
8. Penggunaan darah dan produk darah
9. Ketersediaan, isi dan penggunaan rekam medis pasien
10. Pencegahan dan kontol infeksi, surveilans dan pelaporan
11. Riset klinis

V. Indikator Manajemen
Masing-masing area manajemen minimal ada satu (1)
indikator, sehingga dalam area klinis ditentukan minimal ada
sembilan (9) indikator manajemen yang akan dievaluasi.

Indikator manajemen terdiri dari 9 (sembilan) area


manajemen, yaitu :

a. Pengadaan rutin peralatan kesehatan dan obat yang


penting untuk memenuhi kebutuhan pasien
b. Pelaporan aktivitas yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan
c. Manajemen Resiko
95
d. Manajemen penggunaan sumber daya
e. Harapan dan kepuasan pasien dan keluarga
f. Harapan dan kepuasan staf
g. Demografi pasien dan diagnosis klinis
h. Manajemen keuangan
i. Pencegahan dan pengendalian dari kejadian yang dapat
menimbulkan masalah bagi keselamatan pasien, keluarga
pasien, dan staf

VI. Indikator Sasaran Keselamatan Pasien


Masing-masing area sasaran keselamatan pasien minimal
ada satu (1) indikator, sehingga dalam area klinis ditentukan
minimal ada enam (6) indikator sasaran keselamatan pasien
yang akan dievaluasi.

Indikator sasaran keselamatan pasien terdiri dari 6 (enam)


area sasaran keselamatan pasien, yaitu :

1. Ketepatan identifikasi pasien


2. Peningkatan komunikasi yang efektif
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien
operasi
5. Pengurangan infeksi terkait pelayanan kesehatan
6. Pengurangan risiko jatuh

VII. Program Keselamatan Pasien


a. Penetapan 7 langkah menuju keselamatan pasien
rumah sakit, meliputi :
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien

2. Pimpin dan dukung staf anda

3. Integrasikan aktivitas pengelolaan resiko


96
4. Kembangkan sistem pelaporan

5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan


pasien

7. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan


pasien

b. Pelaksanaan sasaran keselamatan pasien, meliputi :


1. Ketepatan identifikasi pasien

2. Peningkatan komunikasi yagn efektif

3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai

4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien


operasi

5. Mengurangi resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

6. Pengurangan resiko pasien jatuh

c. Manajemen Resiko Klinik


- Pelaporan insiden sentinel, KTD, KNC, dari masing-
masing unit
- Bila terjadi insiden pada unit, maka unit akan melapor
kepada Komite PMKP sesuai dengan alur pelaporan.
- Sesudah laporan insiden diterima, maka Komite PMKP
akan membuat risk matrix grading sesuai dengan
kasusnya.
- Melakukan rekapitulasi laporan insiden untuk
dilakkukan pembahasan bersama Komite PMKP dan
manajemen rumah sakit.

97
- Pembahasan laporan insiden dilakukan seminggu satu
kali dengan dihadiri oleh pimpinan rumah sakit, komite
PMKP, serta unit terkait.
- Dari hasil pembahasan, ditetapkan insiden yang akan
dianalisa untuk ditindaklanjuti. Tindak lanjut yang
dilakukan dapat melalui pertemuan dengan unit/staf
terkait atau pembuatan RCA/FMEA untuk dapat dicari
akar masalah dari insiden yang terjadi, sehingga dapat
diambil tindakan perbaikan.
- Setelah tidakan perbaikan dilakukan, maka perlu
dievaluasi keefektifan dari tindakan yang diambil, bila
tidak terulang kejadia yang sama maka dapat dibuat
prosedur untuk mengatur hal tersebut. Bila dari hasil
evaluasi, tindakan perbaikan belum efektif maka perlu
dianalisa ulang untuk kembali dicari akar
permasalahannya.

d. Root Cause Analysis


- Membentuk tim
Dalam pembuatan RCA/FMEA hal pertama yang
dilakukan adalah pembentukan tim yang terdiri dari
unit yang terkait, staf yang mempunyai keahlian dalam
pembuatan RCA/FMEA dan orang yang mempunyai
kompetensi sesuai kasus.

- Mengadakan pertemuan
Mengadakan pertemuan Komite untuk membahas
insiden yang terjadi/kejadian yang potensial
menimbulkan kejadian sentinel.

- Menyusun laporan dan rekomendasi


Dari hasil pembahasan Komite disusun laporan dan
diberikan kepada Pimpinan Rumah Sakit sebagai wujud

98
keterlibatan pimpinan dalam proses peningkatan mutu
dan kepada unit terkait.

- Tindak lanjut

e. Failure Mode Effect Analysis


FMEA / AMKD adalah metode perbaikan kinerja
dengan mengidentifikasikan dan mencegah potensi
kegagalan sebelum terjadi. Hal tersebut didesain untuk
meningkatkan keselamatan pasien. FMEA merupakan
proses proaktif, dimana kesalahan dapat dicegah dan
diprediksi dan mengantisipasi kesalahan sehingga
meminimalkan dampak buruk.FMEA / AMKD Dibuat 1
tahun sekali.
FMEA dapat dilakukan pada proses yang telah
dilakukan saat ini dan proses yang belum dilakukan atau
baru akan dilakukan misalnya : pembelian alat baru,
redesain kamar operasi, dll.
Langkah-langkah FMEA :
1. Pilih proses beresiko tinggi dan bentuk Tim
2. Diagram/gambarkan alur proses dan Brainstorming
modus kegagalan/Failure Mode
3. Menentukan dampak /Effects
4. Prioritas modus kegagalan
5. Identifikasi penyebab
6. Redesain proses
7. Analisis dan uji coba proses
8. Implementasi dan monitor proses baru

99
VIII. Indikator Klinik Pelayanan Medis
- Pertemuan dengan SMF
Dalam menetapkan indikator klinis maka manajemen akan
mengadakan pertemuan dengan ketua SMF/pimpinan
unit.

- Sosialisasi program kepada SMF dan Manajemen


Setelah indikator klinis ditetapkan maka dilakukan
sosialisasi tentang pengukuran indikator tersebut kepada
SMF dan unit terkait.

- Memasukkan data
Unit terkait/Komite PMKP memasukkan data indikator
klinis berdasarkan dari rekam medis.

- Rekapitulasi data
Melakukan rekapitulasi data hasil pemantauan selama
satu bulan

- Menganalisa dan menyusun laporan


Melakukan analisa terhadap hasil rekapitulasi data selama
satu tahun untuk dapat melihat perbandingan persentase
pencapaian target dan kemudian menyusun laporan
kepada pimpinan rumah sakit.

- Tindak lanjut
Menyusun rencana tindak lanjut bersama ketua SMF dan
manajemen dan kemudian melakukan rencana tindak
lanjut.

IX. Audit Klinis Pelayanan Medis


- Penetapan topik
- Ketua Komite Medik bersama dengan Komite PMKP rumah
sakit mengadakan rapat tahunan untuk menentukan topik
audit klinik berdasarkan masukan dari SMF. Penentuan

100
topik juga memperhatikan masukan direksi dan pihak-
pihak lain.
- Topik audit klinik ditentukan berdasarkan hasil review
terhadap audit klinis tahun sebelumnya. Ditetapkan
berdasarkan topik dari kasus terbanyak, kasus sulit,
kasus dengan biaya-biaya tinggi dan ksus yang banyak
menimbulkan keluhan.
- Latar Belakang
- Instrumen audit : Kriteria, standar, pengecualian, sumber
data
- Sampel : penentuan besar sampel, cara pengambilan
sampel
- Pengumpulan data

Berdasarkan instrumen audit klinik yang telah disusun maka


Komite PMKP dan SMF akan melakukan proses pengukuran.
Proses pengukuran dilakukan dengan membandingkan antara
apa yang tercatat di Rekam Medis dengan standar yang telah
ditetapkan.

Hasil pengukuran ditulis di lembar audit atau di dalam bentuk


file komputer. Pengambilan sampel audit akan diverifikasi oleh
orang kedua yang tidak terlibat dalam pengambilan data yang
pertama untuk memastikan validitas data.

Analisa data

Berdasarkan hasil pengukuran, Komite PMKP dan SMF


melakukan analisa dan evaluasi untuk mengidentifikasi
masalah yang ada, mencari akar permasalahan (dengan
menggunakan diagram fish bone atau metode lain) dan
mengusulkan rencana perbaikan. Komite PMKP dan SMF
menuliskan hasil pengumpulan data dan analisa data serta
rencana perbaikan menjadi sebuah laporan.
101
Tindak Lanjut

Berdasarkan laporan tersebut, maka Komite Medis dan


Direksi memutuskan apakah menyetujui rencana perbaikan
yang disampaikan, bila berhubungan dengan anggaran dan
proses bisnis. Bila disetujui maka rencana perbaikan tersebut
perlu didiskusikan dengan Direksi untuk persetujuan
anggaran yang diperlukan.

X. Pendidikan Staf
- Pelatihan untuk karyawan baru tentang program Komite
PMKP, Program PPI, dan pelaksanaan K3
- Pelatihan untuk karyawan lama tentang program
peningkatan mutu, workshop keselamatan pasien
- Pelatihan yang dilakukan di luar rumah sakit untuk
mendukung terlaksananya program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien

XI. Pencegahan dan pengendalian infeksi


Komite PMKP berkoordinasi dengan Komite PPI, Tim PPI, dan
Tim IPCN dalam pelaksanaan Hand hygiene (kebersihan
tangan) dan angka infeksi di rumah sakit.

XII. Penilaian Kinerja


Penilaian kinerja staf RS, tenaga profesi, pemimpin RS.
Penilaian kinerja bekerjasama dengan Direktorat SDM.
Penetapan target
1. Pemahaman mengenai target kerja (SMART)
2. Atasan memberi dukungan dan bimbingan dalam
pencapaian target

Penilaian kinerja

102
1. Penilaian kinerja karyawan 6 bulan terakhir
2. Membandingkan target dengan realisasi (hasil kerja)
3. Penilaian harus objektif, konsisten dan netral

XIII. Evaluasi kontrak dan perjanjian kerjasama lainnya


Setiap kontrak dan perjannian kerjasama yang dilaksanakan
di rumah sakit RSUD Aeramo, harus dilakukan evaluasi
terhadap setiap kontrak dan perjanjian yang dilaksanakan.
Adapun beberapa hal yang akan dievaluasi terhadap
perjanjian atau konrak tersebut adalah sebagai berikut :
1. Tidak menyalahi aturan perundang-undangan
2. Tujuan penyelenggaraan kotrak/perjanjian harus sesuai
dengan kebutuhan rumah sakit.
3. Dapat meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit.
4. Dapat meningkatkan pendapatan rumah sakit.
5. Biaya yang ditimbulkan tidak merugikan pihak rumah
sakit.
6. Penataan administrasi sistem kalim/pola bagi hasil dari
kedua belah pihak harus disepakati.
7. Setiap analisa maupun evaluasi didukung oleh data yang
jelas dan dapat dipertanggungjawabkan serta bersumber
dari pihak-pihak yang berkompeten.
8. Evaluasi rutin setiap 3 bulan sekali.

XIV. Membuat pencatatan dan pelaporan, monitoring dan


evaluasi program PKMP
a. Pencatatan
- Pencatatan dan pelaporan program PMKP dilaksanakan
setiap akhir kegiatan dan tiap triwulan pelaporan kegiatan
dilaporkan kepada Direktur Utama.
- Pencatatan Indikator Mutu, sensus harian dilakukan oleh
masing-masing unit. Laporan bulanan oleh unit tentang

103
pencapaian pemantauan indikator klinis, indikator
manajemen, indikator sasaran keselamatan pasien,
dilaporkan kepada Komite PMKP.
- Pencatatan dan pelaporan insiden keselamatan pasien.
Setiap terjadi insiden keselamatan
- Setiap terjadi insiden keselamatan pasien di unit, unit
langsung membuat laporan insiden untuk dilaporkan
kepada Komite PMKP, kemudian akan dilakukan
investigasi oleh Tim Investigator.
- Proses pencatatan kegiatan PMKP melalui sensus harian di
tiap unit kerja.
- Tim Pengumpul data pertama dan kedua melakukan
pengumpulan dan analisa data.
- Hasil analisa data dari tim pengumpul data pertama dan
kedua dimasukkan ke Komite PMKP.

b. Pelaporan
Pelaporan dibuat alur laporan data dari tiap unit kerja
disampaikan ke Komite PMKP dan Direktur RS. Dibuat
feed back laporan insiden dari Komite PMKP ke Direktur
RS kemudian ke unit kerja. Dalam pelaksanaannya agar
data tercatat dengan baik maka setiap ruangan disediakan
formulir dan petugas pencatat adalah penanggung jawab
ruangan yang sudah ditunjuk. Pada akhir bulan
penanggung jawab ruangan/unit menyerahkan hasil
formulir sensus harian kepada Kepala Bagian
Ruangan/Instalasi yang kemudian diteruskan ke Tim
Indikator klinis. Data dikumpulkan dan direkapitulasi
kemudian dilaporkan ke Komite PMKP.
Komite PMKP membuat analisa dan melaporkan hasil
analisa tersebut ke Direktur RS. Agar data laporan dapat
lebih mudah dibaca dan dapat melihat kecenderungannya

104
dari tingkat mutu yang diukur, maka dibuat dalam bentuk
table dan grafik.
Laporan yang dibuat oleh Komite PMKP antara lain :
1. Laporan harian untuk unit yang berhubungan
dengan laporan insiden dilaporkan kepada Komite
PMKP
2. Laporan bulanan oleh unit tentang pencapaian
pemantauan indikator klinik, inidikator
manajemen, indikator sasaran keselamatan pasien,
unutk direkap.
3. Laporan triwulan untuk realisasi pencapaian
program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien.
4. Laporan evaluasi tahunan pelaksanaan program
PMKP
5. Laporan-laporan insiden yang menyebabkan
kondisi seperti Sentinel dan KTD dilaporkan ke
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

Gambar 1. Alur Pelaporan Insiden


Keselamatan Pasien

105
c. Monitoring Dan Evaluasi
Monitoring dan Evaluasi indikator klinis dan
keselamatan pasien adalah untuk menilai indikator klinis
dan keselamatan pasien sehingga mutu pelayanan dapat
meningkat.
Kegiatan untuk memonitor dan mengevaluasi program
PMKP melalui rapat rutin tiap bulan untuk Komite PMKP
dan rapat koordinasi dengan unit terkait/manajemen tiap
3 bulan. Juga dilakukan Audit internal dan eksternal.
Monitoring
Monitorng program PMKP oleh Direktur Utama melalui
pertemuan dengan Pimpinan rumah sakit secara dan
beberapa kegiatan melalui audit internal.
Evaluasi Kegiatan
Evaluasi kegiatan dilaksanak setiap 6 bulan untuk
ditindaklanjuti sesuai masalah/kendala yang ada. Jika
pencapaian tidak sesuai dengan target yang ditetapkan,
maka Direktur Utama mengambil tindakan yang
diperlukan, termasuk didalamnya melakukan perubahan
terhadap program ataupun proses/SPO yang ada saat ini.

106
PENILAIAN EVALUASI KINERJA STAF MEDIS

Bahwa dalam mewujudkan visi RSUD Aeramo menjadi pusat


pelayanan rujukan bagi masyarakat Naegekeo dan Kabupaten
tetangga sekitarnya. Bahwa untuk maksud tersebut diperlukan
evaluasi terus menerus terhadap kualitas dan keamanan asuhan
klinis yang diberikan oleh setiap kelompok staf medis.

Penilaian evaluasi kinerja profesional staf medis


berkelanjutan (Ongoing Professional Practice Evaluation) secara
berkelanjutan adalah:

1. Suatu proses evaluasi mutu pelayanan dan keselamatan pasien


yang bekesinambungan yang bersifat obyektif dan berbasis bukti
2. Suatu proses berkelanjutan terstandarisir (ongoing) untuk
mengevaluasi sesuai kualitas dan keamanan pelayanan pasien
yang diberikan oleh setiap staf medis

A. PENILAIAN EVALUASI KINERJA STAF MEDIS


1. Kegiatan Utama
a. KSM menyiapkan format penilaian evaluasi kinerja staf medis
b. PIC pengambil data mutu menginventaris data yang
diperlukan untuk penilaian kinerja dengan melihat format
indikator kinerja staf medis yang telah ditetapkan rumah
sakit,dan mengumpulkan data harian untuk diinput pada
aplikasi SIMETRIS rumah sakit di satuan kerja staf medis
bertugas.
c. Staf medis mengisi logbook setiap bulan dan direkap setiap 3
bulan,dan untuk laporan review kinerja staf medis
d. Ketua KSM melakukan penilaian anggota KSM nya setiap 3
bulan dan melakukan analisa serta memberikan rekomendasi.
e. Komite Medik dan Keperawatan melakukan penilaian terhadap
Ka KSM setiap 3 bulan dan melakukan analisa serta
memberikan rekomendasi.
f. Ketua KSM mengumpulkan laporan review setiap 3 bulan.
g. Komite Medik, melakukan analisa hasil penilaian dan
mengevaluasi setiap tahun, serta memberikan rekomendasi.
h. Komite Medik menyampaikan rekomendasi kepada Direktur.
i. Direktur memberikan keputusan atas dasar rekomendasi
Komite Medik dalam proses penugasan ulang setiap dua
tahun, pada praktek para staf medis

107
j. Direktur memerintahkan Komite medik untuk melakukan
pembinaan konseling dan pengawasan bagi staf medis dengan
rekomendasi kinerja buruk.
k. Ketua Komite Medik memerintahkan Ketua Mutu Profesi,
memberikan pembinaan konseling dan pengawasan, bagi staf
medis dengan rekomendasi kinerja buruk.

1. Peran dan fungsi penilaian evaluasi kinerja staf medis


a. Mengidentifikasi kecenderungan praktek profesional yang
memberi dampak pada kualitas asuhan dan keselamatan
pasien.
b. Mengembangkan dan meningkatkan profesionalisme staf
medis di RSUD Aeramo.
c. Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien RSUD
Aeramo.

EVALUASI KINERJA PROFESI STAF MEDIS BERKELANJUTAN (ONGOING PROFESSIONAL


PRACTICE EVALUATION)

Nama dokter :

Jenis Spesialisi/Sub Sesialisasi :

KSM :

Waktu penilaian : .............................................Tahun ................

NO INDIKATOR PENILAIAN SK K B SB

1. Patient care

1. Pengkajian awal dalam 24 jam


sejak pasien dinyatakan rawat inap

2. Visite pasien setiap hari sebagai


DPJP

108
3. Ketidak sesuaian diagnosa pra dan
paska operasi

4 Kepatuhan pemberian pendidikan


terhadap pasien dan keluarga

5.Kesesuaian jumlah pemesanan


darah tersedia dengan jumlah
darah yang digunakan

6. Lama Hari Rawat (LOS) sesuai Los


rata2 per KSM

2 Mengikuti/memberi kursus dan


mendapatkan sertifikat

3 Practice-based learning Terjadinya kejadian tidak diharapkan


& Improvement
( KTD ) atau sentinel

4 Interpersonal dan Keluhan dari customer


communication skill external(pasien)

5 Professionalism Kepatuhan pengisian kelengkapan RM


≤ 24 jam sejak pasien dinyatakan
check out

6 System based practice Kepatuhan penggunaan obat sesuai


formularium Nasional

TOTAL NILAI

109
Kesimpulan

Rekomendasi

Yang dinilai Atasan langsung penilai

(......................................) (.................................................................)

110
EVALUASI KINERJA PROFESI STAF MEDIS BERKELANJUTAN (ONGOING PROFESSIONAL
PRACTICE EVALUATION)

Nama dokter :

Jenis Spesialisi/Sub Sesialisasi :

KSM : DOKTER UMUM ( IGD )

Waktu penilaian : ........................tahun ................

NO INDIKATOR PENILAIAN SK K B SB

1. Patient care

1. Respon waktu triase 5 menit

2. Kepatuhan pengisian
kelengkapan data tingkat
kegawatan pasien dalam
SIMETRISi RS

3.Kejadian Undertriage

4.Ketidak sesuaian diagnosa pra


dan paska operasi

5.Kepatuhan pemberian
pendidikan terhadap pasien dan
keluarga

6.Kesesuaian jumlah pemesanan


darah tersedia dengan jumlah
darah yang digunakan

111
7.Lama Hari Rawat (LOS) sesuai Los
rata2 per KSM.

2 Medical/Clinical knowledge

Mengikuti/memberi kursus dan mendapatkan


sertifikat

3 Practice- Terjadinya kejadian tidak


based diharapkan
learning &
( KTD ) atau sentinel
Improveme
nt

4 Interperson Keluhan dari customer


al dan external(pasien)
communica
tion skill

5 Professional Kepatuhan pengisian kelengkapan


ism RM < 24 jam sejak pasien
dinyatakan check out

6 System Keoatuhan penggunaan obat


based sesuai formularium Nasional
practice

TOTAL NILAI

Kesimpulan

Rekomendasi

Yang dinilai Atasan langsung penilai

112
EVALUASI KINERJA PROFESI STAF MEDIS BERKELANJUTAN

(ONGOING PROFESSIONAL PRACTICE EVALUATION)

Nama dokter :

Jenis Spesialisi/Sub Sesialisasi :

KSM : GIGI dan MULUT

Waktu penilaian : ..................... Tahun ................

NO INDIKATOR PENILAIAN SK K B SB

1 Patient care

1. Pengkajian awal dalam 24 jam sejak pasien


dinyatakan rawat jalan

2. Ketidak sesuaian diagnosa pra dan paska


operasi
3 Kepatuhan pemberian pendidikan terhadap
pasien dan keluarga

4.Kesesuaian jumlah pemesanan darah


tersedia dengan jumlah darah yang
digunakan

5. Lama Hari Rawat (LOS) sesuai LOS rata2 per


KSM

113
6. Angka Kegagalan tumpatan Resin Komposit

2 Medical/Clinical Mengikuti/memberi kursus dan mendapatkan


knowledge sertifikat

3 Practice-based Terjadinya kejadian tidak diharapkan


learning &
( KTD ) atau sentinel
Improvement

4 Interpersonal dan Keluhan dari customer external(pasien)


communication
skill

5 Professionalisme Waktu tunggu pasien untuk mendapatkan


pelayanan gigi dan mulut dalam waktu ≤30
mrnit

6 System based Kepatuhan penggunaan obat sesuai


practice formularium Nasional

TOTAL NILAI

Kesimpulan

Rekomendasi

Yang dinilai Atasan langsung penilai

(......................................) (.................................................................)

114
BAB V
LOGISTIK

Untuk pemenuhan kebutuhan logistik Komite Peningkatan Mutu dan


Keselamatan Pasien (KPMKP) , maka KPMKP melalui Ketua KPMKP akan
membuat permohonan dan menunggu realisasi pemenuhan kebutuhan
logistik oleh Direktur RSUD Aeramo
Logistik KPMKP dibutuhkan demi kelancaran pelaksanaan program kerja
upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien di RSUD Aeramo.
Logistik yang ada di KPMKP antara lain. :
- Komputer sebanyak 1 buah
- Laptop sebanyak 1 buah
- Flashdisk
- Formulir Insiden
- Formulir Sensus harian indkator mutu
- Lembar kerja
- Lemari Arsip
- ATK
Saat ini kebutuhan logistik KPMKP digunakan bersama pokja lainnya di
ruangan arsip akreditasi.

115
BAB VI

PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian kualitas mutu adalah pengendalian kualitas kerja dan


proses kegiatan untuk menciptakan kepuasan pelangan (quality as customers
satisfaction) yang dilakukan oleh setiap orang pada semua unit yang ada di
RSUD Aeramo.

Pengertian pengendalian kualitas mutu di atas mengacu pada siklus


pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus “Plan-Do-Check-Action”
(P-D-C-A) = Relaksasi (rencanakan – laksanakan – periksa –aksi). Pola P-D-C-A
ini dikenal sebagai “siklus Shewart”, karena pertama kali dikemukakan oleh
Walter Shewhart beberapa puluh tahun yang lalu dan selanjutnya
dikembangkan oleh Deming sehingga metode analisis P-D-C-A sering disebut
dengan “siklus Deming”.

P-D-C-A adalah alat yang bermanfaat untuk melakukan perbaikan secara


terus menerus (continous improvement) tanpa berhenti.Konsep P-D-C-A
digunakan sebagai panduan bagi setiap manajer untuk proses perbaikan
kualitas (quality improvement) secara rerus menerus tanpa berhenti dan
selanjutnya akan meningkat ke keadaaan yang lebih baik (gambar 1).

Peningk
atan

A P Pemecahan masalah

C D dan peningkatan

Stand
A P ar
Pemecahan
masalah Gambar 1. Siklus dan Proses
C D Peningkatan PDCA
dan
Stanpeningkatan
dar 116
Pada gambar 1, pengidentifikasian masalah akan dipecahkan dan
dicari sebab-sebabnya serta menentukan tindak lanjut pemecahan
masalah, dan hal tersebut harus didasarkan pada fakta. Hal ini untuk
menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan pengambilan keputusan
yang terlalu cepat dan bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan
identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan sebagai acuan perbaikan
selanjutnya, maka rumah sakit harus menetapkan standar pelayanan.

Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dan peningkatan perbaikan


berdasarkan siklus P-D-C-A (Relationship between Control and Improvement
under P-D-C-A Cycle) seperti diperlihatkan pada gambar 6.

Plan Do Chec Action


k

Follow-up

Corrective

Action
Improvement

Gambar 6. Relationship Between Control and Improvement Under P-D-C-A

Pengendalian kualitas berdasarkan siklus P-D-C-A dapat berfungsi jika


sistem informasi berjalan dengan baik dan siklus tersebut dapat dijabarkan
dalam enam langkah (gambar 3).
117
Actio
(1)
n
Pla
Menentukan
n
(6)
Tujuan dan (2)
Mengambil tindakan sasaran
Menetapkan
yang tepat
Metode untuk

Mencapai
tujuan

(3)
Menyelenggarakan

(5) Pendidikan dan


Memeriksa akibat pelaksanaan latihan
Chec (4) D
k Melaksanakan o

pekerjaan

Gambar 7. Siklus PDCA

Keenam langkah P-D-C-A yang terdapat dalam gambar 3 di atas adalah


sebagai berikut :

Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran → Plan

Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang
ditetapkan. Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Direktur Utama.
Penetapan sasaran didasarkan pada data pendukung dan analisis data.
Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka kemudian
disosialisasikan kepada seluruh karyawan.

118
Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan → Plan

Metode yang ditetapkan harus rasional, harus diketahui oleh semua


karyawan, mudah dipahami, dan dapat diimplementasikan. Penetapan
metode harus mengacu pada standar pelayanan yang telah ditetapkan.

Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan → Do

Program pendidikan dan pelatihan bagi karyawan diperlukan untuk


pemahaman standar pelayanan dan program yang ditetapkan.

Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan →Do

Dalam pelaksanaan pekerjaan, mengacu pada standar pelayanan yang


telah ditetapkan dan kondisi yang dihadapi di lapangan.

Langkah 5. Memeriksa akibat pelaksanaan →Check

Pimpinan perlu memeriksa setiap pekerjaan yang dilaksanakan sudah


sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan. Hal yang harus
disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan itu
dilakukan. Penyimpangan dari hasil pekerjaan yang telah dilaksanakan
dinilai berdasarkan kebijakan dasar, tujuan, dan standar pelayanan yang
telah ditetapkan. Penyimpangan yang terjadi dapat dilihat dari akibat yang
timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu dapat dilihat dari
penyebabnya.

119
Langkah 6. Mengambil tindakan yang tepat →Action

Pemeriksaan terhadap akibat hasil pekerjaaan yang telah dilakukan


bertujuan untuk menemukan penyimpangan. Jika penyimpangan telah
ditemukan, maka penyebabnya harus ditemukan untuk mengambil
tindakan yang tepat agar tidak terulang lagi penyimpangan. Menghilangkan
faktor-faktor penyebab yang mengakibatkan penyimpangan merupakan
konsepsi yang penting dalam pengendalian kualitas pelayanan.

Metode PDCA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang


efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Pencapaian kualitas
pelayanan diperlukan dukungan dan partisipasi dari pimpinan dan semua
karyawan. Partisipasi dalam pengendalian kualitas pelayanan dibutuhkan
dalam semua tahap pelaksanaan; mulai dari input, proses, dan output.
Semua tahapan proses harus ada keterpaduan, kerjasama yang baik antara
karyawan dengan pimpinan, sebagai tanggung jawab bersama untuk
menghasilkan peningkatan kualitas pelayanan.

Sasaran mutu unit (indikator mutu) yang sudah ditetapkan dan sesuai
dengan periode yang sudah disepakati dilakukan analisa dan dievaluasi. Hasil
pemantauan indikator mutu ini akan dikirimkan ke unit-unit sebagai
masukan agar unit dapat melakukan tindakan perbaikan dan sebagai
penghargaan bagi unit, bila target yang sudah ditetapkan tercapai secara
konsisten.

Untuk meningkatkan mutu rumah sakit, strategi yang dilaksanakan


antara lain :

1. Setiap petugas harus memahami, mengerti, dan menghayati konsep dasar


dan prinsip mutu pelayanan rumah sakit sehingga dapat menerapkan
langkah-langkah upaya peningkatan mutu di masing-masing unit kerja.

120
2. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia
di rumah sakit, serta upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan
3. Menciptakan budaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien di RSUD
Aeramo

121
BAB VII

MANAJEMEN RESIKO

A..Konsep Dasar Risiko

Resiko adalah potensi kehilangan sesuatu yang bernilai, Risiko juga dapat
didefinisikan sebagai interaksi yang disengaja dengan ketidakpastian. Persepsi
risiko adalah penilaian subjektif orang tentang keparahan risiko, dan dapat
bervariasi orang ke orang. Resiko merupakan peluang terjadinya sesuatu yang
akan mempunyai dampak pada pencapaian tujuan
Beda hazard dan risk:

• Hazard (bahaya) adalah sesuatu yang dapat menyebabkan cedera pada


manusia atau kerusakan pada alat atau lingkungan. Contoh: Lantai RS
yang licin adalah bahaya
• Risk (resiko) didefinisikan sebagai peluang terpaparnya
seseorang/organisasi atau alat pada suatu hazard (bahaya). Contoh: Jika
seorang pasien memakai tripod berjalan di lantai yang licin maka dia
mempunyai risiko jatuh.
Risk : Potensi terjadinya kerugian .
• Risiko murni adalah ketidakpastian apakah kerugian akan terjadi
• Risiko spekulatif adalah ketidakpastian tentang suatu peristiwa yang
dapat menghasilkan kerugian .

B.Risiko di Rumah Sakit


• Risiko Klinis: Semua isu yang dapat berdampak terhadap pencapaian
pelayanan pasien yang bermutu, aman dan efektif.
• Risiko Nonklinis / Corporate Risk : Semua isu yang dapat berdampak
terhadap tercapainya tugas pokok dan kewajiban hukum dari RS sebagai
korporasi.

122
Kategori Risiko di Rumah Sakit
1. Patient care-related risks/ Risiko Yang Berhubungan Dengan Perawatan
Pasien
• Akibat melakukan Pelayanan medis yang kurang tepat atau salah
• Akibat pelepasan rahasia pasien oleh RS atau Staf
• Akibat kurangnya perlindungan keamanan (misal bayi diculik)
penelantaran dan kekerasan terhadap pasien
• Akibat kurangnya pemberitahuan risiko kepada pasien
• Akibat pemberian pengobatan yang diskriminatif
• Akibat Triase yang tidak tepat dan transfer pasien dari ER
• Tidak dimintanya informed consent tindakan/penelitian klinis
• Pemulangan pasien yang tidak tepat
2. Medical staff-related risks/ Risiko Yang Berhubungan Dengan tenaga
Medis
• Credential terhadap staf medis yang tidak tepat
• Tindakan medis yang tidak sesuai kompetensi dan prosedur
• Manajemen pasien yang tidak tepat
• Training staf yang tidak adekuat
• Tuduhan malpraktik
3. Employee-related risks/ Risiko Yang Berhubungan Dengan Karyawan
• Risiko keselamatan dan kecelakaan kerja
• Risiko akibat lingkungan kerja yang tidak/kurang aman/risiko tinggi
tertular penyakit
• Kebijakan pelayanan kesehatan untuk karyawan dengan
meminimalisasi risiko penyakit akibat kerja dan kecelakaan serta
menyediakan pengobatan dan kompensasi kepada karyawan yang
terkena penyakit akibat kerja
4. Property-related risks/ Risiko Yang Berhubungan Dengan Properti
• Melindungi aset dari kerugian akibat kebakaran, banjir, dll

123
• Perlindungan dokumen Kertas/elektronik dan rekam medis pasien
kerusakan/kehancuran/kerahasiaan  pemeliharaan file
• Prosedur penjagaan keamanan penanganan uang tunai dan barang
berharga
• Asuransi untuk melindungi fasilitas dari kerugian
5. Financial risks/ Risiko finansial
• Bad Debt
• Meningkatnya suku bunga,
• Krisis Moneter
• Keterlambatan pembayaran pasien/payer
6. Other risks/ Resiko Lain
• Manajemen B3: Kimia, radioaktif, limbah infeksius.
• Tuntutan hukum & perubahan peraturan
• Risk Penurunan reputasi  Reputational risk/Citra

C. Manajemen Resiko
 Dahulu
o Fungsi risk manajemen & quality improvement di rumah sakit
sering kali dilaksanakan secara terpisah dan ada penanggung
jawabnya di masing-masing fungsi
o Mempunyai jalur pelaporan yang berbeda
124
o Struktur risk manajemen dan quality improvement terpisah
 Sekarang
o Upaya risk manajemen dan quality improvement di RS adalah
untuk mendukung keselamatan pasien dan mencari jalan untuk
bekerja sama lebih efektif dan efisien, untuk menjamin asuhan
pasien yg diberikanan aman dan bermutu tinggi.
Manajemen Risiko
 Manajemen resiko merupakan budaya, proses dan struktur yang
diarahkan untuk mewujudkan peluang peluang sambil mengelola efek
yang tidak diharapkan.
 Adalah Pendekatan Proaktif, Untuk mengidentifikasi, menilai dan
menyusun Prioritas Risiko, Dengan tujuan untuk menghilangkan atau
meminimalkan dampaknya
 Dilakukan kegiatan terkoordinasi untuk mengarahkan dan
mengendalikan organisasi berkaitan dengan risiko
 Manajemen resiko klinis dilakukan oleh Sub komite manajemen resiko
dibawah PMKP
 Secara garis besar, proses manajemen risiko dapat dijelaskan seperti
ilustrasi berikut ini:

125
1. Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko adalah proses menemukan, mengenal, dan
mendeskripsikan risiko. Definisi lainnya adalah usaha mengidentifikasi situasi
yang dapat menyebabkan cedera, tuntutan atau kerugian secara finansial.
Hal pertama yang perlu dilakukan untuk mengelola risiko adalah
mengidentifikasinya. Jika kita tidak dapat
mengidentifikasi/mengenal/mengetahui, tentu saja kita tidak dapat berbuat
apapun terhadapnya. Identifikasi risiko ini terbagi menjadi dua, yaitu
identifikasi risiko proaktif dan identifikasi risiko reaktif.
Identifikasi risiko proaktif adalah kegiatan identifikasi yang dilakukan
dengan cara proaktif mencari risiko yang berpotensi menghalangi rumah sakit
mencapai tujuannya. Disebut mencari karena risikonya belum muncul dan
bermanifestasi secara nyata. Metode yang dapat dilakukan diantaranya: audit,
inspeksi, brainstorming, pendapat ahli, belajar dari pengalaman rumah sakit
lain, FMEA, analisa SWOT, survey, dan lain-lain.

126
Identifikasi risiko reaktif adalah kegiatan identifikasi yang dilakukan
setelah risiko muncul dan bermanifestasi dalam bentuk insiden/gangguan.
Metoda yang dipakai biasanya adalah melalui pelaporan insiden.
Tentu saja, lebih baik kita memaksimalkan identifikasi risiko proaktif,
karena belum muncul kerugian bagi organisasi.
Bagi rumah sakit, cara paling mudah dan terstruktur untuk melakukan
identifikasi adalah lewat setiap unit. Setiap unit diminta untuk
mengidentifikasi risikonya masing-masing. Setelah terkumpul, seluruh data
identifikasi itu dikumpulkan menjadi satu dan menjadi identifikasi risiko
rumah sakit. Contoh indentifikasi resiko:

2. Analisa Risiko
Analisa risiko adalah proses untuk memahami sifat risiko dan
menentukan peringkat risiko.
Setelah diidentifikasi, risiko dianalisa. Analisa risiko dilakukan dengan
cara menilai seberapa sering peluang risiko itu muncul; serta berat-
ringannya dampak yang ditimbulkan (ingat, definisi risiko adalah:
Peluang terjadinya sesuatu yang akan mempunyai dampak pada
pencapaian tujuan). Analisa peluang dan dampak ini paling mudah jika
dilakukan dengan cara kuantitatif. Caranya adalah dengan memberi
skor satu sampai lima masing-masing pada peluang dan dampak. Makin

127
besar angka, peluang makin sering atau dampak makin berat. Contoh
deskripsi skor peluang dapat sebagai berikut:

Dan contoh deskripsi dampak/konsekuensi sebagai berikut:

Setelah skor peluang dan dampak/konsekuensi kita dapatkan, kedua


angka itu kemudian dikalikan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
peringkat. Mengapa perlu peringkat? Tentu saja, risiko perlu diberi peringkat,
untuk mendapatkan prioritas penanganannya. Makin tinggi angkanya, makin
tinggi peringkatnya dan prioritasnya. Contoh pemberian peringkat risiko :

128
3. Evaluasi Risiko
Evaluasi risiko adalah proses membandingkan antara hasil analisa risiko
dengan kriteria risiko untuk menentukan apakah risiko dan/atau besarnya
dapat diterima atau ditoleransi. Sedangkan kriteria risiko adalah kerangka
acuan untuk mendasari pentingnya risiko dievaluasi. Contoh kriteria risiko :

Dengan evaluasi risiko ini, setiap risiko dikelola oleh orang yang bertanggung
jawab sesuai dengan peringkatnya. Dengan demikian, tidak ada risiko yang
terlewati, dan terjadi pendelegasian tugas yang jelas sesuai dengan berat –
ringannya risiko.

4. Penanganan Risiko
Penanganan risiko adalah proses untuk memodifikasi risiko. Bentuk-bentuk
penanganan risiko diantaranya:
 Menghindari risiko dengan memutuskan untuk tidak memulai atau
melanjutkan aktivitas yang menimbulkan risiko;
129
 Mengambil atau meningkatkan risiko untuk mendapat peluang (lebih
baik, lebih menguntungkan);
 Menghilangkan sumber risiko;
 Mengubah kemungkinan;
 Mengubah konsekuensi;
 Berbagi risiko dengan pihak lain (termasuk kontrak dan pembiayaan
risiko);
 Mempertahankan risiko dengan informasi pilihan.

5. Pengawasan (Monitor) dan Tinjauan (Review)


Pengawasan dan tinjauan memang merupakan kegiatan yang umum
dilakukan oleh organisasi manapun. Namun, untuk manajemen risiko ini
perlu dibahas, karena ada alat bantu yang sangat berguna. Alat bantu itu
adalah Risk Register (daftar risiko).
Risk Register adalah:
 Pusat dari proses manajemen resiko organisasi.
 Alat manajemen yang memungkinkan suatu organisasi memahami profil
resiko secara menyeluruh. Ini merupakan sebuah tempat penyimpanan
untuk semua informasi resiko.
 Catatan segala jenis resiko yang mengancam keberhasilan organisasi
dalam mencapai tujuannya.
 Ini adalah ‘dokumen hidup’ yang dinamis, yang dikumpulkan melalui
proses penilaian dan evaluasi resiko organisasi.
Risk register dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
 Risk register korporat, digunakan untuk risiko ekstrim (peringkat 15 –
25)
 Risk register divisi, digunakan untuk risiko dengan peringkat lebih
rendah atau risiko yang diturunkan dari risk register korporat karena
peringkatnya sudah turun.

130
Untuk mengurangi beban administrasi, risiko rendah (peringkat 1 – 3) tidak
perlu dimasukkan ke dalam daftar. Contoh Risk Register :

Risk Register ini bersifat sangat dinamis. Setiap bulan bisa saja berubah.
Perubahan itu dapat berupa:
 Jumlahnya berubah karena ada risiko baru teridentifikasi.
 Tindakan pengendalian risikonya berubah karena terbukti tindakan
pengendalian risiko yang ada tidak cukup efektif.
 Peringkat risikonya berubah karena dampak dan peluangnya berubah.
 Ada risiko yang dihilangkan dari daftar risiko korporat, karena
peringkatnya sudah lebih rendah dari 15 (dipindahkan ke risk register
divisi).

D. FMEA
Analisis dari risiko, seperti sebuah proses melakukan evaluasi terhadap
KNC dan proses risiko tinggi lainnya yang dapat berubah dan berakibat
terjadinya kejadian sentinel. Satu alat yang dapat digunakan melakukan
analisis dari akibat suatu kejadian yang berujung pada risiko tinggi adalah

131
FMEA (failure mode and effect analysis). Proses mengurangi risiko dilakukan
paling sedikit satu kali dalam satu tahun dan dibuat dokumentasinya.
1. Pengertian FMEA
 Failure mode and effects analysis (FMEA) merupakan suatu teknik yang
digunakan untuk perbaikan sistem yang telah terbukti dapat
meningkatkan keselamatan.
 FMEA merupakan teknik yang berbasis tim, sistematis, dan proaktif
yang digunakan untuk mencegah permasalahan dari proses atau
pelayanan sebelum permasalahan tersebut muncul/terjadi.
 FMEA dapat memberikan gambaran tidak hanya mengenai
permasalahan-permasalahan apa saja yang mungkin terjadi namun juga
mengenai tingkat keparahan dari akibat yang ditimbulkan.
 Suatu metode yang membantu mengidentifikasi potensi kegagalan pada
sistem, desain, proses dan atau servis serta merekomendasikan
tindakan korektif untuk memperbaiki kegagalan ini sebelum sampai
kepada pelanggan (Stamatis, 2003)
 Singkatan FMEA:
 FAILURE (F) : Saat sistem atau bagian dari sistem tidak sesuai yg
diharapkan baik disengaja maupun tidak
 MODE (M) : Cara atau perilaku yang dapat menimbulkan
kegagalan
 EFFECTS (E) : Dampak atau konsekuensi modus kegagalan
 Analysis (A) : Penyelidikan suatu proses secara detail
2. Why FMEA ?
Dasar untuk mengidentifikasi akar penyebab kegagalan dan
mengembangkan tindakan perbaikan yang efektif
Ditujukan untuk pencegahan KTD
Tidak memerlukan pengalaman buruk sebelumnya
Membuat sistem yang lebih kuat
3. Kapan dilakukan FMEA?
132
FMEA bisa dilakukan pada : Proses yang telah dilakukan saat ini ,Proses yang
belum dilakukan atau baru
4. langkah-langkah FMEA
1. Tetapkan Topik AMKD/HFMEA
Pilih Proses, jenis-jenis proses:
 Proses baru
Misalnya : proses mengoperasionalkan alat infus baru di IGD
 Proses yang sedang berjalan
Misalnya : proses pengadaan gas medis secara sentral
 Proses dalam klinis
Misalnya : proses pelayanan katerisasi jantung
 Proses non klinis
Misalnya : proses komunikasi perawat ke dokter pada waktu konsul.
Kemudian dilakukan Risk Assesment oleh Unit, contoh form nya:

Kemudian dipilih resiko dengan pertimbangan


• Yang paling tinggi potensial risikonya
• Yang paling interrelated dengan proses lain
133
• Ketertarikan orang untuk memperbaiki
2. Bentuk Tim
• Multidisiplin
• Tidak lebih dari 10 orang (idealnya 4 – 8 orang)
• Memiliki pengetahuan tentang proses yang akan dianalisa
• Mewakili unit yang akan dianalisis
• Mengikutkan orang yg tdk terlibat dalam proses
• Ada leader nya
• Satu orang yang memiliki critical thinking
3. Gambarkan Alur Proses
• Buat dan verifikasi alur diagram proses
• Pastikan setiap langkah dalam alur proses diberi nomor
• Jika prosesnya kompleks identifikasi proses yg akan di fokuskan
• Identifikasi semua sub proses untuk setiap alur diagram
• Pastikan setiap sub proses teridentifikasi
• Buat alur diagram sub proses (pindahkan dalam kotak)

134
Contoh pengisian

• Tentukan 1 sub proses untuk di tindak lanjuti


135
• Identifikasi semua modus kegagalan
• Bbrp proses dapat tidak memiliki modus kegagalan
• Bbrp proses dapat memiliki banyak modus kegagalan
Contoh pengisian sederhana:

136
4. Buat Hazard Analysis
• Cari MODUS KEGAGALAN
Modus kegagalan harus dilakukan prioritas sesuai dengan prioritas
tindakan
• Lalu tentukan HAZARD SCORE  Dampak X Probabilitas

137
138
• Gunakan ANALISA POHON KEPUTUSAN berdasarkan nilai Hazard Score

• Data semua POTENSIAL PENYEBAB modus Kegagalan

139
Contoh pengisian:

140
5. Tindakan dan Pengukuran Outcome
• Tentukan apakah potensial penyebab modus kegagalan akan di kontrol,
eliminasi, terima
• Jelaskan tindakan untuk setiap potensial modus kegagalan yang akan di
eliminasi atau di kontrol
• Identifikasi Ukuran Outcome yang digunakan analisa dan uji redesign
proses
• Identifikasi penanggung jawab untuk melaksanakan tindakan tersebut
• Tentukan apakah diperlukan dukungan manajemen puncak untuk
melaksanakan rekomendasi tsb

141
BAB VIII
KESELAMATAN PASIEN

Definisi keselamatan pasien (patient safety) adalah pasien bebas dari


harm/cedera yang tidak seharusnya terjadi atau bebas dari cedera yang
potensial akan terjadi (penyakit, cedera fisik/sosial/psikologis/cacad
/kematian /dll) terkait dengan pelayanan kesehatan.

Keselamatan pasien (Patien Safety) rumah sakit adalah suatu sistem


dimana rumahsakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut
meliputi : assessmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan resiko pasien,pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindaklanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko.(Panduan Nasional Keselamatan
Pasien RS, DepKes RI 2006).

Sistem ini dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh


kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan
tindakan yang seharusnya.
Terdapat 7 standar keselamatan pasien, yaitu :
1. Hak Pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien. (Panduan Nasional Keselamatan Pasien, DepKes RI 2006)

Terdapat tujuh langkah menujuh keselamatan pasien rumah sakit, yaitu :


142
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien dengan ciptakan
kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil
2. Pimpin dan dukung staf dengan membangun komitmen dan fokus yang
kuat dan jelas tentang keselamatan pasien
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan resiko dengan mengembangkan sistem
dan proses pengelolaan resiko, serta lakukan identifikasi dan assesmen hal
yang potensial bermasalah
4. Kembangkan sistem pelaporan dengan melaporkan kejadian/insiden
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien dengan cara
melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa
kejadian itu timbul
7. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien. (Yahya
Adib,2013)

Insiden Keselamatan Pasien (IKP) adalah setiap kejadian atau situasi


yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan harm/cedera yang
tidak seharusnya terjadi.
Insiden keselamatan pasien meliputi :
a. Kejadian Sentinel
b. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
c. Kejadian Nyaris Cedera (KNC)
d. Kondisi Potensial Cedera (KPC)

Kejadian Sentinel
Kejadian sentinel adalah kejadian yang menyebabkan kematian atau
kerugian atau kecacatan permanen yang bukan karena proses penyakit yang
tidak diantisipasi yang seharusnya dapat dicegah.
Kejadian sentinel meliputi keadaan sebagai berikut :
a. Kematian tidak terduga dan tidak terkait dengan perjaalanan alamiah

143
penyakit pasien atau kondisi yang mendasari penyakitnya.
b. Kehilangan fungsi utama (major) secara permanen yang tidak terkait
dengan perjalanan alamiah penyakit pasien atau kondisi yang mendasari
penyakitnya.
c. Kesalahan lokasi, salah prosedur, salah pasien dalam tindakan
pembedahan
d. Kejadian penculikan bayi atau bayi yang dipulangkan bersama orang yang
bukan orang tuanya.

Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)

KTD adalah kejadian yang menyebabkan cedera atau komplikasi yang


tidak diharapkan sehingga menyebabkan perawatan lebih lama, kecacatan
atau kematian yang bukan oleh proses penyakit.

Kejadian tidak diharapkan antara lain :

a. Reaksi transfusi di rumah sakit


b. Kesalahan obat yang signifikan dan efek obat yang tidak diharapkan
c. Kesalahan medis (medical error) yang menyebabkan kecacatan dan
perpanjangan hari rawat
d. Ketidak cocokan yang besar (major) antara diagnosis pre operasi dan pasca
operasi
e. Kejadian tidak diharapkan pada pemberian sedasi moderat dan anestesi
f. Kejadian lain misalnya wabah penyakit infeksi

Kejadian Nyaris Cedera (KNC)

KNC adalah terjadinya kesalahan dalam suatu kegiatan, dapat terjadi pada
input maupun proses, namun kesalahan tersebut belum sampai terpapar atau
terkena ke pasien.

KNC meliputi keadaan sebagai berikut :


144
a. Kejadian yang berpotensi menyebabkan cedera yang berkaitan dengan
pelayanan kepada pasien tetapi dapat dihindari/dicegah dan perlu
dilaporkan kepada Komite PMKP RS.
b. Kejadian yang berpotensi menyebabkan kerugian/bahaya yang tidak
berkaitan langsung dengan pelayanan kepada pasien tetapi dapat
dihindari/dicegah dan tidak perlu dilaporkan kepada Komite PMKP RS
tetapi dapat diselesaikan oleh unit terkait antara lain :
a. Kejadian yang berkaitan dengan administrasi keuangan
b. Kejadian kehilangan barang milik pasien/keluarga pasien
c. Kejadian komplain pasien/keluarga pasien

Kejadian Tidak Cedera

Kejadian tidak cedera adalah insiden yang sudah terpapar kepada pasien
tapi tidak menimbulkan cedera.

Kondisi Potensial Cedera

Kondisi potensial cedera adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk


menimbulkan cedera tapi belum terjadi insiden.

Kesalahan Medis (Medical Errors)

Kesalahan Medis (medical errors) adalah kesalahan yang terjadi dalam proses
asuhan medis yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera
pada pasien. Kesalahan termasuk gagal melaksanakan sepenuhnya suatu
rencana atau menggunakan rencana yang salah untuk mencapai tujuannya.
Dapat akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (ommision).

145
Pelaporan Insiden

Pelaporan insiden keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem


untuk mendokumentasikan insiden yang tidak disengaja dan tidak
diharapkan, yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan
cedera pada pasien. Sistem ini juga mendokumentasikan kejadian-kejadian
yang tidak konsisten dengan operasional rutin rumah sakit atau asuhan
pasien.

Petugas yang mengetahui terjadinya insiden mengisi form pelaporan


insiden, atau megisi dalam link https://form.gle/wuvu3ir6jklwr7US8. Form
ini bersifat rahasia dan tidak boleh digandakan/dikopi untuk alasan apapun.
Kepala unit memilah insiden yang dikirim ke Komite Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien (PMKP) menjadi insiden klinis dan non klinis, untuk
insiden klnis menentukan risk grading matrix, kemudian menyerahkan laporan
insiden kepada Komite PMKP dengan persyaratan untuk laporan insiden yaitu
(Lihat gambar Alur Pelaporan Insiden) :

- kategori Low dilaporkan paling lambat 7 x 24 jam


- kategori Sentinel, High dan Moderate selambatnya 1 x 24 jam

Skor Resiko

Setelah dibuat laporan insiden, kemudian ditentukan nilai dampak dan


nilai probabilitas dari insiden tersebut, dan selanjutnya dilakukan grading
resiko dengan menggunakan matriks grading resiko.

Setelah nilai dampak dan probabilitas diketahui, dimasukkan dalam tabel


matriks grading resiko untuk menghitung skor resiko dan mencari warna
bands resiko. (lihat gambar 3 dan 4)

146
SKOR RESIKO = DAMPAK X PROBABILITAS

Untuk menentukan skor resiko digunakan matriks grading resiko :


1. Tetapkan frekuensi pada kolom kiri
2. Tetapkan dampak pada baris ke arah kanan
3. Tetapkan warna bands-nya berdasarkan pertemuan antara frekuensi dan
dampak

Skor resiko akan menentukan prioritas resiko. Jika pada asesmen resiko
ditemukan 2 (dua) insiden dengan hasil skor resiko yang nilainya sama, maka
untuk memilih prioritasnya dapat menggunakan warna bands resiko.

Bands resiko adalah derajat resiko yang digambarkan dalam 4 warna yaitu
: biru, hijau, kuning, merah. (lihat gambar 5)

Skala prioritas bands resiko adalah :

a. Bands Biru : Rendah (Low)


b. Bands Hijau : Sedang (Moderate)
c. Bands Kuning : Tinggi (High)
d. Bands Merah : Sangat Tinggi (Extreme)

147
Gambar 2a. Formulir Pelaporan
Insiden

148
Gambar 2b. Formulir Pelaporan
Insiden

149
Apabila hasil grading didapatkan (lihat gambar :

- Kategori Low dan Moderate maka unit yang bertindak sebagai penyebab
insiden akan menaganalisa dan hasilnya dilaporkan kepada Komite PMKP.
- Kategori High dan Extreme maka Komite PMKP akan melakukan analisa
masalah melalui Root Cause Analysis sesuai insiden yang terjadi.

150
Root Cause Analysis (RCA)
RCA adalah metode evaluasi terstruktur untuk identifikasi akar masalah
dari kejadian yang tidak diharapkan dan tindakan adekuat untuk mencegah
kejadian yang sama terulang kembali. Metode ini digunakan secara
retrospektif untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan KTD.
RCA adalah sutau mentode analisis terstruktru yang mengidentifikasi akar
masalah dari suatu insiden, dan proses ini cukup adekuat uantuk mencegah
terulangknya insiden yang sama. RCA berusaha menemukan jawaban atas
pertanyana-pertanyaa berikut :
1. Apa yang telah terjadi?
2. Apa yang seharusnya terjadi ?
3. Bagaimana terjadi dan apa yang dilakukan untuk mencegah kejadian yang
sama terulang?

151
RCA wajib dilakukan pada :

- Semua kematian yang tidak diharapkan


- Semua insiden yang diduga mengakibatkan cedera permanaen, kehilangan
fungsi atau kehilangan bagian tubuh
Dalam menentukan penyebab insiden, harus dibedakan antara penyebab
langsung dan akar masalah. Penyebab langsung (immediate cause/proximate
cause) adalah suatu kejadian (termasuk setiap kondisi) yang terjadi sesaat
sebelum insiden, secara langsung menyebabkan suatu insiden terjadi, dan jika
dieliminsasi atau diodifikasi dapat mencegah terjadinya insiden.

Akar masalah (underlying cause/root cause) adalah satu dari banyak


faktor (kejadian, kondisi) yang mengkontribusi atau menciptakan proximate
cause, dan jika dieliminasi atau dimodifikasi dapat mencegah terjadinya
insiden. Biasanya suatu insiden memiliki lebih dari satu akar masalah.

Cara mengidentifikasi akar masalah adalah :

1. Dimulai dengan mengumpulkan data penyebab langsung.


2. Mengapa penyebab langsung terjadi? Sistem dan proses mana yang
mendasari terjadinya penyebab langsung.
3. Lebih menitikberatkan pada sistem daripada human errors
4. Tim sering kali menemui masalah pada tahap ini, sering berhenti pada
penyebab langsung dan tidak terus mencari akar masalahnya
5. Penyelidikan harus terus berlanjut sampai masalah yang ditemukan tidak
dapat ditelusur lagi, inilah yang dimaksud dengan akar masalah.

Langkah-langkah RCA :
1. Identifikasi insiden yang akan diinvestigasi
2. Tentukan Tim Investigator
3. Kumpulkan data (Observasi, dokumentasi, interview)
a. Observasi : kunjungan langsung untuk mengetahui keadaan,
posisi, hal-hal yang berhubungan dengan insiden
152
b. Dokumentasi : untuk mengetahui apa yang terjadi sesuai
data, observasi dan inspeksi
c. Interview : untuk mengetahui kejadian secara langsung guna
pengecekan data hasil observasi dan dokumentasi

4. Pencetakan kronologi kejadian


Sangat membantu bila kronologi insiden dipetakan dalam sebuah bagan.
Ada berbagai macam cara kronologi kejadian, sebagai berikut :

a. Kronologi cerita/narasi
Suatu penulisan cerita apa yang terjadi berdasarkan tanggal dan
waktu, dibuat berdasarkan kumpulan data saat investigasi

Kronologi cerita digunakan jika :

1. Kejadian sederana dan tidak kompleks, dimana masalah, praktek


dan faktor kontribusinya sederhana.
2. Dapat digunakan untuk mengetahui gambaran umum suatu
kejadian yang lebih kompleks.
3. Dapat digunakan sebagai bagian integral dari suatu laporan sebaagai
ringkasan dimana hal tersebut mudah dibaca.
Nilai positif dari kronologi cerita adalah format ini baik untuk
presentasi informasi.
Nilai negatifnya antara lain :
1. Sulit untuk menentukan titik cerita dengan cepat.
2. Sulit untuk mengerti jalan cerita dengan cepat bila melibatkan
banyak pihak.
b. Timeline
Metode untuk menelusuri rantai insiden secara kronologis.
Memungkinkan investigator untuk menemukan bagian dalam proses
dimana masalah terjadi.

153
c. Tabular timeline
Merupakan pengembangan timeline yang berisi tiga data dasar :
tanggal, waktu, cerita kejadian asal, dan dilengkapi 3 data lain yaitu :
informasi tambahan, praktek yang baik (good practice), dan masalah/
CMP (care management problem).

Tabular timeline dapat digunakan pada setiap insiden, berguna


pada kejadian yang berlangsung lama.

d. Time person grids


Alat pemetaan tabular yang dapat membantu pencatatan
pergerakan orang (staf, dokter, pengunjung, pasien, dan lain-lain)
sebelum, selama, dan sesudah kejadian.
Time person grids digunakan ketika :
- Jika dalam suatu insiden terdapat keterlibatan banyak orang dan
investigator ingin memastikan keberadaan mereka dalam insiden
- Berguna pada keadaan jangka pendek

Dapat dipetakan ke dalam garis waktu sehingga dapat dipakai


untuk mengetahui kerangka waktu spesifik yang lebih detil.

Langkah-langkah time person grids sebagai berikut :

a. Buatlah tabel yang terdiri dari beberapa baris dan kolom


b. Dari tabel tersebut, kolom sebelah kiri berisi daftar staf yang
terlibat
c. Kolom berikutnya berisi perjalanan waktu (jam, menit) pada baris
atasnya
d. Kemudian pada baris di bawah waktu berisi keterangan tempat
atau kegiatan staf yang terlibat
Nilai positif dari kronologi time person grids adalah :
- Dapat digunakan pada waktu yang pendek

154
- Dapat mengidentifikasi keberadaan seseorang dan adanya celah
informasi
- Pemetaan dapat dalam bentuk garis waktu yang efektif
Nilai negatifnya antara lain :
- Hanya dapat digunakan dalam waktu yang pendek
- Orang tidak dapat mengingat waktu dimana ia berada
- Terfokus pada individu

5. Identifikasi masalah (care management problem/CMP)


Masalah yang terjadi dalam pelayanan, baik itu melakukan
tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya. Suatu
insiden bisa terdiri dari beberapa CMP.

Prinsip dasar CMP :

- Pelayanan yang menyimpang dari standar pelayanan yang


ditetapkan.
- Penyimpangan memberikan dampak langsung atau tidak langsung
pada adverse event.

6. Analisis informasi
Tools untuk identifikasi proximate dan underlying cause
a. 5 why (why-why chart)
Secara konstan bertanya ‘mengapa’, melalui lapisan penyebab
sehingga mengarah pada akar permasalahan dari problem yang
teridentifikasi.

b. Analisis perubahan /Case Analysis


Digunakan untuk menganalisis proses yang tidak bekerja sesuai
rencana (apa dan mengapa berubah). Cara ini digunakan jika :

155
- Suatu sistem/tugas yang awalnya berjalan efektif kemudian
kegagalan/terdapat sesuatu yang menyebabkan perubahan
situasi
- Mencurigai suatu perubahan yang menyebabkan
ketidaksesuaian tindakan atau kerusakan alat.
Analisis perubahan membandingkan reality dengan idealnya/teori
dengan prakteknya. Langkah-langkahnya :

1. Pelajari prosedur normal : apa yang seharusnya dilakukkan.


2. Petakan alur insiden yang terjadi, bandingkan dengan langkah
1.
3. Bandingkan dua proses apakah ada perbedaan, apa sebagai
masalah? Catat pada kolom yang telah disediakan.
4. Catat akar masalah untuk perbaikan yang akan dimasukkan
dalam rekomendasi.
c. Analisis hambatan /Barrier Analysis
Analisa hambatan didesain untuk mengidentifikasi :
1. Penghalang mana yang seharusya berfungsi untuk mencegah
terjadinya insiden
2. Mengapa penghalang gagal?
3. Penghalang apa yang dadpat digunakan insiden terulang
kembali?

Ada 4 tipe penghalang, yaitu :


1. Penghalang fisik
2. Penghalang natural
3. Penghalang tindakan manusia
4. Penghalang administrasi
Saat suatu insiden terjadi, biasanya sudah ada 3 atau lebih
penghalang yang berhasil ditembus. Hal ini sesuai dengan teori
swiss cheese. (Lihat gambar 2)
156
d. Fish Bone
Tiap masalah dapat berkaitan dengan beberapa faktor yang
dapat memberikan dampak pada timbulnya insiden.

7. Rekomendasi dan rencana kerja untuk improvement


Hasil RCA dilaporkan kepada unit terkait dan Komite PMKP dan
dilakukan monitoring keefektifan dari tindak lanjut yang sudah
dilakukan. Bila tindak lanjut sudah efektif dan berkaitan dengan
prosedur maka dilanjutkan dengan pembuatan prosedur baru, bila
belum eefektif maka dilakukan analisa ulang terhadap insiden yang
terjadi.

Manajemen resiko adalah dalam hubungannya dengan operasional


rumah sakit, istilah majaemen resiko dikaitkan kepada aktivitas
perlindungan diri yang berarti mecegah ancaman yang nayat atua
berpotensi nyat tehdap kerugian keuaangann akibat kecelakaan, cedera
atau malpraktik medis.

Failure Mode Effect Analysis (FMEA)


- Metode perbaikan kinerja dengan mengidentifikasi dan mencegah
potensi kegagalan sebelum terjadi. Hal tersebut didesai untuk
meningkatkan keselamatan pasien.
- Proses pro aktif dimana kesalahan dapat dicegah dan diprediksi
- Mengantisipasi kesalahan akan menimbulkan dampak buruk
Langkah-langkah FMEA

a. Tentukan topik proses FMEA


b. Bentuk tim
c. Gambarkan alur proses

157
d. Analisa Hazard score
e. Tatalaksana dan Pengukuran outcome
f. Standarisasi/redesign proses/design control
g. Analisa dan melakkukan uji coba pada proses yang baru
h. Implementasi dan monitor proses yang baru

PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH


Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus yang
berkesinambungan.
Langkah pertama dalam proses ini adalah identifikasi masalah. Identifikasi
masalah merupakan bagian yang sangat penting dari seluruh proses siklus,
karena akan menentukan kegiatan-kegiatan selanjutnya dari pendekatan
pemecahan masalah ini.
Masalah akan timbul apabila :
a. Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada terdapat
penyimpangan
b. Merasa tidak puas dengan penyimpangan tersebut
c. Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut
Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan
tindakan perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah
diadakan tindakan perbaikan perlu dinilai kembali apakan masih ada yang
tertinggal. Dari penilaian kembali maka akan didapatkan masalah yang telah
terpecahkan dan masalah yang masih tetap merupakan masalah sehingga
proses siklus akan berulang mulai tahap pertama.

158
BAB IX
PENUTUP

Demikian telah disusun Pedoman Pelayanan Upaya Peningkatan Mutu dan


Keselamatan Pasien RSUD Aeramo, upaya peningkatan mutu dan keselamatan
pasien merupakan kegiatan peningkatan mutu yang berjalan secara
berkesinambungan dan berkelanjutan.
Diharapkan dengan adanya Pedoman Pelayanan Upaya Peningkatan Mutu
dan Keselamatan Pasien dapat dipakai sebagai pedoman kerja dalam
meningkatkan mutu pelayanan sehingga dapat lebih meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang ada di RSUD
Aeramo.
Namun demikian upaya-upaya ini akan lebih berhasil jika didukung
oleh pimpinan rumah sakit dan kerja sama yang baik dari seluruh unit kerja
RSUD Aeramo.
Semoga Tuhan selalu memberkati segala upaya yang kita kerjakan.

Direktur RSUD Aeramo

dr. Chandrawati
NIP. 19760823 2009 04 2 001

159

Anda mungkin juga menyukai