Muhammad Riza
Hemostasis adalah mekanisme tubuh untuk menghentikan perdarahan pada pembuluh
darah yang luka dan menjamin agar darah tetap cair di dalam pembuluh darah. 1
Keseimbangan mekanisme hemostasis tersebut dipengaruhi oleh beberapa komponen
antara lain pembuluh darah, trombosit, faktor koagulasi, faktor fibrinolisis, dan
inhibitor.2-5
PEMBULUH DARAH
Sel endotel pembuluh darah selain berperan penting dalam proses koagulasi
(procoagulant), juga berperan dalam mencegah terjadinya koagulasi yang berlebihan
(anticoagulant). (Tabel 1) Pada saat terjadi luka, sel endotel pembuluh darah akan
teraktivasi dan berada dalam keadaan procoagulant state. Vasokonstriksi yang mula-
mula terjadi secara reflektoris kemudian akan diikuti pelepasan serotonin, epinefrin,
norepinefrin, tromboxan, endothelin sedangkan produksi nitric oxide dan
prostaglandin akan berkurang. Proses ini disebut hemostasis primer.3,5
Tabel 1. Faktor- faktor dalam sel endotel pembuluh darah.
Prokoagulan Antikoagulan
Vasospasme Inhibitor trombosit
Produksi faktor koagulasi Nitric oxide
Inhibitor protein C Prostasiklin
Faktor VIII ADPase
Faktor Von Willebrand Fibrinolisis
Fibronectin Heparans
Ekspresi antigen aktivasi Trombomodulin
p- selectin Tissue factor pathway inhibitor
Plasminogen activator
1
Sebaliknya sel endotel juga berperan dalam menghambat pemakaian faktor
pembekuan darah secara berlebihan. Bila terdapat trombin, sel endotel akan
menurunkan produksi prostasiklin sehingga aktivasi dan agregasi trombosit akan
menurun. Selanjutnya pembentukan trombin akan dihambat dengan pembentukan
ikatan trombin dengan trombomodulin yang akan mengaktivasi protein C yang
merupakan bagian dari sistem fibrinolisis.
TROMBOSIT
Trombosit dalam hemostasis berperan dalam hal pembentukan dan stabilisasi sumbat
trombosit. Pembentukan sumbat trombosit terjadi melalui beberapa tahap yaitu adesi
trombosit,agregasi trombosit dan reaksi pelepasan.
Ketika terjadi kerusakan sel endotel maka jaringan ikat dibawah endotel akan
terbuka. Hal ini akan mencetuskan adesi trombosit yaitu suatu proses dimana
trombosit melekat pada permukaan asing terutama serat kolagen. Ikatan Trombosit
dengan subendotelial pembuluh darah diperantarai oleh reseptor α2b1, GPVI dan von
Willebrand melalui reseptor GPIb-IX-V. Ikatan tersebut akan menyebabkan trombosit
melepaskan granula dense (ADP, serotonin) dan α granula (adhesive proteins, growth
factors).4,6-8
Disamping melekat pada permukaan asing, trombosit akan melekat pada
trombosit lain, proses ini disebut agregasi trombosit. Agregasi trombosit mula- mula
dicetuskan oleh ADP yang terikat pada reseptornya di permukaan trombosit. Interaksi
ini menyebabkan reseptor untuk fibrinogen terbuka sehingga terjadi ikatan antara
fibrinogen dan reseptor tersebut. Kemudian ion kalsium akan menghubungkan
fibrinogen tersebut sehingga terjadi agregasi trombosit. Selama proses agregasi,
terjadi perubahan bentuk trombosit dari bentuk cakram menjadi bulat disertai
pembentukan pseudopodi. Akibat perubahan bentuk ini maka granula trombosit akan
terkumpul di tengah dan melepaskan isinya. Substansi biologik yang dilepaskan
tergantung dari zat agregator yang merangsangnya, seperti trombin, kolagen,
epinefrin dan TxA2.
2
Gambar 1. Aktivasi dan agregasi trombosit.8
KOAGULASI
Koagulasi dikenal sebagai hemostasis sekunder, prosesnya diawali dengan
pembentukan kaskade koagulasi dan diakhiri pembentukan fibrin. Faktor pembekuan
darah dinyatakan dalam angka romawi sesuai dengan urutan ditemukannya. Teori
yang banyak dianut adalah teori cascade atau waterfall yang dikemukakan oleh Mac
Farlane, Davie dan Ratnoff. Menurut teori ini tiap faktor pembekuan darah diubah
menjadi bentuk aktif oleh faktor sebelumnya dalam rangkaian enzimatik.
Proses pembekuan darah dimulai dari dua jalur, yaitu jalur intrinsik yang
dicetuskan oleh aktivasi kontak, serta jalur ekstrinsik yang dicetuskan oleh
tromboplastin jaringan. Kedua jalur ini kemudian akan bergabung menjadi jalur
bersama yang melibatkan faktor X, faktor V, protrombin dan fibrinogen. Faktor X
akan mengaktifkan protrombin menjadi trombin dengan bantuan faktor V. Trombin
akan mengaktifkan faktor VIII yang akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin.4,6
3
Gambar 2. Kaskade koagulasi.9
FIBRINOLISIS
Sistem fibrinolisis merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah pembentukan
thrombus dan membantu penyembuhan dinding pembuluh darah agar aliran darah
kembali lancar seperti semula. Proses ini dimulai dengan adanya proaktivator
plasminogen yang kemudian dikatalis menjadi activator plasminogen dengan adanya
enzim streptokinase, kinase jaringan, serta faktor XIIa. Plasminogen akan diubah
menjadi plasmin. Plasmin inilah yang akan mendegradasi fibrinogen menjadi fibrin.4
4
b. Didapat: konsumsi antikoagulan, penyakit hati, defisiensi vitamin K,
DIC
4. Kelainan pada sistem fibrinolisis
5. Kelainan inhibitor
5
Manifestasi klinis perdarahan pada bayi antara lain anemia, shock, perdarahan
intrakranial, perdarahan gastrointestinal, saluran pernapasan, dan kulit. Perdarahan
bisa terjadi sebelum atau sesudah kelahiran sehingga penting mengetahui apakah
perdarahan tersebut berasal dari bayi atau pengaruh dari ibu.2
Tabel 2. Kemungkinan penyebab perdarahan pada bayi sebelum dan sesudah
kelahiran.2
Sumber perdarahan
Tranfusi Fetal to maternal
Twin to twin
Plasenta Plasenta previa
Vasa previa
Cord accident
Bayi Perdarahan intrakranial
Sefalhematoma, subgaleal hematoma
Organ abdominal (hepar, lien)
6
N ↑ ↑ Defisiensi vitamin K
N N ↑ Hemofilia
N N N Perdarahan karena trauma,
gangguan kualitatif trombosit
7
Tabel 5. Algoritma menentukan penyebab perdarahan.4
Langkah 1 Adakah kelainan trombosit? Hitung trombosit
Trombositopenia atau gangguan fungsi Masa perdarahan
Langkah 2 Adakah defisiensi faktor koagulasi? PT, APTT
Faktor VII, VIII, IX, X, V, XI,
fibrinogen
Langkah 3 Adakah defisiensi faktor koagulasi PT, APTT, kadar faktor
multiple? koagulasi
Defisiensi vitamin K, penyakit hati,
warfarin
Langkah 4 Kemungkinan antikoagulan dalam APTT, TT, reptilase time
sirkulasi?
Heparin, antibody faktor VIII/IX,
lupus antikoagulan
Langkah 5 Adakah koagulopati konsumtif? Skrining KID:
Sepsis, trauma, vaskulitis, sindrom Hitung trombosit, apusan
hemolitik uremik, penyakit hati darah tepi, PT, APTT, TT,
fibrinogen, antitrombin III,
α2-antiplasma, D-dimer
TATALAKSANA
Tatalaksana pasien dengan ganguan perdarahan tergantung dari beberapa faktor
antara lain penyebab perdarahan, gangguan perdarahan tersebut didapat atau
diturunkan, dan keadaan klinis. Pada kasus PTI, dengan riwayat infeksi virus atau
imunisasi 1-2 minggu sebelumnya belum perlu terapi karena termasuk penyakit yang
dapat sembuh sendiri. Tetapi jika terjadi perdarahan berat atau trombosit < 20.000/uL
perlu mendapat terapi. Lini pertama adalah kortikosteroid (metilprednisolon 2
mg/kg/hari selama 1 minggu kemudian diturunkan bertahap selama 1 minggu
berikutnya), immunoglobulin intravena , dan anti-D.14-16
Pada pasien dengan defisiensi faktor koagulasi terapi yang diberikan adalah
terapi pengganti (replacement therapy). Pasien hemofilia A dapat diberikan faktor
VIII 20-25 U/kg setiap 2 jam sedangkan hemofilia B diberikan faktor IX 40-50 U/kg
setiap 24 jam dengan terlebih dahulu memberikan dosis awal (loading dose) 2 kali
lipat dosis biasa. Faktor VIII dapat diberikan dalam bentuk konsentrat ataupun
kriopresipitat sedangkan faktor IX dalam bentuk FFP. Terapi diberikan dalam
beberapa hari sampai perdarahan berhenti dan selama fisioterapi. Namun langkah
awal dan segera harus dilakukan adalah RICE yaitu rest (istirahat), ice (kompres es),
compression (ditekan/dibebat), elevation (posisi ditinggikan).16,17 Perdarahan akibat
KID biasanya diatasi dengan pengobatan penyakit dasarnya dan mengatasi proses
8
koagulopati konsumtif yang sedang berlangsung dengan pemberian tranfusi
trombosit, faktor koagulasi dan antitrombin III bila digunakan.18 Pada bayi dengan
defisiensi vitamin K dapat diberikan vitamin K1 1 mg intravena kemudian
dilanjutkan pemberian fresh plasma.12
DAFTAR PUSTAKA
1. UKK hematologi onkologi IDAI. Pelatihan anemia dan perdarahan pada anak:
Skrining dan manajemen. Jakarta. IDAI. 2007.
2. McMillan DD. Approach to the bleeding newborn. Paediatr Child Health.
1998;6:399-401.
3. Lusher JM. Clinical and laboratory approach to the patients with bleeding.
Dalam: Nathan DG, Orkin SH, penyunting. Nathan and Oski’s Hematology of
infancy and Chilhood. Edisi ke-6. Philadelphia, WB Saunders Company.
2003.1515-26.
4. Hilman RS, Ault KA, Rinder HM. Hematology in clinical practice. Edisi ke-4.
New York, McGrae Hill. 2005.319-25.
5. Abshire TC. An Approach to the diagnosis and treatment of bleeding disorder
in infants. International Journal of Hematology. 2002;76:265-70.
6. Soliman DE, Brodman LM. Coagulation defects. Anesthesiology clin.
2006;24:549-78.
7. Furie B, Furie BC. Molecular and cellular biology of blood coagulation. N
Engl J Med. 1992;326:800.
8. Israels SJ, Kahr WH, Blanchette VC, Luban NL, Riyard GE, Rand ML.
Platelet disorder in children: A diagnostic approach. Pediatr Blood Cancer.
2011;56:975-83.
9. Allen GA, Glader B. Approach to the bleeding child. Pediatr Clin N Am.
2002;49:1239-56.
10. Nuss R, Manco JM. Bleeding disorder in the neonate. NeoRewiews.
2000;1:196-200.
11. Albisetti M, Andrew M, Monagle P. Hemostatic abnormalities. Dalam:
Alarcon PA, Werner EJ, penyunting. First edition. Neonatal Hematology.
Cambrigde University Press. 2005;310-348.
12. Pramanik AK. Bleeding disorder in neonates. Pediatrics in Review.
1992;5:163-73.
13. Ommen CH, Peters M. Clinical practice the bleeding child. Part I: primary
hemostatic disorders. Eur J pediatr. 2012;171:1-10.
9
14. Wilson DB. Acquired platelet defect. Dalam: Nathan DG, Orkin SH,
penyunting. Nathan and Oski’s Hematology of Infant and Childhood. Edisi
ke-6. Philadelphia. WB Saunders Company. 2003.1585-630.
15. Chu YW, Korb J, Sakamoto KM. Idiopathic thrombocytopenia purpura.
Pediatric in Review. 2000;21:95-104.
16. Manno CS. Managemant of bleeding disorder in children. American Society
of Hematology. 2005.416-22.
17. World Federation of Hemophilia. Guidelines for the management of
hemophilia. Canada. World Federation of Hemophilia. 2005.
18. Levi M, Ten CD. Disseminated intravascular coagulation. N Eng J Med.
1999;341:586.
10