Anda di halaman 1dari 11

CASE PRESENTATION

The Problems of Vitamin K Antagonist

Mohammad Alfian

Supervisor

Prof. Dr. dr. Bambang Budi Siswanto, Sp.JP(K)

Division of Clinical Cardiology


Department of Cardiology and Vascular Medicine
Faculty of Medicine - Universitas Indonesia
2019

1
ABSTRACT

Background :
Objective :
Case Illustration :
Summary :.

Keywords:

2
INTRODUCTION
Pendahuluan
Antikoagulan adalah terapi utama untuk pencegahan dan pengobatan akut dan jangka panjang
dari berbagai macam tipe penyakit tromboemboli. Dalam klinis, penggunaan antikoagulan
harus diperhatikan antara manfaat dan risiko yang ditimbulkannya, antara pencegahan
kejadian tromboemboli dan risiko perdarahan terutama pada pasien pasca bedah katup,
penyakit gagal jantung, dan pada pasien yang memiliki komorditas atau gangguan organ lain
yang mempengaruhi hemostasis.
Antikoagulan yang diberikan pada pasien pasien tersebut pada umumnya adalah antagonis
vitamin K (AVK), dan yang paling sering dipakai di Indonesia adalah warfarin. Dosis yang
adekuat diperlukan untuk mencapai target International Normal Ratio (INR) sesuai jenis
operasi katup dan penyakit penyerta atau komorbid. Meskipun warfarin sendiri umumnya
tidak bersifat ulcerogenic, tapi dikaitkan dengan peningkatan risiko perdarahan saluran cerna
pada pasien yang telah memiliki faktor predisposisi. Usia, jenis kelamin, kontrol INR yang
buruk dan intensitas AVK yang lebih tinggi, riwayat perdarahan sebelumnya, adanya
komorbiditas, interaksi obat, interaksi dengan makanan, serta faktor genetik memiliki
peranan dalam terjadinya perdarahan. Intensitas terapi dianggap sebagai faktor terpenting
yang mempengaruhi risiko perdarahan. Pemberian warfarin dengan dosis 2-3 mg/hari dapat
meningkatkan risiko perdarahan sebesar 2,4 kali lipat, sedangkan pada dosis ≥4 mg/hari
risiko perdarahan meningkat hingga 6,6 kali lipat. Peningkatan perdarahan menjadi
eksponensial untuk nilai INR >4,5. Inisiasi pemberian antikoagulasi, terutama pada 90 hari
pertama pemberian terapi dikaitkan dengan peningkatan insiden perdarahan.

Tinjauan Pustaka
Faktor Koagulasi atau Pembekuan
Faktor-faktor pembekuan darah adalah glikoprotein, yang kebanyakan diproduksi dihepar
dan disekresi ke sirkulasi darah. Tabel berikut ini menunjukan daftar faktor-faktor
pembekuan darah yang dinyatakan dalam angka Romawi, serta sinonim dan beberapa sifat
sifatnya.

3
Tabel 1. Faktor pembekuan/koagulasi

faktor-faktor pembekuan darah disintesis di hati, faktor II, VII, IX dan X, begitu juga faktor
XI, XII, XIII, dan faktor V. Sebagian besar faktor-faktor pembekuan darah ada dalam
plasma, pada keadaan normal ada dalam bentuk inaktif dan nantinya akan dirubah menjadi
bentuk enzim yang aktif atau bentuk kofaktor selama koagulasi. Faktor-faktor pembekuan
darah diklasifikasikan ke dalam beberapa group berdasarkan fungsinya. Faktor XII, faktor
XI, prekallikrein, faktor X, faktor IX, faktor VII, dan protrombin merupakan zimogen dari
serine protease akan dirubah menjadi enzim yang aktif selama pembekuan darah.
Sedangkan faktor V, faktor VIII, highmolecular Beberapa -weight kininogen (HMWK), dan
tissue factor yang terdapat di ekstravaskuler dan harus kontak dengan darah untuk berfungsi,
bukan merupakan proenzim tetapi berfungsi sebagai kofaktor. Faktor V, faktor VIII, dan
HMWK harus diaktifasi agar berfungsi sebagai kofaktor. Faktor X, faktor IX, faktor VII, dan
protrombin disebut faktor-faktor yang tergantung vitamin K ( vitamin K-dependent factor),
karena untuk pembentukannya yang sempurna memerlukan vitamin K. Protein-protein ini
mengandung residu asam amino yang unik, gcarboxyglutamic acid (Gla).

4
Vitamin K terdapat dalam sayur-sayuran yang berwarna hijau dan juga disintesis oleh
bakteria di dalam usus. Vitamin K berfungsi sebagai suatu kofaktor yang penting untuk
sintesis faktor II, faktor VII, faktor IX, faktor X, protein C dan protein S, dimana vitamin K
merupakan kofaktor penting yang diperlukan untuk menyelesaika n post-translational dari
sintesis faktor-faktor pembekuan yang tergantung vitamin K, yaitu untuk reaksi karboksilasi
dari asam glutamat menjadi residu g-carboxyglutamic acid. Residu Gla adalah tempat ikatan
ke protein-protein ini dan diperlukan untuk interaksinya dengan fosfolipid membran.
Kegagalan dalam karboksilasi yang terjadi pada defesiensi vitamin K atau pada beberapa
kelainan hati ( cirrhosis, hepatocelluler carcinoma), terjadi penumpukan faktor-faktor
pembekuan dengan tidak ada atau penurunan gamma-carboxylation sites. No n- atau des
carboxylated protein ini juga disebut protein-induced in vitamin K absence (PIVKA).
Pada pembuluh darah yang rusak, kaskade koagulasi secara cepat diaktifasi untuk
menghasilkan trombin dan akhirnya untuk membentuk solid fibrin dari soluble fibrinogen,
memperkuat plak trombosit primer.
Koagulasi dimulai dengan dua mekanisme yang berbeda, yaitu proses aktifasi kontak dan
kerja dari tissue factor. Aktifasi kontak mengawali suatu rangkaian dari reaksi-reaksi yang
melibatkan faktor XII, faktor XI, faktor IX, faktor VIII, prekalikrein, High Molecular Weight
Kininogen (HMWK), dan platelet factor 3 (PF-3). Reaksi-reaksi ini berperan untuk
pembentukan suatu enzim yang mengaktifasi faktor X, dimana reaksi-reaksi tersebut
dinamakan jalur instrinsik ( intrinsic pathway).

5
Gambar 1. Kaskade koagulasi
Sedangkan koagulasi yang dimulai dengan tissue factor, dimana suatu interaksi antara tissue
faktor ini dengan faktor VII, akan menghasilkan suatu enzim yang juga mengaktifasi faktor
X. Ini dinamakan jalur ekstrinsik ( extrinsic pathway). Langkah selanjutnya dalam proses
koagulasi melibatkan faktor X dan V, PF-3, protrombin, dan fibrinogen. Reaksi-reaksi ini
dinamakan jalur bersama ( common pathway).
Jalur ekstrinsik dimulai dengan pemaparan darah ke jaringan yang luka. Disebut ekstrinsik
karena tromboplastin jaringan (tissue factor) berasal dari luar darah. Pemeriksaan Protrombin
Time (PT) digunakan untuk skrining jalur ini. Apabila darah diambil secara hati-hati
sehingga tidak terkontaminasi cairan jaringan, darah tersebut masih membeku didalam
tabung gelas. Jalur ini disebut jalur intrinsik, karena substansi yang diperlukan untuk
pembekuan ada dalam darah. Jalur intrinsik dicetuskan oleh kontak faktor XII dengan
permukaan asing. Partial thromboplastin time (PTT) dan activated PTT (aPTT) adalah
monitor yang baik untuk jalur ini. Kedua jalur akhirnya sama -sama mengaktifasi faktor X,
dan disebut jalur bersama.

Anti Koagulan
Anti koagulan adalah golongan obat yang kerjanya menghambat pembekuan darah. Terdapat
banyak obat yang bekerja sebagai anti koagulan. Anti koagulan semakin lama semakin
berkembang, berikut ini diagram yang menjelaskan perkembangan anti koagulan :

6
Gambar 2. Perkembangan anti koagulan
Anti koagulan dapat dikelompokkan berdasarakan tempat kerja obat, adapun klasifikasi
tersebut seperti pada diagram berikut :

Gambar 3. Diagram klasifikasi anti koagulan

7
Untuk memperjelas mekanisme kerja obat-obat tersebut dalam sistem koagulasi dapat dilihat
pada gambar berikut :

Gambar 4. Mekanisme kerja anti koagulan


Heparin
Heparin merupakan mukoipolisakarida yang terdiri dari glukosamin sulfat dan asam
glukoronat. Secara farmakologis, heparin berfungsi sebagai antikoagulan yang mempunyai
efek langsung sebagai antitroombin III, akan tetapi dapat juga bekerja dengan melepaskan
plasmimogen aktifator jaringan dan tissue factor fatway inhibitor (TPFI) dari end otel. TPFI
ini dapat menekan /menetralisir pembentukan faktor Xa, sehingga tidak terjadi pembekuan.
Heparin dibagi atas dua golongan yaitu :
unfractioned heparin (UH) dan low molekuler weight heparin (LMWH).
1. Unfractioned Heparin (UH)
Dosis pemberian UH diberikan dengan dosis inisial 5000 U bolus IV , kemudian dilanjutkan
dengan rip 1000 U/jam, dosis ini harus selalu dievaluasi dan disesuaikan untuk mendapatkan
nilai aPTT 1,5 -2,5 kontrol, aPTT diperiksa setiap 4-6 jam. Lama pemerian heparin biasanya
5 hari, kemudian dilanjutkan dengan antikoagulan oral. Penyesuaian dosis UH :2

8
Tabel 2. Penyesuaian dosis heparin terhadap nilai aPTT

Low Molekuler Weight Heparin (LMWH)


LMWH berasal dari degradasi UH, dibandingkan UH, LMWH memiliki beberapa
keuntungan, yaitu:
- LMWH merupakan polisakarida dengan berat molekul 4000-6000 dalton, dibandingkan
dengan UH 12.000-14.000 dalton, ukuran yang kecil ini menyebabkan LMWH memiliki
aktivitas anti Xa dan Iia yang lebih tinggi.
- LMWH diabsorbsi secara konsisten melalui pemberian subkutan dengan bioavaibilitas
85%, dibandingkan 15% UH, dan diekskresikan melaui ginjal dengan waktu paruh
3,504,5 jam dibandingkan dengan UH 1,5 jam. Pada pemberian LMWH, aPTT tidak akan
memanjang sehingga tidak diperlukan evaluasi secara berkala. Sehingga dapat diberikan
pada pasien dengan rawat jalan.

Dari berbagai laporan, dilaporkan bahwa LMWh lebih aman, efektif dan memiliki efek yang
lebih baik terhadap regresi trombus dibandingkan dengan UH. LMWH diberikan secara
subkutan, 1-2 kali sehari dengan dosis :
- Enoksaparin (lovenox) : 100 U/KgBB, sekali sehari atau 40 mg setiap 12 jam.
- Nadroparine (fraksiparin) : 4000 U subkutan , diberikan setiap 12 jam
- Dalteparin (Fragmin) 120 U/KgBBsubkurtan setiap 12 jam .

Fondaparinux
Fondaparinux berkerja sebaai inhibitor faktor Xa dengan berikatan dengan anti trombin III
(AT III). Fondaparinux memiliki potensi 300 kali menetralisis faktor Xadengan berikan
dengan AT III sehingga menghambat kaskasde koagulasi. Fondapatinux tidak menginhibisi

9
trombin (faktor IIa) dan fungsi trombosit, sehingga pada dosis yang direkomendasikan tidak
akan berefek terhadap aktivitas fibrinolitik atau pritrombin time (PT).
Fondapatinux diberikan secara subkutan dengan bioavaibilitas 100 % dan mencapai kadar
puncak 3 jam setelah penyuntikan. Eliminasi melalui urine dalam bentuk tidak diubah pada
yang memiliki fungsi ginjal normal dengan waktu paruh eliminasi 17-21 jam. Dosis
fondapatinux untuk profilaksis DVT 2,5 mg seklai sehari, sedangkan untuk terapi DVT dan
emboli paru 5 mg (BB<50k) dan 7,5 mg (BB 50-100 kg) dan 10 mg (BB > 100kg) subkutan
sekali sehari diberikan umumnya minimal 5 hari sampai INR dari walfari 2-3.

Vitamin K antagonis- Warfarin


Golongan obat ini bekerja tidak langsung dengan menghambat vitamin K, sehingga akan
mengganggu pembentukan faktor koagulasi II,VII,IX dan X. Obat yang termasuk dalam
golongan ini adalah walfarin dan coumarin.
Warfarin umumnya diberikan mengikuti heparin. Pemberian warfarin dimulai 24 jam setelah
heparin, dengan dosis 5-10 mg peroral, kemudian dosis disesuaikan dengan nilai INR.
Setelah INR tercapai 2-3 selama 2 hari berturut-turut (biasanya memerlukan 4-5 hari),
heparin dapat dihentikan, pemberian warfarin diteruskan mengikuti protokol yang digunakan.
Tabel penyesuaian dosis warfarin sebagai berikut:

Tabel 3. Penyesuaian dosis walfarin dengan nilai INR

10
OBJECTIVE
CASE ILLUSTRATION
CASE 1
CASE 2

DISCUSSION

SUMMARY

REFERENCES

11

Anda mungkin juga menyukai