Anda di halaman 1dari 21

ANTIKOAGULAN, ANTITROMBOLITIK, TROMBOLITIK

DAN HEMOSTATIK

Hadi R. Dewant, Sulistiana Gan Gunawan, Rianto Setiabudy Nafrialdi, Elysabeth

Pada bab ini akan dibahas obat-obatan untuk pencegahan dan pengobatan tromboemboli
dan untuk mengatasi perdarahan. Kedua keadaan tersebut terjadi karena terganguanya proses
hemostatis, khususnya fungsi trombosis dan proses pembekuan darah. Hambatan hemostatis
mengakibatkan perdarahan spontan, sedangkan hemostatis berlebihan mengakibatkan
terbentuknya trombus.
Tromboemboli merupakan salah satu penyebab sakit dan kematian yang banyak terjadi.
Kelainan ini sering merupakan penyulit atau menyertai penyakit lain misalnya gagal jantung,
diabetes militus, varises vena dan kerusakan arteri. Banyak faktor yang mempengaruhi
timbulnya tromboemboli, misalnya trauma, kebiasaan merokok, pembedahan, imobilisasi,
kehamilan atau akibat obat-obatan yang mengandung estrogen. Obat yang digunakan untuk
pencegahan dan pengobatan tromboemboli ialah golongan anti-koagulan, antitrombosit dan
trombolitik, dan obat untuk mengatasi perdarahan termasuk hemostatik

1. HEMOSTASIS
Hemostasis merupakan proses penghentian perdarahan secara spontan pada pembuluh darah
yang cedera. Dalam proses tersebut beberapa faktor-faktor pembuluh darah, trombosit dan faktor
pembekuan darah. Dalam proses ini pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi, trombosit
akan beragregasi membentuk sumbat trombosit. Selanjutnya sumbat trombosit oleh fibrin yang
dibentuk melalui proses pembekuan darah akan memperkuat sumbat trombosit yang telah
terbentuk sebelumnya.
PROSES PEMBEKUAN DARAH. Darah membeku karena fibrinogen yang larut
berubah menjadi fibrin yang tidak larut. Pada proses pembekuan darah beberapa protein dalam
sirkulasi berinteraksi dalam rangkaian reaksi proteolitik yang berurutan. Pada tiap langkah, satu
faktor pembekuan zimogen mengalami proteolisis terbatas dan menjadi satu protease yang aktif.
Protease ini mangakibatkan satu bekuan fibrin yang padat terbentuk. Hingga kini dikenal 15
faktor pembekuan darah. (table 15-1)
Dalam garis besar proses pembekuan darah berjalan melalui tiga tahap: 1) aktivitas
tromboplastin, 2) pembentukan trombin dan protombin, 3) pembentukan fibrin dan fibrinogen.
Secara in vitro aktivitas tromboplastin yang akan mengubah protombin (faktor II) menjadi
trombin (faktor IIa) terjadi melalui dua mekanisme ekstrinsik dan intrinsik. Pada mekanisme
ekstrinsik, tromboplastin jaringan (faktor III, berasal dari jaringan yang rusak) akan bereaksi
dengan faktor VIIa yang dengan adanya kalsium (faktor IV) akan mengaktifkan faktor X. Faktor
Xa bersama-sama faktor Va, ion kalsium dan fosfolipid trombosit akan mengubah protombin
menjadi trombin. Oleh pengaruh trombin, fibrinogen (faktor I) akan diubah menjadi fibrin
monomer (faktor Ia) yang tidak stabil. Fibrin monomer, atas pengaruh faktor XIIIa akan menjadi
stabil dan resisten terhadap enzim proteolitik misalnya plasmin.
Pada mekanisme intrinsik, semua faktor yang diperlukan untuk pembekuan darah berada
di dalam darah. Pembekuan dimulai bila Hageman (Faktor XII) kontak dengan suatu pembekuan
yang bermuatan negatif, misalnya kolagen subendotel pembuluh darah yang rusak. Reaksi
tersebut dipercepat dengan pembentukan kompleks antara faktor XII, faktor Fitzgereld dan
prekalikrein. Faktor XIIa selanjutnya akan mengaktivasi faktor XI dan faktor XIa bersama ion
kalsium akan mengaktivasi faktor IX. Faktor IX aktif, bersama-sama faktor VIII, ion kalsium
dan fosfolipid akan mengaktifkan faktor X. urutan mekanisme pembekuan darah selanjutnya
sama seperti yang terjadi pada mekanisme ekstrinsik.
Proses pembekuan darah akan dihentikan oleh system antikoagulan dan fibrinolitik di
dalam tubuh. Faktor-faktor yang menghentikan proses pembekuan darah ialah: 1). Larutnya
faktor pembekuan darah dalam darah yang mengalir, 2). Klirens bentuk aktif faktor pembekuan
darah yang cepat oleh hati; 3) mekanisme umpan balik dimana trombin menghadap aktivitas
faktor V dan VII; dan 4) oleh adanya antikoagulasi alami terutama AT-III, protein C dan S.
Antitrombin III (AT-III), suatu -2 globulin plasma, yang semula dikenal sebagai
kofaktor heparin, merupakan inhibitor fisiologik yang utama terhadap trombin dan bentuk aktif
faktor-faktor pembekuan darah lain, termasuk faktor IXa, Xa, Xia, XIIa. Untuk mempertahankan
kecairan darah dan mencegah thrombosis diperluakan kadar normal AT-III dan ikatannya dengan
bentuk aktif faktor-faktor pembekuan darah. Defisiensi AT-III dapat terjadi secara herediter.
Selain itu kadar AT-III mungkin menurun setelah operasi atau pada pasien koagulasi
intravascular disaminata (disamineted intravascular coagulation, DIC), sirosis hepatis, sindrom
nefrotik, trombosis akut. Preparat kontrasepsi yang mengandung estrogen juga mengurangi kadar
AT-III.
Defisiensi AT-III yang bersifat herediter ditandai dengan adanya gejala trombosis yang
sering kali terlihat untuk pertama kali pada masa kehamilan. Pada pasien ini dilaporkan juga
terjadi tromboemboli berulang. Antikoagulan oral mengakibatkan aktifitas AT-III, maka obat ini
merupakan obat terpilih untuk pasien dengan ganguan herediter tersebut.
PROTEIN C DAN S. Sintesisnya tergantung pada vitamin K. protein C terikat pada
trombomodulin pada permukaan sel endotel dimana zat ini diaktivasi oleh trombin. Protein C
aktif, menginaktivasi faktor pembekan V dan VIII sehingga menghambat kecepatan aktivasi
protombin dan faktor X. Protein S merupakan kofaktor untuk meingkatkan aktivitas protein C.
defisiensi faktor-faktor ini dapat menyebabkan tromboemboli misalnya pada pasien penyakit hati
dan DIC.
Sistem fibrinolitik terdiri dari: 1) plasminogen ialah proenzim dalam sirkulasi dan bentuk
aktifnya, plasmin; 2). Aktivator plasminogen yang merupakan enzim-enzim yang berada dalam
darah, endotel pembuluh darah dan banyak jaringan: 3) inhibitor spesifik yaitu 2 antiplasmin
dan inhibitor plasminogen activator.

2. ANTIKOAGULAN
Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat fungsi
beberapa faktor pembekuan darah. Atas dasar ini antikoagulan diperlukan untuk mencegah
terbentuk dan meluasnya emboli, maupun untuk mencegah bekunya darah in vitro pada
pemeriksaan laboratorium atau transfuse. Antikoagulan oral dan heparin menghambat
pembentukan fibrin dan digunakan secara profilaktik untuk mengulangi insiden tromboemboli
terutama pada vena. Kedua macam antikoagulan ini juga bermanfaat untuk pengobatan
trombosis arteri karena mempengarui pembentukan fibrin yang diperlukakn untuk
mempertahankan gumpalan trombosis. Pada thrombus yang sudah terbentuk, antikoagulan hanya
mencegah membesarnya trombus dan mengurangi kemungkinan terjadinya emboli, tetapi tidak
memperkecil trombus.
Antikoagulan dapat dibagi menjadi 3 kelompok: 1) heparin; 2) antikoagulan oral, terdiri
dari derivat 4-hidroksikumarin misalnya: dikumarol, warfarin, dan derivate-derivat inden-1 3-
dion misalnya: anisindion; 3) antikoagulan yang bekerja dengan mengikat ion kalsium, salah satu
faktor pembekuan darah.

2.1 HEPARIN
Heparin endogen merupakan suatu mukopolisakarida yang mengandung sulfat. Zat ini
disintesis di dalam sel mast dan terutama banyak terdapat di paru. Heparin nampaknya
dibutuhkan untuk penyimpanan histamin dan protease terutama di dalam granul sel mast. Bila
dilepaskan dari sel mast heparin dengan cepat dihancurkan oleh makrofag. Dalam keadaan
normal heparin tidak dapat dideteksi dalam darah, tetapi pada pasien mastositosis sistemik yang
mengalami degranulasi massif sel mast dapat terjadi perpanjangan aPTT (activated partial
thromboplastin time) nampaknya sebagai akibat penglepasan heparin ke dalam sirkulasi.

FARMAKODINAMIK
Mekanisme Kerja. Efek antikoagulan heparin timbul karena ikatannya dengan AT-III.
AT-III berfungsi menghambat protase faktor pembekuan termasuk faktor IIa (trombin), Xa dan
IXa, dengan cara membentuk kompleks yang stabil dengan protease faktor pembekuan. Heparin
yang terikat dengan AT-III mempercepat pembentukan kompleks tersebut sampai 1000 kali. Bila
kompleks AT-III protease sudah terbentuk heparin dilepaskan untuk selanjutnya membentuk
ikatan baru dengan antitrombin.
Hanya sekitar 1/3 molekul heparin yang dapat terikat kuat dengan AT-III. Heparin berat
molekul tinggi (5.000-30.000) memiliki afinitas kuat dengan antitrombin dan menghambat
dengan nyata pembekuan darah. Heparin berat molekul rendah efek antikoagulannya terutama
melaui penghambatan faktor Xa oleh antitrombin, karena umumnya molekulnya tidak cukup
panjang untuk mengkatalisis penghambatan trombin.
Terhadap lemak darah, heparin bersifat lipotropik yaitu memperlancar transfer lemak
darah ke dalam depot lemak. Aksi penjernih ini terjadi karena heparin membebaskan enzim-
enzim yang menghidrolisis lemak, salah satu diantaranya ialah lipase lipoprotein ke dalam
sirkulasi serta menstabikan aktivitasnya. Efek lipotropik ini dapat dihambat oleh protamin.
Pengaruh heparin terhadap hasi lpemeriksaan darah. Bila ditambahkan pada darah,
heparin tidak mengubah hasil pemeriksaan rutin kimia darah, tetapi heparin mengubah bentuk
eritrosit dan leukosit. Uji fraglitas tidak dapat dilakukan pada darah berheparin karena heparin
mencegah hemolisis. Hitung leukosit darah yang bercampur heparin in-vitro harus dilakukan
dalam dua jam, sebab setelah 2 jam leukosit dapat menghilang. Nilai laju endap eritrosit darah
berheparin juga berbeda dibandingkan darah dengan senyawa oksalat atau sitrat.
Sampel darah yang diambil melalui kanula IV, yang sebelumnya secara intermiten dilalui
larutan garam berheparin, mengandung kadar asam lemak bebas yang mengikat. Hal ini
menghambat ikatan protein plasma dari obat-obat lipofilik misalnya propanolol, kuinidin,
fenitoin dan digoksin sehingga mempengaruhi pengukuran kadar obat-obat tersebut.
Efek lain. Heparin dilaporkan menekan kecepatan sekresi aldosteron, meningkatkan
kadar tiroksin bebas dalam plasma, menghambat aktivator fibrinolitik, menghambat
penyembuhan luka, menekan imunitas seluler, menekan reaksi hospes terhadap graft dan
mempercepat penyembuhan luka bakar.
Monitoring terapi. Agar obat efektif mencegah pembekuan dan tidak menimbulkan
perdarahan maka diperlukan penentuan dosis yang tepat, pemeriksaan darah berulang dan tes
laboratorium yang dapat dipercaya hasilnya. Pada saat ini telah dipercaya bahwa dosis keci
heparin yang diberikan subkutan untuk mencegah emboli vena tidak memerlukan pemeriksaan
darah berulang. Akan tetapi karena respon pasien terhadap heparin bervariasi maka mungkin 1
atau 2 tes untuk aktifitas heparin diperlukan pada permulaan pengobatan. Monitoring
pemeriksaan laboratorium mungkin diperlukan bila dosis standar heparin diberikan secara
intermiten IV atau secara infuse IV. Berbagai tes yang dianjurkakn untuk memonitor pengobatan
dengan heparin ialah waktu pembekuan darah, PT (Partial thromboplastin time), atau aPTT
(activated partial thromboplastin time). Tes aPTT ialah yang paling banyak dilakukan.
Trombosis umumnya dapat dicegah bila aPTT 1,8-2,5 kali nilai normal.

FARMAKOKINETIK
Heparin tidak diabsorbsi secara oral, karena itu diberikan secara SK atau IV. Pemberian
secara SK biovailabilitasnya bervariasi, mula kerjanya lambat 1-2 jam tetapi masa kerjanya lebih
lama. Heparin berat molekul rendah diabsorbi lebih teratur. Suntikan IM dapat menyebabkan
hematom yang besar pada tempat suntikan dan absorbsinya tidak teratur serta tidak dapat
diramalkan. Efek antikoagulan segera timbul pada pemberian suntikan bolus IV dengan dosis
terapi, dan terjadi kira-kira 20-30 menit setelah suntikan SK. Heparin cepat dimetabolisme
terutama di hati, massa paruhnya tergantung dari dosis yang digunakan, suntikan IV 100,400
atau 800 unit/kgBB memperlihatkan masa paruh masing-masing kira-kira 1, 2 dan 5 jam. Masa
paruh mungkin memendek pada pasien emboli paru dan memanjang pada pasien sirosis hepatis
atau penyakit ginjal berat. Heparin berat molekul rendah mempunyai masa paruh yang lebih
panjang daripada heparin standar. Metabolit inaktif dieksresi melalui urin. Heparin dieksresi
dalam bentuk utuh melalui urin hanya bila digunakan dosis besar IV. Pasien emboli paru
memerlukan dosis heparin yang lebih tinggi karena klirens yang lebih cepat. Terdapat variasi
individual dalam efek antikoagulan yang ditimbulkan maupun dalam kecepatan klirens obat.
Heparin tidak melalui plasenta dan tidak terdapat dalalm air susu ibu.

EFEK SAMPING DAN INTOKSIKASI


Bahaya utama pemberian heparin ialah perdarahan. Meskipun dahulu dilaporkan
perdarahan terjadi 1%--33% pasien yang mendapat heparin, penelitian akhir-akhir ini pada
pasien tromboemboli vena yang mendapat heparin IV terjadi pada kurang dari 3% pasien.
Insidens perdarahan tidak meningkat pada pasien yang mendapat heparin berat molekul rendah.
Jumlah episode perdarahan nampaknya meningkat dengan meningkatnya dosis total per hari dan
dengan derajat perpanjangan aPTT, meskipun pasien dapat mengalami perdarahan dengan nilai
aPTT dalam kisaran terapeutik. Dalam hal ini perdarahan kadang-kadang disebabkan oleh oprasi
baru, adanya trauma, penyakit tukak peptik atau ganguan fungsi trombosit. Terjadinya
perdarahan dapat dikurangi dengan: 1) mengawasi/mengatur dosis obat; 2) menghindari
penggunaan bersamaan dengan obat aspiri,; 3) seleksi pasien; 4) memperhatikan kontraindikasi
pemberian heparin. Selama masa tromboemboli akut, resistensi atau toleransi terhadap heparin
dapat terjadi dank arena itu efek antikoagulan harus dimonitor dengan tes pembekuan darah
misalnya aPTT. Perdarahan antara lalin dapat berupa perdarahan saluran cerna atau hematuria.
Wanita usia lanjut dengan pasien gagal ginjal umumnya lebih mudah mengalami komplikasi
perdarahan. Ekimosis dan hematom pada tempat suntikan dapat terjdi baik setelah pemberian
heparin secara SK atau IM.
Perdarahan ringan akibat heparin biasanya cukup diatasi dengan menghentika pemberian
heparin. Tetapi perdarahan yang cukup berat perlu dihentikan secara cepat dengan pemberian
protamin sulfat, suatu antagonis heparin yang diberikan melaui infuse IV secara lambat.
Protamin sulfat ialah suatu basa kuat yang dapat mengikat dan menginaktivasi heparin,
tetapi zai ini juga memiliki efek antikoagulan da memperpanjang waktu pembekuan karena
protamin juga berinteraksi dengan trombosit, fibrinogen dan protein plasma lainnya. Oleh Karen
aitu jumlah protamin yang diberikan untuk menetralkan heparin harus seminimal mungkin,
umumnya sekitar 1 mg protamin untuk 100 U heparin.
Protamin digunakan secara rutin untuk melawan efek antikoagulan heparin setelah
operasi jantung dan tindakan lain pada pembuluh darah. Reaksi anafilaktik terjadi pada 1%
pasien diabetes militus yang pernah insulin yang mengandung protamin, tetapi kejadian tersebut
juga dapat terjadi pada kelompok pasien lainnya. Reaksi lain yang lebih jarang terjadi
vasokonstriksi paru, gangguan fungsi ventrikel kiri, hipotensi sistemik dan netropenia sementara.
Reaksi ini berlangsung segera dan menetap kira-kira 2 jam. Karena efek heparin lebih lama dari
efek protamin maka perdarahan dapat kambuh terutama pada pasien pascabedah, sehingga
diperlukan suntikan prtamin berikutnya.

INDIKASI
Heparin diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan trombosis vena dan emboli
paru. Heparin digunakan untuk pengobatan trombosis vena dan emboli paru karena mula
kerjanya cepat. Pada saat permulaan pengobatan biasanya juga diberikan suatu antikoagulan oral,
dan heparin dilanjutkan sekurang-kurangnya 4-5 hari untuk memungkinkan antikoagulan oral
mencapai efek terapeutik. Penggunaan heparin jangka panjang juga dapat bermanfaat bagi pasien
yang mengalami tromboemboli berulang meskipun telah mendapat antikoagulan oral. Heparin
digunakan untuk pengelolaan awal pasien angina tidak stabil atau infark miokard akut, selama
sesudah angioplasty koroner atau pemasangan stent, dan selama operasi yang membutuhkan
bypass kardiopulmonar, heparin juga digunakan untuk pasien disseminated intravascular
coagulation (DIC) tertentu.
Heparin dosis rendah efektif untuk pencegahan tromboemboli vena pada pasien berisiko
tinggi, misalnya operasi tulang.
Preparat heparin berat molekul rendah seperti enoksaparin, dalteparin diindikasikan untuk
pencegahan tromboemboli vena. Selain itu akhir-akhir ini dibuktikan juga efektif untuk
pengobatan trombosis vena, emboli paru, dan angin atidak stabil. Kelebihan heparin berat
molekul rendah dibandingkan heparin standar karena memiliki profil farmakokinetik yang lebih
dapat diprediksi, sehingga memungkinkan penggunaan subkutan dengan dosis berdasarkan berat
badan tanpa memerlukan pemantauan laboratorium yang ketat. Keuntungan lain dari heparin
berat molekul rendah adalah lebih rendahnya insiden trombositopenia yang diinduksi heparin,
dan kemungkinan lebih rendahnya risiko perdarahan dan osteopenia.
Heparin merupakan obat terpilih untuk wanita hamil yang memerlukan antikoagulan,
karena berbeda dengan warfarin, heparin tidak melalui plasenta dan tidak menimbulkan cacat
bawaan. Selain itu heparin nampaknya tidak meningkatkan insiden kematian janin atau
menyebabkan lahir prematur. Paling baik pemberiannya secara subkutan. Bila memungkinkan,
pemberian heparin dihentikan 24 jam sebelum melahirkan untuk memperkecil kemungkinan
perdarahan pascasalin. Keamanan dan efektivitas heparin berat molekul rendah selama
kehamilan belum diketahui dengan jelas.

KONTRAINDIKASI
Heparin dikontraindikasikan pada pasien yang sedang mengalami perdarahan atau
cenderung mengalami perdarahan misalnya: pasien hemophilia, premeabilitsa kapiler yang
meningkat, threatened abortion, endokarditis bakterial subakut, perdarahan intrakranial, lesi
ulseratif terutama pada saluran cerna, anestesia lumbal atau regional, hipertensi berat, syok.
Heparin tidak boleh diberikan selama atau sesudah operasi mata, otak atau medulla spinal, dan
pasien yang mengalami pungsi lumbal atau anestesi blok. Heparin juga dikontraindikasikakn
pada pasien yang mendapat dosis besar etanol, peminum alcohol dan pasien yang hipersensitif
terhadap heparin. Meskipun heparin tidak melalui plasenta, obat ini hanya digunakan untuk
wanita hamil bila memang benar-benar diperlukan.

POSOLOGI
Untuk pengobatan dengan tromboemboli vena dimulai dengan satu suntikan bolus 5000
U, diikuti dengan 1200-1600 U/jam yang diberikan melalui infuse IV. Terapi dipantau secara
rutin dengan pemeriksaan aPTT. Kisaran terapeutik standar umumnya dicapai bila kadar heparin
plasma 0,3-0,7 U/mL yang ditentukan dengan suatu assay anti-faktor Xa. Umumnya
diasumsikan efek terapeutik tercapai bila waktu pembekuan 1,8-2,5 kali nilai normal aPTT. Pada
pasien yang tidak mencapai terapeutik dalam 24 jam pertama, risiko kambuhnya tromboemboli
lebih besar. Pada awal pengobatan aPTT perlu diukur dan kecepatan infuse disesuaikan tiap 6
jam; penyesuaian dosis dapat dibantu dengan suatu nomogram. Bila dosis mantap sudah dicapai
cukup dilakukan pemantauan tiap hari.
Dosis heparin yang sangat tinggi dibutuhkan untuk mencegah pembekuan selama bypass
kardiopulmonal. Heparin secara subkutan dapat diberikan bagi pasien yang memerlukan
pengobatan antikoagulan jangka panjang tetapi warfin tidak boleh diberikan (misalnya selama
kehamilan). Dosis total sekitar 35.000 U/hari diberikan sebagai dosis terbagi tiap 8 atau 12 jam
biasanya cukup untuk mencapai nilai aPTT 1,5 kali nilai kontrol. Pemantauan umumnya tidak
perlu dilakukan bila dosis mantap sudah dapat ditentukan.
Untuk mencegah trombosis vena dan tromboemboli pada pasien yang peka, digunakan
heparin dosis rendah, disarankan 5000 U heparin diberikan secara subkutan tiap 8-12 jam.
Pemantauan laboratorium tidak diperlukan karena rangkaian pengobatan tersebut tidak
memperpanjang aPTT. Karena efek heparin berat molekul rendah minimal pada tes pembekuan
in vitro, pemantau tidak dilakukan secara rutin. Pasien dengan gagal ginjal lanjut membutuhkan
pemantauan dengan assay anti-faktor Xa karena masa paruh heparin berat molekul rendah pada
keadaan tersebut mungkin memanjang.

2.2 ANTIKOAGULAN ORAL


Dalam golongan ini dikenal dikenal 4-hidroksi-kumarin dan derivat indan 1,3-dion.
Perbedaan utama antara kedua derivat tersebut terletak pada dosis, mula kerja dan efek
sampingnya sedagkan mekanisme kerjanya sama.

MEKANISME KERJA
Antikoagulan oral merupakan antagonis vitamin K. vitamin K ialah kofaktor yang berperan
dalam aktivasi faktor pembekuan darah II, VII, IX dan X yaitu dalam mengubah residu asam
glutamat menjadi residu asam gama-karboksiglutamat. Untuk berfungsi vitamin K mengalami
siklus oksidasi dan residu di hati. Antikoagulan oral mencegah reduksi vitamin K teroksidasi
sehingga aktivasi faktor-faktor pembekan darah tergangu atau tidak terjadi.
Karen efek antikoagulan oral berdasarkan penghambatan produksi faktor pembekuan,
jelaslah bahwa efeknya baru nyata setelah setidaknya 12 sampai 24 jam, yaitu setelah kadar
faktor-faktor tersebut menurun sampai nilai tertentu. Demikian juga perdarahan akibat takar lajak
antikoagulan oral, tidak dapat diatasi segera oleh vitamin K. untuk itu diperlukan transfuse darah
segar atau plasma.
Faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas. Respon terhadap antikoagulan oral dapat
dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya asupan vitamin K, banyaknya lemak yang terdapat
dalam makanan atau interaksi dengan obat lain. Bayi baru lahir, pasien dengan ganguan fungsi
hati lebih sensitif terhadap antikoagulan oral. Selain itu respon terhadap antikoagulan oral akan
ditingkatkan atau diperpanjang masa kerjanya pada pasien insufisiensi ginjal, demam dan
skorbut. Sebaliknya, terdapat juga pasien yang resisten terhadap antikoagulan oral yang
membutuhkan dosis 10 sampai 20 kali dosis lazim. Keadaan ini dihubungkan dengan kelaina
genetik. Penggunaan antikoagulan oral bersama kortikotropin atau kortikosteroid dapat
menyebabkan perdarahan berat.

INTERAKSI OBAT
Obat yang mengurangi respon terhadap antikoagulan oral. Dalam kelompok ini
terutama dikanal barbiturat, glutetimid dan rifampisin. Barbiturate menginduksi enzim mikrosom
di hati sehingga mengurangi masa paruh kemarin. Pada kebanyakan pasien efek ini nyata setelah
pemakaianbersama setelah 2 hari. Kadang-kadang efek baru terlihat setelah satu minggu.
Dipercepatnya metabolisme antikoagulan oral oleh obat tersebut di atas menyebabkan dosis
warfarin perlu ditingkatkan 2-4 kali lipat bertahap dalam waktu beberapa minggu untuk
mengembalikan afektivitasnya. Kemudian, sewaktu zat penginduksi tersebut dihentikan, dosis
warfarin harus diturunkan kembali secara bertahap pula.
Obat yang meningkatkan respon terhadap antikoagulan oral. Pada pasien yang
sedang dalam pengobatan dengan antikoagulan oral, pemakaian dosis besar salisilat dapat
menyebabkan perdarahan. Efek ini mungkin disebabkan oleh efek langsung salisilat berupa
iritasi lambung, penekanan fungsi trombosis atau karena hipoprotrombinemik maka keadaan ini
diatasi dengan pemberian vitamin K.
Antibiotik dan obat lalin yang mempengaruhi mikroflora usus dapat meningkatkan efek
antivitamin K dari antikoagulan oral sebab mikroflora usus merupakan sumber vitamin K. Tetapi
efek ini biasanya tidak terlihat kecuali bila terdapat defisiensi vitamin K pada makanan.
Beberapa jenis antiinflamasi antara lain fenilbutazon, sulfinpirazon dan asam mefenamat dapat
menggeser antikoagulan oral dari ikatannya dengan albumin plasma. Penggeseran ini
menyebabkan peningkatan sementara kadar antikoagulan oral bebas dalam darah; biotransformsi
dan eksresi juga meningkat sehingga masa paruh diperpendek. Selanjutnya akan dicapai kembali
taraf mantap baru dengan nilai kadar antikoagulan bebas di dalam darah dan masa protombin
seperti sebelum terjadi interaksi obat. Meskipun hanya bersifat sementara, peningkatan kadar
antikoagulan oral bebas dalam darah ini dapat menyebabkan perdarahan berat. Karen aitu
diperlukan pemeriksaan waktu perotombin secara berkala selama pengobatan.

FARMAKOKINETIK
Semua derivat 4-hidroksikumarin dan derivat inden 1,3-dion dapat diberikan per oral.
Warfarin juga diberikan IM atau IV. Absorbs dikumarol dari saluran cerna lambat dan tidak
sempurna, sedangkan warfarin diabsorbsi lebih cepat dan hampir sempurna. Kecepatan absorbsi
berbeda untuk tiap individu. Dalam darah dikumarol dan warfarin hampir seluruhnya terikat
pada albumin plasma, ikatan ini tidak kuat dan mudah digeser oleh obat tertentu misalnya
fenilbutazon dan asam mefenamat. Hanya sebagian kecil dikumarol dan warfarin juga terdapat
dalam bentuk bebas dalam darah, sehingga degradasi dan eksresi makin lambat. Masa paruh
warfarin 48 jam, sedangkan masa paruh dikumarol 10-30 jam. Masa paruh dekumarol sangat
bergantung dosis berdasarkan faktor genetic berbeda pada masing-masing individu. Dikumarol
dan warfin ditimbun terutama di paru-paru, hati, limpa dan ginjal.
Efek terapi baru tercapai 12-24 jam setelah kadar puncak obat dalam plasma, karena
diperlukan waktu untuk mengosongkan faktor-faktor pembekuan darah dalam sirkulasi. Makin
besar dosis awal, makin cepat timbulnya efek terapi, tetapi dosis harus tetap dibatasi agar tidak
sampai menimbulkan efek toksik. Lama kerja sebanding dengan masa paruh obat dalam plasma.
Dikumarol dan warfin mengalami hidroksilasi oleh enzim retikulumendoplasma hati
menjadi bentuk tidak aktif. Eksresi dalam urun terutama dalam bentuk metebolit, anisindion
dapat menyebabkan urin berwarna merah jingga. Bagian yang tidak diabsorbsi di eksresi melaui
tinja. Antikoagulan kumarin dapat melewati sawar uri. Pemberian antepartum memungkinkan
terjadinya hipoprotombinemia berat pada neonates. Obat-obat ini juga disekresi ke dalam ASI,
tetapi waktu protombin pada bayi tidak dipengaruhi secara bermakna.

EFEK SAMPING
Efek toksik yang paling sering akibat pemakaian atikoagulan oral ialah perdarahan
dengan frekuensi kejadian 2-4%. Namun, perdarahan juga dapat terjadi pada dosis terapi karena
itu pemberian antikoagulan oral harus disertai pemeriksaan waktu protombin dan pengawasan
terhadap terjadinya perdarahan.
Perdarahan paling sering terjadi di selaput lender, kulit, saluran cerna dan saluran kemih.
Hematuri sering terjadi tanpa ganguan fungsi ginjal, dapat disertai dengan kolik dan hematom
intrarenal. Gejala perdarahan yang mungkin timbul ialah ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi,
hemoptisis, perdarahan serebral, perdarahan paru, uterus dan hati. Kurang lebih 25% dari
kematian akibat penggunaan antikoagulan kumarin disebabkan oleh perdarahan berat di saluran
cerna, biasanya berasal dari tukak peptik atau neoplasma.
Pada perdarahan, tindakan pertama ialah menghentikan pemberian antikoagulan.
Perdarahan hebat memerlukan suntikan vitamin K1 (filokuinon) IV, dan biasanya perdarahan
dapat diatasi dalam beberapa jam setelah penyuntikan. Perdarahan yang tidak terlampau berat
cukup dengan dosis tunggal 1-5mg, tetapi untuk perdarahan berat dapat diberikan dosis 20-
40mg, jika perlu dosis dapat ditambah setelah 4 jam. Pemakaian vitamin K 1 harus dibatasi untuk
kasus-kasus perdarahan yang berat saja, karena pasien mungkin menjadi refrakter berhari-hari
terhadap terapi ulang dengan antikoagulan oral.

INDIKASI
Seperti halnya heparin, antikoagulan oral berguna untuk pencegahan dan pengobatan
tromboemboli. Antikoagulan oral digunakan untuk mencegah progresivitas atau kambuhnya
trombosis vena dalam atau emboli paru setelah terapi awal dengan heparin. Antikoagulan oral
juga efektif untuk mencegah tromboemboli vena pada pasien yang mengalami operasi tulang
atau ginekologik, dan mencegah terjadinya emboli pada pasien infark miokard akut, katup
jantung buatan, atau fibrilasi atrium kronik. Untuk pengobatan trombosis vena, heparin
umumnya dilanjutkan untuk sekurang-kurangnya 4-5 hari setelah terapi antikoagulan oral
dimulai dan sampai INR ada pada kisaran terapeutik selama 2 hari berturut-turut.
Uji klinik terkontrol memperlihatkan bahwa obat golongan ini mengurangi insidens
tromboemboli pada pasien dengan katup jantung buatan, efek terhadap tromboemboli ini
meningkat secara bermakna bila digunakan bersama dipiridamol 400mg/hari atau aspirin
325mg/hari. Tetapi kombinasi antikoagulan oral dengan aspirin meningkatkan kemungkinan
perdarahan.
KONTRAINDIKASI
Antikoagulan oral dikontraindikasikan pada penyakit-penyakit dengan kecenderungan
perdarahan, diskrasia darah, tukak saluran cerna, diverticulitis, colitis, endokarditis bakterial
subakut, keguguran yang mengancam, operasi otak dan medula spinalis, anestesia lumbal,
defisiensi vitamin K serta penyakit hati dan ginjal yang berat. Selain itu obat ini tidak dianjurkan
untuk pemakaian jangka panjang pada alkoholisme, pasien dengan pengobatan intensif salisilat,
hipertensi berat dan tuberculosis aktif. Pemberian antikoagulan oral pada wanita hamil dapat
menyebabkan perdarahan pada neonatus, juga dilaporkan terjadinya embriopati misalnya
konroplasia pungtata pada janin. Pasien payah jantung sering kali lebih sensitif terhadap
antikoagulan oral, sehingga mungkin diperlukan pengurangan dosis.

POSOLOGI
Natrium Warfarin: oral, IV. Masa protombin harus ditentukan sebelum mulai terapi dan
selanjutnya tiap hari sampai respon stabil. Setelah taraf mantap tercapai masa protombin harus
tetap diperiksa dengan interval tertentu secara teratur. Pengobatan umumnya dimulai dengan
dosis kecil 5-10mg/hari, selanjutnya didasarkan pada masa protombin. Dosis pemeliharan
umumnya 5-7mg/hari.
Dikumarol: oral, dosis dewasa 200-300 mg pada hari pertama, selanjutnya 25-100
mg/hari tergantung hasil pemeriksaan waktu protombin. Penyesuaian dosis mungkin perlu sering
dilakukan selama 7-14 hari pertama dan masa protombin harus ditentukan tiap hari selama masa
tersebut. Dosis pemeliharaan 25-150 mg/hari.
Anisindion: oral, dosis dewasa 300 mg pada hari pertama, 200 mg pada hari kedua dan
100 mg pada hari ketiga. Dosis pemeliharaan biasanya 25-250 mg/hari.

2.3 ANTIKOAGULAN PENGIKAT ION KALSIUM


Natrium sitrat dalam darah akan mengikat kalsium menjadi kompleks kalsium sitrat.
Bahan ini banyak digunakan dalam darah untuk transfuse karena tidak toksik. Tetapi dosis yang
terlalu tinggi, umpamanya pada transfui darah sampai 1.400 mL dapat menyebabkan depresi
jantung. Asam oksalat dan senyawa oksalat lainnya digunakan untuk antikoagulan in vitro,
sebab terlalu toksis untuk penggunaan in vivo. Natrium edetat mengikat kalsium menjadi
kompleks dan bersifat sebagai antikoagulan.
3. ANTITROMBOTIK
Antitrombotik adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosis sehingga menyebabkan
terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan pada system arteri.

ASPIRIN
Aspirin menghambat system tromboksan A2 (TXA2) di dalam trombosit dan prostasiklin
(PGI2) di pembuluh darah dengan menghambat secara ireversibel enzim siklooksigenase (akan
tetapi siklooksigenase dapat dibentuk kembali oleh sel endotel). Penghambatan enzim
siklooksigenase terjadi karena aspirin mengasetilasi enzim tersebut. Aspirin dosis keci hanya
dapat menekan pembentukan TXA2, sebagai akibatnya terjadi pengurangan agregasi trombosit.
Sebagai antitrombotik dosis efektif aspirin 80-320 mg per hari. Dosis lebih tinggi selain
meningkatkan toksisitas (terutama perdarahan), juga menjadi kurang efektif karena selain
menghambat TXA2 juga menghambat pembentukan prostasiklin.
Pada infark miokard akut nampaknya aspirin bermanfaat untuk mencegah kambuhnya
miokard infark yang fatal maupun nonfatal. Pada pasien TIA penggunaan aspirin jangka panjang
juga bermanfaat untuk mengurangi kekambuhan TIA, stroke karena penyumbatan atau kematian
akibat ganguan pembuluh darah. Berkurangnya kematian terutama jelas pada pria.
Efek samping aspirin misalnya rasa tidak enak di perut, mual, dan perdarahan saluran
cerna biasanya dapat dihindarkan bila dosis per hari tidak lebih dari 325 mg. penggunaan
bersama antasid atau antagonis H2 dapat mengurangi efek tersebut. Obat ini dapat menggangu
hemostatis pada tindakan operaszdan bila diberikan bersama heparin atau antikoagulan oral
dapat meningkatkan risiko perdarahan. Sekarang tersedia aspirin tablet salut enterik 100 mg
untuk pencegahan trombosis pada pasien dengan risiko trombosis yang tinggi.

DIPIRIDAMOL
Dipiridamol menghambat ambilan dan metabolisme adenosin oleh eritrosit dan sel
endotel pembuluh darah, dengan demikian meningkatkan kadarnya dalam plasma. Adenosin
menghambat fungsi trombosit dengan merangsang adenilat siklase dan merupakan vasodilator.
Dipiridamol juga memperbesar efek antiagregasi prostasiklin. Karena dengan dosis yang
diperlukan untuk menghambat agregasi trombosit kira-kira 10% pasien mengalami flushing dan
sait kepala, maka sering diberikan dosis dipiridamol yang lbih kecil bersama aspirin atau
antikoagulan oral. Dipiridamol sering digunakan bersama heparin pada pasien dengan katup
jantung buatan. Obat ini juga banyak digunakan bersama aspirin pada pasien infark miokard akut
untuk mencegah prevasi sekunder dan pada pasien TIA untuk mencegah stroke.
Efek samping paling sering yaitu sakit kepala biasanya jarang menimbulkan banyak
masalah dengan dosis yang digunakan sebagai anti trombotik. Bila digunakan untuk pasien
angina pektoris, dipiridamol kadang-kadang memperberat gejala karena terjadinya fenomena
coronary steal. Efek samping ialah pusing, sinkop, dan ganguan saluran cerna.

TIKLODIPIN
Tiklodipin menghambat agregasi trombosis yang diinduksi oleh ADP. Inhibisi maksimal
agregasi tromboosit baru terlihat setelah 8-11 hari terapi. Berbeda dari aspirin, tiklodidipin tidak
mempengauhi metabolisme prostaglandin. Dari uji klinik secara acak dialporkan adanya manfaat
tiklodipin untuk pencegahan kejadian vaskuler pada pasien TIA, stroke, dan angina pektoris
tidak stabil.
Efek samping yang paling sering mual, muntah, dan diare. Yang dapat terjadi sampai
20% pasien. Selain itu antara lain dapat terjadi perdarahan (5%) dan yang paling berbahaya
leukopeni (1%). Leucopenia dapat dideteksi dengan pematauan hitung jenis leukosit selama 3
bulan pertama pengobatan. Trombositopenia juga dilaporkan sehingga perlu dipautau hitung
trombosit. Dosis tiklodipin umumnya 250 mg 2 kali sehari. Agar mula kerja lebih cepat yang ada
menggunakan dosis muat 500 mg. tiklodipin terutama bermanfaat untuk pasien yang tidak dapat
mentoleransi aspirin. Karena tiklodipin mempunyai mekanisme kerja yang berbeda dari aspirin,
maka kombinasi kedua obat diharapkan dapat memberikan efek aditif atau sinergistik.

KLOPIDOGREL
Obat ini sangat mirip dengan tiklodipin dan nampaknya lebih jarang menimbulkan
trombositopenia dan leucopenia dibandingkan tiklodipin. Klopidogrel merupakan produg dengan
mula kerja lambat. Dosis umumnya 75 mg/hari dengan atau tanpa dosis muat 300 mg. untuk
pencegahan berulangnya stroke kombinaasi klopidogrel dengan aspirin nampaknya sama efektif
dengan kombinasi tiklodipin dan aspirin.
-BLOKER
banyak uji klinik dilakukan dengan -bloker untuk profilaksis infark miokard atau aritmia
setelah mengalami infark pertama kali. Dari The Norwegian Multicenter Study dengan timolol
didapatkan bahwa obat ini dapat mengurangi secara bermakna jumlah kematian bila diberikan
pada pasien yang telah mengalami infark miokard. Akan tetapi tidak dapat dipastikan apakah
hasil tersebut disebabkan oleh efek langsung timolol pada pembekuan darah.

4. TROMBOLITIK
Berbeda dengan antikoagulan yang mencegah terbentuk dan meluasnya tromboemboli,
trombolitik melarutkan trombus yang sudah terbentuk. Agar efektif trombolitik harus diberikan
sedini mungkin. Indikasi golongan obat ini ialah untuk infark miokard akut, trombosis vena
dalam dan emboli paru, tromboemboli arteri, melarutkan bekuan darah pada katup jantung
buatan dan kateter intravena.
Untuk pasien infark miokard akut agar reperfusi tercapai obat harus diberikan dalam 3-4
jam setelah timbulnya gejala. Tetapi bila penyumbatan arteri koronaria bersifat subtotal atau
terbentuk sirkulasi kolateral yang baik, trombolitik dapat dimuali lebih lambat. Penelitian
terbatas menunjukan pengurangan mortalitas masih terjadi bila trombolitik diberikan dalam 24
jam setelah gejala. Pasien infark miokard akut memerlukan trombolitik bila nyeri dada timbul
sekurang-kurangnya selama 30 menit dan peningkatan segmen ST presisten dan refraktar
trehadap nitrogliserin sublingual. Untuk pasien trombosis vena, trombolitik hanya bermanfaat
bila trombus kurang dari 7 hari, sedangkan untuk pasien emboli paru indikaski utama obat ini
ialah untuk emboli paru massif dan akut yang dapat mengancam jiwa. Trombolitik mungkin juga
diindikasikan untuk pasien emboli paru ringan yang juga berpenyakit jantung atau paru-paru.
Obat-obat yang termasuk golongan trombolitik ialah streptokinase, urokinase, aktivator
plasminogen, rt-PA (Recombinant Human Tissue-Type Plaminogen Activator). Kelompok obat
ini sangat mahal.
Monitoring terapi. Sebelum pengobata dimulai heparin harus dihentikan (keciali pada
pasien infark miokard akut yang memerlukan pengobatan segera) dan selanjutnya dilanjutkan
pemeriksaan laboratorium yanti waktu trombin (trombin time, TT), prontombintime (PT),
Activated partial thromboplastin time (aPTT), hematokrit, kadar fibrinogen dan hitung trombosit,
untuk menentukan ada tidaknya perdarahan. TT dan aPTT harus kurangdari 2x nilai normal pada
awal terapi.
Efek samping. Trombolitik dapat menyebabkan perdarahan. Meskipun rt-PA
menyebabkan fibrigenolisis yang sangat sedikit dibandingkan dengan streptokinase dan
urokinase, selektivitas terhadap bekuan darah nampaknya tidak mengurangi risiko timbulnya
perdarahan. Bila perdarahan hebat obat harus dihentikan dan mungkin diperlukan transfuse
darah. Untuk mengatasi fibrinolisis dengan cepat dapat diberikan asam aminokaproat, suatu
inhibitor fibrinolisis secara IV lambat. Atas dasar kemungkinan terjadinya perdarahan
trombolitik sdapat mungkin dihindarkan pada pasien dengan pedarahan internal, stroke baru,
proses intracranial lain, hipertensi, ganguan hemostatik, kehamilan, dan operasi besar. Bradikardi
dan aritmia dapat terjaadi pada penggunaan obat ini pada pasien infark miokard akut, yang
biasanya dignakan sebagai petunjuk terjadinya reperfusi. Efek samping mual, muntah.
Streptokinase yang merupakan protein asing dapat menyebabkan reaksi alergi seperti pruritus,
urtikaria, flushing, kadang-kadang angioedema, bronkospasme. Reaksi alergi lambat seperti
demam, artralgia, sering dilaporkan.

STREPTOKINASE
Streptokinase berasal dari streptococcus C. Hemolyticus dan berguna untuk pengobatan
fase dini emboli paru akut dan infark miokard akut. Streptokinase mengaktivasi plasminogen
dengan cara tidak langsung yaitu bergabung terlebih dahulu dengan plasminogen untuk
membentuk kompleks aktivator. Selanjutnya kompleks aktivator tersebut mengkatalisis
perubahan plasminogen bebas menjadi plasmin. Kebanyakan pasien memiliki antibody terhadap
streptokinase sebagai akibat infeksi streptokokus sebelumnya.
Farmakokinetik. Masa paruhnya biafisik. Fase cepat 11-13 menit dan fase lambat 23 menit.
Dosis IV: dosis dewasa untuk infark miokard akut dianjurkan dosis total 1,5juta IUsecara infuse
selama 1 jam. Untuk trombosis vena akut atau emboli dapat diberikakn dosis muat 250.000 IU
secara infuse selama 30 menit diikuti dengan 100.000IU/jam (biasanya selama 24 jam pada
pasien emboli paru, 24-72 jam pada pasien trombosis arteri atau emboli dan sampai dengan 72
jam pada pasien trombosis vena dalam).
UROKINASE
Urokinase diisolasi dari urin manusia. Berbeda dengan streptokinase, urokinase langsung
mengaktifkan plasminogen. Selain terhadap emboli paru, urokinase juga digunakan untuk
tromboemboli pada erteri dan vena. Seperti streptokinase obat ini tidak bekerja spesifik terhadap
fibrin sehingga menimbulkan lisis sistemik (fibrinogenolisis dan destruksi faktor pembekuan
darah lainnya). Penggunaan urokinase bersama heparin menyebabkan insedens perdarahan yang
lebih besar (45%) dibandingkan dengan heparin saja (27%). Sebaiknya tidak diberikan pada
pasien emboli paru yang berumur lebih dari 50 tahun, pasien dengan riwayat penyakit
kardiopulmonal atau ganguan hemostasis berat.
Farmakokinetik. Bila diberikan infuse intravena urokinase mengalami klirens yang
cepat oleh hati. Masa paruh sekitar 20 menit. Sejumlah kecil obat dieksresi dalam empedu dan
urin. Dosis. Dosis yang dianjurkan adalah dosis muat 1.000-4.500 IU/kgBB secara IV
dilanjutkan dengan infuse IV 4.400 IU/kgBB/jam.

5. HEMOSTATIK
Hemostatik ialah zat atau obat yang digunakan untuk menghentikan perdarahan. Obat-
obat ini diperlukan untuk mengatasi perdarahan yang meliputi daerah yang luas. Pemilihan obat
harus dilakukan secara tepat sesuai dengan pathogenesis perdarahan. Bila daerah perdarahan
kecil, tindakan fisik seperti penekanan, pendinginan atau kauterisasi seringkali dapat
menghentikan perdarahan dengan cepat.
Perdarahan dapat disebabkan oleh defisiensi suatu faktor pembekuan darah yang bersifat
herediter misalnya defisiensi faktor antihemofilik (faktor VIII), dan dapat pula akibat defisiensi
banyak faktor yang mungkin sulit untuk didiagnosis dan diobati. Defisiensi satu faktor
pembekuan darah dapat diatasi dengan memberikan faktor yang kurang yang berupa konsentrat
darah manusia, misalnya faktor antihemofilik (faktor VIII)

5.1 HEMOSTATIK SISTEMIK


Dengan memberikan transfusi darah, sering kali perdarahan dapat dihentikan dengan
segera. Hal ini terjadi karena pasien mendaptkan semua faktor pembekuan darah yang terdapat
dalam transfuse. Keuntungan lain dari transfusi ialah perbaikan volume sirkulasi. Perdarahan
yang disebabkan oleh defisiensi faktor pembekuan darah tertentu dapat diatasi dengan
mengganti/memberikan faktor pembekuan yang kurang.

FAKTOR ANTIHEMOFILIK (FAKTOR VIII) DAN CRYOPRECIPITATED


ANTIHEMOPHILIC FACTOR
Kedua zat ini bermanfaat untuk mencegah perdarahan pada pasien hemofilia A dan pada
pasien yang darahnya mengandung penghambat faktor VIII. cryoprecipitated antihemophilic
factor didapat dari plasma donor tunggal dan kaya akan faktor VIII, fibrinogen dan protein
plasma lain. Akan tetappi jumlah faktor VIII yang dikandung bervariasi dan hal ini berbeda
dengan preparat konsentrat faktor antihemofilik yang mengandung faktor VIII dalam jumlah
baku. Selain itu pasien hemofilia A, cryoprecipitated antihemophilic factor juga dapat digunakan
untuk pasien dengan penyakit von Willebrad, penyakit herediter yang terdapat defisiensi faktor
VIII juga terdapat ganguan suatu faktor plasma yaitu kofaktor ristosin yang penting untuk adhesi
trombosit dan stabilitas kapiler. Kofaktor ristosin ini biasanya hilang selama proses pembuatan
sediaan konsentraf faktor antihemofilik.
Efek samping. cryoprecipitated antihemophilic factor mengandung fibrinogen dan
protein plasma lain dalam jumlah yang lebih banyak dari sediaan konsentrat faktor VIII,
sehingga kemungkinan terjadinya reaksi hipersensivitas lebih besar pula. Efek samping lain yang
dapat timbul pada penggunaan kedua jenis sediaan ini ialah hepatitis virus, anemia hemolitik,
hiperfibrinogenemia, menggigil dan demam.
Posologi. Kadar faktor antiheofilik 20-30% dari normal yang diberikan IV biasanya
diperlukan untuk mengatasi pemberian pada pasien hemofilia. Biasanya hemoptitis dicapai
dengan dosis tunggal 15-20 unit/kgBB. Untuk perdarahan ringan pada otot dan jarigan lunak,
diberikan dosis tunggal 10 unit/kgBB. Pada pasien hemofilia sebelum operasi diperlukan kadar
antihemofilik sekurang-kurangnya 50% dari normal, dan pascabedah diperlukan kadar 20-25%
dari normal untuk 7-10 hari.

FIBRINOGEN
Sedian ini hanya digunakan bila dapat ditentukan kadar fibrinogen dalam pasien, dan
daya pembekuan yang sebenarnya. Fibrinogen mungkin diberikan pada pasien sebagai plasma,
cryoprecipitate faktor VIII atau konsentrat faktor VII (lyophilized).
VITAMIN K
Sebagai hemostatik, vitamin K memerlukan waktu untuk dapat menimbulkan efek, sebab
vitamin K harus merangsang pembentukan faktor-faktor pembekuan darah lebih dahulu.

ASAM AMINOKARPORAT
Asam aminokarporat merupakan penghambat bersaing dari aktivator plasminogen dan
penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen, fibrin dan faktor
pembekuan darah lain. Oleh karena itu asam aminokarporat dapat membantu mengatasi
perdarahan berat akibat fibrinolisis yang berlebihan. Dugaan akan adanya fibrinolisis yang
berlebihan dapat didasarkan atas hasil tes laboratorium berupa TT dan PT yang memanjang,
hipofibrinogenemia atau kadar plasminogen yang menurun. Akan tetapi beberapa dari hasil
laboratorium di atas biasanya didapatkan pula pasien DIC, yang merupakan kontraindikasi
pemberian asam aminokarporat, karena dapat menyebabkan pembentukan trombus yang
mungkin bersifat fatal. Oleh karena itu asam aminokarporat hanya digunakan untuk mengatasi
perdarahan fibrinolisis berlebihan yang bukakn disebabkan oleh DIC. Bila terdapat keraguan,
kriteria untuk membedakan kedua keadaan tersebut adalah hitung trombosit, tes parakoagulasi
protamin dan lisis bekuan euglobulin. Pada DIC: hitung trombosit menurun, tes prakoagulasi
protamin positif dan lisis bekuan euglobulin normal.
Farmakokinetik. Asam aminokarporat diabsorbsi secara baik per oral dan juga dapat
diberikan IV. Obat ini dieksresikan dengan cepat melalui urin, sebagian besar dalam bentuk asal.
Kadar puncak setelah pemberian per oral dicapai kurang dari 2 jam setelah dosis tunggal.
Indikasi. Asam aminokarporat digunakan untuk mengatasi hematuria yang berasal dari
kandung kemih, prostat atau uretra. Pada pasien yang mengalami prostatektomi transurethral
atau suprapubik, asam aminokarporat mengurangi hematuri pasca bedah secara bermakna. Akan
tetapi penggunaanya harus dibatasi pada pasien dengan perdarahan berat dan yang penyebab
perdarahannya tidak dapat diperbaiki. Asam aminokarporat juga dapat digunakan sebagai
antidotum untuk melawan efek trombolitik streptokinase dan urokinase yang merupakan
aktivator plasminogen. Asam aminokarporoat dialporkan bermanfaat untuk pasien hemofilia
sebelum dan sesudah ekstrasi gigi dan perdarahan lain karena trauma di dalam mulut.
Efek samping. Asam aminokaproat dapat menyababkan pruritus, eritema, ruam kulit,
hipotensi, dispepsia, mual, diare, hambatan ejakulasi, eritema kunjungtiva, dan hidung
tersumbat. Efek samping yang paling berbahaya ialah trombosis umum, karena itu pasien yang
mendapat obat ini harus diperiksa mekanisme hemostatiknya.
Posologi. Dosis dewasa dimulai dengan 5-6 gr er oral atau infuse IV secara lambat, alu 1
g tiap jam atau 6 g tiap 6 jam bila fungsi ginjal normal. Dengan dosis tersebut dihasilkan kadar
terapi efektif 13mg/dL plasma. Pada pasien penyakit ginjal atau oligouri diperlukan dosis lebih
kecil. Anak-anak, 100 mg/kgBB tiap 6 jam untuk 6 hari. Bila digunakan IV, asam aminokaproat
harus dilarutkan dengan larutan NaCL, dekstrosa 5% atau larutan Ringer. Namun, masih
diperlukan bukti lebih lanjut mengenai keamanan penggunaan obat ini untuk jangka panjang
dengan dosis di atas.

ASAM TRANEKSAMAT
Obat ini merupakan analog asam aminokaproat mempunyai indikasi dan mekanisme
kerja yang sama dengan asam aminokaproat tetapi 10 kali lebih potent dengan efek samping
yang lebih ringan.
Farmakokinetik. Asam traneksamat cepat diabsorbsi dari saluran cerna. Samai 40% dari
satu dosis oral dan 90% dari satu dosis IV dieksresikan melalui urin 24 jam. Obat ini dapat
melalui sawar uri. Posologi: dosis yang dianjurkan 0,5-1 g, diberikan 2-3 kali sehari secara IV
lambat sekurang-kurangnya dalam waktu 5 menit. Cara pemberian lain per oral, dosis 15
mg/kgBB diikiti dengan 30 mg/kgBB tiap 6 jam. pada pasien gagal ginjal dosis dikurangi.

Anda mungkin juga menyukai