Disusun Oleh:
Muhammad Yogi Prastowo (G1F014065)
Laksmi Ayu Kusumarati
(G1F014067)
Kintyas Asokawati
(G1F014069)
A.PENDAHULUAN
Glutamat adalah asam amino nonesensial yang berfungsi sebagai neurotransmiter pemicu
(excitatory) utama di otak. Glutamat tidak dapat menembus sawar darah otak dan tidak
disuplai dari system sirkulasi. Karena itu, glutamat disintesis di otak dari prekursornya, yaitu
glutamin dengan bantuan glutaminase atau aspartate dengan bantuan transaminase. Setelah
dilepaskan ke celah sinaptik, glutamin diambil kembali ke dalam presinaptik dengan bantuan
suatu transporter glutamate atau diambil oleh sel glia untuk siubah menjadi glutamin didalam
sel glia. Glutamin didalam sel glia kemudian dipompa keluar menuju saraf presinaptik untuk
disintesis kembali menjadi glutamat ( Ikawati, 2014 ).
KLASIFIKASI RESEPTOR GLUTAMAT
Reseptor glutamate terdiri dua famili besar, yaitu reseptor glutamat metabotropik
dan ionotropik. Berdasarkan kemiripan sekuens, farmakologi, maupun mekanisme signaling
intraselnya, reseptor glutamat terbagi lagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok I, II, dan
III. Kelompok I(terdiri atas reseptor glutamate mGlu1 dan mGlu5) terkait dengan Gq,
sedangkan kelompok II (mGlu2 dan mGlu3) dan kelompok III (mGlu4, mGlu6, mGlu7, dan
mGlu8) tergandeng dengan protein Gi (Ikawati, 2014)
Reseptor ionotropik adalah reseptor yang memediasi (menjadi perantara) respon
sinaptik cepat, dengan membuka ion channels (saluran-saluran ion). Reseptor ionotropik
dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu NMDA, AMPA, Kainate (Ikawati, 2014)
a. N-methyl D-aspartat (NMDA)
Reseptor NMDA merupakan aktivasi reseptor excitatory amino acid (EAA),
mendasari berbagai bentuk plastisitas sinaps (synaptic plasticity) yang berbeda.
Antagonis reseptor NMDA (misalnya: ketamine) terbukti sukses menghentikan fase
pemeliharaan (maintenance) dari selfsustaining status epilepticus (SE) pada tikus
(rats) (Anurogo,dkk.,2014)
b. -amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazile propionic acid (AMPA)
Reseptor AMPA disebut juga reseptor non-NMDA. Reseptor-reseptor nonNMDA dibagi menjadi reseptor quisqualate dan kainate, berdasarkan respon fisiologis
istimewaterhadap agonis alkaloid. Berbagai subtipe reseptor quisqualate,digambarkan
oleh pertaliannya (linkage) terhadap Na+-conducting channels (ionotropic site),
atau phosphoinositol (PI) hydrolysis (metabotropic site). Tempat ionotropik diaktivasi
Kelas yang pertama yaitu carbamate. Contoh dari kelas tersebut adalah
physostigmine, rivastigmine, dan eptastigmine. Physostigmine merupakan
salah satu dari contoh kelas carbamate yang lebih selektif terhadap
butyrylcholinesterase dibandingkan dengan acetylcholinesterase dan bersifat
reversible. Rivastigmine selektif terhadap acetylcholinesterase dan
butyrylcholinesterase dan bersifat pseudo irreversible. Eptastigmine juga
bersifat lebih selektif terhadap butyrylcholinesterase daripada
acetylcholinesterase dan bersifat reversible.
Kelas yang kedua yaitu kelas acridine. Contoh dari kelas tersebut adalah
tacrine dan velnacrine. Bersifat reversible dan lebih selektif terhadap
butyrylcholinesterase dibandingkan dengan acetylcholinesterase. Tacrine dan
velnacrine mempunyai afinitas yang lebih tinggi dan merupakan noncovalent
inhibitor.
Kelas ketiga yaitu kelas piperidine. Salah satu contoh dari piperidine yaitu
donepezil. Donepezil juga lebih selektif terhadap butyrylcholinesterase dan
bersifat reversible. Donepezil mempunyai komponen kompetitif dan
komponen non kompetitif.
Kelas keempat yaitu kelas organophosphate. Contoh dari kelas ini yaitu
metrifonate. Metrifonate membentuk ikatan kovalen yang bersifat irreversible
dengan substrat. Pada awalnya metrifonate akan bersifat kompetitif inhibitor,
namun pada tahap selanjutnya akan bersifat sebagai non kompetitif inhibitor.
Metrifonate lebih selektif terhadap butyrylcholinesterase daripada
acetylcholinesterase.
Kelas yang kelima yaitu kelas phenanthrene alkaloid dengan salah satu contoh
yaitu galantamine. Galantamine merupakan salah satu contoh dari
phenanthrene alkaloid yang bersifat reversible dan lebih selektif terhadap
D.OBAT-OBAT ALZHEIMER
1. Rivastigmine
Dosis : kapsul dengan dosis 1,5 mg, 3 mg, 4,5 mg, dan 6 mg.9 Selain itu tersedia juga
oral solution 2 mg/ml.
Mekanisme kerja : Pada pasien yang hipersensitif terhadap turunan carbamate,
sebaiknya rivastigmine tidak diberikan. Sedangkan pada pasien yang mempunyai
riwayat asma atau obstructive pulmonary disease, rivastigmine bisa digunakan.
Rivastigmine juga biasanya digunakan pada pasien dementia tipe Alzheimer yang
tidak sensitif terhadap acetylcholinesterase specific inhibitor
Efek samping : mual, muntah, anorexia,dan penurunan berat badan
2. Donepezil
3. Galatamin
E. DISKUSI
1.Astriana Dian Wahdani (G1F014035)
Jawab
aktivasi reseptor glutamat non-NMDA. Pada kondisi normal, kanal ion pada reseptor
NMDA diblok oleh ion Mg+. Jika glutamate dilepaskan dari saraf presinaptik,
pertama-tama glutamat akan berikatan dengan reseptor non-NMDA membuka kanal
ion Na+. Ion Na+ akan masuk dan menimbulkan depolarisasi parsial membran. Jika
cukup banyak, saraf presinaptik terpicu melepaskan glutamate, depolarisasi membran
pada saraf pascasinaptik menjadi cukup kuat untuk melepaskan ion Mg+ dari tempat
ikatannya dan membuka kanal pada reseptor NMDA. Selanjutnya, kedua reseptor
tersebut akan terbuka sebagai respons terhadap glutamate, menyebabkan aliran ion
Na+ dan Ca yang akan memicu proses selanjutnya di sel pascasinaptik
2. Nilta Dizzania (G1F014009)
Pertanyaan : Apa yang terjadi jika ion Na+ masuk ke reseptor glutamat?
Jawab : Ketika ion Na+ masuk maka akan terjadi depolarisasi parsial membran
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N.A., Reece, J.B., Mitchell, L.G. 2002. Biologi. Alih bahasa lestari, R. et al.
safitri, A., Simarmata, L., Hardani, H.W. (eds). Erlangga : Jakarta.
Chris G. Parsons, Albrecht Stoffler, Wojciech Danysz, 2007. Memantine: a NMDA receptor
antagonist that improves memory by restoration of homeostasis in the glutamatergic
system-too little activation is bad, too much is even worse. JOURNAL IN
NEUROPHARMACOLOGY. 53 (2007) 699-723
Dito Anurogo, Taruna Ikrar, 2014. The Neuroscience of Glutamate. MEDICAL JOURNAL
OF INDONESIA.5(2014)55-61
TERAPI