Anda di halaman 1dari 21

TINJAUAN PUSTAKA

ANTIKOAGULAN

Oleh
Fernando Wahyu

Pembimbing
Dr. dr. Salim Harris, Sp.S. K, FICA.
Dr. dr. Al Rasyid, Sp.S. K
dr. Taufik Mesiano, Sp.S. K

Program Studi Dokter Spesialis Farmakologi Klinik


Stase Neurologi dan Psikiatri
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 HEMOSTASIS
Hemostasis merupakan proses penghentian perdarahan secara spontan pada
pembuluh darah yang cedera. Dalam proses tersebut berperan faktor-faktor pem-
buluh darah, trombosit dan faktor pembekuan darah. Dalam proses ini pembuluh
darah akan mengalami vasokonstriksi, trombosit akan beragregasi membentuk
sumbat trombosit. Selanjutnya sumbat trombosit oleh fibrin yang dibentuk melalui
proses pembekuan darah akan memperkuat sumbat trombosit yang telah terbentuk
sebelumnya.1 Hemostasis normal tergantung pada keseimbangan yang baik dan
interaksi yang kompleks, diantara paling sedikit 5 komponen-komponen berikut :2
1. Pembuluh darah
2. Trombosit
3. Faktor-faktor koagulasi
4. Inhibitor
5. Sistem fibrinolisis

II.2 PROSES PEMBEKUAN DARAH


Dinding pembuluh darah mempunyai 3 lapisan, yaitu: Tunika intima yang
terdiri dari jaringan ikat endotelium dan subendotelium, tunika media dan tunika
adventitia.2
Pada pembuluh darah yang rusak, kaskade koagulasi secara cepat diaktifasi
untuk menghasilkan trombin yang akhirnya untuk membentuk fibrin yang padat
atau tidak larut dari fibrinogen yang larut/soluble.2
Koagulasi dimulai dengan dua mekanisme yang berbeda, yaitu proses aktivasi
kontak dan kerja dari tissue factor. Aktivasi kontak mengawali suatu rangkaian dari
reaksi-reaksi yang melibatkan faktor XII, faktor XI, faktor IX, faktor VIII,
prekalikrien, kalikrien, High Molecular Weight Kininogen (HMWK), dan platelet
factor 3 (PF-3). Reaksi-reaksi ini berperan untuk pembentukan suatu enzim yang
mengaktivasi faktor X, reaksi-reaksi tersebut dinamakan jalur intrinsik (Intrinsic
Pathway).
Sedangkan koagulasi yang dimulai dengan tissue factor, dimana suatu
interaksi antara tissue factor dengan faktor VII, akan menghasilkan suatu enzim
yang juga mengaktivasi faktor X, reaksi ini dinamakan jalur ekstrinsik (Extrinsic
Pathway).3,4
Dalam garis besar proses pembekuan darah berjalan melalui tiga tahap:5
1. Aktivasi tromboplastin
2. Pembentukan trombin dari protrombin
3. Pembentukan fibrin dari fibrinogen
Pada mekanisme ekstrinsik, tromboplastin jaringan (faktor III, berasal dari
jaringan yang rusak) akan bereaksi dengan faktor VIla yang dengan adanya
kalsium (faktor IV) akan mengaktifkan faktor X. Faktor Xa bersama-sama faktor
Va, ion kalsium dan fosfolipid trombosit akan mengubah protrombin menjadi
trombin. Oleh pengaruh trombin, fibrinogen (faktor I) akan diubah menjadi fibrin
monomer (faktor Ia) yang tidak stabil. Fibrin monomer, atas pengaruh faktor XIIIa
akan menjadi stabil dan resisten terhadap enzim proteolitik misalnya plasmin.
Pada mekanisme intrinsik, semua faktor yang diperlukan untuk pembekuan
darah berada di dalam darah. Pembekuan dimulai bila faktor Hageman (faktor XII)
kontak dengan suatu permukaan yang bermuatan negatif, misalnya kolagen suben-
dotel pembuluh darah yang rusak. Reaksi tersebut dipercepat dengan pembentukan
kompleks antara faktor XII, faktor Fitzgerald dan prekalikrein. Faktor XIIa
selanjutnya akan mengaktivasi faktor XI, dan faktor XIa bersama ion kalsium
akan mengaktivasi faktor IX. Faktor IX aktif, bersama-sama faktor VIII, ion
kalsium dan fosfolipid akan mengaktifkan faktor X. Urutan mekanisme pem-
bekuan darah selanjutnya sama seperti yang terjadi pada mekanisme ekstrinsik.5
Proses pembekuan darah akan dihentikan oleh sistem antikoagulan dan
fibrinolitik di dalam tubuh. Faktor-faktor yang menghentikan proses pembekuan
darah ialah:
1. Larutnya faktor pembekuan darah dalam darah yang mengalir
2. Klirens bentuk aktif faktor pembekuan darah yang cepat oleh hati
3. Umpan balik dimana trombin menghambat aktivitas faktor V dan VIII
4. Adanya mekanisme antikoagulasi alami terutama oleh AT-III, protein C dan
S
Antitrombin III (AT-III), suatu -2 globulin plasma, yang semula dikenal se-
bagai kofaktor heparin, merupakan inhibitor fisiologik yang utama terhadap
trombin dan bentuk aktif faktor-faktor pembekuan darah lain, termasuk faktor IXa,
Xa, XIa, XIIa. Untuk mempertahankan kecairan darah dan mencegah trombosis
diperlukan kadar normal AT-III dan ikatannya dengan bentuk aktif faktor-faktor
pembekuan darah. Defisiensi AT-III dapat terjadi secara heriditer. Selain itu kadar
AT-III mungkin menurun setelah operasi atau pada pasien koagulasi intravaskular
diseminata (diseminated intravascular coagulation, DIC), sirosis hepatis, sindrom
nefrotik, trombosis akut. Preparat kontrasepsi yang mengandung estrogen juga
mengurangi kadar AT-III.
Protein C dan S sintesisnya tergantung pada vitamin K. Protein C terikat pada
trombomodulin pada permukaan sel endotel dimana zat ini diaktivasi oleh trombin.
Protein C aktif, menginaktivasi faktor pembekuan V dan VIII sehingga mengham-
bat kecepatan aktivasi protrombin dan faktor X. Protein S merupakan kofaktor
untuk meningkatkan aktivitas Protein C. Defisiensi faktor-faktor ini dapat menye-
babkan tromboemboli misalnya pada pasien penyakit hati, dan DIC.2
Sistem fibrinolitik terdiri dari :5
1. Plasminogen yang merupakan proenzim dalam sirkulasi dan bentuk
aktifnya, plasmin
2. Aktivator plasminogen yang merupakan enzim-enzim yang berada dalam
darah, endotel dan banyak jaringan
3. Inhibitor spesifik yaitu 2 antiplasmin dan inhibitor plasminogen aktivator.
Gambar 1. Proses pembekuan darah

Dikutip dari Kepustakaan No.5

I.3 ANTIKOAGULAN
Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan
menghambat pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan
darah. Atas dasar ini antikoagulan diperlukan untuk mencegah terbentuk dan
meluasnya trombus dan emboli, maupun untuk mencegah bekunya darah in vitro
pada pemeriksaan laboratorium atau transfusi. Antikoagulan oral dan heparin
menghambat pembentukan fibrin dan digunakan secara profilaktik untuk
mengurangi insidens tromboemboli terutama pada vena. Kedua macam anti-
koagulan ini juga bermanfaat untuk pengobatan trombosis arteri karena
mempengaruhi pembentukan fibrin yang diperlukan untuk mempertahankan
gumpalan trombosit. Pada trombus yang sudah terbentuk, antikoagulan hanya
mencegah membesarnya trombus dan mengurangi kemungkinan terjadinya
emboli, tetapi tidak memperkecil trombus.5
Gambar 2. Mekanisme kerja antikoagulan

Dikutip dari Kepustakaan No 7


BAB II
ISI

II.1 ANTIKOAGULAN PARENTERAL


II.1.1 HEPARIN
Heparin merupakan suatu glikosaminoglikan yang terdapat dalam sel mast,
disintesis dari prekursor gula-UDP sebagai polimer asam D-glukoronat dan residu
N-asetil-D-glukosamin.6
Derivat heparin yang digunakan saat ini termasuk diantaranya adalah low-
molecular-weight heparins (LMWHs) dan fondaparinux. Beberapa preparat
LMWH yang ada dipasaran adalah daltaparin, enoxaparin, dan tinzaparin, yang
merupakan fragmen dari heparin dengan berat molekul yang berkisar antara 1-10
kDa (rata-rata 5 kDa).6
Klasifikasi Heparin
1. Unfractioned Heparin (UFH)
Berat molekul heparin berkisar dari 3.000 sampai 30.000d, dengan berat
molekul rata-rata 15.000 (sekitar 45 rantai monosakarida). Heparin hanya
diberikan secara intravena atau subkutan, karena tidak diabsorpsi baik oleh
saluran cerna serta banyak dihancurkan oleh heparinase, suatu enzim di
hepar.
2. Low Molecul Weight Heparin (LMWH)
LMWH merupakan derivat dari UHF. LMWH termasuk
glikosaminoglikan polisulfat yang mempunyai berat sekitar satu sepertiga
berat molekul UFH. Berat molekul LMWH rata-rata 4.000 sampai 5.000d
(sekitar 15 unit per molekul monosakarida) dengan kisaran 2.000 sampai
9.000d.

FARMAKODINAMIK
Mekanisme Kerja
Heparin, LMWH, dan fondaparinux tidak memiliki aktivitas antikoagulan
intrinsik, tetapi obat ini mengikat antitrombin dan juga mempercepat laju berbagai
protease koagulasi termasuk faktor IIa (trombin), Xa, IXa, dengan cara membentuk
kompleks yang stabil dengan protease faktor pembekuan. Antitrombin disintesis di
hati dan menghambat faktor koagulasi aktif yang terlibat dalam jalur intrinsik dan
memiliki aktivitas yang realtif sedikit terhadap faktor VIIa.2,5 Heparin yang terikat
dengan AT-III mempercepat pembentukan kompleks tersebut sampai 1000 kali.
Bila kompleks AT-III protease sudah terbentuk heparin dilepaskan untuk
selanjutnya membentuk ikatan baru dengan antitrombin.5
Hanya sekitar 1/3 molekul heparin yang dapat terikat kuat dengan AT-III.
Heparin berat molekul tinggi (5.000 – 30.000) memiliki afinitas kuat dengan
antitrombin dan menghambat dengan nyata pembekuan darah. Heparin berat
molekul rendah efek antikoagulannya terutama melalui penghambatan faktor Xa
oleh antitrombin, karena umumnya molekulnya tidak cukup panjang untuk meng-
katalisis penghambatan trombin..5
Terhadap lemak darah, heparin bersifat lipotropik yaitu memperlancar
transfer lemak darah ke dalam depot lemak. Aksi penjernih ini terjadi karena
heparin membebaskan enzim-enzim yang menghidrolisis lemak, salah satu di
antaranya ialah lipase lipoprotein ke dalam sirkulasi serta menstabilkan
aktivitasnya. Efek lipotropik ini dapat dihambat oleh protamin.5
FARMAKOKINETIK
Heparin, LMWH, fondaparinux tidak diabsorpsi di gastrointestinal oleh
karena itu harus diberikan secara parenteral. Heparin diberikan melalui infus
intravena berkelanjutan, infus intermiten setiap 4-6 jam, atau injeksi subkutan setiap
8-12 jam.
Waktu paruh (t ½) dari heparin dalam plasma trgantung dari dosis yang
diberikan. Ketika dosis 100, 400, atau 800 unit/Kg heparin disuntikkan secara
intravena, waktu paruh dari aktivitas antikoagulannya adalah 1, 2,5, dan 5 jam.
LMWH dan fondaparinux memiliki waktu paruh lebih lama dibandingkan dengan
heparin yaitu 4-6 jam dan 17 jam. Metabolisme heparin terutama di hati dan
metabolit yang inaktif akan diekskresikan melalui urin. Heparin diekskresi dalam
bentuk utuh melalui urin, dan obat ini akan terakumulasi pada pasien dengan gagal
ginjal sehingga dapat meningkatkan efek samping perdarahan. Baik LMWH dan
fodaparinux dikontraindikasikan pada pasien dengan bersihan kreatinin <30
ml/menit..5,6
INTOKSIKASI DAN EFEK SAMPING
Bahaya utama pemberian heparin adalah perdarahan. Meskipun dahulu
dilaporkan bahwa perdarahan terjadi pada 1%-33% pasien yang mendapatkan
heparin, penelitian akhir-akhir ini pada pasien tromboemboli vena yang mendapat
heparin IV terjadi pada kurang dari 3% pasien. Insidens perdarahan tidak meningkat
pada pasien yang mendapatkan heparin dengan berat molekul rendah (LMWH).
Kejadian perdarahan nampaknya meningkat dengan meningkatnya dosis total per
hari dan dengan adanya perpanjangan aPTT, meskipun pasien dapat mengalami
perdarahan dengan nilai aPTT dalam kisara terapeutik.
Efek samping lain dari heparin yaitu heparin yang menginduksi terjadinya
trombisitopenia (jumlah trombosit < 150.000/ml atau penurunan 50% dari jumlah
sebelum pemberian heparin), terjadi pada 0,5% pasien setelah 5-10 hari terapi
dengan heparin. Meskipun insidennya mungkin lebih rendah, trombositopenia juga
terjadi pada pasien yang mendapatkan terapi dengan LMWH dan fondaparinux.
Selain trombositopenia efek samping lain dari pemberian heparin adalah
abnormalitas fungsi hati dan osteoprososis.5,6
Perbandingan UFH dan LMWH
Dibandingkan dengan UFH, LMWH memiliki kekuatan dalam menghambat
faktor Xa lebih besar dibandingkan dengan penghambatan pada faktor IIa
(Trombin). Karena faktor Xa bekerja lebih awal dalam kaskade koagulasi
dibandingkan trombin, maka dihipotesiskan bahwa LMWH menghasilkan sedikit
komplikasi perdarahan. Hal ini kemudian dikonfirmasi dalam uji klinis.12
Karena berat molekul rendah heparin bereaksi lebih sedikit dengan platelet
dibandingkan dengan heparin berat molekul tinggi sehingga LMWH lebih sedikit
menginduksi imuno-alergi trombositopenia yang dipersulit oleh adanya trombosis
arteri. Namun beberapa kasus trombositopenia yang terinduksi oleh heparin (HIT)
telah dilaporkan terjadi pada pasien yang menggunakan LMWH.12
Dalam prakteknya, keuntungan yang paling relevan dari LMWH adalah
peningkatan bioavailabilitasnya (lebih dari 90%, yaitu 2 kali lipat UFH) terutama
disebabkan oleh reaktivitas yang berkurang dengan faktor trombosit 4 (PF4).12
Protamin sulfat ialah suatu basa kuat yang dapat mengikat dan meng-
inaktivasi heparin, tetapi zat ini juga memiliki efek antikoagulan dan memper-
panjang waktu pembekuan karena protamin juga berinteraksi dengan trombosit,
fibrinogen dan protein plasma lainnya. Oleh karena itu jumlah protamin yang
diberikan untuk menetralkan heparin harus seminimal mungkin, umumnya sekitar
1 mg protamin untuk tiap 100 U heparin.5

II.1.2 Penghambatan langsung pada trombin/Direct trombin inhibitors


(DTIs)
DTIs menghambat aktivitas intrinsik dari trombin secara langsung. DTI
mempunyai efek antikoagulan melalui pengikatan langsung antara obat
dengan bagian aktif dari trombin. Hal ini menyebabkan penghambatan dari
reaksi yang dikatalisis oleh thrombin-catalyzed, termasuk hambatan dalam
pembentukan fibrin, aktivasi faktor koagulan V, VIII, XIII, protein C, dan
agregasi platelet.7
Bivalirudin, Desirudin, dan Argatroban
Bivalirudin dan desirudin merupakan analog sintesis dari r-hirudin yang
aktivitas antikoagulannya terjadi karena pengikatan obat yang bersifat
reversible pada enzimatik katalis dan berikatan dengan anion trombin.
Argatroban merupakan derivat dari asam amino arginin, merupakan
penghambat trombin sintetik yang secara reversibel mengikat ke bagian aktif
dari trombin.7

1. Bivalirudin

Merupakan sintesis dari 20-asam amino polipeptida yang secara langsung


menghambat trombin melalui mekanisme yang sama dengan lepirudin.
Bivalirudin diberikan secara intravena. Pasien dengan riwayat trombositopenia
induksi heparin dabat diberikan heparin selama angioplasti koroner. Waktu paruh
bivalirudin pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal adalah 25 menit.6

2. Argatroban

Merupakan senyawa sintesis berdasarkan struktur dari L-arginin, mengikat


secara reversibel pada tempat katalitik dari trombin. Argatroban diberikan secara
intravena, waktu paruhnya adalah 40-50 menit. Argatroban dimetabolisme di
hepar dan ekresinya di empedu.6

3. Desirudin

Adalah derivat rekombinan dari hirudin yang hanya berbeda karena


kurangnya gugus sulfat pada Tyr63 . dosis yang direkomendasikan adalah 15 mg
setiap 12 jam dan diberikan melalui injeksi subkutan, dieliminasi di ginjal dan
memilik waktu paruh sekitar 2 jam setelah pemberian SK.6

4. Lepirudin

Adalah rekombinan derivat (Leu1-Thr2-63-desulfohirudin) dari hirudin,


yang merupakan inhibitor atau penghambat langsung pada trombin. Lepirudin
adalah polipeptida asam amino yang terikat pada trombin. Diberikan secara
intravena. Obat ini diekskresikan melalui ginjal dan memiliki waktu paruh
berkisar 1,3 jam.6

5. Flovagatran

Flovagatran merupakan suatu sintetik penghambat trombin langsung


dengan afinitas yang tinggi. Flavogatran diberikan secara intravena dan memiliki
waktu paruh sekitar 2 jam.11

II.1.3 Penghambat Faktor Xa

A. Indirect Xa Inhibitors

1. Fondaparinux

Fondaparinux menghambat faktor Xa secara tidak langsung, obat ini


bekerja dengan cara berikatan dengan AT3, sehingga menghasilkan perubahan
konformasi pada bagian yang aktif dari AT3 yang meningkatkan reaktivitasnya
dengan faktor Xa. AT kemudian membentuk kompleks kovalen dengan faktor Xa.
Setelah pemberian secara subkutan, fondaparinux diabsorpsi secara lengkap.
Steady state dicapai setelah pemberian ke tiga atau ke empat dengan dosis sekali
sehari, yang kemudian fondaparinux akan diekskresi ke dalam urin. Waktu paruh
dari fondaparinux adalah 17 jam pada subjek usia mjuda dan 21 jam pada subjek
dengan usia lanjut.10

2. Idrabiotaparinux

idrabiotaparinux merupakan jenis dari biotinylated dari idraparinux, yang


telah dikembangkan sebagai nalog fondaparinux untuk memperpanjang waktu
paruh yang memungkinkan aplikasi subkutan satu kali seminggu

B. Direct Xa Inhibitors

1. Otamixaban

merupakan antikoagulan parenteral yang poten dan sangat selektif dalam


menghambat faktor Xa secara langsung. Waktu paruh dari otamixaban adalah 30
menit. Otamixaban memiliki dua proses eliminasi yaitu 25% melalui ekskresi
renal (untuk obat yang tidak di metabolisme) dan 75% melalui rute eliminasi
empedu (untuk metabolitnya). 11

5. Drotrecogin alfa

Merupakan bentuk rekombinan dari protein c pada manusia yang


menghambat koagulasi melalui inaktivasi proteolitik dari faktor Va dan VIIIa.

II.2. ANTIKOAGULAN ORAL

II.2.1 WARFARIN

MEKANISME KERJA

Antikoagulan oral merupakan antagonis vitamin K. Vitamin K ialah


kofaktor yang berperan aktivasi faktor pembekuan darah II, VII, IX, X yaitu
mengubah residu asam glutamat menjadi residu asam gama-karboksiglutamat.
Untuk berfungsi vitamin K mengalami siklus oksidasi dan reduksi di hati.
Antikoagulan oral mencegah reduksi vitamin K teroksidasi sehingga aktivasi
faktor-faktor pembekuan darah terganggu/tidak terjadi.5
Vitamin K harus diregenerasi dari epoxide untuk terjadinya karboksilasi
yang berkelanjutan dan sintesis protein yang kompeten secara biologis. Enzim
untuk mengkatalisis proses karboksilasi ini adalah vitamin K epoxide reductase
(VKOR), yang dapat dihambat oleh dosis terapi dari warfarin. Vitamin K (bukan
vitamin K epoxide) dapat dikonversi ke dalam bentuk hidroquinon melalui
reduktase kedua.6

Dengan menghambat atau memblok VKOR yang dikodekan oleh gen


VKORC1, warfarin dapat menghambat konversi vitamin K yang teroksidasi
menjadi bentuk vitamin K yang tereduksi yaitu vitamin K hidroquinon. Hal ini
akan menghambat vitamin K-dependent γ-karboksilasi faktor II, VII, IX, dan X
akibat dari berkurangnya vitamin K yang berfungsi sebagai kofaktor untuk γ-
glutamil karboksilase yang akan mengkatalisis proses γ-karboksilasi, dengan
demikian akan mengubah prozymogens menjadi zymogens yang mampu
mengikat Ca2+ dan berinteraksi dengan permukaan fosfolipid anionik.6

FARMAKOKINETIK

Absorpsi. Bioavailabilitas dari warfarin hampir sempurna setelah warfarin


diberikan secara oral, intravena maupun rectal. Adanya makanan pada saluran
cerna akan menurunkan kecepatan absorpsi dari warfarin. Warfarin biasanya
terdeksi di plasma dalam waktu 1 jam setelah pemberian secara oral dan mencapai
konsentrasi puncak dalam 2-8 jam.

Distribusi. Warfarin 99% terikat dengan protein plasma terutama dengan albumin
dan warfarin secara cepat didistribusikan

Metabolisme dan Eliminasi. Warfarin dimetabolisme di hati oleh enzim


pemetabolisme CYP2C9. Metabolit yang tidak aktif akan diekskresikan melalui
urin dan feses. Waktu paruh warfarin bervariasi antara 25-60 jam dengan rata-rata
waktu paruhnya adalah sekitar 40 jam.

INDIKASI

Seperti halnya heparin, antikoagulan oral berguna untuk pencegahan dan


pengobatan tromboemboli. Antikoagulan oral digunakan untuk mencegah
progresivitas atau kambuhnya trombosis vena dalam atau emboli paru setelah
terapi awal dengan heparin.

EFEK SAMPING

Perdarahan

Merupakan efek samping utama dari penggunaan warfarin. Risiko


terjadinya perdarahan tergantung dari intensitas dan lamanya penggunaan
antikoagulan, penggunaan obat lain yang mengganggu homeostasis.

Perdarahan paling sering terjadi di selaput lendir, kulit, saluran cerna dan
saluran kemih. Hematuria sering terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal, dapat di-
sertai kolik dan hematom intrarenal. Gejala perdarahan yang mungkin timbul
ialah ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hemoptisis, perdarahan serebral, per-
darahan paru, uterus dan hati. Kurang lebih 25% dari kematian akibat penggunaan
antikoagulan kumarin disebabkan oleh perdarahan berat di saluran cerna, biasanya
berasal dari tukak peptik atau neoplasma.5

II.2.2 ANTIKOAGULAN ORAL JENIS BARU/TARGET-SPECIFIC PRAL


ANTICOAGULANTS
Dabigatran, rivaroxaban, dan apixaban adalah oral antikoagulan jenis baru yang
menawarkan keunggulan dibanding antikoagulan lain yang ada saat ini. Uji klinis
untuk ketiga obat ini telah selesai dilakukan dan dapat digunakan sebagai
pencegahan dan pengobatan penyakit kardiovaskular (infark mkokard, stroke dan
VTE). Obat-obat baru ini juga menunjukkan adanya penurunan atau derajat yang
sama dari trombosis, perdarahan, dan efek samping ketika dibandingnkan dengan
LMWH atau warfarin.7

1. Penghambat Langsung Antitrombin (DTIs)


Dabigatran
Dabigatran etexilate, merupakan prodrug dengan berat molekul kecil yang
menghambat secara langsung trombin. Dabigatran diubah menjadi bentuk
aktivnya yaitu dabigatran melalui esterase non spesifik di hati dan plasma.
Dabigatran berikatan secara langsung pada bagian aktif dari trombin melalui
interaksi ionik. Dabigatran secara tidak langsung memiliki efek antiplatelet
dengan cara mengurangi dampak dari trombin untuk mengaktivasi platelet dan
agregasi trombosit.7,8
2. Pengahambat Faktor Xa
Rivaroxaban
Adalah inhibitor langsung yang kompetitif, sangat selektif dan bersifat reversibel
terhadap faktor Xa. Penghambatan dari faktor Xa akan menyebabkan gangguan
pada jalur intrinsik dan ekstrinsik, serta menghambat aktivitas dari protrombin
sehingga mencegah pembentukan trombin yang sehingga akan mencegah
pembentukan trombus.7,8
Apixaban
Apixaban secara langsung dan selektif menghambat faktor Xa bebas dan yang
terikat dengan komplek protrombinase. Apixaban secara cepat diabsorpsi di
lambung dan usus halus. Absorpsinya diperantarai oleh P-glikoprotein, dan
inhibitor P-glikoprotein akan meningkatkan absorpsi apixaban.7,8
Edoxaban
Edoxaban secara langsung dan sangat selektif dan kompetitif menghambat faktor
Xa. Edoxaban memiliki bioavailabilitas 62%. Pemberian bersamaan dengan
penghambat P-glikoprotein yang kuat akan meningkatkan efek dari edoxaban.
Penyesuaian dosis diperlukan pada pasien dengan gagal ginjal.

Tabel. 1 Karakteristik Farmakologi Oral Antikoagulan

Dikutip dari Kepustakaan No.9


II.2.3 Indikasi Oral Antikoagulan
1. Tromboemboli Vena
a.
Penelitian RE-COVER, RCT yang membandingkan pengobatan
dabigatran 150 mg dua kali sehari dengan warfarin setelah pemberian
inisial terapi antikoagulan parenteral pada pasien dengan akut DVT
dan/atau emboli paru. Dabigatran sangat efektif untuk mencegah VTE
berulang dan mortalitas terkait VTE, dengan tingkat efek samping
berupa perdarahan yang sama atau lebih rendah.13
b.
Penelitian RE-COVER II, hasil serupa dilaporkan dengan penelitian
RE-COVER dengan desain yang sama
c.
Pada penelitian EINSTEN-PE, uji klinik yang membandingkan
rivaroxaban (15 mg 2 kali sehari selama 3 minggu, dilanjutkan dengan
dosis 20 mg sekali sehari) dengan terapi standar yaitu enoxaparin yang
dilanjutkan dengan antagonis vitamin K selama 3, 6, atau 12 bulan
pada pasien akut emboli pulmonal dengan atau tanpa DVT.
Rivaroxaban noniferior terhadap terapi standar untuk perlindungan
terhadap pencegahan VTE berulang, dengan tidak meningkatkan efek
samping perdarahan.14
d.
Ada dua studi yang dilakukan untuk melihat efikasi dan keamanan dari
dabigatran yang digunakan jangka panjang (minimal 3 bulan) untuk
pencegahan VTE :
1.
Penelitian RE-MEDY yang membandingkan dabigatran dan
warfarin, dabigatran memiliki efikasi yang sama dengan warfarin
untuk pencegahan VTE berulang dengan efek samping perdarahan
yang lebih rendah.15
2.
Penelitian RE-SONATE yang membandingkan dabigatran denga
plasebo, dabigatran secara signifikan mengurangi tingkat kejadian
VTE berulang, tetapi dengan risiko perdarahan yang lebih tinggi
secara signifikan.15
2. Stroke dan Emboli Sistemik
1. Penelitian ARISTOTLE, RCT dengan 18.201 pasien yang
membandingkan apixaban 5 mg 2 kali sehari ( dosis dikurangi
menjadi 2.5 mg 2 kali sehari pada pasien dengan : usia >79 tahun, BB
< 61 Kg atau kadar serum kreatinin  133 mol/l) dengan warfarin.
Apixaban lebih superior dalam pencegahan stroke, sistemik emboli,
perdarahan berat, perdarahan intrakranial dan semua yang
menyebabkan mortalitas.16
2. RE-LY membandingkan penggunaan dabigatran dosis 110 mg dua
kali sehari dan 150 mg dua kali sehari dengan warfarin untuk
pencegahan stroke dan sistemik emboli. Dosis yang lebih tinggi dari
dabigatran lebih superior terkait dengan stroke dan emboli sistemik,
dan dosis yang lebih rendah dari dabigatran terkait dengan kejadian
perdarahan mayor yang lebih rendah.17
3. Penelitian ROCKET-AF, pasien dengan atrial fibriasi dan faktor
risiko berupa stroke di randomisasi. Penelitian ini membandingkan
rivaroxaban satu kali sehari dan warfarin. Rivaroxaban noninferior
dibandingkan dengan warfarin dalam pencegahan stroke atau emboli
sistemik.18
4. Sebuah meta-analisis denga lebih dari 44.000 pasien untuk
mengevaluasi efikasi dan keamanan oral antikoagulan baru dengan
warfarin. Antikoagulan oral baru lebih efektif untuk pencegahan
stroke dan emboli sistemik: obat ini menurunkan risiko penyebab
stroke dan emboli sistemik, hemorrhagic stroke, intracranial bleeding
dan semua penyebab mortalitas. Berkaitan dengan keamanan,
dabigatran dan rivaroxaban memiliki risiko yang sebanding untuk
kejadian perdarahan dengan warfarin. Sedangkan apixaban lebih
superior untuk hal ini.19
5. Penelitian ENGAGE AF-TIMI 48, RCT yang membandingkan
edoxaban dengan warfarin menunjukkan bahwa edoxaban noninferior
dibandingkan dengan warfarin untuk pencegahan stroke dan emboli
sistemik pada pasien dengan atrial fibrilasi.20

II.2.3. EFEK SAMPING


1. Perdarahan
Sebuah sistematik review yang mngevaluasi 6 RCT yang menggunakan
antikoagulan oral baru (RE-COVER, EINSTEIN-DVT, EINSTEN-PE,
ARISTOTLE, RE-LY, dan ROCKET-AF) didapatkan risiko yang lebih
rendah dari kejadian perdarahan yang fatal dan perdarahan besar (RR 0,60
dan 0,80 masing-masing) dibandingkan dengan warfarin. Subgroup
analisis menemukan bahwa perdarahan fatal secara signifikan lebih rendah
pada inhibitor faktor Xa, tetapi tidak untuk dabigatran. Risiko perdarahan
gastrointestinal memiliki RR yang lebih tinggi untuk antikoagulan oral
baru, secara statistik tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan
antara dabigatran dengan inhibitor faktor Xa.21
DAFTAR PUSTAKA

1. Root RK, Jacob R. Septicemia and septic shock. In: Wilson JD,
Braunwald E, Isselbacker KJ, et al. Eds. Harison’s Principles of
internal medicine. 12th ed. New York: McGraw-Hill, 1991. h : 502-7
2. Brozovic M, Mackiel. Investigation of Haemostasis. In: Dacie SJV,
Lewis SM, editors. Practical Haematology. Seventh ed.London :
Churchill Livingtone,1999. h: 279-84
3. Bithell TC. Blood coagulation. In: Lee GR, Bithell TC, Forester J,
Athens JW, Lukens JN, Editor. Wintrobe’s Clinical Hematology.
Volume 1, 9th ed. Philadelphia : Lea & Febriger, 1993. h: 556-615
4. Goodnight SH, Hathaway WE. Disorder of haemostasis & thrombosis
a clinical guide. Second ed. New York: McGraw-Hill, 2001
5. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth, editor. Farmakologi
dan terapi, edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. 

6. Brunton LL, Lazo JS, Parker KL. Goodman and Gilman’s The
th
pharmacological basis of therapeutics. 11 rev. ed. New York:
McGraw-Hill, Medical Publishing Division; 2006. 

7. Harter K, Levine M, Henderson SO. Anticoagulation Drug Therapy:
A Review. Western Journal of Emergency Medicine. January 2015.
DOI: 10.5811/westjem.2014.12.22933
8. Oberhuber VK, Filipovic M. New antiplatelet drugs and new oral
anticoagulants. British Journal of Anaesthesia. 2016. DOI:
10.1093/bja/aew214.
9. Webster E, Gil M. Advances in anticoagulation therapy. American
Academy of Physician Assistants. 2018. DOI:
10.1097/01.JAA.0000529772.90897.d6.
10. Garcia DA, Baglin TP, Weitz JI, Samama MM. Parenteral
Anticoagulants. Antithrombotic Therapy and Prevention of
Thrombosis, 9th ed: American College of Chest Physicians Evidence-
Based Clinical Practice Guidelines. 2012. DOI: 10.1378/chest.11-
2291.
11. Ahrens I, Bode C. New Parenteral Anticoagulants: Focus on Factor
Xa and Thrombin Inhibitors. Current Drug Discovery Technologies,
2012, Vol.9 No.2 .
12. Bounameaux H. Unfractionated versus low-molecular –weight
heparin in the treatment of venous thromboembolism. Vascular
Medicine 1998; 3: 41 – 46.
13. Schulman S, Kearon C, Kakkar A, et al. Dabigatran versus warfarin in
the treatment of acute venous thromboembolism. N Engl J Med 2009;
361:2342 – 2352.
14. Buller HR, Prins MH, Lensing A, et. Al. Rivaroxaban versus warfarin
in nonvalvular atrial fibrilaton. N.Engl J Med 2012; 366: 1287 -1297.
15. Schulman S, Kearon C, Kakkar A, et al. Extended use of dabigatran,
warfarin, or placebo in venous thromboembolism. N Engl J Med
2013; 368:709 – 718.
16. Granger C, Alexander J, McMurray J, et al. Apixaban versus warfarin
in patients with atrial fibrillation. N Engl J Med 2011; 365:981 – 992.
17. Connolly S, Ezekowitz M, Yusuf S, et al. Dabigatran versus warfarin
in patients atrial fibrillation. N Engl J Med 2009; 361:1139 – 1151.
18. Patel MR, Mahaffey KW, Garg J, et al. Rivaroxaban versus warfarin
in nonvalvular atrial fibrillation. N Engl J Med 2011; 365:883 – 891.
19. Miller CS, Grandi SM, Shimony A, et al. Meta-analysis of efficacy
and safety of new oral anticoagulants (dabigatran, rivaroxaban,
apixaban) versus warfarin in patients with atrial fibrillation. Am J
Cardiol 2012; 110:453– 460.
20. Ruff CT, Giugliano RP, Antman EM, et al. Evaluation of the novel
factor Xa inhibitor edoxaban compared with warfarin in patients with
atrial fibrillation: design and rationale for the effective anticoagulation
with factor xA next generation in atrial fibrillation-thrombolysis in
myocardial infarction study 48 (ENGAGE AF – TIMI 48). Am Heart
J 2010; 160:635 – 641.
21. Adam SS, McDuffie JR, Ortel TL, Williams JW. Comparative
effectiveness of warfarin and new oral anticoagulants for the
management of atrial fibrillation and venous thromboembolism a
systematic review. Ann Intern Med 2012; 157:796 – 807

Anda mungkin juga menyukai