Oleh
Fernando Wahyu
Pembimbing
Dr.Dita Aditianingsih, Sp.An-KIC
1
moksifloksasin, klindamisin, kolistin, amikasin, gentamisin, tobramycin, flukonazol,
itrakonazol, vorikonazol, amfoterisin B (formulasi deoksikolat dan lipid) , dan asiklovir.1
2
BAB II
ISI
CRRT menyerupai fungsi ginjal dalam pengaturan air, elektrolit dan sisa
pembuangan secara kontinyu, memindahkan cairan dan zat terlarut (solute) secara
perlahan-lahan dalam 24 jam untuk beberapa hari. Oleh karena pemindahan cairan pada
CRRT lebih lambat bila dibandingkan intermitten hemodialysis (IHD), maka CRRT
merupakan terapi ideal bagi pasien-pasien kritis dengan kondisi yang tidak stabil.
Pemindahan cairan yang lebih lambat dengan volume yang kecil pada beberapa jam atau
hari pada CRRT dapat meningkatkan stabilitas hemodinamik dibandingkan dengan
IHD.3,4
Untuk memahami CRRT perlu memahami prinsip dari bersihan darah melalui
sebuah membran semi permeabel. Mekanisme transport cairan dan solute (zat terlarut)
dilakukan melalui membran dengan cara difusi, konveksi dan ultrafiltrasi.5,6
3
Gambar 1. Pergerakan solute melewati suatu membran berdasarkan perbedaan konsentrasi sesuai
ilustrasi prinsip difusi, maka aliran difusi solute (Jx) akan sebanding dengan permeabilitas
membran disuse (Pm) dan perbedaan konsentrasi (∆Cs)
Gambar 2. Pergerakan solute selama terapi pembersihan darah sesuai prinsip konveksi maka
solvent flux akan sebanding dengan the dia- lyzer ultrafiltration coefficient (UFC) dan the
transmembrane pres- sure (TMP); dikoreksi dengan tekanan onkotik protein (π), sedang- kan
transfer solute sebanding dengan the solvent flow rate (QF), the solute concentration (CS), dan the
sievingcoefficient (SC).
Ultrafiltrasi adalah suatu proses plasma dan kristaloid dipisahkan dari darah
melalui suatu membran semipermeabel sebagai respons terhadap perbedaan tekanan
transmembran. Proses ini diperoleh dari persamaan berikut :5,6
Qf = Km x TMP
4
TMP = Perbedaan tekanan transmembran
Membran Filter
Keuntungan CRRT6,7
5
miokard, ARDS, septikemia, kelainan darah.
Kontrol yang baik terhadap azotemia, elektrolit dan keseimbangan asam basa.
Pada pasien- pasien katabolik, pengeluaran urea efektif untuk mengendalikan
azotemia.
Efikasi dalam pengeluaran cairan pada kondisi tertentu seperti edema paru pasca
bedah, ARDS dan lainnya.
Kerugian CRRT6,7
Pasien imobilisasi.
Komplikasi CRRT2,6
a. Teknis: malfungsi akses vaskular; sirkuit tersumbat, sirkuit pecah, kateter dan
sirkuit terlipat, insufisiensi aliran darah, jalur kateter tidak tersambung, emboli
udara, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
6
II.2. Tipe CRRT
CRRT memiliki tipe yang beragam, sesuai dengan akses vaskuler, peralatan yang
diperlukan teknik tersebut, mekanisme untuk bersihan air atau zat terlarut, dan kebutuhan
untuk mengganti cairan.6
7
konveksi
Teknik ini cukup popular dalam RRT, menyerupai teknik IHD untuk
menghasilkan solute yang sama tetapi dilakukan lebih lama, yaitu sekitar 8 jam per hari.
Hemodinamik selama tindakan lebih stabil dengan harga yang lebih murah dari tipe
CRRT yang lain. Pada beberapa penelitian disebutkan bahwa CRRT lebih unggul untuk
mengatasi AKI di ICU, dibandingkan dengan SLEDD oleh karena lebih banyak konveksi
yang dapat dilakukan. Hal ini menyebabkan dikembangkannya teknik baru yaitu SLEDD-
f yaitu melakukan hemodiafiltrasi seperti CVVHDF yaitu melakukan bersihan molekul
kecil dan sedang, tetapi dilakukan dalam waktu seperti SLEDD sehingga harganya juga
lebih murah dibandingkan CRRT.8
CRRT KONVENSIONAL
Beberapa data yang menetapkan bersihan kon- veksi lebih baik bila dibandingkan
dengan bersihan difusi. Substansi dengan berat molekul sedang (peptida) dan berat
molekul besar seperti vankomisin lebih baik dikeluarkan secara konveksi. Beberapa
molekul yang berimplikasi pada sepsis dan disfungsi organ multipel dikategorikan dalam
berat molekul sedang, dan terapi konveksi lebih bermanfaat dalam terapi adjuvant pada
syok septik. Kellum dkk menunjukkan bahwa meskipun CVVH lebih baik dibandingkan
CVVHD dalam menurunkan TNF plasma, ternyata tipe bersihan ini tidak mempengaruhi
konsentrasi plasma IL-6, IL- 0, L-selectin atau endotoksin.9
High-volume Hemofiltration
Adanya pembatasan pada disain pompa, laju aliran selama CRRT secara
tradisional di Amerika direstriksi sampai 2 L/jam atau kurang. Akan tetapi Ronco dkk
melaporkan CRRT dengan dosis yang lebih tinggi (35ml/kg/min) memberikan survival
yang lebih tinggi pada pasien AKI dibandingkan dengan dosis konvensional
(20ml/kg/min). Peningkatan dosis lebih tinggi (45ml/kg/min) tidak banyak membantu.
Ultrafiltrasi dengan dosis 35 ml/kg/min meningkatkan angka survival dari 40% menjadi
57% dibandingkan dengan dosis 20ml/kg/min.6
8
memisahkan plasma dari darah dengan menggunakan filter plasma dan kemudian plasma
yang disaring melalui suatu cartridge resin sintetik masuk kembali ke dalam darah. Filter
kedua dapat ditambahkan untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan dan sisa
metabolisme dengan berat molekul kecil.
Ada banyak faktor yang perlu diperhatikan yang mempengaruhi bersihan atau
clearance OBAT pada CVVHD. Faktor-faktor tersebut mencakup*:
Berat molekuk obat Luas area filter dialisis Berat badan/tinggi badan
pasien
9
Rekomendasi dosis didasarkan dari pendapat klinis, erutama bila referensi yang
tersedia terbatas atau sudah ketinggalan jaman. Obat yang dapat digunakan dalam dialisis
terutama ditentukan oleh sifat fisikokimia dan karakteristik dari obat tersebut. Sifat-sifat
ini termasuk ukuran molekul, ikatan protein, volume distribusi, kelarutan dalam air,
bersihan plasma/plasma clearance. Selain dari sifat-sifat obat tadi, aspek teknis dari
prosedur dialisis juga dapat menentukan sejauh mana obat dapat dikeluarkan melalui
dialisis.11
10
protein, maka fluks antara obat terikat dan tidak terikat terjadi lebih lambat. Obat
tak terikat adalah bentuk aktif secara farmakologis, karena dapat didistribusikan
secara cuma-cuma k reseptor jaringan yang ditargetkan, organ yang
mengaktifkan metabolik (mis., Hati), atau bagian ekskretori (mis., Ginjal atau
dialyzer). Kondisi tertentu dari uremia dapat menghambat atau meningkatkan
pengikatan protein. Malnutrisi dan proteinuria menurunkan kadar protein serum,
sehingga meningkatkan fraksi obat yang bebas karena berkurangnya protein dari
tempat pengikatan protein yang ada. Akibatnya, pembersihan dialisis meningkat
dan kemungkinan toksisitas obat meningkat.
3. Ikatan terhadap sel darah merah
Berkaitan dengan kompartementalisasi jaringan adalah fenomena masuknya atau
terikatnya obat ke dalam sel darah merah. Marbury et.al mengemukakan
kekhawatiran karena ultrafiltrasi selama dialisis akan meningkatkan hematokrit
dan dapat mempersulit penetuan bersihan obat intradialisis.
4. Volume distribusi
Volume distribusi (Vd) adalah volume yang ditentukan secara matematis yang
mewakili tingkat penyaluran obat ke dalam jaringan tubuh. Obat dengan Vd yang
besar misal digoksin dapat didistribusikan secara luas ke seluruh jaringan dan
terdapat dalam jumlah yang relatif kecil di dalam darah. Obat dengan Vd yang
besar kemungkinan akan sedikit didialisis, meskipun terjadi pembersihan
ekstraseluler yang cepat dengan jenis dialisis jangka pendek, kesetimbangan
intraseluler dengan cairan ekstraseluler bisa lambat, terutama dengan zat antara
berat molekul yang menengah ke besar.
5. Kelarutan air
Dialisat yang digunakan untuk hemodialisis atau dialisis peritoneal adalah larutan
berair. Secara umum, obat-obatan dengan kelarutan yang tinggi di dalam air akan
di dialisis sampai batas yang lebih tinggi daripada obat yang memilik kelarutan
dalam lemak yang tinggi.
6. Clearance plasma
Pada pasien dialisis, pembersihan ginjal sebagian besar diganti dengan
pembersihan dialisat.
7. Eliminasi
Organ utama eliminasi obat adalah hati dan ginjal, kulit, saluran cerna dan paru
juga termasuk dalam organ eliminasi. Dialisis dapat berperan penting dalam
eliminasi obat untuk individu dengan gagal ginjal stadium akhir. Jika rute
11
eliminasi alternatif tidak tersedia untuk bersihan obat, maka obat dan
metabolitnya akan menumpuk. Dengan demikian, jumlah obat yang diberikan
dan/atau frekuensi dosis harus dipertimbangkan.
8. Bioavailabilitas
bioavailabilitas didefinisikan sebagai fraksi dari pemberian obat yang mencapai
aliran darah, bioavailabilitas tergantung dari kelengkapan dan laju absorpsi.
Teknik pemberian obat juga mempengaruhi berapa lama obat dapat mencapai
bioavailabilitas. Absorpsi obat dipengaruhi oleh karakter membran yang harus
dilalui untuk mencapai sirkulasi, aliran darah pada tempat absorpsi, luas area
absorpsi, dan waktu kontak antara obat dan daerah serapan. Selain itu sifat
fisikokimia obat seperti ukuran molekul dan kelarutan obat dalam lipid akan
mempengaruhi absorpsi obat, terutama setelah pemberian oral. Hemodialisis
secara tidak langsung dapat mengubah absorpsi atau bioavailabilitas. Dialisis
dapat menurunkan kadar urea dan sedikit dapat mengurangi kebutuhan pengikat
fosfat, yang dapat meningkatkan penyerapan beberapa obat. Di sisi lain, hipotensi
yang terkait dengan dialisis dapat mengganggu aliran darah mesenterika dan
dapat menyebabkan malabsorpsi. Pengeluaran racun uremik dapat
mengakibatkan tempat pengikatan protein lebih banyak tersedia, sehingga
meningkatkan fraksi obat yang terikat pada protein, dan hal ini dapat
mempengaruhi metabolisme obat.
II.4. Sifat-sifat dialisis yang mempengaruhi bersihan obat11
Karakteristik membran dialisis yang mempengaruhi bersihan obat dapat dibagi
menjadi lima kategori yaitu: bahan dari membran, luas permukaan, interaksi antara
membran dan obat, pengikat membran-obat, dan penggunaan kembali dialisis.
1. Bahan membran
Membran dialyzer dibuat dari berbagai polimer alami dan sintetis: selulosa,
selulosa asetat, polisulfon, poliamida, poliakrilonitril, dan polimetrikolrilat.
Perhatian atas kemungkina racun dengan berat molekul yang lebih tinggi telah
menyebabkan perkembangan membran dengan berbagai permeabilitas zat
terlarut. Perkembangan ini telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir
dengan tersedianya peralatan dialisis yang mampu mengendalikan pengangkatan
cairan. Dengan membran polysulfone,sisa kandungan albumin bisa terjadi pada
dialisat. Pembersihan vankomisin bervariasi dengan membran berbeda. AN69
dan membran polysulfone memiliki clearance terbesar, sedangkan cuprophane
memiliki clearance minimal obat ini di bawah kondisi hemodialisis sim-16.
12
2. Luas permukaan
Pengeluaran zat-zat kecil yang terlarut tergantung dari derajat konsentrasi antara
darah dan dialisat. Gradien ini dapat dimaksimalkan dengan menaikkan laju alir
dan / atau dengan meningkatkan luas permukaan, prinsip ini berlaku untuk
dialisis aliran tinggi atau efisiensi tinggi. Seiring bertambahnya ukuran molekul
dan difusivitas semakin berkurang dengan ukuran pori membran, clearance
molekul menjadi lebih bergantung pada konveksi. Kemampuan permeabilitas
hidrolik dari membran fluks tinggi melebihi membran konvensional, sehingga
meningkatkan jarak konvektif dari molekul yang lebih besar ini. Bila limabilitas
permeabilitas hidrolik tercapai, luas permukaan yang lebih besar menjadi faktor
yang paling mempengaruhi tingkat konveksi konvektif total.
3. Interaksi obat-membran dan pengikat membran
Kemungkinan untuk bersihan gentamisin yang menurun dapat melibatkan
adsorpsi obat pada membran dialisis. Pengikatan selaput lendir juga telah terjadi
karena tidak adanya protein dalam kondisi eksperimental dari metode
hemofiltrasi yang terus menerus.
4. Penggunaan kembali dialyzer
Penggunaan kembali dialyzer dapat mempengaruhi bersihan dengan mengurangi
volume bundle (berkurangnya luas permukaan), dengan perubahan pada sifat
membran yang berbeda, atau dengan hilangnya permeabilitas hidraulik.
5. Aliran darah dan aliran dialisat
Karena obat-obatan biasanya berpindah dari darah ke dialisat, laju aliran kedua
sub-tahap ini mungkin memiliki efek yang jelas pada dialyzabilitas. Secara
umum, peningkatan laju alir darah selama hemodialisis akan memungkinkan
jumlah obat yang lebih banyak dikirim ke membran dialisis. Karena konsentrasi
obat meningkat pada dialisat, laju alir larutan dialisis juga menjadi penting dalam
bersihan obat secara keseluruhan. Dialisis yang lebih besar dapat dicapai dengan
laju aliran dialisat yang lebih cepat yang menjaga konsentrasi obat dialy-sate
seminimal mungkin.
13
II.5. Dampak CRRT terhadap Karakteristik Farmakologi dan Penyesuaian Dosis
Antimikroba12
CRRT memiliki efek pada farmakokinetik antimikroba dengan beberapa variabel
yang dapat mempengaruhi pemberian obat. Faktor-faktor yang mengatur tingkat bersihan
obat dari sistem ekstrakorporeal dapat diklasifikasikan secara luas menjadi dua kategori
utama yaitu:
1. Faktor Farmakologi dari Antimikroba
Berat Molekul
Sebagian besar antimikroba memiliki berat molekul (BM) sampai dengan 500
dalton. Umumnya, lebih mudah untuk obat dengan molekul yang lebih kecil
(BM<500 dalton) untuk melewati membran dan dikeluarkan. Tetapi, obat-obatan
dengan molekul yang besar, seperti vankomisin (BM=1448 dalton), dapat dengan
mudah melewati membran fluks yang tinggi. Hanya cuprophane dan bebrapa
membran yang berbasis selulosa dengan pori-pori yang kecil yang dapat
menghalangi filtrasi secara signifikan obat-obatan yang tidak terikat.
Volume Distribusi
Pengeluaran zat dengan volume distribusi yang besar oleh CRRT sangat minim
walaupum ada bersihan yang efisien karena sebagian kecil jumlah obat ada di
dalam sirkulasi sistemik tubuh. Karena kandungan tota air dalam tubuh sekitar
67% dari berat badan, obat akan didistribusikan dengan baik di semua
kompartemen cairan akan memiliki volume distribusi mendekati 0,7L/Kg.
sehingga setiap obat dengan Vd >0,8L/Kg kemungkinan besar akan berikatan
dengan jaringan, oleh karena itu, pembersihan obat tersebut tidak akan efisien
dengan CRRT.
Ikatan Protein Plasma
Hanya obat yang tidak terikat yang terdapat dalam plasma yang secara
farmakologis aktif dan dapat dikeluarkan dengan proses ekstraperitoneal. Oleh
karena itu antimikroba dengan tingkat ikatan protein plasma yang tinggi (>80%)
akan dibersihkan/dikeluarkan secara tidak sempurna oleh CRRT.
Bersihan Ekstrakorporeal Fraksional
Bersihan totsl tubuh terhadap antimikroba adalah jumlah dari bersihan yang
berbeda dari berbagai organ, meliputi jalur eliminasi hati, ginjal dan metabolisme
lainna serta terapi ekstrakorporeal. Tetapi eliminasi ekstrakorporeal hanya
dianggap penting secara signifikan jika berkontribusi terhadap bersihan total
14
tubuh lebih dari 25-30%. Hal ini menjelaskan mengapa eliminasi ekstrakorporeal
tidak relevan secara klinis untuk obat-obatan yang diekskresikan tanpa melalui
jalur eliminasi ginjal. Perlu ditentakankan bahwa eliminasi ekstrakorporeal hanya
menggantikan filtrasi glomerulus. Namun, bersihan obat di ginjal meliputi filtrasi
di glomerulus, sekresi tubulus dan reabsorpsi. Oleh karena itu, setiap usaha untuk
menentukan klirens kreatinin ekstrakorporeal harus menggunakan pedoman dosis
yang sama seperti pada pasien dengan fungsi ginjal yang sudah menurun tidak
dapat direkomendasikan, terutama untuk obat-obatan yang sebagian bear
diekskresikan dengan sekresi tubular.
2. Faktor Teknik dari Ekstrakorporeal dalam Pemurniaan darah
Membran12
Luas permukaan dan ukuran pori-pori membran dialisis atau hemofilter dianggap
sebagai dua faktor penting yang menentukan tingkat bersihan obat. Secara umum,
ukuran pori membran dialisis konvernsional terdiri dari zat alami (selulosa atau
cuprophane) relatif kecil, yang memungkinkan pengeluaran dari cairan dan zat
terlarut kecil (<500 dalton) saja. Selaput dialisis tinggi biasanya terdiri dari bahan
biosintesis (polisulfon, poliakrilonitril, poliamida) dengan ukuran pori yang
relatif besar (5.000 – 20.000 dalton). Ukuran pori yang lebih besar lagi digunakan
pada hemofilter (20.000 – 50.000 dalton)
Difusi (hemodialisis)
Efisiensi dari bersihan zat terlarut berdasarkan difusi dalam hemodialisis
ditentukan oleh gradien konsentrasi disamping porositas dan luas permukaan
membran dialisis. Dibandingkan dengan konveksi clearance, clearance difusi
akan menurun saat berat molekul dari suatu zat meningkat. Karena permeabilitas
difusi yang lebih rendah sehingga berat molekul berpengaruh besar pada
clearance difusi dengan membran dialisis konvensional dibandingkan dengan
membran sintetis yang digunakan pada CRRT
Konveksi (hemofiltrasi)
Pengeluaran zat terlarut konveksi yang digunakan pada hemofiltrasi tidak
dipengaruhi oleh berat molekul. Hemofiltrasi kontinu biasanya menggunakan
membran yang sangat baik, dengan niali cut-off yang tinggi (20.000 – 50.000
dalton), sehingga mikrofil mikroba hanya sedikit dampak pada bersihan obat
dengan hemofiltrasi.
15
Kombinasi antara Difusi dan Konveksi (hemodiafiltrasi)
Dalam hemodiafiltrasi, perhitungan pemberian obat selama terapi kombinasi ini
sangat sulit. Pemberian obat dengan CVVHDF dalam post dilusi dapat
diperkirakan dengan menghitung clearance konveksi dan clearance disufi.
Membran Absorpsi
Adsorpsi untuk membram penyaring menyebabkan meningkatnya pengeluaran
obat dari plasma dan berbagai filter memiliki kemampuan yang berbeda. Bebrapa
membran dialisis, seperti poliakrilonitril dapat menyerap sejumlah obat ke
permukaannya. Meskipun penyesuaian dosis tidak memperhitungkan efek
adsorpsi, penggunaan membran penyerap obat untuk CRRT biasanya tidak
dianjurkan.
II.6. Penyesuaian Rejimen Obat12
Pada pasien dengan gagal gainjal yang menggunakan CRRT, kurangnya dosis
obat dapat menyebabkan terapi menjadi tidak adekuat, sementara overdosis dapat
menyebabkna toksisitas. Penyesuaian dosis obat selama CRRT dapat dipandu dengan
menggunakan rekomendasi dosis obat yang sudah tersedia, dengan mengukur atau
memperkirakan pemberian obat atau dengan memantau konsentrasi serum obat pada
pasien dengan CRRT.
Rekomendasi dosis obat yang tersedia
Rekomendasi dosis obat untuk pasien dengan gagal ginjal akut dengan CRRT
tidak mengikuti kemajuan dari teknologi CRRT dan perkembangan yang cepat dari
antimikroba yang lebih baru. Namun terdapat beberapa rekomendasi yang merangkum
karakteristik farmakokinetik dan rekomdasi pemberian dosis untuk antimikroba yang
paling umum digunakan pada pasien kritis yang menjalani CRRT (Tabel 1).
16
Tabel 1. Penyesuaian dosis antimikroba pada pasien dengan gagal ginjal akut yang
melakukan CRRT12
17
Tabel 1. (cont.)
18
Tabel 1. (Cont.)
19
Tabel 1. (Cont.)
20
sampai 1500 mg per 48 jam. Bagi pasien yang menerima CVVHD atau CVVHDF, kami
merekomendasikan dosis pemeliharaan vankomisin 1-1,5 g per 24 jam. Pemantauan
konsentrasi plasma dan penyesuaian dosis selanjutnya direkomendasikan untuk mencapai
konsentrasi yang diinginkan. Konsentrasi palma 5-10 mg / L cukup untuk infeksi dimana
penetrasi obat optimal, seperti infeksi kulit dan jaringan lunak atau bakteriemia ringan.
Namun, konsentrasi yang lebih tinggi (10-15 mg / L) diindikasikan untuk infeksi dimana
penetrasi bergantung pada difusi pasif obat ke dalam bagian tubuh avaskular, seperti
osteomielitis, endokarditis, atau meningitis. Pedoman terbaru juga merekomendasikan
konsentrasi yang lebih tinggi (15-20 mg / L) dalam pengobatan pneumonia terkait
perawatan kesehatan, karena penetrasi vankomisin yang tidak optimal ke dalam jaringan
paru-paru.
Linezolid1
Lima puluh persen dari dosis linezolid dimetabolisme di hati menjadi metabolit
yang tidak aktif, dan 30% dosis dikeluarkan dalam urin sebagai obat yang tidak berubah.
Tidak ada penyesuaian yang direkomendasikan untuk pasien dengan gagal ginjal;
Namun, clearance linezolid meningkat sebesar 80% selama hemodialisis intermiten.
Hanya ada sedikit data tentang clearance linezolid selama CRRT.
- Laktam1
Karbapenem1
Imipenem dimetabolisme pada brush border renal oleh enzim dehydropeptidase-
I, yang dihambat oleh cilastatin. Tujuh puluh persen dosis imipenem diekskresikan tidak
berubah dalam urin saat diberikan sebagai kombinasi dosis tetap dengan cilastatin.
Imipenem dan cilastatin memiliki sifat farmakokinetik serupa pada pasien dengan fungsi
ginjal normal; Namun, kedua obat tersebut menumpuk pada pasien dengan insufisiensi
ginjal. Cilastatin dapat terakumulasi sampai batas yang lebih tinggi, karena pembersihan
cilastatin nonrenal menyumbang persentase yang lebih rendah dari pembersihan totalnya,
dibandingkan dengan imipenem. Untuk mempertahankan konsentrasi imipenem sebesar ~
2 mg / L selama CRRT, dosis 250 mg per 6 jam atau 500 mg per 8 jam
direkomendasikan. Dosis yang lebih tinggi (500 mg/6 jam) dapat dibenarkan jika terjadi
resistensi relatif terhadap imipenem (MIC, 4mg/L). Cilastatin juga terakumulasi pada
pasien dengan disfungsi hati, dan peningkatan interval pemberian dosis mungkin
diperlukan untuk menghindari kemungkinan adanya efek samping yang tidak diketahui.
Berbeda dengan imipenem, meropenem tidak memerlukan a-dehidropeptidase inhibitor.
MIC meropenem untuk bakteri yang rentan adalah 4mg/L. Dari 3 kombinasi b-laktamase-
inhibitor yang tersedia secara komersial, hanya piperasilin-tazobaktam yang telah
21
dipelajari secara ekstensif pada pasien yang menerima CRRT. Berdasarkan data yang
dipublikasikan, piperacillin dibersihkan oleh semua modalitas CRRT.
Sefalosporin dan Aztreonam1
Cefazolin, sefotaksim, ceftriaxone, ceftazidime, sefepime, dan aztreonam
diselidiki. Dengan pengecualian ceftriaxone, b-lactam ini dikeluarkan dan di ekskresikan
melalui ginjal dan akan terjadi akumulasi pada orang dengan disfungsi ginjal. Karena
tingkat eliminasi berbanding lurus dengan fungsi ginjal, pasien yang memerlukan
hemodialisis intermiten mungkin akan menerima dosis lebih jarang. Dalam beberapa
kasus, dosis 3 kali seminggu setelah hemodialisis cukup. Namun, clearance oleh CRRT
lebih besar untuk sebagian besar agen ini, yang mengharuskan dosis lebih sering untuk
mempertahankan konsentrasi terapeutik lebih besar daripada MIC untuk proporsi interval
pemberian dosis optimal.
Ceftriaxone adalah pengecualian dalam kelompok b-lactams ini, terutama karena
kapasitas pengikat proteinnya yang luas, yang mencegahnya disaring, dan
metabolismenya di hati serta ekskresi pada empedu. Pembersihan Ceftriaxone pada
pasien yang menerima CVVH telah terbukti setara dengan pembersihan pada subyek
dengan fungsi ginjal normal, dan oleh karena itu, tidak ada penyesuaian dosis yang
diperlukan untuk pasien yang menerima CRRT
Sefalosporin dan aztreonam lainnya dibersihkan pada tingkat yang setara dengan
tingkat pembersihan kreatinin 30-50 mL / menit selama CVVHD atau CVVHDF,
sedangkan tingkat clearance oleh CVVH lebih rendah. Jika tujuan pada pasien yang sakit
kritis adalah mempertahankan konsentrasi terapeutik untuk keseluruhan interval
pemberian dosis, dosis normal dan tidak perlu penyesuaian dosis.
Fluorokuinolon1
Ciprofloksasin
Ada bukti bahwa dosis yang dianjurkan produsen untuk ciprofloxacin tidak akan
selalu mencapai target AUC /MIC rasio pada pasien kritis, termasuk mereka yang
menerima CAVHD. Dosis ciprofloxacin 400 mg/hari. direkomendasikan oleh produsen
untuk pasien dengan tingkat pembersihan kreatinin 30 mL / menit. Pada pasien kritis
yang menerima CRRT, dosis 600-800 mg per hari mungkin lebih mungkin mencapai
rasio AUC / MIC optimal, dan untuk organisme dengan MIC ciprofloxacin 1 mg / mL,
dosis standar cenderung tidak mencapai rasio target Selain itu, eskalasi dosis mungkin
diperlukan jika ciprofloxacin adalah satu-satunya antibiotik antibiotik anti gram gram
negatif yang ditentukan, terutama jika patogennya adalah P. aeruginosa.
22
Levofloksasin
Levofloxacin saat diekskresikan sebagian besar tidak berubah dalam urin, dan
penyesuaian dosis yang signifikan diperlukan untuk pasien dengan gagal ginjal.
Hemodialisis intermiten tidak secara efektif menghilangkan levofloksasin, dan oleh
karena itu, dosis tambahan tidak diperlukan setelah hemodialisis, Levofloxacin
dieliminasi oleh CVVH dan CVVHDF. Malone dkk, menemukan bahwa dosis
levofloxacin 250 mg/24 jam memberikan nilai Cmax / MIC dan AUC24 / MIC yang
sebanding dengan nilai yang ditemukan pada pasien dengan fungsi ginjal normal setelah
dosis 500 mg/24 jam. Dosis Levofloxacin 250 mg/24 jam, setelah dosis pemuatan 500
mg, sesuai untuk pasien yang menerima CVVH, CVVHD, atau CVVHDF
Colistin
Polymyxins baru-baru ini muncul kembali sebagai pilihan terapeutik untuk
organisme gram negatif yang multidrug resisten, seperti spesies P. aeruginosa dan
Acinetobacter. Natrium coliorethate adalah formulasi parenteral kolistin dan merupakan
produk yang rekomendasi dosisnya dibuat. Colistin adalah molekul kationik besar dengan
berat molekul 1.750 D, dan terikat erat dengan selaput membran sel dalam jaringan di
seluruh tubuh. 2 sifat ini menunjukkan bahwa dampak CRRT pada eliminasi colistin
minimal. Dosis colistin harus didasarkan pada 2 faktor spesifik pasien berikut: fungsi
ginjal yang mendasarinya dan berat badan ideal. Tidak ada data klinis yang ada pada
dosis kolistin untuk pasien yang menerima CRRT. Berdasarkan pengalaman klinis dan
sifat farmakokinetik colistin, kami merekomendasikan penggunaan kolistin pada dosis
2,5 mg / kg q48h pada pasien yang menjalani CRRT.
Aminoglikosida
Parameter farmakokinetik adalah prediktor penting dari dosis aminoglikosida.
Volume distribusi dapat digunakan untuk memprediksi dosis obat, dan tingkat eliminasi
dapat digunakan untuk memprediksi interval pemberian dosis yang diinginkan. Volume
distribusi dapat secara signifikan lebih besar pada pasien yang sakit kritis dan dapat
menyebabkan konsentrasi sub terapeutik setelah dosis pemuatan awal. CRRT sendiri
dapat berkontribusi pada distribusi yang lebih besar. Namun, CRRT menawarkan
beberapa "kontrol" dalam keadaan dinamis seperti itu, dan jika variabel CRRT
dipertahankan konstan, eliminasi aminoglikosida juga sama konstannya.
Filter yang ada saat ini mampu mengeluarkan aminoglikosida pada tingkat yang
setara dengan tingkat pembersihan kreatinin 10-40 mL/menit. Ini setara dengan waktu
paruh aminoglikosida 6-20 jam. Interval dosis khas dengan aminoglikosida akan menjadi
23
~ 3 masa paruh; Oleh karena itu, interval pemberian dosis khas selama CRRT adalah 18-
60 jam. Memang, kebanyakan pasien yang menjalani CRRT memerlukan waktu 24, 36,
atau 48 jam. Konsentrasi puncak target juga bisa memprediksi interval pemberian dosis.
Jika gentamisin diresepkan untuk bersinergi dalam pengobatan infeksi dengan organisme
gram positif, target puncaknya adalah 3-4 mg/mL. Hanya 2 waktu paruh yang dibutuhkan
untuk mencapai konsentrasi 1 mg/mL. Jika konsentrasi puncak target 8 mg/mL,
dibutuhkan waktu paruh tambahan untuk mendapatkan 1 mg/mL. Oleh karena itu,
semakin tinggi konsentrasi puncak target, semakin lama interval dosis yang dibutuhkan.
24
Tabel 2. Target konsentrasi serum aminoglikosida dan vankomisin untuk infeksi
yang serius13
25
DAFTAR PUSTAKA
2. Kes P. Continuous renal replacement therapy. Acta Clin Croat. 2000; 39:99- 6.
5. Bellomo R, Ronco C. Renal replacement therapy in the intensive care unit. Crit
Care Resus. 999; : 3-24.
11. Sefer S, Degoricija V. About Drug Dialyzability. Acta Clin Croat 2003; 42:257 –
267.
26
Undergoing Continuous Repacemnt Renal Therapy. P 593 – 605.
13. Rowinska JM, Malyszko J, et.al. Dosing of antibiotics in critically ill patients: are
we left to wander in the dark?. Pol Arch Med Wewn. 2012; 122(12): 630 – 640.
27