Kelainan-kelainan
Organ Intratoraks
Cakupan
Komplikasi
Nyeri pada pemasangan steel bar, rekurensi dari pektus ekskavartum,
pneumotoraks, infeksi sekunder, protrusi dari steel bar keluar kulit.
Pektus carinatum
Insidensi 1 dari 30.000 kasus trauma tumpul, dan 1 dari 5.000 trauma tumpul maupun
tajam; dengan tingkat mortalitas 20-40%
Terdiri dari trauma tumpul dan tajam
Trauma tumpul:
Penyebab: kecelakaan kendaraan bermotor
Mekanisme:
penurunan diameter anteroposterior rongga toraks, deselerasi yang cepat, peningkatanan mendadak
tekanan intraluminal laringotrakeal pada glottis yang tertutup dan trauma benturan langsung
Trauma tajam
Penyebab:
perkelahian dengan senjata tajam
Tentament suicide pada penderita dengan gangguan kejiwaan
Tindakan operatif:
Rekonstruksi langsung secara end-to-end, dengan atau tanpa stent; transplantasi
jalan nafas dengan bahan homograft; allograft yang dipreservasi beku
Salah satu teknik anastomosis end-to-end: jahitan tunggal sekeliling lingkar trakea
secara lengkap pada seluruh lapisan dan membuat simpulnya di luar. Jahitan
dilakukan setiap 4-5 mm ke arah lateral kedua sisi sampa saling bertemu.
Pascabedah sebaiknya dilaksanakan agar penderita tetap pada posisi fleksi sevikal
Keganasan trakea
Tumor primer trakea 1 dari 2,7 orang per tahun, maligna > benigna,
2/3 tumor primer trakea berjenis karsinoma sel skuamosa (KSS) atau
karsinoma adenoid kistik (KAK)
KSK dapat bersifat eksofitik atau ulseratif. Dapat berupa massa soliter atau
multiple, dan menyebar cukup panjang di trakea.
KAK tumbuh lambat, butuh waktu beberapa tahun hingga cukup besar dan
timbul gejala. Dapat tumbuh di sepanjang mukosa trakea atau tumbuh
perineural.
Tumor sekunder lebih sering, biasanya dari keganasan kelenjar tiroid, paru,
payudara, atau esophagus
Kelainan trakea kongenital
Stenosis kongenital
Cincin vascular
Stenosis kongenital
Jarang terjadi, kecuali iatrogenic, yaitu karena instrument diagnostic, seperti pada
endoskopi, dilatasi striktur pada achalasia, pengambilan benda asing dan endoprotesis
esophagus.
Bila terjadi perforasi, getah pencernaan akan mudah masuk ke mediastinum karena
esophagus dikelilingi jaringan lunak dan longgar, dan akan menyebabkan mediastinitis serta
sepsis, kemudian MOF dan kematian.
Mortalitas mencapai 10% dan meningkat bila terlambat didiagnosa
Diagnosa: gejala klinis pasca tindakan: nyeri dada, febris, emfisema subcutis, atau
pneumotoraks
Terapi: torakotomi eksploratif dan melakukan pembukaan luas dari lapisan mukosa dan
muskularis, dan kedua ujung perforasi harus terlihat jelas untuk kemudian dilakukan
penjahitan dengan benang monofilament 4/0 yang absorbable atau memakai stapler
Tantangan pascabedah: terjadinya sepsis dalam 48 jam pertama karena tempat perforasi
yang beradang hingga penjahitan bedah gagal, terbentuk fistula dan mediastinitis.
1.6.4. Mediastinum dan perikardium
Tumor mediastinum
True masses: semua massa yang ada pada/di struktur yang normalnya
ditempati mediastinum atau struktur yang melewatinya
False masses: semua lesi yang berasal dari luar mediastinum atau berasal dari
system vaskular
Timoma
Stage III dan IV: neoadjuvant therapy (30 Gy) + pembedahan + adjuvant therapy (20-24 Gy
radiotherapy + cisplatin based chemotherapy)
Myasthenia gravis
Tumor kistik terjadi sekitar 20% dari seluruh lesi mediastinum, kista
bronkogenik merupakan lesi tersering (60%) untuk kelompik tumor kistik
mediastinum
Mayoritas muncul pada daerah dekat trakea, bronkus utama, dan karina. Pada
umumnya jinak.
Indikasi pembedahan reseksi:
timbul gejala klinis yang menandakan adanya proses penekanan atau invasi ke
struktur didekatnya
Menandakan terjadi proses infeksi pada kista
Tujuan diagnostic, memastikan jenis histopatologis dan derajat keganasan lesi
Tumor neurogenik
Berasal dari jaringan embrional sel krista yang ditemukan pada sekeliling
ganglia spinalis, atau berasal dari komponen simpatis atau parasimpatis. Pada
anak, 50% merupakan maligna.
Hampir semua tumor berlokasi pada sulkus paravertebralis dan menempel
pada nervus interkostalis, atau dapat juga tumbuh dari nervus vagus atau
nervus frenikus
Klinis: bisa asimtomatis, jika simpomatis: nyeri dada, batuk, atau suara serak
akibat adanya penekanan massa tumor pada saraf di dekatnya
Diagnostik:
CXR: biasanya tumor ditemukan tidak sengaja pada pemeriksaan CXR untuk tujuan
lain
CT scan: gambaran massa bulat dengan densitas homogeny yang terletak di
samping vertebra
MRI: berguna untuk membuktikan adanya invasi tumor ke foramen neuralis
(dumbbell tumor)
Tiroid substernal
Obstruksi pada vena cava superior karena kompresi eksternal, invasi direk,
atau thrombosis. Utamanya: massa maligna.
Klinis
Batuk, dyspnea, ortopnea
Edema pada wajah, leher dan ekstremitas atas
Distensi vena pada dada, leher, wajah, ekstremitas atas
Sianosis
Gejala memburuk bila penderita berbaring atau menunduk, dan berkurang bila
posisi tegak
Klasifikasi
Tipe I: stenosis VKS 90% dengan vena azygos paten
Tipe II: obstruksi VKS hampir total dengan aliran antegrade pada vena azygos
Tipe III: obstruksi VKS hampir total, dengan aliran balik pada vena azygos
Tipe IV: obstruksi VKS total, termasuk pada percabangannya
Terapi
Simptomatis, radioterapi, kemoterapi, pembedahan, endovaskuler
Pembedahan:
Pilihan pada massa tumor jinak. Berbagai macam bypass dapat digunakan: by pass atrium ke
jugularis, inominata atau azygos. Konduit: vena safena atau graft prostetik
Endovaskuler
Pemasangan stent intraluminal melalui area obstruksi
Efusi perikardium
Disebabkan oleh ekspansi yang berlebih dari rongga udara pada segmen atau
lobus paru. Ekspansi ini terjadi karena udara tidak dapat kembali ke arah
proksimal, karena adanya obstruksi katup satu arah, pada bronkus segmental
atau lobar.
Obstruksi bisa berupa: gumpalan lendir, proses peradangan, stenosis bronkus,
atresia bronkus, kelanan dinding bronkus
Daerah paling sering: lobus superior kiri
Gejala: bisa minimal karena kompensasi area paru yang masih normal. Jika
simptomatis: takipnea, dyspnea, wheezing, sianosis beberapa hari setelah
kelahiran
Diagnostik
Ro thoraks: area radiolusen dengan mediastinal shift ke kontralateral. Shift
bertambah ketika ekspirasi
CT scan: memperlihatkan factor kausatif, spt obstruksi bronkus, massa
mediastinum, kista bronkogenik, jiratan arteri pulmonalis
Penatalaksanaan
lobektomi, idealnya dengan one lung anaesthesia, tapi sulit diterapkan
Jika penyebabnya adalah kelainan kardiovaskuler kongenital, maka yg perlu
dilakukan pertama adalah koreksi kelainan tersebut
Kista paru kongenital
Terjadi karena terperangkapnya sebagian jaringan paru dan bronkus sejak pertumbuhan dari
embryonal lung bud. Terjadi pada awal usia janin saat selesainya pembentukan bronkhiolus
terminalis dan pembentukan alveolus masih dalam proses. Penyebabnya idiopatik.
Klinis: distress pernafasan, infeksi, dan sepsis
Diagnostik: ro toraks: lesi kistik yang masih berhubungan dengan saluran nafas, mengandung
cairan/pus, atau memiliki gambaran air fluid level. Jaringan sekitarnya dapat menunjukkan
gambaran pneumonia.
Penatalaksanaan:
Indikasi operasi emergency pada bayi: bila terdapat distress pernafasan berat karena ekspansi kista
Jika manifestasi klinis tidak berat, dapat ditunggu selama 1 tahun; tindakan bedah dilakukan bila
kista ttidak mengecil
Tindakan: lobektom, kistektomi bila kista kecil
Congenital cyst adenomatid
malformation
Akibat dari terjadinya pertumbuhan mesenkimal abnormal yang terjadi pada
minggu I-BI usia gestasi, yang menghasilkan terjadinya tumor jinak paru yang
terdiri atas dysplasia bronkhiolus yang tumbuh berlebihan.
Hampir seluruh CCAM terjadi pada satu lobus, dan mempunyai predileksi di
lobus bawah
Klinis: distress pernafasan, distress cardiorspirasi, dalam kandungan: hydrops
paru (karena dorognan massa CCAM) dan polihidramnion (karena penekana
pada esophagus)
Diagnostik
USG kehamilan (>12 minggu): mediastinal shifting, polihidramnion, hidrop
Ro toraks: lesis kistik, solidm mixed; mediastinal shifting
CT Scan: membedakan CCAM dengan kelainan lain seperti sekuestrasi paru, kista
bronkogenik, hernia diafragmatika, dan limfangiektasis
Penatalaksanaan
Bedah reseksi, massa tetap di reseksi walau CCAM tanpa gejala berat, karena untuk
mencegah komplikasi infeksi berulang dan perubahan ke arah maligna
Pada bayi umumnya lobektomi dan sangat jarang pneumonektomi
Kelainan diafragma
Hernia diafragmatika
Hernia kongenital
Hernia Bochdalek
Hernia Morgagni
Hernia dapatan
Sliding hernia
Hernia paraesofageal
Hernia Bochdalek
Adanya defek pada diafragma daerah retrosternal anterior. Memiliki kantung hernia
(true hernia). Umumnya yg herniasi adalah omentum. Lebih sering terjadi di sisi kanan.
Klinis:
defek kecil: tidak terdeteksi, tidak muncul gejala
Defek besar: gejala dan tanda distress nafas dan gejala akibat penekanan massa: sesak, nyeri
dada, batuk
Diagnostik:
Ro toraks: gambaran massa pada mediastinum dg densitas cairan atau padat yg terletak di
samping kiri atau kanan jantung
CT scan
Kontras: dengan barium enema: diidentifikasi organ viscera yg herniasi (lambung, usus halus,
colon)
Penatalaksanaan
Pembedahan dengan mengembalikan isi hernia ke dalam rongga peritoneum dan
melakukan repair defek
Ancangan abdominal lebih disukai dalam melakukan repair defek karena dapat
menyingkirkan hepar dan melihat facies diafragma dari inferior lebih jelas
Ancangan torakal dapat dipakai dengan catatan harus membuka hiatus cava dan
esofagus
Hernia hiatal
Umumnya didapat
Diklasifikasikan menjadi:
Tipe I: sliding hernia
Tipe II: hernia esophageal
Hernia hiatal adalah penyebab kelainan anatomi utama dari penyakit GERD
Sliding hernia