Anda di halaman 1dari 60

1.6.

Kelainan-kelainan
Organ Intratoraks
Cakupan

1.6.1. Kelainan pleura/dinding toraks


1.6.2. Trakea dan bronkus
1.6.3. Esofagus
1.6.4. Mediastinum dan pericardium
1.6.5. Penyakit paru kongenital
1.6.6. Kelainan diafragma
Kelainan pleura/dinding toraks
Pektus ekskavatum

Defek terjadi karena deformitas pada kartilago kosta sehingga dada


berbentuk cekung dan mengakibatkan depresi sternum.
Adanya sindrom Marfan harus disingkirkan pada setiap anak dengan pektus
ekskavatum, terutama bila disertai pula dengan scoliosis.
Indikasi pembedahan biasanya adalah karena factor kosmetik, yaitu
rekonstruksi sternum.
Bila timbul gejala penekanan jantung (aritmia, sesak, angina pectoris) maka
indikasi pembedahan adalah mutlak.
Idealnya pembedahan dilakukan sebelum usia 5 tahun, bila mempunyai
manivestasi klinis sejak kecil; atau pada masa remaja.
Teknik untuk koreksi pektus ekskavartum antara lain:
Reseksi pada kartilago kosta dan mempergunakan marlex mesh untuk stabilisasi
posisi sternum
Teknik Ravitch: reseksi transversal sternum di bawah batas papilla mamae dan
menggunakan steel bar untuk memperkuat sternum
Prosedur Nuss: teknik bedah invasive minimal untuk menempatkan convex steel bar
di bawah sternum melalui insisi kecil di lateral toraks.

Komplikasi
Nyeri pada pemasangan steel bar, rekurensi dari pektus ekskavartum,
pneumotoraks, infeksi sekunder, protrusi dari steel bar keluar kulit.
Pektus carinatum

Kelainan dengan penonjolan (protrusi) sternum karena malformasi bentuk


(outward curve) di daerah kartilago kosta iga-iga inferior (IV-VIII).
Teori timbulnya pektus carinatum:
displacement sternum terjadi karena hipoplasi pada center attachment di
diafragma
Pemanjangan berlebihan kartilago kosta
Syndrom Poland

Defek kongenital yg berupa absesnnya payudara atau papilla mamae,


hipoplasi dari jaringan subkutan, hypoplasia otot-otot pektoralis mayor dan
minor; kadangkala disertai dengan absennya kartilago costa dan/atau iga 2,
3, dan 4; atau iga 3, 4, dan 5.
Insidensi 1: 30.000, wanita > pria
Defek pada dinding dada bisa disertai herniasi paru
Kelainan penyerta: kelainan tangan dan syndactily
Jika terjadi unilateral, sisi kanan lebih sering daripada yang kiri
1.6.2. Trakea dan bronkus
Trauma trakea

Insidensi 1 dari 30.000 kasus trauma tumpul, dan 1 dari 5.000 trauma tumpul maupun
tajam; dengan tingkat mortalitas 20-40%
Terdiri dari trauma tumpul dan tajam
Trauma tumpul:
Penyebab: kecelakaan kendaraan bermotor
Mekanisme:
penurunan diameter anteroposterior rongga toraks, deselerasi yang cepat, peningkatanan mendadak
tekanan intraluminal laringotrakeal pada glottis yang tertutup dan trauma benturan langsung
Trauma tajam
Penyebab:
perkelahian dengan senjata tajam
Tentament suicide pada penderita dengan gangguan kejiwaan
Tindakan operatif:
Rekonstruksi langsung secara end-to-end, dengan atau tanpa stent; transplantasi
jalan nafas dengan bahan homograft; allograft yang dipreservasi beku
Salah satu teknik anastomosis end-to-end: jahitan tunggal sekeliling lingkar trakea
secara lengkap pada seluruh lapisan dan membuat simpulnya di luar. Jahitan
dilakukan setiap 4-5 mm ke arah lateral kedua sisi sampa saling bertemu.
Pascabedah sebaiknya dilaksanakan agar penderita tetap pada posisi fleksi sevikal
Keganasan trakea

Tumor primer trakea 1 dari 2,7 orang per tahun, maligna > benigna,
2/3 tumor primer trakea berjenis karsinoma sel skuamosa (KSS) atau
karsinoma adenoid kistik (KAK)
KSK dapat bersifat eksofitik atau ulseratif. Dapat berupa massa soliter atau
multiple, dan menyebar cukup panjang di trakea.
KAK tumbuh lambat, butuh waktu beberapa tahun hingga cukup besar dan
timbul gejala. Dapat tumbuh di sepanjang mukosa trakea atau tumbuh
perineural.
Tumor sekunder lebih sering, biasanya dari keganasan kelenjar tiroid, paru,
payudara, atau esophagus
Kelainan trakea kongenital

Stenosis kongenital
Cincin vascular
Stenosis kongenital

Dibagi menjadi: hypoplasia menyeluruh (30%), stenosis berbentuk terowongan


( 20%), stenosis segmental (50%)
Umumnya terjadi pada bagian bawah trakea
Gejala awal ketika lahir bisa asimptomatis kemudian muncul sejak usia 1
bulan: dyspnea, takipnea, wheezing, stridor ekspirasi dan inspirasi, kesulitan
minum, kegagalan menarik nafas panjang.
Pemeriksaan penunjang: Rontgen, CT scan, bronkoskopi
Tindakan pembedahan definitive (reseksi-anastomosis) pada saat bagi dapat
berbahaya.
Strategi terapi pada bayi dengan penatalaksanaan bertahap:
Tahap pertama dengan trakeostomi
Tahap kedua dengan tindakan definitive ketika anak cukup besar
Jika stenosis trakea ditemukan pada saat dewasa:
Torakotomi eksplorasi utk mencegah obstruksi lebih lanjut
Reseksi dan anastomosis trakea dilakuka sesuai anatomi yg tampak, atau
menggantikan trakea dengan stent trakea yg terbuat dari bahan prostetik, yg
dibungkus dengan jarungan pericardium autolog
Vascular ring

Kondisi dimana ada kelainan kongenital pembuluh darah membentuk lingkaan


penuh atau lengkungan di sekitar trakea yang menyebabkan kompresi dan
stenosis pada trakea
Kelainan pembuluh darah yang dapat menyebabkan antara lain: double aortic
arch, right aortic arc with PDA, aberrant subclavian artery, abnormal
innominate artery
Yang cukup sering: double aortic arch
Klinis: segera setelah lahir, penderita mengalami distress nafas (batuk, dyspnea,
stridor) dan kesulitan menelan.
Diagnostik: foto barium meal dan CT scan dengan kontras
Penatalaksanaan: torakotomi anterior, memotong cabang arkus aorta terkecil, dan
memotong ligamentum arteriosum
1.6.3. Esofagus
GERD

Terjadi refluks makanan/minuman yang sudah ditelan, makanan terasa lagi di


mulut dengan sedikit asam
Terasa terbakar esophagus, seperti heartburn. Gejala pendamping: serak
atau batuk lama, mirip asma
Batasan: refluks yang terjadi lebih dari 2 kali seminggu
Jika tidak diobati dapat menimbulkan jaringan parut, kemudian stenosis
esophagus yang ditandai dengan disfagia
Merupakan factor resiko Barretts esophagus
Terapi bedah: vagotomi selektif dan fundoplikasi (Nissen)
Barretts esophagus

Keadaan jaringan esophagus secara melingkar dan memanjang termasuk


tunika muskularisnya, diganti dengan jaringan yang mirip jaringan usus kecil,
intestinum.
BE memiliki kecenderungan menjadi adenoca esofagus 30x lebih besar
daripada orang normal
usia rata-rata penderita BE sekitar 50 th, laki 2:1 wanita, kaukasia > ras lain
Diagnosa: biopsy dengan endoskopi
Pembedahan:
BE dengan dysplasia berat: profilaksis esofagektomi, dengan torakotomi atau
dengan bedah invasive minimal. Kemudian sebagian lambung ditarik ke arah karnio-
torakal dan direanastomosekan edngan sisa bagian esophagus.
Divertikulum Zenker

Suatu divertikel esophagus pada daerah cricopharyngeal yang paling sering


terjadi pada penderita tua, dengan keluhan disfagia dan muntah yang sering
menyebabkan malnutrisi dan pneumonia aspirasi.
Penyebab: disfungsi otot cricopharyngeal dan otot sfingter esophagus atas
yang menyebabkan komplainsnya turun. Secara anatomis merupakan
penonjolan lokus minoris resistensiae dari dinding osterior zona transisi
antara hipofaring dan triangle Killian dari esophagus
Terapi bedah terdiri atas miotomi dari sfingter esophagus atas dan otot
cricopharyngeal, disertai diverticuloplexy atau divertikulektomi; jadi
melakukan miotomi ekstramukosal
Perforasi Esofagus

Jarang terjadi, kecuali iatrogenic, yaitu karena instrument diagnostic, seperti pada
endoskopi, dilatasi striktur pada achalasia, pengambilan benda asing dan endoprotesis
esophagus.
Bila terjadi perforasi, getah pencernaan akan mudah masuk ke mediastinum karena
esophagus dikelilingi jaringan lunak dan longgar, dan akan menyebabkan mediastinitis serta
sepsis, kemudian MOF dan kematian.
Mortalitas mencapai 10% dan meningkat bila terlambat didiagnosa
Diagnosa: gejala klinis pasca tindakan: nyeri dada, febris, emfisema subcutis, atau
pneumotoraks
Terapi: torakotomi eksploratif dan melakukan pembukaan luas dari lapisan mukosa dan
muskularis, dan kedua ujung perforasi harus terlihat jelas untuk kemudian dilakukan
penjahitan dengan benang monofilament 4/0 yang absorbable atau memakai stapler
Tantangan pascabedah: terjadinya sepsis dalam 48 jam pertama karena tempat perforasi
yang beradang hingga penjahitan bedah gagal, terbentuk fistula dan mediastinitis.
1.6.4. Mediastinum dan perikardium
Tumor mediastinum

True masses: semua massa yang ada pada/di struktur yang normalnya
ditempati mediastinum atau struktur yang melewatinya
False masses: semua lesi yang berasal dari luar mediastinum atau berasal dari
system vaskular
Timoma

Neoplasma primer terbanyak yang berlokasi di kompartemen mediastinum anterior-superior


Menyebabkan defisiensi reeotir asetilkolin yang menimbulkan kelemahan pada tegangan
potensial neuromuscular junction hingga menyebabkan ketidakmampuan dan kegagalan otot
utk berkontraksi
Klinis:
bisa asimtomatis, tumor ditemukan secara tidak sengaja melalui pemeriksaan radiologis.
Jika simtomatis: nyeri dada yg tidak jelas, batuk, dyspnea. Gejala konsitusi: lemah, demam, berat
badan menurun, kaki bengkak
Klasifikasi berdasarkan proporsi sel:
Limfositik, >2/3 bagian sel limfoid
Campuran limfoepitelial, 1/3-2/3 bagian adalah sel limfoid
Epitelial, >2/3 bagian adalah sel epithelial
Spindle, >2/3 bagian adalah sel epithelial dan sel spindel
Staging: Masaoka Terapi

Stage I: pembedahan reseksi saja

Stage II: pembedahan + adjuvant therapy (50 gy radiotherapy + cisplatin based


chemotherapy)

Stage III dan IV: neoadjuvant therapy (30 Gy) + pembedahan + adjuvant therapy (20-24 Gy
radiotherapy + cisplatin based chemotherapy)
Myasthenia gravis

Terdapat autoantibody terhadap reseptor asetilkolin (pada 80-90 % penderita), yang


menyebabkan penurunan fungsi dan jumlah reseptor
Grading menurut Osserman:
Grade I: kelainan fokal, misal kelemahan hanya pada otot oklr
Grade II: kelainan umum
IIa: ringan
IIb: sedang
Grade III: kelainan umum yang berat
Grade IV: kondisi life-threatening, terjadi kelumpuhan otot pernafasan dan butuh ventilasi mekanik
Diagnosa:
tes exercise -> kelemahan otot ocular dan bulbar, terjadi perbaikan bila istirahat
Disuntikkan edrophonium iv -> perbaikan yang nyata dari gejala kelemahan otot mata
Terapi medik:
Antikolinesterase: piriostigmin
Short term immunotherapy
Plasma exchange
indikasi: myasthenia crisis atau persiapan operasi
IVIG
Long term immunotherapy: obat immunosuppressant, prednisone
Bedah
Timektomi: diindikasikan pada semua penderita MG, karena:
Sebagian besar penderita MG memiliki kelainan hyperplasia pada timus (60-70%), dan 30% memiliki timoma
Dibuktikan bahwa penderita non-timoma mengalami perbaikan pasca timektomi
Prosedur timektomi
Timektomi simple: hanya reseksi timus
Timektomi extended: pengangkatan kelenjar timus disertai jaringan lemak di mediastinum anterior
Timektomi radical: pengangkatan timus disertai seluruh jaringan lemak mediastinum termasuk melakukan skeletonized pembuluh darah
bsar dan struktur lainnya
Kista bronkogenik

Tumor kistik terjadi sekitar 20% dari seluruh lesi mediastinum, kista
bronkogenik merupakan lesi tersering (60%) untuk kelompik tumor kistik
mediastinum
Mayoritas muncul pada daerah dekat trakea, bronkus utama, dan karina. Pada
umumnya jinak.
Indikasi pembedahan reseksi:
timbul gejala klinis yang menandakan adanya proses penekanan atau invasi ke
struktur didekatnya
Menandakan terjadi proses infeksi pada kista
Tujuan diagnostic, memastikan jenis histopatologis dan derajat keganasan lesi
Tumor neurogenik

Berasal dari jaringan embrional sel krista yang ditemukan pada sekeliling
ganglia spinalis, atau berasal dari komponen simpatis atau parasimpatis. Pada
anak, 50% merupakan maligna.
Hampir semua tumor berlokasi pada sulkus paravertebralis dan menempel
pada nervus interkostalis, atau dapat juga tumbuh dari nervus vagus atau
nervus frenikus
Klinis: bisa asimtomatis, jika simpomatis: nyeri dada, batuk, atau suara serak
akibat adanya penekanan massa tumor pada saraf di dekatnya
Diagnostik:
CXR: biasanya tumor ditemukan tidak sengaja pada pemeriksaan CXR untuk tujuan
lain
CT scan: gambaran massa bulat dengan densitas homogeny yang terletak di
samping vertebra
MRI: berguna untuk membuktikan adanya invasi tumor ke foramen neuralis
(dumbbell tumor)
Tiroid substernal

Merupakan perpanjangan massa tiroid yang ada di leher


Bisa asimptomatis, bila simptomatis dyspnea atau disfagia
2-20% tiroid substernal mengalami transformasi keganasan
Pemeriksaan:
Rontgen torkas-servical proyeksi PA dan lateral
CT scan/MRI
Thyroid scan
Terapi
Pembedahan reseksi/eksterpasi
Sebagian besar dapat diangkat melalui insisi cervical
Alternatif: insisi sternotomi parsial + insisi colar, atau insisi sternotomi penuh
Mediastinitis

Infeksi yang terjadi di mediastinum. Etiologi bisa berasal dari descending


infection, infeksi pasca operasi, pasca trauma
Mediastinitis akut pasca operasi
Terjadi pada sekitar 0,3-0,5 % dari seluruh operasi jantung
Patogen utama: stafilokokus epidermidis dan stafilokokus aureus
Diagnostik
Instabilitas sternum, luka oerasi terbuka/terinfeksi, keluar sekresi sero/mukopurulen
Tanda-tanda infeksi: febris, takikardia, leukositosis
Pemastian diagnostic: aspirasi pus di daerah substernal
Terapi
Primary debridement and closure: bila tidak dijumpai tanda infeksi sistemik, dan
tidak ditemukan focus infeksi luas dan nekrotik pada sternum dan mediastinum.
Tindakan: debridement, irigasi dg betadine encer atau antibiotika, penutupan luka
secara primer
Delayed primary closure: bila diyakini sternum masih viable tapi jaringan subkutan
tidak diyakini viable. Tindakan: luka operasi kulit dan subkutis dibiarkan terbuka,
dilakukan irigasi dan pencucian luka sampai tumbuh jarigan granulasi, luka ditutup
dengan reaposisi atau skin graft
Penutupan dengan flap: bila sternum tidak viable. Sternum dan mediastinum di
debridement, luka operasi ditutup dengan menggunakan flap otot atau omentum
Antibiotika selama 6-8 minggu
Sindroma vena cava superior

Obstruksi pada vena cava superior karena kompresi eksternal, invasi direk,
atau thrombosis. Utamanya: massa maligna.
Klinis
Batuk, dyspnea, ortopnea
Edema pada wajah, leher dan ekstremitas atas
Distensi vena pada dada, leher, wajah, ekstremitas atas
Sianosis
Gejala memburuk bila penderita berbaring atau menunduk, dan berkurang bila
posisi tegak
Klasifikasi
Tipe I: stenosis VKS 90% dengan vena azygos paten
Tipe II: obstruksi VKS hampir total dengan aliran antegrade pada vena azygos
Tipe III: obstruksi VKS hampir total, dengan aliran balik pada vena azygos
Tipe IV: obstruksi VKS total, termasuk pada percabangannya
Terapi
Simptomatis, radioterapi, kemoterapi, pembedahan, endovaskuler
Pembedahan:
Pilihan pada massa tumor jinak. Berbagai macam bypass dapat digunakan: by pass atrium ke
jugularis, inominata atau azygos. Konduit: vena safena atau graft prostetik
Endovaskuler
Pemasangan stent intraluminal melalui area obstruksi
Efusi perikardium

Penumpukan cairan dalam rongga pericardium. Cairan dapat berupa


transudate, eksudat, atau darah.
Efusi yang mengganggu hemodinamika dikenal sebagai tamponade jantung,
yang ditandai dengan Trias Beck: hipotensi, distensi vena juguler, dan bunyi
jantung menjauh.
Pemeriksaan
EKG: depresi segmen PR, kadang takiaritmia
Ro toraks: pembesaran siluet jantung (>200cc)
Echo: memberikan informasi akurat ttg cairan di rongga perikard
CT scan: sangat jarang digunakan, dapat mendeteksi cairan hingga 50 cc
MRI: sangat jarang digunakan, dapat mendeteksi cairan hingga 30 cc
Terapi
Efusi dapat sembuh sediri
Jika terjadi tamponade: sub-xyphoid pericardial window
Perikarditis konstriktiva

Karena inflamasi pada kedua pericardium, fibrosa maupun serosa, dan


menyebabkan penebalan pericardium kemudian menekan ventrikel
Etiologi: operasi jantung sebelumnya, radiasi dada, pasca infark luas,
sarkoidosis, trauma dada, infesi virus akut, keganasan; namun sebagian besar
bersifat idiopatik
Klinis: cepat lelah disertai dyspnea atau orthopnea, peningkatan tekanan
vena jugularis, asites, hepatomegaly, dengan/tanpa edema perifer, efusi
pleura
Terapi
Konservatif: antibiotic, diuretic, analgesic
Definitif: pericardiektomi
1.6.5. Penyakit paru kongenital
Emfisema lobar kongenital

Disebabkan oleh ekspansi yang berlebih dari rongga udara pada segmen atau
lobus paru. Ekspansi ini terjadi karena udara tidak dapat kembali ke arah
proksimal, karena adanya obstruksi katup satu arah, pada bronkus segmental
atau lobar.
Obstruksi bisa berupa: gumpalan lendir, proses peradangan, stenosis bronkus,
atresia bronkus, kelanan dinding bronkus
Daerah paling sering: lobus superior kiri
Gejala: bisa minimal karena kompensasi area paru yang masih normal. Jika
simptomatis: takipnea, dyspnea, wheezing, sianosis beberapa hari setelah
kelahiran
Diagnostik
Ro thoraks: area radiolusen dengan mediastinal shift ke kontralateral. Shift
bertambah ketika ekspirasi
CT scan: memperlihatkan factor kausatif, spt obstruksi bronkus, massa
mediastinum, kista bronkogenik, jiratan arteri pulmonalis
Penatalaksanaan
lobektomi, idealnya dengan one lung anaesthesia, tapi sulit diterapkan
Jika penyebabnya adalah kelainan kardiovaskuler kongenital, maka yg perlu
dilakukan pertama adalah koreksi kelainan tersebut
Kista paru kongenital

Terjadi karena terperangkapnya sebagian jaringan paru dan bronkus sejak pertumbuhan dari
embryonal lung bud. Terjadi pada awal usia janin saat selesainya pembentukan bronkhiolus
terminalis dan pembentukan alveolus masih dalam proses. Penyebabnya idiopatik.
Klinis: distress pernafasan, infeksi, dan sepsis
Diagnostik: ro toraks: lesi kistik yang masih berhubungan dengan saluran nafas, mengandung
cairan/pus, atau memiliki gambaran air fluid level. Jaringan sekitarnya dapat menunjukkan
gambaran pneumonia.
Penatalaksanaan:
Indikasi operasi emergency pada bayi: bila terdapat distress pernafasan berat karena ekspansi kista
Jika manifestasi klinis tidak berat, dapat ditunggu selama 1 tahun; tindakan bedah dilakukan bila
kista ttidak mengecil
Tindakan: lobektom, kistektomi bila kista kecil
Congenital cyst adenomatid
malformation
Akibat dari terjadinya pertumbuhan mesenkimal abnormal yang terjadi pada
minggu I-BI usia gestasi, yang menghasilkan terjadinya tumor jinak paru yang
terdiri atas dysplasia bronkhiolus yang tumbuh berlebihan.
Hampir seluruh CCAM terjadi pada satu lobus, dan mempunyai predileksi di
lobus bawah
Klinis: distress pernafasan, distress cardiorspirasi, dalam kandungan: hydrops
paru (karena dorognan massa CCAM) dan polihidramnion (karena penekana
pada esophagus)
Diagnostik
USG kehamilan (>12 minggu): mediastinal shifting, polihidramnion, hidrop
Ro toraks: lesis kistik, solidm mixed; mediastinal shifting
CT Scan: membedakan CCAM dengan kelainan lain seperti sekuestrasi paru, kista
bronkogenik, hernia diafragmatika, dan limfangiektasis
Penatalaksanaan
Bedah reseksi, massa tetap di reseksi walau CCAM tanpa gejala berat, karena untuk
mencegah komplikasi infeksi berulang dan perubahan ke arah maligna
Pada bayi umumnya lobektomi dan sangat jarang pneumonektomi
Kelainan diafragma
Hernia diafragmatika

Hernia kongenital
Hernia Bochdalek
Hernia Morgagni
Hernia dapatan
Sliding hernia
Hernia paraesofageal
Hernia Bochdalek

Terdapat defek pada bagian posterolateral diafragma. Terjadi karena kegagalan


penutupan kanal pleuroperitonial, pada usia kehamilan 8 minggu
Herniasi usus atau organ visera lain ke rongga toraks menyebabkan berkurangnya
jumlah percabangan bronkus, jumlah total sinus asinus dan pembuluh darah
Klinis: dapat bersifat life-threatening dalam waktu beberapa jam sampai hari, setelah
dilahirkan. Kematian langsung disebabkan oleh hypoplasia paru berat. Kadang hanya
bermanifes distress pernafasan ringan, feeding intoleransi, atau bahkan
asimptomatis. Kelainan lain: hipertensi pulmonal yg menyebabkan bayi biru.
Diagnostik:
intrauterine dg USG, dikonfirmasi dg rontgen yg secara karakteristik menghasilkan gambara
adanya organ visera pada rongga toraks yg disertai deviasi mediastinum ke arah
kontralateral.
Pemastian diagnosa: ro toraks setelah sebelumnya dipasang NGT
Penatalaksanaan
Penderita dengan distress pernafasa sejak lahir, harus segera diintubasi dan
dimasukkan dalam ventilasi mekanik
Setelah stabil, dilakukan pembedahan koreksi defek, melalui ancangan torakal
(torakotomi). Defek kecil: jahit primer dengan benang non-absorbable dengan
penguat Teflon pledget. Defek yg lebih besar ditutup dengan material prosthesis
(PTFE atau goretex)
Hernia morgagni

Adanya defek pada diafragma daerah retrosternal anterior. Memiliki kantung hernia
(true hernia). Umumnya yg herniasi adalah omentum. Lebih sering terjadi di sisi kanan.
Klinis:
defek kecil: tidak terdeteksi, tidak muncul gejala
Defek besar: gejala dan tanda distress nafas dan gejala akibat penekanan massa: sesak, nyeri
dada, batuk
Diagnostik:
Ro toraks: gambaran massa pada mediastinum dg densitas cairan atau padat yg terletak di
samping kiri atau kanan jantung
CT scan
Kontras: dengan barium enema: diidentifikasi organ viscera yg herniasi (lambung, usus halus,
colon)
Penatalaksanaan
Pembedahan dengan mengembalikan isi hernia ke dalam rongga peritoneum dan
melakukan repair defek
Ancangan abdominal lebih disukai dalam melakukan repair defek karena dapat
menyingkirkan hepar dan melihat facies diafragma dari inferior lebih jelas
Ancangan torakal dapat dipakai dengan catatan harus membuka hiatus cava dan
esofagus
Hernia hiatal

Umumnya didapat
Diklasifikasikan menjadi:
Tipe I: sliding hernia
Tipe II: hernia esophageal
Hernia hiatal adalah penyebab kelainan anatomi utama dari penyakit GERD
Sliding hernia

Daerah gastroesofageal junction masuk (sliding) ke dalam mediastinum


melalui hiatus esophagus. Terjadi karena adanya kelemahan atau
pemanjangan dari ligamentum frenoesofageal
Klinis:
Muncul karena adanya refluks dari isi gaster di bagian esophagus 1/3 distal dan
bukan karena massa tambahan dari hernia itu sendiri di dalam mediastinum;
antara lain: heartburn, regurgitasi postural (terutama baring kanan), disfagia,
mual, muntah. Gejala memburuk pada saat setelah makan dan perubaha posisi.
Gejala berkurang bila berdiri atau duduk tegak.
Diagnostik
Barium: menampakkan pelebaran esophagus distal
Cinefluorography: informasi derajat refluks
Esofagoskopi: memeriksa lumen esophagus, tanda2 esophagitis atau Barretts
esophagus. Dapat disertai pengambilan sampel untuk biopsy.
Penatalaksanaan
Medikamentosa: terapi untuk GERD: antasida, antagonis H2 reseptor, PPI, diet
Bedah: fundoplikasi
Hernia paraesofageal

Kelemahan pada membrane frenoesofageal di sebelah laterl dan anterior


terhadap esophagus. Fundus gaster atau organ visceral lain dapat masuk
melalui lubang tersebut. Organ yg protrusi diselubung oleh lapisan
peritoneum yg membentuk kantung hernia (true hernia), tidak seperti sliding
hernia yang tidak memiliki kantung hernia.
Klinis
Sebagian asimtomatis, jika simptomatis komplikasi akibat inkarserata, volvulus,
obstruksi, strangulasi, perforasi, atau perdarahan pada organ visera di kantung
hernia
Anemia defisiensi besi dapat terjadi pada perdarahan GI kronis, kadang disertai
fatigue
Distres nafas bisa terjadi jika massa hernia besar
Diagnostik
Ro toraks: kadang menampilkan gambaran massa di retrokardiak dengan air-bubble
atau air fluid level
Barium: pemasti untuk menunjukkan adanya organ abdomen di dalam toraks
Endoskopi
Pemeriksaan fungsi esophagus
Penatalaksanaan
Pembedahan rekonstruktif, tidak ada terapi medikamentosa. Prosedur pembedahan
berupa penutupan defek, dapat ditambah dengan tindakan bedah antirefluks
Eventerasio difragma

Penipisan diafragma karena terganggunya atau tiadanya pertumbuhan serabut


otot pada diafagma sehingga menyebabkan elevasi dari sebagian atau seluruh
diafragma ke dalam rongga toraks. Lebih sering terjadi di sisi kiri.
Klinis:
Kecil: tidak menimbulkan gejala
Luas: gejala dan tanda distress pernafasan ringan sampai berat
Diagnostik
Ro toraks AP-lat: gambaran elevasi hemidiafragma, kadangkala disertai gambaran
atelectasis lobus bawah dan mediastinal shifting
Fluoroskopi: tambahan informasi tentang lokasi organ padat seperti hepar terhadap
letak diafragma serta memperlihatkan apakah terjadi gerakan paradoksikal
diafragma
Penatalaksanaan
Konservatif
Penderita ditegakkan
Pemberian suplemen O2
Nutrisi
Pembedahan
Diindikasikan pada semua penderita dengan eventerasio yang menimbulkan gejala dan
tanda klinis
Prosedur yang umum dilakukan adalah prosedur plikasi diafragma
Ruptur diafragma

Mekanisme rupture diafragma akibat trauma tumpul berkorelasi dengan


terjadinya peningkatan mendadak dari tekanan intraabdomen yang
menciptakan beda tekanan yg besar antara rongga abdomen dengan toraks
Klinis
Distres pernafasan
Suara nafas melemah pada sisi yg terkena
Terabanya organ intraabdomen pad saat pemasangan chest tube
Terdengar bising usus saat auskultasi dada
Gerakan paradoksal abdomen saat bernafas
Diagnostik
Ro thoraks: adanya bayangan abnormal pada lapang paru kanan bawah pasca
trauma dapat menjadi kecurigaan perlukaan pada diafragma
CT scan: diskontinuitas diafragma, herniasi visera intratorakal atau lemak
omentum, dan collar sign yg berkaitan dengan konstriksi lengkung usus yg
mengalami herniasi.
USG: gambaran pinggiran bebas dari tepi diafragma yang robek sebagai flap dalam
cairan pleura ataupun herniasi hepar ke dalam rongga toraks
VATS (diagnostic): dapat juga sebagai tindakan definitive memperbaiki ruptur
Penatalaksanaan:
Pembedahan
Bila diyakini adanya rupture diafragma saja tanpa perlukaan organ intraabdomen, maka
ancangan melalui torakomi
Bila dicurigai ada rupture diafragma dengan perlukaan organ intraabdomen: insisi
torakoabdominal atau torakotomi + laparotomy
Bila dicurigai terjadi perlukaan intraabdominal dengan kecurigaan rupture diafragma,
maka dilakukan laparotomi terlebih dahulu, diafragma diperiksa, bila rupture dilakukan
torakotomi. Jika diafragma intak, pasang WSD.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai