Anda di halaman 1dari 20

BAB I

DEFINISI

A. Latar Belakang
Istilah triase ini sudah lama berkembang. Konsep awal triase modern yang
berkembang meniru konsep pada jaman Napoleon dimana Baron Dominique Jean Larrey
(1766-1842), seorang dokter bedah yang merawat tentara Napoleon, mengembangkan
dan melaksanakan sebuah system perawatan dalam kondisi yang paling mendesak pada
tentara yang datang tanpa memperhat ikan urutan kedatangan mereka. Sistem tersebut
memberikan perawatan awal pada luka ketika berada di medan perang kemudian tentara
diangkut ke rumah sakit/tempat perawatan yang berlokasi di garis belakang. Sebelum
Larrey menuangkan konsepnya, semua orang yang terluka tetap berada di medan perang
hingga perang usai baru kemudian diberikan perawatan.
Pada tahun 1846, John Wilson memberikan kontribusi lanjutan bagi filosofi triase. Dia
mencatat bahwa, untuk penyelamatan hidup melalui tindakan pembedahan akan efektif
bila dilakukan pada pasien yang lebih memerlukan.
Pada perang dunia I pasien akan dipisahkan di pusat pengumpulan korban yang secara
langsung akan dibawa ke tempat dengan fasilitas yang sesuai. Pada perang dunia II
diperkenalkan pendekatan triase dimana korban dirawat pertama kali di lapangan oleh
dokter dan kemudian dikeluarkan dari garis perang untuk perawatan yang lebih
baik.Pengelompokan pasien dengan tujuan untuk membedakan prioritas penanganan
dalam medan perang pada perang dunia I, maksud awalnya adalah untuk menangani luka
yang minimal pada tentara sehingga dapat segera kembali ke medan perang.

B. Pengertian
Triase berasal dari bahasa prancis trier bahasa inggris triase danditurunkan dalam
bahasa Indonesia triase yang berarti sortir. Yaitu proses khusus memilah pasien berdasar
beratnya cedera ataupenyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat. Kini
istilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konseppengkajian yang
cepat dan berfokus dengan suatu cara yangmemungkinkan pemanfaatan sumber daya
manusia, peralatan sertafasilitas yang paling efisien terhadap 100 juta orang yang
memerlukanperawatan di UGD setiap tahunnya.
Triase adalah suatu sistem pembagian/klasifikasi prioritas klien berdasarkan berat
ringannya kondisi klien/kegawatannya yang memerlukan tindakan segera. Dalam triase,
perawat dan dokter mempunyai batasan waktu (respon time) untuk mengkaji keadaan dan
memberikan intervensi secepatnya yaitu 10 menit

C. Tujuan
1. Pengenalan tepat pasien yang butuh pelayanan segera

1
2. Menentukan area yang layak untuk tindakan
3. Menjamin kelancaran pelayanan dan mencegah hambatan yang tidak perlu
4. Menilai dan menilai ulang pasien baru / pasien yang menunggu
5. Beri informasi /rujukan pada pasien / keluarga
6. Redam kecemasan pasien / keluarga
D. Sasaran
1. Sasaran primer : mengenal kondisi yang mengancam nyawa
2. Sasaran sekunder : memberi prioritas pasien sesuai kegawatannya

BAB II

RUANG LINGKUP

2
Ruang lingkup triase yang akan dibahas adalah kegawatdaruratan pasien di rumah sakit
meliputi kegawatdaruran pasien secara pribadi maupun secara masal/musibah masal di rumah
sakit.

BAB III

TATA LAKSANA

A. Pengorganisasian

Pelaksanaan triage pada pasien dilakukan oleh tenaga kesehatan sesuai bidangnya
masing-masing di UGD dan staf dilatih menggunakan kriteria ini yaitu :

3
1. Dokter umum sebagai koordinator

2. Perawat

3. Bidan

B. Prinsip dan tipe triase

Triase mengutamakan perawatan pasien berdasarkan gejala, sehingga prinsip triase


yang digunakan adalah :

1. Menyeleksi pasien dan menyususn prioritas berdasarkan beratnya penyakit.Rumah


Sakit menggunakan proses triase berbasis bukti untuk memprioritaskan pasien
sesuai dengan kegawatannya.
Dalam triase diberlakukan sistem prioritas, prioritas adalah
penentuan/penyeleksian mana yang harus didahulukan mengenai penanganan
yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul dengan seleksi pasien
berdasarkan :
- Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit.
- Dapat mati dalam hitungan jam.
- Trauma ringan.
- Sudah meninggal.
2. Alokasi dan rasionalisasi sumber daya

The greatest good for the greatest number Perhatian diititik beratkan pada
pasien dengan kondisi medis paling urgent dan paling besar kemungkinannya
untuk diselamatkan.

C. Penilaian korban dalam triase dapat dilakukan dengan:


1. Menilai tanda vital dan kondisi umum korban
2. Menilai kebutuhan medis
3. Menilai kemungkinan bertahan hidup
4. Menilai bantuan yang memungkinkan
5. Memprioritaskan penanganan definitive
6. Tag Warna

D. Prinsip dalam pelaksanaan triase :


1. Triase dilakukan segera dan tepat waktu
Kemampuan berespon dengan cepat terhadap kemungkinan penyakit yang
mengancam kehidupan atau injuri adalah hal yang terpenting di departemen
kegawatdaruratan.
2. Pengkajian secara adekuat dan akurat

4
Intinya, ketetilian dan keakuratan adalah elemen yang terpenting dalam proses
interview.
3. Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian
Keselamatan dan perawatan pasien yang efektif hanya dapat direncanakan bila
terdapat informasi yang adekuat serta data yang akurat.
4. Melakukan intervensi berdasarkan keakutan dari kondisi
Tanggung jawab utama seorang perawat triase adalah mengkaji secara akurat
seorang pasien dan menetapkan prioritas tindakan untuk pasien tersebut. Hal
tersebut termasuk intervensi terapeutik, prosedur diagnostic dan tugas terhadap
suatu tempat yang dapat diterima untuk suatu pengobatan.
5. Tercapainya kepuasan pasien
- Perawat triase seharusnya memenuhi semua yang ada di atas saat menetapkan
hasil secara serempak dengan pasien
- Perawat membantu dalam menghindari keterlambatan penanganan yang dapat
menyebabkan keterpurukan status kesehatan pada seseorang yang sakit dengan
keadaan kritis.
- Perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan keluarga atau
temannya.
- Time Saving is Life Saving (respon time diusahakan sesingkat mungkin), The
Right Patient, to The Right Place at The Right Time, with The Right Care
Provider.
E. Kriteria Transfer/rujukan
1. Transfer untuk penanganan dan perawatan spesialistik lebih lanjut
- Ini merupakan situasi emergensi di mana sangat diperlukan transfer yang
efisien untuk tatalaksana pasien lebih lanjut, yang tidak dapat disediakan di
Rumah Sakit Prof. Dr. Tabrani
- Pasien harus stabil dan teresusitasi dengan baik sebelum ditransfer.
- Pasien emergensi diperiksa dan distabilisasi sesuai kemampuan rumah sakit
dulu sebelum di transfer.
- Saat menghubungi jasa ambulan, pasien dapat dikategorikan sebagai tipe
transfer gawat darurat, (misalnya ruptur aneurisma aorta. juga dapat
dikategorikan sebagai tipe transfer gawat, misalnya pasien dengan kebutuhan
hemodialisa.
2. Transfer antar rumah sakit untuk alasan non-medis (misalnya karena ruangan
penuh, fasilitas kurang mendukung, jumlah petugas rumah sakit tidak adekuat)
- Idealnya, pasien sebaiknya tidak ditransfer jika bukan untuk kepentingan
mereka.

5
- Terdapat beberapa kondisi di mana permintaan / kebutuhan akan tempat tidur/
ruang rawat inap melebihi suplai sehingga diputuskanlah tindakan untuk
mentransfer pasien ke unit / rumah sakit lain.
- Pengambilan keputusan haruslah mempertimbangkan aspek etika, apakah akan
mentransfer pasien stabil yang telah berada / dirawat di unit intensif rumah
sakit atau mentransfer pasien baru yang membutuhkan perawatan intensif tetap
kondisinya tidak stabil.
- Saat menghubungi jasa ambulan, pasien ini dapat dikategorikan sebagai tipe
transfer gawat.
3. Repatriasi / Pemulangan Kembali
- Transfer hanya boleh dilakukan jika pasien telah stabil dan kondisinya dinilai
cukup baik untuk menjalani transfer oleh DPJP/ dokter senior / konsultan yang
merawatnya.
- Pertimbangan akan risiko dan keuntungan dilakukannya transfer harus
dipikirkan dengan matang dan dicatat.
- Jika telah diputuskan untuk melakukan repatriasi, transfer pasien ini haruslah
menjadi prioritas di rumah sakit penerima dan biasanya lebih diutamakan
dibandingkan penerimaan pasien elektif ke unit ruang rawat. Hal ini juga
membantu menjaga hubungan baik antar-rumah sakit
F. Tipe Triase Di Rumah Sakit
Triase di Rumah Sakit Prof. Dr. Tabrani menggunakan tipe Comprehensive Triase
yaitu :
1. Dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dan berpengalaman
2. Data dasar yang diperoleh meliputi pendidikan dan kebutuhan pelayanan
kesehatan primer, keluhan utama, serta informasi subjektif dan objektif.
3. Tes diagnostik pendahuluan dilakukan dan pasien ditempatkan di ruang perawatan
akut atau ruang tunggu, pasien harus dikaji ulang setiap 15 sampai 60 menit
G. Klasifikasi dan penentuan prioritas
Rumah Sakit menggunakan proses triase berbasis bukti untuk memprioritaskan pasien
sesuai dengan kegawatannya dan pasien di prioritaskan atas dasar urgensi
kebutuhannya.Pengambilan keputusan triase didasarkan pada keluhan utama, riwayat
medis, dan data objektif yang mencakup keadaan umum pasien serta hasil pengkajian
fisik yang terfokus..Hal-hal yang harus dipertimbangkan mencakup setiap gejala
ringan yang cenderung berulang atau meningkat keparahannya,Pasien di prioritaskan
atas dasar urgensi kebutuhannya.
Prioritas adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan
pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul.Beberapa hal yang
mendasari klasifikasi pasien dalam sistem triase adalah kondisi klien yang meliputi :

6
1. Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang
memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat
2. Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi memerlukan
penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan
3. Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan oleh
gangguan ABC (Airway / jalan nafas, Breathing / pernafasan, Circulation /
sirkulasi), jika tidak ditolong segera maka dapat meninggal / cacat.
H. Berdasarkan prioritas perawatan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi :

Tabel 1. Klasifikasi Triase

KLASIFIKASI KETERANGAN
Keadaan yang mengancam nyawa /
Gawat darurat (P1) adanya gangguan ABC dan perlu
tindakan segera, misalnya cardiac
arrest, penurunan kesadaran, trauma
mayor dengan perdarahan hebat
Keadaan mengancam nyawa tetapi
tidak memerlukan tindakan darurat.
Gawat tidak darurat (P2) Setelah dilakukan diresusitasi maka
ditindaklanjuti oleh dokter spesialis.
Misalnya ; pasien kanker tahap lanjut,
fraktur, sickle cell dan lainnya
Keadaan yang tidak mengancam nyawa
tetapi memerlukan tindakan darurat.
Darurat tidak gawat (P3) Pasien sadar, tidak ada gangguan ABC
dan dapat langsung diberikan terapi
definitive. Untuk tindak lanjut dapat ke
poliklinik, misalnya laserasi, fraktur
minor / tertutup, sistitis, otitis media
dan lainnya
Keadaan tidak mengancam nyawa dan
Tidak gawat tidak darurat (P4) tidak memerlukan tindakan gawat.
Gejala dan tanda klinis ringan /
asimptomatis. Misalnya penyakit kulit,
batuk, flu, dan sebagainya

Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Prioritas (Labeling)

Prioritas I (merah) Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu


resusitasi dan tindakan bedah segera,

7
mempunyai kesempatan hidup yang
besar. Penanganan dan pemindahan
bersifat segera yaitu gangguan pada jalan
nafas, pernafasan dan sirkulasi.
Contohnya sumbatan jalan nafas, tension
pneumothorak, syok hemoragik, luka
terpotong pada tangan dan kaki,
combutio (luka bakar) tingkat II dan III >
25%
Prioritas II (kuning) Potensial mengancam nyawa atau fungsi
vital bila tidak segera ditangani dalam
jangka waktu singkat. Penanganan dan
pemindahan bersifat jangan terlambat.
Contoh: patah tulang besar, combutio
(luka bakar) tingkat II dan III < 25 %,
trauma thorak / abdomen, laserasi luas,
trauma bola mata.
Prioritas III (hijau) Perlu penanganan seperti pelayanan
biasa, tidak perlu segera. Penanganan dan
pemindahan bersifat terakhir. Contoh
luka superficial, luka-luka ringan
Prioritas 0 (hitam) Kemungkinan untuk hidup sangat kecil,
luka sangat parah. Hanya perlu terapi
suportif. Contoh henti jantung kritis,
trauma kepala kritis.

Tabel 3 : Pita warna yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan pasien


Kategori Makna Konsekuensi Contoh

Lesi yang melibatkan


arteri, pendarahan organ
dalam, trauma amputasi

T1 (I) Penanganan dan mayor gagal

Mengancam jiwa transportasi sesegera nafas,cedera torako-


(Merah) mungkin abdominal,cedera
kepala / maksilo-fasial
berat,shok atau
perdarahan berat,luka
bakar berat.
T2 (II) Cedera berat Observasi ketat, Trauma amputasi minor,

8
cedera jaringan lunak,
fraktur dan dislokasi
cedera abdomen tanpa
penanganan secepatnya, shok,cedera dada tanpa
(Kuning) transport sedapat gangguan
mungkin respirasi,fraktura mayor
tanpa shok,cedera
kepala / tulang belakang
leher,luka bakar ringan.
Laserasi minor, abrasi
jaringan lunak, cedera
otot cedera jaringan
Ditangani bila lunak,
T3 (III) Cedera minor atau memungkinkan, fraktura dan dislokasi
(Hijau) tidak cedera transport dan evakuasi ekstremitas,cedera
bila memungkinkan maksilo-fasial tanpa
gangguan jalan
nafas,gawat darurat
psikologis.
Dead on arrival,

T4 (IV) Menjaga jenazah, perburukan dari T1-4,


Meninggal identifikasi bila tidak ada napas spontan
(Hitam) memungkinkan Mati atau jelas cedera
fatal, Tidak mungkin
diresusitasi

H. Pelaksanaan Triase

1. Non Bencana : Memberikan pelayanan terbaik pada pasien secara individu


Proses triase dimulai ketika pasien masuk ke pintu UGD. Perawat triase harus mulai
memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat dan melakukan
pengkajian, misalnya melihat sekilas kearah pasien yang berada di brankar sebelum
mengarahkan ke ruang perawatan yang tepat.

Pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan dengan cepat, tidak lebih dari
5 menit karena pengkajian ini tidak termasuk pengkajian perawat utama. Perawat
triase bertanggung jawab untuk menempatkan pasien di area pengobatan yang tepat;
misalnya bagian trauma dengan peralatan khusus, bagian jantung dengan monitor
jantung dan tekanan darah, dll. Tanpa memikirkan dimana pasien pertama kali
ditempatkan setelah triase, setiap pasien tersebut harus dikaji ulang oleh perawat
utama sedikitnya sekali setiap 60 menit.

9
Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang mendesak atau gawat darurat,
pengkajian dilakukan setiap 15 menit / lebih bila perlu.Setiap pengkajian ulang harus
didokumentasikan dalam rekam medis.Informasi baru dapat mengubah kategorisasi
keakutan dan lokasi pasien di area pengobatan.Misalnya kebutuhan untuk
memindahkan pasien yang awalnya berada di area pengobatan minor ke tempat tidur
bermonitor ketika pasien tampak mual atau mengalami sesak nafas, sinkop, atau
diaforesis.

Bila kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda - tanda objektif bahwa ia
mengalami gangguan pada airway, breathing, dan circulation, maka pasien ditangani
terlebih dahulu. Pengkajian awal hanya didasarkan atas data objektif dan data subjektif
sekunder dari pihak keluarga. Setelah keadaan pasien membaik, data pengkajian
kemudian dilengkapi dengan data subjektif yang berasal langsung dari pasien (data
primer)

I. Alur dalam proses triase


1. Pasien datang diterima petugas / paramedis UGD.
2. Diruang triase dilakukan anamnese dan pemeriksaan singkat dan cepat (selintas) untuk
menentukan derajat kegawatannya oleh perawat.
3. Bila jumlah penderita/korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase dapat
dilakukan di luar ruang triase (di depan gedung UGD).
4. Pasien dibedakan menurut kegawatannya dengan memberi kode warna:
Segera-Immediate (merah) Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang
kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera. Misalnya:Tension
pneumothorax, distress pernafasan (RR< 30x/mnt), perdarahan internal, dsb.
Tunda-Delayed (kuning). Pasien memerlukan tindakan defintif tetapi tidak ada
ancaman jiwa segera. Misalnya : Perdarahan laserasi terkontrol, fraktur tertutup
pada ekstrimitas dengan perdarahan terkontrol, luka bakar <25% luas permukaan
tubuh, dsb.
Minimal (hijau). Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan dan menolong
diri sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya : Laserasi minor, memar dan lecet,
luka bakar superfisial.
Expextant (hitam) Pasien mengalami cedera memastikan dan akan meninggal
meski mendapat pertolongan. Misalnya : Luka bakar derajat 3 hampir diseluruh
tubuh, kerusakan organ vital, dsb. Apabila pasien dinyatakan meninggal, maka
pasien dibawa ke kamar jenazah, dan dilakukan observasi di sana.

10
5. Pasien mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan warna : merah, kuning, hijau,
hitam.
6. Pasien kategori triase merah dapat langsung diberikan pengobatan diruang tindakan
UGD. Tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut, pasien dapat dipindahkan
ke ruang operasi atau dirujuk ke rumah sakit lain. Pasien emergensi di periksa dan
distabilkan sesuai kemampuan rumah sakit dulu sebelum di transfer.
7. Pasien dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan medis lebih lanjut
dapat dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu giliran setelah pasien dengan
kategori triase merah selesai ditangani.
8. Pasien dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan, atau bila sudah
memungkinkan untuk dipulangkan, maka penderita/korban dapat diperbolehkan untuk
pulang.
9. Pasien kategori triase hitam dapat langsung dipindahkan ke kamar jenazah.

J. Proses triase dalam keperawatan

Langkah-langkah proses keperawatan yaitu tahap pengkajian, penetapan diagnosa,


perencanaan, intervensi dan evaluasi.

1. Pengkajian :
Ketika komunikasi dilakukan, perawat melihat keadaan pasien secara umum. Perawat
mendengarkan apa yang dikatakan pasien, dan mewaspadai isyarat oral. Riwayat penyakit
yang diberikan oleh pasien sebagai informasi subjektif. Tujuan informasi dapat
dikumpulkan dengan mendengarkan nafas pasien, kejelasan berbicara, dan kesesuaian
wacana. Temuan seperti mengi, takipnea, batuk produktif (kering), bicara cadel,
kebingungan, dan disorientasi adalah contoh data objektif yang dapat langsung dinilai.
Informasi tambahan lain dapat diperoleh dengan pengamatan langsung oleh pasien.
Lakukan pengukuran objektif seperti suhu, tekanan darah, berat badan, gula darah, dan
sirkulasi darah.
Aturan praktis yang baik untuk diingat adalah bahwa perawatan apapun dapat
dilakukan dengan mata, tangan, atau hidung dengan arahan yang cukup dari perawat .

2. Diagnosa
Dalam triase diagnosa dinyatakan sebagai ukuran yang mendesak. Apakah masalah
termasuk ke dalam kondisi Emergency (mengancam kehidupan, anggota badan, atau
kecacatan). Urgen
(mengancam kehidupan, anggota badan, atau kecacatan) atau nonurgen. Diagnosa juga
meliputi penentuan kebutuhan pasien untuk perawatan seperti dukungan, bimbingan,
jaminan, pendidikan, pelatihan, dan perawatan lainnya yang memfasilitasi kemampuan
pasien untuk mencari perawatan.

11
3. Perencanaan
Dalam triase rencana harus bersifat kolaboratif. Perawat harus dengan seksama
menyelidiki keadaan yang berlaku dengan pasien, mengidentifikasi faktor-faktor kunci
yang penting, dan
mengembangkan rencana perawatan yang diterima pasien. Hal ini sering membutuhkan
proses negosiasi, didukung dengan pendidikan pasien. Adalah tugas perawat untuk
bertindak berdasarkan kepentingan terbaik pasien dan kemungkinan pasien dapat
mengikuti. Kolaborasi juga mungkin perlu dengan anggota tim kesehatan lain juga.

4. Intervensi
Dalam analisis akhir, bisa memungkinkan bahwa perawat tidak dapat melakukan apa-
apa untuk pasien. Oleh karena itu harus ada pendukung lain yang tersedia, misalnya
dokter untuk menentukan tindakan yang diinginkan. Untuk itu, perawat triase harus
mengidentifikasi sumber daya untuk mengangkut pasien dengan tepat. Oleh karena itu
perawat triase juga memiliki peran penting dalam kesinambungan perawatan pasien.
Protokol triase atau protap tindakan juga dapat dipilih dalam pelaksanaan triase.
5. Evaluasi
Langkah terakhir dalam proses keperawatan adalah evaluasi. Dalam konteks
organisasi keperawatan, evaluasi adalah ukuran dari apakah tindakan yang diambil
tersebut efektif atau tidak. Jika pasien tidak membaik, perawat memiliki tanggung jawab
untuk menilai kembali pasien, mengkonfirmasikan diagnosa urgen, merevisi rencana
perawatan jika diperlukan, merencanakan, dan kemudian mengevaluasi kembali.
Pertemuan ini bukan yang terakhir, sampai perawat memiliki keyakinan bahwa pasien
akan kembali atau mencari perawatan yang tepat jika kondisi mereka memburuk atau
gagal untuk meningkatkan seperti yang diharapkan. Sebagai catatan akhir, adalah penting
bahwa perawat triase harus bertindak hati-hati, Jika ada keraguan tentang penilaian yang
sudah dibuat, kolaborasi dengan medis, perlu diingat perawat triase harus selalu
bersandar pada arah keselamatan pasien.
Prinsip umum triase
1. Perkenalkan diri anda dan jelaskan apa yang akan anda lakukan.
2. Pertahankan rasa percaya diri pasien.
3. Coba untuk mengamati semua pasien yang datang, bahkan saat mewawancara pasien.
4. Pertahankan arus informasi petugas triase dengan area tunggu & area tindakan.
Komunikasi lancar sangat perlu. Bila ada waktu : penyuluhan.
5. Pahami sistem UGD dan keterbatasan anda. Ingat objektif primer aturan triase.
Gunakan sumber daya untuk mempertahankan standar pelayanan memadai.

Pahami juga :
1. Struktur pembagian ruangan dengan perangkat yang sesuai.

12
2. Pemeriksaan fisik singkat dan terfokus.
3. WASPADA atas pasien dengan ancaman jiwa atau serius potensial terancam hidup atau
anggota badannya harus didahulukan dalam penilaian hingga dapat segera ditindak.

Sistem triase yang digunakan :

1. METTAG (Triase tagging system).


2. Sistim triase Penuntun Lapangan START (Simple Triase And Rapid Transportation).
Sistem METTAG
Pendekatan untuk memprioritisasikan tindakan :
Prioritas Nol (Hitam) :
Mati atau jelas cedera fatal.
Tidak mungkin diresusitasi.
Prioritas Pertama (Merah) :
Cedera berat yang perlukan tindakan dan transport segera.
1. gagal nafas,
2. cedera torako-abdominal,
3. cedera kepala / maksilo-fasial berat,
4. shok atau perdarahan berat,
5. luka bakar berat.
Prioritas Kedua (Kuning) :
Cedera yang dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam
waktu dekat :
1. cedera abdomen tanpa shok,
2. cedera dada tanpa gangguan respirasi,
3. fraktura mayor tanpa shok,
4. cedera kepala / tulang belakang leher,
5. luka bakar ringan.
Prioritas Ketiga (Hijau) :
Cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera :
1. cedera jaringan lunak,
2. fraktura dan dislokasi ekstremitas,
3. cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas,
4. gawat darurat psikologis.

Penilaian ditempat dan prioritas triase

Pertahankan keberadaan darah universal dan cairan.

13
Tim respons pertama harus menilai lingkungan atas kemungkinan bahaya, keamanan
dan jumlah korban untuk menentukan tingkat respons yang memadai.

Beritahukan koordinator untuk mengumumkan musibah massal dan kebutuhan akan


dukungan antar instansi sesuai yang ditentukan oleh beratnya kejadian.

Kenali dan tunjuk pada posisi petugas yang mampu dan tersedia sebagai petugas
komando musibah, komunikasi, bahaya, triase primer, triase sekunder, petugas
keperawatan dan petugas transportasi

Kenali dan tunjuk area sektor musibah massal meliputi sektor komando, pendukung,
musibah, triase, tindakan primer,sekunder dan sektot transportasi

Simpel triase/Triase Primer


Terjadi di lokasi bencana, asesmen dan penanganan korban ditetapkan berdasarkan kriteia
yang sangat sederhana dan dapat dilakukan dengan cepat
Simple triase mengidentifikasi pasien mana yang memerlukan tindakan secepatnya. Di
lapangan, triase juga melakukan penilaian prioritas untuk evakuasi ke rumah sakit.

Pada sistem START , pasien dievakuasi sebagai berikut :

1. Pasien meninggal ditinggalkan di posisi dimana mereka ditemukan, sebaiknya ditutup.


Pada pemantauan START, seseorang dianggap meninggal bila tidak bernapas setelah
dilakukan pembersihan jalan napas dan percobaan napas buatan.
2. Immediate atau prioritas 1 (merah), dievakuasi dengan menggunakan ambulance dimana
mereka memerlukan penanganan medis dalam waktu kurang dari 1 jam. Pasien ini dalam
keadaan kritis dan akan meninggal bila tidak ditangani segera.
3. Delayed atau prioritas 2 (kuning), evakuasinya dapat ditunda hingga seluruh prioritas 1
sudah dievakuasi. Pasien ini dalam kondisi stabil namun memerlukan penanganan medis
lebih lanjut.
4. Minor atau prioritas 3 (hijau), tidak dievakuasi sampai prioritas 1 dan 2 seluruhnya telah
dievakuasi. Pasien ini biasanya tidak memerlukan penanganan medis lebih lanjut
setidaknya selama beberapa jam. Lanjutkan re-triase untuk mencegah terlewatnya
perburukan kondisi. Pasien ini dapat berjalan, dan umumnya hanya memerlukan
perawatan luka dan antiseptik
Triase Sekunder
Dilakukan oleh paramedis atau perawat terlatih di Instalasi Gawat Darurat rumah sakit
selama terjadinya bencana saat korban datang di rumah sakit, mereka menentukan prioritas
pasien dengan menempatkan pasien ke unit-unit intervensi awal dan keputusannya lebih
akurat. Tujuan akhirnya adalah untuk memberikan intervensi ABC awal (bukan resusitasi
penuh).
Pasien dibagi menjadi 5 kelompok.

14
1. Hitam / expectant : pasien dengan cedera berat yang dapat meninggal karena cederanya,
mungkin dalam beberapa jam atau hari selanjutnya. (luka bakar luas, trauma berat,
radiasi dosis letal), atau kemungkinan tidak dapat bertahan hidup karena dalam krisis
yang mengancam nyawa walaupun diberikan penanganan medis (cardiac arrest, syok
septik, cedera berat kepala atau dada). Pasien ini sebaiknya dimasukkan dalam ruangan
rawat dengan pemberian analgetik untuk mengurangi penderitaan.
2. Merah / immediate : pasien yang memerlukan tindakan bedah segera atau tatalaksana
lain untuk menyelamatkan nyawa, dan sebagai prioritas utama untuk tim bedah atau
ditransport ke rumah sakit yang lebih lengkap. Pasien ini dapat bertahan hidup bila
ditangani sesegera mungkin.
3. Kuning / observation : kondisi pasien ini stabil sementara waktu namun memerlukan
pengawasan dari tenaga medis terlatih dan re-triase berkala serta perawatan rumah sakit
4. Hijau / wait (walking wounded) : pasien ini memerlukan perhatian dokter dalam
beberapa jam atau hari kemudian namun tidak darurat, dapat menunggu hingga
beberapa jam atau dianjurkan untuk pulang dan kembali ke rumah sakit keesokan
harinya (misal pada patah tulang sederhana, luka jaringan lunak multipel)
5. Putih / dimiss (walking wounded) : pasien ini mengalami cedera ringan, pengobatan
P3K dan berobat jalan sudah cukup, peranan dokter disini tidak mutlak diperlukan.
Contoh cedera pasien ini seperti luka robek, lecet, atau luka bakar ringan.

Penderita yang mengalami kelumpuhan, walaupun tidak mengancam nyawa, dapat


menjadi prioritas pada keadaan UGD yang sudah tenang. Selama masa ini juga,
kebanyakan trauma amputasi dapat dianggap sebagai merah karena tindakan bedah
perlu dilakukan dalam beberapa menit walaupun luka amputasi ini tidak mengancam
nyawa.

Triase Lanjutan / Advanced Triase

Pasien dengan harapan hidup yang kecil dengan tersedianya peralatan dan tenaga
medis yang lebih lengkap diharapkan dapat ditingkatkan harapan hidupnya. Namun apabila
tenaga medis dan perlengkapan tidak dapat memenuhi kebutuhan dari pasien, misalnya pada
bencana yang melibatkan banyak korban, tenaga medis dapat memutuskan untuk lebih
memberikan perhatian pada pasien dengan cedera berat yang harapan hidupnya lebih besar
sesuai dengan etika profesional. Hal inilah yang menjadi tujuan dari triase lanjutan.

Pemantauan pada triase lanjutan dapat menggunakan Revised Trauma Score (RVT) atau
Injury Severity Score (ISS).

RVT menggunakan parameter kesadaran (GCS), tekanan darah sistolik (dapat


menggunakan per palpasi untuk mempercepat pantauan), dan frekuensi pernapasan.

15
Daftar Skor RVT

SKOR KETERANGAN
12 Delayed
11 Urgent, dapat ditunda
4-10 Immediate, memerlukan penatalaksanaan sesegera mungkin
0-3 Morgue, cedera serius yang tidak lagi memerlukan tindakan
darurat

Daftar GCS,SP,RR

Glasgow Coma Scale Systolic Pressure Respiratory Rate

GCS Points SBP Points RR Points

15-13 4 >89 4 10-30 4

12-9 3 76-89 3 >30 3

8-6 2 50-75 2 6-9 2

5-4 1 1-49 1 1-5 1

3 0 0 0 0 0

ISS menggunakan parameter 3 bagian tubuh.

Huruf Keterangan
A Wajah, leher, kepala
B Toraks, abdomen
C Ekstremitas, jaringan lunak, kulit

tiap parameter diberi skor 0 5 yaitu :

Skore Keterangan
1 Cedera ringan
2 Cedera sedang
3 Cedera serius
4 Cedera berat
5 Kritis

16
Hasil skoring tersebut kemudian dikuadratkan dan dijumlahkan.

ISS = A2 + B2 + C2

Hasil lebih dari 15 dianggap sebagai politrauma. Hasil dari perhitungan ISS ini
digunakan sebagai perbandingan dalam penentuan prioritas penatalaksanaan pasien
massal

BAB IV
DOKUMENTASI

Dokumen adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam
persoalan hukum. Sedangkan pendokumentasian adalah pekerjaan mencatat atau merekam
peristiwa dan objek maupun aktifitas pemberian jasa (pelayanan) yang dianggap berharga dan
penting
Dokumentasi asuhan dalam pelayanan keperawatan adalah bagian dari kegiatan yang
harus dikerjakan oleh perawat setelah memberi asuhan kepada pasien. Dokumentasi
merupakan suatu informasi lengkap meliputi status kesehatan pasien, kebutuhan pasien,
kegiatan asuhan keperawatan serta respons pasien terhadap asuhan yang diterimanya.
Dengan demikian dokumentasi keperawatan mempunyai porsi yang besar dari catatan klinis
pasien yang menginformasikan faktor tertentu atau situasi yang terjadi selama asuhan
dilaksanakan. Disamping itu catatan juga dapat sebagai wahana komunikasi dan koordinasi
antar profesi (Interdisipliner) yang dapat dipergunakan untuk mengungkap suatu fakta aktual
untuk dipertanggungjawabkan.
Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan bagian integral dari asuhan
keperawatan yang dilaksanakan sesuai standar. Dengan demikian pemahaman dan
ketrampilan dalam menerapkan standar dengan baik merupakan suatu hal yang mutlak bagi
setiap tenaga keperawatan agar mampu membuat dokumentasi keperawatan secara baik dan
benar.
Dokumentasi yang berasal dari kebijakan yang mencerminkan standar nasional
berperan sebagai alat manajemen resiko bagi perawat UGD. Hal tersebut memungkinkan
peninjau yang objektif menyimpulkan bahwa perawat sudah melakukan pemantauan dengan
tepat dan mengkomunikasikan perkembangan pasien kepada tim kesehatan. Pencatatan, baik
dengan computer, catatan naratif, atau lembar alur harus menunjukkan bahwa perawat gawat
darurat telah melakukan pengkajian dan komunikasi, perencanaan dan kolaborasi,
implementasi dan evaluasi perawatan yang diberikan, dan melaporkan data penting pada

17
dokter selama situasi serius. Lebih jauh lagi, catatan tersebut harus menunjukkan bahwa
perawat gawat darurat bertindak sebagai advokat pasien ketika terjadi penyimpangan standar
perawatan yang mengancam keselamatan pasien.
Pada tahap pengkajian, pada proses triase yang mencakup dokumentasi :
Waktu dan datangnya alat transportasi
Keluhan utama (misal. Apa yang membuat anda datang kemari?)
Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan
Penentuan pemberi perawatan kesehatan yang tepat
Penempatan di area pengobatan yang tepat (msl. kardiak versus trauma, perawatan
minor versus perawatan kritis)
Permulaan intervensi (misal. balutan steril, es, pemakaian bidai, prosedur diagnostik
seperti pemeriksaan sinar X, elektrokardiogram (EKG), atau Gas Darah Arteri (GDA)

KOMPONEN DOKUMENTASI TRIASE


Tanggal dan waktu tiba
Umur pasien
Waktu pengkajian
Riwayat alergi
Riwayat pengobatan
Tingkat kegawatan pasien
Tanda - tanda vital
Pertolongan pertama yang diberikan
Pengkajian ulang
Pengkajian nyeri
Keluhan utama
Riwayat keluhan saat ini
Data subjektif dan data objektif
Periode menstruasi terakhir
Imunisasi tetanus terakhir
Pemeriksaan diagnostik
Administrasi pengobatan
Tanda tangan registered nurse

Rencana perawatan tercermin dalam instruksi dokter serta dokumentasi pengkajian dan
intervensi keperawatan daripada dalam tulisan rencana perawatan formal (dalam bentuk
tulisan tersendiri). Oleh karena itu, dokumentasi oleh perawat pada saat instruksi tersebut
ditulis dan diimplementasikan secara berurutan, serta pada saat terjadi perubahan status pasien

18
atau informasi klinis yang dikomunikasikan kepada dokter secara bersamaan akan membentuk
landasan perawatan yang mencerminkan ketaatan pada standar perawatan sebagai pedoman.
Dalam implementasi perawat gawat darurat harus mampu melakukan dan
mendokumentasikan tindakan medis dan keperawatan, termasuk waktu, sesuai dengan standar
yang disetujui.Perawat harus mengevaluasi secara kontinu perawatan pasien berdasarkan hasil
yang dapat diobservasi untuk menentukan perkembangan pasien ke arah hasil dan tujuan dan
harus mendokumentasikan respon pasien terhadap intervensi pengobatan dan
perkembangannya.Standar Joint Commision (1996) menyatakan bahwa rekam medis
menerima pasien yang sifatnya gawat darurat, mendesak, dan segera harus mencantumkan
kesimpulan pada saat terminasi pengobatan, termasuk disposisi akhir, kondisi pada saat
pemulangan, dan instruksi perawatan tindak lanjut.
Proses dokumentasi triase

Proses dokumentasi triase menggunakan sistem SOAPIE, sebagai berikut :

S : data subjektif

O : data objektif

A : analisa data yang mendasari penentuan diagnosa keperawatan

P : rencana keperawatan

I : implementasi, termasuk di dalamnya tes diagnostic

E : evaluasi / pengkajian kembali keadaan / respon pasien terhadap pengobatan dan


perawatan yang diberikan.

Untuk mendukung kepatuhan terhadap standar yang memerlukan stabilisasi,


dokumentasi mencakup hal - hal sebagai berikut:

Salinan catatan pengobatan dari rumah sakit pengirim

Tindakan yang dilakukan atau pengobatan yang diimplementasikan di fasilitas


pengirim

Deskripsi respon pasien terhadap pengobatan

Hasil tindakan yang dilakukan untuk mencegah perburukan lebih jauh pada kondisi
pasien

Setiap kegiatan yang dilakukan dalam triase didokumentasikan daam rekam medis

19
DAFTAR PUSTAKA

Althaf89.blogspot.com/2010/05/triasee.html (tanggal unduh 30 April 2013 )

Blog.akreditasirumahsakit.com/2012/07/triase.keperawatan.gawat.darurat.html (tanggal
unduh 30 April 2013)

http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/triase.html.syaifulsaanin.IRDRS Dr.M
Djamil.Padang (tanggal unduh 30 April 2013)

Jtptunimus-gdl-imaanggrai-6090-2-bab2.pdf.tanggal unduh 30 April 2013

Instrumen Penilaian Standar Akreditasi Rumah Sakit (Edisi I), tahun 2011, Komisi Akreditasi
Rumah Sakit

20

Anda mungkin juga menyukai