Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

MISSED ABORTION

Disusun oleh:
Marsella Novita Karauwan
030.12.159

Pembimbing:
dr. Eddi Junaidi, Sp.OG, S.H, M.Kes.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN


RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA dr. ESNAWAN ANTARIKSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 19 DESEMBER 2016 - 24 FEBRUARI 2017


KATA PENGANTAR

1
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Anugerah Keselamatan dan Belas
Kasih-Nya yang telah memampukan penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah
Referat dengan judul MISSED ABORTION. Makalah Referat ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik di Stase Ilmu Kebidanan dan
Penyakit Kandungan di RSAU dr. Esnawan Antariksa.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak
sangatlah sulit untuk menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Eddi Junaidi, Sp.OG, S.H, M.Kes selaku
pembimbing yang telah membantu dan memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah
ini, dan kepada semua pihak yang turut serta membantu penyusunan makalah ini.

Penulis sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran karena penyusunan
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi
setiap orang yang membacanya. Tuhan memberkati kita semua.

Jakarta, Januari 2017

Penulis

LEMBAR PERSETUJUAN

2
Makalah Referat dengan judul
MISSED ABORTION

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan di RSAU dr. Esnawan
Antariksa, periode 19 Desember 2016 24 Februari 2017

Jakarta, Januari 2017

dr. Eddi Junaidi, Sp.OG, S.H, M.Kes

DAFTAR ISI

3
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ii

LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................................iii

DAFTAR ISI .........................................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................3

BAB III KESIMPULAN......................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................18

BAB I
PENDAHULUAN

4
Aborsi menimbulkan banyak persepsi dan bermacam interpretasi, tidak saja dari
sudut pandang kesehatan, tetapi juga dari sudut pandang hukum dan agama. Aborsi
merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberi dampak pada kesakitan dan
kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab kematian ibu yang utama adalah
perdarahan, infeksi dan eklampsia serta pre-eklamsia.
Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan ialah terjadinya perdarahan.
Perdarahan dapat terjadi pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan muda sering dikaitkan
dengan kejadian abortus, misscarriage, early pregnancy loss. Perdarahan selama kehamilan
dapat dianggap sebagai keadaan akut yang dapat membahayakan ibu dan anak, dan sampai
dapat menimbulkan kematian. Sebanyak 20% wanita hamil pernah mengalami perdarahan
pada awal kehamilan dan sebagian mengalami abortus.1

Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum


janin dapat hidup diluar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan
disebut abortus spontan, sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan
disebut abortus provokatus.1

Frekuensi abortus diperkirakan sekitar 10-15% dari semua kehamilan sebelum usia
kehamilan 20 minggu. Namun, frekuensi angka kejadian sebenarnya dapat lebih tinggi lagi
karena banyak kejadian yang tidak dilaporkan. 80% kejadian abortus terjadi pada usia
kehamilan sebelum 12 minggu. Hal ini banyak disebabkan karena kelainan pada
kromosom.1,2

Menurut data SDKI 2008, rata-rata nasional angka kematian ibu melahirkan (AKI)
mencapai 228 per 100 ribu kelahiran hidup. Dari jumlah tersebut, kematian akibat aborsi
tercatat mencapai 30%. Sementara itu, laporan 2013 dari Australian Consortium For In
Country Indonesian Studies menunjukan hasil penelitian di 10 kota besar dan 6 kabupaten
di Indonesia terjadi 43% aborsi per 100 kelahiran hidup.3

Missed abortion merupakan salah satu bagian dari abortus spontan. Istilah ini
digunakan untuk menjelaskan hasil konsepsi yang telah mati yang tertahan selama beberapa
hari, minggu, atau bahkan bulan di dalam uterus dengan ostium serviks tertutup.4 Penyebab
dari missed abortion belum diketahui secara pasti namun diduga salah satunya karena ada
pengaruh dari hormone progesteron. Progesteron merupakan suatu hormon yang diproduksi
di dalam ovarium, disekresikan oleh korpus luteum. Hormon ini adalah hormon utama

5
selama kehamilan yang digunakan untuk implantasi. Kekurangan progesterone dapat
berpengaruh pada seseorang, antara lain terganggunya siklus menstruasi, tidak terjadinya
ovulasi; meningkatnya stress dan rasa tidak nyaman selama kehamilan, terutama pada
trimester I; keringnya mukosa vagina; meningkatkan risiko keguguran.

Selain itu faktor risiko yang mempengaruhi adalah usia ibu yang sudah terlalu tua,
graviditas yang meningkat, keguguran sebelumnya, kebiasaan merokok. Untuk itu
diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang serta pengobatan segera
untuk mengatasi masalah ini, terlebih lagi setiap kali kita melihat terjadinya perdarahan
pada kehamilan kita harus berpikir tentang akibat dari perdarahan yang dapat menyebabkan
kegagalan kelangsungan kehamilan itu sendiri.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

6
A. ABORTUS
DEFINISI
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin berkembang sepenuhnya
dan dapat hidup di luar kandungan dan sebagai ukuran digunakan kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.5

ETIOLOGI
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya abortus yaitu:1
1. Faktor genetik

Ada banyak sebab genetik yang berhubungan dengan abortus. Sebagian besar
abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip dari embrio. Paling sedikit 50% kejadian
abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik yang berupa aneuploidi
yang bisa disebabkan oleh kejadian nondisjuction meiosis atau poliploidi dari fertilas
abnormal dan separuh dari abortus kerana kelainan sitogenetik pada trimester pertama
berupa trisomi autosom.

Triplodi ditemukan pada 16% kejadian abortus di mana terjadi fertilisasi ovum
normal oleh 2 sperma (dispermi). Insiden trisomi meningkat dengan bertambahnya usia.
Trisomi (30% dari seluruh trisomi) adalah penyebab terbanyak abortus spontan diikuti
dengan sindroma Turner (20-25%) dan Sindroma Down atau trisomi 21 yang sepertiganya
bisa bertahan sehingga lahir. Selain kelainan sitogenetik, kelainan lain seperti fertilisasi
abnormal yaitu dalam bentuk tetraploidi dan triploid dapat dihubungkan dengan abortus
absolut.

Kelainan dari struktur kromosom juga adalah salah satu penyebab kelainan
sitogenetik yang berakibat aborsi dan kelainan ini sering diturunkan oleh ibu. Kelainan
struktur kromoson pada pria berdampak pada rendahnya konsentrasi sperma, infertelitas
dan faktor lainnya yang bisa mengurangi peluang kehamilan dan terjadinya keguguran.

Selain itu, gen yang abnormal akibat mutasi gen bisa mengganggu proses impantasi
dan mengakibatkan abortus seperti mytotic dystrophy yang berakibat pada kombinasi gen
yang abnormal dan gangguan fungsi uterus. Gangguan genetik seperti Sindroma Marfan,
Sindroma Ehlers-Danlos, hemosistenuri dan pseusoxantoma elasticum merupakan
gangguan jaringan ikat yang bisa berakibat abortus. Kelainan hematologik seperti pada

7
penderita sickle cell anemia, disfibronogemi, defisiensi faktor XIII mengakibatkan abortus
dengan mengakibatkan mikroinfak pada plasenta.

2. Faktor anatomi

Defek anatomi diketahui dapat menjadi penyebab komplikasi obstetrik terutamanya


abortus. Pada perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan anomali uterus pada 27%
pasien. Penyebab terbanyak abortus kerana kelainan anatomik uterus adalah septum uterus
akibat daripada kelainan duktus Mulleri (40-80%), dan uterus bicornis atau uterus unicornis
(10-30%). Mioma uteri juga bisa mengakibatkan abortus berulang dan infertilitas akibat
dari gangguan passage dan kontraktilitas uterus. Sindroma Asherman bisa mengakibatkan
abortus dengan mengganggu tempat implantasi serta pasokan darah pada permukaan
endometrium. Kelainan kogenital arteri uterina yang membahayakan aliran darah
endometrium dapat juga berpengaruh. Selain itu, kelainan yang didapat misalnya adhesi
intrauterin (synechia), leimioma, dan endometriosis mengakibatkan komplikasi anomali
pada uterus dan dapat mengakibatkan abortus.

Selain kelainan yang disebut di atas, serviks inkompeten juga telah terbukti dapat
meyebabkan abortus terutama pada kasus abortus spontan. Pada kelainan ini, dilatasi
serviks yang silent dapat terjadi antara minggu gestasi 16-28 minggu. Wanita dengan
serviks inkompeten selalu memiliki dilatasi serviks yang signifikan yaitu 2 cm atau lebih
dengan memperlihatkan gejala yang minimal. Apabila dilatasi mencapai 4 cm atau lebih,
maka kontraksi uterus yang aktif dan pecahnya membran amnion akan terjadi dan
mengakibatkan ekspulsi konsepsi dalam rahim. Faktor-faktor yang mengakibatkan serviks
inkompeten adalah kehamilan berulang, operasi serviks sebelumnya, riwayat cedera
serviks, pajanan pada dietilstilbestrol, dan abnormalitas anatomi pada serviks.

Sebelum kehamilan atau pada kehamilan trimester pertama, tidak ada metoda yang
bisa digunakan untuk mengetahui bila serviks akan inkompeten, namun setelah 14-16
minggu USG baru dapat digunakan untuk menilai anatomi segmen uterus bagian bawah
dan serviks untuk melihat pendataran dan pemendekan abnormal serviks yang sesuai
dengan inkompeten serviks.

3. Faktor endokrin

8
Ovulasi, implantasi dan kehamilan dini sangat bergantung pada koordinasi sistem
pengaturan hormonal martenal yang baik. Perhatian langsung pada sistem humoral secara
keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi terutamanya kadar
progesteron sangat penting dalam mengantisipasi abortus.

Pada diabetes mellitus, perempuan dengan kadar HbA1c yang tinggi pada trimester
yang pertama akan berisiko untuk mengalami abortus dan malformasi janin. IDDM dengan
kontrol yang tidak adekuat berisiko 2-3 kali lipat untuk abortus.

Kadar progesteron yang rendah juga mempengaruhi resptivitas endometrium


terhadap implantasi embrio. Kadar progesteron yang rendah diketahui dapat mengakibatkan
abortus terutamanya pada kehamilan 7 minggu di mana trofoblast harus menghasilkan
cukup steroid untuk menunjang kehamilan. Pengangkatan korpus luteum sebelum usia 7
minggu akan menyebabkan abortus dan bila diberikan progesteron pada pada pasien ini,
maka kehamilan dapat diselamatkan.

Penelitian pada perempuan yang mengalami abortus berulang (lebih dari sama
dengan 3 kali), didapatkan 17% kejadian defek luteal yaitu kurangnya progesteron pada
fase luteal. Namum pada saat ini, masih belum ada metode yang bisa terpercaya untuk
mendiagnosa kelainan ini.

Faktor hormonal terhadap imunitas desidua juga berperan pada kelangsungan


kehamilan. Perubahan endometrium menjadi desidua mengubah semua sel pada mukosa
uterus. Perubahan morfologi dan fungsional ini mendukung proses implantasi, proses
migrasi trofoblas, dan mencegah invasi yang berlebihan pada jaringan ibu. Di sini interaksi
antara trofoblas ekstravillus dan infiltrasi leukosit pada mukosa uterus berperan penting di
mana sebagian besar leukosit adalah large granular cell, dan makrofag dengan sedikit sel T
dan sel B. Sel NK dijumpai dalam jumlah yang banyak terutama pada endometrium yang
terpapar progesteron. Perannya adalah pada trimester 1 adalah akan terjadi peningkatan sel
NK untuk membunuh sel target dengan sedikit atau tiada ekspresi HLA. Trofoblast
ekstravillous tidak bisa dihancurkan oleh sel NK kerana sifatnya yang cepat menghasilkan
HLA1 sehingga terjadinya invasi optimal untuk plasentasi yang optimal oleh trofoblas
extravillous. Maka, gangguan pada sistem ini akan berpengaruh pada kelangsungan
kehamilan.

9
Selain itu, hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, dan sindrom polikistik ovarium dapat
merupakan faktor kontribusi pada keguguran dengan menggangu balans humoral yang
penting pada kelangsungan kehamilan.

4. Faktor infeksi

Ada pelbagai teori untuk menjelaskan keterkaitan infeksi dengan kejadian abortus.
Antaranya adalah adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, dan sitokin yang
berdampak langsung pada janin dan unit fetoplasenta. Infeksi janin yang bisa berakibat
kematian janin dan cacat berat sehingga janin sulit untuk bertahan hidup. Infeksi plasenta
akan berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian janin. Infeksi kronis
endometrium dari penyebaran kuman genetalia bawah yang bisa mengganggu proses
implantasi. Amnionitis oleh kuman gram positif dan gram negatif juga bisa mengakibatkan
abortus. Infeki virus pada kehamilan awal dapat mengakibatkan perubahan genetik dan
anatomik embrio misalnya pada infeksi rubela, parvovirus, CMV, HSV, koksakie virus, dan
varisella zoster.

5. Faktor imunologi

Beberapa penyakit berhubungan erat dengan kejadian abortus. Antaranya adalah


SLE dan Antiphospholipid Antibodies (aPA). aPA adalah antibodi spesifik yang ditemukan
pada ibu yang menderita SLE. Peluang terjadinya pengakhiran kehamilan pada trimester 2
dan 3 pada SLE adalah 75%. Menurut penelitian, sebagian besar abortus berhubungan
dengan adanya aPA yang merupakan antibodi yang akan berikatan dengan sisi negatif dari
phosfolipid. Selain SLE, antiphosfolipid syndrome (APS) dapat ditemukan pada
preemklamsia, IUGR, dan prematuritas. Dari international consensus workshop pada tahun
1998, klasifikasi APS adalah:
- Trombosis vaskular (satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapiler
yang dibuktikan dengan gambaran Doppler, dan histopatologi)

- Komplikasi kehamilan (tiga atau lebih abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa
kelainan anatomik, genetik atau hormonal/ satu atau lebih kematian janin di mana
gambaran sonografi normal/ satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran
janin normal dan berhubungan dengan preeklamsia berat,atau insufisiensi plasenta
yang berat)

10
- Kriteria laboratorium (IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi pada
2 kali atau lebih dengan pemeriksaan jarak lebih dari 1 atau sama dengan 6 minggu)

- Antobodi fosfolipid (pemanjangan koagulasi fospholipid, aPTT, PT, dan CT,


kegagalan untuk memperbaikinya dengan pertambahan dengan plasma platlet
normal dan adanya perbaikan nilai tes dengan pertambahan fosfolipid)

6. Faktor trauma

Trauma abdominal yang berat dapat menyebabkan terjadinya abortus yang


diakibatkan karena adanya perdarahan, gangguan sirkulasi maternoplasental, dan infeksi.
Namun secara statistic, hanya sedikit insiden abortus yang disebabkan karena trauma.
7. Faktor nutrisi dan lingkungan

Diperkirakan 1-10% malformasi janin adalah akibat dari paparan obat, bahan kimia
atau radiasi yang umumnya akan berakhir dengan abortus. Faktor-faktor yang terbukti
berhubungan dengan peningkatan insiden abortus adalah merokok, alkohol dan kafein.
Merokok telah dipastikan dapat meningkatkan risiko abortus euploid. Pada wanita yang
merokok lebih dari 14 batang per hari, risiko abortus adalah 2 kali lipat dari risiko pada
wanita yang tidak merokok. Rokok mengandung ratusan unsur toksik antara lain nikotin
yang mempunyai sifat vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon
monoksida juga menurukan pasokan oksigen ibu dan janin dan dapat mamacu neurotoksin.

EPIDEMIOLOGI
Insiden missed abortion di United Kingdom dikatakan mirip Insiden abortus
spontan secara umum disebutkan sebesar 10-15% dari seluruh kehamilan. Angka-angka
tersebut akan cenderung semakin meningkat sesuai dengan peningkatan penggunaan
ultrasound pada kehamilan trimester awal.
Lebih dari 80% abortus terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan dan angka
tersebut kemudian menurun secara cepat pada umur kehamilan selanjutnya. Anomali
kromosom menyebabkan sekurang-kurangnya separuh dari abortus pada trimester pertama,
kemudian menurun menjadi 20-30% pada trimester kedua dan 5-10 % pada trimester
ketiga.
Resiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas di
samping dengan semakin lanjutnya usia ibu serta ayah. Frekuensi abortus yang dikenali
secara klinis bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari 20 tahun, menjadi

11
26% pada wanita yang berumur di atas 40 tahun. Untuk usia paternal yang sama,
kenaikannya adalah dari 12% menjadi 20%.
Makin tua umur, abortus makin sering terjadi. Demikian juga dengan semakin
banyak anak, abortus juga akan semakin sering terjadi. Semakin tua umur
kehamilan, kemungkinan abortus makin kecil
Wanita < 20 tahun abortus 12%
Wanita > 40 tahun abortus 26%

PATOGENESIS
Proses abortus dapat berlangsung secara spontan maupun sebagai komplikasi dari
abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis. Proses terjadinya berawal dari
pendarahan pada desidua basalis yang menyebabkan nekrosis jaringan diatasnya.
Selanjutnya sebagian atau seluruh hasil konsepsi terlepas dari dinding uterus. Hasil
konsepsi yang terlepas menjadi benda asing terhadap uterus sehingga akan dikeluarkan
langsung atau bertahan beberapa waktu. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil
konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi korialies belum menembus desidua
secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 minggu sampai 14 minggu villi koriales
menembus desidua lebih dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna
yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu
umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin, disusul
kemudian oleh plasenta yang telah lengkap terbentuk. Perdarahan tidak banyak jika
plasenta segera terlepas dengan lengkap.1,5

KLASIFIKASI
Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu:1,4,5
Menurut terjadinya dibedakan atas:
a. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja atau
dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medisinalis, semata-mata
disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
b. Abortus provokatus (induksi abortus) adalah abortus yang disengaja tanpa indikasi
medis, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat.
Abortus ini terbagi lagi menjadi:
1.Abortus medisinalis (abortus therapeutica) yaitu abortus karena tindakan kita
sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan
12
jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan
2 sampai 3 tim dokter ahli.
2.Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan yang
tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya dilakukan
secara sembunyi-sembunyi oleh tenaga tradisional.

Pembagian abortus secara klinis adalah sebagai berikut :


1. Abortus Iminens merupakan tingkat permulaan dan ancaman terjadinya
abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan
hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.

2. Abortus Insipiens adalah abortus yang sedang mengancam ditandai dengan


serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil
konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.

3. Abortus Inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum
uteri dan masih ada yang tertinggal.

13
4. Abortus Kompletus adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum
uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram.

5. Missed Abortion adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus
telah meninggal dalam kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil
konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan.

6. Abortus Habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
berturut-turut.
7. Abortus Infeksious ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.
8. Abortus Terapeutik adalah abortus dengan induksi medis

B. MISSED ABORTION
14
DEFINISI
Missed abortion (Abortus tertunda) yaitu keadaan dimana janin telah mati sebelum
minggu ke-20, tetapi tertanam di dalam rahim selama beberapa minggu (8 minggu atau
lebih) setelah janin mati (Fadlun, 2012). Missed abortion adalah tertahannya hasil konsepsi
yang telah mati di dalam rahim selama 8 minggu. Ditandai dengan tinggi fundus uteri
yang menetap bahkan mengecil. Biasanya tidak diikuti tanda-tanda abortus seperti
perdarahan, dan pembukaan serviks (Paraton H, Widohariadi, Trijanto B, Santoso B,
2008).6

ETIOLOGI
a. Tidak diketahui, tetapi diduga pengaruh hormone progesterone
b. Pemakaian hormone progesteron pada abortus iminens mungkin juga dapat
menyebabkan missed abortion
c. Penurunanan kadar fibrinogen dalam darah sudah mulai turun
d. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasanya menyebabkan abortus pada
kehamilan sebelum usia 8 minggu
e. Kelainan pada plasenta karena hipertensi menahun
f. Faktor maternal seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan
g. Kelainan traktus genitalia seperti incompetensi servix (untuk abortus pada
trimester kedua), mioma uteri, dan kelainan bawaan uterus

FAKTOR PREDISPOSISI
Sama dengan etiologi abortus secara umum yaitu:
a. Kelaianan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan abortus pada
kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini
adalah
1. Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi X
2. Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna
3. Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, tembakau atau
alkohol.
b. Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi
menahun.
c. Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan dan
toksoplasmosis
15
d. Kelainan traktus genetalia seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada
trimester kedua) retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus.
DIAGNOSIS
1. Anamnesis
3 gejala utama (postabortion triad) pada abortus adalah nyeri di perut bagian bawah
terutamanya di bagian suprapubik yang bisa menjalar ke punggung, bokong dan perineum,
perdarahan pervaginam dan demam yang tidak tinggi. Gejala ini terutamanya khas pada
abortus dengan hasil konsepsi yang masih tertingal di dalam rahim. Selain itu, ditanyakan
adanya amenore pada masa reproduksi kurang 20 minggu dari HPHT. Perdarahan
pervaginam dapat tanpa atau disertai jaringan hasil konsepsi. Bentuk jaringan yang keluar
juga ditanya apakah berupa jaringan yang lengkap seperti janin atau tidak atau seperti
anggur. Rasa sakit atau kram bawah perut biasanya di daerah atas simpisis.
Riwayat penyakit sekarang seperti DM yang tidak terkontrol, tekanan darah tinggi
yang tidak terkontrol, trauma, merokok, alkohol dan riwayat infeksi traktus genitalis harus
diperhatikan. Riwayat bepergian/perjalanan ke tempat endemik malaria dan pengambilan
narkoba malalui jarum suntik dan seks bebas dapat menambah curiga abortus akibat
infeksi.
2. Gejala Klinis
- Ditandai dengan kehamilan yang normal dengan amenorrhea, dapat disertai
mual dan muntah
- Pertumbuhan uterus mengecil dengan fundus yang tidak bertambah tinggi.
- Mamae menjadi mengecil
- Gejala-gejala kehamilan menghilang diiringi reaksi kehamilan menjadi
negative pada 2-3 minggu setelah fetus mati.
- Pada pemeriksaan dalam serviks tertutup dan ada darah sedikit
- Pasien merasa perutnya dingin dan kosong
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostic pada missed abortion adalah :
a. Hitung darah lengkap: dapat berupa peningkatan sel darah putih, punurunan Hb
dan hematokrit
b. Titer Gonadotropin Kronik menurun pada kehamilan ektopik, meningkat pada
mola hidatidosa
c. Kadar estrogen dan progesterone menurun pada aborsi spontan

16
d. Pemeriksaan ultrasonographi atau Doppler untuk menentukan apakah janin
masih hidup atau tidak, serta menentukan prognosis.
e. Pemeriksaan kadar fibrinogen pada missed abortion.
f. Tes kehamilan.
g. Pemeriksaan lain sesuai dengan keadaan dan diagnosis pasien.

DIAGNOSIS BANDING
Missed abortus dapat di diagnosis banding:
Kehamilan ektopik tuba. Kehamilan ektopik adalah kehamilan ovum yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di tempat yang tidak normal, termasuk kehamilan
servikal dan kehamilan kornual.
Mola Hidatiform. Adalah perdarahan pervaginam, yang muncul pada 20 minggu
kehamilan biasanya berulang dari bentuk spotting sampai dengan perdarahan
banyak. Pada kasus dengan perdarahan banyak sering disertai dengan pengeluaran
gelembung dan jaringan mola. Dan pada pemeriksaan fisik dan USG tidak
ditemukan ballotement dan detak jantung janin.

PENATALAKSANAAN
Pengelolaan missed abortion perlu diutarakan kepada pasien dan keluarganya secara
baik karena risiko tindakan operasi dan kuretase ini dapat menimbulkan komplikasi
perdarahan atau tidak bersihnya evakuasi/kuretase dalam sekali tindakan. Faktor mental
penderita perlu diperhatikan, karena penderita umumnya merasa gelisah setelah tahu
kehamilannya tidak tumbuh atau mati.
Terlebih dahulu dilakukan penilaian mengenai keadaan pasien dan diperiksa apakah
ada tanda-tanda syok. Penatalaksanaan abortus spontan dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik pembedahan maupun medis. Teknik pembedahan dapat dilakukan
dengan pengosongan isi uterus baik dengan cara dilatasi dan kuretase maupun aspirasi
vakum.7

Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat dilakukan
secara langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks uterus
memungkinkan.

17
Bila umur kehamilan di atas 12 minggu atau kurang dari 20 minggu dengan keadaan
serviks uterus yang masih kaku, dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih
dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan kanalis servikalis. Caranya
antara lain:
- Infus intravena cairan oksitosin dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc
dekstrose 5% tetesan 20 tetes per menit dan dapat diulangi sampai total
oksitosin 50 unit dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya
retensi cairan tubuh.
- Jika tidak berhasil, penderita diistirahatkan 1 hari, dan kemudian induksi
diulangi. Biasanya maksimal 3 kali.
- Diberikan mesoprostol secara sublingual sebanyak 400 mg yang dapat
diulangi 2 kali dengan jarak 6 jam. Dengan obat ini akan terjadi pengeluaran
hasil konsepsi atau terjadi pembukaan ostium serviks sehingga tindakan
evakuasi dan kuretase dapat dikerjakan untuk mengosongkan kavum uteri.
Setelah janin atau jaringan konsepsi berhasil keluar dengan induksi ini, dilanjutkan
dengan tindakan kuretase sebersih mungkin.
Apabila terdapat hipofibrinogenemia perlu disiapkan transfusi darah segar atau
fibrinogen
Pasca tindakan kalau perlu dilakukan pemberian infus intravena cairan oksitosin dan
antibiotika.6

18
KOMPLIKASI 7,8
1) Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi
dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat
terjadi apabila pertolongan tidak diberikan. Perdarahan yang berlebihan sewaktu
atau sesudah abortus bisa disebabkan oleh atoni uterus, laserasi cervikal,
perforasi uterus, kehamilan serviks, dan juga koagulopati.

2) Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus provokatus
kriminalis. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi
harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan
apakah ada perlukan alat-alat lain. Pasien biasanya datang dengan syok
hemoragik.

3) Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena
infeksi berat. Vasovagal syncope yang diakibatkan stimulasi canalis sevikalis
sewaktu dilatasi juga boleh terjadi namum pasien sembuh dengan segera.

4) Infeksi

Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang
merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci,
streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T.
paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada
lactobacili,streptococci, staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium
sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur.

19
Organisme-organisme yang paling sering bertanggung jawab terhadap infeksi
paska abortus adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus, Streptococci
anaerob, Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium
perfringens. Bakteri lain yang kadang dijumpai adalah Neisseria gonorrhoeae,
Pneumococcus dan Clostridium tetani. Streptococcus pyogenes potensial
berbahaya oleh karena dapat membentuk gas.

5) Efek anesthesia

Pada penggunaan general anestesia, komplikasi atoni uterus bisa terjadi yang
berakibatkan perdarahan. Pada kasus therapeutic abortus, paracervical blok
sering digunakan sebagai metode anestesia. Sering suntikan intravaskular yang
tidak disengaja pada paraservikal blok akan mengakibatkan komplikasi fatal
seperti konvulsi, cardiopulmonary arrest dan kematian.

6) Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC)

Pasien dengan postabortus yang berat terutamanya setelah midtrimester perlu


curiga DIC. Insidens adalah lebih dari 200 kasus per 100,000 aborsi.

PROGNOSIS
Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi aborsi spontan
sebelumnya. Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abortus yang rekuren
mempunyai prognosis yang baik sekitar >90 %. Pada wanita keguguran dengan etiologi
yang tidak diketahui, kemungkinan keberhasilan kehamilan sekitar 40-80 %. Sekitar 77 %
angka kelahiran hidup setelah pemeriksaan aktivitas jantung janin pada kehamilan 5 sampai
6 minggu pada wanita dengan 2 atau lebih aborsi spontan yang tidak jelas.8

20
BAB III
KESIMPULAN

Penyebab utama kematian maternal adalah disebabkan oleh 3 hal, yaitu perdarahan
dalam kehamilan, pre-eklampsia/eklampsia dan infeksi.
Perdarahan selama kehamilan dapat dianggap sebagai keadaan akut yang dapat
membahayakan ibu dan anak, dan sampai dapat menimbulkan kematian. Sebanyak 20%
wanita hamil pernah mengalami perdarahan pada awal kehamilan dan sebagian mengalami
abortus.
Pada kasus perdarahan pada masa kehamilan, dengan usia kehamilan dibawah 20
minggu selain dicurigai sebagai abortus tapi perlu juga dipikirkan diagnosa banding lainnya
seperti adanya KET dan mola hidatidosa.
Istilah missed abortion digunakan untuk menjelaskan hasil konsepsi yang telah mati
yang tertahan selama beberapa hari, minggu, atau bahkan bulan didalam uterus dengan
ostium serviks tertutup. Pada pemeriksaan fisik didapatkaan tinggi fundus uteri yang
menetap dan bahkan mengecil tidak sesuai dengan umur kehamilan.
Pada abortus diperlukan penanganan yang segera, untuk mengatasi perdarahan,
maupun untuk mencegah terjadinya syok dan komplikasi lainnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Hadijanto B. Perdarahan pada kehamilan muda. Dalam: Sarwono Prawirohardjo.


Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2014: 460-73.
2. Taber Ben-Zion,Kedaruratan Obstetric dan Ginekologi,EGC,Jakarta,1994
3. Kusumawati DU. Tercatat Angka Aborsi Meningkat di Perkotaan. Available at:
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20141029111311-12-8642/tercatat-angka-
aborsi-meningkat-di-perkotaan/. Accessed on Januari. 2017
4. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Abortus.
In: Williams Obstetrics. 23nd edition. Mc Graw-Hill. New York: 2014
5. Mochtar R, Lutan D. Sinopsis Obstetri. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta,
1998.
6. Bagian Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan. Pedoman Diagnosis dan Terapi.
Ed 3. Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo. Surabaya. 2008
7. Trupin SR. Abortion. Emedicine Health. Editor: Stoppler MC. Available at
http://www.emedicinehealth.com/abortion/article_em.htm. Accessed on April 19th
2012.
8. Ware Branch, M.D. Recurrent Miscarriage. N Engl J Med 2010; 363: 1740-1747.
Available at http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp1005330. Accessed on
April 19th. 2012.

22

Anda mungkin juga menyukai