Anda di halaman 1dari 2

Tips Mengobati Batuk Pilek Pada Anak dan

Bayi di Puskesmas
Ada ilmu baru nih dari Dr Andi Cahyadi, SpA. Kali ini tentang pengobatan batuk pilek pada anak
usia dua tahun. Berawal dari chat dr Ilham di Group WA Diskusi Kasus Klinis, yang menanyakan
tentang terapi batuk pilek pada anak usia di bawah dua tahun

"Teman2 dokter, kalau anak usia dibawah 2 tahun batuk pilek biasa nya pada pakai apa yaa? Apa
antihistamin saja? Tidak bisa pakai pseudoefedrin dan DMP ya?" Tulis dr Ilham di Group.

"Pakai pengencer dahak anak di bawah 2 tahun juga rata2 belum bisa membatukkan dahak nya...
Apa benar ada risiko berkembang ke pneumonia jika terapi tidak adekuat?" Begitu lanjutnya.

Ada banyak tanggapan dari sejawat DokterPost yang lain. Beragam, ada yang menyarankan diberi
antihistamin (eg CTM) saja dan ada juga beberapa yang menyarankan pemberian mokolitik untuk
mengencerkan dahak.

Lantas, bagaimana tanggapan dr Andi Cahyadi, SpA?

Dokter yang pernah menjadi Mahasiswa Berprestasi FK Unair dan Ketua Forum Ilmiah dan Studi
Mahasiswa FK Unair ini memberikan beberapa tips yang sangat penting. Sebenarnya ilmu
mengobati batuk pilek pada anak adalah topik sederhana yang banyak ditemui dalam praktek sehari-
hari.

Namun, ternyata ada beberapa hal yang terkadang luput dari perhatian sejawat dokter. Salah satunya
adalah penggunaan CTM untuk mengobati batuk pilek pada bayi.

"Sebaiknya ctm dihindari (terutama pada bayi) karena justru menyebabkan dahak menjadi kental.
Boleh pakai pseudoephedrin (untuk anak usia 1-2 tahun) untuk pileknya 1 mg/kgBB per kali. Untuk
mukolitik atau ekspektorannya boleh juga (digunakan), tetapi dosisnya dikurangi karena justru akan
menyebabkan batuk makin "ngekel", selanjutnya anak bisa muntah." Begitu pesan dr Andi, SpA.

"Misal pakai ambroksol 0.3 mg/kgBB per kali. Pada anak (usia 1-2 tahun) yang penting
kombinasinya, jadi kapan kamu tambah ambroksol, kapan pseudoefedrin, kapan cukup sistein, dan
isinnya itu seninya. Boleh ditambahkan salbutamol untuk memperbaiki silia."

Memang mengobati batuk pilek pada anak usia dua tahun dan bayi tidak sesederhana yang kita
bayangkan. Sering kali pemilihan terapi yang tidak tepat justru dapat memperberat klinis pasien.
Misalnya pada bayi, pemberian CTM yang banyak kita punya di Puskesmas justru dapat
mengentalkan mukous. Pengentalan mukous ini selanjutnya bila tidak dapat dikeluarkan oleh bayi
justru dapat menyebabkan sesak napas.
Sebuah penelitian systematic review (Sutter et al, 2003) yang dipublikasi di cochrane menyebutkan
bahwa terapi tunggal antihistamin pada kasus common cold tidak terbukti memperbaiki gejala
secara signifikan. Penelitian tersebut dikutip oleh sebuah review ilmiah yang disusun Departemen
Kesehatan Australia.

Selanjutnya, sebuah pertanyaan juga diajukan dr Putri Firdayanti kepada dr Andi cahyadi, SpA...

"Tanya dok....ctm bukannya tidak ada efek pengentalan dahak? Bukannya kerja dia sbg AH saja?
Mohon penjelasannya."

Seperti kita ketahui, jika merujuk pada website resmi BPOM, penggunaan CTM memang tidak
dianjurkan untuk anak usia di bawah satu tahun. Hal ini mungkin terkait dengan profil keamanan
obat ini untuk digunakan pada bayi.

Merujuk pada artikel di WebMD, salah satu efek samping yang tidak diinginkan dari CTM adalah
dry mouth dan penebalan mukosa paru. Efek samping ini menyebabkan bayi sulit bernafas dan
membersihkan saluran napasnya.

Berikut penjelasan dari dr Andi Cahyadi, SpA terkait efek samping CTM tersebut.

"Khusus ctm sebaiknya dihindari, yang lain insyaalloh bisa. Oh ya bila bikin puyer batuk pilek
dengan ada faktor alergi sebaiknya jangan ditambah vitamin b complex apalagi vitamin B1. Karena
vit b1 justru menyebabkan degranulasi sel mast penghasil histamin. Antihistamin kan efek
utamanya (menghambat degranulasi sel mast)." Terang dr Andi.

Oke, jadi pesannya jelas. Jika mengobati batuk pilek pada anak atau bayi penting untuk disesuaikan
dengan klinis pasien, dan hati-hati

1. Pemberian CTM pada bayi sebaiknya dihindari


2. Pemberian Vitamin B Complex dan Vitamin B1 pada anak dengan alergi sebaiknya dihindari
3. Jangan lupa konsul SpA jika pasien tidak membaik setelah terapi

Anda mungkin juga menyukai