Anda di halaman 1dari 285

Edisi Ke 3

September 2016

Buku Panduan Clinical Skills Lab (CSL)


Semester 5

Editor :

dr. Oktadoni Saputra MMedEd


dr. Rizki Hanriko, Sp.PA

Laboratorium Clinical Skills Lab (CSL)


Fakultas Kedokteran Univeritas Lampung
Jln. Prof. Soemantri Bojonegoro No. 1
Bandar Lampung-Indonesia
Telp. (0721) 7691197
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung


Edisi 3 : 2016

Buku Panduan Clinical Skills Lab (CSL)


Semester 5

Unit Clinical Skills Lab (CSL)


Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Bandar Lampung
2015

Dilarang memperbanyak, mencetak dan menerbitkan sebagian isi


atau seluruh isi buku ini dengan cara dan dalam bentuk apapun
tanpa seijin penyusun

2
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga
penyusun dapat menyelesaikan buku panduan Clinical Skill Lab (CSL) Semester 5. Buku ini
disusun sebagai panduan bagi mahasiswa maupun instruktur dalam proses pembelajaran CSL
pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (FK
Unila) semester 5 tahun ajaran 2014-2015.

Buku panduan edisi pertama ini disusun dengan mengacu pada kompetensi yang harus dimiliki
oleh seorang dokter yang tertuang dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI). Pada
semester ini mahasiswa diharapkan menguasai keterampilan Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Penyakit Kulit, Pemeriksaan Fisik Orthopedi, Pemeriksaan BTA dan KOH, Bedah Minor Lanjut,
Planning Edukasi, Anamnesis Penyakit Gastrointestinal, Pemeriksaan Fisik Abdomen Lanjut,
Anamnesis Penyakit Kardiovaskuler dan Respirasi, Pemeriksaan Fisik Paru dan Jantung Lanjut,
Pemeriksaan JVP, Pemasangan EKG dan Pembacaan serta Interpretasi EKG, Pembacaan
Rontgen Thorak, Basic Life Support, Punksi Pleura serta Pemasangan Chest-Tube.

Penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kontributor yang telah


memberikan masukan demi memperkaya materi buku ini, pengelola KBK FK unila, maupun
pihak-pihak lain yang turut membantu hingga selesainya buku ini.

Dengan segala kekurangan dan keterbatasan yang ada, semoga buku ini dapat digunakan
dengan sebaik-baiknya. Untuk kesempurnaan penyempurnaan berikutnya serta kritik dan saran
juga kami harapkan.

Bandar Lampung, September 2016

Penanggung Jawab CSL 5

3
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Daftar Isi

Kata Pengantar ....................................................................................... 3


Daftar Isi ................................................................................................. 4
Tata tertib & Regulasi CSL ..................................................................... 5
CSL 1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik penyakit kulit .......................13
CSL 2. Pemeriksaan fisik orthopedi ......................................................31
CSL 3. Pemeriksaan KOH .....................................................................55
CSL 4. Pemeriksaan BTA ......................................................................59
CSL 5. Pembidaian ................................................................................76
CSL 6. Bedah minor lanjut .....................................................................91
CSL 7. Planning Edukasi .......................................................................116
CSL 8. Anamnesis penyakit gastrointestinal .........................................125
CSL 9. Pemeriksaan fisik abdomen lanjut.............................................139
CSL 10. Pemasangan NGT ...................................................................152
CSL 11. Anamnesis penyakit kardiovaskuler ........................................163
CSL 12. Anamnesis penyakit respirasi ..................................................172
CSL 13. Pemeriksaan fisik paru lanjut...................................................178
CSL 14. Pemeriksaan fisik jantung lanjut ..............................................191
CSL 15. Pemeriksaan fisik JVP .............................................................209
CSL 16. Pemasangan EKG ...................................................................217
CSL 17. Pembacaan serta Interpretasi EKG.........................................227
CSL 18. Pembacaan Rontgen Thorak ..................................................243
CSL 19. Punksi pleura dan pemasangan Chest-Tube ..........................253
CSL 20. Pemasangan Chest-Tube ........................................................263
CSL 21. Basic Life Support ...................................................................268

4
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

TATA TERTIB

a. Tata tertib umum


1. Mahasiswa diwajibkan mengikuti semua kegiatan CSL (Keterampilan
Klinik) yaitu :
 Latihan CSL dilakukan 2 kali seminggu (Pertemuan I dan II)
dengan waktu @ 2x50 menit/pertemuan.
 OSCE dilaksanakan di setiap akhir semester dimana setiap
mahasiswa harus lulus semua station OSCE. Bagi mahasiswa
yang belum lulus diwajibkan mengikuti Remedial OSCE yang
dilaksanakan 1 kali.
2. Berpakaian rapi
 Tidak diperbolehkan memakai kaos oblong, celana blue jeans,
sandal/sepatu sandal, khusus mahasiswi tidak diperbolehkan
berbaju ketat, transparan, dan tanpa lengan atau terlihat
ketiak serta harus memakai rok ¾ di bawah lutut.
 Rambut harus rapi, tidak diperbolehkan berambut gondrong
untuk laki-laki
 Kuku harus pendek, bersih, dan tidak menggunakan cat kuku
 Perhiasan maupun asesoris yang berlebihan juga tidak
diperkenankan
3. Sopan santun dan etika
 Jujur dan bertanggung jawab
 Disiplin
 Tidak merokok di lingkungan kampus
 Tidak diperbolehkan membawa senjata tajam, NAPZA, alat-alat
yang tidak sesuai dengan tupoksi sebagai mahasiswa.
 Tidak diperbolehkan membuat kegaduhan
 Tidak diperbolehkan memalsukan tanda tangan instruktur atau
para dosen
 Tidak diperbolehkan memalsukan dokumen

5
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Tidak diperkenankan melakukan kecurangan dalam bentuk


apapun pada saat CSL dan OSCE.
4. Mentaati peraturan akademik FK Universitas Lampung dan peraturan
akademik Universitas Lampung

b. Tata tertib Khusus


1. Kehadiran harus 100%. Toleransi ketidakhadiran mahasiswa
dikarenakan force majeur hanya diperkenankan <20% dari jumlah
keseluruhan materi CSL Semester yang bersangkutan. Ijin harus
dibuktikan dengan dokumen objektif (Surat Keterangan Sakit, Surat Ijin
dari Pimpinan). Ketentuan force majeur diatur dalam peraturan
akademik FK Unila
2. Wajib hadir tepat waktu
a. Jika terlambat ≤ 15 menit pada peretemuan I dan II, mahasiswa
tetap diperbolehkan mengikuti kegiatan CSL. Jika pretest sedang
berlangsung, tidak ada tambahan waktu khusus bagi mahasiswa.
b. Jika terlambat 15-30 menit sejak CSL dimulai pada pertemuan I
dan II, peserta diperbolehkan mengikuti kegiatan CSL jika
mendapatkan persetujuan dari instruktur dan diwajibkan melapor
kepada PJ CSL untuk dilakukan pencatatan, perbaikan kekurangan
materi yang ditinggalkan maupun penugasan.
c. Jika terlambat > 30 menit sejak CSL dimulai, mahasiswa tidak
diperkenankan mengikuti kegiatan keterampilan klinik pada hari
tersebut dan tidak diperkenankan mengikuti kegiatan CSL pada
pertemuan kedua
3. Pada pertemuan pertama akan dilakukan pretest secara serentak, dan
dikoreksi oleh instruktur masing-masing kelompok. Pretest dilakukan
untuk menilai pemahaman mahasiswa terhadap materi yang akan
dipelajari baik dari segi declarative knowledge maupun procedural
knowledge.
4. Pretest dapat dilakukan tertulis maupun oral yang disiapkan/
diseragamkan oleh PJ CSL. Penilaian pretest dari 0-100. Mahasiswa
yang nilai pretest <70 akan mendapatkan perhatian khusus oleh
fasilitator, diwajibkan belajar lagi dan mendapatkan kesempatan
6
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

berlatih lebih dahulu saat sesi berikutnya dengan atau tanpa adanya
pretest ulang maupun penugasan dari fasilitator yang sifatnya formatif
dan dan tidak memberatkan mahasiswa (low-cost). Contoh penugasan
berupa diminta belajar lagi, menjelaskan ulang/memaparkan ulang di
sesi berikutnya, pre-test ulang, membuat rangkuman materi,
workplan, tulisan refleksi diri, dll
5. Bila mahasiswa melakukan kecurangan pada saat pretest, maka
langsung dinyatakan tidak lulus pretest namun tetap diperbolehkan
mengikuti kegiatan CSL pada hari itu. Nilai kelulusan pretest akan
diumumkan pada akhir pertemuan pertama oleh instruktur.
6. Pada semester ini terdapat beberapa keterampilan tertentu yang
peserta diwajibkan melakukan latihan mandiri sebagai pengayaan.
Latihan mandiri dilakukan diluar sesi terjadwal dengan difasilitasi oleh
sesama teman (peer-) maupun kakak kelas (near-peer). Bukti latihan
mandiri harus didokumentasikan dalam video yang digabungkan per
kelompok yang diburning dalam CD (1 kelompok 1 CD/DVD).
Ketentuan format dan resolusi video diatur oleh PJ CSL.
7. Mahasiswa wajib mengikuti latihan CSL pertemuan 1 dan 2 sesuai
jadwal masing-masing dan wajib membawa buku panduan CSL dan
buku kegiatan CSL di setiap pertemuan.
8. Di pertemuan kedua, mahasiswa berlatih secara role play perorang
dengan diberikan feedback maupun penilaian oleh teman kelompok
dan isntruktur. Nilai minimal (Jika pakai nilai) latihan CSL per
keterampilan adalah 70, bila salah satu nilai latihan keterampilan
kurang dari 70 maka tidak diperkenankan mengikuti OSCE.
9. Akan diadakan briefing sebelum OSCE maupun Briefing remedial OSCE
yang wajib diikuti oleh mahasiswa (Jika diadakan)

PENILAIAN
1. Penilaian formatif : Semua penilaian formatif ini adalah prasyarat
untuk mengikuti OSCE
a. Kehadiran 100%, kecuali dengan alasan yang dibenarkan oleh
institusi. Kehadiran termasuk kontrak CSL dan Briefing OSCE.
7
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

b. Kelengkapan pengisisan Buku Log setiap latihan keterampilan


c. Nilai sikap profesional (profesional behaviour). Tidak ada
masalah etik selama CSL berlangsung. Penilaian berupa
kedisiplinan/ keseriusan latihan, kejujuran, sopan santun, sikap
sesama teman (Altruism). Hasil penilaian berupa sufficient atau
insuffisient.
d. Kewajiban latihan mandiri untuk judul-judul CSL tertentu yang
didokumentasikan dalam video yang di burning dalam CD

2. Penilaian Sumatif
Persentase penilaian akhir blok terdiri dari :
OSCE 100%
Total 100%

LESSON PLAN CSL SESI 1


No Kegiatan Alokasi Waktu
1 Perkenalan instruktur dan absensi mahasiswa/i 5 menit
2 Pre Test 10 menit
3 Overview materi 5 menit
4 Demonstrasi 10 menit
5 Mahasiswa/i berlatih 60 menit
6 Feed back dan penutup 10 menit

LESSON PLAN CSL SESI 2


No Kegiatan Alokasi Waktu
1 Perkenalan instruktur dan absensi mahasiswa/i 5 menit
2 Persiapan dan pengaturan latihan 5 menit
3 Penilaian terhadap mahasiswa yang berlatih 80 menit
4 Feed back dan penutup 10 menit

8
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

DAFTAR KETERAMPILAN CSL SEMESTER 4

No Materi Jenis Level


Keterampilan kompetensi
1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Penyakit Kulit Anamnesis dan 4
Pemeriksaan Fisik
2 Pemeriksaan fisik orthopedi Pemeriksaan Fisik 4
3 Pemeriksaan KOH Laboratorium 4
4 Pemeriksaan BTA Laboratorium 4
5 Bedah Minor Lanjut Prosedural 4
6 Pembidaian Prosedural 4
7 Planning Edukasi Anamnesis 4
8 Anamnesis Penyakit Gastrointestinal Pemeriksaan Fisik 4
9 Pemeriksaan fisik abdomen lanjut Anamnesis 4
10 Anamnesis Penyakit Kardiovaskuler Anamnesis 4
11 Anamnesis Penyakit Respirasi Anamnesis 4
12 Pemeriksaan fisik paru lanjut lanjut Pemeriksaan Fisk 4
13 Pemeriksaan fisik jantung lanjut Pemeriksaan Fisik 4
14 Pemeriksaan JVP Pemeriksaan Fisik 4
15 Pemasangan EKG Prosedural Klinik 4
16 Pembacaan dan interpretasi EKG Prosedural Klinik 4
17 Pembacaan Rontgen Thorak Prosedural Klinik 4
18 Punksi Pleura Prosedural Klinik 2
19 Chest Tube Insertion Prosedural Klinik 2
20 BLS Prosedural Klinik 4
21 Pemasangan NGT Prosedural Klinik 4

LEVEL OF COMPETENCE
Level Kompetensi 1 Mengetahui dan menjelaskan
Level Kompetensi 2 Pernah melihat / didemonstrasikan
Level Kompetensi 3 Pernah melakukan atau pernah menerapkan di bawah supervisi
Level Kompetensi 4 Mampu melakukan secara mandiri

9
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN KULIT


dr. Hanna Mutiara, dr. Rizki Hanriko, dr. Dina Tri Amalia

A. TEMA
Keterampilan Anamnesis dan Pemeriksaan Penyakit Kulit

B. LEVEL KOMPETENSI

Physical Examination Level of Expected Ability


skin, inspection with magnifying glass -1- -2- -3- -4-
nails, inspection -1- -2- -3- -4-
Terminology of skin lesions
skin lesions description with primary and
secondary changes, as well as size, -1- -2- -3- -4-
distribution, expansion and configuration

C. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Tujuan instruksional umum


Mahasiswa mampu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik penyakit kulit
dengan baik dan benar

2. Tujuan instruksional khusus


 Mahasiswa dapat mengawali dan mengakhiri anamnesis secara urut
 Mahasiswa mengucapkan salam pembuka di awal dan penutup di akhir
 Mahasiswa dapat menggali informasi dengan detail, namun relevan dengan
permasalahan terutama masalah penyakit kulit
 Mahasiswa dapat menunjukkan penampilan yang baik
 Mahasiswa dapat menjaga suasana proses anamnesis yang baik
 Mahasiswa dapat memahami dan menggunakan bahasa yang dipahami
responden
 Mahasiswa dapat menghindari sikap interogasi

10
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Mahasiswa dapat melakukan cross check


 Mahasiswa dapat bersikap netral
 Mahasiswa dapat melaksanakan umpan balik
 Mahasiswa dapat mencatat hasil anamnesis dengan jelas serta
menyimpulkan hasil anamnesis.
 Mahasiswa mampu menciptakan hubungan dokter - pasien yang baik dan
sewajarnya dengan pasien.
 Mahasiswa mampu mengidentifikasi efloresensi kelainan kulit.
 Mampu melakukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis

D. ALAT DAN BAHAN


 Kapas
 Peniti
 Tabung reaksi berisi air dingin dan air panas
 Kaca objek
 Kaca pembesar

E. SKENARIO

Bercak Putih

Ny. Kusti, 28 tahun datang ke tempat praktek saudara dengan keluhan timbul
bercak putih pada punggung kanan dan seperti mati rasa sejak 4 bulan lau.
Lengan kanannya juga dirasakan sering kesemutan. Keluhan tersebut
menyebabkan ia kurang percaya diri. Anda melakukan anamsesis dan
pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis.

F. DASAR TEORI
1. Anamnesis
Dalam memberikan pelayanan kesehatan yang baik pada mayarakat diharapkan
seorang dokter dapat memberikan penatalaksaan yang tepat. Penatalaksanaan
yang tepat diberikan berdasarkan penegakkan diagnosis yang tepat pula. Dalam

11
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

menentukan suatu diagnosis, seorang dokter akan melalui beberapa tahapan,


yakni anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Peranan anamnesis cukup besar dalam mengarahkan dokter untuk melakukan


tahapan selanjutnya. Anamnesis yang baik akan memberikan banyak informasi
yang akan membantu dokter untuk mengarahkan pemeriksaan selanjutnya dan
anamnesis yang baik dapat tercapai jika terdapat hubungan baik yang sewajarnya
antara dokter dan pasien.

Dalam melakukan anamnesis harus mencakup komponen - komponen:


1. Identitas pasien :
 Identitas meliputi: nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis
kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, agama
 Identifikasi sumber informasi  dapat autoanamnesis (sumber dari pasien)
atau alloanamnesis (sumber dari keluarga atau teman pasien, surat
rujukan)
2. Tentukan Keluhan Utama
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Deskripsi yang menerangkan keluhan utama dan gejala yang menyertainya.
4. Riwayat penyakit Dahulu:
a. Riwayat Penyakit yang pernah dialami yang berhubungan dengan
penyakit sekarang
b. Riwayat imunisasi, tes skrining alergi terhadap obat dan alergen lain,
gaya hidup yang berkaitan dengan penyakit sekarang
5. Riwayat Keluarga
Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial , atau penyakit
infeksi. Pada penyakit kongenital perlu ditanya juga riwayat kehamilan dan
kelahiran
6. Riwayat Pribadi
Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan,
termasuk lingkungan tempat tinggal.

Anamnesis dilakukan secara sistematis dan rasional dimana pertanyaan yang


12
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

diajukan harus terarah dan memiliki nilai diagnostik. Dalam melakukan


anamnesis,ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yakni:
1. Komunikasi yang mempunyai hak-hak istimewa  dialog ini harus dijaga
kerahasiannya
2. Penilaian moral  tidak ada penyakit, pola tingkah laku atau gaya hidup
yang perlu mendapat komentar benar atau salah. Anda harus dapat
bersikap profesional dan mampu memisahkan perasaan anda tentang
tingkah laku pasien.
3. Kejujuran dalam komunikasi  pemberian informasi yang benar pada
pasien
4. Hindari sikap meng-interogasi
5. Pilihan kata-kata anda sebagai dokter

2. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis, tindakan berikutnya adalah melakukan
pemeriksaan fisik berupa inspeksi. Bantuan pemeriksaan dengan kaca pembesar
dapat dilakukan. Pemeriksaan ini harus dilakukan dalam ruangan yang terang.
Anamnesis terarah biasanya ditanyakan pada penderita bersamaan dengan
dilakukannya inspeksi untuk melengkapi data diagnostik. Misalnya penderita yang
menderita dermatitis pada tangannya perlu ditanyakan ada tidaknya kelainan di
tempat lain. Dalam hal ini juga perlu dilakukan inspeksi seluruh kulit tubuh
penderita. Demikian pula perlu dilakukan pemeriksaan rambut, kuku dan selaput
lendir terutama pada penyakit tertentu, misalnya liken planus atau psoriasis.

Pada inspeksi diperhatikan lokalisasi, warna, bentuk, ukuran, penyebaran, batas,


dan efloresensi yang khusus. Bila terdapat kemerahan pada kulit ada tiga
kemungkinan: eritema,purpura, dan teleangiektasis. Cara membedakannya yakni
ditekan dengan jari dan digeser. Cara lain ialah diaskopi yaitu menekan dengan
benda transparan (diaskop) pada tempat kemerahan tersebut. Diaskopi positif jika
warna merah menghilang (eritema), disebut negatif jika warna merah tidak
menghilang (purpura atau teleangiektasis).

13
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Setelah inspeksi selesai, dilakukan palpasi. Pada pemeriksaan ini diperhatikan ada
tidaknya tanda radang akut atau tidak, misalnya kalor, dolor, fungsiolesa (rubor
dan tumor dapat pula dilihat), ada tidaknya indurasi, fluktuasi dan pembesaran
KGB regional maupun generalisata.

Menurut PRAKKEN (1966) yang disebut efloresensi primer adalah : makula, papul,
plak, urtika, nodus, nodulus, vesikel, bula, pustul, dan kista. Sedangkan efloresensi
sekunder adalah skuama, krusta, erosi, ulkus dan sikatriks. Berikut defini berbagai
kelainan kulit.
 Makula : kelainan kulit berbatas tegas berupa perubahan warna semata-
mata
 Eritema : kemerahan kulit akibat vasodilatasi kapiler reversibel
 Vesikel : gelembung berisi cairan serum, beratap, ukuran < 1/2cm garis
tengah, dan mempunyai dasar.
 Pustul : vesikel berisi nanah.
 Bula : vesikel berukuran lebih besar.
 Kista : ruangan berdinding dan berisi cairan, sel, maupun sisa sel. Kista
terbentuk bukan dari peradangan.
 Abses : kumpulan nanah dalam jaringan.
 Papul : penonjolan di atas permukaan kulit, sirkumskripta, diameter <1/2
cm, dan berisi zat padat.
 Nodus : massa padat sirkumskripta, terletak di kutan atau subkutan, dapat
menonjol, jika diameter <1cm disebut nodulus.
 Plak : peninggian di atas permukaan kulit, permukaan rata dan berisi zat
padat (biasanya infiltrat), diameter 2 cm atau lebih.
 Tumor : istilah umum untuk benjolan berdasarkan pertumbuhan sel
maupun jaringan
 Infiltrat : tumor terdiri atas kumpulan sel radang.
 Sikatriks : jaringan tak utuh, relief kulit tidak normal, permukaan kulit licin,
dan tidak terdapat adneksa kulit.
 Erosi : kehilangan jaringan yang tidak melampaui stratum basal. Contoh :
14
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

kulit bila digaruk sampai stratum spinosum akan keluar cairan serosa dari
bekas garukan
 Ekskoriasi : kehilangan jaringan samapi dengan stratum papilare. Contoh:
bila garukan lebih dalam lagi hingga tergores sampai ujung papil, maka
akan terlihat darah yang keluar selain serum.
 Ulkus : hilangnya jaringan yang lebih dalam dari ekskoriasi. Ulkus
memiliki tepi, dinding, dasar, dan isi.
 Skuama : lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit.
 Krusta : cairan badan yang mengering.
 Likenifikasi : penebalan kulit disertai relief kulit yang makin jelas.
 Guma : infiltrat sirkumskripta, menahun, destruktif, biasanya melunak.
 Monomorf : kelainan kulit yang pada satu ketika terdiri atas hanya satu
macam ruam kulit.
 Polimorf : kelainan kulit yang sedang berkembang, terdiri dari bermacam-
macam efloresensi.

Berbagai isitilah ukuran, susunan kelainan/bentuk serta penyebaran dan


lokalisasi dijelaskan sebagai berikut:
I. Ukuran:
 Miliar : sebesar kepala jarum pentul
 Lentikular : sebesar biji jagung
 Numular : sebesar uang logam 100 rupiah
 Plakat : lebih besar dari numular

II. Susunan kelainan/bentuk


 Liniar : seperti garis lurus
 Sirsinar/anular : seperti lingkaran
 Arsinar : seperti bulan sabit
 Polisikluk : bentuk pinggiran yang sambung menyambung
 Korimbiformis : susunan seperti induk ayam yang dikelilingi anak-
anaknnya
15
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

III. Penyebaran dan lokalisasi


 Sirkumskripta : berbatas tegas
 Difus : tidak berbatas tegas
 Generalisata: tersebar pada sebagian besar tubuh
 Regional : mengenai daerah tertentu badan
 Universal : seluruh atau hampir seluruh tubuh (90%-100%)
 Solitar : hanya satu lesi
 Herpetiformis : vesikel berkelompok seperti pada herpes zoster
 Konfluens : dua atau lebih lesi yang menjadi satu
 Diskret : terpisah satu dengan yang lain
 Serpiginosa : proses yang menjalar ke satu jurusan diikuti
penyembuhan pada bagian yang ditinggalkan
 Simetrik : mengenai kedua belah badan yang sama
 Bilateral : mengenai kedua belah badan
 Unilateral : mengenai sebelah badan

Berikut akan dibahas secara singkat salah satu penyakit kulit yang masih
merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia, yaitu penyakit kusta.
Masalah ini diperberat dengan kompleksnya epidemiologi dan banyaknya
penderita kusta yang mencari pengobatan ketika sudah dalam keadaan cacat
sebagai akibat masih adanya stigma dan kurangnya pemahaman pada sebagian
besar masyarakat Indonesia.

Dokter umum sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan diharapkan dapat


melakukan deteksi dini penyakit kusta dan dapat memberikan intervensi secara
dini pada pasien. Deteksi dini ini dapat dilakukan melalui anamnesis yang tepat
dan pemeriksaan fisik dasar.

Adapun tanda kardinal (tanda utama) dalam mendiagnosis penyakit kusta


diantaranya:
16
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

1. Bercak kulit yang mati rasa


Bercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (makula) atau
meninggi (plak). Hypesthesia pada bercak bersifat total atau sebagian saja
terhadap rasa raba, rasa suhu dan rasa nyeri
2. Penebalan saraf tepi
Dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa gangguan
fungsi syaraf yang terkena, yaitu:
 Gangguan fungsi sensoris : paresthesia
 Gangguan fungsi motoris : paresis atau paralisis
 Gangguan fungsi otonom : kulit kering, retak, edema, pertumbuhan
rambut yang terganggu
3. Ditemukan kuman tahan asam
Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada
bagian yang aktif. Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsi kulit atau
syaraf

Untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta, paling sedikit harus ditemukan satu
tanda kardinal. Bila tidak atau belum dapat ditemukan, maka kita hanya dapat
mengatakan tersangka kusta dan pasien perlu diamati dan diperiksa ulang setelah
3-6 bulan sampai diagnosis kusta dapat ditegakkan atau disingkirkan.

G. PROSEDUR
ANAMNESIS
1. Sambung Rasa / Membina rapport/ komunikasi non verbal yang baik
 menyambut dengan ramah,
 ucapkan salam
 persilahkan pasien untuk duduk
 perkenalkan diri anda sebagai dokter yang akan membantu
2. Tanyakan identitas pasien,
 Nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan terakhir, pekerjaan, status
marital, suku bangsa, agama
 Selanjutnya sebut nama pasien dalam anamnesis
17
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

3. Inform Consent
 Beri penjelasan kepada pasien bahwa proses anamnesis dan
pemeriksaan ini untuk kebaikan pasien
 minta pasien untuk jujur
 beri penjelasan bahwa apa yang dikatakan oleh pasien bersifat rahasia
dan tidak dipublikasikan tanpa seijinnya.
4. Tentukan keluhan utama pasien
 Tanyakan keluhan yang menyebabkan pasien datang kepada anda/
berobat, satu keluhan saja yang terpenting, catat sesuai bahasa pasien.
5. Gali informasi tentang keluhan yang mendukung atau mendampingi keluhan
utama ( Riwayat Penyakit Sekarang)
Hal-hal yang harus ditanyakan antara lain:
1. Waktu dan lama keluhan berlangsung
2. Sifat dan beratnya serangan, misalnya mendadak, perlahan-lahan, terus-
menerus, hilang timbul, cenderung bertambah berat atau berkurang.
3. Lokalisasi dan penyebarannya, menetap, menjalar, atau berpindah-pindah.
Tanyakan mengenai gambaran lesi awal, dimana lokasi awalnya,
bagaimana perkembangan lesinya serta distribusi lesi selanjutnya
4. Hubungan dengan waktu, misalnya pagi lebih sakit daripada siang dan
sore, atau terus-menerus tidak mengenal waktu
5. Hubungannya dengan aktifitas, misalnya bertambah berat jika melakukan
aktifitas, atau bertambah ringan jika beristirahat.
6. Keluhan-keluhan lain yang menyertai serangan, misalnya apakah disertai
rasa panas pada lesi atau tidak, adakah demam atau tidak, apakah disertai
gatal atau tidak.
Jika ada keluhan lain yang menyertai, tanyakanlah:
a. Kapan mulai terjadi hal tersebut, apakah terjadi mendadak atau tidak
b. Apakah muncul bersamaan, mendahului, ataukah sesudahnya
7. Apakah keluhan pertama kali atau sudah berulang
8. Faktor risiko dan pencetus serangan , termasuk faktor-faktor yang
memperberat atau meringankan serangan.
Tanyakan apakah kelainan kulit ini ada hubungannya dengan
a. Penggunaan pakaian baru
18
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

b. Membersihkan tanaman atau rumah


c. Gigitan serangga atau luka (trauma) dan lain - lain
9. Apakah ada saudara sedarah , atau teman-teman dekat yang menderita
keluhan yang sama / menanyakan adanya riwayat kontak dengan
penderita penyakit dengan gejala yang sama
10. Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala
sisa
11. Upaya yang sudah dilakukan untuk mengurangi keluhan dan bagaimana
hasilnya, jenis-jenis obat yang telah diminum oleh pasien, juga tidakan
medis yang dilakukan (riwayat pengobatan kuratif maupun preventif)

6. Gali informasi mengenai riwayat penyakit dahulu


Tanyakan adanya penyakit yang pernah diderita secara kronologis (apa,
kapan, berapa lama, terapi, respons pengobatannya)
Tanyakanlah apakah pasien pernah mengalami keluhan yang sama pada
masa lampau
Tanyakan apakah sedang mendapat perawatan kesehatan
Tanyakan riwayat imunisasi
Tanyakan adanya riwayat alergi terhadap obat dan allergen lain

7. Selidiki hubungan keluhan/ lesi dengan riwayat pada keluarga


Tanyakanlah riwayat penyakit yang sama dalam lingkup keluarga atau
lingkungan sekitar tempat tinggal
Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial , atau
penyakit infeksi. Pada penyakit kongenital perlu ditanya juga riwayat
kehamilan dan kelahiran

8. Riwayat Pribadi
Data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan. Kebiasaan pasien
yang juga harus ditanyakan adalah kebiasaan berolahraga, riwayat
merokok, minuman alkohol, kebiasaan mengkonsumsi obat-obatan. Bila
ada indikasi, riwayat perkawinan dan kebiasaan seksualnya harus
ditanyakan. Anamnesis juga mengenai lingkungan tempat tinggal pasien,

19
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

serta pola diet/ kebiasaan makan dan minum sehari-hari pasien juga
penting ditanyakan.

9. Jelaskanlah pada pasien bahwa anamnesis merupakan suatu rangkaian


pemeriksaan untuk dapat mengetahui penyakit pasien dan diperlukan
pemeriksaan fisis serta pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis.

PEMERIKSAAN FISIK
a. Informed consent
b. Meminta pasien untuk membuka pakaian dan memastikan pasien mendapat
pencahayaan yang baik selama pemeriksaan
c. Perhatikanlah daerah dimana letak/ lokasi kelainan kulit tersebut
d. Dengan menggunakan kaca pembesar, perhatikanlah jenis effloresensi yang
tampak pada daerah tersebut : eritema, hipopigmentasi, hiperpigmentasi,
nodul, vesikel, bula, makula, papula, skuama, urtika, ulkus, krusta
e. Jika seluruh permukaan lesi rata, perhatikanlah bagaimana gambaran
permukaan kulit kering yang terlihat : kering atau basah.
f. Perhatikanlah bentuk dan gambaran kelainan kulit yang tampak pada pasien.
g. Perhatikanlah bagaimana ukuran dan distribusi kelainan kulit yang terlihat pada
pasien.
h. Perhatikanlah secara keseluruhan kulit disekitar kelainan yang ada apakah
terdapat tanda-tanda kekeringan kulit atau kulit tampak pecah-pecah.
i. Tes fungsi sensoris (ingat CSL SS)
j. Pemeriksaan Fenomena Tetesan Lilin
Dilakukan pada pasien psoriasis, dimana pada skuama dilakukan :
- Menggores bagian tengah skuama lesi pasien secara perlahan dengan
menggunakan pinggiran kaca objek.
- Perhatikanlah perubahan yang terjadi akibat goresan tersebut.
- Interpretasi : Positif jika terjadi perubahan warna menjadi lebih putih.
k. Pemeriksaan fenomena Auzpits
Dilakukan pada pasien psoriasis, dimana pada skuama dilakukan:

20
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

- Menggores bagian tengah skuama lesi pasien dengan menggunakan


pinggiran kaca objek secara perlahan sampai skuamanya terbuang habis.
- Kemudian goreslah kembali perlahan dan perhatikanlah perubahan yang
terjadi akibat goresan tersebut.
- Interpretasi : Positif  jika terjadi perubahan dan timbul bintik-bintik
perdarahan.
l. Pemeriksaan Alopesia (pada rambut kepala)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk membuktikan adanya kerontokan rambut
kepala (alopesia). Pemeriksaan dilakukan dengan cara :
- Perhatikanlah secara seksama rambut kepala pasien.
- Peganglah rambut kepala pasien secara lembut dengan menggunakan 3
jari : ibu jari, jari tengah dan jari telunjuk. Yakinkan rambut terpegang
dengan baik. Pemeriksaan menggunakan handschoen!
- Dengan tekanan ringan – sedang lakukanlah tarikan perlahan pada
rambut yang telah dipegang.
- Interpretasi :
 Normal : jika rambut yang tercabut kurang dari 6 lembar pada
ketiga jari tersebut.
 Aktif : jika yang tercabut lebih dari 6 lembar pada 3 jari yang
memegang rambut
m. Jelaskan pada pasien/keluarga pasien tentang hasil pemeriksaan yang
ditemukan dan masih diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis.
n. Jelaskan tentang diagnosis penyakitnya, rencana pengobatan, prognosis dan
komplikasi dan berikan konseling yang diperlukan untuk meningkatkan
pengetahuan pasien dan mengubah kebiasaan atau pola hidup pasien menjadi
lebih baik

G. DAFTAR PUSTAKA
 Bickley Lynn S. Bates‟ Guide to Physical Examination & History Taking.
9th edition. Lippincott Williams & Wilkins.Philadelphia.2007

21
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Budimulja, Unandar. Morfologi dan Cara Membuat Diagnosis dalam Ilmu


Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima. FKUI. Jakarta. 2008
 Mc Glynn Burnside. Adams Diagnosis Fisik. Ed 17. EGC. Jakarta 1995.
 Vitayani Sri, dr., SpKK. Keterampilan Klinik dan Laboratorium Indera
Khusus – Kulit . FK Unhas. 2009

H. CEKLIS LATIHAN
Skor
No Aspek
0 1 2
I INTERPERSONAL
Sambung Rasa / Membina rapport (menyambut dengan ramah, salam,
1
menyilakan duduk, perkenalan diri, komunikasi non verbal yang baik)
Tanyakan identitas pasien, selanjutnya sebut nama pasien dalam
2
anamnesis
Beri penjelasan kepada pasien bahwa
 proses anamnesis dan pemeriksaan ini untuk kebaikan
pasien,
3
 minta pasien untuk jujur dan
 beri penjelasan bahwa apa yang dikatakan oleh pasien
bersifat rahasia dan tidak dipublikasikan tanpa seijinnya
II CONTENT
4 Tentukan keluhan utama pasien
Gali informasi tentang keluhan yang mendukung atau mendampingi
keluhan utama  Riwayat Penyakit Sekarang:
 Waktu dan lama keluhan berlangsung
 Sifat dan beratnya serangan
5  Lokalisasi dan penyebarannya
 Hubungan dengan waktu

 Hubungan dengan aktifitas

22
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Keluhan-keluhan lain yang menyertai serangan, misalnya


apakah disertai rasa panas pada lesi atau tidak, adakah demam
atau tidak, apakah disertai gatal atau tidak.
Jika ada keluhan lain yang menyertai, tanyakan:
a. Kapan mulai terjadi hal tersebut, apakah terjadi
mendadak atau tidak
b. Apakah muncul bersamaan, mendahului, ataukah
Sesudahnya
 Apakah keluhan pertama kali atau sudah berulang
 Faktor risiko dan pencetus serangan , termasuk faktor yang
memperberat atau meringankan serangan.
Tanyakan apakah kelainan kulit ini ada hubungannya dengan:
- Penggunaan pakaian baru
- Membersihkan tanaman atau rumah
- Gigitan serangga atau luka (trauma) dan lain
Lain
 Apakah ada saudara sedarah , atau teman-teman dekat yang
menderita keluhan yang sama /adanya riwayat kontak dengan
penderita penyakit dengan gejala yang sama
 Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi
atau gejala sisa
 Upaya yang sudah dilakukan untuk mengurangi keluhan dan
bagaimana hasilnya
Gali informasi mengenai riwayat penyakit dahulu secara kronologis
6 (apa, kapan, berapa lama, terapi, respons), riwayat imunisasi, alergi
terhadap obat dan allergen lain, perawatan kesehatan,kondisi fisik
Selidiki hubungan gejala dengan riwayat pada keluarga
7

Gali informasi mengenai riwayat pribadi berupa data sosial, ekonomi,


8 pendidikan, dan kebiasaan (kebiasaan berolahraga, pola diet, riwayat
merokok, minuman alkohol, konsumsi obat-obatan), riwayat

23
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

perkawinan dan kebiasaan seksual serta lingkungan tempat tinggal


pasien.
Jelaskan dan beri instruksi kepada pasien tentang pemeriksaan fisik
9
yang akan dilakukan dan meminta izin serta kerjasama pasien
10 Berdiri disebelah kanan pasien.
Pemeriksaan Fisis Kelainan Kulit
Perhatikan dimana letak/ lokasi kelainan kulit tersebut
Perhatikanlah bentuk dan gambaran kelainan kulit yang tampak pada
pasien
11
Perhatikanlah jenis effloresensi yang tampak dengan kaca pembesar:
eritema, hipopigmentasi, hiperpigmentasi,nodul, vesikel, bula, makula,
papula, skuama, urtika, ulkus, krusta
Bila seluruh permukaan lesi rata, perhatikan bagaimana gambaran
12
permukaan kulit kering yang terlihat : kering atau basah.
Perhatikan bagaimana ukuran dan distribusi kelainan kulit yang terlihat
13
pada pasien
Perhatikanlah secara keseluruhan kulit disekitar kelainan yang ada
14 apakah terdapat tanda-tanda kekeringan kulit atau kulit tampak pecah-
pecah.
A RASA RABA
Pasien dalam keadaan duduk, jelaskan bahwa bilamana merasa
disinggung bagian tubuhnya dengan kapas, ia harus menunjukkan
15
kulit mana yang disinggung dengan jari telunjuknya (dikerjakan
dengan mata terbuka)
Apabila pasien sudah paham  Minta pasien memejamkan matanya
16
atau ditutup menggunakan penutup mata
17 Periksa lesi di kulit dan bagian kulit lain yang dicurigai
18 Periksa sensibilitas kulit yang sehat dan yang tersangka sakit
19 Periksa bercak pada bagian tengahnya, bukan di pinggirnya.
RASA NYERI

24
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Tusuk kulit dengan ujung jarum yang tajam dan dengan pangkal
20 tangkainya yang tumpul (Pasien harus mengatakan mana tusukan
yang tajam dan mana tusukan yang tumpul)
RASA SUHU (diperiksa dengan memakai 2 tabung reaksi)
Siapkan tabung reaksi yang berisi air panas (40oC) dan air dingin
21
(20oC)
22 Minta pasien untuk menutup matanya atau menoleh ke tempat lain
Lakukan tes kontrol  kedua tabung tersebut ditempelkan pada
23 daerah kulit yang normal secara bergantian untuk memastikan pasien
dapat membedakan panas dan dingin
Lakukan tes pada daerah kulit yang dicurigai dengan menempelkan
kedua tabung tersebut secara bergantian (Bila pada daerah kulit yang
24 dicurigai beberapa kali pasien salah menyebutkan rasa pada tabung
yang ditempelkan, dapat disimpulkan bahwa sensasi suhu daerah
tersebut terganggu)
B PEMERIKSAAN ALOPESIA (PADA RAMBUT KEPALA)
25 Perhatikanlah secara seksama rambut kepala pasien.
Peganglah rambut kepala pasien secara lembut dengan menggunakan
26 3 jari : ibu jari, jari tengah dan jari telunjuk. Yakinkan rambut terpegang
dengan baik.
Dengan tekanan ringan – sedang lakukanlah tarikan perlahan pada
rambut yang telah dipegang.
27
Interpretasi :
· Normal / Aktif (-/+6 lembar rambut yang tertarik)
Akhiri wawancara dengan memberikan ringkasan tentang hal-hal
penting dari wawancara dan pemeriksaan fisik tersebut dan berikan
28
konseling yang diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan pasien
dan mengubah kebiasaan atau pola hidup pasien menjadi lebih baik
II PENALARAN KLINIK
Mampu menjelaskan kepentingan anamnesis dalam penegakkan
29
diagnosis sehinga didapat penatalaksanaan yang tepat
25
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Mampu menjelaskan kepentingan membangun sambung rasa dengan


30
pasien
31 Mampu menjelaskan penegakkan diagnosis penyakit kusta
III PROFESIONALISM
32 Mampu menunjukan sikap percaya diri
Mampu menunjukkan sikap menghormati pasien (etika,moral,norma
33
sosial)
34 Mampu melakukan dengan kesalahan minimal
TOTAL

Score= ----------- x 100% = …..

26
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

PEMERIKSAAN FISIK ORTHOPEDI


dr. Anggi Setiorini, dr. Dina Tri Amalia

A. TEMA
Pemeriksaan Fisik Orthopedi

B. TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik orthopedi.

Tujuan Khusus
 Dapat melakukan inspeksi terhadap keadaan umum, bentuk dan penampilan cara berjalan
dan bentuk badan penderita
 Mampu melakukan palpasi pada kelainan orthopaedi muskuloskeletal secara benar
 Dapat melakukan pemeriksaan kelainan regional pada orthopedi

C. ALAT DAN BAHAN


1. Bed periksa pasien
2. Meja dan kursi periksa
3. Goniometri

D. SKENARIO

Pasien pria gemuk, berusia 48 tahun datang dengan keluhan nyeri tajam pada sendi lutut
sebelah kanan. Keluhan sudah dirasakan hilang timbul selama 2 bulan belakangan, namun
selama 3 hari ini keluhan dirasa terus menerus dan memberat. Keluhan disertai dengan gerak
sendi terbatas karena nyeri, sulit untuk ditekuk maupun diluruskan, dan rasa kaku sementara
pada sendi tersebut setelah bangun tidur. Keluhan bertambah nyeri apabila sendi digerakkan,
sedangkan bila beristirahat keluhan berkurang. Untuk menegakkan diagnosis anda akan
melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai.

E. DASAR TEORI

I. Anamnesis Kelainan Ortopedi


Keluhan Utama
Ada tiga keluhan utama yang sering dikeluhkan penderita yang mengalami gangguan
muskuloskeletal dibidang ortopedi yaitu :
1. Deskripsi Nyeri (PQRST)

27
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Position dapat menentukan posisi dan lokasi nyeri


 Quality adalah derajat kualitas nyeri seperti rasa menusuk, panas, danlain-lain
 Radiation penjalaran nyeri
 Severity tingkat beratnya nyeri (sering dihubungkan dengan gangguan Activity Daily
Living (ADL)
 Timing kapan timbulnya nyeri, apakah siang, malam, waktu istirahat, danlain-lain

2. Perubahan bentuk (Deformitas)


 Bengkak biasanya karena radang, tumor, pasca trauma, dan lain-lain
 Bengkok misanya pada:
 Varus bengkok keluar
 Valgus bengkok kedalam seperti kaki X
 Genu varum kaki seperti O
 Angulasi / rotasi
 Pendek  dibandingkan dengan kontralateral yang normal

3. Gangguan Fungsi (Disfungsi) Penurunan / hilangnya fungsi


 Afungsi ( Tak bisa digerakkan sama sekali)
 Kaku (stiffnesss)
 Cacat (disability)
 Gerakan tak stabil (instability)

Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat trauma sebelumnya
b. Riwayat infeksi tulang dan sendi seperti osteomielitis / arthritis
c. Riwayat pembengkakan / tumor yang diderita
d. Riwayat kelainan kongenital muskuloskeletal seperti CTEV
e. Riwayat penyakit –penyakit diturunkan seperti skoliosis, dan lain-lain

II. Pemeriksaan Fisik Umum dan Cara Berjalan

1. Pemeriksaan umum dan tanda-tanda vital


o Keadaan umum tampak sehat, sakit, sakit berat
o Tanda – tanda vital seperti tekanan darah, frekuensi nadi, nafas, dan temperatur

2. Bentuk dan penampilan tubuh sewaktu datang


a. Bentuk tubuh : Normal, Athletic, cebol, bongkok, miring
b. Cara penderita datang : Normal, pincang, digendong

28
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

3. Cara berjalan penderita yang normal dan kelainan cara berjalan


Fase jalan normal :
1. Meletakkan tumit Heel strike
2. Fase menapak Stance Phase
3. Ujung jari bertumpu Toe Off
4. Mengayun langkah Swing Phase

Kelainan Cara Berjalan


1. Antalgic gait (anti = against, algic = pain). = Nyeri waktu menapak sehingga langkah
memendek
2. Tredelenberg gait (paralise n. ischiadicus)
3. Stepage gait (langkah pendek-pendek)

Antalgic gait Steppage gait

29
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Tredelenberg gait

4. Pemeriksaan tonus otot


 Tonus otot diperiksa biasanya pada otot-otot ekstremitas dimana posisi ekstremitas
tersebut harus posisi relaksasi.
 Pemeriksaan dengan cara perabaan dan dibandingkan dengan otot pada sisi lateral
tubuh penderita, atau otot lainnya. Dapat juga dibandingkan dengan otot pemeriksa yang
tonusnya normal
 Yang paling sering adalah memeriksa tonus otot –otot femur pada lesi medula spinalis
 Tonus otot bisa:
 Eutonus tonus normal
 Hipertonus tonus meninggi
 Hipotonus tonus melemah

5. Pemeriksaan atrofi otot


Otot atrofi atau tidak dapat dinilai dengan cara:
 Membandingkan dengan ukuran otot pada sisi lateralnya
 Mengukur lingkaran anggota yang atropi dan dibandingkan dengan anggota sebelahnya

III. Pemeriksaan Fisik Regional pada Kelainan Ortopedi


Pada pemeriksaan lokalis ortopedi/musculoskeletal yang penting adalah :
1. Look (inspeksi)
2. Feel (palpasi)
3. Move (pergerakan,terutama mengenai lingkup gerak)
Disamping gerak perlu dilakukan pengukuran bagian yang penting untuk membuat kesimpulan
kelainan, apakah suatu pembengkakan atau atrofi, serta melihat adanya selisih panjang
(discrepancy)

30
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

1. Look (Inspeksi)
Perhatikan apa yang dilihat, antara lain :
 Sikatrik (jaringan parut, baik yang alamiah maupun yang buatan yaitu bekas
pembedahan)
 Birth mark (bekas melahirkan)
 Fistula
 Warna (kemerahan,kebiruan / livide, hiperpigmentasi)
 Benjolan / pembengkakan / cekukan dengan hal-hal yang tidak biasa,
misalnya ada rambut diatasnya, dst
 Posisi serta bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
 Jalan pasien (gait, waktu masuk kamar periksa)

2. Feel (palpasi)
Pada waktu ingin palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki agar dimulai dari
posisi netral / posisi anatomi. Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang
memberikan informasi dua arah, baik bagi pemeriksa maupun bagi penderita. Karena
itu, perlu diperhatikan selalu wajah penderita atau menanyakan perasaan penderita.
Yang dicatat pada palpasi adalah :
 Suhu serta kelembaban kulit dibandingkan dengan anggota gerak kontralateral
 Nadi / pulsasi terutama pada tumor
 Nadi distal (trauma pada fraktur)
 Nyeri  nyeri tekan & nyeri sumbu (terutama pada fraktur)
 Krepitasi  fraktur klavikula, OA sendi
 Fungsi saraf sensorik, motorik, dan refleks
 Otot, tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi
 Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau hanya oedem,
terutama daerah persendian
 Sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya dan
pergerakan terhadap permukaan atau dasar, nyeri atau tidak dan ukurannya.

3. Move (pergerakan)
Setelah memeriksa feel, pemeriksaan diteruskan dengan menggerakkan anggota
gerak dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pada pemeriksaan
Move, periksalah anggota bagian tubuh yang normal terlebih dahulu. Selain untuk
mendapatkan kerjasama dari penderita juga untuk mengetahui gerakan normal
penderita.
 Apabila ada fraktur tentunya akan terdapat gerakan abnormal di daerah
fraktur (kecuali fraktur incomplete)
31
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari tiap arah
pergerakan, mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metric.
Pencatatan ini penting untuk mengetahui apakah ada gangguan gerak.
 Kekauan sendi disebut ankylosis dan hal ini dapat disebabkan oleh faktor
intraartikuler atau ekstraartikuler
 Pergerakan yang perlu dilihat adalah pergerakan aktif (bila penderita sendiri
yang menggerakkan) dan gerak pasif (bila pemeriksa yang menggerakkan)

Pada pemeriksaan selain penderita duduk atau berbaring juga perlu dilihat waktu
berdiri dan berjalan. Pada pemeriksaan jalan, perlu dinilai unutuk mengetahui adanya
pincang atau tidak. Pincang dapat disebabkan oleh instability, nyeri, discrepancy atau
fixed deformity..

Pemeriksaan Sendi
 Bandingkan kiri dan kanan tentang bentuk, ukuran, tanda radang, dan lain-lain
 Adanya nyeri tekan, nyeri gerak, nyeri sumbu, dan lain-lain
 Adanya bunyi “klik, krepitasi
 Adanya kontraktur sendi
 Nilai Range of Motion (ROM) secara aktif atau pasif

Pemeriksaan Range Of Motion (ROM)


Pemeriksaan range of motion (ROM) adalah pemeriksaan dengan melakukan
pengukuran luas gerakan sendi (derajat) yang terjadi dari kontraksi dan pergerakan
otot. Pemeriksaan dilakukan dengan meminta klien menggerakan masing-masing
persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif.

Tujuan pemeriksaan range of motion adalah:


a. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot.
b. Mencegah kontraktur dan kekakuan pada sendi

Jenis ROM :
a. ROM pasif, pemeriksa melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan
rentang gerak yang normal (klien pasif). Kekuatan otot 50 %
b. ROM aktif, pemeriksa memberikan motivasi dan membimbing klien dalam
melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang
gerak sendi normal (klien aktif). Kekuatan otot 75 %

Jenis gerakan :
a. Fleksi

32
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

b. Ekstensi
c. Hiper ekstensi
d. Rotasi
e. Sirkumduksi
f. Supinasi
g. Pronasi
h. Abduksi
i. Aduksi
j. Oposisi

Sendi yang digerakan :


a. ROM Aktif
Seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendiri secara aktif.
b. ROM Pasif
Seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan
klien tidak mampu melaksanakannya secara mandiri.
 Leher (fleksi/ekstensi, fleksi lateral)
 Bahu tangan kanan dan kiri (fkesi/ekstensi, abduksi/adduksi, Rotasi bahu)
 Siku tangan kanan dan kiri (fleksi/ekstensi, pronasi/supinasi)
 Pergelangan tangan (fleksi/ekstensi/hiperekstensi, abduksi/adduksi)
 Jari-jari tangan (fleksi/ekstensi/hiperekstensi, abduksi/ adduksi, oposisi)
 Pinggul dan lutut (fleksi/ekstensi, abduksi/adduksi, rotasi
internal/eksternal)
 Pergelangan kaki (fleksi/ekstensi, rotasi)
 Jari kaki (fleksi/ekstensi)

Indikasi :
a. Stroke atau penurunan tingkat kesadaran
b. Kelemahan otot
c. Fase rehabilitasi fisik
d. Klien dengan tirah baring lama

Kontra Indikasi :
a. Trombus/emboli pada pembuluh darah
b. Kelainan sendi atau tulang
c. Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (misalnya: jantung)

Pemeriksaan Goniometri

33
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Goniometri
Istilah goniometri berasal dari dua kata dalam bahasa yunani yaitu gonia yang berarti
sudut dan metron yang berarti ukur. Oleh karena itu goniometri berkaitan dengan
pengukuran sudut, khususnya sudut yang dihasilkan dari sendi melalui tulang-tulang
ditubuh manusia. Goniometri merupakan bagian yang penting dari keseluruhan
evaluasi sendi juga meliputi jaringan lunak.

Goniometri digunakan untuk mengukur dan mendata kemampuan gerakan sendi aktif
dan pasif. Goniometri juga digunakan untuk menggambarkan secara akurat posisi
abnormal sendi.
Prosedur
Menentukan aksis gerakan sendi yang akan diukur.
1. Meletakkan goniometer :
a. Aksis goniometer pada aksis gerak sendi.
b. Tangkai statik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal segmen tubuh
yang statik.
c. Tangkai dinamik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal
2. Membaca besaran lingkup gerak sendi (LGS) pada posisi awal pengukuran dan
mendokumentasikannya
3. Menggerakkan sendi yang diukur secara pasif, sampai LGS maksimal yang ada
4. Membaca besaran LGS

Gambar. Goniometri

34
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar. Pemeriksaan ROM dengan menggunakan goniometri

F. PROSEDUR

1. Melakukan pemeriksaan umum dan tanda-tanda vital : cek keadaan umum (tampak
sehat, sakit, sakit berat) dan tanda – tanda vital seperti tekanan darah, frekuensi nadi,
nafas, dan temperatur
2. Memperhatikan bentuk dan penampilan tubuh pasien sewaktu datang: bentuk
tubuh dan cara berjalan
3. Pemeriksaan Status Lokalis Orthopedi
3.a. Look (Inspeksi)
Perhatikan adanya hal-hal berikut :
 Sikatrik (jaringan parut, baik yang alamiah maupun yang buatan yaitu bekas
pembedahan)
 Birth mark (bekas melahirkan)
 Fistula
 Warna (kemerahan, kebiruan/livid, hiperpigmentasi)
 Benjolan / pembengkakan / cekukan dengan hal-hal yang tidak biasa,
misalnya ada rambut diatasnya, dst
 Posisi serta bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
 Jalan pasien (gait, waktu masuk kamar periksa)
 Perhatikan adanya angulasi (bengkok membentuk sudut) dan diskrepensi
(pemendekan) pada anggota gerak biasanya pada fraktur

3.b. Feel (Palpasi)

35
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Periksa suhu serta kelembaban kulit dibandingkan dengan anggota gerak


kontralateral
 Cek nadi / pulsasi terutama pada tumor
 Cek nadi distal (trauma pada fraktur)
 Raba apakah ada nyeri tekan & nyeri sumbu (terutama pada fraktur)
 Cek adanya krepitasi  fraktur klavikula, OA sendi
 Memeriksa fungsi saraf sensorik, motorik, dan refleks
 Memeriksa tonus otot pada waktu relaksasi atau kontraksi: dengan cara
meraba dan membandingkan dengan otot-otot disekitarnya
 Memeriksa adanya atrofi otot dengan cara:
 membandingkan dengan ukuran otot pada sisi lateralnya
 -mengukur lingkaran anggota yang atropi dan dibandingkan dengan
anggota sebelahnya
 Memeriksa adanya angulasi dan diskrepensi pada anggota gerak dengan
membandingkan dengan anggota gerak yang lain
 Bila ada pembengkakan, periksa apakah terdapat fluktuasi atau hanya
oedem, terutama daerah persendian
 Mendeskripsikan sifat benjolan (permukaannya, konsistensinya dan
pergerakan terhadap permukaan atau dasar, nyeri atau tidak dan ukurannya)

3.c. Move (Gerak)


 Periksalah anggota bagian tubuh yang normal terlebih dahulu.
 Pergerakan yang perlu dilihat adalah pergerakan aktif (bila penderita sendiri
yang menggerakkan) dan gerak pasif (bila pemeriksa yang menggerakkan)
 Perhatikan adanya gerakan abnormal di daerah fraktur (kecuali fraktur
incomplete)
 Menilai pergerakan sendi : adanya nyeri gerak, adanya krepitasi, adanya
kekakuan sendi
 Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari tiap arah
pergerakan, mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metric.
 Nilai Range of Motion (ROM) secara aktif atau pasif

4. Pemeriksaan Range of Motion (ROM)


1. PEMERIKSAAN SENDI BAHU
a. Inspeksi
 Inspeksi apakah terdapat deformitas, pembengkakan, atrofi otot atau
fasikulasi.
 Jika ada riwayat nyeri bahu, minta pasien untuk menunjuk lokasi nyeri
karena lokasi nyeri bisa menjadi petunjuk letak lesi, misalnya :
36
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

o Tepat diatas bahu, menyebar sampai ke leher : sendi


acromioclavicular
o Lateral bahu, menyebar ke insersi dari musculus deltoideus – lesi
dari cuff rotator
o Bahu bagian depan : lesi dari tendon bicipitalis

Gambar Prosedur pemeriksaan ROM sendi bahu

2. PEMERIKSAAN SIKU
a. Inspeksi
 Topang lengan pasien dengan tangan pemeriksa sehingga siku
menjadi fleksi 70°.
 Inspeksi medial dan lateral epicondylus dan olecranon.
 Inspeksi kontur dari siku, termasuk permukaan ekstensor dari ulna.
Catat adanya nodul atau pembengkakan.

b. Palpasi
 Palpasi daerah olekranon dan tekan epicondylus untuk nyeri tekan,
catat jika ada dislokasi dari olekranon.
 Palpasi grooves antara epicondylus dan olekranon, perhatikan adakah
nyeri, pembengkakan atau penebalan

c. Pemeriksaan ROM Siku

37
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Pemeriksaan rom siku mencakup gerakan fleksi dan ekstensi siku serta
gerakan pronasi dan supinasi lengan bawah.
 Pada saat pemeriksaan dengan pronasi dan supinasi, sebelumnya
mintalah pasien untuk memposisikan lengannya fleksi pada siku untuk
meminimalisasi gerakan sendi bahu.

Gambar Pemeriksaan ROM siku

3. PEMERIKSAAN PERGELANGAN TANGAN DAN JARI TANGAN


a. Inspeksi
 Inspeksi daerah palmar dan dorsal dari tangan, juga tulang dari setiap
jari tangan apakah terdapat deformitas, pembengkakan atau angulasi.
b. Palpasi
 Palpasi daerah pergelangan tangan pada bagian distal radius dan ulna
dengan menggunakan kedua ibu jari pada bagian dorsum pergelangan
tangan.
 Perhatikan adakah pembengkakan, bogginess atau nyeri. Nyeri daerah
distal radius dapat menjadi pertanda adanya fraktur colless.
 Palpasi daerah jari tangan PIP dengan menggunakan ibu jari dan jari
telunjuk,
 Perhatikan apakah terdapat nyeri, pembengkakan, dan pembesaran
tulang. Bila ditemukan nodul (pembesaran tulang ) biasanya
merupakan tanda dari Osteoarthritis.
Gambar Palpasi Pergelangan Tangan dan Jari Tangan

c.
d.
e.
f.
g.
h.

38
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

c. Pemeriksaan ROM pergelangan tangan


Flexion
 Tempatkan lengan bawah pasien di atas meja periksa, pemeriksa memegang
siku pasien.
 Posisikan pergelangan tangan pasien pada posisi ekstensi dan jari pemeriksa
pada telapak tangan pasien.
 Minta pasien untuk memfleksikan pergelangan tangannya melawan gravitasi

Extension
 Tempatkan lengan bawah pasien di atas meja periksa, pemeriksa memegang
siku pasien.
 Posisikan pergelangan tangan pasien pada posisi fleksi dan tempatkan
tangan pemeriksa pada punggung tangan pasien.
 Minta pasien untuk mengekstensikan pergelangan tangannya melawan
gravitasi.

Ulnar and radial deviation


 Posisikan telapak tangan pasien menghadap ke bawah.
 Salah satu tangan pemeriksa memegang pergelangan tangan pasien dan
tangan lainnya menopang telapak tangan pasien
 Minta pasien untuk menggerakan pergelangan tangannya ke arah lateral dan
medial.

Gambar Pemeriksaan ROM pergelangan tangan

d. Pemeriksaan ROM jari tangan


Flexion dan extension
 Minta pasien untuk mengepalkan tangannya kemudian memekarkan
jari-jarinya secara bergantian. Normalnya pergerakan tersebut dapat
dilakukan dengan lancar.
Abduction dan adduction
 Minta pasien untuk memekarkan jari-jarinya (abduksi) dan merapatkan
jarinya (adduksi) secara bergantian.

39
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Pada ibu jari, nilailah pergerakan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi dan
oposisi:
 Tes Fleksi dengan meminta pasien untuk menggerakkan ibu jari
menyilang telapak tangan dan menyentuh dasar jari kelingking.
 Tes ekstensi dengan meminta pasien kembali menggerakkan ibu
jarinya
 Tes Abduksi dengan meminta pasien untuk memposisikan jarinya
dalam keadaan netral, telapak tangan menghadap ke atas. Kemudian
gerakkan ibu jari ke arah anterior menjauh dari telapak tangan
 Tes adduksi dengan gerakan kembali ibu jari ke arah belakang.
 Tes oposisi dengan meminta pasien untuk menggerakkan ibu jari
menyilang telapak tangan,ibu jari menyentuh setiap ujung jari yang lain.

Gambar Pemeriksaan ROM jari tangan

4. Pemeriksaan lutut dan ekstremitas bawah


a. Inspeksi
 inspeksi cara dan irama berjalan pasien saat memasuki ruang
pemeriksaan. Perhatikan bentuk dan kontur lutut, apakah terdapat atrofi
m. quadriceps apakah terdapat pembengkakan.
b. Palpasi

40
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Mintalah pasien untuk duduk di tepi bed pemeriksaan dengan lutut


dalam posisi fleksi. Pada posisi ini landmark tulang dapat lebih mudah
terlihat sementara otot, tendon dan ligament lebih rileks, sehingga
palpasi lebih mudah dilakukan.
 Palpasi dan identifikasi condylus femoralis media dan lateral,
epicondylus femoralis media dan lateral
 Palpasilah ligamen, batas meniscus dan bursa dari lutut, perhatikan jika
terdapat kekakuan.

c. Pemeriksaan ROM lutut


 Prinsip pemeriksaan rom lutut adalah fleksi, ekstensi, rotasi internal dan
eksternal.
 Minta pasien untuk menggerakan fleksi dan ekstensi lututnya dalam
keadaan duduk.
 Jika diperlukan, pemeriksaan dapat dilakukan dengan meminta pasien
berjongkok-berdiri yang juga dapat menilai keseimbangan pasien.
 Minta pasien untuk memutar kakinya kearah medial dan lateral untuk
menilai rotasi.

Terkadang juga diperlukan pemeriksaan stabilitas ligament dan integritas


meniscus terutama jika terdapat riwayat trauma atau teraba kekakuan.
Pemeriksaan tersebut mencakup Abduction Stress Test, Adduction Stress
Test, Anterior Drawer Sign, Lachman Test, Posterior Drawer Sign, dan
McMurray Test yang dapat Anda pelajari sendiri pada literatur pemeriksaan
fisik.

5. Pemeriksaan pergelangan kaki dan kaki


a. Inspeksi
 Inspeksi daerah pergelangan kaki dan kaki, perhatikan apakah terdapat
deformitas, pembengkakan, nodule dan atau calus

b. Palpasi
 Palpasi dengan menggunakan kedua ibu jari pada bagian anterior dari
pergelangan kaki dan perhatikan adakah pembengkakan dan nyeri.
Nyeri lokal dapat ditemukan pada kasus arthritis, cedera ligament, atau
infeksi daerah pergelangan kaki.
 Palpasi juga dilakukan di sendi-sendi Metatarsofalang dengan cara
menekan kaki dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Nyeri
yang didapatkan oleh karena penekanan bisa menjadi pertanda
stadium awal dari RA atau inflamasi akut yang disebakan oleh GOUT.
41
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar Pemeriksaan pergelangan kaki dan kaki

c. Pemeriksaan ROM pergelangan kaki dan kaki


 ROM dari pergelangan kaki adalah dorsofleksi dan plantarfleksi.
 ROM kaki terdiri dari eversi dan inversi dengan cara memegang
pergelangan kaki dan tumit kaki pasien kemudian minta pasien
menggerakan kakinya inversi dan eversi.

Gambar Pemeriksaan ROM pergelangan kaki dan kaki

G. DAFTAR PUSTAKA
 Bate‟s barbara. Guide to Physical Examination. Lippincot. 2007. Chapter 15
 Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: 2006

G.
H. CEKLIST PEMERIKSAAN FISIK ORTHOPEDI

CEK LIST LATIHAN


Nilai Feedback
No Aspek
0 1 2
I INTERPERSONAL
1 Sambung Rasa dan Informed consent

42
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

II PEMERIKSAAN ORTHOPEDI (LFM dan ROM)


2 Melakukan pemeriksaan umum dan tanda-tanda
vital : cek keadaan umum (tampak sehat, sakit, sakit
berat) dan tanda – tanda vital seperti tekanan darah,
frekuensi nadi, nafas, dan temperatur
3 Memperhatikan bentuk dan penampilan tubuh
pasien sewaktu datang: bentuk tubuh dan cara
berjalan
4 Look (Inspeksi):
Perhatikan adanya hal-hal berikut :
 Sikatrik (jaringan parut, baik yang alamiah
maupun yang buatan yaitu bekas pembedahan)
 Birth mark (bekas melahirkan)
 Fistula
 Warna (kemerahan,kebiruan / livide,
hiperpigmentasi)
 Benjolan / pembengkakan / cekukan dengan
hal-hal yang tidak biasa, misalnya ada rambut
diatasnya, dst
 Posisi serta bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
 Jalan pasien (gait, waktu masuk kamar periksa)
 Perhatikan adanya angulasi (bengkok
membentuk sudut) dan diskrepensi
(pemendekan) pada anggota gerak biasanya
pada fraktur

5 Feel (Palpasi):
 Periksa suhu serta kelembaban kulit
dibandingkan dengan anggota gerak
kontralateral
 Cek nadi / pulsasi terutama pada tumor
 Cek nadi distal (trauma pada fraktur)
 Raba apakah ada nyeri tekan & nyeri sumbu
(terutama pada fraktur)
 Cek adanya krepitasi  fraktur klavikula, OA
sendi
 Memeriksa fungsi saraf sensorik, motorik,
dan refleks
 Memeriksa tonus otot pada waktu relaksasi
43
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

atau kontraksi: dengan cara meraba dan


membandingkan dengan otot-otot disekitarnya
 Memeriksa adanya atrofi otot dengan cara:
 membandingkan dengan ukuran otot pada
sisi lateralnya
 mengukur lingkaran anggota yang atropi dan
dibandingkan dengan anggota sebelahnya
 Memeriksa adanya angulasi dan diskrepensi
pada anggota gerak dengan membandingkan
dengan anggota gerak yang lain
 Bila ada pembengkakan, periksa apakah
terdapat fluktuasi atau hanya oedem, terutama
daerah persendian
 Mendeskripsikan sifat benjolan (permukaannya,
konsistensinya dan pergerakan terhadap
permukaan atau dasar, nyeri atau tidak dan
ukurannya)

6 Move (Pergerakan):
 Periksalah anggota bagian tubuh normal
dahulu.
 Melakukan pemeriksaan pergerakan aktif (bila
penderita sendiri yang menggerakkan) dan
gerak pasif (bila pemeriksa yang
menggerakkan)
 Periksa adanya gerakan abnormal di daerah
fraktur (kecuali fraktur incomplete)
 Menilai pergerakan sendi : adanya nyeri gerak,
adanya krepitasi, adanya kekakuan sendi
 Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat
gerakan dari tiap arah pergerakan, mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metric.
 Nilai Range of Motion (ROM) secara aktif atau
pasif

III PEMERIKSAAN ROM


a. Sendi Bahu
7 Lakukan inspeksi: apakah terdapat deformitas,
pembengkakan, atrofi otot atau fasikulasi

44
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

8 Jika ada riwayat nyeri bahu, minta pasien untuk


menunjuk lokasi nyeri, lakukan palpasi pada area
tersebut.
9 Lakukan pemeriksaan ROM sendi bahu dengan
memegang sendi bahu pasien dan meminta pasien
untuk:
10 Mengangkat lengannya (abduksi) setinggi bahu (90°)
dengan telapak tangan menghadap ke atas
11 Mengangkat lengannya vertical di atas kepala dengan
telapak tangan saling berhadapan
12 Menempatkan kedua tangan di belakang lehernya
dengan siku menghadap keluar
13 Menempatkan kedua tangan dibelakang tubuh
b. Sendi Siku
14 Lakukan inspeksi dengan menopang lengan pasien
dengan tangan pemeriksa sehingga siku menjadi fleksi
70°. Perhatikan epicondylus medial dan lateral serta
olecranon. Perhatikan kontur siku, apakah terdapat
nodul atau pembengkakan.
15 Lakukan palpasi daerah olekranon dan tekan
epicondylus untuk nyeri tekan. Perhatikan apakah
terdapat dislokasi olekranon, adakah nyeri,
pembengkakan atau penebalan antara epicondylus
dan olekranon.
16 Lakukan pemeriksaan ROM Siku dengan meminta
pasien untuk :
17 Melakukan gerakan fleksi pada sikunya
18 Melakukan gerakan ekstensi pada sikunya
19 Memposisikan sikunya fleksi kemudian melakukan
gerakan pronasi (telapak tangan menghadap ke
bawah)
20 Lengan tetap fleksi pada siku kemudian melakukan
gerakan supinasi (telapak tangan menghadap ke atas)
C Sendi Pergelangan Tangan dan Jari
21 Lakukan inspeksi daerah palmar dan dorsal tangan
serta jari tangan, perhatikan apakah terdapat
deformitas, pembengkakan atau angulasi.
22 Lakukan palpasi daerah pergelangan tangan pada
45
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

bagian distal radius dan ulna dengan menggunakan


kedua ibu jari. Perhatikan adakah pembengkakan,
bogginess atau nyeri. Palpasi daerah jari tangan
dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk.
Perhatikan adakah nyeri, pembengkakan atau
pembesaran tulang.
23 Lakukan pemeriksaan ROM pergelangan tangan:
24 Flexion:
a) Menempatkan lengan bawah pasien di atas
meja periksa, pemeriksa memegang siku
pasien.
b) Memposisikan pergelangan tangan pasien
pada posisi ekstensi dan jari pemeriksa pada
telapak tangan pasien.
c) Meminta pasien untuk memfleksikan
pergelangan tangannya melawan gravitasi
25 Extension:
a) Menempatkan lengan bawah pasien di atas
meja periksa, pemeriksa memegang siku
pasien.
b) Memposisikan pergelangan tangan pasien
pada posisi fleksi dan tangan pemeriksa pada
punggung tangan pasien.
c) Meminta pasien untuk mengekstensikan
pergelangan tangannya melawan gravitasi.
26 Ulnar and radial deviation:
a) Memposisikan telapak tangan pasien
menghadap ke bawah.
b) Memegang pergelangan tangan pasien dan
menopang telapak tangan pasien
c) Meminta pasien untuk menggerakan
pergelangan tangannya ke arah lateral dan
media
27 Lakukan pemeriksaan ROM jari tangan :
28 Flexion dan extension:
Meminta pasien untuk mengepalkan tangannya
kemudian memekarkan jari-jarinya secara bergantian
29 Abduction dan adduction:
Meminta pasien untuk memekarkan jari-jarinya

46
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

(abduksi) dan merapatkan jarinya (adduksi) secara


bergantian
30 Lakukan pemeriksaan ROM ibu jari:
31 Tes Fleksi:
Meminta pasien untuk menggerakkan ibu jari
menyilang telapak tangan dan menyentuh dasar jari
kelingking
32 Tes ekstensi :
Meminta pasien kembali menggerakkan ibu jarinya
33 Tes Abduksi:
Meminta pasien untuk memposisikan jarinya dalam
keadaan netral, telapak tangan menghadap ke atas.
Kemudian gerakkan ibu jari ke arah anterior menjauh
dari telapak tangan.
34 Tes adduksi:
Meminta pasien menggerakan kembali ibu jari ke arah
belakang.
35 Tes oposisi:
Meminta pasien untuk menggerakkan ibu jari
menyilang telapak tangan,ibu jari menyentuh setiap
ujung jari yang lain
D Lutut dan ekstremitas bawah
36 Lakukan inspeksi cara dan irama berjalan pasien.
Perhatikan pula bentuk dan kontur lutut, apakah
terdapat atrofi M. quadriceps, apakah terdapat
pembengkakan.
37 Lakukan palpasi dengan meminta pasien untuk
duduk di tepi bed pemeriksaan dengan lutut fleksi.
Palpasi dan identifikasi condylus femoralis media dan
lateral, epicondylus femoralis media dan lateral serta
ligamen, batas meniscus, perhatikan jika terdapat
kekakuan.
38 Lakukan pemeriksaan ROM lutut:
39 Fleksi dan Ekstensi:
Meminta pasien untuk menggerakan fleksi dan
ekstensi lututnya dalam keadaan duduk.
40 Rotasi internal dan eksternal:
Meminta pasien untuk memutar kakinya kearah medial
dan lateral
47
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

E Pergelangan kaki dan kaki


41 Lakukan inspeksi daerah pergelangan kaki dan kaki,
perhatikan apakah terdapat deformitas,
pembengkakan, nodule dan atau calus
42 Lakukan palpasi dengan menggunakan kedua ibu jari
pada bagian anterior dari pergelangan kaki. Perhatikan
adakah pembengkakan dan nyeri. Palpasi sendi
metatarsofalang dengan menekan kaki dengan
menggunakan ibu jari dan jari telunjuk.Perhatikan
adakah pembengkakan dan nyeri
43 Lakukan pemeriksaan ROM pergelangan kaki dan
kaki dengan:
44 Meminta pasien melakukan gerakan dorsofleksi dan
plantarfleksi
45 Eversi dan inversi:
Peganglah pergelangan kaki dan tumit kaki pasien
Pinta pasien menggerakan kakinya inversi (memutar
ke medial) dan eversi (memutar ke lateral)
IV PROFESIONALISME
46 Melakukan dengan percaya diri
47 Melakukan dengan kesalahan minimal
TOTAL
Keterangan :
 0 = Tidakdilakukan
 1 = Dilakukanbelumsempurna
 2 = Dilakukandengansempurna

Score = ------------- x 100% = ……………

48
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

PEMERIKSAAN LABORATORIUM IDENTIFIKASI FUNGI


dr. Ety Apriliana, M.Biomed.

A.P ENDAHULUAN

Fungi memiliki berbagai bentuk pertumbuhan, seperti yeast, molds, mushroom, cup fungi, dan
lichens (gambar1). Organisme ini memiliki beberapa mekanisme reproduksi, yaitu (1)
pembentukan tunas baru (bud) dari sel yeast induk; (2) penambahan sel baru untuk
memperpanjang sel yang disebut hifa; dan (3) produksi spora sexual dan asexual (gambar 2).

Gambar 1. Gambaran pertumbuhan fungi

Gambar 2. Gambaran tipe spora fungi

49
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Pemeriksaan langsung pada spesimen klinik untuk mengetahui komponen fungi memiliki
beberapa tujuan, yaitu :

 Memberikan laporan yang cepat kepada dokter pemeriksa, sehingga dapat segera
ditentukan terapi kepada pasien
 Pada beberapa kasus, karakteristik morfologi spesifik merupakan kunci untuk
menentukan genus fungi.
 Pemeriksaan langsung dapat menentukan kejadian infeksi meskipun hasil kultur
negatif.

Meskipun pewarnaan Gram secara rutin digunakan di laboratorium Mikrobiologi dan dapat
mengetahui adanya infeksi oleh bakteri dan yeast, pewarnaan lain dapat memberikan informasi
spesifik untuk mengetahui infeksi fungi tipe mould. Pemeriksaan langsung untuk identifikasi fungi
antara lain pewarnaan KOH, pewarnaan tinta India, dan pewarnaan KOH dengan Calcofluor
white.

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK LANGSUNG PADA KEROKAN KULIT DENGAN KOH 10%

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan langsung secara mikroskopik untuk melihat elemen
fungi pada specimen kerokan kulit, rambut, kuku, dan specimen lainnya. Pemeriksaan ini
merupakan teknik yang paling banyak dipakai, tetapi membutuhkan waktu cukup lama sampai
specimen terlihat jernih dan terwarnai.

SKENARIO

Seorang pasien datang ke Puskesmas dengan keluhan gatal-gatal pada punggung terutama
ketika berkeringat. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan lesi macula hipopigmentasi. Pada

50
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

pemeriksaan lampu Wood didapatkan efloresensi berwarna merah bata. Dilakukan pemeriksaan
KOH untuk mengetahui mikroorganisme penyebab.

ALAT DAN BAHAN

 Mikroskop cahaya
 Gelas objek
 Scalpel
 Alkohol 90%
 Potassium hydroxide 10 g
 Glycerol 10 ml
 Parker Quink Permanent Blue Ink 10 ml
 Distilled water 80 ml

PROSEDUR

1. Persiapan alat dan bahan. Larutkan KOH dalam aquades, kemudian tambahkan
gliserol dan tinta Parker. (Gliserol akan mencegah kristalisasi reagen dan mencegah
specimen dari kekeringan).
2. Persiapan diri : pemakaian masker, cuci tangan WHO, dan menggunakan handschoen.
3. Tentukan daerah lesi yang akan diambil specimen (kerokan kulit)
4. Siapkan gelas objek steril. Teteskan KOH 10% beberapa tetes.

51
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

5. Lakukan pengambilan kerokan kulit dengan scalpel pada daerah lesi kulit, letakkan
pada gelas objek, tutup dengan coverslip. Panaskan dengan cara melewatkan di atas
api 2-3 kali, jangan sampai mendidih.
6. Apabila specimen sudah tampak jernih (20 menit untuk kerokan kulit, bisa sampai
beberapa jam untuk kerokan kuku), periksa di bawah mikroskop (perbesaran40x).
7. Catatan : apabila hasil negatif, preparat harus disimpan dan dilakukan pemeriksaan
ulang pada hari berikutnya untuk mencegah negative palsu.

REFERENSI

1. Mahon R Connie, Lehman C Donald, Manuselis George. 2007. Textbook of Diagnostic


Microbiology 3rd ed. Elsevier.
2. Alexander,S.K., Strete,D., and Niles,M.J. 2004. Laboratory Exercise in Organismal and
Molecular Microbiology. Mc Graw Hill.

CEKLIST
No Aspect Score
1 2 3 4 5
INTERPERSONAL
1 Membina sambung rasa (salam, perkenalan diri, sikap
terbuka)
CONTENT
2 Cek kelengkapan peralatan dan bahan : mikroskop
cahaya, gelas objek, scalpel, alkohol 90%, Potassium
hydroxide, glycerol, Parker Quink Permanent Blue Ink,
distilled water.
3 Persiapan pemeriksa : menggunakan masker, cuci
tangan WHO, menggunakan handschoen
4 Tentukan daerah lesi yang akan diambil specimen
(kerokan kulit)

52
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

5 Siapkan gelas objek steril. Teteskan KOH 10%


beberapa tetes.
6 Lakukan pengambilan kerokan kulit dengan scalpel
pada daerah lesi kulit
7 letakkan pada gelas objek, tutup dengan coverslip.
8 Panaskan dengan cara melewatkan di atas api 2-3 kali,
jangan sampai mendidih.
9 periksa di bawah mikroskop perbesaran 40x
10 Identifikasi lebih detail
PROFESSIONALISM
11 melakukan dengan penuh percaya diri
12 melakukan dengan kesalahan minimal
TOTAL

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbesaran

53
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Hasil

Pembahasan

54
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

PEMERIKSAAN LABORATORIUM PEWARNAAN TAHAN ASAM


(ACID FAST STAIN)
dr. Ety Apriliana, M.Biomed.

Standar Kompetensi
Kompetensi Level kompetensi
Diagnostic procedure
Pemeriksaan BTA 4*
*mampu melakukan secara mandiri

Tujuan Pembelajaran :
1. Mahasiswa mampu melakukan edukasi kepada pasien dalam
pengumpulan specimen
2. Mahasiswa mampu membuat hapusan preparat yang baik dari sputum
3. Mahasiswa mampu melakukan pewarnaan Ziehl Neelsen
4. Mampu melakukan interpretasi hasil pewarnaan bakteri basil tahan
asam

A. PENDAHULUAN
Pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD telah mengembangkan
strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly
ObservedTreatment Short-course) dan telah terbukti sebagai strategi
penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost-efective). Strategi ini
55
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

dikembangkan dari berbagi studi, uji coba klinik (clinical trials), pengalaman-
pengalaman terbaik (best practices), dan hasil implementasi
programpenanggulangan TB selama lebih dari dua dekade. Penerapan strategi
DOTS secara baik, disamping secara cepat menekan penularan, juga mencegah
berkembangnya MDR-TB.
Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien,
prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan
penularan TB dan dengan demkian menurunkan insidens TB di masyarakat.
Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya
pencegahan penularan TB.

Pemeriksaan sputum mikroskopis


Pemeriksaan sputum berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan
sputum untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3
spesimen sputum yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan
berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS),

• S (sewaktu): sputum dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung


pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot sputum untuk
mengumpulkan sputum pagi pada hari kedua.

56
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

• P (Pagi): sputum dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
• S (sewaktu): sputum dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan
sputum pagi.

57
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 1. Alur pemeriksaan pada pasien suspek TB


58
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Pewarnaan tahan asam (Acid fast stain) digunakan untuk membedakan


bakteri yang mengandung banyak asam mikolat pada dinding selnya. Komponen
tersebut membuat dinding sel resistan terhadap pewarnaan lain, tetapi
karbolfuchsin yang dipanaskan dapat menembus dinding sel, yang menghasilkan
warna merah pada sel yang tidak akan hilang ketika ditambahkan bahan peluntur
(decolorizing agent) asam alkohol. Bakteri yang memiliki sifat tersebut
dikelompokkan sebagai tahan asam (gambar 1). Sebagian besar bakteri tidak
memiliki lipid pada dinding selnya, sehingga selnya akan kehilangan warna
merahnya ketika asam alkohol ditambahkan. Bakteri tersebut kemuadian
menyerap zat warna metilen biru, sehingga disebut sebagai bakteri tidak tahan
asam.

Beberapa bakteri dapat dibedakan dengan pewarnaan tahan asam ini,


termasuk 2 spesies mycobacteria, yaitu Mycobacterium tuberculosis sebagai
penyebab tuberkulosis dan Mycobacterium leprae sebagai penyebab leprosy.

Bakteri batang tahan asam Bakteri batang tidak tahan asam

59
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Sel bakteri sebelum diwarnai

Sel bakteri setelah pewarnaan dengan


carbolfuchsin yang dipanaskan

Setelah pewarnaan dengan asam alcohol


bakteri tahan asam tetap berwarna merah,
bakteri tidak tahan asam tidak berwarna

Setelah pewarnaan dengan counterstain


Metilenn biru bakteri tahan asma berwarna
biru

Gambar 2. Gambaran sel bakteri dengan pewarnaan tahan asam

B. SKENARIO

Anda adalah seorang dokter yang bertugas di Puskesmas. Seorang penderita


datang ke Puskesmas dengan keluhan batuk 3 minggu. Dari hasil anamnesis
dan pemeriksaan fisik anda menyimpulkan bahwa pasien tersebut suspek Tb
dan perlu dilakukan pemeriksaan sputum BTA.

C. ALAT DAN BAHAN

60
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Bahan pewarnaan
Karbol fuchsin 0,3%
Asam alcohol 3% (decolorizing)
Metilen biru 0,3% (counterstain)
Peralatan
Hot plate/lampu Bunsen
Mikroskop cahaya
Object glass
Penjepit Object glass
Ose bulat
Rak pewarnaan
Tissue
Kertas lensa
Minyak emersi
Hadschoen

D. PROSEDUR
1. Pengumpulan sputum
a. Berikan edukasi berikut kepada pasien mengenai cara pengumpulan
sputum

61
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

i. Pengumpulan 3 spesimen sputum yang dikumpulkan dalam


dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-
Sewaktu (SPS)
ii. Specimen sputum dikumpulkan di luar ruangan jauh dari
orang lain. Jangan pernah mengumpulkan sputum di dalam
ruang pemeriksaan atau laboratorium.
iii. Letakkan tabung/botol pada posisi lebih rendah, kumpulkan
sputum, dan segera ditutup.
b. Sebaiknya dikumpulkan pada pagi hari. Untuk sputum pagi
dikumpulkan ketika bangun tidur. Pasien harus diinstruksikan secara
benar bahwa yang dikumpulkan adalah sputum bukan saliva.
Sputum sebaiknya dikumpulkan sebanyak 3-5 ml. Sputum yang baik
tampak kental dan mukoid, bisa juga tampak cair dengan darah atau
purulen. Warna sputum dapat bervariasi dari putih keruh hingga
hijau. Sputum yang mengandung darah dapat berwarna kemerahan
hingga coklat.
c. Beri label pada tabung/botol : nama penderita, tanggal pengumpulan
specimen.

a)

62
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

b)

Gambar 4. Cara pengumpulan specimen sputum:


a) specimen dikumpulkan di luar ruangan;
b) botol yang digunakan untuk menampung sputum

2. Persiapan pemeriksa
a. Pemakaian alat pelindung diri : masker
b. Cuci tangan WHO
c. Penggunaan handschoen

3. Pembuatan hapusan :
a. Siapkan object glass baru. Bersihkan dengan alcohol atau dengan
cara melewatkan di atas api. Tulis identitas pasien dan nomor
specimen pada pinggir object glass.
b. Ambil sputum yang sudah homogen dari tabung dengan
menggunakan lidi steril atau ose steril
63
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

c. Hapuskan pada bagian tengan object glass secara merata dan tipis

3 cm

2cm

Gambar 5. Bentuk hapusan sputum

d. Dekontaminasi lidi dengan membuangnya pada container khusus


berisi desinfektan. Jika menggunakan ose celupkan ke dalam botol
berisi pasir dan alcohol lalu angkat dan celupkan berulang untuk
menghilangkan debris pada ose. Sterilkan ose dengan melewatkan
di atas api sampai berwarna merah.

64
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 6. Cara dekontaminasi lidi atau ose

e. Hapusan biarkan kering selama 15-30 menit. Jangan meniup atau


melewatkan di atas api untuk mengeringkan.
f. Setelah kering lakukan fiksasi. Pegang object glass dengan penjepit
preparat, dan lewatkan di atas lampu Bunsen sebanyak 3 kali
secara perlahan

Gambar 7. Cara melakukan fiksasi hapusan

4. Pewarnaan tahan asam dengan metode Ziehl Neelsen :


a. Tutup hapusan pada object glass dengan ketas saring, tambahkan
karbolfuchsin dan panaskan selama 5 menit di atas hot plate atau

65
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

menggunakan lampu Bunsen. Panaskan secara perlahan dan jangan


sampai mendidih.
b. Buang kertas saring, dinginkan object glass, cuci dengan air mengalir
selama 30 detik
c. Tambahkan asam alcohol sampai warna pada preparat memudar menjadi
pink (10-30 detik)
d. Cuci dengan air mengalir selama 5 detik
e. Tambahkan counterstain metilen biru, biarkan selama 2 menit
f. Cuci dengan air mengalir selama 30 detik
g. Keringkan preparat, atau dapat menggunakan kertas tissue secara
perlahan jangan sampai merusak preparat

66
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 8. Prosedur pewarnaan tahan asam

5. Mencuci tangan menggunakan air mengalir dan sabun yang mengandung antiseptic
6. Lihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000x

Sel PMN atau


bakteri tidak
tahan asam
Bakteri Tahan
Asam

Gambar 9. Gambaran preparat bakteri tahan asam (BTA)

7. Interpretasi
67
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

WHO dan IUATLD merekomendasikan metode untuk pelaporan hasil sebagai


berikut :
Negatif : apabila tidak didapatkan bakteri basil tahan asam setelah observasi
pada100 lapang pandang
Positif : apabila didapatkan bakteri basil tahan asam. Jumlah bakteri basil
tahan asam yang ditemukan mengindikasikan tingkat infektivitas dan
kegawatan penyakit. Harus dilakukan penghitungan secara
kuantitatif

Hasil Interpretasi
Lebih dari 9 BTA/lapang pandang ++++
1-9 BTA/lapang pandang +++
1-9 BTA/10 lapang pandang ++
1-9 BTA/100 lapang pandang +
1-9 BTA/300 lapang pandang perlu specimen lain
Tidak didapatkan BTA pada 100 lapang pandang negatif

E. CEKLIST
No Aspect Score

68
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

1 2 3 4 5
INTERPERSONAL
1 Membina sambung rasa (salam, perkenalan diri, sikap terbuka)
CONTENT
2 Cek kelengkapan peralatan dan bahan
3 Pengumpulan specimen
Lakukan edukasi secara benar kepada pasien tentang cara
pengumpulan sputum
4 Persiapan pemeriksa : pemakaian masker, cuci tangan WHO,
penggunaan handschoen
5 Persiapan gelas objek steril
6 Pembuatan hapusan
7 Dekontaminasi lidi atau ose
8 Pewarnaan Ziehl Neelsen : pemberian karbolfuchsin dan
dipanaskan 5 menit secara benar, kemudian dicuci 30 detik
9 Pewarnaan Ziehl Neelsen : pemberian asam alcohol hingga
warna merah pudar (10-30 detik), kemudian dicuci (5 detik)
10 Pewarnaan Ziehl Neelsen : pemberian metilen biru (diamkan 2
menit), kemidian dicuci (30 detik)
11 Preparat dikeringkan
12 Preparat menjadi preparat yang baik
13 Cuci tangan WHO
14 Melihat preparat menggunakan mikroskop dengan perbesaran
1000x dengan teknik yang benar
15 Interpretasi hasil
PROFESSIONALISM
16 melakukan dengan penuh percaya diri
17 melakukan dengan kesalahan minimal
TOTAL

F. HASIL DAN PEMBAHASAN

69
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Perbesaran

Hasil

Interpretasi/Pembahasan

70
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

G. REFERENSI
1. Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis
edisi 2. Jakarta.
2. Mahon R Connie, Lehman C Donald, Manuselis George. 2007.
Textbook of Diagnostic Microbiology 3rd ed. Elsevier.
3. Alexander,S.K., Strete,D., and Niles,M.J. 2004. Laboratory Exercise
in Organismal and Molecular Microbiology. Mc Graw Hill.

71
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

PEMBIDAIAN
dr. Reni Zuraida,M.Si, dr.Rizki Hanriko

A. TEMA
Keterampilan prosedural pembidaian

B. LEVEL KOMPETENSI

Physical Examination Level of Expected Ability


Assessment and care external injuries -1- -2- -3- -4-
(wounds, bleeding, burns, distortion,
dislocation, fractures)
stop bleeding (direct pressure, pressure -1- -2- -3- -4-
point, Pressure bandage)
Fracture stabilisation (without plaster) -1- -2- -3- -4-

C. TUJUAN PEMBELAJARAN:
Mampu melakukan terapi pembidaian
Mampu memilih alat untuk pembidaian
Mampu menjelaskan tujuan dan intrepretasi hasil pembidaian
Mampu melakukan penalaran klinik terhadap hasil pembidaian

D. ALAT DAN BAHAN


Bidai
Sendok es krim/ belahan bambu yang kecil
Kassa gulung
Kapas
Plester lakban
Elastic perban
Mitela/ kain

72
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

E. SKENARIO
Trauma
“Muskel, berumur 30 tahun merasakan nyeri hebat pada bagian lengan
kanannya. Ia baru saja mengalami kecelakaan sepeda motor. Ia melihat
lengannya bengkak dan nampak deformitas. Akibatnya ia tidak dapat
menggerakkan lengannya. Penduduk yang datang membantu, Muskel kemudian
dibawa ke dokter praktek umum yang ada di dekat tempat kejadian. Oleh sang
dokter, lengan Muskel dibalut lalu di gantung pada bahunya dengan
menggunakan selendang. Selanjutnya Muskel dirujuk ke rumah sakit dan
setibanya disana muskel lalu dirontgen sesuai permintaan. Hasilnya dikatakan
bahwa lengannya patah……

F. DASAR TEORI
Pembidaian adalah tindakan memfixasi/imobilisasi bagian tubuh yang mengalami
cedera, dengan menggunakan benda yang bersifat kaku maupun fleksibel sebagai
fixator/imobilisator.

Tipe-tipe bidai:
1. Bidai Rigid adalah bidai yang terbuat dari kayu, plastik, alumunium atau
bahan lainyang keras.
2. Bidai Soft adalah bidai dari bantal, selimut, handuk atau pembalut atau
bahan yang lunak lainnya.
3. Bidai Traksi
Digunakan untuk imobilisasi ujung tulang yang patah dari fraktur femur
sehingga dapat terhindari kerusakan yang lebih lanjut. Traksi merupakan
aplikasi dari kekuatan yang cukup untuk menstabilkan patah tulang yang
patah, traksi bukanlah meregangkan atau menggerakkan tulang yang
patah sampai ujung-ujung tulang yang patah menyatu.

73
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Pembidaian sebaiknya dilakukan jika didapatkan :


1. Adanya fraktur, baik terbuka maupun tertutup
2. Adanya kecurigaan terjadinya fraktur
3. Dislokasi persendian

Kecurigaan adanya fraktur bisa dimunculkan jika pada salah satu bagian tubuh
ditemukan :
1. Pasien merasakan tulangnya terasa patah atau mendengar bunyi “krek”.
2. Ekstremitas yang cedera lebih pendek dari yang sehat, atau mengalami
angulasi abnormal
3. Pasien tidak mampu menggerakkan ekstremitas yang cedera
4. Posisi ekstremitas yang abnormal
5. Memar
6. Bengkak
7. Perubahan bentuk
8. Nyeri gerak aktif dan pasif
9. Nyeri sumbu
10. Pasien merasakan sensasi seperti jeruji ketika menggerakkan ekstremitas
yang mengalami cedera (Krepitasi)
11. Fungsiolesa
12. Perdarahan bisa ada atau tidak
13. Hilangnya denyut nadi atau rasa raba pada distal lokasi cedera
14. Kram otot di sekitar lokasi cedera
Catatan: Jika mengalami keraguan apakah terjadi fraktur atau tidak, maka
perlakukanlah pasien seperti orang yang mengalami fraktur.

Tujuan pembidaian:
1. mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri;
2. mencegah gerakan patah tulang yang dapat mengakibatkan kerusakan
jaringan lunak sekitarnya seperti: pembuluh darah, otot, saraf dan
lainnya.

74
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Prinsip Pembidaian :
1. Lakukan pembidaian pada bagian badan yang mengalamai cedera;
2. Lakukan juga pembidaian pada kecurigaan patah tulang, jadi tidak perlu
harus dipastikan dulu ada atau tidaknya patah tulang;
3. Melewati minimal 2 sendi yang berbatasan.

75
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Hal-hal yang harus diperhatikan saat Pembidaian:


1. Bebaskan area pembidaian dari benda-benda (baju, cincin, jam, gelang
dll)
2. Periksalah denyut nadi distal dan fungsi saraf sebelum dan sesudah
pembidaian dan perhatikan warna kulit ditalnya.
3. Pembidaian minimal meliputi 2 sendi (proksimal dan distal daerah
fraktur). Sendi yang masuk dalam pembidaian adalah sendi di bawah dan
di atas patah tulang. Sebagai contoh, jika tungkai bawah mengalami
fraktur, maka bidai harus bisa mengimobilisasi pergelangan kaki maupun
lutut.
4. Luruskan posisi korban dan posisi anggota gerak yang mengalami fraktur
maupun dislokasi secara perlahan dan berhati-hati dan jangan sampai
memaksakan gerakan. Jika terjadi kesulitan dalam meluruskan, maka
pembidaian dilakukan apa adanya. Pada trauma sekitar sendi,
pembidaian harus mencakup tulang di bagian proksimal dan distal.
5. Fraktur pada tulang panjang pada tungkai dan lengan, dapat terbantu
dengan traksi atau tarikan ringan ketika pembidaian. Jika saat dilakukan
tarikan terdapat tahanan yang kuat, krepitasi, atau pasien merasakan
peningkatan rasa nyeri, jangan mencoba untuk melakukan traksi. Jika
anda telah berhasil melakukan traksi, jangan melepaskan tarikan
sebelum ekstremitas yang mengalami fraktur telah terfiksasi dengan
baik, karena kedua ujung tulang yang terpisah dapat menyebabkan
tambahan kerusakan jaringan dan beresiko untuk mencederai saraf atau
pembuluh darah.
6. Beri bantalan empuk dan penopang pada anggota gerak yang dibidai
terutama pada daerah tubuh yang keras/peka(lutut,siku,ketiak,dll), yang
sekaligus untuk mengisi sela antara ekstremitas dengan bidai.
7. Ikatlah bidai di atas dan bawah luka/fraktur. Jangan mengikat tepat di
bagian yang luka/fraktur. Sebaiknya dilakukan sebanyak 4 ikatan pada
bidai, yakni pada beberapa titik yang berada pada posisi :
a. superior dari sendi proximal dari lokasi fraktur,

76
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

b. diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan pertama,


c. inferior dari sendi distal dari lokasi fraktur ,
d. diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan ketiga (point c)
8. Pastikan bahwa bidai telah rapat, namun jangan terlalu ketat sehingga
mengganggu sirkulasi pada ekstremitas yang dibidai. Pastikan bahwa
pemasangan bidai telah mampu mencegah pergerakan atau peregangan
pada bagian yang cedera.
9. Pastikan bahwa ujung bidai tidak menekan ketiak atau pantat.
10. Jika mungkin naikkan anggota gerak tersebut setelah dibidai;
11. Harus selalu diingat bahwa improvisasi seringkali diperlukan dalam
tindakan pembidaian. Sebagai contoh, jika tidak ditemukan bahan yang
sesuai untuk membidai, cedera pada tungkai bawah seringkali dapat
dilindungi dengan merekatkan tungkai yang cedera pada tungkai yang
tidak terluka. Demikian pula bisa diterapkan pada fraktur jari, dengan
merekatkan pada jari disebelahnya sebagai perlindungan sementara.

Kontra Indikasi Pembidaian


Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi saluran napas, pernapasan dan
sirkulasi penderita sudah distabilisasi. Jika terdapat gangguan sirkulasi dan atau
gangguan persyarafan yang berat pada distal daerah fraktur, jika ada resiko
memperlambat sampainya penderita ke rumah sakit, sebaiknya pembidaian tidak
perlu dilakukan.

Komplikasi Pembidaian

Jika dilakukan tidak sesuai dengan standar tindakan, beberapa hal berikut bisa
ditimbulkan oleh tindakan pembidaian :
1. Cedera pembuluh darah, saraf atau jaringan lain di sekitar fraktur oleh
ujung fragmen fraktur, jika dilakukan upaya meluruskan atau manipulasi
lainnya pada bagian tubuh yang mengalami fraktur saat memasang bidai.
2. Gangguan sirkulasi atau saraf akibat pembidaian yang terlalu ketat

77
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

3. Keterlambatan transport penderita ke rumah sakit, jika penderita


menunggu terlalu lama selama proses pembidaian.

G. PROSEDUR
1. Mempersiapkan penderita
a. Ingat prosedur BLS: D R A B C.
b. Tenangkan penderita. Jelaskanlah bahwa anda akan memberikan pertolongan
kepada penderita.
c. Cari tanda adanya fraktur atau dislokasi (ingat 14 tanda kecurigaan fraktur di
atas).
d. Menjelaskan secara singkat dan jelas kepada penderita tentang prosedur
tindakan yang akan dilakukan.
e. Minimalkan gerakan daerah luka. Jangan menggerakkan atau memindahkan
korban sampai daerah yang patah tulang distabilkan kecuali jika keadaan
mendesak dan berbahaya.
f. Robek/ guntinglah bagian pakaian di sekitar area fraktur. Jika diperlukan,
kainnya dapat dimanfaatkan untuk proses pembidaian.
g. Jika pada bagian ekstremitas yang cedera mengalami edema, maka jelaskan
pada penderita bahwa sebaiknya perhiasan yang dipakai pada lokasi itu
dilepaskan.
h. Jika luka terbuka maka tangani dulu luka dan perdarahannya. Bersihkan luka
dengan cairan antiseptik dan tekan perdarahan dengan kasa steril (Pressure
bandage). Jika luka tersebut mendekati lokasi fraktur, maka anggap patah
tulang terbuka. Balutlah luka terbuka atau fragmen tulang yang menyembul
dengan bahan yang se-steril mungkin. Pada fraktur terbuka, kecepatan
penanganan merupakan hal yang esensial. Jangan pernah menyentuh tulang
yang tampak keluar, jangan pernah pula mencoba untuk membersihkannya.
Manipulasi terhadap fraktur terbuka tanpa sterilitas hanya akan menambah
masalah.
i. Periksalah sirkulasi distal dari lokasi fraktur
i. Periksa nadi di daerah distal dari fraktur, normal, melemah, ataukah
bahkan mungkin menghilang?

78
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

ii. Periksa kecepatan pengisian kapiler. Tekanlah kuku jari pada ekstremitas
yang cedera dan ekstremitas kontralateral secara bersamaan. Lepaskan
tekanan secara bersamaan. Periksalah apakah pengembalian warna
kemerahan terjadi bersamaan ataukah terjadi keterlambatan pada
ekstremitas yang mengalami fraktur.
iii. Jika terdapat gangguan pulsasi atau sensasi raba boleh dilakukan
tindakan meluruskan ekstremitas yang mengalami deformitas. Proses
pelurusan ini harus hati-hati agar tidak makin memperberat cedera.
iv. Jika ditemukan gangguan sirkulasi, maka penderita harus langsung
dibawa ke rumah sakit secepatnya.

2. Persiapan alat
a. Gunakan alat bidai standar yang telah dipersiapkan, namun juga bisa dibuat
sendiri dari berbagai bahan sederhana, misalnya ranting pohon, papan kayu.
b. Panjang bidai harus melebihi panjang tulang dan sendi yang akan dibidai.
Ukur pada bagian tubuh yang sehat.
c. Jika menggunakan bidai yang terbuat dari benda keras (kayu,dll) sebaiknya
dibungkus/dibalut terlebih dahulu dengan bahan yang lebih lembut (kain,
kassa, dll). Sebelum dipasang lapisi bidai yang telah dibalut dengan kapas.
d. Siapkan elastic perban untuk fraktur clavicula.
e. Siapkan plester lakban untuk fraktur costae.

4. Pelaksanaan Pembidaian
a. Fraktur calvicula, lakukan imobilisasi dengan cara:
 Minta pasien meletakkan kedua tangan pada pinggang
 Minta pasien membusungkan dada,
tahan
 Gunakan perban elastik, lingkarkan
membentuk angka 8 (Ransel perban).

79
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

b. Fraktur humerus bagian medial


 Kalau ada berikan analgetik/ kompres es
 Gunting mitella jadi 2/ 4 tapi tidak putus
 Rapatkan lengan pada dinding dada, pasang
bidai pada sisi luar
 Ikat dan balut dengan mitela/kain

c. Fraktur humerus bagian distal


 Siku sukar dilipat (nyeri), luruskan saja
 Pasang dua buah bidai dari ketiak sampai
pergelangan tangan
 Ikat dengan kain 4 tempat. (ingat teori di atas)

d. Fraktur antebrachii
 Pasang dua buah bidai sepanjang siku sampai ujung jari
 Ikat bidai mengelilingi ekstremitas, tapi jangan terlalu
keras
 Gantung bidai dengan mitela/kain ke pundak-leher

e. Fraktur digiti
 Pasang bidai dari sendok es krim,bambu, spuit yang dibelah atau
gunakan jari sebelahnya, contoh, bila jari tengan yang
fraktur, gunakan jari telunjuk dan jari manis sebagai
pengganti bidai, kemudian ikat dengan plester.
f. Fraktur costae, lakukan imobilisasi dengan cara:
 Bersihkan dinding dada
 Minta penderita menarik napas dan
menghembuskan napas sekuatnya.

80
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Pasang plester stripping pada saat ekspirasi maksimal tersebut.


 Plester dipasang sejajar iga mulai dari iga terbawah.
 Ulangi prosedur sampai plester terpasang

g. Fraktur tulang panggul ( os simfisis pubis)


 Rapatkan kedua kaki
 Pasang bantal dibawah lutut dan sisi kiri kanan panggul
 Ikat kedua kaki pada 3 tempat (lihat gambar)

h. Fraktur femur
 Pasang bidai di bagian
dalam dan luar paha
 Jika patah paha bagian atas, bidai sisi luar harus sampai pinggang

i. Fraktur patella
 Pasang bidai pada bagian bawah
 Pasang bantal lunak di bawah lutut dan pergelangan kaki

j. Fraktur tungkai bawah


 Pasang bidai melewati 2 sendi, luar dan
dalam
 Pasang padding

k. Fraktur tulang telapak kaki


 pasang bantalan (kassa/kain)pada telapak kaki
 pasang bidai di telapak kaki, kemudian ikat.

H. DAFTAR PUSTAKA
 Lynn S. Bickley: Bate's guide to physical examination.
 Swartz: Textbook of physical diagnosis. Ed 5. Elsevier.2007

81
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Burnside-Mc Glynn: Adams Diagnosis Fisik. Edisi 17. EGC. Jakarta: 1995

I. CEKLIS LATIHAN PEMBIDAIAN


No Aspek skor
0 1 2
INTERPERSONAL
1 Cek keadaan penderita  D-R-A-B-C
2 Perkenalkan diri anda
3 Beritahu penderita bahwa anda akan menolong
CONTENT
4 Cek tanda-tanda fraktur
 Tanyakan apakah Penderita merasakan tulangnya terasa patah
atau mendengar bunyi “krek”.
5  Lihat apakah ekstremitas yang cedera lebih pendek dari yang
sehat, atau mengalami angulasi abnormal
6  Minta penderita untuk menggerakkan ekstremitas yang cedera (
tidak bisa)
7  Apakah penderita kesakitan? Atau merasa nyeri saat diminta
menggerakkan ekstremitas yang cedera?
8  Tanyakan apakah ada Krepitasi
9  Perhatikan apakah posisi ekstremitas abnormal
10  Lihat apakah ada Memar
11  Perhatikan adanya Bengkak
12  Perhatikan adanya perubahan bentuk
13  Perhatikan ada tidaknya perdarahan
14  Raba pulsasi.
 Hilangnya denyut nadi atau rasa raba pada distal lokasi cedera
15  Palpasi adanya Kram otot di sekitar lokasi cedera
16 Bebaskan area fraktur
 Lepaskan segala atribut yang melekat ( cincin, jam dll)
 Robek/ gunting pakaian yang menutupi
17 Siapkan bidai, ukuran bidai harus meliputi 2 sendi dari tulang yang fraktur.
Ukur bidai pada anggota tubuh yang tidak sakit.
18 Balut bidai dengan kassa gulung
19 Sebelum dipasang, letakkan kapas pada bidai
Fraktur clavicula
20 Minta pasien meletakkan kedua tangan di pinggang

82
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

21 Minta pasien membusungkan dada, ekstensi bahu


22 Pergunakan elastic perban
Balut melewati kedua bahu membentuk angka 8 ( tas ransel)
Fraktur humerus bagian medial
23 Kalau ada berikan analgetik/ kompres es
24 Gunting mitella jadi 2/ 4 tapi tidak putus
25 Rapatkan lengan pada dinding dada, pasang bidai pada sisi luar
26 Ikat dan balut dengan mitela/kain, gantungkan ke pundak-leher
Fraktur humerus bagian distal
27 Siku sukar dilipat (nyeri), luruskan saja
28 Pasang dua buah bidai dari ketiak sampai pergelangan tangan
29 Ikat dengan kain 4 tempat
Fraktur antebrachii
30 Pasang dua buah bidai sepanjang siku sampai ujung jari
31 Ikat bidai mengelilingi ekstremitas, tapi jangan terlalu keras
32 Gantung bidai dengan mitela/kain ke pundak-leher
Fraktur digiti
33 Pasang bidai dari sendok es krim,bambu, spuit yang dibelah atau gunakan
jari sebelahnya
34 kemudian ikat dengan plester.
Fraktur costae
35 Minta penderita menarik napas dan menghembuskan napas sekuatnya,
tahan.
36 Pasang plester stripping pada saat ekspirasi maksimal tersebut.
37 Plester dipasang sejajar iga mulai dari iga terbawah.
Fraktur tulang panggul ( os simfisis pubis)
38 Rapatkan kedua kaki penderita
39 Pasang bantal dibawah lutut dan sisi kiri kanan panggul
40 Ikat kedua kaki pada 3 tempat
Fraktur femur
41 Pasang bidai di bagian dalam dan luar paha
42 Jika patah paha bagian atas, bidai sisi luar harus sampai pinggang
Fraktur patella
43 Pasang bidai pada bagian bawah
44 Pasang bantal lunak di bawah lutut dan pergelangan kaki
45 Ikat pada 4 tempat
Fraktur tungkai bawah
46 Pasang bidai melewati 2 sendi, luar dan dalam
47 Ikat pada 4 tempat
Fraktur tulang telapak kaki

83
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

48 Pasang bantalan (kassa/kain)pada telapak kaki


49 Pasang bidai di telapak kaki, kemudian ikat.
50 Periksa kembali pulsasi daerah distal dari fraktur
51 Rujuk pasien ke rumah sakit
PROFESSIONALISM
52 Clinical reasoning
53 Melakukan dengan penuh percaya diri
54 Melakukan dengan kesalahan minimal
TOTAL

84
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

BEDAH MINOR LANJUT


dr. M. Ricky R., dr. Reni Zuraida, M.Si, dr. Hanna M, dr. Anggi Setiorini

Tema :
Jahitan,simpul,insisi dan ekstirpasi
Tujuan:
Mahasiswa mampu melakukan aseptik dan antiseptik sebelum melakukan
tindakan
Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip dan jenis jahitan dan simpul
Mahasiswa mampu melakukan teknik menjahit dan membuat simpul
Mahasiswa mampu melakukan teknik melepaskan jahitan
Mahasiswa mampu melakukan tindakan insisi
Mahasiswa mampu melakukan tindakan ekstirpasi

Alat dan Bahan:


Set aseptic dan antiseptic (Doek sudah dalam keadaan terpasang)
Minor set
Needle
Benang jahit (Siede)
Busa
Handschoen

Skenario :
Seorang anak A, umur 12 tahun merasakan nyeri setelah terjatuh dari pohon dan
terkena pecahan kaca pada lengannya. Ia dapat melihat luka robek pada lengannya dan
mengeluarkan darah.

Dasar Teori :

Penjahitan luka dilakukan untuk merapatkan tepi-tepi luka sebagai usaha penyembuhan
luka per primum dengan edema minimal dan tidak ada infeksi loka. Oleh karena itu
diperlukan suatu pengetahuan teknik menjahit yang lige artis. Teknik menjahit sangat
tergantung dari beberapa hal antara lain luka (bentuk sayatan, bersih atau kotor, ada
tidaknya kehilangan jaringan) dan juga pada instrumen, benang, jarum, jahitan dan
simpul. Dan semuanya memnentukan penyembuhan luka dan perawatannya.
85
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Peralatan yang digunakan:


1. Tissue forceps (pinset) terdiri dari dua bentuk yaitu pinset yang bergigi di ujungnya
(surgical forceps) dan tanpa gigi di ujungnya yaitu atraumatic tissue forceps
2. Needle holders yaitu pemegang jarum, seperti klem tetapi biasanya mempunyai
lubang di tengah
3. Suture needle (jarum)
4. Hemostatic forceps ujung tak bergigi (pean) dan ujung bergigi (kocher)

Sebelum melakukan penjahitan luka, tahapan yang harus dilakukan adalah


(1) Prinsip aseptik dan antiseptik pada baik pada tenaga medis dan pasien
(2) Melakukan pembersihan luka dahulu apabila lukanya kotor dengan menggunakan
antiseptik
(3) Melakukan anestesi lokal dengan teknik infiltrasi
(4) Melakukan esksisi jaringan apabila ada jaringan yang rusak, mati, atau kotor,
apabila ada perdarahan maka dilakukan hemostasis perdarahan (penghentian
perdarahan)

Peralatan dengan pegangan berbentuk cincin:


Semua peralatan ini harus digunakan oleh tangan dalam posisi setengah supinasi atau
supinasi sempurna; bila tangan diputar menjadi supinasi.

Menggunakan Benang halus dan pemegang jarum :


Sebagian besar jahitan sederhana yang paling baik dikerjakan menggunakan jarum
kecil jenis cutting berbentuk setengah lingkaran pada sebuah pemegang jarum.
Sebaiknya menggunakan jarum tanpa mata kecuali pada keadaan yang tidak
memungkinkan.

(1) Angkat dan sedikit balikkan keluar lipatan dengan pinset bergigi
(2) Pegang pemegang jarum baik dengan cara memegang standar melalui cincin, atau
bila dengan telapak tangan Anda
(3) Arahkan jarum pertama kali vertikal menembus lipatan dan diikuti gerakan memutar
sementara anda menahan jaringan dengan menggunakan pinset

86
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

(4) tangkap ujung jarum dengan pinset atau pemegang jarum dan tarik jarum.
Kemudian masukkan jarum menembus belahan yang kedua

Gambar 1-A Gambar 1-B

87
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 1-C Gambar 1-D

Gambar 1-A s/d 1-D Teknik penjahitan

Gambar 2-A

88
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 2-B

Gambar 2-C

Gambar 2-D Gambar 2-E

89
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 2-E Gambar 2-F

Gambar 2-A s/d 2-F Teknik Simpul

Pemilihan Jarum
Jarum terdiri dari :
o Jarum traumatis : jarum yang mempunyai „mata‟ untuk memasukkan benang di
bagian ujung tumpulnya sehingga benangnya bisa diganti. Pada bagian yang
bermata ukurannya lebih besar dari bagian ujung yang tajam.
o Jarum atraumatis : jarum yang tidak memiliki mata sehingga ujung jarumnya
langsung dihubungkan dengan benang dan memiliki ukuran penampang yang
sama.
o Jarum cutting : jarum yang penampangnya berbentuk segitiga atau pipih dan tajam.
Dipakai untuk menjahit kulit dan tendon
o Jarun non-cutting (tappered) : jarum yang penampangnya bulat dan ujungnya saja
yang tajam. Dipakai untuk menjahit jaringan yang lunak

Pemilihan Benang
Benang terdiri dari :

90
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

o Benang yang dapat diserap (absorbable) digunakan untuk menjahit jaringan di


bawah kulit ,contoh :
 catgut : terbuat dari usus halus dan kucing
 benang sintesis : multifilamen (asam poliglikoliat dan asam
 poliglaktik) dan monofilamen (polidiaksone)
o Benang yang tidak diserap (non aborbable) digunakan untuk menjahit kulit
 Sutera
 Poliester (dacron)
 Polipropilene (prolene)
 Kawat baja

Teknik Penjahitan Luka :


1. Penjahitan terputus (Interrupted suture):
 Merupakan standar baku dan jenis jahitan yang paling sering digunakan.
 Bisa dilakukan pada semua jenis luka.
 Memiliki kekuatan tarik lebih besar dan kecenderungan minimal dalam
menyebabkan edema luka dan gangguan sirkulasi kulit
 Bisa berupa jahitan terputus sederhana (simple interrupted suture)
2. Penjahitan continuous
 Sering digunakan untuk menjahit luka yang lama dimana ketegangan kulit dapat
diminamalisasi dengan penjahitan yang dalam.
 Sering digunakan untuk penutupan kulit kepala
 Memberikan keuntungan dalam hemostasis dengan mengkompresi tepi luka.
3. Penjahitan Matras
 Jahitan matras vertikal teknik ini digunakan jika eversi tepi luka tidak bisa
dicapai hanya dengan menggunakan jahitan terputus, misalnya di daerah yang
lemak sunkutannya tipis dan tepi luka cenderung masuk ke dalam.
 Jahitan matras horizontal teknik ini digunakan untuk menautkan fascia dan
aponeurosis. Jahitan ini tidak boleh digunakan untuk menjahit lemak subkutan
karena membuat kulit di atasnya bergelombang.
4. Penjahitan Subcuticular
 Dapat dilakukan secara terputus atau kontinyu.
 Pada penutupan subkutan kontinyu, jarum lewat secara horizontal pada
dermis superfisial sejajar permukaan kulit untuk mendekatkan permukaan kulit
 Teknik ini menghindari perlunya jahitan kulit luar dan mengurangi
kemungkinan timbulnya bekas jahitan pada kulit

91
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Pengangkatan Jahitan (Up Hecting) :


Pengangkatan jahitan dapat dilakukan dapat dilakukan setelah kira-kira 7-10
hari. Pengangkatan jahitan bisa dipengaruhi lokasi penjahitan luka, dan ada atau
tidaknya infeksi. Sebelum pengangkatan jahitan, adanya crusta pada jahitan dilakukan
debridemen menggunakan hidrogen peroksida yang dilapisi kasa.

Gambar Pencabutan Simpul

Tabel 1. Lama Waktu Penjahitan Luka sampai Pelepasan Jahitan

Lokasi Lama Hari


Wajah 3-5
Kulit Kepala 10
Dada 8-10
Punggun 10-14
Lengan 10-14
Jari 8-10
Telapak tangan 8-10
Ekstermitas bawah 8-12
Telapak kaki 10-12

Sumber : Tintinalli,JT dkk. 2004. Tintinalli's Emergency Medicine: A


Comprehensive Study Guide, seventh edition. The McGraw-Hill Companies, Inc
92
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 3 Teknik Jahitan

Sumber Gambar Teknik Jahitan dan Simple Interrupted Suture :


Anonim, Prinsip-prinsip Dasar Bedah Minor.

Gambar 4 Simple Interrupted Suture

93
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar Memegang Peralatan Bercincin

Sumber : Dudley,HAF dkk. 1995. Pedoman tindakan praktis medik dan bedah.
EGC. Jakarta

94
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar Anatomi Jarum

Gambar Mata Jarum Traumatik


Sumber : ETHICON Wound Closure Manual. Ethicon,Inc.

95
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Tabel Jenis Jarum


Jenis jarum Gambar

Cutting

Reverse Cutting

Taper

Sumber: ETHICON Wound Closure Manual. Ethicon,Inc.

96
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

TEKNIK INSISI
Insisi adalah sayatan yang dilakukan pada jaringan dengan instrumen yang tajam tanpa
melakukan pengangkatan organ atau jaringan tersebut. Insisi harus cukup panjang agar
operasi dapat leluasa dikerjakan tanpa retraksi yang berlebihan. Retraksi yang
berlebihan akan meningkatkan rasa nyeri pasca bedah. Usahakan agar insisi dibuat
hanya dengan satu sayatan, karena sayatan tambahan akan meninggalkan bekas yang
lebih buruk

Insisi dilakukan sebagai akses awal menuju daerah tujuan operasi. Insisi dilakukan
setelah mengkaji kembali diagnosa dan tujuan terapi bedah. Perencanaan insisi harus
disertai dengan perencanaan penutupan defek yang ditimbulkannya. Pengambilam
masa di subkutis yang tidak membuang kulit mungkin tidak akan menimbulkan masalah
saat penutupan defek, tetapi jika kulit ikut diambil maka ada kemungkinan timbul
masalah saat penutupan luka apalagi jika jariongsan kulit yang diambil luas.

Insisi harus cukup panjang agar operasi dapat leluasa dikerjakan tanpa retraksi yang
berlebihan. Retraksi yang berlebihan akan meningkatkan rasa nyeri pasca bedah.
Usahakan agar insisi dibuat hanya dengan satu sayatan, karena sayatan tambahan
akan meninggalkan bekas yang lebih buruk.

Arah insisi harus direncanakan dengan teliti agar jaringan parut yang terbentuk tidak
terlalu menyolok. Insisi sejajar garis Langer akan menyembuh dengan parut yang halus,
karena kolagen kulit terarah dengan baik. Arah kolagen kulit diidentifikasi
dengan relaxed skin tension lines (RSTL). RSTL diketahui dengan mencubit kulit dan
melihat arah kerutan serta penonjolan yang terbentuk. Cubitan tegak lurus terhadap
RSTL akan lebih mudah dikerjakan dan menghasilkan kerutan dan tonjolan yang lebih
besar. Namun kadang-kadang keleluasaan operasi mengalahkan pertimbangan
kosmetis.

Di lengan dan tungkai, insisi tidak boleh memotong lipat sendi secara tegak lurus. Ini
dapat dihindari dengan:

1. Sayatan memotong lipat sendi ke arah miring. Contohnya insisi Brunner di


permukaan ventral jari.

97
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

2. Memasukkan lipat sendi sebagai bagian dari insisi. Di proksimal dan distal lipat
sendi, insisi dapat dibuat longitudinal. Cara ini dikerjakan di fosa poplitea.
3. Jauhi lipat sendi. Contohnya insisi midlateral pada jari.

PROSEDUR
1. Kulit disayat dengan satu gerakan menggunakan mata skalpel yang tajam. Lebih
mudah bila kulit ditegangkan dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri, sementara
skalpel disayatkan dari kiri ke kanan.
2. Jika membuat insisi yang panjang dan lurus, gagang skalpel bermata no. 10
dipegang seperti menggenggam pisau dengan jari telunjuk diletakkan di sisi atas
gagang agar pengendalian gerakan lebih mantap. Untuk insisi yang lebih kecil dan
rumit (misalnya di daerah tangan), gagang skalpel bermata no. 15 dipegang seperti
memegang pena sehingga perubahan arah insisi dapat dikerjakan dengan lebih
halus.
3. Tekanan sayatan di atur sedemikian rupa agar sayatan tepat membelah epidermis
dan dermis. Luka akan merekah dan lemak subkutis dapat terlihat. Jika ragu-ragu,
lebih baik menyayat dengan tekanan ringan, meregangkan kulit agar luka terbuka,
kemudian memperdalam sayatan.
4. Insisi harus tegak lurus kulit sehingga penutupannya lebih baik.
5. Diseksi lebih dalam dilakukan dengan melakukan diseksi tajam ataupun tumpul
menggunakan skalpel, gunting, atau klem arteri. Bila terdapat vena dan saraf
permukaan yang melintas di lapangan operasi, insisi dapat dilakukan sejajar
terhadap arah saraf atau pembuluh darah, sejauh tidak mengurangi ruang gerak
dan pandangan di daerah operasi. Jika tidak mungkin, lebih baik potong saja
daripada terkena cedera, teregang atau terputus secara tidak sengaja..

Menurut bentuknya insisi dikelompokan menjadi

1.Insisi Linier

Insisi dalam satu lintasan atau garis lurus, atau melengkung. Insisi ini digunakan jika
daerah operasi atau masa yang diambil tidak melekat/ berhubungan dengan kulit.

98
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Misalnya mengambil masa lipoma yang letaknya di subkutis maka insisi linier digunakan
sebagai akses masuk dan diseksi sebagai lanjutan untuk evakuasi masa.

Pastikan masa yang akan diambil tidak berhubungan dengan kulit.

2.Insisi elips atau bulat

Digunakan sebagai akses jika target operasi masa yang akan diambil berhubungan atau
berada di kulit. Misalnya skin tag, granuloma, atau keloid. Dilakukan juga untuk massa
dilokasi lebih dalam dari kulit tetapi berhubungan dengan kulit misalnya kista aterom,
atau masa di subkutis lainnya yang terinfeksi sampai kulit sehingga kulit diatasnya harus
dibuang.

Pada pembuatannya tentukan lebih dulu lebar dan incisi sesuai dengan lesi, kemudian
panjang insisi harus = 3x lebar

99
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Perhatikan ujung lancip tiap sisi. Jahitan tidak boleh sekaligus tetapi harus dua kali
karena arah jarum harus tegak lurus dengan tepi insisi . Untuk menghindari regangan
dapat dikerjakan teknik “undermining”

3. Insisi S atau Z

Insisi dalam satu lintasan berbentuk huruf S atau Z (tidak berbetuk lurus). Insisi ini
digunakan jika daerah operasi atau masa yang diambil biasanya tidak berhubungan
dengan kulit tetapi letaknya di persendian. Misalnya mengambil masa Becker cyst di
fosa poplitea. Insisi ini digunakan sebagai akses masuk dan diseksi sebagai lanjutan jika
masa sudah ditemukan. Tujuan dari bentuk yang tidak lurus adalah untuk mencegah
terjadinya kontraktur seteleh luka sembuh.

Perhatikan jahitan ditiap sudut.

100
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Insisi dilakukan jika lokasi didaerah persendian dan masa tidak berhubungan dengan
kulit.

4. Insisi tangensial/transversal

Insisi secara mendatar, sejajar dengan masa. Dilakukan pada masa solid yang letaknya
di kulit.Untuk bedah minor, insisi ini dilakukan pada insisi klavus dimana klavus
ditipiskan dahulu sampai inti yang masuk ditemukan yang dilanjutkan dengan insisi
ellips.

5. Insisi Poligonal

Digunakan sebagai akses sekaligus diseksi tajam jika target operasi masa yang akan
diambil berhubungan atau berada di kulit. Dibuat banyak sisi tajam atau poligonal
bertujuan untuk menghabiskan akar-akanr dari masa yang dibuang. Misalnya tumor
ganas kulit. Poligonal juga berfungsi untuk mengecek tiap sisi apakah bebas dari masa
tumor atau tidak.

Penutupan Defek

Pengambilan masa bersamaan dengan kulit diatasnya menimbulkan deffek yang dapat
ditutup dengan mendekatkan tepi luka. Mungkin juga jika defek terlalu lebar maka kedua
tepi luka tidak dapat didekatkan. Untuk itulah diperlukan teknik khusus untuk menutup
defek.

Sekali lagi, petutupan defek ini harus difikirkan saat merencanakan insisi, bagaimana
kemungkinan defek yang terjadi dan cara untuk menutupnya. Dengan demikian, pada
saat insisi telah tergambar rencana teknik penutupan defeknya.

Adapun teknik yang dapat dipakai adalah, advancement, flaps, STSG (split thickness
skin graff ), FTSG (full thickness) dan lain-lain

Menutup defek dengan cara mendekatkan 2 sisi insisi. Dilakukan jika masing-masing
tepi longgar. Jika tidak maka dilakukan pembebasan jaringan subkutis dari masing-

101
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

masing tepi agar menjadi longgar sehingga masing-masi tepi bisa bertemu sehingga
jahitan tidak terlalu tegang /tension.

Gambar penutupan defek dengan flap

Gambar advancement flaps dengan single pedicle

102
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar advancment flaps dengan 2 buah flaps

Koreksi Dog Ear

Adakalanya diujung luka kulit lebih menonjol dan seakan seperti masa kulit. Kelebihan
kulit ini menyerupai telinga anjing sehingga sering disebut dog ear. Antisipasi
terbentuknya dog ear ini dilakukan saat insisi, yaitu ujung insisi pada insisi elips
diusahakan lebih lancip, tidak lengkung.

Bandingkan kedua ujung insisi yang lancip dengan lengkung. Dog ear terbetntuk dari
insisi yang lebih lengkung.

Untuk memperbaikinya, luka operasi terlebih dahulu dijahit seperti biasa untuk menilai
sebesar apa ear dog yang terbentuk. Kemudiaan baru dikoreksi dengan membuat insisi
berikutnya seperti pada gambar dibawah ini

103
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar diatas mengoreksi dog ear dengan membuat insisi elips pada tepi sayatan
sebelumnya, sedangkan gambar bawah membuat insisi dua segitiga.

Dog ear pada ujung luka

TEKNIK BEDAH MINOR

Ekstirpasi adalah tindakan pengangkatan seluruh massa tumor beserta kapsulnya atau
pengangkatan seluruh jaringan atau organ yang rusak.

Ekstirpasi adalah tindakan pengangkatan seluruh massa tumor beserta kapsulnya.

Indikasi
Kista Aterom. Kista aterom adalah kista retensi dari kelenjar sebasea akibat penutupan

104
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

saluran pori rambut yang terdiri dari kapsul jaringan ikat padat dengan isi mengandung
banyak lemak seperti bubur.
Pada pemeriksaan tampak sebagai tonjolan bulat, superfisial-subkutan, lunak-kenyal. Isi
aterom kadang-kadang dapat dipijat keluar. Predileksi di bagian tubuh yang berambut
(kepala, wajah, belakang telinga, leher, punggung, dan daerah genital).

Kista ini mempunyai diagnosis banding kista epitel, fibroma, lipoma.

Tindakan
o Ekstirpasi total dengan eksisi pada daerah bekas muara kelenjar, dengan indikasi
kosmetik, rasa nyeri, mengganggu
o Insisi dan drainase bila ada infeksi atau abses

Alat dan Bahan


o Lidokain 2%
o Spuit
o Pisau insisi (skapel)
o Pinset
o Gunting jaringan
o Klem jaringan
o Needle holder
o Jarum dan benang
Teknik
1. Bersihkan daerah operasi
2. Lakukan anestesi lokal (blok/infiltrasi) pada daerah operasi
3. Eksisi kulit yang terdapat kista berbentuk bulat telur (elips) runcing dengan arah
sesuai garis lipatan kulit. Panjang dibuat lebih dari ukuran benjolan yang teraba dan
lebar kulit yang dieksisi ¼ garis tengah kista tersebut.
4. Gunakan gunting tumpul untuk melepaskan jaringan subkutan yang meliputi kista,
pisahkan seluruh dinding kista dari kulit.
5. Usahakan kista tidak pecah agar dapat diangkat kista secara in-toto. Bila kista telah
pecah keluarkan isi kista dan dinding kista. Jepit dinding kistadengan klem dan gunting
untuk memisahkannya dengan jaringan kulit.
6. Jahit rongga bekas kista dengan jahitan subkutaneus
7. Jahit dan tutup luka operasi

105
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

CEK LIST KETERAMPILAN KLINIK BEDAH MINOR LANJUT

Skor
No Feedback
0 1 2
Interaksi Dokter-Pasien
1 Mengucapkan salam
2 Memperkenalkan diri
3 Informed consent
Prosedural
A. Penjahitan (Hecting)
Mencuci tangan WHO, pemasangan Handchoen
4 Ambil needle holder, needle, pasangkan benang
5 Tepi jaringan dipegang dengan dengan pinset,
lakukan traksi
6 Tusukkan jarum dengan arah tegak lurus pada
permukaan kulit dan tepi luka. Posisi lengan bawah
dalam pronasi lalu lakukan gerakan rotasi lengan
menjadi supinasi
7 Tembuskan jarum sampai kurang lebih mencapai
pertengahan lengkung, sambut dengan pinset lalu
sambut dengan needle holder, tarik
8 Siapkan jarum pada posisi semula (forehand,ujung
needle holder, 1/3 bagian distal jarum) untuk memulai
manuver selanjutnya
9 Ulangi hal yang sama pada tepi luka lain, dimulai dari
bagian dalam luka dan diarahkan ke permukaan kulit
10 Selesai melakukan manuver ini, benang ditarik
menyisakan ujung benang kurang lebih 2-3 cm dari
needle bite untuk membuat simpul
11 Lakukan manuver pembuatan simpul.
Simpul pertama dengan sekali puntiran backhand dan
simpul kedua dengan dua kali puntiran forehand
12 Tegangkan kedua ujung benang dan potong dengan
menyisakan kurang lebih 0,5-1 cm dari simpul
13 Jahitan ketiga, keempat dan seterusnya dikerjakan
secara berutuan sehingga mencapai ujung luka
14 Ambil needle holder, needle, pasangkan benang
15 Tepi jaringan dipegang dengan dengan pinset,
lakukan traksi
106
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

B. Mengangkat jahitan (Uphecting)


16 Lakukan prosedur A dan antisepsis pada daerah
luka
17 Pegang benang jahitan yang akan diangkat pada
simpulnya menggunakan pinset anatomik
18 Lakukan sedikit traksi ,lakukan pemotongan benang
19 Menarik keseluruhan benang, jangan sampai benang
yang terpapar di permukaan masuk ke dalam
jaringan melalui jalur benang
C.Insisi
Mencuci tangan WHO, pemasangan handscoen
20 kulit disayat dengan satu gerakan menggunakan
mata skalpel yang tajam. Lebih mudah bila kulit
ditegangkan dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri,
sementara skalpel disayatkan dari kiri ke kanan.
21 Jika membuat insisi yang panjang dan lurus, gagang
skalpel bermata no. 10 dipegang seperti
menggenggam pisau dengan jari telunjuk diletakkan
di sisi atas gagang agar pengendalian gerakan lebih
mantap. Untuk insisi yang lebih kecil dan rumit
(misalnya di daerah tangan), gagang skalpel bermata
no. 15 dipegang seperti memegang pena sehingga
perubahan arah insisi dapat dikerjakan dengan lebih
halus.
22 Tekanan sayatan di atur sedemikian rupa agar
sayatan tepat membelah epidermis dan dermis. Luka
akan merekah dan lemak subkutis dapat terlihat. Jika
ragu-ragu, lebih baik menyayat dengan tekanan
ringan, meregangkan kulit agar luka terbuka,
kemudian memperdalam sayatan
23 Insisi harus tegak lurus kulit sehingga penutupannya
lebih baik
D.Ekstirpasi
Cuci tangan WHO, pemasangan handscoen
24 Bersihkan daerah operasi
25 Lakukan anestesi lokal (blok/infiltrasi) pada daerah
operasi
26 Eksisi kulit yang terdapat kista berbentuk bulat telur
(elips) runcing dengan arah sesuai garis lipatan kulit

107
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

27 Gunakan gunting tumpul untuk melepaskan jaringan


subkutan yang meliputiki kista pisahkan seluruh
dinding kista dari kulit
28 Usahakan kista tidak pecah agar dapat
diangkat kista secara in-toto
29 Jahit rongga bekas kista dengan jahitan subkutaneus
30 Jahit dan tutup luka operasi
Profesionalisme
16 Percaya diri, minimal error
17 Melakukan dengan profesionalisme
TOTAL

Keterangan
0= Tidak Melakukan
1: Melakukan tidak sempurna
2:Melakukan Sempurna

DAFTAR PUSTAKA
1. Dudley,HAF dkk. 1995. Pedoman tindakan praktis medik dan bedah. EGC. Jakarta
2. Anonim. Prinsip-prinsip Dasar Bedah Minor.
3. Tintinalli,JT dkk. 2004. Tintinalli's Emergency Medicine: A Comprehensive Study
Guide, Seventh edition. The McGraw-Hill Companies, Inc.
4. Anonim. ETHICON Wound Closure Manual. Ethicon,Inc.
5. Coffee, H.L. 1993 .Ditch Medicine: Advanced Field Procedures for Emergencies.
Paladin Press. USA

108
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

EDUKASI PASIEN
dr. Azelia Nusadewiarti, MPH

A. TEMA :
Edukasi pasien, rencana menginformasikan kepada pasien tentang informasi
secara umum tentang penyakit, pemeriksaan penunjang, tindakan dan terapi,
rehabilitasi.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Tujuan Instruksional Umum


Mahasiswa mampu menginformasikan kepada pasien informasi secara umum
tentang penyakit, rencana pemeriksaan penunjang, tindakan dan terapi,
rehabilitasi dengan baik dan benar.

2. Tujuan Instruksional Khusus


• Mahasiswa mengucapkan salam pembuka di awal dan penutup di akhir
• Mahasiswa mampu mengawali dan mengakhiri edukasi pasien
• Mahasiswa mampu menginformasikan kondisi saat ini dan berbagai
kemungkinan diagnosis
• Mahasiswa mampu menyampaikan berbagai tindakan medis yang
dilakukan untuk menegakkan diagnosis, termasuk manfaat resiko serta
kemungkinan efek samping/komplikasi.
• Mahasiswa mampu menyampaikan hasil dan interpretasi tindakan medis
yang telah dilakukan untuk menegakan diagnosis
• Mahasiswa mampu menyampaikan diagnosis.
• Mahasiswa mampu menyampaikan pilihan tindakan medis untuk tujuan
terapi termasuk kelebihan dan kekurangan dari masing-masing cara.
• Mahasiswa mampu menyampaikan prognosis.
• Mahasiswa mampu menyampaikan dukungan/support yang tersedia.
• Mahasiswa mampu menyampaikan rehabilitasi
• Mahasiswa mampu menyampaikan pendidikan kesehatan

109
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

C. ALAT DAN BAHAN


- Pasien simulasi
- Meja dan kursi periksa
- Kelengkapan periksa (lembar rekam medis, lembar laboratorium, dll
yg diperlukan)
- Media edukasi (jika diperlukan)
- Hand scrub

D. SKENARIO
Mahasiswa, laki-laki, 20 tahun, datang dengan keluhan demam tinggi
mendadak sejak 3 hari lalu. Keluhan ini disertai dengan nyeri kepala, mual, nafsu makan
berkurang, dan badan terasa lemas. Pada hari keempat, saat bangun tidur pada
lengannya terlihat bintik kemerahan. Penderita tidak batuk pilek. Sudah minum obat
parasetamol, tetapi demam tetap tinggi, sehingga dia memeriksakan diri ke pada
saudara dokter keluarga di KDK Avicenna.
Hasil pemeriksaan tanda vital T 110/90 mmHg N 120x/mnt tes pembendungan
(RL) ternyata hasilnya positif. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan jumlah
leukosit 3.500/mm3, hematokrit 42% serta jumlah trombosit 50.000/mm3. Pemeriksaan
serologi IgG dan IgM anti dengue positif. Seminggu yang lalu tetangga penderita umur 3
tahun ada yang meninggal karena demam berdarah.

E. DASAR TEORI
Penatalaksanaan Penyakit dengan pendekatan keluarga (5 level prevention)

← Periode Prepatogenesis → ← Periode Patogenesis →


Interaksi antara ; intrinsik faktor, Masa Masa Penyakit Masa Lanjut
penyebab penyakit & faktor ekstrinsik penyakit Terkendali
dini
↑ ↑ ↑ ↑ ↑
Peningkatan Perlindungan Deteksi Pengobatan/ Pemulihan/
Kesehatan Khusus Dini Tindakan Rehabilitasi

Preventif Primer Preventif Sekunder Preventif Tertier

110
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Peningkatan Kesehatan (Health Promotion)


• Dilakukan pada orang yang sehat/netral
• Edukasi, nutrisi, olahraga, rumah sehat, konseling, genetik, MCU, perhatian
pada perkembangan kepribadian

Perlindungan Khusus (Specific Protection)


• Dilakukan pada orang yang berisiko
• Imunisasi, personal higiene, sanitasi, perlindungan kerja, perlindungan
kecelakaan, penggunaan bahan gizi tertentu, perlindungan terhadap
karsinogenik, menghindari alergen

Deteksi Dini (Early Diagnosis & Prompt Treatment)


• Penemuan kasus (perorangan / kelompok)
• Survei skrining
• Pemeriksaan selektif dengan tujuan pencegahan penyakit berlanjut,
pencegahan menjalarnya penyakit menular, dan pencegahan komplikasi
• Pengobatan awal

Pengobatan dan Tindakan (Disability Limitation)


• Pengobatan lanjut dan lengkap
• Penyediaan fasilitas untuk membatasi atau memperpendek masa ketidak
mampuan (perawatan RS dan perawatan di rumah)
• Konsultasi dan rujukan
• Pelayanan spesialis
• Mencegah kematian

Pemulihan (Rehabilitation)
• Penyediaan fasilitas pelatihan di RS dan masyarakat agar kemampuan yang
tersisa dapat dimanfaatkan secara maksimum
• Edukasi masyarakat dan industri agar menerima mereka yang telah
direhabilitasi
• Sedapat mungkin diusahakan supaya semua dapat bekerja  Kualitas hidup
yang baik dan bermanfaat

111
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Edukasi pasien pada pasien tergantung kasusnya pada tingkat/level pencegahan yang
ditemukan

F. PROSEDUR EDUKASI PASIEN


Dalam menyampaikan informasi setelah dilakukan anamnesis secara lengkap,
dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan penunjang yang
relevan sehingga didapat diagnosis yang tepat, maka kita akan melakukan edukasi
pasien. Dalam melakukan edukasi pasien , maka kita perlu merencanakan tentang
materi informasi yang akan disampaikan, siapa yang akan diberi informasi, berapa
banyak atau sejauh mana, kapan menyampaikan informasi, dimana tempat
menyampaikan informasi dan bagaimana cara penyampaian informasi.

1. Materi Informasi apa yang disampaikan


• Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis.
• Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan diagnosis,
termasuk manfaat, risiko, serta kemungkinan efek samping/komplikasi.
• Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk
menegakkan diagnosis.
• Diagnosis
• Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan dan kelebihan
masingmasing cara).
• Prognosis.
• Dukungan (support) yang tersedia.

2. Siapa yang diberi informasi


• Pasien, apabila dia menghendaki dan kondisinya memungkinkan.
• Keluarganya atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien.
• Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/pengampu dan bertanggung
jawab atas pasien kalau kondisi pasien tidak memungkinkan untuk
berkomunikasi sendiri secara langsung

3. Berapa banyak atau sejauh mana


• Untuk pasien: sebanyak yang pasien kehendaki, yang dokter merasa perlu
untuk disampaikan,dengan memerhatikan kesiapan mental pasien.

112
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

• Untuk keluarga: sebanyak yang pasien/keluarga kehendaki dan sebanyak


yang dokter perlukan agar dapat menentukan tindakan selanjutnya.

4. Kapan menyampaikan informasi


• Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan Efektif Dokter-Pasien

5. Di mana menyampaikannya
• Di ruang praktik dokter.
• Di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat.
• Di ruang diskusi.
• Di tempat lain yang pantas, atas persetujuan bersama, pasien/keluarga dan
dokter.

6. Bagaimana menyampaikannya
• Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak melalui
telpon, juga tidak diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim melalui pos,
faksimile, sms, internet.
• Persiapan meliputi:
 materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis,
prognosis sudah disepakati oleh tim);
 ruangan yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak terganggu orang
lalu lalang, suara gaduh dari tv/radio, telepon;
 waktu yang cukup;
 mengetahui orang yang akan hadir (sebaiknya pasien ditemani oleh
keluarga/orang yang ditunjuk; bila hanya keluarga yang hadir sebaiknya
lebih dari satu orang).
 Jajaki sejauh mana pengertian pasien/keluarga tentang hal yang akan
dibicarakan.
 Tanyakan kepada pasien/keluarga, sejauh mana informasi yang
diinginkan dan amati kesiapan pasien/keluarga menerima informasi
yang akan diberikan.

Langkah-langkah Menyampaikan Informasi dalam rencana edukasi


Ada empat langkah yang terangkum dalam satu kata untuk melakukan komunikasi,yaitu
SAJI (Poernomo, Ieda SS, Program Family Health Nutrition, Depkes RI, 1999) :
 S = Salam

113
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 A = Ajak Bicara
 J = Jelaskan
 I = Ingatkan
Secara rinci penjelasan mengenai SAJI adalah sebagai berikut.
 Salam:
Beri salam, sapa dia, tunjukkan bahwa Anda bersedia meluangkan waktu untuk
berbicara dengannya.
 Ajak Bicara:
Usahakan berkomunikasi secara dua arah. Jangan bicara sendiri. Dorong agar
pasien mau dan dapat mengemukakan pikiran dan perasaannya. Tunjukkan
bahwa dokter menghargai pendapatnya, dapat memahami kecemasannya,
serta mengerti perasaannya. Dokter dapat menggunakan pertanyaan terbuka
maupun tertutup dalam usaha menggali informasi.
 Jelaskan:
Beri penjelasan mengenai hal-hal yang menjadi perhatiannya, yang ingin
diketahuinya, dan yang akan dijalani/dihadapinya agar ia tidak terjebak oleh
pikirannya sendiri. Luruskan persepsi yang keliru. Berikan penjelasan
mengenai penyakit, tindak medis dan terapi, pemeriksaan penunjang yang
relevan, rehabilitasi atau apapun secara jelas dan detil.
 Ingatkan:
Percakapan yang dokter lakukan bersama pasien mungkin memasukkan
berbagai materi secara luas, yang tidak mudah diingatnya kembali. Di bagian
akhir percakapan, ingatkan dia untuk hal-hal yang penting dan koreksi untuk
persepsi yang keliru. Selalu melakukan klarifikasi apakah pasien telah mengerti
benar, maupun klarifikasi terhadap hal-hal yang masih belum jelas bagi kedua
belah pihak serta mengulang kembali akan pesan-pesan kesehatan yang
penting

G. DAFTAR PUSTAKA
1. Azwar Azrul, Pengantar Pelayanan Dokter Keluarga. Yayasan Penerbit
IDI, Jakata;1996
2. Gan, Goh Lee, at all, A primer On Family Medicine Practice, Singapore
International Foundation, Singapore, 2004

114
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

3. Konsil Kedokteran Indonesia. Komunikasi Efektif Dokter-Pasien. Jakarta:


KKI. 2006
4. Mc Whinney, A Text Book of family Medicine, Oxford University, New York;
1989
5. Poernomo, Ieda SS. Pengertian KIE dan Konseling. Jakarta: Makalah
Perinasia. 2004

CEK LIST LATIHAN


TOPIK : Edukasi Pasien
Skor
No Aspek yang dinilai
0 1 2
INTERPERSONAL
1 Membina sambung rasa (senyum, Salam, sapa serta
tunjukkan bahwa kesediaan meluangkan waktu untuk
berbicara dengannya, kesejajaran)
2 Ajak Bicara (Membuka pembicaraan dengan baik (open-
ended) menanyakan kondisi, komunikasi secara dua arah,
memahami kecemasannya, mengerti perasaannya)
CONTENT
3 Jelaskan/menyampaikan informasi dengan baik
 Keadaan pasien saat ini
3a  Rencana tindakan medis yang akan dilakukan
untuk menegakkan diagnosis, termasuk manfaat
resiko serta kemungkinan efek
samping/komplikasi.
3b  Pilihan tindakan medis serta second opinion untuk
tujuan terapi (kekurangan dan kelebihan masing-
masing cara)
3c  Prognosis dari penyakit
3d  Dukungan(support) yang tersedia serta
rehabilitasi
4 Ingatkan informasi-informasi yang penting serta resume
dari penjelasan
5 Memberikan informasi tepat sasaran  pastikan pasien/
anggota keluarga pasien yang diberikan informasi adalah

115
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

orang yang memang ditunjuk/dipercaya atau bertanggung


jawab terhadap pasien
6 Memberikan informasi tepat waktu, tempat  situasi
kondisi memungkinkan, ruangan yang nyaman untuk
memberikan informasi
7 Memberikan informasi dengan cakupan/jangkauan yang
sesuai (memang diperlukan pasien, dengan bahasa
pasien) dan dapat diterima pasien dengan baik
8 Memegang kendali selama komunikasi dan menutup
komunikasi pada waktu yang tepat
PROFESSIONALISM
9 Melakukan dengan penuh percaya diri
10 Melakukan dengan kesediaan membantu & empathy
11 Melakukan semua informasi sesuai dengan konteksnya
(clinical reasoning)
12 Melakukan dengan kesalahan minimal
TOTAL

Keterangan :
 0 = Tidak dilakukan
 1 = Dilakukan belum sempurna
 2 = Dilakukan dengan sempurna

116
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

ANAMNESIS PENYAKIT GASTROINTESTINAL


dr. Dina Tri Amalia

A. TEMA :
Keterampilan Komunikasi Anamnesis Penyakit Gastrointestinal

B. TUJUAN PEMBELAJARAN

3. Tujuan instruksional umum


Mahasiswa mampu melakukan anamnesis penyakit gastrointestinal dengan
baik dan benar
4. Tujuan instruksional khusus
 Mahasiswa dapat mengawali dan mengakhiri anamnesis secara urut
 Mahasiswa mengucapkan salam pembuka di awal dan penutup di akhir
 Mahasiswa dapat menggali informasi dengan detail, namun relevan dengan
permasalahan terutama masalah penyakit gastrointestinal
 Mahasiswa dapat menunjukkan penampilan yang baik
 Mahasiswa dapat menjaga suasana proses anamnesis yang baik
 Mahasiswa dapat memahami dan menggunakan bahasa yang dipahami
responden
 Mahasiswa dapat menghindari sikap interogasi
 Mahasiswa dapat melakukan cross check
 Mahasiswa dapat bersikap netral
 Mahasiswa dapat melaksanakan umpan balik
 Mahasiswa dapat mencatat hasil anamnesis dengan jelas serta
menyimpulkan hasil anamnesis.

C. ALAT DAN BAHAN


 Pasien Simulasi
 Meja dan kursi periksa

D. SKENARIO

117
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Seorang pasien laki-laki berumur 25 tahun, datang ke praktek anda dengan


keluhan BAB cair lebih dari 3x dalam sehari, disertai badan lemas dan lesu sejak 2
hari yang lalu . Lakukan anamnesis pada pasien tersebut.

E. DASAR TEORI

Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis


dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut sebagai autoanamnesis,
atau dilakukan terhadap orangtua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau
sumber lain, yang disebut sebagai alloanamnesis. Termasuk di dalam
alloanamnesis adalah semua keterangan dari dokter yang merujuk, catatan
rekaman medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya
sendiri.

Anamnesis biasanya dilakukan dengan wawancara secara tatap muka, dan


keberhasilannya untuk sebagian besar tergantung pada kepribadian, pengalaman
dan kebijakan pemeriksa. Dalam melakukan anamnesis, diperlukan teknik
komunikasi dengan rasa empati yang tinggi dan teknik komunikasi itu terdiri atas
komunikasi verbal dan non verbal yang harus diperhatikan. Kemudian rahasia
harus dipegang kuat karena pasien datang dengan rasa kepercayaan. Bila
anamnesis dilakukan dengan baik maka lebih kurang 70% diagnosis penyakit
sudah dapat ditegakkan.

Pada penyakit gastrointestinal keluhan yang dirasakan pasien dapat berkaitan


dengan gangguan lokal/ intralumen saluran cerna (misalnya adanya ulkus duodeni,
gastritis dan sebagainya) atau dapat pula disebabkan oleh penyakit sistemik
(misalnya diabetes melitus), sehingga diperlukan anamnesis yang teliti, akurat dan
bertahap untuk memformulasikan gangguan yang terjadi sehingga bila
dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan fisik, kita dapat merencanakan
pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Terdapat
beberapa gejala/kumpulan gejala/ keluhan yang karakteristik untuk penyakit
gastrointestinal yang dikemukakan oleh pasien dan perlu diperoleh persepsi yang
sama oleh dokter yang memeriksanya. Untuk itu diperlukan teknik anamnesis yang
baik. Sakit perut yang dikeluhkan oleh pasien harus dijabarkan dan
diinterpretasikan dengan baik agar diperoleh data apakah sakit perut tersebut
merupakan nyeri epigastrik, kolik bilier, kolik usus atau suatu nyeri akibat rangsang

118
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

peritoneal. Tidak jarang pula suatu keluhan tertentu diekspresikan secara berbeda,
terutama dalam istilah, tergantung pada latar belakang pendidikan, sosial, budaya
pasien.

Berikut akan kita bahas beberapa keluhan yang disebabkan oleh penyakit GI dan
perkiraan penyakit yang mendasarinya, sehingga diharapkan dengan teknik
anamnesis yang baik dapat membantu dalam menegakkan diagnosis penyakit
tersebut:
1. Dispepsia
Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau
kumpulan gejala yang terdiri nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati,
kembung, mual,muntah,sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa
penuh/begah. Keluhan ini tidak perlu selalu semua ada pada tiap pasien, dan
bahkan pada satu pasien pun keluhan dapat berganti atau bervariasi baik dari
segi jenis keluhan maupun kualitasnya.
Etiologi dispepsia:
 Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna; tukak gaster/
duodenum, gastritis, tumor, infeksi Helicobacter pylori.
 Obat- obatan : OAINS, aspirin, beberapa jenis antibiotik dsb.
 Penyakit pada hati, pankreas, sistem bilier: hepatitis, pankreatitis,
kolesistitis kronik.
 Penyakit sistemik: diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit jantung
koroner.
 Bersifat fungsional: yaitu dispepsia yang terdapat pada kasus yang
tidak terbukti adanya kelainan/gangguan organik/ struktural biokimia.
Dikenal sebagai dispepsia fungsional atau dispepsia non ulkus.

2. Disfagia
Disfagia adalah sensasi gangguan pasase makanan dari mulut ke lambung.
Pasien mengeluh sulit menelan atau makanan terasa mengganjal di leher/
dada atau makanan terasa tidak turun ke lambung. Harus dibedakan dengan
odinofagia (rasa sakit waktu menelan). Disfagia dapat disebabkan oleh
gangguan pada masing-masing fase menelan yaitu pada fase orofaringeal
dan fase esofageal. Keluhan disfagia pada fase orofaringeal berupa keluhan
adanya regurgitasi ke hidung, terbatuk waktu berusaha menelan atau sulit
untuk mulai menelan. Sedangkan disfagia fase esofageal, pasien mampu
119
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

menelan tapi terasa bahwa yang ditelan terasa tetap mengganjal atau tidak
mau turun serta sering disertai nyeri retrosternal. Disfagia yang pada awalnya
terutama terjadi pada waktu menelan makanan padat dan secara progresif
kemudian terjadi pula pada makanan cair, diperkirakan bahwa penyebabnya
adalah kelainan mekanik atau struktural. Sedangkan bila gabungan makanan
padat dan cair diperkirakan penyebabnya adalah gangguan neuromuskular.
Bila keluhan bersifat progresif bertambah berat, sangat dicurigai adanya
proses keganasan.

Etiologi disfagia:
 Fase orofaringeal: penyakit serebrovaskular, miastenia gravis,
kelainan muskular, tumor, divertikulum Zenker, gangguan
motilitas/sfingter esofagus atas.
 Fase esofageal: inflamasi, striktur esofagus, tumor, ring/web,
penekanan dari luar esofagus, akalasia, spasme esofagus difus,
skleroderma.

3. Mual dan muntah


Pada umumnya keluhan ini merupakan bagian dari sindrom dispepsia.
Etiologi:
 Obat-obatan: OAINS, digoksin, eritromisin,dsb
 Gangguan susunan saraf pusat: tumor, perdarahan intra kranial,
infeksi, motion sickness, gangguan psikiatrik, gangguan labirin.
 Gangguan GI dan peritoneal: gastric outlet obstruction, obstruksi usus
halus, gastroparesis, pankreatitis, hepatitis akut, kolesistitis
 Gangguan metabolik endokrin: uremia, ketoasidosis diabetik, penyakit
tiroid.

Setiap kasus muntah harus harus dinilai keadaan sistemik yang menyertainya
serta adanya keluhan neurologi seperti nyari kepala hebat, vertigo, rasa
lemas yang mencolok dan sebagainya. Muntah yang disertai nyeri perut
hebat harus diwaspadai adanya rangsang peritoneum, obstruksi intestinal
akut, atau penyakit pankreatobilier.

4. Perdarahan saluran cerna

120
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Manifestasi klinis perdarahan saluran cerna dapat timbul mulai dari yang
seolah ringan, misalnya perdarahan tersamar sampai keadaan yang
mengancam hidup. Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar)
atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupakan indikasi adanya
perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal ligamentum Treitz.
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA), terutama dari duodenum
dapat juga bermanifes dalam bentuk keluarnya darah segar per anum bila
perdarahannya banyak. Melena (feses berwarna hitam) biasanya berasal dari
perdarahan SCBA, walaupun perdarahan usus halus dan bagian proksimal
kolon dapat juga bermanifes dalam bentuk melena. Hematoskezia (darah
segar keluar per anum) biasanya berasal dari perdarahan saluran cerna
bagian bawah (kolon). Maroon stools (feses berwarna merah hati) dapat
berasal dari perdarahan kolon bagian proksimal (ileo-caecal).

Etiologi:
 Saluran cerna bagian atas (SCBA): pecahnya varises esofagus,
perdarahan tukak peptik, gastritis erosif (terutama akibat OAINS),
gastropati hipertensi porta, esofagitis, tumor,dsb.
 Saluran cerna bagian bawah (SCBB): kolitis (infeksi, radiasi, iskemik),
tumor, divertikulosis, inflammatory bowel disease (IBD), hemoroid.

5. Diare
Diare adalah meningkatnya frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali
sehari dan konsistensi feses menjadi cair. Diare dapat digolongkan menjadi
diare akut atau bila berlangsung lebih dari dua minggu dikategorikan sebagai
diare kronik.

Diare akut
Etiologi: virus, protozoa (Giardia lamblia, Entamoeba hystolitica), bakteri:
yang memproduksi enterotoksin (S.aureus, C.perfringens, E.coli, V.cholera,
C.difficile) dan yang menimbulkan inflamasi mukosa usus (Shigella,
Salmonella sp, Yersinia), iskemia intestinal, kolitis radiasi, IBD.

Untuk diare akut perlu ditanyakan adanya riwayat makan makanan tertentu
(terutama makanan siap santap) dan adanya keadaan yang sama pada orang
lain, sangat mungkin merupakan keracunan makanan yang disebabkan oleh
121
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

toksin bakteri. Adanya riwayat pemakaian antibiotik yang lama, harus


dipikirkan kemungkinan diare karena C.difficile. Diare yang terjadi tanpa
kerusakan mukosa usus (non inflamatorik ) dan disebabkan oleh toksin
bakteri (terutama E.coli), biasanya mempunyai gejala feses benar-benar cair,
tidak ada darah, nyeri perut terutama daerah umbilikus, kembung, mual dan
muntah. Bila muntahnya sangat mencolok, biasanya disebabkan oleh virus
atau S.aureus dalam bentuk keracunan makanan. Bila diare dalam bentuk
bercampur darah, lendir dan demam, biasanya disebabkan oleh kerusakan
mukosa usus akibat invasi shigella, salmonella atau amoeba.

Diare kronis
Etiologi:
 Diare osmotik: disebabkan osmolaritas intralumen usus lebih tinggi
daripada osmolaritas serum, misalnya pada intoleransi laktosa, obat
laksatif (laktulosa, magnesium sulfat), obat (antasid)
 Diare sekretorik: sekresi intestinal berlebih dan berkurangnya absorbsi
menimbulkan diare yang cair dan banyak, misalnya akibat tumor
endokrin, malabsorbsi garam empedu, laksatif katartik
 Diare karena gangguan motilitas: disebabkan oleh transit usus yang
cepat atau justru karena stasis yang menimbulkan perkembangan
berlebih bakteri intralumen usus, misalnya pada irritabel bowel
syndrome.
 Diare inflamatorik: akibat faktor inflamasi seperti IBD
 Malabsorpsi: akibat penyakit usus halus, reseksi sebagian usus,
obstruksi limfatik, defisiensi enzim pankreas, pertumbuhan bakteri
berlebih.
 Infeksi kronik: G.lamblia, E. Hystolitica, nematoda usus

6. Konstipasi
Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa berkurangnya
frekuensi BAB, sensasi tidak puas/lampias BAB, terdapat rasa sakit, perlu
ekstra mengejan atau feses keras. Frekuensi BAB normal adalah 3 kali dalam
sehari sampai 3 hari sekali.
Etiologi:
 Pola hidup : diet rendah serat, kurang minum, kebiasaan BAB tidak
teratur, kurang olahaga.
122
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Obat-obatan : antikolinergik, penyekat kalsium, alumunium hidroksida,


suplemen besi dan kalsium, opiat (kodein , morfin).
 Kelainan struktur kolon : tumor, striktur, hemoroid, abses perineum,
megakolon
 Penyakit sistemik : hipotiroidisme, gagal ginjal kronik, diabetes melitus
 Penyakit neurologik: hirschprung, lesi medula spinalis, neuropati
otonom
 Disfungsi otot dinding dasar pelvis
 Idiopatik transit kolon yang lambat, pseudo obstruksi kronik
 Irritable bowel syndrome tipe konstipasi

7. Nyeri perut
Dapat berasal dari nyeri viseral abdomen akibat rangsang mekanik (seperti
regangan, spasme) atau kimiawi (seperti inflamasi, iskemik). Nyeri visceral
bersifat tumpul, rasa terbakar dan samar batas lokasinya. Sedangkan nyeri
peritoneum parietal lebih bersifat tajam dan lokasinya lebih jelas. Ujung saraf
nyeri pada organ seperti hati dan ginjal terbatas pada kapsulanya, jadi rasa
nyeri timbul bila ada regangan karena pembesaran organ. Referred pain
dapat dijelaskan pada keadaan dimana serat nyeri visceral dan serat somatik
berada pada satu tingkat di susunan saraf spinal.

Etiologi:
 Inflamasi peritoneum parietal: perforasi, peritonitis, appendisitis,
pankreatitis, dsb
 Kelainan mukosa visceral : tukak peptik, esofagitis, dsb
 Obstruksi visceral : ileus obstruksi, kolik bilier, dsb
 Regangan kapsul organ: hepatitis, pielonefritis, dsb
 Gangguan vaskular: iskemia atau infark intestinal
 Gangguan motilitas: irritable bowel disease, dispepsia fungsional
 Ekstra abdominal: herpes, trauma muskuloskeletal, dsb

Lokasi nyeri:
 Daerah epigastrium: kemungkinan dugaan sumber nyeri pada organ
gaster, pankreas dan duodenum.

123
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Periumbilikus: kemungkinan sumber nyeri pada usus


halus/duodenum.
 Kuadran kanan atas: kemungkinan sumber nyeri pada hati,duodenum,
atau kandung empedu.
 Kuadran kiri atas: kemungkinan sumber nyeri di pankreas, limpa,
gaster,kolon atau ginjal.

Kualitas nyeri: pada dasarnya harus dibedakan rasa nyeri kolik seperti pada
obstruksi intestinal dan bilier, rasa nyeri yang bersifat tumpul seperti pada batu
ginjal, rasa seperti diremas pada kolesistitis, rasa panas seperti pada
esofagitis, dan appendisitis tidak jarang menimbulkan rasa nyeri tumpul dan
menetap.

Intensitas nyeri: pada keadaan akut, intensitas nyeri dapat diurut berdasarkan
intensitas nyeri yang paling hebat sampai ke relatif ringan yaitu: perforasi ulkus,
pankreatitis akut, kolik ginjal, ileus obstruksi, kolesistitis, appendisitis, tukak
peptik, gastroenteritis dan esofagitis. Sedangkan nyeri kronik lebih sulit
menentukannya karena banyak faktor psikologis yang berperan.

Faktor yang memperberat dan memperingan nyeri: bila nyeri dapat diringankan
dengan minum antasid maka kemungkinan menderita tukak peptik (terutama
tukak duodenum). Pada penyakit kolon, rasa nyeri berkurang setelah buang air
besar. Nyeri pada penyakit pankreas dan juga iskemia intestinal sering terjadi
setelah makan.

F. PROSEDUR

Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, anamnesis sistem, riwayat penyakit dalam
keluarga, dan riwayat pribadi.

1. Identitas Pasien
Identitas pasien merupakan bagian yang paling penting dalam anamnesis.
Kesalahan identifikasi pasien dapat berakibat fatal, baik secara medis, etika,
maupun hukum. Identitas diperlukan untuk memastikan bahwa pasien yang
124
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

dihadapi adalah memang benar pasien yang dimaksud, selain itu juga
diperlukan untuk data penelitian , asuransi, dan lain sebagainya.

Identitas meliputi:
 Nama lengkap pasien
 Umur atau tanggal lahir
 Jenis kelamin
 Alamat
 Pendidikan
 Pekerjaan
 Suku bangsa
 Agama.

2. Keluhan Utama
Keluhan utama yaitu keluhan atau gejala yang dirasakan pasien yang
membawanya pergi ke dokter untuk berobat. Keluhan utama sangat dibutuhkan
dalam mengumpulan informasi masalah. Dalam menuliskan keluhan utama,
harus disertai dengan indikator waktu, berapa lama pasien mengalami hal
tersebut. Contoh: buang air besar encer seperti cucian beras sejak 3 jam lalu.
Perlu diketahui bahwa keluhan utama tidak selalu keluhan yang pertama
disampaikan oleh pasien. Pasien sering mengeluhkan hal-hal yang sebenarnya
bukan masalah pokok atau keluhan utama pasien tersebut, misalnya mengeluh
lemas dan tidak nafsu makan sejak beberapa hari lalu, tetapi sesungguhnya ia
menderita demam yang tidak diceritakan segera pada waktu ditanyakan dokter.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat perjalan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas
mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama, sampai
pasien datang berobat. Pasien diminta menceritakan gejala-gejala yang muncul
dengan kata-katanya sendiri. Informasi tambahan tentang keluhan pasien
dapat diperoleh dengan mengajukan pertanyaan yang spesifik. Riwayat
perjalanan penyakit disusun dalam bahasa Indonesia yang baik sesuai dengan
apa yang diceritakan pasien, tidak boleh menggunakan bahasa kedokteran,
apalagi melakukan interpretasi dari apa yang dikatakan oleh pasien. Dalam
mewawancarai pasien gunakanlah kalimat terbuka (kata tanya apa, mengapa,
125
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

bagaimana, bilamana), bukan kalimat tertutup/ kata tanya yang mendesak


sehingga pasien hanya dapat ya dan tidak, kecuali bila akan memperjelas
sesuatu yang kurang jelas.

Dalam melakukan anamnesis , harus diusahakan mendapatkan data-data


sebagai berikut:
12. Waktu dan lama keluhan berlangsung
13. Sifat dan beratnya serangan, misalnya mendadak, perlahan-lahan, terus-
menerus, hilang timbul, cenderung bertambah berat atau berkurang.
14. Lokalisasi dan penyebarannya, menetap, menjalar, atau berpindah-pindah.
15. Hubungan dengan waktu, misalnya pagi lebih sakit daripada siang dan
sore, atau terus-menerus tidak mengenal waktu
16. Hubungannya dengan aktifitas, misalnya bertambah berat jika melakukan
aktifitas, atau bertambah ringan jika beristirahat.
17. Keluhan-keluhan lain yang menyertai serangan, misalnya keluhan yang
mendahului serangan, atau keluahan lain yang bersamaan dengan
serangan
18. Apakah keluhan pertama kali atau sudah berulang
19. Faktor risiko dan pencetus serangan , termasuk faktor-faktor yang
memperberat atau meringankan serangan.
20. Apakah ada saudara sedarah , atau teman-teman dekat yang menderita
keluhan yang sama
21. Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala
sisa
22. Upaya yang sudah dilakukan untuk mengurangi keluhan dan bagaimana
hasilnya, jenis-jenis obat yang telah diminum oleh pasien, juga tidakan
medis yang dilakukan (riwayat pengobatan kuratif maupun preventif)
Setelah semua data terkumpul, usahakan untuk membuat diagnosis sementara
dan diagnosis diferensial.

4. Riwayat penyakit dahulu

Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan


penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang. Tanyakan pula
apakah pasien pernah mengalami kecelakaan, operasi, riwayat alergi obat dan
makanan. Obat -obatan yang pernah diminum oleh pasien juga harus

126
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

ditanyakan, termasuk pengobatan dengan steroid, pengobatan antibiotik,


OAINS, kontrasepsi, transfusi, kemoterapi, dan riwayat imunisasi. Bila pasien
pernah melakukan berbagai pemeriksaan medis, maka harus dicatat dengan
seksama, termasuk hasilnya.

5. Riwayat penyakit dalam keluarga


Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial , atau penyakit
infeksi. Pada penyakit kongenital perlu ditanya juga riwayat kehamilan dan
kelahiran
.
6. Riwayat pribadi

Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan.


Perlu juga ditanyakan apakah pasien mengalami kesulitan dalam kehidupan
sehari-hari seperti masalah keuangan, pekerjaan dan sebagainya. Kebiasaan
pasien yang juga harus ditanyakan adalah kebiasaan berolahraga, riwayat
merokok, minuman alkohol, kebiasaan mengkonsumsi obat-obatan dalam
jangka panjang (misalnya: OAINS, steroid, antibiotik) dan penyalahgunaan
obat-obat terlarang ( Narkoba). Bila ada indikasi, riwayat perkawinan dan
kebiasaan seksualnya harus ditanyakan.

Anamnesis juga mengenai lingkungan tempat tinggal pasien, termasuk


keadaan rumahnya, sanitasi, sumber air minum, ventilasi, jamban, tempat
pembuangan sampah dan sebagainya. Anamnesis mengenai pola diet/
kebiasaan makan dan minum sehari-hari pasien juga penting ditanyakan.
Misalnya, kebiasaan memakan makanan kurang serat, bersantan dan
berminyak, makanan siap saji, ataupun kurang minum air putih. Perlu juga
ditanyakan riwayat bepergian, mengingat adanya kejadian diare pada
wisatawan (travellers diarrhea).

G. DAFTAR PUSTAKA
 Anonim. 2001. Buku Panduan Skill Lab FK UGM. Yogyakarta
 Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Ilmu Penyakit
Dalam FKUI: Jakarta

127
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

H. CEK LIST LATIHAN : ANAMNESIS PENYAKIT GASTROINTESTINAL

Nilai
No Prosedur/ Aspek Latihan
0 1 2
ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN
1 Mengucapkan salam pada awal wawancara
2 Mempersilakan duduk berhadapan
3 Memperkenalkan diri
Informed
4  menjelaskan kepentingan penggalian informasi yang
benar tentang sakit pasien
Consent
5  Meminta waktu & ijin untuk melakukan alloanamnesis
jika diperlukan
ITEM PROSEDURAL
Menanyakan identitas pasien :
Nama , Umur , jenis kelamin (dicatat saja tidak perlu
ditanyakan), alamat lengkap, pekerjaan, agama dan suku
6 bangsa.
Pastikan menggali identitas tidak terkesan interogasi,tidak
harus berurutan, boleh diselang-seling saat anamnesis
berlangsung
Menanyakan Riwayat Penyakit Sekarang
a. Menanyakan keluhan utama
7 Cross cek, dan Pastikan Keluhan Utama
8 b. Menanyakan keluhan lain/ tambahan
c. Menggali informasi tentang riwayat penyakit sekarang
 waktu dan lama
 sifat
 lokalisasi dan penyebaran
9  hubungan dengan waktu dan aktifitas
 keluhan yang mendahului dan menyertai serangan
 keluhan muncul pertama kali/ sudah berulang
 faktor resiko dan pencetus serangan
 riwayat keluarga dengan keluhan yang sama

128
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 perkembangan penyakit
 upaya pengobatan & hasilnya
Menanyakan riwayat penyakit dahulu (menanyakan riwayat
penyakit yang pernah diderita sebelumnya, adanya riwayat
operasi, riwayat alergi obat dan makanan, riwayat obat -
10
obatan yang pernah diminum, riwayat transfusi, riwyat
imunisasi, dan riwayat pemeriksaan medis yang pernah
dilakukan sebelumnya).
Menanyakan riwayat penyakit dalam keluarga
11 (riwayat penyakit herediter, familial, atau penyakit infeksi
dalam keluarga)
Menggali informasi tentang riwayat Pribadi
(kebiasaan berolahraga, riwayat merokok, minuman
alkohol, kebiasaan mengkonsumsi obat-obatan dalam
jangka panjang (misalnya: OAINS, steroid, antibiotik) dan
12
penyalahgunaan obat-obat terlarang, pola diet/ kebiasaan
makan dan minum, anamnesis mengenai lingkungan
tempat tinggal pasien, perlu juga ditanyakan riwayat
bepergian)
ITEM PENALARAN KLINIS
Melakukan cross check (paraphrase atau pengulangan
13
terhadap apa yang dikatakan pasien)
Melakukan umpan balik (menanyakan hal-hal yang kurang
14
jelas, atau pertanyaan yang kurang jelas).
15 Mencatat semua hasil anamnesis
16 Menyimpulkan dan menginterpretasikan hasil anamnesis
ITEM PROFESIONALISME
17 Percaya diri, bersikap empati, tidak menginterogasi
18 Mengakhiri anamnesis dengan sikap yang baik
TOTAL
Keterangan :
0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan tetapi tidak benar/lengkap/sempurna
2 : Dilakukan dengan benar /lengkap/sempurna

129
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN LANJUT


dr. Hanna Mutiara

A. TEMA

Keterampilan Klinis Pemeriksaan Fisik Abdomen (Lanjut)

B. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Tujuan Pembelajaran Umum:


 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan abdomen secara keseluruhan.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus:
Mahasiswa mampu untuk:
 Melakukan auskultasi pembuluh darah tertentu pada area abdomen.
 Melakukan pemeriksaan organ yang terdapat dalam abdomen (hepar, spleen,
ginjal).
 Melakukan palpasi dinding abdomen, kolon, hepar, limpa, aorta, dan rigiditas.
 Melakukan pemeriksaan asites.

C. LEVEL KOMPETENSI

Level
No. Jenis Kompetensi
Kompetensi
1. Inspection 1 2 3 4
2. Auscultation (bowel, sounds, bruits) 1 2 3 4
3. Percussion (especially liver, Traube’s area, bladder dullness) 1 2 3 4
4. Palpation (abdominal wall, colon, liver,spleen, aorta, rigidity) 1 2 3 4
5. Eliciting abdominal tenderness and rebound tenderness 1 2 3 4
6. Eliciting shifting dullness 1 2 3 4
7. Eliciting a fluid thrill 1 2 3 4
8. Eliciting renal tenderness 1 2 3 4

Catatan: dasar dan beberapa prosedur telah dipelajari pada CSL dengan tema
pemeriksaan abdomen dasar. Harap mahasiswa mempelajari kembali.

D. ALAT DAN BAHAN

1. Bed pemeriksaan

130
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

2. Meja dokter
3. Kursi dokter dan pasien
4. Stetoskop
5. Alkohol 70%
6. Penggaris

E. SKENARIO

Anda seorang dokter muda yang tengah jaga malam di UGD RS. Datang seorang
pasien dengan keluhan nyeri perut sebelah kanan. Nyeri dirasakan bertambah jika pasien
bergerak atau berjalan sehingga pasien lebih nyaman berbaring dengan posisi kaki kanan
menekuk. Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan tanda vital, Anda melakukan
pemeriksaan abdomen. Lakukanlah!

F. DASAR TEORI

Pada CSL abdomen dasar telah dipelajari mengenai tahap pemeriksaan abdomen
yang mencakup inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi. Pelajari kembali dasar
pemeriksaan abdomen tersebut dan lanjutkan dengan pemeriksaan abdomen lanjut ini.
Pada pemeriksaan dengan auskultasi dapat ditemukan beberapa informasi yang
penting tentang bowel motility. Lakukanlah auskultasi sebelum melakukan perkusi ataupun
palpasi. Lakukanlah latihan auskultasi sesering mungkin sehingga Anda terbiasa dengan
variasi normal dari suara pergerakan usus dan dapat mendeteksi jika terdapat kecurigaan
obstruksi atau inflamasi. Pada keadaan obstruksi, dapat terdengar metalic sound. Pada
auskultasi juga dapat terdengar bruits (desah sistolik) yang merupakan suara turbulensi
aliran darah. Titik untuk mendengarkan bruits pembuluh darah diilustrasikan pada gambar
berikut.

aorta

a. renalis

a. illiaca

a. femoralis
Gambar 1. Titik-titik untuk mendengarkan bruits pembuluh darah.

131
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

PENILAIAN INFLAMASI PERITONEAL

Nyeri perut dan tegang, terutama berhubungan dengan spasme muskular,


menandakan kecurigaan inflamasi pada peritoneum parietal. Tentukan lokasi nyeri tersebut
seakurat mungkin. Sebelum palpasi, mintalah pasien untuk batuk dan tentukanlah apakah
batuk tersebut menyebabkan nyeri bertambah. Lalu palpasi secara gentle dengan
menggunakan satu jari pada area yang tegang.
Kemudian perhatikan ‘rebound tenderness’. Tekan jari Anda secara perlahan
kemudian lepaskan tekanan tersebut dengan cepat. Perhatikan reaksi pasien. Tanyakan
pasien apakah nyeri terasa lebih hebat saat penekanan dilakukan atau saat penekanan
tersebut dilepaskan. Kemudian minta pasien untuk menunjukkan di mana nyeri tersebut
terasa.
Nyeri yang terjadi atau meningkat saat penekanan dilepaskan dengan cepat
disebut ‘rebound tenderness’ yang merupakan hasil dari pergerakan cepat dari peritoneum
yang meradang.

PEMERIKSAAN HEPAR

Oleh karena sebagian besar hepar terletak di bawah costa, maka penilaiannya
lebih sulit. Ukuran dan bentuknya dapat diperkirakan dengan perkusi dan palpasi. Palpasi
dapat pula menilai permukaan, konsistensi, dan ketegangannya.
 Perkusi
Batas atas hepar dapat ditentukan dengan menemukan pekak hepar dengan
melakukan perkusi pada garis midclavicula kanan, pada saat terdapat perbedaan suara
timpani menuju pekak (telah dipelajari pada CSL abdomen dasar). Batas atas hepar
penting untuk ditentukan terutama pada pasien dengan kecurigaan hepatomegali untuk
menyingkirkan kemungkinan hepatoptosis.
Batas bawah hepar dapat ditentukan dengan melakukan perkusi pada garis
midclavicula kanan, dimulai dari sejajar atas umbilikus (timpani), menuju atas sampai
terdengar pekak hepar.

132
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 2. Arah perkusi untuk menentukan batas pekak hepar.

Kemudian lakukan penilaian jarak vertikal batas hepar tersebut dalam


centimeter. Umumnya, hepar pria lebih besar dari pada wanita dan hepar orang
berpostur tinggi lebih besar dibandingkan orang berpostur pendek.
Normalnya ukuran hepar terdapat pada gambar berikut

4 – 8 cm di bawah procecus xiphoideus


(pada garis midsternal)

6 – 12 cm pada garis midclavicula


kanan

Gambar 3. Ukuran hepar normal.

 Palpasi
Tempatkan tangan kiri Anda di belakang pasien sejajar dan menyangga costa
11 dan 12 kanan. Minta pasien untuk rileks. Tekan menuju depan untuk memudahkan
tangan kanan Anda meraba hepar.
Tempatkan tangan kanan Anda pada abdomen kanan bawah pasien, lateral
dari m. rectus dan sejajar umbilicus. Minta pasien untuk bernafas dalam, lakukan
palpasi ringan dan dengan menggunakan ujung jari Anda, rasakan batas bawah hepar
pasien. Ulangi pemeriksaan dengan menaikkan tangan kanan Anda menuju arcus
costarum. Jika telah teraba, kurangi tekanan Anda dan lakukan palpasi ringan
sehingga Anda dapat merasakan permukaan anterior hepar. Normalnya hepar lembut,

133
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

regular, permukaan halus dan berbatas tajam. Pada saat pasien inspirasi, hepar dapat
teraba 3 cm di bawah arcus costarum kanan pada garis midclavicula.

Gambar 4. Teknik melakukan palpasi hepar.

Pada pasien tertentu, misalnya pasien obesitas, pemeriksaan tersebut dapat


dilakukan dengan „teknik hooking‟. Anda berdiri sejajar dengan dada kanan pasien,
tempatkan kedua tangan di atas abdomen, di bawah batas bawah pekak hepar. Tekan
dengan jari-jari Anda dengan arah menuju arcus costarum, minta pasien untuk
bernafas dalam dan Anda dapat melakukan pemeriksaan hepar.

Gambar 5. Palpasi hepar dengan teknik hooking.

PEMERIKSAAN SPLEEN
Jika lien membesar akan ekspansi ke arah anterior, bawah, dan medial sehingga seringkali
mengubah suara timpani pada abdomen dan kolon dengan suara pekak dari organ padat.
Lien dapat teraba di bawah arcus costarum kiri. Perkusi tidak dapat memastikan terdapat
pembesaran lien, namun dapat mendukung kecurigaan. Palpasi dapat memastikan
pembesaran organ tersebut.
 Perkusi
Terdapat 2 cara dalam mendeteksi splenomegaly, yakni:
134
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

1) Perkusi bagian bawah dinding dada anterior kiri pada garis aksila anterior menuju
garis mid aksila pada ICS 9 (disebut Traube’s space). Umumnya akan terdengar
suara timpani. Jika terdapat pembesaran lien akan terdengar perubahan suara
berupa timpani berkurang atau pekak.

Anterior axillary line


Midaxillary line

Normal spleen
Gambar 6. Posisi spleen.

2) Periksa splenic percussion sign dengan melakukan perkusi pada ICS kiri terbawah
pada garis aksila anterior (normalnya timpani). Kemudian minta pasien untuk
bernafas dalam dan perkusi kembali (normalnya tetap timpani).

x
Titik perkusi
x
Anterior axillary line

Midaxillary line

Negative spleenic percussion sign Positive spleenic percussion sign


Gambar 7. Perkusi spleen.
Normal spleen
 Palpasi
Tempatkan tangan kiri Anda di belakang pasien sejajar costa kiri bawah dan
tekan ke arah depan. Tempatkan tangan kanan Anda di bawah arcus costarum kiri dan
tekan ke arah dalam untuk menemukan lien. Minta pasien untuk bernafas dalam dan
ulangi pemeriksaan. Perhatikan kontur lien dan ukur jarak antara batas bawah lien
dengan arcus costarum kiri. Normalnya, pada beberapa persen orang dewasa lien
batas lien tersebut dapat teraba.

135
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 8. Teknik palpasi spleen.

Ulangi pemeriksaan dengan pasien berbaring pada sisi sebelah kanan


dengan tungkai bawah fleksi pada sendi pinggul dan lutut. Pada posisi demikian,
gravitasi akan memudahkan palpasi lien.

Gambar 9. Teknik palpasi spleen.

Pembesaran lien dapat terjadi pada pasien yang menderita penyakit


thalasemia, sirosis hepar, malaria, thypoid dan sebagainya. Jika terdapat pembesaran
lien, dapat menggunakan cara schuffner atau hekat untuk mendeskripsikan
pembesaran tersebut. Garis schuffner merupakan garis imajiner yang ditarik dari arcus
costarum kiri melalui umbilicus menuju SIAS kanan. Garis tersebut dibagi menjadi 8
bagian dengan umbilicus sebagai titik tengah. Garis hekat merupakan garis imajiner
yang ditarik dari arcus costarum kiri menuju SIAS kiri. Garis tersebut dibagi menjadi 4
bagian dan seringkali digunakan untuk mendeskripsikan pembesaran lien ke arah
vertikal.

136
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 10. Garis imajiner Schuffner.

PEMERIKSAAN GINJAL

Walaupun seringkali ginjal tidak dapat diraba, Anda dapat mempelajari dan
berlatih tekniknya.
 Palpasi Ginjal Kiri
Tempatkan tangan kanan Anda di belakang pasien sejajar dengan costa 12
kiri. Dengan ujung jari Anda, raihlah sudut costovertebra (costovertebral angel).
Usahakan menekan ginjal ke arah depan. Tempatkan tangan kiri Anda pada kuadran
kiri atas, lateral dan sejajar dari m. rectus. Minta pasien untuk bernafas dalam dan saat
puncak inspirasi, usahakan untuk merasakan ballotement ginjal pasien dengan
menggunakan kedua tangan Anda. Kemudian minta pasien untuk menghembuskan
nafas dan tahan sesaat, secara perlahan Anda melepaskan tekanan tangan kiri Anda
dan usahakan meraba ginjal pada posisi ekspirasi. Jika ginjal teraba, deskripsikan
ukuran dan konturnya.
Teknik lain, pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara yang sama dengan
pemeriksaan lien (posisi pasien berbaring).

 Palpasi Ginjal Kanan


Untuk memeriksa ginjal kanan, pemeriksaan berada di sebelah kanan pasien.
Gunakan tangan kiri Anda untuk menyangga pasien dari belakang dan tangan kanan
Anda ditempatkan pada kuadran kanan atas. Prosedur selanjutnya sama dengan
palpasi ginjal kiri. Ginjal kanan normalnya dapat teraba, terutama pada wanita
berpostur kurus karena ginjal kanan terletak lebih anterior.
137
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 11. Teknik pemeriksaan ginjal kanan.


 Nyeri Ketok Ginjal
Pemeriksaan dapat dilakukan ketika memeriksa abdomen pada tiap sudut
costovertebra. Berikan tekanan dengan menggunakan ujung jari Anda atau dengan
melakukan perkusi dengan kepalan. Kepalkan tangan Anda dan pukulkan daerah sudut
costovertebra dengan permukaan ulnaris kepalan Anda. Pukulan dengan kekuatan
yang cukup dan tidak menyakitkan pada orang dalam keadaan normal. Pemeriksaan
dilakukan dari belakang pasien. Jika Anda melakukan pemeriksaan yang dicurigai
mengalami kelainan pada ginjal, periksalah terlebih dahulu ginjal yang tidak sakit.

Gambar 12. Teknik pemeriksaan nyeri ketok ginjal.

PEMERIKSAAN KANDUNG KEMIH (BLADDER)

Normalnya kandung kemih tidak dapat diraba terkecuali jika terdapat distensi
diatas simfisis pubis. Kandung kemih teraba halus dan bulat. Lakukan perkusi untuk

138
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

memeriksa pekak dan menentukan berapa tinggi kandung kemih berada di atas simfisis
pubis. Jika ditemukan kandung kemih bulging maka mintalah dahulu pasien untuk miksi
untuk menghindari overdiagnosis karena kandung kemih yang penuh dengan urine. Jika
masih teraba, pikirkan kemungkinan pembesaran prostat pada pasien pria atau gravida
pada pasien wanita.

PEMERIKSAAN AORTA

Tekan dalam dari atas abdomen pada sebelah kiri garis tengah (sedikit lateral kiri
dari umbilicus) dan identifikasi pulsasi aorta. Pada orang berusia di atas 50 tahun, usahakan
untuk menilai lebar aorta tersebut dengan menekan abdomen dengan satu tangan pada tiap
sisi aorta (lihat gambar). Normalnya diameter aorta tidak lebih dari 3 cm (rata-rata 2,5 cm).

Gambar 13. Teknik pemeriksaan aorta.

PEMERIKSAAN ASITES

Abdomen yang menonjol menimbulkan kecurigaan asites. Oleh karena cairan


mempunyai karakteristik mengikuti gravitasi, maka udara akan terdorong ke atas. Akan
terdapat perubahan suara perkusi timpani dan dull (pekak).

139
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 14. Perkusi pada asites.


 Teknik Pemeriksaan Asites
1) Test for Shifting Dullness
Dalam keadaan pasien berbaring, tentukan batas timpani dan pekak kemudian
minta pasien untuk berbaring ke salah satu sisi. Lakukan perkusi kembali dan beri
tanda kembali batas timpani-pekak. Pada pasien tidak asites, batas ini relatif
tetap.

Gambar 15. Pemeriksaan asites dengan shifting dullness.


2) Test for a Fluid Wave
Dalam keadaan pasien berbaring terlentang, minta pasien atau asisten untuk
meletakan kedua tangannya pada pertengahan abdomen dan memberikan
tekanan. Tekanan ini akan menghentikan transmisi gelombang melalui lemak
(gelombang perut). Letakkan kedua tangan Anda pada kedua sis abdomen
pasien. Ketika Anda menepuk salah satu sisi abdomen pasien dengan ujung jari
Anda, rasakan transmisi impuls cairan (gelombang cairan) pada sisi yang
berlawanan.

Gambar 16. Pemeriksaan asites dengan Fluid Wave Test.


PEMERIKSAN KEMUNGKINAN APPENDISITIS

1. Minta pasien untuk menunjukkan lokasi nyeri berawal. Minta pasien untuk batuk dan
tanyakan bagaimana dan di mana nyeri yang dirasakan.
2. Cari dan periksa ketengangan setempat (local tenderness).
3. Periksa muskular rigiditas.

140
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

4. Lakukan pemeriksaan rektal dan pada wanita, pemeriksaan panggul. Teknik ini tidak
terlalu membantu Anda dalam membedakan appendiks yang normal dan meradang,
namun dapat dapat membantu dalam mengidentifikasi peradangan appendiks atipikal
yang berlokasi dalam rongga panggul. Hal ini juga dapat menyebabkan nyeri perut.
Beberapa pemeriksaan yang dapat membantu:

Gambar 16. Teknik pemeriksaan pada peradangan appendiks.


a) Periksa daerah yang tegang dan lakukan pemeriksaan rebound tenderness.
b) Lakukan pemeriksaan Rovsing’s sign dan referred rebound tenderness. Tekan dalam
pada kuadran kiri bawah kemudian lepaskan dengan cepat.
c) Pemeriksaan psoas sign. Letakkan tangan Anda di atas lutut kanan pasien dan minta
pasien untuk mengangkat kakinya melawan tangan Anda. Atau minta pasien untuk
berbaring ke sisi kiri lalu luruskan tungkai bawah kanan pasien pada sendi pinggul dan
fleksikan sendi pinggul tersebut untuk membuat m. psoas kontraksi.
d) Pemeriksaan obturator sign. Fleksikan pinggul kanan pasien dengan lutut menekuk dan
putar ke arah dalam.
e) Pemeriksaan cutaneous hyperesthesia. Cubitlah kulit abdomen pasien dengan
menggunakan ibu jari dan jari telunjuk Anda. Normalnya akan menimbulkan rasa nyeri.

G. PROSEDUR

141
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

1. Interpersonal
2. Inspeksi Abdomen
3. Auskultasi Bising Usus (Gerak Peristaltik)
 Letakkanlah diafragma stetoskop pada abdomen pada kuadran kanan bawah.
 Dengarkan suara pergerakan usus (peristaltik), perhatikan karakter dan
frekuensinya.
 Normalnya akan terdengar suara „klik‟ atau „gurgles‟ dengan frekuensi 5 s.d. 12 kali
per menit.
4. Auskultasi Bruits

aorta

a. renalis

a. illiaca

a. femoralis

5. Pemeriksaan Hepar
 Perkusi batas atas hepar
- Perkusi pada garis midcavicula kanan mulai ICS 1 ke bawah, tentukan
perubahan suara timpani – pekak
- Lakukan tes peranjakan hati dengan meminta pasien bernafas dalam dan
perkusi kembali batas tadi (pekak  timpani)
 Perkusi batas bawah hepar
- Perkusi garis midclavicula kanan, dimulai dari sejajar atas umbilikus (timpani),
menuju atas sampai terdengar pekak hepar.
 Palpasi hepar
- Tempatkan tangan kiri Anda dibelakang pasien sejajar costa 11 dan 12 kanan,
minta pasien untuk rileks.
- Tempatkan tangan kanan Anda pada abdomen kanan pasien, lateral dari m.
rectus sejajar umbilicus.
- Tekan tangan kiri Anda menuju depan untuk memudahkan tangan kanan Anda
meraba hepar.

142
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

- Minta pasien untuk bernafas dalam, dengan menggunakan ujung jari Anda,
rasakan batas bawah hepar pasien.
- Ulangi pemeriksaan seraya menaikkan palpasi Anda menuju menuju arcus
costarum.
- Jika telah teraba, kurangi tekanan Anda dan lakukan palpasi ringan sehingga
Anda dapat merasakan permukaan anterior hepar. Normalnya hepar lembut,
regular, permukaan halus, dan berbatas tajam. Pada saat pasien inspirasi,
hepar dapat teraba 3 cm di bawah arcus costarum kanan pada garis
midclavicula.
6. Pemeriksaan Spleen
 Perkusi
- Perkusi bagian bawah dinding dada anterior kiri pada garis aksila anterior
menuju garis mid aksila pada ICS 9 (disebut Traube’s space). Umumnya akan
terdengar suara timpani. Jika terdapat pembesaran lien akan terdengar
perubahan suara berupa timpani berkurang atau pekak.
- Splenic percussion sign dengan melakukan perkusi pada ICS kiri terbawah
pada garis aksila anterior (normalnya timpani).
- Minta pasien untuk bernafas dalam dan perkusi kembali (normalnya tetap
timpani).
 Palpasi
- Tempatkan tangan kiri Anda di belakang pasien sejajar costa kiri bawah dan
tekan ke arah depan.
- Tempatkan tangan kanan Anda di bawah arcus costarum kiri dan tekan ke arah
dalam untuk menemukan lien.
- Minta pasien untuk bernafas dalam dan ulangi pemeriksaan. Perhatikan kontur
lien dan ukur jarak antara batas bawah lien dengan arcus costarum kiri.

- Pemeriksaan dapat pula dilakukan dengan meminta pasien berbaring pada sisi
sebelah kanan dengan tungkai bawah fleksi pada sendi pinggul dan lutut.
- Ulangi pemeriksaan.

143
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

7. Pemeriksaan Ginjal
 Palpasi Ginjal Kiri
- Tempatkan tangan kanan Anda di belakang pasien sejajar dengan costa 12 kiri.
- Dengan ujung jari, raihlah sudut costovertebra dan usahakan menekan ginjal ke
arah depan.
- Tempatkan tangan kiri Anda pada kuadran kiri atas, lateral dan sejajar dari m.
rectus.
- Minta pasien untuk bernafas dalam dan saat puncak inspirasi, usahakan untuk
merasakan ballotement ginjal pasien dengan menggunakan kedua tangan
Anda.
- Minta pasien untuk menghembuskan nafas dan tahan sesaat, secara perlahan
lepaskan tekanan tangan kiri Anda dan usahakan meraba ginjal pada posisi
ekspirasi.
- Deskripsikan ukuran dan konturnya.
 Palpasi Ginjal Kanan
- Pemeriksaan berada di sebelah kanan pasien.
- Gunakan tangan kiri Anda untuk menyangga pasien dari belakang dan tangan
kanan Anda ditempatkan pada kuadran kanan atas.
- Prosedur selanjutnya sama dengan palpasi ginjal kiri.

 Nyeri Ketok Ginjal


144
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

- Pemeriksaan dilakukan dari belakang pasien.


- Kepalkan tangan Anda.
- Pukulkan daerah sudut costovertebra dengan permukaan ulnaris kepalan Anda.
- Pukulan dengan kekuatan yang cukup dan tidak menyakitkan pada orang
dalam keadaan normal.

8. Pemeriksaan Aorta
 Tekan dalam dari atas abdomen pada sebelah kiri garis tengah (sedikit lateral kiri
umbilicus) dan identifikasi pulsasi aorta.
 Pada orang berusia di atas 50 tahun, usahakan untuk menilai lebar aorta tersebut
dengan menekan abdomen dengan satu tangan pada tiap sisi aorta (lihat gambar).
 Normalnya diameter aorta tidak lebih dari 3 cm (rata-rata 2,5 cm).

9. Pemeriksaan Khusus
a. Pemeriksaan Kemungkinan Appendisitis
 Minta pasien untuk menunjukkan lokasi nyeri berawal.
 Minta pasien untuk batuk dan tanyakan bagaimana dan dimana nyeri yang
dirasakan.

145
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Cari dan periksa ketegangan setempat (local tenderness).


 Periksa muskular rigiditas.
 Lakukan pemeriksaan rektal dan pada wanita pemeriksaan panggul (tidak perlu
dilakukan pada CSL saat ini).
b. Pemeriksaan Inflamasi Peritoneal
 Mintalah pasien untuk batuk dan tentukanlah apakah batuk tersebut
menyebabkan nyeri bertambah.
 Palpasi secara gentle dengan menggunakan satu jari pada area yang tegang.
 Perhatikan apakah terdapat ‘rebound tenderness’:
- Tekan jari Anda secara perlahan kemudian lepaskan tekanan tersebut
dengan cepat seraya memperhatikan reaksi pasien.
- Tanyakan apakah nyeri terasa lebih hebat saat penekanan dilakukan atau
saat penekanan tersebut dilepaskan.
- Minta pasien untuk menunjukkan di mana nyeri tersebut terasa.
c. Pemeriksaan Asites
1) Test for Shifting Dullness
- Minta pasien berbaring terlentang.
- Perkusi abdomen dan tentukan batas timpani dan pekak.
- Minta pasien untuk berbaring ke salah satu sisi.
- Lakukan perkusi kembali dan beri tanda kembali batas timpani-pekak (pada
pasien tidak asites, batas ini relatif tetap).
2) Test for a Fluid Wave
- Minta pasien berbaring terlentang.
- Minta pasien atau asisten untuk meletakan kedua tangannya pada
pertengahan abdomen dan memberikan tekanan.
- Letakkan kedua tangan Anda pada kedua sisi abdomen pasien.
- Tepuk salah satu sisi abdomen pasien dengan ujung jari Anda dan rasakan
transmisi impuls cairan (gelombang cairan) pada sisi yang berlawanan.

H. DAFTAR PUSTAKA

1) Bate‟s Barbara. Guide to physical examination. Lippincot; 2007. Chapter 9.


2) Konsil Kedokteran Indonesia. Standar kompetensi dokter Indonesia. Jakarta; 2006.
3) Epstein O, Perkin GD. Pocket guide to clinical examination. 3rd edition. Mosby; 2004.
Chapter 7.

I. EVALUASI

146
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

CEKLIST LATIHAN

Skor
No. Aspek
0 1 2
I. Interpersonal
1. Sambung rasa dan informed consent
II. Prosedur
2. Inspeksi Abdomen
Auskultasi Bising Usus (Gerak Peristaltik)
3. Letakkanlah diafragma stetoskop pada abdomen pada kuadran kanan
bawah.
4. Dengarkan suara pergerakan usus (peristaltik), perhatikan karakter dan
frekuensinya.
Auskultasi Bruits
5. Aorta
6. a. renalis dextra et sinistra
7. a. iliaca dextra et sinistra
Pemeriksaan Hepar
Perkusi:
8. Tentukan batas atas hepar dengan perkusi pada garis midclavicula kanan
mulai ICS 1 kebawah sampai terdapat tentukan perubahan suara timpani
 pekak.
9. Lakukan tes peranjakan hati dengan meminta pasien bernafas dalam dan
perkusi kembali batas tadi (pekak  timpani).
10. Tentukan batas bawah hepar pada garis midclavicula kanan, dimulai dari
sejajar atas umbilikus menuju atas sampai terdengar pekak hepar.
Palpasi:
11. Tempatkan tangan kiri Anda dibelakang pasien sejajar costa 11 dan 12
kanan, tekan menuju depan dan minta pasien untuk rileks.
12. Tempatkan tangan kanan Anda pada abdomen kanan pasien, lateral dari
m.rectus sejajar umbilicus.
13. Minta pasien untuk bernafas dalam, dengan menggunakan ujung jari Anda,
rasakan batas bawah hepar pasien.
Ulangi pemeriksaan seraya menaikkan palpasi Anda menuju menuju arcus
costarum.
14. Jika telah teraba, kurangi tekanan Anda dan lakukan palpasi ringan
sehingga Anda dapat merasakan permukaan anterior hepar.
Pemeriksaan Spleen

147
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Perkusi:
15. Perkusi ruang Traube yakni pada garis aksila anterior menuju garis mid
aksila pada ICS 9 kiri.
16. Lakuan splenic percussion sign pada ICS kiri terbawah pada garis aksila
anterior.
17. Minta pasien untuk bernafas dalam dan perkusi kembali.
Palpasi :
18. Tempatkan tangan kiri Anda dibelakang pasien sejajar costa kiri bawah dan
tekan ke arah depan.
19. Tempatkan tangan kanan Anda dibawah arcus costarum kiri dan tekan ke
arah dalam untuk menemukan lien.
20. Minta pasien untuk bernafas dalam dan ulangi pemeriksaan. Perhatikan
kontur lien dan ukur jarak antara batas bawah lien dgn arcus costarum kiri.
Pemeriksaan Ginjal
Palpasi Ginjal Kiri
21. (Pemeriksa berada disebelah kiri pasien)
Tempatkan tangan kanan Anda dibelakang pasien sejajar costa 12 kiri dan
dengan ujung jari raihlah sudut costovertebra, usahakan menekan ginjal ke
arah depan.
22. Tempatkan tangan kiri Anda pada kuadran kiri atas, lateral dan sejajar dari
m. rectus.
23. Minta pasien untuk bernafas dalam dan saat puncak inspirasi, usahakan
untuk merasakan ballotement ginjal pasien dengan menggunakan kedua
tangan Anda.
24. Minta pasien untuk menghembuskan nafas dan tahan sesaat, secara
perlahan lepaskan tekanan tangan kiri Anda dan usahakan meraba ginjal
pada posisi ekspirasi.
Palpasi Ginjal Kanan
25. (Pemeriksaan kembali berada di sebelah kanan pasien)
Gunakan tangan kiri Anda untuk menyangga pasien dari belakang dan
tangan kanan Anda ditempatkan pada kuadran kanan atas.
26. Lakukan prosedur yang sama dengan palpasi ginjal kiri.
Nyeri Ketok Ginjal pada CVA
27. (Pemeriksaan dilakukan dari belakang pasien)
Kepalkan tangan Anda dan pukulkan permukaan ulnaris pada daerah sudut
costovertebra (kekuatan yang cukup dan tidak menyakitkan pada orang
dalam keadaan normal).
Pemeriksaan Aorta
28. Tekan dalam dari atas abdomen pada sebelah kiri garis tengah (sedikit

148
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

lateral kiri umbilicus) dan identifikasi pulsasi aorta dengan menggunakan


kedua tangan Anda.
Pemeriksaan Kemungkinan Appendisitis dan Inflamasi Peritoneal
29. Minta pasien untuk menunjukkan lokasi nyeri berawal.
30. Minta pasien untuk batuk dan tanyakan bagaimana dan di mana nyeri yang
dirasakan.
31. Cari dan periksa ketengangan setempat (local tenderness).
32. Periksa apakah terdapat „rebound tenderness’ dengan menekan jari Anda
secara perlahan kemudian lepaskan tekanan tersebut dengan cepat,
perhatikan reaksi pasien.
Tanyakan apakah nyeri terasa lebih hebat saat penekanan dilakukan atau
saat penekanan tersebut dilepaskan
33. Periksa muskular rigiditas.
34. Periksa daerah yang tegang dan lakukan pemeriksaan rebound
tenderness.
35. Lakukan pemeriksaan Rovsing’s sign.
36. Lakukan pemeriksaan psoas sign.
37. Lakukan pemeriksaan obturator sign.
Pemeriksaan Asites
Test for Shifting Dullness
38. (Pasien berbaring terlentang)
Perkusi abdomen dan tentukan batas timpani dan pekak, beri tanda.
39. Minta pasien untuk berbaring ke salah satu sisi dan lakukan perkusi
kembali dan beri tanda kembali batas timpani-pekak.
Test for a Fluid Wave
40. (Pasien berbaring terlentang)
Minta pasien/asisten untuk meletakan kedua tangannya pada pertengahan
abdomen dan memberikan tekanan.
41. Letakkan kedua tangan Anda pada kedua sisi abdomen pasien.
42. Tepuk salah satu sisi abdomen pasien dengan ujung jari Anda dan rasakan
transmisi impuls cairan (gelombang cairan) pada sisi yang berlawanan.
III. Profesionalisme
43. Melakukan dengan percaya diri.
44. Melakukan dengan kesalahan minimal.
TOTAL

Keterangan :
0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan tetapi tidak benar/lengkap/sempurna
149
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

2 : Dilakukan dengan benar /lengkap/sempurna

Score = ------------- x 100% = ……………

150
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

PEMASANGAN NGT
dr. Hanna Mutiara, dr. Dwita Oktaria

A. TEMA

Prosedur Pemasangan Nasogastric Tube (NGT).

B. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Mampu melakukan persiapan pemasangan nasogastric tube.


2. Mampu melakukan pemasangan nasogastric tube.
3. Mampu menjelaskan tujuan dan indikasi pemasangan nasogastric tube.

C. LEVEL KOMPETENSI

No. Jenis Kompetensi Level Kompetensi


1. Nasogastric tube 1 2 3 4

D. ALAT DAN BAHAN

1. Spatula
2. Model NGT
3. NGT/selang sump Levin atau Salem
4. Segelas es
5. Pelumas larut air
6. Tabung suntik 60 ml ujung kateter
7. Segelas air dengan sedotan
8. Stetoskop Gambar 17. Stomach tube (Levin type),
9. Bengkok
18 Fr × 48 in (121 cm)
10. Plester dan gunting
11. Handschoen

E. SKENARIO

Anda seorang dokter jaga di UGD RS XXX. Kemudian datang seorang pasien
yang tampak tidak sadar. Keluarga pasien mengatakan ia baru saja melakukan percobaan
bunuh diri dengan meminum puluhan tablet obat flu. Anda memutuskan untuk melakukan
bilas lambung melalui NGT. Lakukanlah pemasangan NGT terlebih dahulu!

151
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

F. DASAR TEORI

Pemasangan nasogastric tube (NGT) merupakan tindakan pemasangan slang


plastik lunak melalui nasofaring pasien ke dalam lambung. Slang mempunyai lumen
berongga yang memungkinkan untuk pembuangan sekret gastrik dan pemasukan cairan ke
dalam lambung.

Gambar 18. Pemasangan NGT.


Bagi anak-anak, kebutuhan akan NGT disebabkan oleh beberapa kondisi seperti
anomali anatomi jalan makanan; oesophagus atau alat eliminasi, kelemahan reflek menelan,
distress pernafasan atau tidak sadarkan diri.

Indikasi dan Kontraindikasi Pemasangan NGT


Indikasi:
a. Diagnostik
- Evaluasi perdarahan saluran cerna bagian atas
- Pemeriksaan analisis getah lambung
- Identifikasi esofagus dan lambung pada rontgen thorax
- Pemberian kontras radiografik ke saluran cerna
b. Terapeutik
- Dekompresi lambung
- Bilas lambung
- Pemberian obat secara langsung
- Pemberian nutrisi enteral
- Pasien koma
Kontraindikasi
152
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

a. Dugaan fraktur basis kranii


b. Atresia koana
c. Kelainan esofagus (atresia, striktur, luka bakar atau perforasi)
d. Pascaesofagoplasti

NGT berdiameter besar, kurang fleksibel, lebih kaku, digunakan untuk pemberian
obat, dekompresi/pengurangan tekanan udara di lambung, dan untuk pemberian makan
jangka pendek (biasanya kurang dari 1 minggu).
Penggunaan NGT ukuran kecil sebagai tindakan profilaksis untuk pencegahan
gastro-oesofageal reflux dan mikro-aspirasi isi lambung ke dalam jalan napas bagian bawah
masih kontroversial sebagaimana yang lain menunjukkan tak ada hubungan antara ukuran
NGT dan komplikasi-komplikasi ini.
Displacement dapat terjadi pada ukuran besar maupun kecil, namun ukuran kecil
lebih mudah dislokasi, sering ke dalam jalan napas dan tanpa tanda-tanda yang dapat
terlihat dari luar, serta mudah terjadi kemacetan dan melilit.

G. PROSEDUR

1) Informed consent
2) Persiapkan alat.
3) Atur posisi pasien.
4) Pasang perlak atau pengalas pada daerah dada pasien.
5) Cuci tangan dan memakai sarung tangan.
6) Tentukan seberapa panjang selang NGT yang akan dimasukkan dengan mengukur
panjang dari nares ke cuping telinga ipsilateral lanjutkan menuju prosesus xiphoideus
(lebih kurang 40 – 45 cm pada pasien dewasa).
7) Masukan ujung selang ke dalam segelas es untuk mengeraskannya.
8) Olesi selang NGT dengan aqua jelly (sepanjang 15 cm dari ujung NGT).
9) Memasukkan NGT malalui lubang hidung dan meminta pasien untuk menelan (jika
pasien tidak sadar tekan lidah pasien dengan spatula).
10) Minta pasien untuk menekukan leher dan dengan perlahan masukan selang ke dalam
lubang hidung pasien dengan arah paralel dasar hidung dan arah distall sedikit
menekuk (mengikuti bentuk alami rongga hidung).
11) Dorong selang ke dalam faring mengarah ke posterior, minta pasien untuk menelan
(apabila memungkinkan).
12) Setelah selang tertelan, pastikan bahwa pasien dapat berbicara dengan jelas dan
bernapas, tanpa kesulitan dan dengan lembut dorong selang sampai panjang yang
telah diperkirakan. Apabila pasien mampu dan sadar, dapat pula dilakukan teknik
meminta pasien minum melalui sedotan, sementara pasien menelan, Anda mendorong
selang dengan lembut.
153
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

13) Pastikan pemasangan NGT telah benar dengan posisi NGT di dalam lambung.
Terdapat beberapa cara untuk memastikan hal tersebut, yakni (cukup lakukan salah
satu):
a. Aspirasi cairan lambung dengan spuit 10 cc  jika terdapat cairan bercampur isi
lambung berarti sudah masuk ke lambung.
b. Masukan ujung NGT ke dalam air dalam kom  apabila ada gelembung berarti
NGT berada dalam paru-paru.
c. Suntikkan kira-kira 20 ml udara dengan menggunakan spuit melalui ujung selang
NGT sambil melakukan auskultasi pada daerah epigastrium. Apabila terdengar
suara udara tersebut, maka NGT berada di lambung.
14) Dengan menggunakan peniti atau plester, selang direkatkan ke baju pasien.
15) Merapikan kembali pasien sehingga pasien berada dalam posisi nyaman dan aman.
16) Rapikan kembali alat-alat.
17) Lepaskan sarung tangan, simpan pada tempat sampah yang telah disiapkan.
18) Cuci tangan
19) Catat dan tempelkan pada selang NGT kapan dan oleh siapa pemasangan NGT
dilakukan.
20) Pada kasus tertentu diperlukan irigasi selang tiap 4 jam dengan salin 15 ml. Selang
sump salem juga memerlukan penyuntikan 15 ml udara melalui saluran sump (biru)
setiap 4 jam agar selang tetap berfungsi baik. Pantau pH lambung setiap 4 – 6 jam dan
perbaiki dengan pemberian antasid apabila pH < 4,5.
21) Lakukan pemantauan residu apabila selang NGT digunakan untuk pemberian makan
secara enteral. (Lakukan foto thorax untuk memastikan letak selang yang benar
sebelum menggunakan selang untuk menyalurkan makanan).

H. DAFTAR PUSTAKA

1) Konsil Kedokteran Indonesia. Standar kompetensi dokter Indonesia. Jakarta; 2006.


2) Fakultas Kedokteran UI. Kapita selekta kedokteran. Jilid 2. Edisi Ke-3. Jakarta: Media
Aesculapius; 2000.

I. EVALUASI
CEKLIST LATIHAN
Skor
No. Aspek
0 1 2
I. Interpersonal
1. Senyum, salam, sapa
2. Informed consent
II. Prosedur
3. Siapkan alat-alat untuk pemasangan NGT.
154
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

4. Persiapkan pasien duduk atau berbaring telentang.


5. Cuci tangan WHO (prosedural scrubbing).
6. Gunakan handschoen.
7. Pasang pengalas pada daerah dada pasien.
8. Tentukan seberapa panjang selang NGT yang akan dimasukkan dengan
mengukur panjang dari nares ke cuping telinga ipsilateral lanjutkan
menuju prosesus xiphoideus.
9. Masukan ujung selang ke dalam segelas es untuk mengeraskannya.
10. Oleskan pelumas pada selang.
11. Minta pasien untuk menekukan leher dan dengan perlahan masukan
selang ke dalam lubang hidung pasien dengan arah paralel dasar hidung
dan arah distal sedikit menekuk (mengikuti bentuk alami rongga hidung).
12. Dorong selang ke dalam faring mengarah ke posterior, minta pasien
untuk menelan (apabila memungkinkan).
13. Setelah selang tertelan, pastikan bahwa pasien dapat berbicara dengan
jelas dan bernapas, tanpa kesulitan dan dengan lembut dorong selang
sampai panjang yang telah diperkirakan.
14. Pastikan pemasangan NGT telah benar dengan menyuntikan kira-kira 20
ml udara dengan menggunakan spuit melalui ujung selang sambil
melakukan auskultasi daerah epigastrium.
15. Plester selang ke hidung pasien dengan memastikan bahwa tidak ada
tekanan yang ditimbulkan oleh selang ke lubang hidung.
16. Dengan menggunakan peniti atau plester, selangt direkatkan ke baju
pasien.
17. Rapikan kembali pasien.
18. Rapikan alat.
19. Lepaskan handscoen dan cuci tangan.
20. Catat dan tempelkan pada selang NGT kapan dan oleh siapa
pemasangan NGT dilakukan.
III. Clinical Reasoning & Profesionalisme
21. Mampu menjelaskan tujuan pemasangan NGT.
22. Mampu menjelaskan indikasi dan kontraindikasi pemasangan NGT.
23. Menunjukan sikap percaya diri.
24. Melakukan dengan kesalahan minimal.
TOTAL

Keterangan :
0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan tetapi tidak benar/lengkap/sempurna Skor = x 100 = ............
2 : Dilakukan dengan benar /lengkap/sempurna 48
155
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

ANAMNESIS SISTEM CARDIOVASCULAR


Oleh: dr. Johan Salim

A. Tema
Keterampilan menggali anamnesis system cardiovascular

B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Instruksional umum
Mahasiswa mampu melakukan anamnesis system cardiovascular dengan
terarah cepat, dan tepat
2. Tujuan instruksional khusus
 Mahasiswa dapat mengawali dan mengakhiri anamnesis secara urut
 Mahasiswa mengucapkan salam pembuka di awal dan penutup di akhir
 Mahasiswa dapat menggali informasi dengan detail, namun relevan
dengan permasalahan
 Mahasiswa dapat menunjukkan penampilan yang baik
 Mahasiswa dapat menjaga suasana proses anamnesis yang baik
 Mahasiswa dapat memahami dan menggunakan bahasa yang dipahami
responden
 Mahasiswa dapat menghindari sikap interogasi
 Mahasiswa dapat melakukan cross check
 Mahasiswa dapat bersikap netral
 Mahasiswa dapat melaksanakan umpan balik
 Mahasiswa dapat mencatat hasil anamnesis dengan jelas serta
menyimpulkan hasil anamnesis.
 Mahasiswa dapat menentukan kasus emergency kardiovacular

C. Alat dan Bahan


 Pasien Simulasi
 Meja dan kursi periksa

D. Skenario
Seorang pasien laki-laki umur 59 tahun datang dengan keluhan sesak, dan lemas
lakukan anamnesis terhadap pasien tersebut

E. Dasar Teori
1. Pengertian anamnesis
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara .
anamnesis harus dilakukan secara tenang , ramah dan sabar, dalam

156
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

suasana yang rahasia dengan bahasan yang mudah di mengerti oleh pasien.
Anamnesis dapat dilakukan terhadap pasien ( auto anamnesis) atau
terhadap keluarga dan pengantarnya ( alo-anamnesis).
Berikut akan kita bahas beberapa simtom/ keluhan utama yang di sebabkan
oleh penyakit kardiovaskular, sehingga diharapkan dengan teknik anamnesis
yang baik kita sudah bisa membedakan apa keluhan tersebut berasal dari
system kasrdiovaskular atau berasal di luar system cardiovascular.
1. Nyeri dada
Keluhan nyeri dada pada pasien yang disebabkan oleh kelainan
cardiovascular disebabkan oleh sindrom coroner acute
 Karakteristik dari nyeri dada yang dicurigai karena sindrom koroner
akut adalah sebagai berikut:
 Nyeri dada biasanya di deskripsikan oleh pasien sebagai perasaan
yang tidak nyaman di dada seperti di tekan, diremas, terbakar, rasa
berat di tengah dada “squeezing”, “bursting”, “burning”, “a band
around the chest”, “a weight in the centre of the chest” or a “vise
tightening around the chest”. Clenching the fist in front of the
sternum (Levine‟s sign) is a strong indication of an ischemic origin
of the pain.
• It is important to note that the sensation is often not described as being
severe. Rasa tidak nyaman dapat menjalar ke leher, rahang, gigi,
epigastrium, bahu , atau lengan (biasanya sebelah kiri). Kejadian
ini juga sering berkaitan dengan nafas memendek, lemas, mual-
muntah, dan terkadang berkaitan dengan perasaan tak nyaman di
perut. with gas, belching or “indigestion”.
•perasaan tidak nyaman biasa dapat membaik bahkan pulih dengan
nitrogliserin, tetapi dapat juga tidak berespon dengan nitrogliserin.
Nyeri dada ini bisa saja dicetuskan akibat aktifitas yang berat,
cuaca yang dingin, strees emosi . dan nyeri dada tersebut dapat
berkurang dengan istirahat atau penggunaan nitrogliserin.
• nyeri dada dapat berlangsung lebih dari 10 menit atau dapat timbul
saat istirahat , dicurigai mengarah kepada unstable angina. Nyeri
dada yang berlangsung selama lebih adri 20 menit di curigai
mengarah kepada infark miokard acute. Sindrom corone r akut
dapat juga terjadi dengan gejala pernafasan memendek dengan
atau tanpa nyeri dada.

Karakteristik nyeri dada yang tidak mengarah ke sindrom coroner acute


•nyeri atau tidak nyaman terlokalisir di kulit atau dinding dada dan dapat
diperberat dengan penekanan.
157
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

• nyeri terlokalisir pada area kecil di dada ( diameter < 3 cm) , atau nyeri yang
menjalar kea rah yng lebih inferior dari nyeri awalnya.
• nyeri bersifat tajam , seperti di sayat dan bertambah nyeri dengan menarik nafas
atau memutar dada.
• nyeri memberat pada posisi supinasi , dan nyeri berkurang pada posisi duduk
tegap . curiga mengarah ke pericarditis.
•nyeri berlangsung kurang dari 15 detik jarang disebekan karena kejadian
iskemik.
• Diseksi aorta nyeri di belakang dada terkan di depan dada.

2. Sesak
Sesak yang biasa ditemukan pada penyakit cardiovascular disebabkan karena
congestif heart failure. Dimana karakteristik sesak biasanya digambarkan pasien
dengan ktidaknyamana saat bernafas. Hal ini merupakan perasaan yang
subjective dimana tidak terdapat pengukuran yang objektif terhadap keluhan
sesak tersebut.
Sesak yang disebabkan karena aktifitas, adalah salah satu karakteristik sesak
yang biasa disebabkan karena gagal jantung. Pada awal stage dari gagal jantung,
sesak hanya terjadi akibat aktifitas yang berat. Tetapi saat kondisi gagal jantung
memburuk sesak dapat timbul walaupun aktifitas yang ringan.
Sesak juga dapat timbul karena sebab yang lain. Termasuk yang dikenal dengan
istilah orthopnoe dan paroxysmal nocturnal dyspnea (PND), ortophnoe adalah
sesak yang bertambah berat saat posisi tidur (supinasi), pasien dengan gagal
jantung membutuhkan beberapa bantal saat tidur untuk menghindari kejadian
orthopnoe. Jumlah bantal yang dibutuhkan dapat menggambrkan tingkat
keparahan dari gagal jantung. PND adalah serangan sesak yang terjadi di malam
hari yang menyebabkan pasien terbangun dari tidur.
Pada gagal jantung tingkat lanjut dapat terlihat perubahan pola dari pernafasan
dengan karakteristik terdiri dari periode tachipnoe dan periode apnoe yang disebut
pernafasan cheyne-stokes
Riwayat penyakit sebelumnya juga dapat menjadi faktor comorbidseperti
hipertensi, hiperlipidemia, diabetes mellitus meningkatkan kejadian gagal jantung.
Riwayat merokok, peminum alcohol berat juga merupakan faktor resiko yang
penting . riwayat penyakit keluarga seperti penyakit pembuluh darah coroner,
cardiomiopaty dilatasi, sudden cardiac death meruapakan informasi yang penting
untuk mengetahui etiologi gagal jantung, riwayat penyakit keluarga yang detail
dapat membantu untuk mengidentifikasi apakah terdapat predisposisi untuk
kejadian penyakit arterosklerosis. Penyakit pembuluh darah coroner dipercaya
menjadi penyebab dari gagal jantung.

158
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gagal jantung ditandai oleh gejala spesifik pada riwayat penyakitnya. Riwayat
penyakit harus focus pada beberapa pertanyaan berikut:
 Kapan keluhan mulai timbul?
 Apakah keluhan terjadi setelah beraktifitas atau saat istirahat..?
 Apakah terdapat keluhan tambahan seperti nyeri dada..?
 Apakah ada gejala ortophnoe atau PND..?
 Apakah ada edema pada ektremitas inferior..?
Klasifikasi gagal jantung NYHA memiliki keterbatasan menentukan tinggat
keparahan gagal jantung terkait aktifitas yang dilakukan terhadap timbulnya
gejala. Pertanyaan berikut ini dapat membantu mengklasifikasi pasien yang
termasuk gagal jantung class II dan class III.
 Dapatkan anda berpakaian tanpa merasakan sesak..?
 Apakan anda merasa sesak ketika mandi..?
 Dapatkan anda menaiki 1 lantai anak tangga tanpa berhenti..?

Klasifikasi gagal jantung NYHA


Class Symptom
1 (mild) Aktifitas sehari-hari tidak menyebabkan gejala
II (mild) Nyaman saat istirahat, tetapi saat mengerjakan
pekerjaan sehari-hari mulai menimbulkan keluhan
III ( moderate) Keluhan tidak terdapat saat istirahat tetapi saat
mengerjakan kegiatan sehari-hari yang ringan dapat
menimbulkan keluhan
IV (severe) Keluhan timbul saat istirahat.

3. Edema
Faktor terpenting dari penyakit jantung adalah peningkatan tekanan vena,
peningkatan volume ekstraselular ( retensi garam dan air) , secondary
hyperaldosteronism, hypoalbuminemia, (kongesti hepar, anorexia, dan diet yang
kurang) , penyakit pembuluh vena, dan gagal ginjal sekunder
Edema akut dan asites dapat terjadi pada kontriksi pericardial, kekurangan protein
dapat terjadi , peningkatan tekanan vena yang berkepanjangan menyebabkan
edem.

4. Sinkope

Sinkope bisa disebabkan oleh beberapa kondisi

159
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Vasovagal : biasanya disebabkan dilatasi dari pembuluh darah vena


secara mendadak yang berkaitan dengan vagal induce bradikardi.
Biasanya diinduksi oleh nyeri, ketakutan, dan emosi
 Hipotensi postural: biasanya disebabkan oleh efek obat, dapat terjadi
karena penurunan ion tubuh (diuretics) atau hipovolemia
 Sinkop sinus karotis : kondisi yang jarang terjadi dimana terjadi stimulasi
sinus caroticus yang hipersensitif ( keras yang sempit) yang
menyebabkan bradikardi berat.
 Disritmia jantung: biasanya yang terjadi sinus arrest, AV block komplet,
dan ventricular tachycardia, dibutuhkan pengawasan EKG 24 jam
 Lesi obtruktif : stenosis katup pulmonal atau katup aorta, myxoma atrium
kiri, thrombus pada katup, emboli paru massive.
 Penyebab cerebral: hypoxia mendadak, obstruksi arteri cerebral,
spasme atau emboli
 Pingsan akibat batuk: dapat terjadi sebagai akibat dari obstuksi
pembuluh darah bali vena cerebral yang terus-menerus.
 Micturition syncope :sering terjadi pada malam hari , dan kapan saja
pada pria dengan gejala prostat , hal ini terjadi sebagian karena
disebabkan oleh hiperaktivitas vagal, sebagian karena hipotensi
postural.

5. Palpitasi
Palpitasi adalah kesadaran yang meningkat mengenai denyut jantung, pasien
meraskan berdebar-debar. Kita bisa meminta pasien untuk menentuak
iramanya , apakah konstan atau intermiten. Denyut yang premature atau
ekstrasistol memberikan sensasi denyutan yang menghilang.

6. Masalah /keluhan pasien terkait cardiovascular system disorder


Ada beberapa keluhan utama yang disebabkan olah penyakit cardivaskular
yang menyebabkan pasien datang menemui dokter :
1. Nyeri dada
2. Sesak
3. Oedem
4. Sinkop
5. palpitasi
Di saat pasien datang dengan keluhan menyerupai penyakit yang
disebabkan oleh penyakit cardiovascular , kita juga harus sudah memikirkan
diagnosis bandingnya.

160
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

F. Prosedur
Anamnesis yang baik akan terdiri dari: Identitas, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayata penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis
susunan system, anamnesis pribadi.
Identitas:
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis
kelamin, nama orang tua atau istri atau suami atau penanggung jawab,
alamat, pendidikan, pekerjaan , suku bangsa dan agama. Untuk memastikan
bahwa pasien yang dihadapi adalah memang benar pasien yang dimaksud,
selain itu juga diperlukan untuk data penelitian , asuransi, dan lain
sebagainya.

Keluhan utama
Adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke
dokter atau mencari pertolongan, keluhan utama harus meliputi onset waktu.

Riwayat penyakit sekarang


Riwayat perjalan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas
mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama, sampai
pasien datang berobat.
Dalam melakukan anamnesis , harus diusahakan mendapatkan data-data
sebagai berikut:
23. Waktu dan lama keluhan berlangsung
24. Sifat dan beratnya serangan, misal mendadak, perlahan-lahan, terus-
menerus, hilang timbul, cenderung bertambah berat atau berkurang
25. Lokalisasi dan penyebarannya, menetap, menjalar , atau berpindah-
pindah
26. Hubungan dengan waktu, misalnya pagi lebih sakit daripada siang dan
sore. Atau terus-menerus tidak mengenal waktu
27. Hubungannya dengan aktifitas, misalnya bertambah berat jika
melakukan aktifitas, atau bertambah ringan jika beristirahat.
28. Keluhan-keluhan yang menyertai serangan, misalnya keluhan yang
mendahului serangan, atau keluahn lain yang bersamaan dengan
serangan
29. Apakah keluhan pertama kali atau sudah berulang
30. Faktor risiko dan pencetus serangan , termasuk faktor-faktor yang
memperberat atau meringankan serangan
31. Apakah ada saudara sedarah , atau teman-teman dekat yang
menderita keluhan yang sama

161
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

32. Perkembangan penyakit, kemungkina telah terjadi komplikasi atau


gejala sisa
33. Upaya yang sudah dilakukan untuk mengurangi keluhan, termasuk obat-
obatan dan tidakan medis.
Setelah semua data terkumpul , uahakan untuk membuat diagnosis
sementara dan diagnosis diferensial.

Riwayat penyakit dahulu


Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan
penyakit yang pernah di derita dengan penyakit sekarang. Termasuk riwayat
kecelakaan , operasi, obat-obatan yng pernah diminum, pemeriksaan-
pemeriksaan medic

Anamnesis susunan system


Anamnesis susunan system bertujuan mengumpulkan data-data poitif dan
negative yang berhubungan dengan penyakit yang diderita pasien
berdasarkan alat tubuh yang sakit. Misal jantung: sesak nafas, ortopnu, PND,
palpitasi, hipertensi

Riwayat penyakit dalam keluarga


Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, failial , atau penyakit
infeksi. Pada penyakit yang bersifat congenital perlu ditanya juga riwayat
kehamilan dan kelahiran

Riwayat pribadi
Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan
kebiasaan. Kebiasaan pasien yang harus ditanyakan riwayat merokok,
minuman alcohol, dan penyalahgunaan obat-obat terlarang ( Narkoba)

G. CEK LIST LATIHAN ANAMNESIS SISTEM CARDIOVASCULAR

Nilai
No Prosedur/ Aspek Latihan
0 1 2
ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN
1 Mengucapkan salam pada awal wawancara
2 Mempersilakan duduk berhadapan
3 Memperkenalkan diri

162
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Informed
 menjelaskan kepentingan penggalian
4
informasi yang benar tentang sakit
pasien
Consent
5  Meminta waktu & ijin untuk melakukan
alloanamnesis jika diperlukan
ITEM PROSEDURAL
Menanyakan identitas pasien :
Nama , Umur , jenis kelamin (dicatat saja
tidak perlu ditanyakan), alamat lengkap,
pekerjaan, agama dan suku bangsa
6
Pastikan menggali identitas tidak terkesan
interogasi
tidak harus berurutan dicari lengkap, boleh
diselang-seling saat anamnesis berlangsung
Menanyakan Riwayat Penyakit Sekarang
a. Menanyakan keluhan utama
7
Cross cek, dan Pastikan Keluhan Utama
8 b.Menanyakan keluhan lain/ tambahan
c.Menggali informasi tentang riwayat penyakit
sekarang (waktu dan lama, sifat, lokalisasi
dan penyebaran,hubungan dengan waktu dan
9
aktifitas, keluhan yang mendahului dan
menyertai, pertama kali/ tidak, faktor resiko
dan pencetus, upaya pengobatan & hasilnya)
Menanyakan riwayat penyakit yang pernah
diderita
(Penyakit-penyakit yang meningkatkan
10 prevalensi penyakit jantung, Hipertensi,
diabetes mellitus, penyakit jantung bawaan,
demam rematik), riwayat pemeriksaan
sebelumnya (rontgen, EKG, Echocardiografi)
Menanyakan riwayat penyakit dalam keluarga
11 (riwayat orang tua dengan gagal jantung,
MCI, stroke, DM, Hipertensi)
Menggali informasi tentang riwayat Pribadi
12 (riwayat merokok, minuman alcohol, dan
penyalahgunaan obat-obat terlarang (

163
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Narkoba), pola diet, aktifitas )


ITEM PENALARAN KLINIS
Melakukan cross check (paraphrase atau
13 pengulangan terhadap apa yang dikatakan
pasien)
Melakukan umpan balik (menanyakan hal-hal
14 yang kurang jelas, atau pertanyaan yang
kurang jelas).
15 Mencatat semua hasil anamnesis
Menyimpulkan dan menginterpretasikan hasil
16
anamnesis
ITEM PROFESIONALISME
Percaya diri, bersikap empati, tidak
17
menginterogasi
Mengakhiri anamnesis dengan sikap yang
18
baik
TOTAL

H. Daftar Pustaka
 Hunt. A Sharon et all

164
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

ANAMNESIS PARU
Oleh : dr. Anggi Setiorini

A. TEMA
Keterampilan komunikasi : anamnesis

B. LEVEL KOMPETENSI
Level Kompetensi
No Kompetensi SKDI Target
Capaian
1 Inspection at rest 4 4
2 Inspection during respiration 4 4
3 Palpation of respiratory expansion 4 4
4 Palpation of tactile fremitus 4 4
Percussion of lungs, lung bases, cardiac
5 4 4
size
6 Auscultation of lungs 4 4
(Sumber : Standar Kompetensi Dokter, 2006)

C. TUJUAN PEMBELAJARAN :
a.Tujuan instruksional umum
Mampu melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik paru dengan benar.

b. Tujuan instruksional khusus


a. Mampu menentukan alat yang digunakan dalam pemeriksaan fisik paru
b. Mampu melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik paru dengan benar
c. Mampu menilai dan menginterpretasikan kelainan sistem respirasi
berdasarkan hasil yang didapatkan.

D. ALAT DAN BAHAN


 Pasien simulasi
 Bed Periksa
 Meja dan kursi periksa
 Stetoskop

E. SKENARIO
165
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Koch Pulmonum (KP)


Pak Joni ,30 tahun, datang dengan keluhan nyeri dada kanan. Pak Joni
menderita batuk berdahak selama tiga bulan disertai subfebri pada malam hari dan
berkeringat. Sudah diobati dengan obat batuk tetapi tidak sembuh. Nafsu makan
berkurang dan berat badannnya juga turun 4 kilogram selama 3 bulan. Badan tidak enak
dan mudah lelah. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 100/60 mmHg,
konjungtiva pucat, pembesaran kelenjar getah bening di leher. Ditemukan suara ronkhi
basah pada auskultasi paru. Pada tes mantoux(-), LED meningkat, limfositosis. Lakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik paru pada pasien!

E. DASAR TEORI
Dasar diagnosa penyakit paru ada tiga, yaitu:
1. Riwayat penyakit (anamnesa)
2. Tanda penyakit (pemeriksaan fisik)
3. Pemeriksaan penunjang (radiologi & lab.)
Anamnesa dan pemeriksaan fisik sangatlah penting, karena, dengan anamnesa
yang baik dan pemeriksaan fisik yang tepat, kelainan paru dapat didiagnosis secara
cepat dan tepat. Pemeriksaan penunjang harus sesuai sesuai indikasi. Manifestasi
penyakit paru, dapat digolongkan menjadi
1. Pulmoner
 Primer (langsung)
 Sekunder (tdk langsung)
2. Ekstra pulmoner
 Metastasis
 Non-metastasis

ANAMNESA
Anamnesa adalah wawancara untuk menggali riwayat penyakit. Anamnesa
harus dilakukan secara runtut, cermat, & mengarah. Ada 2 macam anamnesa, yaitu
Auto anamnesa dan Alloanamnesa. Pada penyakit paru dapat dijumpai keluhan atau
tanpa keluhan. Penting untuk ditanyakan adalah riwayat kontak dengan penderita TB,
tes tuberkulin, merokok, paparan debu pabrik / polusi udara, onset gejala, keluarga,
obat, dan penyakit dahulu
Anamnesis itu sendiri terbagi menjadi :

Autoanamnesa : anamnesa yang didapat dari penderita sendiri

166
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Alloanamnesa : anamnesa yang didapat dari keluarga atau yang mengantar

Beberapa hal yag perlu dipersiapkan ketika melakukan anamnesa kepada pasien
adalah sebagai berikut:

Identitas Pasien, sebelum memulai anamnesa kepada seorang pasien, pastikan bahwa
identitasnya sesuai dengan catatan medis yang dibawa. Sebenarnya ini hal yang
sepele, tetapi sering terjadi kesalahan fatal dan terkadang berakhir ke meja hijau karena
melakukan tindakan medis kepada orang yang salah. Ada baiknya juga seorang dokter
memperkenalkan diri.

Privasi, Pasien yang berhadapan dengan dokter merupakan orang terpenting saat itu.
Oleh karena itu, pastikan bahwa anamnesa dilakukan ditempat yang tertutup dan
menjaga kerahasiaan pasien.

Pendamping, hadirkan pendamping pasien dan pendamping dokter (paramedis). Hal ini
dibutuhkan untuk menghindari hal-hal yang mungkin kurang baik untuk pasien dan juga
untuk dokter terutama ketika dokter dan pasiennya berlainan jenis kelamin. Selain itu,
pendamping pasien juga bisa membantu memperjelas informasi yang dokter butuhkan
(terutama pasien lansia dan anak-anak yang susah diajak berkomunikasi).

Ada 6 gejala kardinal/utama pada penyakit paru:


1. Batuk (Cough)
2. Dahak
3. Batuk darah (Hemoptysis)
4. Nyeri dada (Chest pain)
5. Sesak napas (Dyspnea)
6. Napas bunyi/mengi (Wheezing)
Batuk merupakan mekanisme membersihkan saluran napas dan merupakan
gejala paling sering & penting, namun bersifat tidak spesifik. Batuk dapat bersifat
sementara, akut, kronis. Batuk juga dibedakan menjadi batuk kering atau berdahak.
Perlu pula ditanyakan lama batuk, apakah batuk itu memberat / menetap),
kekerapan,waktu timbul batuk (apakah terkait posisi tubuh & aktivitas pasien)
Apabila batuk disertai dengan dahak, maka perlu ditanyakan sifat & jumlah
dahaknya, karena hal ini merupakan petunjuk yang mengarah kepada suatu penyakit.
Tanyakan pula warna dahak (merah, kuning, hijau), apakah bercampur darah?,
Bagaimana baunya (busuk, anyir) ,

167
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Batuk darah merupakan gejala paling penting, keluhan inilah yang biasanya
membawa pasien berobat. Batuk darah dapat merupakan gejala gawat darurat paru.
Perlu pula dibedakan batuk dengan muntah darah
Keluhan nyeri dada dapat disebabkan oleh gangguan paru atau luar paru.
Keluhan ini sukar dinilai (subyektif). Ada 5 kelompok nyeri dada, yaitu nyeri
pleuropulmonal, trakeobronkial, kardiovaskuler, mediastinal, dan, neuromuskuloskeletal.
Tanyakan sifat nteri dadanya, berat, lokasi, durasi, intensitas, penyebaran, faktor yang
memperberat nyeri dan faktor yang memperingan nyeri
Sesak napas dapat disebabkan oleh kelainan paru atau luar paru. Keluhan ini
biasanya akan membawa pasien segera berobat. Perlu ditanyakan lamanya sesak
(akut/kronis), intensitas sesaknya, progresifitas, apakah terkait aktivitas (sesak kardial) &
posisi tubuh, rekurensi, apakah disertai suara mengi, tanyakan pula riwayat keluarga.
Sesak nafas dibagi 3 menjadi sesak akut, sesak progresif menahun, dan sesak
paroksismal berulang
Napas bunyi (wheezing/mengi) disebabkan obstruksi saluran napas kecil.
Lokasi timbulnya mengi dapat berupa difus (asma bronkial., bronkitis kronis, PPOK,
pasca TB) atau lokal (benda asing, karsinoma bronkogenik, pasca TB)
Selain hal hal yang telah disebutkan diatas perlu juga ditanyakan apakah ada
gejala umum (demam, keringat malam, anoreksia, BB ,Malaise) dan Gejala lain/khusus
(sakit kepala, suara parau, bengkak wajah & leher, Sindroma Horner, nyeri lengan &
bahu, poliarthralgia, rhinitis/sinusitis)

Riwayat perjalanan penyakit

Dimulai dari keluhan pertama kali sampai penderita berobat. Hal ini berguna untuk
mengetahui perjalanan penyakit dari awal sampai dengan ke dokter atau ke rumah sakit
dan untuk menyingkirkan sebagian diagnose banding

Riwayat pengobatan

Untuk mengetahui apakah ada efek samping dari obat-obatan yang telah digunakan

Riwayat keluarga

168
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Mengenai penyakit tbc paru adanya kontak dengan keluarga serumah atau teman
sekerja dan keadaan social ekonomi penting untuk pengobatan jangka panjang

Riwayat pekerjaan

Penyakit paru akibat pekerjaan : pneumokoniasis seperti pada pekerja tambang batu
bara.

Dan untuk mengakhiri anamnesa sebaiknya kita melakukan rangkuman dari anamnesis
pasien tersebut, lakukan cross check untuk mengantisipasi adanya data yang salah atau
terlewat. Setelah anamnesis dirasa cukup maka akhiri anamnesis dan beritahukan
pasien bahwa selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan fisik.

Demikianlah anamnesis pasien terbukti sangat penting untuk menjadi penentu tindakan
dokter selanjutnya. Tiap - tiap langkah anamnesis hendaknya :
- Menggunakan bahasa verval yang dipahami dan bahasa non verbal selama proses
wawancara
- Menunjukkan empati kepada pasien.
- Menjadi pendengar yang baik dan mendengarkan keluhan pasien secara efektif.
- Dapat menunjukkan keterampilan yang baik (dapat memfasilitasi pasien,
mengulang/menggaris bawahi keluhan pasien).
- Penampilan yang ramah dan baik.
- Mengutarakan riwayat penyakit seraca runut.

PROSEDUR

Anamnesis :
 Senyum, Salam, Sapa
 Membina sambung rasa
 Menggali identitas pasien
 Menanyakan memastikan keluhan utama (menggali dan mengaitkan dengan 6
gejala kardinal untuk keluhan sistem respirasi)
 Menggali lebih dalam keluhan utama (lokasi, kualitas, kuantitas (or severity),
waktu (onset, durasi, dan frekuensi), setting, faktor yang memperberat atau
meringankan gejala, manifestasi yang berhubungan)
169
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Menanyakan RPS, RPD, RPK serta Riwayat sosial, pekerjaan dan lingkungan
yang terkait seperti faktor resiko, dll
 Anamnesis sistem yang terkait, terutama untuk menegakkan diagnosis maupun
menyingkirkan diagnosis banding
 Merangkum hasil anamnesis dan mencatat pada lembar rekam medis

1. Cek List Latihan


Skor
No Item Latihan
0 1 2
Item Interaksi dokter-Pasien
1 Senyum, Salam, Sapa
2 Membina sambung rasa
Item Prosedural
Anamnesis
3 Menggali identitas pasien
4 Menanyakan memastikan keluhan utama
5 Menggali lebih dalam keluhan utama
6 Menanyakan RPS, RPD, RPK serta Riwayat sosial,
pekerjaan dan lingkungan
7 Anamnesis sistem yang terkait
8 Merangkum hasil anamnesis dan mencatat pada lembar
rekam medis
9 Informed consent (meminta pasien melepas pakaian)

PEMERIKSAAN FISIK PARU LANJUT


dr. Oktadoni Saputra, dr. Hanna M, dr. Syazili M, dr. Anggi Setiorini

170
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Suara Nafas
`Suara nafas ditimbulkan oleh aliran udara yang mengalir dalam sal. napas
yang menimbulkan pusaran & benturan aliran udara pada saat menumbuk percabangan
bronkus. Pusaran dan benturan aliran udara tersebut akan menghasilkan getaran suara
yang akan dihantarkan melalui lumen bronkus & dd bronkus. Alveoli merupakan
selective transmitter yang akan menahan getaran sampai frekuensi 100-150 cycle/detik.
Pada alveoli sakit, kemampuan selective transmitter alveoli akan menurun. Hal
ini akan menyebabkan frekuensi suara napas meningkat.
Suara napas dapat dikelompokkan menjadi:
1. Suara napas dasar :
a. Vesikuler
b. Bronkovesikuler
c. Bronkial
d. Trakeal
2. Suara napas tambahan
a. Ronki basah (halus, sedang, kasar)
b. Ronki kering (wheezing)
Suara Napas Vesikuler merupakan suara napas normal, biasanya ditemukan
pada paru bagian bawah. Bunyi vesikuler merupakan nada rendah, dan terdengar
sepanjang fase inspirasi. Pada fase ekspirasi, bunyi vesikuler terdengar lebih lemah,
lebih pendek, dan dengan nada lebih rendah daripada fase inspirasi. Pada bunyi ini
tidak ada “silent gap”
Suara Napas Bronkovesikuler merupakan suara nafas normal yang terdengar
pada daerah paru dekat bronkus. Sifat suaranya diantara suara napas vesikuler &
Bronkial. Pada fase inspirasi & ekspirasi suara ini terdengar jelas seluruhnya dengan
nada tinggi. Pada bunyi nafas ini tidak ada “silent gap”
Suara Napas Bronkial adalah suara nafas normal yang terdengar diatas
manubrium dengan kualitas tubuler. Bunyi nafas ini terdengar di sepanjang fase
inspirasi dengan nada tinggi. Saat ekspirasi nada terdengar lebih tinggi, bunyi ini
terdengar sepanjang fase ekspirasi, lebih keras, dan lebih lama. Pada bunyi ini juga
ditemukan “silent gap”
Suara Napas Trakeal, normalnya hanya terdengar di daerah Trakea. Suara ini
terdengar sangat keras, nada tinggi, dengan kualitas “distinct harsh hollow”. Komponen
inspirasi & ekspirasi sama, ada jeda diantaranya.

171
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Pada paru yang sakit akan terdapat beberapa perubahan suara napas dasar,
timbul suara napas tambahan, atau ditemukannya suara abnormal. Perubahan suara
napas dasar :
1. Vesikuler menguat
2. Vesikuler melemah
3. Peningkatan suara napas menjadi bronkial
Vesikuler menguat, dapat merupakan hal yang normal pada anak-anak, orang
kurus, latihan jasmani,dan terdengar simetris di kedua paru. Vesikuler menguat
disebabkan adanya sebagian paru yang sakit yang mengakibatkan fungsi paru secara
keseluruhan berkurang, agar kinerja paru tidak terganggu maka bagian paru yang sehat
akan meningkatkan fungsi fungsi dan kinerjanya , hal ini akan menyebabkan bunyi
vesikuler menguat (compensatory breath sound).
Bunyi Vesikuler melemah,dapat ditimbulkan oleh beberapa penyebab:
 Efusi pleura, pneumotoraks
 Awal pneumonia, edema paru, emfisema paru
 Nyeri pleuritik, fraktur kosta, asites,distensi abd.
 Spasme/ edema glotis, obstruksi trakea/bronkus/bronkiolus
Peningkatan suara napas vesikuler menjadi bronkovesikuler atau bronkial
biasanya terdengar pada penyakit paru dimana terjadi proses pemadatan atau
konsolidasi (pneumonia,awal TB paru) & kompresi (massa besar) dengan syarat
bronkus terbuka
Suara napas tambahan yang terdengar selalu pertanda patologis karena suara
ini tidak terdengar pada paru yg sehat. Suara ini timbul karena adanya sekret dalam
saluran napas, penyempitan lumen saluran napas,atau terbukanya alveoli yg kolaps.
Suara ini lebih dikenal dengan istilah “Ronki”
Ada 2 macam ronki, yaitu ronki basah & ronki kering. Ronki Basah Terdengar
terputus-putus, terutama saat inspirasi dlm. Atas dasar kualitas, dibagi menjadi:
 Ronki basah kasar, ditimbulkan oleh suara gelembung udara besar yang
pecah, gelembung ini ditimbulkan oleh banyaknya sekret di saluran napas
besar akibat batuk tidak adekuat.
 Ronki basah sedang ditimbulkan oleh suara gelembung udara kecil yang
pecah, gelembung terbentuk dari banyaknya sekret di saluran napas kecil.
Bunyi ini ditemukan pada bronkiektasi dan bronkopneumonia
 Ronki basah halus, ditimbulkan oleh krepitasi/gesekan rambut (cilia) saluran
nafas,dijumpai pada early lung edema & pneumonia

172
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Ronki Kering terdengar kontinyu/terus-menerus, lebih jelas terdengar saat


ekspirasi. Atas dasar nada, ronki kering dibedakan menjadi:
 Ronki kering bernada rendah , bunyinya seperti suara org mengerang. Bunyi ini
dapat ditemukan pada obstruksi parsial saluran napas besar.
 Ronki kering bernada tinggi, disebut dengan wheezing, terjadi akibat obstruksi
pada saluran napas kecil.
Suara abnormal
Suara abnormal dapat berasal dari pleura, mediastinum, parenkim. Pada
kelainan yang terjadi di pleura dapat ditemukan pleuritis sicca-pleural friction rub,dan,
fluidopneumotoraks-succusio hipocrates). Bila terdapat kelainan pada mediastinum
dapat ditemukan suara abnormal yang berupa pneumomediastinum crunching sound.
Pada parenkim paru yang mengalami gangguan, dapat didengar suara abnormal berupa
suara kavitas, amforik, cogwheel.
Penyakit paru, dapat menyebabkan dapat terjadi kelainan pada saluran napas,
parenkim, atau pleura. Kelainan tersebut dapat mengakibatkan perubahan pada bentuk
dan ukuran toraks, distensibilitas/pergerakan pernapasan, dan, sifat penghantaran
getaran
Perubahan bentuk dan ukuran toraks, dapat berupa penambahan volume
thoraks, misalnya, adanya massa dan emfisema yang terdapat pada parenkim, serta
terjadinya efusi pleura, atau pneumotoraks yang terjadi pada pleura. Pengurangan
volume thoraks dapat terjadi akibat kelainan pada jaringan parenkim paru (misalnya
pada fibrotik dan atelektasis ) atau kelainan pada pleura (fibrotik /schwarte). Pada
kelainan paru yang berupa konsolidasi volume thorak tidak berubah/tetap.
Pergerakan dinding toraks yang berkurang, dapat disebabkan oleh mekanisme
berikut;
a. Pengembangan paru yang menurun, hal ini dapat disebabkan adanya fibrosis,
atelektasis, dan, konsolidasi pada jaringan paru.
b. Jaringan paru tertekan, misalnya pada keadaan efusi pleura, pneumotoraks,dan,
tumor
c. Hiperinflasi paru, misalnya pada emfisema.
d. Kelemahan otot-otot pernapasan, misalnya pada Gullian Barre Syndrome,
muscular dystrophy, dan, poliomyelitis
e. Tahanan dinding toraks yang meningkat, misalnya pada pasien dengan
obesitas,atau, kifoskoliosis.
Suara dapat dibedakan karena adanya perbedaan nada, intensitas, dan,
timbre. Nada ditentukan oleh frekuensi dan panjang/lebarnya penampang tabung.

173
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Frekuensi yang rendah akan menghasilkan nada rendah dan frekuensi tinggi akan
menghasilkan nada tinggi. Panjang dan lebar penampang tabung mempengaruhi
kualitas suara yang dihasilkan. Semakin pendek dan kecil penampang, maka nada yang
dihasilkan akan semakin tinggi. Intensitas suara dipengaruhi energi dan frekuensi suara.
Intensitas suara akan berubah bila melalui medium yang berbeda, misalnya, perubahan
medium suara dari lumen bronkus ke dinding toraks. Timbre adalah sifat/kualitas suara.
Timbre suara tergantung pada perbandingan relatif nada dasar dengan overtone.
Berdasarkan timbrenya, di paru dapat dibedakan suara bernapas,berbicara, berbisik,
dan, perkusi.
Pendekatan umum pemeriksaan fisik paru
 Pemeriksaan harus dilakukan pada dada anterior dan dada posterior
 Pasien dalam posisi duduk, baju atas dilepas, dan harus dalam cahaya terang
 Walaupun mungkin laju respirasi sudah dilakukan pada pemeriksaan vital sign,
lebih baik jika dilakukan lagi pengamatan pada laju, ritme, kedalaman dan ada
atau tidaknya usaha bernafas.
 Untuk memeriksa bagian posterior, lengan terlipat di dada, untuk bagian
anterior pasien berbaring
 Urut-urutan pemeriksaan:
 Inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
 Bandingkan sisi yg satu dg yg lain
 Mulai dari atas ke bawah
 Gambarkan kelainan yang terjadi dan lokasi kelainan

Inspeksi
 Bentuk & ukuran toraks (simetris, lbh besar/kecil)
 Pergerakan pernapasan (simetris, salah satu bagian tertinggal)
 Tipe & frekuensi pernapasan
 Kelainan lain (deviasi trakea, vena ektasi, ginekomasti, hipertrofi otot napas,
retraksi ics, ics lebar/sempit, pernafasan cuping hidung)

 Retraksi biasanya ditemukan pada asma berat, PPOK,atau, obstruksi saluran


nafas atas. Pernafasan tertinggal pada salah satu sisi paru biasanya
disebabkan penyakit paru atau pleura.

Palpasi
 Posisi mediastinum (deviasi trakea, iktus kordis)

174
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Kelenjar getah bening (leher & supraklavikula) lokasi, ukuran, konsistensi,


soliter/ multipel, mobilitas, nyeri tekan
 Gerakan dinding dada (lobus superior,medius,inferior)
 Lokasi nyeri dada
 Fremitus raba (tactile fremitus)
Pada fremitus dirasakan getaran yang ditransmisikan dari cabang
bronkopulmoner ke dinding dada pasien saat pasien berbicara. Untuk menditeksi
fremitus, gunakan bagian bertulang pada telapak tangan di dasar jemari, atau gunakan
permukaan ulnar tangan untuk mengoptimalkan sensitifitas getaran dari tulang tangan.
Minta pasien mengulangi kata “tujuh-tujuh” atau “nine-nine”, minta pasien untuk
berbicara lebih keras atau suara lebih dalam. Bandingkan antara fremitus kiri dan kanan.
Depan dan belakang.
Untuk lebih jelasnya lokasi pemeriksaan tactile fremitus dapat dilihat pada
gambar berikut.

Gambar 2. Palpasi untuk menilai ekspansi dinding dada

175
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 3. Lokasi perabaan fremitus


- Fremitus raba meningkat pada konsolidasi & fibrosis luas dg bronkus terbuka
- Fremitus raba menurun pada efusi pleura, pneumotoraks, atelektasis obstruksi,
obesitas

Perkusi
Cara melakukan perkusi sbb :
 Perkusi hanya dapat mendeteksi kelainan yg berada 5-7 cm dalamnya dari
dinding dada.
 Hiperektensikan jari tengah tangan kiri (disebut jari fleksimeter) , tekan dengan
lembut pada sendi interphalang distal permukaan yang akan diperkusi. Hindari
kontak permukaan dengan bagian lain dari tangan, karena hal ini akan
mengurangi vibrasi, jari 2,4,dan 5 tidak menyentuh dada.
 Posisikan tangan kanan cukup dekat dengan permukaan dengan jari tengah
agak fleksi, lemaskan dan siap untuk mengetuk.
 Dengan gerakan cepat tapi santai, pada sendi pergelangan tangan, ketuk jari
fleksimeter dengan menggunakan ujung jari tengah tangan kanan. ketukan
dilakukan dengan cepat untuk menghindari pengurangan fibrasi.
 Lakukan perkusi secara sistematis membandingkan kanan dan kiri serta dari
atas ke bawah dari bagian yang sehat (urutan lihat gambar)
 Perkusi batas atas hepar dengan melakukan perkusi dari midclavicula kanan
sampai terjadi perubahan suara menjadi pekak, sedangkan dari midklavikula
kiri sampai terjadi suara timpani menunjukkan adanya udara didalam gaster.
176
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Tabel 1. Suara Hasil Perkusi


suara nada waktu densitas
pekak >tinggi > pendek padat
redup tinggi pendek <padat
sonor normal normal normal
hipersonor rendah panjang < udara
timpani >rendah >panjang udara

\
Gambar 4. Cara Perkusi Thoraks

Gambar 5. Perkusi batas atas hepar


Auskultasi
Idealnya, auskultasi dilakukan dalam ruangan sunyi. Terkadang suara yang
dapat mengganggu pemeriksaan ini berasal dari gesekan stetoskop dengan
kulit/rambut/pakaian, kontraksi otot. Perlu banyak latihan agar kemampuan auskultasi
menjadi handal. Hal hal yang perlu dievaluasi adalah adanya suara napas dasar, suara
nafas tambahan, dan, suara abnormal

177
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 6. Lokasi Perkusi dan Auskultasi

Gambar 7. Karakteristik suara nafas

Diagnosa Fisik Beberapa Kelainan Paru


Tabel 2. Kelainan Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

178
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Asma
bronkiale,
emfisema Konsolidasi Efusi pleura pneumothoraks fibrosis
Bentuk dada
tetap, Asimetris, Asimetris,
Simetris, gerakan gerak nafas Asimetris, gerak gerak nafas
hiperinflasi, nafas menurun, ics nafas menurun, menurun, ics
Inspeksi ics melebar menurun melebar ics melebar menyempit

Ekspansi
menurun,fre
mitus tactil Fremitus Fremitus Fremitus Fremitus
Palpasi menurun meningkat menurun menurun meningkat
Hipersonor,
diafragma
Perkusi menurun Redup Redup hipersonor redup

suara nafas
Wheezing menurun suara nafas suara nafas
(+), ekspirasi bronkial, sampai tak menurun sampai menurun,
Auskultasi memanjang Ronki (+) terdengar tak terdengar ronkhi (+)

F. PROSEDUR
Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan dimulai dengan general assesment, pemeriksaan dinding dada
posterior dengan pasien duduk kemudian dilanjutkan dengan meminta pasien
berbaring untuk pemeriksaan dinding dada anterior. Urutan pemeriksaan
adalah Inspeksi-Palpasi-Perkusi-Auskultasi (I-P-P-A)
 Mintalah pasien melepas pakaian sampai pinggang untuk menampilkan daerah
dada saat pemeriksaan. Untuk pasien perempuan pakaian diposisikan untuk
menutupi daerah payudara. (informed consent)
General Assesment
 Inspeksi/perhatikanlah :
o Ekspresi wajah pasien  tampak sesak/distress pernafasan, pursed
lip breathing, nafas cuping hidung, suara nafas (stridor, wheezing) dll
o Posture pasien  posisi patologis pada pasien gangguan pernafasan
misal tripod position, ataupun berbaring dengan bantal ditinggikan dll
o Inspeksi leher  ada tidaknya bernafas dengan otot-otot tambahan
o Konfigurasi dinding dada; normal, barrel chest, kyphosis/skoliosis,
pectus excavatum, pectus carinatum
o Warna kulit ada tidaknya cyanosis dan tangan ada tidaknya clubbing
finger

179
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Dada Posterior
 Meminta pasien duduk tegak diatas tempat tidur, rileks dan pemeriksa
memposisikan diri di belakang pasien
 Inspeksi : inspeksilah dinding dada posterior terhadap adanya kelainan ;
deformitas, asimetris, retraksi abnormal dan ketinggalan gerak
 Palpasi : Palpasi dilakukan untuk 4 hal sbb:
o Palpasi dan identifikasi daerah nyeri  palpasilah ada tidaknya
daerah nyeri tekan di dinding dada posterior
o Menilai jika adanya kelainan; tumor, massa, daerah peradangan
o Menilai simetrisitas dan pengembangan dada (lihat gambar) 
mintalah pasien ekspirasi maksimalpalpasikemudian pasien
diminta inspirasi dalam perhatikan perbedaan jarak antar kedua
tangan pemeriksa.
o Menilai taktil fremitus; letakkan bagian ulnar dari tangan kanan
pemeriksa secara horizontal sesuai lokasi (lihat gambar) tekan
agak dalam  minta pasien bicara/ mengucapkan ”tujuh-
tujuh”bandingkan sisi kanan dan kiri serta dari atas ke bawah
 Perkusi
o Perkusilah dinding dada posterior sesuai urutan (lihat gambar)
o Mulailah membandingkan kedua sisi kemudian dari atas ke bawah
o Cara perkusi baik dan benar serta suara perkusi yang dihasilkan
sesuai
o Perkusi juga dilakukan untuk menilai naik turunnya diafragma dengan
melakukan perkusi di perbatasan paru-hepar (SIC 7, linea midscapula
kanan) dengan meminta pasien menahan nafas saat ekspirasi dan
inspirasi sekitar 4-6cm

 Auskultasi
o Ambil dan Periksalah stetoskop, gunakan bagian diafragma
o Lakukan auskultasi sesuai dengan urutan (lihat gambar)
o Mintalah pasien inspirasi dan ekspirasi di setiap titik pemeriksaan
o Dengarkanlah suara nafas pasien serta ada tidaknya suara abnormal/
suara nafas tambahan

Dada Anterior

180
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Inspeksi
o Mintalah pasien tetap duduk di tempat tidur dan pemeriksa berada di
depan pasien
o Inspeksi deformitas, asimetris, retraksi, ataupun ketinggalan gerak
dada depan
o Inspeksi juga posisi trakhea ada tidaknya deviasi
 Palpasi
o Lakukanlah sedikit penekanan dengan ibu jari dan telunjuk tangan
kanan pada lekukan suprasternal, gerakkan ke kanan dan kiri untuk
mengetahui posisi dari trakhea
o Mintalah pasien berbaring supine dengan kedua tangan sedikit
abduksi, pastikan baju menutupi daerah payudara kanan untuk
pemeriksaan dinding dada kiri dan sebaliknya secara bergantian untuk
pasien wanita.
o Lakukanlah penilaian ekspansi dinding dada seperti sebelumnya
o Minta paisen inspirasi dan ekspirasi
o Lakukanlah penilaian taktil fremitus seperti sebelumnya (lokasi lihat
gambar)

 Perkusi
o Lakukan perkusi dinding dada depan sesuai urutan dengan
membandingkan kedua sisi dari atas ke bawah (lokasi lihat gambar)
o Jantung menimbulkan suara pekak di SIC 3-5 kiri, perkusi paru kiri
dilakukan agak lebih ke lateral
o Tentukan letak/ perbatasan paru-hepar di garis midklavikula kanan
mulai dari atas menurun ke bawah sampai perubahan suara perkusi
menjadi pekak
o Tentukan batas bawah paru kiri dengan perkusi di bagian bawah
sampai terdengar suara perkusi timpani akibar udara pada gaster

 Auskultasi
o Auskultasi dinding dada depan dimulai dari fosa supraclavicula
dilanjutkan ke SIC dinding dada depan dan lateral.
o Bandingkan kanan dan kiri dan dari atas ke bawah (sesuai gambar)
dan minta pasien inspirasi dan ekspirasi setiap pemeriksaan

181
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

o Dengarkanlah suara nafas normal dan ada tidaknya suara nafas


tambahan/ abnormal

G. DAFTAR PUSTAKA
1. © Elsevier. Swartz: Textbook of Physical Diagnosis. History and Examination.
5e – www.studentconsult.com didownload dari
http://www.studentconsult.com/content/default.cfm?ISBN=141600307X&ID=S1
2. Guyton and Hall, 1996 , Fisiologi Kedokteran, edisi 9,,EGC,
3. Snell,Richard S, 2006, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, edisi 6,
EGC, Jakarta.
4. Szilagy, Peter G. , 2002 , Bate's guide to physical examination, McGraw – Hill
, Chapter 5: 155-208
5. Harrison, 2005, Principles of Internal Medicine, edisi 16,McGraw – Hill, Part
14,2067 – 2231

H. EVALUASI
1. Cek List Latihan
Skor
No Item Latihan
0 1 2
Pemeriksaan Fisik
1 General assessment (laporkan hasil Inspeksi)
Pemeriksaan Dada Posterior
2 Meminta pasien duduk tegak diatas tempat tidur, rileks dan
memposisikan diri di belakang pasien
3 Inspeksi dinding dada posterior (laporkan hasil)
4 Palpasi dinding dada posterior (daerah nyeri tekan atau
adanya kelainan)
5 Lakukan palpasi ekspansi dinding dada
6 Mintalah pasien inspirasi dan ekspirasi
7 Lakukan penilaian taktil fremitus (letakkan bagian ulnar
tangan kanan horizontal sesuai lokasi)
8 Minta pasien mengucapkan “tujuh-tujuh”
9 Ulangi kedua instruksi sebelumnya untuk lokasi-lokasi
lainnya
10 Lakukan dari kiri ke kanan, atas ke bawah sesuai urutan
182
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

dan nilailah suara yang dihasilkan


11 Perkusi dinding dada belakang sesuai urutan
12 Cara perkusi baik dan benar serta suara perkusi sesuai
13 Perkusi untuk menilai naik turunnya diafragma
14 Ambil dan periksa stetoskop, gunakan bagian diafragma
15 Lakukan auskultasi sesuai urutan
16 Minta pasien inspirasi dan ekspirasi setiap titik pemeriksaan
Pemeriksaan Dada Anterior
17 Pindahlah ke posisi berhadapan dengan pasien
18 Lakukan inspeksi dada depan dan posisi trakea
19 Palpasilah lokasi trakea pada lekukan suprasternal
20 Mintalah pasien berbaring
21 Lakukan penilaian ekspansi dada seperti sebelumnya
22 Minta pasien inspirasi dan ekspirasi
23 Lakukan penilaian taktil fremitus
24 Lakukan perkusi dinding dada depan sesuai urutan lokasi
25 Perkusilah dan tandai batas paru-hepar (tepi atas hepar)
(sonorpekak)
26 Perkusilah dan tandai batas bawah paru kiri-gaster
(sonortympani)
27 Lakukan auskultasi dinding dada depan sesuai urutan
lokasi
28 Mintalah pasien inspirasi dan ekspirasi di setiap titik
pemeriksaan
29 Dengarkanlah suara nafas di setiap titik pemeriksaan
30 Akhirilah pemeriksaan dengan baik dan jelaskan hasil
pemeriksaan kepada pasien
Item Professionalisme
31 Percaya diri
32 Minimal error
TOTAL
Keterangan :
0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan tetapi tidak benar/lengkap/sempurna
2 : Dilakukan dengan benar /lengkap/sempurna

183
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG LANJUT

A. TEMA

Keterampilan pemeriksaan fisik jantung

B. TUJUAN

Tujuan Insruksional umum


Mampu melakukan pemeriksaan fisik jantung yang benar.

Tujuan Instruksional khusus


 Mampu menjelaskan tujuan pemeriksaan fisik jantung dengan benar.
 Mampu melakukan pemeriksaan inspeksi jantung dengan benar.
 Mampu melakukan pemeriksaan fisik palpasi jatung dengan benar
 Mampu melakukan pemeriksaan perkusi jantung dengan benar.
 Mampu melakukan pemeriksaan auskultasi jantung dengan benar.
 Mampu menyimpulkan, serta menyarankan langkah selanjutnya dari hasil pemeriksaan
fisik jantung

C. ALAT DAN BAHAN

Stetoskop
Kapas dan alkohol

D. SKENARIO

Seorang kakek berumur 60 tahun dibawa kerumah sakit karena sesak nafas sejak 1 hari yang
lalu. Dari anamnesa didapatkan sesaknya sudak lama dirasakan terutama saat berjalan
beberapa meter saja sudah sesak dan meningkat sejak 1 hari yang lalu. Malam hari si kakek
sering terbangun karena sesak dan lebih suka menggunakan bantal tinggi. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan keadaan umum sakit berat. TD 160/90, frekuensi nadi 70x/menit, frekuensi nafas
30x/menit. Pemeriksaan paru Ronki +/+. Pemeriksaan Jantung JVP 5 cm dari angulus sterni,
ictus teraba 2 jari RIC IV, 1 jari kelateral LMC. Auskultasi dalam batas normal. Tungkai edema +.
Bagaimana cara pemeriksaan fisik jantung?

184
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

E. DASAR TEORI

Letak topografi jantung adalah 2/3 bagian jantung terletak di rongga dada kiri dan 1/3 sisanya
terletak disebelah kanan. Di bagian bawah berbatas langsung dengan diagfragma.
Sisi kanan dibatasi oleh atrium kanan sedangkan sisi kiri dibatasi sebagian besar ventrikel kiri
dan sisanya oleh atrium kiri. Batas antara atrium kiri dan ventrikel kiri adalah pinggang jantung.
Di bagian atas terdapat vena kava superior, aorta asendens, arteri pulmonalis dengan
percabangan kiri dan kanan.
Dalam melakukan pemeriksaan fisis jantung diperlukan patokan berupa garis-garis dan titik
tertentu.
Garis-garis patokan adalah sebagai berikut :
 Garis mid sternal, yaitu garis tengah yang ditarik mulai dari manubrium sterni sampai
processus xypoideus.
 Garis sternal adalah garis yang melalui titik-titik batas antara sternum dengan tulang
rawan iga dari atas ke bawah dan didapatkan kiri dan kanan.
 Garis midclavicular didapat kiri dan kanan. Mula-mula diraba keseluruhan tulang
clavikula. Kemudian ditentukan titik tengahnya. Dari titik tengah ini ditarik garis lurus ke
caudal. Biasanya pada pria normal garis midclavikula ini melewati papila mammae.
 Garis parasternal adalah garis paralel dengan garis midclavikula yang ditarik dari titik
tengah jarak antara garis midclavikula dengan garis sternal.
 Garis aksila anterior adalah garis yang ditarik melalui tepi lipatan ketiak anterior ke arah
caudal.
 Garis aksila posterior adalah garis yang ditarik melalui tepi ketiak posterior ke arah
caudal.
 Garis mid aksila adalah garis di tengah antara garis aksila anterior dan garis aksila
posterior.

Titik Patokan :
 Angulus Ludovici adalah perbatasan antara manubrium sterni dan corpus sterni yang
diraba terasa menonjol. Titik ini merupakan perlengketan antara tulang iga II dengan
sternum. Titik ini dipakai juga sebagai patokan dalam mengukur vena jugularis
eksterna.
 Area apeks : terletak di sela iga V sekitar 2 jari medial dari garis midclavikula kiri. Titik
ini merupakan titik lokasi untuk auskultasi katup mitral, karena bunyi jantung dari katup
mitral paling optimal terdengar di titik tersebut.

185
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Area trikuspid : terletak di sela iga IV-V sternal kiiri dan sela iga IV-V sternal kanan.
Titik ini merupakan titik lokasi untuk auskultasi katup trikuspid karena bunyi jantung
trikuspidal paling optimal terdengar di titik tersebut.
 Area septal terletak di sela iga III sternal kiri merupakan titik auskultasi optimal untuk
mendengarkan bising akibat aliran shunt di septum karena terdapat defek yaitu pada
ASD dan VSD.
 Area pulmonal terletak di sela iga II sternal kiri merupakan titik auskultasi optimal untuk
mendengarkan bunyi jantung katup pulmonal.
 Area aorta terletak di sela iga II garis sternalis kanan merupakan titik auskultasi optimal
untuk bunyi jantung aorta.
 Titik carotis setinggi processus thyroideus kiri dan kanan untuk mendengarkan bila ada
bising yang menjalar dari katup aorta.
Pada area apeks, tricuspidal, pulmonal dan aorta dapat dilihat pulsasi yang berlebihan, getaran
(thrill), gerakan-gerakan dinding jatung abnormal yang teraba.
Pada pemeriksaan jantung seperti juga pada pemeriksaan organ lain, menerapkan urutan
sebagai berikut :
1. Inspeksi yaitu memperhatikan
2. Palpasi yaitu meraba
3. Perkusi yaitu mengetuk-ngetuk dinding dada
4. Auskultasi yaitu mendengarkan bunyi-bunyi dari jantung dengan menggunakan
stetoskop.
Stetoskop mempunyai dua jenis sisi pendengar, yaitu :
 Membran untuk mendengarkan bunyi-bunyi dengan frekuensi tinggi, seperti
bunyi jantung I dan II
 Sungkup untuk mendengarkan bunyi dengan frekuensi rendah, misalnya
bunyi jantung III.

Inspeksi
Dimulai dengan inspeksi vena-vena servikal. Periksa tingkat distensi vena leher dan fluktuasi
tekanan vena (pemeriksaan JVP).
Secara umum hal-hal yang berkaitan dengan akibat penyakit jantung harus diamati, misalnya
tampak capek, kelelahan akibat cardiac out put rendah. Frekuensi nafas meningkat, sesak yang
menunjukan dadanya bendungan paru atau edema paru. Sianosis sentral dengan clubbing finger
dan kaki berkaitan dengan adanya aliran shunt kanan ke kiri. Begitu juga ada tidaknya edema.
Khusus inspeksi pada organ jantung adalah dengan melihat pulsasi apeks, tricuspid, pulmonal
dan aorta. Pemeriksaan daerah Prekordium dengan memperhatikan kesimetrisan dada.
Penyakit jantung congenital dengan pembesaran ventrikel dapat mengubah bentuk dada
sehingga pericardium prekordium anterior kiri menonjol ke depan. Pulsasi apeks akan terlihat
pada orang kurus.

186
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Bentuk dada, gerakan nafas dibicarakan sewaktu melakukan pemeriksaan fisis paru.

Palpasi
Denyut arteri : untuk melihat ejeksi ventrikel kiri. Kontur dan volume pulsasi di dalam arteri
karotis mencerminkan kejadian di dalam jantung dan ventrikel. Pulsasi tersebut teredam dan
diubah pada waktu mencapai pembuluh-pembuluh darah yang lebih lateral. Pusatkanlah
perhatian pada ciri-ciri tiap denyut nadi. Biasanya upstroke karptis kira-kira 0,04 detik setelah
bunyi jantung pertama. Letakan tiga jari pertama pada arteri karotis dan perhatikanlah intensitas
pulsasi meningkat dan turun secara tiba-tiba. Pada orang normal, dapat dirasakan bahwa
penurunan ini sedikit tertunda ketika katup aorta menutup, takik dikrotik. Ada dua bentuk
kelainan. Pertama laju lebih cepat atau lambat, kedua volumenya mungkin meningkat.
( skill lab pemeriksaan vital sign).
Dengan mempergunakan ujung-ujung jari atau telapak tangan , tergantung rasa
sensivitasnya, meraba area-area apeks, ticuspidal, septal, pulmonal dan aorta. Yang diperiksa
adalah:
 Pulsasi
 Thrill yaitu getaran terasa pada tangan pemeriksa tadi. Hal ini dapa teraba karena
adanya bising minimal derajat 3. di beadakan thrill sistolik dan thrill diastolik tegantung
di fase mana berada.
 Heaving yaitu rasa gelombang yang kita rasakan di tangan kita. Hal ini karena overload
ventrikel kiri, misalnya pada insufisiensi mitral.
 Lift yaitu rasa gelombang yang kita rasakan di tangan pemeriksa. Hal ini karena
adanya peningkatan tekanan di ventrikel, misalnya pada stenosis mitral.
 Iktus cordis yaitu pulsasi di apeks. Diukur berapa cm diameter, dimana normalnya
adalah 2 cm dan ditentukan lokasinya yang biasanya terletak pada 2 jari medial garis
midclavikula kiri.

Gambar 1. Palpasi apeks Jantung


187
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 2. Palpasi apeks Jantung dg 2 jari

Apeks teraba sebagai pulsasi yang berukuran kira-kira setengah mata uang dolar.
Pembentukan denyut apeks rumit. Ventrikel kanan mempunyai aktivitas seperti puputan dan
tidak benar-benar memegang peranan pada saat dirasakan. Ventrikel kiri berotasi ke anterior dan
kekanan selama sistole, sehingga mendorong apeks nya keluar dinding dada. Inilah yang kita
rasakan. Denyut apeks teraba paling jelas pada satu atau dua sela iga ke berapa dan jaraknya
pada sternum , misalnya apeks teraba pada sela iga ke empat 8 cm dari garis midsternal. Dua
macam perubahan ventrikel yang mengubah denyut apeks, hipertrofi dan dilatasi. Ventrikel kiri
mengalami hipertrofi karena beban tekanan yang berlebihan dan berdilatasi karena beban
volume yang berlebihan. Hipertrofi dan stenosis aorta adalah contoh beban yang belebihan.
Ventrikel yang mengalami hipertrofi memukul dada dengan kuat, tetapi dalam suatu
daerah kecil pada posisi yang diharapkan. Ketukan atau angkatan ini mudah dilihat dan diraba.
Dilatasi ventrikel pada insufisiensi aorta dan mitral membesar ke lateral dan apeks akan jauh dari
garis midsternalis. Daerah impuls menjadi sangat luas dan seluruh perikordium kiri
menyembul/menggelombang (heave). Apeks dan titik impuls maksimum biasanya sama. Pada
pasien normal biasanya ditemukan di dekat garis midklavikula di dalam sela iga kekempat kiri.
Apeks merupakan pulsasi prekordium yang paling lateral dan titik impuls maksimum merupakan
tempat ditemukan impuls maksimum.
Penyakit ventrikel kanan yang sudah lanjut menimbulkan perbedaan antara titik impuls
maksimum dan denyut apeks. Hipertrofi menimbulkan gerakan menggelombang prekordial yang
terba tepat di kiri sternum, sedangkangkan apeks tetap terlihat dan teraba di sebelah lateralnya.
Paru-paru yang mengalami hiperinflasi pada penyakit kronis paru-paru dapat juga memindahkan
denyut apeks dan titik impuls maksimum sehingga teraba di bawah xipoid. Pada keadaan ini
venrikel kanan teraba dengan memasukan jari tangan di atas xipoid dan menekannya ke dalam
dan keatas. Palpasi thrill adalah sensasi getaran superficial yang teraba pada kulit di atas daerah

188
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

turbulensi. Adanya thrill menunjukan bising (murmur) yang kuat. Merasakan thrill yang baik
dengan tulang metacarpal ditekankan dengan sangat ringan pada kulit. Palpasi thrill biasanya
kurang penting karena auskultasi akan terdengar adanya bising kuat (yang menimbulkan thrill
tersebut).

Perkusi
Telapak tangan kiri berikut jari-jarinya diletakan di dinding dada, dengan jari tengah sebagai
landasan ketok, sedangkan telapak tangan dan keempat jari lain agak diangkat. Tujuannya
adalah supaya tidak meredam suara ketukan. Sebagai jari pengetuk adalah jari tengah tangan
kanan. Pada awaktu pengetukan hanya menggerakan sendi pergelangan tangan dan tidak
menggerakan sendi siku. Dengan perkusi dapat ditentukan batas-batas jantung, pinggang
jantung dan countur jantung.

Batas Jantung Kanan


Mula-mula ditentukan lebih dahulu titik tengah garis midclavikula kanan, jari-jari tangan kanan
diletakkan sejajar dengan iga. Kemudian dilakukan perkusi mulai dari titik tengah tadi, dari cranial
ke arah caudal. Suara normal yang didapat adalh bunyi sonor yang berasal dari paru. Perkusi
diteruskan sampai timbul suara redup, biasanya pada sela iga VI kanan. Bunyi redup ini berasal
dari batas antara paru dan puncak hati. Puncak hati ini ditutupi oleh diagfragma dan masih ada
jaringan paru di atas jaringan puncak hati itu, sehingga terdapat gabungan antara masa padat
dan sedikit udara dai paru. Setelah didapat titik batas sonor-redup, diukur dua jari kearah cranial.
Pada titik yang baru ini diletakkan kembali telapak tangan dan jari-jarinya diposisikan dengan
arah jari tegak lurus terhadap iga. Kemudian dilakukan perkusi ke arah medial untuk mencari
perubahan suara dari sonor ke redup yang merupakan batas relatif kanan jantung dan normal
adalah pada garis sternal kanan. Dari titik batas ini selanjutnya dilakukan perkusi sampai
mendapat suara pakak, yang merupakan batas absolut jantung kanan, biasanya pada garis
midsternal.

Batas Jantung Kiri


Mula-mula ditentukan garis aksila anterior kiri. Bila terdapat pembesaran jantung kekiri, perkusi
dapat dimulai dari garis aksila medial. Kemudian jari tengah diletakan pada titik teratas garis
aksila anterior dengan arah jari sejajar dengan iga. Perkusi dari kranial ke kaudal untuk mencari
perubahan bunyi dari sonor ke timpani yang merupakan batas paru dan lambung, biasanya pada
sela iga VIII kiri. Dari titik ini diukur dua jari ke arah kranial dengan posisi jari kiri tegak lurus
terhadap iga, sampai timbul perubahan suara dari sonor ke redup, yang merupakan batas relatif
jantung paru. Biasanya terletak pada 2 jari medial garis midclavicular kiri. Perkusi diteruskan ke
medial, sampai terjadi perubahan suara dari redup ke pekak yang merupakan batas absolut
jantung kiri.
Pada keadaan empfisema paru bats-batas jantung absolut akan mengecil.

189
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Seandainya pasien sudah makan banyak, bunyi timpani yang merupakan batas paru lambung
tidak muncul, maka dilakukan teknik pemeriksaan lain untuk menentukan batas jantung kiri.
Mula-mula dilakukan penetuan batas paru-hati lebih dahulu se[erti di atas, kemudian diukurkan 2
jari ke kranial. Dari titik ini ditarik garis lurus sejajar iga, memotong garis aksila anterior kiri. Dari
titik ini dilakukan perkusi tegak lurus iga ke arah medial untuk menetukan titik perubahan bunyi
sonor ke redup, yang merupakan batas jantung kiri.

Batas Jantung Atas


Tentukan garis sternal kiri lebih dahulu. Dari titi teratas dilakukan perkusidan arah sejajar iga ke
arah kaudal, sampai terajadi perubahan suara dari sonor ke redup. Normal adalah sela iga II kiri.

Pinggang Jantung
Tentukan lebih dahulu garis parasternal kiri. Kemudian dilakukan perkusi ke arah kaudal mulai
dari titik teratas garis tersebut, dengan posisi tengah sejajar iga. Yang dicari adalah perubahan
bunyi sonor-redup. Normal terletak pada sela Iga III kiri.
Bila titik batasnya misalnya pada sela iga II. Berati pinggang jantung hilang. Hal ini terjadi karena
pembesaran atrium kiri. Misalnya pada mitral vitium.

Countur jantung
Untuk menggambarkan bentuk jantung, memastikan besarnya jantung dan apakah masih ada
pinggang jantung.
Pemeriksaan dimulai dari sela iga I kanan dilakukan dari lateral ke medial dengan jari tengah
sejajar iga sampai terjadi perubahan suara dari sonor ke redup. Kemudian dilakukan perkusi dari
sela iga II kanan dengan cara yang sama dan seterusnya sampai ke kaudal. Titik-titik batas tadi
ditentukan kemudian ditarik garis ehingga terdapat garis batas jantung kanan. Begitu juga
dilakukan pada sisi jantung kiri dengan cara yang sama. Akhirnya didapatkan gambaran garis
batas jantung kanan dan juga terlihat gambaran pinggang jantung.
Pada pembesaran jantung atau pada gagal jantung, batas-batas jantung bergeser.

190
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 3. Perkusi Jantung Gambar 4. Posisi pekak Jantung

Auskultasi
Auskultasi berguna untuk mendengarkan bunyi-bunyi jantung dengan menggunakan
stetoskop. Auskultasi yang baik memerlukan ruangan yang tenang. Usaha kan jangan ada suara
– suara tambahan. Bagian telinga stetoskop diarahkan ke anterior atau sejajar dengan arah
kanal auditoris eksternal. Auskultasi daerah-daerah jantung, pemeriksa harus berada pada sisi
kanan pasien sementara pasien berbaring telentang
Untuk mendapatkan hasil yang baik, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
didalam ruangan yang tenang, perhatian terfokus untuk mendengarkan bunyi yang lemah,
sinkronisasi nadi untuk menetukan bunyi jantung I dan seterusnya menentukan fase sistolik dan
diastolik dan menentukan bunyi-bunyi jantung dan bising secara teliti.
Lokasi titik pemeriksaan auskultasi adalah :
1. Apeks untuk mendengarkan bunyi jantung yang bersal dari katup mitral
2. Sella iga IV-V sternal kiri dan sela iga IV-V kanan untuk mendengarkan bunyi jantung
yang bersal dari katup trikuspidal.
3. Sela Iga III kiri untuk mendengarkan bunyi patologis yang bersal dari septal bila ada
kelainan yaitu ASD atau VSD.
4. Sela iga II kiri untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal.
5. Sela iga II kanan untuk mendengarkan bunyi yang berasal dari katup aorta.
6. Arteri karotis kanan dan kiri untuk mendengarkan bila ada penjalaran bising dari katup
aorta ataupun kalau ada stenosis di arteri karotis sendiri.

Pemeriksaan auskultasi hendaknya dilakukan secara sistemik mulai dari apeks sampai ke titik
aorta. Bunyi jantung normal terdiri atas bunyi jantung I dan bunyi jantung II.

191
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Di area apeks dan trikuspid BJ lebih keras daripada BJ II. Sedangkan area basal yaitu pulmonal
dan aorta BJ lemah dari BJ II. BJ I merupakan suara yang dihasilkan dari penutupan katup-katup
mitral dan trikuspidal. Sedangkan BJ II adalah karena menutupnya katup-katup aorta dan
pulmonal. Untuk menentukan yang mana BJ I adalah dengan meraba arteri radialis atau arteri
karotis atau iktus kordis, dimana BJ I sinkron dengan denyut nadi arteri-arteri tersebut atau
dengan denyut iktus kordis.
Fase antara BJ I dan BJ II disebut fase sistolik, sedangkan fase antara BJ II dan BJ I disebut fase
diatolik. Fase sistolik lebih pendek dari pada fase diastolik.

Bunyi Jantung Tambahan


 Bunyi jantung III yaitu, bunyi jantung yang terdengar tidak lama sesudah BJ II, 0,14-
0,16 sekon dan didengar pada area apeks. BJ III ini berintensitas rendah, merupakan
bunyi yang dihasilkan karena aliran darah yang mendadak dengan jumlah banyak dari
atrium kiri keventrikel kiri, pada permulaan fase diastolik. Biasanya terdapat pada
kasus insufisiensi mitral.
 Bunyi jantung IV yaitu bunyi jantung yang terdengar sesaat sebelum BJ I, yang juga
dapat didengar di apeks, merupakan bunyi akibatkontraksi atrium yang kuat dalam
memompa darah ke ventrikel. Hal ini terjadi karena terdapat bendungan diventrikel
sehingga atrium harus memompakan lebih kuat untuk mengosongakan atrium.
Biasanya didapat pada kasus gagal jantung.
 Split BJ II yaitu BJ II terpecah dengan intensitas yang sama dan jarak keduanya dekat.
Hal ini terjadi karena penutupan katup-katup pulmonal dan aorta tidak jatuh bersamaan
sehingga tidak sinkron. Perbedaan ini terjadi karena ventrikel kanan misalnya lebih
besar sehingg aktup pulmonal menutup lebih lambat. Misalnya terjadi pada kasus ASD.
 Opening snap yaitu terbukanya katup mitral yang kaku dengan mendadak, sehingga
terdengar bunyi dengan intensitas tinggi sesudah BJ II. Didapat pada kasus stenosis
mitral. Makin dekat jarak opening snap dengan BJ II. Makin berat derajat MS, berkisar
antara 0,04-0,12 s.
 Aortic click adalah bunyi yang dihasilkan karena katup aorta yang membuka secara
cepat dan didapat pada kelainan stenosis aorta.
 Pericardial Rab . didapat pada kasus perikarditis konstriktiva. terjadi gesekan antara
perikard lapis viseral dan lapis parietal. Bunyi ini tidak dipengaruhi oleh pernapasan.
Bunyinya kasar dan dapat di dengar di area tricuspidal dan apical dan bisa terdengar
pada fase sistolik atau diastolik atau keduanya.

Irama Jantung
1. Normalnya adalah reguler, dengan denyut jantung berkisar antara 60-100 menit.
2. Irreguler :

192
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Terdengar ekstrasistole, yaitu irama dasarnya reguler tetapi diselingi oleh denyut
jantung ekstra.
Irama dasarnya memang sudah tidak teratur, yaitu pada kelainan aritmia fibrilasi atrial.
3. Irama Gallop (derap kuda)
Irama jantungnya cepat dan bunyi-bunyi jantungya terdiri atas tiga komponen atau
empat komponen, yaitu terdiri dari BJ I –BJ II dan BJ III atau terdiri atas : BJ IV-BJ II
atau BJ III. Biasanya dapat didengar di apeks dan terdapat pada kasus gagal jantung.

Bising Jantung
Pada tiap kali melakukan auskultasi pada titik-titik area harus diperhatikan apakah ada bising
jantung. Bila ada bising, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Terletak di fase manakah bising tersebut yaitu dengan membandingkannya dengan BJ
I dan setelah itu ditentukan letak bising tersebut.
2. Bagaimana kualitas bising tersebut, yaitu apakah kasar seperti ada gesekan yang
sering disebut rumble dan biasanya didapat pada kasus stenosis mitral sebagai bising
diastolik. Sekaligus ditentukan posisi bising diastolik tersebut, apakah early mid
diastolik atau pra sistolik. Dicari juga bunyi jantung tambahan atau opening snap dan
biasanya mengisi fase sistolik . Tentukan posisi letak bising, yaitu early late systolik
ataupun pan (holo) sistolik. Pan sistolik bising seringdidapat pada kelainan insufisiensi
mitral. Disini juga fase BJ I melemah dan cari juga apakah ada BJ III. Type ejection
yaitu bising dengan nada keras, karena dipompakan melalui celah yang sempit.
Didapat pada kasus stenosis aorta. Continuous murmur yaitu bising yang terdengar
terus-menerus di fase sistolik dan fase diastolik. Didapatkan pada kasus PDA (Paten
Duktus Arteriosus).
3. Punctum maksimum bising jantung harus ditentukan, misalnya pada apeks, trikuspidal,
ataupun lainnya. Bila pada apeks kurang keras, misal karena obesitas, pasien dapat
dimiringkan kekiri, sehingga bising jantung dapat terdengar lebih jelas. Untuk
triskuspidal, supaya lebih jelas, pasien disuruh bernapas dalam (inspirasi) kemudian
tahan. Bising jantung akan terdengar lebih keras pada inspirasi dan pada ekspirasi
bising akan melemah. Untuk mendengar bising di katup aorta dan pulmonal, pasien
disuruh duduk dengan stetoskop tetap di lokasi.
4. Penjalaran harus diperhatikan. Misalnya pada kasus Mitral valve prolapse (MPV) tidak
terjadi penjalaran bising. Pada kasus dengan kelainan katup aorta akan menjalar ke
arteri karotis, sehingga perlu dilakukan auskultasi karotis.
5. Derajat intensitas bising terdapat 6 tingkat, yaitu:
 Derajat 1 terdengar samar-samar.
 Derajat 2 terdengar halus.
 Derajat 3 terdengar jelas dan agak keras

193
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Derajat 4 terdengar keras. Dapat juga dengan cara telapak tangan pemeriksa
diletakkan misalnya pada apeks kemudian dapat didengar dengan stetoskop
yang diletakan pada punggung telapak tangan tersebut.
 Derajat 5 terdengar sangat keras. Dapat dilakukan dengan cara telapak
tangan pemeriksa diletakkan di apeks, kemudian stetoskop diletakkan di
lengan bawah dan bising jantung masih terdengar.
 Derajat 6 sudah terdengar meskipun stetoskop tidak diletakkan di dinding
dada.

Khusus untuk bising sistolik perlu diperhatikan bahwa tidak semuanya akibat dari kelainan
organik katup jantung. Ada kemungkinan karena over volume misalnya pada anemia berat,
perempuan hamil. Biasanya bising sistolik ini halus dan terdengar pada semua ostia.
Pemebesaran ventrikel, biasanya pada ventrikel kanan terjadi dilatasi sekunder karena stenosis
mitral, terjadi pelebaran annulus trikuspidal sehingga akan terdengar arus regurgitasi pada katup
trikuspidal. Pada tumor mikson yang menutupi katup mitral akan menyebabkan bising diastolik.

Gambar 5. Posisi katup Jantung


194
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Empat Posisi Standar Untuk Auskultasi :

 Telentang
 Dekubitus lateral kiri
 Duduk tegak lurus
 Duduk membungkuk ke depan.

195
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 6. Posisi auskultasi jantung : A Posisi telentang . B Posisi lateral decubitus. C. Posisi
duduk tegak. D.Posisi membungkuk kedepan
F. PROSEDUR

1. Senyum salam sapa


2. Berikan penjelasan kepada penderita apa yang akan anda lakukan.
3. Pemeriksa berdiri disebelah kanan penderita.
4. Cuci tangan WHO
5. Minta pasien membuka bajunya.
6. Posisi penderita berbaring telentang 30 derajat dengan mengelevasi ujung tempat
tidur. Ruang pemeriksaan harus tenang
7. Secara umum hal-hal yang berkaitan dengan akibat penyakit jantung harus diamati
misalnya tampak capek, kelelahan, frekuensi nafas meningkat, sesak, sianosis dan
edema.

Inspeksi

Mengamati ada tidaknya asimetris dada, bentuk dada, gerakan dada, pulsasi diarea apeks,
trikuspidal, pulmonal, aorta.

Palpasi

1. Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita


2. Meletakkan jari 2 dan 3 pada leher meraba denyut arteri karotis untuk melihat ejeksi
ventrikel kiri (denyut, kontur dan volume di dalam arteri karotis yang mencerminkan
kejadian-kejadian didalam jantung dan ventrikel.
3. Meraba dada penderita dengan seluruh telapak tangan dan merasakan gerakan
pernafasan untuk palpasi dada
4. Membandingkan gerakan dada kanan dan kiri dengan meletakkan satu tangan di dada
kanan dan satu tangan didada kiri.
5. Gunakan ujung permukaan bawah ujung jari anda untuk meraba apeks jantung , diukur
berapa cm diameter, tentukan lokasinya. Apeks teraba sebagai pulsasi yang berukuran
kira-kira setengah mata uang logam (2 cm) dan lokasinya terletak 2 jari medial dari
garis midclavikula kiri.
6. Laporkan hasilnya:
Denyut arteri karotis: frekuensi, volume, kualitas upstroke, penurunan dan waktu
ejeksi.
Denyut apeks: lokasi, ukuran dan intensitas. Apakah ada thrill, heaving, lift

Perkusi
196
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

1. Pemeriksaan tetap disebelah kanan tempat tidur pasien.


2. Telapak tangan kiri diletakkan di dinding dada, dengan jari tengah (jari ke-3) sebagai
landasan ketok, sedangakan telapak tangan dan keempat jari agak diangkat. Mengetuk
dengan jari tengah kanan
3. Jari tengah tangan kanan tegak lurus pada jari tengah tangan kiri
4. Sikap tangan kanan rileks, gerakan pada sendi pergelangan tangan dan tidak
menggerakkan siku.

Batas Jantung Kanan


 Mula-mula ditentukan lebih dahulu titik tengah garis midclavikula kanan, jari-jari
tangan kanan diletakkan sejajar dengan iga.
 Kemudian dilakukan perkusi mulai dari titik tengah tadi, dari cranial ke arah
caudal. Suara normal yang didapat adalah bunyi sonor yang berasal dari paru.
Perkusi diteruskan sampai timbul suara redup, biasanya pada sela iga VI kanan.
 Setelah didapat titik batas sonor-redup, diukur dua jari kearah cranial. Pada titik
yang baru ini diletakkan kembali telapak tangan dan jari-jarinya diposisikan
dengan arah jari tegak lurus terhadap iga.
 Kemudian dilakukan perkusi ke arah medial untuk mencari perubahan suara dari
sonor ke redup yang merupakan batas relatif kanan jantung dan normal adalah
pada garis sternal kanan.
 Dari titik batas ini selanjutnya dilakukan perkusi sampai mendapat suara pakak,
yang merupakan batas absolut jantung kanan, biasanya pada garis midsternal.

Batas Jantung Kiri


 Mula-mula ditentukan garis aksila anterior kiri.
 Bila terdapat pembesaran jantung kekiri, perkusi dapat dimulai dari garis aksila
medial.
 Kemudian jari tengah diletakan pada titik teratas garis aksila anterior dengan arah
jari sejajar dengan iga. Perkusi dari kranial ke kaudal untuk mencari perubahan
bunyi dari sonor ke timpani yang merupakan batas paru dan lambung, biasanya
pada sela iga VIII kiri.
 Dari titik ini diukur dua jari ke arah kranial dengan posisi jari kiri tegak lurus
terhadap iga, sampai timbul perubahan suara dari sonor ke redup, yang
merupakan batas relatif jantung paru. Biasanya terletak pada 2 jari medial garis
midclavicular kiri.
 Perkusi diteruskan ke medial, sampai terjadi perubahan suara dari redup ke pekak
yang merupakan batas absolut jantung kiri.

Batas Atas

197
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Tentukan garis sternal kiri lebih dahulu.


 Dari titi teratas dilakukan perkusi dan arah sejajar iga ke arah kaudal, sampai
terajadi perubahan suara dari sonor ke redup. Normal adalah sela iga II kiri.

Pinggang Jantung
 Tentukan lebih dahulu garis parasternal kiri.
 Kemudian dilakukan perkusi ke arah kaudal mulai dari titik teratas garis tersebut,
dengan posisi tengah sejajar iga. Yang dicari adalah perubahan bunyi sonor-
redup. Normal terletak pada sela Iga III kiri.
 Bila titik batasnya misalnya pada sela iga II. Berati pinggang jantung hilang.

Countur Jantung
 Pemeriksaan dimulai dari sela iga I kanan dilakukan dari lateral ke medial dengan
jari tengah sejajar iga sampai terjadi perubahan suara dari sonor ke redup.
 Kemudian dilakukan perkusi dari sela iga II kanan dengan cara yang sama dan
seterusnya sampai ke kaudal. Titik-titik batas tadi ditentukan kemudian ditarik
garis sehingga terdapat garis batas jantung kanan. Begitu juga dilakukan pada sisi
jantung kiri dengan cara yang sama.

Auskultasi

1. Posisi pemeriksa tetap disebelah kanan pasien dan di dalam ruang yang sunyi.
2. Pemeriksaan boleh mulai dari apeks atau basal.
3. Tetapkan stetoskop erat-erat ke dinding dada.
4. Gunakan sisi diagfragma untuk mendengarkan bunyi jantung frekuensi rendah,
misalnya bunyi jantung III
5. Menggunakan sisi bel untuk mendengarkan bunyi Jantung I dan II.

Lokasi titik pemeriksaan auskultasi adalah :


 Apeks untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup mitral
 Sella iga IV-V sternal kiri dan sela iga IV-V kanan untuk mendengarkan bunyi
jantung yang bersal dari katup trikuspidal.
 Sela Iga III kiri untuk mendengarkan bunyi patologis yang berasal dari septal bila
ada kelainan yaitu ASD atau VSD.
 Sela iga II kiri untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup
pulmonal.
 Sela iga II kanan untuk mendengarkan bunyi yang berasal dari katup aorta.
 Arteri karotis kanan dan kiri untuk mendengarkan bila ada penjalaran bising dari
katup aorta ataupun kalau ada stenosis di arteri karotis sendiri.

198
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

G. DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, dkk. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid III. FKUI, Jakarta,
2006. Hal 1455-1467
2. ADAMS. Diagnosis Fisik. Edisi 17. terjemahan. EGC, jakarta,1995. hal 213-255
3. Erickson, B. Bunyi jantung dan Murmur : Terjemahan. Edisi 4. EGC, jakarta, 2008.
Hal 1-213
4. Snell,S : Anatomi klinik Untuk mahasiswa Kedokteran. Terjemahan. Edisi 3. EGC,
Jakarta. 2008. hal 68-69

H. EVALUASI

Ceklist Latihan Pemeriksaan Fisik Jantung Lanjut


Skor
No LANGKAH KLINIK YANG DINILAI
0 1 2
I ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN
1 Senyum, salam dan sapa
2 Jelaskan pentingnya pemeriksaan ini lalu lakukan informed consent
II ITEM PROSEDURAL
3 Persiapan Alat
4 Cuci Tangan WHO
5 Minta pasien membuka baju dan membaringkan pasien terlentang 30
derajat
Inspeksi
6 Secara umum hal-hal yang berkaitan dengan akibat penyakit jantung
harus diamati misalnya tampak capek, kelelahan, frekuensi nafas
meningkat, sesak, sianosis dan edema.
7 Mengamati ada tidaknya asimetris dada, bentuk dada, gerakan dada,
pulsasi diarea apeks, trikuspidal, pulmonal, aorta.
Palpasi
8 Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita
9 Meletakan jari 2 dan 3 pada leher meraba denyut arteri karotis untuk
melihat ejeksi ventrikel kiri (denyut, kontur dan volume di dalam arteri
karotis yang mencerminkan kejadian-kejadian didalam jantung dan
Ventrikel
10 Meletakan jari 2 dan 3 pada leher meraba denyut arteri karotis untuk
melihat ejeksi ventrikel kiri (denyut, kontur dan volume di dalam arteri
199
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

karotis yang mencerminkan kejadian-kejadian didalam jantung dan


ventrikel.
11 Meraba dada penderita dengan seluruh telapak tangan dan merasakan
gerakan pernafasan untuk palpasi dada
12 Membandingkan gerakan dada kanan dan kiri dengan meletakkan satu
tangan di dada kanan dan satu tangan didada kiri.
13 Gunakan ujung permukaan bawah ujung jari anda untuk meraba apeks
jantung , diukur berapa cm diameter, tentukan lokasinya. Apeks teraba
sebagai pulsasi yang berukuran kira-kira setengah mata uang logam
(2 cm) dan lokasinya terletak 2 jari medial dari garis midclavikula kiri
Perkusi
14 Pemeriksaan tetap disebelah kanan tempat tidur pasien.
15 Telapak tangan kiri diletakkan di dinding dada, dengan jari tengah (jari
ke-3, phalanx) sebagai landasan ketok, sedangakan telapak tangan
dan keempat jari agak diangkat. Mengetuk dengan jari tengah kanan
16 Menilai Batas Kanan Jantung
17 Menilai Batas Kiri Jantung
18 Menilai Batas Atas Jantung
19 Menilai Pinggang Jantung
20 Menilai Countur Jantung
Auskultasi
21 Gunakan sisi diagfragma untuk mendengarkan bunyi jantung frekuensi
rendah, misalnya bunyi jantung III
22 Menggunakan sisi bel untuk mendengarkan bunyi Jantung I dan II
23 Lokasi titik pemeriksaan auskultasi adalah :
Apeks untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup
mitral

24 Sella iga IV-V sternal kiri dan sela iga IV-V kanan untuk mendengarkan
bunyi jantung yang bersal dari katup trikuspidal.
25 Sela Iga III kiri untuk mendengarkan bunyi patologis yang berasal dari
septal bila ada kelainan yaitu ASD atau VSD
26 Sela iga II linea parasternal kiri untuk mendengarkan bunyi jantung
yang berasal dari katup pulmonal
27 Sela iga II linea parasternal kanan untuk mendengarkan bunyi yang
berasal dari katup aorta.
28 Arteri karotis kanan dan kiri untuk mendengarkan bila ada penjalaran
200
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

bising dari katup aorta ataupun kalau ada stenosis di arteri karotis
sendiri
ITEM PENALARAN KLINIS
29 Mampu menyimpulkan hasil pemeriksaan fisik jantung.
30 Mampu menyarankan langkah selanjutnya dari hasil yang didapat dari
pemeriksaan jantung.
III ITEM PROFESIONALISME
32 Tunjukkan sikap percaya diri
33 Tunjukkan sikap menghormati pasien
34 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record
TOTAL
Keterangan:
0 = Tidak dilakukan
1= Dilakukan tidak sempurna/lengkap/benar
2= Dilakukan dengan sempurna

201
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

PEMERIKSAAN JUGULAR VENOUS PRESSURE (JVP)

A. TEMA

Pemeriksaan Jugular venous pressure (JVP)

B. TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan Instruksional Umum:


Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan JVP

Tujuan Instruksional khusus


 Mampu melakukan pemeriksaan JVP dengan benar.
 Mampu menyimpulkan hasil pemeriksaan.

C. ALAT DAN BAHAN

 2 buah penggaris / mistar


 Pulpen
 Kapas dan alkohol

D. SKENARIO

Seorang kakek berumur 60 tahun dibawa kerumah sakit karena sesak nafas sejak 1
hari yang lalu. Dari anamnesa didapatkan sesaknya sudah lama dirasakan terutama saat
berjalan beberapa meter saja sudah sesak dan meningkat sejak 1 hari yang lalu. Malam hari si
kakek sering terbangun karena sesak dan lebih suka menggunakan bantal tinggi. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan TD 160/90, frekuensi nadi 70x/menit, frekuensi nafas 30x/menit.
Pemeriksaan Jantung JVP 3 cm dari angulus sterni, Pemeriksaan Thorax : paru Ronki +/+.
Jantung: ictus teraba 1 jari lateral linea midclavicula RIC VI, auskultasi dalam batas normal.
Tungkai edema +.
Bagaimana mengukur JVP?

E. DASAR TEORI

Anatomi Sternum
Sternum terdiri dari tiga bagian :
1. Manubrium sterni
202
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

2. Corpus sterni
3. Processus xipoideus

Manubrium Sterni
Merupakan bagian atas sternum, dan bersendi dengan klavikula dan kosta 1 dan bagian atas
rawan kosta II pada masing-masing sisi. Manubrium sterni terletak berhadapan denagn thoracica
III dan IV.

Corpus Sterni
Di atas bersendi dengan sendi fibrokartilago, articulatio manubrio sternalis. Di bawah corpus
sterni bersendi dengan processus xipoideus. Pada samping corpus sterni terdapat lekukan-
lekukan untuk bersendi dengan bagian bawah rawan costa II dan rawan costa III sampai VII.
Rawan II sampai VII bersendi dengan sternum melalui sendi sinovial.

Processus xipoideus
Merupakan bagian terbawah dan terendah sternum. Merupakan rawan hialin yang tipis yang
pada orang dewasa mengalami osifikasi pada ujung proximalnya.
Angulus sterni (sudut Louis) yang dibentuk oleh persendian manubrium sterni dengan corpus
sterni, dapat dikenal dengan adanya peninggian transversal pada permukaan anterior sternum.
Peninggian transversal terletak setinggi rawan costa II, tempat dimana semua rawan costa dan
costa dihitung. Angulus sterni terletak berhadapan dengan diskus intervetebralis antara vertebra
thoracica IV dan V.

Gambar 1. Costae, manubrium sterni

203
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 2. Posisi vena jugularis externa

Fisiologi Tekanan Vena

Sistem vena mempunyai tekanan lebih rendah dari pada arteri. Dinding vena sedikit
mengandung otot dari pada arteri, hal ini mengurangi kekakuan vena dan lebih
menggelembung. Hal lain yang menentukan tekanan vena adalah volume darah dan
kapasitas jantung kanan untuk memompa darah ke system arteri pulmonalis.

204
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Penyakit jantung dapat mengubah berbagai variabel, mempengaruhi tekanan vena


sentral. Misalnya gagalnya tekanan vena ketika output ventrikel kiri atau volume darah
berkurang secara signifikan, atau meningkat ketika kegagalan jantung kanan atau
ketika tekanan meningkat di kantong pericardial akan menghambat darah balik ke
atrium. Perubahan tekanan vena direfleksikan dengan tingginya kolom darah di vena
jogularis. Yang disebut Jogular venous Pressure (JVP). Tekanan vena jugularis
mereflksikan tekanan atrium kanan, yang memberikan indikator klinis yang penting
untuk fungsi jantung dan hemodinamik jantung kanan. JVP biasanya diukur vertikal
jarak di atas angulus sternum: pertemuan ujung klavikula denan Kosta kedua dan
manubrium sterni. Tinggi normal JVP adalah 5 -2 cm H2O sampai 5 +2 cm H2O

F. PROSEDUR

1. Melakukan cuci tangan menurut WHO.


2. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan penderita
3. Menjelaskan maksud pemeriksaan dan meminta persetujuan serta buat
pasien nyaman.
4. Penderita berbaring dengan membuat sudut 30 derajat dari bidang
horizontal.
5. Identifikasi vena jugularis.
6. Menemukan titik teratas pada pulsasi vena jugularis (bendung vena dengan
cara mengurut vena kebawah lalu dilepas).
7. Tentukan titik angulus sternalis (pertemuan manubrium sterni dengan corpus
sterni)
8. Dengan mistar plastik pertama proyeksikan titik tertinggi pulsasi vena secara
horizontal kedada sampai titik manubrium sterni.
9. Kemudian mistar kedua letakkan vertikal ke angulus sternalis.
10. Ukurlah hasil pembacaan ( hasil yang dibaca 5+ angka didapat pada mistar).
Tambahan:
11. Untuk melihat kenaikan vena jugularis Tempatkan telapak tangan pada
tengah abdomen
12. Tekan telapak tangan kearah dalam
13. Tahan 30-60 detik
14. Mengamati ada tidaknya kenaikan tekanan vena jugularis.
15. Melakukan cuci tangan.

205
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 3. Palpasi vena leher

Gambar 4. Pengukuran JVP

206
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 5. Posisi dan proyeksi Vena Jugularis external

G. DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, dkk. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid III. FKUI, Jakarta,
2006. Hal 1455-1467
2. ADAMS. Diagnosis Fisik. Edisi 17. terjemahan. EGC, jakarta,1995. hal 213-255
3. Snell,S : Anatomi klinik Untuk mahasiswa Kedokteran. Terjemahan. Edisi 3.
EGC, Jakarta. 2008. hal 68-69
4. Bate’s. Guide To Phycal Examination And History Taking. Ed 9. Philadelphia.
2007.

H. EVALUASI

Cek List Latihan Pemeriksaan JVP

Skor
No LANGKAH KLINIK YANG DINILAI
0 1 2

207
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

I ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN


1 Senyum, salam dan sapa
2 Jelaskan pentingnya pemeriksaan ini lalu lakukan informed
consent
II ITEM PROSEDURAL
3 Persiapan Alat
4 Cuci Tangan WHO
5 Minta pasien membuka baju dan membaringkan pasien
terlentang 30 derajat
6 Identifikasi vena jugularis
7 Menemukan titik teratas pada pulsasi vena jugularis
8 Tentukan titik angulus sternalis
9 Dengan mistar pertama proyeksikan titik tertinggi pulsasi vena
secara horizontal
10 Mistar kedua letakkan vertikal ke angulus sternalis
11 Ukur lah jarak antara titik angulus strnalis vertikal ke titik
pertemuan kedua mistar
12 Cuci tangan
ITEM PENALARAN KLINIS
13 Mampu menyimpulkan hasil yang didapat
III ITEM PROFESIONALISME
14 Tunjukkan sikap percaya diri
15 Tunjukkan sikap menghormati pasien
16 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record
TOTAL

Ceklist OSCE Pemeriksaan JVP


Skor
No LANGKAH KLINIK YANG DINILAI
0 1 2
I ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN
1 Senyum, salam dan sapa
2 Jelaskan pentingnya pemeriksaan ini lalu lakukan informed
consent
II ITEM PROSEDURAL
3 Persiapan alat, persiapan pasien, cuci tangan WHO
208
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

4 Identifikasi vena jugularis


5 Menemukan titik teratas pada pulsasi vena jugularis
6 Tentukan titik angulus sternalis
7 Dengan mistar pertama proyeksikan titik tertinggi pulsasi vena
secara horizontal
8 Mistar kedua letakkan vertikal ke angulus sternalis
9 Ukur lah jarak antara titik angulus strnalis vertikal ke titik
pertemuan kedua mistar
ITEM PENALARAN KLINIS
10 Mampu menyimpulkan hasil yang didapat
III ITEM PROFESIONALISME
11 Tunjukkan sikap percaya diri
12 Tunjukkan sikap menghormati pasien
13 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record
TOTAL
Keterangan:
0 = Tidak dilakukan
1= Tidak sempurna
2= sempurna

209
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

PEMASANGAN EKG

A. TEMA
Keterampilan Pemasangan EKG

B. TUJUAN
 Mahasiswa mampu mempersiapkan pasien dan alat EKG
 Mahasiswa mampu meletakkan elektroda pada tempatnya
 Mahasiswa mampu melakukan penyadapan
 Mahasiswa mampu membuat elektrokardiogram dan keterangan
 Mahasiswa mengetahui konsep dasar pemeriksaan EKG
 Mahasiswa mengetahui indikasi pemeriksaan EKG

C. ALAT DAN BAHAN


a. Jelly, alkohol, kasa
b. EKG dan elektrodanya
c. Sumber listrik
d. Meja periksa

D. SKENARIO

Nyeri dada
Tn. Budi umur 44 tahun adalah seorang pengusaha sukses, dalam suatu rapat
dengan kliennya, tiba-tiba terjatuh karena kesakitan, dia dibawa ke IGD . Dari
anamnesa didapatkan bahwa dadanya rasa terhimpit dan menjalar ke bahu
secara tiba-tiba. Kejadian ini baru pertama kali, Pak Budi sudah 4 tahun
menderita hipertensi. Dari pemerksaan fisik keadaan umum tampak sakit
berat, TD 130/80 mmhg, frekuensi nadi 60x/menit, frekuensi nafas 20/menit.
Pemeriksaan fisik jantung dalam batas normal. Dari pemeriksaan EKG
didapatkan ST elevasi.

E. DASAR TEORI

Sifat-Sifat listrik sel Jantung


Sel-sel otot jantung mempunyai susunan ion yang berbeda antara
ruang dalam sel (intaseluler) dan ruang luar sel (ekstraseluler). Dari ion-
ion ini yang terpenting adalah ialah ion Natrium (Na+) dan ion kalium (K+).

210
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Kada K+ intraseluler sekitar 30 kali lebih tingg dalam ruang extraseluler


daripada dalam ruang intraseluler.
Membran sel otot jantung ternyata lebih permeabel untuk ion
negatif daripada untuk ion Na+. Dalam keadaan istirahat, karena perbedaan
kadar ion-ion, potensial membran bagian dalam dan bagiaan luar tidak sama.
Membran sel otot jantung saat istirahat berada pada keadaan polarisasi,
dengan bagian dalam. Selisih potensial ini disebut potensial membran, yang
dalam keadaan istirahat berkisar -90 mV. Bila membran otot jantung
dirangsang, sifat permeabel membran berubah sehingga ion Na+ masuk
kedalam sel, yang menyebabkan potensial membran berubah dari -90 mV
menjadi +20 mV (potensial diukur intraseluler terhadap extraseluler).
Perubahan potensial membran karena stimulus ini ndisebut depolarisasi
selesai, maka potensial membran kembali mencapai keadaan semula, yang
disebut depolarisasi.

Sistem Konduksi jantung:


Pada umumnya, sel otot jantung yang mendapat stimulus dari luar,
akan menjawab dengan timbulnya potensial aksi, yang disertai dengan
kontraksi dan kemudian repolarisasi yang disertai dengan relaksasi. Potensial
aksi dari satu sel otot jantung yang akan diteruskan ke arah sekitarnya.
Sehingga sel=sel otot jantung disekitarnya akan mengalami juga proses
eksitasi, kontraksi dan relaksasi. Penjalaran peristiwa listrik ini disebut
konduksi.
Berlainan dengan sel-sel jantung biasa, dalam jatung terdapat
kumpulan sel-sel jantung khusus yang mempunyai sifat dapat menimbulkan
potensial aksi sendiri tanpa adanya stimulus dari luar. Sifat sel-sel ini disebut
sifat automatisitas. Sel-sel ini terkumpul dalam suatu sistem konduksi jantung.

Sistem koduksi jantung terdiri dari atas:


Simpul Sinoatrial (sering disebut nodus sinus, disingkat sinus). Simpul ini
terletak pada batas antara vena kava superior dan atrium kanan. Simpul ini
mempunyai sifat automatisitas yang tertinggi dalam sistem konduksi jantung.
Sistem konduksi Intra-Atrial
Akhir-akhir ini dianggap bahwa dalam atrium terdapat jalur-jalur khusus
sistem konduksi jantung yang terdiri dari 3 jalur internodular yang

211
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

menghubungkan simpul sino atrial dan simpul atrioventrikular, dan jalur


Bachman yang menghubungkan atrium kanan dan atrium kiri.
Simpul Atrio-ventrikular (sering disebut nodus atrioventrikuler disingkat
nodus)
Simpul ini terletak di bagian bawah atrium kanan, antara sinus koronarius dan
daun katup trikuspid bagian septal.
Berkas his
Berkas His. Berkas his adalah sebuah berkas adalah berkas yang pendek yang
merupakan lelanjutan bagian bagian bawah simpul atrioventrikular yang
menembus anulus fibrosus dan septum bagian membran. Simpul
atrioventrikuler bersama berkas his disebut penghubung atrio-ventrikuler.
Cabang berkas
Ke arah distal , berkas his bercabang menjadi dua bagian yaitu cabang berkas
kiri dan cabang berkas kanan. Cabang berkas kiri memberikan cabang-cabang
ke ventrikel kiri, sedangkan cabang berkas kanan bercabang-cabanf ke arah
ventrikel kanan.
Fasikel
Cabang berkas kiri bercabang menjadi dua bagian, yaitu fasikel kiri anterior
dan fasikel kiri posterior.
Serabut purkinye
Bagian terakhir dari sistem konduksi jantung ialah serabut-serabut Purkinye
yang merupakan anyaman halus dan berhungan erat dengan sel-sel jantung.

Gambaran Siklus Jantung pada Elektrokardiogram


EKG adalah rekaman potensial listrik yang timbul sebagai akibat
aktivitas jantung. Yang dapat direkam adalah aktivitas listrik yang timbul pada
waktu otot-otot jantung berkontraksi. Sedangkan potensial aksi pada sistem
konduksi jantung takterukur dari luar karena kecil.
 Gelombang P : hasil depolarisasi atrium kanan dan kiri
 Segmen PR : garis isoelektrik yang menghubungkan gelombang P dan
gelombang QRS
 Gelombang kopleks QRS : suatu kelompok gelombang yang
merupakan hasil depolarisasi ventrikel kanan dan kiri. Gelombang
kompleks QRS pada umumnya terdiri dari gelombang Q yang
merupakan gelombang ke bawah yang pertama, gelombang r
merupakan gelombang ke atas yang pertama, gelombang S yang
merupakan ke bawah pertama setelah gelombang R.

212
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Segment ST : Segmen ini merupakan garis isoelektrik yang


menghubungkan kompleks QRS dan gelombang T.
 Gelombang T : potensial repolarisasi ventrikel kanan dan kiri.
 Gelombang U : gelombang ini berukuran kecil dan sering tidak ada.

Gambar 1. Gambaran EKG normal


Sadapan-sadapan Ektroda
Pada EKG konvensional terdapat 10 elektroda. 4 buah elektroda ekstremitas
dan 6 buah elektroda prekordial.
RA = lengan kanan
LA = lengan kiri
RL = tungkai kanan
LL = tungkai kiri
Elektroda prekordial: V = C
V1 : garis parasternal kanan, pada interkostal IV
213
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

V2 : garis parasternal kiri, pada interkostal IV


V3 : titik tengah antara V2 dan V4
V4 : garis klavikula tengah, pada interkostal V
V5 : garis aksila depan, sama tinggi dengan V4
V6 : garis aksila tengah, sama tinggi dengan V4 dan V5

214
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 2. Lokasi penempatan elektroda EKG

Gambar 3. Lokasi penempatan elektroda precordial

Hal-hal yang harus diingat:


1. EKG dibentuk oleh perubahan listrik yang disertai dengan aktivasi
atrium dan kemudian ventrikel
2. Aktivasi atrium menimbulkan gelombang P
3. Aktivasi atrium menimbulkan gelombang kompleks QRS
Defleksi pertama adalah gelombang Q. Setiap defleksi ke atas adalah
gelombang R. Defleksi kebawah sesudah gelombang R adalah
gelombang S.
4. Pada saat gelombang depolarisasi menyebar ke arah sadapan ,
defleksi terutama ke atas. Pada saat gelombang menjauhi sadapan,
defleksi terutama ke bawah.
5. Enam sadapan tungkai (I, II, III, VR, VL, dan VF) melihat jantung dari
samping dan kaki pada vertikal.
6. Sumbu jantung merupakan rata-rata penyebaran pola depolarisasi
dilihat dari depan, dan diperkirakan dari sadapan I, II, dan III.

215
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

7. Sadapan dada atau V melihat jantung dari depan dan sisi kiri pada
bidang horizontal. Sadapan V1 diposisikan di atas ventrikel kanan.
Dan sadapan V6 di atas ventrikel kiri.
8. Septum didepolarisasikan dari sisi kri ke kanan.
9. Pada jantung normal, ventrikel kiri mempengauruhi EKG lebih besar
dari pada ventrikel kanan.

Indikasi Pemeriksaan EKG :


Pemeriksaan EKG dilakukan untuk mengetahui :
1. Adanya kelainan-kelainan irama jantung.
2. Adanya kelainan-kelainan miokard seperti infark
3. Adanya pengaruh obat-obat jantung terutama digitalis
4. Gangguan Elektrolit
5. Perikarditis
6. Pembesaran jantung.

F. PROSEDUR
Langkah-langkah pemasangan EKG
1. Melakukan persiapan alat-alat.
 Alat EKG lengkap dan siap pakai
 Kapas alkohol pada tempatnya
 Kassa
2. Mempersiapkan Pasien
 Memberikan penjelasan pada pasien tentang tindakan yang
akan dilakukan
 Mempersilahkan pasien untuk tidur terlentang datar
3. Urutan Perekaman EKG
 Melakukan cuci tangan menurut WHO.
 Minta pasien untuk membuka baju. Bila pasien memakai jam
tangan, gelang dan logam lain untuk dilepaskan terlebih dahulu
 Bersihkan daerah dada penderita yang akan diperiksa dan
bersihkan elektroda dengan alkohol.
 Mengoleskan jelly EKG pada permukaan elektroda
 Hubungkan EKG ke sumber listrik, hidupkan, lalu tes dan
matikan.
 Tempatkan Lead V4: putih coklat interkostal 5 linea
midklavikularis

216
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Lead N / RL: hitam: pergelangan kaki kanan


 Lead F / LL: hijau: pergelangan kaki kiri
 Lead R / RA : merah pergelangan tangan kanan
 Lead L / LL: kuning: pergelangan tangan kiri
 Lead V1: putih/merah: ruang interkostal 4 sebelah kanan garis
sternum
 Lead v2: putih/kuning: ruang interkostal 4 sebelah kiri garis
sternum
 Lead V3: putih/hijau : dipasang antara V4 dan V2
 Lead V6; putih/violet: di linea midaxilaris sejajar V4
 Lead V5:putih hitam ; antara V4 dan V6
 Melakukan kalibrasi 10 mm dengan keadaan 25 mm/volt/detik.
 Membuat rekaman secara berurutan sesuai dengan pilihan lead
yang terdapat pada mesin EKG
 Melakukan kalibrasi kembali setelah rekaman selesai.
 Memberi identitas pasien pada hasil rekaman : nama, umur.
Tanggal, dan jam rekaman serta no lead dan nama pembuat
rekaman EKG.
 Merapikan alat-alat dan mencuci tangan kembali.

G. DAFTAR PUSTAKA

1. Hampton, J.R . Dasar-dasar EKG. Edisis 6. Terjemahan. EGC, Jakarta, 2004. hal
1-133
2. Green, JM, Chiaramida, A. EKG 12 – Sadapan Terpercaya. Terjemahan. EGC,
jakarta, 2007
3. Tim skill lab. Skill laboratory Manual: EKG. UGM, Jogyakarta, 2006
4. Tim skill lab. Skill laboratory Manual: Sistem Kardiovaskuler. FK UNHAS,
Makasar, 2009
5. Braunwald, E, ed. Heart Desease: A Textbook of cardiovascular Medicine. 5 th.
WB. Saunders Company, Philadelphia, 1997

H. EVALUASI

217
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Ceklist Latihan Pemasangan EKG


Skor
No LANGKAH KLINIK YANG DINILAI
0 1 2
I ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN
1 Senyum, salam dan sapa
2 Jelaskan pentingnya pemeriksaan ini lalu lakukan informed
consent
II ITEM PROSEDURAL
Persiapan Alat
1 Menyiapkan EKG, Kapas Alkohol, Kassa
Persiapan Pasien
2 Mempersilahkan pasien untuk tidur terlentang
Perekaman EKG
3 Cuci tangan WHO
4 Minta pasien untuk membuka baju. Bila pasien memakai jam
tangan, gelang dan logam lain untuk dilepaskan terlebih dahulu
5 Bersihkan daerah dada penderita yang akan diperiksa dan
bersihkan elektroda dengan alkohol.
6 Mengoleskan jelly EKG pada permukaan elektroda
7 Hubungkan EKG ke sumber listrik, hidupkan, lalu tes dan
matikan
8  Tempatkan Lead V4: putih coklat interkostal 5 linea
midklavikularis
 Lead N: hitam: pergelangan kaki kanan
 Lead F: hijau: pergelangan kaki kiri
 Lead R : merah pergelangan tangan kanan
 Lead L: kuning: pergelangan tangan kiri
 Lead V1: putih/merah: ruang intrkostal 4 sebelah kanan
garis sternum
 Lead v2: putih/kuning: ruang interkostal 4 sebelah kiri garis
sternum
 Lead V3: putih/hijau : dipasang antara V4 dan V2
 Lead V6; putih/violet: di linea midaxilaris sejajar V4
Lead V5:putih hitam ; antara V4 dan V6
9 Melakukan kalibrasi 10 mm dengan keadaan 25 mm/volt/detik

218
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

10 Membuat rekaman secara berurutan sesuai dengan pilihan lead


yang terdapat pada mesin EKG
11 Melakukan kalibrasi kembali setelah rekaman selesai.
12 Memberi identitas pasien pada hasil rekaman : nama, umur.
Tanggal, dan jam rekaman serta no lead dan nama pembuat
rekaman EKG.
13 Merapikan alat-alat dan mencuci tangan kembali
III ITEM PROFESIONALISME
14 Tunjukkan sikap percaya diri
15 Tunjukkan sikap menghormati pasien
16 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record
TOTAL
Keterangan:
0 = Tidak dilakukan
1= Tidak sempurna
2= sempurna

219
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

PEMBACAAN DAN INTERPRETASI EKG


Oleh : dr. Exsa Hadibrata

A. TEMA
Keterampilan pembacaan dan interpretasi EKG

B. TUJUAN
Setelah kegiatan ini diharapkan mahasiswa mampu untuk :
 Mengetahui gelombang dan interpretasinya pada elektrokardiogram normal
 Mengetahui gangguan irama jantung
 Mengetahui pembesaran jantung
 Mengetahui kelainan iskemik jantung

C. ALAT DAN BAHAN


 Hasil rekaman EKG
 Alat tulis

D. SKENARIO
Saat sedang jaga UGD Rumah Sakit, pasien Tn W, 55 tahun, datang dengan
keluhan nyeri dada sebelah kiri, dada seperti terbakar, dan ada penjalaran
nyeri ke tangan kiri. Nyeri dada ini terjadi mendadak, dan mulai sakit dada
saat pasien ingin pergi bekerja. Pasien sangat cemas sekali dengan
keadaannya saat ini. Anda lalu memberikan O2 pada pasien dan melakukan
pemeriksaan EKG. Hasil rekaman EKG lalu anda baca dan interpretasikan.

E. DASAR TEORI
Gambaran Elektrokardiografi Normal
Kertas EKG mempunyai garis-garis baik vertikal maupun horisontal berjarak 1
mm. Garis yang lebih tebal mempunyai jarak 5 mm. Mengenai “waktu” diukur
sepanjang garis horisontal 1 mm = 0,04 detik atau 40 milidetik, 5 mm = 0,2 detik atau
1 kotak kecil sama dengan 0,04 detik dan 1 kotak besar terdiri dari 5 kotak kecil sama
dengan 0,2 detik. “Voltage” listrik diukur sepanjang garis vertikal dan dinyatakan
dalam milimeter (10 mm = imV). Untuk praktisnya kecepatan pencatatan adalah 25
mm/detik. Dibawah ini adalah jenis-jenis kompleks elektrokardiografi normal :

220
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Gelombang QRS menunjukkan gelombang-gelombang yang relatif besar


(5mm) ; huruf kecil (qrs) menunjukkan gelombang-gelombang kecil (dibawah
5 mm).
 Gelombang P (P wave) : defleksi yang dihasilkan oleh depolarisasi atrium.
 Gelombang Q (q) atau Q wave : defleksi negatif pertama yang dihasilkan oleh
depolarisasi ventrikel dan mendahului defleksi positif pertama (R).
 Gelombang R (r) atau R wave : defleksi positif pertama dari depolarisasi
ventrikel.
 Gelombang S (s) atau S wave : defleksi negatif pertama dari depolarisasi
ventrikel setelah defleksi positif pertama R. Gelombang T (T wave) defleksi
yang dihasilkan sesudah gelombang QRS oleh repolarisasi ventrikel.
 Gelombang U (U wave) : suatu defleksi (biasanya positif) terlihat setelah
gelombang T dan mendahului gelombang P berikutnya. Biasanya terjadi
repolarisasi lambat pada sistem konduksi inverventrikuler (Purkinje).

221
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 1. Gambaran EKG normal

Nilai Interval Normal


Nilai R - R : jarak antara 2 gelombang R berturut-turut. Bila irama ventrikel
teratur, interval antara 2 gelombang R berturut-turut dibagi dalam 60 detik akan
memberikan kecepatan jantung permenit (heart rate). Bila irama ventrikel tidak
terartur, jumlah gelombang R pada suatu periode waktu (misalnya 10 detik) harus
dihitung dan hasilnya dinayatakan dalam jumlah permenit.
Contoh : bila 20 gelombang yang dihitung dalam suatu interval 10 detik, maka
frekwensi jantung adalah 120 per menit.
Interval P-P : pada sinus ritme interval P-P akan sama dengan interval R-R.
Tetapi bila irama ventrikel tidak teratur atau bila kecepatan atrium dan venrikel
berbeda tetapi teratur, maka interval P-P diukur dari titik yang sama pada 2 gelombang
P berturut-turut dan frekwensi atrial per menit dihitung seperti halnya frekwensi
ventrikel.
Interval P-R : Pengukuran interval ini untuk mengetahui waktu konduksi
atrio ventrikel. Termasuk disini waktu yang diperlukan untuk depolarisasi atrium dan
sebagian depolarisasi atrium, tambah perlambatan eksitasi daripada nodus atrio
ventrikuler. Diukur mulai dari permulaan gelombang P sampai permulaan kompleks
QRS. Sebenarnya lebih tepat interval ini disebut P-Q. Nilai normalnya : 0,12 - 0,20
detik.
Interval QRS : Interval ini adalah pengukuran seluruh waktu depolarisasi
ventrikel. Diukur dari permulaan gelombang Q (R bila tidak terlihat Q) sampai akhir
gelombang S. Batas atas nilai normalnya adalah 0,1 detik. Kadangkadang pada
sandapan prekordial V2 atau V3, interval ini mungkin 0,11 detik.
Interval Q-T : Interval ini diukur dari permulaan gelombang Q sampai akhir
gelombang T. Dengan ini diketahui lamanya sistole elektrik. Interval Q-T normal tidak
melebihi 0,42 detik pada pria dan 0,43 detik pada wanita.
Interval Q-U : pengukuran ini mulai dari awal gelombang Q sampai akhir
gelombang U. Tidak diketahui arti kliniknya.

Kelainan Kompleks Pada Beberapa Penyakit

Pada dasarnya bagi yang berpengalaman, tidaklah sulit membedakan antara kompleks
EKG normal dan yang ada kelainan. Tetapi kadang-kadang ditemukan adanya
gambaran EKG yang tidak khas dan membingungkan kita. Oleh karena itu sebagai

222
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

patokan, maka berikut ini disajikan kelainan kompleks P-QRS-T pada beberapa
penyakit.

Kelainan Gelombang P
Kelainan penampilan (amplitudo, lamanya, bentuknya) gelombang P pada
irama dan kecepatan yang normal. Misalnya P mitrale yang ditandai dengan
gelombang P yang tinggi dan lebar pada sandapan I dan II, gelombang P lebar dan
bifasik pada VI dan V3. Gambaran ini menunjukkan adanya hipertrofi atrium kiri
terutama pada stenosis mitralis.

Gambar 2. Gelombang P mitrale di lead II

223
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 3. Gelombang P mitrale di lead V3

Sedangkan P pulmonale ditandai dengan adanya gelombang P yang tinggi, runcing


pada sandapan II dan III, dan mungkin disertai gelombang P tinggi dan bifasik pada
sandapan VI dan V2. Ditemukan pada korpulmonale dan penyakit jantung kogenital.

Gambar 4. Gelombang P pulmonale di lead III

Kelainan penampilan, irama dan kecepatan gelombang P yang dapat berupa


kelainan tunggal gelombang P misalnya “atrial premature beat” yang bisa ditemukan
pada penyakit jantung koroner (PJK), intoksikasi digitalis. Selain itu dapat ditemukan
kelainan pada semua gelombang P disertai kelainan bentuk dan iramanya misalnya
fibrilasi atrium yang dapat disebabkan oleh penyakit jantung rematik (PJR), pada infark
miokard.
Kelainan gelombang P lainnya berupa tidak adanya suatu gelombang P,
kompleks QRS-T timbul lebih cepat dari pada biasanya. Misalnya “ AV nodal premature
beat” pada PJK, intoksikasi digitalis, dimana bentuk kompleks QRS normal, dan
terdapat masa istirahat kompensatoir. Kelainan lain berupa ekstrasistole ventrikel
pada PJK, intoksikasi digitalis.
Seluruh gelombang P tidak nampak, tetapi bentuk dan lamanya kompleks QRS
adalah normal. Misalnya irama nodal AV, takikardi nodal AV, atrial takikardi yang
timbul akibat intoksikasi digitalis, infark miokard, penyakit jantung hipertensi (PJH).
Gelombang P seluruhnya tidak tampak dengan kelainan bentuk dan lamanya kompleks
QRS. Misalnya ventrikel takikardi, fibrilasi atrium yang dapat timbul pada PJR. Penyakit
jantung hipertensi (PJH).

Kelainan Interval P-R


 Interval P-R panjang
Interval P-R memanjang menunjukkan adanya keterlambatan atau blok
konduksi AV. Misalnya pada blok AV tingkat I dimana tiap gelombang P diikuti

224
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

P-R > 0,22 detik yang bersifat tetap atau sementara, ditemukan pada
miokarditis, intoksikasi digitalis, PJK, idiopatik.

Gambar 5. Gambaran AV blok derajat 1

Pada AV blok tingkat II yaitu gelombang P dalam irama dan kecepatan normal,
tetapi tidak diikuti kompleks QRS, dan seringkali disertai kelainan QRS, S - T
dan T.
Interval P-R pada kompleks P-QRS-T mungkin normal atau memanjang, tetapi
tetap jaraknya. Blok jantung A-V2 : 1 atau 3 : 1., berarti terdapat 2 P dan
hanya 1 QRS atau 3P&1QRS.

Gambar 6. Gambaran AV blok derajat 2

Pada blok jantung tingkat III atau blok jantung komplit irama dan kecepatan
gelombang P normal, irama kompleks QRS teratur tetapi lebih lambat (20-40
kali per menit) dari gelombang P. Jadi terdapat disosiasi komplit antara atrium
dan ventrikel. Gambaran diatas ini dapat ditemukan pada PJK, intoksikasi
digitalis, IMA.

225
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 7. Gambaran AV blok derajat 3

 Interval P-R pendek


Interval P-R memendek yaitu kurang dari 0,1 detik dengan atau tanpa
kelainan bentuk QRS. Ditemukan pada PJK intoksikasi digitalis, sindroma
WPW.

Kelainan Gelombang Q
Gelombang Q patologis yang lebar > 1 mm atau > 0,4 detik dan dalamnya >2 mm (lebih
1/3 dari amplitudo QRS pada sandapan yang sama) menunjukkan adanya miokard
yang nekrosis. Adanya gelombang Q di sandapan III dan aVR merupakan gambaran
yang normal.

Kelainan Gelombang R dan Gelombang S


Gelombang R dan Gelombang S menggambarkan axis jantung. Pada axis jantung
normal, gelombang R dan S sama pada lead I. Dengan membandingkan gelombang R
dan S disandapan I dan III yaitu gelombang S di I dan R di III menunjukkan adanya
“right axis deviation”. Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kanan, stenosis
mitral, penyakit jantung bawaan, korpulmonale.

226
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 8. Gambaran right axis deviation di lead I

Sedangkan gelombang R di I dan S di III menunjukkan adanya “ left axis deviati on”.
Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri (LVH). Biasanya dengan
menjumlahkan voltase (kriteria voltasi) dari gelombang S di V1 dan R di V5 atau S V1 +
R V6 > 35 mm atau gelombang R>27 mm di V5 atau V6 menunjukkan adanya LVH.

Gambar 9. Gambaran left axis deviation di lead III

Kelainan Kompleks QRS


 Pada blok cabang berkas His dapat ditemukan adanya kompleks QRS lebar
dan atau “notched” dengan gelombang P dan interval P-R normal. Ditemukan
pada PJK, PJR (Penyakit Jantung Rematik).

227
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Kompleks QRS berfrekwensi lambat dengan atau tanpa kelainan bentuk tetapi
iramanya teratur yaitu pada sinus bradikardi, blok jantung 2:1, 3:1, blok
komplit terutama pada PJK, PJR, penyakit jantung bawaan.
 Kompleks QRS berfrekwensi cepat dengan atau tanpa kelainan bentuk, yaitu
pada sinus takikardi, atrial takikardi, nodal takikardi, fibrilasi atrium, takikardi
ventrikel. Ditemukan pada PJK (Penyakit Jantung Koroner), PJH (Penyakit
Jantung Hipertensi), PJR (Penyakit Jantung Rematik), infark miokard,
intoksikasi digitalis.
 Irama QRS tidak tetap
Kadang-kadang kompleks QRS timbul lebih cepat dari biasa, misalnya “ AV
nodal premature beat”, “ventricular premature beat”. Ditemukan pada PJK
dan intoksikasi digitalis. Irama kompleks QRS sama sekali tidak teratur
yaitu pada fibrilasi atrium dimana sering ditemukan pada PJH, PJR, infark
miokard dan intoksikasi digitalis.

Kelainan segmen S-T


Suatu kelainan berupa elevasi atau depresi segmen S-T yang ragu-ragu,
sebaiknya dianggap normal sampai terbukti benar-benar ada kelainan pada suatu seri
perekaman. Bukanlah suatu kelainan, apabila elevasi segmen S-T tidak melebihi 1 mm
atau depresi tidak melebihi 0,5 mm, paling kurang pada sandapan standar. Secara
klinik elevasi atau depresi segmen S-T pada 3 sandapan standar, biasanya disertai
deviasi yang sama pada sandapan yang sesuai, menunjukkan adanya insufisiensi
koroner.
Adanya elevasi segmen S-T merupakan petunjuk adanya infark miokard akut
atau perikarditis. Elevasi segmen S-T pada sandapan prekordial menunjukkan adanya
infark dinding anterior, sedangkan infark dinding inferior dapat diketahui dengan
adanya elevasi segmen S-T pada sandapan II, III, dan aVF. Untuk perikarditis biasanya
tidak dapat dipastikan tempatnya dan akan tampak elevasi di hampir semua sandapan.
Elevasi segmen S-T pada V4 VR ditemukan pada infark ventrikel kanan.

228
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 10. Lokasi miocard infark dilihat dari EKG lead

229
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 11. Derajat kerusakan jantung dan gambaran EKG

Gambar 12. Gambaran ST elevasi dan ST depresi


Kelainan Gelombang T
Adanya kelainan gelombang T menunjukkan adanya kelainan pada ventrikel.
Untuk itu dikemukakan beberapa patokan yaitu :
 Arahnya berlawanan dengan defleksi utama QRS pada setiap sandapan.
 Amplitudo gelombang T > 1 mm pada sandapan I atau II dengan gelombang R
menyolok.
 Gelombang T terbalik dimana gelombang R menyolok.
 Lebih tinggi daripada perekaman sebelumnya atau lebih tinggi 8 mm pada
sandapan I,II, III.
Oleh karena begitu banyak penyebab kelainan gelombang T, maka dalam
menginterpretasi kelainan ini sebaiknya berhati-hati dan mempertimbangkan seluruh
gambaran klinik. Suatu diagnosis khusus tidak dapat dibuat atas dasar perubahan -
perubahan yang tidak khas. Adanya gelombang T terbalik, simetris, runcing, disertai
segmen S-T konveks keatas, menandakan adanya iskemi miokard.

230
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Kadang-kadang gelombang T sangat tinggi pada insufisiensi koroner. Pada keadaan


dimana defleksi QRS positif pada sandapan I, sedangkan gelombang T pada sandapan I
terbalik atau lebih rendah dari gelombang T di sandapan III menunjukkan adanya
insufisiensi koroner. Gelombang T yang tinggi dan tajam pada semua sandapan kecuali
aVR dan aVL menunjukkan adanya hiperkalemi. Gelombang T yang tinggi dan simentris
dengan depresi segmen S-T menunjukkan adanya infark dinding posterior.

Kelainan Gelombang U
Adanya gelombang U defleksi keatas lebih tinggi dari gelombang T pada sandapan
yang sama terutama V1-V4 menunjukkan adanya hipokalemi.

Prinsip Membaca EKG


Untuk membaca EKG secara mudah dan tepat, sebaiknya setiap EKG dibaca mengikuti
urutan petunjuk di bawah ini
1. Irama
Pertama-tama tentukan irama sinus atau bukan. Apabila setiap kompleks QRS
didahului oleh sebuah gelombang P berarti irama sinus, kalau tidak, maka berarti
bukan irama sinus. Bukan irama sinus dapat berupa suatu aritmia yang mungkin
fibrilasi, blok AV derajat dua atau tiga, irama jungsional, takikardia ventrikular, dan
lain lain.
2. Laju QRS (QRS Rate)
Pada irama sinus, laju QRS normal berkisar antara 60 - 100 kali/min, kurang dari
60 kali disebut bradikardia sinus, lebih dari 100 kali disebut takikardia sinus. Laju
QRS lebih dari 150 kali/min biasanya disebabkan oleh takikardia supraventrikular
(kompleks QRS sempit), atau takikardia ventrikular (kompleks QRS lebar). Pada
blok AV derajat tiga, selain laju QRS selalu harus dicantumkan juga laju gelombang
P (atrial rate). EKG normal selalu regular. Irama yang tidak regular ditemukan pada
fibrilasi atrium, atau pada keadaan mana banyak ditemukan ekstrasistol (atrium
maupun ventrikel), juga pada sick sinus syndrome.
3. Aksis.
Aksis normal selalu terdapat antara -30° sampai +110°. Lebih dari -30° disebut
deviasi aksis kiri, lebih dari +110° disebut deviasi aksis kanan, dan bila lebih dari
+180° disebut aksis superior. Kadang kadang aksis tidak dapat ditentukan, maka
ditulis undeterminable, misalnya pada EKG dimana defleksi positif dan negatif
pada kompleks QRS di semua sandapan sama besarnya.
Menilai axis jantung dapat kita lakukan dengan membandingkan defleksi
gelombang QRS di lead I dan aVF, seperti gambar di bawah ini.

231
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

4. Interval P-R
Interval PR normal adalah kurang dari 0,2 detik. Lebih dari 0.2 detik disebut blok
AV derajat satu. Kurang dari 0,1 detik disertai adanya gelombang delta
menunjukkan Wolff-Parkinson- White syndrome.

5. Morfologi
a. Gelombang P
Perhatikan apakah kontur gelombang P normal atau tidak. Apakah
ada P pulmonal atau P-mitral.
b. Kompleks QRS
Adanya gelombang Q patologis menandakan old myocardial
infarction (tentukan bagian jantung mana yang mengalami infark
melalui petunjuk sandapan yang terlibat). Bagaimana amplitudo
gelombang R dan S di sandapan prekordial. Gelombang R yang tinggi
di sandapan V1 dan V2 menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan (atau
infark dinding posterior). Gelombang R yang tinggi di sandapan V5

232
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

dan V6 dengan gelombang S yang dalam di sandapan V1 dan V2


menunjukkan hipertofi ventrikel kiri. Interval QRS yang lebih dari 0,1
detik harus dicari apakah ada right bundle branch block, left bundle
branch block atau ekstrasistol ventrikel.
c. Segmen ST
Elevasi segmen ST menandakan infark miokard akut (tentukan bagian
mana dari jantung yang mengalami infark). Depresi segmen ST
menandakan iskemia.
d. Gelombang T
Gelombang T yang datar (flat 7) menandakan iskemia. Gelombang T
terbalik (T-inverted) menandakan iskemia atau mungkin suatu
aneurisma. Gelombang T yang runcing menandakan hiperkalemia.
e. Gelombang U
Gelombang U yang sangat tinggi (> gel. T) menunjukkan hipokalemi
Gelombang U yang terbalik menunjukkan iskemia miokard yang
berat.

F. PROSEDUR

Prosedur pembacaan EKG:


1. Perhatikan identitas pasien
2. Tentukan apakah rekaman EKG sudah sesuai dengan standar dan layak di
interpretasikan.
3. Melakukan penilaian secara sistematis
 Menentukan irama dan jenis irama
 Menetapkan frekuensi jantung
 Menentukan arah aksis (sumbu) elektris jatung
 Menetukan bentuk gelombang P
 Menentukan bentuk gelombang QRS
 Menentukan posisi segment ST
 Menentukan bentuk gelombang T
 Menentukan bentuk gelombang U
4. Menentukan interpretasi secara keseluruhan

G. DAFTAR PUSTAKA

233
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

1. Hampton, J.R . Dasar-dasar EKG. Edisis 6. Terjemahan. EGC, Jakarta, 2004. hal
1-133
2. Green, JM, Chiaramida, A. EKG 12 – Sadapan Terpercaya. Terjemahan. EGC,
jakarta, 2007
3. Tim skill lab. Skill laboratory Manual: Sistem Kardiovaskuler. FK UNHAS,
Makasar, 2009
4. Braunwald, E, ed. Heart Desease: A Textbook of cardiovascular Medicine. 5th.
WB. Saunders Company, Philadelphia, 1997
5. Sudoyo, dkk. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid III. FKUI, Jakarta,
2006. Hal 1455-1467

H. EVALUASI

Cek List Latihan Pembacaan dan Interpretasi EKG


Skor
No LANGKAH KLINIK YANG DINILAI
0 1 2
I ITEM INTERAKSI DOKTER DAN PASIEN
1 Senyum – salam – sapa
II ITEM PROSEDURAL
1 Melihat hasil rekaman EKG dengan memperhatikan identitas
pasien
2 Menentukan apakah rekaman ini sudah sesuai dengan standar
dan layak di interpretasi
3 Menentukan irama jantung
4 Menetapkan frekuensi denyut jantung
5 Menentukan Arah aksis (sumbu) elektris jantung
6 Menentukan bentuk gelombang P
7 Menentukan bentuk gelombang QRS
8 Menentukan posisi segment ST
9 Menentukan bentuk gelombang T
10 Menentukan bentuk gelombang U
11 Mengambil Kesimpulan hasil EKG
12 Menyerahkan hasil rekaman EKG kepada yang berkepentingan
III ITEM PROFESIONALISME
1 Tunjukkan sikap percaya diri

234
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

2 Menjelaskan kesimpulan EKG kepada pasien


3 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record
TOTAL

Keterangan:
0 = Tidak dilakukan
1= Tidak sempurna
2= sempurna

235
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

PEMBACAAN RONTGEN THORAKS


Oleh: dr. Catur Ari Wibowo

A. TEMA
Keterampilan membaca foto rontgen thoraks.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melalui CSL ini diharapkan mahasiswa mampu untuk :
1. Mengetahui langkah-langkah membaca foto thorax
2. Menilai kualitas suatu foto rontgen thoraks baik atau tidak
3. Mengetahui foto thorax normal

C. ALAT DAN BAHAN


 Illuminator
 Film rontgen

D. SKENARIO
Seorang kakek berumur 60 tahun di bawa ke rumah sakit oleh anaknya
karena batuk berdahak bercampur darah sejak 1 minggu. Dari anamnesis
sebelum batuk berdahak bercampur darah, pasien mengaku sudah batuk –
batuk kurang lebih 3 bulan. Selain itu sang kakek juga mengeluhkan badan
agak demam terutama pada saat malam hari kurang lebih 1 bulan.
Sebelumnya kakek sudah berobat ke salah satu tenaga kesehatan di desanya
namun tidak sembuh akhirnya sang kakek hanya minum obat warung saja.
Namun keluhan tidak sembuh malah makin lama makin parah. Menurut
pengakuan pasien malah berat badannya makin lama makin turun.

E. DASAR TEORI

1. Radiasi

Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk
panas,partikel atau gelombang elektromagnetik atau cahaya (foton) dari
sumber radiasi. Salah satu penggunaan sinar X yaitu pada penggunaan rontgen
umum (general X-rays). Rontgen umum (General X-rays). termasuk rontgen (x-
ray) paru-paru atau thoraks, rontgen (x-ray) tulang dan rontgen (x-ray) bagian
perut. Alat ini langsung menyorot sinar menembus bagian tubuh yang sedang
236
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

diperiksakeatas film yang khusus. radiographi ini biasannya memberikan jumlah


radiasi sedikit.

SIFAT_ SIFAT SINAR X

A. . D a y a T e m b u s .
Sinar X dapat menembus batas, dengan daya tembus sangatbesar dan digunakan dalam
radiografi,makin tinggitegangantabungmakamakintinggidayatembusnya.

B. . P e r t e b a r a n .
Apabila berkas sinar-x melalui suatu bahan atau suatu zat,maka berkas tersebut akan
bertebaran ke segalapenjuru/jurusan, menimbulkan radiasi sekunder pada bahan zatyang
dilaluinya.

C. . P e n y e r a p a n .
Sinar dalam radiografy, diserap oleh bahan atau zat denganberat atom atau kepadatan
bahan/xattersebut.

D. . E f e k F o t o g r a f i
Sinar X dapat mengitamkan emulsi film sejalan diproses secarakimiawi dikamar gelap agar
menjadifoto.

E. Efek Fluoresensi
Sinar x menyebabkan bahan-bahan tertentu sepertikalsium tungstat atau zink
sulfide memendarkan cahaya(luminisensi). Luminisensi ada 2 jenis yaitu :
• Fluoresensi, yaitu memendarkan cahaya sewaktu adaradiasi Sinar x saja.
• Fosforisensi, pemendaran cahaya akan berlangsungbeberapa saat walaupun
radiasi Sinar x sudahdimatikan (after – glow).

F. E f e k I o n i s a s i
Efek primer dari Sinar X apabila mengenai suatu bahanatau zat dapat
menimbulkan ionisasi (perubahan partikelbebas menjadi ion) partikel-partikel
atau zat tersebut.

G. Efek Biologik
Sinar x akan menimbulkan perubahan-perubahan biologi pada jaringan. Efek
biologi ini yang dipergunakandalam pengobatan radioterapi.

237
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

2. Pembuatan Radiografi
Dalampembuatansuatu rongtenthorak
ataupunyanglainnyadibutuhkan
perlengkapanyangterdiridari:
 Film rontgen
 Intensifying screen
 Kaset
 Grid
 Alat – alat fixasi
 Alat – alat proteksi
 Marker/tanda/kode.

Film rontgen
Lapisan-lapisan Film Rongten:
 Supercoat untuk melindungi emulsi film
 Emulsi film terdiri atas AgBr, AgCl, dan AgJ.
 Substratum: perekat antara emulsi dan alas film
 Film base / Alas film tdd polyesterbase

Jenis-jenisFilm
1. Screen film: film yang dalam penggunaanya selalu menggunakan
intensifying screen
2. Non- screen film : film yang dalam penggunaanya tanpa intensifying
screen
 Dental film
 Mammographi
 Filmuntukextremitas
3. Sensitivitasnya:
 Blue sensitive
 Green sensitive

Intensifying screen
Merupakan alat yang terbuat dari kardus (card board) khusus yang
mengandung lapisan tipis emulsi fosfor dengan bahan pengikat yang sesuai.
Yang banyak digunakan adalah kalsium tungstat.
238
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Kaset
Kaset sinar – X adalah suatu tabung ( container) tahan cahaya yang berisi 2
buah intensifying screen yang memungkinkan untuk dimasukkan film rongten
diantara keduannya dengan mudah.

Grid ( kisi-kisi)
Merupakan alat untuk mengurangi atau mengeliminasi radiasi hambur agar
tidak sampai ke film rongten.
Jenis – jenis grid yaitu
1. Grid diam ( stationary grid)
2. Grid bergerak( moving grid ).

Alat-alat fiksasi
Gunanya mebantu agar objek yg difoto tak bergerak
Contohnya antara lain:
 Bantal pasir
 Bantal spons / Sponge / soft bags
 Compressor band
 Klemkepala(headclamps)

Alat-alat pelindung
 Diafragma cahaya (light beamdiaphragm)
 Conus
 Pelindung gonad / gonad shield
 Pelindung ovarium / ovarium shield
 Aprontimbal/Lead apron
 Lead gloves
 Pencegah pelindung / Protective shielding
 Lead glass
 Karet timbal / lead rubber

Marker/tanda/kode
Tandauntukidentifikasifotomilikpasien
 Identitas Pasien : Nama, umur,kelamin
 Tandaletakanatomi :Rright±LLeft

239
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

3. Prosesterjadinyagambarradiografi
1.Gambar laten
Kerapatanobjektinggi-fluoresensiintensifying screen rendah - perak-halogen
hampir tak berubah.Kerapatan objek rendah - fluoresensitinggi - perubahan
perak halogenfilm terjadi baik.
2. Gambar tampak, setelah masuk developer.Selanjutnyadifixer.

Radiolusen dan radioopak


Daya tembus sinar –X berbeda – beda sesuai dengan benda yang dilaluinya.
Benda yang mudah tembus sinar X akan member bayangan hitam
(radiolusen). Sedangkan benda – benda yang sukar ditembus sinar X member
ibayangan putih ( radioopak)

Gambar film yang timbul oleh karenasinar--XX


o Melaluiobjekkerapatan rendah-bayangan hitam = Radiolusen (RL)
o Melalui objek kerapatan tinggi -bayangan putih = Radioopak (RO)
o Tidak terlalu hitam = Moderately Radiolusen(MRL)
o Tidak terlalu putih = Moderately radioopak(MRO)
o Antara MRL&MRO, Keputih-putihan= Intermediate (I)

Berdasarkanmudahtembusnya bagian tubuh dibedakanatas:


Radiolusen (RL) :Gas, udara:
Radioopak (RO) :Logam, logam berat
Moderately Radiolusen(MRL) :Jaringan lemak
Intermediate(I) : Jaringan ikat, otot ,darah, cartilago,
epitel , batu cholesterol, batu asam urat
Moderately radioopak(MRO) : Tulang, garamkalsium

Pembacaan Rontgen Thorax

Pemeriksaan radiologic thoraks merupakan pemeriksaan yang sangat penting.


Pemeriksaan paru tanpa pemeriksaan rontgen saat ini dianggap tidak
lengkap. Pemeriksaan foto rontgen yang dibuat pada suatu saat tertentu
dapat merupana dokumen yang abadi dari penyakit seorang penderita dan
setiap waktu dapat dpergunakan dan diperbandingkan dengan foto rontgen
thoraks yang dibuat saat ini.

240
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

1. Inspeksi Rongten Thorax


Inspeksi rontgen thorax untuk menilai kekuatanpencahayaan ( tulang
belakang, thorakal bawah terlihat), diambil pada saat inspirasi penuh
( diagfragma setinggi iga ke 5 atau iga ke 6 di bagian anterior) dan
rotasi ( prosesus spinosus dari vertebra thorakal bagian atas berada
ditengah ujung medial dari klavikula. Inspeksi pada rontgen thoraks
bias di mulai dengan melihat mula – mula dari paru – paru, bayangan
hilus, bayangan jantung, mediastinum, diagfragma, tulang dan
jaringan lunak. Di bawah ini merupakan gambaran yang bisa kita
lihat pada rontgen thoraks normal pada seseorang.

241
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

a. Paru – paru
Lakukan pemindaian pada kedua paru, di mulai dari bagian apeks dan
terus ke bawah. Bandingkan penampakan setiap zona dengan sisi
lainnya. Satu – satunya bayangan yang terlihat secara normal, selain
fisura, pastilah berasal dari vaskuler, sehingga kosentrasilah untuk
mencari bayangan homogeny pada tiap area atau lesi massa.
b. Bayangan hilus
Merupakan tempat yang paling sering untuk limfadenopati dan
karsinoma bronkus , cari peningkatan dan ketidakteraturan seperti
pembesaran bayangan hillus.
c. Bayangan jantung
Perhatikan ukuran dan bentuk jantung. Pembesaran ruang jantung
tertentu sering sulit diedentifikasi perhatikan dan berikan tanggapan
pada ukuran jantung secara keseluruhan.
d. Mediastinum
Nilai adanya lesi massa dan pergeseran mediastinum oleh trakea dan
bayangan jantung.
e. Diagfragma
Sudut kostrofenicus harus terlihat jelas, lancip dan dalam. Sudut yang
tumpul mungkin mengindikasikan adanya efusi pleura atau penebalan
pleura lama. Permukaan bagian atas harus tegas ketegasan yang
buruk sering menunjukkan adanya kelainan paru basal. Pendataran
digfragma menunjukkan adanya hiperinfilasi dan penyakit jalan nafas
obstruksi kronis.
f. Tulang dan jaringan lunak
Perhatikan bagian tepi film, perhatian iga untuk mengetahui adanya
fraktur atau deposit sekunder penampakan bayangan payudara dan
apakah telah dilakukan mastektomi, bagian bawah digfragma, bahu
dan sebagainya.

F. PROSEDUR

1. Pastikan Identitas foto rontgennya


2. Menilaikualitasfoto yangbaikatautidakbaik
Inspirasimaksimum:
 TampakIgake-6berpotonganditengahdengandiafragma

242
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 TulangClaviculaberbentukhurufVdanjarakantaraujungclaviculadenganprocesus
spinosusadalahsama
 VertebraThorakalistampakdariVth1-Vth5
 Softtissuetidaktampak
 terlihatseluruh lapanganparu
3. Tentukanposisi foto.

 PadafotoAP
clavicula akan tampak mendatar, scapula berada di dalam lapangan paru, dan yang tampak
depan adalah costaeanterior.

 PadafotoPA
costaeposteriortampakdepan, claviculamenjungkit,danscapulaberadadiluarlapanganparu.

243
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

4. Dindingthorak
 CostadanIntercosta-Claviculadan Scapula-TulangVertebrae-
 Softtissuedindingthorak–BayanganPleura-
 Tracheapadaleher.
 SinusCostoprenicus(normalLancip)
 Diafragma (letak tinggi/rendah/normal ( diafragma kanan lebih tinggi 2,5 cm dari
diafragmakiri)
 Hilus merupakan tempat keluar masuknya arteri dan vena pulmonalis, bronkus, dan
jugasaluranlimfe.Normalnyadiameterhilussamadengandiametertrakea.
 Cor/Jantung(bentukdanukuran)

244
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

CTR(Cardiothoracoratio).< 50%,
Caramenghitungnyaadalah a+b /c

 Mediastinum
Corakan bronkovaskuler normalnya hanya terdapat pada 1/3 lapangan paru dari central pada
dewasa, sedangkanpadaanakhanya1/4darilapanganparu.

G. CEK LIST LATIHAN PEMBACAAN FOTO THORAX

No Langkah Klinik yang Dinilai SKOR


0 1 2
1 Pastikan Identitas foto rontgennya
2 Menilaikualitasfoto
Inspirasimaksimum:
 TampakIgake-6berpotonganditengahdengandiafragma
 Tulang Clavicula berbentuk huruf V dan jarak antara ujung clavicula
dengan procesusspinosusadalahsama
 VertebraThorakalistampakdariVth1-Vth5
 Softtissuetidaktampak
 terlihatseluruh lapanganparu
3 Posisi foto:

245
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 APatauPA
4. Dindingthorak:
 CostadanIntercosta-Claviculadan Scapula-TulangVertebrae-
 Softtissuedindingthorak–BayanganPleura-
 Tracheapadaleher.
 SinusCostoprenicus(normalLancip)
 . Diafragma (letak tinggi/rendah/normal ( diafragma kanan lebih tinggi 2,5
cmdaridiafragmakiri)
 Hilus
 Cor : CTR(Cardiothoracoratio).< 50%,
 Mediastinum

H. DAFTAR PUSTAKA

Atlas Teknik Radiologi. Jakarta : EGC


Patel, Pradip R. 2005. Lecture Notes Radiologi. Jakarta: EGC
Petunjuk Membaca Foto untuk Dokter Umum. 1995. Jakarta : EGC
Soeroso, Luhur. S. 2007. Atlas Radiologi dan Ilustrasi Kasus. Jakarta: EGC

246
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

PUNKSI PLEURA (THORACOCENTESIS)


Oleh : dr. Oktadoni Saputra

B. TEMA
Keterampilan Prosedural Punksi Pleura/ Thoracocentesis

C. LEVEL KOMPETENSI
Level Kompetensi
No Kompetensi SKDI Target
Capaian
Contraventil needle
1 (needle 2 2-3
decompression)
2 Pneumothorax,
3B 3B
Hemothorax
(Sumber : SKDI, 2006)

D. TUJUAN PEMBELAJARAN
 Mahasiswa mengenal dan mampu menjelaskan tentang Punksi Pleura
 Mahasiswa mampu menyebutkan indikasi Punksi Pleura
 Mahasiswa mampu melakukan procedural Punksi Pleura
 Mahasiswa mampu menjelaskan penalaran klinis Punksi Pleura

E. ALAT DAN BAHAN


 Handschoen steril
 Triway
 Blood transfer set/ Transfusi set
 Abbocath 18-20 G
 Spuit 3 cc dan jarum 27 G
 Spuit 50 cc
 Lidokain 1%
 Antiseptik ; betadine
 Plester & Kassa Steril
 Gunting kassa Gambar 8. Set Punksi Pleura
 Botol penampung 1 liter
 Tempat specimen (jika diperlukan) 2/3 buah
247
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

F. SKENARIO
Dyspnea

Seorang wanita umur 68 tahun, datang ke UGD tempat saudara bekerja


dengan sesak. Sesak dirasakan sejak 2 bulan terakhir, kadang disertai batuk dan nyeri
pada dada kanan. Sesak dirasakan terus menerus dan tidak bertambah berat saat
beraktivitas. Bahkan sejak seminggu terakhir pasien merasakan sesaknya bertambah
berat dan sampai mengalami kesulitan bernafas. Pasien lebih senang berbaring ke sisi
kanan untuk mengurangi sesaknya. 1 bulan yll pasien pernah memeriksakan
keluhannya ke puskesmas karena batuk yang disertai darah. Pasien dikatakan harus
periksa dahak dan rontgen tapi pasien tidak datang berobat lagi alasan biaya.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan : KU tampak sakit berat&sesak, Compos
mentis. TD : 130/85 mmHg, N : 108x/menit, RR = 40x/menit, Temp : afebris.
Pemeriksaan fisik thorak ; inspeksi (look) : pembesaran hemithorax dextra. Auskultasi
(Listen) : S1-S2 murni, regular ST(-), penurunan suara vesikuler hemithorax dextra mulai
dari SIC III dan menghilang di daerah Basal. Perkusi : Redup pada hemithorax dextra
SIC IV ke bawah, konfigurasi jantung dbn dan Palpasi (feel) : adanya ketinggalan gerak
pada dada sebelah kanan. Egophony (+). Rontgen : Perselubungan pada 2/3 basal
hemitoraks dextra dengan sinus costofrenicus kanan tumpul.
Anda memutuskan untuk melakukan punksi pleura untuk diagnostic dan life
saving pada pasien.

G. DASAR TEORI
I. Definisi
Punksi Pleura/ Thoracocentesis merupakan suatu prosedur klinik dengan
melakukan punksi pada dinding dada untuk mengeluarkan cairan/udara dari rongga
pleura. Punksi pleura biasanya dilakukan pada pasien dewasa baik rawat inap maupun
rawat jalan.

II. Tujuan, Indikasi dan Kontraindikasi


Punksi pleura/ Thoracocentesis dilakukan baik untuk prosedur diagnostic (analisis
cairan pleura) misalnya pada kasus efusi pleura, maupun prosedur terapeutik
(mengeluarkan cairan berlebih pada cavum pleura yang menyebabkan distress
respirasi) misalnya pada kasus efusi pleura massif, pneumothorak maupun
hematothorak massif.

248
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Indikasi Thoracocentesis antara lain :


 Non Trauma : Segala hal yang menyebabkan peningkatan cairan cavum pleura
atau disebut dengan efusi pleura (biasanya dilakukan di SMF Paru)
 Trauma : Hematothorak massif, Pneumothorak (biasanya dilakukan bagian
Bedah dan kadang diikuti dengan pemasangan Chest Tube)
Kontraindikasi punksi pleura/ Thoracocentesis :
 Absolut : Gangguan perdarahan (Coagulopathy), Pemakaian zat antikoagulan
disertai PTT&APTT memanjang > 1,5 x normal, Trombositopenia (AT) <
20.000/mmk, gangguan hemodinamik atau irama jantung, serta distress
respirasi bukan karena efusi pleura
 Relatif : infeksi local pada dinding dada, kurangnya kooperatif dari pasien,
keadaan umum pasien yang lemah/buruk serta batuk berlebihan.

III. Lokasi Punksi


 SIC V atau VI linea midaxillaris, atau
 SIC V linea linea midscapula
 SIC II linea midclavicula (untuk pneumothorax)
Untuk kasus efusi pleura yang terlokalisir kadang diperlukan bantuan USG bahkan
panduan CT-Scan untuk menentukan lokasi tusukan

IV. Anatomi, Fisiologi Cavum Pleura dan Patofisiologi efusi pleura


Cavum Pleura adalah rongga diantara paru dan dinding dada, dibatasi oleh Pleura
visceral yang melapisi paru dan pleura parietal yang melapisi bagian dalam dinding
dada. Pleura ini merupakan membrane serosa yang kuat. Tebal rongga pleura 10-20
mikron. Secara normal cavum pleura menghasilkan 25-50cc cairan yang berfungsi
sebagai pelicin. Peningkatan jumlah cairan yang berlebihan pada cavum inilah yang
dikenal sebagai efusi pleura. Cairan pleura normal mengandung protein dalam jumlah
rendah serta terdapat tekanan negative yang berguna dalam menjaga pengembangan
paru saat respirasi.
Cairan pleura dibentuk oleh kapiler pleura parietalis dan direabsorsi oleh kapiler
pleura viseralis dan pembuluh getah bening pleura parietal. Keseimbangan ini
tergantung pada tekanan hidrostatik dan penyaluran cairan pleura oleh saluran getah
bening. Secara fisiologis keseimbangan cairan ini terjaga karena adanya tekanan
hidrostatik 9 mmHg oleh produksi pleura parietal diimbangi oleh tekanan koloid osmotic
10 mmHg oleh pleura visceral untuk direabsorpsi. Pada keadaan patologis rongga

249
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

pleura dapat menampung beberapa liter cairan dan udara. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambar berikut

Gambar 9. Anatomi dan fisiologi Cavum Pleura


Penyebab terjadinya efusi pleura akibat transudasi/ eksudasi yang berlebihan,
antara lain :
 Pembentukan lebih banyak daripada penyerapan, atau
 Pembentukan normal tetapi penyerapan terganggu
Ad 1. Peningkatan Pembentukan :
 Peningkatan cairan interstisial paru
o Gagal Jantung Kiri
o Pneumonia
o Emboli Paru
 Peningkatan tekanan intravaskuler di pleura
o Gagal Jantung Kanan/Kiri
o Syndrome Vena Cava Superior
 Peningkatan kadar protein cairan pleura ; atelektasis
 Peningkatan cairan dalam rongga peritoneal; robeknya pembuluh darah atau
saluran getah bening, asites dan dialysis peritoneal

250
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Penurunan tekanan osmotik koloid darah akibat hipoproteinemia


Ad 2. Penurunan absorbsi cairan pleura
 Obstruksi saluran limfe parietal
 Peningkatan tekanan vaskuler sistemik (SVR); Sindrom vena cava, Gagal
Jantung Kanan

V. Jumlah dan jenis cairan efusi pleura


Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam rorigga pleura yang disebabkan
oleh proses eksudasi atau transudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi
pleura bukanlah merupakan suatu diagnosis penyakit, tetapi suatu gejala penyakit
serius yang dapat mengancam jiwa.
Efusi pleura masif adalah penumpukan cairan pleura yang mencapai lebih 2/3
hemitoraks. Berbagai penyakit bisa menimbulkan efusi pleura masif, namun yang paling
sering ditemukan karena proses keganasan dan tuberkulosis.
Efusi pleura masif harus segera mendapatkan tindakan pengobatan karena cairan
pleura akan menekan organ-organ vital dalam rongga dada dan dapat menimbulkan
kematian. Selain pengobatan terhadap penyakit yang mendasari, pengobatan atau
tindakan yang dapat dilakukan pada efusi pleura masif adalah dengan melakukan
Torakosentesis. Jumlah cairan yang dikeluarkan seperlunya hingga sesak - berkurang
(lega); jangan lebih 1-1,5 liter pada setiap kali aspirasi, Zangelbaum dan Pare
menganjurkan jangan lebih 1.500 ml dengan waktu antara 20-30 menit. Torakosentesis
ulang dapat dilakukan pada hari berikutnya.
Torakosentesis untuk tujuan diagnosis setiap waktu dapat dikerjakan, sedangkan
untuk tujuan terapeutik pada efusi pleura misalnya akibat tuberkulosis dilakukan atas
beberapa indikasi :
a) Adanya keluhan subjektif yang berat misalnya nyeri dada, perasaan tertekan
pada dada.
b) Cairan sudah mencapai sela iga ke-2 atau lebih, sehingga akan mendorong dan
menekan jantung dan alat mediastinum lainnya, yang dapat menyebabkan
kematian secara tiba-tiba.
c) Suhu badan dan keluhan subjektif masih ada, walaupun sudah melewati masa 3
minggu. Dalam hal seperti ini biasanya cairan sudah berubah menjadi pyotoraks.
d) Penyerapan cairan yang terlambat dan waktu sudah mendekati 6 minggu, namun
cairan masih tetap banyak.

Perbedaan antara Transudat dan Eksudat sebagai berikut :


251
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Tabel 3. Perbedaan Transudat dan Eksudat


Transudat Eksudat
Uji Rivalta -- +
Protein < 3,0 gr% > 3,0 gr%
Nisbah protein CP/ < 0,5 > 0,5
Plasma
Berat Jenis < 1,016 > 1,016
LDH < 200 / µ > 200 / µ
Nisbah LDh CP/Plasma < 0,6 > 0,6
Lekosit < 1000 > 1000
Hitung Jenis < 50% limfosit > 50% limfosit
pH > 7,3 < 7,3
Glukosa ≥ plasma < plasma
Amilase = plasma > Plasma
Alkali Fosfatase < 75 µ > 75 µ
Contoh Gagal Jantung Kongestif, Inflamasi; TBC,
Hipoproteinemia. Pneumonia bacterial,
Chirosis, Meig Keganasan, Infeksi sub-
sindrom,Nephrosis, diafragma, infeksi jamur
Myxoedema,pankreatitis

Gambar 10. Lokasi punksi dan efusi pleura

252
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

VI. Efek Samping dan komplikasi tindakan


 Pneumothoraks
 Perdarahan, hemothorax
 Nyeri tempat tusukan
 Infeksi terlokalisasi
 Batuk
 Syok vasovagal
 Kecemasan
 Intrabdominal organ injury
 Emboli udara.

H. PROSEDUR
 Evaluasi awal
o Anamnesis : Riw. Keganasan, Pansitopenia, Penggunaan
antikoagulan, Ax Efusi Pleura
o Px Fisik : KU, VS, febris, pulse oxymetri, Thorak : Tanda dan Gejala
efusi (Look, Listen, Feel)
o Penunjang : Rö Thorax PA, Lateral, CT-Scan, Lab : DL, CT-
BT,LDh,Albumin,GDS
 Persiapan Pasien :
o Informed : Jelaskan Tujuan, manfaat dan resiko, langkah-langkah
prosedur serta instruksi untuk pasien, anestesi infiltrasi, tanyakan riw.
Alergi anestesi local atau antiseptic yang digunakan.
o Consent : Meminta persetujuan tertulis
 Pengecekan dan persiapan alat dan diri operator
 Pelaksanaan :
o Memposisikan pasien duduk (memeluk bantal  lihat gambar) atau
tidur miring pada sisi sakit (lengan ipsilateral diatas kepala)
o Cari lokasi/ titik tusukan (konfirmasi Rontgen dengan perkusi lokasi
biasanya midaxila atau midposterior SIC 5.  Tandai ballpoint. Untuk
dekompresi pada pneumothorax biasanya SIC II midclavicula)
o Cuci tangan WHO dan Pasang Hanschoen steril
o Sterilisasi lokasi dengan prosedur aseptic (central-perifer)
o Pasang duk steril
o Anestesi local (spuit 3cc jarum 27 atau 22G + lidocaine 1%)

253
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Blok N.Intercostalis  tegak lurus tepi bawah costa V-


sampai os costa arahkan kebawah, aspirasi lalu injeksikan
 Infiltrasi : Tusukkan spuit tepat tepi atas costa VI dari luar
kedalam disertai dengan aspirasi dan injeksi infiltrasi lidokain
1% sampai didapatkan cairan pleura)
o Tandai batas jarum masuk ke cavum pleura dengan klem arteri
o Masukkan Abbocath tepat ditepi atas costa VI, tegak lurus, pelan dan
pasti sampai menembus pleura parietalis dan keluar cairan dari
rongga pleura  cabut jarum penuntun  masukkan catheter lebih
dalam dan tutup dengan telunjuk.
o Pasang Triway pada spuit 50 cc, sesuaikan arah stop cock dan
sambungkan ke catheter kemudian lakukan aspirasi
o Sambungkan dengan blood set dan botol penampungan, jangan lupa
merubah arah stop cock triway saat memindahkan arah aliran cairan
pleura ke botol penampungan.
o Alirkan sampai jumlah yang di[perkirakan, maksimal 1-1,5 liter, amati
keadaan pasien (syok vasovagal, batuk, cemas, usahakan selalu
berinteraksi dengan pasien untuk mengurangi kecemasan)
o Lepaslah spuit 50 cc dan tampung cairan pada tempat specimen
untuk pemeriksaan lab
o Setelah selesai, tekan dengan kassa steril kemudian mintalah pasien
menarik nafas panjang, berdeham atau batuk lalu lepaslah kateter dan
tutup dengan plester
o Lepaslah duk dan bersihkan daerah tindakan serta peralatan
o Cuci tangan sesuai WHO
o Jelaskan prosedur pada pasien telah selesai dan jelaskan instruksi
selanjutnya
 Penutup  menutup hasil procedural dengan baik

254
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 11. Posisi Punksi Pleura


(Sumber : Elaine Reid. 2009. Thoracocentesis : Patient Informations)

I. DAFTAR PUSTAKA
 Anonim, 2008. Pleural Aspiration Protocol for Oncology/ Palliative Care
Patients. CDHB Hospital Palliative Care Service.
 Astowo, Pudjo. 2009. Efusi Pleura, Efusi Pleura Ganas, Empyema. Department
Pulmonology and Repiration Medicine, Division Critical Care Medicine and
Pulmonary Intervention, Medical Faculty University of Indonesia-Persahabatan
Hospital.
 Reid, Elaine. 2009. Thoracocentesis (Pleural aspiration or pleural tap): Patients
Information. Cambridge University Hospitals - NHS Foundation Trust
 Shinohara Yoshitomo, 1999. A New Method of Thoracocentesis Using CT
Guidance in Patients with a Small Amount of Pleural Fluid. Cardiovasc.
Intervent. Radiol (1999) 22:260-261
 Sugito, et al. 1992. Efusi Pleura Masif. Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus
No. 80; 95-97
 Szilagy, Peter. G. Bate‟s Guide to Phsycal Examination Chapter 6

255
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Thomsen, Todd W. et al, 2006. Video Thoracentesis. The New England Journal
of Medicine. Mount Auburn Hospital, Cambridge & Harvard Medical School,
Boston, Massachusetts.
 TR Collins and SA Sahn. 1987. Thoracocentesis. Clinical value, complications,
technical problems, and patient experience. Chest:91; hal 817-822 didownload
dari http://chestjournal.chestpubs.org/content/91/6/817

256
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

PEMASANGAN & PENCABUTAN CHEST TUBE


dr. Merry Indah Sari, dr. Oktadoni Saputra

A. TEMA
Keterampilan Prosedural Pemasangan dan Pencabutan CHEST TUBE

B. LEVEL KOMPETENSI
Level Kompetensi
No Kompetensi SKDI Target
Capaian
Water Seal Drainage (Chest
1 2 2-3
Tube Insertion)
(Sumber : SKDI, 2006)

C. TUJUAN PEMBELAJARAN
 Mampu menjelaskan indikasi , tujuan dan hasil pemasangan Chest-Tube
 Mampu memilih alat yang akan digunakan
 Mampu melakukan prosedur pemasangan dan pencabutan Chest-tube
 Mampu melakukan evaluasi dan perawatan Chest-Tube
 Mampu melakukan penalaran klinik terhadap hasil pemasangan Chest-
Tube

D. ALAT DAN BAHAN


 Hand schoen steril
 Doek steril
 Spuit 5 cc steril
 Pisau bedah steril
 Klem arteri lurus steril
 Needle holder dan jarum kulit steril
 Silk /Side 2.0
 NGT no 16 atau chest tube
 Blood set
 Botol penampung
 Cairan antiseptik
 Trokar disposable
257
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

E. SKENARIO

Efusi Pleura Masif


Seorang pasien laki laki masuk ke UGD dengan keluhan sesak nafas yang
makin lama makin berat. Sesak dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Pasien menderita TBC
kronis yang sering putus berobat. Setelah pemeriksaan fisik didapatkan gerakan
hemitoraks kiri tertinggal, fremitus kiri lemah, perkusi hipersonor dan suara nafas yang
berkurang. Dokter jaga lalu melakukan pemeriksaan rontgen dan setelah melihat
hasilnya memutuskan memasang Chest-Tube

F. DASAR TEORI
I. Pengertian
Pemasangan Chest-Tube merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk
mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari rongga pleura (system drainase) dengan
menggunakan pipa penghubung (chest tube) dan disambungkan dengan alat water seal
drainage (air sebagai klep).
II. Tujuan
 Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan rongga
thorak
 Mengembalikan/mempertahankan tekanan negative pada rongga pleura
 Mengembangkan kembali paru yang kolaps
 Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada
III. Indikasi
a) Pneumothoraks :
 Spontan > 20% oleh karena rupture bleb
 Tension pneumotoraks
 Pneumotoraks bilateral
 Luka tusuk tembus
 Klem dada yang terlalu lama
 Kerusakan selang dada pada sistem drainase
b) Hematothorax
 Robekan pleura
 Kelebihan antikoagulan
 Pasca bedah thoraks
c) Thorakotomy

258
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Lobektomy
 Pneumektomy
d) Emfiema
 Penyakit paru serius
 Inflammasi
e) Efusi Pleura Masif
IV. Jenis WSD
a) WSD Aktif  continuous suction. Gelembung berasal dari udara system
b) WSD Pasif  gelembung udara berasal dari cavum thorax pasien
V. Syarat Pipa Chest-Tube
 Transparan (agar bisa melihat undulasi)
 Lunak (agar bisa dipijit bila ada jendalan darah)
 Tidak terlalu panjang
 Besar (agar aliran lancer)
VI. Tempat Pemasangan Chest-Tube
a) Bagian apex paru (apical)
 SIC ke 2 linea midclavicula
 fungsi : untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura (biasanya
dengan Punksi Pleura)
b) Bagian basal
 Yang dianjurkan SIC V linea midaxillaris
 Di beberapa literature SIC VIII-IX linea axillaris posterior
 fungsi : untuk mengeluarkan cairan (darah, pus) dari rongga pleura

Gambar 12. Jenis WSD dan Pemasangannya


259
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

VII. Perawatan Chest-Tube


Setelah dilakukan pemasangan Chest-Tube maka perlu dilakukan perawatan
sebelum Chest-Tube dilepas kembali
 Posisi setengah duduk (±30º)
 Perawatan luka pemasangan Chest-Tube
1. Verban diganti setiap 3 hari sekali dan diberi salf steril
 Foto control tiap hari
 Fisioterapi nafas agar paru mengembang (misal dengan meniup balon atau
batuk)
 Perawatan selang dan botol WSD
1. Susunan alat rapi dan terlihat
2. Cairan dalam botol diganti setiap hari
3. Penggantian harus memperhatikan sterilitas botol dan selang serta
orang yang mengganti
4. Cairan yang digunakan adalah cairan NaCl
5. Penggantian botol harus dilakukan dengan teknik tertutup/kedap untuk
mencegah udara masuk ke pleura dengan cara mengklem selang
atau dilipat dan diikat.
6. Saat penggantian catat penambahan cairan, adanya undulasi dan
adanya udara yang keluar dari WSD.
VIII. Pemasangan Chest-Tube dinyatakan berhasil bila:
1. Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik atau rontgen
2. Darah cairan sudah tidak keluar dari Chest-Tube
3. Tidak ada empiema
IX. Syarat Melepas Chest-Tube
1. Paru Mengembang (klinis : suara paru kanan=kiri, Evaluasi Foto Thorax)
2. Sekret serous, tidak hemoragis dengan jumlah < 100 cc/24 jam pada dewasa
dan < 25-30 cc/24 jam pada anak-anak
X. Penyulit & Komplikasi
1. Komplikasi primer : perdarahan, edema paru, tension pneumothoraks, atrial
aritmia
2. Komplikasi sekunder : infeksi, empiema

G. PROSEDUR
a) Pemasangan Chest-Tube
260
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

1. Posisikan pasien dalam posisi duduk, atau setengah duduk (kedua tangan
memeluk bantal/dimeja) atau bila tidak posisi tiduran dengan sedikit miring ke
sisi yang sehat (tangan diatas kepala)
2. Cuci tangan WHO & Pasang Handschoen secara aseptik
3. Tentukan dan tandai tempat pemasangan Chest-Tube  hitung SIC dengan
palpasi
4. Bersihkan daerah pemasangan dengan antiseptic (sentral perifer)
5. Tutup dengan duk steril
6. Anastesi local daerah tempat masuk selang dengan anastesi infiltrasi (kulit, sub
cutan, tulang costae (periosteum), dan pleura parietal (teraspirasi cairan pleura/
aspirat dapat digunakan untuk diagnostic analisis cairan pleura)
7. Perhatikan kedalaman rongga pleura dengan melihat jarum infiltrasi tadi,
ukurlah
8. Insisi kulit dan subkutis di sela iga dengan arah transversal tepat diatas tepi
iga ke VI agar tidak mencederai saraf dan pembuluh darah dibawah iga
9. Dengan klem arteri irisan diteruskan secara tumpul sampai menembus otot
intercosta dan mencapai pleura parietalis
10. Tusukkan secara tumpul (dengan ujung klem)
11. Klem selang Chest tube dan dorong masuk ke rongga pleura ± 5 cm
12. Fiksasi slang sesuai dengan tanda pada slang (dengan jahitan kulit sederhana
dengan menyisakan satu jahitan ditengah yang tidak disimpul untuk
pencabutan Chest-Tube)
13. Daerah luka dibersihkan dan diberi salf/vaseline kemudian ditutup kasa
14. Sambung slang NGT dengan botol steril yang berisi NaCl 100 cc atau larutan
antiseptic atau dapat juga ke alat suction khusus untuk Chest-Tube aktif
15. Tandai & catat tinggi awal cairan dalam botol
b) Pencabutan Chest-Tube
1. Sediakan alat untuk melepas jahitan dan juga kasa
2. Lepas jahitan pengikat selang kemudian minta pasien inspirasi dalam
kemudian ekspirasi.
3. Saat pasien ekspirasi dalam minta untuk ditahan
4. Cabut selang Chest-Tube
5. Ikatkan benang jahitan yang disisakan saat pemasangan untuk penutupan luka
6. Tutup dengan kasa steril

261
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

RESUSITASI JANTUNG PARU


dr. Maya Ganda Ratna

A. TEMA
Keterampilan Klinis Resusitasi Jantung Paru.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti CSL ini, diharapkan mahasiswa mampu:

1. Melakukan penilaian awal situasi dan kondisi pasien, menentukan henti nafas dan henti
jantung.
2. Melakukan kompresi dada.
3. Memberikan nafas buatan.
4. Mengevaluasi keberhasilan resusitasi.

C. LEVEL KOMPETENSI

Level
No. Jenis Kompetensi
Kompetensi

1. Bantuan Hidup Dasar 1 2 3 4

D. ALAT DAN BAHAN

1. Mannequin RJP dewasa


2. CPR breathing mask
3. Kapas
Alkohol
4. Gambar 42. CPR breathing mask

262
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

E. SKENARIO

Anda seorang dokter umum yang sedang jaga malam di RS daerah. Tiba-tiba
ada panggilan dari ruangan perawatan. Keluarga pasien melaporkan bahwa pasien tiba-
tiba tidak sadarkan diri. Setelah memastikan bahwa nadi tidak teraba, Anda segera
mengaktifkan kode biru, dan melakukan resusitasi jantung paru.

F. DASAR TEORI

Penyakit jantung dan pembuluh darah sampai saat ini masih merupakan
penyebab kematian nomor satu di dunia. Dari survei yang dilakukan WHO pada 2004,
diperkirakan sebanyak 17,1 juta orang meninggal (29,1% dari jumlah kematian total)
karena penyakit jantung dan pembuluh darah. Manifestasi komplikasi penyakit jantung dan
pembuluh darah yang paling sering diketahui dan bersifat fatal adalah kejadian henti
jantung mendadak. Untuk mempertahankan kelangsungan hidup, terutama jika henti
jantung mendadak tersebut disaksikan, maka tindakan Bantuan Hidup Dasar (BHD) harus
secepatnya dilakukan. Bantuan hidup jantung dasar sering didengar dengan nama
Resusitasi Jantung Paru (RJP).
BHD merupakan dasar tindakan penyelamatan jiwa setelah terjadi keadaan henti
jantung. Tindakan ini bisa dilakukan oleh seorang penolong ataupun lebih secara simultan.
Tujuan awal pelaksanaan BHD adalah memperbaiki sirkulasi sistemik yang hilang pada
penderita henti jantung mendadak dengan melakukan kompresi dada secara efektif dan
benar, diikuti dengan pemberian ventilasi yang efektif sampai didapatkan kembalinya
sirkulasi sistemik secara spontan atau telah tiba peralatan yang lebih lengkap untuk
melaksanakan Bantuan Hidup Jantung Lanjut (Advanced Cardiac Life Support [ACLS])
atau tindakan dihentikan karena tidak ada respon dari penderita setelah dilakukan
beberapa saat.
Apabila kita dapat melakukan Bantuan Hidup Jantung Dasar dengan baik dan
tepat, maka kita dapat mengharapkan bahwa:
1. Henti jantung dapat dicegah dan perujukan dapat cepat dilaksanakan.
2. Fungsi jantung paru dapat diperbaiki dengan menggunakan AED (automated external
defibrillation) dan kompresi.
3. Otak dapat dijaga dengan baik karena suplai darah ke otak dapat terpelihara selama

263
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

dilakukan bantuan sampai bantuan lanjut tiba.


Dalam 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary
Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care, AHA menekankan fokus bantuan
hidup dasar pada 3 rantai pertama dari 5 Rantai Kelangsungan Hidup:
1. Pengenalan kejadian henti jantung dan aktivasi sistem gawat darurat segera (early
acces).
2. Resusitasi jantung paru segera (early cardiopulmonary resuscitation).
3. Defibrilasi segera (early defibrillation).
4. Perawatan kardiovaskular lanjutan yang efektif (effective ACLS).
5. Penanganan terintegrasi pasca henti jantung (integrated post cardiac arrest care).
Ketika akan melakukan pertolongan, penolong harus mengetahui dan memahami
hak penderita serta beberapa keadaan yang mengakibatkan RJP tidak perlu dilaksanakan
seperti:
Henti jantung terjadi dalam sarana atau fasilitas kesehatan
Pertolongan dapat tidak dilakukan bila:

1. Ada permintaan dari penderita atau keluarga inti yang berhak secara sah dan
ditandatangani oleh penderita dan keluarga penderita.
2. Henti jantung terjadi pada penyakit dengan stadium akhir yang telah mendapat
pengobatan secara optimal.
3. Pada neonatus atau bayi dengan kelainan yang memiliki angka mortalitas tinggi,
misalnya bayi prematur, anensefali, atau kelainan kromosom seperti trisomi 13.
Henti jantung terjadi di luar sarana atau fasilitas kesehatan

1. Tanda-tanda klinis kematian yang irreversibel, seperti kaku mayat, lebam mayat,
dekapitasi, atau pembusukan.
2. Upaya RJP dengan risiko membahayakan penolong.
3. Penderita dengan truma yang tidak bisa diselamatkan, seperti hangus terbakar,
dekapitasi, hemikorporektomi.
Kapan Menghentikan RJP
264
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

1. Penolong sudah melakukan BHD atau lanjut secara optimal, antara lain RJP,
defibrilasi, pemberian vasopressin atau epinefrin intravena, membuka jalan nafas,
ventilasi dan oksigenasi menggunakan bantuan jalan nafas tingkat lanjut serta sudah
melakukan semua pengobatan irama sesuai dengan pedoman yang ada.
2. Penolong sudah mempertimbangkan apakah penderita terpapar bahan beracun atau
mengalami overdosis obat yang akan menghambat susunan sistem saraf pusat.
3. Kejadian henti jantung tidak disaksikan penolong.
4. Penolong telah merekam melalui monitor adanya asistol yang menetap selama 10
menit atau lebih.
5. Penderita yang tidak respons setelah dilakukan Bantuan Hidup Jantung Lanjut
minimal 20 menit.
6. Secara etik, penolong RJP selalu menerima keputusan klinik yang layak untuk
memperpanjang usaha pertolongan (misalnya karena konsekuensi psikologis dan
emosional). Juga menerima alasan klinis untuk mengakhiri resusitasi dengan segera
(karena kemungkinan hidup kecil).

Teknik Pelaksanaan Bantuan Hidup Dasar

Urutan prosedur BLS adalah D – R – C – A – B (danger-responsive-circulation-airway-


breathing)

Danger (Penilaian Situasi)


Langkah awal sebelum memulai melakukan resusitasi adalah menilai situasi
apakah keadaan lingkungan cukup aman bagi penolong, misal adanya bahan toksik, aliran
listrik, bahaya kebakaran, peledakan, atau runtuhan bangunan. Pastikan keselamatan
penolong dan pasien terjamin.

Responsive (Penilaian Respon)


265
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Penilaian respon dilakukan setelah penolong yakin bahwa dirinya sudah aman
untuk melakukan pertolongan. Penilaian respon dilakukan dengan menepuk-nepuk dan
menggoyangkan penderita sambil berteriak memanggil penderita.
Hal yang perlu diperhatikan setelah melakukan penilaian respon penderita:

 Bila penderita menjawab atau bergerak terhadap respon yang diberikan, maka
usahakan tetap mempertahankan posisi seperti pada saat ditemukan (kecuali ada
bahaya pada posisi tersebut), atau diposisikan ke dalam posisi mantap (recovery
position); sambil terus melakukan pemantauan tanda-tanda vital sampai bantuan
datang.
Posisi mantap merupakan pertolongan yang ditujukan untuk mempertahankan jalan
napas bebas dari sumbatan pangkal lidah dan memperkecil kemungkinan aspirasi isi
lambung/muntahan. Caranya sebagai berikut:

- Lengan yang dekat penolong diluruskan ke arah kepala.


- Lengan yang satunya menyilang dada, kemudian tekankan tangan tersebut ke
pipinya.
- Dengan tangan penolong yang lain, raih tungkai jauh tepat di atas lutut dan
angkat.
- Tarik tungkai hingga tubuh pasien terguling ke arah penolong. Baringkan miring
dengan tungkai atas membentuk sudut dan menahan tubuh dengan stabil agar
tidak menelungkup.
- Periksa pernapasan secara teratur.

266
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 43. Cara melakukan posisi mantap.

 Bila penderita tidak memberikan respon serta tidak bernafas atau bernafas tidak
normal (gasping), maka penderita dianggap mengalami kejadian henti jantung.
Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah melakukan aktivasi sistem layanan
gawat darurat.

Pengaktifan Sistem Layanan Gawat Darurat


Setelah dilakukan pemeriksaan kesadaran penderita dan tidak didapatkan respon
dari penderita, hendaknya penolong meminta bantuan orang terdekat untuk menelepon
sistem layanan gawat darurat (atau sistem kode biru di RS). Bila tidak ada orang lain di
dekat penolong untuk membantu, maka sebaiknya penolong menelepon sistem layanan
gawat darurat (atau 118). Saat melaksanakan percakapan dengan petugas layanan gawat
darurat, hendaknya dijelaskan lokasi penderita, kondisi penderita, serta bantuan yang
sudah diberikan ke penderita.

267
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Untuk kasus trauma, tenggelam, dan overdosis pada dewasa, atau anak,
sebaiknya penolong melakukan bantuan RJP selama 1 menit sebelum menghubungi
sistem gawat darurat.

Circulation (Kompresi Jantung)


Sebelum melakukan kompresi dada pada penderita, penolong harus melakukan
pemeriksaan awal untuk memastikan bahwa penderita dalam keadaan tanpa nadi saat
akan dilakukan pertolongan. Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan perabaan
denyutan arteri karotis dalam waktu maksimal 10 detik. Melakukan pemeriksaan denyut
nadi bukanlah hal yang mudah dilakukan, bahkan tenaga kesehatan yang menolong
mungkin memerlukan waktu yang agak panjang untuk memeriksa denyut nadi, sehingga:

 Tindakan pemeriksaan denyut nadi bisa tidak dilakukan oleh penolong awam dan
langsung mengasumsikan penderita mengalami henti jantung jika penderita
mengalami pingsan mendadak, atau tidak merespon, tidak bernafas, atau bernafas
tidak normal.
 Pemeriksaan arteri karotis dilakukan dengan memegang leher penderita dan mencari
trakea dengan 2 – 3 jari. Selanjutnya dilakukan perabaan bergeser ke lateral sampai
menemukan batas trakea dengan otot samping leher (tempat lokasi arteri karotis
berada).
 Jika tidak teraba nadi dalam 10 detik, mulai lakukan kompresi.

268
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 44. Cara meraba arteri karotis.


Kompresi dilakukan dengan pemberian tekanan secara kuat dan berirama pada
setengah bawah sternum. Hal ini menciptakan aliran darah melalui peningkatan tekanan
intratorakal dan penekanan langsung pada dinding jantung. Komponen yang perlu
diperhatikan saat melakukan kompresi dada, antara lain:

- Frekuensi kompresi minimal 100 kali per menit.


- Untuk dewasa, kedalaman minimal 5 cm (2 inchi).
- Berikan kesempatan untuk dada mengembang kembali secara sempurna setelah
setiap kompresi (complete chest recoil).

Gambar 45. Complete chest recoil saat RJP.

- Seminimal mungkin melakukan interupsi (minimizing interruption).

269
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

- Hindari pemberian nafas bantuan yang berlebihan.


Cara melakukan kompresi dada:

- Penderita dibaringkan di tempat datar dan keras.


- Lutut penolong berada di sisi bahu penderita.
- Posisi badan tepat di atas badan penderita, bertumpu pada kedua tangan.

Gambar 46. Posisi penolong ketika melakukan RJP.

- Menentukan lokasi kompresi dada dengan cara meletakkan telapak tangan yang
telah saling berkaitan di bagian setengah bawah sternum.

270
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 47. Menentukan titik kompresi RJP.


- Jari-jari kedua tangan dirapatkan dan diangkat agar tidak ikut menekan.

Gambar 48. Posisi tangan saat melakukan RJP.

- Posisi tangan menetap, posisi lengan lurus, kekuatan tekanan tangan pada badan.

Airway
Pada penderita yang tidak sadarkan diri, maka tonus-tonus otot tubuh akan
melemah termasuk otot rahang dan leher. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan lidah
dan epiglotis terjatuh ke belakang dan menyumbat jalan nafas. Jalan nafas dapat dibuka
oleh penolong dengan metode:
 Teknik angkat kepala-angkat dagu (head tilt-chin lift) pada penderita yang diketahui
tidak mengalami cedera leher.

271
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 49. Teknik head tilt-chin lift.


 Pada penderita yang dicurigai menderita trauma servikal, teknik head tilt-chin lift tidak
bisa dilakukan. Teknik yang digunakan pada keadaan tersebut adalah menarik
rahang tanpa melakukan ekstensi kepala (jaw thrust).

Gambar 50. Jaw thrust.

Breathing
Pemberian nafas bantuan dilakukan setelah jalan nafas terlihat aman. Tujuan
primer pemberian bantuan nafas adalah untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat.
Dilakukan dengan metode:
1. Mulut ke Mulut
Merupakan metode yang paling mudah dan cepat. Oksigen yang dipakai berasal dari
272
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

udara yang dikeluarkan penolong. Cara melakukan:


 Mempertahankan posisi head tilt-chin lift, yang dilanjutkan dengan menjepit
hidung menggunakan ibu jari dan telunjuk.

(a) (b)

Gambar 51. (a) Head tilt-chin lift


(b) Sembari mempertahankan head tilt-chin lift, tutup hidung dan tutup mulut
penderita dengan mulut penolong.

 Buka sedikit mulut penderita, tarik nafas panjang, dan tempelkan rapat bibir
penolong melingkari mulut penderita, kemudian hembuskan nafas lambat,
setiap tiupan selama 1 detik dan pastikan sampai dada terangkat.
 Tetap pertahankan head tilt-chin lift, lepaskan mulut penolong dari mulut
penderita, lihat apakah dada penderita turun waktu ekshalasi.
2. Mulut ke Hidung
Nafas bantuan dilakukan bila pernafasan mouth-to-mouth sulit dilakukan, misalnya
karena trismus. Caranya adalah katupkan mulut penderita disertai chin lift, kemudian
hembuskan udara seperti pernafasan mouth-to-mouth. Buka mulut penderita ketika
ekshalasi.

273
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 52. Bantuan nafas mulut ke hidung.


3. Mulut ke Sungkup
Penolong menghembuskan udara melalui sungkup yang diletakkan di atas dan
melingkupi mulut dan hidung penderita. Sungkup ini terbuat dari plastik transparan,
sehingga muntahan dan warna bibir penderita dapat terlihat.
Cara melakukan:
 Letakkan sungkup pada muka penderita dan dipegang kedua ibu jari.
 Lakukan head tilt-chin lift/jaw trush, tekan sungkup ke muka penderita dengan
rapat, kemudian hembuskan udara melalui lubang sungkup sampai dada
terangkat.
 Hentikan hembusan dan amati turunnya pergerakan dinding dada.

274
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 53. Bantuan nafas menggunakan CPR breathing mask.

Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan bantuan nafas, antara lain:
 Memberikan nafas bantuan dalam waktu 1 detik.
 Sesuai volume tidal yang cukup untuk mengangkat dinding dada.
 Diberikan 2 kali nafas bantuan setelah 30 kali kompresi.
 Tunggu dada kembali turun penuh sebelum memberi tiupan berikutnya (2 – 4 detik).
 Pada kondisi terdapat 2 orang penolong atau lebih, dan telah berhasil memasukkan
alat untuk mempertahankan jalan nafas (seperti pipa endotrakeal, combitube, atau
sungkup laring), maka nafas bantuan diberikan setiap 6 – 8 detik, sehingga
menghasilkan pernafasan dengan frekuensi 8 – 10 kali/menit.
 Penderita dengan hambatan jalan nafas atau komplians paru buruk memerlukan
bantuan nafas dengan tekanan yang lebih tinggi sampai memperlihatkan dinding
dada terangkat.
 Pemberian nafas bantuan yang berlebihan tidak diperlukan dan dapat menimbulkan
distensi lambung serta komplikasinya, seperti reurgitasi dan aspirasi.
Komplikasi yang mungkin terjadi saat melakukan BHD, antara lain:

275
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

1. Aspirasi reurgitasi
2. Fraktur costae-sternum
3. Pneumothoraks, hematothoraks, kontusio paru
4. Laserasi hati atau limpa

Bantuan Hidup Dasar dengan 2 Penolong


Beberapa hal yang harus diperhatikan saat melakukan BHD dengan 2 penolong,
yaitu:
1. Tiap penolong harus mengerti peranan masing-masing. Satu orang penolong
memberikan pernafasan bantuan, sedangkan penolong yang lain melakukan kompresi
dada. Bila penolong ke dua tiba di tempat kejadian saat pertolongan sedang dilakukan
oleh penolong pertama, maka penolong ke dua memberikan bantuan setelah
penolong pertama melakukan 1 siklus bantuan yang diakhiri dengan 2 nafas bantuan.
2. Penolong yang melakukan kompresi dada memberikan pedoman dengan cara
menghitung dengan suara keras.
3. Sebaiknya perputaran penolong dilakukan setiap 5 siklus. Sebelum melakukan
perpindahan tempat, penolong yang melakukan kompresi memberikan aba-aba
bahwa akan dilakukan perpindahan tempat setelah kompresi ke-30 yang dilanjutkan
pemberian 2 nafas bantuan. Penolong yang memberikan nafas bantuan segera
mengambil tempat di samping penderita untuk melakukan kompresi. Hal tersebut
terus berlanjut sampai bantuan dinyatakan boleh dihentikan.

276
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 54. Resusitasi jantung paru dengan 2 orang penolong.

G. PROSEDUR

1. Memastikan bahwa lingkungan sekitar penderita aman untuk melakukan pertolongan.


2. Memeriksa kemampuan respon penderita (dengan berteriak memanggil dan menepuk-
nepuk pundak atau menggoyangkan badan penderita).
3. Meminta pertolongan untuk mengaktifkan sistem layanan gawat darurat (atau sistem
kode biru di rumah sakit). Bila tidak ada orang lain di dekat penolong untuk
membantu, penolong menelepon sistem layanan gawat darurat. Jelaskan lokasi
penderita, kondisi penderita, serta bantuan yang sudah diberikan ke penderita.
4. Melakukan pemeriksaan awal untuk memastikan bahwa penderita dalam keadaan
tanpa nadi.
 Pemeriksaan dengan melakukan perabaan denyutan arteri karotis dalam waktu
maksimal 10 detik.

277
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Pemeriksaan arteri karotis dilakukan dengan memegang leher penderita dan


mencari trakea dengan 2 – 3 jari. Selanjutnya dilakukan perabaan bergeser ke
lateral sampai menemukan batas trakea dengan otot samping leher (tempat
lokasi arteri karotis berada).
5. Informed consent (jika ada pihak keluarga).
6. Circulation: melakukan kompresi dada.
 Penderita dibaringkan di tempat datar dan keras.
 Lutut penolong berada di sisi bahu penderita.
 Posisi badan tepat di atas badan penderita, bertumpu pada kedua tangan.
 Menentukan lokasi kompresi dada dengan cara meletakkan telapak tangan
yang telah saling berkaitan di bagian setengah bawah sternum.
 Jari-jari kedua tangan dirapatkan dan diangkat agar tidak ikut menekan.
 Posisi tangan menetap, posisi lengan lurus, kekuatan tekanan tangan pada
badan.
 Melakukan high quality CPR.
- Frekuensi kompresi minimal 100 kali per menit.
- Untuk dewasa, kedalaman minimal 5 cm (2 inchi).
- Berikan kesempatan untuk dada mengembang kembali secara sempurna
setelah setiap kompresi (complete chest recoil).
- Seminimal mungkin melakukan interupsi (minimizing interruption).
- Hindari pemberian nafas bantuan yang berlebihan.
7. Airway: pembukaan jalan nafas menggunakan head tilt-chin lift maneuver (mendorong
kepala ke belakang sambil mengangkat dagu).
 Meletakkan telapak tangan ke dahi penderita.
 Menekan dahi sedikit mengarah ke depan dengan telapak tangan.

278
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

 Meletakkan ujung jari telunjuk dan jari tengah tangan lainnya di bawah bagian
ujung tulang rahang penderita.
 Menengadahkan kepala dan menahan/menekan dahi penderita secara
bersamaan sampai kepala pasien pada posisi ekstensi.
8. Breathing: pemberian nafas bantuan.
 Mempertahankan posisi head tilt-chin lift, yang dilanjutkan dengan menjepit
hidung menggunakan ibu jari dan telunjuk.
 Buka sedikit mulut penderita, tarik nafas panjang, dan tempelkan rapat bibir
penolong melingkari mulut penderita, kemudian hembuskan nafas lambat,
setiap tiupan selama 1 detik dan pastikan sampai dada terangkat.
 Memberikan 2 kali nafas bantuan masing-masing dalam waktu 1 detik.
 Sesuai volume tidal yang cukup untuk mengangkat dinding dada.
 Diberikan 2 kali nafas bantuan setelah 30 kali kompresi.
 Tetap pertahankan head tilt-chin lift, lepaskan mulut penolong dari mulut
penderita, lihat apakah dada penderita turun waktu ekshalasi.
9. Melakukan kompresi dada sebanyak 5 siklus (2 menit), lalu evaluasi denyut nadi arteri
karotis.
10. Penolong terus melakukan RJP hingga AED (automated external defibrillator) tiba, atau
hingga terjadi ROSC (return of spontaneous circulation), atau penolong kelelahan
sehingga kalau diteruskan akan membahayakan penolong.
11. Jika denyut nadi arteri karotis teraba dan nafas spontan, selanjutnya membaringkan
pasien dalam posisi mantap.

H. DAFTAR PUSTAKA
1) Konsil Kedokteran Indonesia. Standar kompetensi dokter Indonesia. Jakarta; 2012.
2) Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Buku panduan kursus
bantuan hidup jantung dasar. Edisi 2013. Jakarta; 2013.

279
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

3) Ramadhian MR, Hanriko R, Oktaria D. Buku CSL blok neurobehaviour. Bandar


Lampung: Penerbit Internal FK Unila; 2011.
4) Schoolfield B. Highlights of the 2010 American heart association guidelines for CPR
and ECC. 2010.

Tabel 2. Ringkasan Umum Bantuan Hidup Dasar

Rekomendasi

Dewasa Anak Bayi

Pengenalan awal Tidak sadarkan diri

Tidak ada nafas atau Tidak bernafas atau gasping


bernafas tidak normal
(misalnya gasping)

Tidak teraba nadi dalam 10 detik (hanya dilakukan oleh tenaga kesehatan)

Urutan BHD C-A-B C-A-B C-A-B

Frekuensi Minimal 100 kali/menit

Kedalaman Minimal 5 cm (2 inch) Minimal 1/3 diameter AP Minimal 1/4 diameter


kompresi dinding dada (sekitar 5 AP dinding dada
cm/2 inch) (sekitar 4 cm/1.5 inch)

Recoil dinding Recoil sempurna dinding dada setelah setiap kompresi.


dada
Untuk penolong terlatih, pergantian posisi kompresor setelah 2 menit.

Interupsi kompresi Interupsi kompresi seminimal mungkin.

Interupsi terhadap kompresi tidak lebih dari 10 detik.

Jalan nafas Head tilt-chin lift

280
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Jaw thrust (pada kecurigaan trauma leher)

Kompresi 30 : 2 30 : 2 (1 penolong) 30 : 2 (1 penolong)

(1 atau 2 penolong) 15 : 2 (2 penolong) 15 : 2 (2 penolong)

Ventilasi Jika penolong tidak terlatih, kompresi saja.

Pada penolong terlatih tanpa alat bantu nafas lanjutan, berika 2 kali nafas
buatan setelah 30 kompresi. Bila terpasang alat bantu nafas lanjutan, berikan
nafas setiap 6 – 8 detik (8 – 10 kali/menit).

Penderita ROSC, nafas diberikan setiap 5 – 6 detik (10 – 12 kali/menit).

Defibrilasi Pasang dan tempelkan AED sesegera mungkin.

Interupsi kompresi minimal, baik sebelum atau sesudah kejut listrik. Lanjutkan
RJP, diawali dengan kompresi segera setelah kejut listrik.

281
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

Gambar 55. Algoritma bantuan hidup dasar untuk petugas kesehatan.

282
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

I. EVALUASI

CEKLIST LATIHAN

Skor
No. Aspek
0 1 2

1. Memastikan bahwa lingkungan sekitar penderita aman untuk melakukan


pertolongan.

2. Memeriksa kemampuan respon penderita.

3. Meminta pertolongan untuk mengaktifkan sistem layanan gawat darurat.


Bila tidak ada orang lain di dekat penolong untuk membantu, penolong
menelepon sistem layanan gawat darurat. Jelaskan lokasi penderita,
kondisi penderita, serta bantuan yang sudah diberikan ke penderita.

4. Melakukan pemeriksaan awal untuk memastikan bahwa penderita dalam


keadaan tanpa nadi.

 Melakukan perabaan denyutan arteri karotis dalam waktu maksimal


10 detik.
 Pemeriksaan arteri karotis dilakukan dengan memegang leher
penderita dan mencari trakea dengan 2 – 3 jari. Selanjutnya
dilakukan perabaan bergeser ke lateral sampai menemukan batas
trakea dengan otot samping leher (tempat lokasi arteri karotis
berada).
5. Informed consent (jika ada pihak keluarga).

CIRCULATION

6. Penderita dibaringkan di tempat datar dan keras.

7. Lutut penolong berada di sisi bahu penderita.

283
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

8. Posisi badan tepat di atas badan penderita, bertumpu pada kedua


tangan.

9. Posisi badan tepat di atas badan penderita, bertumpu pada kedua


tangan.

10. Menentukan lokasi kompresi dada dengan cara meletakkan telapak


tangan yang telah saling berkaitan di bagian setengah bawah sternum.

11. Jari-jari kedua tangan dirapatkan dan diangkat agar tidak ikut menekan.

12. Posisi tangan menetap, posisi lengan lurus, kekuatan tekanan tangan
pada badan.

13. Melakukan high quality CPR.

Frekuensi kompresi minimal 100 kali per menit.


-
Untuk dewasa, kedalaman minimal 5 cm (2 inchi).
-
Berikan kesempatan untuk dada mengembang kembali secara
-
sempurna setelah setiap kompresi (complete chest recoil).
- Seminimal mungkin melakukan interupsi (minimizing interruption).
- Hindari pemberian nafas bantuan yang berlebihan.
AIRWAY

14. - Meletakkan telapak tangan ke dahi penderita.


- Menekan dahi sedikit mengarah ke depan dengan telapak tangan.
- Meletakkan ujung jari telunjuk dan jari tengah tangan lainnya di
bawah bagian ujung tulang rahang penderita.
- Menengadahkan kepala dan menahan/menekan dahi penderita
secara bersamaan sampai kepala pasien pada posisi ekstensi.
BREATHING

15. Mempertahankan posisi head tilt-chin lift, yang dilanjutkan dengan


menjepit hidung menggunakan ibu jari dan telunjuk.

16. Buka sedikit mulut penderita, tarik nafas panjang, dan tempelkan rapat
bibir penolong melingkari mulut penderita, kemudian hembuskan nafas
lambat, setiap tiupan selama 1 detik dan pastikan sampai dada
terangkat.

284
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Buku Panduan CSL Semester 5 2016

17. Memberikan 2 kali nafas bantuan masing-masing dalam waktu 1 detik.

18. Sesuai volume tidal yang cukup untuk mengangkat dinding dada.

19. Diberikan 2 kali nafas bantuan setelah 30 kali kompresi.

20. Tetap pertahankan head tilt-chin lift, lepaskan mulut penolong dari mulut
penderita, lihat apakah dada penderita turun waktu ekshalasi.

21. Melakukan kompresi dada sebanyak 5 siklus (2 menit), lalu evaluasi


denyut nadi arteri karotis.

22. Jika denyut nadi arteri karotis teraba dan nafas spontan, selanjutnya
membaringkan pasien dalam posisi mantap.

23. Cek kembali nadi setiap 2 menit.

PROFESIONALISME

24. Melakukan dengan penuh percaya diri.

25. Melakukan dengan kesalahan minimal.

TOTAL

Keterangan :

0 : Tidak dilakukan

1 : Dilakukan tetapi tidak benar/lengkap/sempurna Skor = x 100 = ............

2 : Dilakukan dengan benar /lengkap/sempurna 50

285
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016

Anda mungkin juga menyukai