Demensia
Oleh:
Mokhamad Munif R.Q
115070100111026
Yeni Purnamasari
115070107111011
Yulia Nugrahanitya
115070107111038
Pembimbing:
dr. Gadis Nurlaila M.M, Sp.PD
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................
1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................
2
1.3 Tujuan.................................................................................................................
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................
3
2.1 Sindroma Geriatri................................................................................................
3
2.1.1 Imobilisasi....................................................................................................
3
2,1,2 Inanition (Malnutrisi)....................................................................................
3
2.1.3 Imunosenescene.........................................................................................
4
2.1.4 Inkontinensia...............................................................................................
5
2.1.5 Infeksi..........................................................................................................
6
2.1.6 Impotensi.....................................................................................................
6
2.1.7 Gangguan Sensori.......................................................................................
7
2.1.8 Konstipasi....................................................................................................
8
2.1.9 Kemiskinan..................................................................................................
10
2.1.10 Gangguan Tidur.........................................................................................
11
2.1.11 Iatrogenic...................................................................................................
12
2.1.12 Instability....................................................................................................
13
2.1.13 Impairment of Memory...............................................................................
13
2.1.14 Isolation (Depresi)......................................................................................
14
2.2 Demensia............................................................................................................
14
2.2.1 Definisi Demensia........................................................................................
14
2.2.2 Etiologi ........................................................................................................
18
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Mekanisme dari Kerusakan White Matter oleh faktor resiko cardio
vascular dan A..................................................................................................................
25
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jumlah lansia atau lanjut usia di Indonesia saat ini semakin meningkat. Di
Indonesia sendiri pada tahun 2000, jumlah lansia meningkat mencapai 9,99%
dari seluruh penduduk Indonesia (22.277.700 jiwa) dengan umur harapan hidup
usia 65-70 tahun dan pada tahun 2020 di perkirakan akan mencapai 30 juta
orang dengan umur harapan hidup 70-75 tahun (Badan Penelitian Statistic, 1992
Oleh karena demensia di Indonesia masih tinggi maka pada makalah ini
akan dibahas lebih lanjut mengenai definisi, faktor resiko, patofisiologi, diagnosis,
dan terapi pada demensia Agar dapat menjadi referensi pembelajaran bagi
tenaga kesehatan khususnya dokter muda di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.
1.2 Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sindroma Geriatri
Konseptualisasi sindrom geriatri
telah
gejala dan tanda dengan mendasari pada penyebab tunggal yang mungkin
belum diketahui (Sharon et al.,2007).
2.1.1 Imobilisasi
A. Definisi
Keadaan tidak bergerak / tirah baring selama 3 hari atau lebih, dengan gerak
anatomik tubuh menghilang akibat perubahan fungsi fisiologik.
B. Faktor Resiko
Rasa nyeri, rasa lemah, kekakuan otot, ketidak seimbangan, masalah
psikologis, gangguan fungsi kognitif.
Terapi
Mobilisasi dini
B.
Faktor Resiko
Penurunan nafsu makan
Penurunan fungsi indera pengecapan/penciuman
Gangguan sistem organ
Isolasi/rasa kesepian
Kemiskinan
Demensia, depresi, dan kecemasan
C. Terapi
Pemberian makanan yang cukup dan sehat
Pemenuhan kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan, layanan kesehatan)
8
Faktor Resiko
Paparan terhadap antigen secara kronik
Stress oksidatif
Hormon androgen
Malnutrisi
C. Terapi
Intervensi nutrisi (mikronutrien & makronutrien)
Latihan fisik rutin derajat sedang
2.1.4 Inkontinensia (Urin dan Alvi)
A. Definisi:
Keluarnya urin / feses yang tidak terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki
(involuntary)
tanpa
memperhatikan
frekuensi
dan
jumlahnya,
yang
* Gangguan neurogenik
C. Terapi
Inkontinensia Urin:
* Latihan otot dasar panggul
* Latihan kandung kemih
* Penjadwalan berkemih/latihan kebiasaan
* Farmakologis
* Operasi
* Penggunaan kateter
Inkontinensia Alvi:
* Diet tinggi serat
* Meningkatkan aktivitas/mobilitas penderita
* Evaluasi penggunaan obat-obatan laksans
* Penggunaan obat-obatan yang menyebabkan obstipasi.
2.1.5 Infeksi
A. Definisi
Imobilisasi
C. Terapi
Antimikroba sesuai agen penyebab infeksi
Terapi terhadap penyakit komorbid
Perbaikan keadaan umum (nutrisi, hidrasi, oksigenasi, dll)
Vaksinasi
10
2.1.6 Impotensi
A. Definisi (wallace,2008)
1. Sexuality: aspek sentral dari manusia sepanjang usianya berputar sekitar
perilaku seksual, pengenalan gender, orientasi seksual, erotisme, kepuasan,
keintiman dan reproduksi.
2. Kesehatan sesksual: keadaan dimana kesehatan fisik, emosi, mental dan
sosial berkaitan dengan seksualitas seseorang.
3. Disfungsi seksual: gangguan sesorang dalam fungsi seksual yang normal
pada usianya
B. Faktor Resiko
Terdapat banyak barier dalam memenuhi kebutuhan seksual dari individu
geriartri. (Hajjar et al.,2004)
1.
individu geriatri lebih rentan untuk terkena kondisi medis yang menyebabkan
kecacatan, beberapa kondisi berkaitan dengan fungsi dan kesehatan
seksual yang normal, salah satu diantaranya depresi, penyakit jantung,
stroke dan afasia, penyakit parkinson, dan diabetes yang menyebabkan
pemenuhan kebutuhan seksual menjadi tergangu atau sulit.
2.
3.
11
4.
2.1.8. Konstipasi
A. Definisi
Menurut keriteria Rome III, konstipasi fungsional didefinisikan sebagai 2
dari
beberapa
kategori,
yakni:
feces
yang
keras
serta
untuk
12
penurunan dalam frekuensi buang air besar (sebanyak tiga atau kurang dari
tiga dalam seminggu). Kriteria di atas harus terpenuhi selama 3 bulan
dengan gejala awal dirasakan 6 bulan sebelum diagnosis ditegakkan, jika
ada keluhan diare harus ada tanpa penggunaan laksatif, dan diagnosa untuk
sindrom usus iritabel harus tidak mencukupi. Konstipasi kronik adalah
aktivitas usus untuk mengeluarkan hasil metabolisme yang berupa feces,
dimana terdapat kesulitan dalam pasasenya serta frekuensi yang jarang,
dimana kondisiini bertahan lebih dari beberapa minggu atau lebih, ditandai
dengan pasase pengeluaran hasil metabolisme kurang dari 3 kali dalam
seminggu.
(Chronic Constipation: An Evidence-Based Review . Lawrence Leung,
MBBChir, FRACGP, FRCGP, . Taylor Riutta, MD, . Jyoti Kotecha, MPA,
MRSC and Walter Rosser, MD, MRCGP, FCFP)
B. Faktor Resiko
Konstipasi adalah keluhan yang umum dialami oleh pasien geriatri
dikarenakan adanya proses penuaan yang fisiologis serta polifarmasi.
Sementara itu konstipasi oleh karena penyakit komorbid diterapi dengan
memberikan terapi kausatif bagi penyakit komorbidnya atau mengurangi
faktor predisposisi. Dimana konstipasi yang primer tatalaksananya adalah
dengan pengaturan diet, pelatihan edukasi serta kebiasaan serta laxative
jika diperlukan. Faktor resiko untuk terjadinya konstipasi salah satunya
adalah jenis kelamin wanita, usia yang tua, inaktivitas, intake kalori yang
rendah, intake makanan berserat yang rendah seta faktor pendidikan yang
rendah. Insidens terjadinya konstipasi 3 kali lebih tinggi pada wanita, dan
13
wanita memiliki insidens 2 kali lebih tinggi mengunjungi dokter untuk keluhan
konstipasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan
untuk bowel transit lebih rendah pada wanita dibandingan pada pria, dan
banyak wanita yang mengeluh mengalami konstipasi di dalam siklus
menstruasinya. Konstipasi juga lebioh banyak dialami oleh ras yang berkulit
hitam dibandingkan ras berkulit putih sebanyak 1.3 kali lipat lebi banyak.
Konstipasi juga lebih sering diderita oleh mereka yang memiliki status
sosioekonomi yang rendah. Studi yang diperoleh dari data tempat praktek
seorang dokter umum di Inggris menunjukkan bahwa pasien berjenis
kelamin perempuan, berusia tua, memiliki komorbid berupa multipel
sklerosis, parkinson, serta dementia memiliki korelasi dengan terjadinya
konstipasi. Sementara obat2an yang berkaitan dengan keluhan konstipasi
termasuk salah satu diantaranya adalah, antasida yang mengandung
aluminium, diuretik, opioid, antidepressan, antispasmodik dan antikonvulsan.
Beta bloker serta calcium channel blocker juga berkaitan dengan konstipasi
tetapi bukan suatu faktor resiko yang independen.(Chronic Constipation: An
Evidence-Based Review . Lawrence Leung, MBBChir, FRACGP, FRCGP, .
Taylor Riutta, MD, . Jyoti Kotecha, MPA, MRSC and Walter Rosser, MD,
MRCGP, FCFP)
2.1.9. Kemiskinan
A. Definisi
Impecunity adalah suatu keadaan dimana seorang individu yang berusia
lanjut atau yang dikenal dengan geriatri, kehilangan kemampuannya secara
fungsional dan ekonomik oleh karena proses penuaan yang fisiologis.
Dimana hal ini merupakan salah satu gejala dalam sindroma geriatri atau
yang dikenal dengan geriatric giants.(Sherlock,2000)
14
B. Faktor Resiko
Poverty atau kemiskian pada individu dengan usia lanjut atau pasien
geriatri, disebabkan oleh karena banyak faktor:
1. Proses penuaan yang fisiologi, seperti penurunan dalam kemampuan indera
sensorisnya
seperti
indera
penglihatan,
indera
pengecapan,
indera
15
16
1.
2.
3.
4.
5.
memori.
Faktor risiko:
Usia
Jenis kelamin
Penyakit : diabetes, HT, obesitas, hipotensi
Riwayat keluarga
Depresi
Gaya hidup
B.
1.
2.
3.
dalam jumlah yang minimal dan gagal mejaga kualitas sosial yang baik.
(Kose,2005)
Faktor Risiko:
Illness & disability
Cognitive decline
Hidup sendiri
17
4.
5.
6.
7.
2.2 Demensia
2.2.1
Definisi Demensia
Demensia adalah berkurangnya kognisi pada tingkat kesadaran yang
merupakan keadaan
timbul
DEFINISI
SERANGAN
COURSE
DELIRIUM
DEMENSIA
THINKING
FITUR
PSIKOTIK
POLA TIDUR
SUASANA HATI
19
KEGIATAN
PSIKOMOTOR
PEDOMAN
SCREENING/ID
ENTIFIKASI
TES
LABORATORIU
M
Hiperaktif delirium:
agitasi/bergejolak, gelisah,
halusinasi
Hypoactive delirium:
unarousable / tidak dapat
dibangunkan, sangat
mengantuk
Delirium campuran:
kombinasi hiperaktif dan
hypoactive
Confusion Assessment
Method (CAM) - Sebuah
algoritma yang digunakan
untuk mengidentifikasi
delirium :
Identifikasi untuk delirium
adalah positif jika orang
memiliki fitur 1 & 2 ditambah
3 atau 4 seperti yang
tercantum di bawah ini.
(1) Adanya serangan akut
dan naik-turun DAN
(2) kekurangan perhatian
DAN LAINNYA
(3) berpikir tidak terorganisir
ATAU
(4) Perubahan tingkat
kesadaran
Kajian penyebab:
I WATCH DEATH
[Infections,Withdrawal, Acute
metabolic, Toxins, drugs,
CNS pathology, Hypoxia,
Deficiencies, Endocrine,
Acute vascular, Trauma,
Heavy metals]
Pemeriksaan delirium meliputi
tes berikut:
Hb, WBC, Na, K, Ca, O2
sats, gas darah, Urea,
Kreatinin, Tes Fungsi Liver,
X-ray dada, Urinalisis,
Alkohol / obat / identifikasi
toksikologi
20
Kriteria diagnostik:
A. Gangguan kesadaran (yaitu,
pengurangan kejelasan
kesadaran terhadap lingkungan
sekitar) dengan kemampuan
untuk fokus berkurang,
mempertahankan atau
mengalihkan perhatian.
B. Perubahan kesadaran
(seperti kelemahan dalam
memori/mengingat, disorientasi,
gangguan bahasa) atau
pengembangan gangguan
persepsi yang tidak baik yang
dicatat sebagai perkembangan
KRITERIA DSMdemensia
IV
C. Gangguan berkembang
selama periode waktu yang
singkat (biasanya dari jam
sampai hari) dan cenderung
/naik-turun selama sehari.
D. Ada keterangan dari riwayat
sebelumnya, pemeriksaan fisik
atau temuan laboratorium
bahwa gangguan ini disebabkan
oleh akibat dari fisiologis
langsung dari suatu kondisi
medis umum.
LANGKAH
SELANJUTNYA
CATATAN
Kriteria diagnostik:
A. Perkembangan terhadap
beberapa kelemahan kognitif yang
diwujudkan oleh keduanya
1. penurunan memori (kemampuan
untuk mempelajari informasi baru
terganggu atau penurunan untuk
mengingat informasi yang dipelajari
sebelumnya).
2. satu (atau lebih) dari gangguan
kognitif berikut:
a) aphasia (gangguan bahasa)
b) apraxia (gangguan kemampuan
untuk melakukan kegiatan motorik
meskipun fungsi motorik utuh)
c) agnosia (kegagalan untuk
mengenali atau mengidentifikasi
objek meskipun fungsi sensorik
utuh)
d) gangguan pada fungsi eksekutif
(misalnya, perencanaan,
pengorganisasian, pengurutan,
peringkasan)
21
2.2.2
Etiologi
Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia diatas
65 tahun adalah (1) penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan (3)
campuran antara keduanya. Penyebab lain yang mencapai kira-kira 10 persen
diantaranya adalah demensia jisim Lewy (Lewy body dementia), penyakit Pick,
demensia frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal, demensia alkoholik,
demensia infeksiosa (misalnya human immunodeficiency virus (HIV) atau sifilis)
dan penyakit Parkinson (Julianti dan Budiono, 2008).
Demensia adalah suatu sindrom yang umum dan mempunyai banyak
penyebab. Banyak jenis demensia yang melalui evaluasi dan penatalaksanaan
klinis berhubungan dengan penyebab yang reversibel seperti kelaianan
metabolik (misalnya hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya defisiensi vitamin
B12 atau defisiensi asam folat), atau sindrom demensia akibat depresi. Pada
tabel 2.1 berikut ini dapat dilihat kemungkinan penyebab demensia (Kaplan and
Sadock, 2010).
Tabel 2.2 Berbagai Penyebab Demensia
Demensia Degeneratif
Penyakit Alzheimer
Demensia
frontotemporal
Infeksi
Penyakit
penyakit
Prion
(misalnya
Creutzfeldt-Jakob,
Sindrom Gerstmann-Straussler)
Acquired immune deficiency
syndrome (AIDS)
Sifilis
yang progresif
Lain-lain
Penyakit Huntington
Penyakit Wilson
Leukodistrofi metakromatik
Neuroakantosistosis
Kelainan Metabolik
Trauma
Dementia
traumatic dementia
Subdural hematoma
pugilistica,
post
22
kronik
(contoh : uremia)
anoksia
lakunar)
Penyakit
(subcortical
Binswanger
arteriosclerotic
encephalopathy)
Insufisiensi
hemodinamik
(hipoperfusi atau hipoksia)
Kelainan Psikiatrik
Pseudodemensia
depresi
Penurunan
pada
Penyakit demielinisasi
pada
fungsi
kognitif
skizofrenia
tingkat
Sklerosis multiple
lanjut
Tumor
Tumor
metastase
maupun
(misalnya
Alkohol
Logam berat
Radiasi
Pseudodemensia
pengobatan
paru)
akibat
(misalnya
penggunaan antikolinergik)
Karbon monoksida
2.2.3
13,7 juta orang dan menjelang tahun 2050 jumlah ini akan meningkat menjadi
64,6 juta orang. Di kawasan Asia Pasifik mereka yang berusia di atas 60 tahun
dewasa ini berjumlah kurang dari 10% dari jumlah penduduk seluruhnya,
sedangkan yang berusia di atas 80 tahun berjumlah 1% dari jumlah penduduk.
Menjelang tahun 2050 angka-angka ini akan meningkat menjadi 25% untuk yang
berusia di atas 60 tahun dan 5% untuk yang berusia di atas 80 tahun.
Diestimasikan pada tahun 2050, populasi di atas 60 tahun di dunia akan menjadi
2 milyar. Efek negatif yang jelas dari populasi yang menua dengan cepat adalah
23
peningkatan jumlah orang dengan demensia. Antara 2-10% dari seluruh kasus,
onset demensia dimlai dari usia 65 tahun (WHO, 2012).
Insiden demensia meningkat secara bermakna seiring meningkatnya
usia. Setelah usia 65 tahun, prevalensi demensia meningkat dua kali lipat setiap
pertambahan usia 5 tahun. Secara keseluruhan prevalensi demensia pada
populasi berusia lebih dari 60 tahun adalah 5,6%. Penyebab tersering demensia
di Amerika dan Eropa adalah penyakit Alzheimer, sedangkan di Asia diperkirakan
demensia vascular merupakan penyebab tersering demensia. Tipe demensia
yang lebih jarang adalah demensia tipe Lewy body, demensia fronto-temporal
(FTD), dan demensia pada penyakit Parkinson (PAPDI, 2015).
Tanpa pencegahan dan pengobatan yang memadai, jumlah penderita
demensia akan terus bertambah, biaya yang dikeluarkan untuk merawat pasien
menjadi sorotan penting. Sebuah studi di Amerika Serikat menyebutkan bahwa
biaya yang dikeluarkan untuk penderita Alzheimer sangat tinggi, sekitar US$83,9
milyar sampai US$100 milyar pertahun (data di Amerika Serikat tahun 1996).
Biaya-biaya tersebut selain meliputi biaya medis, perawatan jangka panjang
(longlerm care), dan perawatan di rumah (home care), juga perlu diperhitungkan
hilangnya produktivitas pramuwerdha (caregivers). Dari segi sosial, keterlibatan
emosional pasien dan keluarganya juga patut menjadi pertimbangan karena
akan menjadi sumber morbiditas yang bermakna, antara lain akan mengalami
stres psikologis yang bermakna (PAPDI, 2009).
manusia
memiliki
cognitive
reserve
sehingga
24
2.2.5
Patogenesis Demensia
Semua
saraf atau
kompleks
bentuk
demensia
adalah
dampak
faktor
dari
kematian
sel
fungsinya.
Telah
25
Gambar 2.1 Mekanisme dari kerusakan white matter oleh faktor resiko
cardiovascular dan A (Ladecola & Costantino, 2010).
Stress oksidatif dan inflamasi yang diinduksi dari faktor-faktor tersebut
bertanggungjawab terhadap kerusakan dari fungsi unit neurovascular. Yang
menyebabkan hipoksia-iskemia, demyelinisasi axonal, dan penurunan potensi
perbaikan dari white matter dengan perubahan oligodendrycte progenitor cell.
Kerusakan dari white matter berkontribusi terhadap VCI dan AD (Ladecola &
Costantino, 2010).
Perjalanan penyakit yang klasik pada demensia adalah awitan (onset)
yang dimulai pada usia 50 atau 60-an dengan perburukan yang bertahap dalam
5 atau 10 tahun, yang sering berakhir dengan kematian. Usia awitan dan
kecepatan perburukan bervariasi diantara jenis-jenis demensia dan kategori
diagnostik masing-masing individu. Usia harapan hidup pada pasien dengan
demensia tipe Alzheimer adalah sekitar 8 tahun, dengan rentang 1 hingga 20
tahun. Data penelitian menunjukkan bahwa penderita demensia dengan awitan
yang dini atau dengan riwayat keluarga menderita demensia memiliki
kemungkinan perjalanan penyakit yang lebih cepat. Dari suatu penelitian terbaru
terhadap 821 penderita penyakit Alzheimer, rata-rata angka harapan hidup
adalah 3,5 tahun. Sekali demensia didiagnosis, pasien harus menjalani
pemeriksaan medis dan neurologis lengkap, karena 10 hingga 15 persen pasien
dengan demensia potensial mengalami perbaikan (reversible) jika terapi yang
diberikan telah dimulai sebelum kerusakan otak yang permanen terjadi (Kaplan
and Sadock, 2010),
26
2.2.6
Klasifikasi Demensia
27
kemih
Pengalaman personal dan kepribadian berubah termasuk menjadi
curiga dan berkhayal (seperti menganggap pramuwedha adalah
penipu) memaksa, mengulang kebiasaan (seperti meremas tangan
D. Stadium Akhir:
Pada stadium ini, akan didapatkan:
Masih dapat berbicara kata atau kalimat, namun membutuhkan
bantuan dalam keseharian, seperti makan atau menggunakan toilet
28
dalam percakapan
Kurangnya tersenyum, duduk tanpa bantuan, dan menggenggam
2.2.7
tangannya
Hilangnya kemapuan dalam mengontrol perpindahan:
- Refleks menjadi abnormal
- Otot menjadi kaku
- Gangguan menelan
Diagnosis Demensia
Evaluasi terhadap pasien dengan kecurigaan demensia harus dilakukan
Diagnosis
Demensia
berdasarkan
American
Psychiatric
Association, tahun 2000 yang tertulis dalam Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders, 4th Edition (DSM-IV):
a. Muncul defisit kognitif multipel yang bermanifestasi pada kedua keadaan
berikut:
1. Gangguan memori (ketidakmampuan untuk mempelajari informasi
baru atau untuk mengingat informasi baru atau untuk mengingat
2.
29
deskripsi lengkap dari situasi sosial, orang yang merawat, dukungan, dan
keluarga (Gleadle, 2007; Rochmah, 2009).
30
merespon
lingkungan
dapat
menyebabkan
kebingungan
dan
seperti
defisiensi
vitamin
B12,
intoksikasi
logam
berat,
dan
Canadian
Consensus
Conference
on
Dementia,
Tatalaksana
Tujuan utama penatalaksanaan pada seorang pasien demensia adalah
Tujuan Terapi
32
Gangguan
kognitif
ingatan ringan
ringan/hilang
Early-stage Dementia
Mid-stage Dementia
Late-Stage Dementia
End-Stage Dementia
dan
bertanggung
jawab
terhadap
pemberian
obat
dan
Stimulasi Kognitif
Stimulasi kognitif menghasilkan dampak klinis yang positif pada fungsi
33
kacamata, alat bantu dengar jika dibutuhkan. Memakai walker dan quad
canes lebih dianjurkan dan pemakaian kursi roda sebaiknya dihindari. Serta
pemakaian alat lain yang mengkompensasi kemunduran kognitif pasien dan
ingatan termasuk modifikasi lingkungan, tugas sederhana, dan aktivitas yang
cocok.
Desain Lingkungan
Apabila
penderita
dipindahkan
ke
panti
wedha
merupakan
Aktivitas Rekreasi
Aktivitas rekreasi memberikan kesempatan pada penderita demensia
untuk sibuk dalam aktivitas yang berarti dan terkadang digunakan untuk
memfasilitasi kebutuhan berkomunikasi, self esteem, pengertian identitas dan
produktivitas. Aktivitas
34
35
2.2.9 Prognosis
Prognosis demensia vaskular lebih bervariasi dari penyakit Alzheimer .
Pasien dengan penyakit alzheimer mempunyai angka harapan hidup rata-rata 410 tahun sesudah diagnosis dan biasanya meninggal dunia akibat infeksi
sekunder. Penyebab kematian lainnya untuk demensia secara umum adalah
komplikasi dari demensia, penyakit kardiovaskular dan berbagai lagi faktor
seperti keganasan (Sadock, 2007).
36
BAB III
KESIMPULAN
Demensia merupakan suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual
progesif yang menyebabkan deteriorasi kognitif dan fungsional sehingga
mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari hari
(Alzheimers Disease International, 2009). Kondisi ini terutama muncul di usia
tua, sebagai akibat dari adanya sejumlah kelainan yang pada dasarnya
mempengaruhi kinerja otak manusia. Namun demikian, demensia bukanlah
bagian normal dari proses penuaan (WHO, 2012).
Demensia seringkali luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim
kesehatan. Mengkaji dan mendiagnosa demensia bukanlah hal yang mudah dan
cepat, melainkan perlu waktu yang panjang sebelum memastikan seseorang
positif menderita demensia. Pasien dan keluarga juga sering menganggap
bahwa penurunan fungsi kognitif yang terjadi pada awal demensia (biasanya
ditandai dengan berkurangnya fungsi memori) merupakan suatu hal yang wajar
pada seorang yang sudah menua. Akibatnya, penurunan fungsi kognitif terus
akan berlanjut sampai akhimya mulai memengaruhi status fungsional pasien dan
pasien akan jatuh pada ketergantungan kepada lingkungan sekitamya. Saat ini
telah disadari bahwa diperlukan deteksi dini (PAPDI, 2009).
Proses
menua tidak
dengan
sendirinya
menyebabkan
terjadinya
demensia masih kurang jelas, dan seringkali ditemukan kasus di mana pada 1
penderita, terdapat lebih dari 1 subtipe demensia (Alzheimers Disease
International, 2009).
Demensia merupakan suatu sindrom yang umum dan mempunyai banyak
penyebab. Kami mengelompokkan dalam Demensia Reversible dan Ireversible.
1. Penyebab Demensia Reversibel seperti penggunaan obat-obatan, kelainan
metabolik, dan kelainan psikiatrik.
2. Demensia Non-Reversibel terdiri dari penyakit degeneratif, infeksi, demensia
vaskuler, demensia traumatik.
Penyebab demensia yang reversibel maupun non-reversibel sangat
penting untuk diketahui. Untuk mengingat berbagai keadaan tersebut, berikut ini
dibuat jembatan keledai, sebagai berikut:"DEMENTIA". Drugs (Obat-obatan),
Emotional (gangguan emosi, misalnya depresi), Metabolik atau endokrin, Eye
and Ear (disfungsi mata dan telinga), Nutritional,Tumor dan Trauma, Infeksi,
Arteriosclerotik (komplikasi penyakit aterosklerosis, misal infark miokard, gagal
jantung) dan alkohol (Buku ajar Boedhi Darmojo, 2009).
Di bawah ini akan dijabarkan jenis-jenis demensia menurut Alzheimers
Association (2013). Demensia Alzheimer (AD), Demensia Vaskular, Demensia
dengan Lewy Bodies (DLB), Demensia Frontotemporal, Demensia Campuran
(mixed dementia.
Stadium dan Gejala Demensia
Adapun manifestasi dari demensia dapat dibagi ke dalam 3 stadium :
1. Stadium awal untuk 1-2 tahun pertama
2. Stadium menengah untuk 2-5 tahun berikutnya
3. Stadium akhir setelah 5 tahun berlangsung
Diagnosis Demensia
a)
Anamnesa
b)
38
c)
Neuropsikiatri
Fungsi pemeriksaan neuropsikologis ini untuk menentukan ada atau tidak
adanya gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola
defisit yang terjadi. Tes psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi
yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti
gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian
berbahasa.
Neuropatologi: CT Scan, MRI dan EEG ( Electroencephalography) untuk
pada demensia
vaskuler. Pengukuran
tersebut
dapat
berupa
tidak
berhubungan
dengan
perburukan
fungsi
kognitif
dan
diperkirakan hal itu disebabkan oleh efek penurunan tekanan darah tanpa
mempengaruhi aliran darah otak. (Julianti dan Budiono, 2008).
Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena
penyebab dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan
suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga
(Smith and David, 2007). Pengobatan lain yang bisa digunakan seperti golongan
Inhibitor kolinesterase, Thiamin, Nootropik, Klonidin, Haloperidol.
39
40
DAFTAR PUSTAKA
Alafuzoff I, Arzberger T, Al-Sarraj S, et al. 2008. Staging of neurofibrillary pathology
in Alzheimers disease: a study of the BrainNet Europe Consortium. Brain
Pathol
Alzheimers Association. Policy Brief for Heads of Government: The Global Impact of
Dementia 20132050. 2013. p 1-8.
American Psychiatric Association, 2000. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders, 4th Edition.
Basuki, D., & Soemah, E. N. (2015). HUBUNGAN USIA DENGAN TINGKAT
DEMENSIA PADA LANSIA MENURUT PEMERIKSAAAN PORTABLE
STATUS MENTAL EXAMINATION DI DESA KEMANTREN KECAMATAN
TULANGAN KABUPATEN SIDOARJO. JURNAL
KEPERAWATAN
SEHAT,11(01).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. 2015. Demensia. hal: 3801-3808.
Chronic Constipation: An Evidence-Based Review . Lawrence Leung, MBBChir,
FRACGP, FRCGP, . Taylor Riutta, MD, . Jyoti Kotecha, MPA,
MRSC and Walter Rosser, MD, MRCGP, FCFP)
Darchy B, Le Miere E, Figueredo B, Bavoux E, Cadoux G, Domart Y. Patients
admitted to the intensive care unit for iatrogenic disease. Risk factors and
consequences. Rev Med Interne. 1998;19(7):470478. French
Department of Family Medicine, 2011. Approach to Dementia. Schulich School of
Medicine and Dentistry
Fried LP, Tangen CM, Walston J, et al. Frailty in older adults: evidence for a
phenotype. J Gerontol A Biol Sci Med Sci. 2001;56:M146M156
Gleadle J. 2007. Kondisi-kondisi: Neurologi. At a Glance Anamnesis dan
Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga Medical Series
Group Health. 2012. Dementia and Cognitive Impairment Diagnosis and Treatment
Guideline. December 2012
Hajjar, R. R., & Kamel, H. K. (2004). Sexuality in the nursing home, part 1: Attitudes
and barriers to sexual expression. Journal of the American Medical Directors
Association, 5(2 Suppl.), S42S47. Evidence Level V: Review.)
Humes, L. E., Busey, T. A., Craig, J. C., & Kewley-Port, D. (2009). The effects of age
on sensory thresholds and temporal gap detection in hearing, vision, and
touch. Attention,
Perception
&
Psychophysics, 71(4),
860871.
http://doi.org/10.3758/APP.71.4.860)
Inouye SK. Delirium in older persons. N Engl J Med. 2006;354:11571165.
41
Journal
of
42
Tomb, A. 2004. Buku Saku Psikiatri, Delirium dan Amnestik serta Gangguan Kognitif
lainnya. EGC : Jakarta.
WHO. Dementia: A Public Health Priority. 2012. p: 1-102.
Wilcock G, Mobius HJ, Stoffler A. A double-blind, placebo-controlled multicentre
study of memantine in mild and moderate vascular dementia (MMM 500). Int
Clin Psychopharmacol 2002; 17
43