Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA KLINIK II

PEMERIKSAAN FUNGSI HATI

(SGOT, SGPT, Gamma-GT, ALP)

OLEH

Nama : Ida Ayu Gita Prayascitta Utami

NIM : 18071011

Dosen Pengampu : Ni Putu Rahayu Artini, S.Si., M.Si.

I Wayan Tanjung Aryasa, S.Si., M.Si.

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL

DENPASAR

2020
PRAKTIKUM KIMIA KLINIK II
PEMERIKSAAN FUNGSI HATI
(SGOT, SGPT, Gamma-GT, ALP)

I. Tujuan Praktikum
Praktikum kali ini bertujuan untuk :
1. Pemeriksaan SGOT/AST
Untuk menentukan secara kuantitatif kadar Aspartate transaminase di dalam serum
2. Pemeriksaan SGPT / ALT
Untuk menentukan secara kuantitatif kadar Alanine aminotransferase di dalam serum.
3. Pemeriksaan Gamma- GT FS
Untuk mengetahui secara kuantitatif in vitro kadar gamma-glutamyltransferase dalam serum
4. Pemeriksaan ALP (Alkali Phosphatase)
Untuk mengetahui kadar ALP (Alkali Phosphatase) dalam serum pasien

II. Metode
Metode yang digunakan pada praktikum kali ini adalah spektrofotometri dan fotometri

III. Prinsip
1. Pemeriksaan SGOT
Glutamat piruvat transaminase atau alanin transaminase (ALAT) mengkatalis transfer gugus
amino dari L-alanin ke 2-oxoglutarat untuk membentuk L-glutamat dan Piruvat. Kemudian
Laktat dehidrogenase (LDH) mengkonversi piruvat menjadi D-laktat dengan mengoksidasi
NADH menjadi NAD+
2. Pemeriksaan SGPT
Glutamat oxaloasetat transaminase atau aspartat transaminase (ASAT) mengkatalis transfer
gugus amino dari L-aspartat ke 2-oxoglutarat untuk membentuk oxaloasetat dan L-glutamat.
Kemudian Laktat dehidrogenase (LDH) mengkonversi oxaloasetat menjadi L-malat dengan
mengoksidasi NADH menjadi NAD+
Reaksi:
ASAT
L-aspartat + 2-oksoglutarat L-glutarat + oksaloasetat
Oksaloasetat + NADH + H+ MDH
D-malat +NAD+
3. Pemeriksaan Gamma - GT FS
Gamma-GT mengkatalisis transfer asam glutamat ke akseptor seperti glycylglycine dalam
kasus ini. Proses ini melepaskan 5-amino -2 nitrobenzoate yang dapat diukur pada 405 nm.
Peningkatan absorbansi pada panjang gelombang ini secara langsung berkaitan dengan
aktivitas gamma-GT
Reaksi:
L-Gamma-glutamyl-3-carboxy-4-nitranilide+Glycylglycine
Gamma – GT
Gamma-glutamyl-glycylglycine+5-amino-2-nitrobenzoate
4. Pemeriksaan ALP (Alkali Phosphatase)
Alkali fosfatase dalam suasana alkali menghidrolisis p-nitrofenilfosfat menjadi fosfat dan
p-nitrofenol. Kecepatan hidrolisis p-nitrofenilfosfat diukur dengan intensitas warna merah
p-nitrofenol yang terjadi, sebanding dengan aktivitas alkali fosfatase yang dibaca pada
panjang gelombang 405 nm.

IV. Dasar Teori


Hati adalah organ kelenjar terbesar dengan berat kira-kira 1200-1500 gram. Terletak di
abdomen kuadrat kanan atas menyatu dengan saluran bilier dan kandung empedu. Hati
menerima pendarahan dari sirkulasi sistemik melalui arteri hepatika dan menampung aliran
darah dari sistem porta yang mengandung zat makanan yang diabsorbsi usus. Secara
mikroskopis, hati tersusun oleh banyak lobulus dengan struktur serupa yang terdiri dari
hepatosit, saluran sinusoid yang dikelilingi oleh endotel vaskuler dan sel kupffer yang
merupakan bagian dari sistem retikuloendotelial. Hati memiliki peran sangat penting dalam
metabolisme glukosa dan lipid, membantu proses pencernaan, absorbsi lemak dan vitamin
yang larut dalam lemak, serta detoksifikasi tubuh terhadap zat toksik. Interpretasi hasil
pemeriksaan uji fungsi hati tidak dapat menggunakan hanya satu parameter tetapi menggunakan
gabungan beberapa hasil pemeriksaan, karena keutuhan sel hati dipengaruhi juga faktor
ekstrahepatik. Pemeriksaan fungsi hati diindikasikan untuk penapisan atau deteksi adanya
kelainan atau penyakit hati, membantu menengakkan diagnosis, memperkirakan beratnya
penyakit, membantu mencari etiologi suatu penyakit, menilai hasil pengobatan, membantu
mengarahkan upaya diagnostic selanjutnya serta menilai prognosis penyakit dan disfungsi
hati. Jenis uji fungsi hati dapat dibagi menjadi 3 besar yaitu penilaian fungsi hati, mengukur
aktivitas enzim, dan mencari etiologi penyakit (Azma,2016).
Enzim yang paling sering berkaitan dengan kerusakan hati adalah aminotransferase yang
mengkatalisis pemindahan revensibel satu gugus amino antara sebuah asam amino dan asam
alfa-keto, yang berfungsi dalam pembentukan asam-asam amino yang dibutuhkan untuk
menyusun protein di hati. Salah satunya adalah alanine aminotransferase (ALT) yang
memindahkan satu gugus amino antara alanin dan asam alfa-keto glutamate (Sacher RA, 2004).
Pemeriksaan SGOT/SGPT adalah pemeriksaan untuk melihat adanya kerusakan organ hati.
Salah satu pemeriksaan biokimia hati yang biasanya digunakan adalah pemeriksaan enzim
golongan alanin aminotransferase (ALT) atau sering disebut glutamate pyruvate transaminase
(Gajawatet al, 2006). ALT (alanin aminotransferase) merupakan enzim yang utama banyak
ditemukan pada sel hati serta efektif dalam mendiagnosis destruksi hepatoselular. Jika terjadi
kerusakan hati, enzim ALT akan keluar dari sel hati menuju sirkulasi darah. Kadar normal ALT
darah 5-35 U/L. Enzim ini juga ditemukan dalam jumlah sedikit pada otot jantung, ginjal, serta
otot rangka. Kadar ALT serum dapat lebih tinggi dari sekelompok transferase lainnya
(transaminase), aspartate aminotransferase (AST) atau serum glutamic oxatoacetic transaminase
(SGOT), dalam kasus hepatitits akut serta kerusakan hati akibat penggunaan obat dan zat kimia,
dengan setiap serum mencapai 200-400 U/L. SGPT digunakan untuk membedakan antara
penyebab karena kerusakan hati dan ikterik hemolitik. Kadar SGOT serum pada ikterik yang
berasal dari hati hasilnya lebih tinggi dari 300 unit, sedangkan yang bukan berasal dari hati
hasilnya kurang dari 300 unit. Kadar SGPT serum biasanya meningkat sebelum tampak ikterik
(Kee,2007).

V. Alat dan Bahan


Alat :
1) Mikropipet dan Tip
2) Cuvet
3) Spektrofotometri
4) Fotometri
5) Spuit
6) Tourniquet
7) Kapas Alcohol
8) Tabung Darah Tutup Merah
9) Centrifuge
10) Stopwatch
11) Tabung Eppendof
12) Tabung Reaksi
Bahan :
1) Serum
2) Aquades
3) Reagen Pemeriksaan SGOT
4) Reagen Pemeriksaan SGPT
5) Reagen Pemeriksaan GGT
6) Reagen Pemeriksaan ALP

VI. Prosedur Kerja


a. Pemeriksaan SGOT
Pertama – tama dipersiapkan alat dan bahan yang diperlukan, kemudian lalukan
sampling terhadap probandus dan darah dimasukkan ke dalam tabung darah bertutup merah.
Selanjutnya darah disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk
memisahkan serum dengan komponen darah lainnya kemudian serum dipipet dan
dipindahkan ke tabung Eppendorf. Lalu reagen 1 dipipet sebanyak 800 µL, reagen 2 dipipet
sebanyak 200 µL dan sampel dipipet sebanyak 100 µL, dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
dicampur dan diinkubasi pada suhu 37oC. Setelah 60 detik, dibaca absorbansinya dan
diinkubasi kembali pada suhu 37oC. Diulang kembali pembacaan absorbansi pada menit ke
1, 2 dan 3. Kemudian dicatat dan dilakukan perhitungan kadar SGOT dengan cara
mengalikan Δ absorbansi/menit dengan factor 1746 untuk mendapatkan hasil dalam U/L.
b. Pemeriksaan SGPT
Pertama – tama dipersiapkan alat dan bahan yang diperlukan, kemudian lalukan
sampling terhadap probandus dan darah dimasukkan ke dalam tabung darah bertutup merah.
Selanjutnya darah disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk
memisahkan serum dengan komponen darah lainnya kemudian serum dipipet dan
dipindahkan ke tabung Eppendorf. Lalu reagen 1 dipipet sebanyak 800 µL, reagen 2 dipipet
sebanyak 200 µL dan sampel dipipet sebanyak 100 µL, dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
dicampur dan diinkubasi pada suhu 37oC. Setelah 60 detik, dibaca absorbansinya dan
diinkubasi kembali pada suhu 37oC. Diulang kembali pembacaan absorbansi pada menit ke
1, 2 dan 3. Kemudian dicatat dan dilakukan perhitungan kadar SGPT dengan cara
mengalikan Δ absorbansi/menit dengan factor 1768 untuk mendapatkan hasil dalam U/L.
c. Pemeriksaan GGT
Pertama – tama dipersiapkan alat dan bahan yang diperlukan, kemudian lalukan
sampling terhadap probandus dan darah dimasukkan ke dalam tabung darah bertutup merah.
Selanjutnya darah disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk
memisahkan serum dengan komponen darah lainnya kemudian serum dipipet dan
dipindahkan ke tabung Eppendorf. Selanjutnya untuk blanko, dipipet 100 µL aquadest dan
ditambah dengan 1000 µL monoreagen, dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dicampur.
Untuk sampel, dipipet 100 µL sampel dan ditambah dengan 1000 µL monoreagen,
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dicampur. Kemudian blanko dan sampel dibaca
absorbansinya pada Panjang gelombang 405 nm setelah 1 menit dan nyalakan stopwatch
untuk selanjutnya dibaca kembali absorbansinya setelah 1, 2 dan 3 menit. Dari pembacaan
absorbansi, hitung Δ absorbansi/menit dan dikalikan dengan factor 1158 untuk mendapatkan
hasil dalam U/L.
d. Pemeriksaan ALP
Pertama – tama dipersiapkan alat dan bahan yang diperlukan, kemudian lalukan
sampling terhadap probandus dan darah dimasukkan ke dalam tabung darah bertutup merah.
Selanjutnya darah disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk
memisahkan serum dengan komponen darah lainnya kemudian serum dipipet dan
dipindahkan ke tabung Eppendorf. Selanjutnya dipipet 1000 µL monoreagen dan 20 µL
sampel,dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dicampur. Setelah 1 menit, dibaca
absorbasninya pada panjang gelombang 405 nm dan nyalakan stopwatch untuk selanjutnya
dibaca kembali absorbansinya setelah 1,2 dan 3 menit. Dari pembacaan absorbansi, hitung
Δ absorbansi/menit dan dikalikan dengan factor 2757 untuk mendapatkan hasil dalam U/L.
VII. Data Pengamatan dan Perhitungan
A. Pemeriksaan SGOT
Nilai Normal : <40 U/L
Data Probandus :
Nama : Rahayu
Umur : 20 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
• Metode Spektrofotometri
Hasil Pengamatan :
A1 = 0,417
A2 = 0,416
A3 = 0,415
A4 = 0,411
F = 1768
Perhitungan :
(A1−A2)+(A2−A3)+(A3−A4)
Kadar SGOT = x Faktor
3
(0,417−0,416)+(0,416−0,415)+(0,415−0,411)
Kadar SGOT = x 1768
3
0,006
Kadar SGOT = x 1768
3

Kadar SGOT = 0,002 x 1768


Kadar SGOT = 3,492 U/L (Normal)
• Metode Fotometri
Kadar SGOT = 15,7 U/L (Normal)
B. Pemeriksaan SGPT
Nilai Normal : <40 U/L
Data Probandus :
Nama : Rahayu
Umur : 20 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
• Metode Spektrofotometri
Hasil Pengamatan :
A1 = 0,461
A2 = 0,460
A3 = 0,457
A4 = 0,456
F = 1768
Perhitungan :
(A1−A2)+(A2−A3)+(A3−A4)
Kadar SGPT = x Faktor
3
(0,461−0,460)+(0,460−0,457)+(0,457−0,456)
Kadar SGPT = x 1768
3
0,005
Kadar SGPT = x 1768
3

Kadar SGPT = 0,0017 x 1768


Kadar SGPT = 2,95 U/L (Normal)
• Metode Fotometri
Kadar SGPT = 16,7 U/L (Normal)
C. Pemeriksaan GGT
Nilai Normal : Wanita = < 32 U/L
Pria = < 49 U/L
Data Probandus :
Nama : Rahayu
Umur : 20 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
• Metode Spektrofotometri
Hasil Pengamatan :
A1 = 0,138
A2 = 0,134
A3 = 0,133
A4 = 0,131
F = 1158
Perhitungan :
(A1−A2)+(A2−A3)+(A3−A4)
Kadar GGT = x Faktor
3
(0,138−0,134)+(0,134−0,133)+(0,133−0,131)
Kadar GGT = x 1158
3
0,007
Kadar GGT = x 1158
3

Kadar GGT = 0,0023 x 1158


Kadar GGT = 2,7 U/L (Normal)
• Metode Fotometri
Kadar GGT = 14 U/L (Normal)
D. Pemeriksaan ALP
Nilai Normal : < 258 U/L
Data Probandus :
Nama : Rahayu
Umur : 20 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
• Metode Spektrofotometri
Hasil Pengamatan :
A1 = 0,077
A2 = 0,076
A3 = 0,075
A4 = 0,073
F = 2757
Perhitungan :
(A1−A2)+(A2−A3)+(A3−A4)
Kadar ALP = x Faktor
3
(0,077−0,076)+(0,076−0,075)+(0,075−0,073)
Kadar ALP = x 2757
3
0,004
Kadar ALP = x 2757
3

Kadar ALP = 0,001 x 2757


Kadar ALP = 2,757 U/L (Rendah)
• Metode Fotometri
Kadar ALP = 160 U/L (Normal)
VIII. Pembahasan
Hati merupakan organ terbesar yang terletak disebelah kanan atas rongga perut di bawah
diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5% dari berat badan orang dewasa normal. Pada kondisi
hidup berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah. Hati terbagi menjadi lobus kiri
dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligament falciforme. Lobus kanan hati lebih besar dari
lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu lobus kanan atas, lobus caudatus, dan lobus
quadratus(Ganda,2007).
Hati memiliki peran yang sangat penting dalam metabolism glukosa dan lipid, membantu
proses pencernaan, absorbsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak, serta detoksifikasi
tubuh terhadap zat toksik. Interpretasi hasil terhadap pemeriksaan uji fungsi hati tidak dapat
menggunakan hanya satu parameter tetapi menggunakan gabungan beberapa hasil pemeriksaan,
karena keutuhan sel hati dipengaruhi juga factor ekstrahepatik (Sosrosumihardjo,2005).
Pemeriksaan fungsi hati diindikasikan untuk penafsihan atau deteksi adanya kelainan atau
penyakit hati, membantu menegakkan diagnosis, memperkirakan beratnya penyakit, membantu
mencari etiologi suatu penyakit, menilai hasil pengobatan, membantu mengarahkan upaya
diagnostic selanjutnya serta menilai prognosis penyakit dan disfungsi hati (Suryaatmadja,2009).
A. SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transminase)
SGOT atau aspartate aminotransferase (AST) merupakan sebuah enzim yang biasanya
terletak didalam sel-sel hati. Enzim ini dilepaskan ke dalam darah ketika hati atau jantung rusak.
Tingkat SGPT dan SGOT dalam darah signifikan dengan tingginya kerusakan hati atau dengan
kerusakan jantung. Beberapa obat juga dapat meningkatkan aktivitas SGPT dan SGOT. Enzim
ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka (Wibowo, 2007).
Pada SGOT enzim yang ada dalam banyak sel tubuh terutama jantung dan hati dan lebih rendah
pada ginjal dan otot. Enzim ini adalah kelompok transaminase, SGOT transfer faktor amino dari
asam amino untuk asam alpha, yang berarti mengkatalisis transfer satu gugus amino dari asam
alphaketoglutariz. Mereka akan meningkat pada aktivitas berdasarkan pelatihan dan aktivitas
ketahanan, jangka pendek dan intensitas tinggi, olahraga eksentrik dan bahkan olahraga dimana
tidak ada berat yang dialami (Hasnawati,2006).
Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) merupakan salah satu enzim yang
dijumpai dalam otot jantung dan hati. Enzim ini ditemukan dalam konsentrasi sedang pada otot
rangka, ginjal dan pankreas. Saat terjadi cedera terutama pada sel-sel hati dan otot jantung,
enzim ini akan dilepaskan ke dalam darah. Fungsi utama enzim ini sebagai biomarker/penanda
adanya gangguan pada hati dan jantung. Pada perokok aktif, dapat terjadi peningkatan kadar
serum SGOT dalam darah. Merokok dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid yang
merusak membran biologis pada hati dan jantung (Vania,2016).
Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh kadar SGOT dalam serum probandus tergolong
normal, baik hasil pemeriksaan menggunakan metode spektrofotometri maupun pemeriksaan
menggunakan metode fotometri. Hasil yang didapat dengan metode spektrofotometri yaitu
sekitar 3,492 U/L, sedangkan hasil dari pemeriksaan menggunakan metode fotometri yaitu 15,7
U/L. Kedua hasil tersebut menunjukkan bahwa kadar SGOT dalam serum probandus tergolong
normal, karena nilai rujukan SGOT normal yaitu sekitar 8-38 U/l. Serum Glutamic Oksaloasetic
Transminase (SGPT) dalam keadaan normal memiliki kadar yang tinggi dalam jantung. Jika
terjadi peningkatan yang dominan dari kadar enzim dalam darah, maka ada kemungkinan terjadi
kelainan (Handoko, 2003).
B. SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transminase)
SGPT ditemukan berlimpah di sitosol pada hepatosit. Aktivitas SGPT di hati sekitar 3000
kali aktivitas serum. Jadi, dalam kasus cedera hepatoselular atau kematian, pelepasan SGPT dari
sel hati yang rusak meningkatkan aktivitas SGPT yang diukur dalam serum. Karena kadar SGPT
serum meningkat pada keadaan penyakit yang menyebabkan cedera hepatoseluler, kadar SGPT
serum dapat secara efektif mengidentifikasi proses penyakit hati yang sedang berlangsung.
Kemungkinan penyakit hati secara signifikan meningkat, terutama jika SGPT yang meningkat
dikaitkan dengan gejala seperti kelelahan, anoreksia atau pruritus (Kim,2008).
Pada pratikum yang telah dilakukan, didapatkan bahwa kadar SGPT dalam serum probandus
yang diuji dengan metode spektrofotmetri yaitu sekitar 2,95 U/L, sementara hasil uji kadar
SGPT menggunakan metode fotometri yaitu 16,7 U/L. Hasil uji dari kedua metode tersebut
tergolong normal jika dibandingkan dengan nilai rujukan SGPT yaitu < 40 U/L. Peningkatan
kadar enzim hepar sedang (3-20 kali) dapat terjadi pada kondisi hepatitis akut, hepatitis
neonatal, hepatitis kronik, hepatitis autoimun, hepatitis yang diinduksi obat, hepatitis alkoholik,
dan obstruksi traktus biliaris akut. SGPT biasanya lebih meningkat dibandingkan dengan
SGOT, kecuali pada penyakit hepar kronik. Pada hepatitis virus akut, kadar inisial paling tinggi
terjadi dalam 5 minggu dan mencapai kadar normal pada 8 minggu pada 75% kasus (Widdman,
2004).
C. GGT(Gamma Glutamyl Transpeptidase)
Gamma Glutamyl Transferase (Gamma GT) berperan dalam siklus γ-glutamil yang
membantu transfer asam amino ke dalam sel. Asam amino ekstrasel akan bereaksi dengan γ-
glutamil-sisteinil-glisin dengan dikatalisis oleh enzim Gamma GT yang berada di membrane
sel. Terbentuklah asam γ-glutamilamino dan sisteinilglisin dilepaskan. Sisteinilglisin akan
dipecah menjadi sistein dan glisin, sedangakan γ-glutamilamino melepaskan asam amino di
dalam sel dan 5-oksoprolin. Asam amino akan digunakan untuk kebutuhan sel dan 5-oksoprolin
akan diubah menjadi glutamat. Glutamat yang terbentuk akan bergabung dengan sistein menjadi
γ-glutamilsistein. γ-glutamilsistein bergabung dengan glisin dan membentuk glutation yang
dapat digunakan kembali (Marks, dkk., 2000).
Dari pemeriksaan kadar GGT dalam serum probandus menggunakan metode
spektrofotometri dan fotometri hasilnya masih tergolong normal yaitu untuk hasil dari metode
spektrofotometri sekitar 2,7 U/L sementara untuk hasil pemeriksaan dengan metode fotometri
yaitu 14 U/L. Nilai normal dari GGT pada wanita adalah < 32 U/L, sedangkan pada pria < 49
U/L. Peningkatan kadar enzim GGT menandakan adanya gangguan hati. Namun tes ini tidak
dapat menentukan penyebabnya secara spesifik.Pada prinsipnya, semakin tinggi kadar enzim
GGT, semakin berat pula masalah hati yang dialami oleh pasien. Naiknya kadar enzim ini dapat
menandakan beberapa kondisi seperti hepatitis, penyakit jantung kongestif, sindrom metabolik,
diabetes melitus, pankreatitis (Sari,2020).
D. ALP (Alkali phosphatase)
Pemeriksaan alkali fosfatase merupakan pemeriksaan aktivitas enzim yang harus dilakukan
dengan teliti, sehingga aktivitas yang terukur berbanding lurus dengan jumlah enzim yang ada
di dalam sampel. Pemeriksaan alkali fosfatase sering digunakan untuk menilai fungsi
hepatobilier dan kolestatis. Pemeriksaan alkali fosfatase dapat menggunakan spesimen berupa
serum dan plasma heparin (Gaw, 2011).
Pada praktikum kali ini didapatkan hasil pemeriksaan untuk kadar ALP pada sampel
probandus didapatkan hasil rendah pada metode spektrofotometri yaitu sebesar 2,757 U/L,
sedangkan hasil normal dengan menggunakan metode fotometeri yaitu sekitar 160 U/L.
Kesalahan mungkin terjadi pada tahap pra analitik, analitik maupun pada tahap pasca analitik
(Maria,2018).
Kadar total ALP berkisar antara 30 – 85 IU/ml (SI, 42 – 128 U/L). Peningkatan kadar ALP
bisa menunjukkan bahwa di dalam tubuh terjadi obstruksi bilier akut akibat inflamasi
hepatoseluler, sirosis inaktif, mononucleosis, hepatitis viral, atau toksisitas obat
(Adhiutami,2010).

IX. Kesimpμlan
Berdasarkan hasil praktikum kali ini yaitu uji kadar SGOT,SGPT,GGT,dan ALP dengan
sampel serum dari probandus Rahayu dengan jenis kelamin perempuan dan berusia 20 tahun
dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil dari pemeriksaan SGOT dengan metode spektrofotometri didapatkan hasil yaitu 3,492
U/L sementara hasil yang diperoleh dengan metode fotometri yaitu 15,7 U/L , kedua hasil
tersebut masih tergolong normal, jika dibandingkan dengan nilai rujukan SGOT normal
yaitu sekitar < 40 U/L.
2. Hasil dari pemeriksaan SGPT dengan metode spektrofotometri didapatkan hasil yaitu 2,95
U/L sementara hasil yang diperoleh dengan metode fotometri yaitu 16,7 U/L , kedua hasil
tersebut masih tergolong normal, jika dibandingkan dengan nilai rujukan SGPT normal yaitu
sekitar < 40 U/L.
3. Hasil dari pemeriksaan GGT dengan metode spektrofotometri didapatkan hasil yaitu 2,7
U/L sementara hasil yang diperoleh dengan metode fotometri yaitu 14 U/L , kedua hasil
tersebut masih tergolong normal, jika dibandingkan dengan nilai rujukan GGT normal pada
wanita yaitu sekitar wanita yaitu < 32 U/L.
4. Hasil dari pemeriksaan ALP dengan metode spektrofotometri didapatkan hasil yaitu 2,757
U/L sedangkan hasil yang diperoleh dengan metode fotometri yaitu 160 U/L , perbedaan
hasil yang diperoleh kemungkinan terjadi karena terdapat kesalahan pada tahap pra analitik,
tahap analitik, maupun pada tahap pasca analitk. Namun hasil dengan metode fotometri
masih tergolong normal, jika dibandingkan dengan nilai rujukan ALP normal pada wanita
yaitu sekitar <258 U/L.
DAFTAR PUSTAKA

Adhiutami. 2010. Efek Hepatoprotektif Mimosa pudica terhadap Serum Alkaline Phosphatase
(ALP) pada Tikus (Rattus norvegicus) (diakses pada tanggal 5 Desember 2020). Tersedia
pada https://journal.umy.ac.id

Azma. 2016. Pemeriksaan Fungsi Hati (diakses pada tanggal 5 Desember 2020). Tersedia pada
https://www.researchgate.net

Gajawat S, Sancheti G & Goyal PK. 2006. Protection Against Lead Induced Hepatic Lesion in
Swiss Albino Mice by absorbis Acid. Pharmologionline. 1 :140-149.

Ganda. 2007. Pengaruh Pemberian Karbon Tetraklorida Terhadap Fungsi Hati dan Ginjal
Tikus (diakses pada tanggal 5 Desember 2020). Tersedia pada http://www.academia.edu

Gaw, A. et al., 2011. Biokimia Klinis. Edisi ke 4. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Handoko. 2003. Tes Fungsi Hati (diakses pada tanggal 5 Desember 2020). Tersedia pada
http://etheses.uin-malang.ac.id

Hasnawati. 2006. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Dalam Larutan Serbuk Biji
Pinang (Areca Catechu L.) terhadap Mortalitas Cacing Hati Sapi (Fasciola Hepatica L.)
Secara In Vitro. Indonesia: J Medicine

Kee. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik. Jakarta: EGC

Kim, W. R., Flamm, S. L., Bisceglie, A. M. Di dan Bodenheimer, H. C. 2008. Serum Activity
of Alanine Aminotransferase (ALT) as an Indicator of Health and Disease.

Maria. 2018. Kendali Mutu (diakses pada tanggal 5 Desember 2020). Tersedia pada
http://bppsdmk.kemkes.go.id/
Marks, Dawn B, Allan D Marks and Collen M. Smith. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar
Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta : EGC.

Sacher, R. A., and McPherson, R. A., 2004, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium,
519, EGC, Jakarta.

Sosrosumihardjo. 2005. Pemeriksaan Laboratorium Pada Penyakit Hati. Jakarta: Jayabadi

Sari.2020. Test Gamma GT (diakses pada tanggal 5 Desember 2020). Tersedia pada
https://www.sehatq.com/

Suryaatmadja. 2009. Pemeriksaan Laboratorium Uji Fungsi Hati (diakses pada tanggal 5
Desember 2020). Tersedia pada Tersedia pada http://www.academia.edu

Vania. 2016. GAMBARAN KADAR SERUM SERUM GLUTAMIC OXALOACETIC


TRANSAMINASE (SGOT) PADA PEROKOK AKTIF USIA > 40 TAHUN (diakses pada
tanggal 5 Desember 2020). Tersedia pada https://media.neliti.com/

Wibowo AW. 2007. Pengaruh Pemberian Perasaan Buah Mengkudu (Morinda citrifolia)
Terhadap Kadar SGOT dan SGPT Tikus Putih (Rattusnorvegicus) dengan Diet Tinggi
Lemak. Jakarta: Veterineria Medika

Widmann FK. Alih bahasa : S. Boedina Kresno, dkk. 2004. Tinjauan Klinis Atas Hasil
Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 11. Jakarta: EGC
LAMPIRAN

Gambar 1. Reagen Kit Pemeriksaan SGPT Gambar 2. Reagen Kit Pemeriksaan SGPT

Gambar 3. Hasil Pemeriksaan SGOT Gambar 4. Hasil Pemeriksaan SGPT Dengan

Dengan Metode Fotometri Metode Fotometri


LAMPIRAN

Gambar 5. Hasil Pemeriksaan ALP Gambar 6. Hasil Pemeriksaan GGT Dengan

Dengan Metode Fotometri Dengan Metode Fotometri


LAMPIRAN

- Laporan Sementara Data Pengamatan

• Pemeriksaan SGOT dan Pemeriksaan SGPT


• Pemeriksaan GGT dan Pemeriksaan ALP
LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA KLINIK II

PEMERIKSAAN FUNGSI JANTUNG

Pemeriksaaan CK – MB (Creatinine Kinase – Myocardial Band) dan

LDH (Lactate Dehydrogenase)

OLEH

Nama : Ida Ayu Gita Prayascitta Utami

NIM : 18071011

Dosen Pengampu : Ni Putu Rahayu Artini, S.Si., M.Si.

I Wayan Tanjung Aryasa, S.Si., M.Si.

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL

DENPASAR

2020
PRAKTIKUM KIMIA KLINIK II
Pemeriksaaan CK – MB (Creatinine Kinase – Myocardial Band) dan
LDH (Lactate Dehydrogenase)

I. Tujuan Praktikum
Praktikum kali ini bertujuan untuk :
1) Pemeriksaan CK – MB (Creatinine Kinase – Myocardial Band)
Untuk mengetahui kadar CK – MB (Creatinine Kinase – Myocardial Band) pada serum
2) Pemeriksaan LDH (Lactate Dehydrogenase)
Untuk mengetahui kadar LDH (Lactate Dehydrogenase) pada serum

II. Metode
Metode yang digunakan pada praktikum kali ini adalah spektrofotometri dan fotometri

III. Prinsip
1) Pemeriksaan Pemeriksaan CK – MB (Creatinine Kinase – Myocardial Band)
CK - MB terdiri dari sub unit CK - M dan CK - B. Antibodi spesifik terhadap CK - M
menghambat aktivitas CK - MM lengkap (bagian utama dari aktivitas CK total) dan sub unit
CK - M dari CK - MB. Hanya aktivitas CK - B yang diukur, yaitu setengah dari aktivitas CK
- MB.
2) Pemeriksaan LDH (Lactate Dehydrogenase)
Prinsip pengukuran yaitu LDH mengatalisasi konversi piruvat menjadi laktat NADH
dioksidasi menjadi NAD pada proses tersebut. Berkurangnya jumlah NADH secara langsung
menggambarkan besarnya aktivitas LDH dan diukur dengan menggunakan photometry.

IV. Dasar Teori


Pemeriksaan jantung penting untuk mendeteksi penyakit jantung sejak dini sebelum muncul
gejala. Tujuannya adalah membantu dokter memberikan tindakan medis yang tepat pada tahap
paling awal penyakit untuk memperbesar peluang kesembuhan. Para praktis medis telah
menerima secara luas dan merekomendasikan beberapa jenis pemeriksaan jantung. Sebagian
besar pemeriksaan jantung berupa tindakan non-invasif alias tanpa pembedahan. Kebutuhan
individu terhadap jenis pemeriksaan jantung yang tepat melihat berbagai faktor yang mendasari,
seperti usia, jenis kelamin, serta riwayat kesehatan pribadi dan keluarga (Wilson,2006).
Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit yang terjadi pada jantung. IMA adalah
kematian jaringan miokard akibat terjadinya penurunan aliran darah pada pembuluh pembuluh
koroner koroner menuju miokard, miokard, sehingga sehingga cadangan cadangan oksigen
oksigen tidak mencukupi mencukupi kebutuhan oksigen pada miokard. IMA terjadi karena
adanya penurunan perfusi miokard sehingga menyebabkan nekrosis sel miokard. Terjadi
berulang, menunjukkan adanya obstruksi aliran darah yang disebabkan oleh plak dalam arteri
coroner (Samsu, 2007).
Infark miokard merupakan manifestasi akut terkait aterosklerosis dari penyakit penyakit
jantung jantung koroner, koroner, dimana terjadi terjadi obstruksi obstruksi pada aliran darah
yang menyebabkan plak dalam arteri koronaria. Plak selalu mengakibatkan aterosklerosis. Plak
yang tidak stabil mengaktivasi inflamasi dari dinding vaskuler pada tempat plak. Plak dapat
mengalami erosi, retak (fissur) atau bahkan ruptur. Platelet akan terakumulasi pada tempat
aktifnya plak, yang selanjutnya menghalangi aliran darah dan menyebabkan angina tidak stabil.
Ruptur plak aterosklerosis akan membongkar zat yang dapat meningkatkan aktivitas dan
mengakumulasi platelet, meningkatkan generasi thrombin dan pembentukan thrombus sehingga
menyebabkan terjadinya infark miokard. Plak aterosklerosis dapat meluas secara perlahan tetapi
lebih sering meluas secara bertahap (Samsu, 2007).

V. Alat dan Bahan


Alat :
1) Mikropipet dan Tip
2) Cuvet
3) Spektrofotometer
4) Fotometer
5) Tourniquet
6) Spuit
7) Kapas Alkohol
8) Tabung Darah Tutup Merah
9) Centrifuge
10) Stopwatch
11) Tabung Eppendorf
12) Tabung Reaksi
Bahan :
1) Serum
2) Aquadest
3) Reagen

VI. Prosedur Kerja


a) Pemeriksaan CK – MB (Creatinine Kinase – Myocardial Band)
Pertama – tama dipersiapkan alat dan bahan yang diperlukan, kemudian lalukan
sampling terhadap probandus dan darah dimasukkan ke dalam tabung darah bertutup merah.
Selanjutnya darah disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk
memisahkan serum dengan komponen darah lainnya kemudian serum dipipet dan
dipindahkan ke tabung Eppendorf. Lalu untuk blanko dipipet 40 µL aquadest dan
ditambahkan dengan 1000 µL monoreagent. Untuk sampel dipipet 40 µL sampel dan
ditambahkan dengan 1000 µL monoreagent. Dicampur dan dibaca absorbansinya setelah 5
menit dan nyalakan stopwatch untuk selanjutnya dibaca kembali absorbansinya setelah 1, 2,
3, 4 dan 5 menit.
b) Pemeriksaan LDH (Lactate Dehydrogenase)
Pertama – tama dipersiapkan alat dan bahan yang diperlukan, kemudian lalukan
sampling terhadap probandus dan darah dimasukkan ke dalam tabung darah bertutup merah.
Selanjutnya darah disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk
memisahkan serum dengan komponen darah lainnya kemudian serum dipipet dan
dipindahkan ke tabung Eppendorf. Lalu untuk sampel dipipet sebanyak 10 µL dan
ditambahkan dengan 1000 µL monoreagent. Dicampur kemudian dibaca absorbansinya
setelah 1 menit dan stopwatch dinyalakan untuk selanjutnya dibaca kembali absorbansinya
setelah 1, 2 dan 3 menit.

VII. Data Pengamatan dan Perhitungan


A. Pemeriksaan CK – MB (Creatinine Kinase – Myocardial Band)
Nilai Normal : <24 U/L
Data Probandus :
Nama : Dyah Maheswari
Umur : 20 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
• Metode Spektrofotometri
Hasil Pengamatan :
A1 = 0,068
A2 = 0,064
A3 = 0,062
A4 = 0,059
A5 = 0,057
A6 = 0,056
F = 8254
Perhitungan :
(A1−A2)+(A2−A3)+(A3−A4)+(A4−A5)+(A5+A6)
Kadar CK-MB = x Faktor
5
(0,068−0,064)+(0,064−0,062)+(0,062−0,059)+(0,059−0,057)+(0,057−0,056)
Kadar CK-MB = x 8254
5
0,012
Kadar CK-MB = x 8254
5

Kadar CK-MB = 0,0024 x 8254


Kadar CK-MB = 19,8 U/L (Normal)
• Metode Fotometri
Kadar CK-MB = 20 U/L (Normal)
B. Pemeriksaan LDH
Nilai Normal : <480 U/L
Data Probandus :
Nama : Gita
Umur : 20 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
• Metode Spektrofotometri
Hasil Pengamatan :
A1 = 0,247
A2 = 0,246
A3 = 0,245
A4 = 0,244
F = 16030
Perhitungan :
(A1−A2)+(A2−A3)+(A3−A4)
Kadar LDH = x Faktor
3
(0,247−0,246)+(0,246−0,245)+(0,245−0,244)
Kadar LDH = x 16030
3
0,003
Kadar LDH = x 16030
3

Kadar LDH = 0,001 x 16030


Kadar LDH = 16,03 U/L (Normal)

VIII. Pembahasan
Jantung adalah organ otot yang berongga dan berukuran sebesar kepalan tangan. Fungsi
utama jantung adalah memompa darah ke pembuluh darah dengan kontraksi ritmik dan
berulang. Jantung normal terdiri dari empat ruang, 2 ruang jantung atas dinamakan atrium dan
2 ruang jantung di bawahnya dinamakan ventrikel, yang berfungsi sebagai pompa. Dinding yang
memisahkan kedua atrium dan ventrikel menjadi bagian kanan dan kiri dinamakan septum
(Novran, 2013).
Oleh karena itu, pemeriksaan enzim jantung sering dilakukan sebagai salah satu cara untuk
mendiagnosis serangan jantung. Saat seseorang mengeluhkan nyeri dada yang dicurigai sebagai
serangan jantung, maka dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan, termasuk tes enzim
jantung. Enzim jantung adalah enzim yang berperan dalam menunjang kerja otot jantung. Saat
terjadi kerusakan, seperti pada serangan jantung, maka enzim ini akan meningkat jumlahnya
dalam darah. Semakin banyaknya jumlah enzim jantung yang terdapat di dalam darah
menunjukkan semakin besarnya kerusakan yang terjadi di jantung pasien (Noya,2019).
A. CK – MB (Creatinine Kinase – Myocardial Band)
Analisis enzim jantung dalam plasma atau serum merupakan bagian dari profil untuk
membantu diagnostik Penyakit Jantung Koroner (PJK). Enzim terutama terdapat di dalam sel,
maka adanya peningkatan jumlah suatu enzim dalam serum atau plasma umumnya merupakan
konsekuensi dari cedera sel sehingga molekul-molekul intrasel dapat lolos keluar. Jumlah enzim
yang sangat berlebih dalam serum digunakan secara klinis sebagai bukti adanya kerusakan
organ. Substansi yang dibebaskan dari otot jantung yang rusak meliputi Creatine Kinase (CK),
Aspartate Amino Transferase (AST)/ (SGOT), Laktat Dehidrogenase dan Mioglobin. Creatine
Kinase (CK) dibebaskan ke dalam sirkulasi pada hampir semua keadaan iskemia, cedera atau
peradangan otot. Creatine Kinase (CK) terdapat dalam semua jaringan dan memiliki 3 isoenzim
yaitu CK-MM, CK-MB dan CK-BB. Distribusi Creatine Kinase (CK) dalam miokardium
adalah sekitar 80 % Muskular Muskular (MM) dan 20 % Myocardial Band (MB), sedangkan di
otot rangka isoenzim Creatine Kinase (CK) hampir seluruhnya adalah Muskular Muskular
(MM) dengan hanya sedikit Myocardial Band (MB) (kurang dari 1 %) (Bahri,2004).
Hasil dari praktikum yang telah dilakukan dengan dua metode yaitu dengan metode
spektrofotmetri dan fotometri. Kadar CK-MB dalam serum probandus yang diuji dengan
metode spektrofotometri didapatkan hasil 19,8 U/L dan yang diuji dengan metode fotometri
didapatkan hasil 20 U/L. Kedua hasil tersebut masih dalam batas normal jika dibandingkan
dengan nilai rujukan CK-MB yaitu <24 U/L. Penggunaan Creatine Kinase –Myocardial Band
(CK-MB) untuk mendiagnosis Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan tindakan yang
banyak dilakukan dan biasanya memberikan informasi diagnostik yang tepat. Tetapi kadang-
kadang timbul hasil positif palsu dengan peningkatan CK-MB tidak berasal dari cedera
miokardium. Seperti pada pelari marathon, pasien dengan distrofi otot atau orang dengan gagal
ginjal, ini disebabkan karena CK-MB merupakan isoenzym yang sangat sensitif. Pada keadaan
– keadaan tersebut kerja jantung meningkat sehingga CK- MB juga meningkat walaupun hanya
sedikit. CK-MB memiliki sensitifitas yang setara dengan LDL dalam mendeteksi Penyakit
Jantung Koroner (PJK). Low Density Lipoprotein (LDL) yang tinggi merupakan faktor risiko
terpenting Penyakit Jantung Koroner (PJK) (Sri,2014).
B. LDH (Lactate Dehydrogenase)
Enzim LDH adalah enzim tetramerik yang keempat subunitnya terdapat dalam dua bentuk
iso (isoform) yaitu H (pada jantung) dan M (pada otot). LDH juga merupakan enzim intraselular
yang terdistribusi secara luas dalam jaringan terutama pada jatung, otot rangka, ginjal dan hati.
LDH dibutuhkan untuk mengkatalisasi perubahan dari asam piruvat menjadi asam laktat. LDH
akan dikeluarkan dari jaringan yang rusak seperti nekrosis atau terjadinya perubahan
permeabilitas sel, Peningkatan kadar LDH menggambarkan derajat kerusakan yang terjadi pada
jaringan. Pada organ jantung terdapat enzim laktat dehidrogenase (LDH) yang digunakan untuk
melakukan metabolisme anaerob. Kebanyakan LDH di jantung berbentuk isoenzim I1 (tersusun
dari 4 subunit H / HHHH). Aktivitas I1 yang tinggi dapat digunakan untuk mendiagnosis
penyakit infrak miokard (Kurniawan,2018).
Berdasarkan hasil dari praktikum yang dilakukan untuk mengetahui kadar LDH pada sampel
serum probandus dengan menggunakan metode spektrofotometri didapatkan kadar LDH pada
sampel yaitu 16,03 U/L. Hasil tersebut tergolong normal jika dibandingkan dengan nilai rujukan
LDH yaitu <480 U/L. Bila terdapat penyakit / kerusakan pada sel, maka LDH akan dilepaskan
ke dalam darah, sehingga kadar LDH saat diperiksa akan tinggi. LDH memiliki banyak tipe ,
tergantung dari jaringan mana LDH ditemukan seperti, LDH1 (jantung dan pembuluh darah),
LDH2 (Sel darah putih), LDH3 (paru paru), LDH4 (ginjal, plasenta, dan pankreas), LDH5 (hati
dan oto skeletal). Dan masih banyak lagi organ organ lain. Penyebab LDH meningkat antara
lain karena, aliran darah yang berkurang, gangguan cerebrovascular seperti stroke, beberapa
jenis kanker tertentu, anemia hemolitik, infeksi mononucleosis, penyakit hati seperti hepatitis,
tekanan darah rendah, trauma otot, pankreatitis, kematian jaringan, dan penggunaan alkohol
atau obat tertentu (Hamidah,2016).
IX. Kesimpμlan
Berdasarkan hasil praktikum kali ini yaitu uji kadar CK-MB dengan sampel serum dari
probandus Rahayu dengan jenis kelamin perempuan dan berusia 20 tahun, dan untuk
pemeriksaan LDH dengan sampel dari Gita dengan jenis kelamin perempuan dan berusia 20
tahun dapat disimpulkan bahwa :
1) Hasil dari pemeriksaan CK-MB dengan metode spektrofotometri didapatkan hasil yaitu 19,8
U/L sementara hasil yang diperoleh dengan metode fotometri yaitu 20 U/L , kedua hasil
tersebut masih tergolong normal, jika dibandingkan dengan nilai rujukan CK-MB normal
yaitu sekitar < 24 U/L.
2) Hasil dari pemeriksaan LDH dengan metode spektrofotometri didapatkan hasil yaitu 16,03
U/L. Hasil tersebut masih tergolong normal, jika dibandingkan dengan nilai rujukan LDH
normal yaitu sekitar < 480 U/L.
DAFTAR PUSTAKA

Bahri A. 2004. Dislipidemia Sebagai Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner. Sumatera Utara:
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Hamidah. 2016. Perbedaan Kadar LDH Serum Total Sebelum Dan SesudahvKemoterapi Pada
Berbagai Kelompok Stadium Kanker LNH (diakses pada tanggal 7 Desember 2020).
Tersedia pada https://ppjp.ulm.ac.id

Kurniawan. 2018. Pengaruh Beban Latihan-Renang Tunggal Dan Berulang Yang Berlebihan
Terhadap Aktivitas Spesifik Enzim Laktat Dehidrogenase (LDH) Jaringan Jantung Tikus
(Rattus Norvegicus) Jantan Galur Wistar (diakses pada tanggal 7 Desember 2020). Tersedia
pada https://jurnal.untan.ac.id

Samsu N. 2007. Sensitivitas dan Spesifisitas Troponin T dan I pada Diagnosis Infark Miokard
Akut. Jakarta: Maj Kedokt Indon

Sri. 2014. Gambaran Kadar Low Density Lipoprotein (LDL) Cholesterol Dan Creatine Kinase-
Myocardial Band (CK-MB) Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner (PJK) (diakses pada
tanggal 7 Desember 2020). Tersedia pada https://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id

Novran.2013. Kadar CK-MB Pasien Penyakit Jantung Koroner Yang Dirawat Inap di Bagian
Penyakit Dalam RS. Muhammad Hoesin Palembang Berdasarkan Waktu Pengambilan
Darah (diakses pada tanggal 7 Desember 2020). Tersedia pada https://media.neliti.com

Noya. 2019. Enzim Jantung dan Kaitannya dengan Serangan Jantung (diakses pada tanggal 7
Desember 2020). Tersedia pada https://www.alodokter.com

Wilson LM. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC
LAMPIRAN

Gambar 1. Reagen Kit Pemeriksaan CK-MB

Gambar 2. Alat dan Bahan


LAMPIRAN

- Laporan Sementara Data Pengamatan

• Pemeriksaan CK-MB
• Pemeriksaan LDH
LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA KLINIK II

PEMERIKSAAN ELEKTROLIT

(Kalsium (Ca), Klorida (Cl), Kalium (K) dan Magnesium (Mg))

OLEH

Nama : Ida Ayu Gita Prayascitta Utami

NIM : 18071011

Dosen Pengampu : Ni Putu Rahayu Artini, S.Si., M.Si.

I Wayan Tanjung Aryasa, S.Si., M.Si.

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL

DENPASAR

2020
PRAKTIKUM KIMIA KLINIK II
PEMERIKSAAN ELEKTROLIT
(Kalsium (Ca), Klorida (Cl), Kalium (K) dan Magnesium (Mg))

I. Tujuan Praktikum
Praktikum kali ini bertujuan untuk :
1. Untuk memonitoring kadar elektrolit darah pasien
2. Untuk mengetahui kadar Kalsium (Ca) dalam serum pasien
3. Untuk mengetahui kadar Klorida (Cl) dalam serum pasien
4. Untuk mengetahui kadar Kalium (K) dalam serum pasien
5. Untuk mengetahui kadar Magnesium (Mg) dalam serum pasien

II. Metode
Metode yang digunakan pada praktikum kali ini adalah spektrofotometri dan fotometri

III. Prinsip
1) Pemeriksaan Kalsium (Ca)
Metode ini didasarkan pada ikatan spesifik antara arsenazo III dengan kalsium pada pH
asam yang mengakibatkan pergeseran Panjang gelombang absobsi kompleks. Intensitas
cahaya yang dihasilkan sebanding dengan konsentrasi kalsium total di dalam sampel.
2) Pemeriksaan Klorida (Cl)
Ion klorida dalam sampel secara kuantitatif menggantikan tiosianat dari tiosianat merkuri.
Ion tiosianat yang dibebaskan bereaksi dengan ion besi membentuk kompleks besi-tiosianat
merah sebanding dengan konsentrasi klorida yang ada dalam sampel.
3) Pemeriksaan Pemeriksaan Kalium (K)
Pengukuran kalium digunakan untuk memantau keseimbangan elektrolit dalam diagnosis
dan pengobatan kondisi penyakit yang ditandai dengan kadar kalium darah rendah atau
tinggi. Kalium ditentukan secara spektrofotometri melalui sistem uji kopling kinetik
menggunakan piruvat kinase yang bergantung pada kalium. Piruvat yang dihasilkan diubah
menjadi laktat yang menyertai konversi NAD ke NADH. Penurunan kepadatan optik yang
sesuai pada 380 nm sebanding dengan konsentrasi kalium dalam serum.
4) Pemeriksaan Magnesium (Mg)
Metode ini didasarkan pada pengikatan spesifik kalmagit, indikator metalokronik, dan
manesium pada pH basa yang mengakibatkan pergeseran panjang gelombang serapan
kompleks. Intensitas kromofor yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi magnesium
dalam sampel.

IV. Dasar Teori


Dalam cairan tubuh terlarut zat-zat makanan dan ion-ion yang diperlukan oleh sel untuk
hidup, berkembang dan menjalankan tugasnya. Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan
baik sangat dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya. Semua pengaturan fisiologis untuk
mempertahankan keadaan normal disebut homeostasis. Homeostasis ini bergantung pada
kemampuan tubuh mempertahankan keseimbangan antara subtansi-subtansi yang ada di milieu
interior (Nuraini, 2017).
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter parameter penting,
penting, yaitu: volume cairan ekstrasel ekstrasel dan osmolaritas osmolaritas cairan ektrasel.
Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan
mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal
mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan urine sesuai
kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.
Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan mengatur
keluaran ion hidrogen dan ion karbonat dalam urine sesuai kebutuhan. Selain ginjal, yang turut
berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan mengekskresikan ion
hidrogen dan CO2, dan sistem dapar (buffer) kimia dalam cairan tubuh (Kee,2007).
Elektrolit yang terdapat pada cairan tubuh akan berada dalam bentuk ion bebas
(free ions). Secara umum elektrolit dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu kation
dan anion. Jika elektrolit mempunyai muatan positif (+) maka elektrolit tersebut disebut
sebagai kation sedangkan jika elektrolit tersebut mempunyai muatan negatif (-) maka
elektrolit tersebut disebut sebagai anion. Contoh dari kation adalah Natrium (𝑁𝑎+ ) dan
Kalium (𝐾 + ), contoh dari anion adalah Klorida (𝐶𝑙 − ) dan bikarbonat (𝐻𝐶𝑂3− ) (Joko,2015).
Elektrolit-elektrolit yang terdapat dalam jumlah besar di dalam tubuh antara lain adalah
Natrium (𝑁𝑎+ ), Kalium (𝐾 + ) Kalsium (𝐶𝑎2+ ), Magnesium (𝑀𝑔2+ ), Klorida (𝐶𝑙 − ),
bikarbonat (𝐻𝐶𝑂3− ), Fosfat (𝐻𝑃𝑂4 ) dan Sulfat (𝑆𝑂4 ). Di dalam tubuh manusia,
keseimbangan antara air (𝐻2 𝑂) elektrolit diatur secara ketat agar sel-sel dan organ tubuh
dapat berfungsi dengan baik. Pada tubuh manusia, elektrolit-elektrolit ini akan memiliki fungsi
antara lain dalam m e n j a g a t e k a n a n o s m o t i k t u b u h , m e n g a t u r p e n d i s t r i b u s i a n
c a i r a n k e d a l a m kompartemen badan air (body’s fluid compartement), menjaga pH tubuh
dan juga akanterlibat dalam setiap reaksi oksidasi dan reduksi serta ikut berperan
dalam setiapproses metabolism (Nufus, dkk., 2019).

V. Alat dan Bahan


Alat :
1) Mikropipet dan Tip
2) Cuvet
3) Spektrofotometri
4) Fotometri
5) Spuit
6) Tourniquet
7) Kapas Alcohol
8) Tabung Darah Tutup Merah
9) Centrifuge
10) Stopwatch
11) Tabung Eppendof
12) Tabung Reaksi
Bahan :
1) Serum
2) Aquades
3) Reagen Pemeriksaan SGOT
4) Reagen Pemeriksaan SGPT
5) Reagen Pemeriksaan GGT
6) Reagen Pemeriksaan ALP
VI. Prosedur Kerja
a. Pemeriksaan Kalsium (Ca)
Pertama – tama dipersiapkan alat dan bahan yang diperlukan, kemudian lalukan
sampling terhadap probandus dan darah dimasukkan ke dalam tabung darah bertutup merah.
Selanjutnya darah disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk
memisahkan serum dengan komponen darah lainnya kemudian serum dipipet dan
dipindahkan ke tabung Eppendorf. Lalu untuk blanko dipipet 1000 µL reagen 1, untuk
sampel dipipet 1000 µL reagen 1 dan ditambahkan dengan 10 µL sampel dan dicampur.
Kemudian untuk standar dipipet 1000 µL reagen 1 dan ditambahkan dengan 10 µL larutan
standar dan dicampur. Diinkubasi selama 2 menit pada suhu 37oC, selanjutnya dibaca
absorbansi pada panjang gelombang 650 nm dan dicatat hasilnya.
b. Pemeriksaan Klorida (Cl)
Pertama – tama dipersiapkan alat dan bahan yang diperlukan, kemudian lalukan
sampling terhadap probandus dan darah dimasukkan ke dalam tabung darah bertutup merah.
Selanjutnya darah disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk
memisahkan plasma dengan komponen darah lainnya kemudian plasma dipipet dan
dipindahkan ke tabung Eppendorf. Lalu untuk blanko dipipet 1000 µL reagen 1, untuk
sampel dipipet 1000 µL reagen 1 dan ditambahkan dengan 10 µL sampel dan dicampur.
Kemudian untuk standar dipipet 1000 µL reagen 1 dan ditambahkan dengan 10 µL larutan
standar dan dicampur. Diinkubasi selama 5 - 10 menit pada suhu 37oC, selanjutnya dibaca
absorbansi pada panjang gelombang 470 ± 10 nm dan dicatat hasilnya.
c. Pemeriksaan Kalium (K)
Pertama – tama dipersiapkan alat dan bahan yang diperlukan, kemudian lalukan
sampling terhadap probandus dan darah dimasukkan ke dalam tabung darah bertutup merah.
Selanjutnya darah disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk
memisahkan serum dengan komponen darah lainnya kemudian serum dipipet dan
dipindahkan ke tabung Eppendorf. Lalu untuk blanko dipipet 1000 µL reagen 1, untuk
sampel dipipet 1000 µL reagen 1 dan ditambahkan dengan 25 µL sampel dan dicampur.
Kemudian untuk standar dipipet 1000 µL reagen 1 dan ditambahkan dengan 25 µL larutan
standar dan dicampur. Diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37oC, selanjutnya ditambahkan
masing – masing 250 µL reagen 2 pada blanko, sampel maupun standar. Kemudian
dicampur, diinkubasi 1 menit pada suhu 37oC, baca absorbansi 1. Diinkubasi kembali
selama 3 menit pada suhu 37oC, baca absorbansi 2.

d. Pemeriksaan Magnesium (Mg)


Pertama – tama dipersiapkan alat dan bahan yang diperlukan, kemudian lalukan
sampling terhadap probandus dan darah dimasukkan ke dalam tabung darah bertutup merah.
Selanjutnya darah disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk
memisahkan serum dengan komponen darah lainnya kemudian serum dipipet dan
dipindahkan ke tabung Eppendorf. Lalu untuk blanko dipipet 1000 µL reagen 1, untuk
sampel dipipet 1000 µL reagen 1 dan ditambahkan dengan 10 µL sampel dan dicampur.
Kemudian untuk standar dipipet 1000 µL reagen 1 dan ditambahkan dengan 10 µL larutan
standar dan dicampur. Diinkubasi selama 2 menit pada suhu 37oC, selanjutnya dibaca
absorbansi pada panjang gelombang 520 nm dan dicatat hasilnya.

VII. Data Pengamatan dan Perhitungan


Data Probandus :
Nama : Kaniya
Umur : 21 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
a. Pemeriksaan Kalsium
Nilai Normal Kalsium : 8,4 – 10,2 mg/dL
• Metode Spektrofotometri
Hasil Pengamatan :
Absorbansi Standar = 0,065
Absorbansi Sampel = 0,037
Konsentrasi Standar= 10 mg/dL
Perhitungan :
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Kadar Ca = Absorbansi Standar x Konsentrasi Standar
0,037
Kadar Ca = 0,065 x 10 mg/dL

Kadar Ca = 5,69 mg/dL (Rendah)


b. Pemeriksaan Klorida
Nilai Normal Klorida : 98 – 111 mEq/L
• Metode Spektrofotometri
Hasil Pengamatan :
Absorbansi Standar = 0,283
Absorbansi Sampel = 0,351
Konsentrasi Standar= 100 mEq/L
Perhitungan :
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Kadar Cl = Absorbansi Standar x Konsentrasi Standar
0,351
Kadar Cl = 0,283 x 100 mEq/L

Kadar Cl = 124 mEq/L (Tinggi)


• Metode Fotometri
Kadar Cl = 112 mEq/L (Tinggi)

c. Pemeriksaan Kalium
Nilai Normal Kalium : 3,5 – 5,1 mmol/L
• Metode Spektrofotometri
Hasil Pengamatan :
Standar :
A1 = 0,223
A2 = 0,217
Sampel :
A1 = 0,037
A2 = 0,048
Konsentrasi Standar : 6 mmol/L
Perhitungan :
∆ 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Kadar K = ∆ Absorbansi Standar x Konsentrasi Standar
0,048−0,037
Kadar K = 0,217−0,223 x 6 mmol/L
0,011
Kadar K = 0,006 x 6
Kadar K = −11 mmol/L (abnormal)
• Metode Fotometri
Kadar K = −1,8 mmol/L (abnormal)

d. Pemeriksaan Magnesium
Nilai Normal Magnesium : 1,6 – 3,0 mg/dL
• Metode Spektrofotometri
Hasil Pengamatan :
Absorbansi Standar = 0,121
Absorbansi Sampel = 0,257
Konsentrasi Standar= 2 mg/dL
Perhitungan :
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Kadar Mg = x Konsentrasi Standar
Absorbansi Standar
0,257
Kadar Mg = 0,212 x 2 mg/dL

Kadar Mg = 4,24 mg/dL (tinggi)


• Metode Fotometri
Kadar Mg = 1,28 mg/dL (rendah)

VIII. Pembahasan
Elektrolit adalah partikel yang menjelma menjadi ion bermuatan negatif dan positif, saat
larut dalam air. Karena memiliki muatan tersebut, elektrolit dapat menghasilkan reaksi listrik.
Reaksi listrik pada ion memiliki peran penting di berbagai sistem tubuh manusia. Dalam tubuh
manusia, elektrolit terkandung di dalam darah, keringat, dan urine. Manusia pun bisa
memperoleh elektrolit dari makanan-makanan tertentu. Jenis-jenis elektrolit dan sumbernya
adalah seperti natrium, yang terkandung di garam dapur, saus, atau jus tomat. Kalium, yang
terdapat pada buah pisang, kentang dengan kulitnya, dan yogurt tawar. Klorida, yang bisa
ditemukan pada tomat, zaitun, selada, dan garam dapur. Kalsium, yang bisa ditemukan di sayur
bayam, sayur kale, susu, dan ikan sarden. Dan magnesium, yang biasanya terkandung di sayur
bayam(Syarif,2018).
Elektrolit darah yang berada didalam cairan tubuh yang berupa kation misalnya : Na+, K+,
Ca2+, Mg2+. Anion misalnya : Cl- , HCO3- , HPO2-, SO4 -2
dan berupa laktat. Dalam keadaan
normal, nilai kadar anion dan kation seimbang, sehingga serum bersifat netral. Cairan ektrasel
kation utama Na+ dan anion utama Cl dan HCO3- , sedangkan pada cairan intrasel kation utama
K+, karena sebagian besar proses metabolisme memerlukan dan dipengaruhi oleh elektrolit
(Siregar P, 2010).
a. Kalsium
Kalsium (Ca) merupakan yang penting untuk manusia, 99 persen kalsium di dalam tubuh
manusia terdapat di tulang. Dan sebanyak 1 persen kalsium terdapat di dalam cairan tubuh
seperti serum darah, di sel-sel tubuh, dalam cairan ekstra seluler dan intra seluler. Kalsium
merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh manusia, yaitu sekitar 1,5-2%
berat badan. Artinya jika berat badan kita 50 kg, maka 0,750 - 1 kilogram adalah kalsium.
Sekitar 99% kalsium berada dalam jaringan yang keras, yaitu jaringan tulang dan gigi.
Selebihnya kalsium tersebar luas di dalam tubuh. Kalsium berperan sebagai cairan tubuh untuk
pembekuan darah, mengatur rekresi hormone. Selain itu juga kalsium berfungsi dalam
pembentukkan tulang dan gigi, sera berperan sebagai penguat struktur tulang (Amandia,2015).
Dari praktikum yang sudah dilaksanakan , didapatkan hasil kadar kalsium dalam darah
probandus yaitu sebesar 5,69 mg/dL. Kadar tersebut terbilang rendah jika dibandingkan dengan
nilai rujukan kalsium yaitu 9-11 mg/dL (Masnidar, 2009). Kondisi dimana kadar kalsium rendah
dalam darah disebut dengan hipokalsemia.Akibatnya, tulang jadi harus melepaskan kalsium
miliknya demi mencoba menyeimbangkan kadar kalsium dalam darah. Sedangkan, jika kalsium
dalam darah tinggi (hiperkalsemia), kelebihan kalsium akan disimpan dalam tulang atau
dikeluarkan dari tubuh melalui urine atau feses (Sudiono,2008).
Hipokalsemia bisa disebabkan oleh kurangnya kalsium yang berpindah dari tulang ke darah
atau karena terlalu banyak kalsium yang hilang dari tubuh melalui urine. Faktor-faktor yang
menyebabkan hipokalsemia adalah seperti hipoparatiroidisme, hypomagnesemia, malnutrisi,
kurangnya vitamin D, kadar fosfat tinggi dalam darah, dan masalah tulang (Arinda, 2020).
b. Klorida
Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel. Pemeriksaan konsentrasi klorida
dalam plasma berguna sebagai diagnosis banding pada gangguan keseimbangan asam-basa, dan
menghitung anion gap. Jumlah klorida pada orang dewasa normal sekitar 30 mEq per kilogram
berat badan. Sekitar 88% klorida berada dalam cairan ekstraseluler dan 12% dalam cairan
intrasel. Konsentrasi klorida pada bayi lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak dan dewasa.
Klorida dapat menembus membran sel secara pasif. Perbedaan kadar klorida antara cairan
interstisial dan cairan intrasel disebabkan oleh perbedaan potensial di permukaan luar dan dalam
membran sel. Jumlah klorida dalam tubuh ditentukan oleh keseimbangan antara klorida yang
masuk dan yang keluar. Klorida yang masuk tergantung dari jumlah dan jenis makanan.
Kandungan klorida dalam makanan sama dengan natrium. Orang dewasa pada keadaan normal
rerata mengkonsumsi 50-200 mEq klorida per hari, dan ekskresi klorida bersama feses sekitar
1-2 mEq perhari. Drainase lambung atau usus pada diare menyebabkan ekskresi klorida
mencapai 100 mEq perhari. Kadar klorida dalam keringat bervariasi, rerata 40 mEq/L. Bila
pengeluaran keringat berlebihan, kehilangan klorida dapat mencapai 200 mEq per hari. Ekskresi
utama klorida adalah melalui ginjal (Rismawati, 2012).
Berdasarkan hasil dari praktikum uji kadar klorida yang telah dilakukan dengan 2 metode
yaitu metode spektrofotometri dan metode fotometri diperoleh hasil bahwa kadar klorida dalam
serum probandus dengan metode spektrofotometri sebesar 124 mEq/L dan dengan metode
fotometri sebesar 112 mEq/L. Hasil dari kedua metode pemeriksaan tersebut tergolong tinggi
jika dibandingkan dengan kadar normal dari klorida dalam darah yaitu sebesar 30 mEq per
kilogram berat badan (Darwis, 2008).
c. Kalium
Kalium atau potassium adalah salah satu zat mineral yang penting agar organ jangung serta
ginjal dapat berfungsi secara normal. Mineral ini juga bermanfaat bagi tubuh kita yaitu berfungsi
untuk mengendalikan tekanan darah, terapi darah tinggi, serta membersihkan karbondioksida di
dalam darah. Kekurangan kalium dapat berefek buruk dalam tubuh karena mengakibatkan
hipokalemian yang menyebabkan frekuensi denyut jantung melambat. Sedangkan untuk
kelebihan kalium mengakibatkan hiperkalemia yang menyebabkan aritmia jantung, konsentrasi
yang lebih tinggi lagi yang dapat menimbulkan henti jantung atau fibrilasi jantung (Yaswir dan
Ferawati. 2012).
Berdasarkan dari hasil praktikum yang telah dilakukan menggunakan metode
spektrofotometri maupun metode fotometri didapatkan hasil abnormal, yaitu untuk hasil
pemeriksaan menggunakan metode spektrofotometri sebesar -1,8 mmol/L, sedangkan hasil
pemeriksaan menggunakan metode fotometri didapat hasil sebesar -11 mmol/L. Hasil abnormal
yang diperoleh kemungkinan akibat dari kesalahan pada tahap pra-analitik, tahap analitik, atau
bahkan tahap pasca analitik (Mardiana,2017).
Kadar kalium rendah disebut dengan hipokalemia biasanya disebabkan oleh diare dan
muntah karena gangguan pencernaan. Sedangkan hiperkalemia yaitu suatu kondisi di mana
kadar kalium dalam darah terlalu tinggi. Kondisi ini paling sering terjadi pada orang yang
memiliki penyakit ginjal kronis. Sebab ginjal bertanggung jawab untuk membuang
kelebihan kalium dan elektrolit lain, seperti garam (Irwan,2007).
d. Magnesium
Magnesium merupakan kation keempat yang terpenting di dalam tubuh setelah natrium,
kalsium, dan kalium. Fungsi magnesium antara lain pada metabolisme karbohidrat, lipid dan
protein serta sintesis ATP mitokondria. Sekitar 300 enzim diaktivasi oleh magnesium, termasuk
glikolisis, metabolisme oksidatif, serta transpor transmembran kalium dan kalsium. Pada orang
lanjut usia, kadar magnesium serum tergantung dari asupan makanan sehari-hari, penyakit yang
diderita, dan penggunaan obat-obatan (Malingkas, dkk., 2015).
Berdasarkan hasil dari praktikum yang telah dilakukan menggunakan metode
spektrofotometri didapatkan hasil kadar magnesium pada serum probandus sebesar 4,24 mg/dL
sedangkan kadar magnesium yang diuji menggunakan metode fotometri yaitu sebesar 1,28
mg/dL. Perbedaan hasil yang diperoleh kemungkinan akibat dari kesalahan pada tahap pra-
analitik, tahap analitik, atau bahkan tahap pasca analitik. Kadar magnesium tinggi atau
hypermagnesemia mengacu pada jumlah magnesium yang berlebihan dalam aliran darah.
Kondisi ini jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh gagal ginjal atau fungsi ginjal yang
buruk. Magnesium adalah mineral yang digunakan tubuh sebagai elektrolit. Ia membawa
muatan listrik ke seluruh tubuh ketika dilarutkan dalam darah (Gladys,2015).
Kondisi dimana menurunnya kemampuan usus dalam menyerap magnesium
merupakan penyebab umum hypomagnesemia, namun, kadar magnesium yang rendah juga
dapat disebabkan oleh gangguan pembuangan di ginjal. Ada pula faktor risiko lain yang dapat
menyebabkan menurunnya kadar magnesium dalam tubuh (Irwan,2007).
IX. Kesimpμlan
Berdasarkan hasil praktikum kali ini yaitu uji kadar kalsium, klorida, kalium dan magnesium
dengan sampel serum dari probandus Kaniya dengan jenis kelamin perempuan dan berusia 20
tahun dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil dari pemeriksaan kalsium dengan metode spektrofotometri didapatkan hasil yaitu 5,69
mg/dL, hasil tersebut tergolong rendah, jika dibandingkan dengan nilai rujukan kalsium
yaitu sekitar 9, 90 U/L.
2. Hasil dari pemeriksaan klorida dengan metode spektrofotometri didapatkan hasil yaitu 124
mEq/L sementara hasil yang diperoleh dengan metode fotometri yaitu 112 mEq/L , kedua
hasil tersebut tergolong tinggi , jika dibandingkan dengan nilai rujukan klorida yaitu sekitar
98 – 111 mEq/L.
3. Hasil dari pemeriksaan kalium dengan metode spektrofotometri didapatkan hasil yaitu -11
mmol/L dan hasil yang diperoleh dengan metode fotometri yaitu -1,8 mmol/L , kedua hasil
tersebut terbilang abnormal, karena jika dibandingkan dengan nilai rujukan kalium normal
pada yaitu 3,5 – 5,1 mmol/L. Hasil abnormal tersebut kemungkinan diakibatkan karena
kesalahan yang terjadi pada tahap dalam pengerjaan.
4. Hasil dari pemeriksaan magnesium dengan metode spektrofotometri didapatkan hasil yaitu
4,23 mg/dL sedangkan hasil yang diperoleh dengan metode fotometri yaitu 1,28 mg/dL ,
perbedaan hasil yang diperoleh kemungkinan terjadi karena terdapat kesalahan pada tahap
pra analitik, tahap analitik, maupun pada tahap pasca analitk. Hasil dengan metode
spektrofotometri masih tergolong tinggi, sedangkan hasil dari metode fotometri terbilang
rendah, jika dibandingkan dengan nilai rujukan magnesium pada darah yaitu sekitar 1,6 –
3,0 mg/dL.
DAFTAR PUSTAKA

Arindina. 2020. Penyebab Kalsium Rendah Dalam Darah dan Akibatnya Bagi Tubuh (diakses
pada tanggal 10 Desember 2020). Tersedia pada https://hellosehat.com

Amandia. 2015. Pengaruh Kalsium Terhadap Tumbuh Kembang Gigi Geligi Anak (diakses
pada tanggal 10 Desember 2020). Tersedia pada https://jurnal.unej.ac.id

Darwis. 2008. Fisiologi Keseimbangan Air dan Elektrolit’ dalam Gangguan Keseimbangan
Air- Elektrolit dan Asam-Basa. Jakarta: FK-UI

Gladys. 2015. Perbandingan Kadar Magnesium Serum Sebelum Dan Sesudah Aktivitas Fisik
Intensitas Berat (diakses pada tanggal 10 Desember 2020). Tersedia pada
https://media.neliti.com/

Irwan. 2007. Cairan tubuh, elektrolit dan mineral.

Joko. 2015. Pengaruh Infeksi Cacing Ascaridia Galli Terhadap Gambaran Darah Dan
Elektrolit Ayam Kampung (Gallus domesticus) (diakses pada tanggal 10 Desember
2020). Tersedia pada https://repository.ugm.ac.id/

Kee. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik. Jakarta: EGC

Malingkas, C.V., M. Paruntu dan Y. Assa. 2015. Gambaran Kadar Magnesium Serum Pada
Orang Lanjut Usia dengan Umur 60 – 74 Tahun. Manado: Universitas Sam Ratulangi

Mardiana. 2017. Pengantar Laboratorium Medik (diakses pada tanggal 10 Desember 2020).
Tersedia pada http://bppsdmk.kemkes.go.id/

Masnidar. 2009. Penuhi Kebutuhan Kalsium Setiap Hari (diakses pada tanggal 10 Desember
2020). Tersedia pada http://jambi-independent.co.id
Nuraini, B. 2017. Pemeriksaan Elektrolit Pada Serum Darah Menggunakan Elektrolit
Analyzer. Medan : Universitas Sumatera Utara

Rismawati. 2012. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan Natrium, Kalium dan Klorida serta
Pemeriksaan Laboratorium (diakses pada tanggal 10 Desember 2020). Tersedia pada
http://jurnal.fk.unand.ac.id

Nufus, H., M.A. Iztasaq., dan N.M. Zayyan. 2019. Pemeriksaan Elektrolit. Banten : Politeknik
Kesehatan Banten

Siregar P. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam: Sudoyo AW, Stiyohadi B

Sudiono. 2008. Gangguan Tumbuh Kembang Dentokraniofasial. Jakarta: EGC

Syarif. 2018. Gambaran Hasil Pemeriksaan Kadar Elektrolit Klorida Pada Penderita Hipertensi
(diakses pada tanggal 10 Desember 2020). Tersedia pada http://jurnal.fk.unand.ac.id

Yaswir, R., & Ferawati, I. 2012. Fisiologi dan gangguan keseimbangan natrium, kalium dan
klorida serta pemeriksaan laboratorium. Jurnal Kesehatan Andalas
LAMPIRAN

Gambar 1. Alat dan Bahan Pemeriksaan Klorida Gambar 2. Hasil Pemeriksaan Magnesium

Menggunakan Fotometer

Gambar 3. Hasil Pemeriksaan Klorida Gambar 4. Standar,Sampel,Blanko

Dengan Menggunakan Fotometer Pemeriksaan Kalsium


LAMPIRAN

- Laporan Sementara Data Pengamatan

• Pemeriksaan Klorida dan Pemeriksaan Kalsium


• Pemeriksaan Magnesium dan Pemeriksaan Potassium
LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA KLINIK II

PEMERIKSAAAN CHOLINESTERASE

OLEH

Nama : Ida Ayu Gita Prayascitta Utami

NIM : 18071011

Dosen Pengampu : Ni Putu Rahayu Artini, S.Si., M.Si.

I Wayan Tanjung Aryasa, S.Si., M.Si.

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL

DENPASAR

2020
PRAKTIKUM KIMIA KLINIK II
PEMERIKSAAAN CHOLINESTERASE

I. Tujuan Praktikum
Praktikum kali ini bertujuan Untuk mengetahui kadar cholinesterase pada serum pasien

II. Metode
Metode yang digunakan pada praktikum kali ini adalah spektrofotometri dan fotometri

III. Prinsip
Kolinesterase menghidrolisis butiriltiokolin di bawah pelepasan asam butirat dan tiokolin.
Thiocholine mereduksi kalium heksasianoferrat (III) kuning menjadi kalium heksasianoferrat
(III) tak berwarna. Penurunan absorbansi diukur pada 405 nm.

IV. Dasar Teori


Pestisida sangat berperan di sektor pertanian dalam memberantas hama dan gulma yang
dapat menyebabkan penurunan hasil produksi pertanian. Namun pemakaian pestisida dalam
kurun waktu yang cukup lama ibarat tombak bermata dua, disatu sisi pestisida mampu
meningkatkan kesejahteraan manusia, akan tetapi disisi lain pestisida membahayakan kesehatan
diri petani, konsumen, organisme non target serta lingkungan. Dampak paparan pestisida dalam
jangka waktu yang lama dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti kanker pankreas,
kanker prostat, kanker rahim, abrotus spontan, serta gangguan fungsi hati (Ntow et al., 2009).
Paparan yang disebabkan oleh pestisida bertindak sebagai Asetil Cholinesterase yang akan
menurunkan aktivitas enzim Cholinesterase dalam darah. Aktivitas cholinesterase darah adalah
jumlah enzim cholinesterase aktif di dalam plasma darah dan sel darah merah yang berperan
dalammenjaga keseimbangan sistem saraf. Aktivitas cholinesterase darah ini dapatdigunakan
sebagai indikator keracunan pestisida golongan organofosfat (Ntow et al., 2009). Colinesterase
adalah suatu bentuk enzim dari katalis biologik di dalam jaringan tubuh yang berperan untuk
menjaga agar otot-otot, kelenjar-kelenjar dan saraf berkerja secara terorganisir dan harmonis.
Jika aktivitas kolinesterase jaringan tubuh menurun secara tepat sampai tingkat rendah, akan
berdampak pada bergeraknya serat-serat otot secara sadar dengan gerakan halus maupun kasar,
petani dapat mengelurkan air mata akibat mata yang iritasi, serta gerakan otot akan lebih lambat
dan lemah. Colinesterase disintesis pada hati (liver) terdapat dalam sinaps, dalam plasma darah
merah, yang berfungsi menghentikan implus syaraf dengan cara memecah neurohormon
acetylcholinesterase pada sinaps menjadi acetil dan choline (Zuraida, 2012).

V. Alat dan Bahan


Alat :
1. Mikropipet dan Tip
2. Cuvet
3. Spektrofotometer
4. Fotometer
5. Tourniquet
6. Spuit
7. Kapas Alkohol
8. Tabung Darah Tutup Merah
9. Centrifuge
10. Stopwatch
11. Tabung Eppendorf
12. Tabung Reaksi
Bahan :
1) Serum
2) Aquadest
3) Reagen

VI. Prosedur Kerja


Pertama – tama dipersiapkan alat dan bahan yang diperlukan, kemudian lalukan sampling
terhadap probandus dan darah dimasukkan ke dalam tabung darah bertutup merah. Selanjutnya
darah disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk memisahkan serum dengan
komponen darah lainnya kemudian serum dipipet dan dipindahkan ke tabung Eppendorf. Lalu
untuk blanko dipipet 20 µL aquadest dan ditambahkan dengan 1000 µL R1, dicampur dan
diinkubasi pada suhu 37oC selama 3 menit kemudian ditambahkan 250 µL R2. Untuk sampel
dipipet 20 µL sampel dan ditambahkan dengan 1000 µL R1, dicampur dan diinkubasi pada suhu
37oC selama 3 menit kemudian ditambahkan 250 µL R2. Selanjutnya masing – masing blanko
dan sampel dicampur agar homogen dan absorbansinya dibaca setelah 2 menit, stopwatch
dinyalakan dan absorbansi dibaca setelah 1, 2 dan 3 menit.

VII. Data Pengamatan dan Perhitungan


Nilai Normal :
Laki – laki : 77.0 - 192 𝜇kat/L
Perempuan : 65.5 – 180 𝜇kat/L
Data Probandus :
Nama : Gita
Umur : 20 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
• Metode Spektrofotometri
Hasil Pengamatan :
A1 = 1,207
A2 = 1,106
A3 = 1,003
A4 = 0,901
F = 68.500
Perhitungan :
(A1−A2)+(A2−A3)+(A3−A4)
Kadar Cholinesterase = x Faktor
3
(1,207−1,106)+(1,106−1,003)+(1,003−0,901)
Kadar Cholinesterase = x 68.500
3
0,306
Kadar Cholinesterase = x 68.500
3

Kadar Cholinesterase = 0,102 x 68.500


Kadar Cholinesterase = 6,987 U/L
6,987
= x 16,67
1000

= 0,116 𝜇kat/L
• Metode Fotometri
Kadar Cholinesterase = 41,10 U/L
41,10
= 1000 x 16,67

= 0,68 𝜇kat/L

VIII. Pembahasan
Penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama tanaman mengandung resiko kecelakaan
pada manusia dalam bentuk keracunan kronik atau akut dan kematian beratnya tingkat
keracunan berhubungan dengan tingkat penghambatan cholinesterase dalam darah. Gejala -
gejala yang timbul yang berkaitan dengan keracunan pestisisda sebagai berikut, kelelahan,
lemah berlebihan, kulit terasa terbakar keringatan berlebihan, perubahan warna pada kulit,
penglihatan menjadi kabur biji mata mengecil dan membesar, mual, muntah, diare, perut kejang
atau sakit perut, kesulitan bernafas, dada terasa sakit dan lain-lainnya. Beberapa zat yang
terkadung dalam pestisida mampu mengurangi kemampuan enzim cholinesterase untuk
menghidrolisa acetylcholine, sehingga dapat menghambat laju penyampaian rangsangan pada
saraf (Purba,2010).
Keracunan pestisida akan menurunkan aktivitas enzim cholinesterase pada tingkat tertentu
sesuai dengan tingkat keracunanya. Selain melihat enzim aktivitas cholinesterase, keracunan
pestisida dapat di ketahui dengan melihat gejala-gejala yang timbulkan atau keluhan subjektif.
Ketika seseorang terpapar pestisida golongan organofosfat cholinesterase akan berkaitan
dengan pestisida yang bersifat ireversibele. Akibatnya tidak terjadi reaksi dengan achethicholin
secara baik. Dalam pemeriksaan akan nampak terjadi penurunan aktivitas cholinesterase atau
peningkatan kadar acetycholine. Penurunan aktivitas cholinesterase dalam eritrosit dapat
berlansung 1 sampai 3 minggu, sedangkan penurunan aktivitas cholinesterase dalam trombosit
dapat berlansung hingga 12 minggu atau 3 bulan (Raini,2007).
Enzim cholinesterase adalah suatu enzim yang terdapat pada cairan seluluer yang fungsinya
untuk menghentikan aksi dari pada acetylcholine dengan jalan menghidrolisis menjadi colin dan
asam asetat. Acetylcholine adalah pengantar saraf yang berada pada seluruh sistem saraf pusat
(SSP), saraf otonom (simpetik dan parasimatik) dan sistem saraf somatik. Aktivitas enzim
cholinesterase dalam darah seseorang nyatakan dalam persentase dari aktivitas cholinesterase
dalam darah. Kemampuan enzim cholinesterase adalah menghidrolisa acetylcholine dan
merubahnya menjadi cholin dan asam asetat. Dengan kata lain mampu mengubah derajad asam
dan basa melalui kemampuan hidrolisa ini kemudian di jadikan dasar untuk mengetahui
keberadaan enzim ini. Di labortorium prosedur pemeriksaan sampel darah yang di tambahakan
larutan indikator bromtymol blue dan larutan subsrat acetylcholine perclorate, kemudian
diberikan beberapa menit sesuai dengan waktu pengukuran. Aktivitas enzim cholinesterase
dalam darah dijadikan indikator keberadaan pestisida dalam darah. Namun penting untuk
diperhatikan, bahwa penurunan aktivitas enzim cholinesterase dapat juga terjadi pada beberapa
penyakit, terutama penyakit yang menyerang hati (Berlian,2017).
Hasil praktikum kali ini didapatkan bahwa kandungan enzim cholinesterase dalam sampel
sedikit. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan metode spektrofotometri yaitu 0,116 𝜇kat/L,
dan hasil yang diperoleh menggunakan metode fotometri yaitu 0,68 𝜇kat/L. Aktivitas enzim
cholinesterase dapat dipengaruhi berbagai factor seperti keadaan gizi, keadaan Kesehatan atau
penyakit yang diderita, dalam masa pengobatan, usia, jenis kelamin, suhu lingkungan, kebiasaan
merokok serta penggunaan APD dalam bekerja terutama pekerjaan yang melibatkan diri
langsung dengan bahan kimia berbahaya (Imelda,2009).

IX. Kesimpμlan
Berdasarkan hasil praktikum kali ini yaitu uji kadar cholinesterase dengan 2 metode yang
berbeda dengan sampel serum dari probandus Gita dengan jenis kelamin perempuan dan berusia
20 tahun, disimpulkan bahwa hasil dari kedua metode tersebut didapatkan kadar enzim
cholinesterase dalam serum probandus terbilang rendah. Hasil pemeriksaan menggunakan
metode spektrofotometri yaitu sebesar 0,116 𝜇kat/L , sedangkan hasil uji menggunakan metode
fotometri yaitu 0,68 𝜇kat/L. Hasil tersebut terbilang rendah jika dibandingkan dengan nilai
rujukan cholinesterase yaiti pada perempuan sebesar 65.5 – 180 𝜇kat/L, sedangkan pada laki-
laki sebesar 77.0 - 192 𝜇kat/L. Aktivitas enzim cholinesterase dapat dipengaruhi berbagai factor
seperti keadaan gizi, keadaan Kesehatan atau penyakit yang diderita, dalam masa pengobatan,
usia, jenis kelamin, suhu lingkungan, dan kebiasaan merokok.
DAFTAR PUSTAKA

Berlian. 2017. Gambaran Kadar Enzim Cholinesterase Pada Wanita Usia Subur (Wus) Yang
Aktif Membantu Aktivitas Pertanian Di Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma Tahun
2017 (diakses pada tanggal 11 Desember 2020). Tersedia pada https://media.neliti.com

Imelda. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kadar Kolinesterase


Pada Perempuan Usia Subur Di Daerah Pertanian (diakses pada tanggal 11 Desember
2020). Tersedia pada https://core.ac.uk

Ntow, W. J., Tagoe, L. M., Drechsel, P., Kelderman, P., Nyarko, E. and Gijzen, H. J. (2009)
‘Occupational exposure to pesticides: Blood cholinesterase activity in a farming community
in Ghana’, Archives of Environmental Contamination and Toxicology, 56(3), pp. 623–630.
doi: 10.1007/s00244-007-9077-2

Purba, I. G. 2010. Analisis Fakto-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kadar Kolinesterase Pada
Wanita Usia Subur Di Daerah Pertanian. UNDIP

Raini. 2007. Toksitologi Pestisida Dan Penanganan Akibat Keracunan Pestisida. Media
Litbang Kesehatan

Zuraida. 2012. Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Keracunan Pestisida pada Petani di
Desa Srimahi Tambun Utara Beka. Jakarta: Universitas indonesia
LAMPIRAN

Gambar 1. Alat dan Bahan Pemeriksaan Gambar 2. Sampel Pemeriksaan Cholinesterase

Cholinesterase

Gambar 3. Reagen Pemeriksaan Gambar 4. Hasil Pemeriksaan Cholinesterase

Dengan Cholinesterase Metode Fotometri


LAMPIRAN

- Laporan Sementara Data Pengamatan

• Pemeriksaan Cholinesterase

Anda mungkin juga menyukai