KIMIA KLINIK II
OLEH
NIM : 18071011
DENPASAR
2020
PRAKTIKUM KIMIA KLINIK II
PEMERIKSAAN FUNGSI HATI
(SGOT, SGPT, Gamma-GT, ALP)
I. Tujuan Praktikum
Praktikum kali ini bertujuan untuk :
1. Pemeriksaan SGOT/AST
Untuk menentukan secara kuantitatif kadar Aspartate transaminase di dalam serum
2. Pemeriksaan SGPT / ALT
Untuk menentukan secara kuantitatif kadar Alanine aminotransferase di dalam serum.
3. Pemeriksaan Gamma- GT FS
Untuk mengetahui secara kuantitatif in vitro kadar gamma-glutamyltransferase dalam serum
4. Pemeriksaan ALP (Alkali Phosphatase)
Untuk mengetahui kadar ALP (Alkali Phosphatase) dalam serum pasien
II. Metode
Metode yang digunakan pada praktikum kali ini adalah spektrofotometri dan fotometri
III. Prinsip
1. Pemeriksaan SGOT
Glutamat piruvat transaminase atau alanin transaminase (ALAT) mengkatalis transfer gugus
amino dari L-alanin ke 2-oxoglutarat untuk membentuk L-glutamat dan Piruvat. Kemudian
Laktat dehidrogenase (LDH) mengkonversi piruvat menjadi D-laktat dengan mengoksidasi
NADH menjadi NAD+
2. Pemeriksaan SGPT
Glutamat oxaloasetat transaminase atau aspartat transaminase (ASAT) mengkatalis transfer
gugus amino dari L-aspartat ke 2-oxoglutarat untuk membentuk oxaloasetat dan L-glutamat.
Kemudian Laktat dehidrogenase (LDH) mengkonversi oxaloasetat menjadi L-malat dengan
mengoksidasi NADH menjadi NAD+
Reaksi:
ASAT
L-aspartat + 2-oksoglutarat L-glutarat + oksaloasetat
Oksaloasetat + NADH + H+ MDH
D-malat +NAD+
3. Pemeriksaan Gamma - GT FS
Gamma-GT mengkatalisis transfer asam glutamat ke akseptor seperti glycylglycine dalam
kasus ini. Proses ini melepaskan 5-amino -2 nitrobenzoate yang dapat diukur pada 405 nm.
Peningkatan absorbansi pada panjang gelombang ini secara langsung berkaitan dengan
aktivitas gamma-GT
Reaksi:
L-Gamma-glutamyl-3-carboxy-4-nitranilide+Glycylglycine
Gamma – GT
Gamma-glutamyl-glycylglycine+5-amino-2-nitrobenzoate
4. Pemeriksaan ALP (Alkali Phosphatase)
Alkali fosfatase dalam suasana alkali menghidrolisis p-nitrofenilfosfat menjadi fosfat dan
p-nitrofenol. Kecepatan hidrolisis p-nitrofenilfosfat diukur dengan intensitas warna merah
p-nitrofenol yang terjadi, sebanding dengan aktivitas alkali fosfatase yang dibaca pada
panjang gelombang 405 nm.
IX. Kesimpμlan
Berdasarkan hasil praktikum kali ini yaitu uji kadar SGOT,SGPT,GGT,dan ALP dengan
sampel serum dari probandus Rahayu dengan jenis kelamin perempuan dan berusia 20 tahun
dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil dari pemeriksaan SGOT dengan metode spektrofotometri didapatkan hasil yaitu 3,492
U/L sementara hasil yang diperoleh dengan metode fotometri yaitu 15,7 U/L , kedua hasil
tersebut masih tergolong normal, jika dibandingkan dengan nilai rujukan SGOT normal
yaitu sekitar < 40 U/L.
2. Hasil dari pemeriksaan SGPT dengan metode spektrofotometri didapatkan hasil yaitu 2,95
U/L sementara hasil yang diperoleh dengan metode fotometri yaitu 16,7 U/L , kedua hasil
tersebut masih tergolong normal, jika dibandingkan dengan nilai rujukan SGPT normal yaitu
sekitar < 40 U/L.
3. Hasil dari pemeriksaan GGT dengan metode spektrofotometri didapatkan hasil yaitu 2,7
U/L sementara hasil yang diperoleh dengan metode fotometri yaitu 14 U/L , kedua hasil
tersebut masih tergolong normal, jika dibandingkan dengan nilai rujukan GGT normal pada
wanita yaitu sekitar wanita yaitu < 32 U/L.
4. Hasil dari pemeriksaan ALP dengan metode spektrofotometri didapatkan hasil yaitu 2,757
U/L sedangkan hasil yang diperoleh dengan metode fotometri yaitu 160 U/L , perbedaan
hasil yang diperoleh kemungkinan terjadi karena terdapat kesalahan pada tahap pra analitik,
tahap analitik, maupun pada tahap pasca analitk. Namun hasil dengan metode fotometri
masih tergolong normal, jika dibandingkan dengan nilai rujukan ALP normal pada wanita
yaitu sekitar <258 U/L.
DAFTAR PUSTAKA
Adhiutami. 2010. Efek Hepatoprotektif Mimosa pudica terhadap Serum Alkaline Phosphatase
(ALP) pada Tikus (Rattus norvegicus) (diakses pada tanggal 5 Desember 2020). Tersedia
pada https://journal.umy.ac.id
Azma. 2016. Pemeriksaan Fungsi Hati (diakses pada tanggal 5 Desember 2020). Tersedia pada
https://www.researchgate.net
Gajawat S, Sancheti G & Goyal PK. 2006. Protection Against Lead Induced Hepatic Lesion in
Swiss Albino Mice by absorbis Acid. Pharmologionline. 1 :140-149.
Ganda. 2007. Pengaruh Pemberian Karbon Tetraklorida Terhadap Fungsi Hati dan Ginjal
Tikus (diakses pada tanggal 5 Desember 2020). Tersedia pada http://www.academia.edu
Gaw, A. et al., 2011. Biokimia Klinis. Edisi ke 4. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Handoko. 2003. Tes Fungsi Hati (diakses pada tanggal 5 Desember 2020). Tersedia pada
http://etheses.uin-malang.ac.id
Hasnawati. 2006. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Dalam Larutan Serbuk Biji
Pinang (Areca Catechu L.) terhadap Mortalitas Cacing Hati Sapi (Fasciola Hepatica L.)
Secara In Vitro. Indonesia: J Medicine
Kim, W. R., Flamm, S. L., Bisceglie, A. M. Di dan Bodenheimer, H. C. 2008. Serum Activity
of Alanine Aminotransferase (ALT) as an Indicator of Health and Disease.
Maria. 2018. Kendali Mutu (diakses pada tanggal 5 Desember 2020). Tersedia pada
http://bppsdmk.kemkes.go.id/
Marks, Dawn B, Allan D Marks and Collen M. Smith. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar
Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta : EGC.
Sacher, R. A., and McPherson, R. A., 2004, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium,
519, EGC, Jakarta.
Sari.2020. Test Gamma GT (diakses pada tanggal 5 Desember 2020). Tersedia pada
https://www.sehatq.com/
Suryaatmadja. 2009. Pemeriksaan Laboratorium Uji Fungsi Hati (diakses pada tanggal 5
Desember 2020). Tersedia pada Tersedia pada http://www.academia.edu
Wibowo AW. 2007. Pengaruh Pemberian Perasaan Buah Mengkudu (Morinda citrifolia)
Terhadap Kadar SGOT dan SGPT Tikus Putih (Rattusnorvegicus) dengan Diet Tinggi
Lemak. Jakarta: Veterineria Medika
Widmann FK. Alih bahasa : S. Boedina Kresno, dkk. 2004. Tinjauan Klinis Atas Hasil
Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 11. Jakarta: EGC
LAMPIRAN
Gambar 1. Reagen Kit Pemeriksaan SGPT Gambar 2. Reagen Kit Pemeriksaan SGPT
KIMIA KLINIK II
OLEH
NIM : 18071011
DENPASAR
2020
PRAKTIKUM KIMIA KLINIK II
Pemeriksaaan CK – MB (Creatinine Kinase – Myocardial Band) dan
LDH (Lactate Dehydrogenase)
I. Tujuan Praktikum
Praktikum kali ini bertujuan untuk :
1) Pemeriksaan CK – MB (Creatinine Kinase – Myocardial Band)
Untuk mengetahui kadar CK – MB (Creatinine Kinase – Myocardial Band) pada serum
2) Pemeriksaan LDH (Lactate Dehydrogenase)
Untuk mengetahui kadar LDH (Lactate Dehydrogenase) pada serum
II. Metode
Metode yang digunakan pada praktikum kali ini adalah spektrofotometri dan fotometri
III. Prinsip
1) Pemeriksaan Pemeriksaan CK – MB (Creatinine Kinase – Myocardial Band)
CK - MB terdiri dari sub unit CK - M dan CK - B. Antibodi spesifik terhadap CK - M
menghambat aktivitas CK - MM lengkap (bagian utama dari aktivitas CK total) dan sub unit
CK - M dari CK - MB. Hanya aktivitas CK - B yang diukur, yaitu setengah dari aktivitas CK
- MB.
2) Pemeriksaan LDH (Lactate Dehydrogenase)
Prinsip pengukuran yaitu LDH mengatalisasi konversi piruvat menjadi laktat NADH
dioksidasi menjadi NAD pada proses tersebut. Berkurangnya jumlah NADH secara langsung
menggambarkan besarnya aktivitas LDH dan diukur dengan menggunakan photometry.
VIII. Pembahasan
Jantung adalah organ otot yang berongga dan berukuran sebesar kepalan tangan. Fungsi
utama jantung adalah memompa darah ke pembuluh darah dengan kontraksi ritmik dan
berulang. Jantung normal terdiri dari empat ruang, 2 ruang jantung atas dinamakan atrium dan
2 ruang jantung di bawahnya dinamakan ventrikel, yang berfungsi sebagai pompa. Dinding yang
memisahkan kedua atrium dan ventrikel menjadi bagian kanan dan kiri dinamakan septum
(Novran, 2013).
Oleh karena itu, pemeriksaan enzim jantung sering dilakukan sebagai salah satu cara untuk
mendiagnosis serangan jantung. Saat seseorang mengeluhkan nyeri dada yang dicurigai sebagai
serangan jantung, maka dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan, termasuk tes enzim
jantung. Enzim jantung adalah enzim yang berperan dalam menunjang kerja otot jantung. Saat
terjadi kerusakan, seperti pada serangan jantung, maka enzim ini akan meningkat jumlahnya
dalam darah. Semakin banyaknya jumlah enzim jantung yang terdapat di dalam darah
menunjukkan semakin besarnya kerusakan yang terjadi di jantung pasien (Noya,2019).
A. CK – MB (Creatinine Kinase – Myocardial Band)
Analisis enzim jantung dalam plasma atau serum merupakan bagian dari profil untuk
membantu diagnostik Penyakit Jantung Koroner (PJK). Enzim terutama terdapat di dalam sel,
maka adanya peningkatan jumlah suatu enzim dalam serum atau plasma umumnya merupakan
konsekuensi dari cedera sel sehingga molekul-molekul intrasel dapat lolos keluar. Jumlah enzim
yang sangat berlebih dalam serum digunakan secara klinis sebagai bukti adanya kerusakan
organ. Substansi yang dibebaskan dari otot jantung yang rusak meliputi Creatine Kinase (CK),
Aspartate Amino Transferase (AST)/ (SGOT), Laktat Dehidrogenase dan Mioglobin. Creatine
Kinase (CK) dibebaskan ke dalam sirkulasi pada hampir semua keadaan iskemia, cedera atau
peradangan otot. Creatine Kinase (CK) terdapat dalam semua jaringan dan memiliki 3 isoenzim
yaitu CK-MM, CK-MB dan CK-BB. Distribusi Creatine Kinase (CK) dalam miokardium
adalah sekitar 80 % Muskular Muskular (MM) dan 20 % Myocardial Band (MB), sedangkan di
otot rangka isoenzim Creatine Kinase (CK) hampir seluruhnya adalah Muskular Muskular
(MM) dengan hanya sedikit Myocardial Band (MB) (kurang dari 1 %) (Bahri,2004).
Hasil dari praktikum yang telah dilakukan dengan dua metode yaitu dengan metode
spektrofotmetri dan fotometri. Kadar CK-MB dalam serum probandus yang diuji dengan
metode spektrofotometri didapatkan hasil 19,8 U/L dan yang diuji dengan metode fotometri
didapatkan hasil 20 U/L. Kedua hasil tersebut masih dalam batas normal jika dibandingkan
dengan nilai rujukan CK-MB yaitu <24 U/L. Penggunaan Creatine Kinase –Myocardial Band
(CK-MB) untuk mendiagnosis Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan tindakan yang
banyak dilakukan dan biasanya memberikan informasi diagnostik yang tepat. Tetapi kadang-
kadang timbul hasil positif palsu dengan peningkatan CK-MB tidak berasal dari cedera
miokardium. Seperti pada pelari marathon, pasien dengan distrofi otot atau orang dengan gagal
ginjal, ini disebabkan karena CK-MB merupakan isoenzym yang sangat sensitif. Pada keadaan
– keadaan tersebut kerja jantung meningkat sehingga CK- MB juga meningkat walaupun hanya
sedikit. CK-MB memiliki sensitifitas yang setara dengan LDL dalam mendeteksi Penyakit
Jantung Koroner (PJK). Low Density Lipoprotein (LDL) yang tinggi merupakan faktor risiko
terpenting Penyakit Jantung Koroner (PJK) (Sri,2014).
B. LDH (Lactate Dehydrogenase)
Enzim LDH adalah enzim tetramerik yang keempat subunitnya terdapat dalam dua bentuk
iso (isoform) yaitu H (pada jantung) dan M (pada otot). LDH juga merupakan enzim intraselular
yang terdistribusi secara luas dalam jaringan terutama pada jatung, otot rangka, ginjal dan hati.
LDH dibutuhkan untuk mengkatalisasi perubahan dari asam piruvat menjadi asam laktat. LDH
akan dikeluarkan dari jaringan yang rusak seperti nekrosis atau terjadinya perubahan
permeabilitas sel, Peningkatan kadar LDH menggambarkan derajat kerusakan yang terjadi pada
jaringan. Pada organ jantung terdapat enzim laktat dehidrogenase (LDH) yang digunakan untuk
melakukan metabolisme anaerob. Kebanyakan LDH di jantung berbentuk isoenzim I1 (tersusun
dari 4 subunit H / HHHH). Aktivitas I1 yang tinggi dapat digunakan untuk mendiagnosis
penyakit infrak miokard (Kurniawan,2018).
Berdasarkan hasil dari praktikum yang dilakukan untuk mengetahui kadar LDH pada sampel
serum probandus dengan menggunakan metode spektrofotometri didapatkan kadar LDH pada
sampel yaitu 16,03 U/L. Hasil tersebut tergolong normal jika dibandingkan dengan nilai rujukan
LDH yaitu <480 U/L. Bila terdapat penyakit / kerusakan pada sel, maka LDH akan dilepaskan
ke dalam darah, sehingga kadar LDH saat diperiksa akan tinggi. LDH memiliki banyak tipe ,
tergantung dari jaringan mana LDH ditemukan seperti, LDH1 (jantung dan pembuluh darah),
LDH2 (Sel darah putih), LDH3 (paru paru), LDH4 (ginjal, plasenta, dan pankreas), LDH5 (hati
dan oto skeletal). Dan masih banyak lagi organ organ lain. Penyebab LDH meningkat antara
lain karena, aliran darah yang berkurang, gangguan cerebrovascular seperti stroke, beberapa
jenis kanker tertentu, anemia hemolitik, infeksi mononucleosis, penyakit hati seperti hepatitis,
tekanan darah rendah, trauma otot, pankreatitis, kematian jaringan, dan penggunaan alkohol
atau obat tertentu (Hamidah,2016).
IX. Kesimpμlan
Berdasarkan hasil praktikum kali ini yaitu uji kadar CK-MB dengan sampel serum dari
probandus Rahayu dengan jenis kelamin perempuan dan berusia 20 tahun, dan untuk
pemeriksaan LDH dengan sampel dari Gita dengan jenis kelamin perempuan dan berusia 20
tahun dapat disimpulkan bahwa :
1) Hasil dari pemeriksaan CK-MB dengan metode spektrofotometri didapatkan hasil yaitu 19,8
U/L sementara hasil yang diperoleh dengan metode fotometri yaitu 20 U/L , kedua hasil
tersebut masih tergolong normal, jika dibandingkan dengan nilai rujukan CK-MB normal
yaitu sekitar < 24 U/L.
2) Hasil dari pemeriksaan LDH dengan metode spektrofotometri didapatkan hasil yaitu 16,03
U/L. Hasil tersebut masih tergolong normal, jika dibandingkan dengan nilai rujukan LDH
normal yaitu sekitar < 480 U/L.
DAFTAR PUSTAKA
Bahri A. 2004. Dislipidemia Sebagai Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner. Sumatera Utara:
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Hamidah. 2016. Perbedaan Kadar LDH Serum Total Sebelum Dan SesudahvKemoterapi Pada
Berbagai Kelompok Stadium Kanker LNH (diakses pada tanggal 7 Desember 2020).
Tersedia pada https://ppjp.ulm.ac.id
Kurniawan. 2018. Pengaruh Beban Latihan-Renang Tunggal Dan Berulang Yang Berlebihan
Terhadap Aktivitas Spesifik Enzim Laktat Dehidrogenase (LDH) Jaringan Jantung Tikus
(Rattus Norvegicus) Jantan Galur Wistar (diakses pada tanggal 7 Desember 2020). Tersedia
pada https://jurnal.untan.ac.id
Samsu N. 2007. Sensitivitas dan Spesifisitas Troponin T dan I pada Diagnosis Infark Miokard
Akut. Jakarta: Maj Kedokt Indon
Sri. 2014. Gambaran Kadar Low Density Lipoprotein (LDL) Cholesterol Dan Creatine Kinase-
Myocardial Band (CK-MB) Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner (PJK) (diakses pada
tanggal 7 Desember 2020). Tersedia pada https://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id
Novran.2013. Kadar CK-MB Pasien Penyakit Jantung Koroner Yang Dirawat Inap di Bagian
Penyakit Dalam RS. Muhammad Hoesin Palembang Berdasarkan Waktu Pengambilan
Darah (diakses pada tanggal 7 Desember 2020). Tersedia pada https://media.neliti.com
Noya. 2019. Enzim Jantung dan Kaitannya dengan Serangan Jantung (diakses pada tanggal 7
Desember 2020). Tersedia pada https://www.alodokter.com
Wilson LM. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC
LAMPIRAN
• Pemeriksaan CK-MB
• Pemeriksaan LDH
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA KLINIK II
PEMERIKSAAN ELEKTROLIT
OLEH
NIM : 18071011
DENPASAR
2020
PRAKTIKUM KIMIA KLINIK II
PEMERIKSAAN ELEKTROLIT
(Kalsium (Ca), Klorida (Cl), Kalium (K) dan Magnesium (Mg))
I. Tujuan Praktikum
Praktikum kali ini bertujuan untuk :
1. Untuk memonitoring kadar elektrolit darah pasien
2. Untuk mengetahui kadar Kalsium (Ca) dalam serum pasien
3. Untuk mengetahui kadar Klorida (Cl) dalam serum pasien
4. Untuk mengetahui kadar Kalium (K) dalam serum pasien
5. Untuk mengetahui kadar Magnesium (Mg) dalam serum pasien
II. Metode
Metode yang digunakan pada praktikum kali ini adalah spektrofotometri dan fotometri
III. Prinsip
1) Pemeriksaan Kalsium (Ca)
Metode ini didasarkan pada ikatan spesifik antara arsenazo III dengan kalsium pada pH
asam yang mengakibatkan pergeseran Panjang gelombang absobsi kompleks. Intensitas
cahaya yang dihasilkan sebanding dengan konsentrasi kalsium total di dalam sampel.
2) Pemeriksaan Klorida (Cl)
Ion klorida dalam sampel secara kuantitatif menggantikan tiosianat dari tiosianat merkuri.
Ion tiosianat yang dibebaskan bereaksi dengan ion besi membentuk kompleks besi-tiosianat
merah sebanding dengan konsentrasi klorida yang ada dalam sampel.
3) Pemeriksaan Pemeriksaan Kalium (K)
Pengukuran kalium digunakan untuk memantau keseimbangan elektrolit dalam diagnosis
dan pengobatan kondisi penyakit yang ditandai dengan kadar kalium darah rendah atau
tinggi. Kalium ditentukan secara spektrofotometri melalui sistem uji kopling kinetik
menggunakan piruvat kinase yang bergantung pada kalium. Piruvat yang dihasilkan diubah
menjadi laktat yang menyertai konversi NAD ke NADH. Penurunan kepadatan optik yang
sesuai pada 380 nm sebanding dengan konsentrasi kalium dalam serum.
4) Pemeriksaan Magnesium (Mg)
Metode ini didasarkan pada pengikatan spesifik kalmagit, indikator metalokronik, dan
manesium pada pH basa yang mengakibatkan pergeseran panjang gelombang serapan
kompleks. Intensitas kromofor yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi magnesium
dalam sampel.
c. Pemeriksaan Kalium
Nilai Normal Kalium : 3,5 – 5,1 mmol/L
• Metode Spektrofotometri
Hasil Pengamatan :
Standar :
A1 = 0,223
A2 = 0,217
Sampel :
A1 = 0,037
A2 = 0,048
Konsentrasi Standar : 6 mmol/L
Perhitungan :
∆ 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Kadar K = ∆ Absorbansi Standar x Konsentrasi Standar
0,048−0,037
Kadar K = 0,217−0,223 x 6 mmol/L
0,011
Kadar K = 0,006 x 6
Kadar K = −11 mmol/L (abnormal)
• Metode Fotometri
Kadar K = −1,8 mmol/L (abnormal)
d. Pemeriksaan Magnesium
Nilai Normal Magnesium : 1,6 – 3,0 mg/dL
• Metode Spektrofotometri
Hasil Pengamatan :
Absorbansi Standar = 0,121
Absorbansi Sampel = 0,257
Konsentrasi Standar= 2 mg/dL
Perhitungan :
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Kadar Mg = x Konsentrasi Standar
Absorbansi Standar
0,257
Kadar Mg = 0,212 x 2 mg/dL
VIII. Pembahasan
Elektrolit adalah partikel yang menjelma menjadi ion bermuatan negatif dan positif, saat
larut dalam air. Karena memiliki muatan tersebut, elektrolit dapat menghasilkan reaksi listrik.
Reaksi listrik pada ion memiliki peran penting di berbagai sistem tubuh manusia. Dalam tubuh
manusia, elektrolit terkandung di dalam darah, keringat, dan urine. Manusia pun bisa
memperoleh elektrolit dari makanan-makanan tertentu. Jenis-jenis elektrolit dan sumbernya
adalah seperti natrium, yang terkandung di garam dapur, saus, atau jus tomat. Kalium, yang
terdapat pada buah pisang, kentang dengan kulitnya, dan yogurt tawar. Klorida, yang bisa
ditemukan pada tomat, zaitun, selada, dan garam dapur. Kalsium, yang bisa ditemukan di sayur
bayam, sayur kale, susu, dan ikan sarden. Dan magnesium, yang biasanya terkandung di sayur
bayam(Syarif,2018).
Elektrolit darah yang berada didalam cairan tubuh yang berupa kation misalnya : Na+, K+,
Ca2+, Mg2+. Anion misalnya : Cl- , HCO3- , HPO2-, SO4 -2
dan berupa laktat. Dalam keadaan
normal, nilai kadar anion dan kation seimbang, sehingga serum bersifat netral. Cairan ektrasel
kation utama Na+ dan anion utama Cl dan HCO3- , sedangkan pada cairan intrasel kation utama
K+, karena sebagian besar proses metabolisme memerlukan dan dipengaruhi oleh elektrolit
(Siregar P, 2010).
a. Kalsium
Kalsium (Ca) merupakan yang penting untuk manusia, 99 persen kalsium di dalam tubuh
manusia terdapat di tulang. Dan sebanyak 1 persen kalsium terdapat di dalam cairan tubuh
seperti serum darah, di sel-sel tubuh, dalam cairan ekstra seluler dan intra seluler. Kalsium
merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh manusia, yaitu sekitar 1,5-2%
berat badan. Artinya jika berat badan kita 50 kg, maka 0,750 - 1 kilogram adalah kalsium.
Sekitar 99% kalsium berada dalam jaringan yang keras, yaitu jaringan tulang dan gigi.
Selebihnya kalsium tersebar luas di dalam tubuh. Kalsium berperan sebagai cairan tubuh untuk
pembekuan darah, mengatur rekresi hormone. Selain itu juga kalsium berfungsi dalam
pembentukkan tulang dan gigi, sera berperan sebagai penguat struktur tulang (Amandia,2015).
Dari praktikum yang sudah dilaksanakan , didapatkan hasil kadar kalsium dalam darah
probandus yaitu sebesar 5,69 mg/dL. Kadar tersebut terbilang rendah jika dibandingkan dengan
nilai rujukan kalsium yaitu 9-11 mg/dL (Masnidar, 2009). Kondisi dimana kadar kalsium rendah
dalam darah disebut dengan hipokalsemia.Akibatnya, tulang jadi harus melepaskan kalsium
miliknya demi mencoba menyeimbangkan kadar kalsium dalam darah. Sedangkan, jika kalsium
dalam darah tinggi (hiperkalsemia), kelebihan kalsium akan disimpan dalam tulang atau
dikeluarkan dari tubuh melalui urine atau feses (Sudiono,2008).
Hipokalsemia bisa disebabkan oleh kurangnya kalsium yang berpindah dari tulang ke darah
atau karena terlalu banyak kalsium yang hilang dari tubuh melalui urine. Faktor-faktor yang
menyebabkan hipokalsemia adalah seperti hipoparatiroidisme, hypomagnesemia, malnutrisi,
kurangnya vitamin D, kadar fosfat tinggi dalam darah, dan masalah tulang (Arinda, 2020).
b. Klorida
Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel. Pemeriksaan konsentrasi klorida
dalam plasma berguna sebagai diagnosis banding pada gangguan keseimbangan asam-basa, dan
menghitung anion gap. Jumlah klorida pada orang dewasa normal sekitar 30 mEq per kilogram
berat badan. Sekitar 88% klorida berada dalam cairan ekstraseluler dan 12% dalam cairan
intrasel. Konsentrasi klorida pada bayi lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak dan dewasa.
Klorida dapat menembus membran sel secara pasif. Perbedaan kadar klorida antara cairan
interstisial dan cairan intrasel disebabkan oleh perbedaan potensial di permukaan luar dan dalam
membran sel. Jumlah klorida dalam tubuh ditentukan oleh keseimbangan antara klorida yang
masuk dan yang keluar. Klorida yang masuk tergantung dari jumlah dan jenis makanan.
Kandungan klorida dalam makanan sama dengan natrium. Orang dewasa pada keadaan normal
rerata mengkonsumsi 50-200 mEq klorida per hari, dan ekskresi klorida bersama feses sekitar
1-2 mEq perhari. Drainase lambung atau usus pada diare menyebabkan ekskresi klorida
mencapai 100 mEq perhari. Kadar klorida dalam keringat bervariasi, rerata 40 mEq/L. Bila
pengeluaran keringat berlebihan, kehilangan klorida dapat mencapai 200 mEq per hari. Ekskresi
utama klorida adalah melalui ginjal (Rismawati, 2012).
Berdasarkan hasil dari praktikum uji kadar klorida yang telah dilakukan dengan 2 metode
yaitu metode spektrofotometri dan metode fotometri diperoleh hasil bahwa kadar klorida dalam
serum probandus dengan metode spektrofotometri sebesar 124 mEq/L dan dengan metode
fotometri sebesar 112 mEq/L. Hasil dari kedua metode pemeriksaan tersebut tergolong tinggi
jika dibandingkan dengan kadar normal dari klorida dalam darah yaitu sebesar 30 mEq per
kilogram berat badan (Darwis, 2008).
c. Kalium
Kalium atau potassium adalah salah satu zat mineral yang penting agar organ jangung serta
ginjal dapat berfungsi secara normal. Mineral ini juga bermanfaat bagi tubuh kita yaitu berfungsi
untuk mengendalikan tekanan darah, terapi darah tinggi, serta membersihkan karbondioksida di
dalam darah. Kekurangan kalium dapat berefek buruk dalam tubuh karena mengakibatkan
hipokalemian yang menyebabkan frekuensi denyut jantung melambat. Sedangkan untuk
kelebihan kalium mengakibatkan hiperkalemia yang menyebabkan aritmia jantung, konsentrasi
yang lebih tinggi lagi yang dapat menimbulkan henti jantung atau fibrilasi jantung (Yaswir dan
Ferawati. 2012).
Berdasarkan dari hasil praktikum yang telah dilakukan menggunakan metode
spektrofotometri maupun metode fotometri didapatkan hasil abnormal, yaitu untuk hasil
pemeriksaan menggunakan metode spektrofotometri sebesar -1,8 mmol/L, sedangkan hasil
pemeriksaan menggunakan metode fotometri didapat hasil sebesar -11 mmol/L. Hasil abnormal
yang diperoleh kemungkinan akibat dari kesalahan pada tahap pra-analitik, tahap analitik, atau
bahkan tahap pasca analitik (Mardiana,2017).
Kadar kalium rendah disebut dengan hipokalemia biasanya disebabkan oleh diare dan
muntah karena gangguan pencernaan. Sedangkan hiperkalemia yaitu suatu kondisi di mana
kadar kalium dalam darah terlalu tinggi. Kondisi ini paling sering terjadi pada orang yang
memiliki penyakit ginjal kronis. Sebab ginjal bertanggung jawab untuk membuang
kelebihan kalium dan elektrolit lain, seperti garam (Irwan,2007).
d. Magnesium
Magnesium merupakan kation keempat yang terpenting di dalam tubuh setelah natrium,
kalsium, dan kalium. Fungsi magnesium antara lain pada metabolisme karbohidrat, lipid dan
protein serta sintesis ATP mitokondria. Sekitar 300 enzim diaktivasi oleh magnesium, termasuk
glikolisis, metabolisme oksidatif, serta transpor transmembran kalium dan kalsium. Pada orang
lanjut usia, kadar magnesium serum tergantung dari asupan makanan sehari-hari, penyakit yang
diderita, dan penggunaan obat-obatan (Malingkas, dkk., 2015).
Berdasarkan hasil dari praktikum yang telah dilakukan menggunakan metode
spektrofotometri didapatkan hasil kadar magnesium pada serum probandus sebesar 4,24 mg/dL
sedangkan kadar magnesium yang diuji menggunakan metode fotometri yaitu sebesar 1,28
mg/dL. Perbedaan hasil yang diperoleh kemungkinan akibat dari kesalahan pada tahap pra-
analitik, tahap analitik, atau bahkan tahap pasca analitik. Kadar magnesium tinggi atau
hypermagnesemia mengacu pada jumlah magnesium yang berlebihan dalam aliran darah.
Kondisi ini jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh gagal ginjal atau fungsi ginjal yang
buruk. Magnesium adalah mineral yang digunakan tubuh sebagai elektrolit. Ia membawa
muatan listrik ke seluruh tubuh ketika dilarutkan dalam darah (Gladys,2015).
Kondisi dimana menurunnya kemampuan usus dalam menyerap magnesium
merupakan penyebab umum hypomagnesemia, namun, kadar magnesium yang rendah juga
dapat disebabkan oleh gangguan pembuangan di ginjal. Ada pula faktor risiko lain yang dapat
menyebabkan menurunnya kadar magnesium dalam tubuh (Irwan,2007).
IX. Kesimpμlan
Berdasarkan hasil praktikum kali ini yaitu uji kadar kalsium, klorida, kalium dan magnesium
dengan sampel serum dari probandus Kaniya dengan jenis kelamin perempuan dan berusia 20
tahun dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil dari pemeriksaan kalsium dengan metode spektrofotometri didapatkan hasil yaitu 5,69
mg/dL, hasil tersebut tergolong rendah, jika dibandingkan dengan nilai rujukan kalsium
yaitu sekitar 9, 90 U/L.
2. Hasil dari pemeriksaan klorida dengan metode spektrofotometri didapatkan hasil yaitu 124
mEq/L sementara hasil yang diperoleh dengan metode fotometri yaitu 112 mEq/L , kedua
hasil tersebut tergolong tinggi , jika dibandingkan dengan nilai rujukan klorida yaitu sekitar
98 – 111 mEq/L.
3. Hasil dari pemeriksaan kalium dengan metode spektrofotometri didapatkan hasil yaitu -11
mmol/L dan hasil yang diperoleh dengan metode fotometri yaitu -1,8 mmol/L , kedua hasil
tersebut terbilang abnormal, karena jika dibandingkan dengan nilai rujukan kalium normal
pada yaitu 3,5 – 5,1 mmol/L. Hasil abnormal tersebut kemungkinan diakibatkan karena
kesalahan yang terjadi pada tahap dalam pengerjaan.
4. Hasil dari pemeriksaan magnesium dengan metode spektrofotometri didapatkan hasil yaitu
4,23 mg/dL sedangkan hasil yang diperoleh dengan metode fotometri yaitu 1,28 mg/dL ,
perbedaan hasil yang diperoleh kemungkinan terjadi karena terdapat kesalahan pada tahap
pra analitik, tahap analitik, maupun pada tahap pasca analitk. Hasil dengan metode
spektrofotometri masih tergolong tinggi, sedangkan hasil dari metode fotometri terbilang
rendah, jika dibandingkan dengan nilai rujukan magnesium pada darah yaitu sekitar 1,6 –
3,0 mg/dL.
DAFTAR PUSTAKA
Arindina. 2020. Penyebab Kalsium Rendah Dalam Darah dan Akibatnya Bagi Tubuh (diakses
pada tanggal 10 Desember 2020). Tersedia pada https://hellosehat.com
Amandia. 2015. Pengaruh Kalsium Terhadap Tumbuh Kembang Gigi Geligi Anak (diakses
pada tanggal 10 Desember 2020). Tersedia pada https://jurnal.unej.ac.id
Darwis. 2008. Fisiologi Keseimbangan Air dan Elektrolit’ dalam Gangguan Keseimbangan
Air- Elektrolit dan Asam-Basa. Jakarta: FK-UI
Gladys. 2015. Perbandingan Kadar Magnesium Serum Sebelum Dan Sesudah Aktivitas Fisik
Intensitas Berat (diakses pada tanggal 10 Desember 2020). Tersedia pada
https://media.neliti.com/
Joko. 2015. Pengaruh Infeksi Cacing Ascaridia Galli Terhadap Gambaran Darah Dan
Elektrolit Ayam Kampung (Gallus domesticus) (diakses pada tanggal 10 Desember
2020). Tersedia pada https://repository.ugm.ac.id/
Malingkas, C.V., M. Paruntu dan Y. Assa. 2015. Gambaran Kadar Magnesium Serum Pada
Orang Lanjut Usia dengan Umur 60 – 74 Tahun. Manado: Universitas Sam Ratulangi
Mardiana. 2017. Pengantar Laboratorium Medik (diakses pada tanggal 10 Desember 2020).
Tersedia pada http://bppsdmk.kemkes.go.id/
Masnidar. 2009. Penuhi Kebutuhan Kalsium Setiap Hari (diakses pada tanggal 10 Desember
2020). Tersedia pada http://jambi-independent.co.id
Nuraini, B. 2017. Pemeriksaan Elektrolit Pada Serum Darah Menggunakan Elektrolit
Analyzer. Medan : Universitas Sumatera Utara
Rismawati. 2012. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan Natrium, Kalium dan Klorida serta
Pemeriksaan Laboratorium (diakses pada tanggal 10 Desember 2020). Tersedia pada
http://jurnal.fk.unand.ac.id
Nufus, H., M.A. Iztasaq., dan N.M. Zayyan. 2019. Pemeriksaan Elektrolit. Banten : Politeknik
Kesehatan Banten
Siregar P. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam: Sudoyo AW, Stiyohadi B
Syarif. 2018. Gambaran Hasil Pemeriksaan Kadar Elektrolit Klorida Pada Penderita Hipertensi
(diakses pada tanggal 10 Desember 2020). Tersedia pada http://jurnal.fk.unand.ac.id
Yaswir, R., & Ferawati, I. 2012. Fisiologi dan gangguan keseimbangan natrium, kalium dan
klorida serta pemeriksaan laboratorium. Jurnal Kesehatan Andalas
LAMPIRAN
Gambar 1. Alat dan Bahan Pemeriksaan Klorida Gambar 2. Hasil Pemeriksaan Magnesium
Menggunakan Fotometer
KIMIA KLINIK II
PEMERIKSAAAN CHOLINESTERASE
OLEH
NIM : 18071011
DENPASAR
2020
PRAKTIKUM KIMIA KLINIK II
PEMERIKSAAAN CHOLINESTERASE
I. Tujuan Praktikum
Praktikum kali ini bertujuan Untuk mengetahui kadar cholinesterase pada serum pasien
II. Metode
Metode yang digunakan pada praktikum kali ini adalah spektrofotometri dan fotometri
III. Prinsip
Kolinesterase menghidrolisis butiriltiokolin di bawah pelepasan asam butirat dan tiokolin.
Thiocholine mereduksi kalium heksasianoferrat (III) kuning menjadi kalium heksasianoferrat
(III) tak berwarna. Penurunan absorbansi diukur pada 405 nm.
= 0,116 𝜇kat/L
• Metode Fotometri
Kadar Cholinesterase = 41,10 U/L
41,10
= 1000 x 16,67
= 0,68 𝜇kat/L
VIII. Pembahasan
Penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama tanaman mengandung resiko kecelakaan
pada manusia dalam bentuk keracunan kronik atau akut dan kematian beratnya tingkat
keracunan berhubungan dengan tingkat penghambatan cholinesterase dalam darah. Gejala -
gejala yang timbul yang berkaitan dengan keracunan pestisisda sebagai berikut, kelelahan,
lemah berlebihan, kulit terasa terbakar keringatan berlebihan, perubahan warna pada kulit,
penglihatan menjadi kabur biji mata mengecil dan membesar, mual, muntah, diare, perut kejang
atau sakit perut, kesulitan bernafas, dada terasa sakit dan lain-lainnya. Beberapa zat yang
terkadung dalam pestisida mampu mengurangi kemampuan enzim cholinesterase untuk
menghidrolisa acetylcholine, sehingga dapat menghambat laju penyampaian rangsangan pada
saraf (Purba,2010).
Keracunan pestisida akan menurunkan aktivitas enzim cholinesterase pada tingkat tertentu
sesuai dengan tingkat keracunanya. Selain melihat enzim aktivitas cholinesterase, keracunan
pestisida dapat di ketahui dengan melihat gejala-gejala yang timbulkan atau keluhan subjektif.
Ketika seseorang terpapar pestisida golongan organofosfat cholinesterase akan berkaitan
dengan pestisida yang bersifat ireversibele. Akibatnya tidak terjadi reaksi dengan achethicholin
secara baik. Dalam pemeriksaan akan nampak terjadi penurunan aktivitas cholinesterase atau
peningkatan kadar acetycholine. Penurunan aktivitas cholinesterase dalam eritrosit dapat
berlansung 1 sampai 3 minggu, sedangkan penurunan aktivitas cholinesterase dalam trombosit
dapat berlansung hingga 12 minggu atau 3 bulan (Raini,2007).
Enzim cholinesterase adalah suatu enzim yang terdapat pada cairan seluluer yang fungsinya
untuk menghentikan aksi dari pada acetylcholine dengan jalan menghidrolisis menjadi colin dan
asam asetat. Acetylcholine adalah pengantar saraf yang berada pada seluruh sistem saraf pusat
(SSP), saraf otonom (simpetik dan parasimatik) dan sistem saraf somatik. Aktivitas enzim
cholinesterase dalam darah seseorang nyatakan dalam persentase dari aktivitas cholinesterase
dalam darah. Kemampuan enzim cholinesterase adalah menghidrolisa acetylcholine dan
merubahnya menjadi cholin dan asam asetat. Dengan kata lain mampu mengubah derajad asam
dan basa melalui kemampuan hidrolisa ini kemudian di jadikan dasar untuk mengetahui
keberadaan enzim ini. Di labortorium prosedur pemeriksaan sampel darah yang di tambahakan
larutan indikator bromtymol blue dan larutan subsrat acetylcholine perclorate, kemudian
diberikan beberapa menit sesuai dengan waktu pengukuran. Aktivitas enzim cholinesterase
dalam darah dijadikan indikator keberadaan pestisida dalam darah. Namun penting untuk
diperhatikan, bahwa penurunan aktivitas enzim cholinesterase dapat juga terjadi pada beberapa
penyakit, terutama penyakit yang menyerang hati (Berlian,2017).
Hasil praktikum kali ini didapatkan bahwa kandungan enzim cholinesterase dalam sampel
sedikit. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan metode spektrofotometri yaitu 0,116 𝜇kat/L,
dan hasil yang diperoleh menggunakan metode fotometri yaitu 0,68 𝜇kat/L. Aktivitas enzim
cholinesterase dapat dipengaruhi berbagai factor seperti keadaan gizi, keadaan Kesehatan atau
penyakit yang diderita, dalam masa pengobatan, usia, jenis kelamin, suhu lingkungan, kebiasaan
merokok serta penggunaan APD dalam bekerja terutama pekerjaan yang melibatkan diri
langsung dengan bahan kimia berbahaya (Imelda,2009).
IX. Kesimpμlan
Berdasarkan hasil praktikum kali ini yaitu uji kadar cholinesterase dengan 2 metode yang
berbeda dengan sampel serum dari probandus Gita dengan jenis kelamin perempuan dan berusia
20 tahun, disimpulkan bahwa hasil dari kedua metode tersebut didapatkan kadar enzim
cholinesterase dalam serum probandus terbilang rendah. Hasil pemeriksaan menggunakan
metode spektrofotometri yaitu sebesar 0,116 𝜇kat/L , sedangkan hasil uji menggunakan metode
fotometri yaitu 0,68 𝜇kat/L. Hasil tersebut terbilang rendah jika dibandingkan dengan nilai
rujukan cholinesterase yaiti pada perempuan sebesar 65.5 – 180 𝜇kat/L, sedangkan pada laki-
laki sebesar 77.0 - 192 𝜇kat/L. Aktivitas enzim cholinesterase dapat dipengaruhi berbagai factor
seperti keadaan gizi, keadaan Kesehatan atau penyakit yang diderita, dalam masa pengobatan,
usia, jenis kelamin, suhu lingkungan, dan kebiasaan merokok.
DAFTAR PUSTAKA
Berlian. 2017. Gambaran Kadar Enzim Cholinesterase Pada Wanita Usia Subur (Wus) Yang
Aktif Membantu Aktivitas Pertanian Di Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma Tahun
2017 (diakses pada tanggal 11 Desember 2020). Tersedia pada https://media.neliti.com
Ntow, W. J., Tagoe, L. M., Drechsel, P., Kelderman, P., Nyarko, E. and Gijzen, H. J. (2009)
‘Occupational exposure to pesticides: Blood cholinesterase activity in a farming community
in Ghana’, Archives of Environmental Contamination and Toxicology, 56(3), pp. 623–630.
doi: 10.1007/s00244-007-9077-2
Purba, I. G. 2010. Analisis Fakto-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kadar Kolinesterase Pada
Wanita Usia Subur Di Daerah Pertanian. UNDIP
Raini. 2007. Toksitologi Pestisida Dan Penanganan Akibat Keracunan Pestisida. Media
Litbang Kesehatan
Zuraida. 2012. Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Keracunan Pestisida pada Petani di
Desa Srimahi Tambun Utara Beka. Jakarta: Universitas indonesia
LAMPIRAN
Cholinesterase
• Pemeriksaan Cholinesterase