Anda di halaman 1dari 31

KOLITIS ULSERATIVA

B1 2016
Khoirina Nur S 260110160054
Aulia Annisa P. 260110160055
Fajra Dinda C. 260110160056
Dian Amalia M. 260110160057 Krysta Desela 260110160069
Kelas B 2016

Kelompok B1 Irsarina Rahma W. 260110160058 Dina Sembiring 260110160070


M. Nadiva Mardiana 260110160071
Utari Yulia Alfi 260110160059 Meidiana Putri 260110160073
Nia Kurniasih 260110160060 Fitri Nurjanah 260110160074
Syara Nur Fitri 260110160061
Sifa Muhamad Y. 260110160062 Yusuf Prakoso 260110160076
Hanifa Rifdah Aiman 260110160063 Dwi Prihastuti 260110160077
Diena Karfiena R. 260110160078
Hanum Firdausya 260110160064 Vini Fakhriyani Ulfah 260110160079
Hanifah Kamilah A. 260110160065 Syahida Azahra 260110160080
Nata Rimana Fadila 260110160066
Sausan Rihhadatulaisy 260110160067
Wan M. Aulia Arif 260110160068
POKOK BAHASAN
Definisi Pengobatan dan
PIO
dan Etiologi Efek samping

Faktor Resiko Keuntungan dan Fitoterapi


Kerugian sediaan
Definisi

Kolitis ulseratif merupakan penyakit inflamasi kronik pada usus (inflammatory bowel
disease) yang menyebabkan inflamasi yang terus-menerus dan ulkus pada lapisan
yang paling dalam pada kolon dan rektum.
Ulkus tersebut akan berdarah dan menghasilkan pus, mukus dan inflamasi tersebut
menyebabkan pengosongan rektum menjadi lebih sering, sehingga dapat
mengakibatkan diare. Kolitis ulseratif menyerupai penyakit Crohn, yang merupakan
jenis lain dari penyakit inflamasi pada usus.
Tidak seperti dengan penyakit Crohn, yang dapat mengenai setiap bagian dari traktus
gastrointestinal, kolitis ulseratif secara khusus hanya melibatkan usus besar. Kolitis
ulseratif jarang mengenai usus halus, kecuali pada bagian bawah, yaitu ileum.
(Lindset.2012)
ANATOMI
Appendix Vermiformis berupa pipa buntu yang berbentuk
cacing dan berhubungan dengan caecum di sebelah kaudal
peralihan ileosekal (Moore, 2002).
Colon ascendens panjangnya kurang lebih 15 cm, dan
terbentang dari caecum sampai ke permukaan visceral dari
lobus kanan hepar untuk membelok ke kiri pada flexura coli
dextra untuk beralih menjadi colon transversum (Widjaja, 2009)
Colon transversum merupakan bagian usus besar yang paling
besar dan paling dapat bergerak bebas karena bergantung pada
mesocolon, yang ikut membentuk omentum majus. Panjangnya
antara 45-50 cm (Widjaja, 2009).
Colon descendens panjangnya kurang lebih 25 cm (Widjaja,
2009). Colon descendens melintas retroperitoneal dari flexura
coli sinistra ke fossa iliaca sinistra dan disini beralih menjadi
colon sigmoideum (Moore, 2002).
Colon sigmoideum disebut juga colon pelvinum. Panjangnya
kurang lebih 40 cm dan berbentuk lengkungan huruf S. (Widjaja,
2009).
Rectum adalah bagian akhir intestinum crassum yang terfiksasi.
Ke arah kaudal rectum beralih menjadi canalis analis (Moore,
2002).
FISIOLOGI
Fungsi utama kolon adalah absorbsi air dan elektrolit dari kimus
untuk membentuk feses yang padat dan penimbunan bahan
feses sampai dapat dikeluarkan, kolon mengubah 1000-2000mL
kimus isotonik yang masuk setiap hari dari ileum menjadi tinja
semipadat dengan volume sekitar 200-250mL. Sebagian besar
absorpsi dalam usus besar terjadi pada pertengahan proksimal
kolon, sehingga bagian ini dinamakan kolon pengabsorpsi,
sedangkan kolon bagian distal pada prinsipnya berfungsi sebagai
tempat penyimpanan feses sampai waktu yang tepat untuk
ekskresi feses dan oleh karena itu disebut kolon penyimpanan.
Banyak bakteri, khususnya basil kolon, bahkan terdapat secara
normal pada kolon pengabsorpsi. Bakteri-bakteri ini mampu
mencernakan sejumlah kecil selulosa, dengan cara ini
menyediakan beberapa kalori nutrisi tambahan untuk tubuh
(Guyton, 2008).
(Basson et all, 2015))
ETIOLOGI
Penyebab Genetik Penggunaan Obat-Obattan Etiologi Lainnya
Menyebabkan seseorang Inflamasi Non Steroid -Vitamin A dan E, di mana keduanya merupakan
memperoleh kelainan Penggunaan obat-obatan anti inflamasi antioksidan, memiliki kadar yang rendah pada anak-
anak dengan kolitis ulseratif eksaserbasi.
pada respon imun non-steroid lebih tinggi pada pasien
-Stress psikologik dan stress psikososial berperan
humoral dan respon imun dengan kolitis ulseratif dibandingkan
pada kolitis ulseratif dan dapat mempresipitasi
yang dimediasi sel dengan kontrol, dan sepertiga pasien terjadinya eksaserbasi
dan/atau respon imun dengan kolitis ulseratif eksaserbasi yang -Merokok biasanya tidak berhubungan dengan kolitis
secara umum yang dilaporkan baru saja menggunakan obat- ulseratif. Hal ini berkebalikan dengan penyakit Crohn
direaktivasi oleh bakteri obatan anti inflamasi non-steroid -Konsumsi susu dapat menyebabkan eksaserbasi
komensal dan dari penyakit ini
menyebabkan disregulasi
respon imun pada mukosa Faktor Lingkungan
sehingga mengakibatkan Faktor lingkungan juga berperan. Reaksi Imun
inflamasi pada kolon. Sebagai contoh, bakteri yang mereduksi Reaksi imun yang membahayakan integritas
Riwayat adanya kolitis sulfat, memproduksi sulfat, ditemukan barier epitel usus dapat menyebabkan kolitis
ulseratif pada keluarga pada sejumlah besar pasien dengan ulseratif. Autoantibodi serum dan mukosa yang
diasosiasikan dengan kolitis ulseratif, dan produksi sulfat pada sifatnya melawan sel epitel usus mungkin terlibat.
seseorang yang memiliki lebih tinggi pada pasien kolitis ulseratif Adanya antibodi antineutrofil
risiko tinggi terkena dibandingkan pasien-pasien lainnya sitoplasma/antineutrophil cytoplasmic antibodies
penyakit ini (ANCA) dan anti-Saccharomyces cerevisiae
antibodi (ASCA) adalah ciri-ciri utama dari
penyakit inflamasi usus
FAKTOR RESIKO
1. Faktor familial/ genetik
Sering terjadi pada orang berkulit putih, serta pada orang yahudi dibandingkan dengan non yahudi (3 sampai 6 kali lipat).
2. Faktor infeksi
Penyebab infeksi masih diteliti lebih lanjut, namun telah dilaporkan bahwa isolat varian dinding sel Pseudomonas atau agen
yang dapat ditularkan menghasilkan efek sinopatik pada kultur jaringan
3. Faktor Imunologik
Penetapan ini didarakan terhadap konsep manifestasi ekstraintestinal yang dapat menyertai kelainan misalnya artritis,
manifestasi perikolangitis yang dapat mewakili fenomena autoimun.
Selain itu, zat terapeutik seperti glukokortikoid atau aziotropin dapat menunjukkan efek melalui mekanisme imunosupresif.
4. Faktor Psikologik
Pasien yang mengalami radang usus memiliki kepribadian yang khas yang membuat mereka menjadi rentan terhadap stres
emosi yang sebaliknya dapat merangsang atau mengeksaserbasi gejalanya.
5. Faktor Lingkungan
Insiden penyakit kolitis ulseratif menurun secara signifikan pada pasien yang menjalani operasi apendiktomi pada dekade ke-3
resiko penyakit kolitis ulseratif pada perokok sebanyak 40% dibandingkan dengan yang bukan perokok.
(Aprillia, 2008).
KLASIFIKASI
1. Proctitis
Inflamasi yang terjadi terbatas pada rektum.
Gejala: perdarahan merah terang yang bisa bercampur dengan lendir, diare,
sembelit, atau dapat juga tinja yang normal.
2. Proctosigmoiditis
Mempengaruhi rektum dan koloid sigmoid
Gejala: perdarahan dan rasa urgensi
3. Kolitis Distal (Left-side Colitis)
terjadi peradangan dimulai dari rektum dan terus ke sisi kiri usus besar, kolon
sigmoid, kolon desendens sampai dengan lentur lienalis.
Gejala: diare dengan darah dan lendir, kehilangan nafsu makan, penurunan
berat badan, sakit parah di sisi kiri perut.
4. Extensive dan Pnacolitis (Total Colitis)
inflamasi dari proksimal ke lentur lienalis, biasanya sampai dengan usus buntu.
Gejala: sakit perut parah, keram, demam, penurunan berat badan
GEJALA
•Berdasarkan gambaran klinis, Kolitis Ulseratifa dapat dikelompokkan berdasarkan
ringan beratnya penyakit, yaitu:
1. KU ringan; diare kurang dari 4 kali sehari, tidak ada atau sedikit perdarahan
rektal, dan tidak terdapat gejala sistemik seperti demam, takikardi, peningkatan
LED, dan anemia. Insert the title of your subtitle Here

2. KU sedang; diare 4-6 kali sehari, perdarahan rektal sedang, terdapat beberapa
gejala sistemik, atau penyakit derajat ringan yang tidak berespon terhadap
pengobatan.
3. KU berat; diare lebih dari 6 kali sehari (sering pada malam hari), perdarahan
rektal berat, gejala sistemik, malnutrisi dengan hipoalbuminemia, dan
penurunan berat badan lebih dari 10% dibandingkan sebelum sakit. (Mpofu,
2006)
Golongan Obat
PREDSOL ENEMA
Predsol Enema

Zat Aktif : Prednisolone


Golongan : Kortikosteroid
(Mims, 2018).

Mekanisme
memunculkan aktivitas mineralokortikoid ringan dan efek anti inflamasi moderat; mengontrol atau
mencegah peradangan dengan mengontrol laju sintesis protein, menekan migrasi leukosit
polimorfonuklear (PMN) dan fibroblast, membalikkan permeabilitas kapiler, dan menstabilkan lisosom
pada tingkat sel

Durasi: 18-36 jam


Peak plasma time: 5 menit (IV), 1 jam (PO)
(Medscape, 2018)
Efek Samping
● Efek saluran pencernaan termasuk dyspepsia, tukak lambung (dengan perforasi),
abdominal distention, pankreatitis akut, ulserasi esophageal dan kandidiasis.
● Efek musculoskeletal termasuk miopati proksimal, osteoporosis, patah tulang,
avascular osteonecrosis, tendon rupture.
● Efek endokrin termasuk supresi adrenal, haid tidak teratur dan amenore,
Cushing's syndrome (pada dosis tinggi, biasanya kembali bila dihentikan),
hirsutism, berat badan bertambah, keseimbangan nitrogen dan kalsium negatif,
peningkatan nafsu makan, memperberat infeksi
● Efek neuropsikiatrik termasuk euporia, psychological dependence, depresi
insomnia, meningkatkan tekanan intracranial dengan papilodema pada anak
(biasanya setelah dihentikan), psikosis dan aggravation of schizophrenia,
aggravation of epilepsy..

(Pionas, 2018)
Efek samping Cont,

● Efek optalmik termasuk glaukoma, papilloedema, katarak subkapsular posterior,


corneal atau scleral thinning dan eksaserbasi virus mata atau penyakit jamur.
● Efek samping lain termasuk gagal penyembuhan, atropi kulit, menimbulkan luka
memar, striae, telangiectais, jerawat,rupture jantung diikuti infark jantung, gangguan
cairan dan elektrolit, leukositosis, reaksi hipersensitif (termasuk pencegahan),
tromboembilisme, mual, muntah, cekukan.
(Pionas , 2018)
Pemilihan bentuk sediaan (enema vs tablet)
1. Pengobatan dengan enema steroid menghasilkan bukti perbaikan simtomatik dan sigmoidoscopic yang lebih baik daripada
pengobatan dengan dosis steroid oral dihitung untuk mencapai tingkat prednisolon plasma yang sama.
(Hamilton, et al., 1984)
2. Jika diberikan dalam bentuk sediaan tablet oral memakan waktu yang lebih lama untuk dapat memberikan efek karena harus
melakukan perjalanan seluruh saluran pencernaan - hampir 30 kaki melalui mulut, tenggorokan, perut, usus kecil - dan tetap
utuh sebelum memberikan agen aktif ke daerah yang terkena. Terapi rektal, di sisi lain, hanya memiliki jarak pendek untuk
melakukan perjalanan yang menjamin bahwa sebagian besar obat mencapai tempat peradangan (Bressler, 2018)
3. Alasan lain diberikan terapi rektal (enema) adalah alternatif yang lebih baik untuk pengobatan sistemik yang
berhubungan dengan efek samping. Pertimbangkan steroid seperti prednisolon (yang tersedia dalam formula oral
dan rektal). Ketika prednisolon diberikan secara sistemik melalui tablet, itu diserap ke dalam aliran darah untuk
menuju ke tempat peradangan. Tetapi setelah berada di dalam darah, prednisolon pada dasarnya berinteraksi
dengan seluruh tubuh, yang berarti ia memiliki sejumlah efek samping yang terkait. Ini termasuk tekanan tinggi di
mata (glaukoma), retensi cairan (pembengkakan), peningkatan tekanan darah dan berat badan. Steroid yang
diberikan secara rektal tidak (langsung) berinteraksi dengan aliran darah, dan karena itu memiliki lebih sedikit
efek samping (Bressler, 2018).
FORMULASI
Bentuk sediaan prednisolon yang bisa digunakan sendiri tanpa bantuan tenaga medis adalah sediaan oral
(tablet) rektal (suppositoria dan enema)

1. Tablet
Bahan aktif : Setiap Tablet Mengandung 5 mg Prednisolon
Bahan tidak aktif : Avicel 102 (Sebagai pengisi), Starch (Sebagai Penghancur), Mg Stearat (Sebagai
Lubrikan) dan Talk (Sebagai Glidan)
(Buhler, 1998).
2. Suppositoria
Bahan aktif : setiap suppositoria mengandung 5 mg prednisolon (sebagai prednisosolon natrium
fosfat)
Bahan tidak aktif : lemak keras
Tidak ada bahan pengawet atau pewarna dalam supositoria PREDSOL.

(NPS MedicineWise, 2018)


3. Enema
Bahan aktif : setiap 60 ml enema mengandung 22 mg prednisolon natrium fosfat (20 mg sebagai
prednisosolon fosfat)
Bahan tidak aktif : Carboxy vinyl polimer, Disodium hydrogen phosphate hydrate, Ethyl
parahydroxybenzoate, Disodium edetate hydrate, Sodium hydroxide
(JPC, 2006).
Kekurangan dan kelebihan sediaan
1. Tablet
Kelebihan : memiliki ketepatan dosis, dapat dibawa kemanapun dengan mudah, dapat dengan mudah
digunakan sendiri oleh pasien tanpa bantuan tenaga medis, lebih murah, distribusi dan pemakaian
lebih mudah.
Kekurangan : onset lebih lama dibanding sediaan parental, larutan oral dan kapsul. kesulitan menelan
pada anak-anak, orang sakit parah dan pasien lanjut usia. Disolusinya rendah.
(Sulaiman, 2007).
2. Suppositoria
Kelebihan :
- mudah diserap tubuh
- efeknya lokal sehingga meminimalisir efek samping
- menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan
- baik bagi pasien mudah muntah dan tidak sadar
Kekurangan :
- penggunaanya tidak nyaman
- tidak dapat disimpan dalam suuh ruang

(Syamsuni, 2006).
Kekurangan
- Pemakaian
rumit
- Merasa begah
atau tidak
nyaman saat
Kelebihan pemakaian
- Dapat berkerja
sistemik maupun
lokal
- Mengurangi efek
samping obat
Enema
- Absorbsi lebih Pemberian obat berupa
cepat cairan yang
pemakaiannya melalui
rektum atau kolon untuk Cara Penggunaan
tujuan tertentu (Syamsuni, 1. Mencuci tangan dengan benar
2006) menggunakan air dan sabun.
2. Melepaskan penutup pada enema.
Berbaringlah miring dengan posisi kaki
bawah diluruskan dan kaki bagian atas
ditekuk ke depan perut.
3. Keluarkan sedikit obat dan oleskan
pada bagian ujung botol enema.
4. Masukkan ujung enema kedalam
rektum (anus/ dubur) secara pelan-
pelan. Hindari memaksa enema
masuk karena dapat melukai rektum
(anus/ dubur).
5. Tekan botol enema hingga dosis
obat yang dianjurkan oleh Dokter
masuk seluruhnya.
KONSELING
Hal-hal penting untuk diingat:
● Saat menggunakan prednisolon Anda harus menemui dokter yang merawat Anda secara teratur
untuk memastikan bahwa perawatan bekerja sebagaimana mestinya dan meminimalkan
kemungkinan efek samping.
● Anda tidak boleh menghentikan pengobatan Anda kecuali dokter Anda menyuruh Anda
melakukannya.
● Anda tidak boleh menambah atau mengurangi dosis prednisolone kecuali dokter Anda menyuruh
Anda melakukannya.
(Australian Rheumatology Association, 2016)

Tindakan pencegahan apa yang diperlukan?


1. Tes
Kadar gula darah dan kolesterol dapat ditingkatkan oleh prednisolon, jadi Anda harus melakukan tes
darah untuk memeriksa kadar ini. Dokter Anda akan memberi tahu Anda kapan tes darah diperlukan.
2. Gunakan dengan obat-obatan lain
● Prednisolon dapat mempengaruhi cara kerja obat lain. Anda harus memberi tahu dokter Anda
(termasuk dokter umum, rheumatologist dan lain-lain) atau apoteker tentang semua obat yang
Anda minum atau rencanakan. Ini termasuk over the counter atau obat herbal / naturopati.
sebaiknya hati-hati saat penggunaan dengan NSAID
● Anda juga harus menyebutkan perawatan Anda ketika Anda melihat ahli kesehatan lainnya,
bahkan jika Anda telah berhenti mengonsumsi kortikosteroid dalam 12 bulan terakhir.
KONSELING (cont.)
3. Pembedahan
● Jika Anda akan menjalani operasi, penting untuk memberi tahu ahli anestesi bahwa anda telah
menggunakan prednisolon atau kortikosteroid lainnya dalam setahun terakhir.
● Dokter Anda mungkin memberi tahu Anda bahwa Anda memerlukan prednisolon tambahan
pada saat operasi.
4. Jangan pernah berhenti mengonsumsi prednisolon secara tiba-tiba.
● Anda tidak boleh berhenti mengonsumsi prednisolon secara tiba-tiba atau menambah atau
mengurangi dosis yang telah Anda resepkan kecuali dokter Anda menyuruh Anda
melakukannya.
● Kelenjar adrenal Anda, yang tepat di atas ginjal, biasanya membuat kortikosteroid dalam jumlah
kecil. Ini penting untuk banyak fungsi tubuh normal.
● Jika kortikosteroid yang ditentukan diambil, tubuh mulai membuat lebih sedikit dari biasanya
atau bahkan berhenti membuat kortikosteroid sepenuhnya.

(Australian Rheumatology Association, 2016)


KONSELING
Cara penggunaan enema

1. Menggunakan rectal tube dengan ukuran yang tepat, untuk orang dewasa no.22-30; anak-anak
no.14-18, bayi no.12.
2. Rectal tube harus licin dan fleksibel, dengan 1 atau 2 pembuka pada ujung dimana larutan
mengalir. Biasanya terbuat dari karet atau plastik. Rectal tube dilumasi dengan jelly/pelumas
untuk memudahkan pemasukannya dan mengurangi iritasi pada mukosa rektum.
3. Enema untuk dewasa biasanya diberikan pada suhu 40,5-43 0C, untuk anak-anak 37,7 0C.
Beberapa retensi enema diberikan pada suhu 33 0C. Suhu yang tinggi bisa berbahaya untuk
mukosa usus; suhu yang dingin tidak nyaman untuk klien dan dapat menyebabkan spasme pada
otot spinkter.
4. Jumlah larutan yang diberikan tergantung pada jenis enema, usia dan ukuran tubuh klien dan
jumlah cairan yang bisa disimpan ; bayi, ≥ 250ml, toddler atau preschool, 250 – 350 ml, anak
usia sekolah, 300 - 500ml, adolescent, 500 - 750ml dan adult, 750- 1000ml
5. Ketika dimasukkan, pasien posisi lateral kiri, sehingga kolon sigmoid berada di bawah rektum
sehingga memudahkan pemasukan cairan. Selama high enema, klien mengubah posisinya dari
lateral kiri ke dorsal recumbent, kemudian lateral kanan. Pada posisi ini seluruh kolon dijangkau
oleh air.
KONSELING

Menyiapkan peralatan yang akan Cari tempat yang hangat dan Merakit peralatan enema sesuai
digunakan nyaman untuk melakukan enema, dengan petunjuk
• Handuk besar lama kalau bisa dekat dengan kamar Perlengkapan berupa :
• Pelicin berupa minyak mandi • Sebuah tas untuk cairan
• Air • Kaitan untuk menggantung
tas
• Seperangkat alat enema bersih
• Selang
• Buku atau majalah
• Colokan
• Penususk dubur
Lipat handuk besar dan letakkan di Gunakan minyak untuk melumasi Gunakan penjepit untuk mengontrol
atas lantai kamar mandi (kalau bisa penusuk tabung enema aliran dan isi tas/ember dengan air suling
letakkan senyaman mungkin) bersih dan suplemen tambahan

Berbaring terlentang dengan lutut Setelah merasa nyaman, masukkan Lepaskan klem perlahan untuk
ditarik ke arah badan selang sekitar 8 cm ke dalam anus membuka aliran air
Setelah memasukkan air, cabut Setelah menahan cairan beberapa
selang secara perlahan menit, duduk di toilet dan rileks

(WikiHow, 2018)
KONSELING (CONT.)
6. Insersi tube tergantung pada usia dan ukuran klien. Pada dewasa, dimasukkan 7,5-10
cm, anak-anak 5-7,5 cm dan pada bayi hanya 2,5-3,75 cm.
7. Kekuatan aliran larutan ditentukan oleh; tingginya wadah larutan, ukuran tube, kekentalan
cairan, dan tekanan rektum. Enema pada dewasa, wadah larutan tidak boleh lebih tinggi
dari 30cm di atas rektum. Selama high enema, wadah larutan biasanya 30-45cm di atas
rektum, karena cairan dimasukkan lebih jauh untuk membersihkan seluruh usus. Untuk bayi,
wadah larutan tidak boleh lebih dari 7,5 cm di atas rektum.
8. Waktu yang diperlukan untuk memasukkan enema tergantung jumlah cairan yang dimasukkan
dan toleransi pasien. Volume yang banyak seperti 1000ml, mungkin membutuhkan waktu 10-15
menit. Untuk membantu menahan larutan, dapat di
(Harrison, 2003).
1. Kandungan :
Fitoterapi epicatechin, gallocatechin,
gallocatechin gallate.
epicatechin gallate,

2. Fungsi :
Teh Hijau Astringen, memperbaiki pencernaan, mengobati kembun,
stimulan, diuretik, meningkatkan kesehatan jantung,
mengatur suhu tubuh dan gula darah.
3. Mengandung polifenol tinggi yang berfungsi sebagai
antioksidan yang berfungsi untuk membersihkan radikal
bebas atau oksigen singlet.
4. Dosis :
diminum secangkir teh hijau per hari. tiga cangkir teh hijau
sehari mengandung 240-320 g polifenol atau 300-400 mg
per hari ekstrak teh hijau terstandar (80% polifenol dan
55% eppigallocatechin)
5. Kontraindikasi :
penyakit jantung, gangguan ginjal, gangguan psikologis,
wanita hamil dan menyusui
6. Efek samping (kafein) :
insomnia, jantung berdebar, mual, muntah, diare, pusing,
hilang nafsu makan.

(Jasaputra, dkk, 2010)


Fitoterapi
Kunyit (Curcuma Longa) 1. Kandungan berkhasiat :
curcumin
2. Fungsi :
Curcumin bertindak sebagai antiinflamasi, menginduksi
aliran empedu, yang membantu memecah lemak. Selain
itu, mengurangi sekresi asam dari lambung dan
melindungi terhadap luka seperti peradangan di sepanjang
perut (gastritis) atau dinding usus dan bisul dari obat-
obatan tertentu, stres, atau alkohol.
3. Dosis :
diminum 550 mg dua kali sehari selama 1 bulan, diikuti
oleh 550 mg 3 kali sehari selama 1 bulan
(Ke et al, 2012)
DAFTAR PUSTAKA
Aprillia, Dina Ariestine. 2008. Kolitis Ulseratif ditinjau dari aspek Etiologi, Klinik dan Patogenesa. Medan:
Universitas Sumatera Utara Fakultas Kedokteran
Australian Rheumatology Association. 2016. PATIENT INFORMATION ON PREDNISOLONE & PREDNISONE.
available at http://www.rheumatology.org.au (05 Oktober 2018)
Basson MD, Katz J. Ulcerative colitis . Available in Medscape Reference, Drug,Disease and Pr ocedures
(www.emedicine.medscape.com). Diakses pada 16 Oktober 2015.
Bressler, B. 2018. Rectal therapy in Ulcerative Collitis: An Option That Shouldn’t be Overlooked. Dapat diakses di
https://discovertherapies.com/articles/62-rectal-therapy-in-ulcerative-colitis-an-option-that-shouldn-t-be-overlooked
[diakses pada 05/11/2018].
Buhler, Volker. 1998. Generic Drug Formulation. BASF Fine Chemical.
Diana K., Kurniawati, Dewi., dan Baskara, Tri B. 2010. Peranan Obat Herbal dalam Aging. Jurnal Medika Planta, 1
(2), 85-91.
Guyton and Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC. Hlm. 858.
Hamilton, I., Pinder, I. F., Dickinson, R. J., Ruddel, W. S., Dixon, M. F., Axon, A. T. 1984. A Comparison of
Jasaputra
Harrison, S. et al. 2000. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Vol 4. Jakarta : EGC
https://www.mims.co.uk/drugs/gastrointestinal-tract/ulcerative-colitis-crohn-s-disease/predsol-enema [diakses
tanggal 5 November 2018 pukul 10.05 WIB]
Japanese Pharmacopeia Committee. 2006. The Japanese Pharmacopeia 15th ed. Tokyo: The Ministry of Health,
Labour and Welfare
Ke, Fei., Praveen Kumar Yadav, dan Liu Zhan Ju. 2012. Herbal Medicine in the Treatment of Ulcerative Colitis.
Saudi J Gastroenterol. Jan-Feb; 18(1): 3–10. doi: 10.4103/1319-3767.91726
Lindset GN. Ganguan usus besar. Dalam Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta:
EGC;tahun 2012.p.456-64.
Medscape, 2018. Prednisolone. Tersedia online di https://reference.medscape.com/drug/pediapred-orapred-
prednisolone-342745#10 [diakses pada 11 November 2015]
Moore, KL. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates. hlm. 109-111.
Mpofu C, Ireland A.2006. Inflammatory Bowel DiseasesThe Disease and Its Diagnosis, Hospital Pharmacist. 2006; 13:
153-58
NPS MedicineWise. 2018. Predsol Suppositories. Available at https://www.nps.org.au/medical-info/medicine-
finder/predsol-suppositories#product-description [diakses pada 5 November 2018].
http://pionas.pom.go.id/monografi/prednisolon-0 [diakses tanggal 5 November 2018 pukul 10.15 WIB]

Pearce, Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia
Prednisolone Enemas with Low-dose Oral Prednisolone in the Treatment of Acute Distal Ulcerative Colitis. Dis Colon
Rectum 27(11).
Sulaiman, T.N.S., 2007, Teknologi & Formulasi Sediaan Tablet, Pustaka Laboratorium Teknologi Farmasi, Fakultas
Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Syamsuni, H. A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta : ECG.
Widjaja, H. 2009. Anatomi Abdomen. Jakarta: EGC.
WikiHow. 2018. Cara Menggunakan Enema. Tersedia Online di https://id.wikihow.com/Melakukan-Enema-(Suntikan-
Urus-Urus)-di-Rumah [ Diakses pada 5 November 2018 ]
THANK
YOU

Anda mungkin juga menyukai