Anda di halaman 1dari 11

Laporan Kasus IPE Klinik

Interprofessional Case Presentation

Nama Mahasiswa/NIM/Prodi

1. Dyah Aryani Sartika/170861017/Program Studi Profesi Apoteker


2. Kadek Sintia Deviyanthi/1708611024/ Program Studi Profesi Apoteker

Nama Pembimbing/NIDN/Prodi

Interprofessional Education Unit


Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Denpasar Bali Indonesia
2017
I. Identitas Kasus
1. Nama : I Wayan Sana
2. Tempat, Tanggal Lahir : Batukandik, 17 September 1983
3. Alamat Tinggal : Dusun Bingin Batukandik, Nusa
Penida, Klungkung
4. Pendidikan :
5. Pekerjaan : Pegawai Swasta
6. Status Perkawinan : Menikah
7. Jenis Kasus Sesuai SKDI : Karsinoma Nasofaring
8. Lokasi Kasus Diambil : Ruang Kamboja RSUP Sanglah

II. Keluhan Utama


Sesak napas.

III. Anamnesis
3.1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD RSUP Sanglah diantar keluarga dalam keadaan
sadar. Pasien mengeluhkan sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk RS. Sesak
dirasakan pasien menetap di seluruh area dada setiap pasien menarik napas.
Sesak dikatakan ringan pada awal mula gejala dan semakin berat hingga
mengganggu aktivitas pasien. Keluhan pasien dapat muncul saat pasien
beristirahat dan dapat memberat saat pasien beraktivitas. Keluhan pasien tidak
membaik dengan beristirahat ataupun dengan merubah posisi.
Pasien juga mengeluh muncul benjolan pada leher bagian depan sejak satu
bulan sebelum masuk RS. Benjolan muncul perlahan dari ukuran kecil hingga
seukuran biji rambutan saat masuk RS. Benjolan tidak disertai rasa nyeri dan
tidak mengganggu aktivitas pasien. Tidak ada kondisi yang dapat
memperingan ataupun memperberat keluhan pasien tersebut.
Pasien juga mengeluh nyeri pinggang sisi kanan dan kiri sejak 1 hari
sebelum masuk RS. Keluhan dirasakan muncul perlahan, semakin berat, dan
hilang timbul hingga pasien masuk RS. Nyeri dirasakan ringan sehingga
aktivitas pasien lebih terganggu oleh keluhan sesak. Keluhan pasien muncul
pada saat-saat yang tidak menentu. Keluhan pasien tidak membaik dengan
beristirahat ataupun dengan merubah posisi. Pasien juga mengeluh lemas.
Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat atau bahan makanan.
Nafsu makan pasien dikatakan baik. Pasien merasakan penurunan berat badan,
yaitu 55 kg pada tahun 2016 menjadi 49 kg saat masuk RS.

3.2. Riwayat Penyakit Terdahulu


Pasien sempat dirawat inap oleh karena keluhan munculnya benjolan pada
leher kanan dan kiri pada tahun 2014. Pasien didiagnosis dengan tumor
nasofaring. Pasien sudah menjalani kemoterapi sebanyak 9 kali sejak tahun
2014. Pasien sempat menjalani radioterapi pada awal tahun 2016. Benjolan
dirasakan pasien muncul kembali sekitar satu bulan sebelum masuk RS. Pasien
memiliki riwayat memiliki keluhan pilek dengan sekret putih kental sejak usia
sekitar 12 tahun. Keluhan tersebut hilang timbul hingga saat masuk RS dan
terkadang sampai mengganggu aktivitas pasien.
3.3. Riwayat Penyakit Keluarga
Anggota keluarga pasien tidak pernah memiliki keluhan serupa. Riwayat
mengalami penyakit sistemik, seperti hipertensi, diabetes mellitus, penyakit
jantung, atau penyakit ginjal pada anggota keluarga pasien tidak ada. Riwayat
mengalami keluhan pernapasan pada anggota keluarga pasien juga tidak ada.

3.4. Riwayat Sosial


Pasien bekerja sebagai . Pasien memiliki riwayat kebiasaan merokok sejak
usia sekitar 17 tahun, namun sudah berhenti sejak 4 tahun yang lalu. Pasien
saat itu terbiasa merokok hingga 3 batang dalam sehari. Kebiasaan minum kopi
dikatakan tidak ada.

IV. Hasil Pemeriksaan Fisik


Status Present (11/10/2017)
Kondisi Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (GCS E4V5M6)
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Respirasi : 18 kali/menit
Suhu aksila : 36,2o C
VAS : 2/10
Berat badan : 49 kg
Tinggi badan : 170 cm
BMI : 16,95 kg/m2

Status General (11/10/2017)


Kepala : Bentuk normal, gerak normal
Mata : Anemis -/-, ikterus -/-, edema palpebra -/-, reflek
pupil +/+ isokor
THT-KL : sesuai status THT-KL
Thoraks : Simetris
Cor : Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba,
kuat angkat (-), thrill (-)
Perkusi : batas atas jantung ICS II sinistra
batas bawah jantung setinggi ICS V
sinistra
batas kanan jantung PSL dekstra
batas kiri jantung MCL ICS V
sinistra
Auskultasi : S1 S2 tunggal regular, murmur (-)
Pulmo : Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis,
retraksi (-)
Palpasi : Vokal fremitus normal, ekspansi
dada simetris
Perkusi : Sonor | Sonor
Sonor | Sonor
Sonor | Sonor
Auskultasi : Ves | Ves Ronchi - | -
Ves | Ves -|-
Ves | Ves -|-

Wheezing - | -
-|-
-|-
Abdomen :
- Inspeksi : distensi (-) sikatrik (-)
- Auskultasi : bising usus (+) normal di seluruh kuadran
- Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-) di
seluruh kuadran, Ballottement ginjal (-/-)
- Perkusi : timpani (+), ascites (-), nyeri ketok CVA (-)
Ekstremitas : Hangat + + Edema - -
+ + - -

Status THT-KL (11/10/2017)


Telinga
- Liang Telinga : lapang | lapang
- Sekret : tidak | tidak
- Membran Timfani : intak | intak

Hidung
- Kavum Nasi : lapang | lapang
- Mukosa : merah muda | merah muda
- Konka : dekongesti | dekongesti
- Sekret : tidak | tidak
- Septum : deviasi tidak ada

Tenggorok
- Faring : terdapat massa dengan konsistensi padat, terfiksir,
batas tidak tegas, berukuran diameter 2 cm.
- Mukosa Faring : merah muda
- Tonsil : T1 – T1 merah muda

Leher : JVP + 0 cm H2O, pembesaran KGB (-)


V. Hasil Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap (02/10/2017)
Pemeriksaan Hasil Unit Rentang Keterangan
Normal
WBC 23,71 103/μL 4,10-11,00 Tinggi
- Neu % 93,01 % 47-80 Tinggi
- Lym % 1,97 % 13-40 Rendah
- Mo % 4,51 % 2,0-11,0
- Eo % 0,33 % 0,0-5,0
- Ba % 0,18 % 0,0-2,0
- Neu # 22,05 103/μL 2,50-7,50 Tinggi
- Lym # 0,47 103/μL 1,00-4,00 Rendah
- Mo # 1,07 103/μL 0,10-1,20
- Eo # 0,08 103/μL 0,00-0,50
- Ba # 0,04 103/μL 0,0-0,1
RBC 5,32 103/μL 4,50-5,90
HGB 14,02 g/dL 13,50-17,50
HCT 45,84 % 41,00-53,00
MCV 86,14 fl 80,00-100,00
MCH 26,34 pg 26,00-34,00
MCHC 30,58 g/dL 31,00-36,00 Rendah
RDW 15,77 % 11,60 - 14,80 Tinggi
PLT 210,50 103/μL 150,00-440,00

Kimia Klinik (02/10/2017)


Parameter Hasil Unit Rentang Keterangan
Normal
Glukosa 126 mg/dL 70-140
Sewaktu
BUN 24,6 mg/dL 8,00-23,00 Tinggi
Kreatinin 0,87 mg/dL 0,70-1,20
SGOT 30,8 U/L 11,00-33,00
SGPT 37,60 U/L 11,00-50,00
Albumin 3,1 g/dL 3,40-4,80 Rendah
Na – Serum 133 mmol/L 136-145 Rendah
K – Serum 4,07 mmol/L 3,50-5,10

VI. Diagnosis
- Kanker Nasofaring Stadium IV C post Radiokemoterapi Komplit +
Kemoterapi Booster I Seri III
- Suspect Metastase Paru
VII. Permasalahan Kesehatan pada Kasus
- Kanker Nasofaring Stadium IV C post Radiokemoterapi Komplit +
Kemoterapi Booster I Seri III
- Suspect Metastase Paru

VIII. Pemecahan Masalah Masing-masing Prodi


a. Pendidikan Dokter
- O2 Nasal kanul 3-4 liter per menit
- IVFD NaCl 0,9% 30 tetes per menit
- Pemeriksaan darah lengkap dan kimia klinik
- Pemeriksaan foto polos thorax
- Pemeriksaan elektrokardiografi
- Ranitidine 50 mg tiap 12 jam IV
- Vitamin B kompleks 1 tablet tiap 12 jam IO
- Paracetamol 500 mg tiap 8 jam IO
- Konsul TS Paliatif
- Ketorolac injeksi 30 mg 1 ampul bila perlu

b. Profesi Apoteker
Apoteker melakukan analisis terkait kasus berdasarkan masing-masing
obat yang diresepkan oleh dokter kepada pasien untuk mengetahui rasional
atau tidak pemberian terapi obat yang diberikan pada pasien selama rawat
inap. Tujuannya untuk menganalisa indikasi masing-masing obat dan
menerjemahkannya ke dalam suatu dugaan diagnosa yang telah ditegakkan
oleh dokter atau sakit apa yang diderita oleh pasien. Adapun obat-obat yang
diresepkan dokter berserta indikasinya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Indikasi Masing-Masing Obat
Data Subjektif Indikasi
Nama Obat Indikasi
dan Objektif Terkait Kasus
Ketorolac - Ketorolac: Subjektif: Pasien
Paracetamol Penanganan nyeri Pasien mengeluh diresepkan
akut sedang nyeri pinggang sisi ketorolac dan
hingga berat yang kanan dan kiri parasetamol
memerlukan untuk
analgesic Objektif: - meringankan
golongan opioid, nyeri.
obat ini digunakan
jika terdapat gejala
(Lacy, et al, 2008)
- Paracetamol:
Untuk
meringankan nyeri
ringan hingga
sedang (BNF,
2014)
Ranitidine Mencegah adanya Subjektif: Pasien
peptic ulcer disease - diresepkan
(BNF, 2014) ketorolac
Objektif: sebagai
- analgesik untuk
meringankan
nyeri.
Ketorolac
merupakan
obat golongan
NSAID yang
dapat
meningkatkan
risiko ulserasi
(Lacy et al.,
2008). Untuk
mencegah
adanya
ulserasi, maka
pasien
diberikan
ranitidine.
Vitamin B Sebagai supplement Subjektif: Vitamin B
Kompleks dietary, tambahan Pasien mengeluh complex yang
untuk digunakan lemas diberikan
dalam sindrom kepada pasien
wasting pada gagal Objektif: - bertujuan untuk
ginjal kronis, mengatasi
uremia, dialysis lemas. Vitamin
(Lacy, et al, 2008) B kompleks
untuk
memperbaiki
kekebalan
tubuh dan
mendorong
pertumbuhan
dan
pembelahan
sel.
IX. Diskusi
Dilakukan penilaian pengobatan yang rasional (POR) dari terapi yang
diperoleh pasien. Penggunaan obat dikatakan rasional apabila telah memenuhi
kriteria tepat indikasi, tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat pasien dan waspada
terhadap efek samping (KemenKes RI, 2011).
a. Tepat Indikasi
Tabel 2. Hasil Penilaian Kesesuaian Kondisi Klinis Terhadap Obat
Kondisi klinis Obat yang diberikan Indikasi Kesimpulan
Pasien mengeluh nyeri
Paracetamol
pinggang sisi kanan Analgesik Tepat Indikasi
Ketorolac
dan kiri
Efek samping
ketorolac dapat
Ranitidine Antiulcer Tepat Indikasi
meningkatkan risiko
ulserasi
Pasien mengeluh
Vitamin B Kompleks Suplemen Tepat Indikasi
lemas

Berdasarkan hasil penilaian kesesuaian kondisi klinis yang dialami pasien (keluhan
pasien) dengan obat yang diresepkan, maka dapat dikatakan sudah tepat indikasi.

b. Tepat Obat
Untuk menilai ketepatan pemilihan obat, maka didasarkan juga pada
algoritma terapi, yang didasarkan pada keluhan yang disampaikan oleh pasien.
Tepat obat yaitu keputusan untuk melakukan upaya terapi yang diambil setelah
diagnosis ditegakkan dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang
memiliki efek terapi sesuai dengan jenis penyakit (KemenKes RI, 2011). Obat yang
diresepkan adalah paracetamol, ketorolac, ranitidine dan vitamin B kompleks.

Gambar 1. Algoritma nyeri pada pasien kanker (Wells et al., 2015)


Paracetamol dan ketorolac diindikasikan untuk mengatasi nyeri yang dialami
oleh pasien. Mekanisme dari paracetamol yaitu menghambat sintesis prostaglandin,
dengan mekanisme kerja selektif menghambat COX-2 (Katzung, 2007). Sedangkan
mekanisme ketorolac sebagai analgesik adalah menghambat sintesis prostaglandin
didalam jaringan tubuh yaitu dengan menghambat COXs isoenzim COX-1. COX-
2 isoenzim memainkan peran penting dalam proses nyeri (Katzung, 2007).
Penurunan prostaglandin tersebut dapat menyebabkan kerusakan mukosa, sehingga
penggunaan obat NSAID perlu diwaspadai pada psien yang mengalami ulkus
maupun penyakit penyakit gastrointestinal lainnya (Amrullah dan Utami, 2016).
Berdasarkan kesesuaian jenis penyakit, maka pemberian obat paracetamol dan
ketorolac ini sudah tepat obat.
Ranitidine diindikasikan untuk mencegah terjadinya peptic ulcer yang
disebabkan oleh efek samping dari pemberian ketorolac. Ranitidine merupakan
obat golongan Histamine-2 receptor antagonist (H2RA). Mekanisme kerja dari
H2RA yaitu dengan memblokir histamin pada reseptor H2 sel pariental sehingga sel
pariental tidak terangsang mengeluarkan asam lambung. Bila histamin berikatan
dengan H2 maka akan dihasilkan asam. Dengan diblokirnya tempat ikatan antara
histamin dan reseptor digantikan dengan obat-obat antagonis H2, maka asam tidak
akan dihasilkan (Berardy and Lynda, 2005). Berdasarkan kesesuaian jenis penyakit,
maka pemberian obat ranitidine ini sudah tepat obat.

c. Tepat Dosis
Tepat dosis merupakan dosis atau jumlah obat yang diresepkan kepada pasien
sesuai dengan kebutuhan individual dari pasien dan dosis yang diberikan berada
dalam rentang terapi. Berikut adalah perbandingan kesesuaian dosis resep dengan
dosis pustaka.
Tabel 3. Perbandingan Dosis Pustaka dan Dosis Resep
Nama Zat Dosis Lazim Dosis Maksimum
No Ket.
Aktif Resep Pustaka Resep Pustaka
325-650 mg
Paracetamol
500 mg tiap 4-6 jam 1500 mg 4000 mg
1 tablet sesuai
tiap 8 jam atau 1000 mg sehari sehari
3-4 kali
Ketorolac 30 mg
30 mg bila 30 mg tiap 6 120 mg
2 injeksi (1 ampul) sesuai
perlu jam sehari
bila perlu
Ranitidine 50 mg tiap 50 mg tiap 6- 100 mg 400 mg
3 sesuai
injeksi 12 jam 8 jam sehari sehari
Vitamin B 1 tablet
1 tablet tiap 2 tablet
4 Kompleks tiap 12 - sesuai
24 jam sehari
tablet jam
(BNF, 2014; Lacy, et al, 2008)
d. Tepat Pasien
Obat yang diresepkan mempertimbangkan kondisi individu yang
bersangkutan dan semaksimal mungkin tidak kontraindikasi dengan kondisi pasien
yang menerima resep dan sebaiknya tidak menimbulkan efek samping atau
menimbulkan efek samping yang paling minimal. Pada resep, bentuk sediaan yang
diberikan kepada pasien adalah dalam bentuk tablet dan injeksi. Pasien tidak
mengeluhkan nyeri saat menelan, sehingga bentuk sediaan yang diberikan telah
tepat.

e. Waspada Efek Samping


Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak
diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis. Efek samping yang
dapat muncul pada penggunaan obat adalah:
Tabel 4. Efek Samping masing-masing Obat
Obat Efek samping
Sakit kepala (17%); nyeri gastrointestinal (13%), dyspepsia
Ketolorac
(12%), mual (12%)
Ruam, reaksi hipersensitivitas Penggunaan jangka panjang
Parasetamol dan sering (penggunaanya hampir setiap hari atau
(acetaminophen) penggunaan sehari-hari) dapat meningkatkan bilirubin
(hepatoksik).
Diare, sakit kepala, kantuk, lesu, sakit pada otot dan
Ranitidine
konstipasi
Vitamin
-
B kompleks

X. Pemecahan Masalah secara Interprofessional (Kesimpulan)


XI. Tindak Lanjut / Saran
XII. Dokumentasi Laporan Kasus
DAFTAR PUSTAKA

Amrullah dan Utami. 2016. Hubungan konsumsi OAINS terhadap gastritis.


Majority. Volume 5 No 5.
Berardy, R., & Lynda, S. 2005. Peptic Ulcer Disease dalam Pharmacotherapy a
Pathophysiologic Approach. Sixth Edition. McGraw-Hill: Medical
Publishing Division by The McGraw-Hill Companies.
BNF for Children. 2012. British National Formulary for Children. London: BMJ
Group, Pharmaceutical Press, RCPCH Publications Ltd.
Katzung, 2007. Basic and Clinical Pharmacology. Edition 10. Vishal.
Kemenkes RI. 2011. Modul Penggunaan Obat Rasional. Jakarta: Direktorat Bina
Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Lacy, C. F., L. L. Amstrong, M. P. Goldman, dan L. L. Lance. 2009. Drug
Information Handbook. 17th Edition. USA: American Pharmacist
Assosiation.
Wells, B. G., J. T. DiPiro, T. L. Schwinghammer, and C. V. DiPiro. 2015.
Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition. New York: McGraw Hill
Medical.

Anda mungkin juga menyukai