Disusun oleh:
dr. Ridho Anugrah Saputra
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
REAKSI HIPERSENSITIVITAS
Reaksi hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap
antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya. Reaksi hipersensitivitas terdiri atas
berbagai kelainan yang heterogen yang dapat dibagi menurut berbagai cara.
Klasifikasi
1. Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya
dengan reseptor spesifik pada permukaan sel mast dan basofil. Alergen yang masuk
lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran pencernaan yang ditangkap oleh
menjadi sel plasma (plasmosit). Plasmosit akan memproduksi IgE spesifik untuk
antigen tersebut. IgE ini kemudian terikat pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit)
dan Basofil.
2. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang denagn antigen yang
spesifik dan sel mast/ basophil melepas isinya yang berisikan granul yang
menimbulkan reaksi.
3. Fase efektor yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
Sensitisasi yang diikuti oleh reaksi dapat merupakan reaksi sendiri atau kombinasi dengan
hapten, sintesis IgE atau dapat pula terikat pada permukaan sel mast atau basofil. Pada re-
exposure antigen terikat IgE, dipermukaan sel dapat terjadi degranulasi sel mast sehingga
dibebaskan histamin, slow-reacting substance of anaphylaxis (SRS-A), eosinophilic
Hipersensitivitas tipe 2 disebut juga reaksi sitotoksik atau sitolitik. melibatkan proses
pengrusakan sel yang dimediasi oleh antibody (IgM / IgG). Secara umum terjadi 2 mekanisme
,yaitu :
1. Antibodi mengaktifkan system komplemen dan membentuk pore di membran sel asing
a. Reaksi Transfusi
Ada lebih dari 20 antigen permukaan pada eritrosit beserta antibodi spesifik. Apabila
seseorang mendapatkan kelompok darah yang inkompatibel dengan antibodi yang dimiliki ,
maka antibodi akan berikatan dengan darah transfusi yang kemudian akan mengaktifkan jalur
Perbedaan antigen rhesus antara ibu dan bayi maka akan terbentuk suatu respon berupa IgG
terhadap antigen rhesus bayi . IgG akan menyebabkan opsonisasi serta fagositosis sel darah
merah bayi .
sel) dan membentuk antigen baru yang akan menstimulasi produksi antibody baru. Antibodi
terdeposit kemudian dalam dinding pembuluh darah atau extravascular tissue. Normalnya
antigen antibodi kompleks dibersihkan dari sirkulasi oleh sistem fagosit atau beberapa sel
dalam RES, tetapi ketika kompleks yang dibentuk berlebihan dalam sirkulasi tidak dapat
dibersihkan, deposisi kompleks dalam jaringan atau vaskular endotel megakibatkan aktivasi
mikroba, termasuk patogen intrasel seperti Mycobacterium tuberculosis dan virus, serta agen
ektrasel seperti fungi, protozoa dan parasit, namun proses ini dapat pula menyebabkan
kematian sel dan injury jaringan. Reaksi hipersensitivitas tanpa melibatkan antibodi, dan
Penyakit yang ditimbulkan cenderung mengenai beberapa organ saja, biasanya tidak sistemik
(con: hepatitis). Sel CD8+ yang spesifik untuk antigen/sel autologus dapat membunuh sel
secara langsung.
ANAFILAKSIS ALERGI
Anafilaksis alergi adalah suatu respon klinis hipersensitivitas akut, berat, dan
menyerang berbagai macam organ. Reaksi hipersensitivitas ini merupakan suatu reaksi
hipersensitivitas tipe cepat (tipe I), yaitu reaksi antara antigen spesifik dan antibody spesifik
- Debu
- Tungau debu rumah (terdapat pada karpet, kasur,sofa,tirai,boneka berbulu)
- Hewan peliharaan
- Faktor fisik : dingin, panas, dsb
- Tumbuhan
- Sengatan binatang
- Faktor makanan (zat warna, pengawet perasa
- Obat-obatan (aspirin atau NSAID)
Gambaran Klinis
Secara klinis dapat berupa reaksi lokal dan reaksi sitemik. Reaksi lokal terdiri dari urtikaria
dan angioedema daerah yang kontak dengan antigen. Reaksi sitemik terjadi pada organ target.
Reaksi sistemik
Reaksi sistemik ringan
Gejala awal rasa gatal dan panas dibagian perifer tubuh, biasanya disertai perasaan penuh
dalam mulut dan tenggorokan, hidung tersumbat dan pembengkakan periorbita. Rasa gatal
pada membran mukosa, keluarnya air mata, dan bersin. Gejala biasanya timbul dalam 2 jam
Semua gejala dan tanda yang ditemukan pada reaksi sistemik ringan ditambah dengan
bronkospasme dan atau edema jalan napas, dispneu, batuk, dan mengi dapat terjadi
Masa awitan biasanya pendek, timbul mendadak dengan tanda dan gejala seperti reaksi
sistemik ringan dan sistemik sedang kemudian dengan cepat dalam beberapa menit (terkadang
tanpa gejala permulaan) timbul bronkospasme hebat dan edema laring, serak, stridor, dispneu
berat, sianosis, dan kadangkala terjadi henti napas. Edema faring, gastrointestinal dan
hipermotilitas menyebabkan disfagia, kejang perut hebat, diare dan muntah. Kejang umum
dapat terjadi, dapat disebabkan oleh rangsangan SSP atau karena hipoksia. Kolaps
kardiovaskular menyababkan hipotensi, aritmia jantung, syok dan koma. Pada anak penyebab
paparan)
Lama terjadinya serangan
Terapi yang sudah diberikan
Obat-obatan dalam 6 jam terakhir
Riwayat sengatan binatang
Awitan dan riwayat penyakit serupa (untuk identifikasi pencetus yang sama serta
Kriteria Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap, foto toraks, pemeriksaan urea dan elektrolit darah, analisis gas darah, atau
Terapi
a. Umum
b. Khusus
Prinsip ABC
Adrenalin (epinefrin) sebanyak 0.01 mg/kgBB, maksimum 0,3 mg (larutan 1:1.000),
diberikan secara intramuscular atau subktan pada lengan atau tau paha. Bila anafilaksis
terjadi karena suntikan, berikan suntikan adrenalin kedua 0,1-0,3 ml (larutan 1:1.000)
secara subkutan pada derah suntikan untuk mengurangi absorbsi antigen. Dosis
adrenalin pertama dapat diulang dengan jarak waktu 5 menit bila diperlukan. Kalau
terdapat syok atau kolaps vaskular atau tidak berespons dengan medikasi intramuscular,
dapat diberikan adrenalin 0,01-0,05 mg/kgBB (larutan 1:1.000) secara intravena dengan
kecepatan lambat (1-2 menit) serta dapat diulang dalam 5-10 menit.
Intubasi dan trakeostomi jika terdapat sumbatan jalan napas bagian atas oleh edema.
Turniket, jika anafilaksis terjadi karena suntikan pada esktremitas atau sengatan/gigitan
hewan berbisa maka pasang turniket proksimal dari daerah suntikan atau tempat gigitan
Bukan merupakan substituis adrenalin. Difenhidramin dapat diberikan secara oral setiap
6 jam selama 24 jam untuk mencegah reaksi berulang terutama pada urtikaria dan
angioedema.
Cairan intravena, untuk mengatasi syok anak dapat diberikan cairan NaCL fisiologis
atau ringer sebanyak 20 ml/kgBB secepatnya sampai syok teratasi. Cairan dapat
dilanjutkan sesuai dosis BB dan umur anak jika syok sudah teratasi.
Aminofilin, apabila bronkospasme menetap, aminofilin secara iv 4-7 mg/kgBB yang
dilarutkan dalma cairan iv (D 5%) dengan jumlah paling sedikit sama. Diberikan secara
lambat (15-20 menit) tergantung reaksi. Dapat dilanjutkan melalui infus dengan
kecepatan 0,2-1,2 mg/kgBB atau 4-5mg/kgBB iv selama 20-30 menit setiap 6 jam.
Kostikosteroid berguna untuk mencegah gejala yang lama atau rekuren. Mula-mula
jam dengan bolus infus. Pengobatan biasanya dihentikan sesudah 2-3 hari.
Edukasi
Pasien diminta untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan berusaha menghindari kedepannya
Prognosis
Baik apabila penanganan tepat. Kematian dapat terjadi pada kasus berat.
Circulation : pucat, telapak tangan lembab, tekanan darah rendah, pingsan, koma
** Adrenalin dengan pengenceran 1:1.000 (dapat diulangi setiap 5-15 menit bila tidak ada
perbaikan). Tempat penyuntikan : daerah anterolateral paha 1/3 tengah. Dosis : 0,01 mg/kg
BB i.m. (1 mg/mL), maks 0,3 mg. Umumnya penderita berespon pada 1 atau 2 dosis
pemberian.
*** Cairan infus diberikankristaloid 20 mL/kg BB. Koloid tidak boleh diberikan karena dapat
**** Klorfeniramin i.m. atau i.v. lambat dengan dosis 1-2 mg/kgBB/kali maks. 50 mg
***** Hidrokortison i.m. atau i.v. lambat dengan dosis 4 mg/kgBB/kali maks. 100 mg atau
(wheal), berbatas tegas, umumnya berbentuk bulat, gatal, eritematus dan berwarna putih
dibagian tengah bila ditekan. Urtikaria dapat berlangsung secara akut, kronik, atau berulang.
Angioedema lesi yang sama dengan urtikaria tetapi meliputi jaringan subkutan yang
lebih dalam, pembengkakan asimetris, non pitting, dan umumnya tidak gatal, tetapi disertai
Klasifikasi:
A. Durasi
pelemas otot, obat vasoaktif, dan makanan (putih telur, tomat, lobster).
3. Fisik:
a. Dermatografia (writing on the skin)
b. Urtikaria dingin
c. Urtikaria kolinergik
d. Urtikaria panas
e. Urtikaria solar
f. Urtikaria dan angioedema tekanan
g. Angioedema getar
h. Urtikaria akuagenik
4. Miscellaneous
a. Urtikaria papular
Etiologi: gigitan serangga (nyamuk, lebah, dll)
Pruritus bifasik: popular menjadi wheal
Reaksi hipsen tipe I dan IV.
b. Urtikaria pigmentosa
c. Mastositosis sistemik
d. Infeksi disertai urtikaria
e. Urtikaria dengan penyakit sistemik yang mendasarinya:
- Penyakit vaskular kolagen
- Keganasan
- Ketidakseimbangan system endokrin
f Faktor psikogenik
g Urtikaria dan angioedema idiopatik
Patofisiologi
Reaksi Hipersensitivitas tipe I
Reaksi Hipersensitivitas tipe II
Reaksi Hipersensitivitas tipe III
Reaksi Hipersensitivitas tipe IV
Diagnosis
I. Anamnesia
- Adanya bentol kemerahan pada kulit yang umumnya mudah dikenali bahkan oleh orang
tua pasien
- Awitan dan riwayat penyakit serupa sebelumnya untuk membedakan akut atau kronik dan
mengidentifikasi faktor pencetus yang mungkin sama dengan cetusan sebelumnya seperti :
1. Alergi: obat-obatan, makanan, gigitan ular, kontak dengan alergen, serum thickness
reaction
- Lesi kulit berupa bentol kemerahan yang memutih bagian tengah bila ditekan. Lesi disertai
rasa gatal, distribusi lesi pada daerah kontak dengan pencetus, pada badan saja, jauh dari
- Pada urtikaria kronik : mastositosis, < 2 tahun pertama dengan predileksi seluruh tubuh
kecuali extremitas, lesi hilang jika dieliminasi diet tertentu, seperti pada penyakit seliak,
Pemeriksan Penunjang
Untuk reaksi hipersensitivitas alergi dan non alergi ini dapat dilakukan:
- Satu tetes larutan obat 1:100 dalam larutan garam fisiologis tanpa pengawet, harus
Uji Intradermal
0.02 ml larutan obat 1:1000 dalam larutan garam fisiologis, harus disertai control positif dan
negative.
Gores kulit normal pada daerah volar lengan bawah dengan alat tumpul. Reaksi wheal dan
kemerahan berbentuk garis akan timbul dalam 2-3 menit setelah digores. Intensitas puncak
terjadi pada 6-7 menit dan hilang spontan dalam 20 menit. Tipe lambat terjadi dalam 6-9 jam
Urtikaria dingin
Tempelkan benda dingin pada kulit atau pegang kubus es datau lebih baik benda
Urtikaria Panas
Temple air panas yang dimasukan dalam tabung pada kulit. Wheal yang gatal akan
Urtikaria Solar
Banyak terjadi pada anka memiliki protoporfiria eritropoetik. Kulit diberi papran
pancaran sinar berbagai panjang gelombang di laboratorium. Wheal aray eritem yang pruritus
akan timbul pada kulit yang terpajan pancaran sinar, biasnaya hilang dalam 24 jam.
Urtikaria tekanan
Beri tekanan dengan beban 7-14 kg, gantung suatu beban disekeliling lengan bawah
Angioedema vibrator
Urtikaria akuagenik
Tempelakna kompres air atau lakukan tap water challenge dengan berbagai suhu pada
kulit yang diuji. Papul multiple gatal seperti urtikaria kolinergik akan timbul dalam beberapa
Urtikaria kolinergik
Mandi dalam air hangat atau beraktivitas hingga berkeringat. Wheal/papul yang gatal
dnegan diameter 1-2 mm, dikelilingi eritem yang luas timbul dalam 2-10 menit. Episode ini
Tata laksana
Medikamentosa
Medikamentosa utama adalah antihistamin karena mediator utama pada urtikaria adalah
sedative contoh : setirizin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/kali (usia <2 tahun : 2 kali
diberikan bila urtikaria/angioedema luas atau meluas dengan cepat atau terdapat
bila urtikaria diduga berlangsung akibat reaksi alergi fase lambat. Atau bila tidak
memberikan respon yang baik dengan obat-obat lain, dengan mewaspadai efek
Suportif
- lingkungan yang bersih dan nyaman (suhu ruangan tidak terlalu panas atau pengap,
dan ruangan tidak penuh sesak), pakaian, handuk, sprei dibilas bersih dari sisa
- Pasien dan keluarga di edukasi untuk kecukupan hidrasi, dan menghindari garukan
Indikasi Rawat
Urtikaria yang meluas cepat (menit-jam) disertai angioedema hebat, distress pernapasan, dna
Urtikaria yang dicetuskan makanan disertai riwayat asma, angioedema melibatkan bibir dan
palpebral yang harus meningkatkan kewaspadaan akan edema mukosa pada jalan napas.
Prognosis
Pada umumnya Baik (self limitting disease), tetapi karena urtikaria merupan kutan anafilaksis
Definisi
Penyakit kulit yang ditandai dengan reaksi inflamasi pada kulit dan didasari faktor
herediter serta lingkungan. Penyakit ini bersifat kronik residif dengan gejala eritema, papula,
memberikan reaksi kulit yang didasari oleh IgE dan mempunyai kecenderungan untuk
menderita asma, rhinitis, atau keduanya dikemudian hari yang dikenal sebagai allergic march.
Faktor Pencetus
- makanan
- Alergen hidup
- Infeksi kulit, umumnya staphylococcus aureus, virus, dan jamur.
Manifestasi Klinis
Umumnya timbul sebelum bayi berumur 6 bulan, dan jarang dibawah usia 8 minggu. Terdapat
daerah ekstensor ekstremitas, kecuali sekitar mulut. Bentuk ini berlangsung sampai usia 2
tahun. Lesi berupa vesikel dan papul, serta garukan menyebabkan krusta dan terkadang
yang lebih bersifat kronik dengan predileksi daerah periorbita, fleksura antekubiti, popliteal,
tangan, kaki.
3. Bentuk Dewasa
Pada usia sekitar 20 tahunan, umumnya berlokasi daerah fleksura tangan dan leher,
lipatan, badan bagian atas dan ekstremitas. Lesi berbentuk likenifikasi dan skuamasi.
Stigmata pada Dermatitis Atopik :
1. White dermatographism: goresan pada kulit penderita DA yang akan menyebabkan
kemerahan dalam waktu 10-15 detik diikuti dengan vasokonstriksi yang menyebabkan
DA. Apabila ekstremitas mendapat pajanan hawa dingin, akan terjadi percepatan
gatal.
6. Allergic shiner: karena gsokan dan garukan berulang dijaringan bawah mata dnegan
pementukan sebum, sel pengeluaran air dan xerosis, terutama pada musim panas.
9. Delayed blanch: penyuntian asetilkolin pada kulit normal menghasilkan keluarnya
keringa dan eritema. Pada DA akan terjadi eritema ringan dengan delayed blanch.
10. Keringat berlebih, sehingga pruritus bertambah
11. Gatal dan garukan berlebih, pada orang normal penyuntikan pemacu gatal (tripsin)
menimbulkan gatal selama 5-10 menit, sedangkan pada DA gatal bertahan selama 45
menit.
Patogenesis
Reaksi hipersensitivitas tipe I
Kriteria Diagnosis
Diagnosis Banding :
- Skabies
- Dermatitis seboroik infantile
- Dermatitis kontak
- Imunodefisiensi : Sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma DiGeorge, Sindorma Hiper-
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah
Darah rutin
Hitung jenis
IgE total serum
IgE spesifik (RAST)
Pemeriksaan kulit
Tes tusuk kulit
Patch test
Terapi
a. Topikal
Tujuan untuk mengatasi kekeringan kulit dan peradangan. Dapat dengan mandi sabun
lunak tanpa pewangi, tidak menggunakan sabun bersifat alkali sebaliknya pakailah sabun
dengan PH 7,0. Pemberian pelembab kulit antara lain dengan dasar lanolin, krim air dalam
minyak, atau urea 10% dalam krim. Untuk mengatasi peradangan dapat diberikan krim
kortikosteroid, namun tidak digunakan daerah muka.Untuk daerah muka digunakan krim
hidrokortison 1%. Bila dengan kortikosteroid topical tidak adekuat untuk menghilangkan rasa
gatal dapat ditambahkan krim yang mengandung mental, fenol, lidokain, atau asam salisilat.
Bila dengan pengobatan topical tetap tidak adekuat, maka dapat dipertimbangkan pemberian
pengobatan sistemik.
b. Sistemik
- pengguankan kortikosteroid oral pada kasus sangat berat dan diberikan dalam waktu singkat,
- Antibiotic diberikan jika pasien terindikasi mengalami infeksi sekunder. Antibiotic yang
Prognosis
Prognosis baik pada kebanyakan anak, dan dermatitis atopi menghilang di usia >4 tahun pada
mayoritas anak.
Indikator Medis
Jika pasien gejala ringan diberikan terapi dan tidak membaik, lakukan penatalaksanaan untuk
gejala sedang-berat. jika masih tidak membaik, pertimbangkan adanya infeksi sekunder atau
rutin, dan naikan potensi kortikosteroid topical. Bila setelah penatalaksanaan tersebut keadaan
pasien membaik, turunkan potensi kortikosteroid topical dan diberikan antihistamin hanya
jika diperlukan. Jika tidak membaik, rujuk ke ahli imunologi atau dermatologi.
Penyulit
DA mempunyai kecenderungan untuk mudah mendapat infeksi virus maupun bakteri
Definisi
Gangguan simptomatis pada hidung dicetuskan oleh papan alergen melalui reaksi
hipersensitivitas yang diperantarai IgE (reaksi hipersensitivitas tipe I), ditandai dengan 4
Faktor Risiko:
Faktor pencetus:
Diperburuk oleh pekerjaan: Asap. Udara dingin, formalin, sulfur dioksida, ammonia.
Diagnosis
I. Anamnesis
Konsesus WHO-ARIA 2008 menyatakan bahwa bila ditemukan > 2 gejala yang terdiri atas
hidung berair, tersumbat, dan gatal. Serta bersin yang menetap selama > 1 jam dapat dicurigai
RA.
1. Adenoid face
2. Allergic salute : anak sering menggosok hidung dengan telapak tangan
3. Allergic crease : garis transversal pada sepertiga distal punggung hidung
4. Allergic shiner : warna gelap (dark circle) serta bengkak di bawah mata
5. Dennies-lines : lipatan pada kelopak mata bagian bawah
6. Hidung : pembesaran konka disertai sekret hidung
7. Telinga : efusi kronik
8. Mulut : maloklusi, palatum tinggi
9. Kulit : dermatitis atopi terutama di regio malar pada wajah dan regio fleksor pada lengan
dan tungkai.
Diagnosis Banding
1. Rinitis vasomotor
2. Rinitis medikamentosa
3. Rinitis atropi
4. Rinitis idiopatik
5. Rinitis infeksi (bakteri, virus, dll)
6. Rinitis karena iritan
Terapi
1. Terapi Lingkungan : Menghindari alergen pencetus
2. Terapi Farmakoterapi :
a. Kortikosteroid intranasal/oral
b. Antihistamin intranasal/ oral
simpatomimetik yang dapat mengurangi kongesti hidung. Efek samping pada anak dapat
d. Antikolinergik :
Onset kerjanya 15-30 menit dan efektif dan mengendalikan gejala hidung berair tetapi tidak
menjanjikan baik dipakai sendiri ataupun dalam kombinasi dengan antihistamin-H1 oral.
3. Imunoterapi alergen
a. Imunoterapi (subcutaneus immunotherapy/SCIT)
b. Imunoterapi ( sublingual immunotherapy/SLIT)
Prognosis
Rinitis alergi dapat semakin memberat dengan bertambahnya usia dan menjadi masalah di
Pada usia tahun pertama kehidupan, sistem imun seorang anak relative masih imatur
dan sangat rentan. Bila ia mempunya bakat atopik akan mudah tersensitisasi dan berkembang
Definisi
ASS adalah suatu penyakit yang berdasarkan reaksi imunologis yang timbul sebagai
akibat pemberian susu sapi atau makanan yang mengandung susu sapi dan reaksi ini dapat
Fungsi utama saluran cerna ialah memproses makanan yang dicerna menjadi bentuk
yang dapat diserap dan digunakan untuk energi dan pertumbuhan sel. Mekanisme imunologik
dan nonimunologik berperan dalam pencegahan masuknya antigen asing ke dalam tubuh.
Pada bayi baru lahir kadar S-IgA dalam usus masih rendah sehingga antigen mudah
Manifestasi Klinis
c. Saluran cerna : muntah, kolik, konstipasi, diare, buang air besar berdarah.
Diagnosis
1. Anamnesis
Awitan gejala ASS, waktu antar pemberian susu sapid an timbulnya gejala, serta
- edema dan gatal pada bibir, mukosa oral, dan faring terjadi jika makanan yang
dapat berupa muntah atau buang air besar berdarah. Alergi susu sapi dapat
- dermatitis atopi adanya erupsi kemerahan pada umumnya setelah sensitisasi 1-2
- manifestasi yang cukup sering rhinitis kronis atau berulang, otitis media, batuk krois,
dan mengi.
Gejala hematologi
Pucat akibat anemia defisiensi karena perdarahan mikro pada saluran cerna.
2. Pemeriksaan fisik
media efusi.
Saluran cerna : meteorismus, skibala, fisura ani.
3. Pemeriksaan penunjang
- baku emas pemeriksaan dengan Double blind, placebo-contolled food challenge
dengan metode crossover secara tersamar baik terhadap pasien maupun evaluator disertai
pemantauan reaksi alergi. Metode ini lebih banyak dilakukan untuk keperluan riset.
Metode yang dapat dilakukan pada praktik klinis adalah melakukan eliminasi dan uji
provokasi terbuka.
- Pemeriksaan alternative dengan efikasi yang sama ; skin prick test, pengukuran Ab IgE
- Skin prick test dan kadar IgE spesifik tidak berguna dalam diagnosis ASS yang tidak
diperntarai IgE, sebagai alternative dapat dilakukan skin prick test, atau uji eliminasi dan
provokasi.
sering terjaid bersma-sama degan anemia defisiensi besi akibat alergi susu sapi.
Peningkatan tromosit, LED, CRP, leukosit tinja bukti adanya inflamasi tetapi tidak
spesifik.
Tatalaksana
Prinsip utama adalah mengindari susu sapi dan makanan yang mengandung susu sapi
sambil mempertahankan diet bergizi dan seimbang untuk bayi dan ibu yang menyusui. Pada
bayi yang dberikan ASI ekslusif, ibu perlu mendapat penjelasan berbagai makanan yang
Penghindaran harus dilakukan denga pemberian susu sapi hipoalergik yaitu susu sapi yang
dihidrolisis parsial untuk merangsang timbulnya toleransi susu sapi dikemudian hari. Bila
sudah terjadi sensitisasi terhadap protein susu sapi atau sudah terjadi manifestasi alergi, maka
harus diberikan susu sapi yang dihidrolisis sempurna atau penggangti susu sapi misalnya susu
kacang kedelai.
Pencegahan
1. Pencegahan primer
Dilakukan sebelum terjadi sensitisasi. Dilakukan sejak prenatal pada janin yang dari
keluarga memiliki riwayat atopic. Penghindaran susu sapi berupa pemberian susu sapi
hipoalergik, yaitu susu sapi yang dihidrolisis secara parsial, supaya dapat merangsang
timbulnya toleransi susu sapi dikemudian hari. Tindakan ini juga dilaukan terhadap makanan
2. Pencegahan sekunder
Dilakukan setelah terjadi sensitisasi tetapi belum timbul manifestasi penyakit alergi.
Keadaan sensitisasi diketahui dengan cara pemeriksaan IgE spesifik dalam serum atau darah
talipusat, atau dengan uji kulit. Saat tindakan yang optimal adalah usia 0 sampai 3 tahun.
Penghindaran susu sapi dengan cara pemberian susu sapi non alergik, yaitu susu sapi yang
3. Pencegahan tersier
Anak yang sudah menunjukkan manifestasi penyakit alergi yang masih dini tetapi belum
menunjukkan gejala alergi berat. Saat tindakan yang optimal adalah pada usia 6 bulan sampai
4 tahun. Penghindaran juga dengan pemberian susu sapi dihidrolisis sempurna atau pengganti
susu sapi, serta tindakan lain pemberian obat pencegahan misalnya setirizin, imunoterapi,
Dehidrasi berat
Gizi buruk
Anafilaksis
Prognosis
Pada umumnya alergi susu sapi tidak menetap, sebagian besar penderita akan menjadi
toleran sesuai dengan bertambahnya usia.umumnya akan membaik pada usia 3 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Akib, Arwin AP, dkk. Buku Ajar Alergi Imunologi Anak, Edisi 2. Jakarta: IDAI; 2007
Bratawidjaya K G. Imunologi Dasar Edisi ke 10. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.
Garna H. Pedoman Diagosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 5. Bandung: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UNPAD; 2014.
Kuby, J. Immunology. Edisi 2. New York: W.H Freeman and company; 1994.
Kathryn L. McCance Pathophysiology The Biologic Basis for Disease in Adults and Children,
ed 6. Mosby, Inc; 2010.