Anda di halaman 1dari 11

A.

Pengertian
Ikterus atau Hiperbilirubinemia pada BBL adalah meningginya kadar bilirubin
didalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh
lainnya berwarna kuning. Ikterus pada bayi baru lahir terdapat pada 25-50% neonatus
cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan. Ikterus pada bayi baru
lahir merupakan suatu gejala fisiologis atau dapat merupakan hal patologis. Ikterus
atau warna kuning pada bayi baru lahir dalam batas normal pada hari ke 2-3 dan
menghilang pada hari ke-10.
Ikterik neonatorum dikelompokkan menjadi dua yaitu :
1. Ikterus Fisiologis
Umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu
pertama > 2mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar bilirubin
akan mencapai puncaknya sekitar 6 – 8 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian
akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar 1
mg/dL selama 1 – 2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI kadar bilirubin
puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi ( 7 – 14 mg/dL ) dan penurunan terjadi
lebih lambat. Bisa terjadi dalam waktu 2 – 4 minggu bahkan dapat mencapai waktu 6
minggu.
2. Ikterus Patologis
Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam. Peningkatan kadar bilirubin total serum 0,5
mg/dL/jam. Ikterus diikuti dengan adanya tanda – tanda penyakit yang mendasari pada
setiap bayi ( muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat,
apnea, takipnea atau suhu yang tidak stabil ). Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi
cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.

B. Penyebab dan faktor resiko


Kuning pada bayi timbul karena adanya timbunan bilirubin (zat/ komponen yang
berasal dari pemecahan hemoglobin dalam sel darah merah) di bawah kulit. Pada saat
masih dalam kandungan, janin membutuhkan sel darah merah yang banyak karena
paru-parunya belum berfungsi. Sel darah merah mengangkut oksigen dan nutrisi dari
ibu ke bayi melalui plasenta. Sesudah bayi lahir, paru-parunya sudah berfungsi,
sehingga darah merah ini tidak dibutuhkan lagi dan dihancurkan. Salah satu hasil
pemecahan itu adalah bilirubin.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ikterus, yaitu sebagai berikut:
1. Prahepatik (ikterus hemolitik)
Ikterus ini disebabkan karena produksi bilirubin yang meningkat pada proses hemolisis
sel darah merah (ikterus hemolitik). Peningkatan bilirubin dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya adalah infeksi, kelainan sel darah merah, dan toksin dari
luar tubuh, serta dari tubuh itu sendiri.
2. Pascahepatik (obstruktif)
Adanya obstruksi pada saluran empedu yang mengakibatkan bilirubin konjungasi akan
kembali lagi ke dalam sel hati dan masuk ke dalam aliran darah, kemudian sebagian
masuk dalam ginjal dan diekskresikan dalam urine. Sementara itu, sebagian lagi
tertimbun dalam tubuh sehingga kulit dan sklera berwarna kuning kehijauan serta gatal.
Sebagai akibat dari obstruksi saluran empedu menyebabkan ekresi bilirubin ke dalam
saluran pencernaan berkurang, sehingga fases akan berwarna putih keabu-abuan, liat,
dan seperti dempul.
3. Hepatoseluler (ikterus hepatik)
Konjugasi bilirubin terjadi pada sel hati, apabila sel hati mengalami kerusakan maka
secara otomatis akan mengganggu proses konjugasi bilirubin sehingga
bilirubin direct meningkat dalam aliran darah. Bilirubindirect mudah dieksresikan oleh
ginjal karena sifatnya mudah larut dalam air, namun sebagian masih tertimbun dalam
aliran darah.
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum :
· Faktor Maternal :
ü Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
ü Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
ü Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
ü ASI
· Faktor Perinatal :
ü Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
ü Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
· Faktor Neonatus :
ü Prematuritas
· Faktor genetik :
ü Polisitemia
ü Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
ü Rendahnya asupan ASI
ü Hipoglikemia
ü Hipoalbuminemia
C. Tanda dan gejala
Fisiologis :
Ikterus fisiologis adalah ikterus normal yang dialami oleh bayi baru lahir, tidak
mempunyai dasar patologis sehingga tidak berpotensi menjadi kern ikterus. Ikterus
fisiologis ini memiliki tanda-tanda berikut:
a) Timbul pada hari kedua dan ketiga setelah bayi lahir.
b) Kadar bilirubin inderect tidak lebih dari 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5
mg% pada neonatus kurang bulan.
c) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5 mg% per hari.
d) Kadar bilirubin direct tidak lebih dari 1 mg%
e) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
f) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis
Patologis :
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis dengan kadar
bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Ikterus patologis
memiliki tanda dan gejala sebagai berikut:
a) Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama
b) Kadar bilirubin inderect melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi
12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
c) Peningkatan bilirubin melebihi 5 mg% per hari.
d) Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama
e) Kadar bilirubin direct lebih dari 1 mg%
f) Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik
Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin (mg%)
1 Kepala dan leher 5
2 Daerah 1 + badan bagian atas 9
3 Daerah 1,2 + badan bagian bawah dan tungkai 11
4 Daerah 1, 2, 3 + lengan dan kaki d 12
bawahtungkai
5 Daerah 1, 2, 3, 4 + tangan dan kaki 16

D. Penanganan
1. Ikterus fisiologis
a. Lakukan perawatan seperti bayi baru lahir normal lainnya
b. Lakukan perawatan bayi sehari-hari, seperti:
§ Memandikan
§ Melakukan perawatan tali pusat
§ Membersihkan jalan nafas
§ Menjemur bayi di bawah sinar matahari pagi, kurang lebih 30 menit
c. Jelaskan pentingnya hal-hal seperti :
§ Memberikan ASI sedini dan sesering mungkin
§ Menjemur bayi di bawah sinar matahari dengan kondisi telanjang selama 30 menit,15
menit dalam posisi terlentang, dan 15 menit sisanya dalam posisi tengkurap
§ Memberikan asupan makanan bergizi tinggi bagi ibu,
§ Menganjurkan ibu untuk tidak minum jamu
d. Apabila ada tanda ikterus yang lebih parah (misalnya feses berwarna putih keabu-
abuan dan liat seperti dempul), anjurkan ibu untuk segera membawa bayinya ke
puskesmas. Anjurkan ibu untuk kontrol setelah 2 hari.

2. Hiperbilirubinemia sedang
a. Berikan ASI secara adekuat
b. Lakukan pencegahan hipotermi
c. Letakkan bayi di tempat yang cukup sinar matahari ± 30 menit, selama 3-4 hari
d. Lakukan pemeriksaan ulang 2 hari kemudian
e. Anjurkan ibu dan keluarga untuk segera merujuk bayinya jika keadaan bayi
bertambah parah serta mengeluarkan feses bewarna putih keabu-abuan dan liat seperti
dempul
3. Hiperbilirubenemia berat
a. Berikan informer consent pada keluarga untuk segera merujuk bayinya
b. Selama persiapan merujuk, berikan ASI secara adekuat
c. Lakukan pencegahan hipotermi
d. Bila mungkin, ambil contoh darah ibu sebanyak 2,5 ml.
Bentuk terapi bermacam-macam, disesuaikan dengan kadar kelebihan yang ada, yaitu
:

1. Terapi sinar (fototerapi)


Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam
darah kembali ke ambang batas normal. Dengan fototerapi, bilirubin dalam tubuh bayi
dapat dipecahkan dan menjadi mudah larut dalam air tanpa harus diubah dulu oleh
organ hati. Terapi sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin agar tidak terus
meningkat sehingga menimbulkan resiko yang lebih fatal. Sinar yang digunakan pada
fototerapi berasal dari sejenis lampu neon dengan panjang gelombang tertentu. Lampu
yang digunakan sekitar 12 buah dan disusun secara paralel. Di bagian bawah lampu
ada sebuah kaca yang disebut flaxy glass yang berfungsi meningkatkan energi sinar
sehingga intensitasnya lebih efektif.
Sinar yang muncul dari lampu tersebut kemudian diarahkan pada tubuh bayi. Seluruh
pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat kelamin harus ditutup dengan menggunakan
kain kasa. Tujuannya untuk mencegah efek cahaya yang berlebihan dari lampu-lampu
tersbut. Seperti diketahui, pertumbuhan mata bayi belum sempurna sehingga
dikhawatirkan akan merusak bagian retinanya. Begitu pula alat kelaminnya, agar kelak
tak terjadi resiko terhadap organ reproduksi itu, seperti kemandulan.
Pada saat dilakukan fototerapi, posisi tubuh bayi akan diubah-ubah, terlentang lalu
telungkup agar penyinaran berlangsung merata. Jika sudah turun dan berada di bawah
ambang batas bahaya, maka terapi bisa dihentikan. Rata-rata dalam jangka waktu dua
hari sibayi sudah boleh dibawa pulang.
Meski relatif efektif, tetaplah waspada terhadap dampak fototerapi. Ada
kecenderungan bayi yang menjalani proses terapi sinar mengalami dehidrasi karena
malas minum. Sementara, proses pemecahan bilirubin justru akan meningkatkan
pengeluaran cairan empedu ke organ usus. Alhasil, gerakan peristaltik usus meningkat
dan menyebabkan diare. Memang tak semua bayi akan mengalaminya, hanya pada
kasus tertentu saja. Yang pasti, untuk menghindari terjadinya dehidrasi dan diare,
orang tua mesti tetap memberikan ASI pada bayi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan terapi sinar ialah :
a. Lampu yang dipakai sebaiknya tidak digunakan lebih dari 500 jam, untuk
menghindarkan turunnya energi yang dihasilkan oleh lampu yang digunakan.
b. Pakaian bayi dibuka agar bagian tubuh dapat seluas mungkin terkena sinar.
c. Kedua mata ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk
mencegah kerusakan retina. Penutup mata dilepas saat pemberian minum dan
kunjungan orang tua untuk memberikan rangsang visual pada neonatus. Pemantau
iritasi mata dilakukan tiap 6 jam dengan membuka penutup mata.
d. Daerah kemaluan ditutup, dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk
melindungi daerah kemaluan dari cahaya fototerapi.
e. Posisi lampu diatur dengan jarak 20-30 cm di atas tubuh bayi, untuk mendapatkan
energi yang optimal
f. Posisi bayi diubah tiap 8 jam, agar tubuh mendapat penyinaran seluas mungkin
g. Suhu tubuh diukur 4-6 jam sekali atau sewaktu-waktu bila perlu
h. Pemasukan cairan dan minuman dan pengeluaran urine, feses dan muntah diukur,
dicatat dan dilakukan pemantauan tanda dehidrasi
i. Hidrasi bayi diperhatikan, bila perlu konsumsi cairan ditingkatkan
j. Lamanya terapi sinar dicatat
Apabila dalam evaluasi kadar bilirubin berada dalam ambang batas normal, terapi sinar
dihentikan. Jika kadar bilirubin masih tetap atau tidak banyak berubah, perlu dipikirkan
adanya beberapa kemungkinan, antara lain lampu yang tidak efektif atau bayi yang
menderita dehidrasi, hipoksia, infeksi, gangguan metabolisme dan lain-lain. Keadaan
demikian memerlukan tindakan kolaboratif dengan tim medis.

Pemberian terapi sinar dapat menimbulkan efek samping. Namun, efek samping
tersebut bersifat sementara yang dapat dicegah atau ditanggulangi dengan
memperhatikan tata cara penggunaan terapi sinar dan diikuti dengan pemantauan
keadaan bayi secara berkelanjutan.

Kelainan yang mungkin timbul pada neonatus yang mendapat terapi sinar adalah :
a. Peningkatan kehilangan cairan yang tidak teratur (insensible water loss) Energi
fototerapi dapat meningkatkan suhu lingkungan dan menyebabkan peningkatan
penguapan melalui kulit, terutama bayi premature atau berat lahir sangat rendah.
Keadaan ini dapat diantisipasi dengan pemberian cairan tambahan.
b. Frekuensi defekasi meningkat
Meningkatnya bilirubin indirek pada usus akan meningkatkan pembentukan enzim
laktase yang dapat meningkatkan peristaltic usus. Pemberian susu dengan kadar laktosa
rendah akan mengurangi timbulnya diare.
c. Timbul kelainan kulit “flea bite rash” di daerah muka badan dan ekstrimitas
Kelainan ini akan segera hilang setelah terapi dihentikan. Dilaporkan pada beberapa
terjadi “Bronze baby syndrom” hal ini terjadi karena tubuh tidak mampu
mengeluarkan dengan segera hasil terapi sinar. Perubahan warna kulit ini bersifat
sementara dan tidak mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi.
d. Peningkatan suhu
Beberapa neonatus yang mendapat terapi sinar, menunjukkan kenaikan suhu
lingkungan yang meningkat atau gangguan pengaturan suhu tubuh bayi pada bayi
premature fungsi termostat atau yang belum matang. Pada keadaan ini fototerapi dapat
dilanjutkan dengan mematikan sebagian lampu yang digunakan dan dilakukan
pemantauan suhu tubuh neontus dengan jangka waktu (unterval) yang lebih singkat.
e. Kadang ditemukan kelainan, seperti gangguan minum, lateragi, dan iritabilitas.
Keadaan ini bersifat sementara dan akan hilang dengan sendirinya.
f. Gangguan pada mata dan pertumbuhan
Kelainan retina dan gangguan pertumbuhan ditemukan pada binatang percoban. Pada
neonatus yang mendapat terapi sinar, gangguan pada retina dan fungsi penglihatan
lainnya serta gangguan tumbuh kembang tidak dapat dibuktikan dan belum ditemukan,
walupun demikian diperlukan kewaspadaan perawat tentang kemungkinan timbulnya
keadaan tersebut.
2. Terapi Transfusi
Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar bilirubin terus meningkat
hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu dilakukan terapi transfusi darah.
Dikhawatirkan kelebihan bilirubin dapat menimbulkan kerusakan sel saraf otak (kern
ikterus). Efek inilah yang harus diwaspadai karena anak bisa mengalami beberapa
gangguan perkembangan. Misalnya keterbelakangan mental, cerebrel palsy, gangguan
motorik dan bicara, serta gangguan penglihatan dan pendengaran. Untuk itu, darah bayi
yang sudah teracuni akan dibuang dan ditukar dengan darah lain.
Penggantian darah sirkulasi neonatus dengan darah dari donor dengan cara
mengeluarkan darah neonatus dan masukkan darah donor secara berulang dan
bergantian melalui suatu prosedur. Jumlah darah yang diganti sama dengan yang
dikeluarkan. Pergantian darah bisa mencapai 75-85% dari jumlah darah neonatus.
Tujuan transfusi tukar adalah untuk menurunkan kadar bilirubin indirek, mengganti
eritrosit yang dapat dihemolisis, membuang antibody yang menyebabkan hemolisis,
dan mengoreksi anemia.
Transfusi tukar akan dilakukan oleh dokter pada neonatus dengan kadar bilirubin
indirek sama dengan atau lebih tinggi dari 20mg% atau sebelum bilirubin mencapai
kadar 20 mg%. Pada neonatus dengan kadar bilirubin tali pusat lebih dari 4 mg% dan
kadar hemoglobin tali pusat kurang dari 10 mg%, peningkatan kadar bilirubin 1 mg%
tiap jam. Darah yang digunakan sebagai darah pengganti (darah donor) ditetapkan
berdasarkan penyebab hiperbilirubinemia.
Transfusi tukar dilakukan, tetapi sebelumnya label darah harus diperiksa apakah sudah
sesuai dengan permintaan dan tujuan transfusi tukar. Darah yang digunakan usianya
harus kurang dari 27 jam. Darah yang akan dimasukan harus dihangatkan dulu, 2 jam
sebelum transfusi tukar bayi dipuasakan, bila perlu dipasang pipa nasogastrik, lalu bayi
dibawa ke ruang aseptic untuk menjalani prosedur transfusi tukar.
Prosedur transfusi tukar : Bayi ditidurkan di atas meja dengan fiksasi longgar, pasang
monitor jantung dengan alarm jantung diatur di luar batas 100-180 kali/ menit,
masukkan kateter ke dalam vena umbilikalis, melalui kateter darah bayi dihisap
sebanyak 200 cc lalu dikeluarkan, kemudian darah pengganti sebanyak 200 cc
dimasukkan ke dalam tubuh bayi. Setelah menunggu 20 detik, lalu darah bayi diambil
lagi sebanyak 200 cc dan dikeluarkan. Kemudian dimasukan darah pengganti dengan
jumlah yang sama. Demikian siklus penggantian tersebut diulangi sampai selesai.
Kecepatan menghisap dan memasukkan darah ke dalam tubuh bayi diperkirakan 1,8
kg/cc BB/menit. Jumlah darah yang ditransfusi tukar berkisar 140-180 bergantung pada
tinggi rendahnya kadar bilirubin sebelum transfusi tukar.
Saat transfusi tukar, darah donor dihangatkan sesuai suhu temperatur ruang.
Pemanasan darah dapat merusak eritrosit yang akan menghemolisis dan menghasilkan
bilirubin. Pemanasan tidak boleh dilakukan secara langsung dan tidak boleh
menggunakan microwave. Darah dihangatkan dengan koil penghangat yang dirancang
untuk tujuan tersebut.
Hal yang perlu diperhatikan selama transfusi tukar berlangsung, perawat bertanggung
jawab membantu dan mencatat tanda penting tiap 15 menit. Pemeriksaan kadar kalsium
dan glukosa darah dilakukan selama transfusi tukar. Segera setelah transfusi tukar
selesai, dilakukan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, elektrolit, dan bilirubin,
kemudian diulangi tiap 4-8 jam atau sesuai anjuran dokter. Selama dan sesudah
transfusi tukar dapat terjadi komplikasi emboli udara dan trombosis udara dan
trombosis, aritmia, hipervolemia, henti jantung, hipernatremia, hiperkalemia,
hipokalsemia, asidosis dan alkoliosis postransfusi tukar, trombositopenia, perdarahan
dan kelebihan heparin, bakterimia, pasti hepatitis virus B.

3. Terapi Obat-obatan
Terapi lainnya adalah dengan obat-obatan. Misalnya phenobarbital atau luminal untuk
meningkatkan pengikatan bilirubin di sel-sel hati sehingga bilirubin yang sifatnya
indirect berubah menjadi direct. Ada juga obat-obatan yang mengandung plasma atau
albumin yang berguna untuk mengurangi timbunan bilirubin dan mengangkut bilirubin
bebas ke organ hati.
Biasanya terapi ini dilakukan bersamaan dengan terapi lain, seperti fototerapi. Jika
sudah tampak perbaikan, maka terapi obat-obatan ini dikurangi bahkan dihentikan.
Efek sampingnya adalah mengantuk dan akibatnya bayi jadi banyak tidur dan kurang
minum ASI sehingga dikhawatirkan terjadi kekurangan kadar gula dalam darah yang
justru memicu peningkatan bilirubin. Oleh karena itu, terapi obat-obatan bukan
menjadi pilihan utama untuk menangani hiperbilirubin karena biasanya dengan
fototerpi si kecil sudah bisa ditangani.
4. Menyusui Bayi dengan ASI
Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urine, untuk itu
bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti diketahui, ASI memiliki zat-zat terbaik
bagi bayi yang dapat memperlancar buang air besar dan buang air kecilnya. Akan
tetapi, pemberian ASI juga harus di bawah pengawasan dokter karena pada beberapa
kasus, ASI justru meningkatkan kadar bilirubin bayi (breast milk jaundice).
Kejadian ini biasanya muncul di minggu pertama dan kedua setelah bayi lahir dan akan
berakhir pada minggu ke-3. Biasanya untuk sementara ibu tidak boleh menyusui
bayinya. Setelah kadar bilirubin bayi normal, baru boleh disusui lagi.
5. Terapi Sinar Matahari
Terapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan. Biasanya dianjurkan
setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit.Caranya, bayi dijemur selama setengah jam
dengan posisi yang berbeda-beda. Caranya seperempat jam dalam keadaaan terlentang,
misalnya, seperempat jam kemudian telungkup. Lakukan antara jam 07.00 sampai
09.00. Inilah waktu dimana sinar surya efektif mengurangi kadar bilirubin. Di
bawah jam tujuh, sinar ultraviolet belum cukup efektif, sedangkan di atas jam sembilan
kekuatannya sudah terlalu tinggi sehingga akan merusak kulit.
Hindari posisi yang membuat bayi melihat langsung ke matahari karena dapat merusak
matanya. Perhatikan pula situasi di sekeliling, keadaan udara harus bersih.

Anda mungkin juga menyukai