Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN PRAKTIKUM

HEMATOLOGI II

PEMERIKSAAN INDEKS ERITROSIT

Dosen Pengampu:

Ni Putu Rahayu Artini.S.Si.,M.Si

I Wayan Tanjung Aryasa.S.Si.,M.Si

Disusun oleh:

Anak Agung Istri Dyah Maheswari

18071009

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL

DENPASAR

2020
PEMERIKSAAN INDEKS ERITROSIT

I. TUJUAN
1. Untuk mengetahui jenis anemia
2. Untuk mengetahui volume eritrosit rata - rata atau Mean
Corpuscular Volume (MCV)
3. Untuk mengetahui berat hemoglobin di dalam eritrosit  atau Mean
Corpuscular Hemoglobin (MCH)
4. Untukmengetahui konsentrasi hemoglobin per unit volume
eritrosit  atau Mean Corpuscular Hemoglobin
Concentration (MCHC)

II. DASAR TEORI

Indeks eritrosit adalah batasan untuk ukuran dan isi hemoglobin eritrosit.
Istilah lain untuk indeks eritrosit adalah indeks korpuskuler. Indeks eritrosit
terdiri dari: MCV (Mean Corpuscular Volume, MCH (Mean Corpuscular
Hemoglobin, MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration). Indeks
eritrosit dipergunakan secara luas dalam mengklasifikasi anemia atau sebagai
penunjang dalam membedakan berbagai macam anemia. (Riswanto, 2009)

Mean Corpuscular Volume (MCV). MCV merupakan suatu ukuran


volume rata - rata eritrosit. MCV menjadi tinggi jika eritrosit lebih besar dari
biasanya (makrositik), contohnya pada anemia defisiensi vitamin B12. MCV
rendah apabila ukuran eritrosit lebih kecil dari biasanya (mikrositik),
contohnya pada anemia defisiensi Fe. Eritrosit makrositik biasanya ditemukan
pada anemia defisiensi Fe, thalasemia, karacunan Timah. Sedangkan eritrosit
mikrositik biasanya ditemukan pada anemia Pernisiosa, defisiensi Asam Folat,
peminum alkohol, terapi Zidovudine, Abacavi, Stavudin. (Riswanto, 2009)

Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH). MCH merupakan jumlah rata -


rata hemoglobin dalam eritrosit. Eritosit yang besar (makrositik) biasanya
memiliki MCH yang lebih tinggi. Begiti sebaliknya pada eritrosit kecil
(mikrositik) akan memiliki nilai MCH yang lebih rendah. (Riswanto, 2009)

Mean Corpuscular Hemaglobin Concentration (MCHC)


MCHC yaitu perhitungan rata - rata konsentrasi hemoglobin di dalam eritrosit.
MCHC yang rendah (hipokromia) akan dijumpai pada keadaan yang mana
hemoglobin abnormal yang dicairkan di dalam eritrosit, misalnya pada anemia
defisiensi Fe dalam thalasemia. Peningkatan MCHC (hiperkromia) terdapat
pada keadaan hemoglobin yang abnormal terkonsentrasi di dalam eritrosit,
seperti pada pasien luka bakar dan sferositosis bawah. (Riswanto, 2009)

III. METODE

a. Hemoglobin                : Cyanmethemoglobin

b. Hematokrit                 : Mikrokapiler

c. Hitung Jumlah Eritrosit : Manual


IV. PRINSIP
a. Jumlah Eritrosit
Darah diencerkan dengan larutan hayerm maka leukosit dan trombosit akan
dilisiskan oleh mercur chloride, dan eritrosit akan dikuatkan oleh natrium
chloride.
b. Kadar Hb dengan metode cyanmethemoglobine
Hb dengan pengecualian sulfhemoglobine, akan diubah menjadi
methemoglobine oleh kalium ferrisianida dengan kaliumn sianida hb akan
diubah mnenjadi cyanmethemoglobine.
c. Nilai Hematokrit
Darah dengan antikoagulan isotoni dalam tabung dipusingkan selana 30 menit
dengan kecepatan 3000 rpm sehingga eritrosit didapatkan membuat kolom
dibagian bawah tabung. Tinggi kolom mencerminkan nilai hematokrit.
V. ALAT DAN BAHAN

Alat : 

1. Tabung reaksi
2. Pipet ukur
3. Spinball
4. Mikropipet
5. Fotometer
6. Pipet kapiler
7. Centrifuge
8. Dempul
9. Tissue
10. Pipet thoma eritrosit
11. Penghisap
12. Bilik hitung
13. Kaca penutup
14. Mikroskop

      Bahan :

1. Larutan Drabkin
2. Larutan Hayem
3. Darah EDTA

VI. CARA KERJA


a. Hemoglobin
Disiapkan 2 tabung beri label Blanko dan Test. Pipet larutan Drabkin
sebanyak 500 ul pada tabung Blanko. Pipet larutan Drabkin sebanyak
1,25 ml + darah 5 ul pada tabung Test. Inkubasi selama 10 menit. Baca
absorbance sample terhadap blanko dengan panjang gelombang 540
nm
b. Hematokrit
Pipet darah sampai ¾ bagian, bersihkan darah yang menempel diluar
pipet kapiler. Tutup dengan dempul pada salah satu ujungnya.
Centrifuge dengan kecepatan 16.000 rpm selama 5 menit. Baca tinggi
kolom eritrosit, catat
c. Hitung Jumlah Eritrosit
Pipet darah sampai tanda 0,5 lanjutkan dengan larutan Hayem sampai
tanda 101. Homogenkan lalu buang 3 tetesan pertama setelah itu
masukkan dalam bilik hitung. Amati dimikroskop lensa obyektif 40x,
catat

VII. DATA PENGAMATAN


a. Hemoglobin                :
Absorbansi sampel: 0,225
Factor: 28
b. Hematokrit
32%                
c. Hitung Jumlah Eritrosit :
Kiri atas:75
Kiri bawah: 87
Kanan bawah: 73
Kanan atas: 74
Tengah: 94
Jumlah: 403
d. Hematologi analyzer
- MCH = 27.1 pg
- MCV =80.0 fl
- MCHC = 33,9 g/dl
VIII. PERHITUNGAN

MCH = Hb/AE x 10 pg

= 6,3/40300 x 10 pg

=15,63 pg

MCV = Hmt/AE x 10fl

= 32%/4.030.000 x 10 fl

=79,40 fl

MCHC =100 X Hb / Hmt

= 100 x 6,3 / 32

= 19,68 %

IX. PEMBAHASAN

Indeks eritrosit dapat ditetapkan dengan dua metode yaitu manual dan
elektronik (automatik) menggunakan hematology analyzer. Untuk dapat
menghitung indeks eritrosit secara manual diperlukan data kadar hemoglobin,
hematokrit dan hitung jumlah eritrosit. Hemoglobin dipengaruhi oleh faktor
jenis kelamin, umur, maupun asupan nutrisi. Kadar hemoglobin normal pada
perempuan adalah  12-16 g/dl sedangkan laki - laki 13-18 g/dl. Hematokrit
diperiksa dengan metode mikrohematokrit atau kapiler. Metode
mikrohematokrit proporsi plasma dan eritrosit dengan alat pembaca skala
hematokrit. Pada pemeriksaan hitung jumlah eritrosit dengan bantuan bilik
hitung. Pengenceran dalam pipet eritrosit ialah 200 kali, luas tiap bidang kecil
1/400 mm2, tinggi kamar hitung 1/10 mm, sedangkan eritrosit dihitung dalam
5x16 bidang kecil sama dengan 80 bidang kecil yang jumlahnya 1/5 mm2.
Factor untuk mendapatkan jumlah eritrosit per  darah menjadi  5 x 10 x 200 =
10.000, maka harga 1 sel eritrosit yang diamati sama dengan 10.000 sel
eritrosit (Setiabudi, 2009).
Pada praktikum kali ini dengan probandus kaniya usia 20 tahun, diperoleh
kadar Hb sebesar 6,39%, jumlah eritrosit sebesar 4.030.000, hematokrit
sebesar 32%, MCH sebesar 15,63 pg, MCV sebesar 79,40 fl dan MCHC
sebesar 19,68%. Menurut literatur nilai rujukan untuk MCV adalah 80.0-100.0
fl, nilai rujukan untuk MCH adalah 27.0-34.0pg, dan nilai rujukan untuk
MCHC adalah 32.0-36.0 g/Dl. Sedangkan pada pemeriksaan dengan
hematologi analyzer diperoleh hasil diperoleh kadar MCH sebesar 27.1 pg,
MCV sebesar 80.0 fl dan MCHC sebesar 33.9 g/dl. Berdasarkan pemeriksaan
secaramanual dapat dilihat bahwa nilai MCH dan MCHC jauh di bawah nilai
rujukan, sedangkan nilai MCV sedikit berada di bawah nilai normal.
Sedangkan pada pemeriksaan dengan hematologi analyzer didapatkan hasil
yang sesuai dengan rentang normal. Hasil dari hematologi analyzer bisa lebih
dipercaya dibandingkan dengan hasil dari pemeriksaan secara manual, karena
kesalahan dengan hematologi analyzer sangat sedikit dibandingkan kesalahan
yang mungkin terjadi saat pemeriksaan secara manual (Setiabudi, 2009).
MCV rendah menunjukkan bahwa volume sel darah merah di bawah
normal, suatu kondisi yang disebut sebagai Microcytosis (sel kecil). Eritrosit
yang terlalu kecil berarti hanya mampu membawa oksigen dalam jumlah yang
sedikit, sehingga menyebabkan tubuh lemas atau mudah lelah. Jika melihat
data statistik, MCV rendah lebih umum terjadi dibanding MCV tinggi. Berikut
adalah penyebab umum MCV rendah, kehilangan darah kronis,anemia
defisiensi besi, thalassemia. MCV tinggi menunjukkan bahwa volume sel
darah merah di atas normal alias terlalu besar, suatu kondisi yang disebut
Macrocytosis (sel besar). Bila sel terlalu besar, maka eritosit akan mudah
pecah saat melewati kapiler kecil yang mengalirkan darah ke sel-sel tubuh.
Penyebab umum MCV tinggi pada hasil pemeriksaan darah lengkap yaitu
kekurangan vitamin B12, defisiensi asam folat, konsumsi Alkohol berlebhan
(Sutedjo, 2006)

MCH terlalu tinggi menandakan terlalu banyaknya jumlah hemoglobin


dalam sel darah merah. Nilai MCH dianggap terlalu tinggi apabila melewati
angkat 34 pikogram pada orang dewasa. Nilai MCH terlalu tinggi dapat
menandakan kondisi yang disebut dengan anemia makrositik. Anemia jenis ini
disebabkan oleh ukuran sel darah merah yang lebih besar dari ukuran normal,
tapi jumlah keseluruhan sel darah merah dalam tubuh berada di bawah
normal. Anemia makrositik adalah penyebab yang paling sering dari nilai
MCH yang lebih tinggi dari kadar normal. Nilai MCH di bawah 26 pg pada
orang dewasa menunjukkan nilai MCH terlalu rendah. Kondisi nilai MCH
terlalu rendah dapat disebabkan oleh kondisi seperti Anemia defisiensi besi
yaitu anemia yang disebabkan kekurangan zat besi. Dan Talasemia yaitu
kelainan darah yang diakibatkan faktor genetik.Kondisi ini menyebabkan
produksi hemoglobin terbatas sehingga berpengaruh pada jumlah atau bobot
hemoglobin yang ada dalam sel darah merah (Sutedjo, 2006)

Jika kadar MCHC terlalu tinggi, bisa mengindikasikan bahwa sel-selnya


bersifat hyperchromic (baca: hiperkromik). Artinya ada konsentrasi
hemoglobin yang tinggi di setiap sel darah merah. Hal ini ditandai dengan
warna merah yang lebih padat. Gejala MCHC tinggi terlihat pada pasien
dengan anemia hemolitik autoimun (sistem kekebalan tubuh menghancurkan
sel darah merah sendiri), spherocytosis herediter (kelainan bawaan yang
menyebabkan anemia dan batu empedu), dan anemia makrositik. Jika dalam
tes darah MCHC rendah, berarti kadar hemoglobin dalam setiap sel darah
merah lebih rendah dari normal. Hal ini mengindikasikan bahwa sel-selnya
bersifat hypochromic yang ditandai dengan warna yang kurang pekat alias
pucat. Penyebab lain dari MCHC rendah dalam darah adalah sebagai berikut,
Kekurangan zat besi akibat ketidakmampuan tubuh menyerap zat besi.
Berbagai kondisi medis yang menyebabkan malabsorpsi zat besi meliputi
operasi bypass lambung, penyakit Crohn, dan penyakit Celiac, Kehilangan
darah besar akibat perdarahan hebat akibat siklus menstruasi yang lama,
Perusakan dini sel darah merah, Keracunan timbal, Kanker, Infeksi Parasi
(Winarno, 2002)
.
X. SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan diperoleh kadar Hb


sebesar 6,39%, jumlah eritrosit sebesar 4.030.000, hematokrit sebesar 32%,
MCH sebesar 15,63 pg, MCV sebesar 79,40 fl dan MCHC sebesar 19,68%.
Menurut literatur nilai rujukan untuk MCV adalah 80.0-100.0 fl, nilai rujukan
untuk MCH adalah 27.0-34.0pg, dan nilai rujukan untuk MCHC adalah 32.0-
36.0 g/Dl. Sedangkan pada pemeriksaan dengan hematologi analyzer
diperoleh hasil diperoleh kadar MCH sebesar 27.1 pg, MCV sebesar 80.0 fl
dan MCHC sebesar 33.9 g/dl. Berdasarkan pemeriksaan secaramanual dapat
dilihat bahwa nilai MCH dan MCHC jauh di bawah nilai rujukan, sedangkan
nilai MCV sedikit berada di bawah nilai normal. Sedangkan pada pemeriksaan
dengan hematologi analyzer didapatkan hasil yang sesuai dengan rentang
normal.

DAFTAR PUSTAKA

Gandasoebrata, R. 1984. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat

Sutedjo, AY. 2006. Mengenal Penyakit Melalui Pemeriksaan Laboratorium.


Yogyakarta:Amara Books.

Winarno, AA., Setyawati. 2002. Berbagai Klasifikasi Anemia. Jakarta: Makalah


Bebas Nasional

Setiabudi, Rahajuningsih D. 2009. Hemostasis dan Trombosis. Jakarta : FKUI.

Riswanto, A.T., 2009. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC

LAMPIRAN
LAPORAN PRAKTIKUM

HEMATOLOGI II

PEMERIKSAAN RETIKULOSIT

Dosen Pengampu:

Ni Putu Rahayu Artini.S.Si.,M.Si

I Wayan Tanjung Aryasa.S.Si.,M.Si

Disusun oleh:

Anak Agung Istri Dyah Maheswari

18071009

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL

DENPASAR

2020
PEMERIKSAAN RETIKULOSIT

I. TUJUAN
1. Untuk mengetahui jumlah retikulosit dalam darah
2. Untuk mengetahui metode penghitungan jumlah retikulosit dalam
darah
3. Untuk mengetahui aktivitas sumsumtulang dalam memproduksi
eritrsit

II. DASAR TEORI

Darah merupakan jaringan cair yang sangat penting bagi manusia yang
memiliki banyak kegunaan untuk menunjang kehidupan. Tanpa darah yang
cukup seseorang dapat mengalami gangguan kesehatan dan bahkan dapat
mengakibatkan kematian. Darah terdiri atas dua bagian, bagian cair yang
disebut plasma dan unsur –unsur padat yaitu sel-sel darah. Darah membentuk
6 sampai 8% dari berat badan tubuh total, volume darah secara keseluruhan
kira – kira 5 liter. Tiga jenis sel darah utama adalah sel darah merah (eritrosit),
sel darah putih (leukosit) dan keping darah (trombosit). Cairan kekuningan
yang membentuk medium cairan darah yang disebut plasma darah membentuk
55% dari volume darah total. Sedangkan 45% sisanya adalah sel darah.
Eritrosit menempati bagian besar volumenya yaitu sekitar 99%, trombosit (0,6
– 1,0%) dan leukosit (0,2%) (Winarno, 2002).

Retikulosit adalah sel-sel eritrosit muda yang telah kehilangan inti sel, dan
mengandung sisa-sisa asam ribonukleat di dalam sitoplasmanya, serta masih
dapat mensintesis hemoglobin. Retikulosit di dalam perkembangannya melalui
6 tahap: pronormoblast, basofilik normoblas, polikromatofilik normoblas,
ortokromik normoblas, retikulosit, dan eritrosit. Dalam keadaan normal
keempat tahap pertama terdapat pada sumsum tulang. Retikulosit terdapat baik
pada sumsum tulang maupun darah tepi. Di dalam sumsum tulang
memerlukan waktu kurang lebih 2 – 3 hari untuk menjadi matang, sesudah itu
lepas ke dalam darah. (Winarno, 2002)
Hitung retikulosit merupakan indicator aktivitas sumsum tulang dan
digunakan untuk mendiagnosis anemia. Banyaknya retikulosit dalam darah
tepi menggambarkan eritropoesis yang hampir akurat. Peningkatan jumlah
retikulosit di darah tepi menggambarkan akselerasi produksi eritrosit dalam
sumsum tulang. Sebaliknya, hitung retikulosit yang rendah terus-menerus
dapat mengindikasikan keadaan hipofungsi sumsum tulang atau anemia
aplastik (Watanabe, et al. 1994)

Pemeriksaan retikulosit dapat menggunakan dua cara yaitu dengan sediaan


metode basah dan sediaan metode kering, untuk sediaan dengan metode basah
tepat dipakai dalam laboratorium rutin karena memiliki keuntungan, yaitu
tidak memerlukan waktu yang terlalu lama, di inkubasi, mudah dalam
pembuatan sediaan, selain menggunakan BCB 1% dalam methanol, dapat juga
menggunakan BCB 1% dalam NaCl. Sedang kerugiannya, yaitu pada saat
pembacaan dan penghitungan jumlah retikulosit, komponen dan jenis sel-sel
darah masih dapat bergerak, sehingga menyebabkan sel-sel tersebut saling
bertumpukan. Sediaan metode kering memiliki keuntungan, yaitu pada proses
pembacaan dan penghitungan yang mudah, eritrosit menyebar dan kerugian
pada pemeriksaan retikulosit dengan metode kering terletak pada waktu yang
memerlukan inkubasi 15-30 menit, sehingga menyebabkan proses
pemeriksaan lebih lama (Watanabe, et al. 1994)
III. METODE
Hitung retikulosit umumnya menggunakan metode pewarnaan
supravital. Sampel darah dicampur dengan larutan brilliant cresyl blue
(BCB) atau new methylene blue maka ribosom akan terlihat sebagai
filament berwarna biru. Jumlah retikulosit dihitung per 1000 eritrosit
dan dinyatakan dalam %
IV. PRINSIP
Sampel darah dicampur dengan larutan brilliant cresyl blue (BCB) atau
new methylene blue maka ribosome akan terlihat sebagai filamen
berwarna biru.

V. ALAT DAN BAHAN

a. Alat b. Bahan
1. Objek glass 1. Darah EDTA
2. Cover glass
3. Tabung reaksi kecil
4. Pipet Pasteur
5. Mikroskop

c. Reagen
Reagen pewarna dengan formula sebagai berikut :
1. Larutan brilliant crecyl blue 1% 2 ml
2. NaCl 0,85% 1,6 ml
3. Citrat natricus 0,4 ml
4. Aquadest 100 Ml

VI. CARA KERJA


Larutan BCB disaring dengan kertas saring. Kemudian campurkan
larutan BCB dengan sampel darah pada tabung reaksi dengan
perbandingan 1:1, dihomogenkan. Kemudian buat hapusan dengan
larutan tadi, hapusan dibuat setipis mungkin. Diperiksa di mikroskop
dengan pembesaran 100x.

VII. DATA PENGAMATAN

Eritrosit Retikulosit
33 0
49 0
50 0
45 0
34 0
36 0
37 0
76 0
49 1
37 1
37 0
33 0
55 0
42 0
39 0
51 0
43 1
68 0

VIII. PERHITUNGAN

Retikulosit= jumlah retikulosit/jumlah eritrosit x 100%

Retikulosit= 3/1040 x 100%

Retikulosit= 0,29%

IX. PEMBAHASAN

Retikulosit adalah sel darah merah yang masih muda atau sel eritrosit yang
belum matang. Kadarnya adalah 1% dari eritrosit manusia. Nilai normal
retikulosit dalam darah adalah 0,5% - 1.5%. Retikulosit diproduksi oleh
sumsum tulang manusia sebagai respon dari adanya anemia. Pada praktikum
kali ini dengan sampel probandus kaniya 20 tahun di dapatkan nilai retikulosit
yaitu 0,29% dimana nilai ini dibawah dari nilai normal yaitu 0,5%-1,5%
(Gandasoebrata, 1984)
Faktor-faktor yang mempengaruhi temuan laboratorium yaitu cat yang
tidak disaring menyebabkan pengendapan cat pada sel-sel eritrosit sehingga
terlihat seperti retikulosit, menghitung di daerah yang terlalu padat, dan
peningkatan kadar glukose akan mengurangi pewarnaan. Sumber Kesalahan
Pemeriksaan Retikulosit tahap Pra Analitik pengambilan sampel darah vena
menggunakan jarum dan spuid yang basah, menggunakan ikatan pembendung
terlalu kuat dan lama, sehingga menyebabkan hemokonsentrasi. terjadinya
bekuan dalam spuid karena lambatnya kerja, dan terjadinya bekuan dalam
botol karena darah tidak tercampur tepat dengan antikoagulan. Sumber
kesalahan tahap Analitik yaitu pada pembuatan hapusan darah dimana darah
yang cepat menggumpal atau mengering saat diteteskan pada kaca objek,
kurangnya pengalaman dan kesabaran praktikan, ketebalan darah apus
mempengaruhi sel.19, lama waktu dalam pewarnaan juga dapat berpengaruh,
karena daya serap jaringan berbeda, cat yang tidak disaring akan membentuk
endapan pada eritrosit, perubahan pH cat ke arah asam akan menyebabkan
retikulum berbentuk granula halus, sedangkan perubahan ke arah alkali akan
menyebabkan retikulum berbentuk noktah. Kesalahan pada tahap pasca
analitik yaitu, pengendapan cat pada eritrosit akan tampak sebagai retikulosit,
sehingga kemungkinan terhitung sebagai retikulosit, benda inklusi pada
eritrosit ditafsirkan sebagai retikulosit, misalnya basofilik stipling (Savage.et
al, 1989)
Penurunan jumlah retikulosit yang seharusnya tinggi terjadi pada krisis
aplastik yaitu kejadian dimana destruksi eritrosit tetap berlangsung sementara
produksi eritrosi terhenti, misalnya pada anemia hemolitik kronis karena HBS,
anemia pernisiosa, anemia defisiensi asam folat, anemia aplastik, terapi
radiasi, hipofungsi andenocortical, hipofungsi hipofise anterior, dan sirosis
hati (Sutedjo, 2006)
Peningkatan jumlah retikulosit yang disertai kadar HB normal
mengindikasikan adanya penghancuran atau penghilangan eritrosit berlebihan
yang diimbangi dengan peningkatan sum-sum tulang. Peningkatan retikulosit
disertai dengan kadar HB yang rendah menunjukkan bahwa respon tuubuh
terhadap anemia tidak adekuat. Penyakit yang disertai peningkatan jumlah
retikulosit antara lain anemia hemolitik, anemia sel sabit, talasemia mayor,
leukimia, eritroblastik feotalis, HBC dan D positif, kehamilan, dan kondisi
paska pendarahan berat (Sutedjo, 2006).

X. SIMPULAN
Retikulosit adalah sel darah merah yang masih muda atau sel eritrosit yang
belum matang. Kadarnya adalah 1% dari eritrosit manusia. Nilai normal
retikulosit dalam darah adalah 0,5% - 1.5%. Retikulosit diproduksi oleh
sumsum tulang manusia sebagai respon dari adanya anemia. Pada praktikum
kali ini dengan sampel probandus kaniya 20 tahun di dapatkan nilai retikulosit
yaitu 0,29% dimana nilai ini dibawah dari nilai normal yaitu 0,5%-1,5%

DAFTAR PUSTAKA

Gandasoebrata, R. 1984. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat

Sutedjo, AY. 2006.Mengenal Penyakit Melalui Pemeriksaan Laboratorium.


Yogyakarta:Amara Books.

Savage., et al, 1989. Analytic inaccuracy and imprecision in reticulocyte


counting: a preliminary report from the College of American Pathologists
ReticulocyteProject. J Blood Cells. 1985;11(1):97-112.

Watanabe, et al. 1994. Reticulocyte maturity as an indicator for estimating


qualitative abnormality of eritropoesis. J Clin Pathol. 1994
Aug;47(8):736-9.

Winarno, AA., Setyawati. 2002. IPR (Indeks Produksi Retikulosit) pada Berbagai
Klasifikasi Anemia. Makalah Bebas Nasional.

LAMPIRAN
LAPORAN PRAKTIKUM

HEMATOLOGI II

HITUNG EOSINOFIL

Dosen Pengampu:

Ni Putu Rahayu Artini.S.Si.,M.Si

I Wayan Tanjung Aryasa.S.Si.,M.Si

Disusun oleh:

Anak Agung Istri Dyah Maheswari

18071009

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL

DENPASAR

2020
HITUNG EOSINOFIL

I. TUJUAN
1.Untuk mengetahui jumlah eosinofil pada darah tepi per mm3

II. DASAR TEORI

Eosinofil merupakan sel darah putih dari kategori granulosit yang berperan
dalam sistem kekebalan dengan melawan parasit multiselular dan beberapa
infeksi pada makhluk vertebrata. Eosinofil terbentuk pada proses
haematopoiesis yang terjadi pada sumsum tulang sebelum bermigrasi ke
dalam sirkulasi darah. Eosinofil dapat ditemukan pada medulla oblongata dan
sambungan antara korteks otak besar dan timus, dan di dalam saluran
pencernaan, ovarium, uterus, limpa dan lymphnodes. Tetapi tidak dijumpai di
paru, kulit, esofagus dan organ dalam lainnya, pada kondisi normal,
keberadaan eosinofil pada area ini sering merupakan pertanda adanya suatu
penyakit. Eosinofil mengandung sejumlah zat kimiawi antara lain histamin,
eosinofil peroksidase, ribonuklease, deoksiribonuklease, lipase, plasminogen
dan beberapa asam amino yang dirilis melalui proses degranulasi setelah
eosinofil teraktivasi. Eosinofil merupakan sel substrat peradangan dalam
reaksi alergi (Gandasoebrata, 1968)

Eosinofil dapat bertahan dalam sirkulasi darah selama 8-12 jam, dan
bertahan lebih lama sekitar 8-12 hari di dalam jaringan apabila tidak terdapat
stimulasi. Sel ini serupa dengan neutrofil kecuali granula sitoplasmanya lebih
kasar dan berwarna lebih merah gelap (karena mengandung protein basa) dan
jarang terdapat lebih dari tiga lobus inti. Mielosit eosinofil dapat dikenali
tetapi stadium sebelumnya tidak dapat dibedakan dari prekursor neutrofil.
Waktu perjalanan dalam darah untuk eosinofil lebih lama daripada untuk
neutropil. Eosinofil memasuki eksudat peradangan dan nyata memainkan
peranan istimewa pada respon alergi, pada pertahanan melawan parasit dan
dalam pengeluaran fibrin yang terbentuk selama peradangan (Winarno, 2002).
Jumlah eosinofil meningkat selama alergi dan infeksi parasit. Bersamaan
dengan peningkatan steroid, baik yang diproduksi oleh kelenjar adrenal
selama stress maupun yang diberikan per oral atau injeksi, jumlah eosinofil
mengalami penurunan. Jumlah eosinofil pada kondisi normal berkisar antara
1-3 % atau 0.1-0.3 x10^3/mmk. Peningkatan jumlah eosinofil (disebur
eosinofilia) dapat dijumpai pada alergi, pernyakit parasitic, kanker (tulang,
ovarium, testis, otak), feblitis, tromboflebitis, asma, emfisema, penyakit ginjal
(Gandasoebrata, 1968).

Fungsi eosinophil adalah sebagai salah satu anti bodi untuk melawan
elergi dan bibit  parasit di dalam tubuh. Sel eosinofil (eosinophil) paling
banyak jumlahnya selama dalam keadaan alergi. Sel darah ini membantu
tubuh mengatasi berbagai zat beracun di dalam usus. Sel ini akan banyak
terdapat di dalam aliran darah orang-orang yang menderita trichinosis atau
penyakit oleh cacing rambut, yakni suatu infeksi yang sering terjadi sesudah
makan daging babi yang tidak dimasak dengan baik, dan juga dalam
schistosomiasis, yakni suatu infeksi parasit di daerah tropis (Winarno, 2002).

III. METODE
Metode pengenceran dengan pipet thoma dan hitung pada 9 kotak
sedang bilik hitung.
IV. PRINSIP
Darah diencerkan dengan larutan yang mengandung eosin yang
memberi warna merah pada granula eosinofil kemudian dimasukkanke
dalam bilik hitung Improved Neubauer dan dihitung jumlahnya dalam
volume tertentu
V. ALAT DAN BAHAN

Alat:

1. Objek glass
2. Deck glass
3. Pipet pasteur
4. Tabung reaksi
5. Mikroskop
6. Bilik hitung
7. Spuit
8. Tourniquet
9. Kapas alcohol
10. Kapaskering
11. Pipet thoma leukosit

Bahan:

1. Darah vena

Reagensia:

1. Larutan foundengern
-Eosin 2% : 5ml
-Aseton : 5 ml
-Aquadest add : 100ml

VI. CARA KERJA

Dilakukan pengenceran darah 10x dengan pipet thoma. Isap darah sampai
tanda 1 dan isap reagensia sampai tanda 11. Bilik hitung yang telah diisi
cairan darah yang diencerkan dibiarkan dalam cawan petri yang telah diberi
kertas saring basah selama 15 menit. Sel eosinifil dihitung pada 9 kotak
sedang.

VII. DATA PENGAMATAN


Metode pengenceran dengan pipet thoma
Kotak 1 = 3
Kotak 2 = 1
Kotak 3 = 2
Kotak 4 = 0
Kotak 5 = 1
Kotak 6 = 3
Kotak 7 = 2
Kotak 8 = 1
Kotak 9 = 0
Jumlah = 13

Hematologi analyzer = 0,14 x 103

VIII. PERHITUNGAN

Jumlah eosinofil = P x 1/v x N

Jumlah eosinofil = 10 x 13/ 0,9

Jumlah eosinofil = 144 sel/mm3

IX. PEMBAHASAN

Pada praktikum pemeriksaan hitung eosinofil kali ini dengan sampel


probandus kaniya 20 tahun didapatkan hasil 144 sel/mm3 pada metode
pengenceran dengan pipet thoma, sedangkan dengan hematologi analyzer
didapatkan hasil 0,14 x 103 sel/mm3 . Nilai yang didapatkan dari pemeriksaan
dengan manual dan menggunakan hematologi analyzer sangan serupa.
Sehingga dapat dilihat bahwa kesalahan pada saat praktikum hampir tidak ada.
Nilai rujukan normal untuk jumlah eosinofil dalam darah yaitu 20 sel/mm 3
sampai dengan 500 sel/mm3. Sehingga dapat dilihat bahwa jumlah eosinofil
probandus berada dalam nilai normal (Sutedjo, 2006).

Eosinofil adalah bagian dari leukosit. Tubuh memproduksi eosinofil di


sumsum tulang, dan diperlukan 8 hari sampai eosinofil benar-benar matang.
Eosinofil memiliki peran penting dalam sistem kekebalan tubuh manusia.
Fungsi eosinofil seperti menangkis bakteri dan parasit, hingga merespons
peradangan dalam tubuh, sangatlah penting. Itulah sebabnya, kadar eosinofil
harus dipertahankan dalam jumlah normal. Eosinofil tinggi terjadi saat tubuh
merekrut eosinofil dalam jumlah tinggi ke satu titik yang terinfeksi, atau
sumsum tulang memproduksi eosinofil secara berlebihan. Eosinofil tinggi
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti penyakit parasit dan jamur,
reaksi alergi, kondisi pada kelenjar adrenal, penyakit kulit, racun, penyakit
autoimun, penyakit endokrin (seperti diabetes), tumor, walau begitu, masih
banyak kondisi maupun penyakit spesifik yang bisa menjadi penyebab
eosinofil tinggi, seperti leukimia myelogenous akut (AML), alergi, ascariasis
(infeksi cacing gelang), asma, dermatitis atopik (eksim), kanker, Crohn’s
disease (radang usus), alergi obat, esofagitis eosinofilik (munculnya infiltrasi
eosinofil pada mukosa kerongkongan), leukemia eosinofilik (kanker yang
menyebabkan produksi eosinofil berlebihan), rhinitis alergi (peradangan pada
hidung akibat reaksi alergi),penyakit Hodgkin (kanker darah yang muncul
pada sistem limfatik),sindrom hipereosinofilik (kondisi meningkatnya
eosinofil sampai 1.500 sel/mikroliter darah selama 6 bulan), sindrom
hipereosinofilik idiopatik (meningkatnya jumlah eosinofil tanpa sebab
jelas),filariasis limfatik (infeksi parasit),kanker rahim, trichinosis (infeksi
cacing gelang), kolitis ulseratif (radang usus besar). Dari banyaknya penyebab
eosinofil tinggi di atas, penyakit parasit dan reaksi alergi menjadi penyebab
eosinofil tinggi paling umum (Sutedjo, 2006).

Sama seperti komponen sel darah putih lainnya, jika kondisi eosinofil
tinggi, maka gejala yang muncul bisa datang dari penyakit yang
menyebabkannya. Namun, ada beberapa gejala umum eosinofil tinggi yang
bisa terjadi, seperti ruam kulit, gatal, diare (biasanya karena penyakit parasit),
asma, hidung tersumbat ingus (jika disebabkan alergi). Gejala eosinofil lain
yang muncul bisa berupa demam atau rasa nyeri yang terasa di area infeksi,
penurunan berat badan drastis dan keringat di tengah malam akibat leukimia
atau kanker lainnya (Savage., et al, 1989)
Kadar eosinofil yang normal bisa nol atau tidak ada sama sekali. Biasanya,
jika baru sekali melakukan tes darah dan menemukan bahwa eosinofil rendah,
belum tentu mengalami kondisi apapun. Jurnal yang dipublikasikan di US
National Library of Medicine menyebut pasien dengan eosinofil rendah
termasuk dalam beberapa kategori, yaitu:berhubungan dengan defisiensi imun,
kombinasi kekurangan eosinofil dan basofil, berhubungan dengan penyakit
alergi yang umum, terutama urtikaria dan asma. Ada beberapa kondisi
kesehatan yang menyebabkan kadar sel darah putih ini menjadi rendah.
Kondisi ini disebut dengan eosinopenia. Eosinopenia disebabkan oleh
penyalahgunaan alkohol atau terlalu banyak mengonsumsi obat steroid.
Kelebihan produksi kortisol (sindrom Cushing) dalam tubuh juga dapat
menahan sistem kekebalan tubuh dan menyebabkan eosinopenia. Rendahnya
jumlah eosinofil mungkin juga dapat disebabkan oleh perubahan
waktu. Dalam kondisi normal dan sehat, eosinofil akan memiliki jumlah
paling rendah di pagi hari dan akan mencapai kadar tertingginya di malam
hari. Namun, apabila seluruh jenis sel darah putih terhitung rendah, Anda
mungkin patut waspada sebab hal itu bisa menjadi penanda adanya masalah
dengan sumsum tulang (Watanabe, et al. 1994)

.
X. SIMPULAN

Pada praktikum pemeriksaan hitung eosinofil kali ini dengan sampel


probandus kaniya 20 tahun didapatkan hasil 144 sel/mm3 pada metode
pengenceran dengan pipet thoma, sedangkan dengan hematologi analyzer
didapatkan hasil 0,14 x 103 sel/mm3 . Nilai yang didapatkan dari pemeriksaan
dengan manual dan menggunakan hematologi analyzer sangan serupa.
Sehingga dapat dilihat bahwa kesalahan pada saat praktikum hampir tidak ada.
Nilai rujukan normal untuk jumlah eosinofil dalam darah yaitu 20 sel/mm 3
sampai dengan 500 sel/mm3.
DAFTAR PUSTAKA

Gandasoebrata, R. 1968. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat

Sutedjo, AY. 2006.Mengenal Penyakit Melalui Pemeriksaan Laboratorium.


Yogyakarta:Amara Books.

Savage., et al, 1989. Analytic inaccuracy and imprecision a preliminary report


from the College of American Pathologists ReticulocyteProject. J Blood
Cells. 1985;11(1):97-112.

Watanabe, et al. 1994. Reticulocyte maturity as an indicator for estimating


qualitative abnormality of eritropoesis. J Clin Pathol. 1994
Aug;47(8):736-9.

Winarno, AA., Setyawati. 2002. IPR (Indeks Produksi Retikulosit) pada Berbagai
Klasifikasi Anemia. Makalah Bebas Nasional.

LAMPIRAN
LAPORAN PRAKTIKUM

HEMATOLOGI II

PEMERIKSAAN BT CT

Dosen Pengampu:

Ni Putu Rahayu Artini.S.Si.,M.Si

I Wayan Tanjung Aryasa.S.Si.,M.Si

Disusun oleh:

Anak Agung Istri Dyah Maheswari

18071009

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL

DENPASAR

2020
PEMERIKSAAN BT CT

I. TUJUAN
1. Untuk mengetahui waktu perdarahan sampai tidak terjadi
perdarahan lagidan untuk mengukur faktor trombosit pada
hemostasis.
2. Untuk mengetahui waktu yang diperlukan darah untuk membeku.

II. DASAR TEORI

Bleeding time adalah proses terjadinya perdarahan berkepanjangan


setelah trauma superfisial yang terkontrol, merupakan petunjuk bahwa ada
defisiensi trombosit. Masa perdarahan memanjang pada keadaan
trombositopenia ( < 75.000 mm3 ), penyakit Von Willbrand, sebagian besar
kelainan fungsi trombosit dan setelah minum obat aspirin. Pembuluh kapiler
yang tertusuk akan mengeluarkan darah sampai luka itu tersumbat oleh
trombosit yang menggumpal. Bila darah keluar dan menutupi luka , terjadilah
pembekuan dan fibrin yang terbentuk akan mencegah perdarahan yang lebih
lanjut . Pada tes ini darah yang keluar harus dihapus secara perlahan-lahan
sedemikian rupa sehingga tidak merusak trombosit. Setelah trombosit
menumpuk pada luka , perdarahan berkurang dan tetesan darah makin lama
makin kecil (Tjokronegoro, 1992).

Clotting Time adalah waktu yang di perlukan darah untuk membeku


atau waktu yang di perlukan saat pengambilan darah sampai saat terjadinya
pembekuan. Hal ini menunjukkan seberapa baik platelet berinteraksi dengan
dinding pembuluh darah untuk membentuk pembekuan darah. Trombin waktu
membandingkan tingkat pasien pembentukan gumpalan dengan sampel dari
normal plasma dikumpulkan. Trombin yang ditambahkan pada sampel
plasma. Jika plasma tidak segera membeku, itu berarti kekurangan (fibrinogen
kuantitatif) atau cacat kualitatif (fibrinogen disfungsional). Reptilase memiliki
tindakan yang mirip dengan trombin tetapi tidak seperti trombin tidak
dihambat oleh heparin. Trombin waktu dapat diperpanjang 4 oleh: heparin,
produk degradasi fibrin, antikoagulan lupus (Pramudianti, 2011)

Dalam bidang tes koagulasi, Clotting time adalah salah satu yang
paling prosedural sederhana. Setelah membebaskan plasma dari seluruh darah
dengan sentrifugasi, Trombin yang ditambahkan pada sampel plasma. bekuan
ini terbentuk dan terdeteksi optikal atau mekanis dengan alat koagulasi. Waktu
antara penambahan trombin dan pembentukan gumpalan dicatat sebagai
Clotting time (Pramudianti, 2011)

III. METODE
Pada pemeriksaan BT dilakukan dengan metode duke sedangkan untuk
pemeriksaan CT menggunakan metode Lee and White dengan tabung
darah.

IV. PRINSIP
a. Masa Perdarahan (Bleeding Time)
Pemeriksaan dilakukan menggunakan metode duke dengan prinsipnya
yaitu mengukur lamanya waktu perdarahan sejak pertama kali darah keluar
sampai darah berhenti secara spontan.
b. Masa Pembekuan (Clothing Time)
Pemeriksaan dilakukan menggunakan metode Lee and White dengan
prinsipnya yaitu jika tromboplastin jaringan dicegah masuk ke darah vena
via metode 2 syringe lalu waktu pembekuan pengukuran kasar dan semua
faktor yang berhubungan dengan pembekuan intrinsic (koagulasi dan
penghambat).

V. ALAT DAN BAHAN

Pemeriksaan BT

Alat:

1. Lanset
2. Kertas saring
3. Stopwatch
4. Alcohol swab

Baham:

1. Darah kapiler

Pemeriksaan CT

Alat:

1. Spuit 5 ml
2. Torniquet
3. Tabung darah tutupmerah
4. Stopwatch
5. Alcohol swab
6. Plasterin

Bahan:

1. Darah vena

VI. CARA KERJA

Pemeriksaan BT metode Duke, dibuat di kuping telinga atau ujung jari


yang ditusuk untuk menyebabkan perdarahan. Seperti dalam metode Ivy, tes
ini waktunya dari awal pendarahan sampai pendarahan benar- benar berhenti.
Nilai Normal untuk metode ini adalah 1- 3.

Pemeriksaan clotting time dimulai dengan pengambilan darah vena


sebanyak 5 ml, saat darah sudah mulai memasuki spuit segera nyalakan
stopwatch. Darah dimasukan pada tabung darah warna merah sebanyak 1,5
ml. setelah 4 menit tabung diangkat dan dimiringkan dilihat apakah darah
sudah membeku, jika sudah segera hentikan stopwatch. Nilai normal CT yaitu
9-15 menit.
VII. DATA PENGAMATAN
Pemeriksaan BT
Probandus Gita 20 th =1 menit
Probandus Kaniya 20 th =1 menit 30 detik

Pemeriksaan CT
Probandus Rahayu =9 menit

VIII. PEMBAHASAN

Masa perdarahan atau bleeding time (BT) merupakan salah satu


pemeriksaan hemostasis dengan metode tradisional yang sering digunakan
untuk memperkirakan resiko terjadinya perdarahan akibat pembedahan.
Pemeriksaan BT sudah ditinggalkan di berbagai negara maju karena
standarisasi pemeriksaan yang sulit dan variasi antar pemeriksa yang lebar. Di
Indonesia, terutama di era BPJS, pemeriksaan ini semakin populer karena
kemudahan pemeriksaan dan harga yang relatif lebih murah dibanding
pemeriksaan hemostasis yang lain.Tujuan BT adalah untuk menilai fungsi
kapiler dan trombosit, sehingga jika ada kelainan pembuluh darah kapiler,
jumlah dan/atau fungsi trombosit, nilai BT menjadi abnormal. Beberapa
kelainan ini diantaranya adalah, kelainan kolagen, contoh: Sindroma Ehlers
Danlos, trombositopenia, biasanya <50.000/ul, contoh karena demam berdarah
atau ITP, kelainan fungsi trombosit, bisa karena konsumsi obat-obatan seperti
aspirin dan clopidogrel, Von Willebrand disease (VWD), hipofibrinogenemia,
penyakit mieloproliferatif dan uremia (Setiabudi, 2009).

Ada dua cara pemeriksaan BT, yaitu cara Duke dan cara Ivy. Cara Duke
lebih sering digunakan di Indonesia, karena perlukaannya lebih kecil
dibandingkan cara Ivy. Cara duke dilakukan dengan menusukkan lancet ke
cuping telinga, sedangkan cara Ivy dilakukan dengan menggoreskan scalpel di
lengan bawah sepanjang 6 mm. Pada praktikum kali ini dilakukan
pemeriksaan bleeding time dengan sampel probandus gita 20 tahun dan kaniya
20 tahun. Pada pemeriksaan sampel gita diperoleh nilai BT yaitu 1 menit,
sedangkan nilai BT untuk sampel kaniya yaitu1menit 30 detik. Nilai normal
untuk pemeriksaan BT adalah 1-3 menit sehingga kedua sampel yang
diperiksa dinyatakan normal. Jika didapatkan hasil BT yang abnormal atau
memanjang, maka perlu dipikirkan beberapa penyebab yaitu kelainan
pembuluh darah atau trombosit. Riwayat penggunaan obat-obatan yang dapat
mengganggu fungsi trombosit seperti aspirin juga perlu digali lebih lanjut.
Pada pasien hemofilia atau kecenderungan perdarahan akibat kekurangan
faktor koagulasi, hasil BT biasanya normal, sehingga hasil BT yang normal
tidak dapat menyingkirkan adanya kecenderungan perdarahan yang signifikan
pada seorang pasien (Muhtar, 2018).

Clothing Time Clotting Time adalah waktu yang di perlukan darah untuk
membeku atau waktu yang di perlukan saat pengambilan darah sampai saat
terjadinya pembekuan. Hal ini menunjukkan seberapa baik platelet
berinteraksi dengan dinding pembuluh darah untuk membentuk pembekuan
darah Dalam bidang tes koagulasi, Clotting time adalah salah satu prosedural
yang paling sederhana. Clothing Time Teknik pengambilan Tes Clotting time
dilakukan untuk mengetahui faktor pembekuan darah terutama yang
membentuk tromboplastin dan faktor pembentuk trombosit. Waktu normal 9-
15 menit. Pada praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan CT metode tabung
dengan sampel darah Rahayu 20 tahun dengan nilai CT yaitu 9 menit dimana
nilai ini tergolng normal. Faktor yang membuat clotting time abnormal pada
pemeriksaan yaitu volume darah dan darah yang diambil terlalu sedikit/terlalu
banyak (Nelly, 2018).

Penurunan masa pembekuan terjadi pada penyakit thromboplebitis, infark


miokard (serangan jantung), emboli pulmonal (penyakit paru-paru),
penggunaan obat barbiturat, kontrasepsi hormonal wanita, vitamin K,
digitalis(obat jantung), diuretik (obat yang berfungsi mengeluarkan air jika
ada pembengkakan). Sedangkan perpanjangan masa pembekuan terjadi pada
penderita penyakit hati, kekurangan faktor pembekuan darah, leukemia, dan
gagal jantung kongestif Estrogen dapat meningkatkan koagulabilitas
(dayabeku) darah, meningkatkan faktor pembekuan yaitu Faktor II, VII, IX
dan X dalam darah serta menurunkan antitrombin III (Sutedjo, 2009).

.
IX. SIMPULAN

Pada praktikum pemeriksaan bleeding time dengan sampel probandus gita


20 tahun dan kaniya 20 tahun. Pada pemeriksaan sampel gita diperoleh nilai
BT yaitu 1 menit, sedangkan nilai BT untuk sampel kaniya yaitu1menit 30
detik. Nilai normal untuk pemeriksaan BT adalah 1-3 menit sehingga kedua
sampel yang diperiksa dinyatakan normal. Pada praktikum kali ini dilakukan
pemeriksaan CT metode tabung dengan sampel darah Rahayu 20 tahun
dengan nilai CT yaitu 9 menit dimana nilai ini tergolng normal. Waktu normal
CT 9-15 menit

DAFTAR PUSTAKA

Muhtar. 2018. Pengaruh Pemberian Kopi Terhadap Waktu Perdarahan (Bleeding


Time) Pada Mencit (Mus musculus) (diakses pada tanggal 17 agustus
2020). Tersedia pada http://jurnal.fk.unand.ac.id

Nelly. 2018. Analisis Nilai Clothing Time, Prothrombine Time Dan Activated
Partial Thromboplastine Time Pada Remaja Obes (diakses pada
tanggal 17 agustus 2020). Tersedia pada https://jurnal.unimus.ac.id

Pramudianti, M. I . D . 2011 “Pemeriksaan Hemostasis dan Pranalitik “.


Pontianak: PITX PDS PATKLIN.

Setiabudi. 2009. Hemostasis dan Trombosis. Jakarta : FKUI


Tjokronegoro dan Baziad, 1992. Etika Penelitian Obat Tradisional. Jakarta:
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.

Sutedjo AY., 2009. Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan


Laboratorium. Yogyakarta: Amara Books.

LAMPIRAN
LAPORAN PRAKTIKUM

HEMATOLOGI II

PEMERIKSAAN PPT APTT

Dosen Pengampu:

Ni Putu Rahayu Artini.S.Si.,M.Si

I Wayan Tanjung Aryasa.S.Si.,M.Si

Disusun oleh:

Anak Agung Istri Dyah Maheswari

18071009

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL

DENPASAR

2020
PEMERIKSAAN PPT APTT

I. TUJUAN
1. Untuk mengetahui fungsi koagulasi pada jalur ekstrinsik
2. Untuk mengukur dan menilai aktivitasdari jalur intrinsik kecuali
faktor VII dan XII, yaitu faktor IX, VIII dan X, sertajalur bersama.
II. DASAR TEORI

PT disintesis oleh hati dan merupakan prekursor tidak aktif dalam proses
pembekuan. Protrombin (F II) dikonversi menjadi thrombin oleh
tromboplastin untuk membentuk bekuan darah. Pemeriksaan PT digunakan
untuk menilai kemampuan faktor koagulasi jalur ekstrinsik dan jalur bersama,
yaitu : faktor I (fibrinogen), faktor II (prothrombin), faktor V (proakselerin),
faktor VII (prokonvertin), dan faktor X (faktor Stuart). Perubahan faktor V
dan VII akan memperpanjang PT selama 2 detik atau 10% dari nilai normal
(Suailo,2017).

PT diukur dalam detik. Dilakukan dengan cara menambahkan campuran


kalsium dan tromboplastin pada plasma. Tromboplastin dapat dibuat dengan
berbagai metoda sehingga menimbulkan variasi kepekaan terhadap penurunan
faktor pembekuan yang bergantung pada vitamin K dan menyebabkan
pengukuran waktu protrombin yang sama sering mencerminkan ambang efek
antikoagulan yang berbeda. Usaha untuk mengatasi variasi kepekaan ini
dilakukan dengan menggunakan sistem INR (International Normalized Ratio).
International Committee for Standardization in Hematology (ICSH)
menganjurkan tromboplastin jaringan yang digunakan harus distandardisasi
dengan tromboplastin rujukan dari WHO dimana tromboplastin yang
digunakan dikalibrasi terhadap sediaan baku atas dasar hubungan linier antara
log rasio waktu protrombin dari sediaan baku dengan dari tromboplastin lokal
(Suailo,2017).

Bahan pemeriksaan PT adalah plasma sitrat yang diperoleh dari sampel


darah vena dengan antikoagulan trisodium sitrat 3.2% (0.109 M) dengan
perbandingan 9:1. Darah sitrat harus diperiksa dalam waktu selambat-
lambatnya 2 jam setelah pengambilan. Sampel disentrifus selama 10 menit
dengan kecepatan 2.500 g. Penyimpanan sampel plasma pada suhu 2-8 oC
menyebabkan teraktivasinya F VII (prokonvertin) oleh sistem kalikrein. PT
dapat diukur secara manual (visual), foto-optik atau elektromekanik. Teknik
manual memiliki bias individu yang sangat besar sehingga tidak dianjurkan
lagi. Tetapi pada keadaan dimana kadar fibrinogen sangat rendah dan tidak
dapat dideteksi dengan alat otomatis, metode ini masih dapat digunakan
(Hillman,2011).

APTT berbeda dengan PT, mengukur aktivitas jalur intrinsik dan umum
koagulasi. Pembagian kaskade pembekuan ke dalam intrinsik, ekstrinsik dan
umum jalur memiliki sedikit validitas vivo tetapi tetap menjadi konsep yang
berguna untuk menafsirkan hasil pemeriksaan laboratorium. Istilah
tromboplastin dalam tes ini mengacu pada pembentukan kompleks yang
terbentuk dari berbagai faktor pembekuan plasma yang mengubah
prothrombin untuk trombin dan pembentukan berikutnya dari bekuan fibrin
(Hannanu,2019).

Istilah 'Diaktifkan Partial Thromboplastin Waktu (APTT)' berasal dari


bentuk asli dari tes (dirancang pada tahun 1953) di mana hanya konsentrasi
fosfolipid tes dikontrol (yang bertentangan dengan fosfolipid dan konsentrasi
aktivator permukaan) dan nama 'tromboplastin parsial' diaplikasikan pada
waktu untuk persiapan fosfolipid yang dipercepat pembekuan tetapi tidak
memperbaiki waktu pembekuan berkepanjangan plasma haemophilic. Pada
dasarnya istilah 'parsial' berarti fosfolipid hadir tapi tidak ada Tissue Factor
(Muhtar, 2018).

III. PRINSIP
a. Plasma Protrombin Time (PPT)
Kalsium yang ada dalam darah diikat dengan antikoagulan untuk mencegah
koagulasi yang mengandung semua faktor koagulasi ekstrinsik kecuali Ca dan
tromboplastin. Waktu yang dibutuhkan untuk koagulasi dinyatakan sebagai
masa protombin plasma.
b. Activated Partial Tromboplastin Time (APTT)
Kalsium yang ada dalam darah diikat dengan antikoagulan untuk mencegah
terjadinya koagulasi, plasma yang mengandung koagulasi intrinsic kecuali
kalsium dan phospholipid. Waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya koagulasi
dinyatakan sebagai nilai APTT.

IV. ALAT DAN BAHAN


Pemeriksaan PPT
Alat:
1. Tabung reaksi
2. Stopwatch
3. Waterbath
4. Ose
5. Centrifuge
6. Tabung darah tutup biru
7. Mikropipet
Bahan:
1. Plasma citrate
2. Reagensia OBT
3. Plasma control

Pemeriksaan APTT

Alat:

1. Spuit
2. Torniquet
3. Kapas
4. Tabung reaksi
5. Waterbath
6. Stopwatch
7. Ose
8. Centrifuge
9. Pipet pasteur

Bahan:

1. Alcohol
2. Plasmacontrol
3. Actived trombosit
4. Larutan CaCl2
V. CARA KERJA
a. Plasma Protrombin Time (PPT)
Darah probandus diambil dan dimasukkan ke dalam vacutainer tabung tutup
biru, kemudian di sentrifugasi 3000 rpm selama 15 menit. Kemudian, tabung
reaksi diisi 100 μL plasma citrate dan juga tabung normal, diinkubasi dalam
waterbath 37 ℃ selama 2 menit. Kemudian, tabung pemeriksaan diisi 200 μL
OBT pada saat yang sama, stopwatch dinyalakan. Ose digunakan untuk melihat
jendalan fibrin yang terbentuk dengan ose diangkat setiap 30 detik. Jika sudah
terdapat jendalan fibrin, stopwatch dimatikan dan waktunya dicatat.
b. Activated Partial Thromboplastin Time (APTT)
Darah citrate dicentrifuge 3000 rpm selama 15 menit, kemudian plasma
dipisahkan. Diambil 400 μL plasma citrate dan activated trombosit sebanyak
100 L , kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian, diinkubasi
pada suhu 37 ℃ selama 3 menit. Selanjutnya, ditambahkan 0,1 mL CaCl2 M
yang sudah diinkubasi, stopwatch mulai dinyalakan tepat saat tetesan pertama
CaCl2dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian, diamati benang- benang
fibrin yang dibentuk dengan menggunakan ose setiap 0,5 detik. Jika sudah
jendalan fibrin dilihat maka stopwatch dihentikan, kemudian waktu yang
diperlukan untuk pembentukkan jendalan fibrin dicatat sebagai APTT.
VI. DATA PENGAMATAN
Pemeriksaan PPT
Probandus Rahayu = 14 detik
Pemeriksaan APTT
Probandus Rahayu = 48 detik
VII. PEMBAHASAN

Pemeriksaan PPT ini digunakan untuk menguji pembekuan darah melalui


jalur ekstrinsik dan jalur bersama yaitu faktor pembekuan VII, X, V,
protrombin dan fibrinogen. Selain itu juga dapat dipakai untuk memantau efek
antikoagulan oral karena golongan obat tersebut menghambat pembentukan
faktor pembekuan protrombin, VII, IX, dan  X. Prinsip pemeriksaan ini adalah
mengukur lamanya terbentuk bekuan bila ke dalam plasma yang diinkubasi
pada suhu 37ºC, ditambahkan reagens tromboplastin jaringan dan ion kalsium
(Muhtar, 2018).

Pada praktikum pemeriksaan PPT ini dengan sampel darah Rahayu 20


tahun, didapatkan nilai PPT 14 detik, dimana hasil ini normal sesuai nilai
rujukan yaitu 11-14 detik. Hasil pemeriksaan ini dipengaruhi oleh kepekaan
tromboplastin yang dipakai oleh teknik pemeriksaan. Karena itu pemeriksaan
ini harus dilakukan duplo dan disertai kontrol dengan plasma normal. Nilai
normal tergantung dari reagen, cara pemeriksaan dan alat, dan alat yang
digunakan. Jika hasil PPT memanjang maka penyebabnya mungkin
kekurangan faktor-faktor pembekuan di jalur ekstrinsik dan bersama atau
adanya inhibitor. Untuk membedakan hal ini, pemeriksaan  diulang sekali lagi
dengan menggunakan campuran plasma penderita dan plasma kontrol dengan
perbandingan 1:1. Bila ada inhibitor, masa protombin plasma tetap
memanjang. Selain dilaporkan dalam detik, hasil PPT juga dilaporkan dalam
rasio, aktivitas protombin dan indeks. Rasio yaitu perbandingan antara PPT
penderita dengan PPT kontrol. Aktivitas protombin dapat ditentukan dengan
menentukan dengan menggunakan kurva standart dan dinyatakan dalam %
(Nelly, 2018).
APTT adalah uji laboratorium untuk menilai aktivitas faktor pembekuan
jalur intrinsik dan jalur bersama. Pada praktikum pemeriksaan APTT ini
dilakukan pemeriksaan APTT dengan sampel darah Rahayu 20 tahun,
didapatkan nilai APTT yaitu 48 detik, nilai normal untuk APTT adalah antara
35-45 detik. Nilai APTT dikatakan memanjang jika hasil pemeriksaan
menunjukan perbedaan 6 detik dengan batas nilai normal, sehingga
nilaidiatasbisa dikatakan normal. Apabila terjadi pemanjangan nilai APTT
biasanya disebabkan oleh penyakit seperti kekurangan faktor pembekuan
(VIII, IX, XI, XII) (Nelly, 2018).
Beberapa keadaan yang dapat mempengaruhi nilai aPTT menjadi tinggi
atau memanjang, antara lain obat-obatan seperti heparin, antihistamin seperti
ranitidine, cimetidine yang merupakan obat radang lambung, obat salisilat,
chlorpromazine dan ascorbic acid (vitamin C),penyakit atau kelainan darah
seperti hemofilia, von willebrand disease, defisiensi vitamin K, DIC
(Diesseminated Intravascular Coagulation). kelainan hati atau liver seperti
sirosis hati, penyakit kronis lainya seperti SLE (systemic lupus
erythematosus), rheumatoid arthritis, tuberculosis dan chronic
glomerulonephritis (Muhtar, 2018).
.
VIII. SIMPULAN

Pada praktikum pemeriksaan PPT ini dengan sampel darah Rahayu 20


tahun, didapatkan nilai PPT 14 detik, dimana hasil ini normal sesuai nilai
rujukan yaitu 11-14 detik. Pada praktikum pemeriksaan APTT ini dilakukan
pemeriksaan APTT dengan sampel darah Rahayu 20 tahun, didapatkan nilai
APTT yaitu 48 detik

DAFTAR PUSTAKA
Hannanu. 2019. APTT (diakses pada tanggal 18 agustus 2020). Tersedia pada
https://www.alodokter.com/

Hilman. 2011. Hematology in Clinical Practice. New York: The McGraw Hill

Muhtar. 2018. Pengaruh Pemberian Kopi Terhadap Waktu Perdarahan (Bleeding


Time) Pada Mencit (Mus musculus) (diakses pada tanggal 17 agustus
2020). Tersedia pada http://jurnal.fk.unand.ac.id

Nelly. 2018. Analisis Nilai Clothing Time, Prothrombine Time Dan Activated
Partial Thromboplastine Time Pada Remaja Obes (diakses pada
tanggal 17 agustus 2020). Tersedia pada https://jurnal.unimus.ac.id

Suailo. 2017. Hemostasis (diakses pada tanggal 17 agustus 2020). Tersedia pada
http://repository.unimus.ac.id/1248/3/BAB%20II.pdf

LAMPIRAN
LAPORAN PRAKTIKUM

HEMATOLOGI II

PEMERIKSAAN TROMBOSIT

Dosen Pengampu:

Ni Putu Rahayu Artini.S.Si.,M.Si

I Wayan Tanjung Aryasa.S.Si.,M.Si

Disusun oleh:

Anak Agung Istri Dyah Maheswari

18071009

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL

DENPASAR

2020
PEMERIKSAAN TROMBOSIT

I. TUJUAN
1. Untuk mengetahui jumlah trombosit permikroliter darah
II. DASAR TEORI

Trombosit adalah fragmen atau kepingan-kepingan tidak berinti dari


sitoplasma megakariosit yang berukuran 1-4 mikron dan beredar dalam
sirkulasi darah selama 10 hari. Gambaran mikroskopik dengan pewarnaan
Wright – Giemsa, trombosit tampak sebagai sel kecil, tak berinti, bulat dengan
sitoplasma berwarna biru-keabu-abuan pucat yang berisi granula merah-ungu
yang tersebar merata. Trombosit memiliki peran dalam sistem hemostasis,
suatu mekanisme faali tubuh untuk melindungi diri terhadap kemungkinan
perdarahan atau kehilangan darah. Fungsi utama trombosit adalah melindungi
pembuluh darah terhadap kerusakan endotel akibat trauma-trauma kecil yang
terjadi sehari-hari dan mengawali penyembuhan luka pada dinding pembuluh
darah. Mereka membentuk sumbatan dengan jalan adhesi (perlekatan
trombosit pada jaringan sub-endotel pada pembuluh darah yang luka)
danagregasi (perlekatan antar sel trombosit) (Gandasoebrata, 1984)

Pemeriksaan hitung jumlah trombosit dalam laboratorium dapat dilakukan


secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung menggunakan
metoda Rees Ecker, metoda Brecher Cronkite dan Cell Counter Automatic
Metode Rees Ecker. Darah diencerkan dengan larutan BCB (Brilliant Cresyl
Blue), sehingga trombosit akan tercat terang kebiruan. Trombosit dihitung
dengan bilik hitung di bawah mikroskop, kemungkinan kesalahan metode
Rees Ecker 16-25%. Metode Brecher Cronkite Darah diencerkan dengan
larutan amonium oksalat 1% untuk melisiskan sel darah merah, trombosit
dihiotung pada bilik hitung menggunakan mikroskop fase kontras.
Kemungkinan kesalahan Brecher Cronkite 8-10%. Metode Cell Counter
Automatic Metode ini menggunakan prinsip flow cytometri. Prinsip tersebut
memungkinkan sel-sel masuk flow chamber untuk dicampur dengan diluent
kemudian dialirkan melalui apertura yang berukuran kecil yang
memungkinkan sel lewat satu per satu (Gandasoebrata, 1984).

Aliran yang keluar dilewatkan medan listrik untuk kemudian sel dipisah-
pisahkan sesuai muatannya. Teknik dasar pengukuran sel dalam flow
cytometri ialah impedansi listrik (electrical impedance) dan pendar cahaya
(light scattering). Teknik impedansi berdasar pengukuran besarnya resistensi
elektronik antara dua elektrode. Teknik pendar cahaya akan menghamburkan,
memantulkan atau membiaskan cahaya yang berfokus pada sel, oleh karena
tiap sel memiliki granula dan indek bias berbeda maka akan menghasilkan
pendar cahaya berbeda dan dapat teridentifikasi. Pada cell counter automatic
masih terdapat kelemahan apabila ada trombosit yang bergerombol, trombosit
besar (giant) serta adanya kotoran, pecahan eritrosit, pecahan leukosit
sehingga cross check menggunakan sediaan apus darat tepi (SADT) sangat
berarti. Sedangkan hitung rombosit secara tidak langsung menggunakan
metode Fonio dan melakukan estimasi metode Barbara Brown Metode Fonio
Metode ini dilakukan dengan menggunakan darah kapiler pada ujung jari
dicampur dengan larutan magnesium sulfat 14% kemudian dibuat SADT dan
dilakukan pengecatan giemsa. Jumlah trombosit dihitung dalam 1000 eritrosit,
jumlah mutlak trombosit dapat diperhitungkan dari jumlah mutlak eritrosit.
Cara ini lebih kasar daripada cara langsung (Sutedjo, 2006)

Trombosit sukar dihitung karena mudah sekali pecah dan sukar dibedakan
dengan kotoran kecil. Dan ditambah dengan sifatnya yang cenderung melekat
pada permukaan asing (bukan endotel utuh) dan menggumpal-gumpal. Ada
dua cara yang lazim di pakai, yaitu cara langsung dan cara tidak langsung.
pada cara tidak langsung jumlah trombosit dibandingkan dengan jumlah
eritrosit, sedangkan jumlah eritrosit itulah yang sebnarnya dihitung. untuk
mencegah trombosit melekat pada permukaan asing, dianjurkan untuk
menggunakan alat-alat gelas yang dilapisi silikon atau alat-alat plastik
(Sutedjo, 2006).
III. METODE
Metode yang digunakan ada dua yaitu metode direk ammonium
oxalate dan metode direk Rees Ecker
IV. ALAT DAN BAHAN
Alat:
1. Tabung reaksi
2. Pipet thoma
3. Mikropipet
4. Bilik hitung
5. Cawan petri
6. Mikroskop
7. Counter
8. Pipet sahli
9. Deck glass
10. Pipet pasteur

Bahan:

1. Darah EDTA
2. Larutan ammonium oxalate
3. Larutan rees ecker
4. BCB
5. Formalin
6. Aquadest

V. CARA KERJA
a. Metode direk ammonium oxalate
Dipipet 2000 mikro reagen ammoniumoxalate 1 % dan dimasukan
dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 20 mikro darah,campur
hingga homogen. Larutan tadi dipipet lalu diteteskan pada bilik
hitung, biarkan menyebarkan dengan daya kapilaritasnya. Letakan
bilik hitung ke dalam cawan petri yang telah berisi kertas tisu yang
sudah dibasahi, diinkubasi selama 15 menit. Periksa dibawah
mikroskop dengan pembesaran lensa objektif 40x. Perhitungan
dilakukan dalam 10 kotak eritrosit.
b. Metode direk Rees Ecker
Ambil darah dengan pipet toma sampai tanda 1 kemudian pipet
larutan rees ecker sampati tanda 101 sehingga menjadi pengenceran
100x. Larutan tadi diteteskan pada bilik hitung, biarkan menyebarkan
dengan daya kapilaritasnya. Letakan bilik hitung ke dalam cawan
petri yang telah berisi kertas tisu yang sudah dibasahi, diinkubasi
selama 15 menit. Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran
lensa objektif 40x. Perhitungan dilakukan dalam 10 kotakeritrosit.

VI. DATA PENGAMATAN


Metode direk Ammonium Oxalate
Kotak 1 = 14
Kotak 2 = 18
Kotak 3 = 17
Kotak 4 = 10
Kotak 5 = 11
Kotak 6 = 14
Kotak 7 = 10
Kotak 8 = 11
Kotak 9 = 11
Kotak 10 = 11
Jumlah = 127

Metode direk Rees Ecker


Kotak 1 = 7
Kotak 2 = 25
Kotak 3 = 15
Kotak 4 = 12
Kotak 5 = 11
Kotak 6 = 12
Kotak 7 = 18
Kotak 8 = 11
Kotak 9 = 11
Kotak 10 = 16
Jumlah = 138

Hematologi analyzer = 331 x 103/mikroliter

VII. PERHITUNGAN
Metode direk Ammonium Oxalate
Jumlah sel/mm3 = P x 1/Vol x jumlah sel trombosit
Jumlah sel/mm3 = 100/0,04 x 127
Jumlah sel/mm3 = 2500 x 127
Jumlah sel/mm3 = 317.500 sel/mm3
Metode direk Rees Ecker
Jumlah sel/mm3 = P x 1/Vol x jumlah sel trombosit
Jumlah sel/mm3 = 100/0,04 x 138
Jumlah sel/mm3 = 2500 x 138
Jumlah sel/mm3 = 345.000 sel/mm3

VIII. PEMBAHASAN

Trombosit sukar dihitung karena mudah sekali pecah dan sukar dibedakan
dengan kotoran kecil. Dan ditambah dengan sifatnya yang cenderung melekat
pada permukaan asing (bukan endotel utuh) dan menggumpal-gumpal. Ada
dua cara yang lazim di pakai, yaitu cara langsung dan cara tidak langsung.
pada cara tidak langsung jumlah trombosit dibandingkan dengan jumlah
eritrosit, sedangkan jumlah eritrosit itulah yang sebenarnya dihitung. untuk
mencegah trombosit melekat pada permukaan asing, dianjurkan untuk
menggunakan alat-alat gelas yang dilapisi silikon atau alat-alat plastik. Pada
praktikum kali ini mengunakan metode direk ammonium oxalate dan metode
direk rees ecker (Setiabudi dan Rahajuningsih, 2009)
Pemeriksaan dengan metode direk ammonium oxalate didapatkan nilai
317.500sel/mm3 sedangkan pada metode direk rees ecker didapatkan nilai
345.000 sel/mm3 dan pada hematologi analyzer didapatkan nilai 331.000
sel/mm3. Nilai normal untuk sel trmbosit yaitu 150.000 sel/mm3- 400.000
sel/mm3 sehingga nilai yang didapatkan normal. Namun berbagai sumber
menafsirkan nilai normal untuk trombosit berbeda-beda, seperti pada alat
hematologi analyzer yang menuliskan nilai normal untuk trombosit adalah
100.000 sel/mm3-300.000 sel/mm3 , sehingga perlu diperhatikan nilai rujukan
pada seiaplaboratorium yang berbeda. Faktor yang dapat mempengaruhi
temuan laboratorium yaitu, kemoterapi dan sinar X dapat menurunkan hitung
trombosit, pengaruh obat, penggunaan darah kapiler menyebabkan hitung
trombosit cenderung lebih rendah, pengambilan sampel darah yang lamban
menyebabkan trombosit saling melekat (agregasi) sehingga jumlahnya
menurun palsu, tidak segera mencampur darah dengan antikoagulan atau
pencampuran yang kurang adekuat juga dapat menyebabkan agregasi
trombosit, bahkan dapat terjadi bekuan, perbandingan volume darah dengan
antikoagulan tidak sesuai dapat menyebabkan kesalahan pada hasil, jika
volume terlalu sedikit (= EDTA terlalu berlebihan), sel-sel eritrosit mengalami
krenasi, sedangkan trombosit membesar dan mengalami disintegrasi, jika
volume terlalu banyak (=EDTA terlalu sedikit) dapat menyebabkan
terbentuknya jendalan yang berakibat menurunnya jumlah trombosit, dan
penundaan pemeriksaan lebih dari 1 jam menyebabkan perubahan jumlah
trombosit (Riswanto, 2009).
Trombositosis adalah kondisi di mana jumlah trombosit dalam darah
menjadi tinggi. Trombosit atau platelet merupakan sel darah yang berperan
dalam proses pembekuan darah, dengan cara saling menempel untuk
membentuk bekuan darah. Jika jumlah trombosit dalam darah terlalu banyak,
maka risiko penyumbatan pembuluh darah lebih banyak di beberapa anggota
tubuh. Contoh penyakit yang dapat dipicu akibat kondisi ini adalah stroke dan
serangan jantung (Riswanto, 2009).
Trombositopenia adalah kondisi saat jumlah trombosit rendah, di bawah nilai
normal. Trombosit berperan untuk menghentikan perdarahan saat terjadi luka atau
kerusakan di pembuluh darah. Kurangnya jumlah trombosit dapat menyebabkan
darah sulit membeku. Jumlah trombosit normal pada darah adalah sebanyak
150.000 – 450.000 sel per mikroliter darah. Jika jumlah trombosit kurang dari
150.000, maka seseorang dapat dianggap menderita trombositopenia.
Seseorang yang menderita trombositopenia rentan mengalami perdarahan,
misalnya mudah lebam, mimisan, atau gusi sering berdarah. Trombositopenia
dapat disebabkan oleh beberapa kondisi, seperti demam berdarah, ITP, anemia
aplastik, dan leukemia; atau akibat efek samping radioterapi dan kemoterapi.
Bila jumlah trombosit turun tidak terlalu rendah atau masih di atas 50.000,
umumnya tidak memerlukan pengobatan khusus untuk menaikkan jumlah
trombosit (Sutedjo, 2006)

IX. SIMPULAN

Pemeriksaan trombosit dengan metode direk ammonium oxalate


didapatkan nilai 317.500sel/mm3 sedangkan pada metode direk rees ecker
didapatkan nilai 345.000 sel/mm3 dan pada hematologi analyzer didapatkan
nilai 331.000 sel/mm3. Nilai normal untuk sel trmbosit yaitu 150.000 sel/mm 3-
400.000 sel/mm3 sehingga nilai yang didapatkan normal
DAFTAR PUSTAKA

Gandasoebrata, R. 1984. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat

Sutedjo, AY. 2006. Mengenal Penyakit Melalui Pemeriksaan Laboratorium.


Yogyakarta:Amara Books.

Setiabudi, Rahajuningsih D. 2009. Hemostasis dan Trombosis. Jakarta : FKUI.

Riswanto, A.T., 2009. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC

Sutedjo, AY. 2006.Mengenal Penyakit Melalui Pemeriksaan Laboratorium.


Yogyakarta:Amara Books.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai