HEMATOLOGI II
Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
18071009
DENPASAR
2020
PEMERIKSAAN INDEKS ERITROSIT
I. TUJUAN
1. Untuk mengetahui jenis anemia
2. Untuk mengetahui volume eritrosit rata - rata atau Mean
Corpuscular Volume (MCV)
3. Untuk mengetahui berat hemoglobin di dalam eritrosit atau Mean
Corpuscular Hemoglobin (MCH)
4. Untukmengetahui konsentrasi hemoglobin per unit volume
eritrosit atau Mean Corpuscular Hemoglobin
Concentration (MCHC)
Indeks eritrosit adalah batasan untuk ukuran dan isi hemoglobin eritrosit.
Istilah lain untuk indeks eritrosit adalah indeks korpuskuler. Indeks eritrosit
terdiri dari: MCV (Mean Corpuscular Volume, MCH (Mean Corpuscular
Hemoglobin, MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration). Indeks
eritrosit dipergunakan secara luas dalam mengklasifikasi anemia atau sebagai
penunjang dalam membedakan berbagai macam anemia. (Riswanto, 2009)
III. METODE
a. Hemoglobin : Cyanmethemoglobin
b. Hematokrit : Mikrokapiler
Alat :
1. Tabung reaksi
2. Pipet ukur
3. Spinball
4. Mikropipet
5. Fotometer
6. Pipet kapiler
7. Centrifuge
8. Dempul
9. Tissue
10. Pipet thoma eritrosit
11. Penghisap
12. Bilik hitung
13. Kaca penutup
14. Mikroskop
Bahan :
1. Larutan Drabkin
2. Larutan Hayem
3. Darah EDTA
MCH = Hb/AE x 10 pg
= 6,3/40300 x 10 pg
=15,63 pg
= 32%/4.030.000 x 10 fl
=79,40 fl
= 100 x 6,3 / 32
= 19,68 %
IX. PEMBAHASAN
Indeks eritrosit dapat ditetapkan dengan dua metode yaitu manual dan
elektronik (automatik) menggunakan hematology analyzer. Untuk dapat
menghitung indeks eritrosit secara manual diperlukan data kadar hemoglobin,
hematokrit dan hitung jumlah eritrosit. Hemoglobin dipengaruhi oleh faktor
jenis kelamin, umur, maupun asupan nutrisi. Kadar hemoglobin normal pada
perempuan adalah 12-16 g/dl sedangkan laki - laki 13-18 g/dl. Hematokrit
diperiksa dengan metode mikrohematokrit atau kapiler. Metode
mikrohematokrit proporsi plasma dan eritrosit dengan alat pembaca skala
hematokrit. Pada pemeriksaan hitung jumlah eritrosit dengan bantuan bilik
hitung. Pengenceran dalam pipet eritrosit ialah 200 kali, luas tiap bidang kecil
1/400 mm2, tinggi kamar hitung 1/10 mm, sedangkan eritrosit dihitung dalam
5x16 bidang kecil sama dengan 80 bidang kecil yang jumlahnya 1/5 mm2.
Factor untuk mendapatkan jumlah eritrosit per darah menjadi 5 x 10 x 200 =
10.000, maka harga 1 sel eritrosit yang diamati sama dengan 10.000 sel
eritrosit (Setiabudi, 2009).
Pada praktikum kali ini dengan probandus kaniya usia 20 tahun, diperoleh
kadar Hb sebesar 6,39%, jumlah eritrosit sebesar 4.030.000, hematokrit
sebesar 32%, MCH sebesar 15,63 pg, MCV sebesar 79,40 fl dan MCHC
sebesar 19,68%. Menurut literatur nilai rujukan untuk MCV adalah 80.0-100.0
fl, nilai rujukan untuk MCH adalah 27.0-34.0pg, dan nilai rujukan untuk
MCHC adalah 32.0-36.0 g/Dl. Sedangkan pada pemeriksaan dengan
hematologi analyzer diperoleh hasil diperoleh kadar MCH sebesar 27.1 pg,
MCV sebesar 80.0 fl dan MCHC sebesar 33.9 g/dl. Berdasarkan pemeriksaan
secaramanual dapat dilihat bahwa nilai MCH dan MCHC jauh di bawah nilai
rujukan, sedangkan nilai MCV sedikit berada di bawah nilai normal.
Sedangkan pada pemeriksaan dengan hematologi analyzer didapatkan hasil
yang sesuai dengan rentang normal. Hasil dari hematologi analyzer bisa lebih
dipercaya dibandingkan dengan hasil dari pemeriksaan secara manual, karena
kesalahan dengan hematologi analyzer sangat sedikit dibandingkan kesalahan
yang mungkin terjadi saat pemeriksaan secara manual (Setiabudi, 2009).
MCV rendah menunjukkan bahwa volume sel darah merah di bawah
normal, suatu kondisi yang disebut sebagai Microcytosis (sel kecil). Eritrosit
yang terlalu kecil berarti hanya mampu membawa oksigen dalam jumlah yang
sedikit, sehingga menyebabkan tubuh lemas atau mudah lelah. Jika melihat
data statistik, MCV rendah lebih umum terjadi dibanding MCV tinggi. Berikut
adalah penyebab umum MCV rendah, kehilangan darah kronis,anemia
defisiensi besi, thalassemia. MCV tinggi menunjukkan bahwa volume sel
darah merah di atas normal alias terlalu besar, suatu kondisi yang disebut
Macrocytosis (sel besar). Bila sel terlalu besar, maka eritosit akan mudah
pecah saat melewati kapiler kecil yang mengalirkan darah ke sel-sel tubuh.
Penyebab umum MCV tinggi pada hasil pemeriksaan darah lengkap yaitu
kekurangan vitamin B12, defisiensi asam folat, konsumsi Alkohol berlebhan
(Sutedjo, 2006)
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
LAPORAN PRAKTIKUM
HEMATOLOGI II
PEMERIKSAAN RETIKULOSIT
Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
18071009
DENPASAR
2020
PEMERIKSAAN RETIKULOSIT
I. TUJUAN
1. Untuk mengetahui jumlah retikulosit dalam darah
2. Untuk mengetahui metode penghitungan jumlah retikulosit dalam
darah
3. Untuk mengetahui aktivitas sumsumtulang dalam memproduksi
eritrsit
Darah merupakan jaringan cair yang sangat penting bagi manusia yang
memiliki banyak kegunaan untuk menunjang kehidupan. Tanpa darah yang
cukup seseorang dapat mengalami gangguan kesehatan dan bahkan dapat
mengakibatkan kematian. Darah terdiri atas dua bagian, bagian cair yang
disebut plasma dan unsur –unsur padat yaitu sel-sel darah. Darah membentuk
6 sampai 8% dari berat badan tubuh total, volume darah secara keseluruhan
kira – kira 5 liter. Tiga jenis sel darah utama adalah sel darah merah (eritrosit),
sel darah putih (leukosit) dan keping darah (trombosit). Cairan kekuningan
yang membentuk medium cairan darah yang disebut plasma darah membentuk
55% dari volume darah total. Sedangkan 45% sisanya adalah sel darah.
Eritrosit menempati bagian besar volumenya yaitu sekitar 99%, trombosit (0,6
– 1,0%) dan leukosit (0,2%) (Winarno, 2002).
Retikulosit adalah sel-sel eritrosit muda yang telah kehilangan inti sel, dan
mengandung sisa-sisa asam ribonukleat di dalam sitoplasmanya, serta masih
dapat mensintesis hemoglobin. Retikulosit di dalam perkembangannya melalui
6 tahap: pronormoblast, basofilik normoblas, polikromatofilik normoblas,
ortokromik normoblas, retikulosit, dan eritrosit. Dalam keadaan normal
keempat tahap pertama terdapat pada sumsum tulang. Retikulosit terdapat baik
pada sumsum tulang maupun darah tepi. Di dalam sumsum tulang
memerlukan waktu kurang lebih 2 – 3 hari untuk menjadi matang, sesudah itu
lepas ke dalam darah. (Winarno, 2002)
Hitung retikulosit merupakan indicator aktivitas sumsum tulang dan
digunakan untuk mendiagnosis anemia. Banyaknya retikulosit dalam darah
tepi menggambarkan eritropoesis yang hampir akurat. Peningkatan jumlah
retikulosit di darah tepi menggambarkan akselerasi produksi eritrosit dalam
sumsum tulang. Sebaliknya, hitung retikulosit yang rendah terus-menerus
dapat mengindikasikan keadaan hipofungsi sumsum tulang atau anemia
aplastik (Watanabe, et al. 1994)
a. Alat b. Bahan
1. Objek glass 1. Darah EDTA
2. Cover glass
3. Tabung reaksi kecil
4. Pipet Pasteur
5. Mikroskop
c. Reagen
Reagen pewarna dengan formula sebagai berikut :
1. Larutan brilliant crecyl blue 1% 2 ml
2. NaCl 0,85% 1,6 ml
3. Citrat natricus 0,4 ml
4. Aquadest 100 Ml
Eritrosit Retikulosit
33 0
49 0
50 0
45 0
34 0
36 0
37 0
76 0
49 1
37 1
37 0
33 0
55 0
42 0
39 0
51 0
43 1
68 0
VIII. PERHITUNGAN
Retikulosit= 0,29%
IX. PEMBAHASAN
Retikulosit adalah sel darah merah yang masih muda atau sel eritrosit yang
belum matang. Kadarnya adalah 1% dari eritrosit manusia. Nilai normal
retikulosit dalam darah adalah 0,5% - 1.5%. Retikulosit diproduksi oleh
sumsum tulang manusia sebagai respon dari adanya anemia. Pada praktikum
kali ini dengan sampel probandus kaniya 20 tahun di dapatkan nilai retikulosit
yaitu 0,29% dimana nilai ini dibawah dari nilai normal yaitu 0,5%-1,5%
(Gandasoebrata, 1984)
Faktor-faktor yang mempengaruhi temuan laboratorium yaitu cat yang
tidak disaring menyebabkan pengendapan cat pada sel-sel eritrosit sehingga
terlihat seperti retikulosit, menghitung di daerah yang terlalu padat, dan
peningkatan kadar glukose akan mengurangi pewarnaan. Sumber Kesalahan
Pemeriksaan Retikulosit tahap Pra Analitik pengambilan sampel darah vena
menggunakan jarum dan spuid yang basah, menggunakan ikatan pembendung
terlalu kuat dan lama, sehingga menyebabkan hemokonsentrasi. terjadinya
bekuan dalam spuid karena lambatnya kerja, dan terjadinya bekuan dalam
botol karena darah tidak tercampur tepat dengan antikoagulan. Sumber
kesalahan tahap Analitik yaitu pada pembuatan hapusan darah dimana darah
yang cepat menggumpal atau mengering saat diteteskan pada kaca objek,
kurangnya pengalaman dan kesabaran praktikan, ketebalan darah apus
mempengaruhi sel.19, lama waktu dalam pewarnaan juga dapat berpengaruh,
karena daya serap jaringan berbeda, cat yang tidak disaring akan membentuk
endapan pada eritrosit, perubahan pH cat ke arah asam akan menyebabkan
retikulum berbentuk granula halus, sedangkan perubahan ke arah alkali akan
menyebabkan retikulum berbentuk noktah. Kesalahan pada tahap pasca
analitik yaitu, pengendapan cat pada eritrosit akan tampak sebagai retikulosit,
sehingga kemungkinan terhitung sebagai retikulosit, benda inklusi pada
eritrosit ditafsirkan sebagai retikulosit, misalnya basofilik stipling (Savage.et
al, 1989)
Penurunan jumlah retikulosit yang seharusnya tinggi terjadi pada krisis
aplastik yaitu kejadian dimana destruksi eritrosit tetap berlangsung sementara
produksi eritrosi terhenti, misalnya pada anemia hemolitik kronis karena HBS,
anemia pernisiosa, anemia defisiensi asam folat, anemia aplastik, terapi
radiasi, hipofungsi andenocortical, hipofungsi hipofise anterior, dan sirosis
hati (Sutedjo, 2006)
Peningkatan jumlah retikulosit yang disertai kadar HB normal
mengindikasikan adanya penghancuran atau penghilangan eritrosit berlebihan
yang diimbangi dengan peningkatan sum-sum tulang. Peningkatan retikulosit
disertai dengan kadar HB yang rendah menunjukkan bahwa respon tuubuh
terhadap anemia tidak adekuat. Penyakit yang disertai peningkatan jumlah
retikulosit antara lain anemia hemolitik, anemia sel sabit, talasemia mayor,
leukimia, eritroblastik feotalis, HBC dan D positif, kehamilan, dan kondisi
paska pendarahan berat (Sutedjo, 2006).
X. SIMPULAN
Retikulosit adalah sel darah merah yang masih muda atau sel eritrosit yang
belum matang. Kadarnya adalah 1% dari eritrosit manusia. Nilai normal
retikulosit dalam darah adalah 0,5% - 1.5%. Retikulosit diproduksi oleh
sumsum tulang manusia sebagai respon dari adanya anemia. Pada praktikum
kali ini dengan sampel probandus kaniya 20 tahun di dapatkan nilai retikulosit
yaitu 0,29% dimana nilai ini dibawah dari nilai normal yaitu 0,5%-1,5%
DAFTAR PUSTAKA
Winarno, AA., Setyawati. 2002. IPR (Indeks Produksi Retikulosit) pada Berbagai
Klasifikasi Anemia. Makalah Bebas Nasional.
LAMPIRAN
LAPORAN PRAKTIKUM
HEMATOLOGI II
HITUNG EOSINOFIL
Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
18071009
DENPASAR
2020
HITUNG EOSINOFIL
I. TUJUAN
1.Untuk mengetahui jumlah eosinofil pada darah tepi per mm3
Eosinofil merupakan sel darah putih dari kategori granulosit yang berperan
dalam sistem kekebalan dengan melawan parasit multiselular dan beberapa
infeksi pada makhluk vertebrata. Eosinofil terbentuk pada proses
haematopoiesis yang terjadi pada sumsum tulang sebelum bermigrasi ke
dalam sirkulasi darah. Eosinofil dapat ditemukan pada medulla oblongata dan
sambungan antara korteks otak besar dan timus, dan di dalam saluran
pencernaan, ovarium, uterus, limpa dan lymphnodes. Tetapi tidak dijumpai di
paru, kulit, esofagus dan organ dalam lainnya, pada kondisi normal,
keberadaan eosinofil pada area ini sering merupakan pertanda adanya suatu
penyakit. Eosinofil mengandung sejumlah zat kimiawi antara lain histamin,
eosinofil peroksidase, ribonuklease, deoksiribonuklease, lipase, plasminogen
dan beberapa asam amino yang dirilis melalui proses degranulasi setelah
eosinofil teraktivasi. Eosinofil merupakan sel substrat peradangan dalam
reaksi alergi (Gandasoebrata, 1968)
Eosinofil dapat bertahan dalam sirkulasi darah selama 8-12 jam, dan
bertahan lebih lama sekitar 8-12 hari di dalam jaringan apabila tidak terdapat
stimulasi. Sel ini serupa dengan neutrofil kecuali granula sitoplasmanya lebih
kasar dan berwarna lebih merah gelap (karena mengandung protein basa) dan
jarang terdapat lebih dari tiga lobus inti. Mielosit eosinofil dapat dikenali
tetapi stadium sebelumnya tidak dapat dibedakan dari prekursor neutrofil.
Waktu perjalanan dalam darah untuk eosinofil lebih lama daripada untuk
neutropil. Eosinofil memasuki eksudat peradangan dan nyata memainkan
peranan istimewa pada respon alergi, pada pertahanan melawan parasit dan
dalam pengeluaran fibrin yang terbentuk selama peradangan (Winarno, 2002).
Jumlah eosinofil meningkat selama alergi dan infeksi parasit. Bersamaan
dengan peningkatan steroid, baik yang diproduksi oleh kelenjar adrenal
selama stress maupun yang diberikan per oral atau injeksi, jumlah eosinofil
mengalami penurunan. Jumlah eosinofil pada kondisi normal berkisar antara
1-3 % atau 0.1-0.3 x10^3/mmk. Peningkatan jumlah eosinofil (disebur
eosinofilia) dapat dijumpai pada alergi, pernyakit parasitic, kanker (tulang,
ovarium, testis, otak), feblitis, tromboflebitis, asma, emfisema, penyakit ginjal
(Gandasoebrata, 1968).
Fungsi eosinophil adalah sebagai salah satu anti bodi untuk melawan
elergi dan bibit parasit di dalam tubuh. Sel eosinofil (eosinophil) paling
banyak jumlahnya selama dalam keadaan alergi. Sel darah ini membantu
tubuh mengatasi berbagai zat beracun di dalam usus. Sel ini akan banyak
terdapat di dalam aliran darah orang-orang yang menderita trichinosis atau
penyakit oleh cacing rambut, yakni suatu infeksi yang sering terjadi sesudah
makan daging babi yang tidak dimasak dengan baik, dan juga dalam
schistosomiasis, yakni suatu infeksi parasit di daerah tropis (Winarno, 2002).
III. METODE
Metode pengenceran dengan pipet thoma dan hitung pada 9 kotak
sedang bilik hitung.
IV. PRINSIP
Darah diencerkan dengan larutan yang mengandung eosin yang
memberi warna merah pada granula eosinofil kemudian dimasukkanke
dalam bilik hitung Improved Neubauer dan dihitung jumlahnya dalam
volume tertentu
V. ALAT DAN BAHAN
Alat:
1. Objek glass
2. Deck glass
3. Pipet pasteur
4. Tabung reaksi
5. Mikroskop
6. Bilik hitung
7. Spuit
8. Tourniquet
9. Kapas alcohol
10. Kapaskering
11. Pipet thoma leukosit
Bahan:
1. Darah vena
Reagensia:
1. Larutan foundengern
-Eosin 2% : 5ml
-Aseton : 5 ml
-Aquadest add : 100ml
Dilakukan pengenceran darah 10x dengan pipet thoma. Isap darah sampai
tanda 1 dan isap reagensia sampai tanda 11. Bilik hitung yang telah diisi
cairan darah yang diencerkan dibiarkan dalam cawan petri yang telah diberi
kertas saring basah selama 15 menit. Sel eosinifil dihitung pada 9 kotak
sedang.
VIII. PERHITUNGAN
IX. PEMBAHASAN
Sama seperti komponen sel darah putih lainnya, jika kondisi eosinofil
tinggi, maka gejala yang muncul bisa datang dari penyakit yang
menyebabkannya. Namun, ada beberapa gejala umum eosinofil tinggi yang
bisa terjadi, seperti ruam kulit, gatal, diare (biasanya karena penyakit parasit),
asma, hidung tersumbat ingus (jika disebabkan alergi). Gejala eosinofil lain
yang muncul bisa berupa demam atau rasa nyeri yang terasa di area infeksi,
penurunan berat badan drastis dan keringat di tengah malam akibat leukimia
atau kanker lainnya (Savage., et al, 1989)
Kadar eosinofil yang normal bisa nol atau tidak ada sama sekali. Biasanya,
jika baru sekali melakukan tes darah dan menemukan bahwa eosinofil rendah,
belum tentu mengalami kondisi apapun. Jurnal yang dipublikasikan di US
National Library of Medicine menyebut pasien dengan eosinofil rendah
termasuk dalam beberapa kategori, yaitu:berhubungan dengan defisiensi imun,
kombinasi kekurangan eosinofil dan basofil, berhubungan dengan penyakit
alergi yang umum, terutama urtikaria dan asma. Ada beberapa kondisi
kesehatan yang menyebabkan kadar sel darah putih ini menjadi rendah.
Kondisi ini disebut dengan eosinopenia. Eosinopenia disebabkan oleh
penyalahgunaan alkohol atau terlalu banyak mengonsumsi obat steroid.
Kelebihan produksi kortisol (sindrom Cushing) dalam tubuh juga dapat
menahan sistem kekebalan tubuh dan menyebabkan eosinopenia. Rendahnya
jumlah eosinofil mungkin juga dapat disebabkan oleh perubahan
waktu. Dalam kondisi normal dan sehat, eosinofil akan memiliki jumlah
paling rendah di pagi hari dan akan mencapai kadar tertingginya di malam
hari. Namun, apabila seluruh jenis sel darah putih terhitung rendah, Anda
mungkin patut waspada sebab hal itu bisa menjadi penanda adanya masalah
dengan sumsum tulang (Watanabe, et al. 1994)
.
X. SIMPULAN
Winarno, AA., Setyawati. 2002. IPR (Indeks Produksi Retikulosit) pada Berbagai
Klasifikasi Anemia. Makalah Bebas Nasional.
LAMPIRAN
LAPORAN PRAKTIKUM
HEMATOLOGI II
PEMERIKSAAN BT CT
Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
18071009
DENPASAR
2020
PEMERIKSAAN BT CT
I. TUJUAN
1. Untuk mengetahui waktu perdarahan sampai tidak terjadi
perdarahan lagidan untuk mengukur faktor trombosit pada
hemostasis.
2. Untuk mengetahui waktu yang diperlukan darah untuk membeku.
Dalam bidang tes koagulasi, Clotting time adalah salah satu yang
paling prosedural sederhana. Setelah membebaskan plasma dari seluruh darah
dengan sentrifugasi, Trombin yang ditambahkan pada sampel plasma. bekuan
ini terbentuk dan terdeteksi optikal atau mekanis dengan alat koagulasi. Waktu
antara penambahan trombin dan pembentukan gumpalan dicatat sebagai
Clotting time (Pramudianti, 2011)
III. METODE
Pada pemeriksaan BT dilakukan dengan metode duke sedangkan untuk
pemeriksaan CT menggunakan metode Lee and White dengan tabung
darah.
IV. PRINSIP
a. Masa Perdarahan (Bleeding Time)
Pemeriksaan dilakukan menggunakan metode duke dengan prinsipnya
yaitu mengukur lamanya waktu perdarahan sejak pertama kali darah keluar
sampai darah berhenti secara spontan.
b. Masa Pembekuan (Clothing Time)
Pemeriksaan dilakukan menggunakan metode Lee and White dengan
prinsipnya yaitu jika tromboplastin jaringan dicegah masuk ke darah vena
via metode 2 syringe lalu waktu pembekuan pengukuran kasar dan semua
faktor yang berhubungan dengan pembekuan intrinsic (koagulasi dan
penghambat).
Pemeriksaan BT
Alat:
1. Lanset
2. Kertas saring
3. Stopwatch
4. Alcohol swab
Baham:
1. Darah kapiler
Pemeriksaan CT
Alat:
1. Spuit 5 ml
2. Torniquet
3. Tabung darah tutupmerah
4. Stopwatch
5. Alcohol swab
6. Plasterin
Bahan:
1. Darah vena
Pemeriksaan CT
Probandus Rahayu =9 menit
VIII. PEMBAHASAN
Ada dua cara pemeriksaan BT, yaitu cara Duke dan cara Ivy. Cara Duke
lebih sering digunakan di Indonesia, karena perlukaannya lebih kecil
dibandingkan cara Ivy. Cara duke dilakukan dengan menusukkan lancet ke
cuping telinga, sedangkan cara Ivy dilakukan dengan menggoreskan scalpel di
lengan bawah sepanjang 6 mm. Pada praktikum kali ini dilakukan
pemeriksaan bleeding time dengan sampel probandus gita 20 tahun dan kaniya
20 tahun. Pada pemeriksaan sampel gita diperoleh nilai BT yaitu 1 menit,
sedangkan nilai BT untuk sampel kaniya yaitu1menit 30 detik. Nilai normal
untuk pemeriksaan BT adalah 1-3 menit sehingga kedua sampel yang
diperiksa dinyatakan normal. Jika didapatkan hasil BT yang abnormal atau
memanjang, maka perlu dipikirkan beberapa penyebab yaitu kelainan
pembuluh darah atau trombosit. Riwayat penggunaan obat-obatan yang dapat
mengganggu fungsi trombosit seperti aspirin juga perlu digali lebih lanjut.
Pada pasien hemofilia atau kecenderungan perdarahan akibat kekurangan
faktor koagulasi, hasil BT biasanya normal, sehingga hasil BT yang normal
tidak dapat menyingkirkan adanya kecenderungan perdarahan yang signifikan
pada seorang pasien (Muhtar, 2018).
Clothing Time Clotting Time adalah waktu yang di perlukan darah untuk
membeku atau waktu yang di perlukan saat pengambilan darah sampai saat
terjadinya pembekuan. Hal ini menunjukkan seberapa baik platelet
berinteraksi dengan dinding pembuluh darah untuk membentuk pembekuan
darah Dalam bidang tes koagulasi, Clotting time adalah salah satu prosedural
yang paling sederhana. Clothing Time Teknik pengambilan Tes Clotting time
dilakukan untuk mengetahui faktor pembekuan darah terutama yang
membentuk tromboplastin dan faktor pembentuk trombosit. Waktu normal 9-
15 menit. Pada praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan CT metode tabung
dengan sampel darah Rahayu 20 tahun dengan nilai CT yaitu 9 menit dimana
nilai ini tergolng normal. Faktor yang membuat clotting time abnormal pada
pemeriksaan yaitu volume darah dan darah yang diambil terlalu sedikit/terlalu
banyak (Nelly, 2018).
.
IX. SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Nelly. 2018. Analisis Nilai Clothing Time, Prothrombine Time Dan Activated
Partial Thromboplastine Time Pada Remaja Obes (diakses pada
tanggal 17 agustus 2020). Tersedia pada https://jurnal.unimus.ac.id
LAMPIRAN
LAPORAN PRAKTIKUM
HEMATOLOGI II
Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
18071009
DENPASAR
2020
PEMERIKSAAN PPT APTT
I. TUJUAN
1. Untuk mengetahui fungsi koagulasi pada jalur ekstrinsik
2. Untuk mengukur dan menilai aktivitasdari jalur intrinsik kecuali
faktor VII dan XII, yaitu faktor IX, VIII dan X, sertajalur bersama.
II. DASAR TEORI
PT disintesis oleh hati dan merupakan prekursor tidak aktif dalam proses
pembekuan. Protrombin (F II) dikonversi menjadi thrombin oleh
tromboplastin untuk membentuk bekuan darah. Pemeriksaan PT digunakan
untuk menilai kemampuan faktor koagulasi jalur ekstrinsik dan jalur bersama,
yaitu : faktor I (fibrinogen), faktor II (prothrombin), faktor V (proakselerin),
faktor VII (prokonvertin), dan faktor X (faktor Stuart). Perubahan faktor V
dan VII akan memperpanjang PT selama 2 detik atau 10% dari nilai normal
(Suailo,2017).
APTT berbeda dengan PT, mengukur aktivitas jalur intrinsik dan umum
koagulasi. Pembagian kaskade pembekuan ke dalam intrinsik, ekstrinsik dan
umum jalur memiliki sedikit validitas vivo tetapi tetap menjadi konsep yang
berguna untuk menafsirkan hasil pemeriksaan laboratorium. Istilah
tromboplastin dalam tes ini mengacu pada pembentukan kompleks yang
terbentuk dari berbagai faktor pembekuan plasma yang mengubah
prothrombin untuk trombin dan pembentukan berikutnya dari bekuan fibrin
(Hannanu,2019).
III. PRINSIP
a. Plasma Protrombin Time (PPT)
Kalsium yang ada dalam darah diikat dengan antikoagulan untuk mencegah
koagulasi yang mengandung semua faktor koagulasi ekstrinsik kecuali Ca dan
tromboplastin. Waktu yang dibutuhkan untuk koagulasi dinyatakan sebagai
masa protombin plasma.
b. Activated Partial Tromboplastin Time (APTT)
Kalsium yang ada dalam darah diikat dengan antikoagulan untuk mencegah
terjadinya koagulasi, plasma yang mengandung koagulasi intrinsic kecuali
kalsium dan phospholipid. Waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya koagulasi
dinyatakan sebagai nilai APTT.
Pemeriksaan APTT
Alat:
1. Spuit
2. Torniquet
3. Kapas
4. Tabung reaksi
5. Waterbath
6. Stopwatch
7. Ose
8. Centrifuge
9. Pipet pasteur
Bahan:
1. Alcohol
2. Plasmacontrol
3. Actived trombosit
4. Larutan CaCl2
V. CARA KERJA
a. Plasma Protrombin Time (PPT)
Darah probandus diambil dan dimasukkan ke dalam vacutainer tabung tutup
biru, kemudian di sentrifugasi 3000 rpm selama 15 menit. Kemudian, tabung
reaksi diisi 100 μL plasma citrate dan juga tabung normal, diinkubasi dalam
waterbath 37 ℃ selama 2 menit. Kemudian, tabung pemeriksaan diisi 200 μL
OBT pada saat yang sama, stopwatch dinyalakan. Ose digunakan untuk melihat
jendalan fibrin yang terbentuk dengan ose diangkat setiap 30 detik. Jika sudah
terdapat jendalan fibrin, stopwatch dimatikan dan waktunya dicatat.
b. Activated Partial Thromboplastin Time (APTT)
Darah citrate dicentrifuge 3000 rpm selama 15 menit, kemudian plasma
dipisahkan. Diambil 400 μL plasma citrate dan activated trombosit sebanyak
100 L , kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian, diinkubasi
pada suhu 37 ℃ selama 3 menit. Selanjutnya, ditambahkan 0,1 mL CaCl2 M
yang sudah diinkubasi, stopwatch mulai dinyalakan tepat saat tetesan pertama
CaCl2dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian, diamati benang- benang
fibrin yang dibentuk dengan menggunakan ose setiap 0,5 detik. Jika sudah
jendalan fibrin dilihat maka stopwatch dihentikan, kemudian waktu yang
diperlukan untuk pembentukkan jendalan fibrin dicatat sebagai APTT.
VI. DATA PENGAMATAN
Pemeriksaan PPT
Probandus Rahayu = 14 detik
Pemeriksaan APTT
Probandus Rahayu = 48 detik
VII. PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
Hannanu. 2019. APTT (diakses pada tanggal 18 agustus 2020). Tersedia pada
https://www.alodokter.com/
Hilman. 2011. Hematology in Clinical Practice. New York: The McGraw Hill
Nelly. 2018. Analisis Nilai Clothing Time, Prothrombine Time Dan Activated
Partial Thromboplastine Time Pada Remaja Obes (diakses pada
tanggal 17 agustus 2020). Tersedia pada https://jurnal.unimus.ac.id
Suailo. 2017. Hemostasis (diakses pada tanggal 17 agustus 2020). Tersedia pada
http://repository.unimus.ac.id/1248/3/BAB%20II.pdf
LAMPIRAN
LAPORAN PRAKTIKUM
HEMATOLOGI II
PEMERIKSAAN TROMBOSIT
Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
18071009
DENPASAR
2020
PEMERIKSAAN TROMBOSIT
I. TUJUAN
1. Untuk mengetahui jumlah trombosit permikroliter darah
II. DASAR TEORI
Aliran yang keluar dilewatkan medan listrik untuk kemudian sel dipisah-
pisahkan sesuai muatannya. Teknik dasar pengukuran sel dalam flow
cytometri ialah impedansi listrik (electrical impedance) dan pendar cahaya
(light scattering). Teknik impedansi berdasar pengukuran besarnya resistensi
elektronik antara dua elektrode. Teknik pendar cahaya akan menghamburkan,
memantulkan atau membiaskan cahaya yang berfokus pada sel, oleh karena
tiap sel memiliki granula dan indek bias berbeda maka akan menghasilkan
pendar cahaya berbeda dan dapat teridentifikasi. Pada cell counter automatic
masih terdapat kelemahan apabila ada trombosit yang bergerombol, trombosit
besar (giant) serta adanya kotoran, pecahan eritrosit, pecahan leukosit
sehingga cross check menggunakan sediaan apus darat tepi (SADT) sangat
berarti. Sedangkan hitung rombosit secara tidak langsung menggunakan
metode Fonio dan melakukan estimasi metode Barbara Brown Metode Fonio
Metode ini dilakukan dengan menggunakan darah kapiler pada ujung jari
dicampur dengan larutan magnesium sulfat 14% kemudian dibuat SADT dan
dilakukan pengecatan giemsa. Jumlah trombosit dihitung dalam 1000 eritrosit,
jumlah mutlak trombosit dapat diperhitungkan dari jumlah mutlak eritrosit.
Cara ini lebih kasar daripada cara langsung (Sutedjo, 2006)
Trombosit sukar dihitung karena mudah sekali pecah dan sukar dibedakan
dengan kotoran kecil. Dan ditambah dengan sifatnya yang cenderung melekat
pada permukaan asing (bukan endotel utuh) dan menggumpal-gumpal. Ada
dua cara yang lazim di pakai, yaitu cara langsung dan cara tidak langsung.
pada cara tidak langsung jumlah trombosit dibandingkan dengan jumlah
eritrosit, sedangkan jumlah eritrosit itulah yang sebnarnya dihitung. untuk
mencegah trombosit melekat pada permukaan asing, dianjurkan untuk
menggunakan alat-alat gelas yang dilapisi silikon atau alat-alat plastik
(Sutedjo, 2006).
III. METODE
Metode yang digunakan ada dua yaitu metode direk ammonium
oxalate dan metode direk Rees Ecker
IV. ALAT DAN BAHAN
Alat:
1. Tabung reaksi
2. Pipet thoma
3. Mikropipet
4. Bilik hitung
5. Cawan petri
6. Mikroskop
7. Counter
8. Pipet sahli
9. Deck glass
10. Pipet pasteur
Bahan:
1. Darah EDTA
2. Larutan ammonium oxalate
3. Larutan rees ecker
4. BCB
5. Formalin
6. Aquadest
V. CARA KERJA
a. Metode direk ammonium oxalate
Dipipet 2000 mikro reagen ammoniumoxalate 1 % dan dimasukan
dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 20 mikro darah,campur
hingga homogen. Larutan tadi dipipet lalu diteteskan pada bilik
hitung, biarkan menyebarkan dengan daya kapilaritasnya. Letakan
bilik hitung ke dalam cawan petri yang telah berisi kertas tisu yang
sudah dibasahi, diinkubasi selama 15 menit. Periksa dibawah
mikroskop dengan pembesaran lensa objektif 40x. Perhitungan
dilakukan dalam 10 kotak eritrosit.
b. Metode direk Rees Ecker
Ambil darah dengan pipet toma sampai tanda 1 kemudian pipet
larutan rees ecker sampati tanda 101 sehingga menjadi pengenceran
100x. Larutan tadi diteteskan pada bilik hitung, biarkan menyebarkan
dengan daya kapilaritasnya. Letakan bilik hitung ke dalam cawan
petri yang telah berisi kertas tisu yang sudah dibasahi, diinkubasi
selama 15 menit. Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran
lensa objektif 40x. Perhitungan dilakukan dalam 10 kotakeritrosit.
VII. PERHITUNGAN
Metode direk Ammonium Oxalate
Jumlah sel/mm3 = P x 1/Vol x jumlah sel trombosit
Jumlah sel/mm3 = 100/0,04 x 127
Jumlah sel/mm3 = 2500 x 127
Jumlah sel/mm3 = 317.500 sel/mm3
Metode direk Rees Ecker
Jumlah sel/mm3 = P x 1/Vol x jumlah sel trombosit
Jumlah sel/mm3 = 100/0,04 x 138
Jumlah sel/mm3 = 2500 x 138
Jumlah sel/mm3 = 345.000 sel/mm3
VIII. PEMBAHASAN
Trombosit sukar dihitung karena mudah sekali pecah dan sukar dibedakan
dengan kotoran kecil. Dan ditambah dengan sifatnya yang cenderung melekat
pada permukaan asing (bukan endotel utuh) dan menggumpal-gumpal. Ada
dua cara yang lazim di pakai, yaitu cara langsung dan cara tidak langsung.
pada cara tidak langsung jumlah trombosit dibandingkan dengan jumlah
eritrosit, sedangkan jumlah eritrosit itulah yang sebenarnya dihitung. untuk
mencegah trombosit melekat pada permukaan asing, dianjurkan untuk
menggunakan alat-alat gelas yang dilapisi silikon atau alat-alat plastik. Pada
praktikum kali ini mengunakan metode direk ammonium oxalate dan metode
direk rees ecker (Setiabudi dan Rahajuningsih, 2009)
Pemeriksaan dengan metode direk ammonium oxalate didapatkan nilai
317.500sel/mm3 sedangkan pada metode direk rees ecker didapatkan nilai
345.000 sel/mm3 dan pada hematologi analyzer didapatkan nilai 331.000
sel/mm3. Nilai normal untuk sel trmbosit yaitu 150.000 sel/mm3- 400.000
sel/mm3 sehingga nilai yang didapatkan normal. Namun berbagai sumber
menafsirkan nilai normal untuk trombosit berbeda-beda, seperti pada alat
hematologi analyzer yang menuliskan nilai normal untuk trombosit adalah
100.000 sel/mm3-300.000 sel/mm3 , sehingga perlu diperhatikan nilai rujukan
pada seiaplaboratorium yang berbeda. Faktor yang dapat mempengaruhi
temuan laboratorium yaitu, kemoterapi dan sinar X dapat menurunkan hitung
trombosit, pengaruh obat, penggunaan darah kapiler menyebabkan hitung
trombosit cenderung lebih rendah, pengambilan sampel darah yang lamban
menyebabkan trombosit saling melekat (agregasi) sehingga jumlahnya
menurun palsu, tidak segera mencampur darah dengan antikoagulan atau
pencampuran yang kurang adekuat juga dapat menyebabkan agregasi
trombosit, bahkan dapat terjadi bekuan, perbandingan volume darah dengan
antikoagulan tidak sesuai dapat menyebabkan kesalahan pada hasil, jika
volume terlalu sedikit (= EDTA terlalu berlebihan), sel-sel eritrosit mengalami
krenasi, sedangkan trombosit membesar dan mengalami disintegrasi, jika
volume terlalu banyak (=EDTA terlalu sedikit) dapat menyebabkan
terbentuknya jendalan yang berakibat menurunnya jumlah trombosit, dan
penundaan pemeriksaan lebih dari 1 jam menyebabkan perubahan jumlah
trombosit (Riswanto, 2009).
Trombositosis adalah kondisi di mana jumlah trombosit dalam darah
menjadi tinggi. Trombosit atau platelet merupakan sel darah yang berperan
dalam proses pembekuan darah, dengan cara saling menempel untuk
membentuk bekuan darah. Jika jumlah trombosit dalam darah terlalu banyak,
maka risiko penyumbatan pembuluh darah lebih banyak di beberapa anggota
tubuh. Contoh penyakit yang dapat dipicu akibat kondisi ini adalah stroke dan
serangan jantung (Riswanto, 2009).
Trombositopenia adalah kondisi saat jumlah trombosit rendah, di bawah nilai
normal. Trombosit berperan untuk menghentikan perdarahan saat terjadi luka atau
kerusakan di pembuluh darah. Kurangnya jumlah trombosit dapat menyebabkan
darah sulit membeku. Jumlah trombosit normal pada darah adalah sebanyak
150.000 – 450.000 sel per mikroliter darah. Jika jumlah trombosit kurang dari
150.000, maka seseorang dapat dianggap menderita trombositopenia.
Seseorang yang menderita trombositopenia rentan mengalami perdarahan,
misalnya mudah lebam, mimisan, atau gusi sering berdarah. Trombositopenia
dapat disebabkan oleh beberapa kondisi, seperti demam berdarah, ITP, anemia
aplastik, dan leukemia; atau akibat efek samping radioterapi dan kemoterapi.
Bila jumlah trombosit turun tidak terlalu rendah atau masih di atas 50.000,
umumnya tidak memerlukan pengobatan khusus untuk menaikkan jumlah
trombosit (Sutedjo, 2006)
IX. SIMPULAN