Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM

PARASITOLOGI II

PEMERIKSAAN PREPARAT BASAH (FESES)

Dosen Pengampu:

Ayu Saka Laksmita W. S.Si., M.Si

Desak Putu Risky Vidika Apriyanthi. S.Si., M.Si

Disusun oleh:
Anak Agung Istri Dyah Maheswari

18071009

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL

DENPASAR

2020
PEMERIKSAAN PREPARAT BASAH (FESES)

I. TUJUAN

Untuk mendiagnosa adanya infeksi cacing parasit pada orang yang


diperiksa fesesnya. Dan untuk mengetahui bentuk-bentuk dari telur maupun larva
cacing parasit

II. PRINSIP

Eosisn memberikan latar belakang merah terhadap telur yang berwarna


kekung kuningan.

III. METODE

Metode yang digunakan yaitu metode natif

IV. DASAR TEORI

Preparat adalah 77sampel spesimen yang diletakkan atau dioleskan pada


permukaan gelas objek atau slides dengan atau tanpa pewarnaan yang selanjutnya
dapat diamati dibawah mikroskop. Terdapat berbagai macam preparat yang
diamati dengan menggunakan mikroskop. Preparat dapat dibedakan menjadi dua
yaitu berdasarkan daya tahan preparat dan berdasarkan metode pembuatan (Partic.
2008).
Preparat dapat berupa preparat kering atau basah yang berupa sayatan atau
tanpa sayatan. Preparat segar atau basah adalah preparat yang dibuat secara
langsung tanpa pengawetan. Preparat basah berupa objek hidup yang akan diamati
dan biasanya hanya untuk satu kali pengamatan. Preparat awetan atau kering
adalah objek yang sudah diawetkan, preparat kering dapat digunakan berkali-kali.
Preparat segar atau basah adalah berupa objek hidup yang akan diamati dan
biasanya hanya untuk satu kali pengamatan(Gracia dan Bruckner, 2006).
V. ALAT DAN BAHAN
Alat:
1. Gelas objek
2. Pipet tetes
3. Lidi
4. Cover glass
5. Mikroskop
Bahan:
1. Sampel feses

VI. REAGEN
1. Eosin 2%

VII. CARA KERJA


1. Dipersiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Objek glass yang bersih diletakkan di atas meja yang datar
3. Ditambahkan 1-2 tetes eosin 2%
4. Diambil sedikit feses menggunakan tusuk gigi dan diletakkan di
atas objek glass, kemudian diratakan menggunakan tusuk gigi
5. Ditutup menggunakan cover glass dan diamati di bawah mikroskop
pada perbesaran 10x dan 40x.

VIII. INTERPRETASI HASIL


Dinyatakan positif bila ditemukan telur cacing atau larva cacing pada
sampel, dan dinyatakan negatif jika tidak ditemukan telur cacing atau larva cacing
pada preparat.
IX. HASIL PEMERIKSAAN

X. PEMBAHASAN
Pada praktikum pembuatan preparat basah kali ini digunakan sampel dari
RSUP Sanglah. Sampel dibuat menjadi preparat basah, saat diidentifikasi
ditemukan telur cacing Ascaris lumbricoides fertil.
Ascaris lumbricoides adalah nematoda usus atau cacing usus yang
ditularkan melalui tanah yang dapat meyebabkan penyakit ascariasis. Ascaris
lumbricoides yang secara umum dikenal sebagai cacing gelang ini tersebar luas di
seluruh dunia, terutama di daerah tropis dan subtropis yang kelembaban udaranya
tinggi. Di Indonesia infeksi cacing ini endemis di banyak daerah dengan jumlah
penderita lebih dari 60%. Tempat hidup cacing dewasa adalah di dalam usus
halus manusia, terkadang cacing ini dijumpai di bagian usus lainnya.Taksonomi
Ascaris lumbricoides yaitu Kingdom : Animalia, Filum : Nematoda,
Kelas: Secernentea, Ordo : Ascaridida, Famili : Ascarididae, Genus : Ascaris,
Spesies : Ascaris lumbricoides. (Pusarawati, et al, 2019).
Anatomi dan morfologi. Cacing nematoda ini adalah cacing berukuran
besar, berwarna putih kecoklatan atau kuning pucat. Cacing jantan berukuran
panjang antara 10-31cm, sedangkan cacing betina panjang badannya antara 22-35
cm. Ascaris lumbricoides mempunyai mulut dengan tiga buah bibir, yang
terletak sebuah di bagian dorsal dan dua bibir lainnya terletak subventral. Selain
ukurannya lebih kecil daripada cacing betina, cacing jantan mempunyai ujung
posterior yang runcing, dengan ekor melengkung kearah ventral. Bentuk tubuh
cacing betina membulat (conical) dengan ukuran badan yang lebih besar dan lebih
panjang dari pada cacing jantan dan bagian ekor yang lurus, tidak melengkung.
(Pusarawati, et al, 2019).

Telur. Ascaris lumbricoides mempunyai dua jenis telur, yaitu telur yang
sudah dibuahi (fertilized eggs) dan telur yang belum dibuahi (unfertilized eggs).
Fertilized eggs berbentuk lonjong, berukuran 45-70 mikron x 35-50 mikron,
mempunyai kulit telur yang tak berwarna. Kulit telur bagian luar tertutup oleh
lapisan albumin yang permukaannya bergerigi (mamillation), dan berwarna coklat
karena menyerap zat warna empedu. Sedangkan di bagian dalam kulit telur
terdapat selubung vitelin yang tipis, tetapi kuat sehingga telur cacing Ascaris
dapat bertahan sampai satu tahun di dalam tanah. Unfertilized egg (telur yang tak
dibuahi) dapat ditemukan jika di dalam usus penderita hanya terdapat cacing
betina saja. Telur yang tak dibuahi ini bentuknya lebih lonjong dan lebih panjang
dari ukuran fertilized eggs dengan ukuran sekitar 80x 55 mikron; telur ini tidak
mempunyai rongga udara di kedua kutubnya (Soedarto,2011).

Infeksi askariasis dapat terjadi melalui beberapa jalan, yaitu telur infektif
masuk mulut bersama makanan dan minuman yang tercemar, melalui tangan yang
kotor karena tercemar tanah yang mengandung telur infektif, atau telur infektif
terhirup melalui udara bersama debu. Jika telur infektif masuk melalui saluran
pernapasan, telur akan menetas di mukosa jalan napas bagian atas, larva langsung
menembus pembuluh darah dan beredar bersama aliran darah (Soedarto,2011)
Akibat beradanya cacing dewasa di dalam usus dan beredarnya larva
cacing di dalam darah, akan terjadi perubahan patologis pada jaringan dan organ
penderita. Larva cacing yang berada di paru-paru dapat menimbulkan pneumonia
pada penderita dengan gejala klinis berupa demam, batuk, sesak dan dahak yang
berdarah. Selain itu penderita juga mengalami urtikaria disertai terjadinya
eosinofili sampai 20 persen pada gambaran darah tepi. Terdinya pneumonia yang
disertai dengan gejala alergi ini disebut sebagai Sindrom Loeffler atau Ascaris
pneumonia. Pengobatan askariasis dapat dengan berbagai obat cacing efektif
untuk mengobati askariasis dan hanya menimbulkan sedikit efek samping, antara
lain adalah Mebendazol, Ivermectin, Nitazoxanide, Pirantel pamoat, Albendazol
dan Levamisol. (Widodo, 2009)

XI. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa


pemeriksaan sampel feses dari RSUP sanglah dengan metode natif
menggunakan preparat basah dinyatakan posistif terinfeksi Ascaris
lumbricoides, karena ditemukan telur cacing tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Gracia. Bruckner. 2006. Diagnostik Parasitologi Kedokteran. Jakarta:


EGC

Partic. 2008. Penuntun Parasitologi Kedokteran. Bandung: binacipta

Pusarawati, dkk. 2019. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC

Soedarto. 2011. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Sagung seto

Widodo, R. 2009. Pemberian Makanan, Suplemen dan Obat. Jakarta :


EGC
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai