Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA KLINIK I

PEMERIKSAAN GLUKOSA DARAH

Dosen Pengampu:

Ni Putu Rahayu Artini.S.Si.,M.Si

I Wayan Tanjung Aryasa.S.Si.,M.Si

Disusun oleh:

Anak Agung Istri Dyah Maheswari

18071009

KELOMPOK 2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL

DENPASAR

2020
PEMERIKSAAN

GLUKOSA DARAH

I. TUJUAN

1. Menentukan kadar glukosa dalam darah dengan menggunakan metode


spektrofotometri dan fotometri.

II. DASAR TEORI

Glukosa darah adalah istilah yang mengacu kepada kadar glukosa dalam darah yang
konsentrasinya diatur ketat oleh tubuh. Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah
sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Umumnya tingkat glukosa dalam darah
bertahan pada batas-batas 4-8 mmol/L/hari (70-150 mg/dL), kadar ini meningkat setelah
makan dan biasanya berada pada level terendah di pagi hari sebelum orang-orang
mengkonsumsi makanan. Semua sel dengan tiada hentinya mendapat glukosa, tubuh
mempertahankan kadar glukosa dalam darah yang konstan, yaitu sekitar 80-100 mg/dl
bagi dewasa dan 80-90 mg/dl bagi anak, walaupun pasokan makanan dan kebutuhan
jaringan berubah-ubah sewaktu kita tidur, makan, dan bekerja (Cranmer . et al., 2009).

Kadar glukosa yang rendah, yaitu hipoglikemia dicegah dengan pelepasan glukosa
dari simpanan glikogen hati yang besar melalui jalur glikogenolisis dan sintesis glukosa
dari laktat, gliserol, dan asam amino di hati melalui jalur glukonoegenesis dan melalui
pelepasan asam lemak dari simpanan jaringan adiposa apabila pasokan glukosa tidak
mencukupi. Kadar glukosa darah yang tinggi yaitu hiperglikemia dicegah oleh perubahan
glukosa menjadi glikogen dan perubahan glukosa menjadi triasilgliserol di jaringan
adiposa. Keseimbangan antar jaringan dalam menggunakan dan menyimpan glukosa
selama puasa dan makan terutama dilakukan melalui kerja hormon homeostasis metabolik
yaitu insulin dan glukagon (Mayes, 2001).

Glukosa tebentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di
hati dan otot rangka. Glukosa adalah suatu gula enam karbon yang sederhana. Glukosa
dalam makanan sebagian besar terdapat dalam bentuk disakarida (secara kimiawi terikat
ke molekul gula lain) dan sebagai kanji polisakarida kompleks. Dalam mukosa usus
halus, disakarida diuraikan menjadi monosakarida oleh enzim yang disebut disakaridase.
Kanji diuraikan oleh amilase yang dikeluarkan oleh pankreas dan juga oleh kelenjar air
liur. Gula diserap di usus dalam bentuk monosakarida (Irawan, 2007).

III. METODE

Metode praktikum penentuan kadar glukosa darah ini yaitu spektrofotometri dan
fotometri

IV. ALAT DAN BAHAN

Alat:

1. Spuit 3ml 7. Tip kuning dan biru


2. Tabung darah tutup merah 8. Centrifuge
3. Kapas alkohol 9. Spektrofotometer
4. Rak tabung 10. Kuvet
5. Tabung reaksi 11. Fotometer
6. Pipet mikro 12. Waterbath
Bahan:

1. Sampel darah 3. Reagent


2. Aquadest 4. Larutan standard.

V. CARA KERJA

Darah diambil pada probandus menggunakan spuit 3 ml kemudian diletakan darah


pada tabung darah dengan tutup warna merah, diamkan darah selama lima menit kemudian
dicentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Kemudian diambil serum darah
dan letakan pada tabung yang tersedia.

Pembuatan larutan blanko, pada tabung dengan label 1 ditambahkan 1000 mikro
reagent dan 10 mikro aquadest. Pada tabung dengan label 2 ditambahkan 1000 mikro reagent
dan 10 mikro srandard untuk pembuatan larutan standard. Untuk larutan sampel
ditambahkan1000 mikro reagent dan10 mikro sampel. Kemudian setelah dicampur, ketiga
tabung tersebut diinkubasi selama10 menit padasuhu 37oC pada waterbath. Kemudian dibaca
pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 510 nm. Dan baca pada fotometer dengan
panjang gelombang 510 nm.
VI. DATA PENGAMATAN
1. Metode Spektrofotometri
a. Sampel 1
Probandus : Gita
Umur : 20 Tahun
Blanko Standar Sampel Hasil Akhir

Reagen 1000µl 1000µl 1000µl -

Aquadest 10µl - - -

Standar - 10µl - -

Sampel 1 - - 10µl -

Hasil 0 0,130 nm 0,082 nm 63 mg/dL

b. Sampel 2
Probandus : Eka
Umur : 20 Tahun
Blanko Standar Sampel Hasil Akhir

Reagen 1000µl 1000µl 1000µl -

Aquadest 10µl - - -

Standar - 10µl - -

Sampel 1 - - 10µl -

Hasil 0 0,130 nm 0,124 nm 95 mg/Dl

2. Metode Fotometri

Blanko Standar Sampel 1 Sampel 2

Reagen 1000µl 1000µl 1000µl 1000µl

Aquadest 10µl - - -
Standar - 10µl - -

Sampel 1 - - 10µl -

Sampel 2 - - - 10µl

Hasil 0 100 mg/dL 816 mg/dL 740 mg/dL

VII. PERHITUNGAN

Sampel 1 Sampel 2
Nama : Gita Prayascitta Nama : Eka Puspita
Umur : 20 tahun Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan Jenis Kelamin : Perempuan
A. Metode Spektrofotometri
Diketahui :
Abs Standar = 0,130
Abs Sampel 1 = 0, 082
Abs Sampel 2 = 0,124
Konsentrasi standar = 100 mg/dl

Sampel 1 = x Konsentrasi standar (mg/dL)

= x 100 mg/dL

= 63 mg/dL (Rendah)

Sampel 2 = x Konsentrasi standar (mg/dL)

= x 100 mg/dL

= 95 mg/dL (Normal)
B. Metode Fotometri
Hasil Glukosa Sampel 1 = 816 mg/dL (Tinggi)
Hasil Glukosa Sampel 2 = 740 mg/dL (Tinggi)
VIII. PEMBAHASAN

Pada praktikum pemeriksaan kadar glukosa ini menggunakan dua sampel yaitu
sampel 1 dan sampel 2. Metode yang dilakukan juga ada dua yaitu spektorfotometri dan
fotometri. Pemeriksaan dengan spektrofotometer didapatkan absorbansi sampel 1 yaitu
0,082 dan absorbansi standar 0,130 dan setelah dilakukan perhitungan didapatkan hasil 63
mg/dL. Pada sampel 2 absorbansi sampelnya yaitu 0,124 dan absorbansi standarnya 0,130
kemudian setelah dilakukan perhitungan didapat hasil 95 mg/dL. Umumnya tingkat
glukosa dalam darah bertahan pada batas-batas 4-8 mmol/L/hari (70-150 mg/dL), kadar
ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level terendah di pagi hari
sebelum orang-orang mengkonsumsi makanan. Semua sel dengan tiada hentinya
mendapat glukosa, tubuh mempertahankan kadar glukosa dalam darah yang konstan,
yaitu sekitar 80-100 mg/dl bagi dewasa dan 80-90 mg/dl bagi anak (Cranmer . et al.,
2009).

Berdasarkan pemeriksaan glukosa darah metode spektrofotometri dan berdasarkan


hasil perhitungan,sampel 1 kadar glukosa darahnya yaitu 63 mg/dl yaitu rendah, hal ini
disebabkan karna pengambilan sampel dilakukan pagi hari dan probandus belum sarapan,
menurut literatur kadar glukosa berada pada level terendah dipagi hari sebelum
mengkonsusmsi makanan. Gula darah terlalu rendah atau hipoglikemia terjadi ketika
kadar gula darah di bawah 70 mg/dL. Kondisi ini juga umum terjadi pada penderita
diabetes, yaitu akibat efek samping obat antidiabetes yang dikonsumsinya. Obat
antidiabetes, khususnya insulin, bisa menurunkan kadar gula darah secara berlebihan.
Penderita diabetes tipe 1 tidak memiliki hormon insulin dalam jumlah yang cukup. Oleh
karena itu, diperlukan tambahan insulin dari luar yang biasanya berupa suntikan. Namun
jika dosisnya terlalu tinggi, insulin bisa membuat gula darah turun drastis. Pada penderita
diabetes, hipoglikemia dapat terjadi jika penggunaan insulin atau obat antidiabetes tidak
diiringi oleh asupan makanan yang cukup. Olahraga yang berlebihan juga dapat memicu
kondisi ini. Bukan hanya penderita diabetes, orang yang tidak menderita diabetes pun bisa
mengalami hipoglikemia atau gula darah rendah. Beberapa penyebabnya adalah terlalu
banyak minum minuman beralkohol, menderita penyakit tertentu, seperti
hepatitis, anoreksia nervosa, atau tumor pada pankreas, kekurangan hormon tertentu,
mengonsumsi obat-obatan tertentu, misalnya quinine, tanpa sengaja mengonsumsi obat
antidiabetes milik orang lain (Ekawati, 2012)
Sedangkan gula darah tinggi atau hiperglikema adalah kondisi ketika kadar glukosa di
dalam darah mengalami kenaikan. Kondisi yang umumnya sering dialami oleh mereka
yang menderita diabetes ini bisa berbahaya jika terjadi secara terus-menerus. Siapa pun
bisa mengalami gula darah tinggi, bahkan pada orang yang tidak menderita diabetes
sekalipun. Kondisi tersebut dapat terjadi pada mereka yang mengalami serangan jantung,
menderita infeksi yang cukup parah, stres berat, mengalami gangguan pankreas, atau
stroke. Bagi penderita diabetes, kadar gula darah tinggi dapat disebabkan karena lupa
mengonsumsi obat penurun glukosa atau menyuntikkan insulin. Stres, infeksi, kurang
berolahraga, terlalu banyak mengonsumsi karbohidrat, atau melakukan aktivitas fisik
yang cukup berat di saat tingkat insulin rendah juga dapat menjadi pemicu gula darah
tinggi. (Ekawati, 2012).

Pada sampel 2 yang diperiksa dengan metode spektrofotometri didapatkan hasil 95


mg/dl yaitu normal. Memiliki kadar gula darah normal pada tubuh sangat penting karena
bisa menunjang kinerja tubuh dan membuat tetap sehat. Sebenarnya kadar gula
darah normal tidak berpatokan pada satu angka baku. Kadar ini bisa berubah seperti saat
sebelum dan sesudah makan atau juga saat waktunya tidur. Seusai makan, sistem
pencernaan akan memecah karbohidrat menjadi gula atau glukosa yang bisa diserap oleh
aliran darah. Zat tersebut sangat penting untuk sumber energi sel-sel tubuh. Darah
mengalirkan zat gula ini menuju sel-sel tubuh guna menjadikannya energi. Namun, zat
gula ini harus melewati sebuah ‘pintu’ untuk memasuki sel-sel tersebut. Hormon yang
berperan dalam membuka ‘pintu’ itu adalah insulin. Insulin dihasilkan oleh pankreas.
Setelah memasuki sel, zat gula ini akan dibakar menjadi energi yang bisa dipakai. Gula
yang lebih akan disimpan di hati untuk dipakai di kemudian hari. Untuk menghindari efek
gula darah terlalu rendah atau tinggi, maka kadar gula dalam darah harus diperhatikan
agar tetap dalam batas normal. Menjaga kadar gula dalam darah bisa dengan berbagai
cara yaitu olahraga rutin, perhatikan asupan makan, makan tepat waktu dan selalu hindari
stres (Dawn, 2000).

Pada pengukuran dengan menggunakan fotometer didapatkan hasil yang jauh berbeda
dengan pengukuran dengan spektrofotometer, dimana pada sampel 1 didapat hasil 816
mg/dl danpada sampel 2 740 mg/dl hasil ini mungkin didapat karena beberapa kesalahan
yang dilakukan saat melakukan prosedur pemeriksaan dengan fotometer. Kesalahan
tersebut bisa karena kesalahan alat ukur, benda ukur atau karena kesalahan si pengukur
(Poedjiadi,1994)
IX. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa;

1. Kadar glukosa dalam darah dapat diukur menggunakan spektrofotometer dan


fotometer
2. Kadar glukosa sampel 1 dengan pengukuran spektrofotometer yaitu 63 mg/dl yang
dianggap rendah
3. Kadar glukosa sampel 2 pada pemeriksaan glukosa darah dengan
spektrofotometer yaitu 95 mg/dl dimana nilai ini dianggap normal.

DAFTAR PUSTAKA

Cranmer H., Shannon M., 2009. Hypoglycemia. USA: Lippincott Williams & Wilkins

Dawn BM. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar: Dasar-Dasar Kimiawi dan Biologis
Biokimia. Jakarta: EGC

Ekawati, R. E., 2012. Hubungan Glukosa Darah Terhadap Hypertriglyceridemia


Pada Penderita Diabetes Melitus. Surabaya : Universitas Airlangga

Irawan, M. Anwari. 2007. Glukosa dan Metabolisme Energi. Polton Sport Science &
Performance Lab., 01(06), 2-4.

Mayes. P.A., Robert K., Murray, daryl.K., Granner, Victor W., Redwell,
2001. Biokimia Harper. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Poedjiadi A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press


LAMPIRAN
LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA KLINIK I

PEMERIKSAAN ASAM URAT

Dosen Pengampu:

Ni Putu Rahayu Artini.S.Si.,M.Si

I Wayan Tanjung Aryasa.S.Si.,M.Si

Disusun oleh:

Anak Agung Istri Dyah Maheswari

18071009

KELOMPOK 2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL

DENPASAR

2020
PEMERIKSAAN
KADAR ASAM URAT

I. TUJUAN
1. Menentukan kadar asam urat pada serum darah dengan metode spektrofotemetri
dan fotometri
II. DASAR TEORI

Darah adalah sejenis jaringan ikat yang sel-selnya (elemen pembentuk) tertahan dan
dibawah oleh matriks cairan (plasma). Darah lebih berat dibandingkan air dan lebih
kental. Cairan ini memiliki rasa dan bau yang khas, serta pH 7,4.(7,35 – 7,45). Warna
darah berfariasi dari merah terang sampai merah tua kebiruan bergantung pada kadar
oksigen yang dibawah oleh sel darah merah. Volume darah total sekitar 5 liter pada laki-
laki dewasa berukuran rata-rata dan kurang sedikit padda perempuan dewasa. Volume ini
bervariasi sesuai ukuran tubuh dan berbanding terbalik dengan jumlah jaringan adiposa
dalam tubuh. Volume ini juga bervariasi sesuai perubahan cairan darah dan konsentrasi
elektrolitnya (Sloane:2003).

Serum merupakan cairan darah yang berwarna kuning. Didalam serum terdapat dua
protein yaitu albumin dan globullin. Antibodi berada di dalam serum dikarenakan
Antibodi golongan darah merupakan protein globulin, yang bertanggung jawab sebagai
kekebalan tubuh alamiah untuk melawan antigen asing. Komposisi serum sama dengan
plasma yaitu 91% air, 8% protein, dan 0,9% mineral. Akan tetapi didalam serum tidak
ada faktor pembekuan (fibrinogen). Dikarenakan serum tidak diberi anti koagulan,
fibrinogen dapat diubah menjadi benang-benang fibrin sehingga terjadi pembekuan darah.
Dimana antikoagulan ini mengikat kalsium sebagai faktor pembekuan sehingga
fibrinogen tidak di ubah menjadi benang-benang fibrin (Oktari, 2016).

Asam urat adalah hasil metabolisme purin dalam tubuh. Zat asam urat ini biasanya
akan dikeluarkan oleh ginjal melalui urine dalam kondisi normal. Namun dalam kondisi
tertentu, ginjal tidak mampu mengeluarkan zat asam urat secara seimbang, sehingga
terjadi kelebihan dalam darah. Kelebihan zat asam urat ini akhirnya menumpuk dan
tertimbun pada persendian-persendian dan tempat lainnya termasuk di ginjal itu sendiri
dalam bentuk kristal-kristal. Asam urat terutama disintesis dalam hati yang dikatalisis
oleh enzim xantin oksidase. Asam urat diangkut ke ginjal oleh darah untuk filtrasi,
direabsorbsi sebagian, dan diekskresi sebagian sebelum akhirnya diekskresikan melalui
urine. Peningkatan kadar asam urat dalam urine dan serum bergantung pada fungsi ginjal,
kecepatan metabolisme purin, dan asupan diet makanan yang mengandung purin.
(Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 2004)

Dalam beberapa keadaan, misalnya konsumsi makanan yang mengandung purin


tinggi, atau karena ginjal kurang mampu mengeluarkannya dalam tubuh, maka kadar
asam urat dalam darah akan meningkat. Kadar asam urat dalam darah adalah laki - laki
3,4-7,7 mg/dL, perempuan 2,5-5,5 mg/dL dan anak-anak 2,0-2,5 mg/dL. Peningkatan
kadar asam urat dalam darah disebut juga hiperurisemia. Keadaan ini dapat menyebabkan
penumpukan kristal asam urat di persendian dan menimbulkan peradangan di daerah
tersebut. Kondisi menetapnya hiperurisemia menjadi predisposisi (faktor pendukung)
seseorang mengalami radang sendi akibat asam urat (gout arthritis), batu ginjal akibat
asam urat ataupun gangguan ginjal. (Misnadiarly, 2009)

III. METODE
Metode praktikum penentuan kadar asam urat ini yaitu spektrofotometri dan fotometri

IV. ALAT DAN BAHAN


Alat :
1) Spektrofotmeter UV – Vis 7) Tourniquet
2) Cuvet 8) Tabung Darah Bertutup Merah
3) Fotometer 9) Sentrifus
4) Tabung Reaksi 10) Mikropipet
5) Rak Tabung 11) Tip Biru dan Tip Kuning
6) Spuite 12) Waterbath
Bahan :
1) Serum 4) Reagen Pemeriksaan Kadar Asam
2) Aquades Urat
3) Larutan Standar

V. CARA KERJA
Pertama-tama reagen reagen pemeriksaan albumin dan dibiarkan pada suhu ruang.
Selanjutnya dipersiapkan alat dan bahan untuk pemeriksaan albumin, yaitu spuite 3 cc,
kapas alkohol, tourniquet, tabung darah dengan tutup berwarna merah, sentrifus, tabung
reaksi, mikropipet, tip biru, tip kuning, rak tabung reaksi, spektrofotometer, fotometer
dan waterbath.
Darah diambil pada probandus menggunakan spuit 3 ml kemudian diletakan darah
pada tabung darah dengan tutup warna merah, diamkan darah selama lima menit
kemudian dicentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Kemudian diambil
serum darah dan letakan pada tabung yang tersedia.
Larutan blanko dibuat dengan cara dimasukkan 1000 ul reagen dan ditambahkan 25 ul
aquadest kemudian dicampur. Untuk pembuatan larutan standar dilakukan dengan cara
dimasukkan 1000 ul reagen dan ditambah dengan 25 ul larutan standar kemudian
dicampur. Untuk pembuatan sampel, dimasukkan 1000 ul dan ditambahkan 25 ul sampel
(serum) kemudian dicampur. Selanjutnya blanko, standard dan sampel diinkubasi pada
waterbath pada suhu 37 derajat celcius selama 90 detik. Lalu masing masing blanko,
standar dan sampel dimasukkan ke dalam cuvet yang kemudian dibaca pada panjang
gelombang 520 nm menggunakan spektrofotometer. Jika sudah, dicatat absorbansi dan
lakukan perhitungan kadar asam urat pada serum. Lakukan pemeriksaan menggunakan
fotometer guna mengetahui kadar asam urat pada serum.

VI. DATA PENGAMATAN


1) Metode Spektrofotomteri
Absorbansi Standar = 0,005
Absorbansi Sampel 1 = 0,141
Absorbansi Sampel 2 = 0,056

VII. PERHITUNGAN

Perhitungan Sampel 1 Perhitungan Sampel 2

Kadar Asam Urat = x Kadar Asam Urat = x

Konsentrasi Standar Konsentrasi Standar

Kadar Asam Urat = x6 Kadar Asam Urat= x6

Kadar Asam Urat = 169,2 mg/dL Kadar Asam Urat = 67,2 mg/dL
Metode Fotometri
- Sampel 1 = 99,8 mg/dL
- Sampel 2 = 156 mg/dL

VIII. PEMBAHASAN

Asam urat terbentuk dari proses penguraian zat purin yang terdapat dalam makanan
dan minuman. Misalnya daging merah, seafood, hati, ikan makarel, kacang, dan bir.
Kemudian darah membawa purin ke ginjal untuk di saring, dan sisanya dibuang melalui
urine. Jika tubuh memproduksi asam urat secara berlebihan dan ginjal tidak mampu lagi
membuangnya maka bisa mengundang peradangan sendi karena terbentuknya kristal
padat pada sendi-sendi. Berikut salah satu acuan kadar asam urat normal, perempuan:
2,4–6,0 miligram per desiliter mg/dL, laki-laki: 3,4–7,0 mg/dL, dan anak-anak: 2,0–5,5
mg/dL (Hamdani, 2012)

Pada praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan kadar asam urat pada serum dengan
metode spektrofotometri dan fotometri, hasil yang di dapat dari pemeriksaan kali ini
menunjukan bahwa pada sampel 1 dengan metode spetrofotometri di dapatkan hasil
sebesar 169,2 mg/dL dan pada metode fotometri di dapatkan hasil sebesar 99,8 mg/dL
yang dimana kadar asam urat pada sampel 1 tergolong sangat tinggi dari nilai normal
yang telah di tentukan pada insert kit yaitu 1,5 – 7,0 mg/dL. Sedangkan pada sampel 2 di
dapatkan hasil sebesar 67,2 mg/dL pada metode spektrofotometri dan 156 mg/dL pada
metode fotometri yang dimana hasil yang di dapatkan juga sama tergolong tinggi dengan
sampel 1. Hasil yang sangat tinggi dan tidak sesuai dengan kadar normal yang telah di
tentukan ini dapat terjadi karena adanya kesalahan praktikan pada saat memeriksa sampel,
dan bias juga terjadi karena reagen yang digunakan sudah kadaluwarsa, dan juga pada
saat pembuatan larutan standar kemungkinan jumlah dari standar yang di masukan tidak
sesuai sebanyak 25 uL, dikarenakan pada saat pengujian jumlah standar yang terdapat
dalam botol sangat sedikit yang memungkinkan untuk terjadinya kesalahan saat
pengambilan standar (Andry.dkk, 2009)

Jika kadar asam urat tinggi, tetapi tidak ada keluhan rematik asam urat, pasien
mungkin tidak memerlukan pengobatan. Sebaliknya, jika kadar asam urat normal tetapi
mengalami gejala rematik asam urat, berarti asam urat sudah mengkristal dan
memerlukan pengobatan. Umumnya rematik asam urat dialami orang-orang lanjut usia.
Pria lebih berisiko terkena asam urat dibanding wanita. Berikut merupakan gejala rematik
asam urat; rasa nyeri pada persendian yang datang dan pergi, biasanya paling terasa pada
ibu jari kaki, sulit berjalan, sendi yang nyeri terlihat kemerahan dan sulit digerakkan,jika
dibiarkan, rasanya nyeri dapat bertahan hingga lebih dari 1 minggu. Beberapa cara yang
dapat dilakukan untuk menjaga kadar asam urat normal, seperti: batasi konsumsi daging
merah, seafood, hati, dan ikan sarden, hindari minuman beralkohol seperti bir dan
lainnya, tetapi sedikit wine tidak meningkatkan risiko asam urat, usahakan untuk berhenti
merokok,hindari minuman dengan pemanis buatan, misalnya minuman kotak atau
kalengan,olahan kacang kedelai sebaiknya juga dihindari, olahraga teratur. Berat badan
yang sehat dapat mengurangi risiko asam urat,minum air putih yang cukup untuk
menghindari dehidrasi (Misnadiarly. 2009).

IX. KESIMPULAN
. Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan
1. Pemeriksaan kadar asamurat dengan sampel serum darah dapat dilakukan dengan
metode spektrofotometri dan fotometri
2. Kadar asam urat normal, perempuan: 2,4–6,0 miligram per desiliter mg/dL, laki-
laki: 3,4–7,0 mg/dL, dan anak-anak: 2,0–5,5 mg/Dl.
3. Pada pemeriksaan asam urat yang telah dilakukan di dapatkan hasil yaitu pada
sampel 1 kadar asam urat sebesar 169,2 mg/dL pada metode spektrofotometri dan
sebesar 99,8 mg/dL pada metode fotometri. Sedangkan pada smapel 2 kadar asam
urat sebesar 67,8 mg/dL pada metode spektrofotometri dan sebesar 156 mg/dL
pada metode fotometri.

DAFTAR PUSTAKA

Andry. Saryono dan Arif, SU. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kadar Asam Urat Pada Pekerja Kantor di Desa Karang Turi, Kecamatan Bumiayu,
Kabupaten Brebes,. Jurnal Keperawatan Soedirman

Hamdani, S 2012. Diktat Praktikum Kimia Analisis. Bandung: Sekolah Tinggi


Farmasi Indonesia

Misnadiarly. 2009. Rematik, Asam Urat, dan Arthritis Gout. Jakarta: Obor
Oktari, Anita., Nida Daeninur Silvia 2016. Pemeriksaan Golongan Darah Sistem
ABO Metode Slide. Jurnal Teknologi Laboratorium., Vol. 5, No.2, pp. 49 ~ 54 ISSN:
2338 – 5634 : Bandung, pp 49.

Sloane. E 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC

Syamsu hidayat dan Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC

LAMPIRAN
LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA KLINIK I

PEMERIKSAAN BLOOD UREA NITROGEN

Dosen Pengampu:

Ni Putu Rahayu Artini.S.Si.,M.Si

I Wayan Tanjung Aryasa.S.Si.,M.Si

Disusun oleh:

Anak Agung Istri Dyah Maheswari

18071009

Kelompok 2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL

DENPASAR

2020
PEMERIKSAAN
BLOOD UREA NITROGEN (BUN) / UREUM

V. TUJUAN
1. Untuk mengetahui kadar ureum pada serum darah dengan berbagai metode dan
dapat menginterpretasikan hasilnya.

VI. DASAR TEORI


Sampah utama metabolisme protein adalah ureum atau urea. Ureum
merupakan senyawa nitrogen non protein yang ada di dalam darah. Ureum adalah
produk akhir katabolisme protein dan asam amino yang diproduksi oleh hati dan
didistribusikan melalui cairan intraseluler dan ekstraseluler ke dalam darah untuk
kemudian difiltrasi oleh glomerulus dan sebagian direabsorbsi pada keadaan dimana
urin terganggu. Jumlah ureum dalam darah ditentukan oleh diet protein dan
kemampuan ginjal mengekskresikan urea. Jika ginjal mengalami kerusakan, urea akan
terakumulasi dalam darah. Peningkatan urea plasma menunjukkan kegagalan ginjal
dalam melakukan fungsi filtrasinya. (Lamb et al., 2006 dalam Indriani, dkk., 2017).
Kondisi gagal ginjal yang ditandai dengan kadar ureum plasma sangat tinggi dikenal
dengan istilah uremia. Keadaan ini dapat berbahaya dan memerlukan hemodialisa
atau tranplantasi ginjal (Verdiansah. 2016).
Ureum adalah produk limbah dari pemecahan protein dalam tubuh. Siklus urea
(disebut juga siklus ornithine) adalah reaksi pengubahan ammonia (NH3) menjadi
urea (CO(NH2)2). Keseimbangan nitrogen dalam keadaan mantap akan diekskresikan
ureum kira-kira 25 mg per hari. Reaksi kimia ini sebagian besar terjadi di hati dan
sedikit terjadi di ginjal. Hati menjadi pusat pengubahan ammonia menjadi urea terkait
fungsi hati sebagai tempat menetralkan racun.Urea bersifat racun sehingga dapat
membahayakan tubuh apabila menumpuk di dalam tubuh. Meningkatnya urea dalam
darah dapat menandakan adanya masalah pada ginjal (Loho, dkk., 2016).
Kadar ureum dalam serum mencerminkan keseimbangan antara produksi dan
eksresi.Metode penetapannya adalah dengan mengukur nitrogen atau sering disebut
Blood Urea Nitrogen (BUN). Nilai BUN akan meningkat apabila seseorang
mengkonsumsi protein dalam jumlah banyak, namun pangan yang baru disantap tidak
berpengaruh terhadap nilai ureum pada saat manapun. Hal ini yang menyebabkan
adanya hubungan asupan protein dengan kadar ureum (Loho, dkk., 2016)..
VII. METODE
Metode praktikum penentuan kadar ureum ini yaitu spektrofotometri dan fotometri

VIII. ALAT DAN BAHAN


Alat :
13) Spektrofotmeter UV – Vis 19) Tourniquet
14) Cuvet 20) Tabung Darah Bertutup Merah
15) Fotometer 21) Sentrifus
16) Tabung Reaksi 22) Mikropipet
17) Rak Tabung 23) Tip Biru dan Tip Kuning
18) Spuite 24) Waterbath
Bahan :
5) Serum 7) Larutan Standar
6) Aquades 8) Reagen Pemeriksaan Kadar Ureum

V. CARA KERJA MONOREAGEN

Pertama-tama reagen reagen pemeriksaan albumin dan dibiarkan pada suhu ruang.
Selanjutnya dipersiapkan alat dan bahan untuk pemeriksaan albumin, Darah diambil pada
probandus menggunakan spuit 3 ml kemudian diletakan darah pada tabung darah dengan
tutup warna merah, diamkan darah selama lima menit kemudian dicentrifuge selama 15
menit dengan kecepatan 3500 rpm. Kemudian diambil serum darah dan letakan pada
tabung yang tersedia.

Untuk pembuatan larutan standar dilakukan dengan cara dimasukkan 1000 ul reagen
dan ditambah dengan 10 ul larutan standar kemudian dicampur. Untuk pembuatan
sampel, dimasukkan 1000 ul dan ditambahkan 10 ul sampel (serum) kemudian dicampur.
Kemudian didiamkan selama 30 detik dan dibaca pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 340 nm (Abs. 1). Selanjutnya blanko, standard dan sampel diinkubasi pada
waterbath pada suhu 37 derajat celcius selama 60 detik. Lalu masing masing blanko,
standar dan sampel dimasukkan ke dalam cuvet yang kemudian dibaca pada panjang
gelombang 340 nm menggunakan spektrofotometer. Jika sudah, dicatat absorbansi dan
lakukan perhitungan kadar ureum pada serum. Lakukan pemeriksaan menggunakan
fotometer guna mengetahui kadar ureum pada serum.
VI. DATA PENGAMATAN
2) Metode Spektrofotomteri
Absorbansi Standar (1) = 2,400
Absorbansi Sampel A (1) = 2,381
Absorbansi Sampel B (1) = 2,467
Absorbansi Standar (2) = 2,001
Absorbansi Sampel A (2) = 1,959
Absorbansi Sampel B (2) = 1,954

VII. PERHITUNGAN
Perhitungan Sampel A Perhitungan Sampel B

Kadar Ureum = x Kadar Ureum = x

Konsentrasi Standar Konsentrasi Standar

Kadar Ureum = x 50 Kadar Ureum = x 50

Kadar Ureum = 52,9 mg/dL Kadar Ureum = 64,3 mg/dL

Metode Fotometri
- Sampel A - Sampel B
Conc = 50.000 Conc = 50.000
Conc. Sampel = 17,9 Conc. Sampel = 10,7
Response = -47 Response = -28

VIII. PEMBAHASAN
Ureum merupakan zat sisa dari pemecahan protein dan asam amino di dalam
hati. Kadar ureum dapat diukur melalui tes blood urea nitrogen (BUN). Batas
normal kadar ureum dibedakan berdasarkan usia dan jenis kelamin. Pria dewasa:
8-24 mg/dL, wanita dewasa: 6-21 mg/dL, dan anak usia 1-17 tahun: 7-20
mg/dL.Ureum bersifat racun dan perlu segera dikeluarkan dari tubuh melalui
ginjal. Kondisi ketika kadar ureum dalam darah terlalu tinggi (> 50 mg/dl) disebut
uremia. Hal ini dapat menyebabkan cepat lelah, pusing, mual, muntah, dan kram
kaki. Pemeriksaan ureum biasanya termasuk dalam pemeriksaan fungsi ginjal
yang meliputi pemeriksaan basal urea nitrogen (BUN) dan kadar kreatinin. Tes
BUN (Blod Urea Nitrogen) adalah tes yang mengukur jumlah nitrogen pada darah
yang berasal dari produk limbah urea karena itu merupakan pengukuran tidak
langsung dari urea dalam aliran darah. Urea dibentuk ketika terjadi pemecahan
protein di dalam tubuh. Urea diproduksi di dalam hati dan diekskresi melalui urin.
Sebelum melakukan tes BUN,sebaiknya hindari mengkonsumsi banyak daging
atau protein lain dalam 24 jam sebelum tes berlangsung (Shils et al., 2006).
Pada praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan BUN dengan menggunakan
metode spektrofotometri dan fotometri yang mendapatkan hasil sebagai berikut.
Untuk pemeriksaan sampel A dengan metode spektrofotometri di dapatkan jumlah
kadar ureum dalam serum sebesar 52,9 mg/dL. Sedangkan pada pemeriksaan
sampel B di dapatkan kadar ureum sebesar 64,3 mg/dL dengan metode
spektrofotometri. Hasil ini tergolong tinggi jika dibandingkan dengan nilai normal
yang tertera pada insert kit seharusnya kadar ureum normal sebesar 10 – 50
mg/dL. Hasil yang tinggi ini bisa di dapatkan karena adanya kesalahan praktikan
pada saat pemeriksaan kadar ureum, dan juga bisa karena reagen yang digunakan
sudah kadaluwarsa dan tidak layak pakai sehingga menyebabkan hasil yang di
dapatkan tidak sesuai dengan rentang nilai normal yang seharusnya (Sahota et al.,
2013).
Ada beberapa hal yang bisa menyebabkan kadar ureum tinggi, antara lain,
konsumsi makanan berprotein tinggi yang berlebihan, dehidrasi berat, sumbatan
pada saluran kemih, penyakit gagal ginjal, nefropati diabetik, luka bakar berat,
pendarahan di dalam saluran cerna, konsumsi antibiotik tertentu, dan kehamilan.
Uremia yang tidak segera ditangani dapat membahayakan. Oleh karena itu, Untuk
menurunkan kadar ureum yang tinggi, ada beberapa cara yang bisa dilakukan,
yaitu:penuhi asupan cairan tubuh, batasiasupan protein, dan konsumsi banyak
serat. Kadar ureum tinggi tidak selalu menandakan penyakit, bisa juga akibat
makanan yang dikonsumsi atau karena sedang hamil(Kopple and Shaul, 2004).

IX. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan
1. Pemeriksaan kadar ureum dengan sampel serum darah dapat dilakukan dengan
metode spektrofotometri dan fotometri
2. Ureum adalah produk limbah dari pemecahan protein dalam tubuh, Kadar
ureum dalam serum mencerminkan keseimbangan antara produksi dan eksresi.
3. Kondisi ketika kadar ureum dalam darah terlalu tinggi (> 50 mg/dl) disebut
uremia.
4. Pada praktikum kali ini untuk pemeriksaan sampel A dengan metode
spektrofotometri di dapatkan jumlah kadar ureum dalam serum sebesar 52,9
mg/dL. Sedangkan pada pemeriksaan sampel B di dapatkan kadar ureum
sebesar 64,3 mg/dL dengan metode spektrofotometri.

DAFTAR PUSTAKA

Kopple, J.D., & Massry, S.G. (2004). Nutritional Management of Renal disease (Ed.2).
Jakarta: EGC.

Loho, I. K. A., Rambert, G. I., Wowor, M. F. 2016. Gambaran Kadar Ureum Pada Pasien
Penyakit Ginjal Kronik Stadium 5 Non Dialisis.Jurnal e-Biomedik (eBm) Volume 4

Sahota, P. S., James A. P., Jerry F. H. and Chirukandath G. 2013. Toxycologic Pathology Non
Clinical Safety Assessment. USA: Taylor & Francis Group

Shils, M. E., Moshe S., Catharine R., Benjamin C. and Robert J. C. 2006.
Modern Nutrition in Health and Disease 10th edition. USA: Lippincott Williams &Wilkins.

Verdiansah, 2016. Pemeriksaan Fungsi Ginjal. Program Pendidikan Dokter Spesialis


Patologi Klinik Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, Indonesia, 43(2), 148–154
LAMPIRAN
LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA KLINIK I

PEMERIKSAAN KREATININ

Dosen Pengampu:

Ni Putu Rahayu Artini.S.Si.,M.Si

I Wayan Tanjung Aryasa.S.Si.,M.Si

Disusun oleh:

Anak Agung Istri Dyah Maheswari

18071009

KELOMPOK 2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL

DENPASAR

2020
PEMERIKSAAN KREATININ

I. TUJUAN

1. Untuk mengetahui kadar kreatinin dalam serum seseorang dengan

menggunakan metode spektrofotometri dan metode fotometri.

II. DASAR TEORI

Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot
yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi dalam
urin dengan kecepatan yang sama. Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi
filtrasi dan sekresi, konsentrasinya relatif konstan dalam plasma dari hari ke hari, kadar
yang lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal.
(Corwin, 2001).

Definisi kreatinin yang lain, adalah produk akhir metabolisme kreatin. Kreatin
sebagian besar dijumpai di otot rangka, tempat zat ini terlihat dalam penyimpanan energi
sebagai kreatin fosfat ( cp ), dalam sintesis ATP dari ADP, kreatin fosfat diubah menjadi
kreatin dengan katalisasi enzim kreatin. Kreatin ditemukan di jaringan otot (sampai
dengan 94%). Kreatin dari otot diambil dari darah karena otot sendiri tidak mampu
mensintesis kreatin. Kreatin darah berasal dari makanan dan biosintesis yang melibatkan
berbagai organ terutama hati. Proses awal biosintesis kreatin berlangsung di ginjal yang
melibatkan asam amino arginin dan glisin. Menurut salah satu penelitian in vitro kreatin
secara hampir konstan akan diubah menjadi kreatinin dalam jumlah 1,1% per hari
(Wulandari, 2015).

Reaksi ini berlanjut seiring dengan pemakaian energi sehingga dihasilkan cp. Dalam
proses kecil kreatin diubah secara ireversibel menjadi kreatinin, yang dikeluarkan dari
sirkulasi oleh ginjal. Jumlah kreatinin oleh seseorang setara dengan otot rangka yang
dimilikinya. ( Murray, 2009 )

Pemeriksaan kreatinin darah dapat menggunakan beberapa metode, sebagai berikut :


Jaffe reaction, dasar yang digunakan metode ini adalah kreatinin dalam suasana alkalis
dengan asam pikrat membentuk senyawa kuning jingga dan menggunakan alat ukur
photometer ; Kinetik, metode ini relatif sama hanya dalam pengukuran dibutuhkan sekali
pembacaan dan alat yang digunakan autoanalyzer ; enzimatik darah , dasar metode ini
adalah adanya substrat dalam sampel bereaksi dengan enzim membentuk senyawa
substrat menggunakan alat photometer. ( Underwood, 1997 )

III. METODE

Metode yang digunakan yaitu metode spektrofotometri.

IV. ALAT DAN BAHAN

Alat :
1. Spektrofotmeter UV – Vis 7. Tabung Darah Bertutup
2. Cuvet Merah
3. Fotometer 8. Centrifuge
4. Tabung Reaksi 9. Mikropipet
5. Spuite 10. Tip Biru dan Tip Kuning
6. Tourniquet 11. Waterbath
Bahan :
1. Serum
2. Larutan standar
3. Aquadest
4. Reagen pemeriksaan kreatinin

V. CARA KERJA

Pertama-tama reagen reagen pemeriksaan kreatinin dibiarkan pada suhu ruang.


Selanjutnya dipersiapkan alat dan bahan untuk pemeriksaan kreatinin, yaitu spuite
3 cc, kapas alkohol, tourniquet, tabung darah dengan tutup berwarna merah,
sentrifus, tabung reaksi, mikropipet, tip biru, tip kuning, rak tabung reaksi,
spektrofotometer, fotometer dan waterbath. Dilakukan sampling terhadap
probandus kemudian darah dimasukkan ke dalam tabung darah dengan tutup
berwarna merah dan didiamkan sebentar. Setelah itu, darah di centrifuge pada
kecepatan 3500 rpm selama 15 menit guna memisahkan serum dengan komponen
darah. Untuk pembuatan larutan standar dilakukan dengan cara dimasukkan 500
uL reagen 1 dan ditambah dengan 500 uL reagen 2 dan di tambahkan lagi dengan
100 uL larutan standar kemudian dicampur. Untuk pembuatan sampel,
dimasukkan 500 uL reagen 1, ditambahkan 500 uL reagen 2 dan ditambahkan
lagi dengan 100 uL sampel (serum) kemudian dicampur. Selanjutnya blanko,
standard dan sampel diinkubasi pada waterbath pada suhu 37 derajat celcius
selama 60 detik. Lalu masing masing blanko, standar dan sampel dimasukkan ke
dalam cuvet yang kemudian dibaca pada panjang gelombang 510 nm
menggunakan spektrofotometer. Jika sudah, dicatat absorbansi (Abs.1) dan di
inkubasi kembali pada suhu 37 derajat celcius selama 120 detik kemudian dibaca
kembali absorbansinya (Abs.2) lalu lakukan perhitungan kadar kreatinin pada
serum. Lakukan pemeriksaan menggunakan fotometer guna mengetahui kadar
kreatinin pada serum.

VI. DATA PENGAMATAN

Metode Spektrofotometri
Hasil
Absorbansi standar 0,403 – 0,431 = 0,028
Absorbansi sampel A 0,310 – 0,364 = 0,054
Absorbansi sampel B 0,197 – 0,248 = 0,051

VII. PERHITUNGAN

Metode Spektrofotometri
Perhitungan sampel A

Kadar kreatinin = x Konsentrasi Standar

Kadar kreatinin = x2

Kadar kreatinin = 3,9 mg/dL

Perhitungan sampel B

Kadar kreatinin = x Konsentrasi Standar

Kadar kreatinin = x2

Kadar kreatinin = 3,6 mg/dL


VIII. PEMBAHASAN

Pemeriksaan kadar kreatinin dalam darah merupakan salah satu parameter


yang digunakan untuk menilai fungsi ginjal, karena konsentrasi dalam plasma dan
eksresinya di urin dalam 24 jam relatif konstan. Kadar kreatinin darah yang lebih
besar dari normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal. Nilai kreatinin
normal pada metode Jaffe reaction adalah laki – laki : 0,8 – 1,2 mg/dL ; dan
wanita : 0,6 – 1,1 mg/dL (Riswanto,2011 )
Prinsip pemeriksaan kreatinin dalam plasma ini menggunakan metode Jaffe
reaction. Dalam suasana alkalis, kreatinin bila ditambah asam pikrat akan
membentuk suatu warna komplek yang berwarna kuning – orange. Intensitas
warna sebanding dengan konsentrasi dan dapat diukur secara fotometri, serta
terjadi perubahan absorbsi pada panjang gelombang antara 505 nm dan 502 nm.
Kadar normal kreatinin pada laki – laki adalah 0,6 – 1,2 mg/dL atau 53 – 106
µmol ; sedangkan pada wanita adalah 0,5 – 1,1 mg/dL atau 44 – 97 µmol /L
(Junus,2014)
Wanita biasanya memiliki kadar kreatinin lebih rendah dibandingkan laki-laki
karena perempuan memiliki jaringan otot yang lebih sedikit. Perlu diketahui
bahwa umumnya, kadar kreatinin dalam darah tetap tidak berubah dari hari ke hari
karena massa otot biasanya tetap sama. Penggunaan obat-obatan tertentu, makan
banyak daging atau latihan otot atau olahraga lainnya dapat menyebabkan kadar
kreatinin tinggi, bahkan pada mereka yang tidak memiliki penyakit ginjal kronis
(CKD). Sedangkan sebaliknya, kadar kreatinin bisa lebih rendah dari normal pada
orang yang sudah lanjut usia, orang yang kekurangan gizi atau vegetarian (Henry,
2001)
Pada praktikum kali ini dilakukan pemerikaan kadar kreatinin darah dengan
metode spektrofotometri. Hasil yang di dapatkan pada pemeriksaan kali ini pada
sampel A sebesar 3,8 mg/dL dan pada sampel B sebesar 3,6 mg/dL. Kadar
kreatinin yang di dapatkan pada kedua sampel tergolong tinggi, karena kadar
kreatinin normal menurut insert kit yang digunakan yaitu berkisar antara 0,60-1,40
mg/dL. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin dalam darah,
diantaranya adalah : perubahan massa otot, diet kaya daging meningkatkan kadar
kreatinin sampai beberapa jam setelah makan, aktivitas fisik yang berlebihan
dapat meningkatkan kadar kreatinin darah, obat – obatan seperti sefalosporin,
aldacton, aspirin dan co – trimexazole dapat mengganggu sekresi kreatinin
sehingga meninggikan kadar kreatinin darah, kenaikan sekresi tubulus dan
destruksi kreatinin internal, usia dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin
lebih tinggi daripada orang muda, serta pada laki – laki kadar kreatinin lebih
tinggi daripada wanita( Sukandar, 1997 )
Kadar kreatinin dapat meningkat karena penyakit kanker, lupus, diabetik, syok
yang lama dan gagal jantung. Sedangkan kadar kreatinin dapat menurun karena
distrofi obat ( tahap akhir ) dan myastenia gravis. Jumlah kreatinin yang
dikeluarkan seseorang tergantung pada massa otot daripada aktivitas otot atau
tingkat metabolisme protein, walaupun keduanya juga menimbulkan efek.
Pembentukan kreatinin harian umumnya tetap, kecuali jika terjadi cedera fisik
atau penyakit degeneratif yang menyebabkan kerusakan masif otot. ( Sukandar,
1997 )

IX. SIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum dan literatur maka dapat disimpulhan bahwa

kreatinin merupakan produk akhir dari metabolisme kreatin otot dan kreatin

fosfat. Pemeriksaan kadar kreatinin dapat dilakukan dengan metode

spektrofotometri. Berdasarkan hasil praktikum di dapatkan hasil pada sampel A

dengan metode spektrofotometri sebesar 3,8 mg/dL sedangkan sampel B dengan

metode spektrofotometri sebesar 3,6 mg/dL. Jadi, kadar kreatini pada sampel A

dan sampel B bisa dikatakan tinggi

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth.J. 2009. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Henry, J.B. 2001.Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods.20th


edition. Philadelphi: WB Saunders Company.

Junus. M. 2014. Penuntun Kimia Klinik. Makassar: Kehatan Muhammadiyah


Murray, Robert K. 2009. Biokimia Harper, Edisi 27. Jakarta : EGC

Riswanto. 2010. Pemeriksaan Laboratorium Kreatin-Kinase. Jakarta: UI Press

Sukandar, E. 1997. Tinjauan Umum Nefropati Diabetik in Nefropatik Klinik. Jakarta: UI

Wulandari W. 2015. Jalur metabolisme kreatinin. Jakarta: EGC

Underwood,A.1997. Experiments in ecology Their logical design and interpretation


using analysis of variance. Cambridge: University Press, Cambridge

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai