Anda di halaman 1dari 6

CO

5. Can be give first treatment hemophilia therapy before referring the patient to specialist (emergency
treatment nya)

Williams and jurnal

Penanganan penderita hemofilia dengan inhibitor bertujuan untuk menghilangkan inhibitor, terdiri dari
2 komponen yaitu penanganan perdarahan akut dan immune tolerance induction. Penanganan
perdarahan akut diberikan berdasarkan titer inhibitor.

Titer ditunjukan dalam Bethesda unit (BU) dan 1 BU menunjukkan jumlah inhibitor yang menginaktivasi
50% FVIII yang bercampur dengan plasma pasien. Setelah inhibitor terdeteksi, dilakukan pemeriksaan
titer inhibitor kemudian penderita dapat digolongkan ke dalam 3 katagori yaitu:

a) Low titer inhibitor, low responder, bila titer inhibitor tidak lebih dari 5 BU setelah diberikan
terapi pengganti.
b) Low titer inhibitor, high responder, bila titer inhibitor meningkat lebih dari 5 BU setelah
pemberian terapi pengganti.
c) High titer inhibitor, high responder, bila titer inhibitor lebih dari 5 BU dan kemudian meningkat
setelah diberikan terapi pengganti.

bisa diberikan pada perdarahan yang sedang berlangsung antar lain high purity factor VIII
concentrates, konsentrat porcine faktor VIII, prothrombin complex concentrates (PCCs) dan
activated prothrombin complex concentrates (aPCCs), recombinant human factor VIIa, terapi
immune tolerance induction, terapi gen Immune tolerance induction dilakukan dengan cara
penderita diberikan faktor VIII dosis tinggi secara berulang dengan atau tanpa obat sitostatika.

Bila terjadi perdarahan akut pada hemofilia maka yang harus dilakukan pertama ialah tindakan
imobilisasi, kompres es. Penekanan atau pembebatan serta meninggikan daerah yang mengalami
perdarahan juga perlu dilakukan. Dalam 2 jam setelah perdarahan, pasien hemofilia sudah harus
mendapat faktor pembekuan (antihemofilic factor) yang diperlukan. The dose of factor VIII can be
determined as follows. If 1 U of factor VIII per milliliter of plasma is considered 100 percent of normal,
the dose required to raise the level to a given value depends upon the patient’s plasma volume
(approximately 5 percent of body weight in kilograms) and the level to which factor VIII is to be raised.
Contohnya plasma volume of a 70 kg adult is approximately equivalent to 3500 mL (5 percent × 70 kg =
3.5 kg = 3500 g, approximately equivalent to 3500 mL). To achieve normal factor VIII levels of 1 U/mL
(100 percent), 3500 U of factor VIII should be given. Untuk hemofilia A diberikan konsentrat F. VIII
dengan dosis (unit): unit/dL (%) kenaikan kadar yang diinginkan X BB (kg) X 0,5, dapat juga dengan dosis
empiris yaitu untuk F. VIII 20-25 U/kg setiap 12 jam. Untuk hemofilia B diberikan konsentrat F. IX dengan
dosis (unit): unit/dL (%) kenaikan kadar yang diinginkan X BB (kg), dapat juga diberikan dosis empiris 40-
50 U/kg setiap 24 jam. Keduanya diawali dengan dosis muatan (loading dose) dua kali dosis rumatan.
Selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap respon terapi. Bila konsentrat F.VIII tidak tersedia dapat
diberikan kriopresipitat, sedangkan bila konsentrat F. IX tidak tersedia dapat diberikan FFP (fresh frozen
plasma) Fresh-frozen plasma and cryoprecipitate both contain factor VIII and once were the only
products available for treatment. A disadvantage of plasma is that large volumes must be infused to
achieve and maintain even minimal factor VIII levels. The highest factor VIII level that can be achieved
with plasma is approximately 20 percent of normal, which is not always attainable or sufficient for
hemostasis. Cryoprecipitate (fibrin glue), containing approximately 80 U of factor VIII in 10 mL of
solution, can be used to attain normal factor VIII levels, but individual bags of cryoprecipitate must be
pooled; the factor VIII dose can only be estimated; and the product must be stored frozen

Fibrin glue, otherwise known as fibrin tissue adhesive, has been used as adjunctive therapy to factor VIII
in hemophilic patients. Briefly, fibrin glue contains fibrinogen, thrombin, and factor XIII. Fibrinolytic
inhibitors are added to some commercial products. The fibrinogen– factor XIII mixture is placed on the
injury site and clotted with a human thrombin solution containing calcium.

Hemorrhagic episodes in patients with hemophilia A can be managed by replacing factor VIII. Several
products are available for use in raising factor VIII to hemostatic levels doses :

Selain pemberian faktor pembekuan, Pada kasus-kasus hemofilia ringan dan sedang, pasien juga dapat
diberikan DDVAP 1-desamino-8-d-arginine vasopressin (DDAVP; desmopressin) was found to cause a
transient increase in factor VIII in normal subjects and in patients with mild to moderate hemophilia.
After a dose of DDAVP (0.3 mcg per kilogram body weight), given intravenously or subcutaneously,
factor VIII levels increase two- to threefold above baseline in most, but not all, mildly or moderately
affected hemophilia A patients. Patients with severe hemophilia A do not respond to DDAVP. (hanya
dapat diberikan pada hemofilia A), antifibrinolitik, dan fibrin glue. A concentrated intranasal spray of
DDAVP also can be used (150 mcg in each nostril for adults and 150 mcg in one nostril for children
weighing less than 50 kg). The degree of response to the drug should always be determined in patients
before a bleeding episode, because occasionally mildly or moderately affected patients do not respond.
The peak response to DDAVP usually occurs 30 to 60 minutes after dosing. In patients with mild or
moderate hemophilia A and in carriers whose baseline factor VIII levels are less than 0.5 U/mL. Pada
banyak pasien, dosis DDAVP kedua menyebabkan penurunan aktifitas hingga 30% dibandingkan dosis
pertama, dan tingkat respons dapat menjadi semakin rendah dengan dosis-dosis selanjutnya.
Mekanisme cara kerja DDAVP terhadap menaikan faktor VIII masih belum diketahui secara jelas. Diduga
bahwa desmopressin adalah sebuah sekretagog untuk faktor von Willebrand sehingga jumlah faktor VIII
yang bebas dapat diikat dan akan lebih aman terhadap penghancuran. Walau demikian perlu diketahui
juga bahwa pemberian DDAVP berulang dapat menyebabkan takifilaksis.

Pada pasien hemophilia perlu dilakukan penghindaran penggunaan aspirin, NSAIDs dan obat-obatan lain
yang dapat mengganggu agregasi platelet. Acetaminofen atau inhibitor COX-2 seperti celecoxib dapat
digunakan sebagai anti-nyeri pengganti.

Antifibrinolytic agents, such as ε-aminocaproic acid (EACA) and tranexamic acid, have been used to
enhance hemostasis in patients with hemophilia A. Fibrinolytic inhibitors may be given as adjunctive
therapy for bleeding from mucous membranes and are particularly valuable as adjunctive therapy for
dental procedures. The usual oral dose of tranexamic acid for adults is 1 g four times per day. EACA can
be given as a loading dose of 4 to 5 g followed by 1 g/h by continuous IV infusion in adults. Another
regimen of EACA is 4 g every 4 to 6 hours orally for 2 to 8 days, depending upon the severity of the
bleeding episode. Antifibrinolytic therapy is contraindicated in the presence of hematuria because clots
resistant to lysis may obstruct the ureters

6. Understand prevention complication of Hemophilia.

Jurnal Biomedik (JBM), Volume 5, Nomor 2, Juli 2013,


Komplikasi hemofilia terutama mengenai sistem muskuloskeletal yaitu adanya hemartrosis atau
perdarahan otot. Perjalanan penyakit hemofilia yang kronis dapat menyebabkan disabilitas dan
handicap; oleh karena itu dibutuhkan suatu pendekatan tim. Dengan penanganan rehabilitasi medik
yang berbasis pendekatan tim, diharapkan prognosis pasien dengan hemofilia dapat menjadi lebih baik.

Rehab medis

Penanganan rehabilitasi medik ini dimulai dari pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik harus dilakukan
dengan hati-hati agar tidak memicu terjadinya perdarahan; dalam hal ini, komunikasi antara terapis dan
pasien menjadi kunci utama. Komponen pemeriksaan fisik terdiri dari observasi, lingkup gerak sendi dan
fungsi otot, serta pemeriksaan status neurologik. Observasi meliputi respons pasien terhadap terapi
faktor pembekuan darah VIII atau IX; respons pasien terhadap aktivitas fungsional seperti duduk, berdiri,
atau berjalan; dan gangguan postur atau pola berjalan, dan ada tidaknya perbedaan panjang kedua
tungkai. Mengenai lingkup gerak sendi dan fungsi otot, perlu dilakukan pencatatan keadaan sendi dan
otot sebelum dan selama follow up (edema, nyeri, lingkup gerak sendi, deformitas, dan lingkar sendi
atau otot yang terkena). Pemeriksaan status neurologik penting dilakukan karena komplikasi muskulo
skeletal dapat menyebabkan gangguan neurologik misalnya neuropati perifer pada hemofilia berat.
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dan penanganan komplikasi
muskuloskeletal. Untuk hemartrosis, klasifikasi radiologik yang digunakan berdasarkan ArnoldHilgartner.
Pada komplikasi perdarahan otot, penggunaan ultrasound dapat memberikan informasi tentang
distribusi perdarahan otot yang terjadi. Untuk kepentingan ini, frekuensi ultrasound yang digunakan 7-
12 Mhz dengan transduser jenis linear array transducer. Panduan penatalaksanaan rehabilitasi medik
untuk hemofilia yang disertai komplikasi dapat dilihat pada tabel
7. Understand strategies of prevention for surgery in Bleeding Disorders. (persiapan surgery pasien
hemophilia, apa aja yang harus di periksa)

Supaya tindakan operasi yang dilakukan dapat optimal baik pada saat dilakukannya operasi maupun saat
post operatif dibutuhkan penilaian yang teliti mengenai kondisi pasien sebelumnya. Tahapan yang perlu
dilakukan dalam persiapan perioperatif meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
dan penjelasan mengenai prosedur anestesi yang akan dilakukan berikut manfaat dan resikonya
(informed consent). Pembinaan hubungan baik dengan anak dan orangtuanya juga dilakukan saat
kunjungan perioperatif.

Anamnesis Keluhan utama merupakan alasan yang menyebabkan seorang anak dibawa oleh
orangtuanya ke dokter. Informasi durasi, onset, progresivitas dan berat ringannya keluhan 2 utama serta
keluhan dan gejala yang menyertainya harus digali seteliti mungkin. Riwayat penyakit sekarang dan
riwayat penyakit dahulu berguna untuk mengetahui hal-hal yang dapat mengakibatlkan
ketidakberhasilan operasi. Riwayat operasi sebelumnya dan pemberian obat yang berhubungan dengan
keluhan utama dicatat. Kondisi lain seperti terdapat dyspnea, riwayat sianosis, edema, perdarahan yang
sulit berhenti, dan riwayat alergi harus ditanyakan. Obat yang sedang digunakan juga harus diketahui
jenis, dosis dan jadwal pemberiannya. Riwayat persalinan, riwayat imunisasi, asupan nutrisi serta
pertumbuhan dan perkembangan sebaiknya diperhatikan.

Riwayat penyakit dan silsilah keluarga (family tree) berguna pada penyakit-penyakit kongenital, genetik
atau keganasan. Riwayat sosial terutama berperan pada kondisi tempat tinggal dan lingkungan serta
perkembangan sosial dan akademik seorang anak.

Pemeriksaan Fisis Tujuan pemeriksaan fisis adalah untuk identifikasi bagian mana yang akan menjalani
operasi dan menyakinkan bahwa sistim organ yang lain dalam keadaan sehat. Pemeriksaan pasien anak
harus disesuaikan dengan keadaan setiap anak.

Kontrol infeksi dimulai dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah pemeriksaan, selain meyakinkan
orang tua bahwa kebersihan merupakan hal penting. Pada anak yang lebih tua dan kooperatif,
pemeriksaan dapat sesuai dengan urutan rutin. Pada bayi dapat diposisikan pada meja pemeriksaan.
Pemeriksaan dilakukan dengan orang tua pasien berada di samping anak untuk menenangkannya.
Pakaian pasien dilepaskan secara menyeluruh supaya pemeriksaan dapat berlangsung seteliti mungkin.

Kulit dan Integumen Lesi atau benjolan didefinisikan sesuai dengan ukuran, bentuk, konsistensi dan
mobilitas. Kemerahan (rash) merupakan indikasi proses infeksi atau vaskulitis. Skar dari operasi
sebelumnya juga harus dicari. Selulitis dapat timbul setelah trauma seperti laserasi, benda asing atau
luka operasi. Abses diindikasikan dengan eritema, indurasi dan fluktuasi. Pada kasus penganiayaan,
dapat ditemukan memar dan bekas luka bakar.

Nodus Limfatikus Limfadenopati dapat terjadi pada berbagai lokasi dan sering melibatkan daerah
servikal, aksiler, epitroklear atau inguinal dan umumnya disebabkan oleh infeksi sehingga sumber infeksi
harus diidentifikasi pada pemeriksaan. Penyebab dapat bakteri, virus, jamur atau 3 protozoa.
Pembesaran kelenjar getah bening juga dapat merupakan tanda metastasis atau keganasan seperti
leukemia limfoblastik akut (ALL), penyakit Hodgkin dan limfoma non Hodgkin.

Kepala, Telinga, Mata, Hidung dan Tenggorokan Perhatikan ukuran dan bentuk kepala. Anak-anak
dengan fusi abnormal dari sutura koronaria biasanya tidak normosefalik. Makrosefali atau mikrosefali
dapat merupakan petunjuk adanya proses intrakranial. Sklera ikterik menunjukkan disfungsi hati atau
kandung empedu dan salurannya. Otitis media juga mudah timbul pada anak-anak. Infeksi jalan napas
atas sering terjadi dan ditandai dengan orofaring yang eritematus atau inflamasi turbin nasal disertai
rinorea. Pemeriksaan gigi geligi juga penting pada anakanak yang akan dioperasi

8. Diagnostic Approach to bleeding disorders , vascular disorder and platelets disorder

Lo

1.Prognosis hemophilia severe, mild, moderate (ada lifestyle yg harus di perhatikan ? changes of
survival)

Dengan penanganan yang benar, angka kematian pada penderita hemofilia dengan inhibitor menurun
dari 42% menjadi 5,8%. Prognosis penderita hemofilia yang mempunyai inhibitor terhadap faktor VIII
lebih jelek dibanding penderita hemofilia yang tidak mempunyai inhibitor terhadap faktor VIII. Pasien
dengan titer inhibitor >5BU dikatakan berespon baik terhadap terapi sedangkan bila didapatkan delesi
gen besar, inversi, mutasi nonsense serta splice site mutations pada genotip faktor VIII menunjukkan
respon rendah terhadap terapi.

Disabilitas berat dan kematian akibat hemofilia serta komplikasinya hanya terjadi sekitar 5-7% pada
hemofilia berat. Penentuan prognosis pada hemofilia tidak sepenuhnya tergantung pada komplikasi
yang terjadi, melainkan harus dilihat secara keseluruhan termasuk masalah psikososial yang terkait dan
tingkat kepercayaan diri pasien (jurnal)

2.Treatment hemophilia

Anda mungkin juga menyukai