Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

CEREBRAL ABSCESS

Disusun Oleh:
Nila Amalina Hanifah - 01073210135

Dibimbing Oleh:
dr. Evlyne Erlyana Suryawijaya, M. Biomed, Sp.N

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN NEURO-


EMERGENCY FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
PELITA HARAPAN PERIODE SEPTEMBER - OKTOBER 2023
TANGERANG

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................3
2.1 Definisi.............................................................................................................................3
2.2 Epidemiologi...................................................................................................................4
2.3 Etiologi.............................................................................................................................4
2.4 Patogenesis......................................................................................................................6
2.5 Manifestasi Klinis...........................................................................................................7
2.6 Pemeriksaan Penunjang................................................................................................8
2.7 Tatalaksana...................................................................................................................10
2.8 Komplikasi....................................................................................................................12
2.9 Prognosis.......................................................................................................................12
BAB III KESIMPULAN........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................17

2
BAB I
PENDAHULUA
N
Abses serebri adalah jenis infeksi intraserebral fokal yang meskipun jarang terjadi,
termasuk jenis infeksi serius dan dapat mengancam nyawa. Karena pada abses serebri gejala
yang muncul tidak selalu khas dan sulit untuk terdiagnosis pada fase awal. Abses serebri
diawali dengan adanya area inflamasi pada parenkim otak yang nantinya akan berkembang
menjadi area nekrotik berisikan nanah yang dibatasi oleh kapsul vaskuler. Abses serebri
biasanya terjadi sebagai komplikasi dari berbagai infeksi, trauma, ataupun tindakan operasi
seperti kraniotomi. Secara keseluruhan abses serebri memiliki tingkat mortalitas 30% namun
jika tidak ditangani dengan baik dan pada abses serebri dapat terjadi ruptur tingkat
mortalitasnya dapat meningkat hingga 80%.1
Gejala yang biasanya muncul pada pasien dengan abses serebri adalah demam, sakit
kepala, dan adanya defisit neurologis fokal. Namun gejala serebral abses dapat beragam
karena bergantung pada etiologi serta gejala spesifik sesuai dengan letak dari abses di
parenkim otak. Manifestasi klinis spesifik ini dapat muncul karena banyak faktor seperti
lokasi abses, ukuran, dan onset fokus infeksinya sudah berlangsung. Selain itu sumber infeksi
primer, mikroorganisme penyebab, status sistem imun pasien, dan metode penyebaran
pathogen juga berpengaruh pada klinis dari abses serebri. 1
Oleh karena itu penting bagi tenaga Kesehatan untuk mengetahui lebih lanjut
mengenai abses serebri mengingat manifestasi klinis yang beragam, mortalitas yang cukup
tinggi apabila tidak segera terdeteksi lebih awal sehingga dapat memberikan penanganan
sedini mungkin untuk meminimalisir komplikasi lebih lanjut.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Abses serebri merupakan infeksi lokal intrakranial dengan fokus nekrosis
berisi nanah yang dibatasi oleh suatu membran yang membentuk sebuah kapsul di
dalam area parenkim otak. Abses serebri biasanya terjadi akibat infeksi sekunder,
trauma dan tindakan operasi. Infeksi abses serebri terjadi melalui penyebaran secara
langsung dan dapat melalui hematogenous. Patogen yang paling sering ditemukan
dalam abses serebri adalah Staphylococcus aureus dan Viridian streptococci.2
Mikroorganisme pada abses serebri dapat berupa bakteri, fungi dan parasit

2.2 Epidemiologi
Secara global, abses serebri lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan
perempuan dengan rasio 2:1. Angka morbiditas tertinggi terjadi pada kelompok usia
>40 tahun. Insidensi abses otak adalah 8% dari seluruh kasus massa intrakranial di
negara berkembang dan 1-2% di negara barat. Prevalensi abses otak tertinggi ditemukan
pada laki-laki dewasa muda <30 tahun, anak usia 4-7 tahun, dan neonatus. 3 Akan tetapi
saat ini belum ada data epidemiologis khusus mengenai abses serebri di Indonesia.
Prevalensi abses serebri di Amerika Serikat lebih besar terjadi pada pasien AIDS
(Acquired Immunodeficiency Syndrome) atau immunocompromise dengan insidensi
sekitar 1.500-2.500 kasus per tahun. Kasus abses otak fungal juga ditemukan meningkat
akibat penggunaan antibiotik spektrum luas dan obat imunosupresan. perbedaan usia
dalam insidensi abses otak sesuai sumber infeksi, penderita abses otak dengan sumber
utama berasal dari infeksi telinga biasanya berusia 2 0 - 4 0 t a h u n d a n r i s i k o
k e j a d i a n a k a n meningkat jika infeksi diikuti trauma kepala dan pasca prosedur
bedah.4

2.3 Etiologi
Mekanisme terjadinya abses serebri secara umum dapat dibagi menjadi dua
yaitu penyebaran secara langsung dan atau penyebaran secara hematogenous.
Penyebaran secara langsung biasanya berasal dari infeksi pada area kepala dan leher
seperti otitis media dan mastoiditis yang menyebabkan abses serebri pada lobus
temporalis dan cerebellum, infeksi sinus paranasal, ethmoid, dan frontalis yang

4
menyebabkan abses serebri pada lobus frontalis. Pada proses ini bakteri akan invasi
secara langsung ke otak atau dapat melalui suatu trauma terbuka dan Tindakan
pembedahan kepala. Pada proses ini biasanya akan terjadi abses serebri tunggal 4
Penyebaran melalui hematogen jauh dapat disebabkan oleh infeksi dari
berbagai lokasi yang jauh dari otak. Salah satu jenis infeksi yang paling sering
menyebabkan abses serebri adalah infeksi pada saluran pernafasan seperti abses paru,
empyema dan pneumonia. Selain itu abses serebri juga dapat terjadi akibat
penyebaran dari infeksi pada endokarditis, infeksi pada gigi, bahkan pada anak kecil
abses serebri 25% terjadi pada pasien dengan infeksi telinga atau kondisi cyanotic
congenital heart disease seperti tetralogy of fallot. 5 Penyebaran hematogen umumnya
menyebabkan abses multiple, multiloculated dengan mortalitas yang tinggi.

Asal Infeksi Lokasi Abses Organisme Kausatif


Penyebaran secara langsung
Paranasal Sinusitis Lobus Frontalis Aerobic Streptococci
Anaerobic Streptococci
Staphylococcus Spp
Haemophilus Spp
Otitis Media Lobus Temporalis Streptococcus Spp
Cerebellum Haemophilus Spp
Enterobacteriaceae
Penetrating Staphylococcus aureus
Trauma/neurosurgery Sesuai lokasi trauma Clostridium spp
Enterobacteriaceae
Staphylococcus epidermidis
Pseudomonas

Penyebaran secara Hematogen


Bacterial Endokarditis Multiple abscess yang Staphylococcus aureus
dapat terjadi pada lobus
manapun Streptococcus species

Abses paru, empyema, Multiple abscess yang Fusobacterium


bronkiektasis dapat terjadi pada lobus
manapun Staphylococcus aureus
Actinomyces
Streptococcus species
Nocardia
Infeksi pada gigi Dapat terjadi pada lobus Mixed infection with
manapun fusobacterium
Prevotella

5
Streptococcus (aerob &
anaerob)
Immunocompromise Dapat terjadi pada lobus Toxoplasma gondii
manapun
HIV Mycobacterium species
Neutropenia Listeria Monocytogenes

6
2.4 Patogenesis
Reaksi tahap awal terhadap invasi patogen ke parenkim otak akan memicu
terbentuknya eksudat akibat peradangan lokal yang disebut sebagai cerebritis dalam
jangka waktu 1-3 hari, kemudian akan terjadi thrombosis septik pembuluh darah, dan
agregasi leukosit yang berdegenerasi. Sel-sel glial akan teraktivasi dan area inflamasi
akan terus berkembang Reaksi ini akan dikelilingi oleh jaringan nekrotik yang terdiri
dari makrofag, astroglia, mikroglia.6 Setelah itu polymorphic neutrophil akan di rekrut
ke dalam area infeksi yang akan menyebabkan edema interstitial. Pada fase ini lesi
masih berbatas tidak tegas (abses imatur). Kemudian Setelah 2-3 minggu, intensitas
reaksi inflamasi akan mereda, bagian tengah abses akan membentuk pus dan
sekelilingnya akan terbentuk jaringan granulasi menjadi kapsul fibrosis yang
mengelilingi area fokus infeksi yang biasa terjadi pada hari ke 14 dan kapsul tersebut
berbatas tegas serta dapat dilihat jelas pada CT-Scan. Jaringan granulasi fibrosis
kemudian akan digantikan oleh jaringan collagen connective tissue yang kemudian
ditutupi oleh lapisan seperti kapsul terdiri dari lapisan dalam yaitu jaringan granulasi,
lapisan kolagen di tengah, dan lapisan astroglial pada lapisan luar dengan parenkim
sekitarnya edema. Pada fase ini biasanya ukuran dari abses akan mengecil dikarenakan
oleh proses nekrosis. Kapsul dari abses serebri juga akan menebal yang disebabkan oleh
deposisi dari kolagen pada permukaan kapsul.7

2.5

7
Manifestasi Klinis
Gejala awal dan umum yang paling sering ditemukan adalah sakit kepala, demam,
gangguan kesadaran, dan gejala neurologis fokal. Pada fase ini pasien dapat
memberikan respon baik terhadap pemberian antibiotik, sehingga sering terjadi missed
diagnosis karena menganggap sumber infeksi sudah teratasi, namun dalam beberapa
hari hingga minggu, gejala dapat kembali muncul dengan disertai gejala peningkatan
tekanan intracranial.8 Pada mayoritas dari kasus abses serebri, gejala muncul pada
rentang waktu kurang dari 2 minggu dan diagnosis seharusnya dapat ditegakkan dalam
waktu 8 hari dari munculnya gejala pertama. Manifestasi klinis dari abses serebri
cenderung tidak spesifik yang dapat menyebabkan keterlambatan dalam penegakkan
diagnosis. Sebagian besar gejala yang muncul merupakan akibat langsung dari lokasi
spesifik lesi dan besarnya ukuran abses yang mendesak parenkim otak.
Triad klasik abses serebri yaitu demam, sakit kepala, dan defisit neurologis fokal
yang hanya muncul pada setengah dari keseluruhan kasus. Gejala spesifik yang dapat
timbul sesuai dengan letak abses, seperti quadranopia homonym pada abses di daerah
temporal, hemianopia homonym pada abses oksipital, nystagmus dan kelemahan
gerakan konjugat ke arah lesi serta ataksia serebelar pada abses di daerah serebelum.
Demam dan leukositosis umumnya muncul di fase invasif abses serebri, dan dapat
menghilang bersamaan dengan terbentuknya dinding kapsul abses. 8 Keluhan lainnya
yang sering ditemukan diantaranya; Perubahan pada status mental yang beragam,
mulai dari letargi hingga koma yang menandakan adanya edema serebri derajat berat
dan dikaitkan dengan prognosis yang buruk. Defisit neurologis fokal biasanya terjadi
pada jangka waktu harian hingga mingguan sejak munculnya sakit kepala, deficit
neurologis yang terjadi tergantung dari lokasi abses di otak. Mual dan muntah pada
sebanyak 40% kasus biasanya disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial.
Kejang juga dapat menjadi manifestasi pertama dari abses serebri. Jenis kejang yang
terjadi generalized tonic-clonic pada pasien abses serebri area lobus frontalis.9
Ruptur dari abses serebri yang dapat terjadi kapanpun dan sangat berbahaya,
biasanya akan ditandai dengan adanya sakit kepala hebat yang tiba-tiba memburuk,
diikuti oleh tanda-tanda meningismus. Karena pecahnya abses serebri kemudian masuk
ke ventrikel lateralis dan mengiritasi menginges sehingga dapat ditemukan kaku kuduk
positif.9

8
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Dalam mendiagnosis abses serebri peran imaging seperti CT-Scan kepala
dengan kontras dan MRI sangat penting, karena selain untuk diagnostik juga untuk
mengetahui pemilihan terapi yang tepat dan prognosis dari kasus tersebut. Selain itu
perlu juga pemeriksaan laboratorium dengan ditemukan adanya peningkatan dari
leukocyte dan juga penanda inflamasi seperti ESR dan CRP. Selain itu juga dapat
dilakukan kultur aerobik dan anaerobik dari darah untuk menentukan mikroorganisme
penyebabnya. Aspirasi dari pus abses melalui stereotactic CT ataupun tindakan
operasi dapat dilakukan untuk mengambil sampel. Sampel yang didapatkan kemudian
dikultur, gram-stain, pemeriksaan serologi dan histopatologi, dan juga PCR untuk
menentukan mikroorganisme etiologi dari abses serebri.10
Pemeriksaan lumbal pungsi dikontraindikasikan karena adanya risiko herniasi
akibat peningkatan dari tekanan intrakranial. Lumbal pungsi biasanya dilakukan
untuk menyingkirkan adanya kondisi lain seperti meningitis. Namun Jika memang
sangat diperlukan, sebelum dilakukan Lumbal pungsi wajib dilakukan CT-scan dan
MRI.
CT-Scan kepala dengan kontras merupakan pemeriksaan standar dan cepat
untuk abses serebri dalam penegakan diagnosa abses serebri dan dapat menunjukan
ukuran, jumlah serta lokasi dari abses serebri. Tipikal penampakan dari abses serebri
pada CT dapat ditemukan 4 fase, yakni:
 Gambaran ring enchancement dengan area hipodens pada bagian sentral dan
lapisan luar dikelilingi oleh lapisan tampak hiperdens yang disebut
sebagai double ring sign.
● Lapisan jaringan iso atau hiperdens yang berbentuk cincin dan biasanya
memiliki ketebalan yang uniform.
● Central low attenuation yang menandakan adanya cairan ataupun nanah.
● Adanya penampakan hipodens pada area sekitar lesi yang menandakan
adanya edema serebri.

9
Gambaran Abses Serebri Pada CT-Scan

Magnetic Resonance Imaging atau MRI merupakan modalitas diagnosis pilihan


dalam mendiagnosis abses serebri. Pemeriksaan ini lebih sensitif untuk mendeteksi
fase awal dari cerebritis dan lebih menunjukkan kontras sehingga edema serebri lebih
terlihat, dan juga lebih sensitif untuk melihat apakah inflamasi sudah menyebar ke
ventrikel dan subarachnoid. menyebar ke ventrikel dan subarachnoid space.
Gambaran abses serebri pada T1 bagian tengah abses akan terihat hipointens yang
dikelilingi leh penyengatan pada daerah kapsul abses. Sedangkan T2/FLAIR akan
memperlihatkan area hipertintens yang menunjukan edema prefokal dan area
hipointens yang merupakan kapsul.12
Diffusion-weighted MRI atau DWI juga dapat digunakan untuk membedakan
abses serebri dari lesi ring-enhancing lainnya pada otak. Pada DWI abses biasanya
tampak hiperintens yang menandakan adanya restriksi pada proses difusi yang
merupakan karakteristik dari cairan yang kental seperti pada nanah.

10
Gambaran Abses Serebri Pada MRI

2.7 Tatalaksana
Tatalaksana dari abses serebri dibagi menjadi tatalaksana medikamentosa dan
juga pembedahan. Tatalaksana medikamentosa/Konservatif di indikasikan pada
pasien dengan abses kecil dengan diameter kurang dari 2 cm, kesadaran baik dengan
GCS >12, abses multiple dengan lokasi yang sulit dijangkau, dan risiko tinggi untuk
dilakukan operasi, meningitis. Namun untuk penatalaksanaan yang optimal biasanya
kombinasi antara medikamentosa dan pembedahan sebaiknya dipertimbangkan. 13
Tindakan pembedahan seperti eksisi dilakukan bila abses soliter, ukuran >
2cm letak superfisial, berdinding tegas. Eksisi juga dapat dilakukan pada abses yang
membesar setelah pemberian antibiotic selama 2 minggu atau tidak mengecil setelah
pemberian 3-4 minggu.14 Namun pada abses tunggal dengan ukuran besar dengan
lokasi dalam dapat dilakukan tindakan aspirasi secara stereotaktik dan

11
dapat disertai pemberian antibiotik dosis tinggi sesuai dengan mikroorganisme
etiologi.
Antibiotik yang diberikan harus sesuai dengan mikroorganisme yang
diperoleh dari hasil kultur darah, CSF, ataupun dari hasil aspirasi. Beberapa
antibiotik yang tidak dapat menembus blood-brain barrier tidak memiliki efek yang
optimal dalam pengobatan abses serebri, antibiotik ini meliputi first-generation
cephalosporin, aminoglycosides, dan tetracyclines. Pemberian antibiotic yaitu
penicillin G 20-40 juta Unit, dikombinasikan dengan klorsmfenikol 4-6 gram atau
metronidazole loading dose 15mg/kg diikuti dosis 7,5 mg/kg tiap 6 jam atau dapat
diberikan dengan sedian peroral 500mg tidap 6 jam karena cukup baik diserap melalui
trktus gastrointestinal. Antibiotik yang dapat diberikan sesuai dengan mikroorganisme
etiologi meliputi:13

Bakteri gram-positif Third-generation cephalosporin (cefotaxime,


termasuk Streptococcus Spp ceftriaxone) dan Penicillin G
Staphylococcus aureus dan Vancomycin. Apabila resisten dapat diganti
Staphylococcus epidermidis dengan linezolid, trimethoprim-sulfamethoxazole,
atau daptomycin.
Infeksi fungal (Candida, Amphotericin B
Cryptococcus)
Toxoplasmosis gondii Pyrimethamine dan sulfadiazine, dapat dikombinasi
dengan HAART pada kasus HIV
Aspergillus dan Voriconazole
Pseudallescheria boydii

Apabila pasien alergi terhadap penisilin dapat diberikan vankomisin 1 gram


tiap 12 jam, dan jika infeksi dicurigai berasal dari daerah mulut di mana infeksi sering
disebabkan oleh bakteri gram negative antibiotic pilihannya adalah sefotaksim 2 gram
tiap 4 jam intravena. Tidak ada konsensus khusus mengenai berapa lama pemberian
antibiotik pada abses serebri, secara umum direkomendasikan terapi antibiotik selama
6-8 minggu. Pengobatan di tambah jika hasil CT-scan masih ada abnormalitas dan
tidak ada perbaikan klinis. Jika kapsul abses sudah dieksisi sepenuhnya antibiotik
dapat dikurangi pemberiannya.12,13

Pemberian Manitol dan steroid juga dilakukan pada pasien untuk menurunkan
peningkatan tekanan intrakranial dan edema serebri. Pemberian steroid berupa

12
deksametason 6-12 mg tiap 6 jam, steroid juga dapat meningkatkan penetrasi dari
antibiotik menuju area fokus infeksi. 13

2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada abses serebri yang tidak ditangani dengan
baik ataupun adanya keterlambatan dalam diagnosis meliputi meningitis, ventriculitis,
peningkatan tekanan intrakranial, herniasi otak, kejang, septicemia, defisit neurologis,
thrombosis dari pembuluh darah intrakranial, dan kematian. 15

2.9 Prognosis
Prognosis dari abses serebri sudah semakin baik seiring dengan berjalannya
waktu. Di negara maju mortality rate dari abses serebri berada di angka 5-10% jika
terapi dimulai saat pasien masih dalam keadaan sadar. Pada pasien yang telah koma
sebelum terapi dimulai tingkat mortalitas cukup tinggi yaitu sekitar 50% , dan
sekitar 30% pasien mengalami gejala sisa. Kombinasi antimicrobial dan pembedahan
dalam terapi abses serebri dapat menurunkan angka kematian . Selain itu kejang juga
merupakan salah satu sequelae jangka panjang yang terjadi pada 30-50% pasien
dengan abses cerebri. 1

BAB III

KESIMPULAN

Abses serebri merupakan suatu infeksi dari sistem saraf pusat yang dimulai
dari inokulasi dari mikroorganisme patogen pada parenkim otak yang menyebabkan
proses inflamasi yang disebut cerebritis. Cerebritis kemudian berkembang menjadi
area fokus nekrosis yang dikelilingi oleh lapisan kapsul yang tervaskularisasi dan
13
berisikan nanah.

Secara etiologi abses serebri dapat disebabkan oleh adanya infeksi pada
struktur-struktur sekitar otak seperti sinusitis, otitis media, dan mastoiditis, ataupun
melalui trauma dan sebagai komplikasi dari prosedur pembedahan. Selain itu
inokulasi mikroorganisme juga dapat terjadi melalui penyebaran hematogen melalui
darah. Mikroorganisme yang paling sering diisolasi dari abses serebri adalah
Staphylococcus Spp dan Streptococcus Spp.

Manifestasi klinis dari abses serebri meliputi triad klasik demam, sakit kepada,
dan defisit neurologis fokal. Namun gejala yang timbul juga dapat beragam
tergantung dari lokasi abses, besar abses, dan berapa lama abses sudah terbentuk.
Modalitas diagnosis utama yang digunakan untuk mendiagnosis abses serebri adalah
melalui neuroimaging seperti CT dan MRI. Tatalaksana abses serebri meliputi
medikamentosa dan pembedahan. Diagnosis yang cepat dan penatalaksanaan yang
sesuai sangat menentukan prognosis dan mortalitas dari abses serebri

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Melissa Kohn, M. (2023) Brain abscess in emergency medicine,


Background, Pathophysiology, Epidemiology. Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/781021 (Accessed: 26 Sept 2023).
2. Bokhari, M.R. and Mesfin, F.B. (2022) Brain abscess - statpearls - NCBI
bookshelf, National Library of Medicine. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441841/ (Accessed: 26 September 2023).
3. Maher G, Beniwal M, Bahubali V, Biswas S, Bevinahalli N, Srinivas D, Siddaiah
N. Streptococcus pluranimalium: Emerging Animal Streptococcal Species as
Causative Agent of Human Brain Abscess. World Neurosurg.

4. Bokhari MR, Mesfin FB. Brain Abscess. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441841/

5. Widdrington JD, Bond H, Schwab U, Price DA, Schmid ML, McCarron B,


Chadwick DR, Narayanan M, Williams J, Ong E. Pyogenic brain abscess and
subdural
empyema: presentation, management, and factors predicting outcome. Infection.
2018 Dec;46(6):785-792.
6. King, N. (2010) ‘Brain abscess’, Handbook of Clinical Neurology, pp. 65–
74. doi:10.1016/s0072-9752(09)96005-5.
7. Victor M, Ropper AH, Raymond D. Infections of the nervous systems (bacterial,
fungal, spirochetal, parasitic) and sarcoid. Dalam: Victor M, , Ropper AH,
Raymond D. Adams and Victor’s principles of neurology. Edisi ke-7. United States
of America (USA): The McGraw-Hill Companies, Inc.;2000. H. 753-759
8. Kao PT, Tseng HK, Liu CP, et al. Brain abscess: clinical analysis of 53 cases.
J Microbiol Immunol Infect. 2003 Jun. 36(2):129-36.
9. Grigoriadis E, Gold WL. Pyogenic brain abscess caused by Streptococcus
pneumoniae: case report and review. Clin Infect Dis. 1997 Nov. 25(5):1108-
12.

10. Brouwer MC1, van de Beek D. Epidemiology, diagnosis, and treatment of


brain abscesses. Curr Opin Infect Dis. 2917. 30:129-134.
11. El-Feky, M. (2023) Cerebral abscess: Radiology reference article, Radiopaedia
Blog RSS. Available at:
15
https://radiopaedia.org/articles/cerebral-abscess-1#nav_radiographic-features
(Accessed: 26 September 2023).

16
12. Widdrington JD, Bond H, Schwab U, Price DA, Schmid ML, McCarron B,
Chadwick DR, Narayanan M, Williams J, Ong E. Pyogenic brain abscess and
subdural
empyema: presentation, management, and factors predicting outcome. Infection.
2018 Dec;46(6):785-792
13. Simjian T, Muskens IS, Lamba N, Yunusa I, Wong K, Veronneau R, Kronenburg
A, Brouwers HB, Smith TR, Mekary RA, Broekman MLD. Dexamethasone
Administration and Mortality in Patients with Brain Abscess: A Systematic Review
and Meta-Analysis. World Neurosurg. 2018 Jul;115:257-263
14. Moorthy RK, Rajshekhar V. Management of brain abscess: an overview.
Neurosurgery Focus. 2008: 24(6):E3
15. Seydoux C, Francioli P. Bacterial brain abscesses: factors influencing mortality
and sequelae. Clin Infect Dis. 1992 Sep. 15(3):394-401.

17

Anda mungkin juga menyukai