Meningitis dan ensefalitis dapat dibedakan pada banyak kasus atas dasar klinik namun
keduanya sering bersamaan sehingga disebut meningoensefalitis. Alasannya yaitu selama
meningitis bakteri, mediator radang dan toksin dihasilkan dalam sel subaraknoid menyebar ke
dalam parenkim otak dan menyebabkan respon radang jaringan otak. Pada ensefalitis, reaksi
radang mencapai cairan serebrospinal (CSS) dan menimbulkan gejala-gejala iritasi meningeal
di samping gejala-gejala yang berhubungan dengan ensefalitis dan pada beberapa agen
etiologi dapat menyerang meninges maupun otak misalnya enterovirus.
2. Klasifikasi
Meningitis :
No Agens Penyebab
1. Virus
Togaviridae
Alfavirus :Virus Ensefalitis Equine Eastern, Virus Ensefalitis Equine
Western,Virus Ensefalitis Equine Venezuela
Flaviviridae
Virus Ensefalitis St. Louis
Virus Powassan Bunyaviridae Virus Ensefalitis California
Virus LaCrosse
Virus Jamestown Canyon
Paramyxoviridae
Paramiksovirus: Virus Parotitis dan Virus Parainfluenza
Picornaviridae
Enterovirus : Poliovirus, Koksakivirus A, Koksakivirus B , Ekhovirus .
Reoviridae
Orbivirus: Virus demam tengu Colorado
Herpesviridae
Herpes virus :Virus Herpes simpleks tipe 1 ,Virus Herpes simpleks tipe 2 ,Virus
Varisela zoster , Virus Epstein Barr
Adenoviridae
Adenovirus
2. Bakteri :
Haemophilus influenza
Neisseria menigitidis
Streptococcus pneumonia
Streptococcus grup B
Listeria monocytogenes
Escherichia coli
Staphylococcus aureus
Mycobacterium tuberkulosa
3. Parasit
Protozoa : Plasmodium falciparum, Toxoplasma gondii, Naegleria fowleri (Primary
amebic meningoencephalitis), Granulomatous amebic encephalitis
Helminthes : Taenia solium, Angiostrongylus cantonensis
Rickettsia : Rickettsia ( Rocky Mountain)
4. Fungi
Criptococcus neoformans
Coccidiodes immitis
Histoplasma capsulatum
Candida species
Aspergillus Paracoccidiodes
Penyebab karena Mumpsvirus ditularkan melalui kontak langsung, titik ludah atau
muntahan penderita, serta dikeluarkan melalui urin penderita yang terinfeksi. Penularan
Mumpsvirus terjadi sekitar 4 hari sebelum sampai 7 hari sesudah timbulnya gejala klinik.
Diperlukan kontak yang lebih erat dengan penderita agar terjadi penularan Mumpsvirus, bila
dibandingkan dengan penularan virus Measles atau Varicella-zoster.
Ensefalitis virus dibagi dalam 3 kelompok yaitu: ensefalitis primer yang bisa disebabkan
oleh infeksi virus kelompok Herpes simpleks, Virus Influenza, ECHO, Coxsackie dan
Arbovirus. Ensefalitis primer yang belum diketahui penyebabnya dan ensefalitis para
infeksiosa, yaitu ensefalitis yang timbul sebagai komplikasi penyakit virus yang sudah
dikenal, seperti Rubela, Varisela, Herpes zooster, Parotitis epidemika, Mononukleosis
infeksiosa. Virus penyebab meningoensefalitis memiliki variasi geografis yang besar yaitu: di
negara berkembang, penyebab terbesar yaitu herpes simplex type-1 (HSV- 1), virus gondok,
enterovirus, herpes zooster, adenovirus dan virus Epstein –Barr. Di Amerika Serikat terdapat
ensefalitis St.Louis, West Nile virus, Eastern and Weastern equine virus, Bunyavirus
termasuk Virus Ensefalitis California. Di Eropa Tengah dan Timur, Virus Ensefalitis Tick-
born adalah endemis. Herpes simpleks-type 2 merupakan penyebab penyakit paling banyak
pada neonatus. Di Asia, Ensefalitis Jepang adalah penyebab ensefalitis yang paling banyak.
Virus Valley fever di Afrika dan Timur tengah, Amerika latin, dan berbagai belahan di dunia.
Ensefalomieletis pasca infeksi dapat mengikuti semua tetapi yang paling sering dikaitkan
dengan campak. Sindrom Guillane Barre telah dikaitkan dengan infeksi Virus Epstein Barr,
cytomegalovirus, coxsackie B, Virus Herpes zooster. Pasien dengan imunodefisiensi sangat
rentan dengan virus tertentu yaitu orang-orang dengan sel imunitas yang lemah termasuk
pasien yang terinfeksi virus HIV dapat berkembang menjadi ensefalitis yang disebabkan oleh
Herpes zoster atau Cytomegalovirus.
Pada umumnya invasi jamur ke dalam otak merupakan penyebaran hematogen dari
infeksi di paru-paru. Penyebaran hematogen dari paru-paru ke otak dan selaputnya sebanding
dengan metastasis kuman tuberculosa ke ruang intrakranial, baik di permukaan korteks
maupun di araknoid dapat dibentuk granuloma yang besar atau yang kecil, yang akhirnya
berkembang menjadi abses.Penyebab karena bakteri yang mencapai cairan serebrospinal akan
memperbanyak diri dengan cepat karena ruangan subaraknoid dan CSS tidak ada
komplemen, antibodi opsonin dan sel fagosit. Terbukti pada infeksi oleh H. influenzae
eksperimental, hanya memerlukan satu bakteri hidup untuk memulai infeksi pada CSS.
Bakteri Streptococcus dapat menyebabkan meningitis pada semua kelompok umur, dan pada
penderita umur lebih dari 40 tahun merupakan agen penyebab yang paling sering.
4. Patofisiologi
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh virus terjadi melalui virus-virus yang melalui
parotitis, morbili, varisela, dll. Masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan.
Virus polio dan enterovirus melalui mulut, virus herpes simpleks melalui mulut atau mukosa
kelamin. Virus-virus yang lain masuk ke tubuh melalui inokulasi seperti gigitan binatang
(rabies) atau nyamuk. Bayi dalam kandungan mendapat infeksi melalui plasenta oleh virus
rubela atau cytomegalovirus. Di dalam tubuh manusia virus memperbanyak diri secara lokal,
kemudian terjadi viremia yang menyerang susunan saraf pusat melalui kapilaris di pleksus
koroideus. Cara lain ialah melalui saraf perifer atau secara retrograde axoplasmic spread
misalnya oleh virus-virus herpes simpleks, rabies dan herpes zoster. Di dalam susunan saraf
pusat virus menyebar secara langsung atau melalui ruang ekstraseluler. Infeksi virus dalam
otak dapat menyebabkan meningitis aseptik dan ensefalitis (kecuali rabies). Pada ensefalitis
terdapat kerusakan neuron dan glia dimana terjadi peradangan otak, edema otak, peradangan
pada pembuluh darah kecil, trombosis, dan mikroglia.
Amuba meningoensefalitis diduga melalui berbagai jalan masuk, oleh karena parasit
penyebabnya adalah parasit yang dapat hidup bebas di alam. Kemungkinan besar infeksi
terjadi melalui saluran pernapasan pada waktu penderita berenang di air yang bertemperatur
hangat. Infeksi yang disebabkan oleh protozoa jenis toksoplasma dapat timbul dari penularan
ibu-fetus. Mungkin juga manusia mendapat toksoplasma karena makan daging yang tidak
matang. Dalam tubuh manusia, parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista, terutama otot
dan jaringan susunan saraf pusat. Pada fetus yang mendapat toksoplasma melalui penularan
ibu-fetus dapat timbul berbagai manifestasi serebral akibat gangguan pertumbuhan otak,
ginjal dan bagian tubuh lainnya. Maka manifestasi dari toksoplasma kongenital dapat berupa:
fetus meninggal dalam kandungan, neonatus menunjukkan kelainan kongenital yang nyata
misalnya mikrosefalus, dll
Temuan pada pemeriksaan fisik bervariasi berdasarkan pada usia dan organisme
penyebab infeksi. Penting untuk diingat bahwa anak muda, jarang menunjukan gejala
spesifik.
b. tanda fokal neurologis dapat ditemukan sampai dengan 15% dari pasien yang
berhubungan dengan prognosis yang buruk
c. Kejang terjadi pada 30% anak dengan meningitis bakteri
d. Kesadaran berkabut (obtundation) dan koma terjadi pada 15-20 % dari pasien dan
lebih sering dengan meningitis pneumokokus.
3. Dapat ditemukan tanda peningkatan tekanan intrakranial dan pasien akan
mengeluhkan sakit kepala, diplopia, dan muntah. Ubun-ubun menonjol, ptosis,
saraf cerebral keenam, anisocoria, bradikardia dengan hipertensi, dan apnea
adalah tanda-tanda tekanan intrakranial meningkat dengan herniasi otak.
Papilledema jarang terjadi, kecuali ada oklusi sinus vena, empiema subdural, atau
abses otak.
4. Pada infeksi ensefalitis akut biasanya didahului oleh prodrome beberapa hari
gejala spesifik, seperti batuk, sakit tenggorokan, demam, sakit kepala, dan keluhan
perut, yang diikuti dengan gejala khas kelesuan progresif, perubahan perilaku, dan
defisit neurologis. Kejang yang umum pada presentasi. Anak-anak dengan
ensefalitis juga mungkin memiliki ruam makulopapular dan komplikasi parah,
seperti fulminant coma, transverse myelitis, anterior horn cell disease (polio-like
illness), atau peripheral neuropathy. Selain itu temuan fisik yang umum
ditemukan pada ensefalitis adalah demam, sakit kepala, dan penurunan fungsi
neurologis. Penurunan fungsi saraf termasuk berubah status mental, fungsi
neurologis fokal, dan aktivitas kejang. Temuan ini dapat membantu
mengidentifikasi jenis virus dan prognosis. Misalnya akibat infeksi virus West
Nile, tanda-tanda dan gejala yang tidak spesifik dan termasuk demam, malaise,
nyeri periokular, limfadenopati, dan mialgia. Selain itu terdapat beberapa temuan
fisik yang unik termasuk makulopapular, ruam eritematous; kelemahan otot
proksimal, dan flaccid paralysis.
Dari pemaparan diatas ciri khas dari penderita meningoensefalitis yang tampak adalah
demam akut yang tinggi, kesadaran menurun (lethargi atau gaduh,gelisah), nyeri
kepala,muntah dan kaku kuduk
5. Pathway (terlampir)
Penyebab (virus, toksik, racun)
Peradangan susunan
saraf pusat Ggn Tumbang
Peningkatan TIK
Mual muntah
Ggn Ggn perfusi
transmisi jaringan Ggn cairan Peningkatan
Impuls cerebral dan elektrolit suhu tubuh
Kejang
Jika dicurigai bakteri meningitis dan encephalitis, pungsi lumbal harus dilakukan.
Pungsi lumbal harus dihindari dengan adanya ketidakstabilan kardiovaskular atau tanda-tanda
tekanan intrakranial meningkat. Pemeriksaan cairan serebrospinal rutin termasuk hitung
WBC, diferensial, kadar protein dan glukosa, dan gram stain. Bakteri meningitis ditandai
dengan pleositosis neutrophilic, cukup dengan protein tinggi nyata, dan glukosa rendah. Viral
meningitis ditandai dengan protein pleositosis limfositik ringan sampai sedang, normal atau
sedikit lebih tinggi, dan glukosa normal. Sedangkan pada encephalitis menunjukkan
pleositosis limfositik, ketinggian sedikit kadar protein, dan kadar glukosa normal.
Peningkatan eritrosit dan protein CSF dapat terjadi dengan HSV. Extreme peningkatan
protein dan rendahnya kadar glukosa menunjukan infeksi tuberkulosis, infeksi kriptokokus,
atau carcinomatosis meningeal. Cairan serebrospinal harus dikultur untuk mengetahui
bakteri, jamur, virus, dan mikobakteri yang menginfeksi. PCR digunakan untuk mendiagnosis
enterovirus dan HSV karena lebih sensitif dan lebih cepat dari biakan virus. Leukositosis
adalah umum ditemukan. Kultur darah positif pada 90% kasus.
Pemeriksaan Electroencephalogram (EEG) dapat mengkonfirmasi komponen ensefalitis.
EEG adalah tes definitif dan menunjukkan aktivitas gelombang lambat, walaupun perubahan
fokal mungkin ada. Studi neuroimaging mungkin normal atau mungkin menunjukkan
pembengkakan otak difus parenkim atau kelainan fokal.
Serologi studi harus diperoleh untuk arbovirus, EBV, Mycoplasma pneumoniae, cat-
scratch disease, dan penyakit Lyme. Sebuah uji IgM serum atau CSF untuk infeksi virus
West Nile tersedia, tetapi reaktivitas silang dengan flaviviruses lain (St Louis ensefalitis)
dapat terjadi. pengujian serologi tambahan untuk patogen kurang umum harus dilakukan
seperti yang ditunjukkan oleh perjalanan, sosial, atau sejarah medis. Selain pengujian
serologi, sampel CSF dan tinja dan usap nasofaring harus diperoleh untuk biakan virus.
Dalam kebanyakan kasus ensefalitis virus, virus ini sulit untuk mengisolasi dari CSF. Bahkan
dengan pengujian ekstensif dan penggunaan tes PCR, penyebab ensefalitis masih belum
ditentukan di satu pertiga dari kasus.
Biopsi otak mungkin diperlukan untuk diagnosis definitif dari penyebab ensefalitis,
terutama pada pasien dengan temuan neurologik fokal. Biopsi otak mungkin cocok untuk
pasien dengan ensefalopati berat yang tidak menunjukkan perbaikan klinis jika diagnosis
tetap tidak jelas. HSV, rabies ensefalitis, penyakit prion-terkait (Creutzfeldt-Jakob penyakit
dan kuru) dapat didiagnosis dengan pemeriksaan rutin kultur atau biopsi patologis jaringan
otak. Biopsi otak mungkin penting untuk mengidentifikasi arbovirus dan infeksi Enterovirus,
tuberkulosis, infeksi jamur, dan penyakit non-menular, terutama primer SSP vasculopathies
atau keganasan.
Pengobatan suportif dalam kebanyakan kasus meningitis virus dan ensefalitis. Satu-
satunya pengobatan spesifik adalah asiklovir 10 mg/kg iv setiap 8 jam selama 10-14 hari
untuk infeksi herpes simpleks. Asiklovir juga efektif terhadap virus Varicella zoster. Tidak
ada manfaat yang terbukti untuk kortikosteroid, interferon, atau terapi ajuvan lain pada
ensefalitis virus dan yang disebabkan oleh bakteri dapat diberikan klorampinikol 50-75
mg/kg bb/hari maksimum 4 gr/hari.
Meningitis pada neonatus (organisme yang mungkin adalah E.Coli, Steptococcus grup
B, dan Listeria) diobati dengan sefotaksim dan aminoglikosida, dengan menambahkan
ampisilin jika Listeria dicurigai. Akibat Haemophilus memerlukan pengobatan sefotaksim.
Meningitis tuberkulosis diobati dengan rifampisin, pirazinamid, isoniazid, dan etambuto.
Herpetik meningoensefalitis diobati dengan asiklovir intravenous, cytarabin atau
antimetabolit lainnya. Pengobatan amuba meningoensefalitis dilakukan dengan memberikan
amfoterisin B secara intravena, intrateka atau intraventrikula. Pemberian obat ini dapat
mengurangi angka kematian akibat infeksi Naegleria fowleri, tetapi tidak berhasil mengobati
meningoensefalitis yang disebabkan oleh amuba lainnya.
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita
penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung, telinga dan tenggorokan.
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh: Herpes dan
lain-lain. Bakteri contoh: Staphylococcus Aureus, Streptococcus , E. Coli , dan lain-lain.
6. Pemeriksaan fisik
Pola aktifitas : Aktifitas tirah baring, pola istirahat terganggu dengan adanya
dan istirahat kejang / konvulsif
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermia b.d proses infeksi
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologis
c. Resiko perfusi serebral tidak efektif b.d edema serebral/ penyumbatan aliran darah.
d. Nyeri akut b.d proses penyakit
e. Risiko cidera b.d aktifitas kejang umum.
f. Risiko infeksi b.d paningkatan paparan, daya tahan tubuh yang lemah.
3. Rencana Keperawatan
Wong-Baker Pain Rating Scale adalah metode penghitungan skala nyeri yang diciptakan dan
dikembangkan oleh Donna Wong dan Connie Baker. Cara mendeteksi skala nyeri dengan
metode ini yaitu dengan melihat ekspresi wajah yang sudah dikelompokkan ke dalam
beberapa tingkatan rasa nyeri. Saat menjalankan prosedur ini, dokter akan meminta pasien
untuk memilih wajah yang kiranya paling menggambarkan rasa nyeri yang sedang mereka
alami. Seperti terlihat pada gambar.
Jenis-Jenis Skala Nyeri
Secara umum, skala ini digambarkan dalam bentuk nilai angka, yakni 1-10. Berikut
adalah jenis skala nyeri berdasarkan nilai angka yang perlu anda ketahui :
Skala 0, tidak nyeri
Skala 1, nyeri sangat ringan
Skala 2, nyeri ringan. Ada sensasi seperti dicubit, namun tidak begitu sakit
Skala 3, nyeri sudah mulai terasa, namun masih bisa ditoleransi
Skala 4, nyeri cukup mengganggu (contoh: nyeri sakit gigi)
Skala 5, nyeri benar-benar mengganggu dan tidak bisa didiamkan dalam waktu lama
Skala 6, nyeri sudah sampai tahap mengganggu indera, terutama indera penglihatan
Skala 7, nyeri sudah membuat Anda tidak bisa melakukan aktivitas
Skala 8, nyeri mengakibatkan Anda tidak bisa berpikir jernih, bahkan terjadi perubahan
perilaku
Skala 9, nyeri mengakibatkan Anda menjerit-jerit dan menginginkan cara apapun untuk
menyembuhkan nyeri
Skala 10, nyeri berada di tahap yang paling parah dan bisa menyebabkan Anda tak
sadarkan diri
Referensi