Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN MENINGOENSEFALITIS

A. Konsep Penyakit Meningoensefalitis


1. Pengertian

Meningitis dan ensefalitis dapat dibedakan pada banyak kasus atas dasar klinik namun
keduanya sering bersamaan sehingga disebut meningoensefalitis. Alasannya yaitu selama
meningitis bakteri, mediator radang dan toksin dihasilkan dalam sel subaraknoid menyebar ke
dalam parenkim otak dan menyebabkan respon radang jaringan otak. Pada ensefalitis, reaksi
radang mencapai cairan serebrospinal (CSS) dan menimbulkan gejala-gejala iritasi meningeal
di samping gejala-gejala yang berhubungan dengan ensefalitis dan pada beberapa agen
etiologi dapat menyerang meninges maupun otak misalnya enterovirus.

Meningoencephalitis merupakan infeksi yang melibatkan meningen, subarachnoid


dan parenkim otak yang akan mengakibatkan reaksi inflamasi. Meningoenseflitis terdiri dari
meningitis dan ensefalitis. Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang
mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ
jamur(Smeltzer, 2001).Sedangkan ensefalitis merupakan radang parenkim otak yang dapat
menimbulkan disfungsi neuropsikologis difus dan/atau fokal. Ensefalitis pada umumnya
melibatkan parenkim otak, tetapi meningen atau selaput otak juga sering terlibat sehingga
dikenal istilah meningoensefalitis.

2. Klasifikasi

Meningitis :

1. Meningitis Serosa (Meningitis Tuberculosis Generalisata). Meningitis serosa ditandai


dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih.
Penyebab yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus.

2. Meningitis Purulenta. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis


yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri
spesifik maupun virus. Meningitis Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang
paling sering terjadi.
Ensefalitis :

1. Ensefalitis Supuratif Akut disebabkan oleh Bakteri penyebab ensefalitis supurativa


adalah : staphylococcus aureus, streptococcus, E.coli dan M.tuberculosa. Ensefalitis
disebabkan karena peradangan yang dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis
media,mastoiditis,sinusitis,atau dari piema yang berasl dari radang, abses di dalam paru,
bronchiektasi, empiema, osteomeylitis cranium, fraktur terbuka, trauma yang menembus ke
dalam otak dan tromboflebitis. Reaksi dini jaringan otak terhadap kuman yang bersarang
adalah edema, kongesti yang disusul dengan pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling
daerah yang meradang berproliferasi jaringan ikat dan astrosit yang membentuk kapsula. Bila
kapsula pecah terbentuklah abses yang masuk ventrikel. Manifestasi klinis Secara umum
gejala berupa trias ensefalitis ; Demam , Kejang dan Kesadaran menurun Bila berkembang
menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya
tekanan intracranial yaitu : nyeri kepala yang kronik dan progresif,muntah, penglihatan
kabur, kejang, kesadaran menurun, pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil.Tanda-
tanda deficit neurologist tergantung pada lokasi dan luas abses.

2. Ensefalitis Sifilis. Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui


permukaan tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi melalui epithelium
yang terluka, kuman tiba di sistim limfatik, melalui kelenjar limfe kuman diserap darah
sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi
susunan saraf pusat. Treponema pallidum akan tersebar diseluruh korteks serebri dan bagian-
bagian lain susunan saraf pusat. Manifestasi klinis Gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua
bagian : (1) Gejala-gejala neurologist Kejang-kejang yang datang dalam serangan-serangan,
afasia, apraksia, hemianopsia, kesadaran mungkin menurun,sering dijumpai pupil Agryll-
Robertson,nervus opticus dapat mengalami atrofi. Pada stadium akhir timbul gangguanan-
gangguan motorik yang progresif. (2) Gejala-gejala mental Timbulnya proses dimensia yang
progresif, intelgensia yang mundur perlahan-lahan yang mula-mula tampak pada kurang
efektifnya kerja, daya konsentrasi mundur, daya ingat berkurang, daya pengkajian terganggu.
3. Etiologi

Agen penyebab umum meningoensefalitis sebagai berikut :

Tabel 1. Etiologi Penyebab Meningoensefalitis

No Agens Penyebab
1. Virus
Togaviridae
Alfavirus :Virus Ensefalitis Equine Eastern, Virus Ensefalitis Equine
Western,Virus Ensefalitis Equine Venezuela

Flaviviridae
Virus Ensefalitis St. Louis
Virus Powassan Bunyaviridae Virus Ensefalitis California
Virus LaCrosse
Virus Jamestown Canyon

Paramyxoviridae
Paramiksovirus: Virus Parotitis dan Virus Parainfluenza

Morbilivirus : Virus Campak

Orthomyxoviridae : Influenza A dan Influenza B

Arenaviridae :Virus khoriomeningitis limfostik

Picornaviridae
Enterovirus : Poliovirus, Koksakivirus A, Koksakivirus B , Ekhovirus .

Reoviridae
Orbivirus: Virus demam tengu Colorado

Rhabdoviridae : Virus Rabies


Retroviridae
Lentivirus Virus imunodefisiensi manusia tipe 1 dan tipe 2

Onkornavirus : virus limfotropik T manusia tipe 1, Virus limfotropik T manusia


tipe 2

Herpesviridae
Herpes virus :Virus Herpes simpleks tipe 1 ,Virus Herpes simpleks tipe 2 ,Virus
Varisela zoster , Virus Epstein Barr

Sitomegalovirus: Sitomegalovirus manusia

Adenoviridae
Adenovirus
2. Bakteri :
Haemophilus influenza
Neisseria menigitidis
Streptococcus pneumonia
Streptococcus grup B
Listeria monocytogenes
Escherichia coli
Staphylococcus aureus
Mycobacterium tuberkulosa
3. Parasit
Protozoa : Plasmodium falciparum, Toxoplasma gondii, Naegleria fowleri (Primary
amebic meningoencephalitis), Granulomatous amebic encephalitis
Helminthes : Taenia solium, Angiostrongylus cantonensis
Rickettsia : Rickettsia ( Rocky Mountain)
4. Fungi
Criptococcus neoformans
Coccidiodes immitis
Histoplasma capsulatum
Candida species
Aspergillus Paracoccidiodes

Penyebab karena Mumpsvirus ditularkan melalui kontak langsung, titik ludah atau
muntahan penderita, serta dikeluarkan melalui urin penderita yang terinfeksi. Penularan
Mumpsvirus terjadi sekitar 4 hari sebelum sampai 7 hari sesudah timbulnya gejala klinik.
Diperlukan kontak yang lebih erat dengan penderita agar terjadi penularan Mumpsvirus, bila
dibandingkan dengan penularan virus Measles atau Varicella-zoster.

Penyebab karena Togavirus dalam siklus biologiknya membutuhkan


invertebrata/arthropoda pengisap darah, misalnya nyamuk dan caplak. Infeksi pada manusia
terjadi melalui gigitan arthropoda, misalnya nyamuk yang mengandung Togavirus. Manusia
adalah hospes alami Herpes simpleks virus, namun banyak strain yang patogenik terhadap
berbagai hewan percobaan, misalnya kelinci, tikus, marmot, anak ayam dan kera. Virus ini
mencapai otak melalui saraf olfaktoris, kemudian menyebar dari sel ke sel sehingga
menimbulkan nekrosis neuron yang luas .

Ensefalitis virus dibagi dalam 3 kelompok yaitu: ensefalitis primer yang bisa disebabkan
oleh infeksi virus kelompok Herpes simpleks, Virus Influenza, ECHO, Coxsackie dan
Arbovirus. Ensefalitis primer yang belum diketahui penyebabnya dan ensefalitis para
infeksiosa, yaitu ensefalitis yang timbul sebagai komplikasi penyakit virus yang sudah
dikenal, seperti Rubela, Varisela, Herpes zooster, Parotitis epidemika, Mononukleosis
infeksiosa. Virus penyebab meningoensefalitis memiliki variasi geografis yang besar yaitu: di
negara berkembang, penyebab terbesar yaitu herpes simplex type-1 (HSV- 1), virus gondok,
enterovirus, herpes zooster, adenovirus dan virus Epstein –Barr. Di Amerika Serikat terdapat
ensefalitis St.Louis, West Nile virus, Eastern and Weastern equine virus, Bunyavirus
termasuk Virus Ensefalitis California. Di Eropa Tengah dan Timur, Virus Ensefalitis Tick-
born adalah endemis. Herpes simpleks-type 2 merupakan penyebab penyakit paling banyak
pada neonatus. Di Asia, Ensefalitis Jepang adalah penyebab ensefalitis yang paling banyak.
Virus Valley fever di Afrika dan Timur tengah, Amerika latin, dan berbagai belahan di dunia.
Ensefalomieletis pasca infeksi dapat mengikuti semua tetapi yang paling sering dikaitkan
dengan campak. Sindrom Guillane Barre telah dikaitkan dengan infeksi Virus Epstein Barr,
cytomegalovirus, coxsackie B, Virus Herpes zooster. Pasien dengan imunodefisiensi sangat
rentan dengan virus tertentu yaitu orang-orang dengan sel imunitas yang lemah termasuk
pasien yang terinfeksi virus HIV dapat berkembang menjadi ensefalitis yang disebabkan oleh
Herpes zoster atau Cytomegalovirus.

Pada umumnya invasi jamur ke dalam otak merupakan penyebaran hematogen dari
infeksi di paru-paru. Penyebaran hematogen dari paru-paru ke otak dan selaputnya sebanding
dengan metastasis kuman tuberculosa ke ruang intrakranial, baik di permukaan korteks
maupun di araknoid dapat dibentuk granuloma yang besar atau yang kecil, yang akhirnya
berkembang menjadi abses.Penyebab karena bakteri yang mencapai cairan serebrospinal akan
memperbanyak diri dengan cepat karena ruangan subaraknoid dan CSS tidak ada
komplemen, antibodi opsonin dan sel fagosit. Terbukti pada infeksi oleh H. influenzae
eksperimental, hanya memerlukan satu bakteri hidup untuk memulai infeksi pada CSS.
Bakteri Streptococcus dapat menyebabkan meningitis pada semua kelompok umur, dan pada
penderita umur lebih dari 40 tahun merupakan agen penyebab yang paling sering.

4. Patofisiologi

Meningoensefalitis yang disebabkan oleh bakteri masuk melalui peredaran darah,


penyebaran langsung, komplikasi luka tembus, dan kelainan kardiopulmonal. Penyebaran
melalui peredaran darah dalam bentuk sepsis atau berasal dari radang fokal di bagian lain di
dekat otak. Penyebaran langsung dapat melalui tromboflebilitis, osteomielitis, infeksi telinga
bagian tengah, dan sinus paranasales. Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada
selaput/jaringan otak. Proses peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada
pembuluh-pembuluh darah, dan agregasi leukosit yang sudah mati. Di daerah yang
mengalami peradangan timbul edema, perlunakan, dan kongesti jaringan otak disertai
perdarahan kecil. Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk dinding yang kuat
membentuk kapsul yang kosentris. Di sekeliling abses terjadi infiltrasi leukosit
polimorfonuklear, sel-sel plasma dan limfosit. Seluruh proses ini memakan waktu kurang dari
2 minggu. Abses dapat membesar, kemudian pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau
ruang subaraknoid yang dapat mengakibatkan meningitis.

Meningoensefalitis yang disebabkan oleh virus terjadi melalui virus-virus yang melalui
parotitis, morbili, varisela, dll. Masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan.
Virus polio dan enterovirus melalui mulut, virus herpes simpleks melalui mulut atau mukosa
kelamin. Virus-virus yang lain masuk ke tubuh melalui inokulasi seperti gigitan binatang
(rabies) atau nyamuk. Bayi dalam kandungan mendapat infeksi melalui plasenta oleh virus
rubela atau cytomegalovirus. Di dalam tubuh manusia virus memperbanyak diri secara lokal,
kemudian terjadi viremia yang menyerang susunan saraf pusat melalui kapilaris di pleksus
koroideus. Cara lain ialah melalui saraf perifer atau secara retrograde axoplasmic spread
misalnya oleh virus-virus herpes simpleks, rabies dan herpes zoster. Di dalam susunan saraf
pusat virus menyebar secara langsung atau melalui ruang ekstraseluler. Infeksi virus dalam
otak dapat menyebabkan meningitis aseptik dan ensefalitis (kecuali rabies). Pada ensefalitis
terdapat kerusakan neuron dan glia dimana terjadi peradangan otak, edema otak, peradangan
pada pembuluh darah kecil, trombosis, dan mikroglia.

Amuba meningoensefalitis diduga melalui berbagai jalan masuk, oleh karena parasit
penyebabnya adalah parasit yang dapat hidup bebas di alam. Kemungkinan besar infeksi
terjadi melalui saluran pernapasan pada waktu penderita berenang di air yang bertemperatur
hangat. Infeksi yang disebabkan oleh protozoa jenis toksoplasma dapat timbul dari penularan
ibu-fetus. Mungkin juga manusia mendapat toksoplasma karena makan daging yang tidak
matang. Dalam tubuh manusia, parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista, terutama otot
dan jaringan susunan saraf pusat. Pada fetus yang mendapat toksoplasma melalui penularan
ibu-fetus dapat timbul berbagai manifestasi serebral akibat gangguan pertumbuhan otak,
ginjal dan bagian tubuh lainnya. Maka manifestasi dari toksoplasma kongenital dapat berupa:
fetus meninggal dalam kandungan, neonatus menunjukkan kelainan kongenital yang nyata
misalnya mikrosefalus, dll

5. Tanda dan Gejala

Temuan pada pemeriksaan fisik bervariasi berdasarkan pada usia dan organisme
penyebab infeksi. Penting untuk diingat bahwa anak muda, jarang menunjukan gejala
spesifik.

1. Pada neonatus temuan yang pasti mengarah ke meningitis jarang spesifik:


a. Hipotermia atau mungkin bayi demam
b. Ubun-ubun membumbung, diastasis (pemisahan) pada sutura jahitan, dan kaku
kuduk tapi biasanya temuan ini muncul lambat.
c. Menolak untuk makan, refleks mengisap kurang, muntah,diare,tonus otot
melemah, menangis lemah.
2. Saat anak tumbuh lebih tua, pemeriksaan fisik menjadi lebih mudah dicari.
a. Tanda-tanda meningeal lebih mudah di amati (misalnya, kaku kuduk, tanda kernig
positif dan Brudzinski juga positif)

Gambar pemeriksaan brudzinski dan kernig

b. tanda fokal neurologis dapat ditemukan sampai dengan 15% dari pasien yang
berhubungan dengan prognosis yang buruk
c. Kejang terjadi pada 30% anak dengan meningitis bakteri
d. Kesadaran berkabut (obtundation) dan koma terjadi pada 15-20 % dari pasien dan
lebih sering dengan meningitis pneumokokus.
3. Dapat ditemukan tanda peningkatan tekanan intrakranial dan pasien akan
mengeluhkan sakit kepala, diplopia, dan muntah. Ubun-ubun menonjol, ptosis,
saraf cerebral keenam, anisocoria, bradikardia dengan hipertensi, dan apnea
adalah tanda-tanda tekanan intrakranial meningkat dengan herniasi otak.
Papilledema jarang terjadi, kecuali ada oklusi sinus vena, empiema subdural, atau
abses otak.
4. Pada infeksi ensefalitis akut biasanya didahului oleh prodrome beberapa hari
gejala spesifik, seperti batuk, sakit tenggorokan, demam, sakit kepala, dan keluhan
perut, yang diikuti dengan gejala khas kelesuan progresif, perubahan perilaku, dan
defisit neurologis. Kejang yang umum pada presentasi. Anak-anak dengan
ensefalitis juga mungkin memiliki ruam makulopapular dan komplikasi parah,
seperti fulminant coma, transverse myelitis, anterior horn cell disease (polio-like
illness), atau peripheral neuropathy. Selain itu temuan fisik yang umum
ditemukan pada ensefalitis adalah demam, sakit kepala, dan penurunan fungsi
neurologis. Penurunan fungsi saraf termasuk berubah status mental, fungsi
neurologis fokal, dan aktivitas kejang. Temuan ini dapat membantu
mengidentifikasi jenis virus dan prognosis. Misalnya akibat infeksi virus West
Nile, tanda-tanda dan gejala yang tidak spesifik dan termasuk demam, malaise,
nyeri periokular, limfadenopati, dan mialgia. Selain itu terdapat beberapa temuan
fisik yang unik termasuk makulopapular, ruam eritematous; kelemahan otot
proksimal, dan flaccid paralysis.
Dari pemaparan diatas ciri khas dari penderita meningoensefalitis yang tampak adalah
demam akut yang tinggi, kesadaran menurun (lethargi atau gaduh,gelisah), nyeri
kepala,muntah dan kaku kuduk
5. Pathway (terlampir)
Penyebab (virus, toksik, racun)

Masuk melalui kulit, sel nafas, sel cerna

Infeksi yang menyebar Infeksi yang menyebar


melalui darah melalui system saraf

Peradangan susunan
saraf pusat Ggn Tumbang

Peningkatan TIK

Perubahan Ggn Disfungsi Nyeri kepala


perfusi pertukaran hipotalamus
jaringan gas Ggn rasa
Hipermetabolik nyaman nyeri

Mual muntah
Ggn Ggn perfusi
transmisi jaringan Ggn cairan Peningkatan
Impuls cerebral dan elektrolit suhu tubuh

Kejang

Kelemahan Ggn mobilitas


neurologis fisik
6. Pemeriksaan Penunjang

Jika dicurigai bakteri meningitis dan encephalitis, pungsi lumbal harus dilakukan.
Pungsi lumbal harus dihindari dengan adanya ketidakstabilan kardiovaskular atau tanda-tanda
tekanan intrakranial meningkat. Pemeriksaan cairan serebrospinal rutin termasuk hitung
WBC, diferensial, kadar protein dan glukosa, dan gram stain. Bakteri meningitis ditandai
dengan pleositosis neutrophilic, cukup dengan protein tinggi nyata, dan glukosa rendah. Viral
meningitis ditandai dengan protein pleositosis limfositik ringan sampai sedang, normal atau
sedikit lebih tinggi, dan glukosa normal. Sedangkan pada encephalitis menunjukkan
pleositosis limfositik, ketinggian sedikit kadar protein, dan kadar glukosa normal.
Peningkatan eritrosit dan protein CSF dapat terjadi dengan HSV. Extreme peningkatan
protein dan rendahnya kadar glukosa menunjukan infeksi tuberkulosis, infeksi kriptokokus,
atau carcinomatosis meningeal. Cairan serebrospinal harus dikultur untuk mengetahui
bakteri, jamur, virus, dan mikobakteri yang menginfeksi. PCR digunakan untuk mendiagnosis
enterovirus dan HSV karena lebih sensitif dan lebih cepat dari biakan virus. Leukositosis
adalah umum ditemukan. Kultur darah positif pada 90% kasus.
Pemeriksaan Electroencephalogram (EEG) dapat mengkonfirmasi komponen ensefalitis.
EEG adalah tes definitif dan menunjukkan aktivitas gelombang lambat, walaupun perubahan
fokal mungkin ada. Studi neuroimaging mungkin normal atau mungkin menunjukkan
pembengkakan otak difus parenkim atau kelainan fokal.
Serologi studi harus diperoleh untuk arbovirus, EBV, Mycoplasma pneumoniae, cat-
scratch disease, dan penyakit Lyme. Sebuah uji IgM serum atau CSF untuk infeksi virus
West Nile tersedia, tetapi reaktivitas silang dengan flaviviruses lain (St Louis ensefalitis)
dapat terjadi. pengujian serologi tambahan untuk patogen kurang umum harus dilakukan
seperti yang ditunjukkan oleh perjalanan, sosial, atau sejarah medis. Selain pengujian
serologi, sampel CSF dan tinja dan usap nasofaring harus diperoleh untuk biakan virus.
Dalam kebanyakan kasus ensefalitis virus, virus ini sulit untuk mengisolasi dari CSF. Bahkan
dengan pengujian ekstensif dan penggunaan tes PCR, penyebab ensefalitis masih belum
ditentukan di satu pertiga dari kasus.
Biopsi otak mungkin diperlukan untuk diagnosis definitif dari penyebab ensefalitis,
terutama pada pasien dengan temuan neurologik fokal. Biopsi otak mungkin cocok untuk
pasien dengan ensefalopati berat yang tidak menunjukkan perbaikan klinis jika diagnosis
tetap tidak jelas. HSV, rabies ensefalitis, penyakit prion-terkait (Creutzfeldt-Jakob penyakit
dan kuru) dapat didiagnosis dengan pemeriksaan rutin kultur atau biopsi patologis jaringan
otak. Biopsi otak mungkin penting untuk mengidentifikasi arbovirus dan infeksi Enterovirus,
tuberkulosis, infeksi jamur, dan penyakit non-menular, terutama primer SSP vasculopathies
atau keganasan.

Tabel 2. Temuan pada pemeriksaan cairan serebrospinal


pada beberapa gangguan sistem saraf pusat
kondisi Tekanan Leukosit (/μL) Protein Glukosa Keterangan
(mg/dL) (mg/dL)
Normal 50-180 <4; 60-70% 20-45 >50 atau 75%
mm H2O limfosit, glukosa darah
30-40%
monosit,
1-3% neutrofil
Meningitis Biasanya 100-60,000 +; 100-500 Terdepresi Organisme
bakterial akut meningkat biasanya apabila dapat dilihat
beberapa ribu; dibandingkan pada Gram
PMNs dengan stain dan
mendominasi glukosa kultur
darah;
biasanya <40
Meningitis Normal 1-10,000; >100 Terdepresi Organisme
bakterial yang atau didominasi atau normal normal dapat
sedang meningkat PMNs tetapi dilihat;
menjalani mononuklear pretreatment
pengobatan sel biasa dapat
mungkin menyebabkan
mendominasi CSF steril
Apabila
pengobatan
sebelumnya
telah lama
dilakukan
Tuberculous Biasanya 10-500; PMNs 100-500; <50 usual; Bakteri tahan
meningitis meningkat mendominasi lebih menurun asam mungkin
: dapat pada awalnya tinggi khususnya dapat terlihat
sedikit namun khususnya apabila pada
meningkat kemudian saat pengobatan pemeriksaan
karena limfosit dan terjadi tidak adekuat usap CSF;
bendunga monosit blok
n cairan mendominasi cairan
serebrospi pada akhirnya serebrospi
nal pada nal
tahap
tertentu
Fungal Biasanya 25-500; PMNs 20-500 <50; Budding yeast
meningkat mendominasi menurun dapat terlihat
pada awalnya khususnya
namun apabila
kemudian pengobatan
monosit tidak adekuat
mendominasi
pada akhirnya
Viral meningitis Normal PMNs 20-100 Secara umum
atau atau mendominasi normal; dapat
meningoencefali meningkat pada awalnya terdepresi
tis tajam namun hingga 40
kemudian pada beberapa
monosit infeksi virus
mendominasi (15-20% dari
pada akhirnya ; mumps)
jarang lebih dari
1000 sel kecuali
pada eastern
equine
Abses (infeksi Normal 0-100 PMNs 20-200 Normal Profil
parameningeal) atau kecuali pecah mungkin
7. Penatalaksaan Medis

Pengobatan suportif dalam kebanyakan kasus meningitis virus dan ensefalitis. Satu-
satunya pengobatan spesifik adalah asiklovir 10 mg/kg iv setiap 8 jam selama 10-14 hari
untuk infeksi herpes simpleks. Asiklovir juga efektif terhadap virus Varicella zoster. Tidak
ada manfaat yang terbukti untuk kortikosteroid, interferon, atau terapi ajuvan lain pada
ensefalitis virus dan yang disebabkan oleh bakteri dapat diberikan klorampinikol 50-75
mg/kg bb/hari maksimum 4 gr/hari.

Meningitis pada neonatus (organisme yang mungkin adalah E.Coli, Steptococcus grup
B, dan Listeria) diobati dengan sefotaksim dan aminoglikosida, dengan menambahkan
ampisilin jika Listeria dicurigai. Akibat Haemophilus memerlukan pengobatan sefotaksim.
Meningitis tuberkulosis diobati dengan rifampisin, pirazinamid, isoniazid, dan etambuto.
Herpetik meningoensefalitis diobati dengan asiklovir intravenous, cytarabin atau
antimetabolit lainnya. Pengobatan amuba meningoensefalitis dilakukan dengan memberikan
amfoterisin B secara intravena, intrateka atau intraventrikula. Pemberian obat ini dapat
mengurangi angka kematian akibat infeksi Naegleria fowleri, tetapi tidak berhasil mengobati
meningoensefalitis yang disebabkan oleh amuba lainnya.

Tabel 3. Penatalaksanaan Medis

No Meningitis Serosa Meningitis Purulenta


.
1. Rejimen terapi 1. Pneumokok, Meningokok
a. 2 bulan pertama Amphisilin 12-18 gr I.V dalam dosis
 INH 1x400 mg/ hr P.O terbagi per hari, selama minimal 10
 Rimfapisin 1x600 mg/hr P.O hari atau hingga sembuh.

 Pirazinamid 15-30 mg/kg/hr P.O 2. Haemophylus Influenzae

 Streptomisin 15 mg/kg/hr P.O Kombinasi amphisilin dan


kloramphenikol selama 10 hari, bila
 Etambutol 15-20 mg/kg/hr P.O
alergi penisilin berikan kloramphenikol
b. 7-12 bulan berikutnya
saja.
 INH 1x400 mg/hr P.O
3. Enterobakterium
 Rimfapisin 1x600 mg/hr P.O
Cefotaxim 1-2 gr gr per 8 jam. Bila
Steroid, diberikan untuk:
 Menghambat reaksi inflamasi resisten terhadap cefotaxim, berikan
 Mencegah komplikasi infeksi campurantrimetoprim 80 mg dan

 Menurunkan edema serebri sulfametoksazol 400 mg per infuse 2x1

 Mencegah perlekatan ampul per hari selama minimal 10 hari.


4. Staphylococcus Aureus
 Mencegah Arteritis / Infark otak
Berikan Cefotaxim atau cefrtiaxone 6-
 Indikasi: Kesadaran menurun
12 gr I.V dan bila alergi terhadap
Defisit neurologis fokal
penisilin, berikan vancomisin 2 gr I.V
 Dosis: Dexamethason 10 mg bolus
per hari
intravena, kemudian 4x5 mg intravena
5. Bila etiologi belum diketahui: berikan
selama 2-3 minggu selanjutnya,
amphisilin 12-18 gr I.V dikombinasi
turunkan perlahan selama 1 bulan.
dengan kloramfenikol 4 gr per hari I.V

Ensefalitis Supuratif Akut Ensefalitis Sifilis


Amphisilin 4x3 gr dan Kloramfenikol 4x1 gr 1. Penisilin parenteral dosis tinggi
per 24 jam I.V, selama 10 hari . Steroid dapat  Penisilin G dalam air: 12-24
diberikan untuk mengurangi edema otak. juta unit/hari I.V dibagi 6 dosis
selama 14 hari
 Penisilin Prokain G: 2,4 juta
unit/hari I.M + Probenesid
4x500 mg oral selama 14 hari
 Dapat ditambahkan Benzatin
penisilin G: 2,4 juta unit I.M
selama 3 minggu
2. Bila alergi penisilin
Tetrasiklin 4x500 mg P.O selama 30 hari
atau
Eritromisin 4x500 mg P.O selama 30 hari
atau
Kloramfenikol 4x1 gr I.V selama 6
minggu atau
Cefrtiaxone 2 gr I.V / I.M selama 14 hari
8. Komplikasi
a. Sindrom hormon antidiuretik dapat mempersulit meningitis dan memerlukan
monitoring output urin dan administrasi cairan yang bijaksana, menyeimbangkan
kebutuhan pemberian cairan untuk hipotensi dan hipoperfusi.
b. Demam persisten umum terjadi selama pengobatan meningitis, tetapi juga mungkin
terkait dengan infeksi atau kekebalan efusi perikardial atau immune complex-
mediated, tromboflebitis, demam obat, atau infeksi nosokomial.
c. Di antara korban, gejala biasanya menyelesaikan selama beberapa hari untuk 2 sampai
3 minggu. Meskipun kebanyakan pasien dengan bentuk epidemi ensefalitis menular
(St Louis, California, dan infeksi Enterovirus) di AS sembuh tanpa gejala sisa, kasus
yang parah menyebabkan kematian atau gejala sisa neurologis yang substansial dapat
terjadi dengan hampir semua virus ini Neurotropik. Angka kematian keseluruhan
untuk ensefalitis menular adalah sekitar 5%. Sekitar dua pertiga dari pasien sembuh
sebelum dibuang dari rumah sakit. Sisanya menunjukkan residua klinis yang
signifikan, termasuk kelumpuhan atau spastisitas, gangguan kognitif, kelemahan,
ataksia, dan kejang berulang. Kebanyakan pasien dengan gejala sisa neurologis
ensefalitis menular pada saat dikeluarkan dari rumah sakit secara bertahap
memulihkan beberapa atau semua fungsi mereka.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas:
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit,
nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk
membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dapat
mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi.  Meningoensefalitis dapat
terjadi pada semua kelompok umur.
2. Keluhan utama:

Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.

3. Riwayat penyakit sekarang:

Mula-mula pasien gelisah , muntah-muntah , panas badan meningkat, sakit kepala.           


4. Riwayat penyakit dahulu:

Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita
penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung, telinga dan tenggorokan.

5. Riwayat kesehatan keluarga:

Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh: Herpes dan
lain-lain. Bakteri contoh: Staphylococcus Aureus, Streptococcus , E. Coli , dan lain-lain.

6. Pemeriksaan fisik

B1 (Breathing) : Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial


menyebabakan kompresi pada batang otak yang menyebabkan
pernafasan tidak teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai
pada batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan.
B2 (Blood) : Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi
iskemik pada daerah tersebut, hal ini akan merangsaang
vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah meningkat.
Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya
transmitter rangsang parasimpatis ke jantung.
B3 (Brain) : Kesadaran menurun. Gangguan tingkat kesadaran dapat
disebabkan oleh gangguan metabolisme dan difusi serebral
yang berkaitan dengan kegagalan neural akibat prosses
peradangan otak.
B4 (Bladder) : Biasanya pada pasien meningo ensefalitis kebiasaan miksi
dengan frekuensi normal.

B5 (Bowel) : Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan


tekanan intrakranial yang menstimulasi hipotalamus anterior
dan nervus vagus sehingga meningkatkan sekresi asam
lambung.
B6 (Bone) : Hemiplegi

 Pola aktifitas : Aktifitas tirah baring, pola istirahat terganggu dengan adanya
dan istirahat kejang / konvulsif

 Makan dan : Mual muntah, disertai dengan kesulitan menelan, sehingga


minum membutuhkan bantuan NGT dalam pemenuhan nutrisi
 Neurosensori : Terjadi kerusakan pada nervus kranialis, yang terkadang
menyebabkan perubahan persepsi sensori. Kaku kuduk (+),
pemeriksaan kernig sign (+), Burdinzki (+)
 Integritas ego : Perubahan status mental dari letargi sampai koma

 Kenyamanan : Terdapat nyeri kepala karena peningkatan TIK akibat edema


serebri
 Keamanan : Perubahan dalam fungsi mental, tonus otot yang tak
terkoordinasi sehingga diperlukan pengaman disamping tempat
tidur sampai restrain pada ekstremitas
 Bermain dan : Perubahan pola aktivitas bermain dan rekreasi pada pasien
rekreasi
karena terjadi gangguan mobilitas fisik, ( tonus otot meenurun)

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermia b.d proses infeksi
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologis
c. Resiko perfusi serebral tidak efektif b.d edema serebral/ penyumbatan aliran darah.
d. Nyeri akut b.d proses penyakit
e. Risiko cidera b.d aktifitas kejang umum.
f.  Risiko infeksi b.d paningkatan paparan, daya tahan tubuh yang lemah.

3. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1 Resiko perfusi Setelah dilakukantindakan Intrakranial Pressure (ICP)
serebral tidak keperawatan selama 1x24 jam Monitoring (Monitor tekanan
intrakranial)
efektif b.d diharapkan pasien mampu:
edema 1. mendemonstrasikan status 1. Berikan informasi kepada
serebral/ sirkulasi
penyumbatan 2. mendemonstrasikan keluarga
aliran darah. kemampuan kognitif 2. Monitor tekanan perfusi
3. menunjukkan fungsi sensori serebral
motori cranial yang utuh 3. Catat respon pasien terhadap
stimuli
Indikator IR ER 4. Monitor tekanan intrakranial
- Tekanan 4 5 pasien dan respon neurology
systole dan terhadap aktivitas
diastole 5. Monitor jumlah drainage
dalam cairan serebrospinal
rentang yang 6. Monitor intake dan output
diharapkan cairan
- Tidak ada 4 5 7. Kolaborasi pemberian
ortostatikhip
ertensi antibiotic
- Tidak ada 8. Posisikan pasien pada posisi
tanda tanda 4 5 semifowler
peningkatan 9. Minimalkan stimuli dari
tekanan lingkungan
intrakranial
- berkomunika Peripheral Sensation
4 5
si dengan Management (Manajemen sensasi
jelas dan perifer)
sesuai
dengan 1. Monitor adanya daerah
kemampuan 4 5 tertentu yang hanya peka
-  menunjukka
terhadap
n perhatian,
konsentrasi panas/dingin/tajam/tumpul
dan orientasi 4 5 2. Instruksikan keluarga untuk
- memproses mengobservasi kulit jika ada
informasi 4 5 lesi atau laserasi
- membuat
keputusan
3. Batasi gerakan pada kepala,
dengan benar 4 5
- tingkat leher dan punggung
kesadaran 4. Monitor kemampuan BAB
4 5 5. Kolaborasi pemberian
membaik,
- tidak ada analgetik
gerakan 6. Monitor adanya tromboplebitis
gerakan 7. Diskusikan mengenai
involunter
penyebab perubahan sensasi

2  Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Pain Management


berhubungan keperawatan selama 1x24 jam 1. Lakukan pengkajian nyeri
dengan proses diharapkan nyeri teratasi secara komprehensif termasuk
infeksi Indikator IR ER lokasi, karakteristik, durasi,
- Melaporkan 4 5 frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
adanya nyeri 2. Observasi reaksi nonverbal dari
- Luas tubuh 4 5 ketidaknyamanan
terpengaruhi 3.  Gunakan teknik komunikasi
4 5 terapeutik untuk mengetahui
- Frekuensi
pengalaman nyeri pasien
nyeri 4.  Kaji kultur yang mempengaruhi
- Pernyataan 4 5 respon nyeri
5. Evaluasi pengalaman nyeri masa
nyeri
4 5 lampau
- Ekspresi 6. Evaluasi bersama pasien dan tim
nyeri pada kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri
wajah
masa lampau
7. Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan
dukungan
8. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Tingkatkan istirahat
15. Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
16. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri

3 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Exercise therapy : ambulation


mobilitas fisik keperawatan selama 1x24 jam 1. Monitoring vital sign
berhubungan diharapkan mobilitas fisik dalam sebelm/sesudah latihan dan
lihat respon pasien saat latihan
dengan rentan normal.
2. Konsultasikan dengan terapi
kelemahan fisik tentang rencana ambulasi
Indikator IR ER
neurologis sesuai dengan kebutuhan
- Keseimbangan 4 5 3. Bantu klien untuk
tubuh menggunakan tongkat saat
berjalan dan cegah terhadap
- Posisi tubuh 4 5
cedera
- Gerakan otot 4 5 4. Ajarkan pasien atau tenaga
- Gerakan sendi 4 5 kesehatan lain tentang teknik
ambulasi
- Kemampuan 4 5 5. Kaji kemampuan pasien dalam
berpindah mobilisasi
- Ambulasi: 6. Latih pasien dalam pemenuhan
4 5
berjalan kebutuhan ADLs secara
mandiri sesuai kemampuan
7. Dampingi dan Bantu pasien
saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADLs ps.
8. Berikan alat Bantu jika klien
memerlukan.
9. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
Tingkat nyeri pada anak menurut Wong-Baker Pain Rating Scale

Wong-Baker Pain Rating Scale adalah metode penghitungan skala nyeri yang diciptakan dan
dikembangkan oleh Donna Wong dan Connie Baker. Cara mendeteksi skala nyeri dengan
metode ini yaitu dengan melihat ekspresi wajah yang sudah dikelompokkan ke dalam
beberapa tingkatan rasa nyeri. Saat menjalankan prosedur ini, dokter akan meminta pasien
untuk memilih wajah yang kiranya paling menggambarkan rasa nyeri yang sedang mereka
alami. Seperti terlihat pada gambar.
Jenis-Jenis Skala Nyeri
Secara umum, skala ini digambarkan dalam bentuk nilai angka, yakni 1-10. Berikut
adalah jenis skala nyeri berdasarkan nilai angka yang perlu anda ketahui :
Skala 0, tidak nyeri
Skala 1, nyeri sangat ringan
Skala 2, nyeri ringan. Ada sensasi seperti dicubit, namun tidak begitu sakit
Skala 3, nyeri sudah mulai terasa, namun masih bisa ditoleransi
Skala 4, nyeri cukup mengganggu (contoh: nyeri sakit gigi)
Skala 5, nyeri benar-benar mengganggu dan tidak bisa didiamkan dalam waktu lama
Skala 6, nyeri sudah sampai tahap mengganggu indera, terutama indera penglihatan
Skala 7, nyeri sudah membuat Anda tidak bisa melakukan aktivitas
Skala 8, nyeri mengakibatkan Anda tidak bisa berpikir jernih, bahkan terjadi perubahan
perilaku
Skala 9, nyeri mengakibatkan Anda menjerit-jerit dan menginginkan cara apapun untuk
menyembuhkan nyeri
Skala 10, nyeri berada di tahap yang paling parah dan bisa menyebabkan Anda tak
sadarkan diri
Referensi

Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.


Jakarta: EGC
Mansjoer,et al.2001. Kapita Selekta Kedokteran volume 1 edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius
Muttaqin Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika
Suzanne, C. Smeltzer. (2001). Keperawatan medikal bedah, edisi 8. Jakarta : EGC

NANDA. 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis. Jogjakarta: Media


Action

Anda mungkin juga menyukai