Anda di halaman 1dari 24

i

DEPARTEMEN NEUROLOGI REFERAT


FAKULTAS KEDOKTERAN Januari 2023
UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

ABSES CEREBRI

Disusun oleh:
Elsyah Mayora
4522112018

Pembimbing:
Dr. dr. Nurussyariah Hammado, M.AppSci, M.NeuroSci, Sp.N(K), FIPM

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BOSOWA
MAKASSAR
2022
ii

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Elsyah Mayora


NIM : 4522112018
Judul : Abses Cerebri

Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik


Bagian Ilmu Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Bosowa
Makassar.

Makassar, 26 November 2022

Pembimbing,

Dr. dr. Nurussyariah Hammado, M.AppSci, M.NeuroSci, Sp.N, FIPM


iii

DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul i
Lembar Pengesahan ii
Daftar Isi iii

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Definisi 1
1.2 Epidemiologi 1
1.3 Etiologi dan Faktor Predisposisi 1
1.4 Patofisiologi 2
1.5 Manifestasi Klinis 3

1.7 Kriteria Diagnosis 4


1.8 Diagnosis Banding 4

BAB III. TATALAKSANA 6

BAB III. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS 7


3.1 Komplikasi 7
3.2 Prognosis 7

BAB V. PENUTUP 9

DAFTAR PUSTAKA 10
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Definisi
Abses cerebri adalah infeksi intraserebral fokal yang dimulai
sebagai sebagai serebritis yang terlokalisir di jaringan otak dan
berkembang menjadi kumpulan pus yang dikelilingi oleh kapsul otak
disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus, dan
protozoa.10,11

1.2 Epidemiologi
Abses cerebri paling sering terjadi pada anak berusia 4 sampai 8
tahun. Abses otak dapat terjadi akibat emboli penyakit jantung kongenital
dengan pintas atrioventrikuler (terutama tetralogi fallot), meningitis, otitis
media kronis dan mastoiditis, sinusitis, infeksi jaringan lunak pada wajah
ataupun scalp, status imunodefisiensi dan infeksi pada pintas
ventrikuloperitonial. Pada pada 10-15% kasus patogenesis abses cerebri
tidak begitu dimengerti.11
Abses cerebri termasuk dalam golongan penyakit infeksi yang
mengancam kehidupan masyarakat (life threatening infection) karena
memiliki resiko kematian yang sangat tinggi yaitu sekitar 10-60% atau
rata-rata 40%. Di Amerika Serikat dilaporkan sekitar 1500-2500 kasus
abses serebri per tahun. Prevalensi diperkirakan 0,3-1,3 per 100.000
orang/tahun. Jumlah penderita pria lebih banyak daripada wanita, yaitu
dengan perbandingan 2:1 sampai dengan 3:1 bergantung pada kondisi
predisposisi yang menyebabkan terbentuknya abses cerebri.8
Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of Texas MD.
Anderson Cancer Center Houston Texas) terhadap 9 penderita abses otak
yang diperolehnya selama 14 tahun (1989-2002), menunjukkan bahwa
jumlah penderita laki-laki > perempuan dengan perbandingan 7:2, berusia
sekitar 38-78 tahun dengan angka kematian 55%. 12 Demikian juga dengan
2

hasil penelitian Hakim AA. Terhadap 20 pasien abses otak yang terkumpul
selama 2 tahun (1984-1986) dari RSUD Dr Soetomo Surabaya,
menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, dimana jumlah penderita
abses otak pada laki-laki > perempuan dengan perbandingan 11:9,
berusia sekitar 5 bulan-50 tahun dengan angka kematian 355 (dari 20
penderita, 7 meninggal).13

1.3 Etiologi dan Faktor Predisposisi


Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran
infeksi telinga tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan
maxillaries) dan infeksi dari penyakit gigi.15
Abses otak dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen
dari infeksi paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektas,
pneumonia), endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada penyakit
jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada substansi
putih dan abu dari jaringan otak). Abses otak yang penyebarannya secara
hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran darah yang
didistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis, atau
cerebellum dan batang otak15.
Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik
seperti AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid
yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. 20-37% penyebab
abses otak tidak diketahui. Penyebab abses yang jarang dijumpai,
osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustule
kulit, luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di
kepala, septikemia. Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi
timbulnya abses di lobus otak.
3

Tabel 2.1. Sumber infeksi, lokasi lobus, flora mikroba


N Sumber Infeksi Lokasi Abses Patogen Utama
o
1. Sinus Lobus Streptococci,
Paranasal Frontalis Staphylococcus aureus,
Haemophilus sp,
Bacteroides sp.
2. Infeksi Lobus Streptococci, Bacteroides
otogenik temporal, sp, Enterobacterial
serebelum (Proteus sp),
Pseudomonas sp,
Haemophilus sp
3. Infeksi Lobus frontal Streptococci,
Odontogenik Staphylococci,
Bacteroides,
Actinobacilus sp
4. Endokarditis Biasanya Staphylococcus aureus,
Bakterial abses multipel, Streptococcus viridans
bisa di lobus
mana saja
5. Infeksi Biasanya Streptococci,
pulmonal abses multipel, Staphilococci,
(abses bisa di lobus Bacteroides,
empiem, mana saja Actinobacilus sp
bronkiektasis)
6. Shunt kanan Biasanya Streptococcus,
ke kiri abses multipel, Staphylococcus,
(penyakit bisa di lobus Peptostreptococcus sp.
jantung
4

sianotik, AVM mana saja


paru)
7. Trauma Tergantung Staphylococcus aureus,
penterasi atau lokasi Staphylococcus
pascaoperasi epidermidis,
Streptococcus
Enterobacter, Clostridium
sp.
8. Pasien dengan Sering abses Aspergilus sp,
imunosupresi multipel, Paptosterptococcus sp,
berbagai lobus Bacteroides sp,
dapat terkena Haemophilus sp,
Staphylococcus
9. Pasien AIDS Sering abses Toxoplasma gondii,
multipel, Criptococcus neoforman,
berbagai lobus Listeria, Mycobacterium
dapat terkena sp, Candida, Aspergilus

Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograde


thrombophlebitis melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis atau
temporal. Bentuk absesnya biasanya tunggal, terletak superficial di otak,
dekat dengan sumber infeksinya. Sinusitis frontal dapat juga
menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior lobus frontalis.
Sinusitis sphenoidalis dapat menyebakan abses pada lobus frontalis atau
temporalis. Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus
temporalis. Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus
frontalis. Infeksi pada telinga tengah dapat pula menyebar ke lobus
temporalis. Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena
kelainan bawaan seperti kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan
tulang temporal oleh kolesteatoma dapat menyebar ke dalam serebelum 15.
5

Bakteri penyebabnya antara lain, Streptococcus aureus,


streptococci (viridians, pneumococci, microaerophilic), bakteri anaerob
(bakteri kokus gram positif, Bacteroides spp, Fusibacterium spp,
Prevotella spp, Actinomyces spp, dan Clostridium spp), basil aerob gram-
negatif (enteric rods, Proteus spp, Pseudomonas aeruginosa, Citrobacter
diversus, dan Haemophillus spp). Infeksi parasit (Schistosomiasis,
Amoeba) dan fungus (Actinomycosis, Candida albicans) dapat pula
menimbulkan abses, tetapi hal ini jarang terjadi 15.
Faktor predisposisi dapat menyangkut host, kuman infeksi atau faktor
lingkungan16.
1. Faktor tuan rumah (host)
Daya pertahanan susunan saraf pusat untuk menangkis infeksi
mencakup kesehatan umum yang sempurna, struktur sawar darah
otak yang utuh dan efektif, aliran darah ke otak yang adekuat,
sistem imunologik humoral dan selular yang berfungsi sempurna.
2. Faktor kuman
Kuman tertentu cendeerung neurotropik seperti yang
membangkitkan meningitis bacterial akut, memiliki beberapa faktor
virulensi yang tidak bersangkut paut dengan faktor pertahanan
host. Kuman yang memiliki virulensi yang rendah dapat
menyebabkan infeksi di susunan saraf pusat jika terdapat
ganggguan pada system limfoid atau retikuloendotelial.

3. Faktor lingkungan
Faktor tersebut bersangkutan dengan transisi kuman. Yang dapat
masuk ke dalam tubuh melalui kontak antar individu, vektor, melaui
air, atau udara.

1.4 Patofisiologi
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari
fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang
6

jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi.
Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian
otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea;
sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat
permukaan otak pada lobus tertentu12.
Pada tahap awal abses otak terjadi reaksi radang yang difus pada
jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan
kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah
beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan
pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia,
fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotikan. Mula-mula
abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang
progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul
antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli
membagi perubahan patologi abses otak dalam 4 stadium yaitu12
1. Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)
Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear
leukosit, limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah
tepi, yang dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke 3.
Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh
darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan
perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekita
otak dan peningkatan efek massa karena pembesaran abses.
2. Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)
Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah
pusat nekrosis membesar oleh karena peningkatan acellular
debris dan pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enzim
dari sel radang. Di tepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang,
makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang terpencar.
Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk kapsul
7

kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga


lesi menjadi sangat besar
3. Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)
Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris
dan fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan
fibroblast membentuk anyaman reticulum mengelilingi pusat
nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat
oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi putih
dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang terlambat
di permukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam
substansi putih. Bila abses cukup besar, dapat robek ke dalam
ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah
anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen,
reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat.
4. Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)
Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan
gambaran histologis sebagai berikut:
· Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel
radang.
· Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.
· Kapsul kolagen yang tebal.
· Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang
berlanjut.
· Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan
meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan
meningitis12.
Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis,
amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat
menyebabkan abses otak yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis
media, mastoiditis terutama menyebabkan abses otak lobus temporalis
8

dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara


hematogen12.

1.5 Manifestasi Klinis


Gambaran klinis abses otak pada stadium awal tidak khas, terdapat
gejala-gejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejala-gejala
peninggian tekanan intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang.
Dengan semakin besarnya abses otak gejala menjadi khas. Gejala abses
otak terdiri dari trias abses otak yaitu gejala infeksi, peninggian tekanan
intrakranial dan gejala neurologik fokal.12,13
Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-
gejala neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia
homonim disertai kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang
kurang baik karena biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam
kavum ventrikel.12,13,15
Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan
pendengaran dan mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan
kwadran alas kontralateral dan hemianopsi komplit. Gangguan motorik
terutama wajah dan anggota gerak atas dapat terjadi bila perluasan abses
ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik, berlokasi terutama di daerah
anterior sehingga gejala fokal adalah gejala sensorimotorik. 13 Abses
serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan menyebabkan
gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan nistagmus.
Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen dan
berakibat fatal.12

1.6 Diagnosis
Diagnosis abses otak ditegakkan berdasarkan anamnesis,
gambaran klinik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang
lainnya. Selain itu penting juga untuk melibatkan evaluasi neurologis
secara menyeluruh mengingat keterlibatan infeksinya. Perlu ditanyakan
9

mengenai riwayat perjalanan penyakit, onset, faktor resiko yang mungkin


ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit yang pernah diderita, sehingga
dapat dipastikan diagnosisnya.12,15
Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan
mengevaluasi status mental, derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis,
refleks fisiologis, refleks patologis, dan gejala rangsang meningeal untuk
memastikan keterlibatan meningen.12
Pemeriksaan motorik sendiri terdiri dari penilaian sistem
musculoskeletal dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal dari
anggota gerak, ataupun kelumpuhan yang sifatnya bilateral atau tunggal. 12
Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah
perifer yaitu pemeriksaan lekosit dan laju endap darah; didapatkan
peninggian lekosit dan laju endap darah. 12,15. Pemeriksaan cairan
serebrospinal pada umumnya memperlihatkan gambaran yang normal.
Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan sedikit
pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang. 12,15 kecuali
bila terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel. 12,13,15
Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan
intrakranial, dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral;
tetapi dengan pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses.
Pemeriksaan EEG terutama penting untuk mengetahui lokalisasi abses
dalam hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang
lambat delta dengan frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi abses. 12,13,15
Pnemoensefalografi penting terutama untuk diagnostik abses serebelum.
Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer. Saat ini,
pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah digunakan
pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT scan. Dan scanning otak
menggunakan radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah
abses memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah otak
yang normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns. CT scan
selain mengetahui lokasi abses juga dapat membedakan suatu serebritis
10

dengan abses.12,15 Magnetic Resonance Imaging saat ini banyak


digunakan, selain memberikan diagnosis yang lebih cepat juga lebih
akurat.

Gambar 2.2. Early cerebritis pada CT-Scan


Gambaran CT-scan pada abses :
 Early cerebritis (hari 1-3): fokal, daerah inflamasi dan edema.
 Late cerebritis (hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan terdapat
nekrosis dari zona central inflamasi.
 Early capsule stage (hari 10-14): gliosis post infeksi, fibrosis,
hipervaskularisasi pada batas pinggir daerah yang terinfeksi. Pada
stadium ini dapat terlihat gambaran ring enhancement. 4,7
 Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang hipodens
(sentral abses) yang dikelilingi dengan kontras - ring enhancement
(kapsul abses)
Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan
prosedur diagnostik, dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90%
untuk mendiagnosis abses serebri. Yang perlu dipertimbangkan adalah
walaupun gambaran CT tipikal untuk suatu abses, tetapi tidak menutup
kemungkinan untuk didiagnosis banding dengan tumor (glioblastoma),
infark, metastasis, hematom yang diserap dan granuloma. 8,12,15
Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor
(glioblastoma, metastasis) dari CT scan, ada beberapa parameter yang
dapat digunakan untuk membedakan keduanya antara lain: umur
11

penderita, ketebalan ring (cicin tipis hanya 3-6 mm) dan biasanya uniform,
diameter ring, rasio lesi dan ring. Pada ½ kasus, kapsul bagian medial
lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini menunjukkan sedikitnya
vaskularisasi dari massa putih dan menjelaskan mengapa daughter
abscess biasanya berkembang di medial.
Abses serebri yang hematogen ditandai dengan adanya fokus
infeksi (yang tersering dari paru), lokasi pada daerah yang diperdarahi
oleh arteri serebri media di daerah perbatasanmassa putih dan abu-abu
dengan tingkat mortalitas yang tinggi.
Sedangkan gambaran glioblastoma pada CT scan adalah adanya
mixed density tumor, ring enhancement yang berlekuk-lekuk disertai
perifokal edema yang luas8,12,13,15
12

BAB II

TATALAKSANA

Tatalaksana abses serebri harus dilakukan segera, meliputi


penggunaan antibiotika yang sesuai, tindakan bedah (drainase atau
eksisi), atasi edema serebri dan pengobatan infeksi primer lokal. Secara
umum pemilihan antibiotika empirik sebagai pengobatan first line abses
serebri berdasarkan atas sumber infeksi.
1. Perluasan langsung dari sinus, gigi, telinga tengah:
penicillin G + metronidazol + cefalosporin generasi III.
2. Penyebaran via hematogen atau trauma penetrasi
kepala : nafcillin + metronidazole + cefalosporin generasi
III
3. Post operasi : vancomisin (untuk MRSA) + seftasidin
atau sefepim (pseudomonas)
4. Tidak dijumpai faktor predisposisi : metronidazol +
vancomisin + cefalosporin generasi III.
Penatalaksanaan abses otak terdiri dari terapi definitif yaitu sebagai
berikut.5,17
1. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan
edema) yang dapat mengancam jiwa
2. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material
abses
3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)
4. Pengobatan terhadap infeksi primer
5. Pencegahan kejang
6. Neurorehabilitasi
Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang
tepat dan pemilihan antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan
13

organisme yang memungkinkan terjadinya abses. Ketika etiologinya tidak


diketahui, dapat digunakan kombinasi dari sefalosporin generasi ketiga
dan metronidazole. Jika terdapat riwayat cedera kepala dan pembedahan
kepala, maka dapat digunakan kombinasi dari napciline atau vancomycine
dengan sephalosforin generasi ketiga dan juga metronidazole. Antibiotik
terpilih dapat digunakan ketika hasil kultur dan tes sentivitas telah
tersedia.
Pada abses terjadi akibat trauma penetrasi, cedera kepala, atau
sinusitis dapat diterapi dengan kombinasi dengan napsiline atau
vancomycin, cefotaxime atau cetriaxone dan juga metronidazole.
Monoterapi dengna meropenem yang terbukti baik melawan bakteri gram
negatif, bakteri anaerob, stafilokokkus dan streptokokkus dan menjadi
pilihana alternatif. Sementara itu pada abses yang terjadi akibat penyakit
jantung sianotik dapat diterapi dengan penissilin dan metronidazole.
Abses yang terjadi akibat ventrikuloperitoneal shunt dapat diterapi dengan
vancomycin dan ceptazidine. Ketika otitis media, sinusitis, atau mastoidits
yang menjadi penyebab dapat digunakan vancomycin karena strepkokkus
pneumonia telah resisten terhadap penissilin. Ketika meningitis
citrobacter, yang merupakan bakteri utama pada abses local, dapat
digunakan sefalosporin generasi ketiga, yang secara umum
dikombinasikan dengan terapi aminoglikosida. Pada pasien
dengan immunocompromised digunakan antibiotik yang berspektrum luas
dan dipertimbangkan pula terapi amphoterids 5,12
Tabel 2.2 Jenis dan Dosis Antibiotik yang Lazim diberikan
Pada Abses Serebri12,13
Nama Dewasa Anak Keterangan
Obat
Ceftriaxon 1-2 x 2g, iv 2x100 Sefalospurin gen III, aktif
e (max 4 g) mg/kgbb/hr gram (-) kurang aktif gram
(+)
Cefepime 2-3 x 2 g 3x 50 Sefalospurin gen IV, aktif
14

mg/kgbb gram (-) dan (+),


pseudomonas
Meropene 3 x 1-2g 3x 40 Carbapenem, efektif gram
m mg/kgbb (+) gram (-)
Cefotaxim 3-4 x 2 g 3x 200 Idem ceftriaxon
mg/kgbb/hr
Metronida 4 x 500 mg 30 Bakteri anaerob dan
zole mg/kgBB/hr protozoa
Penisilin G 4 x 6 juta U 4 x 500-900 Anaerob dan stresptokokus
unit
Vancomisi 2x1g 4 x 60 MRSA, gram (+), septikemi
n mg/kgbb/hr

Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid


dapat mempengaruhi penetrasi antibiotik tertentu dan dapat menghalangi
pembentukan kapsul abses. Tetapi penggunaannya dapat
dipertimbangkan pada kasus-kasus dimana terdapat risiko potensial
dalam peningkatan tekanan intrakranial. Dosis yang dipakai 10 mg
dexamethasone setiap 6 jam intravenous, dan ditapering dalam 3-7
hari5,12.
Pada penderita ini, kortikosteroid diberikan dengan pertimbangan
adanya tekanan intrakranial yang meningkat, papil edema dan gambaran
edema yang luas serta midline shift pada CT scan. Kortikosteroid
diberikan dalam 2 minggu setelah itu di tap-off, dan terlihat bahwa
berangsur-angsur sakit kepala berkurang dan pada pemeriksaan nervus
optikus hari XV tidak didapatkan papil edema. Penatalaksanaan secara
bedah pada abses otak dipertimbangkan dengan menggunakan CT-Scan,
yang diperiksa secara dini, untuk mengetahui tingkatan peradangan,
seperti cerebritis atau dengan abses yang multipel 12.
Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi
antara antimikrobial dan tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi
15

dan drainase abses melalui kraniotomi merupakan prosedur


pilihan. Tetapi pada center-center tertentu lebih dipilih penggunaan
stereotaktik aspirasi atau MR-guided aspiration and biopsy. Tindakan
aspirasi biasa dilakukan pada abses multipel, abses batang otak dan pada
lesi yang lebih luas digunakan eksisi.
Tindakan bedah drainase atau eksisi pada abses serebri diindikasikan
untuk :
 Lesi dengan diameter >2,5 cm.
 Terdapat efek massa yang signifikan
 Lesi dekat dengan ventrikel
 Kondisi neurologi memburuk
 Setelah terapi 2 minggu abses membesar atau setelah 4
minggu ukuran abses tak mengecil
Terapi medikamentosa saja tanpa tindakan operatif dipertimbangkan pada
kondisi seperti :
 Abses tunggal, ukuran kurang dari 2 cm
 Abses multipel atau yang lokasinya sulit dijangkau
 Keadaan kritis, pada stadium akhir
Lama pengobatan antibiotika tergantung pada kondisi klinis
pasien, namun biasanya diberikan intravena selama 6-8 minggu
dilanjutkan dengan peroral 4-8 minggu untuk cegah relaps. CT scan
kepala ulang dilakukan untuk melihat respon terapi. Steroid memiliki efek
anti inflamasi steroid dapat menurunkan edema serebri dan TIK namun
steroid juga dapat menyebabkan penurunan penetrasi antibiotika dan
memperlambat pembentukan kapsul. Penggunaan steroid terutama untuk
indikasi edema serebri masif yang mengancam terjadinya herniasi.
Laporan studi dengan jumlah kasus kecil menunjukkan bahwa
terapi oksigen hiperbarik pada awal pengobatan abses serebri akan
memperpendek lama waktu pemberian antibiotika.
16

Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak


menguntungkan, seperti: small deep abscess, multiple abscess dan early
cerebritic stage.
Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
bermakna diantara penderita yang mendapatkan terapi konservatif
ataupun dengan terapi eksisi dalam mengurangi risiko kejang.
Pembedahan secara eksisi pada abses otak jarang digunakan, karena
prosedur ini dihubungkan dengan tingginya angka morbiditas jika
dibandingkan dengan teknik aspirasi. Indikasi pembedahan adalah ketika
abses berdiameter lebih dari 2,5 cm, adanya gas di dalam abses, lesi
yang multiokuler, dan lesi yng terletak di fosa posterior, atau jamur yang
berhubungan dengan proses infeksi, seperti mastoiditis, sinusitis, dan
abses periorbita, dapat pula dilakukan pembedahan drainase. Terapi
kombinasi antibiotik bergantung pada organisme dan respon terhadap
penatalaksanaan awal. Tetapi, efek yang nyata terlihat 4-6 minggu 5.
Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses
dan posisinya terhadap korteks. Oleh karena itu kapan antikonvulsan
dihentikan tergantung dari kasus per kasus (ditetapkan berdasarkan
durasi bebas kejang, ada tidaknya abnormalitas pemeriksaan neurologis,
EEG dan neuroimaging)12.
Pada penderita ini diberikan fenitoin oral, mengingat penderita
sudah mengalami kejang dengan frekuensi yang cukup sering.
Penghentian antikonvulsan ini ditetapkan berdasarkan perkembangan
klinis penderita selanjutnya12.
17

BAB III

KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS

3.1 Komplikasi
Abses otak jika tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan
kecacatan bahkan kematian. Adapun komplikasi abses otak adalah
sebagai berikut.12
1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang
subarachnoid
2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan
hidrosefalus
3. Edema otak
4. Herniasi oleh massa Abses otak

3.2 Prognosis
Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara
signifikan berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau
MRI dan antibiotik yang tepat, serta manajemen pembedahan merupakan
faktor yang berhubungan dengan tingginya angka kematian dan waktu
yang mempengaruhi lesi, abses mutipel, kesadaran koma, dan minimnya
fasilitas CT-Scan9. Angka harapan yang terjadi paling tidak 50% dari
18

penderita termasuk hemiparesis, kejang, hidrosefalus, abnormalitas


nervus kranialis dan masalah-masalah pembelajaran lainnya.
Prognosis dari abses otak ini tergantung dari faktor berikut4.
1. Cepatnya diagnosis ditegakkan
2. Derajat perubahan patologis
3. Soliter atau multiple
4. Penanganan yang adekuat.
Dengan alat-alat pemeriksaan penunjang yang mutakhir abses otak
pada stadium dini dapat lebih cepat didiagnosis sehingga prognosis lebih
baik. Prognosis abses soliter lebih baik dibandingkan abses otak mu1tipel.
Defisit fokal dapat membaik, tetapi keajng dapat menetap pada 50%
penderita.12,15

BAB IV

PENUTUP

Abses otak adalah proses supurasi fokal parenkim otak, di


serebrum maupun serebelum. Abses otak adalah suatu proses infeksi
dengan pernanahan yang terlokalisir diantara jaringan otak yang
disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan protozoa.
Abses otak terjadi bila bakteri piogenik masuk ke susunan saraf pusat dan
19

sebagian kasus abses otak merupakan akibat dari infeksi sekunder di


tempat lain.
Penyakit ini termasuk golongan penyakit infeksi yang
mengancam kehidupan masyarakat (life threatening infection). Abses otak
dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di
sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau
secara langsung seperti trauma kepala dan infeksi paru, dll. Abses yang
terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi
paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan
yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan
otak pada lobus tertentu.
Semakin besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa trias
abses otak yang terdiri dari gejala infeksi (demam, leukositosis),
peninggian tekanan intracranial (sakit kepala, muntah proyektil, papil
edema) dan gejala neurologik fokal (kejang, paresis, ataksia, afaksia).

DAFTAR PUSTAKA

1. Shambough GE, Glasscock ME. Intracranial complication of otitis


media. In: Shambough GE, Glasscock ME. Eds. Surgery of the Ear. 4th
ed., Philadelphia: WB Saunders, 1980:249-75.
2. Ludman H. Complication of supurative otitis media In: Kern AG, Groves
J Eds. Scott - Browns Otolaryngology, 51h ed London: Butterworth and
Co, 1997: 264-91
20

3. Brook I. Brain Abcess. 2008. Available From:


http://www.emedicine.com/MED/topic.htm
4. Gilroy J. Basic Neurology, 3rd ed. New York: McGraw-Hill. 2000.
5. Adam RD, Victor M, Ropper AH. Principles of Neurology, 7th edition.
New York: McGraw-Hill. 2000.
6. Bernardini GL. Focal Infections. In: Rowland LP, editor. Merrit’s
Neurology. 10th edition. Philadelphia: Lippicott Williams & Wilkins. 2000.
P.128-133
7. Thomas LE. Brain Abscess. 2008. Available from:
http://www.emedicine.medscape.com/article/781021-overview
8. Kastenbauer S, Pfister HW, Wispelwey B, Scheld WM. Brain Abcess.
In: Scheld WM, Whitely RJ, Marra CM, editors. Infections of The Central
Nervous System, 3rd edition. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2004. P. 479-501
9. Fernandez C, Steinberg JL. Intracranial Otogenic Complications: A
Persisting Problem. Laryngoscope 1996; 96: 272 -78.
10. Sudewi, AA Raka, dkk. Abses Serebri. Infeksi pada system saraf
“PERDOSSI”. Hal 21-27. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan
Unair. 2011.
11. Misbach, H Jusuf, dkk. Serebritis dan Abses Otak. Buku Pedoman
SPM dan SPO Neurologi “ PERDOSSI’’. hal 27-29. Jakarta: 2006.
12. Robert H. A. Haslam. Neurologic Evaluation. In Nelson Textbook of
Pediatrics 17th ed. USA: WB Saunders. 2004. p:1973-1982.
13. Margaret B. Rennels, Celeste L. Woodward, Walker L. Robinson,
Maria T. Gumbinas.1983. Medical Cure of Apparent Brain
Abscesses. Pediatrics 1983;72;220-224.
14. Bailey,R. 2011. Anatomy of the Brain, Available
at http://biology.about.com/od/humananatomybiology/a/anatomybrain.
htm accessed 21 May 20117
21

15. Edwin G. Fischer, James E. McLennan, Yamato Suzuki.


1981. Cerebral Abscess in Children. Am J Dis Child. 1981;135(8):746-
749.
16. Hakim, Adril Arsyad. Abses Otak. Dep Bedah FK USU/ SMF Bedah
Saraf RSUP H Adam Malik Medan.Majalah Kedokteran Nusantara
Volume 38 No. 4. Sumatera Utara: Desember 2005.
17. Mardjono, M. Sidharta, P. 2006. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta:
Penerbit Dian Rakyat.
18. Netter FH, Machado CA. Atlas of Human Anatomy. Version 3. Icon
Learning System LLC, 2003.
19. Snell RS. Clinical neuroanatomy of medical students. 3rd ed. Boston:
Little
Brown, 2006: 355-9

Anda mungkin juga menyukai