Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ABSES OTAK

NAMA :SYAHRUL RAMDANI

NIIM : 191FI03038

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN ANESTESIOLOGI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

BANDUNG, 2021
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang 

 Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringanotak.
Kasus ini bisa terjadi pada anak dan dewasa. Infeksi yang terjadi diakibatkanoleh
jamur bakteri parasit dan komplikasi yang sangat berbahaya bagi penderitanya,
misalnya: gangguan mental, paralisis, kejang, defisit neurologis fokal,
hidrosephalus serta herniasi, oleh karena itu perlu adanya penanganan yang serius
terhadap kasus ini. 

2. Permasalahan 

Permasalahan yang timbul sehingga disusunnya asuhan keperawatan ini adalah


bagaimana seharusnya tindakan asuhan keperawatan pada sistem persarafan
dengan kasus abses otak? 

3. Tujuan 

Tujuan disusunnya asuhan keperawatan ini adalah: 

1.   Tujuan Umum 

Untuk memenuhi kegiatan belajar mengajar dari mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah II (KMB II). 

2.   Tujuan Khusus 

a.   Memperoleh gambaran mengenai abses otak. 

b.  Dapat memahami tentang konsep asuhan keperawatan pasien dengan abses


otak. 

4. Manfaat 

Manfaat dari penyusunan asuhan keperawatan ini, yaitu: 1.  Kegunaan Ilmiah 

a.   Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa 

b.   Sebagai salah satu tugas akademik 2.  Kegunaan Praktis 


Bermanfaat bagi tenaga perawat dalam penerapan asuhan keperawatan pada klien
dengan abses otak 

KONSEP MEDIS

1. Pengertian 

 Abses otak (AO) adalah suatu proses infeksi yang melibatkan parenkim otak;
terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan oleh
penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan atau melaui sistem vaskular.
Timbunan abses pada daerah otak mempunyai daerah spesifik, pada daerah
cerebrum 75% dan cerebellum 25%. 

2. Etiologi 

Penyebab dari abses otak ini antara lain, yaitu:

1. Bakteri

Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob,


Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan
Baeteroides. Abses oleh Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan
otitis media atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis
penyebabnya adalah Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan
Haemophilus influenzae. Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering
merupakan komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik
umumnya oleh Streptococcus anaerob. 

2. Jamur  

Jamur penyebab AO antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan


spesies Candida dan Aspergillus. 

3.   Parasit 

Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat


menimbulkan AO secara hematogen. 

4.   Komplikasi dari infeksi lain 


Komplikasi dari infeksi telinga (otitis media, mastoiditis )hampir setengah dari
jumlah penyebab abses otak serta Komplikasi infeksi lainnya seperti: paru-paru
(bronkiektaksis, abses paru, empisema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi
dan kulit. 

3. Patofisiologi 

Mikroorganisme penyebab abses masuk ke otak dengan cara: 

1.  Implantasi langsung akibat trauma, tindakan operasi, pungsi lumbal.


Penyebaran infeksi kronik pada telinga, sinus, mastoid, dimana bakteri dapat
masuk ke otak dengan melalui tulang atau pembuluh darah. 

 2. Penyebaran bakteri

3.  Komplikasi dari meningitis purulenta. 

Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit
atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau
minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus.
Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh
otak dan bisa timbul meningitis. 

 AO dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar
otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti
trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran
hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan
substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi
pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu. 

AO bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada


penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan
darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia
ini memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat
yang sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi
rentan terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin
maka bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk
langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya
terjadi pada umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga AO adalah soliter, hanya
sepertiga AO adalah multipel. Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus
pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti
jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari
sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga
membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi
jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan
dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris.
Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli
membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu : 

1.  stadium serebritis dini 


2.  stadium serebritis lanjut 
3.   stadium pembentukan kapsul dini

4.   stadium pembentukan kapsul lanjut. 

 Manifestasi Klinik 

Tanda dan gejala awal dan umum dari abses otak adalah nyeri kepala, IM menurun
kesadaran mungkin dpat terjadi, kaku kuduk, kejang, defisit motorik, adanya
tandatanda peningkatan tekanan intrakranial. Tanda dan gejala lain tergantung dari
lokasi abses. 

Lokasi Tanda dan Gejala Sumber Infeksi


Lobus Frontalis Kulit kepala Sinus paranasal
lunak/lembut
Nyeri kepala di frontal
Letargi, apatis,
disorientasi
Hemiparises/paralisis
Kontralateral
Demam tinggi
Kejang
Lobus temporalis  Dispagia
 Gangguan
pandangan
 Distonia
 Paralisis saraf
III,IV
 Paralisi fasial
kontralateral
Cerebellun  Dstonya Infeksi pada telinga
 Nyeri kepala pada tengah
suboccipital
 Disfungsi saraf III

5. Pemeriksaan Diagnostik 

Pemeriksaan diganostik yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus abses
otak, yaitu: 

 X-ray tengkorak, sinus, mastoid, paru-paru: terdapat proses suppurative.


 CT scan: adanya lokasi abses dan ventrikel terjadi perubahan ukuran. 
   MRI: sama halnya dengan CT scan yaitu adanya lokasi abses dan
ventrikel terjadi perubahan ukuran. 
   Biopsi otak: mengetahui jenis kuman patogen. 
   Lumbal Pungsi: meningkatnya sel darah putih, glukosa normal, protein
meningkat (kontraindikasi pada kemungkinan terjadi herniasi karena
peningkatan TIK). 

6. Penatalaksanaan 

Penetalaksaan medis yang dilakukan pada abses otak, yaitu: 1.  Penatalaksaan


Umum 

a.   Support nutrisi: tinggi kalori dan tinggi protein. 

b.   Terapi peningktan TIK 

c.   Support fungsi tanda vital 


d.   fisioterapi 

2.   Pembedahan 

3.   Pengobatan 

a.  Antibiotik: Penicillin G, Chlorampenicol, Nafcillin, Matronidazole. 

b.  Glococorticosteroid: Dexamethasone 

c.  Anticonvulsants: Oilantin. 

7. Komplikasi 

Kemungkinan komplikasi yang akan terjadi pada pasien dengan abses otak adalah: 

 Gangguan mental
 Paralisis,
   Kejang 
 Defisit neurologis fokal 
 Herniasi
 Hidrosepalus 

KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian 

1.   Identitas klien dan psikososial 

a. usia, 
b. Jenis kelamin 
c. Pendidikan 
d. Alamat
e. Pekerjaan
f. Agama
g. Suku bangsa
h. Reran keluarga
i. Penampilan sebelum sakit
j. Mekanisme koping
k. Tempat tinggal yang kumuh

2. Keluhan utama: nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran.

3. Riwayat penyakit sekarang: demam, anoreksi dan malaise, peninggikatan


tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal .

4. Riwayat penyakit dahulu: pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis
media, mastoiditis) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis,abses
paru,empiema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit.

5. Pemeriksaan fisik

a. Tingkat kesadaran 
b. Nyeri kepala 
c. Nystagmus 
d. Ptosis 
e. Gangguan pendengaran dan penglihatan 
f. Peningkatan sushu tubuh 
g. Paralisis/kelemahan otot 
h. Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
i. Kaku kuduk

6. Pola fungsi kesehatan

a. Aktivitas/istirahat
Gejala :malaise
Tanda :ataksia,masalah berjalan kelumpuhan gerakan involunter
b. sirkulasi
Gejala : adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis
Tanda: TD meningkat,nadi menurun (berhubungan peningkatan TIK dan
pengaruh pada vasomotor).
c.  Eliminasi 
Tanda: adanya inkontensia dan/atau retensi 
Gejala: kehilangan nafsu makan,disfagia (pada periode akut). 
d.Nutrisi
tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering
e. Higiene
Tanda : ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri
f. Neurosensori
Gejala :sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan
Tanda :penurunan status mental dan kesadaran, kehilangan memori
g. Nyeri/Kenyamanan
Gejala :sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan
Tanda :tampak terus terjaga
h. Keamanan
Gejala :adanya riwayat ISPA :mastoiditis, telinga tengah,abses gigi,infeksi
pelvis, abdomen atau kulit
Tanda :suhu meningkat, diaforesis, menggigil, kelemahan secara umum
tonus otot flaksid atau spastik

2. Diagnosis

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan abses otak, yaitu: 

1.   Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan,


peningkatan tekanan intra kranial (TIK)  Ditandai dengan : 

Data Subjektif (DS): 

a.   Klien mengatakan nyeri kepala 


b.   Klien mengatakan merasa mual 
c.   Klien mengatakan merasa lemah 

Data objektif
a.   Perubahan kesadaran 
b.   Perubahan tanda vital 
c.   Perubahan pola napas, bradikardia 
d.   Nyeri kepala 
e.   Muntah 
f.   Kelemahan motorik 
g.   Kerusakan pada Nervus kranial III, IV, VI, VII, VIII 
h.   Refleks patologis 
i.   Perubahan nilai ACD 
 j.  Hasil pemeriksaan CT scan adanya edema serebri, abses 

2.   Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran


dan status mental. 
Ditandai dengan: Data Subjektif (DS): 
Kelurga klien mengatakan bahwa klien mengalami penurunan kesadaran. Data
Objektif (DO): 
 Penurunan kesadaran
 Kejang
 Perubahan tatus mental

3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit


neurologik.   

Ditandai dengan: 

Data Subjektif (DS):  Pasien mengatakan lemah. 

Data Objektif : kekuatan otot kurang, kontraktur, atropi

4.   Hipertermia berhubungan dengan infeksi Ditandai dengan: 

Data Subjektif (DS): Pasien mengatakan demam dan rasa haus


Data Objektif (DO): 

a.   Suhu tubuh diatas 38o C. 


b.   Perubahan tanda vital 
c.   Kulit kering 
d.   Peningkatan leukosit 

5.   Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat,


kehilangan cairan. 
Ditandai dengan: Data Subjektif (DS): 
Pasien mengatakan demam dan rasa haus, muntah 
Data Objektif (DO): 
a.   Suhu tubuh di atas 38oC. 
b.   Turgor kulit kurang 
c.   Mukosa mulut kering 
d.   Urine pekat 
e.   Perubahan nilai elektrolit 

6. Perubahan nutrisi
Data Subjektif : Pasien mengatakan tidak nafsu makan, mual dan muntah. Data
Objektif (DO): 
a.   Pasien tidak menghabiskan makanan yang telah disediakan 
b.   Diet makan 
c.   Penurunan BB 
d.   Adanya tanda-tanda kekurangan nutrisi: anemis, cepat lelah.
e.  Hb dan Albumin kurang dari normal 
f.  Tekanan darah kurang dari normal. 
6.   Nyeri berhubungan dengan nyeri kepala, kaku kuduk, iritasi
meningeal. Ditandai dengan: 
Data Subjektif (DS): 
Pasien menguluh nyeri kepala, kaku pada leher dan merasa tidak nyaman. 
Data Objektif (DO): 
a.   Ekspresi wajah menunjukkan rasa nyeri 
b.   Kaku kuduk positif  
3. Intervensi 
Intervensi yang direncanakan pada klien dengan abses otak, yaitu: 
1.   Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan,
peningkatan tekanan intra kranial (TIK) Kriteria hasil: 
a.   Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasi 
b.   Tanda vital dalam batas normal 
c.   Tidak terjadi defisit neurologi Intervensi: 
a. Monitor status neurologi setiap 2 jam: tingkat kesadaran, pupil, refleks,
kemampuan motorik, nyri kepala, kaku kuduk.
R/ : Tanda dari iritasi meningeal terjadi akibat peradangan dan mengakibatkan
peningkatan TIK.
b. Monitor tanda vital dan temperatur setiap 2 jam.
R/ : perubahan tekanan nadi dan bradikardia indikasi herniasi otak dan
peningkatan TIK.
c. Kurangi aktivitas yang dapat menimbulkan peningkatan TIK: batuk,
mengedan, muntah, menahan napas.
R/ : Menhindari peningktan TIK.
d. Berikan waktu istirahat yang cukup dan kurangi stimulus lingkungan. R/ :
mengurangi peningkatan TIK.
e. Tinggikan posisi kepala 30-40o pertahankan kepala pada posisi neutral,
hindari fleksi leher.
R/ : Memfasilitasi kelancaran aliran darah vena.
f. Kolaborasi dalam pemberian diuretik osmotik, steroid, oksigen, antibiotik.
R/ : Mengurangi edema serebral, memenuhi kebutuhan oksigenasi,
menghilangkan faktor penyebab.

2. Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan


kesadaran dan status mental.
Kriteria hasil:
a. Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasi
b. Kejang tidak terjadi
c. Injuri tidak terjadi Intervensi:
a. Kaji status neurologi setiap 2 jam.
R/ : Menentukan keadaan pasien dan resiko kejang.
b. Pertahankan keamanan pasien seperti penggunaan penghalangtempat tidur,
kesiapan suction, spatel, oksigen.
R/ : Mengurangi resiko injuri dan mencegah obstruksi pernapasan. c. Catat
aktivitas kejang dan tinggal bersama pasien selama kejang. R/ : Merencanakan
intervensi lebih lanjut dan mengurangi kejang.
d. Kaji status neurologik dan tanda vital setelah kejang. R/ : Mengetahui
respon post kejang.
e. Orientasikan pasien ke lingkungan.
R/ : Setelah kejang kemungkinan pasien disorientasi. f. Kolaborasi dalal
pemberian obat anti kejang.
R/ : Mengurangi resiko kejang / menghentikan kejang.

3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit


neurologik.
Kriteria hasil:
a. Pasien dapat mempertahankan mobilisasinya secara optimal.
b. Integritas kulit utuh.
c. Tidak terjadi atropi.
d. Tidak terjadi kontraktur.
Intervensi:
a. Kaji kemampuan mobilisasi.
c. Lakukan masage bagian tubuh yang tertekan.
R/ : Melancarkan aliran darah dan mencegah dekubitus.
d. Lakukan ROM pasive.
R/ : Menghindari kontraktur dan atropi.
e. Monitor tromboemboli, konstipasi. R/ : Komplikasi immobilitas.
f.  Konsul pada ahli fisioterapi jika diperlukan. R/ : Perencanaan yang penting
lebih lanjut.
4.  Hipertermia berhubungan dengan infeksi Kriteria Hasil: 
a.   Suhu tubuh normal 36,5 – 37, 5o C. 
b.   Tanda vital normal. 
c.   Turgor kulit baik. 
d.   Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal. 

Intervensi: 
a. Monitor suhu setiap 2 jam. R/ : Mengetahui suhu tubuh.
b. Monitor tanda vital.
R/ : Efek dari peningkatan suhu adalah perubahan nadi, pernapasan dan
tekanan darah.
c. Monitor tanda-tanda dehidrasi.
e. Berikan minum yang cukup 2000 cc/hari. R/ : Mencegah dehidrasi.
f. Lakukan kompres dingin dan hangat.
R/ : Mengurangi suhu tubuh melalui proses konduksi. g. Monitor tanda-tanda
kejang.
R/ : Suhu tubuh yang panas berisiko terjadi kejang.

5. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat,


kehilangan cairan.
Kriteria Hasil :
a. Suhu tubuh normal 36,5 – 37, 5o C.
b. Tanda vital normal.
c. Turgor kulit baik.
d. Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.
Intervensi:
a. Ukur tanda vital setiap 4 jam.
R/ : Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit menimbulkan perubahan tanda
vital seperti penurunan tekanan darah, dan peningkatan nadi.
b. Monitir hasil pemeriksaan laboratorium terutama elektrolit.
R/ : Mengetahui perbaikan atau ketidak seimbangan cairan dan elektrolit.
c. Observasi tanda-tanda dehidrasi.
R/ : Mencegah secara dini terjadinya dehidrasi.
d. Catat intake dan output cairan.
R/ : Mengetahui keseimbangan cairan.
e. Berikan minuman dalam porsi sedikit tetapi sering.

4. Implementasi
Implementasi atau tindakan keperawatan yang dilakukan berdasarkan intervensi
pada pasien abses otak, yaitu:
1.Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan,
peningkatan tekanan intra kranial (TIK)
Implementasi:
a Memonitor status neurologi setiap 2 jam: tingkat kesadaran, pupil, refleks,
kemampuan motorik, nyri kepala, kaku kuduk.
b Memonitor tanda vital dan temperatur setiap 2 jam.
c. Mengurangi aktivitas yang dapat menimbulkan peningkatan TIK: batuk,
mengedan, muntah, menahan napas.
d. Memberikan waktu istirahat yang cukup dan kurangi stimulus lingkungan.
e. Meninggikan posisi kepala 30-40o pertahankan kepala pada posisi neutral,
hindari
f. kolaborasi dalam pemberian diuretik osmotik, steroid, oksigen, antibiotik.

2. Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran


dan status mental.
Implementasi:
a. Mengkaji status neurologi setiap 2 jam.
b. Mempertahankan keamanan pasien seperti penggunaan penghalang tempat tidur,
kesiapan suction, spatel, oksigen.
c. Mencatat aktivitas kejang dan tinggal bersama pasien selama kejang.
d. Mengkaji status neurologik dan tanda vital setelah kejang.
e. Mengorientasikan pasien ke lingkungan.
f. Mengkolaborasi dalam pemberian obat anti kejang.

3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit


neurologik.
Implementasi:
a. Mengkaji kemampuan mobilisasi.
b. Mengalih posisi pasien setiap 2 jam.
c. Melakukan masage bagian tubuh yang tertekan.
d. Melakukan ROM pasive.
e. Memonitor tromboemboli, konstipasi.
f. Mengkonsultasikan pada ahli fisioterapi jika diperlukan
4. Hipertermia berhubungan dengan infeksi Implementasi:
a. Memonitor suhu setiap 2 jam.
b. Memonitor tanda vital.
c. Memonitor tanda-tanda dehidrasi.
d. Memberikan obat anti pireksia

5. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat,


kehilangan cairan.
Implementasi:
a. Mengukur tanda vital setiap 4 jam.
b. Memonitir hasil pemeriksaan laboratorium terutama elektrolit.
c Mengobservasi tanda-tanda dehidrasi.
d. Mencatat intake dan output cairan.
e Memberikan minuman dalam porsi sedikit tetapi sering.
f. Mempertahankan temperatur tubuh dalam batas normal.
g. Mengkolaborasi dalam pemberian cairan intravena.
h. Mempertahankan dan monitor tekanan vena setral.

6. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,


kelemahan, mual dan muntah, intake yang tidak adekuat.
Implementasi:
a. Mengkaji makanan kesukaan pasien.
b. Memberikan makan dalam porsi kecil tapi sering.
c. Menhindari berbaring kurang 1 jam setelah makan.
d. Menimbang BB 3 hari sekali secara periodik.
e. Memberikan antiemetik 1 jam sebelum makan.
f. Mengurangi minum sebelum makan.

7. Nyeri berhubungan dengan nyeri kepala, kaku kuduk, iritasi meningeal.


Implementasi:
a. Mengkaji tingkat nyeri pasien.
b. Mengkaji faktor yang dapat meringankan dan memperberat nyeri.
c. Melakukan perubahan posisi.
d. Menjaga lingkungan untuk tetap nyaman: mengurangi cahaya, keadaan bising.
e. Melakukan massage pada daerah yang nyeri secara lembut, kompres hangat.
f. Memberikan obat analgetik sesuai program.

5. Evaluasi
Hasil evaluasi yang diharapkan setelah dilakukan implementasi dari intervensi
yang direncanakan, yaitu:
1. Mencapai perubahan tingkat kesadaran dan orientasi yang meningkat.
a. Menunjukkan peningkatan kesadaran
b. Pandangan bagus
c. Menurunnya kelemahan motorik
d.Tanda vital dalam batas normal
e. Menunjukkan tidak terjadinya defisit neurologi
f. Menunjukkan tidak adanya refleks patologis.

2. Tidak terjadinya resiko yang dapat menyebabkan injuri

a. Menunjukkan peningkatan kesadaran

b. Tidak terjadi kejang

3. peningkatan status mental terhadap ganggaun mobilitas fisik yang dialami

a.   Menunjukkan mobilisasi secara aktif dan optimal 


b.   Menunjukkan integritas kulit yang utuh 
c.   Tidak terjadinya atropi 
d.   Tidak terjadinya kontraktur. 
e.   Menetapkan program istirahat dan latihan yang seimbang. 
f.   Menunjukkan partisipasi dalam perawatan. 
g.   Menetapkan maantaati jadwal medikasi yang memaksimalkan kekuatan otot. 
  Tidak adanya komplikasi berhubungan dengan immobilitas yang dialami

4.  Mencapai penurunan suhu tubuh 


a.   Menunjukkan tanda vital yang normal 
b.   Menunjukkan pengeluaran urine yang tidak pekat 
c.   Menunjukkan suhu tubuh normal 
d.   Menunjukkan turgor kulit yang baik 
5.   Mencapai kebutuhan nutrisi yang terpenuhi 
a.   Menunjukkan tanda-tanda nutrisi yang terpenuhi. 
b.   Mentaati program medikasi 
c.   Menujukkan nafsu makan yang baik 
d.   Menunjukkan intake makanan yang baik. 
e.   Menunjukkan peningkatan berat badan. 

Kesimpulan 
 Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan
otak. Kasus ini bisa terjadi pada anak dan dewasa. Infeksi yang terjadi
diakibatkan oleh jamur, bakteri, parasit dan komplikasi lain, misalnya otitis
media dan mastoiditis. Pada pasien yang mengalami abses otak akan rentan
terhadap komplikasi- komplikasi yang sangat berbahaya bagi penderitanya,
misalnya: gangguan mental, paralisis, kejang, defisit neurologis fokal,
hidrosephalus serta herniasi. Kasus ini dapat menyebabkan masalah
keperawatan, seperti: perubahan perfusi jaringan serebral, resiko injuri,
kerusakan mobilitas fisik, hipertermia, ketidakseimbangan cairan, nutrisi
kurang dari kebutuhan serta nyeri. 

Anda mungkin juga menyukai