ABSES SEREBRI
Oleh :
Preseptor :
2017
Daftar isi
BAB 1. Pendahuluan 1
BAB 2. Tinjauan Pustaka 3
2.1 Defenisi 3
2.2 Epidemiologi 3
2.4 Patogenesis 4
2.5 Diagnosis 5
2.7 Tatalaksana 7
2.8 Komplikasi 9
Daftar Pustaka 10
BAB 4. Diskusi 22
BAB 5. Kesimpulan 25
BAB 1
PENDAHULUAN
Komplikasi utama dan paling serius dari abses serebri adalah peningkatan
tekanan intrakranial dengan risiko herniasi otak
otak dan pecahnya ab
abses
ses ke dalam
ventrikel, sehingga menyebabkan empiema ventrikel. Oleh karena itu, diperlukan
2,3
penatalaksaan yang baik agar komplikasi tersebut tidak tejadi.
1
Walaupun kemajuan dalam hal diagnostik dan antibiotika cukup pesat saat
ini. Insiden abses otak tidak terlihat menurun dan kenyataannya masih banyak
dijumpai kasusnya di dalam masyarakat. Diagnosa dan pengelolaan abses otak
tetap masih merupakan tantangan, walaupun dengan kemajuan-kemajuan dalam hal
cara diagnostik radiologis dengan memakai CT Scan kepala dan didapatkannya
berbagai antibiotika yang bekerja luas, angka kematian masih tetap tinggi, antara
40% atau lebih.3
Oleh karena itu pengenalan dini dari suatu abses otak sangat memegang
peranan penting di dalam pengelolaannya.
1.2 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penulisan case report ini adalah definisi,
epidemiologi, etiologi dan predisposisi, patogenesis, diagnosis, diagnosis banding,
tatalaksana, dan komplikasi dari abses serebri.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
PUSTAKA
2.1 Definisi
Abses serebri merupakan suatu infeksi pada jaringan otak yang diselubungi
oleh kapsul dan terlokalisasi pada satu atau lebih area di dalam otak. Sumber
infeksi dari abses serebri biasanya berasal dari infeksi bagian tubuh lain yang
menyebar lewat jaringan secara langsung atau melalui pembuluh darah. Sekitar
75% abses serebri berasal dari penjalaran otitis, mastoiditis, sinusitis frontalis, atau
frkatur tengkorak.1,2
2.2 Epidemiologi
Abses otak dapat menyerang semua usia. Terbanyak pada usia dekade
kedua dari kehidupan, antara 20-50 tahun. Angka kejadian abses serebri di
Amerika Serikat sebanyak 1500-2000/tahun dan insiden tertinggi terdapat pada
negara-negara bekembang. Rasio laki-laki dan perempuan adalah 2-3 : 1. 2
3
pada lobus frontalis atau temporalis. Sinusitis maksilaris absesnya didapati pada
lobus temporalis. Sinusitis etmoidalis absesnya didapati pada lobus frontalis. 3,4
Infeksi pada telinga tengah dapat menyebar ke lobus temporalis. Infeksi
pada mastoid dapat menyebar ke dalam serebelum. Kadang-kadang kerusakan
tengkorak kepala oleh karena kelainan bawaan, seperti kerusakan tegmentum
timpani atau karena kelainan yang didapat seperti pada kerusakan tulang temporal
oleh kolesteatoma, memberi jalan untuk penyebaran infeksi ke dalam lobus
frontalis atau serebelum. Infeksi juga dapat menyebar secara retrograd
tromboflebitis pada cabang-cabang vena di temporal. Cabang- cabang vena ini
bergabung menuju vana-vena kortikal atau ke salah satu sinus venosus (lateral,
inferior, atau petrosal superior).5
Abses otak dapat juga timbul akibat penyebaran secara hematogen dari
infeksi yang letaknya jauh dari otak seperti pada infeksi paru sistemik (empiema,
abses paru, bronkiektasis, pneumonia) atau pada endokarditis bakterialis akut dan
subakut dan pada penyakit-penyakit jantung lain seperti Tertalogi Fallot . Abses
yang terbentuk sering sekali multipel dan terdapat pada substansia alba dan
substansis grisea dari jaringan otak.5
Dibeberapa negara, penyebaran infeksi secara sistemik inifrekuensinya
terlihat meningkat. Lokalisasi abses otak yang penyebarannya secara hematogen
biasanya sesuai dengan peredaran darah, paling sering pada daerah yang didistribusi
oleh arteri serebri media, terutama pada lobus parietalis. Bisa juga pada daerah lain
seperti serebelum dan batang otak.4,5
2.4 Patofisiologi
Infeksi dapat mencapai otak dengan jalan yang berbeda-beda, seperti pada
otitis media, infeksi dapat meluas melalui cavum tympani atau melalui mastoid dan
meningen, kemudian mencapai jaringan otak. Kemungkinan lain infeksi juga dapat
meluas melalui vena-vena dalam, menyebabkan trombosis vena. Trombosis
menghambat sirkulasi serebral, sehingga terjadi iskemia dan infark yang
mempercepat terjadinya infeksi lokal. Setiap robekan pada duramater akibat trauma
merupakan sumber yang potensial untuk terjadinya infeksi pada otak.6,7
4
2.5 Diagnosis
2.5.1 Anamnesis
Pada pasien dengan kecurigaan suatu abses serebri dapat ditemukan keluhan
berupa:1,5,7
Gejala peningkatan tekanan intrakranial dengan manifestasi berupa nyeri
kepala kronik yang tidak berkurang dengan obat analgesik, muntah tanpa
penyebab gastrointestinal, kesadaran menurun/berubah.
Adanya tanda-tanda radang atau fokus infeksi sebelumnya (otitis, sinusitis,
infeksi gigi).
Keluhan demam
2.5.2 Pemeriksaan Fisik 5,8
Demam (suhu >38oC)
Penurunan kesadaran
Papil edema
Gejala fokal: true location sign, false location sign, neighbouring sign
5
Untuk mencari sumber infeksi primer dari suatu abses otak dapat dibuat
suatu foto rontgen polos kepala, sinus ataupun mastoid. Pada foto rontgen polos
kepala, mungkin terlihat pergeseran letak glandula pinealis yang mengalami
7
kalsifikasi.
2.5.3.1 CT scan
Pemeriksaan dengan “Computerized
“Computerized Tomography Scanning ” (CT Scan)
dapat terlihat lokasi yang tepat dari abses dan juga fase dari abses tersebut, apakah
pada fase
f ase cerebritis atau pada fase
f ase sudah terbentuknya
te rbentuknya kapsul. Dengan adanya CT
Scan ini, pengelolaan abses otak dapat dilakukan secara cepat dan tepat. 9,10
Pemeriksaan jumlah leukosit dan laju endap darah hasilnya selalu abnormal.
Pada 60-70% kasus dijumpai jumlah leukosit antara 10.000- 20.000/cm3. Sampai
40% kasus dijumpai normal atau sedikit meningkat. Laju endap darah meningkat
pada 75-90% kasus, rata-rata 45 mm/jam.1,5,9
6
2.6 Diagnosa Banding
Dari gejala-gejala dan keluhan yang umum pada penderita dengan
peningkatan tekanan intrakranial serta kemungkinan didapatkan tanda-tanda
infeksi, maka abses otak ini didiagnosis banding antra lain dengan tumor, terutama
tumor ganas yang tumbuh dengan cepat, tromboflebitis intra serebral, empiema
subdural, abses ektra dural dan ensefalitis.1,9
2.7 Komplikasi
Komplikasi
Sebagai komplikasi didapati robeknya kapsul abses kedalam ventrikel atau
keruangan subarakhnoidal, penyumbatan cairan serebrospinalis mengakibatakan
hidrosefalus, edema otak dan terjadinya herniasi tentorial oleh massa abses otak
tersebut.1,9
2.8 Tatalaksana
Pengobatan abses otak ditujukan kepada menghilangkan proses infeksi
dan mengurangkan atau menghilangkan efek massa pada otak dan oleh edema
otak, sebagian besar infeksi ini diobati dengan antibiotika yang tepat dan
medikamentosa saja pada beberapa kasus berhasil, tetapi ini banyak yang
menentang. Heineman et al (1971) memperkenalkan cara pengobatan hanya
dengan antibiotika tanpa tindakan pembedahan. Dilaporkan, pada abses otak
dengan fase cerebritis pengobatan hanya dengan antibiotika. Diperiksa kultur
darah, cairan serebrospinal, sesuai dengan kultur luka apabila ditemukan.
Tidak diperiksa bakteriologis dari nanah abses intrakranial. Untuk mengurangi
edema otak, digunakan kortikosteroid.1,5
Rosenblum dkk menemukan pengobatan medikamentosa pada abses
yang kecil dengan diameter rata-rata 1,7 cm ( 0,8 – 2,5
2,5 cm ). Kalau diameter
lebih besar antara 2 – 6 cm ( rata-rata 4,2 cm ) dianjurkan untuk dilakukan
tindakan bedah. Sebagai tambahan bahwa ada beberapa abses otak yang kecil
yang tidak berhasil dengan pengobatan antibiotika, bahkan absesnya bertambah
besar, pada pengobatan dengan hanya antibiotika ini diperlukan pemeriksaan
CT Scan secara serial. Kalau dari hasil CT Scan memperlihatkan keadaan
bertambah buruk, maka ini merupakan indikasi untuk dilakukan
pembedahan.5,9
Penderita dengan abses otak yang multipel, kemungkinan hanya abses yang
besar saja yang dapat dilakukan aspirasi atau eksisi dan ini sangat riskan. Maka
selain tindakan pembedahan, untuk abses yang dalam dan riskan diperlukan
pemberian antibiotika.11
Adapun antibiotika yang dianjurkan diantara nya : 1,12
Metronidazol dosis 500 mg setiap 6 jam dapat menembus sawar darah otak
dan tidak dipengaruhi oleh kortikosteroid, tetapi hanya aktif untuk bakteri
Streptococcus anaerob, aerob, dan mikroaerofilik,
Sefalosporin generasi III ( sefotaksim, seftriakson ) umumnya adekuat untuk
organisme gram negatif aerob. Jika terdapat Pseudomonas
Pseudomonas,, sefalosporin
parenteral pilihan adalah seftazidim atau sefepim.
Trimetoprim-sulfametoksazol dosis tinggi 15 mg/kg/hari dari komponen
trimetoprim dibagi 3 - 5 dosis untuk abses otak dengan penyebab Nikardia
sp.. Dosis dapat diturunkan 1/2 selama 3-6 bulan pada pasien tanpa
sp
penekanan imun dan selama 1 tahun pada pasien dengan penekanan imun.
Daftar Pustaka
1. Bintoro,A. 2011. Abses Serebri dalam: infeksi pada sistem saraf. Surabaya:
Pusat Penerbit dan Percetakan Unair (AUP). Hal 21-28
2. Dewantoro, G dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan tata
Laksana Penyakit Saraf . Jakarta : penerbit buku kedokeran.
3. Panitia Lulusan Dokter 2002-2003 FKUI. 2002. Updates in
Neuroemergencies.. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Neuroemergencies
4. Mumenthaler M, Mattle H, Taub B. 2006. Fundamentals of Neurology.
Neurology.
New York : Thieme. page 118-119.
118-119.
5. PERDOSSI. 2016. Panduan
2016. Panduan Praktik Klinis Neurologi.
Neurologi. Jakarta.
6. Mardjono M, Sidharta P. 2013. Neurologi Klinis Dasar . Ed 16. Jakarta:
Dian Rakyat.
7. Gray F, Duyckaerts C, Girolami UD. 2014. Manual of Basic
Neuropathology.. Ed 5. New York: Oxford University
Neuropathology Universit y Press.
8. PERDOSSI. 2011. Guideline Infeksi. Jakarta.
Infeksi. Jakarta.
9. PERSPEBSI. 2016. Abses
2016. Abses Serebri. Jakarta.
Serebri. Jakarta.
10. Gaillar,F. 2017. Brain Abscess. Https://radiopaedia.org/articles/brain-
Abscess.
abscess (diakses tanggal 23 oktober 2017)
abscess
11. Ropper AH, Brown RH. 2005. Principles of Neurology. Ed
Neurology. Ed 8. Nee York:
McGraw-Hill.
12. Rafii MS, Cochrane IT. 2015. First Aid for the Neurology Board . Ed 2.
New York: McGraw-Hill.
13. Brust, John CM. 2007. Diagnosis
2007. Diagnosis and Treatment in Neurology.
Neurology. New York:
McGraw-Hill.
10
BAB 3
Laporan Kasus
A. Data Dasar
Nama Pasien : Tn. I
No RM : 479742
Nama Ibu Kandung : Mariah
Alamat : Dusun renah, Sungai penuh, Kerinci, Jambi
Pekerjaan : Pedagang
Agama : Islam
Jenis Kelamin : laki-laki
Umur : 51 tahun
B. Anamnesis/Alloanamnesis
Seorang pasien laki-laki usia 51 tahun dirawat di bangsal saraf RS Achmad
Moehtar Bukittinggi sejak 10 oktober 2017 dengan:
Keluhan Utama : Nyeri kepala
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Nyeri kepala yang semakin bertambah sejak 1 minggu yang lalu. nyeri
dirasakan diseluruh bagian kepala terutama dikepala bagian kiri, nyeri
dirasakan berdenyut dan seperti kepala sedang di regangkan. Awalnya nyeri
dirasakan 1 bulan yang lalu, hanya berupa nyeri ringan, muncul 1-2 kali
seminggu menghilang dengan istirahat dan pemberian obat anti nyeri yang
dibeli pasien di warung, namun lama-kelamaan nyeri kepala dirasakan
semakin berat, tidak berespon dengan pemberian analgetik dan semakin
sering.
- Pasien mengaku terdapat kelemahan anggota gerak kanan sejak 1 minggu
lalu, terjadi secara berangsur-angsur. Namun pasien masih dapat berjalan
apabila dipapah dan tampak masih dapat menggenggam gelas
menggunakan tangan kanannya.
- Muntah ada sejak 2 hari yang lalu, frekwensi 2 kali berisi apa yang dimakan
dan diminum pasien, muntah tampak menyemprot. Mual tidak ada.
11
- Riwayat demam sejak 1 bulan lalu, demam hilang timbul, tidak menggigil
dan tidak ada keringat malam.
- BAB dan BAK tidak ada keluhan
12
C. Pemeriksaan Fisik
I. Umum
Keadaan Umum : tampak sakit berat
Kesadaran : Komposmentis Kooperatif
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit, reguler, kuat angkat
Pernapasan : 23x menit
Suhu : 36,70C
Visual Analog Scale :5
Turgor Kulit : baik
Keadaan Gizi : Baik
Tinggi Badan : 165 cm
Berat Badan : 58 kg
Rambut : Hitam tidak mudah dicabut
Kelenjer Getah Bening
- Leher : Tidak ada pembesaran
- Aksila : Tidak ada pembesaran
- Inguinal : Tidak ada pembesaran
Torak
- Paru:
o Inspeksi : Normochest, simetris kiri dan kanan
o Palpasi : fremitus kanan menurun dibanding kiri
o Perkusi : redup pada paru kanan setinggi RIC 4-5
o
Auskultasi : Bronkovesikuler, Rh +/-, Wheezing -/-
- Jantung
o Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
o Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari LMCS RIC V
o Perkusi : Batas jantung normal
o Auskultasi : Bunyi jantung regular, murmur (-)
- Abdomen
o Inspeksi : Tidak ada distensi
o Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba
13
o Auskultasi : Bising Usus (+) normal
o Perkusi : Timpani
- Korpus Vertebrae
o Inspeksi : Lurus, tidak ada lordosis, kifosis, skloliosis
o Palpasi : Tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan
Subjectif
(+) (+)
Objektif
(+) (+)
Tajam Penglihatan
(+) (+)
Lapangan
(+) (+)
Pandangan
Melihat Warna
(+) (+)
Funduskopi
Papil edem (+) Papil edem (+)
14
C. Nervus III Okulomotorius
Kanan Kiri
Bola Mata Bulat Bulat
Ptosis (-) (-)
Gerakan Bulbus Ortho Ortho
Nistagmus (-) (-)
Ekso/Endoftalmus (-) (-)
Pupil
D. Nervus IV (Troklearis)
Kanan Kiri
Gerakkan Mata (+) (+)
kebawah
Sikap Bulbus Ortho Ortho
Diplopia (-) (-)
Kanan Kiri
Gerakkan Mata ke (+) (+)
lateral
Sikap Bulbus Ortho Ortho
Diplopia (-) (-)
15
Membuka mulut (+)
Menggerakkan (+)
Rahang
Menggigit (+)
Mengunyah (+)
Sensorik
Devisi Opthalmika
Reflek Kornea (+) (+)
Sensibilitas (+) (+)
Divisi Maksilla
Reflek Massester (+) (+)
Sensibilitas (+) (+)
Divisi Mandibula
Sensibilitas (+) (+)
16
Rinne Test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber Test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Schwabach Test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Memanjang
Memendek Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pendular
Vestibular
Siklikal
Pengaruh Posisi Kepala
Menelan (+)
Artikulasi (+)
Suara (+)
Nadi Teratur
K. Nervus XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh Kekanan (+)
Menoleh kekiri (+)
17
Mengangkat bahu (+)
kekanan
Mengangkat bahu kekiri (+)
Kanan Kiri
Kedudukan Lidah Simetris
Dalam
Kedudukan Lidah Deviasi (-)
dijulurkan
Tremor (-)
Fasikulasi (-)
Atrofi (-)
Tremor (-)
Atetosis (-)
Miokllonik (-)
Khorea (-)
Atas Cremaster
Tengah Sfingter
Bawah
19
2. Patologis Tungkai
Lengan Babinski (-) (-)
Hoffman-Tromner (-) Chaddoks (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)
3. Fungsi Otonom
Miksi
(+)
Defekasi
(+)
Sekresi
(+)
keringat
4. Fungsi Luhur
Kesadaran Reflex Regresi
Reaksi Bicara
(+) Reflek Glabella (-)
Reaksi Intelek
(+) Reflek snout (-)
Reaksi Emosi
(+) Reflek mengisap (-)
D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
Hb : 15,3 gr/dl GDR : 134 mg/dl Na : 139,7 mg/dl
Leukosit : 9400/mm3 Ureum: 18 mg/dl K : 3,58 mg/dl
Hematokrit : 43,9% kreatinin: 0,69 mg/dl Cl : 110 mg/dl
Trombosit : 325.000/mm3
20
EKG: Irama sinus, HR 80x/mnt, ST elevasi(-), ST depresi (-), T inverted (-),
SV1 + RV5 <35 mm
Kesan: dalam batas normal
Ro Thoraks Gambaran:
Airfluid level dan konsolidari di paru
kanan.
Kesan : tumor paru. DD/abses paru
Brain CT Scan:
Gambaran :
SOL dengan edema perifokal pada
temporo parietal kiri, disertai herniasi
ke kanan.
Kesan : Abses serebri. DD/metastasis
21
E. Diagnosis
Diagnosis Klinis :Hemiparesis dextra + Peningkatan tekanan
intrakranial
Diagnosis Topik : Lobus temporoparietal sinistra
Diagnosis etiologi : Abses Serebri
Diagnosis sekunder : Abses paru dextra
G. Terapi:
Umum :
Elevasi kepala 30o
IVFD NaCl 0,9% 12 jam / kolf
H. Prognosis
22
BAB 4
DISKUSI
intrakranial.
Apa bila terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial perlu dipikirkan
etiologinya. Pada pasien jika dinilai dari onset yang perjalanan penyakitnya bersifat
kronik berarti dapat dicurigai kemungkinan adanya suatu tumor intra kranial atau
bisa juga karena adanya suatu abses serebri. Untuk membantu diagnosis pada
pasien perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang tambahan meliputi
pemeriksaan imaiging seperti brain ct scan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kondisi vital pasien: keadaan umum sakit
berat, tekanan darah 130/80, nadi 82, pernafasan 23x/menit dan suhu 36,7oC. status
23
kesadaran pasien CMC dan dari pemeriksaan rangsang meningen (-) namun dari
pemeriksaan pupil ditemukan isokor dengan pupil 3mm/3mm, reflex cahaya +/+
dan reflek kornea +/+. Dari funduscopi ditemukan tanda-tanda peningkatan TIK
yakni adanya papil edem. Pada pemeriksaan nervus kranialis tidak didapatkan
adanya gangguan neurologis. Pada pasien juga ditemukan adanya hemiparesis
akut dan subakut dan pada penyakit-penyakit jantung lain seperti Tertalogi Fallot.
untuk itu diperlukan pemeriksaan brain ct untuk memastikan diagnosis pada pasien
ini.5
Pada pasien dilakukan pemeriksana Brain CT dengan hasil suatu SOL
dengan adanya edema perifokal pada temporoparietal kiri dan adanya herniasi ke
kanan, selain itu pada gambaran CT scan juga ditemukan adanya suatu ring
enhancement. Pada gambaran CT scan abses serebri biasanya akan menunjukan
gambaran khas yang disebut ring enhancement yakni adanya suatu lesi hipodens
dengan gambaran seperti jaringan sehat yang mengelilinginya. Gambaran ini
terbentuk karena proses nekrosis terjadi dibagian sentral dan adanya pembentukan
anyaman-anyaman retikulum yang menjadi kapsul kolagen di bagian
sekelilingnya.10
Setelah diagnosis ditegakan pasien kemudian diberikan tatalaksana
Metronidazol 4 x 500 mg (iv), Citicolin 2 x 1000 mg (iv), Ceftriaxon 2 x 2 gr (iv),
dexametason 4 x 5mg (iv), Ranitidine 2 x 50mg (iv). Kemudian pasien disarankan
konsul ke bedah saraf untuk pertimbangan tindakan aspirasi abses.
24
BAB 5
KESIMPULAN
1. Abses serebri adalah suatu proses pernanahan yang terlokalisir di antara
jaringan otak. infeksi ini dapat disebabkan oleh bakteri, jamur dan parasit.
25