Anda di halaman 1dari 27

 

Case Report Session

ABSES SEREBRI

Oleh :

Angga Putra Perdana 1210313039

Preseptor :

Prof. Dr. dr. Darwin Amir, Sp.S (K)


dr. Restu Susanti, Sp.S M.Biomed

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

 
 

2017

Daftar isi
BAB 1. Pendahuluan  1

1.1 Latar belakang 1

1.2 Batasan Masalah 2

1.3 Tujuan Penulisan 2

1.4 Metode Penulisan 2

BAB 2. Tinjauan Pustaka  3

2.1 Defenisi 3

2.2 Epidemiologi 3

2.3 Etiologi dan Predisposisi 3

2.4 Patogenesis 4

2.5 Diagnosis 5

2.6 Diagnosis Banding 7

2.7 Tatalaksana 7

2.8 Komplikasi 9

Daftar Pustaka  10

BAB 3. Laporan Kasus  11

BAB 4. Diskusi  22

BAB 5. Kesimpulan  25

 
 

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hingga pada akhir abad ke 19 abses serebri masih merupakan penyakit
dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Dilaporkan oleh Dr. JF Weeds
 pada tahun 1868 bahwa tatalaksana pertama yang sukses untuk kasus abses serebri
adalah dengan melakukan drainase abses. Selanjutnya Sir William Macewen
menjadi pionir operasi abses serebri setelah pada tahun 1893 mempublikasikan
monograf yang berjudul “ pyogenic infective
infect ive disease of the brain and spinal cord ”.
Kemudian tatalaksana dan teknik diagnosis terhadap abses serebri ini mengalami
 perkembangan dan perubahan pesat terutama setelah ditemukannya CT scan pada
tahun 1970 yang dijadikan sebagai baku diagnostik pada penyakit ini. 1
Abses serebri adalah suatu proses pernanahan yang terlokalisir di antara
 jaringan otak. infeksi ini dapat disebabkan oleh bakteri, jamur dan parasit.
paras it. Biasanya
tumpukan nanah ini akan diselubungi oleh suatu kapsul. Tumpukan nanah tersebut
dapat tunggal atau multipel di dalam otak.1,2
Sumber infeksi dari abses serebri biasanya berasal dari infeksi bagian tubuh
lain yang menyebar lewat jaringan secara langsung atau melalui pembuluh darah.
Sekitar 75% abses serebri berasal dari penjalaran otitis, mastoiditis, sinusitis
frontalis, atau frkatur tengkorak. Pada beberapa sumber dikatakan bahwa abses otak
dapat terjadi tanpa faktor atau dari sumber yang tidak diketahui.1,3
Organisme penyebab abses otak yang paling sering adalah dari golongan
Streptococci.. Bakteri ini tidak membutuhkan oksigen untuk hidup atau bersifat
Streptococci
anaerobik. Bakteri Streptococci ini seringkali berkombinasi dengan bakteri
anaerobik lainnya seperti  Bacteriodes
 Bacteriodes,,  Propinobacterium dan  Proteus
 Proteus.. Penyebab
lain pada abses serebri adalah jamur, beberapa jamur tersering yang dapat
menyebabkan abses serebri antara lain Candida, Mucor, dan Aspergilus..2
dan Aspergilus

Komplikasi utama dan paling serius dari abses serebri adalah peningkatan
tekanan intrakranial dengan risiko herniasi otak
otak dan pecahnya ab
abses
ses ke dalam
ventrikel, sehingga menyebabkan empiema ventrikel. Oleh karena itu, diperlukan
2,3
 penatalaksaan yang baik agar komplikasi tersebut tidak tejadi.  
1
 

Walaupun kemajuan dalam hal diagnostik dan antibiotika cukup pesat saat
ini. Insiden abses otak tidak terlihat menurun dan kenyataannya masih banyak
dijumpai kasusnya di dalam masyarakat. Diagnosa dan pengelolaan abses otak
tetap masih merupakan tantangan, walaupun dengan kemajuan-kemajuan dalam hal
cara diagnostik radiologis dengan memakai CT Scan kepala dan didapatkannya
 berbagai antibiotika yang bekerja luas, angka kematian masih tetap tinggi, antara
40% atau lebih.3
Oleh karena itu pengenalan dini dari suatu abses otak sangat memegang
 peranan penting di dalam pengelolaannya.
1.2 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penulisan case report   ini adalah definisi,
epidemiologi, etiologi dan predisposisi, patogenesis, diagnosis, diagnosis banding,
tatalaksana, dan komplikasi dari abses serebri.

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan case report   ini adalah sebagai salah satu syarat dalam
menjalani kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Saraf di RSUP Dr. M.
Djamil Padang dan sebagai bahan referensi untuk menambah wawasan penulis
mengenai abses serebri.

1.4 Metode Penulisan


Metode penulisan pada case report ini adalah tinjauan pustaka yang
merujuk pada berbagai literatur.

2
 

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 
PUSTAKA 

2.1 Definisi

Abses serebri merupakan suatu infeksi pada jaringan otak yang diselubungi
oleh kapsul dan terlokalisasi pada satu atau lebih area di dalam otak. Sumber
infeksi dari abses serebri biasanya berasal dari infeksi bagian tubuh lain yang
menyebar lewat jaringan secara langsung atau melalui pembuluh darah. Sekitar
75% abses serebri berasal dari penjalaran otitis, mastoiditis, sinusitis frontalis, atau
frkatur tengkorak.1,2

2.2 Epidemiologi
Abses otak dapat menyerang semua usia. Terbanyak pada usia dekade

kedua dari kehidupan, antara 20-50 tahun. Angka kejadian abses serebri di
Amerika Serikat sebanyak 1500-2000/tahun dan insiden tertinggi terdapat pada
negara-negara bekembang. Rasio laki-laki dan perempuan adalah 2-3 : 1. 2 

2.3 Faktor Etiologi dan Predisposisi 


Predisposisi 

Sebagian besar abses otak berasal dari penyebaran langsung infeksi di


telinga tengah, sinusitis, atau mastoiditis. Sinusitis dapat berupa sinusitis paranasal,
sinusitis etmoidalis, sfenoidalis dan maksilaris. Pada beberapa kasus juga didapat
asal infeksi dari infeksi paru sistemik, endokarditis bakterial akut dan subakut, serta
sepsis mikroemboli yang penyebaranya sampai hingga ke otak. Penyebab lain
tetapi jarang adalah osteomielitis tulang tengkorak, sellulitis, erisipelas pada wajah,
infeksi gigi, luka tembus pada tengkorak oleh trauma.4 
Berdasarkan sumber infeksi biasanya dapat diperkirakan lokasi munculnya
abses serebri. Infeksi pada sinus paranasal, dapat menyebar secara retrograd
tromboflebitis melalui klep vena-vena diploika menuju frontal atau lobus temporal.
Biasanya bentuk absesnya tunggal, terletak suferfisial
suferfisi al di otak, dekat dengan sumber
infeksinya. Sinusitis frontal dapat menyebabkan abses di bagian anterior atau
inferior dari lobus- lobus frontalis. Sinusitis sfenoidalis, biasanya abses didapati

3
 

 pada lobus frontalis atau temporalis. Sinusitis maksilaris absesnya didapati pada
lobus temporalis. Sinusitis etmoidalis absesnya didapati pada lobus frontalis. 3,4
Infeksi pada telinga tengah dapat menyebar ke lobus temporalis. Infeksi
 pada mastoid dapat menyebar ke dalam serebelum. Kadang-kadang kerusakan
tengkorak kepala oleh karena kelainan bawaan, seperti kerusakan tegmentum
timpani atau karena kelainan yang didapat seperti pada kerusakan tulang temporal
oleh kolesteatoma, memberi jalan untuk penyebaran infeksi ke dalam lobus
frontalis atau serebelum. Infeksi juga dapat menyebar secara retrograd
tromboflebitis pada cabang-cabang vena di temporal. Cabang- cabang vena ini
 bergabung menuju vana-vena kortikal atau ke salah satu sinus venosus (lateral,
inferior, atau petrosal superior).5
Abses otak dapat juga timbul akibat penyebaran secara hematogen dari
infeksi yang letaknya jauh dari otak seperti pada infeksi paru sistemik (empiema,
abses paru, bronkiektasis, pneumonia) atau pada endokarditis bakterialis akut dan
subakut dan pada penyakit-penyakit jantung lain seperti Tertalogi Fallot . Abses
yang terbentuk sering sekali multipel dan terdapat pada substansia alba dan
substansis grisea dari jaringan otak.5
Dibeberapa negara, penyebaran infeksi secara sistemik inifrekuensinya
terlihat meningkat. Lokalisasi abses otak yang penyebarannya secara hematogen
 biasanya sesuai dengan peredaran darah, paling sering pada daerah yang didistribusi
oleh arteri serebri media, terutama pada lobus parietalis. Bisa juga pada daerah lain
seperti serebelum dan batang otak.4,5 

2.4 Patofisiologi
Infeksi dapat mencapai otak dengan jalan yang berbeda-beda, seperti pada
otitis media, infeksi dapat meluas melalui cavum tympani atau melalui mastoid dan
meningen, kemudian mencapai jaringan otak. Kemungkinan lain infeksi juga dapat
meluas melalui vena-vena dalam, menyebabkan trombosis vena. Trombosis
menghambat sirkulasi serebral, sehingga terjadi iskemia dan infark yang
mempercepat terjadinya infeksi lokal. Setiap robekan pada duramater akibat trauma
merupakan sumber yang potensial untuk terjadinya infeksi pada otak.6,7

4
 

Pada awalnya jaringan otak, biasanya di substansia alba, akan mengalami


 peradangan supuratif. Proses peradangan ini membentuk eksudat dan agregasi dari
leukosit yang sudah mati. Lalu timbul edema, perlunakan bagian tengah, dan
kongesti jaringan otak disertai perdarahan kecil, sehingga tebentuklah ruang abses.
Pada awalnya dinding abses tidak begitu kuat, kemudian terbentuklah kapsul yang
konsentris yang membuat dinding abses menjadi lebih kuat. Di sekeliling abses
terjadi infiltrasi leukosit polimorfnuklear, sel-sel plasma, dan limfosit. Seluruh
 proses ini memakan waktu lebih kurang dua minggu. Abses dapat membesar dan
kemudian pecah, sehingga cairan dari abses yang pecah dapat masuk ke dalam
ventrikulus atau ruang subaraknoid yang dapat mengakibatkan kematian. 3,5 

2.5 Diagnosis 
2.5.1 Anamnesis 
Pada pasien dengan kecurigaan suatu abses serebri dapat ditemukan keluhan
 berupa:1,5,7 
   Gejala peningkatan tekanan intrakranial dengan manifestasi berupa nyeri
kepala kronik yang tidak berkurang dengan obat analgesik, muntah tanpa
 penyebab gastrointestinal, kesadaran menurun/berubah.
   Adanya tanda-tanda radang atau fokus infeksi sebelumnya (otitis, sinusitis,
infeksi gigi).
   Keluhan demam
2.5.2 Pemeriksaan Fisik 5,8
   Demam (suhu >38oC) 
   Penurunan kesadaran 
   Papil edema 
   Gejala fokal: true location sign, false location sign, neighbouring sign 

5
 

2.5.3 Pemeriksaan Penunjang  

Untuk mencari sumber infeksi primer dari suatu abses otak dapat dibuat
suatu foto rontgen polos kepala, sinus ataupun mastoid. Pada foto rontgen polos
kepala, mungkin terlihat pergeseran letak glandula pinealis yang mengalami
7
kalsifikasi.  
2.5.3.1 CT scan
Pemeriksaan dengan “Computerized
“Computerized Tomography Scanning ”  (CT Scan)
dapat terlihat lokasi yang tepat dari abses dan juga fase dari abses tersebut, apakah
 pada fase
f ase cerebritis atau pada fase
f ase sudah terbentuknya
te rbentuknya kapsul. Dengan adanya CT
Scan ini, pengelolaan abses otak dapat dilakukan secara cepat dan tepat. 9,10

Gambar 1.  CT scan pada Abses Serebri10

2.3.5.2 Pemeriksaan Laboratorium  

Pemeriksaan jumlah leukosit dan laju endap darah hasilnya selalu abnormal.
Pada 60-70% kasus dijumpai jumlah leukosit antara 10.000- 20.000/cm3. Sampai
40% kasus dijumpai normal atau sedikit meningkat. Laju endap darah meningkat
 pada 75-90% kasus, rata-rata 45 mm/jam.1,5,9

Cairan serebrospinal tidak dianjurkan untuk diperiksa. Abnormalnya hasil


LP tidak spesifik untuk abses otak. Penderita abses otak dengan peninggian
tekanan intrakranial, terlalu riskan untuk dilakukan LP ( lumbal pungsi ). 1
Yang S.Y melaporkan beberapa kasus yang dilakukan lumbal pungsi dengan
cepat menunjukkan tanda-tanda herniasi otak, oleh karena itu pada penderita

6
 

dengan sangkaan meningitis dan dijumpai tanda-tanda neurologis abnormal,


sebaiknya lebih dulu dilakukan pemeriksaan CT Scan untuk menyingkirkan
diagnosa abses otak. Bila ditemkan abses dengan efek massa yang jelas, maka tidak
dianjurkan untuk melakukan LP.11

2.6 Diagnosa Banding 
Dari gejala-gejala dan keluhan yang umum pada penderita dengan
 peningkatan tekanan intrakranial serta kemungkinan didapatkan tanda-tanda
infeksi, maka abses otak ini didiagnosis banding antra lain dengan tumor, terutama
tumor ganas yang tumbuh dengan cepat, tromboflebitis intra serebral, empiema
subdural, abses ektra dural dan ensefalitis.1,9

2.7 Komplikasi
Komplikasi  
Sebagai komplikasi didapati robeknya kapsul abses kedalam ventrikel atau
keruangan subarakhnoidal, penyumbatan cairan serebrospinalis mengakibatakan
hidrosefalus, edema otak dan terjadinya herniasi tentorial oleh massa abses otak
tersebut.1,9

2.8 Tatalaksana  
Pengobatan abses otak ditujukan kepada menghilangkan proses infeksi
dan mengurangkan atau menghilangkan efek massa pada otak dan oleh edema
otak, sebagian besar infeksi ini diobati dengan antibiotika yang tepat dan

dihilangkan dengan tindakan pembedahan, baik dengan aspirasi maupun


dengan eksisi.9,11
Williams-Maurice RS melaporkan bahwa tindakan bedah yang
memuaskan hasilnya adalah evakuasi, eksisi total beserta kapsul abses, mereka
melakukan pembedahan semua kasus dengan pembiusan umum. Pendekatan
dengan osteoplastik supratentorial dan intratentorial, ataupun suboksipital
osteoklastik luas dengan membuang arkus dari atlas untuk dekompresi.
Pengobatan medikamentosa disesuaikan dengan hasil kultur dari abses otak,
kultur darah ataupun sekret nasofaring.9

Beberapa peneliti melaporkan hasil pengobatan hanya dengan


7

 
medikamentosa saja pada beberapa kasus berhasil, tetapi ini banyak yang
menentang. Heineman et al (1971) memperkenalkan cara pengobatan hanya
dengan antibiotika tanpa tindakan pembedahan. Dilaporkan, pada abses otak
dengan fase cerebritis pengobatan hanya dengan antibiotika. Diperiksa kultur
darah, cairan serebrospinal, sesuai dengan kultur luka apabila ditemukan.
Tidak diperiksa bakteriologis dari nanah abses intrakranial. Untuk mengurangi
edema otak, digunakan kortikosteroid.1,5
Rosenblum dkk menemukan pengobatan medikamentosa pada abses
yang kecil dengan diameter rata-rata 1,7 cm ( 0,8  –  2,5
  2,5 cm ). Kalau diameter
lebih besar antara 2  –   6 cm ( rata-rata 4,2 cm ) dianjurkan untuk dilakukan
tindakan bedah. Sebagai tambahan bahwa ada beberapa abses otak yang kecil
yang tidak berhasil dengan pengobatan antibiotika, bahkan absesnya bertambah
 besar, pada pengobatan dengan hanya antibiotika ini diperlukan pemeriksaan
CT Scan secara serial. Kalau dari hasil CT Scan memperlihatkan keadaan
 bertambah buruk, maka ini merupakan indikasi untuk dilakukan
 pembedahan.5,9

Penderita dengan abses otak yang multipel, kemungkinan hanya abses yang
 besar saja yang dapat dilakukan aspirasi atau eksisi dan ini sangat riskan. Maka
selain tindakan pembedahan, untuk abses yang dalam dan riskan diperlukan
 pemberian antibiotika.11
Adapun antibiotika yang dianjurkan diantara nya : 1,12

  Kombinasi penisilin dan metronidazol/kloramfenikol adalah pilihan

 pertama. Kombinasi alternatif adalah sefalosporin generasi III seperti


seftriakson/sefotaksim dan metronidazol.
  Penisilin G atau sefalosporin generasi III ( sefotaksim, seftriakson ) dapat
digunakan untuk Streptococci sp.
sp. Dosis penisilin G 20-24 juta unit, dan juga
4-6 juta unit. Kloramfenikol atau metronidazol dapat dierikan secara
intravena dengan loading dose 15 mg/kg diikuti 7,5 mg/kg setiap 6 jam.
  Golongan penisilin resisten beta laktam ( oksasilin, metisilin, nafilin )
dengan dosis 1,5 g setiap 4 jam IV atau vankomisin dosis 1 g setiap 12 jam
IV, diberikan untuk Staphylococcus aureus,
aureus, paska operasi saraf, trauma,

atau endokarditis bakterialis.


8

 
  Metronidazol dosis 500 mg setiap 6 jam dapat menembus sawar darah otak
dan tidak dipengaruhi oleh kortikosteroid, tetapi hanya aktif untuk bakteri
Streptococcus anaerob, aerob, dan mikroaerofilik,
  Sefalosporin generasi III ( sefotaksim, seftriakson ) umumnya adekuat untuk
organisme gram negatif aerob. Jika terdapat  Pseudomonas
 Pseudomonas,, sefalosporin
 parenteral pilihan adalah seftazidim atau sefepim.
  Trimetoprim-sulfametoksazol dosis tinggi 15 mg/kg/hari dari komponen
trimetoprim dibagi 3 - 5 dosis untuk abses otak dengan penyebab  Nikardia
 sp.. Dosis dapat diturunkan 1/2 selama 3-6 bulan pada pasien tanpa
 sp
 penekanan imun dan selama 1 tahun pada pasien dengan penekanan imun.

Apabila didapatkan sinusitis, mastoiditis, dilakukan drainase. Pada kasus-


kasus abses otak yang dilakukan tindakan pembedahan digunakan dua cara yaitu
aspirasi melalui pengeboran tulang tengkorak dan eksisi melalui kraniotomi. 11,13

 
Daftar Pustaka
1.  Bintoro,A. 2011. Abses Serebri dalam: infeksi pada sistem saraf. Surabaya:
Pusat Penerbit dan Percetakan Unair (AUP). Hal 21-28
2.  Dewantoro, G dkk. 2009.  Panduan Praktis Diagnosis dan tata
 Laksana Penyakit Saraf . Jakarta : penerbit buku kedokeran.
3.  Panitia Lulusan Dokter 2002-2003 FKUI. 2002. Updates in
 Neuroemergencies.. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
 Neuroemergencies
4.  Mumenthaler M, Mattle H, Taub B. 2006.  Fundamentals of Neurology.
Neurology.
 New York : Thieme. page 118-119.
118-119.
5.  PERDOSSI. 2016. Panduan
2016. Panduan Praktik Klinis Neurologi.
Neurologi. Jakarta.
6.  Mardjono M, Sidharta P. 2013.  Neurologi Klinis Dasar . Ed 16. Jakarta:
Dian Rakyat.
7.  Gray F, Duyckaerts C, Girolami UD. 2014.  Manual of Basic
 Neuropathology.. Ed 5. New York: Oxford University
 Neuropathology Universit y Press.
8.  PERDOSSI. 2011. Guideline Infeksi. Jakarta.
Infeksi. Jakarta.
9.  PERSPEBSI. 2016. Abses
2016. Abses Serebri. Jakarta.
Serebri. Jakarta.
10. Gaillar,F. 2017.  Brain Abscess.  Https://radiopaedia.org/articles/brain-
Abscess. 
abscess  (diakses tanggal 23 oktober 2017)
abscess
11. Ropper AH, Brown RH. 2005.  Principles of Neurology. Ed
Neurology. Ed 8. Nee York:
McGraw-Hill.
12. Rafii MS, Cochrane IT. 2015.  First Aid for the Neurology Board . Ed 2.
 New York: McGraw-Hill.
13. Brust, John CM. 2007. Diagnosis
2007.  Diagnosis and Treatment in Neurology.
Neurology. New York:
McGraw-Hill.

10

 
BAB 3
Laporan Kasus
A.  Data Dasar
 Nama Pasien : Tn. I
 No RM : 479742
 Nama Ibu Kandung : Mariah
Alamat : Dusun renah, Sungai penuh, Kerinci, Jambi
Pekerjaan : Pedagang
Agama : Islam
Jenis Kelamin : laki-laki
Umur : 51 tahun

B.  Anamnesis/Alloanamnesis
Seorang pasien laki-laki usia 51 tahun dirawat di bangsal saraf RS Achmad
Moehtar Bukittinggi sejak 10 oktober 2017 dengan:
Keluhan Utama : Nyeri kepala
Riwayat Penyakit Sekarang :
-   Nyeri kepala yang semakin bertambah sejak 1 minggu yang lalu. nyeri
dirasakan diseluruh bagian kepala terutama dikepala bagian kiri, nyeri
dirasakan berdenyut dan seperti kepala sedang di regangkan. Awalnya nyeri
dirasakan 1 bulan yang lalu, hanya berupa nyeri ringan, muncul 1-2 kali
seminggu menghilang dengan istirahat dan pemberian obat anti nyeri yang
dibeli pasien di warung, namun lama-kelamaan nyeri kepala dirasakan
semakin berat, tidak berespon dengan pemberian analgetik dan semakin
sering.
-  Pasien mengaku terdapat kelemahan anggota gerak kanan sejak 1 minggu
lalu, terjadi secara berangsur-angsur. Namun pasien masih dapat berjalan
apabila dipapah dan tampak masih dapat menggenggam gelas
menggunakan tangan kanannya.
-  Muntah ada sejak 2 hari yang lalu, frekwensi 2 kali berisi apa yang dimakan
dan diminum pasien, muntah tampak menyemprot. Mual tidak ada.

11

 
-  Riwayat demam sejak 1 bulan lalu, demam hilang timbul, tidak menggigil
dan tidak ada keringat malam.
-  BAB dan BAK tidak ada keluhan

Riwayat Penyakit Dahulu :


-  Riwayat abses paru 5 bulan yang lalu, pasien telah mendapatkan
 pengobatan oleh dokter
dokter spesialis paru.
-  Riwayat nyeri pada telinga, penurunan pendengaran, telinga berdenging dan
keluar air dari telinga disangkal.
-  Riwayat mulut mencong, dan bicara pelo tidak ada.
-  Riwayat infeksi sinus, dan gigi sebelumnya disangkal.
-  Riwayat penglihatan kabur tidak ada.
-  Riwayat kejang tidak ada
-  Riwayat trauma dan operasi pada kepala tidak ada
-  Riwayat hipertensi, DM, jantung, kolesterol tinggi tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga :


-  Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan yang sama seperti pasien.
-  Tidak ada anggota keluarga yang menderita stroke, DM, penyakit jantung,
dan hipertensi.

Riwayat Pribadi dan Sosial :


-  Pasien seorang pedagang dengan aktifitas ringan-sedang.
-  Riwayat merokok sejak usia 23 tahun, berhenti sejak sakit. Biasanya
menghabiskan 1 bungkus rokok perhari.
-  Riwayat konsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang disangkal.
-  Riwayat sex bebas disangkal

12

 
C.  Pemeriksaan Fisik
I.  Umum
Keadaan Umum : tampak sakit berat
Kesadaran : Komposmentis Kooperatif
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
 Nadi : 82 x/menit, reguler, kuat angkat
Pernapasan : 23x menit
Suhu : 36,70C
Visual Analog Scale :5
Turgor Kulit : baik
Keadaan Gizi : Baik
Tinggi Badan : 165 cm
Berat Badan : 58 kg
Rambut : Hitam tidak mudah dicabut
Kelenjer Getah Bening
-  Leher : Tidak ada pembesaran
-  Aksila : Tidak ada pembesaran
-  Inguinal : Tidak ada pembesaran
Torak
-  Paru:
o   Inspeksi : Normochest, simetris kiri dan kanan
o   Palpasi : fremitus kanan menurun dibanding kiri
o   Perkusi : redup pada paru kanan setinggi RIC 4-5
o
  Auskultasi : Bronkovesikuler, Rh +/-, Wheezing -/-
-  Jantung
o   Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
o   Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari LMCS RIC V
o   Perkusi : Batas jantung normal
o   Auskultasi : Bunyi jantung regular, murmur (-)
-  Abdomen
o   Inspeksi : Tidak ada distensi
o   Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba

13

 
o   Auskultasi : Bising Usus (+) normal
o   Perkusi : Timpani
-  Korpus Vertebrae
o   Inspeksi : Lurus, tidak ada lordosis, kifosis, skloliosis
o   Palpasi : Tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan

II.  Status Neurologikus


1.  Tanda Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk : (-)
Brudzinki I : (-)
Brudzinki II : (-)
Kernig : (-)
2.  Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial
Pupil : Isokhor, diameter 3 mm/3mm
Reflek cahaya (+/+), reflek kornea (+/+)
Funduscopi tampak gambaran papil edem

3.  Pemeriksaan Nervus Kranialis


A.  Nervus I (Olfakturius)
Penciuman Kanan Kiri

  Subjectif
 (+) (+)

  Objektif
 (+) (+)

B.   Nervus II (Optikus)


Penglihatan Kanan Kiri

  Tajam Penglihatan
 (+) (+)

  Lapangan
 (+) (+)
Pandangan
  Melihat Warna
 (+) (+)

  Funduskopi
 Papil edem (+) Papil edem (+)

14

 
C.   Nervus III Okulomotorius
Kanan Kiri
Bola Mata Bulat Bulat
Ptosis (-) (-)
Gerakan Bulbus Ortho Ortho
 Nistagmus (-) (-)
Ekso/Endoftalmus (-) (-)
Pupil

  Bentuk Bulat Bulat

  Reflek Cahaya (+) (+)

  Reflek akomodasi (+) (+)

  Reflek (+) (+)


konvergensi

D.  Nervus IV (Troklearis)
Kanan Kiri
Gerakkan Mata (+) (+)
kebawah
Sikap Bulbus Ortho Ortho
Diplopia (-) (-)

E.   Nervus VI (Abdusen)

Kanan Kiri
Gerakkan Mata ke (+) (+)
lateral
Sikap Bulbus Ortho Ortho
Diplopia (-) (-)

F.   Nervus V (Trigeminus)


Kanan Kiri
Motorik

15

 
  Membuka mulut (+)

  Menggerakkan (+)
Rahang

  Menggigit (+)

  Mengunyah (+)

Sensorik

  Devisi Opthalmika
Reflek Kornea (+) (+)
Sensibilitas (+) (+)

  Divisi Maksilla
Reflek Massester (+) (+)
Sensibilitas (+) (+)

  Divisi Mandibula
 
Sensibilitas (+) (+)

G.  Nervus VII (Fasialis)


Kanan Kiri
Raut Wajah Plika nasolabiaslis kanan lebih datar dibanding
kiri
Sekresi Air Mata (+) (+)
Fisura Palpebra (+) (+)
Menggerakkan Dahi (+) (+)
Menutup Mata (+) (+)
Mencibir/bersiul (+) (+)
Memperlihatkan gigi (+) (+)
Sensasi Lidah 2/3 (+) (+)
Hiperakusis (-) (-)

H.   Nervus VIII (Vestibularis)


Kanan Kiri
Suara Berisik (+) (+)
Detil Arloji (+) (+)

16

 
Rinne Test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber Test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Schwabach Test Tidak dilakukan Tidak dilakukan

   Memanjang
   Memendek Tidak dilakukan Tidak dilakukan

 Nistagmus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

   Pendular
   Vestibular
   Siklikal
Pengaruh Posisi Kepala

I.   Nervus IX (Glossofaringeus)


Kanan Kiri
Sensasi Lidah 1/3 (+) (+)
 belakang
Reflek Muntah / (+) (+)
Gangguan Reflek

J.   Nervus X (Vagus)


Kanan Kiri
Arkus Faring Simetris
Uvula Ditengah

Menelan (+)
Artikulasi (+)
Suara (+)
 Nadi Teratur

K.  Nervus XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh Kekanan (+)
Menoleh kekiri (+)

17

 
Mengangkat bahu (+)
kekanan
Mengangkat bahu kekiri (+)

L.   Nervus XII (Hipoglosus)

Kanan Kiri
Kedudukan Lidah Simetris
Dalam
Kedudukan Lidah Deviasi (-)
dijulurkan
Tremor (-)
Fasikulasi (-)
Atrofi (-)

4.  Pemeriksaan Koordinasi dan keseimbangan


Keseimbangan
Romberg Test Tidak dilakukan
Romberg Test dipertajam Tidak dilakukan
Stepping test Tidak dilakukan
Tandem gait Tidak dilakukan
Koordinasi
Jari-jari Tidak dilakukan
Hidung- Jari Tidak dilakukan
Pronasi-Supinasi Tidak dilakukan
Tes Tumit-Lutut Tidak dilakukan
Rebound Phenomen Tidak dilakukan

5.  Pemeriksaan Fungsi Motorik


Badan Respirasi (+)
Duduk (+)

Berdiri dan Gerakkan Spontan


Berjalan
18

 
Tremor (-)
Atetosis (-)
Miokllonik (-)
Khorea (-)

Ekstremitas Superior Inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakkan (+) (+) (+) (+)
Kekuatan 444 555 444 555
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Tonus Eutonus Eutonus
Eutonus Eutonus Eutonus

6.  Pemeriksaan Sensibilitas


Sensbilitas Taktil (+)

Sensiblitas Nyeri (+)


Sensiblitas Termis (+)
Sensiblitas getar (+)
Sensiblitas kortikal (+)
Stereonosis (+)
Pengenalan 2 titik (+)
Pengenalan rabaan (+)

7.  Sistem Refleks

1. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri


Kornea (+) (+) Biseps (++) (++)
Berbamgkis Tidak dilakukan Triseps (++) (++)
Laring Tidak dilakukan APR (++) (++)
Masester Tidak dilakukan KPR (++) (++)
Dinding Perut Bulnocavernosum

   Atas Cremaster

   Tengah Sfingter

   Bawah

19

 
2. Patologis Tungkai
Lengan Babinski (-) (-)
Hoffman-Tromner (-) Chaddoks (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)
3. Fungsi Otonom

  Miksi
 (+)

  Defekasi
 (+)

  Sekresi

(+)
keringat

4. Fungsi Luhur
Kesadaran Reflex Regresi

  Reaksi Bicara 
 (+)   Reflek Glabella (-)

  Reaksi Intelek
 (+)   Reflek snout (-)

  Reaksi Emosi
 (+)   Reflek mengisap (-)

  Reflek memegang (-)

Reflek palmomental (-)

D. Pemeriksaan Penunjang

  Laboratorium:
Hb : 15,3 gr/dl GDR : 134 mg/dl Na : 139,7 mg/dl
Leukosit : 9400/mm3 Ureum: 18 mg/dl K : 3,58 mg/dl
Hematokrit : 43,9% kreatinin: 0,69 mg/dl Cl : 110 mg/dl
Trombosit : 325.000/mm3

Kesan : dalam batas normal

20

 
  EKG: Irama sinus, HR 80x/mnt, ST elevasi(-), ST depresi (-), T inverted (-),
SV1 + RV5 <35 mm
Kesan: dalam batas normal

  Ro Thoraks Gambaran:
Airfluid level dan konsolidari di paru
kanan.
Kesan : tumor paru. DD/abses paru

  Brain CT Scan:
Gambaran :
SOL dengan edema perifokal pada
temporo parietal kiri, disertai herniasi
ke kanan.
Kesan : Abses serebri. DD/metastasis

21

 
E.  Diagnosis
  Diagnosis Klinis :Hemiparesis dextra + Peningkatan tekanan
intrakranial
   Diagnosis Topik : Lobus temporoparietal sinistra
   Diagnosis etiologi : Abses Serebri

  Diagnosis sekunder : Abses paru dextra

F.  Diagnosis Differential


SOL ec tumor intra cranial

G. Terapi:
Umum :
Elevasi kepala 30o
IVFD NaCl 0,9% 12 jam / kolf

Diet MB TKTP 1700 Kkal


Khusus :
Metronidazol 4 x 500 mg (iv)
Ceftriaxon 2 x 2 gr (iv)
Dexametason 4x5mg (iv)
Citicolin 2 x 1000 mg (iv)
Ranitidine 2x50mg (iv)

H. Prognosis

Quo ad Vitam : Dubia ad bonam


Quo ad fungtionam : Dubia
Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam

22

 
BAB 4
DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien laki-laki uisa 51 tahun di bangsal saraf RS


Achmad Moehtar Bukittinggi dengan diagnosis traction headache ec abses serebri,

diagnosis ditegakan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan


 pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan keluhan utama nyeri kepala yang semakin
 bertambah sejak 1 minggu yang lalu. nyeri dirasakan diseluruh bagian kepala
terutama dikepala bagian kiri, nyeri dirasakan berdenyut dan seperti kepala sedang
di regangkan. Awalnya nyeri kepala pertama kali dirasakan
dirasa kan 1 bulan yang lalu. nyeri
yang dirasakan awalnya hanya berupa nyeri ringan, muncul 1-2 kali seminggu
menghilang dengan istirahat dan pemberian obat anti nyeri yang dibeli pasien di
warung, namun lama-kelamaan nyeri kepala dirasakan semakin berat, tidak

 berespon dengan pemberian analgetik dan semakin sering. Pasien mengaku


terdapat kelemahan anggota gerak kiri sejak 1 minggu lalu, terjadi secara
 berangsur-angsur. Namun pasien masih dapat berjalan apabila dipapah dan tampak
ta mpak
masih dapat menggenggam gelas menggunakan tangan kanannya. Muntah ada
sejak 2 hari yang lalu, frekwensi 3 kali berisi apa yang dimakan dan diminum
 pasien, muntah tampak menyemprot. Mual tidak ada. Dari anamnesis didapatkan
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial yakni nyeri kepala kronik yang
 progeresif, muntah yang bersifat proyektil dan dari pemeriksaan fisik ditemukan
adanya papil edem. Gambaran klasik tersebut khas pada peningkatan tekanan

intrakranial.
Apa bila terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial perlu dipikirkan
etiologinya. Pada pasien jika dinilai dari onset yang perjalanan penyakitnya bersifat
kronik berarti dapat dicurigai kemungkinan adanya suatu tumor intra kranial atau
 bisa juga karena adanya suatu abses serebri. Untuk membantu diagnosis pada
 pasien perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang tambahan meliputi
 pemeriksaan imaiging seperti brain ct scan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kondisi vital pasien: keadaan umum sakit
 berat, tekanan darah 130/80, nadi 82, pernafasan 23x/menit dan suhu 36,7oC. status

23

 
kesadaran pasien CMC dan dari pemeriksaan rangsang meningen (-) namun dari
 pemeriksaan pupil ditemukan isokor dengan pupil 3mm/3mm, reflex cahaya +/+
dan reflek kornea +/+. Dari funduscopi ditemukan tanda-tanda peningkatan TIK
yakni adanya papil edem. Pada pemeriksaan nervus kranialis tidak didapatkan
adanya gangguan neurologis. Pada pasien juga ditemukan adanya hemiparesis

kanan dengan kekuatan motorik 4.


Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan yang terjadi pada pasien
memang merupakan suatu peningkatan TIK kronik yang penyebabnya bisa
dikarenakan suatu tumor atau pun abses. Namun jika melihat dari anamnesis,
 pasien tidak memiliki riwayat gangguan telinga, infeksi sinus ataupun mastoid.
 Namun pasien memiliki riwayat abses paru sekitar 5 bulan yang lalu. Dari beberapa
studi dilaporkan Abses otak dapat juga timbul akibat penyebaran secara hematogen
dari infeksi yang letaknya jauh dari otak seperti pada infeksi paru sistemik
(empiema, abses paru, bronkiektasis, pneumonia) atau pada endokarditis bakterialis

akut dan subakut dan pada penyakit-penyakit jantung lain seperti Tertalogi Fallot.
untuk itu diperlukan pemeriksaan brain ct untuk memastikan diagnosis pada pasien
ini.5
Pada pasien dilakukan pemeriksana Brain CT dengan hasil suatu SOL
dengan adanya edema perifokal pada temporoparietal kiri dan adanya herniasi ke
kanan, selain itu pada gambaran CT scan juga ditemukan adanya suatu ring
enhancement. Pada gambaran CT scan abses serebri biasanya akan menunjukan
gambaran khas yang disebut ring enhancement yakni adanya suatu lesi hipodens
dengan gambaran seperti jaringan sehat yang mengelilinginya. Gambaran ini

terbentuk karena proses nekrosis terjadi dibagian sentral dan adanya pembentukan
anyaman-anyaman retikulum yang menjadi kapsul kolagen di bagian
sekelilingnya.10
Setelah diagnosis ditegakan pasien kemudian diberikan tatalaksana
Metronidazol 4 x 500 mg (iv), Citicolin 2 x 1000 mg (iv), Ceftriaxon 2 x 2 gr (iv),
dexametason 4 x 5mg (iv), Ranitidine 2 x 50mg (iv). Kemudian pasien disarankan
konsul ke bedah saraf untuk pertimbangan tindakan aspirasi abses.

24

 
BAB 5
KESIMPULAN

1.  Abses serebri adalah suatu proses pernanahan yang terlokalisir di antara
 jaringan otak. infeksi ini dapat disebabkan oleh bakteri, jamur dan parasit.

Biasanya tumpukan nanah ini akan diselubungi oleh suatu kapsul.


Tumpukan nanah tersebut dapat tunggal atau multipel di dalam otak.  
2.  Abses otak dapat menyerang semua usia. Terbanyak pada usia dekade
kedua dari kehidupan, antara 20-50 tahun. Angka kejadian abses serebri di
Amerika Serikat sebanyak 1500-2000/tahun dan insiden tertinggi terdapat
 pada negara-negara bekembang. 
3.  Sebagian besar abses otak berasal dari penyebaran langsung infeksi di
telinga tengah, sinusitis, atau mastoiditis. Pada beberapa kasus juga didapat
asal infeksi dari infeksi paru sistemik, endokarditis bakterial akut dan

subakut, serta sepsis mikroemboli yang penyebaranya sampai hingga ke


otak. Penyebab lain tetapi jarang adalah osteomielitis tulang tengkorak,
sellulitis, erisipelas pada wajah, infeksi gigi, luka tembus pada tengkorak
oleh trauma. 
4.  Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu diagnosis meliputi
 pemeriksaan pencitraan dengan menggunakan Brain
Brain CT dengan kontras. 
5.  Pengobatan abses otak ditujukan kepada menghilangkan proses infeksi dan
mengurangkan atau menghilangkan efek massa pada otak dan oleh edema
otak, sebagian besar infeksi ini diobati dengan antibiotika yang tepat dan

dihilangkan dengan tindakan pembedahan, baik dengan aspirasi maupun


dengan eksisi 

25

Anda mungkin juga menyukai