PEMBIMBING :
dr. Donny Sandra, Sp. B
DISUSUN OLEH :
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan
YME, berkat karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan
referat yang berjudul “trauma thorax dan abdomen” yang merupakan
salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik
Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Bedah RSIJ Pondok kopi.
Penulis
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Trauma toraks dan abdomen merupakan penyebab kematian yang
signifikan; pada kenyataannya, banyak pasien dengan trauma toraks meninggal
setelah mencapai rumah sakit. Namun, banyak dari kematian ini dapat dicegah
dengan diagnosis segera dan perawatan. Kurang dari 10% dari cedera dada tumpul
dan hanya 15% hingga 30% dari cedera dada penetrasi memerlukan intervensi
operasi. Sebagian besar pasien yang menderita trauma toraks dapat diobati dengan
prosedur teknis sesuai kemampuan dokter yang terlatih dalam ATLS.
Banyak prinsip yang diuraikan dalam bab ini juga berlaku untuk cedera
toraks iatrogenik, seperti hemotoraks atau pneumotoraks dari penempatan garis
sentral dan cedera esofagus selama endoskopi. Konsekuensi fisiologis dari trauma
toraks adalah hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis. Kontusi, hematoma, dan
kolapsnya alveolar, atau perubahan dalam hubungan tekanan intrathoracic (mis.,
Tension pneumothorax dan open pneumothorax) menyebabkan hipoksia dan
menyebabkan asidosis metabolik. Hypercarbia menyebabkan asidosis pernapasan
dan paling sering mengikuti ventilasi yang tidak memadai yang disebabkan oleh
perubahan hubungan tekanan intrathoracic dan tingkat kesadaran tertekan.
Penilaian awal dan perawatan pasien dengan trauma toraks terdiri dari
survei primer dengan resusitasi fungsi vital, survei sekunder terperinci, dan
perawatan definitif. Karena hipoksia adalah konsekuensi paling serius dari cedera
dada, tujuan intervensi dini adalah untuk mencegah atau memperbaiki hipoksia.
Cedera yang merupakan ancaman langsung terhadap kehidupan diperlakukan
secepat dan sesederhana mungkin. Kebanyakan cedera toraks yang mengancam
jiwa dapat diobati dengan kontrol jalan napas atau dekompresi dada dengan
jarum, jari, atau tabung. Survei sekunder dipengaruhi oleh riwayat cedera dan
indeks kecurigaan yang tinggi untuk cedera tertentu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
a. Dinding dada
• Sternum
• Costa XI dan costa XII adalah costa bebas atau kosta melayang
karena ujung kartilago kostalis masing-masing costa berakhir
dalam susunan otot abdomen dorsal
c. Dasar thoraks
Rongga pleura kiri dan kanan berisi paru-paru. Rongga ini dibatasi
oleh pleura visceralis dan parietalis.
2.2 Fisiologi
Pada inspirasi gerak dinding thoraks dan diafragma menghasilkan
bertambahnya ukuran thoraks vertical, tranversal dan dorsoventral serta volume
intrathoraksal. Perubahan tekanan menyebabkan inspirasi dan ekspirasi udara
secara bergantian ke dalam/keluar dari paru-paru melalui hidung, mulut, laring
dan trakea, dan sebaliknya. Pada ekspirasi, diafragma, muskulus intercostalis dan
otot lainnya mengalami relaksasi sehingga volume intrathoraksal berkurang dan
tekanan intrathoraksal meningkat. Jaringan paru-paru yang lentur dan teregang
menebal kekeadaan semula (recoil), dan cukup banyak udara terdesak keluar.
Bersamaan dengan ini tekanan intraabdominal berkurang.
2.3 Definisi
Cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan kerusakan
pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax disebabkan oleh benda tajam
atau benda tumpul, menyebabkan keadaan gawat thorax akut. Terbanyak
mengenai rongga pleura dan parenkim paru. Pada rongga pleura tersering adalah
pneumothoraks dan hematothoraks, sedangkan pada parenkim paru meliputi
kontusio, laserasi dan hematoma parenkim paru.
2.4 Epidemiologi
Trauma toraks merupakan penyebab kematian utama pada kelompok umur
dibawah 35 tahun. Trauma toraks terjadi hampir 50% dari seluruh kasus
kecelakaan. 20-25% dari kasus trauma yang diterima rumah sakit berkaitan
dengan kematian. Di Indonesia, trauma merupakan penyebab kematian nomor
empat, tetapi pada kelompok umur 15-25 tahun, trauma merupakan penyebab
kematian utama. Trauma thoraks kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas yang umumnya berupa trauma tumpul (90%).
2.5 Etiologi
Trauma thoraks terdiri dari trauma tumpul dan tajam dimana angka
kejadian trauma tumpul terbanyak sekitar 75 hingga 80 persen dan sebagian besar
dari pasien ini juga mengalami cederaekstra-thoraks. Penyebab tersering karena
kecelakaan kendaraan bermotor sebesar 63 hingga 78 persen. Terdapat tiga
mekanisme trauma yang menyebabkan trauma tumpul thoraks, yaitu trauma
langsung pada thoraks, cedera akibat penekanan ataupun deselarasi.
kerusakan dan peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan besar lubang
masuk peluru.
b. Deselerasi
d. Blast injury
a. Airway
2. Cedera Trakeobronkial
Cedera pada trakea atau bronkus mayor adalah kondisi yang tidak
biasa tetapi berpotensi fatal. Mayoritas cedera pohon trakeobronkial terjadi
dalam jarak 2,5 cm dari carina. Cedera ini bisa parah, dan sebagian besar
pasien meninggal di tempat kejadian. Mereka yang mencapai rumah sakit
hidup memiliki angka kematian yang tinggi tingkat dari cedera terkait,
saluran napas yang tidak memadai, atau pengembangan pneumotoraks
tension atau pneumopericardium tension. Perlambatan cepat setelah
trauma tumpul menghasilkan cedera di mana titik perlekatan memenuhi
area mobilitas. Cedera ledakan umumnya menghasilkan cedera parah pada
antarmuka udara-cairan. Trauma penetrasi menghasilkan cedera melalui
laserasi langsung, robek atau transfer cedera kinetik dengan kavitasi.
Intubasi berpotensi menyebabkan atau memperburuk cedera pada trakea
atau bronkus proksimal.
10
b. Breathing
1. Tension Pneumotoraks
11
• Nyeri dada
• Kelaparan udara
• Takipnea
12
• Gangguan pernapasan
• Takikardia
• Hipotensi
• Penyimpangan trakea menjauh dari sisi cedera
• Tidak adanya suara napas yang unilateral
• Hemitoraks yang meningkat tanpa pernapasan gerakan
• Distensi vena leher
• Sianosis (manifestasi lanjut)
13
2. Open Pneumothorax
14
Terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada dada sehingga
udara dapat keluar dan masuk rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan
intra toraks akan sama dengan tekanan udara luar.
• Rasa sakit/nyeri
• Sulit bernafas
• Takipneu
15
c. Circulation
16
Ukur tekanan darah dan tekanan nadi, dan pantau pasien dengan
elektrokardiografi dan oksimetri nadi. Pasien dengan cedera dada tumpul
berisiko mengalami disfungsi miokard, yang meningkat dengan adanya
hipoksia dan asidosis. Dysrhythmias harus dikelola sesuai dengan protokol
standar.
1. Massive Hemothorax
17
Gejala:
• Perkusi redup
Terapi:
Dekompresi
Resusitasi cairan
Indikasi thoracotomy:
18
2. Cardiac Tamponade
• Beck’s triad:
Hipotensi
Distensi v. Jugular
• Tanda PEA
Diagnosis:
19
• Echocardiogram
• Pericardial window
Terapi:
• Definitif:
Thoracotomy
Sternotomy
Resusitasi cairan
a. Simple Penumothorax
20
21
Terapi:
22
medis terkait, seperti penyakit paru obstruktif kronis dan gagal ginjal,
meningkatkan kemungkinan diperlukan intubasi dini dan ventilasi
mekanis.
Perubahan EKG:
• Multiple VES/PVC
23
• AF
• RBBB
24
• Pelebaran mediastinum
• Hemothoraks kiri
25
Diagnosis:
• Aortography
Terapi:
• Endovascular repair
26
Diagnosis
• Laparascopy / thoracoscopy
27
• Klinis dengan nyeri hebat atau syok berat yang tidak sesuai dengan
klinis
28
Tatalaksana
• Petekie pada torso atas, wajah, dan lengan akibat kompresi vena
cava superior.
1. Fraktur costae
29
ANATOMI ABDOMEN
Cavum Abdominalis
• Kranial : diaphragma
m. psoas major
m. psoas minor
m. quadratuslumborum
30
Cavum abdominalis tidak sesuai dengan batas tulang yang membatasinya karena :
c. Cutis
a. Fascia abdominalis
d. Tulang
a. Fascia transversalis
c. Peritoneum parietale
31
1. Musculi anterolaterales
• m. Transversus abdominis
• m. Rectus abdominis
• m. Pyramidalis
2. Musculi posteriores
a. m. psoas major
b. m. psoas minor
c. m.iliacus
32
Pembuluh Nadi
2. Aa. Lumbales
3. A. Epigastrica superior
4. A. Epigastrica inferior
33
• Rr. Musculares
34
2. N. Lumbales I
• N. iliohypogastricus
35
• N. Iloinguinalis
Definisi
1) Trauma penetrasi
a. Luka tembak
b. Luka tusuk
2) Trauma non-penetrasi
a. Kompresi
b. Hancur akibat kecelakaan
c. Sabuk pengaman
d. Cedera akselerasi
36
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Sjamsuhidayat (1997) terdiri dari:
1.Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada
dinding abdomen
2.Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
3.Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau
sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.
Etiologi
1. Penyebab trauma penetrasi
- Luka akibat terkena tembakan
- Luka akibat tikaman benda tajam
- Luka akibat tusukan
2. Penyebab trauma non-penetrasi
- Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
37
- Hancur (tertabrak mobil)
- Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
- Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga
Patofisiologi
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi
pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda
iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran
klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-
tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam
trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan
distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum.
Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan
suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin
belum tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang
muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi
harus dilakukan.
Manifestasi Klinis
Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis meliputi:
nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan
muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.
Pada trauma non-penetrasi (tumpul) pada trauma non penetrasi biasanya terdapat
adanya :
- Jejas atau ruktur dibagian dalam abdomen
- Terjadi perdarahan intra abdominal.
− Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus
tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual,
muntah, dan BAB hitam (melena)
- Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah rauma.
- Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding
38
abdomen.¬
Diagnosa
Pada penderita hipotensi, tujuan sang dokter adalah secepatnya
menentukan apakah ada cedera abdomen dan apakah itu penyebab hipotensinya.
Penderita yang normal hemodinamiknya tanpa tanda – tanda peritonitis dapat
dilakukan evaluasi yang lebih teliti untuk menentukan cedera fisik yang ada
(trauma tumpul).
A. Riwayat trauma
Mekanisme peristiwa trauma sangat penting dalam menentukan
kemungkinan cedera organ intra-abdomen. Semua informasi harus
diperoleh dari saksi mata kejadian trauma, termasuk mekanisme cedera,
tinggi jatuh, kerusakan interior dan eksterior kendaraan dalam kecelakaan
kendaraan bermotor, kematian lainnya di lokasi kecelakaan, tanda vital,
kesadaran, adanya perdarahan eksternal, jenis senjata, dan seterusnya.
B. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan abdomen harus dilakukan dengan cara yang teliti dan
sistematis dengan urutan : inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi.
Penemuannya, positif atau negatif , harus direkam dengan teliti dalam
catatan medis.
Pada saat kedatangan ke rumah sakit, mekanisme dan pemeriksaan
fisik biasanya akurat dalam menentukan cedera intra-abdomen pada pasien
39
40
superfisial, nyeri tekan dalam atau nyeri lepas. Nyeri lepas terjadi
ketika tangan yang menyentuh perut dilepaskan tiba – tiba, dan
biasanya menandakan peritonitis yang timbul akibat adanya darah
atau isi usus. Dengan palpasi juga dapat ditentukan uterus yang
membesar dan diperkirakan umur janin.
C. Pemeriksaan penunjang
Selanjutnya, luka retroperitoneal dan panggul tidak dapat
dikesampingkan hanya didasarkan pada temuan fisik. Kami menganggap
bahwa evaluasi abdomen yang objektif diperlukan dan harus didapatkan
dengan memanfaatkan salah satu modalitas diagnostik yang tersedia di
samping pemeriksaan fisik. Tes pilihan akan tergantung pada stabilitas
hemodinamik pasien dan keparahan cedera terkait.
Pasien hemodinamik stabil dengan trauma tumpul dan kondisi yang
memadai dievaluasi oleh studi USG abdomen atau CT, kecuali luka parah
lain mengambil prioritas dan pasien harus pergi ke ruang operasi sebelum
evaluasi perut objektif. Dalam kasus seperti itu, peritoneal lavage
diagnostik biasanya dilakukan di ruang operasi untuk menyingkirkan
cedera intra-abdomen dan memerlukan eksplorasi bedah segera. Pasien
trauma tumpul dengan ketidakstabilan hemodinamik harus dievaluasi
dengan USG di ruang resusitasi, jika tersedia, atau dengan lavage
peritoneum untuk menyingkirkan cedera intra-abdomen sebagai sumber
hilangnya darah dan hipotensi.
Pemeriksaan Rontgen
Pemeriksaaan ronsen servikal lateral, toraks anteroposterior (AP),
dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada penderita
dengan multitrauma. Pada penderita yang hemodinamik normal maka
pemeriksaan ronsen abdomen dalam keadaan terlentang dan berdiri
(sambil melindungi tulang punggung) mungkin berguna untuk mengetahui
41
42
BAB III
KESIMPULAN
Trauma thoraks & abdomen umum terjadi pada pasien multi trauma dan
dapat menimbulkan masalah yang mengancam jiwa jika tidak segera diidentifikasi
dan diobati selama survei primer. Pasien-pasien ini biasanya dapat dirawat atau
kondisinya untuk sementara dikurangi dengan tindakan yang relatif sederhana,
seperti intubasi, ventilasi, torakostomi, dan resusitasi cairan. Kemampuan untuk
mengenali cedera penting ini dan keterampilan untuk melakukan prosedur yang
diperlukan dapat menyelamatkan nyawa.
43
DAFTAR PUSTAKA
Brunicardi FC. Schwartsz’s Principles of Surgery. 10th ed. Los
Angeles: Mc Graw Hill Education Lange; 2016.
Drake R. Gray’s Atlas of Anatomy. 3rd ed. Philadelphia: Elsevier
Saunders; 2020.
Farquharson M. Farquharson’s Textbook of Operative General
Surgery. 10th ed. Boca Raton: CRC Press; 2015.
Sellke FW. Sabiston & Spencer Surgery of the Chest. 9th ed.
Philadelphia: Elsevier Inc.; 2019.
Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3rd ed. Jakarta:
EGC; 2010.
Stewart R, Rotondo M, Henry S. Advanced trauma life support
(ATLS). 10th ed. American College of Surgeons; 2018.
Townsend CM. Sabiston Textbook of Surgery. 20th ed. Philadelphia:
Elsevier Inc.; 2017.
44