Anda di halaman 1dari 32

CLINICAL SCIENCE SESSION

* Kepaniteraan Klinik Senior/ GIA220107/Juli 2021

**Pembimbing : dr. Andi Hasyim,Sp.An

Percutaneous Dilatational Tracheostomy

Andini Agustina* dr. Andi Hasyim,Sp.An **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN ANESTESI RSUD RADEN MATTAHER JAMBI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
LEMBAR PENGESAHAN

CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

Percutaneous Dilatational Tracheostomy

Oleh :

Andini Agustina

G1A220107

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU ANESTESI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI / RSUD RADEN MATTAHER PROV.JAMBI

Jambi,Juli 2021

dr. Andi Hasyim,Sp.An


KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa, dan atas
segala kemudahan yang diberikannya sehingga laporan refrat ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Refrat dengan judul “Percutaneous Dilatational Tracheostomy” dibuat
sebagai salah satu syarat pada kepaniteraan klinik senior di Bagian Anestesi
RSUD Raden Mattaher Jambi. Ucapan terima kasih yang tulus dan
penghargaan yang setingi-tingginya saya berikan kepada dr. Andi
Hasyim,Sp.An selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada
penulis saat mengikuti kepaniteraan klinik senior di Bagian Anestesi RSUD
Raden Mattaher Jambi.
Penulis menyadari bahwa refrat ini masih jauh dari kesempurnaan dan
masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dapat diharapakan untuk kesempurnaan di masa yang akan
datang. Saya berharap semoga refrat ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca.

Jambi, Agustus 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Trakeostomi adalah prosedur pembedahan dengan memasang selang melalui


sebuah lubang ke dalam trakea untuk mengatasi obstruksi jalan nafas bagian atas atau
mempertahankan jalan nafas dengan cara menghisap lendir, atau untuk penggunaan
ventilasi mekanik yang kontinu. Trakeostomi dapat digunakan sementara yaitu jangka
pendek untuk masalah akut, atau jangka panjang biasanya permanen dan selang dapat
dilepas. Trakeostomi adalah prosedur dimana dibuat lubang ke dalam trakea.1
Trakeostomi dilakukan pada pasien yang membutuhkan mekanik
berkepanjangan ventilasi bertujuan untuk menghindari efek merugikan potensial dari
intubasi translaryngeal berkelanjutan, misalnya edema laring, ulserasi mukosa. Pasien
dengan gangguan jalan napas yang berat, misalnya obstruksi saluran napas atas
karena kanker, trauma, luka bakar, pembedahan adalah sebagian kecil pasien
menerima trakeostomi baik dalam keadaan darurat atau elektif.1
Ada beberapa teknik trakeostomi, yaitu Trakeostomi emergensi, Trakeostomi
elektif dan Trakeostomi Dilatasi Perkutaneus. Trakeostomi dilatasi perkutaneus
adalah suatu teknik trakeostomi minimal invasif sebagai alternatif terhadap teknik
konvensional. Trakeostomi dilatasi perkutaneus dilakukan dengan cara menempatkan
kanul trakeostomi dengan bantuan serangkaian dilator dibawah panduan endoskopi.
Prosedur ini dikenalkan oleh Pasquale Ciagalia pada tahun 1985. Griggs pada tahun
1990 melakukan modifikasi dengan menggunaan kawat pemandu dan forsep dilatasi
(Griggs Guidewire Dilating Forceps/ GWDF) pada prosedur ini.2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi, Histologi dan Fisiologi Trakea

Gambar 1. Anatomi Trakea

Trakea merupakan sebuah saluran udara berbentuk pipa dengan panjang


±12cm (5 inch) dan diameter ±2,5 cm (1 inch). Trakea terletak anterior terhadap
esofagus dan berjalan memanjang dari laring sampai vertebra torakalis 5. Trakea
terdiri dari 16-20 kartilago berbentuk C yang terbentuk dari kartilago hialin dan
tersusun secara vertikal yang dihubungkan oleh jaringan ikat padat. Kartilago yang
berbentuk C ini terbuka pada bagian posterior, dimana trakea bertemu dengan
esofagus.3 Kedua ujung posterior yang bebas ini dihubungkan oleh otot polos (otot
trakea) dan serat jaringan ikat elastis yang mengandung kolagen (ligamen annularis).
Ligamen annularis menghubungkan masing-masing cincin tulang rawan sehingga
memungkinkan terjadinya pemanjangan serta pemendekan trakea saat menelan atau
pergerakan leher lainnya. Tulang rawan, ligamen annularis dan otot trakea
membentuk rangka (skeleton) trakea yang kadang disebut sebagai tunica
fibromusculocartilaginea yang terdiri atas otot trakealis dan jaringan ikat elastis
diantara dua ujung kartilago tersebut.4

Pada pemeriksaan endoskopi, tampak trakea merupakan tabung yang datar


pada bagian posterior, sedangkan di bagian anterior tampak cincin tulang rawan.
Bagian servikal dan torakal trakea berbentuk oval, karena tertekan oleh kelenjar tiroid
dan arkus aorta. Aliran darah trakea dipasok oleh banyak pembuluh arteri terminalis
kecil. Trakea bagian atas diperdarahi terutama oleh cabang arteri tiroidea inferior,
sedangkan bagian bawah oleh cabang arteri bronkialis. Persarafan trakea berasal dari
N. vagus dan n. rekurren yang penjalaran rangsangnya akan didistribusikan ke otot
trakea serta lapisan epitel.4

Dinding trakea terdiri dari mukosa, submukosa, tulang rawan hialin, dan
adventisia. Lumen trakea dilapisi oleh epitel bertingkat semu bersilia dengan sel
goblet. Secara histologi traktus trakeobronkial terdiri dari tiga lapisan, yaitu:5

1. Lapisan epitel

Susunan utama dari lapisan epitel merupakan epitel kolumnar bersilia berlapis
semu dan diselingi oleh kelenjar submukosa. Lapisan epitel memiliki fungsi untuk
menjaga fungsi normal respirasi, pertahanan, sistem mukosiliar, serta menghasilkan
zat-zat salah satunya mukus. Sel epitel terdiri dari sel bersilia, sel serous, sel goblet,
sel clara, sel basal, cell brush, dan pulmonary neuroendocrine cells.

2. Lamina propria

Lapisan epitel dipisahkan dengan lamina propria oleh membrane basalis.


Lamina propria merupakan jaringan ikat yang mendasari
3. Lapisan kartilago

Setelah lamina propria terdapat lapisan kartilago, dimana pada lapisan ini
terdapat cincin tulang rawan hialin berbentuk C yang memperkuat dinding serta
mempertahankan lumen trakea tetap membuka.

Sistem mukosiliar adalah suatu sistem pertahanan aktif pada rongga hidung
terhadap bakteri, virus, jamur, ataupun partikel bahaya lain yang terhirup bersama
dengan udara. Mukosiliar sebagai pertahanan mekanis, dimana partikel ditangkap
pada permukaan epitel jalan napas kemudian dibersihkan dari traktus trakeobronkial
melalui pergerakan silia. Efektivitas dari sistem ini dipengaruhi oleh silia serta palut
lendir yang dihasilkan oleh sel goblet yang ada pada epitel dan kelenjar seromusinosa
submukosa. Komponen penting dari sistem mukosiliar, yaitu lapisan mucus berfungsi
menangkap partikel inhalasi dan pergerakan dari silia akan mengeluarkannya dari
saluran pernapasan, serta PCL (periciliary layer) yang menyediakan lingkungan yang
baik untuk silia bergerak.5

2.2 Trakeostomi

2.2.1 Definisi Trakeostomi

Trakeostomi adalah prosedur pembedahan dengan memasang selang melalui


sebuah lubang ke dalam trakea untuk mengatasi obstruksi jalan nafas bagian atas atau
mempertahankan jalan nafas dengan cara menghisap lendir, atau untuk penggunaan
ventilasi mekanik yang kontinu. Trakeostomi dapat digunakan sementara yaitu jangka
pendek untuk masalah akut, atau jangka panjang biasanya permanen dan selang dapat
dilepas. Trakeostomi adalah prosedur dimana dibuat lubang ke dalam trakea. Ketika
selang indweling dimasukkan ke dalam trakea, maka istilah trakeostomi digunakan.
Pada awalnya trakeostomi sering dilakukan dengan indikasi sumbatan jalan napas
atas, namun saat ini sejalan dengan kemajuan unit perawatan intensif, trakeostomi
lebih sering dilakukan atas indikasi intubasi lama (prolonged intubation) dan
penggunaan mesin ventilasi dalam jangka waktu lama. Keputusan untuk melakukan
trakeostomi pada umumnya dapat dilakukan dalam waktu 7 hari dari intubasi.6

2.2.2 Indikasi dan manfaat Trakeostomi

Trakeostomi dilakukan pada pasien yang membutuhkan mekanik


berkepanjangan ventilasi bertujuan untuk menghindari efek merugikan potensial dari
intubasi translaryngeal berkelanjutan, misalnya edema laring, ulserasi mukosa. Pasien
dengan gangguan jalan napas yang berat, misalnya obstruksi saluran napas atas
karena kanker, trauma, luka bakar, pembedahan adalah sebagian kecil pasien
menerima trakeostomi baik dalam keadaan darurat atau elektif. Sebagian besar pasien
ICU menjalani trakeostomi elektif setelah mempertimbangkan potensi peristiwa yang
berhubungan dengan intubasi translaryngeal yang berkepanjangan. Meskipun
manufaktur dan bahan tabung endotrakeal (ET) dan teknologi mansetnya berkembang
selama bertahun-tahun, mengarah pada pengurangan cedera dan toleransi yang lebih
baik. Komplikasi setelah intubasi laring yaitu edema laring, ulserasi mukosa masih
menjadi perhatian. Manfaat potensial yang berbeda dari trakeostomi telah dianjurkan
dan dapat mewakili alasan kinerja trakeostomi pada individu tertentu.

Pasien dengan cedera neurologis traumatis dan non-traumatis mungkin


mendapat manfaat dari dari trakeostomi karena memberikan perlindungan jalan
napas. Pasien yang menjalani trakeostomi dalam pengaturan elektif harus memiliki
status klinis yang optimal untuk mengurangi risiko yang terkait dengan prosedur
trakeostomi dilatasi bedah atau perkutan seperti ketidakstabilan hemodinamik,
perubahan metabolik dan hemostasis.

Manfaat trakeostomi yaitu meningkatkan kenyamanan pasien, memberikan


kebersihan rongga mulut, memberikan kemampuan untuk berkomunikasi,
memberikan kemungkinan makan secara oral serta perawatan yang lebih mudah dan
aman, memiliki potensi untuk menurunkan penggunaan obat sedasi dan analgesic
sehingga dapat menfasilitasi proses penyapihan dan menghidari pneumonia akibat
ventilator mekanik.8

2.2.3 Klasifikasi Tracheostomi

Klasifikasi trakeostomi dibagi atas dua macam, yaitu berdasarkan letak


trakeostomi dan waktu dilakukan tindakan. Berdasarkan letak trakeostomi terdiri atas
letak rendah dan letak tinggi dan batas letak ini adalah cincin trakea ketiga.
Sedangkan berdasarkan waktu dilakukan tindakan yaitu:

a. Trakeostomi darurat, yaitu dalam waktu yang segera dan persiapan sarana sangat
kurang.

b. Trakeostomi berencana, yaitu persiapan sarana cukup dan dapat dilakukan secara
baik.

2.2.4 Teknik Tracheostomi

Ada beberapa teknik trakeostomi, yaitu :

a. Trakeostomi emergensi

Trakeostomi emergensi relatif jarang dilakukan dan penyebab yang sering


adalah obstruksi jalan nafas atas yang tidak bisa diintubasi. Anoksia pada obstruksi
jalan nafas akan meyebabkan kematian dalam waktu 4-5 menit dan tindakan
trakeostomi harus dilakukan dalam 2-3 menit. Teknik insisi yang paling baik pada
trakeostomi emergensi adalah insisi kulit vertikal dan insisi vertikal pada cincin
trakea kedua dan ketiga

b. Trakeostomi elektif

Saat ini mayoritas tindakan trakeostomi dilakukan secara elektif atau semi-
darurat. Trakeostomi elektif paling baik dilaksanakan diruang operasi dengan bentuan
dan peralatan yang adekuat.
c. Trakeostomi Dilatasi Perkutaneus

Trakeostomi dilatasi perkutaneus adalah suatu teknik trakeostomi minimal


invasif sebagai alternatif terhadap teknik konvensional. Trakeostomi dilatasi
perkutaneus dilakukan dengan cara menempatkan kanul trakeostomi dengan bantuan
serangkaian dilator dibawah panduan endoskopi. Prosedur ini dikenalkan oleh
Pasquale Ciagalia pada tahun 1985. Griggs pada tahun 1990 melakukan modifikasi
dengan menggunaan kawat pemandu dan forsep dilatasi (Griggs Guidewire Dilating
Forceps/ GWDF) pada prosedur ini.2

2.2.5 Percutaneous Dilatational Tracheostomy

2.2.5.1 Definisi Percutaneous Dilatational Tracheostomy

Trakheostomi merupakan satu proses pembuatan bukaan ke dalam dinding


anterior trakhea. Sedangkan Bedah trakeostomi lebih mengacu pada penempatan
kanula trakheostomi yang dimasukan pasca diseksi jaringan pretrakheal dan insisi
dinding trakhea. Percutaneous Dilatational Tracheostomy melibatkan diseksi tumpul
jaringan pretrakheal yang kemudian diikuti dengan dilatasi trakhea dengan
menggunakan kawat pemandu dan insersi (dimasukannya) kanula trakheal dengan
menggunakan teknik Seldinger.

2.2.5.3 Indikasi Percutaneous Dilatational Tracheostomy

Percutaneous Dilatational Tracheostomy di ICU biasanya diindikasikan:

(1) untuk memfasilitasi pada pasien yang lumpuh sebelah badan

(2) untuk membantu pemasangan tracheobronchial,

(3) untuk melindungi saluran pernafasan pada pasien yang memiliki resiko aspirasi

(4) pada pemasangan ventilator yang lama


(5) untuk meminimalisir kebutuhan sedasi.

Percutaneous Dilatational Tracheostomy umumnya dapat dihindari sebagai


satu intervensi darurat, kecuali dilakukan oleh operator yang berpengalaman. Pada
kasus sulitnya pengintubasian darurat pasien, krikkotirotomi dianggap sebagai
prosedur pilihan. Semakin meningkat pengalaman operator maka jumlah
kontraindikasi pun akan semakin sedikit.4

2.2.5.4 Kontraindikasi Percutaneous Dilatational Tracheostomy

Absolut/ Mutlak Relatif


Para bayi Pembengkakan kelenjar tiroid
Infeksi pada lokasi insersi Keberadaan pembuluh-pembuluh yang
berdenyut pada lokasi insers
Ketidakpengalaman operator Anatomi yang sulit (leher yang pendek,
obesitas morbid, leher yang sulit
ditengadahkan, malignansi lokal, deviasi
trakhea)
Tulang leher yang tidak stabil Koagulopati
Koagulopati yang sulit dikendalikan Terlalu dekatnya dengan luka bakar atau
luka bedah. Kebutuhan akan FiO2 atau
PEEP yang tinggi (FiO2 > PEEP 70%
>10 cm H2O) Riwayat akan cedera pada
leher atau riwayat trakheostomi Arteri
inominat tinggi Radioterapi pada wilayah
leher dalam 4 minggu terakhir Infeksi
lokal yang terkendali

2.2.5.5 Perkembangan Tracheostomy


Trakeostomi adalah suatu tindakan dengan membuka dindingdepan/anterior
trakea untuk mempertahankan jalan nafas agar udara dapat masuk ke paru-paru dan
memintas jalan nafas bagian atas. Trakeostomi merupakan suatu prosedur operasi
yang bertujuan untuk membuat suatu jalan nafas didalam trakea servikal.
Trakeostomi merupakan suatu tindakan membuat lubang terbuka yang
menghubungkan kulit dengan trakea. Trakeostomi pertama kali dilakukan sekitar
5000 tahun yang lalu.

1. Tahun 1909 Chevalier Jackson menyebutkan suatu teknik trakeostomi yang mirip
dengan teknik trakeostomi surgikal yang modern.

2. Tahun 1955 Shelden dkk melaporkan suatu teknik trakeostomi yang disebut
trakeostomi dilatasional perkutan, yang dianggap lebih mudah, sebagai alternatif
tindakan trakeostomi surgikal berbagai teknik dan peralatan disempurnakan
dalam perkembangan tindakan ini.

3. Tahun 1969 Toye dan Weinstein memperkenalkan teknik trakeostomi dilatasional


perkutan, menggunakan satu dilator yang dilengkapi dengan pisau pemotongnya.
Dilator masuk ke trakea dengan panduan kateter fleksibel dan pisau pemotongnya
membuka jaringan kemudian dilanjutkan dengan memasukkan kanul trakeostomi.

4. Ciaglia memperkenalkan teknik Ciaglia tahun 1985, trakeostomi dilatasional


perkutan, dilakukan dengan cara, setelah menusukkan jarum insersi awal dan
dimasukkan kateter pemandu, dilatasi untuk membuat akses masuknya kanul
trakea dilakukan secara bertahap dan berulang. Teknik Ciaglia merupakan teknik
umum yang digunakan untuk melakukan trakeostomi dilatasional perkutan, pada
pasien sakit kritis. Pada saat ini telah tersedia berbagai kit seperti Cook
percutaneous dilational tracheostomy set dan Portex PDT kit.
5. Tahun 1989 Schachner dkk menciptakan suatu forcep yang berfungsi sebagai
dilator untuk membuat akses ke trakea tempat masuknya kanul trakea dengan
panduan suatu kateter yang fleksibel.

6. Tahun 1990 Griggs dkk juga melaporkan suatu teknik yang disebut guide wire
dilating forceps (GWDF) pada 1990.

Dalam perkembanganya banyak disebut peralatan dan juga jenis kanul


trakeostomi, yang pada prinsipnya trakeostomi dilatasional perkutan, dilakukan
dengan identifikasi trakea perkutan yang diikuti membuat akses masuk kanul trakea
dengan tindakan dilatasi menggunakan berbagai alat dengan panduan kateter
fleksibel, dilanjutkan dengan memasukkan kanul trakeostomi ke dalam trakea.

Trakeostomi dilatasional perkutan, dilakukan dengan harapan mengurangi


diseksi minimal atau kerusakan jaringan. Akses ke trakea dicapai dengan
menggunakan jarum yang ditusukkan di kulit bagian depan trakea, kemudian dengan
menggunakan kateter dan dilator membuat akses dari kulit ke dalam trakea, sehingga
memungkinkan kanul trakeostomi masuk ke trakea, dengan besar lubang luka yang
tepat seukuran kanul. Secara umum trakeostomi dilatasional perkutan, diharapkan
memberikan keuntungan berkurangnya komplikasi dari luka; seperti perdarahan,
infeksi, kerusakan jaringan; secara kosmetik lebih baik; mudah dilakukan di ruang
perawatan intensif; berkurangnya waktu melakukan trakeostomi dibandingkan bedah
trakeostomi.8

2.2.5.6 Persiapan Percutaneous Dilatational Tracheostomy

Persiapan alat Trakeostomi Dilatasi Perkutan sesuai pengalamn dan alat yang
tersedia di tempat operator bekerja. Secara umum yang perlu disiapkan meliputi
minor set khusus Trakeostomi Dilatasi Perkutan yaitu gaun operasi, lampu kepala,
sarung tangan, masker, tutup kepala), alat Trakeostomi Dilatasi Perkutan yaitu jarum
insersi, kateter fleksibel pemandu, dilator, kanul trakeostomi, alat untuk mengelola
jalan napas yaitu laringoskop, pipa endotrakeal, spuit balon, suksion, stetoskop,
ventilator dll).

Persiapan obat-obatan sesuai dengan preferensi operator, untuk membuat


situasi selama tindakan Trakeostomi Dilatasi Perkutan lebih mudah dan nyaman buat
operator dan pasien. Secara umum yang perlu disiapkan seperti obat-obatan
emergensi (adrenalin, sulfas atropin, vasodilator dll), sedatif (benzodiazepin, ketamin
dll), analgetik (fentanil, tramadol dll); pelumpuh otot (atrakurium, norkuronium dll),
dan anestetik lokal. Obat-obatan untuk mengantisipasi kondisi tidak menguntungkan
selama tindakan, misal hipertensi karena nyeri atau perdarahan.

Persiapan pasien ditujukan untuk memberikan situasi aman, nyaman dan


mengurangi risiko kesakitan dan kematian serta tuntutan sebagai komplikasi
tindakan. Tindakan informed concent tentang keadaan pasien, tindakan yang akan
dilaksanakan, kemungkinan komplikasi yang mungkin timbul dan manfaat yang
diharapkan merupakan hal penting yang tidak boleh ditinggalkan. Menentukan waktu
pelaksanaan tindakan trakeostomi merupakan hal yang cukup penting.

Dari beberapa literatur menyebutkan alat Trakeostomi Dilatasi Perkutan dini


memberikan manfaat kepada pasien secara langsung, mengurangi angka kematian
dan pneumonia, serta secara tidak langsung mengurangi hari perawatan di ICU,
penggunaan ventilasi mekanik, penggunaan obat sedasi dan penggunaan dosis tinggi
obat inotropik dan vasopresor.

Mengetahui kelainan dasar pasien untuk menentukan indikasi dan


kontraindikasi Trakeostomi Dilatasi Perkutan, waktu akan dilaksanakan segera yaitu
masuk ruang perawatan intensif dengan prediksi akan lama menggunakan ventilasi
mekanik atau pipa endotrakeal pada kasus neurologis berat misal GCS < 8, kelainan
lain sesuai penilaian operator atau bisa dilakukan lebih lanjut dengan pasien
diharapkan dapat lepas dari ventilasi mekanik atau pipa endotrakeal kurang dari 10
hari atau sesuai penilaian operator, pemberian obat-obatan premedikasi untuk
menghindari respons otonom atau kelainan lain misal risiko perdarahan. Beberapa
tindakan untuk menambah keamanan, posisi tempat tidur didatarkan untuk
memudahkan paparan trakea dan mengurangi risiko aspirasi cairan dari rongga mulut,
ventilasi mekanik disesuaikan assissted control untuk mengantisipasi jika akan
menggunakan atau ada kemungkinan menggunakan pelumpuh otot untuk
memudahkan Trakeostomi Dilatasi Perkutan.

Indikasi untuk trakeostomi ditentukan untuk pasien sakit kritis di ruang


perawatan intensif meliputi obstruksi jalan napas atas, perlindungan jalan napas
jangka lama akibat trauma kepala, strok, ventilasi mekanik jangka lama, pulmonary
toilette, pencegahan ventilator associated pneumonia, memfasilitasi penyapihan dari
ventilator pada pasien penyakit paru obstruktif menahun, atau kondisi lain sesuai
preferensi operator dan keadaan pasien.

Beberapa kondisi disampaikan sebagai kontraindikasi Trakeostomi Dilatasi


Perkutan adalah sebagian disebutkan sebagai kontraindikasi relatif seperti adanya
infeksi di leher bagian depan, koagulopati yang tidak terkendali, usia < 15 tahun,
abnormalitas anatomi leher (pembesaran kelenjar tiroid, pembuluh darah),
kegawatdaruratan jalan napas, riwayat operasi atau trauma daerah leher, trakea tidak
dapat dipalpasi, menggunakan positive end-expiratory pressure (PEEP)> 15cmH2O
dan keluarga atau pasien menolak Trakeostomi Dilatasi Perkutan.

Persiapan pelaksana atau operator merupakan suatu komponen yang sangat


penting dalam menentukan keberhasilan tindakan dan keamanan pelaksanaan
Trakeostomi Dilatasi Perkutan. Pengetahuan mengenai persiapan alat-peralatan, obat-
obatan, kondisi pasien dan antisipasi yang diperlukan dan pengalaman melalui
literatur tertulis atau audiovisual tentang urut-urutan tindakan yang akan dilaksanakan
tentu juga mempengaruhi kelancaran Trakeostomi Dilatasi Perkutan Pengenalan
tentang anggota tim yang akan melaksanakan Trakeostomi Dilatasi Perkutan,
kesiapan fisik dan mental tim; latihan dan diskusi bersama membuat situasi
Trakeostomi Dilatasi Perkutan akan lebih mudah.

Pengetahuan pelaksana menjadi suatu hal yang sangat penting karena


pengelolaan jalan napas memiliki risiko tinggi yang memberi kontribusi kecemasan
selama tindakan. Kemungkinan kejadian dari saat persiapan, tindakan dan perawatan
jangka pendek/panjang kanul trakeostomi termasuk kemungkinan komplikasi jangka
pendek/panjang perlu diketahui dan diantisipasi rencana tindakannya sejak dini,
sehingga pelaksana lebih nyaman dan memberikan ketenangan pada seluruh tim saat
Trakeostomi Dilatasi Perkutan dilaksanakan.

2.2.5.7 Teknik Percutaneous Dilatational Tracheostomy

Trakeostomi dilatasi perkutaneus adalah suatu teknik trakeostomi minimal


yang invasif sebagai alternatif terhadap teknik konvensional. Trakeostomi dilatasi
perkutaneus dilakukan dengan cara menempatkan kanul trakeostomi dengan bantuan
serangkaian dilator dibawah panduan endoskopi. Prosedur ini dikenalkan oleh
Pasquale Ciagalia pada tahun 1985. Griggs pada tahun 1990 melakukan modifikasi
dengan menggunaan kawat pemandu dan forsep dilatasi ( Griggs Guidewire Dilating
forceps/ GWDF) pada prosedur ini. Pada tahun 1998 dilakukan modifikasi lagi
terhadap teknik ini, dimana serangkaian dilator digantikan dengan dilator tunggal,
tajam dan meruncing pada bagian ujungnya, dilapisi oleh lapisan hidrofilik (Ciaglia’s
Blue Rhino method )dan memungkinkan dilatasi lengkap dalam satu langkah. Pada
tahun 2002, frova dan Quintel membuat alat dilator tunggal baru yang berbentuk
sekrup yang disebut Percu Twist.8

Teknik Percutaneous Dilatational Tracheostomy dilakukan di samping


tempat tidur dengan Portex Percutaneous Tracheostomy Kit dengan teknik Griggs12
dengan bantuan bronkoskopi. Obat yang digunakan untuk induksi anestesi terdiri dari
fentanil (50 – 100 ), midazolam (2 mg), propofol (1 – 2 mg/kg), dan atracurium (0,5
mg/kg), diberikan secara intravena. Protokol ini juga termasuk propofol intravena
terus menerus (50 mg/kg/ menit). Anestesi lokal diberikan kepada semua pasien
(kombinasi lidokain (5 mg/mL) 3 sampai 10 mL dan epinefrin (1:100.000). Sebelum
memulai, fraksi oksigen inspirasi (FIO2) ditingkatkan menjadi 1,0 dan ventilasi
tekanan positif (PPV) digunakan selama prosedur. EKG, tekanan darah invasif atau
non-invasif dan oksimetri nadi dipantau secara rutin. FIO2 menurun setelah prosedur,
menurut saturasi oksigen yang diukur dengan darah analisis (SaO2) dan kontrol gas
darah tambahan. Teknik Percutaneous Dilatational Tracheostomy dilakukan oleh tim
yang terdiri dari tiga spesialis dan asisten, seperti perawat ICU atau teknisi. Satu
dokter bertanggung jawab atas manajemen jalan napas, satu melakukan bronkoskopi,
dan satu lagi melakukan trakeostomi yang sebenarnya. Semua Teknik Percutaneous
Dilatational Tracheostomy dilakukan oleh intensifivis yang sama. Leher pasien
dioleskan dengan antiseptik Betadine dan kemudian dibersihkan. Pasien diposisikan
untuk memudahkan akses ke trakea, sebagian besar dengan leher dalam posisi netral
atau dengan kepala sedikit direbahkan dengan bantal di bawah bahu. Bimbingan dan
kontrol serat optik digunakan di seluruh prosedur, sementara manset tabung
endotrakeal kosong dan cincin tabung endotrakeal terlihat dengan bronkoskop. Untuk
mencegah tusukan pada pita suara, pipa endotrakeal ditarik ke belakang. Pemandu
jarum kateter dipasang dalam spuit 10 mL yang berisi anestesi lokal dan ditusuk
secara tegak lurus antara cincin trakea kedua atau antara cincin kedua dan ketiga,
berdasarkan anatomi struktur dalam setiap kasus dan sampai resistensi memudar.
Jarum suntik aspirasi ekstraksi udara yang indikatif ujungnya ditempatkan di lumen
trakea. Setelah posisi ini diamankan, kateter polivinil dimajukan pada 45 sudut kaudal
dan jarum suntik dan jarum logam telah dihapus. Kemudian, pemandu kawat ujung
"J" dimasukkan melalui kateter dan kateter kemudian dilepas meninggalkan pemandu
pada posisinya. Insisi melintang sepanjang 0,5 cm dibuat di setiap sisi pemandu
logam yang melibatkan kulit dan jaringan subkutan.

Teknik ini dimulai dengan insisi kulit sepanjang 1.5-2 cm, 2 cm dibawah
kartialgo krikoid. Sepasang forsep mosquito digunakan untuk diseksi secara tumpul
sampai fasia pretrakea. Dengan menggunakan jari kelingking identifikasi tulang
rawan krikoid dan trakea. Jarum dengan kateternya ditusukkan, idealnya antara cincin
trakea kedua dan ketiga dan tindakan ini dapat dipantau dengan menggunakan
bronkoskopi yang telah dihubungkan ke kamera. Jarum kemudian ditarik, kawat
pemandu (J-Wire) kemudian dimasukkan kemudian kateter ditarik sepenuhnya dan
mempertahankan kawat pemandu dalam lumen trakea. Dilator Ciaglia kemudian
dimasukkan melalui kawat pemandu sampai dengan ukuran 38F. Kanul trakeostomi
kemudian dipasang dengan ukuran yang sama dengan dilator melaui kawat pemandu,
dan kawat pemandu kemudian dilepas. Kanul trakeostomi difiksasi dan cuff
dikembangkan. Roentgen thorak post operatif dilakukan untuk melihat adanya
komplikasi penumotorak dan pneumomediastinum.9

Prosedur Trakeostomi Dilatasi Perkutan ini merupakan prosedur elektif yang


sering dilakukan di unit perawatan intensif atau ICU. Pada dekade terakhir,
Trakeostomi Dilatasi Perkutan menjadi tindakan rutin yang praktis dilakukan di
beberapa Rumah Sakit dan terdapat komplikasi yang lebih rendah pada Trakeostomi
Dilatasi Perkutan dan lamanya waktu yang digunakan lebih pendek. Teknik ini
memiliki kontraindikasi relatif pada pasien obesitas dan leher pendek, dan
kontraindikasi absolut pada cedera servikal, anak-anak dan keadaan darurat.2

2.2.5.8 Manajemen Airway Selama Percutaneous Dilatational Tracheostomy

Sejumlah teknik trakeostomi perkutan (PDT) telahdikembangkan selama


bertahun-tahun. Teknik dan perangkat yang berbeda muncul sebagian besar setara,
dengan pengecualian trakeostomi retrograde. Secara konvensional, manajemen jalan
napas selama PDT telah dikelola oleh endotrakeal lumen tunggal tabung (ETT). PDT
dapat dilakukan dengan laryngeal mask airway (LMA) jika operator yakin dengan
prosedur ini. LMA dapat mengatasi masalah ekstubasi gigi acci selama PDT karena
diborgol secara stabil selama prosedur. Tabung endotrakeal lumen ganda (DLET)
untuk PDT baru-baru ini diusulkan oleh literatur. DLET dibagi di saluran atas, untuk
penempatan bronkoskop, dan saluran bawah yang khusus didedikasikan untuk
ventilasi pasien.

a. Conventional Device

Sejumlah teknik trakeostomi perkutan (PDT) telah dikembangkan selama


bertahun-tahun. Teknik dan perangkat yang berbeda sebagian besar tampak setara,
dengan pengecualian trakeostomi retrograde. Secara konvensional, manajemen jalan
napas selama PDT telah dikelola oleh tabung endotrakeal lumen tunggal (ETT).
Dalam survei Italia baru-baru ini, PDT dilakukan pada 83% pasien ICU dengan ETT
di tempat, sementara itu diganti dengan yang lebih besar atau lebih kecil di 10 dan
7% dari ICU pasien. Juga bronkoskopi serat optik selama PDT digunakan pada 93%
pasien ICU Italia. Dalam ringkasan analisis tujuh survei internasional tentang PDT
termasuk 1195 ICU, manajemen jalan napas selama PDT diperoleh dengan ETT di
tempat, dan prosedur yang dipandu bronkoskop sebagian besar digunakan.

Kehadiran bronkoskop di ETT (1) mengurangi diameter dalam ETT tersedia


untuk ventilasi pasien dan (2) mengubah pertukaran gas. Menurut Hsia dkk. semua
kombinasi bronkoskop/ETT mengurangi volume tidal ( VT ) dan meningkatkan
tekanan inspirasi puncak (PIP) [5]. Misalnya, menempatkan bron choscope 5 mm
dalam ETT 8 mm mengurangi Vt 46% dan meningkatkan PIP 11 cm H2O.
Selanjutnya, pengurangan diameter dalam ETT meningkatkan resistensi jalan napas.
Hsia dkk. melaporkan bahwa selama kinerja bronkoskopi fleksibel melalui ETT pada
pasien yang menerima ventilasi mekanis, hambatan aliran udara melintasi ETT secara
dramatis meningkat dari 2 menjadi 63 kali lipat. PDT yang dilakukan dengan ETT
konvensional dikaitkan dengan penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2. Reilly
melaporkan bahwa penggunaan bronkoskop serat optik selama. PDT adalah faktor
paling penting yang bertanggung jawab untuk perkembangan hiperkapnia selama
prosedur ini. Dalam pengalaman kami, untuk mengurangi resistensi jalan napas dan
membatasi perubahan pertukaran gas, kami merekomendasikan untuk melakukan
PDT dengan bronkoskop kurang dari 50% diameter dalam ETT. Selama PDT, ETT
ditarik setinggi pita suara, dan prosedurnya dipandu oleh bronkoskop dalam ETT.
Dengan cara ini jalan napas tidak sepenuhnya terlindungi dan mungkin hilang selama
prosedur. Komplikasi saluran napas dan cedera vaskular adalah alasan utama kejadian
bencana selama PDT. Simon dkk melaporkan bahwa kematian yang berhubungan
dengan komplikasi saluran napas selama PDT adalah karena dislokasi trakea kanula
dan kehilangan jalan napas selama prosedur. Kami menyarankan bahwa jalan napas
selama PDT harus dikelola oleh operator yang terampil di jalan napas yang sulit
untuk meminimalkan kejadian berisiko.

b. Laryngeal Mask Airway

PDT dapat dilakukan dengan laryngeal mask airway (LMA) jika operatornya:
yakin dengan prosedur ini. LMA dapat mengatasi masalah yang tidak disengaja
ekstubasi selama PDT karena diborgol secara stabil selama prosedur. Linstedt et al
berhasil menggunakan LMA untuk PDT dalam kohort 86 pasien bahkan jika pasien
membutuhkan reintubasi [8]. LMA juga dikaitkan dengan perlindungan yang lebih
baik dari bronkoskop dari tusukan yang tidak disengaja dan ke visualisasi trakea yang
lebih baik struktur. Namun, LMA tidak menawarkan ventilasi dan pertukaran gas
yang lebih baik dibandingkan dengan ETT konvensional. Linstedt dkk. melaporkan
penurunan oksigenasi yang serupa dan peningkatan PaCO2 saat menggunakan LMA
atau ETT. Baru baru ini meta-analisis membandingkan penggunaan LMA versus ETT
selama PDT dalam hal efektivitas dan keamanan. Meta-analisis ini mencakup delapan
studi terkontrol acak dan 467 PDT. Para penulis melaporkan tidak ada perbedaan
dalam mortalitas dan efek samping yang serius membandingkan LMA dengan ETT.
Namun, penggunaan LMA mengurangi durasi prosedur dan mengoptimalkan kondisi
visual PDT. Menurut pendapat kami, LMA mengurangi durasi PDT karena mungkin
cukup diposisikan di luar pita suara sedangkan ETT harus diposisikan ulang di antara
pita suara. Pemosisian ulang ETT yang benar mungkin memerlukan waktu untuk
menemukan posisi yang benar tanpa menghalangi bronkoskop, sedangkan LMA tidak
memiliki masalah ini. Kami menyarankan bahwa LMA harus digunakan selama PDT
oleh operator yang terampil dalam penggunaan rutinnya. Saat menggunakan LMA
untuk PDT, peralatan untuk intubasi segera harus tersedia di samping tempat tidur.

c. Double-Lumen Endotracheal Tube

Tabung endotrakeal lumen ganda (DLET) untuk PDT baru-baru ini diusulkan
oleh Sastra. DLET dibagi di saluran atas, untuk penempatan bronkoskop, dan saluran
bawah khusus didedikasikan untuk ventilasi pasien. Lumen atas harus diposisikan
setinggi pita suara, sedangkan lumen bawah ke tingkat carina. Lumen bawah
memiliki bentuk elips untuk lebih bersandar pada dinding trakea posterior tanpa
mengambil terlalu banyak ruang trakea dan manset distal untuk diborgol pada carina.
PDT dengan DLET pada tempatnya dapat dibuat dengan langkah yang sama dari
PDT konvensional. Intubasi dengan DLET mungkin dicapai dengan aman dengan
penukar tabung yang tepat di bawah laringoskopi langsung. NS posisi yang benar dari
DLET dengan lumen atas pada tingkat pita suara dan lumen bawah di carina harus
diperiksa dengan bronkoskop. Setelah benar posisi DLET dikonfirmasi dan manset
distal mengembang, PDT harus dilakukan secara konvensional. DLET sekarang
tersedia untuk trakeostomi satu langkah dan untuk teknik forsep pelebaran kawat
pemandu, keduanya dengan kanula yang tepat. Pungsi dinding trakea anterior,
penyisipan Seldinger, dilatasi dan nulasi can dilakukan dengan DLET ditempatkan di
trakea. DLET telah diuji secara in vitro dan in vivo. Dalam model paru-paru, DLET
menunjukkan resistansi yang lebih rendah, menurut persamaan Rohrer, selama
peningkatan aliran kontinu. Persamaan Rohrer, Delta PETT = K1F + K2 VF 2 ,
menjelaskan sifat resistif dari ETT. DLET menunjukkan resistansi yang lebih rendah
ketika dibandingkan dengan ETT konvensional juga dalam fase inspirasi dan
ekspirasi dari ventilasi yang dikontrol volume. Hasil ini konsisten dengan fakta
bahwa DLET adalah perangkat pertama yang memungkinkan ventilasi independen
dari bronkoskopi. Dalam evaluasi in vitro lebih lanjut yang tidak dipublikasikan,
DLET dibandingkan dengan ETT menunjukkan resistensi yang lebih rendah juga
dalam pengaturan ventilasi yang dikontrol volume dengan saluran napas resistensi
dihitung sebagai penurunan tekanan / aliran di setiap ETT. Ventilasi yang dikontrol
volume diatur dengan Vt 500 mL, PEEP 5 cm H 2 O dan rasio inspirasi terhadap
ekspirasi 1:1 dan 1:2. Dalam evaluasi in vivo, DLET dapat digunakan dengan aman
untuk PDT tanpa komplikasi membatasi prosedur. Selanjutnya, penggunaan DLET
selama PDT menghasilkan pertukaran gas yang lebih stabil, tekanan jalan napas dan
ventilasi dibandingkan PDT dengan ETT konvensional. PDT dengan ETT
konvensional dikaitkan dengan perubahan gas menukarkan. Kaiser dkk. melaporkan
peningkatan 20 mmHg PaCO2 dan penurunan titik PH selama PDT dilakukan dengan
langkah tunggal Ciaglia dan forsep dilatasi Griggs teknik. Hasil yang sama
dilaporkan oleh Montcriol et al. membandingkan PDT rotasi dengan teknik forsep
dilatasi Griggs [ 13 ]. DLET tidak merusak gas pertukaran menjaganya agar tetap
stabil selama seluruh prosedur. Memang, PaO2 dan PaCO2 level tetap stabil di PDT
dengan DLET sementara sangat bervariasi dengan tren menuju asidosis respiratorik
dan hipoventilasi pada PDT dengan ETT. DLET dapat menambahkan keamanan
tambahan ke PDT. Menggunakan DLET selama PDT dapat memastikan kontrol jalan
napas menghindari risiko ekstubasi yang tidak disengaja dan perlindungan dari
saluran napas distal dan parenkim paru dari perdarahan dan aspirasi karena adanya
manset distal dan (2) dapat melindungi bronkoskop serat optik dari kerusakan gigi
akibat tusukan atau pelebaran yang tidak sesuai dengan adanya tabung bagian atas.
Dengan DLET terpasang, dinding trakea posterior terlindungi selama seluruh PDT.

2.2.5.9 Penujang prosedur Percutaneous Dilatational Tracheostomy

a. Bronkhoskopi

Penggunaan bronkoskop selama dilakukannya prosedur diketahui dapat


memberikan manfaat yang jelas, seperti contohnya konfirmasi waktu nyata akan
penempatan/ pemasangan jarum, posisi garis tengah jarum, pemasangan selang, dan
penghindaran cedera trakea posterior. Namun demikian, terdapat hal-hal yang harus
diperhatikan dalam hal penggunaan rutinnya. Hal tersebut diketahui memiliki
hubungan dengan peningkatan tekanan intrakranium dan de-rekruitmen alveolar yang
kemudian dapat menyebabkan penurunan tingkat saturasi oksigen. Dengan demikian,
bronkhoskopi haruslah dilakukan secara cermat pada pasien dengan kondisi
neurologis akut dan pada pasien yang sangat membutuhkan (tergantung pada)
ventilator. Diketahui, hampir dari seluruh pedoman tidaklah merekomendasikan
penggunaan bronkhoskopi secara rutin, karena ketersediaan akan data yang dapat
membuktikan efikasinya tidaklah mencukupi. Namun demikian, hal ini umumnya
dianggap penting jika operator tidaklah terlalu berpengalaman atau juga ketika
terdapat kesulitan atau kelainan pada anatomi leher pasien. Beberapa peneliti lebih
cenderung untuk memilih skop semirigid Bonfils (daripada skop fleksibel) untuk
mencegah kerusakan jarum pada skop selama dilaksanakannya prosedur.

b. Ultrasound

Modalitas ultrasound telah semakin sering digunakan di masa sekarang ini


untuk mengestimasi jarak dari kulit ke trakhea. Hal ini diketahui dapat memastikan
penempatan/ pemasangan jarum introduser yang akurat kedalam trakhea.
Pengidentifikasian pra-operasi pembuluh-pembuluh aberan dan ismus tiroid yang
mengalami pembesaran dengan menggunakan modalitas ultrasound dapatlah
membantu kita untuk menghindari terjadinya komplikasi. Penggunaan ultrasound
diketahui dapat merubah lokasi trakheostomi yang direncanakan pada sekitar 24%
kasus. Modalitas ultrasound tidaklah membutuhkan biaya yang mahal dan mudah
tersedia sebagai modalitas yang dapat digunakan di samping tempat tidur rawat
pasien. Modalitas ini juga dapat digunakan untuk melokalisasi cincin-cincin trakhea
dan memastikan posisi punktur di garis tengah. Untuk saat ini, penelitian-penelitian
lanjutan adalah diperlukan, sehingga penggunaan ultrasound dapatlah
direkomendasikan selama PDT. Modalitas ultrasound dapatlah berguna pada pasien
yang memiliki kelainan-kelainan anatomi atau pada mereka yang mengalami obesitas
parah. Satu penelitian retrospektif pada tahun 2014 tidaklah menemukkan adanya
perbedaan dalam hal tingkat komplikasi antara prosedur PDT yang dipandu oleh
ultrasound dengan PDT yang dipandu oleh bronkhoskopi.

2.2.5.10 Manfaat serta Komplikasi Percutaneous Dilatational Tracheostomy

Percutaneous Dilatational Tracheostomy telah terbukti lebih efektif dan aman


dibandingkan dengan pembedahan trakeostomi. Juga telah ditunjukkan bahwa teknik
ini adalah metode yang lebih cepat dan tidak terlalu traumatis dan terkait dengan
komplikasi awal dan akhir yang lebih sedikit. Pada pasien yang sakit kritis,
Percutaneous Dilatational Tracheostomy dengan cepat menjadi metode yang disukai
untuk kontrol jalan napas jangka panjang. Penempatan trakeostomi telah
mendapatkan popularitas sebagai sarana memfasilitasi penyapihan pasien dari
respirator, karena mengurangi ruang mati paru, menyediakan akses untuk
membersihkan sekresi paru dalam berbagai kondisi patologis, dan meningkatkan
kenyamanan pasien. Namun, teknik trakeostomi perkutan mungkin juga terkait
dengan komplikasi serius, bahkan mengancam jiwa dan teknik apa pun yang
mengurangi morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan Percutaneous
Dilatational Tracheostomy diinginkan.

Komplikasi biasanya ringan, tetapi perdarahan yang mengancam jiwa,


hipoksia, dan obstruksi jalan napas. Komplikasi Percutaneous Dilatational
Tracheostomy dari lebih rendah dibanding prosedur trakeostomi standar. Angka
mortalitas 0-0.6% pada Percutaneous Dilatational Tracheostomy dan 0-7.4% pada
prosedur standar. Perdarahan merupakan komplikasi yang paling sering, meskipun
frekuensinya lebih rendah dibanding prosedur trakeostomi standar. Reganon, dkk
melakukan penelitian retrospektif pada 800 pasien yang menjalani prosedur
Percutaneous Dilatational Tracheostomy di ICU dan menemukan komplikasi yang
paling banyak adalah perdarahan intraoperatif, sebanyak 13 pasien (40.62%) dari 32
(4%) pasien yang mengalami komplikasi, namun tidak memerlukan transfusi darah
karena hanya perdarahan ringan.
Menurut Goldenberg kasus komplikasi lainnya yaitu emfisema subkutan,
termasuk pneumotoraks. Satu pasien mengalami emfisema subkutan ringan yang
sembuh secara spontan. Tusukan yang tidak disengaja pada manset ETT dan
ekstubasi trakea yang tidak disengaja merupakan komplikasi yang berpotensi
mengancam jiwa yang mungkin terjadi selama Percutaneous Dilatational
Tracheostomy. Komplikasi jangka panjang termasuk stenosis trakea, trakeomalasia,
dan trakeoesofageal.9

2.2.5.11 Keuntungan dan kerugian Percutaneous Dilatational Tracheostomy

Keuntungan teknik Percutaneous Dilatational Tracheostomy adalah dapat


menghindari komplikasi rusaknya dinding trakea posterior pada bronkoskopi
sehingga masuknya kawat pemandu dan kanul trakeostomi di garis tengah dapat
dipastikan. Selain itu, Percutaneous Dilatational Tracheostomy adalah metode hemat
biaya yang tidak memerlukan pembedahan dan dapat diterapkan di samping tempat
tidur dengan tingkat infeksi lokal yang rendah dan, yang terpenting, memiliki waktu
prosedural yang singkat. Secara khusus, PDT merupakan metode yang sering
digunakan untuk pasien yang mungkin harus dirawat lama di ICU. Perawatan intensif
jangka panjang dan dukungan ventilasi mekanik diperlukan pada pasien yang
menerima dukungan sirkulasi mekanik.10

Kerugian dari teknik ini adalah pemilihan pasien sangat selektif untuk
keberhasilan tindakan ini, pasien dengan landmark tidak jelas, obesitas, koagulopati
atau adanya massa di leher merupakan pasien yang tidak dianjurkan, perlunya
seseorang yang terlatih dalam pelaksanannya untuk mencegah kemungkinan
komplikasi yang serius, membutuhkan lebih banyak tim terlatih dan peralatan
tambahan sehingga biayanya lebih besar.10
2.2.6 Perawatan Pasca Trakeostomi

Periode post operatif merupakan masa yang kritis terutama pada bayi dan
neonatus. Perawatan dan perhatian yang cermat sangat penting pada masa ini.

1. Humidifikasi

Humidifikasi udara inspirasi penting untuk transport mukosilier sekret dan


mencegah obstruksi jalan nafas karena sekret yang kental. Ada berbagai tipe alat
untuk humidifikasi: Cold water humidifiers, hot water humidifier, heat and moisture
exchangers (HME), stoma protector/ tracheal BIB dan nebulisasi.

2. Penghisapan secret (Suction)

Penghisapan sekret dibutuhkan ketika pasien tidak mampu untuk


mengeluarkan sekret secara efektif. Pemilihan ukuran suction kateter yang benar
penting supaya lebih aman dan efektif

3. Penggantian kanul

Jika menggunakan kanul ganda, biasanya tidak perlu untuk mengganti kanul
luar. Indikasi penggantian kanul luar yaitu jika cuff telah rusak atau bila ditemukan
ukuran kanul yang lebih cocok untuk pasien. Penggantian kanul luar bukan tanpa
resiko dan dapat menimbulkan kecemasan bagi pasien. Indikasi penggantian kanul
luar adalah obstruksi kanul, perubahan posisi kanul, kerusakan cuff atau
ditemukannya ukuran kanul yang lebih cocok untuk pasien. Penggantian kanul luar
biasanya dilakukan pada hari ke 5-7 post operatif ketika traktus yang sempurna sudah
terbentuk. Anak kanul dalam biasanya dibersihkan dua kali sehari atau lebih sering
sesuai dengan kebutuhan untuk mencegah obstruksi.

4. Antibiotik profilaksis
Pengguanaan antibiotik hanya diindikasikan pada infeksi paru dan infeksi
spesifik lain dan setela dilakukan kultur dan sensitivity test.

5. Radiografi dada harus diambil untuk konfirmasi posisi ujung pipa. Pipa
dipertahankan selama 7 hari setelah itu ganti setiap 4 hari. Bila digunakan pipa metal,
pipa bagian dalam dapat sering diganti tanpa mengganti pipa utama.

6. Kultur luka dan sputum harus diperiksa.

7. Alat-alat untuk keadaan darurat harus selalu tersedia tidak jauh dari pasien, seperti:

a. Pipa trakeostomi yang baru dengan ukuran yang sama dan satu nomor lebih kecil.

b. Dilator trakea, speculum hidung dan laringoskop untuk anak yang dapat digunakan
untuk dilatasi stoma dan pemasangan pipa kembali.

c. Peralatan untuk menghisap dan fasilitas untuk ventilasi kendali.

d. Sungkup muka, laringoskop dan pipa endotrakeal. Jika pipa trakeostomi tidak
berhasil dimasukkan kembali, kadang-kadang dilupakan bahwa pasien dapat di
ventilasi melalui laring.

Anak – anak yang memerlukan trakeostomi lama dapat dirawat di rumah,


dengan memberikan pendidikan yang cermat pada orangtua dalam penggunaan alat
penyedot yang steril, pengaturan kelembaban dan penggantian pita trakeostomi.

Pipa trakeostomi pada trakeostomi yang baru harus dipertahan 2 sampai 3 hari
sebelum diganti. Pada saat itu telah terbentuk saluran yang permanent, dan sedikit
sekali kemungkinan tidak dapat memasukkan pipa kembali. Mengganti pipa sebelum
2-3 hari dapat menyebabkan bahaya hilangnya lumen trakea. Mengganti pipa
trakeostomi pada bayi untuk pertama kali harus tersedia sebuah bronkoskop.

Kelembaban khusus udara inspirasi diperlukan untuk mencegah trakeitis dan


pembentukan krusta, yaitu ruangan dengan alat humidifikasi Watson atau sebuah
kerah trakea dengan uap basah. Untuk menambahkan kelembaban atmosfir perlu
diteteskan 3 atau 4 tetes larutan garam hipotonik atau larutan Ringer Laktat ke dalam
pipa setiap 3 atau 4 jam. Pasien dengan sekret yang kental dan banyak perlu
pemberian mukolitik intratrakea untuk mencairkan sekret.10

2.2.7 Denakulasi

Dekanulasi pada pasien dengan obstruksi jalan nafas atas yang akut dilakukan
jika jalan nafas sudah paten. Pada pasien dengan ventilasi mekanik yang lama,
dekanulasi dapat dilakukan bila : gas darah arteri stabil, hemodinamik stabil, tidak ada
infeksi yang aktif, PaC02 < 60 mmHg, tidak ada gangguan psikiatrik, tidak ditemukan
kelainan secara endoskopi atau jika ada stenosis, <30% dari jalan nafas, fungsi
menelan baik dan mampu untuk mengeluarkan secret.

Penyapihan dan strategi untuk denakulasi dapat dilakukan dengan beberapa


teknik, tergantung masing-masing institusi, yaitu menggangti kanul dengan ukuran
yang lebih kecil (downsizing), kanul fenestrated atau dengan kanul tanpa cuff. Hal ini
juga dapat dilakukan dengan menggunakan katup satu arah pada kanul trakeostomi
atau penutupan kanul trakeostomi, kemudian diobservasi selama 48 jam, jika pasien
bisa mentoleransinya, maka denakulasi dapat dilakukan.

Pipa trakeostomi jangan dibiarkan lebih lama dari waktu yang diperlukan,
terutama pada anak. Harus diangkat secepat mungkin untuk mengurangi timbulnya
trakeobronkitis, ulserasi trakea, stenosis trakea, trakeomalasi, dan fistula trakeokutan
menetap. Segera setelah keadaan pasien membaik, ukuran pipa trakeostomi diperkecil
sampai ukuran yang memungkinkan udara dapat memintas pipa menuju saluran nafas
bagian atas. Hal ini menolong menghindari ketergantungan fisiologik pada pipa yang
besar akibat menurunnya resistensi pernafasan. Kemudian pipa ditutup dan dinilai
apakah jalan nafas adekuat, kemampuan menelan dan mengeluarkan sekret. Jika pipa
dapat ditutup selama 8 – 12 jam, pipa dikeluarkan dan fistel trakeokutan ditutup.
Segera setelah dekanulasi, pasien harus diamati dengan ketat dan alat yang diperlukan
untuk mendapatkan jalan nafas kembali selalu harus tersedia.9

Faktor Penyulit Dekanulasi:

1. Kondisi yang membutuhkan trakeostomi secara persisten

2. Dislokasi dinding anterior trakea

3. Jaringan granulasi di sekitar stoma

4. Edema mukosa trakea

5. Ketergantungan emosional terhadap trakeostomi

6. Ketidakmampuan mentoleransi resistensi saluran nafas atas

7. Stenosis subglotis

8. Trakeomalasia

9. Inkoordinasi refleks pembukaan laring

10. Perkembangan laring yang terganggu akibat trakeostomi jangka panjang.


BAB III

KESIMPULAN

Trakeostomi adalah prosedur pembedahan dengan memasang selang melalui

sebuah lubang ke dalam trakea untuk mengatasi obstruksi jalan nafas bagian atas atau

mempertahankan jalan nafas dengan cara menghisap lendir, atau untuk penggunaan

ventilasi mekanik yang kontinu. Trakeostomi dapat digunakan sementara yaitu jangka

pendek untuk masalah akut, atau jangka panjang biasanya permanen dan selang dapat

dilepas. Trakeostomi adalah prosedur dimana dibuat lubang ke dalam trakea.

Trakeostomi dilatasi perkutaneus adalah suatu teknik trakeostomi minimal

invasif sebagai alternatif terhadap teknik konvensional. Trakeostomi dilatasi

perkutaneus di ICU biasanya diindikasikan untuk memfasilitasi pada pasien yang

lumpuh sebelah badan, membantu pemasangan tracheobronchial, untuk melindungi

saluran pernafasan pada pasien yang memiliki resiko aspirasi dan pada pemasangan

ventilator yang lama. Trakeostomi dilatasi perkutaneus mempunyai beberapa

kontraindikasi salah satunya dipasang pada bayi, infeksi pada lokasi insersi,

ketidakpengalaman operator dan tulang leher yang tidak stabil.

Trakeostomi dilatasi perkutaneus telah terbukti lebih efektif dan aman

dibandingkan dengan pembedahan trakeostomi. Juga telah ditunjukkan bahwa teknik

ini adalah metode yang lebih cepat dan tidak terlalu traumatis dan terkait dengan

komplikasi awal dan akhir yang lebih sedikit. Pada pasien yang sakit kritis,
Trakeostomi dilatasi perkutaneus dengan cepat menjadi metode yang

direkomendasikan untuk kontrol jalan napas jangka panjang. Penempatan trakeostomi

telah mendapatkan popularitas sebagai sarana memfasilitasi penyapihan pasien dari

respirator, karena mengurangi ruang mati paru, menyediakan akses untuk

membersihkan sekresi paru dalam berbagai kondisi patologis, dan meningkatkan

kenyamanan pasien. Namun, teknik trakeostomi perkutan mungkin juga terkait

dengan komplikasi serius, bahkan mengancam jiwa. Komplikasi biasanya ringan,

tetapi bisa juga terjadi perdarahan yang mengancam jiwa, hipoksia, dan obstruksi

jalan napas.
DAFTAR PUSATAKA

1. John F. Butterworth IV, MD, David C. Mackey, MD, John D. Wasnick, MD


M. Morgan&Mikhails. Clinical Anesthesiology. 5th ed. Vol. 7, y McGraw-Hill
Education, LLC. 2013.

2. Novialdi, Azani S. Trakeostomi dan Krikotirotomi. Fak Kedokt Univ Andalas.


2012;1–9.

3. Fitriah H, Juniati SH, Kepala B. Peran Traktus Trakeo-Bronkial Dalam


Proteksi Paru. J THT-KL. 2017;3(gambar 2):143–60.

4. Mehta C, Mehta Y. Percutaneous tracheostomy. Ann Card Anaesth.


2017;20:S19–25.

5. Mescher, A. L. (2012). Histologi Dasar Junqueira edisi 12. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

6. Dina,N (2015). Proporsi Komplikasi Trakeostomi Dan Faktor Faktor Yang


Berhubungan Di Departemen THT-KL RSUPN Cipto Mangunkusumo Periode
2011-2013.Tesis Universitas Indonesia.Jakarta:FKUI.

7. Paramittha J. Fisiologi dan fungsi mukosiliar bronkus. THT-KL. 2016;2:64–


73.

8. Lighthall GK. Percutaneous Tracheostomy in Critically Ill Patients. Vol. 123,


Anesthesia & Analgesia. 2016. 788–789 p.

9. H K, Vafaii K CM, Mohammadi S KR. Percutaneous dilatational tracheostomy


via griggs technique. Arch Iran Med [Internet]. 2017;20(1):49–54. Available
from: http://www.embase.com/search/results?
subaction=viewrecord&from=export&id=L614119578%5Cnhttp://sfx.library.u
u.nl/utrecht?
sid=EMBASE&issn=17353947&id=doi:&atitle=Percutaneous+dilatational+tra
cheostomy+via+griggs+technique&stitle=Arch.+Iran.+Med.&title=Archi

10. Bektaş Ş, Çavuş M, Turan S. Percutaneous dilatational tracheostomy in


patients with mechanical circulatory support: Is the procedure safe? Turkish J
Thorac Cardiovasc Surg. 2020;28(3):435–41.

Anda mungkin juga menyukai