Oleh :
Andini Agustina
G1A220107
Jambi,Juli 2021
Puji syukur atas rahmat yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa, dan atas
segala kemudahan yang diberikannya sehingga laporan refrat ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Refrat dengan judul “Percutaneous Dilatational Tracheostomy” dibuat
sebagai salah satu syarat pada kepaniteraan klinik senior di Bagian Anestesi
RSUD Raden Mattaher Jambi. Ucapan terima kasih yang tulus dan
penghargaan yang setingi-tingginya saya berikan kepada dr. Andi
Hasyim,Sp.An selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada
penulis saat mengikuti kepaniteraan klinik senior di Bagian Anestesi RSUD
Raden Mattaher Jambi.
Penulis menyadari bahwa refrat ini masih jauh dari kesempurnaan dan
masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dapat diharapakan untuk kesempurnaan di masa yang akan
datang. Saya berharap semoga refrat ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Dinding trakea terdiri dari mukosa, submukosa, tulang rawan hialin, dan
adventisia. Lumen trakea dilapisi oleh epitel bertingkat semu bersilia dengan sel
goblet. Secara histologi traktus trakeobronkial terdiri dari tiga lapisan, yaitu:5
1. Lapisan epitel
Susunan utama dari lapisan epitel merupakan epitel kolumnar bersilia berlapis
semu dan diselingi oleh kelenjar submukosa. Lapisan epitel memiliki fungsi untuk
menjaga fungsi normal respirasi, pertahanan, sistem mukosiliar, serta menghasilkan
zat-zat salah satunya mukus. Sel epitel terdiri dari sel bersilia, sel serous, sel goblet,
sel clara, sel basal, cell brush, dan pulmonary neuroendocrine cells.
2. Lamina propria
Setelah lamina propria terdapat lapisan kartilago, dimana pada lapisan ini
terdapat cincin tulang rawan hialin berbentuk C yang memperkuat dinding serta
mempertahankan lumen trakea tetap membuka.
Sistem mukosiliar adalah suatu sistem pertahanan aktif pada rongga hidung
terhadap bakteri, virus, jamur, ataupun partikel bahaya lain yang terhirup bersama
dengan udara. Mukosiliar sebagai pertahanan mekanis, dimana partikel ditangkap
pada permukaan epitel jalan napas kemudian dibersihkan dari traktus trakeobronkial
melalui pergerakan silia. Efektivitas dari sistem ini dipengaruhi oleh silia serta palut
lendir yang dihasilkan oleh sel goblet yang ada pada epitel dan kelenjar seromusinosa
submukosa. Komponen penting dari sistem mukosiliar, yaitu lapisan mucus berfungsi
menangkap partikel inhalasi dan pergerakan dari silia akan mengeluarkannya dari
saluran pernapasan, serta PCL (periciliary layer) yang menyediakan lingkungan yang
baik untuk silia bergerak.5
2.2 Trakeostomi
a. Trakeostomi darurat, yaitu dalam waktu yang segera dan persiapan sarana sangat
kurang.
b. Trakeostomi berencana, yaitu persiapan sarana cukup dan dapat dilakukan secara
baik.
a. Trakeostomi emergensi
b. Trakeostomi elektif
Saat ini mayoritas tindakan trakeostomi dilakukan secara elektif atau semi-
darurat. Trakeostomi elektif paling baik dilaksanakan diruang operasi dengan bentuan
dan peralatan yang adekuat.
c. Trakeostomi Dilatasi Perkutaneus
(3) untuk melindungi saluran pernafasan pada pasien yang memiliki resiko aspirasi
1. Tahun 1909 Chevalier Jackson menyebutkan suatu teknik trakeostomi yang mirip
dengan teknik trakeostomi surgikal yang modern.
2. Tahun 1955 Shelden dkk melaporkan suatu teknik trakeostomi yang disebut
trakeostomi dilatasional perkutan, yang dianggap lebih mudah, sebagai alternatif
tindakan trakeostomi surgikal berbagai teknik dan peralatan disempurnakan
dalam perkembangan tindakan ini.
6. Tahun 1990 Griggs dkk juga melaporkan suatu teknik yang disebut guide wire
dilating forceps (GWDF) pada 1990.
Persiapan alat Trakeostomi Dilatasi Perkutan sesuai pengalamn dan alat yang
tersedia di tempat operator bekerja. Secara umum yang perlu disiapkan meliputi
minor set khusus Trakeostomi Dilatasi Perkutan yaitu gaun operasi, lampu kepala,
sarung tangan, masker, tutup kepala), alat Trakeostomi Dilatasi Perkutan yaitu jarum
insersi, kateter fleksibel pemandu, dilator, kanul trakeostomi, alat untuk mengelola
jalan napas yaitu laringoskop, pipa endotrakeal, spuit balon, suksion, stetoskop,
ventilator dll).
Teknik ini dimulai dengan insisi kulit sepanjang 1.5-2 cm, 2 cm dibawah
kartialgo krikoid. Sepasang forsep mosquito digunakan untuk diseksi secara tumpul
sampai fasia pretrakea. Dengan menggunakan jari kelingking identifikasi tulang
rawan krikoid dan trakea. Jarum dengan kateternya ditusukkan, idealnya antara cincin
trakea kedua dan ketiga dan tindakan ini dapat dipantau dengan menggunakan
bronkoskopi yang telah dihubungkan ke kamera. Jarum kemudian ditarik, kawat
pemandu (J-Wire) kemudian dimasukkan kemudian kateter ditarik sepenuhnya dan
mempertahankan kawat pemandu dalam lumen trakea. Dilator Ciaglia kemudian
dimasukkan melalui kawat pemandu sampai dengan ukuran 38F. Kanul trakeostomi
kemudian dipasang dengan ukuran yang sama dengan dilator melaui kawat pemandu,
dan kawat pemandu kemudian dilepas. Kanul trakeostomi difiksasi dan cuff
dikembangkan. Roentgen thorak post operatif dilakukan untuk melihat adanya
komplikasi penumotorak dan pneumomediastinum.9
a. Conventional Device
PDT dapat dilakukan dengan laryngeal mask airway (LMA) jika operatornya:
yakin dengan prosedur ini. LMA dapat mengatasi masalah yang tidak disengaja
ekstubasi selama PDT karena diborgol secara stabil selama prosedur. Linstedt et al
berhasil menggunakan LMA untuk PDT dalam kohort 86 pasien bahkan jika pasien
membutuhkan reintubasi [8]. LMA juga dikaitkan dengan perlindungan yang lebih
baik dari bronkoskop dari tusukan yang tidak disengaja dan ke visualisasi trakea yang
lebih baik struktur. Namun, LMA tidak menawarkan ventilasi dan pertukaran gas
yang lebih baik dibandingkan dengan ETT konvensional. Linstedt dkk. melaporkan
penurunan oksigenasi yang serupa dan peningkatan PaCO2 saat menggunakan LMA
atau ETT. Baru baru ini meta-analisis membandingkan penggunaan LMA versus ETT
selama PDT dalam hal efektivitas dan keamanan. Meta-analisis ini mencakup delapan
studi terkontrol acak dan 467 PDT. Para penulis melaporkan tidak ada perbedaan
dalam mortalitas dan efek samping yang serius membandingkan LMA dengan ETT.
Namun, penggunaan LMA mengurangi durasi prosedur dan mengoptimalkan kondisi
visual PDT. Menurut pendapat kami, LMA mengurangi durasi PDT karena mungkin
cukup diposisikan di luar pita suara sedangkan ETT harus diposisikan ulang di antara
pita suara. Pemosisian ulang ETT yang benar mungkin memerlukan waktu untuk
menemukan posisi yang benar tanpa menghalangi bronkoskop, sedangkan LMA tidak
memiliki masalah ini. Kami menyarankan bahwa LMA harus digunakan selama PDT
oleh operator yang terampil dalam penggunaan rutinnya. Saat menggunakan LMA
untuk PDT, peralatan untuk intubasi segera harus tersedia di samping tempat tidur.
Tabung endotrakeal lumen ganda (DLET) untuk PDT baru-baru ini diusulkan
oleh Sastra. DLET dibagi di saluran atas, untuk penempatan bronkoskop, dan saluran
bawah khusus didedikasikan untuk ventilasi pasien. Lumen atas harus diposisikan
setinggi pita suara, sedangkan lumen bawah ke tingkat carina. Lumen bawah
memiliki bentuk elips untuk lebih bersandar pada dinding trakea posterior tanpa
mengambil terlalu banyak ruang trakea dan manset distal untuk diborgol pada carina.
PDT dengan DLET pada tempatnya dapat dibuat dengan langkah yang sama dari
PDT konvensional. Intubasi dengan DLET mungkin dicapai dengan aman dengan
penukar tabung yang tepat di bawah laringoskopi langsung. NS posisi yang benar dari
DLET dengan lumen atas pada tingkat pita suara dan lumen bawah di carina harus
diperiksa dengan bronkoskop. Setelah benar posisi DLET dikonfirmasi dan manset
distal mengembang, PDT harus dilakukan secara konvensional. DLET sekarang
tersedia untuk trakeostomi satu langkah dan untuk teknik forsep pelebaran kawat
pemandu, keduanya dengan kanula yang tepat. Pungsi dinding trakea anterior,
penyisipan Seldinger, dilatasi dan nulasi can dilakukan dengan DLET ditempatkan di
trakea. DLET telah diuji secara in vitro dan in vivo. Dalam model paru-paru, DLET
menunjukkan resistansi yang lebih rendah, menurut persamaan Rohrer, selama
peningkatan aliran kontinu. Persamaan Rohrer, Delta PETT = K1F + K2 VF 2 ,
menjelaskan sifat resistif dari ETT. DLET menunjukkan resistansi yang lebih rendah
ketika dibandingkan dengan ETT konvensional juga dalam fase inspirasi dan
ekspirasi dari ventilasi yang dikontrol volume. Hasil ini konsisten dengan fakta
bahwa DLET adalah perangkat pertama yang memungkinkan ventilasi independen
dari bronkoskopi. Dalam evaluasi in vitro lebih lanjut yang tidak dipublikasikan,
DLET dibandingkan dengan ETT menunjukkan resistensi yang lebih rendah juga
dalam pengaturan ventilasi yang dikontrol volume dengan saluran napas resistensi
dihitung sebagai penurunan tekanan / aliran di setiap ETT. Ventilasi yang dikontrol
volume diatur dengan Vt 500 mL, PEEP 5 cm H 2 O dan rasio inspirasi terhadap
ekspirasi 1:1 dan 1:2. Dalam evaluasi in vivo, DLET dapat digunakan dengan aman
untuk PDT tanpa komplikasi membatasi prosedur. Selanjutnya, penggunaan DLET
selama PDT menghasilkan pertukaran gas yang lebih stabil, tekanan jalan napas dan
ventilasi dibandingkan PDT dengan ETT konvensional. PDT dengan ETT
konvensional dikaitkan dengan perubahan gas menukarkan. Kaiser dkk. melaporkan
peningkatan 20 mmHg PaCO2 dan penurunan titik PH selama PDT dilakukan dengan
langkah tunggal Ciaglia dan forsep dilatasi Griggs teknik. Hasil yang sama
dilaporkan oleh Montcriol et al. membandingkan PDT rotasi dengan teknik forsep
dilatasi Griggs [ 13 ]. DLET tidak merusak gas pertukaran menjaganya agar tetap
stabil selama seluruh prosedur. Memang, PaO2 dan PaCO2 level tetap stabil di PDT
dengan DLET sementara sangat bervariasi dengan tren menuju asidosis respiratorik
dan hipoventilasi pada PDT dengan ETT. DLET dapat menambahkan keamanan
tambahan ke PDT. Menggunakan DLET selama PDT dapat memastikan kontrol jalan
napas menghindari risiko ekstubasi yang tidak disengaja dan perlindungan dari
saluran napas distal dan parenkim paru dari perdarahan dan aspirasi karena adanya
manset distal dan (2) dapat melindungi bronkoskop serat optik dari kerusakan gigi
akibat tusukan atau pelebaran yang tidak sesuai dengan adanya tabung bagian atas.
Dengan DLET terpasang, dinding trakea posterior terlindungi selama seluruh PDT.
a. Bronkhoskopi
b. Ultrasound
Kerugian dari teknik ini adalah pemilihan pasien sangat selektif untuk
keberhasilan tindakan ini, pasien dengan landmark tidak jelas, obesitas, koagulopati
atau adanya massa di leher merupakan pasien yang tidak dianjurkan, perlunya
seseorang yang terlatih dalam pelaksanannya untuk mencegah kemungkinan
komplikasi yang serius, membutuhkan lebih banyak tim terlatih dan peralatan
tambahan sehingga biayanya lebih besar.10
2.2.6 Perawatan Pasca Trakeostomi
Periode post operatif merupakan masa yang kritis terutama pada bayi dan
neonatus. Perawatan dan perhatian yang cermat sangat penting pada masa ini.
1. Humidifikasi
3. Penggantian kanul
Jika menggunakan kanul ganda, biasanya tidak perlu untuk mengganti kanul
luar. Indikasi penggantian kanul luar yaitu jika cuff telah rusak atau bila ditemukan
ukuran kanul yang lebih cocok untuk pasien. Penggantian kanul luar bukan tanpa
resiko dan dapat menimbulkan kecemasan bagi pasien. Indikasi penggantian kanul
luar adalah obstruksi kanul, perubahan posisi kanul, kerusakan cuff atau
ditemukannya ukuran kanul yang lebih cocok untuk pasien. Penggantian kanul luar
biasanya dilakukan pada hari ke 5-7 post operatif ketika traktus yang sempurna sudah
terbentuk. Anak kanul dalam biasanya dibersihkan dua kali sehari atau lebih sering
sesuai dengan kebutuhan untuk mencegah obstruksi.
4. Antibiotik profilaksis
Pengguanaan antibiotik hanya diindikasikan pada infeksi paru dan infeksi
spesifik lain dan setela dilakukan kultur dan sensitivity test.
5. Radiografi dada harus diambil untuk konfirmasi posisi ujung pipa. Pipa
dipertahankan selama 7 hari setelah itu ganti setiap 4 hari. Bila digunakan pipa metal,
pipa bagian dalam dapat sering diganti tanpa mengganti pipa utama.
7. Alat-alat untuk keadaan darurat harus selalu tersedia tidak jauh dari pasien, seperti:
a. Pipa trakeostomi yang baru dengan ukuran yang sama dan satu nomor lebih kecil.
b. Dilator trakea, speculum hidung dan laringoskop untuk anak yang dapat digunakan
untuk dilatasi stoma dan pemasangan pipa kembali.
d. Sungkup muka, laringoskop dan pipa endotrakeal. Jika pipa trakeostomi tidak
berhasil dimasukkan kembali, kadang-kadang dilupakan bahwa pasien dapat di
ventilasi melalui laring.
Pipa trakeostomi pada trakeostomi yang baru harus dipertahan 2 sampai 3 hari
sebelum diganti. Pada saat itu telah terbentuk saluran yang permanent, dan sedikit
sekali kemungkinan tidak dapat memasukkan pipa kembali. Mengganti pipa sebelum
2-3 hari dapat menyebabkan bahaya hilangnya lumen trakea. Mengganti pipa
trakeostomi pada bayi untuk pertama kali harus tersedia sebuah bronkoskop.
2.2.7 Denakulasi
Dekanulasi pada pasien dengan obstruksi jalan nafas atas yang akut dilakukan
jika jalan nafas sudah paten. Pada pasien dengan ventilasi mekanik yang lama,
dekanulasi dapat dilakukan bila : gas darah arteri stabil, hemodinamik stabil, tidak ada
infeksi yang aktif, PaC02 < 60 mmHg, tidak ada gangguan psikiatrik, tidak ditemukan
kelainan secara endoskopi atau jika ada stenosis, <30% dari jalan nafas, fungsi
menelan baik dan mampu untuk mengeluarkan secret.
Pipa trakeostomi jangan dibiarkan lebih lama dari waktu yang diperlukan,
terutama pada anak. Harus diangkat secepat mungkin untuk mengurangi timbulnya
trakeobronkitis, ulserasi trakea, stenosis trakea, trakeomalasi, dan fistula trakeokutan
menetap. Segera setelah keadaan pasien membaik, ukuran pipa trakeostomi diperkecil
sampai ukuran yang memungkinkan udara dapat memintas pipa menuju saluran nafas
bagian atas. Hal ini menolong menghindari ketergantungan fisiologik pada pipa yang
besar akibat menurunnya resistensi pernafasan. Kemudian pipa ditutup dan dinilai
apakah jalan nafas adekuat, kemampuan menelan dan mengeluarkan sekret. Jika pipa
dapat ditutup selama 8 – 12 jam, pipa dikeluarkan dan fistel trakeokutan ditutup.
Segera setelah dekanulasi, pasien harus diamati dengan ketat dan alat yang diperlukan
untuk mendapatkan jalan nafas kembali selalu harus tersedia.9
7. Stenosis subglotis
8. Trakeomalasia
KESIMPULAN
sebuah lubang ke dalam trakea untuk mengatasi obstruksi jalan nafas bagian atas atau
mempertahankan jalan nafas dengan cara menghisap lendir, atau untuk penggunaan
ventilasi mekanik yang kontinu. Trakeostomi dapat digunakan sementara yaitu jangka
pendek untuk masalah akut, atau jangka panjang biasanya permanen dan selang dapat
saluran pernafasan pada pasien yang memiliki resiko aspirasi dan pada pemasangan
kontraindikasi salah satunya dipasang pada bayi, infeksi pada lokasi insersi,
ini adalah metode yang lebih cepat dan tidak terlalu traumatis dan terkait dengan
komplikasi awal dan akhir yang lebih sedikit. Pada pasien yang sakit kritis,
Trakeostomi dilatasi perkutaneus dengan cepat menjadi metode yang
tetapi bisa juga terjadi perdarahan yang mengancam jiwa, hipoksia, dan obstruksi
jalan napas.
DAFTAR PUSATAKA