Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) TRAKEOSTOMI

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trakeostomi adalah operasi membuat jalan udara melalui leher langsung ke trakea untuk
mengatasi asfiksi apabila ada gangguan pertukaran udara pernapasan. Trakeostomi
diindikasikan untuk membebaskan obstruksi jalan napas bagian atas, melindungi trakea serta
cabang-cabangnya terhadap aspirasi dan tertimbunnya discharge bronkus, serta pengobatan
terhadap penyakit (keadaan) yang mengakibatkan insufisiensi respirasi. Perawatan pasca
trakeostomi besar pengaruhnya terhadap kesuksesan tindakan dan tujuan akhir trakeostomi.
Perawatan pasca trakeostomi yang baik meliputi pengisapan discharge,

Pemeriksaan periodik kanul dalam, humidifikasi buatan, perawatan luka operasi, pencegahan
infeksi sekunder dan jika memakai kanul dengan balon (cuff) yang high volume-low pressure
cuff sangat penting agar tidak timbul komplikasi lebih lanjut. Perawatan kanul trakea di
rumah sakit dilakukan oleh paramedis yang terlatih dan mengetahui komplikasi trakeostomi,
yang dapat disebabkan oleh alatnya sendiri maupun akibat perubahan anatomis dan fisiologis
jalan napas pasca trakeostomi. Selain itu, pasien juga harus mengetahui bagaimana cara
membersihkan dan mengganti kanul trakheostomi, agar pasien dapat secara mandiri menjaga
kesehatan tubuhnya, apabila pasien pulang dengan kanul trakhea masih terpasang. Dalam hal
ini peran perawat sangat penting sebagai educator dan role mode dalam perawatan mandiri
pasien trakheostomi. Oleh karena itu, pada makalah ini akan dijelaskan berbagai macam hal
mengenai trakheostomi.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan trakheostomi

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui definisi trakeostomi


2. Mengetahui fungsi dari trakeostomi
3. Mengetahui indikasi dilakukannya prosedur trakheostomi
4. Mengetahui kontraindikasi dilakukannya prosedur trakheostomi
5. Mengetahui klasifikasi dan jenis trakheostomi
6. Mengetahui penatalaksanaan pemasangan dan perawatan trakheostomi
7. Mengetahui komplikasi yang timbul dari penggunaan trakheostomi
8. Mengetahui asuhan keperawatan pada trakeostomi

1.3 Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan pada klien yang terpasang trakeostomi?

1.4 Manfaat

Manfaat disusunnya makalah ini adalah mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan
pada klien yang terpasang trakeostomi dengan tepat dan benar.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Trakea

Trakea merupakan tabung berongga yang disokong oleh cincin kartilago. Panjang trakea pada
orang dewasa 10-12 cm. Trakea berawal dari kartilago krikoid yang berbentuk cincin meluas
ke anterior pada esofagus, turun ke dalam thoraks di mana ia membelah menjadi dua bronkus
utama pada karina. Pembuluh darah besar pada leher berjalan sejajar dengan trakea di sebelah
lateral dan terbungkus dalam selubung karotis. Kelenjar tiroid terletak di atas trakea di setelah
depan dan lateral. Ismuth melintas trakea di sebelah anterior, biasanya setinggi cincin trakea
kedua hingga kelima. Saraf laringeus rekuren terletak pada sulkus trakeoesofagus. Di bawah
jaringan subkutan dan menutupi trakea di bagian depan adalah otot-otot supra sternal yang
melekat pada kartilago tiroid dan hioid.

2.2 Definisi

Trakeostomi adalah tindakan membuat stoma atau lubang agar udara dapat masuk ke paru-
paru dengan memintas jalan nafas bagian atas (adams, 1997). Trakeostomi merupakan
tindakan operatif yyang memiliki tujuan membuat jalan nafas baru pada trakea dengan
mebuat sayatan atau insisi pada cincin trakea ke 2,3,4.

Trakeostomi merupakan suatu prosedur operasi yang bertujuan untuk membuat suatu jalan
nafas didalam trakea servikal. Perbedaan kata – kata yang dipergunakan dalam membedakan
“ostomy” dan “otomy” tidak begitu jelas dalam masalah ini, sebab lubang yang diciptakan
cukup bervariasi dalam ketetapan permanen atau tidaknya. Apabila kanula telah ditempatkan,
bukaan hasil pembedahan yang tidak dijahit dapat sembuh dalam waktu satu minggu. Jika
dilakukan dekanulasi (misalnya kanula trakeostomi dilepaskan), lubang akan menutup dalam
waktu yang kurang lebih sama. Sudut luka dari trakea yang dibuka dapat dijahit pada kulit
dengan beberapa jahitan yang dapat diabsorbsi demi memfasilitasi kanulasi dan, jika
diperlukan, pada rekanulasi; alternatifnya stoma yang permanen dapat dibuat dengan jahitan
melingkar (circumferential). Kata trakeostomi dipergunakan, dengan kesepakatan, untuk
semua jenis prosedur pembedahan ini. Perkataan tersebut dianggap sebagai sinonim dari
trakeotomi.

2.3 Fungsi Trakeostomi

Fungsi dari trakheostomi antara lain:

1. Mengurangi tahanan aliran udara pernafasan yang selanjutnya mengurangi kekuatan


yang diperlukan untuk memindahkan udara sehingga mengakibatkan peningkatan
regangan total dan ventilasi alveolus yang lebih efektif. Asal lubang trakheostomi
cukup besar (paling sedikit pipa 7)
2. Proteksi terhadap aspirasi
3. Memungkinkan pasien menelan tanpa reflek apnea, yang sangat penting pada pasien
dengan gangguan pernafasan
4. Memungkinkan jalan masuk langsung ke trachea untuk pembersihan
5. Memungkinkan pemberian obat-obatan dan humidifikasi ke traktus respiratorius
6. Mengurangi kekuatan batuk sehingga mencegah pemindahan secret ke perifer oleh
tekanan negative intra toraks yang tinggi pada fase inspirasi batuk yang norma.

2.4 Indikasi dan kontraindikasi

2.4.1 Indikasi dari trakeostomi antara lain:

1. Terjadinya obstruksi jalan nafas atas


2. Sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fisiologis, misalnya pada
pasien dalam keadaan koma.
3. Untuk memasang alat bantu pernafasan (respirator).
4. Apabila terdapat benda asing di subglotis
5. Penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas ( misal angina ludwig), epiglotitis
dan lesi vaskuler, neoplastik atau traumatik yang timbul melalui mekanisme serupa
6. Obstruksi laring
1. karena radang akut, misalnya pada laryngitis akut, laryngitis difterika,
laryngitis membranosa, laringo-trakheobronkhitis akut, dan abses laring
2. karena radang kronis, misalnya perikondritis, neoplasma jinak dan ganas,
trauma laring, benda asing, spasme pita suara, dan paralise Nerus Rekurens

1. Sumbatan saluran napas atas karena kelainan kongenital, traumaeksterna dan interna,
infeksi, tumor.
2. Cedera parah pada wajah dan leher
3. Setelah pembedahan wajah dan leher

10. Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga mengakibatkan
resiko tinggi terjadinya aspirasi

11. Penimbunan sekret di saluran pernafasan. Terjadi pada tetanus, trauma kapitis berat,
Cerebro Vascular Disease (CVD), keracunan obat, serta selama dan sesudah operasi laring

2.4.2 Kontraindikasi dari trakheostomi antara lain :

Infeksi pada tempat pemasangan, dan gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol,
seperti hemofili.

2.5 Klasifikasi

2.5.1 Menurut letak insisinya, trakeostomi dibedakan menjadi

1. Trakeostomi elektif : Insisi horisontal


2. Trakeostomi emergensi : Insisi vertikal

2.5.2 Menurut waktu dilakukannya tindakan, trakeostomi dibedakan menjadi

1. trakeostomi darurat dan segera dengan persiapan sarana sangat kurang


2. trakeostomi berencana (persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan secara baik

2.4.3 Menurut lamanya pemasangan, trakheostomi dibagi menjadi

1. Tracheal stoma post laryngectomy: merupakan tracheostomy permanen. Tracheal


cartilage diarahkan kepermukaan kulit, dilekatkan pada leher. Rigiditas cartilage
mempertahankan stoma tetap terbuka sehingga tidak diperlukan tracheostomy tube
(canule).
2. Tracheal stoma without laryngectomy: merupakan tracheostomy temporer. Trachea
dan jalan nafas bagian atas masih intak tetapi terdapat obstruksi. Digunakan
tracheostomy tube (canule) terbuat dari metal atau Non metal (terutama pada
penderita yang sedang mendapat radiasi dan selama pelaksanaan MRI Scanning)

2.6 Penatalaksanaan

2.6.1 Jenis Tindakan Trakeostomi

1. Surgical trakeostomy

Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang operasi. Insisi
dibuat diantara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 4-5 cm.
1. Percutaneous Tracheostomy

Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat darurat. Dilakukan
pembuatan lubang diantara cincin trakea satu dan dua atau dua dan tiga. Karena lubang yang
dibuat lebih kecil, maka penyembuhan lukanya akan lebih cepat dan tidak meninggalkan scar.
Selain itu, kejadian timbulnya infeksi juga jauh lebih kecil.

1. Mini tracheostomy

Dilakukan insisi pada pertengahan membran krikotiroid dan trakeostomi mini ini
dimasukan menggunakan kawat dan dilator.

2.6.2 Jenis Pipa Trakeostomi

1. Cuffed Tubes

Selang dilengkapi dengan balon yang dapat diatur sehingga memperkecil risiko timbulnya
aspirasi.

1. Uncuffed Tubes

Digunakan pada tindakan trakeostomi dengan penderita yang tidak mempunyai risiko
aspirasi.

1. Trakeostomi dua cabang (dengan kanul dalam)

Dua bagian trakeostomi ini dapat dikembangkan dan dikempiskan sehingga kanul dalam
dapat dibersihkan dan diganti untuk mencegah terjadi obstruksi

1. Silver Negus Tubes

Terdiri dua bagian pipa yang digunakan untuk trakeostomi jangka panjang. Tidak perlu
terlalu sering dibersihkan dan penderita dapat merawat sendiri.

Fenestrated Tubes

Trakeostomi ini mempunyai bagian yang terbuka di sebelah posteriornya, sehingga penderita
masih tetap merasa bernafas melewati hidungnya. Selain itu, bagian terbuka ini
memungkinkan penderita untuk dapat berbicara.

2.6.3 Alat-Alat Trakeostomi


Alat yang diperlukan untuk melakukan trakeostomi adalah semprit yang berisi obat analgesia,
pisau, pinset anatomi, gunting panjang tumpul, sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting
kecil yang tajam serta kanul trakea dengan ukuran sesuai.

2.6.4 Teknik Trakeostomi

Pasien tidur terlentang, bahu diganjal dengan bantalan kecil sehingga memudahkan kepala
untuk diekstensikan pada persendian atalantooksipital. Dengan posisi seperti ini leher akan
lurus dan trakea akan terletak di garis median dekat permukaan leher. Kulit leher dibersihkan
sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik dan ditutup dengan kain steril. Obat anestetikum
disuntikkan di pertengahan krikoid dengan fossa suprasternal secara infiltrasi. Sayatan kulit
dapat vertikal di garis tengah leher mulai dari bawah krikoid sampai fosa suprasternal atau
jika membuat sayatan horizontal dilakukan pada pertengahan jarak antara kartilago krikoid
dengan fosa suprasternal atau kira-kira dua jari dari bawah krikoid orang dewasa. Sayatan
jangan terlalu sempit, dibuat kira-kira lima sentimeter.

Dengan gunting panjang yang tumpul kulit serta jaringan di bawahnya dipisahkan lapis demi
lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait tumpul sampai tampak trakea yang berupa pipa
dengan susunan cincin tulang rawan yang berwarna putih. Bila lapisan ini dan jaringan di
bawahnya dibuka tepat di tengah maka trakea ini mudah ditemukan. Pembuluh darah yang
tampak ditarik lateral. Ismuth tiroid yang ditemukan ditarik ke atas supaya cincin trakea jelas
terlihat. Jika tidak mungkin, ismuth tiroid diklem pada dua tempat dan dipotong ditengahnya.
Sebelum klem ini dilepaskan ismuth tiroid diikat keda tepinya dan disisihkan ke lateral.
Perdarahan dihentikan dan jika perlu diikat. Lakukan aspirasi dengan cara menusukkan jarum
pada membran antara cincin trakea dan akan terasa ringan waktu ditarik. Buat stoma dengan
memotong cincin trakea ke tiga dengan gunting yang tajam. Kemudian pasang kanul trakea
dengan ukuran yang sesuai. Kanul difiksasi dengan tali pada leher pasien dan luka operasi
ditutup dengan kasa.

Untuk menghindari terjadinya komplikasi perlu diperhatikan insisi kulit jangan terlalu pendek
agar tidak sukar mencari trakea dan mencegah terjadinya emfisema kulit.

2.7 Perawatan Trakeostomy

2.7.1. Perawatan trakeostomi meliputi:

1. Pembersihan secret atau biasa disebut trakeobronkial toilet,

2. Perawatan luka pada trakeostomi

3. Perawatan anak kanul


4. Humidifikasi untuk menjaga kelembapan

2.7.2 Tujuan Perawatan Trakeostomi

1. Untuk mencegah sumbatan pipa trakeostomi (Pluging)

2. Untuk mencegah infeksi

3. Meningkatkan fungsi pernafasan (ventilasi dan oksigenasi)

4. Bronkial toilet yang efektif

5. Mencegah pipa tercabut

2.7.3 Prosedur trakeobronkial Toilet

1. Jelaskan prosedur pada klien & keluarga sebelum memulai dan berikan ketenangan
selama pengisapan.
2. Siapkan alat – alat yang diperlukan
3. Cuci tangan
4. Hidupkan mesin suction (portable atau wall dengan tekanan sesuai kebutuhan)
5. Buka kit kateter pengisap
6. Isi kom dengan normal salin
7. Ventilasi klien dengan bagian resusitasi manual dan aliran oksigen yang tinggi.
8. Kenakan sarung tangan pada kedua tangan ( steril )
9. Ambil kateter pengisap dengan tangan non dominan dan hubungkan ke pengisap
10. Masukkan selang kateter sampai pada karina tanpa memberikan isapan, untuk
menstimulasi reflek batuk
11. Beri isapan sambil menarik kateter, memutar kateter dengan perlahan 360 derajat
tanpa menyentuh lapisan mucus saluran napas (lakukan pengisapan maksimal 10-15
detik karena pasien dapat hipoksia)
12. Reoksigenasikan dan inflasikan paru pasien selama beberapa kali nafas
13. Ulangi 4 langkah sebelumnya sampai jalan nafas bersih.
14. Bilas kateter dg normal salin antara tindakan pengisapan
15. Hisap kavitas orofaring setelah menyelesaikan pengisapan trakea
16. Bilas selang pengisap
17. Buang kateter, sarung tangan ke dalam tempat pembuangan kotor.

2.7.4 Prosedur Perawatan Luka Trakeostomy

a. Tujuan : Untuk mencegah infeksi

b. Persipan Alat dan Bahan


1. Pinset anatomis dan cirurgis
2. Sarung tangan
3. Asa minimal 3
4. Kom/mangkuk kecil
5. NaCL 0.9%
6. Gunting perban
7. Antibiotik
8. Bengkok
9. Perlak

10. Tali trakeostomy

c. Persiapan Pasien

1. Pasien dberi tahu tentang tindakanyang akan dilaksanakan

2. Mengatur posisi yang nyaman

1. Prosedur Kerja
1. Mencuci tangan dengan menggunakan sabun atau larutan anti septik
2. Pemasangan perlak
3. Pasang sarung tangan
4. Angkat kasa dari luka
5. Kaji kondisi luka
6. Bersihkan luka dengan NaCL 0,9 % dari pusat luka kea rah luar
7. Keringkan luka dengan kasa steril yang lembut
8. Berikan obats esuai indikasi
9. Tutup luka dengan kasa steril dan paten (hindari luka dari serabut-serabut
kasa)

2.7.5 Perawatan Anak Kanul

1. Perawatan Pasca Operasi

Adanya kanul di dalam trakea yang merupakan benda asing akan merangsang
pengeluaran discharge. Discharge ini akan keluar bila penderita batuk, pada saat dilakukan
pengisapan atau pada saat penggantian anul. Pengeluaran discharge dengan jalan
membatukkan pada penderita dengan trakeostomi tidak seefektif pada rang normal, karena
penderita tidak dapat menutup glotis untuk menghimpun tekanan yang tinggi, sehingga perlu
dilakukan pengisapan. Beberapa jam pertama pasca bedah, dilakukan pengisapan discharge
tiap 15 menit, elanjutnya tergantung pada banyaknya discharge dan keadaan penderita.
Pengisapan discharge dilakukan dengan kateter pengisap yang steril dan disposable. Pada
saat pengisap dimasukkan ke dalam trakea, jangan diberi tekanan negatif, begitu pula antara
pengisapan harus diberi periode istirahat agar udara paru tidak terlalu banyak terisap, dengan
demikian residual volume tidak banyak berkurang. Setelah ujung pengisap sampai di
bronkus, dilakukan pengisapan perlahan-lahan sambil memutar kanul pengisap. Jika kanul
trakea mempunyai kanul dalam, kanul dalamnya dikeluarkan terlebih dahulu. Kanul dalam
ini harus sering diangkat dan dibersihkan.
Lore (1973) menganjurkan memakai pengisap terkecil yang dapat melakukan
pengisapan dengan adekuat, sedang Feldman dan Crawley (1971) memakai kateter pengisap
steril dan non traumatik yang penampangnya kurang dari separuh penampang trakea.
Sebelum melakukan pengisapan, sebaiknya penderita diberi oksigen selama 2-3 menit. Bila
didapatkan sekret yang kental, teteskan larutan garam fisiologis terlebih dahulu. Dengan
adanya trakeostomi, fungsi humidifikasi yang sebelumnya dilakukan oleh saluran napas
bagian atas menghilang. Untuk itu menggantikannya perlu dilakukan humidifikasi buatan.

2. Perawatan Mandiri Pasca operasi

Pasca trakeostomi penderita akan diberi petunjuk oleh dokter atau paramedis perihal
erawatan kanul trakeostomi. Petunjuk untuk penderita ini tergantung pada keadaan penderita
saat dari rumah sakit.

1. Petunjuk umum

Belajarlah merawat sendiri kanul trakeostomi atas tanggung jawab sendiri. Jika tergantung
pada seseorang saat melakukan hal itu, mungkin akan bermasalah. Peralatan hendaknya
tersedia setiap saat melakukan perawatan kanul; lakukan setiap hari seperti menyikat gigi
atau menyisir rambut. Kulit sekitar kanul dipelihara kebersihannya dengan air sabun,
menggunakan lap atau kasa perban. Krusta diangkat dengan kapas aplikator yang dimasukkan
ke dalam perhidrol. Pastikan tidak ada air memasuki stoma, dan hati-hati membersihkan kulit
di sekitar kanul. Jika mengalami kesulitan bernapas atau pernapasan menjadi berbunyi,
mungkin telah terdapat krusta atau mukus di dalam kanul. Angkatlah kanul dalam dan
bersihkan. Jika ditemukan krusta dari mukus tebal yang sering terbentuk di dalam kanul,
paling baik membersihkannya dengan memakai kasa basah di atas kanul. Jika udara rumah
kering, mungkin diperlukan pelembab (bukan vaporizer).

1. Membersihkan kanul dalam

Alat yang perlu disediakan ialah botol kecil, kasa perban, penjepit, panci bergagang,
saringan, dan cairan penggosok perak. Cara membersihkan kanul dalam, sebagai berikut:

1). Buatlah larutan sabun di dalam botol.

2). Angkat kanul dalam dengan cara pertama-tama putar kait kecil pengunci kanul dalam dan
kemudian tarik kanul dalam ke luar.

3). Cuci kanul dalam dengan air dingin dan kemudian rendam untuk beberapa menit di dalam
cairan sabun.

4). Bersihkan bagian dalam kanul dalam dengan kasa yang salah satu ujungnya diikatkan
pada suatu tempat (Gb. 1). Gunakan penjepit untuk membantu menarik kasa melalui kanul.
Tarik kanul dalam ke belakang, ke depan dan seterusnya sekeliling kasa yang diikatkan
sampai bagian dalam kanul dalam bersih.

5). Setelah kanul dalam bersih, cuci dengan baik memakai air dingin yang mengalir.

6). Jika kanul dari perak telah memudar, rendam di dalam cairan pembersih perak untuk
beberapa menit, kemudian bersihkan dan cuci.
7). Goyangkan kanul dalam untuk mengangkat tetesan air. Masukkan kanul dalam ke
tempatnya dan putar kait kecil pengunci untuk mengunci pada tempatnya.

8). Minimal sekali sehari didihkan kanul dalam setelah dibersihkan.

1. Merebus kanul dalam

Tahapan untuk merebus kanul dalam ialah :

1). Tempatkan kanul dalam bersih pada saringan dan tempatkan saringan pada panci
tergagang

2). Isi panci dengan air secukupnya untuk merendam kanul dalam

3). Setelah air mendidih, didihkan kanul dalam selama 5 menit.

4). Angkat saringan dari panci bergagang, tuangkan air dari panci, dan tempatkan kembali
saringan dalam panci.

5). Biarkan kanul dalam dingin untuk beberapa menit sebelum dimasukkan ke dalam kanul
luar

Logam bahan pada kanul perak sangat lunak, oleh karena itu dapat tergores atau bengkok
dengan mudah, oleh karena itu tidak boleh dicoba untuk digores; krusta dapat diangkat
dengan merendamnya. Tidak boleh digunakan penggosok kasar untuk membersihkan kanul
dalam. Biasanya, kanul dalam dan luar dibuat secara spesifik agar cocok satu dengan yang
lain, bahkan kanul dalam tidak akan saling tertukar dengan yang lain. Kanul plastik dapat
dibersihkan dan dididihkan dengan cara yang sama seperti halnya kanul perak.

1. Cara mengganti kanul trakeostomi

Petunjuk khusus dari dokter dan perawat diperlukan sebelum penderita mengganti kanul
trakeostominya. Adanya lubang pada anterior leher yang secara langsung berhubungan
dengan trakea, menyebabkan kanul trakeostomi dapat dimasukkan dengan mudah. Untuk
mengangkat kanul trakeostomi, pita trakeostomi dibuka lebih dahulu, pelindung atau
permukaan lempeng kanul trakeostomi dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk, kemudian
ditarik ke arah anterior dan posterior. Kanul harus bersih dengan pita trakeostomi telah
terpasang, dan siap untuk dimasukkan sebelum pengangkatan kanul trakeostomi. Salep
dioleskan sangat tipis pada permukaan luar kanul rakeostomi

untuk mempermudah memasukkannya. Pita trakeostomi yang digunakan pada kanul dapat
satu atau dua untai.

Pada saat memasukkan kanul trakeostomi, penderita melihatnya melalui cermin dan pegang
tiap sisi lempeng permukaan kanul dengan ibu jari dan jari telunjuk. Kanul trakeostomi akan
eluncur ke dalam dengan tekanan ke arah dalam secara halus. Di samping itu, hal yang
penting ialah bahwa kanul dimasukkan segera setelah kotoran yang melekat pada kanul
dibersihkan. Setelah kanul trakeostomi terpasang di tempatnya dan pita trakeostomi diikat,
tempatkan kasa di atas kanul.

1. Cara menghisap

Banyaknya discharge mukus bervariasi. Mukus ini akan meningkat jumlahnya jika penderita
dingin, jika udara dalam rumah kering, atau jika kanul teriritasi. Penghisapan mungkin
diperlukan untuk mengontrol mukus. Mesin penghisap yang mudah dibawa dapat dipinjam
dari rumah sakit dengan petunjuk penggunaannya. Kateter karet tidak boleh dimasukkan
sampai melewati ujung dalam kanul trakeostomi, kecuali jika ada instruksi khusus untuk
melakukannya dari dokter. Jika mesin penghisap tidak didapat, semprit steril atau kateter
yang dapat dibeli di toko obat atau apotik bisa digunakan sebagai penghisap.

Cara melakukan :

1). Siapkan alat-alat.

2). Pegang kateter dengan salah satu tangan dan balon karet pada semprit dengan tangan
yang lain.

3). Tekan balon karet sebelum kateter dimasukkan ke dalam kanul trakeostomi, untuk
mengeluarkan udara di dalamnya.

4). Lepaskan balon karet, mukus akan terhisap ke dalam kateter dan semprit.

5). Bersihkan alat-alat dengan air sabun. Peralatan tersebut sering dididihkan untuk
memelihara kebersihannya

2.7.6 Humidifikasi

Humidifikasi adalah proses penambahan air ke dalam gas. Suhu adalah factor yang
paling penting dalam mempengaruhi jumlah uap air yang dapat dikandung gas. Presentase air
dalam gas, terkait dengan kapasitasnya untuk mengangkut air, merupakan klembaban
relative. Udara atau oksigen dengan kelembaban relative yang tinggimembuat jalan nafas
tetap lembab dan membantu melepaskan sekresi dan dikeluarkan dari paru.

Humidifikasi diperlukan bagi klien yang menerima terapi oksigen. Oksigen yang dimasukkan
kedalam jalan nafas bagian atas dapat dilembabkan dengan menginsersi kateter ke dlaam air
sehingga menghasilkan udara(bubbling). Umumnya humdifikasi ditambahkan saat kecepatan
aliran oksigen melebihi 4L/menit.

Untuk pemasangan alat pelembab, hal yang perlu diperhatikan perawat adalah memastikan
bahwa alat tersebut menggunakan salin steril untuk inhalasi dan bahwa larutan diganti sesuai
prosedur. Humidifikasi dapat menjadi sumber infeksi nosokomial pada klien karena
lingkungan yang lembab mendukung prtumbuhan mikroorganisme patogen.

Dengan adanya trakeostomi, fungsi humidifikasi yang sebelumnya dilakukan oleh saluran
napas bagian atas menghilang. Untuk itu menggantikannya perlu dilakukan humidifikasi
buatan. Cara-cara untuk humidifikasi udara inspirasi di antaranya ialah:
a). Condensor humidifier. Alat ini dipasang pada kanul

trakea. Pada waktu ekspirasi, uap air mengembun pada lempeng-lempeng metal dari
kondensor. Kekurangan alat ini ialah jika terjadi penimbunan discharge pada alat tersebut
fungsinya akan berkurang. Alat ini harus diganti setiap 3 jam.

b). Dengan melewatkan udara inspirasi melalui reservoir berisi air yang secara teratur
dipanaskan dengan termostat. Alat ini relatif lebih efisien. Bila penderita bernafas spontan,
campuran gas ditiupkan melalui suatu T-piece atau melalui kotak plastik yang dilubangi.

c). Dengan menambahkan tetesan-tetesan air yang halus pada udara inspirasi. Efektifitas
tetesan ini tergantung pada jumlah tetesan dan kelembaban relatif udara inspirasi.

d). Secara sederhana humidifikasi dapat dikerjakan dengan menaruh lembaran kasa yang
telah dibasahi di depan mulut kanul. Kasa tersebut diikatkan pada leher dan harus diganti
sesering mungkin

2.8 Komplikasi

2.8.1 Waktu tindakan operasi

1. Perdarahan
2. Cardiac arrest
3. Perforasi
4. Emboli udara
5. Ruptur pleura servikalis
6. Apneu
7. Sumbatan darah / sekret

2.8.2 Setelah operasi

1. Infeksi
2. Perdarahan
3. Sumbatan kanul
4. Pergeseran stenosis
5. Pembentukan jar. granulasi
6. Aspirasi, atelektasis
7. Pneumotoraks
8. Pipa trakeostomi tercabut
9. Emfisema subkutis

2.8.3 Komplikasi Jangka panjang

1. Obstruksi jalan nafas atas


2. Infeksi
3. Fistula trakeoesofagus
4. Stenosis trakea
5. Iskemia atau nekrosis trakea

2.9 Indikasi Pelepasan Trakeostomi

Indikasi utama pelepasan trakeostomi adalah jika klien menunjukkan kondisi atau
kemampuan paru yang adekuat. Kondisi paru yang membaik ditandai dengan :

1. Hasil rontgen baik, tidak terdapat bercak putih pada paru.


2. Gejala klinis penyakit yang diderita klien berkurang atau tidak ada.
3. Tidak terdapat infeksi lanjutan.
4. Tanda-tanda vital klien normal.

2.10 WOC

download : WOC TRAKEOSTOMI

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Tuan A umur 45 thaun sehari-hari bekerja sebagai nelayan, didiagnosa Ca Nasofaring


stadium 2. Dua hari tealah terpasang trakeostomy, keluhan saat ini sesak dan gelisah serta
terlihat menarik diri dari interaksi sosial.

Askep kasus:

Pengkajian

Anamnesa:

1. Identitas pasien

 Nama : Tuan A
 TTL : Surabaya , 19-06-1965
 Alamat : Jl. Cucut 76
 Usia : 45 Tahun
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Pekerjaan : nelayan
 Nama Ayah/Ibu : Mr. M / Mrs. W
 Pekerjaan Istri : buruh cuci
 Agama : Islam
 Suku bangsa : Jawa
 Pendidikan terakhir : SD
 Diagnosa : Ca. Nasofaring

2. Keluhan Utama :

Keluhan utama yang di rasakan sesak dan gelisah

3. Riwayat Penyakit Sekarang :

Tuan A merasakan sesak, merasa malu saat menemui orang lain karena tidak
berbicara dengan normal.

4. Riwayat penyakit keluarga : -

5. Riwayat penyakit masa lalu : -

Pemeriksaan Fisik:

1. B1 (Breath) : kesulitan bernafas, batuk (mungkin gejala yang ada), riwayat trauma
dada
2. B2 (Blood) : takikardia, frekuensi tak teratur. TD hiper/hipotensi
3. B3 (Brain) : dizziness, cemas
4. B4 (Bladder) : -
5. B5 (Bowel) : nafsu makan turun, BB turun, Pasien lemah
6. B6 (Bone): malaise

Pemeriksaan focus klien dengan trakeostomy :

1. Tanda-tanda vital
2. Bukti adanya hipoksia
3. Frekuensi dan pola pernafasan
4. Bunyi nafas
5. Status neurologis
6. Volume tidal, ventilasi semenit, kapasitas vital kuat
7. Kebutuhan pengisapan
8. Upaya ventilasi spontan klien
9. Status nutrisi
10. Status psikologis

Pemeriksaan Diagnostik yang perlu dilakukan pada klien dengan trakeostomi yaitu :

1. Pemeriksaan fungsi paru


2. Analisa gas darah arteri
3. Kapasitas vital paru
4. Kapasitas vital kuat
5. Volume tidal
6. Inspirasi negative kuat
7. Ventilasi semenit
8. Tekanan inspirasi
9. Volume ekspirasi kuat
10. Aliran-volume
11. Sinar X dada
12. Status nutrisi / elektrolit.

3.2 Analisa Data

Data Etiologi Masalah


DS: Trakeostomy Bersihan jalan nafas tidak
efektif
DO: RR menurun, pola nafas
tidak teratur, pucat,
ketidaknormalan frekuensi, Akumulasi secret pada jalan
irama dan kedalaman nafas, jalan nafas yang menjadi
hipoksia, tachycardia, tekanan daerah insisi trakeostomy
O2 dan CO2 menurun. Pada
lapangan paru bawah bilateral
terdapat bercak-bercak nodular
Jalan nafas terganggu

Bersihan jalan nafas tidak


efektif

DS : Trakeostomy Resiko infeksi

DO : klien terpasang
trakeostomi
insisi trakeostomy

kondisi daerah insisi yang


tidak bersih
kuman, bakteri berkembang

resiko infeksi
DS : Klien tidak bisa Trakeostomy Gangguan komunikasi verbal
mengeluarkan suaranya saat
mencoba bicara

DO: suara klien tidak Daerah insisi trakeostomy


terdengar. Hanya terdengar
suara hembusan. Klien
berkomunikasi dengan isyarat
Membuka saluran baru yang
dilalui udara sebelum pita
suara

Suara yang dihasilkan tidak


bisa sampai menggetarkan pita
suara

Suara tidak keluar

Gangguan komunikasi verbal


DS : - Trakeostomy Gangguan citra tubuh

DO: klien menjadi sangat


murung, pendiam dan terlihat
membatasi diri Gangguan komunikasi dengan
orang lain

Merasa berbeda dengan orang


lain

Rendah diri
Gangguan citra tubuh

Diagnosa

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret

Tujuan : Tidak ada sekret pada jalan nafas

Kriteria hasil : Ronchi dan wheezing tidak terdengar

Intervensi Rasional
1. Mengauskultasi paru setiap 4 jam 1. Jika ditemukan crackles dan wheezing
2. Menganjurkan klien untuk tarik nafas dapat mengintrepretasikan adanya
dalam dan batuk sekret pada jalan nafas
3. Melakukan fisioterapi nafas jika tidak 2. Pasien dapat mengeluarkan sekret
ada kontraindikasi dengan tarik nafas dalam dan batuk
4. Membersihkan trakheostomy tube tanpa suctioning
klien sesuai dengan kebutuhan. 3. Untuk membantu pasien
Berdasarkan jumlah akumulasi secret mengeluarkan sekret dengan batuk
5. Melakukan suctioning bila perlu 4. Dengan membersihkan trakheostomy,
6. Melakukan nebulizing menghindari terjadinya penumpukan
sekret dan agar jalan nafas bersih
5. Suctioning membersihkan jalan nafas
dari sekret
6. Nebulizer membantu untuk
mengencerkan secret sehingga lebih
mudah untuk dikeluarkan

1. Resiko infeksi berhubungan dengan pembuatan saluran nafas baru dari mekanisme
pertahanan respirasi.

Tujuan : Memperkecil adanya infeksi sehingga kemungkinan komplikasi tidak ada

Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi

Intervensi Rasional
1. Cuci tangan sebelum melakukan
prosedur
2. Monitor dan laporkan adanya tanda-
tanda infeksi, misalnya demam,
penurunan RR (Respiratory Rate), dahak
kental, peningkatan jumlah sel darah
merah
3. Jaga pemaparan trakheostomy terhadap
benda asing
4. Gunakan teknik steril dalam melakukan
perawatan trakheostomi dan suctioning
5. Anjurkan untuk diet tinggi kalori tinggi
protein
1. Dengan tangan yang bersih saat
melakukan prosedur,
memperkecil kemungkinan
terjadinya infeksi
2. Mengidentifikasi adanya infeksi
dan memperkecil komplikasi
3. Pemaparan terlalu sering pada
trakheostomy mengakibatkan
pneumonia
4. Agar mikroorganisme tidak dapat
masuk ke jalan nafas
5. Untuk meningkatkan sistem imun

1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan terpasangnya trakheostomy tube

Tujuan : Klien mampu berkomunikasi

Kriteria hasil : Interaksi sosial klien berkembang

Intervensi Rasional
1. Beri kesempatan klien untuk
berkomunikasi
2. Amati gerak non verbal klien
3. Sediakan kertas dan bolpoin jika pasien
lemah tidak mampu berbicara banyak
4. Ajarkan pada pasien yang terpasang
trakheostomi tentang cara menutup
lubang trakheostomi dengan jari yang
bersih atau tutup yang khusus jika ingin
berbicara
1. Memberikan klien untuk
mengungkapkan apa yang klien
butuhkan
2. Gerak non verbal
mengintepretasikan perasaan
klien
3. Pasien bisa berkomunikasi
dengan menulis di kertas jika
lemah
4. Menutup jalur masuknya udara
melalui trakheostomi maka
pasien dapat berbicara

1. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan terpasangnya trakheostomy tube

Tujuan : Mengembalikan kepercayaan diri klien

Kriteria hasil : Klian tidak lagi merasa harga dirinya rendah

Intervensi Rasional
1. Kaji perasaan klien terhadap
trakheostomi yang terpasang pada
dirinya
2. Dekati pasien dengan komunikasi
teraupetik
3. Minta pasien untuk mengungkapkan
perasaannya saat dipasang trakheostomi
4. Bantu pasien untuk menemukan cara
yang efektif untuk mengatasi
penampilan trakheostomi agar tidak
mengganggu pandangan
1. Pengkajian adalah hal dasar
sebelum menentukan perawatan
2. Untuk meningkatkan sikap
kooperatif klien
3. Untuk mengetahui masalah yang
dialami klien agar mudah
menemukan solusi
4. Dapat meningkatkan harga diri
pasien

BAB II

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Trakeostomi merupakan suatu prosedur operasi yang bertujuan untuk membuat suatu jalan
nafas didalam trakea servikal. Perbedaan kata – kata yang dipergunakan dalam membedakan
“ostomy” dan “otomy” tidak begitu jelas dalam masalah ini, sebab lubang yang diciptakan
cukup bervariasi dalam ketetapan permanen atau tidaknya.

Terdapat 2 macam tracheostomy

1. Tracheal stoma post laryngectomy: merupakan tracheostomy permanen. Tracheal


cartilage diarahkan kepermukaan kulit, dilekatkan pada leher. Rigiditas cartilage
mempertahankan stoma tetap terbuka sehingga tidak diperlukan tracheostomy tube
(canule).
2. Tracheal stoma without laryngectomy: merupakan tracheostomy temporer. Trachea
dan jalan nafas bagian atas masih intak tetapi terdapat obstruksi. Digunakan
tracheostomy tube (canule) terbuat dari metal atau Non metal (terutama pada
penderita yang sedang mendapat radiasi dan selama

4.2 Saran

Setelah membaca makalah kami ini, kami berharap kepada pembaca, khususnya pada
mahasiswa keperawatan dapat lebih memahami lebih dalam mengenai pemasangan
trakeostomy.

DAFTAR PUSTAKA

Somantri, Irman. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. 2008. Jakarta : Salemba Medika.

Doenges, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. 2000. Jakarta : EGC

Davis, FA. Understanding Respiratory System. 2007.

Anda mungkin juga menyukai