Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MATA KULIAH : KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“PROSEDUR PERAWATAN TRAKEOSTOMI DAN TEKNIK LATIHAN


NAFAS PASIEN POST COVID, TEKNIK PRONING”

oleh :
Ropinta Dame Pandiangan
205070200111047

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang

Trakeostomi merupakan suatu tindakan membuat lubang terbuka pada


trakea. Trakeostomi pertama kali dilakukan sekitar 5000 tahun yang lalu oleh
bangsa Yunani. Tahun 1909 Chevalier Jackson melakukan suatu tindakan yang
mirip dengan trakeostomi. Trakeostomi dapat dilakukan untuk memastikan jalan
napas yang aman dan nyaman pada pasien. Meskipun ada komplikasi, termasuk
kematian terkait dengan trakeostomi, namun pengerjaannya sekarang menjadi
umum dilakukan. Perkembangan trakeostomi dengan teknik tertentu seperti teknik
perkutan di samping tempat tidur pasien telah mengurangi kebutuhan pasien untuk
harus ke ruang operasi dan menurunkan biaya pengobatan, yang menyebabkan
peningkatan insidensi dilakukannya trakeostomi. Tindakan trakeostomi dini telah
dianjurkan untuk mempersingkat masa penggunaan ventilasi mekanik.Manfaat
trakeostomi daripada menggunakan intubasi endotrakeal termasuk mengurangi
cedera laring langsung, meningkatkan kenyamanan, dan meningkatkan aktivitas
kehidupan sehari-hari seperti mobilitas dan makan.
Sebagai upaya untuk latihan nafas post COVID-19 diperlukan terapi
konvensional medis non farmakologi. Manajemen untuk mengatasi sesak nafas
dapat dibagi menjadi 2, yaitu manajemen farmakologi dan manajemen non
farmakologi. Latihan nafas untuk pasien post covid agar dapat menjaga jaringan
paru-paru yang telah terpapar oleh COVID-19 dapat dilakukan dengan latihan
yang sederhana dan aman. Peran latihan pernapasan untuk menjaga
pengembangan paru-paru, konservasi energi (hemat energi) saat bernapas atau
beraktivitas serta untuk mempertahankan kebugaran di masa pandemik COVID-
19 ini sangat penting. Latihan pernapasan yang diberikan terdiri dari rangkaian
latihan untuk mengatur ritme pernapasan, latihan pengembangan dada yang
mengaktivasi otot-otot penyangga rongga dada atau dinding dada, serta latihan
otot pernapasan utama (latihan diafragma).
COVID-19 disebabkan oleh virus SARS-Cov-2 yang menyebabkan
gejala utama berupa demam, batuk, dada sesak dan dispnea. Penderita COVID-19
yang sakit kritis dan perlu ditransfer ke ICU adalah penderita yang
mengalami sakit berat yang ditandai dengan dispnea disertai dengan
hipoksemia. Kondisi tersebut sangat memungkinkan penderita mengalami
penurunan saturasi oksigen dan kegagalan multi organ. Posisi pronasi dapat
meningkatkan oksigenasi dengan pencapaian SpO2 rata- rata meningkat dari
94% menjadi 98%. Perawatan suportif yang saat ini sedang banyak
dilakukan untuk pasien COVID-19 adalah posisi pronasi. Posisi prone akan
menyebabkan terjadinya homogenitas dari aleveolar paru, sehingga tidak
terjadi hiperinflasi di daerah ventral paru dan kolaps pada bagian dorsal
paru. Dengan menggunakan posisi prone rekruitmen oksigen oleh paru pada
daerah dorsal meningkat sehingga saturasi oksigen dalam tubuh akan
meningkat.
I.2 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.Mahasiswa mampu memahami Prosedur Perawatan Trakeostomi
2.Mahasiswa mampu memahami Teknik Latihan Nafas Pasien Post Covid
3.Mahasiswa mampu memahami Teknik Proning

I.3 Manfaat
Adapun manfaat pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Makalah ini diharapkan dapat digunakan menjadi sumber data mengenai Prosedur
Perawatan Trakeostomi dan Teknik Latihan Nafas Pasien Post Covid, Teknik
Proning
2. Manfaat Praktis
a. Makalah ini dapat digunakan sebagai salah satu sumber bahan ajar mengenai
Prosedur Perawatan Trakeostomi dan Teknik Latihan Nafas Pasien Post Covid,
Teknik Proning
b.Makalah ini dapat digunakan sebagai pemenuhan terhadap tugas KMB.
BAB II
ISI
2.1 Prosedur Perawatan Trakeostomi
Trakeostomi adalah prosedur pembedahan dengan memasang slang
melalui sebuah lubang ke dalam trakea untuk mengatasi obstruksi jalan nafas
bagian atas atau mempertahankan jalan nafas dengan caramenghisap lendir, atau
untuk penggunaan ventilasi mekanik yang kontinu. Trakeostomi dapat digunakan
sementara yaitu jangka pendek untuk masalah akut, atau jangka panjamg biasanya
permanen dan slang dapat dilepas (Marelli,2008:228) Trakeostomi adalah
prosedur dimana dibuat lubang ke dalam trakea. Ketika selang indweling
dimasukkan ke dalam trakea, maka istilah trakeostomi digunakan (Smeltzer dan
Bare,2013:653). Pada awalnya trakeostomi sering dilakukan dengan indikasi
sumbatan jalan napas atas, namun saat ini sejalan dengan kemajuan unit
perawatan intensif, trakeostomi lebih sering dilakukan atas indikasi intubasi lama
(prolonged intubation) dan penggunaan mesin ventilasi dalam jangka waktu lama.
(Dina,2015) Keputusan untuk melakukan trakeostomi pada umumnya dapat
dilakukan dalam waktu 7 hari dari intubasi.(Charles,2010).

2.1.1 Tujuan
1:. Menjaga keutuhan jalan nafas.
2. Mencegah infeksi
3. Mencegah kerusakan integritas kulit sekitar trakheostomi

2.1.1 Manfaat
Menurut Charles (2010) Trakeostomi memiliki kelebihan apabila
dibandingkan dengan intubasi endotrakeal jangka panjang antara lain:
a. Meningkatkan kenyamanan pasien
b. Kebersihan rongga mulut
c. Kemampuan untuk berkomunikasi
d. Kemungkinan makan secara oral serta perawatan yang lebih mudah
dan aman
e. Memiliki potensi untuk menurunkan penggunaan obat sedasi dan
analgesic sehingga dapat menfasilitasi proses penyapihan dan menghidari
pneumonia akibat ventilator mekanik.

2.1.2 Indikasi
Menurut novialdi dan surya (2009). Indikasi dasar trakeostomi
secara garis besar adalah :
a. Pintas (bypass) Obstruksi jalan nafas atas
b. Membantu respirasi untuk periode yang lama
c. Membantu bersihan sekret dari saluran nafas bawah
d. Proteksi traktus trakeobronkhial pada pasien dengan resiko aspirasi
e. Trakeostomi elektif, misalnya pada operasi bedah kepala leher
sehingga memudahkan akses dan fasilitas ventilasi.
f. Untuk elektif, misalnya pada operasi bedah kepala leher
g. Untuk mengurangi kemungkinan timbulnya stenosis subglotis.
Indikasi trakeostomi di ICU menurut Charles (2010) antara lain:
a. Mencegah obstruksi jalan nafas atas karena tumor, pembedahan,
trauma, benda asing, atau infeksi
b. Untuk mencegah kerusakan laring di jalan nafas karena intubasi
endotrakeal yang berkepanjangan
c. Untuk memudahkan akses ke jalan nafas untuk melakukan
pengisapan dan pengangkatan sekresi
d. Untuk menjaga jalan napas yang stabil pada pasien yang membutuhkan
dukungan ventilasi mekanis atau oksigenasi prolonged

2.1.3
Kontraindikasi absolut untuk trakeostomi adalah infeksi jaringan lunak leher atau
gangguan anatomis, walaupun jarang ditemukan. Distres pernapasan berat dengan
hipoksemia refrakter dan hiperkapnia dapat dianggap sebagai kontraindikasi
relatif. Gangguan hematologi dan koagulasi sering dianggap sebagai
kontraindikasi untuk trakeostomi, meskipun penelitian sebelumnya telah
menunjukkan bahwa prosedur ini dapat dilakukan dengan aman pada pasien
dengan neutropenia berat atau trombositopenia (Durbin Jr and Groves,2007).

2.1.3 Klasifikasi
Menurut Hadikawarta, Rusmarjono, Soepardi (2004:201-212), trakeostomi dibagi
atas 2 (dua) macam, yaitu berdasarkan letak trakeostomi dan waktu dilakukan
tindakan. Berdasarkan letak trakeostomi terdiri atas letak rendah dan letak tinggi
dan batas letak ini adalah cincin trakea ketiga. Sedangkan berdasarkan waktu
dilakukan tindakan maka trakeostomi dibagi dalam:
a. Trakeostomi darurat (dalam waktu yang segera dan persiapan sarana
sangat kurang)
b. Trakeostomi berencana (persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan secara
baik.

2.1.4 Teknik-Teknik
Menurut Novialdi dan Surya (2009:3), berikut teknik trakeostomi :
a. Trakeostomi emergensi
Trakeostomi emergensi relatif jarang dilakukan dan penyebab yang sering adalah
obstruksi jalan nafas atas yang tidak bisa diintubasi. Anoksia pada obstruksi jalan
nafas akan meyebabkan kematian dalam waktu 4-5 menit dan tindakan
trakeostomi harus dilakukan dalam 2-3 menit. Teknik insisi yang paling baik pada
trakeostomi emergensi adalah insisi kulit vertikal dan insisi vertikal pada cincin
trakea kedua dan ketiga
b. Trakeostomi elektif
Saat ini mayoritas tindakan trakeostomi dilakukan secara elektif atau semi-
darurat. Trakeostomi elektif paling baik dilaksanakan diruang operasi dengan
bentuan dan peralatan yang adekuat.
c. Trakeostomi Dilatasi Perkutaneus
Trakeostomi dilatasi perkutaneus adalah suatu teknik trakeostomi minimal invasif
sebagai alternatif terhadap teknik konvensional. Trakeostomi dilatasi perkutaneus
(TDP) dilakukan dengan cara menempatkan kanul trakeostomi dengan bantuan
serangkaian dilator dibawah panduan endoskopi. Prosedur ini dikenalkan oleh
Pasquale Ciagalia pada tahun 1985. Griggs pada tahun 1990 melakukan
modifikasi dengan menggunaan kawat pemandu dan forsep dilatasi
(Griggs Guidewire Dilating Forceps/ GWDF) pada prosedur ini.

2.1.5 Komplikasi
Menurut Smeltzer & Bare (2013:654) komplikasi yang terjadi dalam
penatalaksanaan selang trakeostomi dibagi atas:
a. Komplikasi dini
1) Perdarahan
2) Pneumothoraks
3) Embolisme udara
4) Aspirasi
5) emfisema subkutan atau mediastenum
6) kerusakan saraf laring kambuhan atau penetrasi sinding trakea posterior

b. Komplikasi jangka panjang


1) Obstruksi jalan nafas akibat akumulasi sekresi
2) Infeksi
3) Ruptur arteri inominata
4) Disfagia
5) Fistula trakeoesofagus
6) Dilatasi trakea atau iskemia trakea
7) Nekrosis

2.1.5 Langkah-Langkah
A. Persiapan alat :
1. Set Ganti balut kecil (Bak instrumen kecil,Pinset anatomis, Pinset
1. cirurgis, kom steril, gunting verban steril, Kassa steril 5 lembar)
2. Sikat trakeostomy steril
3. Sarung tangan steril
4. Nacl 0,9 %
5. Spuit 5 cc
6. Bengkok
7. Tali trakeostomy
8. Perlak
B. Langkah-Langkah
1. Ucapkan salam
2. Lakukan identifikasi pada klien
3. Beritahu tindakan yang akan dilakukan terhadap klien
1. sertatujuan tindakan kepada klien adan atau keluarga
4. Cuci tangan
5. Kaji pernafasan, termasuk kebutuhan klien akan penghisapan
6. Bantu klien pada posisi semi fowler atau telentang dengan bahu
2. serta kepala sedikit di tinggikan
7. Dekatkan alat
8. Ajak pasien membaca basmalah
9. Hubungkan selang penghisap ke aparatus penghisap , letakkan
3. ujung selang di tempat yang mudah di jangkau dan hidupkan
4. penghisap
10. Letakkan handuk melintang di dada klien
11. Pakai sarung tangan
12. Buka set alat dan kassa dengan menjaga sterilitas, susun di atas
5. meja/trolly
13. Letakkan perlak di bawah leher dan bahu klien letakkan selang
6. penghisap
14. Tuangkan NaCl0,9% ke dalam kom steril
15. Segera setelah kilen dalam posisi tepat masukkan 3 cc NaCl
7. 0,9% kedalam trakeostomy untuk merangsang klien
8. mengeluarkan lendir dan memudahkan penghisapan lendir jika
9. diperlukan
16. Ijinkan pasien untuk menarik nafas pelan dan dalam 3-4 kali
10. diantara tahap penghisapan. Oksigen diberikan setiap selesai
11. tahap penghisapan sesuai kebutuhan
17. Angkat selang trakea bagian dalam dengan hati hati sambil
12. menahan pelat leher
18. Masukkan selang trakea ke dalam kom steril berisi NaCl 0,9%
13. hingga terendam
19. Bersihkan selang Trakea bagian dalam dan selang trakea luar
14. hingga plate leher dengan sikat yang berbulu halus, bilas
15. dengan NaCl 0,9%
20. Pasang kembali selang trakea dalam dan pastikan terkunci
21. Hubungkan kembali Oksigen jika di perlukan
22. Bersihkan stoma dan area stoma dengan NaCl 0,9% dan kassa
16. steril lalu keringkan dengan kassa
23. Tutup sekeliling sisi stoma dengan kassa steril
24. Ganti tali trakeostomy dengan yang tali yang bersih
25. Rapikan alat dan pasien. Evaluasi tindakan dengan menanyakan
17. kenyamanan pasien.
26. Ucapkan hamdalah
27. Perawat berpamitan pada pasien
28. Bereskan dan kembalikan alat ke tempat semula
29. Lepas sarung tangan
30. Lakukan cuci tangan
31. Catat kegiatan dalam lembar catatan perawatan
32. Dokumentasikan di catatan keperawatan

2.1.6 Perawatan Pasca Trakeostomi


Perawatan pasien pasca trakeostomi di icu dan ruang rawat inap sangatlah
penting, karena perawatan yang buruk dapat mengakibatkan kematian. Kematian
yang sering terjadi biasanya disebabkan oleh sumbatan pada kanul karena
penumpukan sekret. (Bove dan Morris:2010).
Perawatan pasca trakeostomi menurut Dina (2015) antara lain:
a. Pemberian humidifikasi buatan yaitu melembabkan udara pernafasan dengan
alat nebulizer tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kekeringan pada
trakea,traketis,atau terbentuknya krusta.
b. Pengisapan sekret secara berkala untuk menurunkan risiko sumbatan pada
kanul trakeostomi dan pengisapan dilakukan secara steril untuk mencegah infeksi.
c. Pembersihan canul dalam,dilakukan untuk mencegah adanya secret yang
menyumbat yaitu dengan cara merendam dalam air hangat kemudian disikat
kemudian dibilas dengan air hangat.Selama pembersihan kanul dalam dipasang
kanul pengganti.
d. Perawatan stoma lubang pada trakeostomi karena seringnya banyak sekret
disekitarnya yaitu dengan pemberian kassa pada stoma dilakukan setiap hari untuk
mencegah eskoriasis dan infeksi luka operasi.

Kesimpulannya, pasien COVID–19 cenderung membutuhkan ventilasi


mekanis dalam jangka panjang. Ventilasi mekanis jangka panjang dapat
menimbulkan beberapa komplikasi. Trakeostomi memiliki banyak manfaat pada
pasien COVID–19. Trakeostomi dapat memperbaiki higiene atau pembersihan sekret,
mengurangi kebutuhan sedasi, mengurangi infeksi dan inflamasi, memperbaiki fungsi
neurologis, mengurangi lama rawat dan meningkatkan prognosis pasien.

2.2 Teknik Latihan Nafas Pasien Post Covid


Tujuan latihan pernafasan
a. Memindahkan udara tidak terpakai dan karbon dioksida keluar dari paru-
paru
b. Memindahkan udara segar dan oksigen ke paru-paru
c. Membantu mengontrol sesak napas saat istirahat dan dengan aktivitas
d. Membantu menghilangkan lendir dari paru-paru Anda

2.2.1 Defenisi Teknik Relaksasi Napas Dalam


Teknik relaksasi merupakan intervensi keperawatan secara mandiri untuk
menurunkan intensitas nyeri, meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan
oksigenasi darah. Sedangkan latihan nafas dalam adalah bernafas dengan perlahan
dan menggunakan diagfragma, sehingga memungkinkan abdomen terangkat
perlahan dan dadamengembang penuh. Relaksasi merupakan suatu tindakan untuk
membebaskan mental maupun fisik dari ketegangan dan stres sehingga dapat
meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Penggunaan istilah latihan nafas (breathing
exercise) berkaitan dengan pola nafas (menahan nafas, sesak nafas, bernafas
panjang), saturasi Oksigen, nafas dalam (volume), tempat bernafas (dada,
diafragma), koordinasi nafas, tahapan dan keseimbangan (berhubungan dengan
aspek gelombang nafas), resistensi nafas (hidung dan mulut) dan aktivitas otot
kolateral untuk regulasi bernafas.
Deep breathing exercise merupakan latihan pernapasan dengan teknik
bernapas secara perlahan dan dalam, menggunakan otot diafragma, sehingga
memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh
(Smeltzer, et al. 2008). Nafas dalam (deep breathing) adalah suatu teknik bernafas
yang berhubungan dengan perubahan fisiologis yang bisa memberikan respon
relaksasi. Nafas dalam adalah suatu keterampilan, nafas dalam adalah tipe bernafas
yang kita lakukan secara alami saat masih bayi atau saat tidur dan bernyanyi. Nafas
dalam adalah sebuah keterampilan dimana membutuhkan waktu dan komitmen
untuk dipraktekkan (Reyes & Wall 2004). Humming atau humming bee breath
(bernapas ala lebah) berarti bergumam atau bersenandung. Masyarakat di india
menyebut humming bee breath (bernapas ala lebah) yaitu Bhramari Pranayama.
Bhramari Pranayama berasal dari arti nama lebah India yang berwarna hitam yang
disebut Bhramari (Shankar R, 2020).

2.2.2 Tujuan dan Manfaat


Mekanisme teknis relaksasi nafas dalam merelaksasikan ototskeletal, dapat
menurunkan nyeri dengan merileksasikan ketegangan otot. Setelah dilakukan
teknik relaksasi nafas dalam terdapat hormone yang dihasilkan yaitu hormone
adrenalin dan hormone kortison. Kadar PaCO2 akan meningkat dan menurunkan
Ph sehingga akan meningkatkan kadar oksigen dalam darah (Judha, 2012).
Relaksasi nafas dalam bertujuan untuk meningkatkan ventilasi alveoli,
memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, meningkatkan efesiensi
batuk, mengurangi stress baik stress fisik ataupun stress emosional sehingga dapat
menurunkan intensitas atau skala nyeri dan menurunkan kecemasan yang
dirasakan seseorang. Teknik relaksasi nafas dalam memiliki berbagai manfaat
seperti dapat menyebabkan penurunan nadi, penurunan ketegangan otot,
penurunan kecepatan metabolisme, peningkatan kesadaran global, perasaan damai
dan sejahtera, dan periode kewaspadaan yang santai (Potter&Perry,2010).
Keuntungan yang dihasilkan dari teknik nafas dalam antara lain dapat dilakukan
setiap saat dengan cara yang sangat mudah sehingga dapat dilakukan secara
mandiri oleh klien tanpa suatu media atau bantuan apapun.
Tujuan deep breathing yaitu :
a. Untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta mengurangi
kerja pernapasan.
b. Memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru.
c. Meningkatkan inflasi alveolar maksimal, relaksasi otot dan menghilangkan
ansietas.
d. Mencegah pola aktifitas otot pernapasan yang tidak berguna, melambatkan
frekuensi pernapasan, mengurangi udara yang terperangkap serta mengurangi
kerja bernafas.
e. Mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan
intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan (Smeltzer, et al. 2008).
Latihan pernapasan dengan tehnik deep breathing membantu meningkatkan
compliance paru untuk melatih kembali otot pernapasan berfungsi dengan baik serta
mencegah distress pernapasan (Ignatavicius & Workman 2006).
Humming merupakan salah satu latihan untuk menghilangkan kegelisahan,
frustasi, dan kecemasan. Manfaat dari humming :
a. Memberikan menenangkan pikiran dan menghilangkan stress
b. Menghilangkan sakit kepala
c. Menurunkan tekanan darah
d. Meningkatkan konsentrasi dan daya ingat
e. Meningkatkan rasa kepercayaan diri

2.2.3 Teknik Pelaksanaan


Menurut Potter dan Perry (2010), langkah-langkah teknik relaksasi nafas dalam
yaitu :
1) Ciptakan lingkungan tenang, usahakan tetap rileks dan tenang.
2) Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara melalui
hitungan 1, 2, 3 perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil
merasakan ekstremitas atas dan bawah rileks.
3) Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali, menarik nafas lagi melalui
hidung dan menghembuskan melalui mulut secara perlahan-lahan.
4) Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks, usahakan agar tetap konsentrasi /
mata sambil terpejam, pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah nyeri.
5) Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang.
6) Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.
7) Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernafas dangkal dan cepat.

Teknik nafas dalam dilakukan dengan 2 teknik:


a. Teknik deep breathing exercise menurut Smeltzer, et al. (2008) meliputi:
1) Mengatur posisi klien dengan semi fowler/fowler di tempat tidur/kursi.
2) Meletakkan satu tangan klien di atas abdomen (tepat di bawah iga) dan tangan
lainnya pada tengah dada untuk merasakan gerakan dada dan abdomen saat
bernafas.
3) Menarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik sampai dada dan abdomen
terasa terangkat maksimal, jaga mulut tetap tertutup selama inspirasi, tahan
nafas selama 2 detik.
4) Menghembuskan nafas melalui bibir yang dirapatkan dan sedikit terbuka sambil
mengencangkan (kontraksi) otot-otot abdomen dalam 4 detik.
5) Melakukan pengulangan selama 1 menit dengan jeda 2 detik setiap
pengulangan, mengikuti dengan periode istirahat 2 menit.
6) Melakukan latihan dalam lima siklus selama 15 menit.
b. Teknik deep breathing exercise dalam Sauer (2003) dilakukan dengan langkah
sebagai berikut :
1) Pasien berada dalam posisi fowler atau duduk.
2) Kedua tangan klien diletakkan diatas perut.
3) Anjurkan klien untuk menarik nafas secara berlahan melalui hidung, rasakan
jari tengah terpisah. Tahan nafas selama 2 sampai 3 detik.
4) Anjurkan klien untuk mengeluarkan nafas secara berlahan melalui perut.
5) Lakukan latihan selama 15 menit dengan frekuensi 3 kali sehari.

Langkah-langkah Pelaksanaan Humming :


a. Duduk tegak, pastikan badan rileks. Kemudian tutup kedua mata dan pastikan otot-
otot wajah rileks.
b. Pastikan mata tetap tertutup untuk beberapa saat. Dan rasakan sensai tubuh menjadi
lebih tenang
c. Letakkan jari telunjuk di telinga kanan dan kiri. Letakkan jari di tulang rawan kecil
(tragus cartilage) diantara tulang pipi dan telinga
d. Kemudian Tarik nafas dalam. Saat menghembuskan nafas tekan tulang rawan
dengan lembut atau menekan kedalam keluar dengan jari. Kemudian dengan bibir
terkatup, keluarkan suara senandung atau begumam seperrti lebah.
e. Keluarkan suara bersenandung dengan nada rendah atau lebih baik membuat nada
suara yang tinggi.
f. Tarik nafas dan ulangi gerakan sebanyak 3-4 kali selama 5- 10 menit.
Humming dapat dilakukan dengan posisi berbaring. Apabila dilakukan dengan posisi
berbaring pastikan tubuh menghadap ke kanan. Kemudian keluarkan suara dengan
bersenandung, dan tidak perlu jati telunjuk memegang telinga. Humming dapat
dilakukan 3-4 kali dalam sehari.

Intervensi inovasi yang dilakukan adalah pemberian kombinasi deep breating dan
humming. Instrumen yang dipergunakan dalam terapi ini ialah lembar observasi, dan
saturasi oksigen.
1) Persiapan
a. Monitoring Observasi serta alat saturasi oksigen
b. Mempersiapkan alat tulis
c. Mengkondisikan ruangan yang nyaman dengan memperhatikan kebisingan,
pendingin ruangan, cahaya lampu
d. Mempersiapkan pasien
2) Pelaksanaan
a) Beri salam terapeutik kepada klien dan keluarga
b) Perkenalkan diri sebaik mungkin
c) Tanyakan keluhan dan perasaan klien saat ini
d) Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan
e) Jaga privasi klien
f) Lakukan pengukuran Saturasi Oksigen
g) Mencuci tangan sesuai dengan prosedur.
h) Mengidentifikasi status pasien yang hemodinamik stabil,
i) Melakukan pemeriksaan terhadap status pernapasan.
j) Mengidentifikasi klien tidak dalam kondisi nyeri, sesak nafas dan
emergency.
k) Memastikan klien dalam kondisi sadar dan dapat mengikuti perintah
dengan baik.
l) Mengatur posisi klien berbaring di atas tempat tidur kepala lebih tinggi, bila
memungkinkan dengan posisi semi fowler atau fowler/duduk.
m) Mengatur posisi sesuai kebutuhan untuk kenyamanan klien.
n) Apabila terdapat akumulasi sekret. Mengajarkan batuk efektif (dengan
menarik nafas dalam dan secara perlahan melalui hidung dan mulut, tahan 1-5
hitungan, kemudian mulai batuk dengan hentakan lembut, tampung dahak
pada bengkok). Bila perlu suction sesuai indikasi untuk membantu
mengeluarkan sekret dari jalan nafas bawah.
o) Pastikan mata tetap tertutup untuk beberapa saat. Dan rasakan sensai tubuh
menjadi lebih tenang
p) Letakkan jari telunjuk di telinga kanan dan kiri. Letakkan jari di tulang
rawan kecil (tragus cartilage) diantara tulang pipi dan telinga
q) Mengajarkan klien menghirup nafas secara perlahan dan dalam melalui
mulut dan hidung, sampai perut terdorong maksimal/mengembang. Menahan
nafas 1-6 hitungan. Saat menghembuskan nafas tekan tulang rawan dengan
lembut atau menekan kedalam keluar dengan jari. Kemudian dengan bibir
terkatup, keluarkan suara senandung atau begumam seperrti lebah.
r) Keluarkan suara bersenandung dengan nada rendah atau lebih baik
membuat nada suara yang tinggi.
s) Meminta klien untuk melakukan latihan 3-4 kali secara mandiri selama 5-
10 menit
t) Setelah terapi diberikan dan selesai bersihkan alat dan atur posisi nyaman
untuk klien
u) Lakukan pengukuran saturasi oksigen nafas
v) Isi lembar observasi
Lama pemberian intervensi inovasi ini selama ± 10 menit yang dilakukan maksimal 4
kali sehari atau apabila sedang sesak nafas
Pursed lip breathing (PLB)
 Tarik napas perlahan melalui hidung Anda dan hitung - 1 dan 2.
 Kencangkan atau kerutkan bibir Anda seolah-olah Anda akan bersiul.
 Buang nafas dengan lembut melalui bibir yang mengerucut dan hitung
perlahan - 1 dan 2 dan 3 dan 4.
 Jangan memaksa udara keluar dari paru-paru Anda.
 Ada beberapa cara untuk melakukan pernapasan jenis ini.
 Fisioterapis akan membantu Anda menemukan cara terbaik untuk Anda.

Deep or Diaphragmatic (Belly) Breathing


 Letakkan satu tangan di perut Anda tepat di bawah tulang dada Anda.
 Bernapas perlahan melalui hidung dan rasakan perut Anda naik ke
tanganmu.
 Buang nafas perlahan melalui bibir yang dikerutkan dan rasakan perut Anda
menjauhlah dari tanganmu.
 Jaga agar bahu Anda tetap rileks - jangan membungkuk.
 Lakukan ini dengan duduk atau berbaring dalam posisi yang nyaman.

Rib Breathing
 Ratakan tangan Anda di bagian bawah tulang rusukmu.
 Bernapas melalui hidung dan rasakan iga Anda bergerak ke luar.
 Hembuskan napas dan rasakan tulang rusuk Anda rata

Kesimpulannya, latihan pernafasan post covid sangat penting untuk


dilakukan demi mempercepat penyembuhan dan meningkatkan relaksasi serta
ventilasi setelahh terjangkit virus SARS COV-2. Latihan pernafasan post covid
dapat dilakukan dengan berbagai teknik yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan
dan kenyamanan pasien.

2.3 Teknik Proning


Posisi prone dimana pasien berbaring diperut dengan kepala menoleh ke satu
sisi dan pinggul tidak dilipat. Posisi ini digunakan saat operasi tulang belakang, leher
dan pinggul. Posisi tengkurap adalah manuver suportif yang terkenal untuk
meningkatkan oksigenasi bagi pasien. Teknik ini biasanya dilakukan pada pasien
yang dibius dengan ventilasi mekanis invasif . Oksigenasi meningkat secara
signifikan dari posisi terlentang ke posisi tengkurap (tekanan oksigen arteri
parsial/fraksi oksigen inspirasi - PaO22/ Rasio FiO 180,5 ± 76,6 vs 285 ± 112,9
p<0,0001). Oksigenasi meningkat secara signifikan setelah 5 menit posisi
tengkurap pada pasien yang diduga COVID-19 dengan hipoksia saat tiba di unit
gawat darurat dan setelah satu jam tengkurap, tingkat SpO2 meningkat
dibandingkan dengan baseline (median [SE], 7% [1,2%]; 95% CI, 4,6%-9,4%).
2.3.1 Efek Fisiologis Utama dari Prone Positioning pada Pasien Pernafasan
Hipoksemia
Posisi tengkurap meningkatkan oksigenasi dengan mekanisme yang
berbeda, termasuk mengurangi perbedaan tekanan transpulmonal ventral-dorsal,
dan mengurangi kompresi paru dorsal. Gabungan pengobatan HFNC dan posisi
tengkurap pada perfusi paru, meningkatkan kapasitas residu fungsional. (FRK).
Selain itu, manfaat posisi tengkurap adalah peningkatan distribusi udara paru
ekstravaskular dan mobilisasi sekret yang meningkatkan ventilasi. Efek utama
dari posisi tengkurap adalah tengkurap mengurangi perbedaan antara tekanan
pleura ventral dan dorsal. Perubahan ini menyebabkan penurunan kompresi paru-
paru. Meskipun kurang ventilasi, posisi tengkurap juga berpengaruh pada perfusi.
Peningkatan perfusi dari daerah paru-paru dependen dengan posisi tengkurap
dianggap sebagai kompensasi atas peningkatan oksigenasi. Penyesuaian paru-paru
tinggi dan perekrutan minimal pada fase awal pneumonitis COVID-19. Penyebab
utama hipoksemia pada fase ini adalah gangguan perfusi paru. Pada fase awal ini,
posisi tengkurap untuk sementara dapat meningkatkan ketidakcocokan
ventilasi/perfusi. Dengan perkembangan penyakit COVID-19, penyesuaian paru-
paru rendah dan daya rekrut yang tinggi. Kemanjuran berkelanjutan dari posisi
tengkurap dapat dilihat pada fase akhir COVID-19

2.3.2 Pemilihan Pasien yang Tepat


Posisi tengkurap tidak cocok untuk pasien dengan gagal napas berat (PaO /
FiO <2 100)2 karena risiko menunda intubasi dan kegagalan pengobatan
berikutnya. Juga, operasi perut baru-baru ini meningkatkan tekanan
intraabdominal, cedera wajah dan patah tulang yang tidak stabil didefinisikan
sebagai kontraindikasi untuk posisi tengkurap. Kriteria pasien untuk posisi
tengkurap, yaitu 1) SpO2 < 92% di bawah 6 lt/mnt oksigen hidung atau 50% FiO2
venturi mask atau PaO2/FiO2 < 200, 2) kekeruhan radiologis bilateral, 3)
frekuensi pernafasan < 30 kali/menit, 4) tidak menggunakan otot bantu
pernafasan. Pasien yang membutuhkan intubasi mekanik mendesak juga tidak
memenuhi syarat untuk proning . Perubahan status mental, ketidakstabilan
hemodinamik, trauma wajah, situasi klinis terkait peningkatan tekanan
intraabdominal, ketidakstabilan tulang belakang, atau patah tulang dapat
ditentukan juga sebagai kontraindikasi posisi tengkurap.

2.3.4 Durasi Posisi Rawan


Posisi tengkurap dapat diberhentikan jika pasien mengalami perburukan
klinis dan indeks ROX < 4,88 meskipun terapi HFNC optimal (18). Indeks ROX
didefinisikan sebagai rasio SpO2/FiO2 untuk tingkat pernapasan untuk
memprediksi hasil klinis pasien yang menerima pengobatan HFNC. Beberapa
persyaratan tindak lanjut pasien yaitu, pasien harus dibuat senyaman mungkin
dengan meletakkan bantal dan menggunakan toilet terlebih dahulu. Bel panggilan
harus ditempatkan di samping tempat tidur yang dapat dijangkau pasien. Para
pasien harus didukung melalui oksigen yang cukup melalui oksigen konvensional.
Pasien harus diberikan selebaran instruksional yang mencakup alat bantu visual
yang menjelaskan posisi. Pasien dinilai ulang oleh penyedia perawatan atau
perawat setiap 30 menit selama satu jam pertama dan setiap jam selama dua jam
berikutnya.
Durasi optimal disarankan sekitar 12-16 jam per hari untuk pasien dalam
ventilasi mekanis invasif dengan ARDS sedang hingga berat. Posisi tengkurap
dapat menyebabkan penurunan angka kematian pada pasien ARDS berat bila
diterapkan pada pasien minimal 12 jam sehari. Durasi posisi tengkurap pada
pasien yang tidak diintubasi bergantung pada toleransi dan kenyamanan pasien.
Durasinya dinyatakan bervariasi 30 menit hingga 8 jam. Selain itu, setiap sesi
diterapkan 2-3 kali atau lebih pada siang hari. Oksigenasi meningkat secara
signifikan dari posisi terlentang ke posisi tengkurap. Posisi tengkurap dikaitkan
dengan tingkat intubasi yang lebih rendah pada pasien COVID-19 yang
membutuhkan oksigen tambahan (10% vs 60%). Namun, jika pasien tidak
mendapat manfaat atau memburuk di bawah posisi tengkurap, posisi tengkurap
tidak boleh diperpanjang, dan pilihan pengobatan suportif lainnya harus
dipertimbangkan.

2.3.5 Komplikasi Posisi Rentan


Ada potensi komplikasi dari posisi tengkurap. Tidak dapat mentolerir posisi
tengkurap karena ketidaknyamanan tubuh dapat menyebabkan kecemasan
pada pasien ini dan mereka mungkin memerlukan sedasi ringan. Luka tekan
adalah komplikasi umum lain dari posisi tengkurap. Bantal atau selimut dapat
ditempatkan di bawah risiko ulserasi tekanan seperti pinggul/panggul. Distensi
lambung dan refluks gastroesofageal, muntah juga dapat terlihat pada pasien.
Secara tidak sengaja pemutusan sistem suplemen oksigen dapat terjadi selama
posisi tengkurap. Untuk mendeteksi perburukan klinis, pasien harus dipantau
secara ketat selama posisi tengkurap.

Kesimpulannya, posisi tengkurap pada pasien COVID-19 dapat


meningkatkan oksigenasi. Posisi tengkurap dapat diterapkan pada pasien yang
menerima terapi HFNC dan NIV, serta pasien yang menerima dukungan oksigen
konvensional. Namun manfaatnya masih kontroversial pada tahap awal penyakit
karena mekanisme paru.
DAFTAR PUSTAKA
Bunga,N.,dkk.2020.Analisis Asuhan Keperawatan pada Pasien Pneumonia ET
CAUSA POST COVID-19 dengan Intervensi Kmobinasi Deep Breathing
dan Humming untuk Mengurangi Sesak Nafas di Ruang ICU RSUD
AM.Parikesit Tenggarong.Samarinda:Poltekkes Kemenkes Kalimantan
Timur Prodi Pendidikan Profesi Ners Jurusan Keperawatan:31-36.
Ciftci,F.,dkk.2020.Prone Positioning in non-Intubated Patients with COVID-
19.Ankara:Tuberk Toraks:331-335.
Deswita,D.2018.Pengaruh Pengaturan Posisi terhadap Pemulihan Keadaan
Pasien di Recovery Room di RSUD DR.Achmad Mochtar Bukittinggi
Tahun 2018.Bukittinggi:Prodi Ilmu Keperawatan Stikes Perintis Sumatera
Barat:44.
Mustofa,A.2018.Pengetahuan Perawat tentang Prosedur Suction terhadap
Praktek Suction pada Pasien yang Terpasang Trakeostomi di RSUP DR
Kariadi Semarang.Semarang:Prodi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu
Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang:8-14.
Pasaribu,N.E.2020.Asuhan Keperawatan pada Klien yang Mengalami Pneumonia
dengan Pola Napas Tidak Efektif dalam Penerapan Teknik Relaksasi
Napas dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Pandan Kabupaten Tapanuli
Tengah Tahun 2020.Pandan:Prodi DIII Keperawatan Tapanuli Tengah
Poltekkes Kemenkes Medan:22-24.
Rahmawati,L.2018.Penerapan Teknik Relaksasi Nafas Dalam pada Pasien Post
Operasi Apendiktomi dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Rasa
Aman Nyaman di RSUD Sleman.Yogyakarta:Prodi DIII Keperawatan
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta:25-28.
Ramli,M.R.2018.Profil Pasien Prolonged Intubation yang Dilakukan
Trakeostomi di ICU/Pasca Bedah RSUP HAM Medan Tahun
2017.Medan:Prodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara:1-10.

Anda mungkin juga menyukai