Lepaskan sarung tangan yang sudah basah dan kenakan sarung tangan
steril yang baru. Tangan dominan anda harus tetap steril sepanjang
prosedur dilakukan. Bersihkan kanul dalam.
Mangganti kanul dalam sekali pakai (dispossible inner-canula).
1)
Buka dan dengan hati-hati lepaskan kanul dengan menggunakan
tangan tak dominan anda.
2)
Lakukan pengiapan dengan teknik steril, jika diperlukan.
3)
Keluarkan kanul dalam baru steril dalam bungkusnya dan siramkan
sejumlah normal salin steril pada kanul baru tersebut. Biarkan normal salin
menetes dari kanul dalam.
4)
Bantalan kasa pertama di gunakan untuk membersihkan kulit di
sektar trakheostomi. Kasa kedua digunakan untuk mengangkat debris yang
dilunakkan oleh hidrogen peroksida, dan kasa ketiga digunakan untuk
mengeringkan kulit.
5)
Swab digunakan untuk membersihkan sekitar trakheostomi.
6)
Kanul dalam steril harus sudah siap dipasang setelah anda
membersihkan kulit.
7)
Tali menahan trakheostomi di tempatnya tanpa menghambat
sirkulasi.
Membersihkan jalan udara sehingga pembersihan trakheostomi menjadi
lebih efisien. Pengisapan merupakan prosedur steril. Mantel pelindung
mencegah kontak dengan cairan tubuh klien.
Kulit harus dibersihkan untuk mencegah kerusakan kulit.
Menurunkan penyebaran mikroorganisme.
1)
Kanul dalam harus dilepaskan dan diganti untuk mengurangi
penyebaran mikroorganisme dan untuk meningkatkan pernapasan.
2)
Melepaskan kanul dalam dapat menstimulasi batuk dan klien
mungkin membutuhkan pengisapan.
3)
Normal salin yang menetes ke dalam trakheostomi dapat
menyebabkan klien batuk.
4)
Dengan hati-hati dan cermat pasang kanul dalam ke dalam bagian
luar kanul dan kunci kembali agar tetap berada di tempatnya.
5)
Hubungkan kembali klien dengan sumber oksigen.
Membersihkan kanul dalam tak disposable
1)
Lepaskan kanul dalam menggunakan tangan tak dominan dan
letakkan kanul tersebut dalam mangkuk yang berisi hidrogen peroksida.
2)
Bersihkan kanul dalam dengan sikat (tangan dominan anda
memegang sikat dan tangan tak dominan anda memegang kanul dalam).
3)
Pegang kanul di atas mangkuk yang berisi hidrogen peroksida dan
tuangkan normal salin pada kanul tersebut sampai semua kanul terbilas
dengan baik. Biarkan normal salin memetes dari kanul dalam.
4)
Pasang kembali kanul dalam ke dalam kanul luar dan kunci agar
tidak berubah letaknya.
5)
Hubungkan kembali ke sumber oksigen.
Gunakan kasa dan swab berujung kapas yang dibasahi dengan hidrogen
peroksida untuk membersihkan permukaan luar dari kanul luar dan area
kulit sekitarnya.bersihkan juga area kulit tepat di bawah kanul. Lalu bilas
menggunakan kasa dan swab yang dibasahi dengan normal salin.
Kemudian keringkan dengan menggunakan kasa kering.
Ganti tali pengikat trakheostomi. Biarkan tali yang lama tetap di tempatnya
sementara anda memasang tali yang baru. Sisipkan tali yang baru pada
salah satu sisi dari faceplate. Lingkarkan kedua ujung bebasnya
mengelilingi bagian belakang leher lain ke sisi lainnya dari faceplate.
Sisipkan salah satu ujung bebasnya pada salah satu sisi faceplate dan ikat
dengan kuat tetapi tidak ketat. Gunting tali yang lama.
Letakkan bib trakheostomi atau balutan bersih mengelilingi kanul luar di
bawah tali pengikat faceplate. Periksa untuk memastikan bahwa tali
pengikat tidak terlalu ketat tetapi pipa trakheostomi telah dengan aman
tertahan di tempatnya.
Mengempiskan dan mengembangkan manset (cuff) pipa trakheostomi.
1)
Pakai sarung tangan steril
2)
Lakukan pengisap jalan udara orofaring klien
Bilas selang penghisap
Cuci tangan
Pneumonia nosokomial atau yang sering disebut juga hospital acquired pneumonia (HAP) adalah
pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi
yang terjadi sebelum masuk rumah sakit. 3 Istilah ventilator terkait pneumonia atau ventilator acquired
pneumonia (VAP) sering digunakan secara sinonim namun pada kenyataannya hal tersebut berbeda.
VAP merupakan bagian dari HAP. VAP secara khusus mengacu pada pneumonia yang terjadi pada
pasien lebih dari 48 jam setelah endotracheal intubation dan inisiasi dari ventilasi mekanis, tetapi
sebelum 72 jam setelah penggunaan ventilator. Bila pneumonia tersebut terjadi sebelum 48 jam
sebelum atau 72 jam setelah pemasangan ventilator, penyebab pneumonia tersebut dapat
diasumsikan tidak berhubungan dengan ventilator mekanik. 4
HAP digolongkan kedalam dua kelompok berdasarkan onset waktu, yaitu early onset dan late onset,
yang sangat berguna dalam memprediksi penyebab dan meresepkan antibiotik tepat untuk terapi
pneumonia nosokomial. Pneumonia Nosokomial early onset merupakan patogen endogen yang
diperoleh dari masyarakat (endogenous community-acquired pathogens) seperti Staphylococcus
aureus, Pneumococcusdan Haemophilus influenzae. Sebaliknya pada pneumonia late onset diikuti oleh
patogen yang resisten obat seperti Pseudomonas sp. dan methicillin resistant Staphylococcus
aureus (MRSA). Risiko mikroorganisme yang resisten terhadap obat pada pneumonia late
onset semakin meningkat jika pasien telah mendapatkan pengobatan antibiotik spektrum luas atau
pada pasien yang telah dipasang ventilator mekanik selama lebih dari tujuh hari sebelum terjadinya
pneumonia. Namun definisi onset cepat dan lambat untuk VAP tidak distandarisasi. Jika waktu masuk
ke rumah sakit dipilih sebagai titik awal, maka panduan America Thoracic Society (ATS) menyarankan
menggunakan 5 hari sebagai cut-point untuk membedakan early onset dan late onset VAP.3,
2.2. Epidemiologi
HAP biasanya disebabkan oleh bakteri dan hal tersebut berhubungan dengan tingginya angka
mortalitas dan morbiditas. HAP menyebabkan kenaikan angka rawap inap sampai 7-9 hari tiap pasien.
HAP merupakan 25% penyebab infeksi di ICU dan 50% lebih telah mendapatkan obat antibiotik. Pada
pasien ICU, sebanyak 90% episode HAP terjadi selama ventilator mekanik. Crude mortality rate untuk
HAP mungkin sekitar 30 %-70%, tetapi kebanyakan dari pasien gawat tersebut meninggal karena
penyakit yang menyertainya bukan karena pneumonia. Mortalitas terkait HAP telah diperkirakan
sekitar 33% dan 50% pada studi kasus pada VAP. Meningkatnya angka mortalitas yang berhubungan
dengan bakteriemia khususnya Pseudomonas aeruginosa atau Acinetobacter species, daripada
kesakitan akibat pembedahan dan penatalaksanaan dengan terapi antibiotik yang tidak efektif.3,5
2.3. Etiologi
Patogen penyebab HAP sangat berbeda dengan patogen penyebab community-acquired
pneumonia (CAP). Pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh kuman bukan multi drug
resistance (MDR) misalnyaS.pneumoniae, H. Influenzae, Methicillin Sensitive Staphylococcus
aureus (MSSA) dan kuman MDR misalnya Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella
pneumoniae, Acinetobacter spp dan Gram positif seperti Methicillin Resistance Staphylococcus
aureus (MRSA). Patogen penyebab HAP seperti jamur, kuman anaerob dan virus sangat jarang
terjadi.3,5,6
Bahan pemeriksaan untuk menentukan bakteri penyebab dapat diambil dari dahak, darah, cara invasif
misalnya bilasan bronkus, sikatan bronkus, biopsi aspirasi transtorakal dan biopsi aspirasi
transtrakea.3,5,6
2.4. Patogenesis
Patogenesis HAP pada prinsipnya sama dengan CAP. Pneumonia terjadi apabila mikroba masuk ke
saluran napas bagian bawah. Ada empat rute masuknya mikroba tersebut ke dalam saluran napas
bagian bawah yaitu: 3,5,6
Aspirasi, merupakan rute terbanyak pada kasus-kasus tertentu seperti kasus neurologis dan
usia lanjut
Inhalasi, misalnya kontaminasi pada alat-alat bantu napas yang digunakan pasien
Hematogenik
Penyebaran langsung
Pasien yang mempunyai faktor predisposisi terjadi aspirasi mempunyai risiko mengalami pneumonia
nosokomial. Apabila sejumlah bakteri dalam jumlah besar berhasil masuk ke dalam saluran napas
bagian bawah yang steril, maka pertahanan pejamu yang gagal membersihkan inokulum dapat
menimbulkan proliferasi dan inflamasi sehingga terjadi pneumonia. Interaksi antara faktor pejamu
(endogen) dan faktor risiko dari luar (eksogen) akan menyebabkan kolonisasi bakteri patogen di
saluran napas bagian atas atau pencernaan makanan. Patogen penyebab pneumonia nosokomial ialah
bakteri gram negatif danStaphylococcus aureus yang merupakan flora normal sebanyak < 5%.
Kolonisasi di saluran napas bagian atas karena bakteri-bakteri tersebut merupakan titik awal yang
penting untuk terjadi pneumonia.
2.5. Faktor Risiko
Faktor risiko pada pneumonia sangat banyak dibagi menjadi 2 bagian:6
1.
Petugas rumah sakit yang mencuci tangan tidak sesuai dengan prosedur
terutama
oleh
Penatalaksanaan dan pemakaiaan alat-alat yang tidak sesuai prosedur, seperti alat
bantu napas, selang makanan, selang infus, kateter dll
Pasien dengan kuman MDR tidak dirawat di ruang isolasi
Konsolidasi
Ada kavitas
Tanda/gejala/dan laboratorium.
Paling tidak salah satu dari berikut ini:
Untuk dewasa usia 70 tahun atau lebih, adanya perubahan status mental tanpa ada penyebab
pasti lainnya.
Dan paling tidak dua dari berikut ini:
Onset baru dari sputum yang purulen, atau perubahan dalam karakter sputum, atau
meningkatnya sekresi respiratory atau meningkatnya kebutuhan akan suction
Onset baru atau memburuknya batuk, atau sesak nafas, atau takikardia
Terdapat ronkhi atau suara nafas bronkial
Memburuknya pertukaran gas (Pa O2/fraksi dari oksigen inspirasi [FiO2] 240, meningkatnya
kebutuhan peralatan oksigen atau meningkatnya kebutuhan ventilator mekanik
Sementara itu American Thoracic Society (ATS), kriteria pneumonia nosokomial berat adalah:
Dirawat di ruang rawat intensif
1.
2.
Gagal napas yang memerlukan alat bantu napas atau membutuhkan O 2 > 35 % untuk
mempertahankan saturasi O2 > 90 %
Perubahan radiologik secara progresif berupa pneumonia multilobar atau kaviti dari infiltrat
3.
paru
Terdapat bukti-bukti ada sepsis berat yang ditandai dengan hipotensi dan atau disfungsi organ
4.
yaitu :
Jumlah urin < 20 ml/jam atau total jumlah urin 80 ml/4 jam
1.
2.
berlebihan meningkatkan frekuensi dari patogen MDR. Beberapa pedoman dalam pengobatan
pneumonia nosokomial ialah :
Semua terapi awal antibiotik adalah empirik dengan pilihan antibiotik yang harus mampu
mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen yang mungkin sebagai penyebab, perhitungkan
pola resistensi setempat
Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus yang berat dibutuhkan dosis dan cara
pemberian yang adekuat untuk menjamin efektiviti yang maksimal. Pemberian terapi emperis harus
intravena dengan sulih terapi pada pasien yang terseleksi, dengan respons klinis dan fungsi saluran
cerna yang baik.
Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus dipertimbangkan setelah ada hasil kultur yang
berasal dari saluran napas bawah dan ada perbaikan respons klinis.
Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan terinfeksi kuman MDR
Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan klinis memburuk
Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan untuk mengubah pilihan empirik apabila respons
klinis awal tidak memuaskan. Modifikasi pemberian antibiotik berdasarkan data mikrobial dan uji
kepekaan tidak akan mengubah mortaliti apabila terapi empirik telah memberikan hasil yang
memuaskan.
Pada tahun 2005, American Thoracic Society mempublikasikan pedoman dalam managemen HAP dan
VAP pada dewasa. Onset terjadinya pneumonia dan faktor risiko pasien perlu dipertimbangkan. Pada
pasien dengan early-onset pneumonia dan tanpa faktor risiko tambahan, terapi awal harus dibatasi.
Yang menjadi pilihan terapi adalah:3
1.
2.
Fluoroquinolone
3.
antipseudomonal
4.
Streptocoocus pneumoniae
Haemophilus influenzae
Metisilin-sensitif
Sefalosporin G3 non-pseudomonal
(Seftriakson, sefotaksim) atau
Staphylocoocus aureus
Tabel 3. Dosis antibiotik intravena awal secara empirik untuk HAP dan VAP pada pasien dengan onset
lanjut atau terdapat faktor risiko patogen MDR (mengacu pada ATS/IDSA 2004)
Antibiotik
Dosis pemberian
Sefalosporin antipseudomonal
Sefepim
Seftasidim
2 gr setiap 8 jam
Sefpirom
1 gr setiap 8 jam
Karbapenem
Meropenem
1 gr setiap 8 jam
Imipenem
7 mg/kg BB/hr
7 mg/kg BB/hr
20 mg/kg BB/hr
Kuinolon antipseudomonal
Levofloksasin
Siprofloksasin
Vankomisin
Linesolid
Teikoplanin
2.8. Pencegahan3,5,6,7,8,9
1. Pencegahan pada orofaring dan koloni di lambung
Hindari pemakaian antibiotik yang tidak tepat karena dapat menyebabkan berkembangnya
koloni abnormal di orofaring, hal ini akan memudahkan terjadi multi drug resistant (MDR)
Pemilihan dekontaminan saluran cerna secara selektif termasuk antibiotik parenteral dan
topikal menurut beberapa penelitian sangat efektif untuk menurunkan infeksi pneumonia nosokomial,
tetapi hal ini masih kontroversi. Mungkin efektif untuk sekelompok pasien misalnya pasien umur
muda yang mengalami trauma, penerima donor organ tetapi hal ini masih membutuhkan survailans
mikrobiologi
Letakkan pasien pada posisi kepala lebih ( 30-45 O ) tinggi untuk mencegah aspirasi isi lambung
Gunakan selang lambung yang kecil untuk menurunkan kejadian refluks gastro esofagal
Hindari intubasi ulang untuk mencegah peningkatan bakteri yang masuk ke dalam saluran napas
bawah
Pertimbangkan pemberian makanan secara kontinyu dengan jumlah sedikit melalui selang
makanan ke usus halus
Prosedur pencucian tangan harus dijalankan sesuai prosedur yang benar, untuk
menghindari infeksi silang
Penatalaksanaan yang baik dalam pemakaian alat-alat yang digunakan pasien misalnya
alat-alat bantu napas, pipa makanan dll
Alat-alat yang digunakan untuk pasien harus diganti secara berkala misalnya selang
makanan , jarum infus dll
2.
3.
4.
1.
2.
3.
Perawatan di IPI
4.
Syok
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Gagal multiorgan
Penggunaan obat penyekat H2 yang dapat meningkatkan pH pada pencegahan perdarahan
13.
usus
Inweregbu K, Dave J and Pitad A. Nosocomial Infections. BJA CEPD vol 5. 2005;1;14-17.
2.
Ducel, G. et al. 2002. Prevention of hospital-acquired infections, A practical guide 2nd edition.
World Health Organization. Department of Communicable disease, Surveillance and Response.
3.
American Thoracic Society. Guidelines for the management of adult with hospital acquired,
ventilator-associated and healthcare-associated pneumonia. Am J Respiratory Critical Care Med.
2005; 171: 388416.
4.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Guidelines for preventing health-careassociated pneumonia, 2003. MMWR Recomm Rep 2004;53: 136.
5.
6.
7.
Rello J. Bench to bedside review: therapeutic options and issues in the management of
ventilator-associated bacterial pneumonia. Crit Care 2005;9:25965.
8.
9.
Fungsi Trakeostomi
Mengurangi tahanan aliran udara pernafasan yang selanjutnya mengurangi kekuatan yang
diperlukan untuk memindahkan udara sehingga mengakibatkan peningkatan regangan total
dan ventilasi alveolus yang lebih efektif. Asal lubang trakheostomi cukup besar (paling sedikit
pipa 7)
2.
3.
Memungkinkan pasien menelan tanpa reflek apnea, yang sangat penting pada pasien dengan
gangguan pernafasan
4.
5.
6.
Mengurangi kekuatan batuk sehingga mencegah pemindahan secret ke perifer oleh tekanan
negative intra toraks yang tinggi pada fase inspirasi batuk yang norma.
2.4
2.
Sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fisiologis, misalnya pada pasien
dalam keadaan koma.
3.
4.
5.
Penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas ( misal angina ludwig), epiglotitis dan lesi
vaskuler, neoplastik atau traumatik yang timbul melalui mekanisme serupa
6.
Obstruksi laring
1.
karena radang akut, misalnya pada laryngitis akut, laryngitis difterika, laryngitis
membranosa, laringo-trakheobronkhitis akut, dan abses laring
2.
karena radang kronis, misalnya perikondritis, neoplasma jinak dan ganas, trauma
laring, benda asing, spasme pita suara, dan paralise Nerus Rekurens
1.
Sumbatan saluran napas atas karena kelainan kongenital, traumaeksterna dan interna, infeksi,
tumor.
2.
3.
10. Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga mengakibatkan resiko
tinggi terjadinya aspirasi
11. Penimbunan sekret di saluran pernafasan. Terjadi pada tetanus, trauma kapitis berat, Cerebro
Vascular Disease (CVD), keracunan obat, serta selama dan sesudah operasi laring
2.4.2
Infeksi pada tempat pemasangan, dan gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol, seperti
hemofili.
2.5
Klasifikasi
Trakeostomi elektif
: Insisi horisontal
2.
Trakeostomi emergensi
: Insisi vertikal
2.
trakeostomi berencana (persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan secara baik
2.4.3
1.
2.
Tracheal stoma without laryngectomy: merupakan tracheostomy temporer. Trachea dan jalan
nafas bagian atas masih intak tetapi terdapat obstruksi. Digunakan tracheostomy tube
(canule) terbuat dari metal atau Non metal (terutama pada penderita yang sedang mendapat
radiasi dan selama pelaksanaan MRI Scanning)
2.6
Penatalaksanaan
2.6.1
1.
1.
Percutaneous Tracheostomy
Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat darurat. Dilakukan pembuatan
lubang diantara cincin trakea satu dan dua atau dua dan tiga. Karena lubang yang dibuat lebih kecil,
maka penyembuhan lukanya akan lebih cepat dan tidak meninggalkan scar. Selain itu, kejadian
timbulnya infeksi juga jauh lebih kecil.
1.
Mini tracheostomy
Dilakukan insisi pada pertengahan membran krikotiroid dan trakeostomi mini ini dimasukan
Cuffed Tubes
Selang dilengkapi dengan balon yang dapat diatur sehingga memperkecil risiko timbulnya aspirasi.
1.
Uncuffed Tubes
Digunakan pada tindakan trakeostomi dengan penderita yang tidak mempunyai risiko aspirasi.
1.
Dua bagian trakeostomi ini dapat dikembangkan dan dikempiskan sehingga kanul dalam dapat
dibersihkan dan diganti untuk mencegah terjadi obstruksi
1.
Terdiri dua bagian pipa yang digunakan untuk trakeostomi jangka panjang. Tidak perlu terlalu
sering dibersihkan dan penderita dapat merawat sendiri.
Fenestrated Tubes
Trakeostomi ini mempunyai bagian yang terbuka di sebelah posteriornya, sehingga penderita masih
tetap merasa bernafas melewati hidungnya. Selain itu, bagian terbuka ini memungkinkan penderita
untuk dapat berbicara.
2.6.3 Alat-Alat Trakeostomi
Alat yang diperlukan untuk melakukan trakeostomi adalah semprit yang berisi obat analgesia, pisau,
pinset anatomi, gunting panjang tumpul, sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang
tajam serta kanul trakea dengan ukuran sesuai.