Anda di halaman 1dari 12

JOURNAL READING

“Fall and Rise Phenomenon of Drug Resistance in


Mycobacterium Tuberculosis”

Dosen Pembimbing :
dr. Indri Savitri Idrus, Sp.P, FISR

Disusun Oleh :
Silvia Emy Raras Sakti
2017730112

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEKARWANGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
PERIODE 13 JUNI – 21 AGUSTUS 2022
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya kepada penyusun sehingga dapat menyelesaikan tugas Journal Reading
mengenai “Fall and Rise Phenomenon of Drug Resistance in Mycobacterium Tuberculosis”
Pada kesempatan ini penyusun menyampaikan terima kasih yang tulus kepada semua
pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan tugas ini khususnya kepada dr. Indri
Savitri Idrus, Sp.P, FISR, selaku pembimbing pada Journal Reading ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam proses penulisan tugas ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penyusun telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai
dengan baik dan oleh karenanya, penyusun dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka
menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan tugas ini.
Penulis berharap semoga Journal Reading ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.

Sekarwangi, Juli 2022

Penulis

2
3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. 2

DAFTAR ISI ................................................................................................................. 4

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 5

A. Definisi ................................................................................................................ 5

B. Mekanisme Molekuler Resistensi ........................................................................ 5

C. Faktor yang Mempengaruhi TB-MDR ................................................................ 6

D. Mekanisme Resistensi Obat................................................................................. 7

E. Resistensi Terhadap Isoniazid ............................................................................. 9

F. Resistensi Terhadap Rifampisin .......................................................................... 9

G. Resistensi Terhadap Pirazinamid....................................................................... 10

H. Resistensi Terhadap Streptomisin ..................................................................... 10

I. Resistensi Terhadap Etambutol ......................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 12

4
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Resistensi kuman M.tuberculosis terhadap OAT adalah keadaan dimana kuman tersebut
sudah tidak dapat lagi dibunuh dengan OAT. TB resistan obat (TB-RO) pada dasarnya adalah
suatu fenomena “buatan manusia” sebagai akibat dari pengobatan pasien TB yang tidak adekuat
maupun penularan dari pasien TB-RO (KEMENKES, 2020). Sedangkan, Multidrug Resistant
Tuberculosis (resistensi ganda terhadap OAT) didefinisikan sebagai M. Tuberculosis yang
resisten terhadap isoniazid dan rifampisin, dengan atau tanpa OAT lini pertama lainnya.
Rifampisin dan isoniazid merupakan 2 obat terbaik untuk melawan M.tuberculosis karena
rifampisin dan isoniazid merupakan obat yang paling efektif, paling bertoleransi, dan tidak mahal
(Charles L. Daley, 2013).
Fall and rise phenomenon merupakan suatu fenomena ketika diobati dengan obat dosis
tunggal, populasi basil TB awalnya menyusut karena pembunuhan organisme yang rentan sesuai
selamat dari fase awal adalah mutan yang resistan terhadap obat dan proliferasi mutan ini
akhirnya menyebabkan seluruh populasi basil bermutasi menjadi bentuk yang resistan terhadap
obat yang terus berkembang biak sampai mereka cukup banyak untuk menyebabkan
pengulangan gejala dan BTA-positif (Lancelot Pinto, 2011). Atau dengan definisi lain ketika
diobati dengan 1 jenis obat, populasi basil TB awalnya berkurang karena membunuh populasi
TB yang sensitif dan pada sputum smear (apusan dahak) sering memberikan hasil yang negatif
(menunjukkan bahwa organisme hanya sedikit). Organisme yang bertahan pada fase awal adalah
mutan yang resisten obat, kemudian berproliferasi dan akhirnya menyebabkan seluruh populasi
basil menjadi resisten obat dan terus menerus melakukan proliferasi sampai jumlah basil yang
resisten obat cukup untuk menyebabkan gejala dan pada sputum smear memberikan hasil positif,
inilah yang disebut dengan “fall and rise phenomenon”.

B. Mekanisme Molekuler Resistensi


Mycobacterium tuberculosis memiliki kemampuan untuk mengembangkan resistensi
secara alamiah terhadap berbagai antibiotika. Sejumlah gen yang terlibat dalam mekanisme
resistensi M. tuberculosis terhadap OAT dapat dilihat pada tabel (Sujay Kumar Bhunia, 2015).

5
Dalam setiap replikasi 106 hingga 108, strain MTB mengalami mutasi spontan yang memberikan
resistensi terhadap obat tunggal.

C. Faktor yang Mempengaruhi TB-MDR


Faktor utama penyebab terjadinya resistensi kuman terhadap OAT adalah ulah manusia
sebagai akibat tatalaksana pengobatan pasien TB yang tidak dilaksanakan dengan baik.
Penatalaksanaan pasien TB yang tidak adekuat tersebut dapat ditinjau dari sisi :
1. Pemberi jasa/petugas kesehatan, yaitu karena :
a. Diagnosis tidak tepat
b. Pengobatan tidak menggunakan paduan yang tepat
c. Dosis, jenis, jumlah obat dan jangka waktu pengobatan yang tidak adekuat
d. Penyuluhan kepada pasien yang tidak adekuat
2. Pasien, yaitu karena :
a. Tidak memenuhi anjuran dokter/petugas kesehatan
b. Tidak teratur menelan paduan OAT
c. Menghentikan pengobatan secara sepihak sebelum waktunya
d. Gangguan penyerapan obat
3. Program Pengendalian TB, yaitu karena :
a. Persediaan OAT yang kurang
6
b. Kualitas OAT yang disediakan rendah atau Pharmaco-vigillance
4. Obat
a. Pengobatan TB jangka waktu lama lebih dari 6 bulan sehingga membosankan pasien
b. Obat toksik menyebabkan efek samping sehingga pengobatan komplit atau sampai
selesai gagal
c. Obat tidak dapat diserap dengan baik misalnya rifampisin diminum setelah makan
atau ada diare
5. Faktor HIV/AIDS
a. Kemungkinan terjadinya TB MDR lebih besar
b. Gangguan penyerapan obat
c. Kemungkinan terjadinya efek samping lebih besar
6. Faktor kuman
Kuman M. Tuberculosis super strain (kuman yang resisten paling sedikit 3 atau 4 OAT)
sangat virulen dan memiliki daya tahan tubuh lebih tinggi.

D. Mekanisme Resistensi Obat


Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman obligat aerob dan pertumbuhannya
memerlukan oksigen konsentrasi tinggi. Pada lesi kavitas parenkim paru yang mempunyai
oksigen konsentrasi tinggi, M. tuberculosis bereplikasi dengan cepat. Resistensi terhadap OAT
bukanlah fenomena yang baru terjadi. Sejak pertama kali antimikroba digunakan untuk
pengobatan TB, munculnya resistensi obat telah meningkat, sehingga antimikroba yang baru
menjadi banyak digunakan di masyarakat.
Resisten terhadap antimikroba merupakan karakteristik innate (bawaan) M. tuberculosis.
Hal ini berhubungan dengan mutasi genetik yang terjadi secara alamiah pada sebagian besar
populasi M. tuberculosis wild type dimana antimikroba belum pernah digunakan dan tidak
menimbulkan gejala klinis. Timbulnya gejala klinis yang signifikan disebabkan karena
pemakaian antimikroba yang salah dan ini merupakan fenomena buatan manusia. Jika pasien
hanya diobati dengan 1 antimikroba saja (hanya 1 M. tuberculosis yang sensitif), M. tuberculosis
yang sensitif akan mati, sedangkan M. tuberculosis yang resisten bertahan untuk memperbanyak
diri sehingga seluruh populasi M. tuberculosis menjadi resisten obat. Resisten terhadap lebih dari
1 jenis antimikroba biasanya terjadi ketika antimikroba terus menerus digunakan dengan salah,
sehingga M. tuberculosis yang resisten obat jumlahnya semakin banyak (Y. Zhang, 2015).
Secara mikrobiologi resistensi disebabkan oleh mutasi genetik dan hal ini membuat obat
tidak efektif melawan basil mutan. Mutasi terjadi secara spontan dan berdiri sendiri menghasilkan
resistensi OAT. Pada kasus baru resisten OAT terdapat galur M. tuberculosis pada pasien baru
7
yang didiagnosis TB dan sebelumnya tidak pernah diobati dengan OAT atau durasi kurang dari
1 bulan. Pasien ini terinfeksi galur M. tuberculosis yang resisten OAT disebut dengan resistensi
primer. Kasus resisten OAT yang telah diobati sebelumnya yaitu terdapatnya galur M.
tuberculosis resisten pada pasien selama mendapatkan terapi TB paling sedikit 1 bulan. Pada
awalnya TB resisten OAT terjadi karena terinfeksi galur M. tuberculosis yang masih sensitif obat
tetapi selama perjalanan terapi timbul resistensi obat atau disebut dengan resistensi obat yang
didapat atau resistensi sekunder. Populasi galur M. tuberculosis resisten mutan dalam jumlah
kecil dapat dengan mudah diobati. Terapi yang tidak adekuat menyebabkan proliferasi dan
meningkatkan populasi galur resisten obat.

Sumber : (CDC, 2021)

• Intrinsic Drug Resistance atau Natural Resistance


Resistensi obat intrinsik M. tuberculosis terjadi karena adanya struktur asam
mikolat yang terkandung dalam dinding sel yang menyebabkan bakteri mempunyai
permeabilitas yang rendah terhadap berbagai jenis bahan seperti antibiotik dan obat
kemoterapi lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada M. tuberculosis,
aktivitas β- laktamase dikode oleh blaC dan blaS. Penelitian terbaru menunjukkan
bahwa dalam M. tuberculosis, Rv1698 mempunyai peranan fungsi yang sama dengan
MspA dalam resistensi intrinsik terhadap bahan hidrofilik. Tidak hanya permeabilias
barier atau β-laktamase yang bertanggung jawab terhadap resistensi intrinsik tetapi
juga adaptasi fisiologi yang terjadi diantara host.

8
• Acquired Drug Resistance

Resistensi M. tuberculosis berbeda dengan bakteri lainnya. Pada bakteri lain resistensi
obat didapat umumnya terjadi melalui perpindahan horizontal dengan elemen genetik seperti
plasmid, transposon atau integron. Resistensi obat didapat pada M. tuberculosis kebanyakan
disebabkan oleh mutasi spontan pada gen kromosomal, menghasilkan seleksi strain M.
tuberculosis resisten selama pemakaian obat yang kurang optimal.

E. Resistensi Terhadap Isoniazid

Isoniazid merupakan salah satu obat utama dalam pengobatan TB. Isoniazid hanya aktif
melawan pertumbuhan kuman M. tuberculosis dan tidak aktif melawan yang bukan M.
tuberculosis atau di dalam suasana asam. Isoniazid memiliki struktur yang sederhana yang berisi
cincin piridin dan grup hidrazid yang merupakan komponen penting untuk aktivitas melawan M.
tuberculosis. Meskipun strukturnya sederhana, tetapi kerja isoniazid lebih rumit dan strain
resisten isoniazid telah diisolasi segera setelah aktivitas anti TB diketahui. Resistensi terhadap
isoniazid merupakan proses yang rumit. Mutasi pada beberapa gen termasuk katG, ahpC, inhA,
kasA dan ndh telah dihubungkan dengan resistensi isoniazid. (Y. Zhang, 2015)

Isoniazid merupakan pro-drug yang membutuhkan aktivasi enzim katalase/peroksidase


yang dikode oleh katG. Aktivasi isoniazid dipengaruhi oleh sintesis asam mikolat dengan
menginhibisi NADH-dependent enoyl-ACP reduktase, yang dikode oleh inhA. Mekanisme dua
molekuler tersebut telah menunjukkan bahwa penyebab utama resistensi isoniazid yaitu mutasi
pada katG dan mutasi pada inhA atau lebih, dalam region promoter. (Keertan Dheda, 2017)

F. Resistensi Terhadap Rifampisin


Rifampisin merupakan lipophylic ansamycin yang diperkenalkan pada tahun 1972. Oleh
karena kerja antimikroba yang efisien, rifampisin dianjurkan bersama dengan isoniazid menjadi
dasar pada pengobatan TB. Rifampisin merupakan obat yang paling efektif untuk melawan M.
tuberculosis dan mungkin merupakan satu-satunya obat yang mampu membunuh
mikroorganisme dalam semua kondisi pertumbuhan metabolik. (Y. Zhang, 2015)
Target rifampisin pada M. tuberculosis adalah sub unit βRNA (ribonucleid acid)
polymerase, yang mengikat dan menginhibisi perpanjangan RNA messenger atau mRNA.
Karakteristik utama rifampisin adalah melawan secara aktif kuman yang sedang tumbuh dan yang
lambat metabolismenya atau tidak tumbuh. (Keertan Dheda, 2017)
Mycobacterium tuberculosis yang resisten rifampisin menunjukkan adanya mutasi pada
9
gen rpoB yang dikode β-subunit RNA polymerase. Hasil ini menyebabkan afinitas obat yang
rendah dan berkembangnya resistensi. Hal utama yang berhubungan dengan rifampisin adalah
hampir semua strain yang resisten rifampisin juga menunjukkan resisten terhadap obat lain,
khususnya isoniazid. Untuk alasan inilah deteksi resistensi rifampisin telah diajukan sebagai
surrogate molecular marker (penanda molekular pengganti) untuk MDR. Metode molekuler
untuk mendeteksi mutasi rpoB pada resisten terhadap rifampisin umumnya lebih sensitif daripada
metode yang digunakan untuk mendeteksi katG atau mutasi inhA untuk identifikasi mutasi
isoniazid. (Keertan Dheda, 2017)

G. Resistensi Terhadap Pirazinamid


Pirazinamid adalah suatu struktur analog nikotinamid dan pro-drug yang memerlukan
konversi dari asam pirazinoik oleh enzim pirazinamidase (PZase) yang dikode dalam M.
tuberculosis oleh gen pncA. Salah satu karakteristik pirazinamid adalah kemampuannya
menginhibisi basil semi dorman yang ada dalam suasana asam dan membunuh basil yang tidak
dapat dibunuh oleh obat lain jika dalam suasana asam. Aktivitas pirazinamid meningkat dalam
oksigen yang sedikit atau dalam kondisi anaerobik. (Y. Zhang, 2015)
Pirazinamid memasuki M. tuberculosis melalui difusi pasif, dikonversi ke dalam asam
pirazinoik oleh PZase dan diekskresikan oleh efflux pump yang lemah. Dalam suasana asam,
proton asam pirazinoik diabsorbsi dan diakumulasi di dalam sel oleh karena efflux pump yang
tidak efisien, menghasilkan kerusakan selular. Teori lain juga menyatakan bahwa asam pirazinoik
dan n-propil ester menghambat sintesa asam lemak tipe 1 dalam replikasi kuman. Mutasi pada
pncA merupakan mekanisme utama resistensi pirazinamid dalam M. tuberculosis. Perubahan
terbanyak terjadi pada region 561 bp atau pada region 82 bp putative promoter. (Keertan Dheda,
2017)

H. Resistensi Terhadap Streptomisin

Streptomisin merupakan suatu antibiotika aminocyclitol glicoside yang merupaka


antibiotika pertama yang digunakan dalam pengobatan TB. Streptomisin pertama kali diisolasi
dari mikroorganisme tanah, Streptomyces griseus. Streptomisin menghambat sintesa protein
dengan mengikat 30S subunit ribosom bakteri, menyebabkan kesalahan membaca pesan mRNA
selama translasi. Resistensi streptomisin disebabkan oleh mutasi pada S12 protein yang dikode
oleh gen rpsL dan 16S rRNA yang dikode gen rrs. (Keertan Dheda, 2017)

Mutasi pada rpsL (50%) dan rrs (20%) merupakan mekanisme utama pada resistensi
streptomisin (Zhang dan Yew, 2009; Da Silva dan Palomino, 2011). Mutasi utama pada rpsL
10
adalah subsitusi pada kodon 43 dari lisin ke arginin yang menyebabkan resisten yang tinggi
terhadap streptomisin. Mutasi juga terjadi pada kodon 88. Mutasi gen rrs terjadi pada loop 16S
rRNA yang terdiri dari 2 region ‘ nukleotida 530 dan 915. (Keertan Dheda, 2017)

I. Resistensi Terhadap Etambutol


Etambutol, 2,2’-(1,2-ethanediyldiimino) bis-1-butanol, pertama kali digunakan pada
tahun 1966 melawan TB dan bersama isoniazid, rifampisin dan pirazinamid, sebagai obat lini
pertama yang digunakan untuk pengobatan TB. Etambutol aktif melawan kuman dengan
mengganggu biosintesa arabinogalaktan dinding sel . Etambutol menghambat polymerase
dinding sel arabinan dari arabinogalaktan dan lipoarabinomannan dan menyebabkan akumulasi
D-arabinofuranosyl-P- decaprenol, perantara dalam biosintesa arabinan. (Keertan Dheda, 2017)
Beberapa tahun yang lalu, resistensi etambutol menunjukkan bahwa dalam M.
tuberculosis gen embCAB diatur sebagi 10 kbp operon yang dikode untuk mycobacterial
arabinosyl transferase. Pada penelitian isolat M. tuberculosis yang resisten etambutol,
menunjukkan bahwa hampir 50% mengalami mutasi pada kodon 306 embB (Y. Zhang, 2015) .

11
DAFTAR PUSTAKA

1. KEMENKES. (2020). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. TATALAKSANA


TUBERKULOSIS, 39.
2. Charles L. Daley, M. J. (2013). Management of Multidrug Resistant Tuberculosis. 1. DOI
http://dx.doi.org/ 10.1055/s-0032-1333546.
3. Lancelot Pinto, D. M. (2011). Infection and Drug Resistance. Treatment of drug-resistant
tuberculosis.
4. Y. Zhang, W.-W. Y. (2015). Mechanisms of drug resistance in Mycobacterium tuberculosis:
update 2015.
5. Sujay Kumar Bhunia, M. S. (2015). Asian Pacific Journal of Tropical Disease. An update on
pathogenesis and management of tuberculosis with special reference to drug resistance.
6. CDC, T. (2021). CORE CURRICULUM ON TUBERCULOSIS: WHAT THE CLINICIAN
SHOULD KNOW. Centers for Disease Control and Prevention, SEVENTH EDITION 2021.
7. Keertan Dheda, T. G. (2017). The epidemiology, pathogenesis, transmission, diagnosis, and
management of multidrug-resistant, extensively drug-resistant, and incurable tuberculosis.
The Lancet Respiratory Medicine Commission.

12

Anda mungkin juga menyukai