Anda di halaman 1dari 20

MINI PROJECT

PESERTA PIDI
UPAYA PENCEGAHAN TB-MDR
DI PUSKEMAS MEDAN DENAI

Disusun Oleh :
dr. Audhy Alivia Rambe
dr. M. Hafiz Muflih
dr. Mirfan Ardansyah Siregar
dr. Silvia Octavia Surbakti

Pembimbing : dr. Nur fadliana

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS MEDAN DENAI
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Mini Project ini
dengan judul “Upaya Pencegahan TB-MDR”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada


pendamping, dr. Nur Fadliana, yang telah banyak meluangkan waktu untuk saya
serta memberikan ilmu dan saran dalam penyusunan mini roject ini sehingga
dapat selesai tepat pada waktunya.

Dengan demikian diharapkan laporan kasus ini dapat memberikan


kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal. Penulis
menyadari bahwa penulisan mini project ini masih belum sempurna. Untuk itu
saya mengharapkan saran yang membangun sebagai masukan demi memperbaiki
penulisan laporan-laporan selanjutnya.

Medan,
November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................1

1.1 Latar Belakang....................................................................................1


1.2 Tujuan.................................................................................................2
1.3 Manfaat...............................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................3

2.1 Definisi TB-MDR...............................................................................3


2.2 Penyebab TB-MDR............................................................................4
2.3 Patogenesis TB-MDR...........................................................................
2.4 Diagnosis TB-MDR..............................................................................
2.5 Pelayanan TB......................................................................................
2.5.1. Pengertian..................................................................................
2.5.2. Sasaran Pelayanan.....................................................................
2.5.3. Strategi Pelayanan......................................................................
2.5.4. Kegiatan Pelayanan TB................................................................
BAB III METODE PENELITIAN...............................................................1

BAB IV KESIMPULAN..............................................................................21

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................28

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang menular, yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosi. Sumber penularan TB adalah
melalui dahak yang mengandung kuman TB. Gejala umum TB paru pada orang
dewasa yaitu batuk yang belangsung terus menerus dan berdahak, selama 3
minggu atau lebih.1 Apabila tidak segera diobati maka penyakit TB dapat
berkembang dan berakibat fatal.2
Menurut WHO (World Healthy Organization)  terhadap  insidensi  MDR‐
TB  pada  tahun  2006  adalah  sebesar  489.139  atau  sekitar  4,8%  dari  jumlah 
total  estimasi  insidens  tuberkulosis  (TB)  di  114  negara  pada 
tahun 2006 (10.229.315). Dua negara penyumbang kasus terbesar adalah China da
n India, yang  diperkirakan  menyumbang  sekitar  50%  dari  seluruh  kasus 
MDR‐TB  dan  diikuti  oleh  Rusia  sekitar 7%.2
Resistensi  obat  pada  kasus  TB  adalah masalah  yang mendapat 
perhatian besar  dalam 
program penanggulangan TB oleh karena beberapa strain MDR‐TB yang sulit dio
bati. Strain ini  mendapat  perhatian  oleh  karena  dapat menyebar di  seluruh 
dunia,  menekankan  perlunya  peningkatan  program  kontrol,  seperti metode
diagnosis baru, obatan yang lebih efektif dan penemuan vaksin yang lebih efektif.
Pasien dengan MDR-TB membutuhkan pengobatan lebih lama dengan obat yang
sebenarnya kurang efektif namun lebih toksik. Oleh karena itu sangat penting
untuk membedakan diagnosis MDR-TB dengan resistensi lain dengan melakukan
kultur mikobakterial dan uji sensitifitas karena implikasi terapi ang berbeda.3,4
Prevalensi  resistensi  OAT  diantara  pasien  baru  merupakan  indikator 
yang  sangat  penting  dalam  program  pengendalian  TB.  Prevalensi  resisten 
diantara  orang  yang  belum  pernah  diobati  merefleksikan  gambaran  program 
selama  periode  yang  panjang  dan  mengindikasikan  tingkat  penularan  dalam 
masyarakat. Pasien yang menjalani pengobatan kembali merupakan kelompok
heterogen yang terdiri dari pasien kronik yang merupakan kasus gagal
pengobatan, kasus relaps, dan pasien yang kembali setelah putus obat. Dalam
beberapa kasus, dari populasi lebih dari 40% menunjukkan hasil smear positif.
1
Kasus kronik dan pengobatan yang gagal memiliki resiko yang lebih besar
mendapatkan resistensi dan MDR-TB.3

1.2 TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk memahami tentang TB-MDR (Tubercolosa Multi Drug Resistants)


2. Untuk meningkatkan kemampuan penulis dalam penulisan karya ilmiah di
bidang kedokteran.
3. Untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program
Internship Dokter di Puskemas Medan Denai Tahun 2022/2023

1.3 MANFAAT
Manfaat yang diharapkan dalam penulisan makalah ini adalah dapat
meningkatkan pemahaman dan kemampuan klinis peserta Program Internship
Dokter mengenai kasus TB-MDR (Tubercolosa Multi Drug Resistants) di fasilitas
kesehatan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Tuberculosa Multi Drug Resistant (TB-MDR)


Tuberculosa Multi Drug Resistant (TB-MDR) didefinisikan sebagi
resistensi Mycobacterium Tuberculosis terhadap agen Obat Anti TB (OAT)
tanpa atau dengan lini pertama, yaitu Rifampisin (R) dan Isoniazide (H)
dimana kedua obat tersebut sangat penting pada pengobatan TB yang telah
diterapkan pada strategi DOTS.5
Kategori resistensi terhadap OAT secara umum dibagi menjadi:
a. Monoresistant : resistan terhadap salah satu OAT, misal resistan
terhadap Isoniazide.
b. Polyresistant: resistan terhadap lebih dari salah satu OAT, selain
kombinasi Isoniazide dan Rifampisin, misal resistan Isoniazide (H)
dan ethambutol, Rifampisin (R), Ethambutol, Isoniazide (H),
Ehambutol, Streptomisin(S), Rifampisin (R) Ethambutol dan
Streptomisin (S) .
c. Multidrug Resistant : resistant terhadap Isoniazide (H) dan Rifampisin
(R), dengan atau tanpa OAT lini pertama lainnya. Misal, resistant HR,
HRE, HRES.
d. Extensively Drug Resistant yaitu TB-MDR yang disertai resistensi
terhadap salah satu obat golongan Fluorokinolon dan salah satu dari
obat Injeksi lini kedua yaitu Kapreomisin (CM), Kanamisin (Km) dan
Amikasin (Am).
e. TB Resistant Rifampisisn yaitu resistan terhadap Rifampisin
(monoresisten, polyresistan, TB-MDR, TB-XDR) yang terdeteksi
menggunakan metode fenotip atau genotip dengan atau tanpa resisten
OAT lainnya.

Kategori resistan TB secara klinis dibagi menjadi:


a. Resistensi primer yaitu penderita sebelumnya tidak pernah mendapat

3
pengobatan atau telah mendapat pengobatan OAT kurang dari 1 bulan.
b. Resistensi inisial yaitu bila penderita tidak diketahui secara pasti
apakah sebelumnya sudah pernah mendapat pengobatan OAt atau
belum.
c. Resistensi Sekunder yaitu apabila pasien telah mempunyai riwayat
pengobatan OAT minimal 1 bulan.

2.2. Penyebab TB-MDR


Penyebab TB-MDR yaitu kegagalan pengobatan TB. Kegagalan ini dapat
merugikan pasien. Masalah TB-MDR sangat serius tidak hanya menimbulkan
kematian, masalah TB-MDR merupakan masalah yang serius karena TB-
MDR dapat menular di dalam suatu komunitas ataupun masyarakat. Jika
semakin banyak yang terkena TB-MDR maka akan menimbulkan XDR yang
pengobatannya lebih lama daripada TB-MDR dan membutuhkan biaya yang
cukup besar. Permenkes (2013), tentang pedoman managemen terpadu
pengendalian tuberkulosis resisten oleh faktor penyebab resisten Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) terhadap bakteri Mycobacterium tuberculosis adalah
ulah manusia. Faktor ulah manusia sebagai akibat dari tata laksana
pengobatan pasien TB yang tidak dilaksanakan dengan baik. Penatalaksanaan
pasien TB yang tidak adekuat tersebut dapat ditinjau dari sisi:

1. Pemberi jasa/ petugas Kesehatan.


Pemberi jasa atau petugas kesehatan menjadi salah satu faktor
penatalaksanaan yang tidak adekuat dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
sebagai berikut:
1) Diagnosis yang tidak tepat
2) Pengobatan tidak menggunakan panduan yang tepat
3) Dosis, jenis, jumlah obat dan jangka waktu pengobatan tidak adekuat.
4) Penyuluhan kepada pasien yang tidak adekuat.

2. Pasien

4
Pasien TB menjadi salah satu faktor tata laksana pengobatan yang tidak
dilaksanakan dengan baik. Hal tersebut dapat dikarenakan oleh beberapa
faktor, sebagai berikut:
1) Tidak mematuhi anjuran dokter/petugas kesehatan
2) Tidak teratur menelan panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
3) Menghentikan pengobatan sepihak sebelum waktunya. Gangguan
penyerapan obat
4) Program pengendalian TB
Program pengendalian TB yang tidak adekuat juga dapat menyebabkan
resisten Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Hal tersebut dapat dikarenakan
oleh beberapa faktor, sebagai berikut:
(1) Persediaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang kurang
(2) Kualitas Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang disediakan rendah
(Pharmaco-vigillance)

2.3. Patogenesis TB-MDR


Ungkapan terhadap tahap Multidrug Resistance (MDR) pada
mikrobasilologi mengarah pada resisten secara simultan terhadap rifampisin
dan isoniazide (dengan atau tanpa resistensi pada OAT lainnya) (vareldzis,
dkk., 1994 dalam Alfin 2007). Analisa secara genetik dan molekuler pada
Mycobasilum Tuberculosis menjelaskan bahwa mekanisme resistensi
biasanya didapat oleh basil melalui mutasi terhadap target obat (Spratt, 1994)
atau oleh titrasi dari obat akibat overproduksi dari target. TB-MDR
menghasilkan secara primer akumulasi mutasi gen target obat pada individu.

1. Mekanisme resistensi terhadap isoniazid (INH)


Isoniazid merupakan hidrasi dari asam isokotinik, molekul yang larut
air sehingga mudah untuk masuk ke dalam sel. Mekanisme kerja obat ini
dengan menghambat sintesis dinding sel asam mikolik (struktur bahan yang
sangat penting pada dinding sel Mycobasilum) melalui jalur yang tergantung
dengan oksigen seperti reaksi katase peroksidase (Riyanto, dkk., 2006).

5
Mutasi Mycobacterium Tuberculosis yang resisten terhadap isoniazid
terjadi secara spontan dengan kecepatan 1 dalam 105-106 organisme.
Mekanisme resistensi isoniazid diperkirakan oleh adanya asam amino yang
berubah gen katalase peroksidase (katG) atau promoter pada lokus 2 gen yang
dikenal sebagai inhA. Mutasi missense atau delesi katG berkaitan dengan
berkurangnya aktivitas katalase dan peroksidase (Wallace, dkk., 2004).

2. Mekanisme resistensi terhadap Rifampicin


Rifampisin merupakan turunan semisintetik dari Streptimyces
mediterranei, yang bekerja sebagai basilsid intraseluler maupun ekstraseluler
(Riyanto, dkk., 2006. Wallace, dkk., 2004). Obat ini menghambat sintesis
RNA dengan mengikat atau menghambat secara khusus RNA polymerase
yang tergantung DNA. Rifampisin berperan aktif invitro pada kokus gram
positif dan gram negatif, Mycobasilum, Chlamydia dan Poxvirus. Resistensi
mutannya tinggi, biasanya pada semua populasi Mycobasilum terjadi pada
frekuensi 1:107 atau lebih 12. Resistensi terhadap rifampisin ini disebabkan
oleh adanya permeabilitas barrier.

3. Mekanisme resistensi terhadap pyrazinemide


Pyrazinamid merupakan turunan asam nikotinik yang berperan
penting sebagai basilsid jangka pendek terhadap Mycobacterium Tuberculosis
14. Obat ini bekerja efektif terhadap basil Mycobacterium Tuberculosis
secara invitro pada PH asam (PH 5,0-5,5). Pada keadaan PH netral,
pyrazinamid tidak berefek atau hanya sedikit berefek (Riyanto, dkk., 2006).
Obat ini merupakan Basilsid yang memetabolisme secara lambat organisme
yang berada dalam suasana asam pada fagosit atau granuloma kaseosa. Obat
tersebut akan diubah oleh basil tuberkel menjadi bentuk yang aktif asan
pyrazinoat (Wallace, dkk., 2004).

Mekanisme resistensi pyrazinamid berkaitan dengan hilangnya

6
aktivitas pyrazinamidase sehingga pyrazinamid tidak banyak yang diubah
menjadi asam pyrazinoat. Kebanyakan kasus resistensi pyrazinamid ini akan
berkaitan dengan mutasi pada gen pncA, yang menjadikan pyrazinamidase
(Wallace, dkk., 2004).

4. Mekanisme resistensi terhadap Ethambutol


Ethambutol merupakan turunan ethylenediamine yang larut air dan
aktif hanya pada mycobasila. Ethambutol ini bekerja sebagai basilostatik pada
dosis standar. Mekanisme utamanya dengan menghambat enzim
arabinosyltransferase yang memperantarai polymerisasi arabinose menjadi
arabinogalactan yang berada di dalam dinding sel. Resistensi ethambutol pada
Mycobacterium Tuberculosis paling sering beraitan dengan mutasi missense
pada GenembB yang menjadi sandi untuk arabinosyltransferase. Mutasi ini
telah ditemukan pada 70% strain yang resisten dan keterlibatan pengganti
asam amino pada posisi 306 atau 406 pada sekitar 90% kasus (Wallace, dkk.,
2004).

5. Mekanisme resistensi terhadap Streptomysin


Streptomysin merupakan golongan aminoglikosida yang diisolasi dari
streptomyces griseus. Obat ini bekerja dengan menghambat sintesis protein
dengan mengganggu fungsi ribosomal 14. Pada 2/3 strain Mycobacterium
Tuberculosis yang resisten terhadap streptomysin telah diidentifikasi oleh
karena adanya mutasi pada satu dan dua target yaitu pada gen 16S rRNA (rrs)
atau gen 16 yang menyandikan protein ribosomal S12 (rpsl). Kedua target
diyakini terlibat pada ikatan streptomysin ribosomal 14. Mutasi yang utama
terjadi pada rpsl. Mutasi pada rpsl telah diidentifikasi sebanyak 50% isolate
yang resisten terhadap streptomysin dan mutasi pada rrs sebanyak 20%15.
Pada sepertiga yang lainnya tidak ditemukan adanya mutasi. Frekuensi
resitensi mutan terjadi pada 1 dan 105 sampai 107 organisme. Strain
Mycobacterium Tuberculosis yang resisten terhadap streptomysin tidak
mengalami resistensi silang terhadap capreomysin maupun amikasin

7
(Wallace, dkk., 2004).

2.4. Diagnosis TB-MDR


Penegakan diagnosis TB-MDR sesuai dengan Pedoman Manajemen Terpadu
Pengendalian Tuberkulosis Resistensi Obat (2013), meliputi:
1. Strategi diagnosis TB-MDR.
Pemeriksaan laboratorium untuk uji kepekaan Mycobacterium
tuberculosis dilakukan dengan metode standar yang tersedia di Indonesia
yaitu dengan (a) metode konvensional yang menggunakan media padat
(Lowenstein Jensen/ LJ) atau media cair (MGIT); (b) tes cepat (Rapid Test)
dengan menggunakan cara Hain atau Gene Xpert. Pemeriksaan uji kepekaan
Mycobacterium tuberculosis yang dilaksanakan adalah pemeriksaan untuk
obat lini pertama dan lini kedua.

2. Prosedur dasar diagnostik untuk suspek TB-MDR


Pemeriksaan biakan dan uji kepekaan Mycobacterium tuberculosis
untuk Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini kedua bersamaan dengan Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) lini pertama dilakukan terhadap pasien TB dengan kasus
TB kronis, pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB non DOTS
dan suspek TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan kasus TB XDR
konfirmasi. Pemeriksaan uji kepekaan Mycobacterium tuberculosis untuk
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini kedua setelah terbukti menderita TB-
MDR dilakukan terhadap;
(a) pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi;
(b) pasien pengobatan kategori 1 yang gagal;
(c) pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi setelah pemberian
sisipan;
(d) pasien kambuh (relaps), kategori 2 ;
(e) pasien yang berobat kembali setelah lalai berobat/default, kategori 1
dan kategori 2;
(f) suspek TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien TBMDR;

8
(g) pasien koinfeksi TB-HIV yang tidak respon terhadap pemberian Obat
Anti Tuberkulosis (OAT). Pemeriksaan uji kepekaan Mycobacterium
tuberculosis untuk Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini kedua atas indikasi
khusus dilakukan apabila setiap pasien yang hasil biakan tetap positif pada
atau setelah bulan ke empat pengobatan menggunakan paduan obat standar
yang digunakan pada pengobatan TBMDR dan pasien yang mengalami
rekonversi biakan menjadi positif kembali setelah pengobatan TB-MDR
bulan ke empat.

3. Diagnosis TB resisten obat


Diagnosis TB resistan obat dipastikan berdasarkan uji kepekaan
Mycobacterium tuberculosis secara metode konvensional dengan
menggunakan media padat atau media cair maupun metode cepat (rapid test).
Penunjang pemeriksaan biakan dan uji kepekaan Mycobacterium tuberculosis
pada suspek TB resisten obat akan diambil dahak dua kali dan salah satunya
adalah dahak pagi hari.

4. Pemeriksaan laboratorium

1) Pemeriksaan mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis Bakteri Tahan Asam (BTA) dengan
pewarnaan Ziehl Neelsen. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis
merupakan : (a) pemeriksaan pendahuluan pada suspek TB-MDR, yang
dilanjutkan dengan biakan dan uji kepekaan Mycobacterium
tuberculosis; (b) pemeriksaan dahak lanjutan (follow-up) dalam waktu-
waktu tertentu selama masa pengobatan, diikuti dengan pemeriksaan
biakan untuk memastikan bahwa Mycobacterium tuberculosis sudah
tidak ada.

2) Biakan Mycobacterium tuberculosis


Biakan Mycobacterium tuberculosis dapat dilakukan pada media padat

9
maupun media cair. Masing-masing metode tersebut memiliki kelebihan
dan kekurangan. Biakan menggunakan media padat relatif lebih murah
dibanding media cair tetapi memerlukan waktu yang lebih lama yaitu 3-8
minggu. Sebaliknya bila menggunakan media cair hasil biakan dapat
diketahui dalam waktu 1-2 minggu tetapi memerlukan biaya yang lebih
mahal. Proses yang tidak mengikuti prosedur tetap seperti pembuatan
media dan pelaksanaan biakan mempengaruhi hasil biakan, misalnya
proses dekontaminasi yang berlebihan atau tidak cukup dan suhu
inkubasi yang tidak tepat.

3) Uji kepekaan Mycobacterium tuberculosis terhadap Obat Anti


Tuberkulosis (OAT)
WHO telah merekomendasikan pemeriksaan uji kepekaan
Mycobacterium tuberkulosis secara cepat (rapid test). Metode yang
digunakan adalah Line probe assay (LPA) yang dikenal dengan Hain
test/Genotype TB MDR plus. Hasil pemeriksaan dapat diperoleh dalam
waktu kurang lebih 24 jam dan Gene Xpert yang merupakan tes molekuler
berbasis PCR dengan amplifikasis asam nukleat secara otomatis sebagai
sarana deteksi TB dan uji kepekaan rifampicin. Hasil pemeriksaan dapat
diketahui dalam waktu kurang lebih 1-2 jam.

2.1 Klasifikasi pasien TB-MDR


Pasien TB-MDR diregistrasi sesuai dengan klasifikasi pasien berdasarkan
riwayat pengobatan sebelumnya, yaitu:
(1) pasien baru adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan
dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) atau pernah diobati menggunakan
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kurang dari 1 bulan;
(2) pengobatan ulangan adalah pasien yang mendapatkan pengobatan ulang
karena; kambuh (relaps), pengobatan setelah putus berobat (default), kasus
kronik, pasien gagal pengobatan kategori 1, pasien yang telah mendapat
pelayanan oleh sarana pengobatan non DOTS.

10
2.5. Pelayanan TB
2.5.1. Pengertian
Pelayanan Kesehatan TB Paru adalah salah satu jenis pelayanan kesehatan di
Puskesmas yang memberikan layanan kesehatan untuk penderita TB Paru.
Salah satu strategi pengobatan yang digunakan dalam penanggunalangan TB
Paru adalah DOTS (Directly Observed Treatment- shortcourse). DOTS adalah
strategi yang komprehensif untuk digunakan oleh petugas kesehatan primer di
seluruh dunia untuk mendeteksi dan menyembuhkan pasien TB Paru.
Prinsip DOTS adalah menentukan pelayanan pengobatan terhadap penderita
agar secara langsung dapat mengawasi keteraturan minum obat. Strategi ini
diawasi oleh petugas Puskesmas, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan
pihak lain yang paham tentang program DOTS.

2.5.2. Sasaran Pelayanan TB Paru

Dalam promosi kesehatan dalam penanggulangan TB diarahkan untuk


meningkatkan pengetahuan yang benar dan komprehensif mengenai
pencegahan penularan, pengobatan, pola hidup bersih dan sehat (PHBS),
sehingga terjadi perubahan sikap dan perilaku sasaran program TB terkait
dengan hal tersebut serta menghilangkan stigma serta diskriminasi masyakarat
serta petugas kesehatan terhadap pasien TB.

Sasaran promosi kesehatan penanggulangan TB adalah:

1. Pasien, individu sehat (masyarakat) dan keluarga sebagai komponen dari


masyarakat.

2. Tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, petugas kesehatan, pejabat


pemerintahan, organisasi kemasyarakatan dan media massa. Diharapkan dapat
berperan dalam penanggulangan TB sebagai berikut:

a. Sebagai panutan untuk tidak menciptakan stigma dan diskriminasi terkait


TB.

11
b. Membantu menyebarluaskan informasi tentang TB dan PHBS.

c. Mendorong pasien TB untuk menjalankan pengobatan secara tuntas.

d. Mendorong masyarakat agar segera memeriksakan diri ke layanan TB


yang berkualitas.

3. Pembuat kebijakan publik yang menerbitkan peraturan perundang-


undangan dibidang kesehatan dan bidang lain yang terkait serta mereka yang
dapat memfasilitasi atau menyediakan sumber daya. Peran yang diharapkan
adalah:
a. Memberlakukan kebijakan/peraturan perundang-undangan untuk
mendukung penanggulangan TB.
b. Membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain lain)
untuk meningkatkan capaian program TB.

2.5.3. Strategi Promosi Kesehatan dalam Penanggulangan TB

Proses pemberian informasi tentang TB secara terus menerus serta


berkesinambungan untuk menciptakan kesadaran, kemauan dan kemampuan
pasien TB, keluarga dan kelompok masyarakat. Metode yang dilakukan
adalah melalui komunikasi efektif, demontrasi (praktek), konseling dan
bimbingan yang dilakukan baik di dalam layanan kesehatan ataupun saat
kunjungan rumah dengan memanfaatkan media komunikasi seperti lembar
balik, leaflet, poster atau media lainnya.

2.5.4. Kegiatan Pelayanan TB Paru


Kegiatan utama :
1. Pendaftaran
 (Pasien membawa kartu berobat bagi pasien yang sudah terdaftar
dipuskesmas dan KTP, Kartu askes bagi peserta askes, kartu BPJS bagi peserta
BPJS)
 Pasien datang ke loket pendaftaran (registrasi)

12
 Menunjukkan persyaratan yang dimiliki
 Pasien dikirim ke poli TB Paru
2. Pemeriksaan (pemeriksaan vital sign yaitu penimbangan BB pasien,
TB, TD, HR, RR, Temperatur).
3. Konsultasi/konseling
Pasien disuruh masuk kedalam poli TB untuk dilakukan anamnesa serta
menanyakan gejala-gejala yang dialami oleh pasien, dan dilakukan
pemeriksaan fisik sesuai dengan prosedurnya. Kemudian memberikan
konseling tentang penyakit TB serta pemberian Edukasi.
4. Pemberian OAT (Obat Anti TB)
 Petugas memberikan penjelasan tentang dosis dan aturan minum obat,
serta resiko dari pengobatan TB yang tidak taat dan tuntas
 Petugas memberikan penjelasan kepada penderita untuk pola hidup
sehat untuk membantu proses penyembuhan, kemudian mencatat form TB
seperti tanggal pengambilan obat, tahap pengobatan, jumlah OAT dan tanggal
harus kembali mengambil obat dihari jumat.
 Penderita diminta mengulang apa yang telah disampaikan petugas
 Kemudian penyerahan obat kepada pasien.
5. Pasien pulang.

13
BAB III

METODE
3.1. Desain

Desain studi : Cross sectional

Bentuk studi : Analitik observasional

3.2. Waktu
dan Tempat

Mini project ini dilaksanakan pada dengan kunjungan ke masing- masing rumah
pasien.

No Kegiatan Tanggal
.

1.

2.

3.

3.3. Langkah

 Peneliti bersama dengan pemegang program di Puskesmas Medan Denai


melakukan evaluasi lapangan untuk menggali metode intervensi terhadap
masalah aktual yang terjadi di lapangan

14
 Peneliti melakukan sesi diskusi dengan dokter pembimbing berkenaan
mengenai pengadaan acara

 Peneliti bersama dengan pemegang program di Puskesmas Medan Denai


melakukan inisiasi dan persiapan pengadaan acara

 Peneliti bersama dengan pemegang program di Puskesmas Medan Denai


melakukan diskusi dengan kader untuk pengadaan kegiatan terhadap
populasi sampel

 Peneliti bersama dengan pemegang program di Puskesmas Medan Denai


dan Kader mempimpin pelaksanaan kegiatan yang dilanjutkan dengan
evaluasi hasil intervensi

 Peneliti menyusun laporan hasil pelaksanaan acara

3.4.
Penyajian Data

Kuesioner yang digunakan pada mini project ini berupa pertanyaan pilihan iya
dan tidak. Data yang didapatkan menggunakan metode total sampling dengan cara
consecutive sampling mengambil semua populasi pasien TB MDR pada Puskesmas
Medan Denai.

3.5. Strategi
Kegiatan

Strategi yang digunalan dalam upaya pengikutsertaan seluruh pasien TB MDR


pada Puskesmas Medan denai adalah dengan upaya memberikan penyuluhan
terhadap pasien TB lainnya agak tidak menjadi TB MDR

3.6. Media
Kegiatan

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjahruracchman  A.  Modul  Kultur  dan  Uji  kepekaan  M.tuberculosis 


terhadap  obat  anti  tuberculosis lini pertama. Depkes RI. 2008. hal : 1‐7, 63‐
6
2. WHO/IUATLD  Global  Project  on  Anti  Tuberculosis  Drug  Resistance 
Surveillance.  Anti 

16
Tuberculosis Drug Resistance in the World. Report no.4. Geneva. 2008. p : 1
4‐7 
3. Palomino, JC. Leao, SC. Ritacco, V (ed). Tuberculosis 2007; From Basic Sci
ence to Patient  Care. www.TuberculosisTextbook.com. 2007. p : 635‐55 
4. Sharma, SK. Mohan, A. Multidrug‐resistant Tuberculosis. Review Article. 
Indian  Journal  Med Res 120, 354‐376. 2004.
5. Kementerian kesehatan RI. 2013. Petunjuk teknis manajemen terpadu
pengendalian tuberculosis resistan obat 2014 (edisi 1). Jakarta: Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
6. Fauziah,A.L., Sudaryo, M. K (2013). Faktor faktor yang berpengaruh
terhadap kejadian tuberculosis multidrug resistan(TBMDR) di RSUP
Persahabatan tahun2013. Departemen epidemiologi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia. Diakses 6 juli 2017.

17

Anda mungkin juga menyukai