Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

PESERTA PIDI
WAHANA RSU MITRA MEDIKA AMPLAS

ATRIAL FIBRILASI

Disusun Oleh :
dr. M. Hafiz Muflih

Pembimbing : dr. Hendry, M.K.M

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM MITRA MEDIKA AMPLAS
KOTA MEDAN
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “ATRIAL FIBRILASI”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada


pendamping, dr. Hendry, M.KM, yang telah banyak meluangkan waktu untuk saya
serta memberikan ilmu dan saran dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga
dapat selesai tepat pada waktunya.

Dengan demikian diharapkan laporan kasus ini dapat memberikan


kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal. Penulis
menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih belum sempurna. Untuk itu
saya mengharapkan saran yang membangun sebagai masukan demi memperbaiki
penulisan laporan-laporan selanjutnya.

Medan, Juni 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1


1.2 Tujuan ................................................................................................ 2
1.3 Manfaat .............................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 3

2.1 Definisi ............................................................................................... 3


2.2 Klasifikasi .......................................................................................... 3
2.3 Faktor Resiko ..................................................................................... 4
2.4 Patofisiologi ....................................................................................... 5
2.5 Manifestasi Klinis .............................................................................. 6
2.6 Diagnosis............................................................................................ 6
2.7 Tatalaksana.......................................................................................... 9
2.8 Komplikasi. ....................................................................................... 14
BAB III LAPORAN KASUS....................................................................... 15

BAB IV FOLLOW UP PASIEN ................................................................. 21

BAB V DISKUSI KASUS ............................................................................ 25

BAB VI KESIMPULAN .............................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 28

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Fibrilasi atrium (FA) didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal


dengan aktivitas listrik jantung yang cepat dan tidak beraturan.1 Fibrilasi atrium
merupakan aritmia yang paling banyak ditemukan dalam praktik sehari-hari, yaitu
berkisar 1-2% dari populasi dan akan terus meningkat seiring dengan
bertambahnya usia.2 Fibrilasi atrium sangat berhubungan dengan meningkatnya
angka morbiditas dan mortalitas di dunia oleh karena dapat menyebabkan
penurunan kapasitas fungsi dan keseimbangan kerja jantung.3
Fibrilasi atrium diderita oleh 1-2% penduduk dunia dengan rata-rata usia
40– 50 tahun, sekitar 5-15% penderita berusia >80 tahun.4 Insiden FA pada
populasi non-caucasian meningkat sebesar 13% dalam 2 dekade terakhir.5
Di Indonesia insiden FA semakin meningkat setiap tahunnya. Data yang
berasal dari Rumah Sakit Jantung Harapan Kita melaporkan insiden FA mengalami
peningkatan, yaitu 7% tahun 2010, 9% tahun 2011, 9,3% tahun 2012, dan 9,8%
tahun 2013. Menurut studi observasional (MONICA-multinational monitoring of
trend and determinant in cardiovascular), pada populasi Jakarta angka kejadian FA
sebesar 0,2% dengan rasio laki-laki dan perempuan 3:2.6 Pada kelompok usia diatas
80 tahun, kejadian FA mencapai 15%.2
Fibrilasi atrium di masyarakat sering terabaikan, karena sebagian dari
penderita hanya memiliki keluhan utama palpitasi atau bahkan sebagian tidak
memiliki keluhan sama sekali.2 Gejala yang ditimbulkan FA juga tergantung dari
penyebab FA dan kecepatan detak jantung yang terjadi selama FA.7 Sebagian
pasien FA memiliki keluhan utama berupa palpitasi dan keluhan lain berupa sesak
nafas, nyeri dada terutama saat beraktifitas.1,8
Kejadian atrial fibrilasi dapat terjadi pada jantung dengan struktur anatomi
normal, namun umumnya lebih sering terjadi pada keadaan kelainan struktur
penyakit jantung. Penyebab fibrilasi atrium yang paling sering terjadi adalah akibat
penyakit jantung iskemik, penyakit jantung hipertensi, kelainan katup mitral,
perikarditis, kardiomiopati, emboli paru, pneumonia, penyakit paru obstruktif
kronik, dan kor pulmonal. Pada beberapa kasus, fibrilasi atrium tidak ditemukan
penyebabnya.9

1
Diketahui bawah sekitar 25% pasien FA juga menderita penyakit jantung
koroner. Walaupun hanya 10% dari seluruh kejadian infark miokard akut yang
mengalami FA, tetapi kejadian tersebut akan meningkatkan angka mortalitas
sampai 40%. Penyakit katup reumatik meningkatkan kemungkinan terjadinya FA
dan mempunyai risiko 4 kali lipat untuk terjadinya komplikasi tromboemboli. Pada
pasien dengan disfungsi ventrikel kiri, kejadian FA ditemukan pada satu diantara
lima pasien. Pada hipertensi sistemik ditemukan 45% dan diabetes melitus 10%
dari pasien FA. Demikian pula dengan beberapa keadaan lain seperti penyakit paru
obstruktif kronik dan emboli paru akut.10

1.2 TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk memahami tentang Atrial Fibrilasi


2. Untuk meningkatkan kemampuan penulis dalam penulisan karya ilmiah di
bidang kedokteran.
3. Untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program
Internship Dokter di Rumah Sakit Umum Mitra Medika Amplas Tahun
2022/2023

1.3 MANFAAT
Manfaat yang diharapkan dalam penulisan makalah ini adalah dapat
meningkatkan pemahaman dan kemampuan klinis peserta Program Internship
Dokter mengenai kasus Atrial Fibrilasi di fasilitas kesehatan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Fibrilasi Atrium


Fibrilasi atrium (FA) merupakan takiaritmia supraventrikuler yang ditandai
dengan aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi. Fibrilasi atrium (FA) bukan
merupakan keadaan yang mengancam jiwa, namun FA berhubungan dengan peningkatan
angka morbiditas dan mortalitas.11 Pada elektrokardiogram (EKG) FA menunjukkan
gelombang P yang digantikan oleh gelombang getar (fibrilasi) yang bervariasi
bentuk, durasi dan amplitudo yang dapat diikuti dengan respon ventrikel yang
ireguler.12 Ciri-ciri FA pada EKG umumnya memiliki gambaran sebagai berikut:13
a) Pola interval RR yang ireguler dan tidak repetitif.
b) Tidak terdapat gelombang P yang jelas pada gambaran EKG. Kadang-
kadang dapat terlihat aktivitas atrium yang ireguler pada beberapa sadapan
EKG, paling sering pada sadapan V1.
c) Siklus atrium (interval antara dua gelombang aktivasi atrium) tersebut
biasanya bervariasi, umumnya kecepatannya melebihi 450x/menit.

Gambar 1. Gambaran EKG pada FA.12

2.2 Klasifikasi Fibrilasi Atrium


Terdapat beberapa macam klasifikasi FA dan berubah seiring dengan
perkembangan waktu. Klasifikasi pada FA yang dibuat oleh American College of
Cardiology (ACC), American Heart Association (AHA), European Society of
Cardiology (ESC) membagi FA dalam beberapa jenis berikut:14

3
2.3 Faktor Resiko Fibrilasi Atrium
Fibrilasi atrium (FA) mempunyai kaitan erat dengan kelainan pada sistem
kardiovaskuler. Beberapa literatur membagi faktor risiko FA menjadi dua jenis
yaitu FA dengan kondisi kelainan jantung (cardiac) maupun kelainan non jantung
(non cardiac). Beberapa contoh faktor risiko klasik seperti hipertensi, penyakit
katup jantung, kardiomiopati, penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, dan
penyakit tiroid.15 Pada beberapa kasus, FA bisa muncul tanpa adanya kelainan
pada sistem kardiovaskuler yang disebut lone FA. Pada kasus lone FA, suatu
penelitian menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor risiko lain yang
diperkirakan dapat menimbulkan FA seperti obesitas, sleep apneu, intoksikasi
alkohol, olahraga yang berlebihan, inflamasi dan faktor genetik. Namun,
diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menganalisa dan memvalidasi faktorfaktor
risiko baru tersebut.16
Secara umum, faktor risiko FA dibagi menjadi dua kategori yaitu kelainan
pada jantung dan kelainan non jantung. Faktor risiko tersebut meliputi:12,13
1) Kelainan pada jantung
a. Penyakit katup mitral
b. Gagal jantung
c. Infark miokard
d. Kardiomiopati hipertrofik

4
e. Perikarditis
f. Sick Sinus Syndrome
g. Wolff-Parkinson-White syndrome
h. Post operasi bypass arteri koroner
2) Penyakit non jantung
a. Konsumsi alkohol
b. Hipertiroidisme atau hipotiroidisme
c. Emboli pulmonal
d. Sepsis, pneumonia
e. Obesitas
f. Hipertensi
g. Penyakit paru obstruktif kronik
Faktro-faktor risiko tersebut mempengaruhi struktur jantung atau secara
langsung mempengaruhi irama denyut jantung sehingga menimbulkan FA.

2.4 Patofisiologi Atrial Fibrilasi (AF)


Terjadinya FA masih belum sepenuhnya dipahami dan dipercaya bersifat
multifaktorial. Dua konsep yang dianut tentang mekanisme FA adalah:
1) faktor pemicu (trigger); dan
2) faktor-faktor yang mempertahankannya.6
Teori mekanisme fokal, terdapat pemicu (triggers) ektopik fokal dari
serabut muskuler pada daerah tertentu seperti vena pulmonalis, vena cava superior,
posterior atrium kiri, dan ligamentum Marshall.17,18 Hal ini disebabkan oleh karena
mekanisme selular dari aktivitas fokal sehingga terjadi pemendekan dari periode
refrakter pada serat miosit dan gangguan konduksi, sehingga dapat berpotensi
untuk mencetuskan takiaritmia atrium.19
Teori hipotesis wavelet multipel, FA disebabkan oleh konduksi kontinyu
yang dihasilkan oleh gelombang-gelombang reentry yang menjalar ke otot
Diagnosis fibrilasi atrium pertama kali Paroksismal ( umumnya ≤ 48 jam)
Persisten (> 7 hari atau membutuhkan kardioversi) Persisten lama (long standing
persistent) > 1 tahun Permanen 10 dinding atrium. Gelombang-gelombang
tersebut dapat terpecah menjadi gelombang-gelombang lebih kecil, bergabung
satu sama lain menimbulkan gelombang yang lebih besar, atau dapat bertabrakan
sehingga meniadakan satu sama lain. Jika cetusan gelombang masih cukup

5
banyak, kondisi FA tetap dapat dipertahankan. 11,20

Gambar 2. Gambaran skematik pola konduksi abnormal pada FA.12

2.5 Manifestasi Klinis Fibrilasi Atrium


Manifestasi klinis yang diakibatkan FA berhubungan dengan kecepatan laju
ventrikel, penyakit yang mendasari FA, lamanya FA dan komplikasi yang
ditimbulkan FA. Gejala umum yang dapat ditimbulkan seperti ansietas, palpitasi,
dispneu, pusing, nyeri dada, cepat lelah dan gejala tromboemboli.11,20
Diperkirakan 25% pasien dengan FA bersifat asimptomatik terutama pada pasien
lanjut usia dan pasien dengan FA persisten.21

2.6 Diagnosis Fibrilasi Atrium


Penentuan diagnosis FA sangat diperlukan sebagai manajemen FA
selanjutnya. Manajemen akut pasien dengan FA berorientasi pada penanganan
gejala dan faktor risiko yang ditimbulkan FA. Evaluasi klinis dapat ditentukan 13
oleh skor EHRA (European Heart Rhytm Association). Penentuan diagnosis
berguna untuk menentukan klasifikasi FA pada pasien.13

6
Anamnesis
Spektrum presentasi klinis AF sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik
hingga syok kardiogenik atau kejadian serebrovaskular berat. Hampir >50%
episode AF tidak menyebabkan gejala. Beberapa gejala ringan yang mungkin
dikeluhkan:22
1. Palpitasi
2. Mudah lelah atau toleransi rendah terhadap aktivitas fisik
3. Presinkop atau sinkop
4. Kelemahan umum, pusing

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik selalu dimulai dengan pemeriksaan jalan nafas (airway),
pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation) serta tanda-tanda vital untuk
mengarahkan tindak lanjut terhadap AF. Pemeriksaan fisis juga dapat memberikan
informasi tentang dasar penyebab dan gejala sisa dari AF.23
1. Tanda vital
Pengukuran laju nadi, tekanan darah, kecepatan nafas dan saturasi oksigen
sangat penting dalam evaluasi stabilitas hemodinamik dan kendali laju yang
adekuat pada AF. Pada pemeriksaan fisis, denyut nadi umumnya ireguler dan
cepat, sekitar 110- 140x/menit, tetapi jarang melebihi 160-170x/menit. Pasien
dengan hipotermia atau dengan toksisitas obat jantung (digitalis) dapat mengalami
bradikadia.
2. Kepala dan Leher
Pemeriksaan kepala dan leher dapat menunjukkan eksoftalmus, pembesaran tiroid,
peningkatan tekanan vena jugular atau sianosis. Bruit arteri karotis
mengindikasikan penyakit arteri perifer dan kemungkinan komorbiditas PJK.
3. Paru
Pemeriksaan paru dapat mengungkap tanda-tanda gagal jantung (misalnya ronki,
efusi pleura). Mengi atau pemanjangan ekspirasi mengindikasikan adanya
penyakit paru kronik yang mungkin mendasari terjadinya AF (misalnya PPOM,
asma).
4. Jantung
Pemeriksaan jantung sangat penting dalam pemeriksaan fisis pada pasien AF.
Palpasi dan auskultasi yang menyeluruh sangat penting untuk mengevaluasi
penyakit jantung katup atau kardiomiopati. Pergeseran dari punctum maximum
7
atau adanya bunyi jantung tambahan (S3) mengindikasikan pembesaran ventrikel
dan peningkatan tekanan ventrikel kiri (VKi). Bunyi II (P2) yang mengeras dapat
menandakan adanya hipertensi pulmonal. Pulsus defisit, di mana terdapat selisih
jumlah nadi yang teraba dengan auskultasi laju jantung, dapat ditemukan pada AF.
5. Abdomen
Adanya asites, hepatomegali atau kapsul hepar yang teraba mengencang dapat
mengindikasikan gagal jantung kanan atau penyakit hati intrinsik. Nyeri kuadran
kiri atas, mungkin disebabkan infark limpa akibat embolisasi perifer.
6. Ekstremitas bawah
Pada pemeriksaan ekstremitas bawah, dapat ditemukan sianosis, jari tabuh, atau
edema. Ekstremitas yang dingin dan tanpa nadi mungkin mengindikasikan emboli
perifer. Melemahnya nadi perifer dapat mengindikasikan penyakit arteri perifer
atau curah jantung yang menurun.
7. Neurologis
Tanda-tanda transient ischemic attack (TIA) atau kejadian serebrovaskular
terkadang dapat ditemukan pada pasien AF. Peningkatan refleks dapat ditemukan
pada hipertiroidisme.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium bertujuan mencari gangguan/ penyakit yang
tersembunyi, terutama apabila laju ventrikel sulit dikontrol. Satu studi
menunjukkan elevasi ringan troponin-I saat masuk rumah sakit terkait dengan
mortalitas dan kejadian kardiak yang lebih tinggi, dan mungkin berguna untuk
stratifikasi risiko.24
Pemeriksaan laboratorium yang dapat diperiksa antara lain:22
1. Darah lengkap (anemia, infeksi)
2. Elektrolit, ureum, kreatinin serum (gangguan elektrolit atau gagal ginjal)
3. Enzim jantung seperti CKMB dan atau troponin (infark miokard sebagai
pencetus AF)
4. Peptida natriuretik (BNP, N-terminal pro-BNP dan ANP) memiliki asosiasi
dengan AF.
5. D-dimer (bila pasien memiliki risiko emboli paru)
6. Fungsi tiroid (tirotoksikosis)
7. Kadar digoksin (evaluasi level subterapeutik dan/atau toksisitas)

8
8. Uji toksikologi atau level etanol

Elektrokardiogram (EKG)
Pada elektrokardiogram (EKG) FA menunjukkan gelombang P yang
digantikan oleh gelombang getar (fibrilasi) yang bervariasi bentuk, durasi dan
amplitudo yang dapat diikuti dengan respon ventrikel yang ireguler.12Gambaran
FA pada EKG umumnya memiliki gambaran sebagai berikut:13
a) Pola interval RR yang ireguler dan tidak repetitif.
b) Tidak terdapat gelombang P yang jelas pada gambaran EKG. Kadang-
kadang dapat terlihat aktivitas atrium yang ireguler pada beberapa sadapan
EKG, paling sering pada sadapan V1.
c) Siklus atrium (interval antara dua gelombang aktivasi atrium) tersebut
biasanya bervariasi, umumnya kecepatannya melebihi 450x/menit.

2.7 Tatalaksana Atrial Fibrilasi


Tujuan
Tujuan dalam penatalaksanaan FA terdiri dari tiga aspek fundamental yaitu:
mengontrol laju irama ventrikel, mengembalikan ke irama sinus, dan pencegahan
tromboemboli.11 Dalam penatalaksanaan FA perlu diperhatikan apakah pada
pasien tersebut dapat dilakukan konversi ke irama sinus atau cukup dengan
pengontrolan laju irama ventrikel. Konversi ke irama sinus merupakan tindakan
utama apabila kardioversi masih dapat dilakukan.12
Tabel 4. Klasifikasi obat antiaritmia.

Sumber : Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease 4th ed. Lippincott & Wilkins.
9
Tabel 5. Agen antiaritmia untuk mempertahankan irama sinus.

Sumber: 2014 AHA/ACC/HRS Guideline for the Management of Pattients


With Atrial Fibrillation: Executive Summary

10
Cardioversi dilakukan pada pasien yang dipuasakan dan dalam pemberian
anesthesia short acting yang adekuat. Inisial shock 100 J seringkali terlalu rendah
dan inisial energi 200 J atau lebih direkomendasikan untuk electrical cardioversion
pada pasien AF. Energi yang lebih kecil juga dapat diberikan pada arus listrik
dengan biphasic waveform, dibandingkan dengan monophasic waveform. Irama
sinus dapat dikembalikan dengan direct-current cardioversion, namun tingkat
relaps tinggi kecuali obat antiaritmia diberikan bersamaan. Risiko electrical
cardioversion adalah kejadian emboli dan aritmia.

Pengontrolan Laju Irama Ventrikel


Tidak terdapat acuan yang ketat dalam menentukan batas yang perlu dicapai
dalam pengontrolan laju irama ventrikel, namun direkomendasikan kurang dari 80
kali/menit pada saat istirahat dan kurang dari 110 kali/menit saat melakukan
aktivitas. Monitor jangka panjang dengan menggunakan Holter atau alat
telemetrik lainnya dapat berguna dalam evaluasi laju irama ventrikel. Insufisiensi
kontrol laju irama ventrikel dapat menyebabkan takikardiomiopati pada pasien
FA. Pengontrolan laju irama ventrikel juga dilaksanakan pada pasien gagal jantung
dengan FA.12

Tabel 6. Terapi farmakologis untuk rate control pada AF

Sumber : 2014 AHA/ACC/HRS Guideline for the Management of Patients With Atrial
Fibrillation: Executive Summary

11
Pemberian penyekat beta atau antagonis kanal kalsium non-dihidropiridin
oral dapat digunakan pada pasien dengan hemodinamik stabil. Antagonis kanal
kalsium non-dihidropiridin hanya boleh dipakai pada pasien dengan fungsi sistolik
ventrikel yang masih baik. Obat intravena mempunyai respon yang lebih cepat
untuk mengontrol respon irama ventrikel. Digoksin atau amiodaron
direkomendasikan untuk mengontrol laju ventrikel pada pasien dengan FA dan
gagal jantung atau adanya hipotensi. Pada FA dengan preeksitasi, obat yang
digunakan adalah antiaritmia kelas I (propafenon, disopiramid, mexiletine) atau
amiodaron. Obat antiaritmia oral dapat digunakan untuk mengendalikan laju
ventrikel namun bersifat sementara. Diharapkan laju jantung akan menurun dalam
waktu 1-3 jam setelah pemberian antagonis kanal kalsium (ditiazem 30 mg atau
verapamil 80 mg), penyekat beta (propanolol 20-40 mg, bisoprolol 5 mg, atau
metoprolol 50 mg). Penting untuk menyingkirkan adanya riwayat dan gejala gagal
jantung. Kendali laju yang efektif tetap harus dengan pemberian obat antiaritmia
intravena.2

Pengendalian Irama Jantung


Respon irama ventrikel jantung yang terlalu cepat akan menyebabkan
gangguan hemodinamik pada pasien FA. Pada pasien dengan hemodinamik tidak
stabil akibat FA harus dilakukan kardioversi elektrik untuk mengembalikan ke
irama sinus.25 Pasien yang masih menunjukkan gejala dengan gangguan
hemodinamik meskipun strategi kendali telah optimal, dapat dilakukan
kardioversi farmakologis dengan obat antiaritmia intravena atau kardioversi
elektrik. Obat intravena untuk kardioversi farmakologis salah satunya amiodaron
yang mempunyai efek kardioversi beberapa jam setelah pemberian.6,13
Pemberian propafenon oral (450-600 mg) dapat mengonversi irama FA
menjadi irama sinus. Efektivitas propafenon oral tersebut mencapai 45% dalam 3
jam. Strategi terapi ini dapat dipilih pada pasien dengan gejala yang berat dan FA
jarang.13,25 Pasien dengan respon ventrikuler yang cepat membutuhkan penyekat
beta oral atau penyekat kanal kalsium non dihidropiridin. Verapamil dan
metoprolol banyak digunakan untuk memperlambat konduksi nodus
atrioventrikuler.11 Pasien FA dengan hemodinamik tidak stabil akibat laju irama
ventrikel yang cepat disertai tanda iskemia, hipotensi, dan sinkop perlu segera
dilakukan kardioversi elektrik. Kardioversi elektrik dimulai dengan 100 Joule

12
(bifasik). Bila tidak menunjukkan hasil dapat dinaikkan menjadi 200 Joule. Pasien
dipuasakan dan dilakukan anestesi kerja pendek. Kardioversi dinyatakan berhasil
apabila didapatkan satu atau dua gelombang P setelah kardioversi. Risiko
tromboemboli atau stroke emboli tidak berbeda antara kardioversi elektrik dan
farmakologis sehingga rekomendasi pemberian antikoagulan sama pada
keduanya.11

Terapi Antitrombotik
Secara umum FA merupakan faktor yang dapat memicu stroke. Sehingga
penting mengindentifikasi pasien FA yang memiliki risiko tinggi stroke dan
tromboemboli. Penggunaan antitrombotik pada pasien dengan faktor risiko rendah
mengalami stroke tidak direkomendasikan karena untuk menghindari efek
pemberian antikoagulan.6 Terapi antritrombotik tidak direkomendasikan pada
pasien FA yang berusia lebih dari 65 tahun dan lone FA karena kedua kelompok
pasien tersebut mempunyai risiko tingkat kejadian stroke yang rendah.26
Penilaian stratifikasi risiko stroke pada pasien FA menggunakan skor
CHA2DS2-VASc:
Tabel. 7 Skor CHADS2: Penilian risiko stroke pada fibrilasi atrium.27
Score CHADS2 Risk Criteria
1 Point Congestive heart failure
1 Point Hypertension
1 Point Age > 75 years
1 Point Diabetes mellitus
2 Point Stroke / transient ischemic attack

Tabel. 8 Rekomendasi pengobatan berdasarkan skor CHADS2.27

Score Risk Recommendation


0 Low Aspirin (81-325 mg) daily
1 Intermediate Aspirin (81-325 mg) daily or
warfarin (INR 2.0-3.0), based
on patient preference
2 or more High (CHADS2 revised) or Warfarin (INR 2.0- 3.0),
intermediate (CHADS2 unless there are reasons to
classic) avoid it

13
Terapi antitrombotik yang digunakan untuk prevensi stroke pada pasien FA
meliputi antagonis vitamin K (warfarin atau coumadin), dabigatran, rivaroxaban,
apixaban, maupun antiplatelet (aspirin dan clopidogrel).6
Keputusan pemberian tromboprofilaksis perlu diseimbangkan dengan risiko
perdarahan akibat antikoagulan, khususnya perdarahan intrakranial yang bersifat
fatal atau menimbulkan disabilitas. Penggabungan skor CHADS2 dan HAS-BLED
sangat bermafaat dalam keputusan tromboprofilaksis pada praktik sehari-hari.
Tabel 9. Karakteristik HAS-BLED.6

Letter Clinical characteristic Point awarded


H Hypertension 1
A Abnormal renal and liver function 1 or 2
S Stroke 1
B Bleeding 1
L Labile INR value 1
E Elderly (e.g. age >65 years) 1
D Drugs or alcohol 1 or 2
Maximum 9 points

2.8 Komplikasi Fibrilasi Atrium

Komplikasi yang paling sering muncul dan membahayakan adalah tromboemboli,


terutama stroke.10 Fibrilasi atrium mempunyai hubungan dengan meningkatnya risiko
mortalitas, stroke, tromboemboli, gagal jantung, dan disfungsi ventrikel kiri.13
Fibrilasi atrium merupakan faktor independen yang meningkatkan risiko mortalitas
hingga dua kali lipat.26
Kualitas hidup dan kapasitas latihan mengalami penurunan pada pasien dengan
FA. Kualitas hidup pasien dengan FA lebih rendah dibandingkan pada individu yang
sehat, populasi umum maupun pasien dengan penyakit jantung koroner dengan
irama sinus. Fibrilasi atrium menyebabkan stress akibat palpitasi dan gejala-gejala
FA lainnya.6
Pasien dengan FA juga berpotensi untuk mengalami gangguan fungsi ventrikel
kiri yang disebabkan kecepatan kontraksi ventrikel yang meningkat dan ireguler,
penurunan kontraktilitas atrium, dan peningkatan tekanan pengisian fase diastolik
akhir (end diastolic). Pengaturan kecepatan denyut jantung dan mempertahankannya
pada irama sinus dapat meningkatkan fungsi ventrikel kiri pada pasien FA.6

14
BAB III

LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN
Anamnesis Pribadi
Nama : Tn. D
Umur : 41 tahun
Tanggal masuk : 02 Juni 2022
Alamat : Jl. Sumber Bakti
Pekerjaan : Buruh
No RM : 00007458
Diagnosa : Atrial Fibrilasi
Status Pernikahan : Sudah Menikah
Jam Masuk : 10:45 WIB

Anamnesis Penyakit
Keluhan Utama : Jantung berdebar debar

Telaah :
Os datang ke rumah sakit dengan keluhan jantung berdebar-debar hal ini dirasakan
os sejak pagi hari waktu bangun tidur, disertai dengan dada terasa tidak nyaman dan
nyeri. Os juga mengeluhkan sakit kepala dan pusing, keluhan mual (-) muntah (-),
penurunan napsu makan (-). Keluhan diare (-), BAB dalam batas normal. BAK
dalam batas normal. Riwayat demam dan batuk tidak ada. Riwayat os dengan
keluhan yang serupa dijumpai disangkal.

Riwayat penyakit sebelumnya : Hipertensi dan Penyakit Jantung


Riwayat Pengobatan : (-)
Sejarah Pembedahan : (-)

15
PEMERIKSAAN FISIK
Vital Sign (02/06/2022)
Sens : Compos Mentis Anemis :-
TD : 150/100 mmHg Ikterik :-
Nadi : 104 x/i irreguler Sianosis :-
Pernafasan : 22 x/i Dyspnoe :-
Suhu : 36,oc Oedema :-
Berat Badan : 63 kg
Tinggi Badan : 165 cm
VAS :5

Status Generalisata
Kepala : Dalam batas normal
Mata : Pemeriksaan
 Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-)
 Sklera ikterik (-/-)
 Refleks pupil (+/+)
 Isokor, ka=ki

Leher : Pembesaran KGB (-/-), TVJ R-2 cm H2O.

Thorax :
 Inspeksi : Simetris fusiformis
 Palpasi : SF kanan = kiri
 Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
 Auskultasi :
Jantung : S1 (n), S2 (n), S3 (-), S4 (-) reguler, Murmur (-)
Paru : Suara pernafasan : Vesikuler
Suara tambahan : Ronchi (-/-), Wheezing (-/-)

16
Abdomen :
 Inspeksi : Bentuk simetris
 Palpasi : Nyeri tekan dan nyeri lepas (-), Nyeri ketok CVA -/-
 Perkusi : Timpani
 Auskultasi: Peristaltik (+) normal

Ekstremitas :
Akral hangat, CRT>2 detik, Clubbing finger (-), Oedem pretibia (- / -), Refleks
KPR : (+/+), Refleks APR (+/+)

DIAGNOSIS KERJA
Atrial Fibrilasi Paroxysmal + HHD

DIAGNOSIS BANDING
1. Supraventrikuler Takikardia
2. Atrial Flutter
3. Sinus Takikardi.

TATALAKSANA IGD

• IVFD Nacl 0,9% 10gtt/i


• Inj. Ranitidine 1 amp
• Inj. Ondansetron 1 amp
Konsul dr. Dicky, SpJP --> permintaan
• IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i
• Inj. Ranitidin 1 amp / 12 jam
• Inj. Ondansetron 4 mg / 8 jam
• Inj. Amiodaron 150 mg dalam D5% 10 cc --> bolus IV selama 15 menit (di IGD)
• Lanjut Drips Amiodaron 600 mg dalam D5% menjadi 50 cc --> 2 cc / jam
• Candesartan 1 x 8 mg (malam)
• Check DL, KGD ad random, EKG, Ur/Cr, Elektrolit, Rapid Antigen Covid
• Foto Thorax AP

17
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium (02/06/2022)


Tanggal 02 Juni 2022
Test Result Unit References
Hemoglobin 15.7 g/dl 12-16
Leukosit 6600 103/µL 4.0-11.0
Hematokrit 45.6 % 36.0-48.0
Trombosit 263000 103/µL 150-400
MCV 87.4 fl 80-97
MCH 30.3 Pg 26.5-33.5
MCHC 34.6 g/dl 31.5-35.5

Hitung Jenis Leukosit


Eosinofil 2 % 1-3
Basofil 0 % 0-1
Neutrofil Segment 60 % 50-70
Limfosit 32 % 20-40
Monosit 6 % 2-8
Test
Ureum 10 mg/dl 13-45
Kreatinin 0.8 mg/dl 0-1
Natrium 140 mmol/L 129-155
Kalium 3.83 mmol/L 3-4
Klorida 109 mmol/L 93-117
LDL Cholestrol 138 mg/dl 99-130
Trigliserida 130 mg/dl 99-200

Glukosa ad random 93 mg/dl 80-180


Rapid Antigen SARV COV-2 Negatif

18
Thorax Xray (02/06/2022)

Cor : Ukuran jantung kesan membesar


Pulmo : Tidak tampak infiltrate /nodul pada kedua lapangan paru
Corakan bronchovasculer kedua lapangan paru baik.
Trachea masih di tengah,kedua hilus tidak menebal.
Kedua sinus dan lengkung diafragma baik .

Kesimpulan :

Kesan adanya Cardiomegali

19
EKG 02/06/2022

EKG 04/06/2022

20
BAB IV
FOLLOW UP PASIEN

Tanggal 02 Juni 2022


S Jantung berdebar dialami os dari tadi pagi waktu bangun tidur
Dada terasa tidak nyaman dan nyeri.
Sesak nafas tidak ada.
Sakit kepala dan pusing (+).
Demam dan Batuk tidak ada. Lemas (+)
O RPT : HT, Peny. Jantung
O : Sens : CM
TD : 150/100 mmHg
HR : 104 x/i, irreguler
RR : 22 x/i
Temp : 36 C
VAS : 5

Status Lokalisata :
- Kepala : Dalam batas normal
- Thorax: Sp : Vesikuler (+/+), St : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
- Jantung : S1-S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
- Abdomen : soepel, peristaltik + normal, nyeri tekan epigastrium (-)

- Ekstremitas: Akral hangat (+/+), CRT >2 detik


- Genital : Tidak dilakukan pemeriksaan

A PAROXYSMAL + HHD
P • IVFD Nacl 0,9% 10gtt/i
• Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
• Inj. Ondansetron 4 mg/8 jam
• Inj. Amiodaron 150 mg dalam D5% menjadi 10 cc  Bolus IV
selama 15 menit (IGD). Lanjut Drips Amiodaron 600 mg dalam
D5% menjadi 50 cc  2 cc/jam
• Candesartan 1 x 8 mg (Malam)
• Miniaspi 1 x 80 mg (Pagi)
• Nitrokaf Retard 2x 2,5 mg (Pagi-Malam)
• Bisoprolol 1 x 5 mg (Pagi)
• Atorvastatin1 x 20 mg

21
Tanggal 03 Juni 2022
S Jantung berdebar dialami os dari tadi pagi waktu bangun tidur
Dada terasa tidak nyaman dan nyeri.
Sesak nafas tidak ada.
Sakit kepala dan pusing (+).
Demam dan Batuk tidak ada. Lemas (+)
O RPT : HT, Peny. Jantung
O : Sens : CM
TD : 133/80 mmHg
HR : 70 x/i, irreguler
RR : 22 x/i
Temp : 36,9 C
VAS : 5

Status Lokalisata :
- Kepala : Dalam batas normal
- Thorax: Sp : Vesikuler (+/+), St : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

- Jantung : S1-S2 reguler, gallop (-), murmur (-)

- Abdomen : soepel, peristaltik + normal, nyeri tekan epigastrium (-)


- Ekstremitas: Akral hangat (+/+), CRT >2 detik
- Genital : Tidak dilakukan pemeriksaan
A Post AF + HHD
P • IVFD Nacl 0,9% 10gtt/i
• Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
• Inj. Ondansetron 4 mg/8 jam
• Drips Amiodaron 600 mg dalam D5% menjadi 50 cc  2 cc/jam
(AFF)
• Candesartan 1 x 8 mg (Malam)
• Miniaspi 1 x 80 mg (Pagi)
• (+) Concor 1 x 1,25 mg (Pagi)
• (+) Amiodaron 1 x 200 mg (Malam)
• Nitrokaf Retard 2x 2,5 mg (Pagi-Malam)
• Bisoprolol 1 x 5 mg (Pagi)
• Atorvastatin1 x 20 mg

R/ EKG ulang besok pagi


22
Tanggal 04 Juni 2022
S Jantung berdebar berkurang
Dada terasa tidak nyaman dan nyeri berkurang
Nyeri pada tengkuk (+)
O RPT : HT, Peny. Jantung
O : Sens : CM
TD : 130/75 mmHg
HR : 63 x/i, irreguler
RR : 22 x/i
Temp : 36,7 C

Fungsi sistolik LV baik (EF 75%)


Fungsi diastolik LV terganggu (E/A > 1, Disfungsi diastolik Gr.I)
Wall motion LV : Global Normokinetik
Katup-Katup : MR Mild
Dimensi ruang jantung : LVH Konsentrik
Kontraktilitas RV baik (TAPSE 20 mm) IVC cukup
Kesimpulan : Sesuai gambaran HHD

-
A Post AF + HHD
P • IVFD Nacl 0,9% 10gtt/i
• Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
• Inj. Ondansetron 4 mg/8 jam (AFF)
• (+) Inj. Ketorolac 1 amp (Extra)
• Candesartan 1 x 8 mg (Malam)
• Miniaspi 1 x 80 mg (Pagi)
• Concor 1 x 1,25 mg (Pagi)
• Amiodaron 1 x 200 mg (Malam)
• Nitrokaf Retard 2x 2,5 mg (Pagi-Malam)
• Bisoprolol 1 x 5 mg (Pagi)
• Atorvastatin1 x 20 mg

23
Tanggal 05 Juni 2022
S Jantung berdebar berkurang
Dada terasa tidak nyaman dan nyeri berkurang
Nyeri pada tengkuk berkurang
O RPT : HT, Peny. Jantung
O : Sens : CM
TD : 112/70 mmHg
HR : 78 x/i, irreguler
RR : 20 x/i
Temp : 36,5 C

CXR : CTR 55%+Ao dilatasi


EKG : AF NVR
EKG ulang : SR
Fungsi sistolik LV baik (EF 75%)
Fungsi diastolik LV terganggu (E/A > 1, Disfungsi diastolik Gr.I)
Wall motion LV : Global Normokinetik
Katup-Katup : MR Mild
Dimensi ruang jantung : LVH Konsentrik
Kontraktilitas RV baik (TAPSE 20 mm) IVC cukup
Kesimpulan : Sesuai gambaran HHD

-
A Post AF + HHD
P • Concor 1 x 1,25 mg (Pagi)
• Candesartan 1 x 8 mg (Malam)
• Amiodaron 1 x 200 mg (Malam)
• Ibuprofent 3 x 200 mg
• Simvastatin 1 x 20 mg (Malam)

PBJ

24
BAB V
DISKUSI KASUS

Pasien, seorang laki-laki berusia 41 tahun, sudah menikah. Os dirawat


di RS pada tanggal 02 Juni 2022 dengan keluhan utama jantung berdebar-debar
hal ini dirasakan os sejak pagi hari waktu bangun tidur. Dari keluhan utama
tersebut kita dapat berfikir kemungkinan diagnosis mengarah kepada kelainan
pada jantung mulai dari yang sering ditemukan yaitu gagal jantung dan penyakit
katup jantung (sebelum melihat kepada hasil EKG). Pada pemeriksaan fisik
tidak ada ditemukan adanya peningkatan tekanan vena jugular, tidak adanya
tanda dari edema pulmo (ronkhi basah basal paru) yang mungkin berasal dari
gagal jantung.
Namun pada pemeriksaan pasien ditemukan irama nadi yang irregular
yang menandakan adanya aritmia jantung (dikonfirmasikan melalui EKG).
Adanya aritmia dan kelainan katup jantung bisa jadi merupakan penyebab
gejala pada pasien tersebut, karena aritmia dan kelainan katup juga dapat
menurunkan fungsi sistolik/diastolik jantung.
Dari EKG dikonfirmasikan adanya aritmia dengan assessment EKG
meliputi adanya irama Atrial Fibrilasi . Pada EKG jarak RR interval yang
irreguler, mengarahkan pada Atrial Fibrilasi (AF). Fibrilasi atrium (FA)
didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal dengan aktivitas listrik
jantung yang cepat dan tidak beraturan.1 Secara umum, faktor risiko FA dibagi
menjadi dua kategori yaitu kelainan pada jantung dan kelainan non jantung.
Berdasarkan Anamnesis presentasi klinis AF sangat bervariasi, mulai dari
asimtomatik hingga syok kardiogenik atau kejadian serebrovaskular berat.
Hampir >50% episode AF tidak menyebabkan gejala. Beberapa gejala ringan
yang mungkin dikeluhkan:221. Palpitasi, 2. Mudah lelah atau toleransi rendah
terhadap aktivitas fisik, 3. Presinkop atau sinkop, 4. Kelemahan umum,
pusing.

25
Tujuan dalam penatalaksanaan FA terdiri dari tiga aspek fundamental
yaitu: mengontrol laju irama ventrikel, mengembalikan ke irama sinus, dan
pencegahan tromboemboli.11 Dalam penatalaksanaan FA perlu diperhatikan
apakah pada pasien tersebut dapat dilakukan konversi ke irama sinus atau
cukup dengan pengontrolan laju irama ventrikel. Konversi ke irama sinus
merupakan tindakan utama apabila kardioversi masih dapat dilakukan.12

26
BAB VI

KESIMPULAN

Pasien Tn.D, 41 tahun, sudah menikah. Os dirawat di RS pada tanggal


02 Juni 2022 dengan keluhan keluhan jantung berdebar-debar hal ini dirasakan
os sejak pagi hari waktu bangun tidur, disertai dengan dada terasa tidak nyaman
dan nyeri. Os juga mengeluhkan sakit kepala dan pusing, keluhan mual (-)
muntah (-), penurunan napsu makan (-). Keluhan diare (-), BAB dalam batas
normal. BAK dalam batas normal. Riwayat demam dan batuk tidak ada.
Riwayat os dengan keluhan yang serupa dijumpai disangkal.
Dan setelah dilakukan pemeriksaan fisik, kemudian dilakukan
pemeriksaan EKG: Didapati gambaran Atrial Fibrilasi, kemudian dilakukan
pemeriksaan foto thorax dan didapati kesan kardiomegali.
Setelah dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik dan juga pemeriksaan
penunjang, pasien didiagnosis dengan Atrial Fibrilasi Paroxysmal + HHD.
Selanjutnya dilakukan pemberian medikamentosa Anti aritmia golongan III
(Amiodarone), dan obat jantung (Candesartan, Miniapsi, Nitrokaf Retard, dan
Bisoprolol), kemudian pasien dirawat inap selama 4 hari, dan juga hasil EKG
ulang menjadi sinus ritme, setelah diberikan pengobatan kondisi pasien
membaik dan diperbolehkan untuk pulang berobat jalan.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Nasution SA, Ranitya R, Ginanjar E. Fibrilasi atrial. In: Setiati S, Alwi I,


Sudoyo AW, Simabrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editors . Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II. 6th ed. Jakarta Pusat: Interna Publishing; 2015.
p.1367-1381
2. Yuniadi Y. Waspada Fibrilasi Atrium. In: Rilantono LL, editor. Penyakit
Kardiovaskuler (PKV). 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2012. p. 390-410
3. Troughton RW, Asher CR, Klein AL. The Role of Echocardiography in Atrial
Fibrillation and Cardioversion. Heart. 2003;(89): p. 1447-1454.
4. Prystowsky EN, Padanilam BJ, Waldo AL. Atrial Fibrillation, Atrial Flutter
and Atrial Tachycardia. In Fuster V, Wallash R, Harrington R. Hurst's The
Heart. 13th ed. New York: Mc Graw Hill Medical; 2011. p. 1-2500.
5. Craig JT, Wann SL, Joseph AS, Hugh C, Joaquin CE, Joseph CC, et al. 2014
AHA/ACC/HRS Guideline for the Management of Patients With Atrial
Fibrillation: Executive Summary. Journal of the American College of
Cardiology. 2014 December; 64(21): p. 2247-2280.
6. Yuniadi Y, Tondas AE, Hanafy DA, Hermanto DY, Maharani E, Munawar M,
et al. Pedoman Tata Laksana Fibrilasi Atrium. 1st ed. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia; 2014. p. 1-82.
7. Wann SL, Curtis AB, January CT, Ellenbogen KA, Lowe JA, Page RL, et al.
2011 ACCF/AHA/HRS Focused Update on the Management of Patients with
Atrial Fibrillation (Updating the 2006 guideline) A Report of the American
College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on
Practice Guidelines. Circulation. 2011; 123: p. 104-123.
8. Sastry KBR, Kumar LS, Anuradha P, Raj B, Afzal MM. Clinical Profile and
Echocardiographic Findings in Patients with Atrial Fibrillation. International
Journal of Scientific and Research Publications. 2016 February; 6(2): p. 44-
47.

28
9. Damanik BP. Hubungan Antara Hipertensi dan Hipertrofi Ventrikel Kiri pada
Pasien Lansia dengan Atrial Fibrilasi.Laporan Hasil Penelitian Karya Tulis
Ilmiah. 2014 Jul:1-5.
10. Nasution SA, Ismail D. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4. Jakarta. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2006 May. p.1522-1527.
11. Nasution SA, Ranitya R, Ginanjar E. Fibrilasi Atrial. In: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 6th ed. Interna Publishing; 2014. p. 1365–79.
12. Gehi AK, Mounsey PJ. Atrial Fibrillation. In: Netter’s Cardiology. 2nd ed.
Elsevier Inc; 2010. p. 233–9.
13. Camm AJ, Kirchhof P, Lip GYH, Schotten U, Savelieva I, Ernst S, et al.
Guidelines for the management of atrial fibrillation: The Task Force for the
Management of Atrial Fibrillation of the European Society of Cardiology
(ESC). Eur Heart J. 2010;31(19):2369–429.
14. Fuster V, Rydén LE, Cannom DS, Crijns HJ, Curtis AB, Ellenbogen KA, et
al. ACC/AHA/ESC 2006 Guidelines for the Management of Patients With
Atrial Fibrillation. Circulation. 2006;114(7):700–52.
15. Benjamin EJ. Independent Risk Factors for Atrial Fibrillation in a Population-
Based Cohort. JAMA. 1994;271(11):840.
16. Schoonderwoerd BA, Smit MD, Pen L, Van Gelder IC. New risk factors for
atrial fibrillation: causes of “not-so-lone atrial fibrillation.” Europace.
2008;10(6):668–73
17. Jaïs P, Haïssaguerre M, Shah DC, Chouairi S, Gencel L, Hocini M, et al. A
focal source of atrial fibrillation treated by discrete radiofrequency ablation.
Circulation. 1997;95(3):572–6.
18. Takahashi Y, Hocini M, O’Neill MD, Sanders P, Rotter M, Rostock T, et al.
Sites of focal atrial activity characterized by endocardial mapping during atrial
fibrillation. J Am Coll Cardiol. 2006;47(10):2005–12.
19. Tse HF, Lau CP, Kou W, Pelosi F, Oral H, Kim M, et al. Prevalence and
significance of exit block during arrhythmias arising in pulmonary veins. J
Cardiovasc Electrophysiol. 2000;11(4):379–86.

29
20. Prystowsky EN, J. Padanilam B, L.Waldo A. Atrial Fibrillation, Atrial Flutter,
and Atrial Tachycardia. In: Hurst’s The Heart. 13th ed. The McGraw-Hill
Companies,Inc.; 2011. p. 963–86.
21. Morady F, P.Zipes D. Atrial Fibrillation: Clinical Features, Mechanisms, and
Management. In: Braunwald’s Heart Disease. 10th ed. Elsevier Inc.; 2015. p.
798–813.

22. PERKI. 2019. Pedoman Tata Laksana Fibrilasi Atrium Nonvalvular. Edisi 2.
Jakarta : PT. Trans Medical International.

23. PERKI. 2014. Pedoman Tata Laksana Fibrilasi Atrium. Edisi 1. Jakarta :
Centra Communications.

24. Van den Bos EJ, Constantinescu AA, van Domburg RT, Akin S, et al. 2011.
Minor elevations in troponin I are associated with mortality and adverse
cardiac events in patients with atrial fibrillation. European Heart Journal.
32(5):611-617.

25. Gillis AM, Verma A, Talajic M, Nattel S, Dorian P. Canadian Cardiovascular


Society atrial fibrillation guidelines 2010: rate and rhythm management. Can
J Cardiol. 2011;27:47–59.

26. Camm AJ, Lip GYH, De Caterina R, Savelieva I, Atar D, Hohnloser SH, et al.
2012 focused update of the ESC Guidelines for the management of atrial
fibrillation. Eur Heart J. 2012;33(21):2719–47.

27. Levine E. CHADS2 Score for Stroke Risk Assessment in Atrial Fibrillation.
Medscape [internet]. 2014 May 20 [cited 2016 Jun 05]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/2172597-overview

30

Anda mungkin juga menyukai