Anda di halaman 1dari 33

VENTRIKEL TAKIKARDI DAN SYOK KARDIOGENIK

PADA SINDROMA KORONER AKUT (ACS)

Disusun oleh
dr. Jundi Agung Samjaya

Pembimbing

dr. Sheila Witjaksono, Sp.JP, FIHA

Dibawakan dalam Rangka Tugas Intership di

Rumah Sakit Samarinda Medika Citra

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya berkat limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus dengan judul
“Ventrikular Takikardi dan Syok Kardiogenik pada ACS”. Dalam kesempatan ini, penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada berbagai
pihak yang telah banyak membantu penulis dalam pelaksanaan hingga terselesaikannya laporan
kasus ini, diantaranya:
1. dr. Sheila Witjaksono, SpJP, FIHA, selaku pembimbing pembuatan laporan kasus,
2. dr. Desy, selaku pembimbing pada rotasi IGD, serta
3. dr. Arifian Wijaya, selaku pembimbing pada rotasi Ruangan, serta
4. Rekan-rekan dokter internsip di rumah sakit Samarinda Medika Citra dan semua pihak yang
telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca
untuk perbaikan kepenulisan di masa mendatang. Terakhir, semoga Laporan Kasus yang
sederhana ini dapat membawa berkah dan memberikan manfaat bagi seluruh pihak serta turut
berperan demi kemajuan ilmu pengetahuan.

Samarinda, Juli 2019


Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 4


I.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 4
I.2 Tujuan Penulisan.......................................................................................................... 5
BAB II RESUME KASUS ......................................................................................................... 6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 11
III.1 Definisi....................................................................................................................... 11
III.2 Epidemiologi .............................................................................................................. 12
III.3 Etiologi....................................................................................................................... 13
III.4. Patogenesis................................................................................................................. 14
III.5 Diagnosis ................................................................................................................... 16
5.1 Riwayat dari pasien ................................................................................................ 16
5.2 Pemeriksaan Fisik .................................................................................................. 17
5.3 Elektrokardiogram .................................................................................................. 17
5.4 Biomarkers ............................................................................................................. 20
III.6 Diagnosis Banding ..................................................................................................... 21
III.7 Penatalaksanaan ......................................................................................................... 21
III.8 Syok Kardiogenik ...................................................................................................... 25
BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................................................ 29
IV.1 Diskusi ....................................................................................................................... 29
BAB V PENUTUP ................................................................................................................... 31
V.1 Kesimpulan .................................................................................................................... 31
V.2 Saran .............................................................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 32

3
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Diketahui bahwa iskemia dan infark menyebabkan perubahan metabolik dan
elektrofisiologis yang dapat menyebabkan aritmia yang mengancam jiwa. Setidaknya 75%
pasien dengan infark miokard akut (AMI) mengalami aritmia selama periode peri-infark.
Kematian jantung mendadak (SCD) paling sering dikaitkan dengan patofisiologi ini dan
sekitar setengah kejadian kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Penyebab
kematian pada AMI sebelum rawat inap paling sering adalah ventricular tachycardia/ventricular
fibrillation (VT / VF). Aritmia atrium dan ventrikel dapat terjadi pada keadaan sindrom koroner
akut (ACS) termasuk ventrikel takiaritmia yang dapat menyebabkan kolaps sirkulasi dan
karenanya memerlukan penanganan segera.
Penatalaksanaan aritmia lain juga sebagian besar didasarkan pada gejala. Peningkatan
dalam perawatan medis, pemulihan dini iskemia, penggunaan beta-blocker, angiotensin-
converting enzyme inhibitor (ACE-1) telah menurunkan insiden aritmia, namun masih tetap
saja aritmia menjadi penyebab utama kematian pada pasien ini. Penggunaan implantable
cardioverter-defibrillator (ICD) memiliki efek yang menjanjikan dalam pencegahan primer dan
sekunder dari ventricular arrhythmia (VA) pada pasien ACS. (Das & Mishra, 2016)
Infark miokard akut (MI) dengan disfungsi ventrikel kiri tetap menjadi penyebab syok
kardiogenik (CS) yang paling sering. Kemajuan dalam terapi reperfusi telah dikaitkan dengan
perbaikan dalam kelangsungan hidup, tetapi perbedaan setiap regional dalam perawatan
berbasis evidenced telah dilaporkan dan mortalitas di rumah sakit tetap tinggi (27% -51%).
Presentasi klinis biasanya ditandai dengan hipotensi persisten yang tidak responsif
terhadap penggantian volume dan disertai dengan gambaran klinis hipoperfusi organ akhir yang
memerlukan intervensi dengan dukungan farmakologis atau mekanik. Terobosan besar pertama
dalam pengobatan CS dicapai oleh uji coba SHOCK (Should We Emergently Revascularize
Occluded Coronaries for Cardiogenic Shock) secara acak. Meskipun strategi invasif awal
ditambah dengan intervensi koroner perkutan (PCI) atau grafting bypass arteri koroner (CABG)
tidak mengurangi mortalitas 30 hari (hasil utama dari percobaan), penurunan mortalitas yang
signifikan muncul pada 6 dan 12 bulan yang bertahan pada tindak lanjut jangka panjang.
(Diepen et al., 2017)

4
I.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk menambah wawasan penulis dan
pembaca dalam studi kasus mengenai “Ventrikular Takikardi dan Syok Kardiogenik pada
ACS”. serta meningkatkan kemampuan dalam menganalisa kasus dan permasalahan yang
ditemukan pada kasus tersebut.

5
BAB II
RESUME KASUS

Pasien MRS pada tanggal 10 Juli 2019 pukul 23.15 melalui IGD RS SMC Samarinda.

Identitas Pasien:
Nama : Tn. A.
Umur : 58 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Jln. Tutung Atas RT 02

Anamnesis:
1. Keluhan Utama
Sesak nafas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Sesak napas dialami sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Sesak disertai
nyeri pada ulu hati dan rasa berdebar-debar. Nyeri terasa seperti tertekan benda berat.
Nyeri muncul lebih dulu daripada sesak pasien. Nyeri ulu hati terjadi saat pasien sedang
duduk, tidak dalam beraktifitas, dan tidak mereda dengan istirahat selama lebih 20 min.
Tidak ada mengi saat sesak, tidak ada penjalaran nyeri daerah ulu hati ke leher atau
tangan. Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami keluhan yang serupa seperti ini.
Tidak pernah kontrol tekanan darah atau gula darah ke dokter.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak ada memiliki riwayat hipertensi atau diabetes melitus. Ada riwayat
merokok lama selama 10 tahun, sebelum berhenti merokok 3 bulan terakhir.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada yang pernah mengalami keluhan serupa di keluarga. Keluarga tidak
memiliki riwayat DM dan hipertensi.

6
5. Riwayat Penggunaan Obat
Tidak ada riwayat mengkonsumsi obat-obatan rutin.

6. Riwayat Sosial
Pasien mengaku bekerja sebagai pedagang kaki lima.

Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum : tampak sakit berat TB : 165 cm
Kesadaran : komposmentis, E4V5M6 BB : 70 kg

Tanda-tanda vital
 Tekanan darah : 100/70 mmHg
 Frekuensi nadi : 152x/menit, regular, kuat angkat
 Frekuensi nafas : 38x/menit, reguler
 Suhu : 37oC
 Sa02 : 90%

Status generalisata
Kepala
 Normosephalik,
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), ikterik (-/-), pupil isokor, refleks cahaya (+/+)
 Bibir tidak sianosis
 Leher : tidak ada peningkatan jvp, tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening
Thorax
Paru :
 Inspeksi : gerakan dinding dada simetris, Retraksi suprasternal (+)
 Palpasi : gerakan dinding dada simetris
 Perkusi : sonor di semua lapangan paru
 Auskultasi : wheezing (-/-), ronki (-/-),
Jantung
 Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : iktus kordis tidak teraba
7
 Perkusi : batas jantung sulit di evaluasi
 Auskultasi : S1S2 tunggal ireguler, murmur (-), S3 gallop (-)
Abdomen
 Inspeksi : bentuk normal, simetris, datar, scar (-)
 Palpasi : soefl, nyeri tekan (-), organomegali (-), nyeri ketuk hepar (-). nyeri
tekan (-)
 Perkusi : timpani
 Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas
 Superior : hangat, CRT <2 detik, tidak edema
 Inferior : hangat, CRT <2 detik, tidak edema

Diagnosis Kerja
Angina Unstable dd ACS NSTEMI, STEMI

Penatalaksanaan IGD:
 O2 nasal kanul 5 lpm
 EKG

Diagnosa : Ventrikular Takikardi, HR 176x/min


 Inj. Amiodaron 150mg dalam 10 menit  tidak ada perubahan
 Inj. Midazolam 1 amp, diencerkan 10 cc
 Kardioversi 150 J
8
Diagnosa : ACS with ST depresi Lead 2, 3, aVF, V3, V4, V5, dan V6 + Syok
Kardiogenik, HR: 80x/min, TD: 80/palpasi, RR: 30x/min, Sa02: 97%
 Guyur 250 cc  TD 80/palpasi, rhonki (-)
 Guyur 250 cc  TD 80/palpasi
 Inf. Dopamin 5 mcg/kgbb/min : 5,6 mg/jam dalam syringe pump
Obs. 15 min, TD: 110/70, HR: 90x/min
 Rencana Rujuk ICCU full, Rawat ICU RS SMC
 Cek Lab darah :
o GDS: 138 , Ureum: 74.2, Creatinin: 1.7
o Hb: 11.6 , Hct: 35.1 , Leukosit: 10.900 , Plt: 187000
o Na: 131 , K: 4.3 , Cl: 103
o Trop T: 1009 , As. Urat: 8.1 , PT: 1057, OT: 382
 Foto thorax

9
 Konsul dr. Sp.JP:
o Loading Aspilet 320mg + CPG 150mg
o Atorvastatin 40mg 1x1
o Rujuk AWS

Diagnosis : Post VT-cardioversi + NST-ACS inferolateral + Syok kardiogenik

Penatalaksanaan di ICU SMC:


 EKG monitor,  VES bigemini
 Amiodaron SP 600mg/24jam

EKG post amiodaron SP, VES, observasi 30 min


Terapi oleh dr. Sp.JP :
 Dopamin stop, ganti Dobutamin 5mcg/kgbb/min SP
 Amiodaron SP stop, ganti Amiodaron 200mg 3x1 oral
 CPG 75mg 0-0-1
 Aspilet 80mg 0-1-0
 Atorvastatin 40mg 0-0-1
 Car-Q 0-0-1
 Lovenox 0,6cc/12jam/sc
 Furosemid 10mg/jam dalam syringe pump

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Definisi
ACS telah berkembang sebagai istilah yang berguna yang mengacu pada
spektrum kondisi yang kompatibel dengan iskemia miokard akut dan / atau infark
yang disebabkan oleh penurunan tiba-tiba dalam aliran darah koroner. Infark
miokard akut (MI) difenisikan sebagai nekrosis kardiomiosit pada keadaan klinis
yang konsisten dengan iskemia miokard akut. Tidak adanya ST-elevasi persisten
menunjukkan NSTE-ACS (kecuali pada pasien dengan infark miokard posterior).
Jika kardiak biomarker meningkat dan konteks klinisnya sesuai, pasien dianggap
memiliki NSTEMI, jika tidak, pasien dianggap memiliki UA. Kombinasi kriteria
diperlukan untuk memenuhi diagnosis MI akut, yaitu peningkatan dan / atau
penurunan biomarker jantung, dan setidaknya salah satu dari yang berikut: (Aepc
et al., 2015; Stevenson et al., 2018)
(1) Gejala iskemia.
(2) Perubahan gelombang ST-T baru atau yang diduga signifikan atau blok
cabang bundel kiri pada EKG 12-lead.
(3) Pengembangan gelombang Q patologis pada EKG.
(4) Pencitraan bukti kehilangan baru atau dugaan miokardium baru atau kelainan
gerak dinding regional.
(5) Trombus intrakoroner terdeteksi pada angiografi atau otopsi.
Ventrikular takikardi adalah aritmia jantung dengan kompleks gelombang
qrs ≥3 yang berurutan dan berasal dari ventrikel dengan kecepatan> 100 bpm
(panjang siklus: <600 ms). Jenis VT: (Stevenson et al., 2018)
 Sustained: VT> 30 detik atau membutuhkan intervensi penghentian karena
hemodinamik tidak stabil.
 Nonsustained / unsustained: ≥ 3 gelombang, berhenti secara spontan tanpa
gangguan hemodinamik atau berlansung <30 detik.
 Monomorphic: Morfologi QRS tunggal yang stabil dari beat ke beat.

11
 Polymorphic: Perubahan atau morfologi QRS multiformis dari beat ke beat.
 Bidirectional: VT dengan beat-to-beat alternation dalam sumbu QRS,
sering terlihat dalam pengaturan toksisitas digitalis atau katekolaminergik
polimorfik VT

Gambar 2.1 Jenis ventrikular takikardi

III.2 Epidemiologi
Sekitar setengah dari pasien dengan henti jantung di luar rumah sakit dengan
ritme pertama yang diidentifikasi sebagai VF dan yang bertahan hidup di rumah
sakit memiliki bukti infark miokard akut (AMI). Dari semua kasus cardiac arrest
di rumah sakit, >50% akan memiliki lesi arteri koroner yang signifikan pada
angiografi koroner akut. Dari pasien yang dirawat di rumah sakit dengan AMI, 5%
hingga 10% memiliki VF atau sustained VT sebelum berada di rumah sakit, dan
5% lainnya akan memiliki VF atau sustained VT saat di rumah sakit, sebagian besar
dalam waktu 48 jam setelah masuk rumah sakit. Sebuah studi pasien dengan ACS
non-ST-elevasi yang menjalani kateterisasi jantung dalam waktu 48 jam
menemukan VT / VF pada 7,6% pasien, dengan 60% dari peristiwa tersebut dalam
48 jam setelah masuk rumah sakit. (Stevenson et al., 2018)

12
III.3 Etiologi
Meskipun biasanya VT ini berhubungan dengan penyakit jantung struktural,
namun pada beberapa keadaan VT dapat terjadi tanpa ada kelainan jantung yang
mendasarinya. Penyakit jantung iskemik adalah penyebab paling umum dari aritmia
ventrikel. Iskemia koroner akut merupakan penyebab VT polimorfik atau fibrilasi
ventrikel (VF) dan mungkin adalah penyebab paling umum dari terjadinya
kematian mendadak. Selama akut iskemia, terjadi kebocoran kalium menyebabkan
peningkatan kalium di intraseluler yang akan mendepolarisasi miosit. (Tang, Do,
Li, & Boyle, 2018)

Gambar 2.2 Etiologi of VT


Unit perawatan jantung saat ini pada pasien dengan sustained VA yang
terkait dengan infark miokard akut biasanya ditandai dengan fitur berikut: iskemia
berat dan/atau substrat aritmogenik yang berkepanjangan sebelum kejadian akut.
Penyebab utamanya adalah:
• Pasien dengan syok kardiogenik atau infark akut berat yang besar misalnya
dengan oklusi cabang utama koroner kiri (syok kardiogenik).

13
• Pasien dengan terapi reperfusi tertunda sebagian besar disebabkan oleh
keterlambatan antara gejala pertama sampai transfer ke pusat perawatan jantung
akut (terlambat hadir).
• Pasien yang revaskularisasinya tidak atau hanya berhasil sebagian karena
kesulitan teknis atau anatomi (revaskularisasi tidak lengkap).
• Pasien dengan fungsi LV yang berkurang dan old miocard scar karena infark
miokard sebelumnya atau gagal jantung kardiomiopati.
• Pasien dengan kardiomiopati aritmogenik bawaan atau genetik.
Semua kelompok pasien dengan ACS ini memiliki risiko peningkatan
sustained VA. (Willich & Goette, 2015)

III.4. Patogenesis
Mekanisme dari ventrikular aritmia termasuk enhanced normal
automaticity, abnormal automaticity, triggered activity induced by early or late
afterdepolarizations, dan reentry. Re-entry membutuhkan pemicu untuk memulai
aritmia dan substrat untuk mempertahankannya. Pemicunya mungkin PVC, yang
mungkin disebabkan oleh otomatisitas. Substrat dapat berupa remodeling struktural
sekunder akibat proses penyakit yang mendasarinya, dan seringkali termasuk bekas
luka sekunder akibat MI atau perbaikan bedah sebelumnya, atau fibrosis yang tidak
merata dalam pengaturan kardiomiopati atau hipertrofi. Perubahan saluran ion atau
fungsi transporter dan / atau ekspresi dan kopling sel ke sel sekunder akibat patologi
yang mendasari dapat mengubah inisiasi atau perbanyakan potensi aksi jantung.
Substrat elektrofisiologis secara dinamis dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk
metabolisme jantung, elektrolit, jalur pensinyalan dan efek otonom. Peningkatan
otomatisitas atau otomatisitas abnormal yang menyebabkan ventrikular aritmia
dapat timbul dari sel alat pacu jantung bawahan dalam sistem His-Purkinje atau
miokardium ventrikel. (Stevenson et al., 2018)

14
Gambar 2.3 Mekanisme VT
Infark miokard akut memiliki efek mendalam pada sifat elektrofisiologis sel
jantung yang menyebabkan perubahan arus ion seluler, potensial membran istirahat
dan potensial aksi miosit. Ini mengarah pada perubahan konduksi, refraktilitas, dan
otomatisitas, yang pada gilirannya berkontribusi pada terjadinya aritmia ventrikel.
(Thomas, Jex, & Thornley, 2017)

15
Gambar 2.4 Mekanisme VT pada sindrom koroner akut (Chairperson, Blomström,
& Terradellas, 2014)

III.5 Diagnosis

5.1 Riwayat dari pasien


Nyeri anginal pada pasien NSTE-ACS mungkin memiliki presentasi
berikut: (Task et al., 2016)
 Nyeri angina yang berkepanjangan (>20 menit) saat istirahat;

16
 Angina onset baru (de novo) (kelas II atau III dari klasifikasi Canadian
Cardiovascular Society);
 Destabilisasi terbaru dari stable angina sebelumnya dengan setidaknya
karakteristik angina Kardiovaskular Kanada Kelas III (crescendo angina);
atau
 Post-MI angina.
Nyeri dada khas ditandai dengan sensasi tekanan atau berat retrosternal
('angina') yang menjalar ke lengan kiri (lebih jarang ke kedua lengan atau ke lengan
kanan), leher atau rahang, yang mungkin berselang (biasanya berlangsung beberapa
menit) atau menetap. Gejala tambahan seperti berkeringat, mual, sakit perut,
dyspnea, dan sinkop mungkin ada. Presentasi angina atipikal termasuk nyeri
epigastrium, gejala seperti gangguan pencernaan dan isolated dyspnea. Keluhan
angina atipikal lebih sering diamati pada orang tua, pada wanita dan pada pasien
dengan diabetes, penyakit ginjal kronis atau demensia. Faktor-faktor yang
meningkatkan kemungkinan NSTE-ACS adalah usia yang lebih tua, jenis kelamin
laki-laki, riwayat keluarga positif CAD, dan adanya penyakit arteri perifer, diabetes
mellitus, insufisiensi ginjal, MI sebelumnya, dan revaskularisasi koroner
sebelumnya. Kondisi yang dapat memicu atau memperburuk NSTE-ACS termasuk
anemia, infeksi, peradangan, demam, dan gangguan metabolisme atau endokrin
(khususnya tiroid). (Task et al., 2016; Kelly & Kontos, 2014)

5.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik pada NSTE-ACS bisa normal, tetapi tanda-tanda gagal
jantung harus mempercepat diagnosis dan pengobatan kondisi ini. Iskemia miokard
akut dapat menyebabkan S4, pemisahan S2 secara paradoks, atau murmur baru
regurgitasi mitral akibat disfungsi otot papiler. Namun, tanda-tanda ini juga
mungkin ada tanpa NSTE-ACS dan karenanya tidak spesifik. (Kelly & Kontos,
2014)

5.3 Elektrokardiogram
EKG dalam pengaturan NSTE-ACS mungkin normal pada lebih dari
sepertiga pasien atau awalnya tidak terdiagnosis, jika ini masalahnya, EKG harus

17
diulangi (mis., pada interval 15 hingga 30 menit selama jam pertama), terutama jika
gejalanya berulang. Kelainan khas termasuk depresi ST, peningkatan ST sementara
dan perubahan gelombang-T termasuk kriteria yang dapat dinilai pada untuk
menilai kejadian sindrom koroner akut. (Task et al., 2016; Kelly & Kontos, 2014)

Gambar 2.5 Evaluasi ekg berdasarkan klinis dan biomarker (Task et al., 2016)

Diagnosis ventrikel takikardia (VT) dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan


elektrokardiogram (EKG). Laju biasanya berkisar antara 130 - 180 bpm (jika lebih
besar dari 180 bpm sering dianggap sebagai bentuk flutter ventrikel), interval R-R
mungkin sedikit tidak beraturan (mis. Variasi 0,01 - 0,02) atau teratur. Secara
karakteristik terdapat disosiasi AV, meskipun konduksi retrograde jarang terjadi
dan menimbulkan gelombang P atau gelompang p yang mengikuti kompleks QRS
kurang dari 0,12 detik sebelumnya. Fusion beats atau capture beats adalah
patognomonik ritme ventrikel. Kompleks QRS selama VT biasanya seragam
(monomorfik); jika bervariasi dari satu beat ke beat yang lain dikatakan polimorfik.
Dua arah VT disebabkan oleh dua fokus ventrikel atau satu fokus dengan
penyimpangan impuls konduksi (mis. alternating branch bundle block). (Durham
& Worthley, 2003)

18
Tabel 2.1 Perbedaan elektrografi untuk diagnosis komplek takikardia lebar. (Dev;,
2017)
Supraventrikular Takikardi Ventrikular Takikardi
Kompleks takikardia identik Takikardia beat identik dengan PVC selama irama sinus
dengan irama sinus
Inisiasi dengan gelombang P Inisiasi dengan kompleks QRS prematur
prematur
Kontur QRS konsisten dengan Kontur QRS tidak konsisten dengan aberrant conduction
aberrant conduction (V1, V6) (V1, V6)
Perlambatan atau penghentian AV disosiasi, Fusion beat, Capture beat
dengan manuever vagal
Durasi QRS <140 msec -Durasi QRS> 140 msec
-Deviasi sumbu kiri (antara -900 hingga -1800)
-Pola perkembangan gelombang Concordant R
-Kontralateral bundle branch block pattern dari ritme
istirahat
-Diawali gel R, q, atau r> 40 msec atau Q berlekuk di aVR
-Tidak adanya kompleks "rS" di setiap lead prekordial

Gambar 2.6 EKG dengan Ventrikular Takikardi

19
5.4 Biomarkers
Troponin jantung adalah biomarker yang paling sensitif dan spesifik untuk
NSTE-ACS. Mereka naik dalam beberapa jam onset gejala dan biasanya tetap
meningkat selama beberapa hari (tetapi mungkin tetap meningkat hingga 2 minggu
dengan infark yang besar). (Kelly & Kontos, 2014)

Gambar 2.7 HEART score untuk evaluasi ACS

20
III.6 Diagnosis Banding

Diagnosis banding NSTE-ACS meliputi:


 Penyebab kardiovaskular nonischemik pada nyeri dada (mis., Diseksi aorta,
perluasan aorta aneurisma, perikarditis, emboli paru)
 Penyebab nonkardiovaskular pada dada, punggung, atau perut tidak nyaman
meliputi:
o Penyebab paru (mis. pneumonia, radang selaput dada, pneumotoraks)
o Penyebab gastrointestinal (mis., refluks gastroesofagus, spasme
esofagus, tukak lambung, pankreatitis, penyakit empedu)
o Penyebab muskuloskeletal (mis., costochondritis, radiculopathy
serviks)
o Gangguan kejiwaan
o Etiologi lain (mis., krisis sel sabit, herpes zoster)
Selain itu, klinisi harus membedakan NSTE-ACS dari insufisiensi koroner
akut karena penyebab non-kardiosklerotik dan penyebab non-koroner dari miokard
oksigen supply demand mismatch. (Kelly & Kontos, 2014)

III.7 Penatalaksanaan
Tujuan terapi anti-iskemik adalah untuk mengurangi kebutuhan oksigen
miokard (sekunder akibat penurunan denyut jantung, tekanan darah, preload atau
kontraktilitas miokard) atau untuk meningkatkan pasokan oksigen miokard (dengan
pemberian oksigen atau melalui vasodilatasi koroner). Jika, setelah perawatan,
pasien tidak cepat menjadi bebas dari tanda atau gejala iskemik, angiografi koroner
langsung direkomendasikan secara independen dari temuan EKG dan kadar
troponin jantung. Oksigen harus diberikan ketika saturasi oksigen darah <90% atau
jika pasien dalam kesulitan pernapasan. Pada pasien yang gejala iskemiknya tidak
berkurang oleh nitrat dan beta-blocker, pemberian opiat dapat dilakukan sambil
menunggu angiografi koroner segera, dengan peringatan bahwa morphine dapat
memperlambat penyerapan usus dari platelet inhibitor oral. (Task et al., 2016)

21
Gambar 2.8 Rekomendasi pemberian obat anti-iskemik pada kasus NSTE-ACS
(Task et al., 2016)

Gambar 2.9 tatalaksana pemberian antiplatet/antikoagulan pada NSTEMI

22
Obat antiaritmia sering dikategorikan oleh skema Vaughan Williams 4-level
(class I: fast sodium channel blockers; class II: beta blockers; class III:
repolarization potassium current blockers; class IV: nondihydropyridines calcium
channel blockers). (Stevenson et al., 2018)
Tabel 2.2 Beberapa medikasi pada pasien aritmia ventrikel (Stevenson et al., 2018)
Obat Antiaritmia (Kelas) dan Penggunaan Efek Elektrofisiologis Karakteristik Efek Samping Biasa
Dosis dalam VA / farmakologis
SCA

Amiodarone (III) VT, VF, PVC, Sinus rate slowed t1/2: 26–107 d Cardiac: Hypotension,
IV: 300 mg bolus for VF/pulseless QRS prolonged Metab: H bradycardia, AVB, TdP,
VT arrest; 150-mg bolus for stable QTc prolonged Excr: F slows
VT; 1 mg/min x 6 h, AV nodal refractoriness VT below programmed ICD
then 0.5 mg/min x 18 h increased; increased detection rate, increases
PO: 400 mg* q 8 to DFT defibrillation threshold
12 h for 1–2 wk, then Other: Corneal
300–400 mg daily; microdeposits,
reduce dose to 200 mg thyroid abnormalities,
daily if possible ataxia,
nausea, emesis, constipation,
photosensitivity, skin
discoloration, ataxia,
dizziness,
peripheral neuropathy,
tremor,
hepatitis, cirrhosis,
pulmonary
fibrosis or pneumonitis
Bisoprolol (II) VT, PVC Sinus rate slowed t1/2: 9–12 h Cardiac: Chest pain,
PO: 2.5–10 mg once AV nodal refractoriness Metab: H bradycardia, AVB
daily increased Excr: U Other: Fatigue, insomnia,
diarrhea
Diltiazem (IV) VT Sinus rate slowed t1/2: Injection Cardiac: Hypotension,
IV: 5–10 mg specifically PR prolonged 2–5 h, edema, HF, AVB,
qd: 15–30 min RVOT, AV nodal conduction immediate bradycardia,
Extended release: PO: idiopathic slowed release 4.5– exacerbation of HFrEF
120–360 mg/day 12 h, extended Other: Headache, rash,
LVT
release constipation
12 h, and severe
hepatic
impairment 14–
16 h
Metab: H
Excr: U
Lidocaine (IB) VT, VF No marked effect on Initial t1/2 7–30 Cardiac: Bradycardia,
IV: 1 mg/kg bolus, 1–3 most intervals; QTc can min; hemodynamic collapse, AVB,
mg/min slightly shorten terminal 90– sinus arrest
1–1.5 mg/kg. Repeat 120 min. Other: Delirium, psychosis,
0.5–0.75 mg/kg bolus Prolonged in seizure, nausea, tinnitus,
every 5–10 min (max HF, liver dyspnea, bronchospasm
cumulative dose 3 disease, shock,
mg/kg). Maintenance severe
infusion is 1–4 mg/min renal disease
although one could Metab: H
start at 0.5 mg/min Excr: U

23
Propranolol (II) VT, PVC, Sinus rate slowed t1/2: Immediate Cardiac: Bradycardia,
IV: 1–3 mg q 5 min to a AV nodal refractoriness release hypotension, HF, AVB
LQTS
total of 5 mg increased 3–6 h Other: Sleep disorder,
PO: Immediate Extended dizziness,
release 10–40 mg q release 8–10 h nightmares, hyperglycemia,
6 h; Extended release Metab: H diarrhea, bronchospasm
60–160 mg q 12 h Excr: U

- Aritmia ventrikel pada sindrom koroner akut


Iskemia akut menyebabkan ketidakstabilan listrik, memprovokasi VA pada
pasien ACS. Penggunaan awal beta-blocker dalam pengaturan ACS mengurangi
VT / VF dan karenanya direkomendasikan. Koreksi hipomagnesemia dan
hipokalemia dapat membantu pasien tertentu. Terapi statin mengurangi angka
kematian pada pasien dengan CAD, sebagian besar melalui pencegahan kejadian
koroner berulang, dan karenanya merupakan bagian dari pengobatan rutin yang
direkomendasikan. (Aepc et al., 2015)

Gambar 2.10 Alur Penatalaksanaan sustained VT dengan SKA

- Penggunaan obat antiaritmia pada sindroma koroner akut


Kardioversi elektrik atau defibrilasi adalah intervensi pilihan untuk secara
akut mengakhiri VA pada pasien ACS. Pemberian awal beta-blocker (jika
memungkinkan IV) dapat membantu mencegah aritmia berulang. Perawatan obat

24
anti-aritmia dengan amiodarone harus dipertimbangkan hanya jika episode VT atau
VF sering dan tidak dapat lagi dikendalikan oleh kardioversi elektrik atau defibrilasi
berturut-turut. Lidocaine intravena dapat dipertimbangkan untuk VT berulang
berkelanjutan atau VF tidak menanggapi beta-blocker atau amiodarone atau dalam
kasus kontraindikasi untuk amiodarone. Pada pasien dengan VT berulang atau VF
yang dipicu oleh premature ventricular complex (PVC) yang timbul dari serat
Purkinje yang mengalami cedera sebagian, ablasi kateter sangat efektif dan harus
dipertimbangkan. (Aepc et al., 2015)

Gambar 2.11 Algoritma Takikardi dengan nadi oleh American Heart Association

III.8 Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik (CS) didefinisikan sebagai keadaan di mana cardiac


output tidak efektif yang disebabkan oleh gangguan jantung primer dan
menghasilkan manifestasi klinis dan biokimiawi dari perfusi jaringan yang tidak

25
adekuat. Presentasi klinis biasanya ditandai dengan hipotensi persisten yang tidak
responsif terhadap penambahan volume cairan intravena dan disertai dengan
gambaran klinis hipoperfusi end-organ yang memerlukan intervensi dengan
dukungan farmakologis atau mekanik. (Diepen et al., 2017)

Gambar 2.12 Mekanisme syok kardiogenik pada infark miokard (Diepen et al.,
2017)
Gagal jantung kronis dapat hadir dalam keadaan dekompensasi akut dan
dapat menyebabkan hingga 30% dari kasus CS. Pasien-pasien ini sering mengalami
penurunan stabilitas penyakit atau memiliki kepatuhan yang rendah terhadap terapi
berbasis pedoman yang dapat memicu perburukan akut penyakit kronis mereka.
Perawatan pasien-pasien dengan gagal jantung kronis yang hadir dalam CS dapat
berbeda secara substansial dari perawatan tipe CS lainnya karena kondisi
hemodinamik dan lingkungan neurohormonal yang seringkali sangat berbeda.
Pemasangan kateter vena sentral juga harus dipertimbangkan untuk
mendukung pemberian obat vasoaktif dan untuk memfasilitasi pemantauan CVP

26
dan saturasi oksigen vena sentral, yang dapat membantu dalam menentukan
kecukupan pengiriman oksigen jaringan.

Gambar 2.13 Pathway tatalaksana syok kardiogenik


Dopamin adalah katekolamin endogen dan prekursor norepinefrin. Ada
berbagai jenis reseptor dengan afinitas berbeda untuk dopamin. Pada dosis rendah,
kurang dari 2 μg / kg / menit, dopamin berinteraksi terutama dengan reseptor
dopaminergik yang didistribusikan di dalam pembuluh darah ginjal dan
mesenterika. Stimulasi reseptor-reseptor ini menyebabkan vasodilatasi lokal dan
meningkatkan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus, memfasilitasi diuresis.
Dopamin dosis sedang, 2 hingga 10 μg / kg / menit, meningkatkan inotropi
secara langsung dengan menstimulasi reseptor β1 jantung dan secara tidak langsung
dengan mempromosikan pelepasan norepinefrin dari terminal saraf simpatis.
Tindakan ini meningkatkan denyut jantung, kontraktilitas jantung, dan volume
stroke, yang semuanya menambah cardiac ouput.
Dobutamine adalah analog sintetis dari dopamin yang menstimulasi
reseptor β1-, β2-, dan α. Ini meningkatkan kontraktilitas jantung berdasarkan efek
β1 tetapi tidak meningkatkan resistensi perifer karena keseimbangan antara

27
vasokonstriksi yang dimediasi α dan vasodilatasi yang dimediasi β2. Dengan
demikian, bermanfaat dalam pengobatan gagal jantung yang tidak disertai dengan
hipotensi. Tidak seperti dopamin, dobutamin tidak merangsang reseptor
dopaminergik (yaitu, tidak ada efek vasodilatasi ginjal), juga tidak memfasilitasi
pelepasan norepinefrin dari ujung saraf tepi. Seperti dopamin, obat ini bermanfaat
untuk terapi jangka pendek (kurang dari 1 minggu), setelah itu akan kehilangan
kemanjurannya, mungkin karena regulasi reseptor adrenergik yang menurun. Efek
samping utama adalah provokasi takiaritmia.
Isoproterenol adalah analog epinefrin sintetis. Tidak seperti norepinefrin
dan epinefrin, ini adalah agonis β “murni”, yang memiliki aktivitas hampir secara
eksklusif pada reseptor β1 dan β2, dengan hampir tidak ada efek reseptor α. Di
jantung, isoproterenol memiliki efek inotropik dan kronotropik positif, sehingga
meningkatkan CO. Di pembuluh perifer, stimulasi reseptor β2 menghasilkan
vasodilatasi dan mengurangi resistensi perifer, yang dapat menyebabkan tekanan
darah turun. (Dolinko, Kuntz, Antman, Strichartz, & Lilly, 2016)

Gambar 2.14 Mekanisme aksi dan efek hemodinamik dari obat vasoaktif

28
BAB IV
PEMBAHASAN

IV. Diskusi

Kejadian syok kardiogenik dan ventrikular takikardi sering ditemui pada


kasus infark miokard. Pada kasus ini NST-ACS diduga terjadi sebelum kejadian
ventrikular takikardi pada pasien berdasarkan anamnesa adanya nyeri dada khas
infark sebelum keluhan berdebar-debar. Kasus syok kardiogenik sudah terdeteksi
mulai dari pasien datang dengan nadi yang cepat dan saturasi oksigen rendah.
Pasien datang dengan sesak napas disertai nyeri pada ulu hati dan rasa
berdebar-debar. Dari keluhan pasien disesuaikan dengan HEART score (gambar
2.7), dimana pasien memiliki skor 7 untuk kemungkinan besar mengalami serangan
jantung akut. Selain itu, pasien juga di diagnosis ventricular takikardi berdasarkan
elektrokardiogram saat datang, yang berhubungan dengan adanya kejadian ACS
yang dialami pasien saat ini.
Tatalaksana awal VT dengan nadi tanpa tanda syok adalah amiodarone
150mg dalam 10 menit intravena, sedangkan VT dengan disertai tanda-tanda
ketidak stabilan dilakukan defibrilasi (gambar 2.10). Obat-obat anti-aritmia (AAD)
dapat dipertimbangkan. Jika iskemia diduga bertanggungjawab atas kejadian
aritmia, reperfusi segera menjadi pilihan utama (gambar 2.9), disertai pemberian
obat-obatan anti iskemik jika tatalaksana reperfusi masi belum dapat dilakukan
segera. Pada pasien ini telah diberikan amiodarone 150mg intravena, namun tidak
mengalami perbaikan, dan perjalanan syok makin terlihat. Sehingga dilakukan
kardioversi 150 J dan irama jantung kembali sinus lagi. Irama pada ekg setelah
kardioversi menunjukkan adanya st depresi pada lead 2, 3, aVF, V3, V4, V5,
mengarahkan diagnosis pencetus VT pasien adalah sindrom koroner akut.
Dari pasien yang dirawat di rumah sakit dengan infark miokard, 5% hingga
10% memiliki VF atau sustained VT sebelum berada di rumah sakit, dan 5%
lainnya akan memiliki VF atau sustained VT saat di rumah sakit, sebagian besar
dalam waktu 48 jam setelah masuk rumah sakit. Hal ini menjukkan bahwa keadaan

29
yang dialami pasien sesuai dengan evidenced dan patofisiologi pada sindrom
koroner akut. Dimana, iskemia miokard akut memiliki efek mendalam pada sifat
elektrofisiologis sel jantung yang menyebabkan perubahan arus ion seluler,
potensial membran istirahat dan potensial aksi miosit. Ini mengarah pada perubahan
konduksi, refraktilitas, dan otomatisitas, yang pada gilirannya berkontribusi pada
terjadinya aritmia ventrikel.
Setelah mendapati pasien dengan elektrokardiogram sindom koroner akut,
pasien mengalami penurunan kondisi hemodinamik, dan mengarah ke syok.
Dilakukan penanganan awal syok.
Pada pasien telah diberikan penambahan cairan 250 cc, dua kali berturut-
turut sambil observasi overload cairan pada pasien. Namun, tidak ada perbaikan
hemodinamik pada pasien. Hal ini menunjukkan bahwa pasien mengalami syok
kardiogenik oleh karena sindrom koroner akut. Pada syok kardiogenik terjadi
penurunan perfusi ke jaringan, yang di awali peningkatan laju nadi, sesak nafas,
penurunan tekanan darah, hingga akral dingin. Presentasi klinis lainnya ditandai
dengan hipotensi persisten yang tidak responsif terhadap penambahan volume
cairan intravena. Sehingga, pasien diberikan obat-obatan yang mengandung
inotropik dan vasoaktif untuk memperbaiki hemodinamik saat itu. Pemberian dosis
dopamin 5mcg/kgbb/min dapat meningkatkan tekanan darah pasien hingga 110/70
dengan nadi 90x/min. Penggunaan obat vasoaktif memang meningkatkan provokasi
terhadap kejadia takiaritmia terhadap pasien. Sehingga, penggantian dopamin ke
dobutamin dilakukan di ruangan dalam pencegahan terjadinya takiaritmia berulang.

30
BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Telah dilaporkan satu kasus sindroma koroner akut dengan ventrikular
takikardi dan syok kardiogenik. Aritmia yang terjadi pada kasus ini sangat mungkin
disebabkan oleh sindrom koroner akut yang dialami pasien, begitu pula syok
kardiogenik yang terjadi pada pasien.
Kejadian sindroma koroner akut dapat dicetuskan oleh banyak faktor risiko.
Salah satunya adalah riwayat merokok lama yang dilakukan oleh pasien. Walau
pasien mengaku tidak ada riwayat hipertensi dan diabetes melitus sebagai faktor
pencetus utama sindrom koroner akut.
Tatalaksana yang diberikan kepada pasien sesuai dengan anjuran guideline
yang ada. Pasien dapat kembali stabil setelah mengalami serangan jantung dan
aritmia ventrikel. Namun tidak dapat dilakukan tatalaksana lebih lanjut seperti PCI
dikarenakan belum ada fasilitas yang dibutuhkan pada rumah sakit setempat.
Amiodaron oral merupakan obat anti-aritmia yang dapat diberikan untuk
mengontrol kejadian dari ventrikular takikardi dan ventrikular ekstrasistol post
sindroma koroner akut. selain tentunya kardioversi elektrik dapat dilakukan bila
ventrikular takikardi kembali terjadi. Dobutamin yang diberikan kepana pasien juga
pilihan yang lebih baik dibanding dopamine untuk meningkatkan tekanan darah
tanpa meningkatkan secara drastis laju nadi pasien untuk mencegah ventrikel
aritmia.

V.2 Saran
1. Penatalaksanaan terhadap pasien sebaiknya lebih lengkap. Tidak hanya dari
intervensi farmakologis, mulai dari edukasi, pengaturan diet dan aktivitas
sebaiknya sudah dilakukan sejak awal penatalaksanaan.
2. Sebaiknya dilakukan evaluasi terhadap pengobatan dan perkembangan
penyakit pasien.

31
DAFTAR PUSTAKA

Aepc, C., Blomstro, C., Blom, N., Germany, M. B., Uk, J. C., Mark, P., …
Veldhuisen, D. J. Van. (2015). 2015 ESC Guidelines for the management of
patients with ventricular arrhythmias and the prevention of sudden cardiac
death The Task Force for the Management of Patients with Ventricular
Arrhythmias and the Prevention of Sudden Cardiac Death of the European
Society of Cardiology ( ESC ), 2793–2867.
https://doi.org/10.1093/eurheartj/ehv316
Chairperson, B. G., Blomström, C., & Terradellas, J. B. (2014). Cardiac
arrhythmias in acute coronary syndromes : position paper from the joint
EHRA , ACCA , and EAPCI task force.
Das, B., & Mishra, T. K. (2016). Prevention and Management of Arrhythmias in
Acute Myocardial Infarction, 3(5), 1401–1405.
Dev;, S. S. A. M. V. B. M. (2017). Basic Understanding of Supraventricular
Tachycardia for Post Graduates, 2, 57–73.
Diepen, S. van, Katz, J. N., Albert, N. M., Henry, T. D., Jacobs, A. K., Kapur, N.
K., … Cohen, M. G. (2017). Contemporary Management of Cardiogenic
Shock. https://doi.org/10.1161/CIR.0000000000000525
Durham, D., & Worthley, L. I. G. (2003). Cardiac Arrhythmias : Diagnosis and
Management . The Tachycardias, 35–53.
Kelly, R. F., & Kontos, M. C. (2014). 2014 AHA / ACC Guideline for the
Management of Patients With Non – ST-Elevation Acute Coronary
Syndromes, 64(24). https://doi.org/10.1016/j.jacc.2014.09.017
Stevenson, W. G., Ackerman, M. J., Bryant, W. J., Callans, D. J., Curtis, A. B.,
Deal, B. J., … Page, R. L. (2018). AHA / ACC / HRS GUIDELINE 2017
AHA / ACC / HRS Guideline for Management of Patients With Ventricular
Arrhythmias and the Prevention of Sudden Cardiac Death.
https://doi.org/10.1161/CIR.0000000000000549
Tang, P. T., Do, D. H., Li, A., & Boyle, N. G. (2018). Clinical Review : Clinical
Arrhythmias Team Management of the Ventricular Tachycardia Patient,
238–246.
Task, A., Members, F., Roffi, M., Valgimigli, M., Bax, J. J., Borger, M. A., …
Vrints, C. (2016). 2015 ESC Guidelines for the management of acute
coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-segment
elevation Task Force for the Management of Acute Coronary Syndromes in
Patients Presenting without Persistent ST-Segment Elevation of the European
Society of Cardiology ( ESC ), 267–315.

32
https://doi.org/10.1093/eurheartj/ehv320
Thomas, D. E., Jex, N., & Thornley, A. R. (2017). Continuing Cardiology
Education. https://doi.org/10.1002/cce2.51
Willich, T., & Goette, A. (2015). Critical Care and Emergency Medicine
Ventricular Arrhythmias in Acute Coronary Syndrome Patients : Therapy of
Electrical Storm ClinMed.

33

Anda mungkin juga menyukai