Anda di halaman 1dari 17

BAB I

TINJAUAN KASUS

SKENARIO 1
Seorang wanita umur 60 tahun mengeluh cepat capek dan sesak napas sewaktu bergiat. Dia
tidak dapat melakukan kegiatan dirumah lebih lama tanpa sering beristirahat dengan
kesukaran bernapas. Pergelangan kaki membegkak pada siang hari dan berkurang pada
malam hari. Pada meperiksaan dokter, ditemukan adanya pernapasan cepat, pada
pemeriksaan auskultasi didengar adanya bunyi krepitasi. Nadi reguler dan tekanan darah
sistemik dalam batas normal, tetapi terdapat bendungan vena leher meskipun pada posisi
tegak. Ictus cordis teraba dilinea axillaris anterior kiri/ruang interkostal V. Gambaran
rontgen dada menunjukkan CTR 0,69 dan terlihat adanya bendungan pembuluh darah paru.
Penderita diobati dengan dogoxin dan diuretik sehingga keluhan penderitta berkurang.

A. KATA KUNCI
1. Wanita 60 tahun
2. Cepat capek
3. Sesak napas sewaktu bergiat
4. Sulit bernapas saat beristirahat
5. Edema pergelangan kaki pada siang hari dan berkurang pada malam hari
6. Pernapasan cepat
7. Krepitasi
8. Amplitudo nadi reguler
9. Tekanan darah normal
10. Bendungan vena jugularis
11. Ictus cordis teraba dilinea axillaris anterior
12. CTR 0,69
13. Bendungan pembuluh darah paru
14. Diobati dengan dogoxin dan diuretik

B. KATA SULIT
1. Krepitasi
Krepitasi adalah bunyi singkat, tidak kontinue, tidak musikal, banyak didengar
selama insprirasi. Bunyi krepitasi seperti bunyi yang dibuat dengan menggosokan
rambut didekat telinga atau bunyi ketika memasukan garam kedalam api. Krepitasi
ditemukan pada edema paru, gagal jantung kongestif dan fibrosis paru.
2. Ictus Cordis
Ictus cordis merupakan struktur yang bersesuaian dengan letak apex
cordis, yakni bagian ujung bawah dari ventrikel kiri yang biasanya terletak pada
sela iga V lineamedioclavicularis sinistra. Ictus cordis merupakan tempat untuk
mendengarkan bunyi Jantung dari katup mitral
3. CTR
CTR (Cardiothoracix ratio) adalah perbandingan antara ukuran jantung dengan ukuran
cavum thoracix. Ukuran jantung normal apabila nilai CTR ≤ 50%, CTR disebut
juga CTI (Cardiothoracix index), tetapi CTI berua bilangan desimal. Nilai CTI
menunjukan ukuran jantung normal yaitu ≤0,5.
4. Diuretik
C. PERTANYAAN
1. Jelaskan anatomi, histologi, Fisiologi, dari kardiovaskuler !
2. Jelaskan mekanisme dari setiap gejala !
3. Apa yang menyebabkan timbulnya bunyi krepitasi ?
4. Faktor apa yang berperan yang dapat menimbulkan edema paru ?
5. Mengapa penderita merasa cepat lelah dan sesak napas setelah beraktivitas ?
6. Sebutkan faktor-faktor yan g menyebabkan dispnea !
7. Sebutkan pemeriksaan tambahan guna untuk menegakkan dignosis !
8. Mengapa pergelangan kaki membengkak pada siang hari dan berkurang pada malam
hari ?
9. Riwayat penyakit saja yang perlu ditanyakan untuk menegakkan diagnosis ?
10. Jelaskan fungsi dan mekanisme kerja dari digoxin dan diuretik !
11. DD :
- CHF
- Cor Pulmonal
- RF (Renal Failure)
D. JAWABAN
1. Anatomi, Fisiologi, dan Histologi

Jantung (cor) merupakan organ utama dalam sistem kadiovaskuler. Jantung merupakan
organ muscular yang berbentuk conus atau buah pir sebesar kepalan tangan. Bertumpu
pada diapragma thoracis. Jantung terletak dalam mediastinum dirongga dada, yaitu
dintara kedua para-paru bagian caudalis. Dua pertiga bagianjantung teletak disebelah
kiri tulang dada dan sepertiga pada bagian kanan. Letak jantung sedemikian rupa
sehingga puncaknya (apex cordis) menghadap kearah kaudoventral kiri. Pada orang
dewasa ukuran cor adalah panjang 12 cm. Lebar 8-9 cm dan tebal 6 cm. Pada laki-laki
berat jantung adalah 280-340 gram dan pada wanita 230-280 gram. Dalam keadaan
patologis ukuran jantung dapat melampaui ukuran normal.
Dinding jantung terdiri atas 3 lapisan :
 Lapisan superficial disebut lapisan epycardium
 Lapisan intermedia disebut myocardium
 Capisan profunda disebut endocardium
Jantung terdiri dari empat ruangan, yaitu atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan
dan kiri. Atria merupakan ruangan yang terletak dibagian atas menerima darah dari
seluruh tubuh dan paru. Ventrikel merupakan ruang jantung yang terletak dibagian
bawah. Ventrikel kanan memompa darah keparu sedangkan ventrikel kiri memompa
darah keseluruh tubuh. Ruang jantung bagian atas, atrium, secara anatomi terpisah dari
ruangan jantung sebelah bawah, atau ventrikel oleh suatu annulus fibrosus.

Fisiologi Jantung :

Fungsi utama jantung adalah memompa darah keseluruh tubuh melalui pembuluh
aorta dan arteri pulmonalis. Kemampuan otot jantung untuk memompa darah
keseluruh tubuh dimungkinkan oleh dinding ruang jantung yang terdiri dari sel otot
jantung (miokardum). Aktivitas kontraksi jantung untuk memompa darah keseluruh
tubuh selalu didahului oleh aktivitas listrik. Aktivitas listrik ini dimulai pada nodus
sinoatrial (nodus SA) yang terletak pada celah diantara vena cava superior dan
atrium kanan. Sel-sel pemacu (pacemarker) pada nodus SA mengawali gelombang
depolarisasi secara spontan, sehingga menyebabkan timbulnya potensial aksi yang
disebarkan melalui sel-sel otot atri, nodus trioventrikuler (nodus AV) berkas HIS,
serabut purkinye dan akhirnya keseluruh otot ventrike l.
2. Mekanisme setiap gejala
 Mekanisme sesak napas

Sesak Kongesti pulmonal Jantung sulit


nafas dan edema memompa

Timbunan Darah dari tubuh Jantung kanan


cairan tidak dapat dipompa membesar
kejantung kanan

Jantung
Jantung kiri Penyakit jantung membesar :
ikut kongesti, gagal tidak dapat
membesar jantung memompa
darah

Fungsi
Sesak nafas dan
jantung
pembengkakan pada
menurun
kaki

3. Yang menyebabkan timbulnya bunyi krepitasi


Krepitasi menunjukkan adanya edema pada saluran pernapasan. Edema paru
disebabkan oleh meningkatnya tekanan kapiler paru sebagai akibat dari peningkatan
tekanan dalam vena pulmonalis dan atrium kiri.
4. Faktor yang dapat menyebabkan edema paru
Faktor-faktor yang berperan untuk terjadinya edema paru adalah : permeabilitas
kapiler, tekanan hidrostatik, tekanan osmotik plasma, kapasitas pemomkpaan sistim
limfatik
5. Penderita merasa cepat lelah dan sesak napas setelah beraktivitas
Cepat lelah bila bergiat, diakibatkan oleh ketidak mampuan isi sekuncup dan denyut
jantung meningkat secara normal sebagai respons terhadap kegiatan fisik, dan terhadap
sesak napas, dan terhadap peningkatan kelelahan otot skelet.
Kelelahan merupakan gejala umum berkurangnya cardiac output (COP) atau curah
jantung. Berkurangnya curah jantung menyebabkan menurunya jumlah darah atau
perfusi keotot skelet. Hal tersebut yang menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen
yang dibawa ke sel-sel otot sehingga proses metabolisme sel terhambat. Metabolisme
sel yang terhambat menyebabkan jumlah molekul berenergi tinggi, yakni ATP (Adenosin
Triphospat) yang dihasilkan berkurang. Berkurangnya ATP menyebabkan energi untuk
beraktifitas juga berkurang. Sehingga penderita merasa mudah lelah saat beraktivitas.
Pasien dengan gagal ginjal, jantung kongestif dan penyakit katup mitral sering
mengeluhkan cepat lelah. Tetapi kelelahan tidak spesifik untuk penyakit jantung.
Penyebab tersering kelelahan adalah anemia dan penyakit kronis.

6. faktor-faktor yang menyebabkan dispnea


 penyakit jantung : gagal ventrikel kiri dan stenosis mitral
 penyakit paru : penyakit paru obstruktif, asma, penyakit paru
restriktif, emboli paru dan hipertensi pulmonal
 emosional : anxietas dan depresi
 pemaparan tempat tinggi : berkurangnya tekanan oksigen
 anemia :berkurangnya kapasitas pengangkut oksigen
7. pemeriksaan tambahan
Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah, Elektrokardiografi, Ekhokardiografi,
Angiokardiografi
8. Penyebab edema pada pergelangan kaki
Edema pergelangan kaki terjadi akibat gagal jantung. Gagal jantung menyebabkan
pengaktifan sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA). Mekanisme ini akan menaikan
tahanan vaskuler sistemik tetapi menurunkan curah jantung. Terjadi peningkatan
sekresi renin disel-sel juxta-glomerulus ginjal. Renin akan memecah angiotensinogen
sirkulasi untuk memebentuk angiotensin I yang kemudian secara cepat dipecah oleh
enzim konversi angiotensin yang terikat pada sel endoteluntuk membentuk angiotensin
II, suatu vasokonstriktor yang kuat. Dengan meningkatnya angiotensin II terjadi
vasokontriksi arteriol, tahanan perifer total meningkat, hal ini akan membantu
mempertahankan tekanan darah sistemik. Agiotensin II ini juga bekerja dikoteks
adrenalis untuk meningkatkan sekresi aldosteron. Hormon aldosteron ini memacu
reabsorbsi natrium dan air dari tubulus ginjal kedalam sirkulasi dan membantu
meningkatkan volume intravaskuler. Hal ini menyebabkan terjadinya resistensi air
dinefron ginjal. Akibatnya terjadi perpindahan cairan dari darah keruang intertitial yang
melebihi jumlah pengambilan cairan kedalam pembuluh darah dan aliran cairan
kesistem maka akan terjadi edema darah dependen.

9. Riwayat penyakit apa lagi yang bisa ditanyakan untuk mengarah kesuatu diagnosis ?
Riwayat sakit dada, batuk, sesak napas malam hari yang bersifat serangan, perubahan berat
badan, banyak buang kecil waktu malam, debar-debar, demam.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan
gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang di tandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang tetap, berupa dialysis atau transplantasi gagal ginjal. Uremia
adalah suatu sindrom klinik dan laboratorium yang terjadi pada semua organ, akibat
penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.

B. EPIDEMIOLOGI

Di amerika serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal kronik di
perkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun. Di Malaysia dengan populasi 18 juta di
perkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di Negara Negara
berkembang lainnya, insiden ini di perkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk
pertahun

C. ETIOLOGI

Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu Negara dengan Negara lain.
Sedangkan perhimpunan nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat penyebab
gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia.

1. Penyebab utama penyakit ginjal kronik di Amerika serikat


Penyebab Insiden
Diabetes mellitus 44 %
Hipertensi 27 %
Glomerulonefritis 10 %
Nefritis interstisialis 4%
Kista 3%
Penyakit sistemik 2 %

2. Penyebab gagal ginjal yang menjalani Hemodialisis di Indonesia tahun 2000

Penyebab Insiden
Glomerulonefritis 46,39 %
Diabetes mellitus 18,65 %
Obstruksi dan infeksi 12,85 %
Hipertensi 8,46 %
Sebab lain 13,65 %
D. PATOFISIOLOGI

E. GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi :

a. sesuai penyakit yang mendasari seperti


- diabetes mellitus
- infeksi traktus urinarius
- batu traktus urinarius
- hipertensi
- hiperurikemia
- lupus eritomatous sistemik
b. sindrom uremia yang terdiri dari
- lemah
- letargi
- anoreksia
- mual muntah
- nokturia
- kelebihan volume cairan (volume overload)
- neuropati perifer
- pruritus
- perikarditis
- kejang kejang sampai koma
c. kelainan biokimiawi darah meliputi
- penurunan kadar hemoglobin
- peningkatan kadar asam urat
- hiper atau hipokalemia
- hiponatremia
- hiper atau hipokloremia
- hiperfosfatemia
- hipokalsemia
- asidosis metabolic
d. kelainan urinalisis meliputi
- proteiuria
- hematuri
- leukosuria
- isostenuria
F. DIAGNOSA

Pertanyaan penting yang harus di jawab sebelum penatalaksanaan di mulai :

1. apa penyebab dan apakah dapat di terapi? apakah ini gagal ginjal akut atau kronik? Ada
faktor praginjal atau obstruktif yang reversible? Apa penyebab dasarnya?
2. Seberapa berat gagal ginjal terjadi dan apakah terdapat komplikasi?
Berdasarkan anamnesis dapat di temukan kecenderungan diagnosis, misalnya bila
terdapat riwayat nokturia, poliuria, dan haus, disertai hipertensi, dan riwayat penyakit
ginjal, lebih mungkin di pikirkan kea rah gagal ginjal kronik. Tanda-tanda uremia klasik
dengan kulit pucat atrofi, dengan bekas garukan, dan leukonikia tidak terjadi seketika
dan jarang di temukan pada gagal ginjal akut. Namun pada banyak kasus, gambaran ini
tidak banyak di temukan sehingga lebih baik menganggap semua pasien azoternia
menderita gagal ginjal akut sampai dapat di buktikan sebaliknya.

G. TERAPI
a. Terapi farmakologis
Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat anti hipertensi, di
samping bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskular juga sangat penting
untuk memperlambat pemburukan kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi
intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Beberapa studi membuktikan bahwa,
pengendalian tekanan darah mempunyai peran yang sama pentingnya dengan
pembatasan asupan protein, dalam memperkecil hipertensi intraglomerulus dan
hipertropi glomerulus. Di samping itu, sasaran terapi farmakologis sangat sangat terkait
dengan derajat proteinuria berkaitan dengan proses perburukan fungsi ginjal pada
penyakit ginjal kronik.
Beberapa obat antihipertensi terutama penghambat Ensim converting angiotensin
melalui beberapa studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal.
Hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria.
H. KLASIFIKASI

Klasifikasi penyakit ginjal kronik di dasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage)
penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, di buat atas dasar LFG, yang di hitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :

LFG (ml/mnt/1,73m² = (140 – umur) x berat badan

72 x kreatinin plasma (mg/dl)

*) pada perempuan di kalikan 0,85

Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakit

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m²)


1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ ringan 60 – 89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ sedang 30 – 59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ berat 15 – 29
5 Gagal ginjal ≤ 15 atau dialisis

PENCEGAHAN

Orang yang sudah terdiagnosis mengalami penyakit ginjal dapat memperkirakan tingkat
keparahannya di masa yang akan datang dengan Qkidney Web Calculator.

Umumnya penyakit ini tidak dapat di cegah sepenuhnya meski anda dapat mengambil
langkah-langkah untuk mengurangi resiko berkembangnya penyakit ginjal kronis atau
chronic kidney disease (CKD).
Berikut langkah langkah untuk mengurangi resiko berkembangnya penyakit ginjal kronis
atau chronic kidney disease (CKD) :

- Pola makan sehat


- Hindari rokok dan minuman keras
- Olahraga teratur
- Baca petunjuk pemakaian obat
- Waspada diabetes

I. PROGNOSIS

Prognosis pasien dengan penyakit ginjal kronis di jaga sebagai data epidemiologi telah
menunjukan bahwa menyebabkan kematian (tingkat kematian secara keseluruhan)
meningkat sebagai penurunan fungsi ginjal .
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir
dengan gagal ginjal. Yang dimana gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang di tandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang tetap, berupa dialysis atau transplantasi gagal ginjal.
Di amerika serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal kronik di
perkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun. Di Malaysia dengan populasi 18 juta di
perkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di Negara Negara
berkembang lainnya, insiden ini di perkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk
pertahun. Penyebab penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu Negara dengan
Negara lain. Sedangkan perhimpunan nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat
penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia seperti Glomerulonefritis,
Diabetes mellitus, hipertensi, Obstruksi dan infeksi. Umumnya penyakit ini tidak dapat di
cegah sepenuhnya meski anda dapat mengambil langkah-langkah untuk mengurangi resiko
berkembangnya penyakit ginjal kronis atau chronic kidney disease (CKD) seperti pola
makan sehat, hindari rokok dan minuman keras, olahraga teratur, baca petunjuk
pemakaian obat, dan waspada diabetes. Prognosis pasien dengan penyakit ginjal kronis di
jaga sebagai data epidemiologi telah menunjukan bahwa menyebabkan kematian (tingkat
kematian secara keseluruhan) meningkat sebagai penurunan fungsi ginjal .
B. DAFTAR PUSTAKA

1. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi VI. Jakarta, maret 2014

2. Tanto, C . Kapita selekta kedokteran. Edisi IV. 2014

Anda mungkin juga menyukai