Scenario 1
Seorang anak perempuan 10 tahun datang dengan keluhan : bibir dan kuku terlihat kebiruan. Hal
ini sudah dialami sejak masa bayi. Bila menangis atau bermain anak terlihat bertambah biru.
Anak sering jongkok bila capek bermain.
A. Kata kunci
1. Anak perempuan 10 tahun
2. Bibir dan kuku terlihat kebiruan sejak bayi
3. Bila menangis atau bermain anak bertambah biru
4. Sering skuating bila capek
B. Pertanyaan
1. Bagaimana sirkulasi darah fetal dan post fetal ?
2. Jelaskan mekanisme sianosis !
3. Jelaskan Anatomi jantung fetal dan post fetal !
4. Bagaimana hubungan jongkok saat capek bermain pada scenario ?
5. Dimana saja sianosi dapat terlihat ?
6. Mengapa bayi bertambah biru saat menangis atau bermain ?
7. Etiologi penyakit sianosis ?
8. Mengapa keluhan baru terjadi pada usia 10 tahun ?
9. Apakah ada hubungan usia dan jenis kelamin dengan gejala pada scenario ?
10. Penyakit yang mungkin menyebabkan gejala pada scenario ?
11. Apakah akibat bila sianosis tidak ditangani dan apa tanda sianosis yang lain yang bisa
di temukan ?
12. Apa dampak tumbuh kembang pada anak ?
13. DD !
C. Jawaban
1. Darah janin dialirkan ke plasenta melalui aa umbilicaliesyang membawa bahan
makanan ang berasal dari ibu.
Darah ini akan masuk ke badan janin melalui vena umbilikacalis yang bercabang
dua setelah memasuki dinding perut janin .
Cabang yang kecil akan bersatu dengan vena porta,darahnya akan beredar dalam
hati dan kemudian dianggkut melalui vena cava hepatica kedalam vena cava inferior.
Dan cabang satu lagi ductus venusus aranthii,akhirnya masuk ke vena cava inferior.
Sebagian O2 dalam darah vena umbilikalis akan direabsorbsi sehingga konsentrasi
O2 menurun .
Vena cava inferior, langsung masuk ke atrium kanan, darah ini merupakan darah
yang berkonsentrasi tinggi nutrisi dan O2 yang sebahagian menuju ventrikel kanan
dan sebahagian besar menuju atrium kiri melalui foramen ovale.
Dari ventrikel kanan masuk ke paru-paru,tetapi karena paru-paru belum
berkembang maka darah yang tredapat pada arteri pulmonalis dialirkan menuju aorta
melalui ductus arteriosus Bothalli. Darah yang ke paru-paru bukan untuk pertukaran
gas tetapi untuk memberi makanan kepada paru-paru yang sedang
tumbuh.fadlie.web.id
Darah ynag berda di aorta disebarkan ke alat-alat badan,tetapi sebelumnya darah
menuju ke aa.hypogastricae ( cabang dari arteri iliaca comunis ) lalu ke aa.
Umbilicalles dan selanjutnya ke plasenta.
Selanjutnya sirkulasi darah janin akan berulang kembali. Menerima nutrisi dan O2
dari plasenta melalui ductus venousus aranthii, menuju vena cava inferior yang kaya
akan O2 dan nutrisi
Pada saat persalinan sebahagian besar bayi langsung menangis maka akan terjadi
perubahan besar terhadap sirkulasi darah, diantaranya adalah :
Tali pusat di potong setelah bayi menangis dengan nyaring sehingga akan
menambah jumlah darah bayi sekitar 50 % .
Dengan dilkaukannya pemotongan tali pusat berarti perubahan sirkulasi pada bayi
telah berubah menjadi sirkulasi orang dewasa.
Sianosis dapat terjadi jika konsentrasi/ kadar hemoglobin yang tereduksi yang
lebih dari 5 g%. Normalnya, hemoglobin yang mengalir bersama darah akan
mengikat O2 sehingga hemoglobin akan teroksidasi.
Reaksinya : HB + O2 HbO2, dimana bilangan oksidasi Hb menjadi +4 setelah
bereaksi dengan O2.
Jika dalam aliran darah terdapat kandungan CO2 maka hemoglobin disamping
berikatan dengan O2 juga akan berikatan dengan CO2. Hal ini mengakibatkan terjadi
peningkatan kadar HB yang tereduksi oleh ikatan dengan CO2. Hal inilah yang dapat
mengakibatkan sianosis.Sianosis yang terjadi umumnya pada kuku, lidah, bibir
maupun membrane mukosa.
Hipoventilasi pulmonalis
Hubungan yang tidak setara antara ventilasi dan perfusi pulmonalis
3) Pintasan anatomik
Stenosis pulmonal adalah penyempitan pada lubang masuk arteri pulmonalis. Tahanan
yang merintangi aliran darah menyebabkan hipertrofi ventrikel knan dan penurunan aliran
darah paru. Stenosis arteri pulmonal bisa terjadi pada begian valvuler, supra valvuler
maupun infundibuler. Sangat jarang kelainan ini disebabkan oleh reaktivasi rema, tapi
umumnya merupakan kelainan jantung konginental, yang dibawa sejak lahir. Stenosis
pulmonal tipe valvuler lebih banyak ditemukan pada anak dibandingkan dengan tipe
infundibuler. Sementara itu, stenosis pulmonal tipe infundibuler jarang sekali ditemukan
sebagai kelainan yang berdiri sendiri, tetapi biasanya menyertai kelainan jantung yang lain,
seperti pada tetralogi fallot. Demikian pula stenosis pulmonal tipe supravalvuler sangat
jarang ditemukan tersendiri, tapi justru merupakan salah satu bagian dari suatu kelainan
konginental yang lebih kompleks, seperti sindrom noonan, sindrom wiliam, atau rubella
konginental.
Pada stenosis pulmonal yang ringan, umumnya pasien asimptomatik dan tidak memburuk
oleh bertambahnya usia. Tumbuh kembang pun tidak terganggu. Tapi sebagaimana halnya
dengan kelainan jantung konginental yang lain, profilaksis antibiotic terhadap endokarditis
bacterial perlu diperhatikan. Pada stenosis pulmonal yang moderat atau cukup berat,
berbagai keluhan dan komplikasi dapat berkembang lebih buruk di waktu-waktu
mendatang.
2. Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui secara
pasti. diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor –faktor tersebut antara
lain :
1. Faktor endogen
- Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau suntik,minum obat-
obatan tanpa resep dokter, (thalidmide, dextroamphetamine. aminopterin,
amethopterin, jamu)
- Ibu menderita penyakit infeksi : rubella
- Pajanan terhadap sinar –X
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang terpisah
menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90% kasus penyebab adaah
multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab harus ada sebelum akhir
bulan kedua kehamilan , oleh karena pada minggu ke delapan kehamilan pembentukan
jantung janin sudah selesai.
3. Patofisiologi
Karena stenosis yang terjadi pada katup pulmonal ( tipe valvuler ), atau pada pangkal arteri
pulmonal ( tipe supravalvuler ), atau pada infundibulum ventrikel kanan ( tipe subvalveler
), maka ventrikel kanan akan menghadapi beban tekanan berlebihan yang kronis. Dilatasi
pasca stenotik pada arteri pulmonal merupakan pertanda yang karakteristik bagi stenosis
pulmonal tipe valvuler dan tidak ditemukan pada tipe stenosis pulmonal yang lain. Katup
pulmonal tampak doming pada waktu systole, tebal dan mengalami fibrosis, tapi jarang
sekali disertai klasifikasi. Jika ditemukan proses klasifikasi, biasanya disebabkan oleh
infiksi endokarditis bacterial.
Adanya hipertrofi ventrikel kanan menunjukkan bahwa stenosis pulmonal cukup
signifikan. Bagian infundibuler akan mengalami hipertrofi pula dan hal ini akan
memperberat stenosis pulmonal. Tekanan akhir diastolic dalam ventrikel kanan pun
meninggi. Elastisitas miokard berkurang dan akhirnya timbul gejala gagal jantung kanan.
Severitas stenosis pulmonal umumnya dibedakan sebagai stenosis pulmonal yang ringan,
yang moderat dan yang berat, walaupun perbedaan ini hanya bersifat arbitrer dan sering
overlapping, bahkan mengalami perubahan yang progresif. Pada stenosis pulmonal yang
ringan, tekanan sistolik di ventrikel kanan biasanya kurang dari 50 mmHg dan itu berarti
kurang dari 50% tekanan sistemik. Pada stenosis pulmonal yang moderat, tekanan sistolik
ventrikel kanan berkisar antara 50-75% dari tekanan sistemik, atau antara 50-75mmHg.
Dan stenosis pulmonal dianggap berat, apabila tekanan sistolik ventrikel kanan lebih dari
75% tekanan sistemik, atau lebih dari 75 mmHg. Kemudian stenosis pulmonal dianggap
sudah kritis apabila tekanan sistolik ventrikel kanan melebihi tekanan sistemik.
Pada pasien PS, tentu dapat dilakukan upaya agar pembukaannya dapat lebih lebar.
Pertama dengan jalan operasi. Tetapi dalam 15 tahun terakhir ini dapat dilakukan pula
dengan upaya non-bedah yakni dengan balonisasi katup untuk melebarkan katup yang
sempit tersebut (pasien datang pagi hari, dan pulang keesokan harinya). Dapat dilakukan di
RS2 yang ada fasilitas kateterisasi dan dilakukan dokter jantung yang berpengalaman
melakukan tindakan ini.
Pasien stenosis pulmonal biasanya asimtomatik, kecuali keluhan cepat capek karena curah
jantung berkurang. Apabila stenosis pulmonal cukup berat, disertai dengan defek septum
atrium atau defek septum ventrikel, maka kelainan seperti itu dapat memberikan gejala
sianosis yang signifikan, yang disebabkan oleh terjadinya pirau aliran darah dari kanan ke
kiri.
Pada pemeriksaan fisik, komponen pulmonal bunyi jantung ke-2 terdengar lemah atau
bahkan tidak terdengar sama sekali, sehingga bunyi jantung ke-2 terdengar seperti tunggal.
Murmur ejeksi sistolik dapat di deteksi di daerah pulmonal, pada sela iga 2-3 kiri
parasternal, didahului sebelumnya oleh klik ejeksi sistolik dan dapat diraba sebagai thrill.
Elektrokardiografi menunjukkan adanya hipertrofi ventikel kanan karena beban tekanan
berlebih. Gelombang P tampak tinggi, karena hipertrofi atrium kanan. Foto thorak pada
stenosis pulmonal tanpa kelainan konginental yang lain, biasanya memberikan gambaran
jantung yang relative normal, dengan vaskulerisasi paru yang normal pula. Pada stenosis
pulmonal yang sangtat berat apalagi disertai pirau dari kanan ke kiri-vaskularisasi paru bisa
tampak oligemik. Hanya konus pulmonal tampak sangat menonjol, yang disebabkan oleh
dilatasai pasca stenotik. Apabila hipertrofi ventrilkel kanan sudah begitu lanjut, bahkan
mulai timbul gejala gagal jantung kanan, maka rekaman foto thorak menunjukkan dilatasi
ventrikel kanan dean atrium kanan, disertai tanda-tanda bendungan pada paru.
Pada stenosis pulmonal yang ringan, elektrokardiografi dan foto torak mungkin tidak
berubah dan masih berada dalam batas-batas normal. Kadang-kadang beberapa kelainan
memberikan gejala yang mirip dengan stenosis pulmonal, seperti straight back syndrome,
dilatasi ideopatik arteri pulmonal, dan sebagainya.
2. Kongesti paru
- Takipnea
- Dispnea
- Retraksi ( bayi )
- Pernapasan cuping hidung
- Intoleransi terhadap latihan fisik
- Ortopnea
- Batuk, suara serak
- Sianosis
- Mengi
- Suara seperti mendengkur ( grunting )
6. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan ekokardiografi
Dengan ekokardiografi M-mode dinding ventrikel kanan tampak tebal dan mungkin dilatasi.
Hipertrofi dan dilatasi ini disebabkan oleh beban tekanan berlebih yang kronis yang dihadapi
oleh ventrikel kanan. Pada stenosis pulmonal valvuler, katup pulmonal menunjukkan
multiple echoes pada saat diastole disertai gelombang A yang dalam. Pada stenosis pulmonal
infundibuler, tampak fluttering daun katup pulmonal pada saat systole dan gelombang A
mungkin tidak begitu dalam atau menghilang.
Daerah ekokardiografi 2-D, dan posisi pengambilan aksis lintang di daerah pulmonal, akan
terekam daun katup pulmonal yang tebal disetai doming pada saat systole, penebalan
infundibulum ventrikel kanan, atau stenosis arteri pulmonal supravalvuler. Pada stenosis
pulmonal yang lanjut, kadang-kadang ditemukan pula adanya klasifikasi pada katup.
Dengan pemeriksaan Doppler, turbolensi aliran darah dan meningkatnya kecepatan aliran
darah yang melewati katup pulmonal pada saat systole, menunjukkan adanya stenosis
pulmonal yang signifikan. Rewkaman Doppler dilakukan dengan posisi pengambilan aksis
lintang di daerah pulmonal ataupun posisi suprasternal kea rah arteri pulmonal kanan. Pada
stenosis pulmonal valvuler, rekaman turbulensi aliran darah akan tampak jelas apabila
volume sampel diletakkan persis di balik katup pulmonal dan aliran darah akan tampak
laminal apabila volume sampel diletakkan di infundibulum ventrikel kanan didepan katup
pulmonal
b. Penggunaan kateterisasi
Pada stenosis pulmonal yang ringan dan asimtomatik, kateterisasi tidak perlu segera
dilakukan. Tapi pada stenosis pulmonal yang cukup berat, kateterisasi harus segera dilakukan
untuk mengetahui gradient tekanan antara ventrikel kanan dengan arteri pulmonal, perbedaan
saturasi antar ruang dan kemungkinan adanya kelainan jantung yang lain.
Tekanan di ventrikel kanan tampak meningkat, tapi tekanan dalam arteri pulmonal relative
normal atau bahkan berkurang, sehingga terjadi gradient tekanan sistolik antara kedua
ruangan itu diatas 10mmHg. Tekanan ventrikel kanan biasanya kurang dari 50mmHg, tapi
belum melebihi tekanan sistemik, dianggap stenosis pulmonal masih moderat. Dan stenosis
pilmonal dianggap berat, apabila tekanan di ventrikel kanan menyamai atau bahkan sudah
melebihi tekanan sistemik, sementara tekanan rata-rata dalam arteri pulmonal rendah sekali.
Angiografi ventrikel kanan dengan posisi lateral dapat memperlihatkan letaknya stenosis.
Katop pulmonal tampak tebal, doming, dengan pancaran kontras yang nyata pada saat systole
melalui lubang katup yang kecil. Dengan jelas tampak pula dilatasi arteri pulmonal pasca
stenotik.
c. Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi oksigen yang
rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65
%. Nilai BGA menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2), penurunan
tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH.pasien dengan Hn dan Ht normal atau
rendah mungkin menderita defisiensi besi.
d. Radiologis
Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada pembesaran
jantung . gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu.
e. Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi
ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai pulmonal
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Ekokardiografi
Dengan posisi pengambilan aksis bujur dan aksis lintang parasternal atau subsifoid, dapat
direkam kedua pembuluh darah besar (aorta dan pulmonal) dan hubungannya dengan kedua
ventrikel tempat asal keluarnya. Tampak kedua pembuluh darah besar berjalan paralel pada
rekaman aksisi bujur para sternal. Pada rekaman aksis lintang parasternal, tampak posisi
katup aorta justru berada disebelah anterior dan katub pulmonal di sebelah posterior.dan
apabila transduser kemudian lebih diarahkan ke posterior pada aksis lintang itu, maka akan
tampak percabangan dari pembuluh darah yang berada di sebelah posterior dan percabangan
ini menunjukkan bahwa pembuluh darah itu adalah arteri pulmonal.
Dimensi ventrikel kanan biasanya besar dan ventrikel kiri dalam batas normal, kecuali
sudah terjadi hipertrofi biventrikuler. Pada pemeriksaan ekokardiografi, identifikasi
morfologi tiap ruang ventrikel sangat penting dipehatikan, seprti bentuk trabekelnya, ada
tidaknya infundibulum, jumlah daun katup, dan jumlah otot papiler yang dimiliki ruangan
itu.
b. Kateterisasi
Pemeriksaan kateterisasi menunjukkan bahwa saturasi oksigen di aorta umumnya lebih
rendah dari arteri pulmonal. Tekanan diventrikel kiri relatif sama atau bahkan bisa lebih
rendah dibandingkan dengan ventrikel kanan.
Ventrikulografi harus dilakukan pada kedua ventrikel dengan posisi pengambilan laterak dan
frontal, untuk mengetahui hubungan transposisi ventrikulo-arterial itu dan kemungkinan
adanya kelainan kongenital lainnya. Angiografi aorta dilakukan untuk melihat adanya
duktus arteriosus atau koartasio aorta yang mungkin menyertainya pula. Dan seperti halnya
dengan kelainan jantung kongenital sianotik lainnya, kadang-kadang terlihat berkembangnya
MAPCA pada transposisi pembuluh darah besar yang mampu bertahan hidup sampai usia 1-
2 tahun.
Pada waktu kateterisasi, hendaknya dilakukan septostomi atrial dengan kateter balon
rashkind ataupun septektomi atrial menurut blalock-harlon, sebagai tindakan paliatif untuk
memungkinkan terjadinya percampuran pada tingkat atrium. Dengan demikian,
percampuran darah pada tingkat ventrikel dapat dikurangi dengan operasi penutupan defek
septum ventrikel atau pengikatan (banding) arteri pulmonal, untuk mengatasi gejala-gejala
gagal jantung kongestif. Apabila transposisi pembuluh darah besar disertai dengan stenosis
pulmonal yang berat, maka perlu dilakukan anastomosis lebih dahulu antara pembuluh darah
sistemik dengan arteri pulmonal secara blalock-taussig, potts atau waterston, sebelum
tidakan komisurotomi pulmonal dipertimbangkan dikemudian hari.
8. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Keluhan Umum
Pada fase awal, keluhan utama biasanya sesak nafas, nyeri dada bahkan kelemahan
menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan.
1. Riwayat kehamilan : Ditanyakan sesuai dengan yang terdapat pada etiologi (faktor
endogen dan eksogen yang mempengaruhi).
2. Riwayat tumbuh: Biasanya anak cendrung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena
fatiq selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori sebagai akibat dari kondisi
penyakit.
3. Riwayat psikososial/ perkembangan
- Kemungkinan mengalami masalah perkembangan
- Mekanisme koping anak/ keluarga
- Pengalaman hospitalisasi sebelumnya
4. Pemeriksaan fisik
- Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan sianotik,bayi tampak biru
setelah tumbuh.
- Clubbing finger tampak setelah usia 6 bulan.
- Serang sianotik mendadak (blue spells/cyanotic spells/paroxysmal hiperpnea,
hypoxic spells) ditandai dengan dyspnea, napas cepat dan
dalam,lemas,kejang,sinkop bahkan sampai koma dan kematian.
- Anak akan sering Squatting (jongkok) setelah anak dapat berjalan, setelah
berjalan beberapa lama anak akan berjongkok dalam beberapa waktu sebelum ia
berjalan kembali.
- Pada auskultasi terdengar bising sistolik yang keras didaerah pulmonal yang
semakin melemah dengan bertambahnya derajat obstruksi
- Bunyi jantung I normal. Sedang bunyi jantung II tunggal dan keras.
- Bentuk dada bayi masih normal, namun pada anak yang lebih besar tampak
menonjol akibat pelebaran ventrikel kanan
- Ginggiva hipertrofi, gigi sianotik
Riwayat penyakit dahulu yang mendukung dilakukan dengan mengkaji apakah sebelumnya
klien pernah menderita penyakit yang sama atau penyakit yang berhubungan dengan
penyakit yang sekarang dirasakan oleh klien. Riwayat inum obat, catat adanya efek samping
yang terjadi dimasa lalu. Juga pengkajian adanya riwayat alergi obat, dan tanyakan reaksi
alergi apa yang timbul. Perlu dicermati sering kali klien mengkacaukan suatu alergi dengan
efek samping obat.
d. Riwayat Keluarga
Perawat menanyakan mengenai penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, serta bila ada
anggota yang meninggal, maka penyebab kematian juga ditanyakan.
e. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum : keadaan atau penampilan klien secara umum. Misalnya klien
terlihat lemas, lemah, gelisah, sakit berat, atau sakit ringan.
- TTV : Suhu : 36,2 º C TD : 110/70 mmHg
a. B1 (Respirasi)
Apabila gangguan sudah terkait dengan tranposisi biasanya klien terlihat sesak nafas, pola
nafas tidak teratur, frekuensi nafas melebihi normal. Sesak nafas ini terjadi akibat
pengeluaran tenaga yang berlebihan dan disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir dari
ventrikel kiri yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Biasanya disertai dengan
retraksi oto bantu nafas, ada suara nafas tambahan/abnormal seperti wheezing atau ronchi.
b. B2 (Kardiovaskuler)
Pada pemeriksaan kardiovaskuler didapatkan adanya nyeri dada, kaji juga apakah iramanya
teratur atau tidak, adanya sianosis central maupun perifer. CRT > 2 detik atau 3 detik.
Adanya clubbing finger. Biasanya disertai pula dengan adanya suara tambahan S3/S4
c. B3 (Persyarafan)
Kesadaran biasanya compos mentis, istirahat tidur menurun, kaji adaya nyeri kepala atau
tidak
d. B4 (Genetourinaria)
Pada pengkajian ini kaji kebersihan alat kelamin, bentuk alat kelamin, cacat frekeunsi
berkemih, teratur atau tidak, berapa jumlahnya, bagaimana bau dan warnanya, kaji apakah
klien memakai alat bantu atau tidak.
e. B5 (Pencernaan)
Klien biasanya mengeluh mual dan muntah, tidak nafsu makan, berat badan turun.
Pembesaran dan nyeri tekan kelenjar limfe dan nyeri tekan abdomen. Kaji adanya bising
usus. Kaji kebersihan mulut.
Meliputi pengkajian terhadap aktivitas dengan gejala kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur,
pola hidup menetap. Tanda yang dapat dikenali adalah takitardia dan dispnea pada saat
aktifitas. Akral dingin,klien kesulitan melakukan tugas perawatan diri sendiri, adanya
oedema didaerah perifer.
g. B7 (Pengindraan)
Konjungtiva pucat, ketajaman penglihatan kabur. Pada hidung kaji adanya epistaksis atau
tidak, bagaimana ketajaman penciumannya apakah normal atau tidak,adanya sekret atau
tidak. Kaji pada telinga normal atau tidak, simetris atau tidak, bagaimana ketajaman
pendengarannya. Bagaimana klien dapat merasakan rasa asin, pahit, asam, manis. Normal
atau tidak indra perabanya klien.
h. B8 (Endokrin)
Apakah ada pembesaran kelenjar parotis atau thiroid. Ada atau tidaknya luka ganggren.
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Perawat perlu
memonitor adanya oliguria pada klien dengan infark miokardium akut karena merupakan
tanda awal syok kardiogenik
Daftar pustaka