Anda di halaman 1dari 45

Case Report Session (CRS)

*Kepaniteraan Klinik Senior/G1A218037/November 2019


**Pembimbing/dr. T. Rahadiyan, Sp.JP-FIHA

ACUTE LIMB ISCHEMIA (ALI) LOWER LIMB SINISTRA


KLASIFIKASI RUTHERFORD IIB
Elmira Nita Qainy, S.Ked.* dr. T. Rahadiyan, Sp.JP-FIHA**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN/SMF KARDIOLOGI RSUD RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
HALAMAN PENGESAHAN
CLINICAL REPORT SESSION (CRS)

ACUTE LIMB ISCHEMIA (ALI) LOWER LIMB SINISTRA


KLASIFIKASI RUTHERFORD IIB

Disusun oleh:
Elmira Nita Qainy S.Ked.
G1A218073

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN/SMF KARDIOLOGI RSUD RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


pada 27 November 2019

Pembimbing

dr. T. Rahadiyan, Sp.JP-FIHA


NIP: 197805182014121001

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Case
Report Session ini dengan judul “Acute Limb Ischemia (ALI) Lower Limb
Sinistra Klasifikasi Rutherford IIb” Laporan ini merupakan bagian dari tugas
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Anestesi RSUD Raden Mattaher Jambi.
Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada dr. T. Rahadiyan, Sp.JP-FIHA selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan sehingga laporan Case Report Session ini dapat terselesaikan dengan baik
dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Case Report
Session ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari pihak sangat diharapkan
oleh penulis guna kesempurnaan laporan CSS ini ke depannya. Akhir kata,
semoga Case Report Session ini dapat bermanfaat bagi kita khususnya dan bagi
dunia kesehatan pada umumnya.

Jambi, 18 November 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii
KATA PENGANTAR...................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
BAB II LAPORAN KASUS............................................................................ 1
2.1 Identitas Pasien........................................................................................ 1
2.2 Anamnesis............................................................................................... 1
2.3 Pemeriksaan Fisik................................................................................... 2
2.4 Pemeriksaan Penunjang........................................................................... 4
2.5 Diagnosa Kerja........................................................................................ 10
2.6 Diagnosis Banding.................................................................................. 10
2.7 Tatalaksana.............................................................................................. 11
2.8 Rencana Tindakan................................................................................... 12
2.9 Prognosis................................................................................................. 12
2.10 Follow Up................................................................................................ 12
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 20
3.1 Definisi.................................................................................................... 20
3.2 Epidemiologi........................................................................................... 20
3.3 Etiologi.................................................................................................... 20
3.4 Faktor Risiko........................................................................................... 21
3.5 Patofisiologi............................................................................................ 21
3.6 Gejala Klinis............................................................................................ 23
3.7 Diagnosis................................................................................................. 24
3.8 Diganosis Diferensial.............................................................................. 29
3.9 Penatalaksanaan...................................................................................... 29
3.10 Prognosis................................................................................................. 34
BAB IV ANALISIS KASUS............................................................................ 35
BAB V KESIMPULAN................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 38

4
BAB I
PENDAHULUAN

Proses penyakit dapat menyerang baik arteri maupun vena perifer menyebabkan
gangguan perfusi jaringan. Penyakit arteri perifer (PAD) bertanggung jawab atas
12 hingga 15% kematian di Eropa dan merupakan penyebab utama beban
kesehatan. Spektrum berkisar dari klaudikasio asimptomatik atau intermiten
hingga nekrosis dan kehilangan anggota gerak tubuh. Penurunan perfusi pada
ekstremitas yang tiba-tiba yang mengancam viabilitas anggota gerak
mendefinisikan iskemia ekstremitas akut (Acute Limb Ischemia/ALI) dan
merupakan keadaan darurat di bidang vaskular yang utama. Presentasi klinis
dianggap akut jika terjadi dalam 14 hari setelah onset gejala. Berbeda dengan
iskemia tungkai kritis (Critical Limb Ischemia/CLI), disebut juga iskemia tungkai
kronis yang mengancam (chronic limb-threatening ischemia/CLTI), dimana
pasokan darah kolateral sering terbentuk, namun pada ALI cukup mengancam
viabilitas ekstremitas dalam interval yang sangat singkat, karena tidak ada cukup
waktu untuk pembentukan pembuluh darah kolateral baru untuk mengimbangi
hilangnya perfusi.1,2,3
Di negara Inggris dan Wales terdapat 5000 pasien terserang iskemia tungkai
akut per tahun dengan angka kematian 20% dan kehilangan salah satu ektremitas
sebanyak 40%. Angka resiko kematian dan amputasi cukup tinggi karena
mempunyai penyakit komorbid yang berasal dari Coronary Artery Disease (CAD)
dan Cardiovascular Disease (CVD). Iskemi lengan dan tungkai akut terjadi jika
sumbatan arteri secara tiba-tiba menyebabkan berkurangnya aliran darah ke
daerah lengan maupun tungkai. Kebutuhan metabolik pada perfusi jaringan
menjadi lebih besar, sehingga dapat membahayakan fungsi anggota gerak.3,4

5
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. N
Umur : 55 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Lrg. Purnawira No.59 RT.22 Sungai Pu
Pekerjaan : IRT
TB/BB/BMI : 160 cm/90 kg/35 (Obesitas Grade II)
MRS : 16 November 2019, jam 12.21 WIB

2.2 ANAMNESIS (Autoanamnesis)


Keluhan Utama:
Pasien datang dengan nyeri tungkai bawah kiri sejak ± 5 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan nyeri tungkai bawah kiri yang mulai
dirasakan sejak ± 5 hari SMRS. Nyeri muncul tiba-tiba saat pasien sedang
berjalan di rumah. Nyeri dirasakan terus-menerus, terasa seperti tertusuk-tusuk
dan panas, dan semakin memberat jika disentuh atau digerakkan. Pasien masih
bisa berjalan, namun gerakan kakinya sangat terbatas. ± 3 hari kemudian keluhan
disertai dengan bengkak pada kaki yang semakin membesar, lalu ± 2 hari
kemudian keluhan diikuti dengan perubahan pada warna kulit, awalnya kaki
menjadi pucat namun lama-kelamaan biru. Karena keluhan tersebut, pasien
menjadi tidak bisa berjalan. Pasien juga mengeluh nyeri pada ulu hatinya. Muntah
(+) 2x berisi apa yang baru saja dimakan, riwayat digigit serangga (-), demam (-),
pingsan (-), nyeri dada (-), sesak napas (-), batuk (-), BAB dan BAK tidak ada
keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu:

6
1. Riwayat keluhan yang sama (-)
2. Riwayat penyakit jantung (-)
3. Riwayat hipertensi (-)
4. Riwayat DM (-)
5. Riwayat maag (+)
6. Riwayat trauma (-)
7. Riwayat alergi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga:


1. Riwayat keluhan yang sama (-)
2. Riwayat sakit jantung (+) pada ayah kandung pasien
3. Riwayat hipertensi (-)
4. Riwayat DM (-)
5. Riwayat alergi (-)

Riwayat Sosial, Ekonomi dan Kebiasaam:


Pasien seorang IRT dan tinggal bersama suami dengan status ekonomi
cukup. Riwayat merokok (-), riwayat minum alkohol (-), riwayat minum jamu-
jamuan (+) sesekali, riwayat makan makanan bersantan (+), pasien sering makan
daging. Pasien jarang berolahraga.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalisata
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis GCS: 15 (E4M6V5)
Vital Sign
ICCU (18/11/2019) jam 14.00
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Nadi : 92 x/menit, reguler, kuat angkat, isi cukup
RR : 28 x/menit, tipe torakoabdominal
Suhu : 36,9 °C

7
SpO2 : 99% dengan O2 2 lpm

Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (+), sclera ikterik (-), refleks cahaya (+),
pupil isokor  3mm/3mm, eksoftalmus (-), xanthelasma (-)
Hidung : Rinore (-), epistaksis (-)
Telinga : Serumen minimal
Mulut : Bibir kering (+), pucat (+), sianosis (-), trismus (-)
Leher : JVP 5+2 cm H2O, pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar
tiroid (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas Atas : ICS II Linea parasternalis dextra
Batas Kiri : ICS V Linea midclavicularis sinistra
Batas Kanan : ICS IV Linea parasternalis dextra
Auskultasi : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : Statis dan dinamis, simetris, sikatriks (-), retraksi (-), massa
(-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), krepitasi (-), fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler kanan dan kiri, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung, simetris, sikatriks (-)
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-)

8
Inferior : Dextra: akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-)
Sinistra:
Inspeksi : Pucat kebiruan/pallor (+) setinggi 1/3
proksimal regio tibiofibula, edema (+)
Palpasi : Akral dingin/poikilothermia (+) setinggi ½
regio tibiofibula, CRT > 2 detik, nyeri tekan/
pain (+), sensasi raba halus bagian distal (-)
hingga setinggi malleolus.
Pulsasi:
 Arteri dorsalis pedis (0)
 Arteri tibialis posterior (0)
 Arteri poplitea (0)
 Arteri femoral (+1)
 Arteri iliaka eksterna (+1)
Pergerakan : Gerak aktif sangat terbatas/paralysis (+), nyeri
gerak pasif (+)

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium
DARAH RUTIN
16 November 2019 (00.55 WIB)
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
WBC 29.2 (4 – 10.0 103/mm3)
RBC 4.16 (3.5 – 5.5 106/mm3)
HGB 8.7 (11.0 – 16 g/dL)
MCV 73 (80 – 100 fL)
MCH 20.9 (27 – 34 pg)
MCHC 286 (320 – 360 g/dL
HCT 30.4 (35.0 – 50.0%)
PLT 510 (100 – 300 103/mm3)
GDS: 67 mg/dl
Kesan: Leukositosis, anemia derajat sedang, trombositosis

9
ELEKTROLIT
16 November 2019 (13.20 WIB)
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
Na 138.79 (135 – 148 mmol/L)
K 4.50 (3.5 – 5.3 mmol/L)
Cl 108.04 (98 – 110 mmol/L)
Ca 1.10 (1.19 – 1.23 mmol/L)
Kesan: Hipokalsemia

FAAL GINJAL
16 November 2019 (13.15 WIB)
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
Ureum 66 (15 – 39)
Kreatinin 2.8 (0.9 – 1.3)
Kesan: Azotemia

DARAH RUTIN
17 November 2019 (06.29 WIB)
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
WBC 25.11 (4 – 10.0 103/mm3)
RBC 3.82 (3.5 – 5.5 106/mm3)
HGB 8 (11.0 – 16 g/dL)
MCV 72 (80 – 100 fL)
MCH 20.9 (27 – 34 pg)
MCHC 291 (320 – 360 g/dL
HCT 27.5 (35.0 – 50.0%)
PLT 473 (100 – 300 103/mm3)
Masa Pembekuan: 4’ (1 – 3 menit)
Masa Perdarahan: 3’ (2 – 6 menit)
Kesan: Leukositosis, anemia derajat sedang, trombositosis

KOAGULASI
17 November 2019 (14.58 WIB)
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal

10
PT 16.9 10.8 – 14.4 detik
INR 1.30
aPTT 40.4 18 – 45 detik
Kesan: Protrombin Time Memanjang

SEROMARKER HEPATITIS
HBV: HBsAg: (-) negatif
Anti HBsAg: (-) negatif

FAAL GINJAL
17 November 2019 (22.40 WIB)
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
Ureum 64 (15 – 39)
Kreatinin 1.5 (0.9 – 1.3)
Kesan: Azotemia

FAAL GINJAL DAN FAAL LEMAK


18 November 2019 (09.20 WIB)
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
FAAL GINJAL
Asam Urat 1.0 2.6 – 6,0
FAAL LEMAK
Cholesterol 142 < 200 mg/dl
Trigliserida 71 < 150 mg/dl
HDL 33 > 34 mg/dl
LDL 94 < 120 mg/dl
Kesan: Normal

MORFOLOGI DARAH TEPI


18 November 2019
Eritrosit Kesan jumlahnya berkurang dan hipokrom
mikrositik, anisositosis.
Leukosit Kesan jumlahnya meningkat, tidak ditemukan
blast cell.
Hitung jenis: limposit 10%, netrofil segmen

11
87%, eosinophil 2%, monosit 1%, basophil 0%.
Trombosit Kesan jumlahnya meningkat, bentuk normal.
Kesimpulan Gambaran darah tepi memberikan kesan
anemia hipokrom mikrositer dengan
leukositosis dan trombositosis.
Usul pemeriksaan selanjutnya Ferritin, SI, TIBC, retikulosit, Hb
elektroforesis, CRP, ureum, kreatinin, uric
acid, SGOT, SGPT, bilirubin direk/indirek,
urinalisa.

EKG
16 November 2019

Interpretasi EKG :
Irama : Sinus Rhytm
Regularitas : Reguler
HR : 120 x/menit
Axis : Normoaxis
Gel. P : 0,08”

12
PR interval : 0,16”
Kompleks QRS : 0,04”
ST segmen : Isoelektris
Gel. T : Normal
Kesimpulan : Sinus Takikardi

16 November 2019

Interpretasi EKG :
Irama : Sinus Rhytm
Regularitas : Reguler
HR : 120 x/menit
Axis : Normoaxis
Gel. P : 0,08”
PR interval : 0,14”
Kompleks QRS : 0,04”
ST segmen : Isoelektris
Gel. T : Normal
Kesimpulan : Sinus Takikardi

13
17 November 2019

Interpretasi EKG :
Irama : Sinus Rhytm
Regularitas : Reguler
HR : 100 x/menit
Axis : Normoaxis
Gel. P : 0,08”
PR interval : 0,14”
Kompleks QRS : 0,06”
ST segmen : Isoelektris
Gel. T : Normal
Kesimpulan : Sinus Rhytm

14
18 November 2019

Interpretasi EKG :
Irama : Sinus Rhytm
Regularitas : Reguler
HR : 100 x/menit
Axis : Normoaxis
Gel. P : 0,08”
PR interval : 0,16”
Kompleks QRS : 0,06”
ST segmen : Isoelektris
Gel. T : Normal
Kesimpulan : Sinus Rhytm

2.5 DIAGNOSIS KERJA


Acute Limb Ischemia (ALI) Lower Limb Sinistra Klasifikasi Rutherford IIb

2.6 DIAGNOSIS BANDING


1. Critical Limb Ischemia (CLI)

15
2. Deep Vein Trombosis (DVT)

2.7 TATALAKSANA
Nonfarmakologi:
- Bedrest Total
- Pemasangan kateter
- Informed concent keluarga mengenai penyakit pasien, tatalaksana dan faktor
resiko serta kemungkinan komplikasinya
- Konsul Sp.B → Setelah dilakukan inform concent oleh Sp.B, pasien dan
keluarga menolak tindakan pembedahan
Farmakologi:
A. Tatalaksana di IGD
- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
- Inj. Ketorolac 3 x 1 amp
- Inj. Omeprazol 2 x 1 amp
- Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr
- PO. Aspirin 1 x 80 mg
- PO. Clopidogrel 1 x 1
- PO. Atorvastatin 1 x 30 mg
- PO. Lansoprazole 1x1
B. Tatalaksana di ICCU
- NaCl 0,9% 20 tpm
- Heparin 5000 UI bolus pelan, lanjutkan 2000 UI + NaCl 50 cc habis
dalam 24 jam
- Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr
- Aspirin 1 x 80 mg
- CPG 1 x 75 mg
- Atorvastatin 1 x 20 mg
- Lansoprazole 1 x 1
- Diet cair 6 x 200 cc
- Transfusi PRC s/d Hb 10 g/dL

16
2.8 RENCANA TINDAKAN
Arteriografi Vaskular Perifer + Percutaenus Intraarterial Thrombolysis

2.9 PROGNOSIS
Quo Vitam : Dubia ad malam
Quo Functionam : Dubia ad malam
Quo Sanactionam : Dubia ad malam

2.10 FOLLOW UP
Tabel 2.1 Follow Up
Tanggal Follow Up
19-11-2019 S: Lemah (+), nyeri kaki (+), sesak napas (-), nyeri dada (-)
(07.00 WIB)
O: KU : Tampak Sakit Sedang
Kes : Compos Mentis (GCS: E4M6V5)
TD : 131/90 mmHg, N: 86 x/I, RR: 20 x/I, SpO2: 100%, T: 36,5 oC
Ekstremitas Inferior Sinistra: pulsasi A. femoralis (+1), pulsasi A.
poplitea
(0), pallor (+) semakin ke atas,
poikilothermia (+)
Intake : 1425,1 cc, Output: 1525 cc
Darah Rutin (06.35 WIB)
WBC : 10.42 x 103/mm3, HGB: 8.6 g/dL, HCT: 29.6%, PLT: 373
x103/mm3
EKG :

17
A:

P:
Irama : Sinus Rhytm
Regularitas : reguler
HR : 88 x/menit
Axis : Normoaxis
Gel. P : 0,08”
PR interval : 0,16”
Kompleks QRS : 0,06”
ST segmen : Isoelektris
Gel. T : Normal
Kesimpulan : Sinus Rhytm

- ALI Lower Limb Sinistra Klasifikasi Rutherford IIb


- Total Oklusi di A. Iliaca, A. Femoralis dan A. Poplitea Sinistra

- NaCl 0,9% + 1 amp Ketorolac 20 tpm


- Drip Streptokinase
- Terapi lain lanjutkan

CATH LAB (11.00-14.00)


20-11-2019 S: Lemah (+), nyeri kaki (+), sesak napas (-), nyeri dada (-)
(07.00 WIB)
O: KU : Tampak Sakit Sedang
Kes : Compos Mentis (GCS: E3M6V5)
TD : 114/86 mmHg, N: 96 x/I, RR: 20 x/I, SpO2: 100%, T: 36,5 oC
Ekstremitas Inferior Sinistra: ½ lower limb poikilothermia (+), pulsasi
A. poplitea (+1)
Intake : 1947,3 cc, Output: 1170 cc
EKG :

18
Irama : Sinus Rhytm
Regularitas : reguler
HR : 96 x/menit
Axis : Normoaxis
Gel. P : 0,08”
PR interval : 0,16”
Kompleks QRS : 0,04”
ST segmen : Isoelektris
A: Gel. T : Normal
Kesimpulan : Sinus Rhytm
P: - ALI Lower Limb Sinistra Klasifikasi Rutherford IIb
- Total Oklusi di A. Iliaca, A. Femoralis dan A. Poplitea Sinistra

- Terapi lanjutkan

CATH LAB (13.45 – 15.30)


21-11-2019 S: Lemah (+), nyeri kaki (+), sesak napas (-), nyeri dada (-)
(07.00 WIB)
O: KU : Tampak Sakit Sedang
Kes : Apatis (GCS: E3M6V3)
TD : 65/56 mmHg, N: 119 x/I, RR: 20 x/I, SpO2: 100%, T: 36,5 oC
Ekstremitas Inferior Sinistra: ½ lower limb poikilothermia (+), pulsasi
A.
dorsalis pedis/tibialis posterior (0)
Intake : 476,5 cc, Output: 190 cc
Darah Rutin (10.15 WIB)
WBC : 29.6 x 103/mm3, RBC: 2.61 x 106/mm3, HGB: 6 g/dL, HCT: 19.4%
19
PLT : 376 x103/mm3, GDS: 236 mg/dL
EKG :

Irama : Sinus Rhytm


Regularitas : Reguler
HR : 115 x/menit
Axis : Normoaxis
Gel. P : 0,08”
PR interval : 0,16”
Kompleks QRS : 0,08”
ST segmen : Isoelektris
Gel. T : Normal
Kesimpulan : Sinus Takikardi
A:
- ALI Lower Limb Sinistra Klasifikasi Rutherford IIb
- Total Oklusi di A. Iliaca, A. Femoralis dan A. Poplitea Sinistra
- Sepsis
P:
- Loading RL 200 cc  jika belum naik TD titrasi Vascon s/d MAP 
70, drip vascon mulai 0,05 mg
- Vacon 4/50: 5 mcg = 3,6 cc/jam
- Dobutamin 250/50: 0,1 mg = 4,5 cc/jam
- Norepinefrin
- Inj. Ceftriaxone ganti meropenem 3 x 1 amp
- Terapi lain lanjutkan
- Rencana AFF Sheat besok

CATH LAB (09.20 – 12.00)


(14.15)

20
KU : Tampak sakit berat
Kes : Apatis (GCS: E3M6V3)
TD : 75/66 mmHg, HR: 123 x/I, RR: 40 x/I, SpO2: 77% O2 BC ganti O2
NRM 15 l/i
Akral dingin (+)
GDS : 161 mg/dL
(14.30)
TD : 173/103, HR: 130, RR: 40, SpO2: 73%
(14.45)
TD : 164/101 mmHg, HR: 121 x/I titrasi ↓ cc
- Drip vascon 4 cc/jam
(14.55)
TD : 161/116 titrasi ↓ cc
- Drip vascon 3 cc/jam
(15.05)
TD : 181/116 mmHg, titrasi ↓ cc
- Drip vascon 2 cc/jam
(15.15)
Sesak napas ↑↑, SpO2 ↓
KU : Tampak sskit berat
Kes : Somnolen (GCS: E3M4V3)
TD : 139/93 mmHg, HR: 128 x/I, RR: 42 x/I, SpO 2: 70 – 88% dgn
NRM
(15.35) S: 15 L/mnt, S: 36 oC

O: Os tiba-tiba kejang, setelah itu henti napas, henti jantung

Kes : Koma (GCS: E2M1V1)


RR : 4 x/I, HR: 29x/i
Denyut a.carotis (-)
Intake : 616,3, Output: 40
EKG :

21
A:

P:

Kesimpulan : Asistol

- RJP 5 siklus + bagging -> respon (-)


- RJP 5 siklus + bagging -> + epinefrin 1 amp
- Respon (-), HR (-), RR (-), denyut a.carotis (-), pupil midriasis
maksimum, EKG asistol
- Pasien dinyatakan meninggal dunia jam 15.50 WIB

- Apnoe + ALI + Total Oklusi di A. Iliaca, A. Femoralis dan A. Poplitea


Sinistra Klasifikasi Rutherford IIb + Syok Sepsis

(-)

22
DOKUMENTASI

Gambar 2.1 Pre PIAT

Gambar 2.2 Post PIAT I Gambar 2.3 Post PIAT II

23
LAPORAN TINDAKAN

Hari/tanggal/jam Kamis, 21 November 2019/11.00 WIB


Diagnosa pre tindakan Acute Limb Ischemia
Diagnose post tindakan Total Oklusi di A. Iliaca, A. Femoralis dan A. Poplitea
Sinistra
Indikasi tindakan Diagnostik
Jenis/no. tindakan Efektif/530.11.19.1
Nama tindakan PCAR
Dokter operator/pengirim dr. T. Rahadiyan, Sp.JP.FIHA/dr. T. Rahadiyan, Sp.JP-FIHA

1. Tindakan a/antiseptik di daerah radialis dan femoralis kanan (Senin, tgl


18/11/2019).
2. Dilakukan anestesi sekitar arteri femoralis kanan dengan lidokain 2%.
3. Pungsi arteri femoralis kanan, wire masuk lancar, sheat 7Fr dimasukkan
4. Dilakukan kanulasi Arteri iliaca kiri dengan JR 4.0/5F, hasil arteriografi
menunjukkan:
- Tampak total oklusi setinggi A. iliaca communis sinistra dengan
thrombus (+)
5. Dilakukan tindakan PIAT (Percutaneous Intraarterial Thrombolysis) dengan
Injeksi Streptokinase 40.000ui selama 20 menit dan dilanjutkan continuous
pump 10.000ui/jam intra arteri
6. Dilakukan evaluasi arteriografi ulang keesokan harinya (Selasa, tgl
19/11/2019), hasil arteriografi menunjukkan:
- Tampak total oklusi setinggi A. femoralis superfisialis dengan
thrombus (+) di A. iliaca communis sinistra, A. femoralis
superficialis dan profunda sinistra
7. Tindakan PIAT (Percutaneous Intraarteri Thrombolysis) dilanjutkan dengan
Injeksi Streptokinase 40.000ui selama 20 menit dan dilanjutkan continuous
pump 10.000ui/jam intra arteri
8. Dilakukan evaluasi arteriografi ulang keesokan harinya (Rabu, tgl
20/11/2019), hasil arteriografi menunjukkan:

24
- Tampak total oklusi setinggi 1/3 distal A. femoralis superfisialis
dengan thrombus (+)
9. Tindakan PIAT (Percutaneous Intraarteri Thrombolysis) dilanjutkan dengan
Injeksi Streptokinase 40.000ui selama 20 menit dan dilanjutkan continuous
pump 10.000ui/jam intra arteri
10. Dilakukan evaluasi arteriografi ulang keesokan harinya (Kamis, tgl
21/11/2019), hasil arteriografi menunjukkan:
- Tampak total oklusi setinggi A. poplitea
11. Tindakan selesai
12. Komplikasi tindakan tidak ada
13. Jenis dan jumlah media kontras: 100 cc
14. Total perdarahan: 30 cc

Kesimpulan:
Acute Limb Ischemia dengan total oklusi pada A. Iliaca, A. Femoralis dan A.
Poplitea sinistra, post PIAT (Percutaenus Intraarterial Thrombolysis)

25
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Akut Limb Iskemik merupakan suatu kondisi dimana terjadi penurunan
perfusi ke ekstremitas secara tiba-tiba yang menyebabkan gangguan pada
kemampuan pergerakan, rasa nyeri atau tanda-tanda iskemik berat dalam jangka
waktu dua minggu. ALI dapat mengakibatkan amputasi, terlepas dari penyebab
yang mendasarinya, kecuali jika perawatan yang tepat diberikan.1,2,5
Oklusi akut dari suatu arteri pada ekstremitas dimana merupakan penurunan
secara tiba-tiba atau perburukan perfusi anggota gerak yang menyebabkan
ancaman potensial terhadap viabilitas ekstremitas. Sebagai hasil dari iskemia akut
adalah terjadinya hipoksia jaringan yang menyebabkan perubahan ireversibel pada
otot skelet dan saraf perifer. 1,3

3.2 Epidemiologi
Penyakit arteri perifer (PAD) bertanggung jawab atas 12 hingga 15%
kematian di Eropa. Insiden ALI yang dilaporkan adalah 1 – 1,5 orang per 10.000
orang per tahun.2,5

3.3 Etiologi
Ada beberapa penyebab yang dapat menyebabkan ALI, seperti emboli arteri
(30%), trombosis arteri karena perkembangan plak dan komplikasinya (40%),
trombosis aneurisma poplitea (5%), trauma (5%) atau trombosis graft (20%).
Menurut laporan terbaru dari Inggris, tingkat kejadian embolisme, trombosis
karena oklusif lesi aterosklerotik, faktor kompleks, dan stent atau trombosis yang
berhubungan dengan cangkok adalah masing-masing 46%, 24%, 20%, dan 10%,.
Etiologi ALI, selain trauma, secara luas dibagi menjadi emboli dan trombosis: 2,5
1. Emboli
 Sekitar 80% emboli timbul dari atrium kiri, akibat atrial fibrilasi atau
miokard infark.

26
 Kasus lainnya yang juga berakibat timbulnya emboli adalah katup
prostetik, vegetasi katup akibat peradangan pada endokardium,
paradoksikal emboli (pada kasus DVT) dan atrial myxoma.
 Aneurisma aorta merupakan penyebab dari sekitar 10% keseluruhan
kasus yang ada, terjadi pada pembuluh darah yang sehat. 1,3
2. Trombosis
 Faktor predisposisi terjadi trombus adalah dehidrasi, hipotensi,
malignan, polisitemia, ataupun status prototrombik inheritan, trauma
vaskuler, injuri Iatrogenik, trombosis pasca pemasangan bypass graft,
trauma vaskuler.
 Gambaran klinis terjadinya trombosis adalah riwayat nyeri hilang
timbul sebelumnya, tidak ada sumber terjadinya emboli dan
menurunnya (tidak ada) nadi perifer pada tungkai bagian distal.
 Sulit untuk membedakan sebab karena embolus atau trombus, tetapi
akut limb iskemik kita curigai pada keadaan: 1) ada riwayat emboli, 2)
ada riwayat aritmia (AF), 3) riwayat klaudikasio. 1,3

3.4 Faktor Risiko


 Usia ≥ 65 tahun
 Usia 50 – 64 tahun, dengan faktor risiko aterosklerosis (misalnya,
diabetes mellitus, riwayat merokok, hiperlipidemia, hipertensi) atau
keluarga dengan riwayat PAD.
 Usia < 50 tahun, dengan diabetes mellitus dan 1 faktor risiko
tambahan aterosklerosis.
 Individu dengan penyakit aterosklerotik vaskular lain (misalnya,
stenosis arteri koroner, karotis, subklavia, ginjal, mesenterika, atau
Aneurisma Aorta Abdominal).6

3.5 Patofisiologi
Iskemia ekstremitas yang cepat terjadi akibat berhentinya pasokan darah
secara tiba-tiba dan nutrisi ke jaringan anggota gerak yang aktif secara metabolik,
27
termasuk kulit, otot dan saraf. Berbeda dengan iskemia ekstremitas kronis, dimana
kolateral pembuluh darah dapat mengimbangi arteri yang tersumbat, iskemia akut
mengancam viabilitas anggota gerak karena tidak ada cukup waktu untuk
pertumbuhan pembuluh darah baru untuk mengkompensasi hilangnya perfusi.
Jaringan yang mengalami malperfusi akan mengalami perubahan metabolisme,
dari metabolism aerob menjadi metabolism anaerob. Perubahan rasio laktat –
piruvat akan meningkatkan produksi laktat, meningkatkan konsentrasi ion
hidrogen, dan akhirnya menyebabkan terjadi asidosis. Iskemia yang progresif
menyebabkan disfungsi dan kematian sel. Hipoksia otot akan menurunkan
simpanan adenosine triphosphate (ATP) intraseluler, dan menyebabkan disfungsi
sodium/potassium-ATPase dan kanal calcium/sodium sehingga menyebabkan
kebocoran kalsium intrasel ke dalam miosit. Level kalsium bebas intraseluler akan
meningkat dan berinteraksi dengan actin, myosin dan protease, menyebabkan
nekrosis pada serabut otot. Bersamaan dengan kerusakan pada integritas
mikrovaskular dan membrane sel, potassium, fosfat, kreatinin kinase dan
myoglobin intrasel akan keluar dari sel ke sirkulasi sistemik. Perubahan
ireversibel terjadi pada saraf dalam 4 – 6 jam, ke otot dalam 6 – 8 jam, dan ke
kulit 8 – 12 jam. Adanya gangguan iskemia biasanya diawali oleh gejala
klaudikasio intermiten, yang merupakan tanda adanya oklusi. Pada awalnya
tungkai tampak pucat (vena yang kosong), tetapi setelah 6 – 12 jam akan terjadi
vasodilatasi yang disebabkan oleh hipoksia dari otot polos vaskular. Kapiler akan
terisi kembali oleh darah teroksigenasi yang stagnan, yang memunculkan
penampakan mottled (yang masih hilang bila ditekan).
Bila tindakan pemulihan aliran darah arteri tidak dikerjakan, kapiler akan
ruptur dan akan menampakkan kulit yang kebiruan yang menunjukkan iskemia
ireversibel. Nyeri terasa hebat dan seringkali resisten terhadap analgetik. Adanya
nyeri pada ekstremitas dan nyeri tekan dengan penampakan sindrom
kompartemen menunjukkan tanda nekrosis otot dan keadaan kritikal (yang kadang
kala ireversibel). Defisit neurologis motor sensorik seperti paralysis otot dan
parestesia mengindikasikan iskemia otot dan saraf yang masih berpotensi untuk
tindakan penyelamatan invasif (urgent). 2,4

28
3.6 Gejala Klinis
Gejala timbul dalam beberapa menit, hingga berjam-jam atau berhari-hari,
dan berkisar dari klaudikasio intermiten dengan nyeri istirahat berat yang baru
atau yang semakin memberat, parestesia, kelemahan otot, kelumpuhan dan bahkan
gangren. Deskripsi klasik pasien dengan ALI dikelompokkan menjadi mnemonik
yang dikenal sebagai "6 Ps":
1. Pain/nyeri:
Nyeri yang hebat terus-menerus terlokalisasi di daerah ekstremitas dan
muncul tiba-tiba, intensitas nyeri tidak berhubungan dengan beratnya
iskemia karena pasien yang mengalami neuropathy dimana sensasi terhadap
nyeri menurun.
2. Pallor/pucat:
Tampak putih, pucat dan dalam beberapa jam dapat menjadi kebiruan atau
ungu/mottled.
3. Pulseless:
Denyut nadi tidak teraba dibandingkan pada kedua ekstremitas.
4. Parasthesia:
Tidak mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas.
5. Paralysis:
Kehilangan sensasi motorik pada ekstremitas, adanya parasthesia dan
paralysis merupakan pertanda yang buruk dan membutuhkan penanganan
segera.
6. Poikilothermia:
Dingin pada ekstremitas.1,2,3,5

Terdapat manifestasi klinis yang berbeda pada akut limb iskemik yang akut
limb disebabkan oleh thrombus dan emboli. Perbedaannya adalah pada:
1. Manifestasi klinis ALI disebabkan Emboli
 Tanda dan gejala yang muncul secara tiba-tiba dalam beberapa menit,
 Tidak terdapat klaudikasio,

29
 Ada riwayat atrial fibrilasi,
 Ektremitas yang terkena tampak kekuningan (yellowish),
 Pulsasi pada kolateral ekstremitas normal,
 Dapat terdiagnosa secara klinis dan dilakukan pengobatan dengan
pemberian warfarin atau embolectomy.
2. Manifestasi klinis ALI disebabkan oleh Thrombus
 Tanda dan gejala yang muncul dapat tejadi dalam beberapa jam
sampai berhari-hari,
 Ada klaudikasio,
 Ada riwayat aterosklerotik kronik,
 Ekstremitas yang terkena tampak sianotik dan lebam,
 Pulsasi pada kolateral ekstremitas tidak ada,
 Dapat terdiagnosa dengan angiography dan dilakukan tindakan bypass
atau pemberian obat-obatan fibrinolitik.2,3

3.7 Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis mempunyai 2 tujuan utama:
1. Menanyakan gejala yang muncul pada kaki yang berhubungan dengan
keparahan dari iskemia anggota gerak (sakit sekarang)
2. Mengkaji informasi terdahulu (seperti, riwayat klaudikasio, intervensi baru
pada arteri proksimal ataupun kateterisasi diagnostic kardiak), menyinggung
etiologi, diagnosis banding, dan kehadiran dari penyakit yang signifikan
secara bersamaan.
Anamnesis riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik sangat penting dalam
manajemen ALI. Seringkali sulit untuk membedakan etiologi emboli dari
trombosis in situ, tetapi penting karena pilihan pengobatan fase akut dan jangka
panjang yang berbeda.
Pada trombosis arteri murni, pasien mungkin memiliki klaudikasio
intermiten sebelumnya atau riwayat tindakan revaskularisasi ekstremitas. Selain

30
itu mereka juga memiliki komorbiditas yang signifikan seperti penyakit arteri
koroner, riwayat stroke, diabetes dan gagal ginjal kronis. Adanya faktor risiko
aterosklerotik (merokok, diabetes, hipertensi, kolesterol tinggi, riwayat keluarga)
dapat menyarankan trombosis in situ.
Oklusi emboli harus dicurigai pada pasien dengan gambaran berikut: tiba-
tiba dan berat (karena tidak adanya pembuluh kolateral, pasien sering dapat secara
akurat menentukan waktu saat kejadian), riwayat emboli sebelumnya, aritmia
berupa fibrilasi atrium, sumber emboli yang diketahui (jantung, aneurisma) dan
tidak ada riwayat klaudikasio intermiten.1,2,4,5

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan meliputi pemeriksaan pulsasi arteri ekstremitas bawah, warna
dan temperatur, fungsi sensorik dan fungsi motorik. Pallor (pucat) merupakan
temuan awal pada ekstremitas yang mengalami iskemik dan hal ini disebabkan
oleh pengosongan dan vasospasme arteri komplit. Pemeriksaan fisik yang
dilakukan dengan seksama dapat menentukan level oklusi dengan mendeteksi
gradient temperature di sepanjang ekstremitas dan deficit nadi baik secara palpasi
maupun dengan pemeriksaan arteri dengan Doppler. Perubahan kulit menjadi
pucat dan perubahan suhu kulit terdeteksi pada satu level di bawah level
terjadinya oklusi. Palpasi bilateral dari arteri inguinal, popliteal dan dorsalis pedis
dapat menentukan lokasi oklusi dan gangguan irama, seperti atrial fibrilasi. Defisit
nadi unilateral dengan kontralateral normal pada Pemeriksaan denyut nadi
menunjukkan emboli. Defisit nadi bilateral menunjukkan komplikasi
aterosklerotik. Pemeriksaan vaskular ekstremitas atas harus meliputi palpasi arteri
brakialis, radial, dan ulnaris. Jika ada status pulsa yang meragukan, Probe Doppler
harus digunakan untuk mencari sinyal arteri. Kemampuan sensorik dan defisit
motor bilateral seharusnya dinilai pada pemeriksaan pertama dan dievaluasi
kembali secara teratur. Lebih penting lagi, pemeriksaan fisik merupakan cara
untuk menentukan klasifikasi keparahan iskemia, urgensi untuk dilakukan
revaskularisasi, dan prognosis setelah dilakukan revaskularisasi 1,2,3,4,5

31
Pemeriksaan Penunjang
1. Duplex Ultrasound
Duplex ultrasound (DUS) adalah pilihan pencitraan pertama untuk menilai
ALI. Alat banyak tersedia, biaya yang rendah, non-invasif, non-irradian dan
dibutuhkan waktu yang relatif singkat untuk dilakukan. DUS berguna untuk
menilai lokasi anatomi dan tingkat obstruksi (lengkap vs tidak lengkap). Dan juga,
DUS menyediakan informasi penting tentang hemodinamik (proksimal dan distal
terhadap obstruksi) dan sangat bermanfaat untuk tindak lanjut prosedur
revaskularisasi. Di lokasi oklusi arteri, DUS menunjukkan arteri non-pulsatil,
tanpa aliran warna sebuah trombus di dalam lumen. DUS dapat membedakan
antara trombosis pada kronis yang sudah ada sebelumnya dan stenosis berat
(dinding arteri dengan plak aterosklerotik yang signifikan) dan peristiwa emboli
(digambarkan dengan baik, trombus berbentuk bulat, di lumen arteri tanpa
aterosklerosis yang signifikan beban). Pemeriksaan DUS lengkap harus dilakukan,
termasuk evaluasi arteri proksimal dan distal ke oklusi, serta arteri kontralateral.
2. Angiography Tomografi Terkomputasi/ (Computed Tomography
Angiography/CTA) dan Angiografi Resonansi Magnetik (Magnetic
Resonance Angiography/MRA)
CTA dan MRA adalah alat pencitraan resolusi tinggi. Dalam meta-analisis,
multi-detektor computed tomography (MDCT) angiografi memiliki sensitivitas
dan spesifisitas 96 dan 98%, masing-masing dalam mendeteksi stenosis aortoiliac
yang signifikan (> 50%). Keuntungan terbesar dari CTA adalah visualisasi
kalsifikasi, stent dan bypass. MRA yang diperkuat Gadolinium memiliki
sensitivitas yang sangat baik (93-100%) dan spesifisitas (93-100%). MRA
bermanfaat pada pasien dengan alergi atau gagal ginjal sedang. Keterbatasan
utama adalah adanya alat pacu jantung atau implan logam. MRA tidak dapat
mendeteksi kalsifikasi arteri, sehingga memberikan informasi terbatas untuk
pemilihan lokasi anastomosis. CTA dan MRA dicadangkan untuk pasien dengan

32
risiko anggota tubuh yang tidak segera. Penggunaan CTA dan MRA untuk ALI
masih sangat terbatas.

3. Angiogram invasif
Digital Substraction Angioghrapy /DSA selama bertahun-tahun dianggap
sebagai "standar emas" untuk diagnosis. Karena bersifat prosedur invasif, dengan
potensi risiko komplikasi, DSA tidak boleh digunakan sebagai alat diagnostik
pertama dan tidak boleh menggantikan DUS untuk diagnosis positif ALI. DSA
adalah pelengkap untuk DUS dan memainkan peran penting dalam strategi
terapeutik. Angiografi invasif menunjukkan tempat oklusi dan arteri distal. Hal ini
juga berguna untuk membedakan oklusi emboli dari trombosis in situ.
Klasifikasi Akut Limb Iskemik
Ad hoc committee of the Society for Vascular Surgery and the North
American Chapter of the International Society for Cardiovasculer Surgery
menciptakan suatu klasifikasi untuk oklusi arterial akut. Dikenal tiga kelas yaitu:
 Kelas I: Non-threatened extremity; revaskularisasi elektif dapat diperlukan
atau tidak diperlukan.
 Kelas II: Threatened extremity; revaskularisasi diindikasikan untuk
melindungi jaringan dari kerusakan.
 Kelas III: Iskemia telah berkembang menjadi infark dan penyelamatan
ekstremitas tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan.3

Berdasarkan Rutherfort klasifikasi akut limb iskemik dapat dikategorikan


sebagai berikut:
 Kelas I: perfusi jaringan masih cukup, walaupun terdapat penyempitan
arteri, tidak ada kehilangan sensasi motorik dan sensorik, masih bias dengan
obat-obatan pada pemeriksaan Doppler signal audible.
 Kelas IIa: perfusi jaringan tidak memadai pada aktivitas tertentu. Timbul
klaudikasio intermiten yaitu nyeri pada otot ektremitas bawah ketika
berjalan dan memaksakan berhenti berjalan, nyeri hilang jika pasien istirahat

33
dan sudah mulai ada kehilangan sensorik. Harus dilakukan pemeriksaan
angiography segera untuk mengetahui lokasi oklusi dan penyebab oklusi.
 Kelas IIb: perfusi jaringan tidak memadai, ada kelemahan otot ekstremitas
dan kehilangan sensasi pada ekstremitas. Harus dilakukan intervensi
selanjutnya seperti revaskularisasi ataupun embolektomy.
 Kelas III: telah terjadi iskemia berat yang mengakibatkan nekrosis,
kerusakan saraf yang permanen, irreversible, kelemahan ekstremitas,
kehilangan sensasi sensorik, kelainan kulit atau gangguan penyembuhan lesi
kulit. Intervensi tindakan yang dilakukan yaitu amputasi.3

Tabel 3.1 Tingkatan Iskemia Tungkai Akut (ALI) Berdasarkan Klasifikasi


Rutherford2

Akut limb iskemik juga dapat diklasifikasikan berdasarkan terminologi:


1. Onset
 Akut: kurang dari 14 hari.
 Akut on cronic: perburukkan tanda dan gejala kurang dari 14 hari.
 Cronic iskemik stabil: lebih dari 14 hari.3

2. Severity/Derajat Keparahan:
 Incomplit: Tidak dapat ditangani.
 Complit: Dapat ditangani.

34
 Irreversible: Tidak dapat kembali ke kondisi normal.3

3.8 Diagnosis Diferensial


ALI harus dibedakan dari CLI, di mana durasi gejala melebihi 2 minggu dan
biasanya lebih lama. Kondisi lain termasuk penyakit jaringan ikat,
thromboangiitis obliterans, dan vaskulitida. Penyakit yang dapat menyerupai ALI
atau dapat menyebabkan iskemia sekunder adalah diseksi aorta yang melibatkan
pembuluh iliaka, phlegmasia coerulea dolens (deep vein thrombosis dengan
pembengkakan kaki yang parah), sindrom kompartemen, trauma, syok sistemik
dan penggunaan obat vasopresor. Penyebab non-iskemik nyeri tungkai adalah
gout akut, neuropati, perdarahan vena spontan dan cedera jaringan lunak
traumatis.2,4

3.9 Penatalaksanaan
Revaskularisasi segera diperlukan pada semua kasus akut arterial trombosis
yang simptomatik. Adanya tanda kerusakan neurologis, termasuklah kehilangan
sensasi sentuhan menandakan aliran darah yang tidak adekuat untuk
mempertahankan viabilitas tungkai dan revaskularisasi segera harus dilaksanakan
dalam 3 jam. Semakin lama ditunda berdampak pada risiko kerusakan jaringan
yang irreversible. Risiko mencapai 100% pada jam ke-6. Berikut ini algoritme
AHA 2016 untuk ALI:

35
Gambar 3.1 Diangosis dan Tatalaksana ALI6

Untuk anggota badan yang sedikit atau segera terancam (Kategori IIa dan IIb
ALI), revaskularisasi harus dilakukan (dalam 6 jam). Untuk anggota gerak
Kategori I ALI, revaskularisasi harus dilakukan segera dalam 6 – 24 jam.
Revaskularisasi dapat dengan kateter trombolisis hingga bedah
tromboembolektomi.6
Terapi Medis Awal
Tanpa mempedulikan teknik revaskularisasi yang dipilih, prinsip dasar
terapi awal adalah sama: resusitasi cairan, analgesic, dan pemberian obat-obatan
antitrombin dan antiplatelet. Setelah berpuluh-puluh tahun penelitian klinis
dilakukan, terapi heparin telah diketahui mampu menurunkan injuri iskemik,
mengurangi perkembangan pembentukan thrombus, dan meningkatkan survival.

36
Unfractioned heparin (UFH) harus diberikan pada dosis tinggi (100-150
unit/kgBB), dengan tujuan untuk mendapatkan level terapeutik antikoagulasi dan
peningkatan partial thromboplastin time (PTT) dengan factor 2 – 2.5 di atas
baseline secara cepat. Heparin membantu mengelakkan propagasi bekuan darah
dan mengurangkan spasm pembuluh darah yang terkait. Dengan anti koagulan
yang agresif, mungkin ada perbaikan pada klinis tetapi revaskularisas tetap
diperlukan. Pasien dengan atrial fibrilasi harus tetap mengambil antikoagulan
sampai kardioversi dapat dilakukan.
Teknik endovaskuler
Prinsip dasar di balik terapi endovascular adalah untuk mengembalikan
aliran arteri, baik dengan melisiskan thrombus atau dengan mencari dan menterapi
lesi yang mendasari, sehingga dapat mengeliminasi keharusan untuk dilakukan
operasi atau mengurangi lama waktu operasi. Beberapa opsi untuk reperfusi:
prosedur endovaskular seperti trombolisis yang diarahkan kateter perkutan
(catheter-directed thrombolysis/CDT), tromboaspirasi perkutan (percutaneous
thromboaspiration/PAT), dengan atau tanpa terapi trombolitik, atau perkutan
mechanical thrombectomy (percutaneous mechanical thrombectomy/PMT).
Menggunakan CDT, resolusi trombus lengkap atau sebagian, dengan hasil
klinis yang memuaskan, terjadi pada 75 – 92% dari pasien ALI dengan
penyumbatan pembuluh darah asli, stent atau graft. Karena waktu yang lama
untuk reperfusi, CDT umumnya tidak diindikasikan dalam Rutherford tahap IIb.
Pasien dengan dugaan infeksi cangkok, durasi gejala > 14 hari, kontraindikasi
terhadap trombolisis dan kegagalan untuk menempatkan kateter melewati
thrombus seharusnya tidak menjalani CDT. Sampai 20% pasien dapat memiliki
kontraindikasi terhadap terapi trombolitik.

37
Tabel 3.2 Terapi Trombolitik Intraarterial dan Regimen Obat yang disetujui pada
ALI2
Thrombolitic Doses and Regimen Comments
Streptokinase 50.000 – 120.000 IU, UFH 600 IU/h
over 4 h, followed by
1000 – 8000 IU/h
Urokinase 4000 IU/min or 250.000 UFH 600 IU/h
IU bolus, followed by
4000 IU/h for 4 h, then
2000 IU/h (max 36 h)
Alteplase 1 – 2 mg bolus, followed UFH 10.000 IU/24 h
by 0.05 mg/kg/h

PAT adalah teknik cepat dan murah yang menggunakan kateter lumen besar
(6-8F) yang terhubung dengan jarum suntik. Ini digunakan dalam kombinasi
dengan trombolisis untuk mengurangi waktu prosedural pada iskemia lanjut.
Tromboaspirasi sendiri telah dilaporkan memiliki tingkat keberhasilan prosedural
sederhana sekitar 30%, tetapi dikombinasikan dengan trombolisis, tingkat
keberhasilan primer mencapai 90%, dengan penyelamatan ekstremitas tingkat
86%. Tromboaspirasi sangat efektif dalam mengobati embolisasi distal iatrogenik
akut selama prosedur endovaskular
PMT sering digunakan sebagai terapi lini pertama untuk pasien ALI. PMT
didefinisikan sebagai maserasi trombus endovaskular dan pengangkatan dengan
menggunakan perkutan khusus perangkat trombektomi (PTD). Hal ini terutama
ditunjukkan pada tahap IIb Rutherford karena waktu untuk reperfusi secara
signifikan lebih pendek dibandingkan dengan CDT. Pasien dengan kontraindikasi
terhadap trombolisis dan risiko bedah yang tinggi juga bisa mendapat manfaat
dari PMT.2,4
2. Intervensi pembedahan
 Pada kasus yang ekstrem, embolectomy dari femoral, popliteal dan
pembuluh darah di pedis mungkin diperlukan.
 Terapi pembedahan diindikasikan untuk iskemia yang mengancam
ekstremitas

38
 Thrombectomy/embolectomy (dapat dilakukan dengan Fogarty
balloon catheter, dimana alat tersebut dimasukkan melewati sisi
oklusi, dipompa, dan dicabut sehingga membawa
trombus/embolus bersamanya.) 
 Thrombectomy juga dapat dilakukan distal dari sisi teroklusi,
dimana hampir 1/3 penderita dengan oklusi arteri mempunyai
oklusi ditempat lain, kebanyakan trombus distal
 Melindungi vascular bed distal terhadap obstruksi proksimal
merupakan hal yang sangat penting dan dapat dipenuhi oleh
antikoagulan sistemik yang diberikan segera dengan heparin
intravena. Heparinisasi sistemik menawarkan suatu perlindungan
dalam melawan perkembangan trombosis distal dan biasanya tidak
menyebabkan masalah yang bermakna sepanjang prosedur operasi,
beberapa keuntungan pheologic telah diklain untuk pemberian larutan
hipertonik seperti Manitol.
 Terapi utama dari iskemia akut adalah pembedahan dalam
bentuk embolectomy atau tindakan rekonstruksi pembedahan vaskulas
yang pantas. Terapi non pembedahan pada iskemia akut dari episode
emboli atau trombotik dapat dilakukan dengan streptokinase atau
urokinase.1,2,4,5
Terapi ALI merupakan suatu keadaan yang darurat. Meminimalisir
penundaan dalam melepaskan oklusi merupakan hal yang penting, karena risiko
kehilangan anggota gerak meningkat dengan durasi dari iskemia akut.
Preintervensi antikoagulan dengan kadar terapeutik heparin mengurangi
morbiditas dan mortalitas (dibandingkan dengan tidak menggunakan
antikoagulan) dan merupakan bagian dari keseluruhan strategi terapi pada pasien.
Hal ini bukan hanya membantu melindungi terbentuknya jendalan darah namun
dalam kasus embolisme arterial, mitigasi melawan embolus lainnya.1,2,3

39
3.10 Prognosis
Pada suatu penelitian, angka amputasi ditemukan meningkat terhadap
interval antara onset dari acute limb ischemia dan eksplorasi (6% bila dalam 12
jam, 12% dalam 13 hingga 24 jam, dan 20% setelah 24 jam). Kebanyakan
penelitian sebelumnya juga membuktikan hal yang sama. Secara umum, tingkat
kematian ALI yang dilaporkan 15% – 20% jika disertai penyakit seperti penyakit
kardiovaskular atau serebrovaskular dan cedera iskemia – reperfusi. Angka
kelangsungan hidup rata-rata dalam lima tahun pada iskemik lengan dan tungkai
akut yang disebabkan oleh thrombosis adalah sekitar 45%, dan jika disertai
dengan emboli, akan berkurang menjadi sekitar 20%.4
      

40
BAB IV
PEMBAHASAN

Telah dilaporkan pasien atas nama Ny. N, perempuan, 55 tahun, datang


dengan keluhan nyeri tungkai bawah kiri yang mulai dirasakan sejak ± 5 hari
SMRS. Nyeri muncul tiba-tiba, terus-menerus, terasa seperti tertusuk-tusuk dan
panas, serta semakin memberat jika disentuh. ± 3 hari kemudian, bengkak
semakin membesar, diikuti kulit kaki menjadi pucat kemudian biru. Kesemutan
(+). Akhirnya pasien menjadi tidak bisa berjalan. Riwayat keluhan nyeri pada kaki
sebelumnya tidak ada. Riwayat HT, DM dan penyakit jantung disangkal. Riwayat
penyakit jantung pada keluarga ada pada ayah pasien. Hal ini menunjukkan gejala
iskemia tungkai akut (Acute Limb Ischemic).
Dari anamnesis didapatkan nyeri (pain) pada tungkai kiri, kesemutan dan
panas (parestesia), sulit digerakkan (paralysis) serta pucat (pallor). Dari
pemeriksaan fisik di temukan pucat kebiruan/pallor (+), edema (+), akral dingin/
poikilothermia (+), CRT > 2 detik, nyeri tekan/pain (+), Pulsasi A. Dorsalis Pedis,
A. Tibialis Posterior, A. Peroneal (-)/pulseless (+). Gerak aktif sangat
terbatas/paralysis (+), nyeri gerak pasif (+). Keenam temuan ini mulai dari pain
(+), pallor (+), pulseless (+), poikilotermia (+), parayisis (+), paresthesia (+)
merupakan tanda dari ALI.
Keluhan timbul mendadak pada awalnya kemudian semakin memberat,
keluhan timbul saat pasien beraktivitas, pada satu sisi tungkai, riwayat trauma
pada tungkai (-), pada pemeriiksaan fisik jantung dalam batas normal, sedangkan
pemeriksaan fisik ekstremitas sinistra didapatkan ekstremitas sianotik dan edema,
tidak ditemukan pulsasi kolateral, ada obesitas sebagai faktor risiko, menunjukkan
penyebabnya kemungkinan adalah thrombosis. Selain itu pada pasien juga
dilakukan pemeriksaan penunjang laboratorium darah, EKG dan Arteriografi.
Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan leukositosis, anemia mikrositik
hipokromik, trombositosis, azotemia dan hipokalsemia. Pada pemeriksaan EKG
tidak ditemukan kelainan selain sinus takikardi. Hal ini menunjukkan tidak
terdapat kelainan struktural pada jantung termasuk juga tidak ditemukan adanya

41
atrial fibrilasi yang merupakan faktor risiko terjadinya emboli. Sedangkan pada
pemeriksaan angiografi ekstremitas bawah ditemukan adanya oklusi total pada A.
Iliaca, A. Femoralis dan A. Poplitea Sinistra serta ditemukan adanya thrombus
sehingga semakin memperjelas etiologi pada kasus ini.
Berdasarkan klasifikasi Rutherfort, pada pasien ditemukan kehilangan
sensasi raba pada ekstremitas bagian distal, kelemahan otot hingga moderat,
hanya sedikit sekali dapat digerakkan, maka pasien diklasifikasikan ke dalam
derajat IIb. Berdasarkan guideline AHA 2016, derajat IIb dilakukan tatalaksana
berupa revaskularisasi segera dengan pemberian antikoagulan. Pada pasien
diberikan antikoagulan Enoxaparin saat masuk ke IGD. Enoxaparin merupakan
Low Molecular Weight Heparin yang memiliki mekanisme aksi menghambat
kerja factor koagulasi Xa sehingga bersifat antitrombotik. Pasien juga diberikan
Aspirin dan Clopidrogel yang merupakan obat yang menghambat agregasi
trombosit. Pada hari ke-2 perawatan, dilakukan tindakan Catheter-Directed
Thrombolysis/CDT dengan agen trombolitik Streptokinase. Namun kondisi klinis
tidak kunjung membaik. Pasien direncanakan untuk trombektomi, namun pasien
menolak.
Pasien juga diberikan Ketorolac, Omeprazol, Lansoprazole, Ceftriaxone,
Atorvastatin. Ketorolac merupakan golongan NSAID yang memiliki mekanisme
kerja menghambat sintesis prostaglandin dengan menghambat enzim COX,
dimana pada pasien ini berperan untuk mengurangi rasa nyeri pada tungkai.
Omeprazol dan Lansoprazol merupakan obat golongan Proton Pump Inhibitor
yang berperan dalam mengurangi produksi asam lambung, terutama pada pasien
ini untuk mengurangi stress asam lambung akibat penyakit akut yang sedang
berlangsung. Ceftriaxon merupakan obat golongan Sefalosporin generasi III yang
merupakan antibiotic berspektrum luas baik untuk gram negatif dan gram positif,
pada pasien ini bertujuan untuk mencegah infeksi sekunder. Atorvastatin
merupakan obat golongan statin yang memiliki mekanisme menghambat enzim
HMG-CoA Reductase sehingga mengurangi produksi lipid, pada pasien ini
berperan untuk menghambat sintesis lipid lebih lanjut sehingga juga ikut
mengurangi terbentuknya thrombus.

42
43
BAB V
KESIMPULAN

 Akut Limb Iskemik (ALI) merupakan suatu kondisi dimana terjadi


penurunan perfusi ke ekstremitas secara tiba-tiba yang menyebabkan
gangguan pada kemampuan pergerakan, rasa nyeri atau tanda-tanda iskemik
berat dalam jangka waktu dua minggu.
 Etiologi ALI, selain trauma, secara luas dibagi menjadi emboli dan
thrombosis.
 Deskripsi klasik pasien dengan ALI dikelompokkan menjadi mnemonik
yang dikenal sebagai "6 Ps": Pain, Pallor, Pulseless, Parasthesia, Paralysis,
Poikilothermia.
 Pemeriksaan meliputi pemeriksaan pulsasi arteri ekstremitas bawah, warna
dan temperatur, fungsi sensorik dan fungsi motorik.
 Revaskularisasi segera diperlukan pada semua kasus akut arterial trombosis
yang simptomatik. Adanya tanda kerusakan neurologis, termasuklah
kehilangan sensasi
 Tanpa mempedulikan teknik revaskularisasi yang dipilih, prinsip dasar
terapi awal adalah sama: resusitasi cairan, analgesik, dan pemberian obat-
obatan antitrombin dan antiplatelet.
 Secara umum, tingkat kematian ALI yang dilaporkan 15% – 20% jika di
sertai penyakit seperti penyakit kardiovaskular atau serebrovaskular dan
cedera iskemia – reperfusi.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Fauci, A. S., Braunwald, E., Kasper, D. L., Hauser, S. L., Longo, D. L.,
Jameson J. L., et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine 19 th
Edition. United States of America: McGraw-Hill; 2015.
2. Olinic, D. M., Stanek, A., Tătaru, D. A., Homorodean, C., Olinic, O.
Acute Limb Ischemia: An Update on Diagnosis and Management.
Interventional Cardiology Department, Emergency Clinical Hospital,
400006 Cluj-Napoca, Romania. J Clin Med. 2019 Aug; 8(8): 1215.
3. Stephen, J. M., Maxine, A. P. Current Medical Diagnosis and Treatment.
49th ed. The McGraw Hill Companies; 2010.
4. Creager, M. A., Kaufman, J. A., Conte, M. S. Acute Limb Ischemia. N
Engl J Med. 2012; 366: 2198 – 2206.
5. Obara, H., Matsubara, K., Kitagawa, Y. Acute Limb Ischemia. Ann Vasc
Dis. 2018 Dec 25; (11) 4: 443 – 448.
6. 2016 AHA/ACC Guideline on the Management of Patients with Lower
Extremity Peripheral Artery Disease: Executive Summary A Report of the
American College of Cardiology/American Heart Association Task Force
on Clinical Practice Guidelines.

45

Anda mungkin juga menyukai