Anda di halaman 1dari 115

Anamnesis,

Pemeriksaan Fisik,
dan Pemeriksaan
Penunjang pada
Bedah Vaskular
Oleh : Siepend Bedah Vaskular
Pembimbing : dr. Mursid Fadli, Sp.B(K)V
Anamnesis
1. Identitas pasien, yaitu umur, jenis kelamin, ras, status pernikahan,
agama dan pekerjaan.
2. Keluhan Utama
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Evaluasi semua keluhan abnormalitas atau kelainan lesi kulit pada pasien
dengan:
1. Lokasi (Dimana? Unilateral atau bilateral? Di ekstremitas atas atau
bawah?)
2. Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?)
3. Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)
4. Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)
5. Faktor-faktor yang memperberat keluhan (kalau sedang nyeri bisa
berjalan sampai berapa jauh?)
6. Faktor-faktor yang meringankan keluhan (apakah nyeri hilang
dengan beristirahat?)
7. Analisis sistem yang menyertai keluhan utama (adakah mati
rasa, kelelahan?)

Tanyakan pula adakah:


• Perubahan warna kulit (Hipo/ hiperpigmentasi ?)
• Perubahan suhu kulit (Dingin/ Hangat?),
• Adanya rambut rontok, mis. pada bagian tibialis anterior
• Ulkus atau lesi gangren (Dari trauma? Sudahkah luka
menyebar seiring waktu?
• Tanda-tanda infeksi (Penyembuhan luka yang lambat pada
ekstremitas bawah)
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Ditanyakan adakah penderita pernah sakit serupa sebelumnya, bila dan
kapan terjadinya dan sudah berapa kali dan telah diberi obat apa saja
(Pemakaian obat aspirin dan antikoagulan sebelumnya? ), serta mencari
penyakit yang relevan dengan keadaan sekarang dan penyakit kronik
(hipertensi, diabetes mellitus, dll), perawatan lama, rawat inap,
imunisasi, riwayat pengobatan dan riwayat menstruasi (untuk wanita),
riwayat bedah vaskular rekonstruktif, angioplasti, amputasi?
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Anammesis ini digunakan untuk mencari ada tidaknya penyakit
keturunan dari pihak keluarga (diabetes mellitus, hipertensi, tumor, dll),
riwayat penyakit yang menular, atau riwayat keluarga yang didiagnosis
dokter mengalami kelainan vaskular.
5. Riwayat sosial dan ekonomi
Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi
pendidikan, pekerjaan, pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan
(pola tidur, minum alkohol atau merokok, obat-obatan, aktivitas
seksual, sumber keuangan, asuransi kesehatan dan kepercayaan).
 Contoh keluhan akibat kelainan pada pembuluh darah perifer
yang sering adalah klaudikasio intermiten.
Klaudikasio intermiten merujuk pada keluhan nyeri atau sakit,
kelemahan, serta perasaan tidak nyaman lainnya yang terjadi
pada otot saat beraktivitas, berjalan, dan hilang dengan istirahat.
Lokasi gejala biasanya berhubungan dengan lokasi stenosis
proksimal.
Klaudikasio pada bagian pinggul, bokong, atau paha biasanya
terjadi pada pasien-pasien dengan obstruksi di aorta dan arteri
iliaca.
Klaudikasio pada tungkai bawah biasanya akibat dari stenosis
arteri femoral ataupun popliteal, kondisi ini paling sering dijumpai
karena otot gastrocnemius paling banyak mengkonsumsi oksigen
saat berjalan dibanding otot-otot lainya.
Klaudikasio pada daerah kaki dan pergelangan kaki terjadi pada
pasien dengan kelainan di arteri tibialis dan peroneal. Gejala dapat
hilang beberapa menit setelah penghentian aktivitas.
Gejala nyeri harus disertai dengan faktor pemberat klaudikasio
seperti berjalan jauh, atau dengan kecepatan lebih dari biasanya,
serta berjalan mendaki.
Selain klaudikasio, gejala lain dapat dijumpai keterbatasan
kapasitas fungsional. Pasien-pasien dengan penyakit arteri perifer
biasanya berjalan lebih lambat dan ketahanannya juga rendah.
Pemeriksaan Fisik
 Status generalis, mencakup tanda-tanda vital dan PF
Head to Toe.
 Status lokalis atau regional
1. Inspeksi
- Perhatikan penampilan umum pasien, apakah tampak
kesakitan atau tidak.
- Nilai ekstremitas atas dan bawah pasien dengan
mnemonic SEADS
Swelling - This includes any edema
Erythema
Atrophy/Hypertrophy
Deformities - Includes bony abnormalities, masses, or protrusions
Skin Changes - Discolorations, thickening, hair loss, shiny skin
- Adakah ulkus (Arterial or
Venous)
Arterial
Biasanya ditemukan di ujung jari,
diantara jari kaki dan tumit
Terasa nyeri,

Venous
Dapat ditemukan pada gaiter area,
yaitu pergelangan kaki dan betis,
atau pada daerah medial kaki
yaitu area diatas maleolus medial
Tidak terasa nyeri, berkembang
secara lambat
- Adakah tanda vena
varikosum
Pembengkakan vena-
vena superfisial

- Adakah tanda sianosis


sentral ataupun perifer
Central Cyanosis - Bluish
mucous membranes
Peripheral Cyanosis -
Cool/bluish extremities
- Adakah Raynaud’s phenomenon, yaitu perubahan warna kulit
menjadi lebih pucat ketika berada di lingkungan yang dingin.
Fenomena Raynaud terjadi pada sekitar 40% pasien Buerger’s
disease.
2. Palpasi
Palpasi dilakukan untuk menilai ada atau tidaknya tanda-tanda
insufisiensi arteri atau vena
Temperature
Raba suhu pada ekstremitas
Cool Extremities - Possible arterial insufficiency
Warm Extremities - Possible venous insufficiency
Edema
Jika ada, nilai tipe edema
Pitting - Venous cause
Non-pitting - Lymphatic cause
Capillary Refill
Perhatikan ada perlambatan CRT atau tidak.
Tenderness
Palpasi eksremitas atas dan bawah,
perhatian ekspresi wajah pasien. Minta
pasien untuk menginformasikan kepada
pemeriksa bila terdapat rasa nyeri
Pulses
Nilai pulsasi a. radialis, a. brachialis, a.
carotis, a. dorsalis pedis, a. tibialis
posterior.
Tujuan
• Memastikan adanya denyut dan kualitas
dari denyut nadi tersebut
• Memastikan ada atau tidaknya :
aneurysms, arterial bruit, signs of
ischemia, signs of venous disease
3. Auskultasi
Carotid Arteries
Auskultasi sebelum palpasi a. carotis
Abdominal Aorta
Auskultasi beberapa sentimeter di bawah umbilikal
Femoral Arteries
Auskultasi pada garis pertengahan ligament inguinal
Popliteal Arteries
Auskultasi pada fosa posterior

Nilai adakah bunyi bruit atau tidak. Bruit dapat terdengar pada daerah arteri
yang menyempit
TANDA ISKEMIA AKUT (5 P)
1. Pain (nyeri),
2. Paresthesia (tidak mampu merasakan sentuhan pada
ekstremitas),
3. Paralysis (kehilangan fungsi motorik),
4. Pallor (pucat),
5. Pulseless (menurun atau tidak adanya denyut nadi pada
ekstremitas)
6. Poikilothermia (ekstremitas teraba dingin).
Tes Khusus

1. Pallor on Elevation
Dengan posisi pasien supine,
angkat secara bergantian kaki
pasien kurang lebih selama 15-30
detik dengan memegang mata kaki
pasien.
Observasi perubahan warna pada
kaki pasien
Normal – Sedikit pucat
Abnormal – Pucat sangat jelas. Dapat
mengindikasikan adanya insufisiensi
arterial.
Biasanya dilakukan pada penyakit
Beurger’s
2. Rubor on Dependency
Setelah tes kepucatan pada elevasi selesai, turunkan kaki pasien
dan minta pasien untuk duduk, lalu mengayunkan kakinya
melewati sisi bed pasien.
Observasi warna pada kaki pasien
Normal - Normal color returns within 10 seconds
Abnormal - Marked rubor (redness) in response to tissue hypoxia. This
suggests severe arterial insufficiency
Ulangi pemeriksaan pada kaki sebelahnya
3. Allen Test
Tes Allen juga dapat digunakan untuk mengetahui keadaan
vaskularisasi di tangan.
Pada tes Allen, pasien diminta untuk mengepalkan tangannya dan
pemeriksa akan menekan pergelangan tangan pasien yang
bertujuan untuk mengobstruksi aliran darah ke tangan. Setelah itu,
pasien diminta untuk membuka kepalan tangan, dan pemeriksa
akan melepaskan tekanan pada pergelangan tangan pasien.
Normalnya, telapak tangan akan dialiri darah kembali dalam 5
sampai 15 detik. Hasil tes Allen pada pasien dengan Buerger’s
disease biasanyanegatifatau abnormal, dimana terjadi perlambatan
aliran darah pada tangan. Hal ini membuktikan adanya gangguan
pada aliran darah padatangan pasien.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksan non-invasif untuk pembuluh darah:
1. Ankle-and toe-brachial index
2. Segmental pressure measurements
3. Pulse volume recordings
4. Exercise testing (treadmill test)
Ankle Brachial Index

2017 ESC Guidelines on the Diagnosis and Treatment of


Peripheral Arterial Diseases, in collaboration with the European
Society for Vascular Surgery (ESVS)
ACC / AHA merekomendasikan bahwa pengukuran ABI
sebaiknya dilakukan pada
Adanya gejala exertional leg atau luka yang tidak sembuh.
Usia ≥ 65 tahun.
Usia ≥ 50 yang mempunyai riwayat DM atau merokok.
Skrinning PAP lebih awal (pasien dengan gejala atau
asimtomatik) dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas
penyakit pembuluh darah seperti MI, stroke, dan risiko
amputasi kaki.
2017 ESC Guidelines on the Diagnosis and Treatment of Peripheral Arterial Diseases, in
collaboration with the European Society for Vascular Surgery (ESVS)
National Institute for Health and Care Excellence (NICE). Lower limb peripheral arterial disease:
Diagnosis and management. NICE, 2012. Available from: http://guidance.nice.org.uk/CG147 
Treadmill Test
Pada saat istirahat, pasien dengan klaudikasio intermiten mungkin bisa
ditemukan nilai ABI yang normal, sehingga diperlukan stress test untuk
meningkatkan akurasi diagnostik. Dengan mengukur ABI sebelum dan
sesudah treadmill berjalan atau provokasi stres yang sama, setiap lesi
vaskular yang signifikan secara hemodinamik dapat diketahui akibat
vasodilatasi perifer yang disebabkan oleh latihan.
Selain itu treadmill test ini bisa digunakan untuk membedakan antara
klaudikasio yang berasal dari vaskuler (tekanan di kaki akan turun
setelah latihan) atau neurogenik (tekanan di kaki akan tetap sama atau
meningkat).
Treadmill test juga bisa digunakan untuk menilai efektifitas terapi
(rehabilitasi latihan, terapi obat-obatan, atau dengan revaskularisasi).
Treadmill dilakukan dengan latihan sampai 3,2 km dengan tanjakan
10-20%. Terdapat beberapa tehnik seperti peningkatan tanjakan
setiap 3 menit dengan tetap berjalan dengan kecepatan yang sama
sampai nyeri klaudikasio muncul.
Pemeriksaan ini harus tetap didampingi untuk mengamati gejala
yang muncul. Namun, pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada pasien
dengan penyakit jantung koroner berat, gagal jantung, atau dengan
gangguan berjalan.
Penurunan tekanan segera setelah uji treadmill, dan terdapatnya
gradien antara 15-20% menegakkan diagnosis PAP. Pasien yang
tidak bisa melakukan treadmill test, bisa dilakukan latihan fleksi
pedal
Pemeriksaan Pencitraan dan Angiografi
Pemeriksaan pencitraan dapat menilaian struktur anatomis,
seperti:
1. Duplex ultrasound
2. Computed tomography angiography (CT Angio)
3. Magnetic resonance angiography (MRA)
4. Digital Subtraction Angiography
ANGIOGRAFI adalah suatu prosedur invasif yang dijadikan
pemeriksaan definitif atau GOLD STANDARD yang sangat
bermanfaat bagi pasien dgn ALI maupun CLI yang memerlukan
tindakan revaskularisasi.
Pemeriksaan dengan pencitraan untuk penilaian
struktur anatomis, seperti duplex ultrasound, computed
tomography angiography (CTA), atau magnetic
resonance angiography (MRA) berguna dalam hal
mendiagnosis lokasi anatomis dan keparahan stenosis
pada ekstremitas bawah terhadap pasien dengan PAD
simptomatis yang memerlukan tindakan
revaskularisasi.
Ketiga pemeriksaan noninvasif ini memiliki nilai
sensitivitas dan spesifisitas yang baik. Sedangkan
angiografi invasif bermanfaat bagi pasien dengan CLI
yang memerlukan tindakan revaskularisasi.
Pemeriksaan angiografi invasif dan noninvasif (seperti
CTA, MRA) tidak direkomendasikan pada pasien PAD
yang tidak memiliki gejala.
Metode Ultrasound
Duplex ultrasound/duplex ultrasonography (DUS) menunjukkan
anatomi arteri dan aliran darah. Berdasarkan studi meta analisis,
sensitivitas DUS untuk mendeteksi angiografi stenosis > 50%
mencapai 85- 90% dengan spesifisitas > 95%.23
Lokasi lesi dapat dilihat dengan ultrasonografi 2 dimensi dan
colourDoppler mapping. Sedangkan tingkat stenosisnya dapat
diestimasikan dengan analisis gelombang Doppler dan puncak dan
ratio systolic velocities.
Penggunaan DUS untuk mendeteksi stenosis > 50% pada
ekstremitas bawah sangat baik kecuali untuk arteri pedis. DUS juga
berguna untuk mengevaluasi setelah angioplasti atau memonitor
graft bypass.
Kelemahan DUS adalah kesulitan menilai lumen pembuluh
darah yang mengalami kalsifikasi berat, atau pada pasien
dengan ulkus terbuka atau dengan luka parut yang lebar.
Kesulitan juga ditemui pada pasien obesitas.
Kerugian DUS jika dibandingkan dengan teknik pencitraan lain
adalah DUS tidak memberikan pencitraan arteri yang jelas
seperti halnya teknik lainnya. Namun, DUS memberikan
informasi penting tentang hemodinamik. Pada pasien yang
menjalani operasi bypass, DUS berperan dalam menentukan
lokasi anastomosis dengan identifikasi dari pembuluh darah yang
mengalami kalsifikasi.
Computed Tomography
Angiography (CTA)
 Metode ini memungkinkan untuk imaging dengan resolusi tinggi.
Dibandingkan dengan DSA, sensitivitas dan spesifisitas untuk
oklusi sudah mencapai tingkat akurasi yang tinggi.
 Dalam penelitian meta-analisis terbaru, sensitivitas dilaporkan
dan spesifisitas dari CTA untuk mendeteksi stenosis aortailiaka
0,50% adalah 96% dan 98%. Penelitian yang sama menunjukkan
sensitivitas yang sama (97%) dan spesifisitas (94%) untuk
daerah femoropopliteal, sebanding dengan yang dilaporkan
untuk arteri di bawah lutut (sensitivitas 95%, spesifisitas 91%).
 Keuntungan terbesar dari CTA tetap memvisualisasikan
kalsifikasi, clip, stent, dan bypass. Namun, beberapa artefak
masih dapat muncul.
Magnetic Resonance
Angiography (MRA)
 Teknik ini dapat memvisualisasikan secara non invasif arteri
ekstremitas bawah bahkan di bagian yang paling distal.
Dibandingkan dengan DSA, MRA memiliki sensitivitas yang sangat
baik (93-100%) dan spesifisitas (93-100%).
Keterbatasan penggunaan MRA yaitu pada pasien dengan alat
pacu jantung atau implan logam (termasuk stent), atau pada pasien
dengan claustrophobia. Agen kontras pada MRA tidak dapat
digunakan dalam kasus gagal ginjal yang parah (GFR 30 mL / menit
per 1,73 m2).
Selain itu, MRA tidak bisa memvisualisasikan kalsifikasi arteri,
sehingga tidak bisa digunakan untuk memilih lokasi anastomosis
untuk operasi bypass.
Digital Subtraction Angiography
(DSA)
•Metode ini merupakan standar emas untuk diagnosis PAP, terutama
untuk pasien yang menjalani intervensi, terutama bersamaan
dengan prosedur endovaskular. Memang, teknik non-invasif
memvisualisasikan pencitraan di hampir semua kasus, dengan
radiasi yang lebih sedikit, dan menghindari komplikasi punksi arteri
< 1% kasus.
•Teknik kateterisasi yang sering digunakan adalah transfemoral
retrograde. Jika akses femoralis tidak memungkinkan, akses
transradial atau pendekatan dan kateterisasi antegrade langsung
transbrachial juga bisa dilakukan
Acute Limb Ischemia
Vascular Surgery
Acute Limb Ischemia
(ALI)
Acute limb ischemia (ALI) dapat
disebabkan baik oleh emboli atau
trombus. Pada kondisi akut (< 2 minggu)
ini, gejala dapat terjadi dalam waktu
menit sampai jam setelah oklusi arteri
terjadi akibat penurunan perfusi yang
buruk pada tungkai secara tiba-tiba.
ALI dibagi menjadi akut (onset < 24 jam)
dan sub-akut (onset 24 jam – 2 minggu)
ANAMNESIS DIAGNOSIS
Keluhan terjadi pada <50% pasien yaitu
klaudikasio intermitten (rasa nyeri,
keram, baal, atau kelelahan pada otot
selama aktivitas dan menghilang dengan
istirahat) yang dirasakan di distal dari
lokasi oklusi, misalnya di bokong, pinggul,
dan otot paha jika oklusi di aortoiliaka.
Sedangkan sakit di betis dirasakan jika
oklusi di arteri femoral poplitea.
Pasien merasakan dingin atau baal pada
kaki dan ibu jari kaki yang sering kali
dirasakan pada malam hari ketika posisi
tungkai horizontal dan meningkat ketika
tungkai pada posisi menggantung. Paka
kasus iskemia berat, nyeri dapat tetap
ada pada saat istirahat.
Gejala dan tanda patognomonik iskemik tungkai akut (6P)
diantaranya:
1. Pain (nyeri),
2. Paresthesia (tidak mampu merasakan sentuhan pada
ekstremitas),
3. Paralysis (kehilangan fungsi motorik),
4. Pallor (pucat),
5. Pulseless (menurun atau tidak adanya denyut nadi pada
ekstremitas)
6. Poikilothermia (ekstremitas teraba dingin).
PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSIS
Menurunnya atau tidak terabanya
nadi di distal dari oklusi,
Terdengarnya bruit,
Otot tampak atrofi.
Pada kasus berat terdapat penebalan
kuku, kulit tampak halus dan
mengkilap, menurunnya suhu kulit,
bulu kaki rontok, pucat atau sianosis.
Ulkus atau gangren dapat juga
ditemui.
Pemeriksaan refleks tungkai juga
dapat menurun karena neuropati
iskemia
PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis
sebagai standar baku yaitu
dengan menggunakan
arteriografi.
ESC. Guideline on the diagnosis and treatment of PAD. European Heart
Journal; 2017.
TATA
1. NonTATA
LAKSANA
LAKSANA
Medikamentosa
a. Modifikasi Gaya Hidup
Beberapa penelitian merekomendasikan
olahraga 3 kali seminggu dengan
berjalan kaki selama 30 menit dalam
jangka waktu selama 6 bulan. Secara
keseluruhan dijumpai peningkatan
dalam kemampuan berjalan sekitar 50-
200%.1 Pada pasien dengan
claudication, olahraga
direkomendasikan karena dapat
memperbaiki status fungsional, kualitas
hidup, dan mengurangi gejala pada
tungkai.
b. Berhenti merokok
TATA
2. Medikamentosa LAKSANA
a. Mengobati penyakit penyebab
(hipertensi,DM, dislipidemia)
b. Anti platelet
c. Anti koagulan
d. Cilostazol
e. Revaskularisasi
Chronic Limb-
Ischemia (CLI)
Chronic Limb Ischemia (CLI)
Chronic limb ischemia (CLI) merupakan bentuk yang paling parah dari PAD,
dan diperkirakan sekitar 1% pasien PAD mengalami kondisi ini. CLI ditandai
dengan kondisi kronis (≥2 minggu) nyeri saat istirahat (ischemic rest pain),
luka/ulkus yang tidak sembuh, atau gangrene pada satu atau kedua kaki yang
telah dibuktikan secara objektif mengalami oklusi pada arteri.
CLI berhubungan dengan risiko yang lebih tinggi kehilangan tungkai bawah
(amputasi) jika tidak dilakukan revaskularisasi, sedangkan claudication jarang
memburuk sampai dibutuhkan adanya tindakan amputasi.
VARISES
Vascular Surgery
Definisi
Varises (vena varikosa) adalah pelebaran dari vena superfisial yang
menonjol dan berliku-liku pada ekstremitas bawah, sering pada
distribusi anatomis dari vena safena magna dan parva.meskipun
demikian, hanya beberapa orang saja yang berobat. Penyakit ini
menimbulkan rasa sakit yang bermacam-macam dan tidak semua
perawatan dapat diterapkan pada varises. Rata-rata pasien
bermasalah dengan kecantikan (kosmetik) mereka, sementara yang
lainnya bermasalah dengan gejala-gejala seperti, kaki yang sakit,
pruritus, dan eksema.
Faktor Risiko
Peningkatan tekanan pembuluh darah vena permukaan oleh
berbagai sebab.
Obesitas (kegemukan)
Berdiri lama (terutama para pekerja yang dituntut berdiri lama)
Faktor hormonal
Kehamilan
Obat-obat kontrasepsi (KB)
Faktor keturunan (genetik)
Klasifikasi
Berdasarkan berat ringannya penyakit dan keluhan, varises terbagi
menjadi 4 stadium, yakni:

Stadium I : Keluhan biasanya tidak spesifik. Pada umumnya ditandai dengan keluhan tungkai, diantaranya:
gatal, rasa terbakar, rasa kemeng, kaki mudah capek, kesemutan (gringgingen), rasa pegal.

Stadium II: Warna kebiruan yang lebih nyata pada pembuluh darah vena (pelebaran vena).

Stadium III: Varises tampak jelas, keluhan pada tungkai makin nyata dan makin kerap dialami.

Stadium IV: Pada stadium ini ditandai dengan timbulnya berbagai penyulit (komplikasi), antara lain:
kelainan kulit (dermatitis, tromboplebitis, selulitis, perdarahan varises), dan tukak karena sindrom
insufisiensi vena menahun.
Secara klinis varises tungkai dikelompokkan menjadi :
Varises trunkal
Varises v. safena magna dan v. safena parva
Varises retikular
Menyerang cabang v.safena magna dan v.safena parva yang kecil dan
berkelok-kelok
Varises kapilar
Pada kapiler vena subkutan, tampak sebagai serabut halus dari pembuluh
darah
Klasifikasi varises vena (CEAP)
C0 = tak ada tanda kelainan penyakit vena;
C1 = telangioektasis (diameter 1-2 mm );
C2 = varises vena (diameter >2 mm);
C3 = edema tanpa kelainan kulit;
C4 = perubahan kulit lipodermato sklerosis;
C5 = ulkus sembuh;
C6 = ulkus aktif.
Tergolong penyakit vena kronis (Chronic Vein Desease) adalah
varises tungkai pada rentang level C0-C3 dan tergolong insufisi­
en­si vena kronik (chronic vein insufisiency) adalah level C4-C6.
Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis yang terarah dan harus ditanyakan meliputi hal-hal berikut ini :
1) Riwayat insufisiensi vena (kapan onset terlihatnya pembuluh darah
abnormal, onset dari gejala yang muncul, penyakit vena sebelumnya, adanya
riwayat menderita varises sebelumnya)
2) Faktor predisposisi (keturunan, trauma pada tungkai, pekerjaan yang
membutuhkan posisis tubuh berdiri yang terlalu lama, supporter olah raga)
3) Riwayat edema (onset, predisposisi, lokasi edema, intensitas, jenis edema,
perubahan setelah beristirahat pada malam hari)
4) Riwayat pengobatan penyakit vena sebelumnya (obat, injeksi, pembedahan,
kompresi) 5) Riwayat menderita tromboplebitis vena superficial atau vena
profunda
6) Riwayat menderita penyakit vaskuler lainnya (penyakit arteri perifer,
penyakit arteri coronaria, lymphadema, lymphangitis)
7) Riwayat keluarga
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sistem vena penuh dengan kesulitan karena
sebagian besar sistem vena profunda tidak dapat dilakukan
pemeriksaan langsung seperti inspeksi, palpasi, auskultasi dan
perkusi. Pada sebagian besar area tubuh, pemeriksaan pada
system vena superfisial harus mencerminkan keadaan sistem vena
profunda secara tidak langsung.
1) Inspeksi: Inspeksi tungkai dilakukan dari distal ke proksimal dari
depan ke belakang. Region perineum, pubis, dan dinding abdomen
juga dilakukan inspeksi.Pada inspeksi juga dapat dilihat adanya
ulserasi, telangiektasi, sianosis akral, eksema, brow spot,
dermatitis, angiomata, varises vena prominent, jaringan parut
karena luka operasi, atau riwayat injeksi sklerotan
sebelumnya.Setiap lesi yang terlihat seharusnya dilakukan
pengukuran dan didokumentasikan berupa pencitraan.Vena
normalnya terlihat distensi hanya pada kaki dan pergelangan kaki.
Pelebaran vena superfisial yang terlihat pada region lainnya pada
tungkai biasanya merupakan suatu kelainan. Pada seseorang yang
2) Palpasi diawali dari sisi permukaan anteromedial untuk menilai
keadaan VSM (vena saphena magna) kemudian dilanjutkan pada
sisi lateral diraba apakah ada varises dari vena nonsafena yang
merupakan cabang kolateral dari VSM, selanjutnya dilakukan
palpasi pada permukaan posterior untuk meinail keadaan VSP
(vena saphena parva). Selain pemeriksaan vena, dilakukan juga
palpasi denyut arteri distal dan proksimal untuk mengetahui
adanya insufisiensi arteri dengan menghitung indeks ankle-
brachial.Nyeri pada saat palpasi kemungkinan adanya suatu
penebalan, pengerasan, thrombosis vena. Empat puluh persen DVT
(deep vein thrombosis) didapatkan pada palpasi vena superfisialis
yang mengalami thrombosis.
3) Perkusi dilakukan untuk mengetahui kedaan katup vena
superfisial. Caranya dengan mengetok vena bagian distal dan
dirasakan adanya gelombang yang menjalar sepanjang vena di
bagian proksimal. Katup yang terbuka atau inkopeten pada
pemeriksaan perkusi akan dirasakan adanya gelombang tersebut.
Manuever
1. Manuever Perthes
Manuver Perthes adalah sebuah teknik untuk membedakan antara aliran darah
retrograde dengan aliran darah antegrade. Aliran antergrade dalam sistem
vena yang mengalami varises menunjukkan suatu jalur bypass karena adanya
obstruksi vena profunda. Hal ini penting karena apabila aliran darah pada vena
profunda tidak lancar, aliran bypass ini penting untuk menjaga volume aliran
darah balik vena ke jantung sehingga tidak memerlukan terapi pembedahan
maupun skeroterapi.
Untuk melakukan manuver ini pertama dipasang sebuah Penrose tourniquet
atau diikat di bagian proksimal tungkai yang mengalami varises. Pemasangan
tourniquet ini bertujuan untuk menekan vena superficial saja. Selanjutnya
pasien disuruh untuk berjalan atau berdiri sambil menggerakkan pergelangan
kaki agar sistem pompa otot menjadi aktif.
Pada keadaan normal aktifitas pompa otot ini akan menyebabkan darah dalam
vena yang mengalami varises menjadi berkurang, namun adanya obstruksi
pada vena profunda akan mengakibatkan vena superficial menjadi lebih lebar
dan distensi. Perthes positif apabila varises menjadi lebih lebar dan kemudian
pasien diposisikan dengan tungkai diangkat (test Linton) dengan tourniquet
terpasang. Obstruksi pada vena profunda ditemukan apabila setelah tungkai
diangkat, vena yang melebar tidak dapat kembali ke ukuran semula.
2. Tes Trendelenburg sering dapat membedakan antara pasien
dengan refluks vena superficial dengan pasien dengan
inkompetensi katup vena profunda. Tes ini dilakukan dengan cara
mengangkat tungkai dimana sebelumnya dilakukan pengikatan
pada paha sampai vena yang mengalami varises kolaps. Kemudian
pasien diminta untuk berdiri dengan ikatan tetap tidak dilepaskan.
Interpretasinya adalah apabila varises yang tadinya telah kolaps
tetap kolaps atau melebar secara perlahan-lahan berarti adanya
suatu inkompenten pada vena superfisal, namun apabila vena
tersebut terisi atau melebar dengan cepat adannya inkompetensi
pada katup vena yang lebih tinggi atau adanya kelainan katup
lainnya.
3. Pemeriksaan Penunjang
Auskultasi menggunakan Doppler
Pemeriksaan menggunakan Doppler digunakan untuk mengetahui
arah aliran darah vena yang mengalmi varises, baik itu aliran
retrograde, antegrade, atau aliran dari mana atau ke mana.
Probe dari dopple ini diletakkan pada vena kemudian dilakukan
penekanan pada vena disisi lainnya. Penekanan akan menyebabkan
adanya aliran sesuai dengan arah dari katup vena yang kemudian
menyebabkan adanya perubahan suara yang ditangkap oleh probe
Doppler.
Pelepasan dari penekanan vena tadi akan menyebabkan aliran
berlawanan arah akut. Normalnya bila katup berfungsi normal tidak
akan ada aliran berlawanan arah katup saat penekanan dilepaskan,
akhirnya tidak aka nada suara yang terdengar dari Doppler.
Tata Laksana
Terapi Non Operatif
1. Kaus Kaki Kompresi (Stocking)
Kaus kaki kompresi membantu memperbaiki gejala dan keadaan
hemodinamik pasien dengan varises vena dan mengilangkan edema.
2. Skleroterapi
Skleroterapi dilakukan dengan menyuntikkan substansi sklerotan
kedalam pembuluh darah yang abnormal sehingga terjadi destruksi
endotel yang diikuti dengan pembentukan jaringan fibrotik. Sklerotan
yang digunakan saat yaitu ferric chloride, salin hipertonik, polidocanol,
iodine gliserin, dan sodium tetradecyl sulphate, namun untuk terapi
varises vena safena paling umum digunakan saat ini adalah sodium
tetradecyl sulphate dan polidacanol. Kedua bahan ini dipilih karena
sedikit menimbulkan reaksi alergi, efek pada perubahan warna kulit
(penumpukan hemosiderin) yang rendah, dan jarang menimbulkan
kerusakan jaringan apabila terjadi ekstravasasi ke jaringan.
Terapi Minimal Invasif
1. Radiofrekuensi ablasi (RF)
Radiofrekuensi adalah teknik ablasi vena menggunakan kateter
radiofrekuensi yang diletakkan di dalam vena untuk
menghangatkan dinding pembuluh darah dan jaringan sekitar
pembuluh darah. Pemanasan ini menyebakan denaturasi protein,
kontraksi kolagen dan penutupan vena.Kateter dimasukkan sampai
ujung aktif kateter berada sedikit sebelah distal SFJ (Saphena
Femoral Junction) yang dikonfirmasikan dengan pemeriksaan USG.
Ujung kateter menempel pada endotel vena, kemudian energy
radiofrekuensi dihantarkan melalui kateter logam untuk
memanaskan pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Jumlah
energi yang diberikan dimonitor melalui sensor termal yang
diletakkan di dalam pembuluh darah. Sensor ini berfungsi mngatur
suhu yang sesui agar ablasi endotel terjadi
2. Endovenous Laser Therapy (EVLT)
Salah satu pilihan terapi varises vena yang minimal invasive adalah
dengan Endovenous Laser Therapy (EVLT). Keuntungan yang
didapat menggunakan pilihan terapi ini adalah dapat dilakukan
pada pasien poliklinis di bawah anestesi local. EVLT yang secara
luas digunakan menggunakan daya sebesar 10 - 14 watt.
Prosedurnya EVLT menggunakan fibre laser yang dimasukkan ke
distal VSM sampai SFJ dibawah control USG.
EVLT tidak menyebabkan vena segera menjadi mengecil bila
dibandingkan dengan apabila dilakukan FR ablation, tetapi vena
akan mengecil secara gradual beberapa minggu sampai tidak
tampak setelah 6 bulan dengan pemerikasaan USG, kemudia diikuti
dengan kerusakan endotel, nekrosis koagulatif, penyempitan dan
thrombosis vena.
Terapi Pembedahan
1. Ambulatory phlebectomy (Stab Avulsion)
Teknik yang digunakan adalah teknik Stab-avulsion dengan
menghilangkan segmen varises yang pendek dan vena retikular
dengan jalan melakukan insisi ukuran kecil dan menggunakan
kaitan khusus yang dibuat untuk tujuan ini, prosedur ini dapat
digunakan untuk menghilangkan kelompok varises residual setelah
dilakukan sphenectomy.
Pencegahan
DEEP VEIN
THROMBOSIS
(DVT)
VASCULAR SURGERY
Anamnesis
Biasanya terjadi pada usia 50 tahun dengan 25% terjadi tanpa keluhan
(asimptomatik). Banyak terjadi pada ekstremitas bawah dengan keluhan
utama nyeri.
RPS: nyeri pada paha dan dapat juga pada seluruh ekstremitas bawah,
edema, pelebaran superfisial vena kolateral karena dari percabangannya.
Kulit bisa berubah menjadi pucat dan dingin (phlegmasia alba dolens) atau
menjadi kebiruan (phlegmasia cerulea dolen).
RPD: terdapat riwayat operasi yang memerlukan waktu lama, operasi
kanker, kanker, hospitalisasi lebih dari 3 hari, operasi sesar, trauma kaki.
RPK: keluarga DVT
RPSos: obese, bed rest,obat-obatn (kortikosteroid dan kontrasepsi hormonal)
Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran
2. Tanda Tanda Vital
3. Tanda homans: nyeri pada atas betis saat dorsofleksi kaki dengan
sudut 30 derajat
4. Tanda mahler: nyeri dari kegagalan fungsi, takikardi tanpa demam
5. Tanda neuroff: nyeri pada kompresi otot terhadap tulang
6. Tanda rosental: nyeri ekstensi pasif kaki pada sudut 45 derajat atau
kurang
7. Denyut nadi masih ada
Diagnosis
Wells score (> 1 : Resiko DVT)

Pemeriksaan Penunjang lab: D-Dimer, PT dan APTT


1. USG Doppler

2. Venografi
3. Magnetic Resonance Venography
DDX Obstruksi Obstruksi vena Miositis akut
arteri akut cava
Edema (-) Manifestasi Tanda homan
Hilangnya klinis terjadi (+)
pulsasi arteri pada kedua kaki Edema (-)
Vasodilatasi
vena (-)
Pengobatan
Antikoagulan:
1. LMWH
2. Warfarin untuk management jangka panjang dan biasanya dilanjutkan
selama 6 bulan
3. Untuk mengurangi keluhan dan gejala trombosis pasien dianjurkan
untuk istirahat ditempat tidur (bed rest), meninggikan posisi kaki dan
dipasang kaos kaki/ balutan elastik/ compression stocking dengan
tekanan 40 mmhg untuk mencegah edema agar tidak terjadi
insufisiensi vena menahun. Meskipun statis vena dapat disebabkan
oleh imobilisasi lama (bed rest) tetapi untuk pasien DVT adalah untuk
mencegah terjadinya emboli pulmonal.
Ulkus Diabetikum
Vascular Surgery
ULKUS DIABETIKUM
Ulkus diabetikum adalah luka terbuka pada permukaan
kulit akibat adanya penyumbatan pembuluh darah dan
neuropati perifer akibat kadar gula yang tinggi, dapat
disertai dengan kematian jaringan setempat. Ulkus
diabetik dapat berkembang menjadi infeksi.
Anamnesis
Penderita diabetes melitus
mempunyai keluhan klasik
yaitu poliuri, polidipsi dan
polifagi. Riwayat Diagnosis
pemeriksaan yang telah
dilakukan sebelumnya ke
dokter dan laboratorium
menunjang penegakkan
diagnosis. Adanya riwayat
keluarga yang sakit seperti
ini dapat ditemukan, dan
memang penyakit ini
cenderung herediter.
Tanyakan juga meliputi aktivitas harian, sepatu yang digunakan,
pembentukan kalus, deformitas kaki, keluhan neuropati, nyeri
tungkai saat beraktivitas atau istirahat, durasi menderita DM,
penyakit komorbid, kebiasaan (merokok, alkohol), obat-obat yang
sedang dikonsumsi, riwayat menderita ulkus/amputasi sebelumnya.
Riwayat berobat yang tidak teratur mempengaruhi keadaan klinis
dan prognosis seorang pasien, sebab walaupun penanganan telah
baik namun terapi diabetesnya tidak teratur maka akan sia-sia.
Keluhan nyeri pada kaki dirasakan tidak secara langsung segera
setelah trauma. Gangguan neuropati sensorik mengaburkan gejala
apabila luka atau ulkusnya masih ringan. Setelah luka bertambah
luas dan dalam, rasa nyeri mulai dikeluhkan oleh penderita dan
menyebabkan datang berobat ke dokter atau rumah sakit. Banyak
dari seluruh penderita DM dengan komplikasi ulkus atau bentuk
infeksi lainnya, memeriksakan diri sudah dalam keadaan lanjut,
sehingga penatalaksanaannya lebih rumit dan prognosisnya lebih
buruk (contohnya amputasi atau sepsis).
Pemeriksaan Fisik
Ditemukannya bengkak, indurasi, eritema sekitar lesi, nyeri lokal,
teraba hangat, pus, dan jaringan nekrotik.
Derajat kaki diabetik :
0 : tidak ada ulkus pada penderita risiko tinggi
1 : ulkus superfisial
2 : ulkus yang meluas ke ligamen, tendon, kapsula sendi, atau
fascia dengan/ tanpa abses atau osteomielitis
3 : ulkus dalam dengan abses atau osteomielitis
4 : gangren pada sebagian kaki
5 : gangren luas pada seluruh kaki
 Ulkus ialah defek pada kulit sebagian atau seluruh lapisannya
( superfisial atau profunda ) yang bersifat kronik, terinfeksi dan dapat
ditemukan nanah, jaringan nekrotik atau benda asing. Ulkus yang dangkal
mempunyai dasar luka dermis atau lemak / jaringan subkutis saja. Ulkus
yang profunda kedalamannya sampai otot bahkan tulang. Ulkus sering
disertai hiperemi di sekitarnya yang menunjukkan proses radang.
Abses adalah kumpulan pus atau nanah dalam rongga yang sebelumnya
tidak ada. Pada pemeriksaan fisik tampak kulit bengkak, teraba kistik dan
fluktuatif. Abses yang letaknya sangat dalam secara fisik sulit untuk
didiagnosis, kecuali nanah telah mencari jalan keluar dari sumbernya.
Flegmon atau selulitis mempunyai ciri klinis berupa udem kemerahan,
non pitting edema, teraba lebih hangat dari kulit sekitar, tak ada fluktuasi
dan nyeri tekan. Hal ini menandakan proses infeksi / radang telah
mencapai jaringan lunak atau soft tissue.
Gangren merupakan jaringan yang mati karena tidak adanya perfusi
darah. Klinis tampak warna hitam, bisa disertai cairan kecoklatan, bau
busuk dan teraba dingin. Jika terdapat krepitasi di bawah kulit maka
disebut dengan gas gangren.
Deskripsi ulkus DM paling tidak harus meliputi; ukuran, kedalaman, bau,
bentuk dan lokasi. Penilaian ini digunakan untuk menilai kemajuan terapi.
Pada ulkus yang dilatarbelakangi neuropati ulkus biasanya bersifat
kering, fisura, kulit hangat, kalus, warna kulit normal dan lokasi biasanya
di plantar tepatnya sekitar kaput metatarsal I-III, lesi sering berupa punch
out.
Sedangkan lesi akibat iskemia bersifat sianotik, gangren, kulit dingin dan
lokasi tersering adalah di jari. Bentuk ulkus perlu digambarkan seperti;
tepi, dasar, ada/tidak pus, eksudat, edema atau kalus.
Kedalaman ulkus perlu dinilai dengan bantuan probe steril. Probe dapat
membantu untuk menentukan adanya sinus, mengetahui ulkus
melibatkan tendon, tulang atau sendi.
Berdasarkan penelitian Reiber, lokasi ulkus tersering adalah di
permukaan jari dorsal dan plantar (52%), daerah plantar (metatarsal dan
tumit: 37%) dan daerah dorsum pedis (11%).
Sedangkan untuk menentukan faktor neuropati sebagai penyebab
terjadinya ulkus dapat digunakan pemeriksaan refleks sendi kaki,
pemeriksaan sensoris, pemeriksaan dengan garpu tala, atau
dengan uji monofilamen.
Uji monofilamen merupakan pemeriksaan yang sangat sederhana
dan cukup sensitif untuk mendiagnosis pasien yang memiliki risiko
terkena ulkus karena telah mengalami gangguan neuropati sensoris
perifer. Hasil tes dikatakan tidak normal apabila pasien tidak dapat
merasakan sentuhan nilon monofilamen. Bagian yang dilakukan
pemeriksaan monofilamen adalah di sisi plantar (area metatarsal,
tumit dan dan di antara metatarsal dan tumit) dan sisi dorsal.
Gangguan saraf otonom menimbulkan tanda klinis keringnya kulit
pada sela-sela jari dan cruris. Selain itu terdapat fisura dan kulit
pecah-pecah, sehingga mudah terluka dan kemudian mengalami
infeksi.
Pemeriksaan pulsasi merupakan hal terpenting dalam pemeriksaan
vaskuler pada penderita penyakit oklusi arteri pada ekstremitas
bagian bawah.
Pulsasi arteri femoralis, arteri poplitea, dorsalis pedis, tibialis
posterior harus dinilai dan kekuatannya di kategorikan sebagai
aneurisma, normal, lemah atau hilang.
Pada umumnya jika pulsasi arteri tibialis posterior dan dorsalis
pedis teraba normal, perfusi pada level ini menggambarkan patensi
aksial normal.
Penderita dengan claudicatio intermitten mempunyai gangguan
arteri femoralis superfisialis, dan karena itu meskipun teraba
pulsasi pada lipat paha namun tidak didapatkan pulsasi pada arteri
dorsalis pedis dan tibialis posterior.
Penderita diabetik lebih sering didapatkan menderita gangguan
infra popliteal dan karena itu meskipun teraba pulsasi pada arteri
femoral dan poplitea tapi tidak didapatkan pulsasi distalnya.
Klasifikasi Wagner
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk menegakkan
diagnosis secara pasti adalah dengan melakukan pemeriksaan
lengkap yakni pemeriksaan CBC (Complete Blood Count),
pemeriksaan gula darah, fungsi ginjal, fungsi hepar, elektrolit.
Untuk menentukan patensi vaskuler dapat digunakan beberapa
pemeriksaan non invasif seperti; (ankle brachial index/ ABI) yang
sudah dijelaskan pada pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan lainnya ialah transcutaneous oxygen tension (TcP02),
USG color Doppler atau menggunakan pemeriksaan invasif seperti;
digital subtraction angiography (DSA), magnetic resonance
angiography (MRA) atau computed tomography angoigraphy (CTA).

Apabila diagnosis adanya penyakit obstruksi vaskuler perifer masih


diragukan, atau apabila direncanakan akan dilakukan tindakan
revaskularisasi maka pemeriksaan digital subtraction angiography,
CTA atau MRA perlu dikerjakan. Gold standard untuk diagnosis dan
evaluasi obstruksi vaskuler perifer adalah DSA. Pemeriksaan DSA
perlu dilakukan bila intervensi endovascular menjadi pilihan terapi.
Pemeriksaan foto polos radiologis pada pedis juga penting untuk
mengetahui ada tidaknya komplikasi osteomielitis. Pada foto
tampak gambaran destruksi tulang dan osteolitik.
Tata Laksana
Prinsip dasar yang baik pengelolaan terhadap ulkus diabetikum
adalah:
1. Evaluasi ulkus yang baik : keadaan klinis luka, dalamnya luka,
gambaran radiologi (benda asing, osteomielitis, adanya gas
subkutis), lokasi, biopsi vaskularisasi (non invasive).
2. Pengelolaan terhadap neuropati diabetik
3. Pengendalian keadaan metabolic sebaik-baiknya
4. Debridement luka yang adekuat, radikal
5. Biakan kuman (aerobik dan anaerobik)
6. Antibiotik oral-parental
7. Perawatan luka yang baik
8. Mengurangi edema
9. Non weight bearing (tirah baring, tongkat penyangga, kursi roda,
alas kaki khusus, total kontak casting)
10. Perbaikan sirkulasi, atau bedah vascular
11. Nutrisi
12. Rehabilitasi
DEBRIDEMENT
Membuang jaringan mati, jaringan hyperkeratosis, dan membuat drainase yang baik.

Dapat dilakukan berulang.

Kondisi tidak memerlukan tindakan debridement: gangren yang kering, ulkus yang menyembuh
dengan scar, dan ulkus pada tungkai dengan sirkulasi yang buruk.

Sebelum debridement, kondisi yang harus diperhatikan adalah keadaan umum yang meliputi serum
protein > 6,2 g/dl, serum albumin >3,5 g/dl, total limfosit >1500 sel/mm3.

Pemeriksaan kultur diperlukan terutama pada ulkus yang dalam dan diambil dari jaringan yang dalam.

Diperlukan debridement yang optimal sampai nampak jaringan yang sehat dengan cara membuang
semua jaringan nekrotik.

Debridement yang tidak optimal akan menghambat penyembuhan ulkus.


DEBRIDEMENT
Pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrosis secara teratur.
Perawatan lokal pada luka, termasuk kontrol infeksi, dengan
konsep TIME:

Tissue debridement: membersihkan luka dari jaringan mati

Inflamation and infection control: kontrol inflamasi dan infeksi

Moisture balance: menjaga kelembaban kulit

Epithelial edge advancement: mendekatkan tepi epitel


DEBRIDEMENT
Terdapat beberapa tanda yang menjadi indikasi  Anestesia luka awitan baru
tindakan pembedahan, dan mungkin amputasi,
 Critical limb ischemia
pada kaki diabetes, antara lain:
 Kehilangan fungsi neurologis yang baru
 Bukti adanya respon peradangan sistemik
terjadi
 Gangren atau nekrosis ekstensif
 Kehilangan jaringan lunak secara ekstensif
 Infeksi dengan progres cepat
 Destruksi tulang ekstensif, terutama pada
 Krepitus pada pemeriksaan atau gas pada kaki bagian tengah dan belakang
jaringan yang ditemukan pada
 Infeksi tidak membaik walau sudah
pemeriksaan pencitraan
diberikan terapi sesuai aturan
 Bula, terutama hemoragik

 Ekimosis atau petekie luas


AMPUTASI
Dipertimbangkan bila:

Jaringan nekrotik luas

Iskemi jaringan yang tidak dapat direkonstruksi

Gagal revaskularisasi

Charcot's foot dengan instabilitas (butuh jam terbang tinggi untuk menentukannya)

Infeksi akut dengan ancaman kematian (gas gangren)

Infeksi/ luka yang tidak membaik dengan terapi adekuat

Deformitas anatomi yang berat dan tidak terkontrol

Ulkus berulang
Buerger’s Disease
Vascular Surgery
PENYAKIT BEURGER’S
DEFINISI ETIOLOGI
Buerger’s disease atau Etiologi dari Buerger’s disease
disebut juga sebagai masih belum diketahui, namun
tromboangiitis obliterans sebagian besar individu yang
adalah penyakit inflamasi terkena penyakit ini adalah
oklusif pada pembuluh perokok berat. Penyakit ini
darah arteri dan vena diidentifikasikan sebagai
yang sering mengenai respon autoimun terhadap
bagian ekstremitas. nikotin, sehingga
penyalahgunaan tembakau
adalah faktor risiko utama.

Lazarides MK, Georgiadis GS, Papas TT, Nikolopoulos ES.


Diagnostic criteria and treatment of buerger's disease: a
review. Int J Low Wounds. 2006; 5(2):89-95.
Umumnya, Buerger’s Epidemiologi
disease terjadi pada orang
dewasa muda usia 20-45
tahun.
Rasio antara laki-laki dan
perempuan yang menderita
penyakit ini adalah 3:1. Rivera-Chavarría IJ, Brenes-Gutiérrez JD.

Beberapa studi Thromboangiitis obliterans (buerger’s


disease). Ann Med Surg [Internet]. 2016;
7:79–82
melaporkan bahwa terdapat
peningkatan prevalensi
pada wanita dari 11% ke
23%.
EPIDEMIOLO
Prevalensi penyakit GI
Buerger paling banyak di
negara-negara Timur
Tengah, Asia Selatan, Asia
Tenggara, Asia Timur dan
Eropa Timur.
Di Amerika Utara
ditemukan pada 8-12,6 per
100.000 orang tiap tahun.
Lebih banyak pada laki-laki,
dan sering dihubungkan
dengan kebiasaan merokok
ANAMNESIS DIAGNOSIS
-Riwayat merokok serta rasa nyeri,
klaudikasio pada kaki atau juga
tangan saat beraktivitas dan istirahat.
-Buerger’s disease juga dapat terjadi
pada individu yang mengkonsumsi
bentuk lain dari tembakau, seperti
tembakau yang dikunyah atau
chewing tobacco.
-Rasa nyeri pada bagian tubuh yang
terkena dapat menyebar ke daerah
sentral tubuh.
ANAMNESIS
DIAGNOSIS
Sebagian besar kasus, gejala awal
yang muncul adalah rasa yang
sangat sakit pada lengan bawah
dan kaki pada saat istirahat.
Individu yang terkena juga akan
merasakan kram pada kaki ketika
berjalan yang dapat
menyebabkan pincang.
Pada kasus berat, individu dengan
Buerger’s disease dapat terjadi
kematian jaringan (gangren) pada
ekstremitas yang terkena.
PEMERIKSAAN FISIK
DIAGNOSIS
 Status Generalis, mencakup TTV
dan PF Head to Toe.
Status lokalis atau regional, dapat
berupa:
- Raynaud’s phenomenon, yaitu
perubahan warna kulit menjadi lebih
pucat ketika berada di lingkungan yang
dingin. Fenomena Raynaud terjadi pada
sekitar 40% pasien Buerger’s disease.
- Tromboflebitis superfisialis migrans
- Paronikia;
- Gangrene atau ulserasi kronis.
Tes Allen juga dapat digunakan untuk
mengetahui keadaan vaskularisasi di
tangan
PEMERIKSAA
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu
N
diagnosis adalah sebagai berikut: PENUNJANG
a. Darah lengkap, hitung platelet
b. Tes fungsi hati
c. Tes fungsi ginjal dan urinalisis
d. Gula darah puasa untuk menyingkirkan diabetes melitus
e. Profil lipid
f. Tes Venereal Disease Research Laboratory (VDRL)
g. Penapisan autoimun:
• Laju sedimentasi eritrosit (ESR Westergren). Pada
penyakit Buerger biasanya normal.
• Faktor reumatoid (RF). Pada penyakit Buerger biasanya
normal.
• Antibodi antinuklear (ANA). Pada penyakit Buerger
normal.
PEMERIKSAA
PEMERIKSAAN RADIOLOGI N
USG Doppler, ekokardiografi, Computed PENUNJANGc
Tomograghy (CT) scan dan Magnetic
resonance imaging (MRI) dilakukan untuk
menyingkirkan sumber emboli proksimal.
USG Doppler dan pletismografi
diperlukan untuk mengetahui adanya
oklusi distal.
Temuan angiografi pada Buerger’s
disease berupa corkscrewshaped
collaterals, yang dikenal dengan tanda
Martorell, mengindikasikan adanya
perubahan kompensasi pada vasa
vasorum akibat lesi segmental atau
karena adanya oklusi pada ekstremitas
bagian distal.
Tanda Martorell ini bukan
merupakan patognomonik
Buerger’s disease, karena
gambaran ini juga terlihat pada
lupus eritromatus, skleroderma,
sindrom CREST,atau penyakit
oklusif pembuluh darah kecil
lainnya, atau pada pasien
dengan ingesti kokain,
amfetamin atau kanabis.
PEMERIKSAA
HISTOPATOLOGI
N
Berdasarkan penemuan histopatologi
perjalanan penyakit Buerger terdiri dari PENUNJANG
tiga fase yaitu fase akut, sub akut dan
kronik.
1. Fase akut merupakan keadaan oklusi
trombi yang dideposit di dalam lumen
pembuluh darah. Pada fase akut
ditemukan neutrofil polimorfonuklear
(PMN), mikroabses, dan multinucleated
giant cells. Meskipun infl amasi terjadi
pada semua lapisan pembuluh darah
akan tetapi arsitektur normal pembuluh
darah tetap dipertahankan. Penemuan ini
yang membedakan antara penyakit
Buerger dengan aterosklerosis dan
penyakit vaskulitis sistemik lain.
PEMERIKSAA
2. Fase subakut merupakan fase N
oklusi trombi yang makin progresif. PENUNJANG
3. Fase kronik merupakan fase
rekanalisasi ekstensif pembuluh
darah. Pada fase ini terjadi
peningkatan vaskularisasi tunika
media dan adventisia pembuluh
darah, dan fi brosis perivaskuler.
Pada fase kronik ini histologi
sangat sulit dibedakan dari
penyakit pembuluh darah kronik
lain
PEMERIKSAA
BIOPSI VASKULAR N
Sering digunakan untuk pasien- PENUNJANG
pasien yang atipikal, seperti pasien
lanjut usia, atau pasien yang
terkena penyakit ini pada arteri
besar.
TATA LAKSANA
NON BEDAH
1. Non Medikamentosa
Tujuan utama penanganan adalah memperbaiki kualitas
hidup. Cara yang dapat dilakukan adalah:
Menghindari dan menghentikan faktor yang memperburuk
penyakit, contohnya menghindari merokok dan
paparan produk tembakau untuk mencegah progesi
penyakit dan mencegah amputasi.
Memperbaiki aliran darah menuju tungkai atau ekstremitas
Mengurangi rasa sakit akibat iskemi
Mengobati tromboflebitis,
Memperbaiki penyembuhan luka atau ulkus.
TATA LAKSANA
2. Medikamentosa
Terapi medikamentosa yaitu,
1. Vasodilator (CCB untuk mengurangi sindrom Raynaud,
Prostaglandin E1), untuk mengurangi efek vasokonstriksi
penyakit ini.
2. Inhibitor platelet (ticlodipine)
3. Antikoagulan
4. Antiinflamasi
5. analog prostasiklin (iloprost, beraprost, postinil sodium,
trombolitik ), merupakan vasodilator dan mampu menghambat
agregasi platelet
TATA LAKSANA
BEDAH

Simpatektomi; bertujuan untuk mengurangi efek vasokonstriksi


akibat saraf simpatis.
Penyisipan kawat Kirschner intramedulla. Pada beberapa pasien,
dapat merangsang angiogenesis, penyembuhan ulkus tungkai dan
meredakan nyeri saat istirahat.
 Operasi bypass arteri menunjukkan hasil baik.
TATA LAKSANA
INDIKASI AMPUTASI

-Terdapat gangren
-Infeksi sekunder basah
-Rasa nyeri yang hebat, dan
-Sepsis

Amputasi dapat dipertimbangkan untuk dilakukan pada pasien


setelah lebih dahulu dilakukan simpatektomi. Hal ini dilakukan
karena simpatektomi dapat meningkatkan suplai aliran darah dan
menurunkan level amputasi pada Buerger’s disease.

Anda mungkin juga menyukai