Pemeriksaan Fisik,
dan Pemeriksaan
Penunjang pada
Bedah Vaskular
Oleh : Siepend Bedah Vaskular
Pembimbing : dr. Mursid Fadli, Sp.B(K)V
Anamnesis
1. Identitas pasien, yaitu umur, jenis kelamin, ras, status pernikahan,
agama dan pekerjaan.
2. Keluhan Utama
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Evaluasi semua keluhan abnormalitas atau kelainan lesi kulit pada pasien
dengan:
1. Lokasi (Dimana? Unilateral atau bilateral? Di ekstremitas atas atau
bawah?)
2. Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?)
3. Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)
4. Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)
5. Faktor-faktor yang memperberat keluhan (kalau sedang nyeri bisa
berjalan sampai berapa jauh?)
6. Faktor-faktor yang meringankan keluhan (apakah nyeri hilang
dengan beristirahat?)
7. Analisis sistem yang menyertai keluhan utama (adakah mati
rasa, kelelahan?)
Venous
Dapat ditemukan pada gaiter area,
yaitu pergelangan kaki dan betis,
atau pada daerah medial kaki
yaitu area diatas maleolus medial
Tidak terasa nyeri, berkembang
secara lambat
- Adakah tanda vena
varikosum
Pembengkakan vena-
vena superfisial
Nilai adakah bunyi bruit atau tidak. Bruit dapat terdengar pada daerah arteri
yang menyempit
TANDA ISKEMIA AKUT (5 P)
1. Pain (nyeri),
2. Paresthesia (tidak mampu merasakan sentuhan pada
ekstremitas),
3. Paralysis (kehilangan fungsi motorik),
4. Pallor (pucat),
5. Pulseless (menurun atau tidak adanya denyut nadi pada
ekstremitas)
6. Poikilothermia (ekstremitas teraba dingin).
Tes Khusus
1. Pallor on Elevation
Dengan posisi pasien supine,
angkat secara bergantian kaki
pasien kurang lebih selama 15-30
detik dengan memegang mata kaki
pasien.
Observasi perubahan warna pada
kaki pasien
Normal – Sedikit pucat
Abnormal – Pucat sangat jelas. Dapat
mengindikasikan adanya insufisiensi
arterial.
Biasanya dilakukan pada penyakit
Beurger’s
2. Rubor on Dependency
Setelah tes kepucatan pada elevasi selesai, turunkan kaki pasien
dan minta pasien untuk duduk, lalu mengayunkan kakinya
melewati sisi bed pasien.
Observasi warna pada kaki pasien
Normal - Normal color returns within 10 seconds
Abnormal - Marked rubor (redness) in response to tissue hypoxia. This
suggests severe arterial insufficiency
Ulangi pemeriksaan pada kaki sebelahnya
3. Allen Test
Tes Allen juga dapat digunakan untuk mengetahui keadaan
vaskularisasi di tangan.
Pada tes Allen, pasien diminta untuk mengepalkan tangannya dan
pemeriksa akan menekan pergelangan tangan pasien yang
bertujuan untuk mengobstruksi aliran darah ke tangan. Setelah itu,
pasien diminta untuk membuka kepalan tangan, dan pemeriksa
akan melepaskan tekanan pada pergelangan tangan pasien.
Normalnya, telapak tangan akan dialiri darah kembali dalam 5
sampai 15 detik. Hasil tes Allen pada pasien dengan Buerger’s
disease biasanyanegatifatau abnormal, dimana terjadi perlambatan
aliran darah pada tangan. Hal ini membuktikan adanya gangguan
pada aliran darah padatangan pasien.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksan non-invasif untuk pembuluh darah:
1. Ankle-and toe-brachial index
2. Segmental pressure measurements
3. Pulse volume recordings
4. Exercise testing (treadmill test)
Ankle Brachial Index
Stadium I : Keluhan biasanya tidak spesifik. Pada umumnya ditandai dengan keluhan tungkai, diantaranya:
gatal, rasa terbakar, rasa kemeng, kaki mudah capek, kesemutan (gringgingen), rasa pegal.
Stadium II: Warna kebiruan yang lebih nyata pada pembuluh darah vena (pelebaran vena).
Stadium III: Varises tampak jelas, keluhan pada tungkai makin nyata dan makin kerap dialami.
Stadium IV: Pada stadium ini ditandai dengan timbulnya berbagai penyulit (komplikasi), antara lain:
kelainan kulit (dermatitis, tromboplebitis, selulitis, perdarahan varises), dan tukak karena sindrom
insufisiensi vena menahun.
Secara klinis varises tungkai dikelompokkan menjadi :
Varises trunkal
Varises v. safena magna dan v. safena parva
Varises retikular
Menyerang cabang v.safena magna dan v.safena parva yang kecil dan
berkelok-kelok
Varises kapilar
Pada kapiler vena subkutan, tampak sebagai serabut halus dari pembuluh
darah
Klasifikasi varises vena (CEAP)
C0 = tak ada tanda kelainan penyakit vena;
C1 = telangioektasis (diameter 1-2 mm );
C2 = varises vena (diameter >2 mm);
C3 = edema tanpa kelainan kulit;
C4 = perubahan kulit lipodermato sklerosis;
C5 = ulkus sembuh;
C6 = ulkus aktif.
Tergolong penyakit vena kronis (Chronic Vein Desease) adalah
varises tungkai pada rentang level C0-C3 dan tergolong insufisi
ensi vena kronik (chronic vein insufisiency) adalah level C4-C6.
Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis yang terarah dan harus ditanyakan meliputi hal-hal berikut ini :
1) Riwayat insufisiensi vena (kapan onset terlihatnya pembuluh darah
abnormal, onset dari gejala yang muncul, penyakit vena sebelumnya, adanya
riwayat menderita varises sebelumnya)
2) Faktor predisposisi (keturunan, trauma pada tungkai, pekerjaan yang
membutuhkan posisis tubuh berdiri yang terlalu lama, supporter olah raga)
3) Riwayat edema (onset, predisposisi, lokasi edema, intensitas, jenis edema,
perubahan setelah beristirahat pada malam hari)
4) Riwayat pengobatan penyakit vena sebelumnya (obat, injeksi, pembedahan,
kompresi) 5) Riwayat menderita tromboplebitis vena superficial atau vena
profunda
6) Riwayat menderita penyakit vaskuler lainnya (penyakit arteri perifer,
penyakit arteri coronaria, lymphadema, lymphangitis)
7) Riwayat keluarga
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sistem vena penuh dengan kesulitan karena
sebagian besar sistem vena profunda tidak dapat dilakukan
pemeriksaan langsung seperti inspeksi, palpasi, auskultasi dan
perkusi. Pada sebagian besar area tubuh, pemeriksaan pada
system vena superfisial harus mencerminkan keadaan sistem vena
profunda secara tidak langsung.
1) Inspeksi: Inspeksi tungkai dilakukan dari distal ke proksimal dari
depan ke belakang. Region perineum, pubis, dan dinding abdomen
juga dilakukan inspeksi.Pada inspeksi juga dapat dilihat adanya
ulserasi, telangiektasi, sianosis akral, eksema, brow spot,
dermatitis, angiomata, varises vena prominent, jaringan parut
karena luka operasi, atau riwayat injeksi sklerotan
sebelumnya.Setiap lesi yang terlihat seharusnya dilakukan
pengukuran dan didokumentasikan berupa pencitraan.Vena
normalnya terlihat distensi hanya pada kaki dan pergelangan kaki.
Pelebaran vena superfisial yang terlihat pada region lainnya pada
tungkai biasanya merupakan suatu kelainan. Pada seseorang yang
2) Palpasi diawali dari sisi permukaan anteromedial untuk menilai
keadaan VSM (vena saphena magna) kemudian dilanjutkan pada
sisi lateral diraba apakah ada varises dari vena nonsafena yang
merupakan cabang kolateral dari VSM, selanjutnya dilakukan
palpasi pada permukaan posterior untuk meinail keadaan VSP
(vena saphena parva). Selain pemeriksaan vena, dilakukan juga
palpasi denyut arteri distal dan proksimal untuk mengetahui
adanya insufisiensi arteri dengan menghitung indeks ankle-
brachial.Nyeri pada saat palpasi kemungkinan adanya suatu
penebalan, pengerasan, thrombosis vena. Empat puluh persen DVT
(deep vein thrombosis) didapatkan pada palpasi vena superfisialis
yang mengalami thrombosis.
3) Perkusi dilakukan untuk mengetahui kedaan katup vena
superfisial. Caranya dengan mengetok vena bagian distal dan
dirasakan adanya gelombang yang menjalar sepanjang vena di
bagian proksimal. Katup yang terbuka atau inkopeten pada
pemeriksaan perkusi akan dirasakan adanya gelombang tersebut.
Manuever
1. Manuever Perthes
Manuver Perthes adalah sebuah teknik untuk membedakan antara aliran darah
retrograde dengan aliran darah antegrade. Aliran antergrade dalam sistem
vena yang mengalami varises menunjukkan suatu jalur bypass karena adanya
obstruksi vena profunda. Hal ini penting karena apabila aliran darah pada vena
profunda tidak lancar, aliran bypass ini penting untuk menjaga volume aliran
darah balik vena ke jantung sehingga tidak memerlukan terapi pembedahan
maupun skeroterapi.
Untuk melakukan manuver ini pertama dipasang sebuah Penrose tourniquet
atau diikat di bagian proksimal tungkai yang mengalami varises. Pemasangan
tourniquet ini bertujuan untuk menekan vena superficial saja. Selanjutnya
pasien disuruh untuk berjalan atau berdiri sambil menggerakkan pergelangan
kaki agar sistem pompa otot menjadi aktif.
Pada keadaan normal aktifitas pompa otot ini akan menyebabkan darah dalam
vena yang mengalami varises menjadi berkurang, namun adanya obstruksi
pada vena profunda akan mengakibatkan vena superficial menjadi lebih lebar
dan distensi. Perthes positif apabila varises menjadi lebih lebar dan kemudian
pasien diposisikan dengan tungkai diangkat (test Linton) dengan tourniquet
terpasang. Obstruksi pada vena profunda ditemukan apabila setelah tungkai
diangkat, vena yang melebar tidak dapat kembali ke ukuran semula.
2. Tes Trendelenburg sering dapat membedakan antara pasien
dengan refluks vena superficial dengan pasien dengan
inkompetensi katup vena profunda. Tes ini dilakukan dengan cara
mengangkat tungkai dimana sebelumnya dilakukan pengikatan
pada paha sampai vena yang mengalami varises kolaps. Kemudian
pasien diminta untuk berdiri dengan ikatan tetap tidak dilepaskan.
Interpretasinya adalah apabila varises yang tadinya telah kolaps
tetap kolaps atau melebar secara perlahan-lahan berarti adanya
suatu inkompenten pada vena superfisal, namun apabila vena
tersebut terisi atau melebar dengan cepat adannya inkompetensi
pada katup vena yang lebih tinggi atau adanya kelainan katup
lainnya.
3. Pemeriksaan Penunjang
Auskultasi menggunakan Doppler
Pemeriksaan menggunakan Doppler digunakan untuk mengetahui
arah aliran darah vena yang mengalmi varises, baik itu aliran
retrograde, antegrade, atau aliran dari mana atau ke mana.
Probe dari dopple ini diletakkan pada vena kemudian dilakukan
penekanan pada vena disisi lainnya. Penekanan akan menyebabkan
adanya aliran sesuai dengan arah dari katup vena yang kemudian
menyebabkan adanya perubahan suara yang ditangkap oleh probe
Doppler.
Pelepasan dari penekanan vena tadi akan menyebabkan aliran
berlawanan arah akut. Normalnya bila katup berfungsi normal tidak
akan ada aliran berlawanan arah katup saat penekanan dilepaskan,
akhirnya tidak aka nada suara yang terdengar dari Doppler.
Tata Laksana
Terapi Non Operatif
1. Kaus Kaki Kompresi (Stocking)
Kaus kaki kompresi membantu memperbaiki gejala dan keadaan
hemodinamik pasien dengan varises vena dan mengilangkan edema.
2. Skleroterapi
Skleroterapi dilakukan dengan menyuntikkan substansi sklerotan
kedalam pembuluh darah yang abnormal sehingga terjadi destruksi
endotel yang diikuti dengan pembentukan jaringan fibrotik. Sklerotan
yang digunakan saat yaitu ferric chloride, salin hipertonik, polidocanol,
iodine gliserin, dan sodium tetradecyl sulphate, namun untuk terapi
varises vena safena paling umum digunakan saat ini adalah sodium
tetradecyl sulphate dan polidacanol. Kedua bahan ini dipilih karena
sedikit menimbulkan reaksi alergi, efek pada perubahan warna kulit
(penumpukan hemosiderin) yang rendah, dan jarang menimbulkan
kerusakan jaringan apabila terjadi ekstravasasi ke jaringan.
Terapi Minimal Invasif
1. Radiofrekuensi ablasi (RF)
Radiofrekuensi adalah teknik ablasi vena menggunakan kateter
radiofrekuensi yang diletakkan di dalam vena untuk
menghangatkan dinding pembuluh darah dan jaringan sekitar
pembuluh darah. Pemanasan ini menyebakan denaturasi protein,
kontraksi kolagen dan penutupan vena.Kateter dimasukkan sampai
ujung aktif kateter berada sedikit sebelah distal SFJ (Saphena
Femoral Junction) yang dikonfirmasikan dengan pemeriksaan USG.
Ujung kateter menempel pada endotel vena, kemudian energy
radiofrekuensi dihantarkan melalui kateter logam untuk
memanaskan pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Jumlah
energi yang diberikan dimonitor melalui sensor termal yang
diletakkan di dalam pembuluh darah. Sensor ini berfungsi mngatur
suhu yang sesui agar ablasi endotel terjadi
2. Endovenous Laser Therapy (EVLT)
Salah satu pilihan terapi varises vena yang minimal invasive adalah
dengan Endovenous Laser Therapy (EVLT). Keuntungan yang
didapat menggunakan pilihan terapi ini adalah dapat dilakukan
pada pasien poliklinis di bawah anestesi local. EVLT yang secara
luas digunakan menggunakan daya sebesar 10 - 14 watt.
Prosedurnya EVLT menggunakan fibre laser yang dimasukkan ke
distal VSM sampai SFJ dibawah control USG.
EVLT tidak menyebabkan vena segera menjadi mengecil bila
dibandingkan dengan apabila dilakukan FR ablation, tetapi vena
akan mengecil secara gradual beberapa minggu sampai tidak
tampak setelah 6 bulan dengan pemerikasaan USG, kemudia diikuti
dengan kerusakan endotel, nekrosis koagulatif, penyempitan dan
thrombosis vena.
Terapi Pembedahan
1. Ambulatory phlebectomy (Stab Avulsion)
Teknik yang digunakan adalah teknik Stab-avulsion dengan
menghilangkan segmen varises yang pendek dan vena retikular
dengan jalan melakukan insisi ukuran kecil dan menggunakan
kaitan khusus yang dibuat untuk tujuan ini, prosedur ini dapat
digunakan untuk menghilangkan kelompok varises residual setelah
dilakukan sphenectomy.
Pencegahan
DEEP VEIN
THROMBOSIS
(DVT)
VASCULAR SURGERY
Anamnesis
Biasanya terjadi pada usia 50 tahun dengan 25% terjadi tanpa keluhan
(asimptomatik). Banyak terjadi pada ekstremitas bawah dengan keluhan
utama nyeri.
RPS: nyeri pada paha dan dapat juga pada seluruh ekstremitas bawah,
edema, pelebaran superfisial vena kolateral karena dari percabangannya.
Kulit bisa berubah menjadi pucat dan dingin (phlegmasia alba dolens) atau
menjadi kebiruan (phlegmasia cerulea dolen).
RPD: terdapat riwayat operasi yang memerlukan waktu lama, operasi
kanker, kanker, hospitalisasi lebih dari 3 hari, operasi sesar, trauma kaki.
RPK: keluarga DVT
RPSos: obese, bed rest,obat-obatn (kortikosteroid dan kontrasepsi hormonal)
Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran
2. Tanda Tanda Vital
3. Tanda homans: nyeri pada atas betis saat dorsofleksi kaki dengan
sudut 30 derajat
4. Tanda mahler: nyeri dari kegagalan fungsi, takikardi tanpa demam
5. Tanda neuroff: nyeri pada kompresi otot terhadap tulang
6. Tanda rosental: nyeri ekstensi pasif kaki pada sudut 45 derajat atau
kurang
7. Denyut nadi masih ada
Diagnosis
Wells score (> 1 : Resiko DVT)
2. Venografi
3. Magnetic Resonance Venography
DDX Obstruksi Obstruksi vena Miositis akut
arteri akut cava
Edema (-) Manifestasi Tanda homan
Hilangnya klinis terjadi (+)
pulsasi arteri pada kedua kaki Edema (-)
Vasodilatasi
vena (-)
Pengobatan
Antikoagulan:
1. LMWH
2. Warfarin untuk management jangka panjang dan biasanya dilanjutkan
selama 6 bulan
3. Untuk mengurangi keluhan dan gejala trombosis pasien dianjurkan
untuk istirahat ditempat tidur (bed rest), meninggikan posisi kaki dan
dipasang kaos kaki/ balutan elastik/ compression stocking dengan
tekanan 40 mmhg untuk mencegah edema agar tidak terjadi
insufisiensi vena menahun. Meskipun statis vena dapat disebabkan
oleh imobilisasi lama (bed rest) tetapi untuk pasien DVT adalah untuk
mencegah terjadinya emboli pulmonal.
Ulkus Diabetikum
Vascular Surgery
ULKUS DIABETIKUM
Ulkus diabetikum adalah luka terbuka pada permukaan
kulit akibat adanya penyumbatan pembuluh darah dan
neuropati perifer akibat kadar gula yang tinggi, dapat
disertai dengan kematian jaringan setempat. Ulkus
diabetik dapat berkembang menjadi infeksi.
Anamnesis
Penderita diabetes melitus
mempunyai keluhan klasik
yaitu poliuri, polidipsi dan
polifagi. Riwayat Diagnosis
pemeriksaan yang telah
dilakukan sebelumnya ke
dokter dan laboratorium
menunjang penegakkan
diagnosis. Adanya riwayat
keluarga yang sakit seperti
ini dapat ditemukan, dan
memang penyakit ini
cenderung herediter.
Tanyakan juga meliputi aktivitas harian, sepatu yang digunakan,
pembentukan kalus, deformitas kaki, keluhan neuropati, nyeri
tungkai saat beraktivitas atau istirahat, durasi menderita DM,
penyakit komorbid, kebiasaan (merokok, alkohol), obat-obat yang
sedang dikonsumsi, riwayat menderita ulkus/amputasi sebelumnya.
Riwayat berobat yang tidak teratur mempengaruhi keadaan klinis
dan prognosis seorang pasien, sebab walaupun penanganan telah
baik namun terapi diabetesnya tidak teratur maka akan sia-sia.
Keluhan nyeri pada kaki dirasakan tidak secara langsung segera
setelah trauma. Gangguan neuropati sensorik mengaburkan gejala
apabila luka atau ulkusnya masih ringan. Setelah luka bertambah
luas dan dalam, rasa nyeri mulai dikeluhkan oleh penderita dan
menyebabkan datang berobat ke dokter atau rumah sakit. Banyak
dari seluruh penderita DM dengan komplikasi ulkus atau bentuk
infeksi lainnya, memeriksakan diri sudah dalam keadaan lanjut,
sehingga penatalaksanaannya lebih rumit dan prognosisnya lebih
buruk (contohnya amputasi atau sepsis).
Pemeriksaan Fisik
Ditemukannya bengkak, indurasi, eritema sekitar lesi, nyeri lokal,
teraba hangat, pus, dan jaringan nekrotik.
Derajat kaki diabetik :
0 : tidak ada ulkus pada penderita risiko tinggi
1 : ulkus superfisial
2 : ulkus yang meluas ke ligamen, tendon, kapsula sendi, atau
fascia dengan/ tanpa abses atau osteomielitis
3 : ulkus dalam dengan abses atau osteomielitis
4 : gangren pada sebagian kaki
5 : gangren luas pada seluruh kaki
Ulkus ialah defek pada kulit sebagian atau seluruh lapisannya
( superfisial atau profunda ) yang bersifat kronik, terinfeksi dan dapat
ditemukan nanah, jaringan nekrotik atau benda asing. Ulkus yang dangkal
mempunyai dasar luka dermis atau lemak / jaringan subkutis saja. Ulkus
yang profunda kedalamannya sampai otot bahkan tulang. Ulkus sering
disertai hiperemi di sekitarnya yang menunjukkan proses radang.
Abses adalah kumpulan pus atau nanah dalam rongga yang sebelumnya
tidak ada. Pada pemeriksaan fisik tampak kulit bengkak, teraba kistik dan
fluktuatif. Abses yang letaknya sangat dalam secara fisik sulit untuk
didiagnosis, kecuali nanah telah mencari jalan keluar dari sumbernya.
Flegmon atau selulitis mempunyai ciri klinis berupa udem kemerahan,
non pitting edema, teraba lebih hangat dari kulit sekitar, tak ada fluktuasi
dan nyeri tekan. Hal ini menandakan proses infeksi / radang telah
mencapai jaringan lunak atau soft tissue.
Gangren merupakan jaringan yang mati karena tidak adanya perfusi
darah. Klinis tampak warna hitam, bisa disertai cairan kecoklatan, bau
busuk dan teraba dingin. Jika terdapat krepitasi di bawah kulit maka
disebut dengan gas gangren.
Deskripsi ulkus DM paling tidak harus meliputi; ukuran, kedalaman, bau,
bentuk dan lokasi. Penilaian ini digunakan untuk menilai kemajuan terapi.
Pada ulkus yang dilatarbelakangi neuropati ulkus biasanya bersifat
kering, fisura, kulit hangat, kalus, warna kulit normal dan lokasi biasanya
di plantar tepatnya sekitar kaput metatarsal I-III, lesi sering berupa punch
out.
Sedangkan lesi akibat iskemia bersifat sianotik, gangren, kulit dingin dan
lokasi tersering adalah di jari. Bentuk ulkus perlu digambarkan seperti;
tepi, dasar, ada/tidak pus, eksudat, edema atau kalus.
Kedalaman ulkus perlu dinilai dengan bantuan probe steril. Probe dapat
membantu untuk menentukan adanya sinus, mengetahui ulkus
melibatkan tendon, tulang atau sendi.
Berdasarkan penelitian Reiber, lokasi ulkus tersering adalah di
permukaan jari dorsal dan plantar (52%), daerah plantar (metatarsal dan
tumit: 37%) dan daerah dorsum pedis (11%).
Sedangkan untuk menentukan faktor neuropati sebagai penyebab
terjadinya ulkus dapat digunakan pemeriksaan refleks sendi kaki,
pemeriksaan sensoris, pemeriksaan dengan garpu tala, atau
dengan uji monofilamen.
Uji monofilamen merupakan pemeriksaan yang sangat sederhana
dan cukup sensitif untuk mendiagnosis pasien yang memiliki risiko
terkena ulkus karena telah mengalami gangguan neuropati sensoris
perifer. Hasil tes dikatakan tidak normal apabila pasien tidak dapat
merasakan sentuhan nilon monofilamen. Bagian yang dilakukan
pemeriksaan monofilamen adalah di sisi plantar (area metatarsal,
tumit dan dan di antara metatarsal dan tumit) dan sisi dorsal.
Gangguan saraf otonom menimbulkan tanda klinis keringnya kulit
pada sela-sela jari dan cruris. Selain itu terdapat fisura dan kulit
pecah-pecah, sehingga mudah terluka dan kemudian mengalami
infeksi.
Pemeriksaan pulsasi merupakan hal terpenting dalam pemeriksaan
vaskuler pada penderita penyakit oklusi arteri pada ekstremitas
bagian bawah.
Pulsasi arteri femoralis, arteri poplitea, dorsalis pedis, tibialis
posterior harus dinilai dan kekuatannya di kategorikan sebagai
aneurisma, normal, lemah atau hilang.
Pada umumnya jika pulsasi arteri tibialis posterior dan dorsalis
pedis teraba normal, perfusi pada level ini menggambarkan patensi
aksial normal.
Penderita dengan claudicatio intermitten mempunyai gangguan
arteri femoralis superfisialis, dan karena itu meskipun teraba
pulsasi pada lipat paha namun tidak didapatkan pulsasi pada arteri
dorsalis pedis dan tibialis posterior.
Penderita diabetik lebih sering didapatkan menderita gangguan
infra popliteal dan karena itu meskipun teraba pulsasi pada arteri
femoral dan poplitea tapi tidak didapatkan pulsasi distalnya.
Klasifikasi Wagner
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk menegakkan
diagnosis secara pasti adalah dengan melakukan pemeriksaan
lengkap yakni pemeriksaan CBC (Complete Blood Count),
pemeriksaan gula darah, fungsi ginjal, fungsi hepar, elektrolit.
Untuk menentukan patensi vaskuler dapat digunakan beberapa
pemeriksaan non invasif seperti; (ankle brachial index/ ABI) yang
sudah dijelaskan pada pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan lainnya ialah transcutaneous oxygen tension (TcP02),
USG color Doppler atau menggunakan pemeriksaan invasif seperti;
digital subtraction angiography (DSA), magnetic resonance
angiography (MRA) atau computed tomography angoigraphy (CTA).
Kondisi tidak memerlukan tindakan debridement: gangren yang kering, ulkus yang menyembuh
dengan scar, dan ulkus pada tungkai dengan sirkulasi yang buruk.
Sebelum debridement, kondisi yang harus diperhatikan adalah keadaan umum yang meliputi serum
protein > 6,2 g/dl, serum albumin >3,5 g/dl, total limfosit >1500 sel/mm3.
Pemeriksaan kultur diperlukan terutama pada ulkus yang dalam dan diambil dari jaringan yang dalam.
Diperlukan debridement yang optimal sampai nampak jaringan yang sehat dengan cara membuang
semua jaringan nekrotik.
Gagal revaskularisasi
Charcot's foot dengan instabilitas (butuh jam terbang tinggi untuk menentukannya)
Ulkus berulang
Buerger’s Disease
Vascular Surgery
PENYAKIT BEURGER’S
DEFINISI ETIOLOGI
Buerger’s disease atau Etiologi dari Buerger’s disease
disebut juga sebagai masih belum diketahui, namun
tromboangiitis obliterans sebagian besar individu yang
adalah penyakit inflamasi terkena penyakit ini adalah
oklusif pada pembuluh perokok berat. Penyakit ini
darah arteri dan vena diidentifikasikan sebagai
yang sering mengenai respon autoimun terhadap
bagian ekstremitas. nikotin, sehingga
penyalahgunaan tembakau
adalah faktor risiko utama.
-Terdapat gangren
-Infeksi sekunder basah
-Rasa nyeri yang hebat, dan
-Sepsis