Anda di halaman 1dari 15

Pendekatan Klinis pada Kasus Peripheral Arterial Disease

Irene Ferita Wijaya


102014075/D4
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Email: irene.ferita@gmail.com
Abstrak

Penyakit arteri perifer (juga disebut penyakit arteri perifer) adalah masalah peredaran darah
umum dimana arteri yang menyempit mengurangi aliran darah ke anggota tubuh .Bila Anda
mengembangkan penyakit arteri perifer (PAD), ekstremitas Anda - biasanya kaki Anda -
tidak menerima cukup aliran darah untuk memenuhi permintaan. Hal ini menyebabkan
gejala, terutama nyeri kaki saat berjalan .Penyakit arteri perifer juga cenderung menjadi
pertanda akumulasi deposit lemak yang meluas di arteri Anda (aterosklerosis). Kondisi ini
bisa mengurangi aliran darah ke jantung dan otak Anda, begitu juga dengan kaki Anda.Anda
sering berhasil mengobati penyakit arteri perifer dengan berhenti merokok, berolahraga dan
makan makanan yang sehat.

Kata kunci : arteriosklerosis , lemak , penyempitan

Abstract

Peripheral artery disease (also called peripheral artery disease) is a common circulatory
problem where the narrowed arteries reduce blood flow to the limbs. When you develop
peripheral artery disease (PAD), your extremities - usually your legs - do not receive enough
blood flow to meet demand. This causes symptoms, especially foot pain when walking.
Peripheral artery disease also tends to be a sign of accumulation of fat deposits that extend
in your arteries (atherosclerosis). This condition can reduce blood flow to your heart and
brain, as well as your feet. You often succeed in treating peripheral artery disease by quitting
smoking, exercising and eating healthy foods.

Keywords: arteriosclerosis, fat, constriction

Pendahuluan

Penyakit arteri perifer adalah semua penyakit yang terjadi pada pembuluh darah
setelah keluar dari jantung dan aortailiaka. Penyakit arteri perifer meliputi keempat
ekstremitas, arteri karotis, arteri renalis, arteri mesenterika, dan semua percabangan setelah
keluar dari aortailiaka. Penyebab terbanyak penyakit arteri perifer adalah aterosklerosis. Lesi
segmental yang menyebabkan oklusi biasanya terjadi pada pembuluh darah besar atau
sedang. Pada lesi tersebut terjadi plak arterosklerosis dengan penumpukan kalsium, penipisan
tunika media, destruksi otot, dan serat elastis di sana sini, fragmentasi lamina elastika interna,

1
dan dapat terjadi trombus yang terdiri dari trombosit dan fibrin. Proses aterosklerosis lebih
sering terjadi pada percabangan arteri, tempat yang turbulensinya meningkat, kerusakan
tunika intima.

Biasanya pasien dengan penyakit arteri perifer menimbulkan gejala seperti cara
berjalan yang lambat atau berat. Gejala paling sering adalah rasa pegal, nyeri, atau kram otot
pada tungkai, tapi kadang bisa juga tidak terdiagnosis karena gejala tidak khas. Pemeriksaan
fisik yang terpenting pada penyakit arteri perifer adalah penurunan atau hilangnya perabaan
nadi pada distal obstruksi, terdengarnya bruit pada daerah arteri yang menyempit, dan atrofi
otot. Jika lebih berat dapat terjadi kerontokan bulu, penebalan kuku, kulit menjadi licin dan
mengkilap, suhu kulit menurun, pucat atau sianosis, gangren, dan ulkus.

Anamnesis1

Ada 2 jenis anamnesis yang umum dilakukan, yakni Autoanamnesis dan Alloanamnesis.
Meskipun demikian dalam prakteknya tidak selalu autoanamnesis dapat dilakukan. Pada
pasien yang tidak sadar, pasien sangat lemah atau sangat sakit untuk menjawab pertanyaan
maka perlu orang lain untuk menceritakan permasalahnnya. Anamnesis yang didapat dari
informasi orang lain ini disebut Alloanamnesis.

Yang perlu dilakukan pada anamnesis pada pasien adalah sebagai berikut. Pertama Identitas
yang meliputi Nama (serta nama keluarga), umur/ usia, jenis kelamin, alamat, umur/
pendidikan/ pekerjaan serta juga agama dan suku bangsa. Berikutnya menanyakan riwayat
penyakit yang meliputi keluhan utama, keluhan/ gejala yang menyebabkan pasien dibawa
berobat dan tidak harus sejalan dengan diagnosis utama. Selanjutnya riwayat perjalanan
penyakit yang terdiri dari cerita kronologis, rinci, jelas tentang keadaan pasien sebelum ada
keluhan sampai dibawa berobat, pengobatan sebelumnya dan hasilnya (macam obat dll),
tindakan sebelumnya (suntikan, penyinaran), reaksi alergi, perkembangan penyakit gejala
sisa/ cacat, riwayat penyakit pada anggota keluarga, tetangga dan riwayat penyakit lain yg
pernah diderita sebelumnya. Terakhir menannyakan hal-hal yang perlu ditanyakan tentang
keluhan / gejala yang meliputi lama keluhan, keluhan lokal (lokasi, menetap, pindah-pindah,
menyebar), bertambah berat/ berkurang serta upaya yang dilakukan dan hasilnya.

Pemeriksaan Fisik2

Pemeriksaan fisik bisa dilakukan mulai dari kepala sampai kaki yaitu memeriksa
apakah terjadi penebalan pada kuku, melakukan palpasi untuk mengetahui apakah terjadi
perubahan suhu menjadi lebih dingin, pulsasi di distal (bandingkan kanan dan kiri), apakah
terdapat atrofi otot, apakah terdapat ulkus atau gangren, memeriksa ABI (Ankle Brachial
Index).

Ankle Brachial Index

2
Ankle Brachial Index (ABI) adalah tes skrining vaskular non invasif untuk
mengidentifikasi penyakit arteri perifer. ABI adalah rasio yang berasal dari tekanan darah
sistolik pergelangan kaki (dorsalis pedis dan tibialis posterior) setiap kaki kanan dan kiri
dibandingkan dengan lengan brakialis. Jika aliran darah normal di ekstremitas bawah,
tekanan pada pergelangan kaki harus sama atau sedikit lebih tinggi dengan di lengan, maka
ABI akan bernilai 1,0 atau lebih. ABI yang bernilai 0,9 menunjukkan adanya PAP.

Gambar 1. Ankle Brachial Index

Ankle Brachial Index

3
ABI memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi, serta akurasi yang baik untuk
menetapkan diagnosis PAP. ABI telah digunakan dalam banyak studi cross sectional untuk
mendeteksi adanya PAP. Alat ini merupakan alat yang paling hemat biaya untuk mendeteksi
PAP. ACC/AHA merekomendasikan bahwa pengukuran ABI sebaiknya dilakukan pada.

1. Individu yang diduga menderita gangguan arteri perifer karena adanya gejala
exertional leg atau luka yang tidak sembuh.
2. Usia 65 tahun.
3. Usia 50 yang mempunyai riwayat DM atau merokok. Sebagai tambahan, American
Diabetes Associaton (ADA) menyarankan skrining ABI dilakukan pada penderita DM
dengan usia < 50 tahun yang mempunyai faktor risiko penyakit arteri perifer seperti
merokok, hipertensi, hiperlipidemia, dan lamanya menderita DM >10 tahun.
Persiapan Pasien dan Lingkungan

1. Menanyakan kapan terakhir merokok, mengkonsumsi kafein ataupun alkohol; apakah


ada aktivitas berat yang baru saja dilakukan sebelumnya, dan adanya nyeri. (Catatan:
Jika memungkinkan, menyarankan pasien untuk menghindari stimulan atau latihan
berat selama satu jam sebelum tes.)
2. Melakukan pengukuran ABI di tempat yang tenang, lingkungan yang hangat untuk
mencegah vasokonstriksi arteri (21-23 + 1 C).
3. Hasil ABI terbaik akan diperoleh ketika pasien santai, nyaman, dan dengan keadaan
kandung kemih yang kosong.
4. Menjelaskan prosedur kepada pasien.
5. Melepaskan kaus kaki, sepatu, dan pakaian yang ketat untuk penempatan manset dan
memberi akses ke daerah yang akan dipulsasi oleh Doppler.
6. Menempatkan pasien pada posisi terlentang, memberikan satu bantal kecil di
belakang kepala pasien untuk kenyamanan pasien.
7. Sebelum penempatan manset, memberi pelindung/ penghalang (misalnya, bungkus
plastik) pada ekstremitas jika terdapat luka atau perubahan integritas kulit)
8. Menempatkan manset pada lengan sekitar 2-3 cm di atas fossa cubiti dan maleolus di
pergelangan kaki.
9. Memastikan pasien merasa nyaman dan mempersilakan pasien beristirahat selama
minimal 10 menit sebelum pengukuran ABI untuk menormalkan tekanan darah.

4
Pasien yang mengalami klaudikasio dengan stenosis arteri iliaka terisolasi memiliki
kemungkinan untuk tidak mengalami penurunan tekanan darah saat istirahat, sehingga, pada
kasus ini akan dijumpai nilai ABI yang normal. Namun, dengan dilakukannya tes provokasi
dengan exercise oleh pasien ini, lesi hemodinamik akan terlihat signifikan karena adanya
peningkatan kecepatan aliran darah. Pada kondisi ini, exercise akan menyebabkan penurunan
ABI yang dapat dideteksi segera sebelum periode recovery, dan dengan demikian dapat
ditegakkan diagnosis PAP. Prosedur ini memerlukan pengukuran ABI saat istirahat, dan
pasien kemudian diminta untuk berjalan (biasanya menggunakan treadmill dengan kecepatan
3,2 km/h (2 mph), 10% -12% grade) sampai terjadi klaudikasio (atau maksimal 5 menit),
diikuti dengan pengukuran ulang tekanan darah pada pergelangan kaki. Penurunan ABI dari
15% -20% didiagnosis sebagai PAP. Jika treadmill tidak tersedia, tes provokasi dapat
dilakukan dengan menaiki tangga. Tes provokasi alternatif yang dapat dilakukan jikasubjek
tidak dapat naik-turun bangku antara lain dengan jalan kaki selama 6 menit atau melakukan
dorsoflexi-plantarflexi selama 6 menit.

Kontraindikasi untuk ABI

1. Apabila terdapat rasa sakit luar biasa di kaki bagian bawah / kaki.
2. Pada kondisi terdapat trombosis vena dalam, yang dapat menyebabkan lepasnya
trombus, sebaiknya dirujuk untuk dilakukan tes duplex ultrasound.
3. Nyeri berat terkait dengan luka pada ekstremitas bawah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan bahwa tanda-tanda vital pasien berupa tekanan
darah 160/70 mmHg, frekuensi nadi 80x/menit, frekuensi napas 18x/menit, dan suhu tubuh
yang afebris. Tungkai kanan lebih pucat dan lebih dingin daripada tungkai sebelah kiri.
Tidak bengkak dan pulsasi tungkai kanan lebih lemah daripada tungkai sebelah kiri. Dan
pada ABI nilainya 0,7.

Working Diagnosis3

Penyakit Arteri Perifer

Penyakit arteri perifer (PAP) adalah semua penyakit yang terjadi pada pembuluh darah
non sindroma koroner akut setelah keluar dari jantung dan aortailiaka, sehingga pembuluh
yang dapat menjadi lokasi terjadinya PAP adalah pembuluh pada keempat ekstremitas, arteri
karotis, arteri renalis, arteri mesenterika, aorta abdominalis, dan semua pembuluh cabang

5
yang keluar dari aortailiaka. Namun demikian, secara klinis PAP merupakan gangguan pada
arteri yang memperdarahi ekstremitas bawah.

Etiologi4
Lokasi nyeri pada pasien dengan penyakit oklusi arteri perifer (PAD) ditentukan oleh
lokasi anatomi lesi arteri. PAD adalah yang paling umum di distal arteri superfisial femoral
(terletak tepat di atas sendi lutut), lokasi yang sesuai dengan klaudikasio di daerah otot betis
(kelompok otot hanya distal untuk penyakit arteri). Ketika aterosklerosis didistribusikan ke
seluruh daerah aortoiliac, paha dan klaudikasio otot pantat mendominasi. Signifikansi yang
dirasakan dari klaudikasio adalah variabel. Kebanyakan pasien muncul untuk menerima
penurunan jarak berjalan kaki sebagai bagian normal dari penuaan. Peneliti melaporkan
bahwa 50-90% pasien dengan klaudikasio intermiten pasti tidak melaporkan gejala ini pada
dokternya.
Aterosklerosis adalah proses penyakit sistemik. Dengan demikian, pasien yang hadir
dengan klaudikasio karena PAD dapat diharapkan untuk memiliki aterosklerosis di tempat
lain. Suatu penilaian menyeluruh faktor risiko pasien untuk penyakit vaskular karena itu
harus dilakukan. Faktor risiko untuk PAD adalah sama dengan yang untuk penyakit arteri
koroner (CAD) atau penyakit serebrovaskular dan meliputi:
Diabetes
Hipertensi
Hiperlipidemia
Genetik
Gaya hidup
Penggunaan tembakau (merokok)
Penyakit ginjal kronis

Merokok adalah yang terbesar dari semua faktor risiko kardiovaskular. Mekanisme yang
menyebabkan atau menonjolkan aterosklerosis tidak diketahui. Apa yang diketahui adalah
bahwa tingkat kerusakan secara langsung berhubungan dengan jumlah tembakau yang
digunakan. Dalam sebuah penelitian kohort prospektif dari 39.825 wanita tanpa penyakit
kardiovaskular, merokok ditemukan menjadi faktor risiko potensial untuk penyakit arteri
perifer simtomatik, dan penghentian ditemukan untuk mengurangi risiko. Konseling pasien
tentang pentingnya berhenti merokok adalah yang terpenting dalam manajemen PAD.

6
Fungsi ginjal yang rendah telah dikaitkan dengan perkembangan PAD. Bahkan, sebuah
penelitian yang dilakukan di Jepang menemukan prevalensi PAD menjadi 17,2% di antara
pasien dengan perkiraan tingkat filtrasi glomerulus (GFR) lebih rendah dari 60 mL / menit /
1,73 m2, dibandingkan dengan 7,0% pada mereka dengan GFR lebih tinggi dari 60 mL /
menit / 1,73 m2. penyakit ginjal kronis canggih ditemukan menjadi faktor risiko independen
untuk PAD.

Epidemiologi4

Penyakit arteri perifer diderita oleh 12-14% populasi secara umum. Di amerika serikat,
penyakit arteri perifer diderita sekitar 8,5 juta populasi berusia >40 tahun. Prevalensi tertinggi
penyakit arteri perifer didapatkan pada individu dengan usia tua, ras kulit hitam non hispanik
dan wanita. Risiko penyakit arteri perifer meningkat seiring bertambahnya usia. Individu
berusia >40 tahun memiliki resiko menderita penyakit arteri perifer sebesar 4,3%,
dibandingkan dengan individu berusia >70 tahun yang memiliki resiko sebesar 14,5%. Di
eropa juga didapatkan hasil yang tidak terlalu berbeda. Pada populasi kulit putih, didapatkan
kejadian 6-18% pada usia diatas 55 tahun dan meningkat seiring bertambahnya usia,
mencapai 20% pada usia diatas 70 tahun dan 60% pada usia, mencapai 20% pada usia diatas
70 tahun dan 60% pada usia diatas 85 tahun. Sebuah penelitian yang dilakukan pada tujuh
Negara asia termasuk Indonesia terhadap pasien diabetes mellitus tipe 2, didapatkan penyakit
arteri perifer pada 17,7% populasi.

Gejala Klinis4

Penyakit arteri ekstremitas bawah (LEAD) memiliki berbagai gambaran klinis


berdasarkan kriteria Fontaine dan Rutherford, meskipun sebagian besar pasien tidak
mengalami gejala apapun. Gejala LEAD yang paling tipikal adalah klaudikasio intermiten
dengan karakteristik nyeri pada betis yang diperberat dengan berjalan dan membaik dengan
istirahat. Klaudikasio akan terjadi pada lokasi distal tempat lesi sumbatan tersebut. Pada
kondisi berat atau disebut dengan iskemia tungkai kritis, nyeri dapat muncul mesikpun pada
saat istirahat dan membaik dengan perubahan posisi. Nyeri klaudikasio harus dapat
dibedakan dari nyeri penyakit vena di manan nyeri terjadai pada saat istirahat dan
menghilang dengan aktivitas, nyeri artritis, dan neuropati perifer dimana terdapat instabilitas
berjalan.

7
Klasifikasi Fontaine Klasifikasi Rutherford
Stadium Gejala Grade Kategori Gejala
I Asimptomatik 0 0 Asimptomatik
II Klaudikasio intermiteno I 1 Klaudikasio ringan
III Nyeri iskemik saat istirahat I 2 Klaudikasio sedang
IV Ulserasi atau gangren I 3 Klaudikasio berat
II 4 Nyeri iskemik saat istirahat
III 5 Kehilangan jaringan ringan
III 6 Kehilangan jaringan berat

Patofisiologi5

PAP merupakan proses sistemik yang berpengaruh terhadap sirkulasi arteri multipel
yang disebabkan oleh karena adanya aterosklerosis, penyakit degeneratif, kelainan displasia,
inflamasi vaskuler (arteritis), trombosis in situ, dan tromboemboli. Dari sekian proses
patofisiologi yang mungkin terjadi, penyebab utama PAP yang paling banyak di dunia adalah
aterosklerosis. Aterosklerosis biasanya didahului oleh adanya disfungsi endotel. Endotelium
sehat, normalnya berfungsi untuk mempertahankan homeostasis pembuluh darah dengan
menghambat kontraksi sel otot polos, proliferasi tunika intima, trombosis, dan adhesi
monosit. Endotel memiliki peranan penting dalam meregulasi proses inflamasi dalam
pembuluh darah yang normal, yakni menyediakan permukaan antitrombotik yang
menghambat agregasi platelet dan memfasilitasi aliran darah. Endothelium normal mengatur
proses trombosis melalui pelepasan oksida nitrat, yakni NO, yang menghambat aktivasi
trombosit, adhesi, dan agregasi, serta mediator lain dengan kegiatan antitrombotik.5
Disfungsi endotel berhubungan dengan sebagian besar faktor risiko penyakit
kardiovaskular, yang terkait dengan terjadinya mekanisme sentral pembentukan lesi
aterosklerotik. Penurunan kemampuan endotel untuk bervasodilatasi juga dikaitkan dengan
faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular. Zat yang diperdebatkan sebagai zat paling
penting yang berperan dalam proses relaksasi pembuluh darah adalah Nitrat Oksida (NO).
NO tidak hanya terlibat dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, tetapi juga memediasi
penghambatan aktivasi trombosit, adhesi, dan agregasi; mencegah proliferasi otot polos
pembuluh darah; dan mencegah adhesi leukosit pada endotel. Aktivitas biologis NO ternyata

8
terganggu pada pasien dengan penyakit vaskular aterosklerotik koroner dan pembuluh darah
perifer.5
Nikotin pada rokok dapat melepaskan asam lemak bebas, meningkatkan konversi VLDL
menjadi LDL, merusak pembersihan LDL dan / atau dengan mempercepat metabolisme
HDL. Nikotin juga dapat mempengaruhi trombosit dengan meningkatkan pelepasan
epinefrin, yang dikenal untuk meningkatkan reaktivitas platelet dengan menghambat
prostasiklin, sebuah antiaggregatory hormon disekresikan oleh sel endotel. Atau dengan
meningkatkan denyut jantung dan curah jantung, dengan demikian meningkatkan turbulensi
darah, nikotin dapat mempromosikan secara endotel. Nikotin dapat memperburuk penyakit
pembuluh darah perifer dengan konstriksi arteri dan / atau dengan menginduksi trombosis
lokal. Apabila keadaan iskemi terjadi dalam waktu yang cukup lama maka akan mengalami
nekrosis. Pada keadaan nekrosis yang cukup lama akan terjadi perubahan menjadi gangren
karena adanya peran bakteri. Saat istirahat rasa nyeri menghilang akibat adanya perbedaan
tekanan menjadi lebih rendah karena pada respirasi normal tidak terjadi akumulasi ion H+
sehingga mengakibatkan hilangnya rasa nyeri.6

Tatalaksana3

Pada pasien yang merokok, cara yang paling bijaksana dari menghambat perkembangan
PAD adalah untuk menghentikan penggunaan tembakau. Bukti luas menunjukkan bahwa
berhenti merokok meningkatkan prognosis. Selain itu, peningkatan jarak berjalan kaki dan
tekanan pergelangan kaki telah dikaitkan dengan berhenti merokok.

Aspirin setiap hari dianjurkan untuk perawatan kardiovaskular secara keseluruhan.


dosis standar berkisar 81-325 mg / hari, tapi tidak ada konsensus telah dicapai pada dosis
yang paling efektif. Pentoxifylline menunjukkan janji. Banyak percobaan acak telah
mendokumentasikan perbaikan sederhana dalam jarak berjalan kaki di kelompok pengobatan
pentoxifylline dibandingkan dengan kelompok plasebo. Pengobatan dapat memakan waktu
selama 2-3 bulan untuk menghasilkan hasil yang nyata. Penggunaan clopidogrel bisulfat dan
enoxaparin natrium dalam pengobatan PAD meningkat. Namun, penelitian lebih lanjut
diperlukan untuk membangun efikasi klinis. Cilostazol telah menunjukkan peningkatan janji
dalam pengobatan klaudikasio intermiten. Beberapa studi acak telah ditemukan untuk
memiliki efek menguntungkan pada berjalan jarak, meningkatkan baik jarak sebelum

9
timbulnya nyeri klaudikasio dan jarak sebelum gejala latihan membatasi menjadi tak
tertahankan (yaitu, berjalan kaki maksimal).

Dalam acak, double-blind, terkontrol plasebo, O'Donnell et al menilai pembuluh darah


dan efek biokimia terapi cilostazol pada 80 pasien dengan penyakit arteri perifer, menemukan
bahwa agen ini menjadi pengobatan mujarab itu, selain pasien meningkatkan ' gejala dan
kualitas hidup, tampaknya memiliki efek menguntungkan pada kepatuhan arteri. Para peneliti
dalam penelitian ini diukur kepatuhan arteri, oksigenasi transkutan, ankle-brachial index
(ABI), dan jarak treadmill berjalan kaki. Dibandingkan dengan kelompok plasebo, kelompok
cilostazol memiliki penurunan yang signifikan dalam indeks augmentasi dan juga
menunjukkan penurunan tingkat oksigenasi transkutan. Mean persentase perubahan jarak
berjalan kaki dari awal adalah lebih besar pada kelompok cilostazol dibanding kelompok
plasebo. profil lipid juga membaik pada kelompok cilostazol.

Perawatan medis tambahan mungkin termasuk kontrol diabetes yang sesuai. Misalnya,
insulin-kepekaan obat dapat mengurangi PAD di diabetes tipe 2 dengan penyakit koroner.
Dalam analisis sekunder dari Bypass Angioplasty Revaskularisasi Investigasi 2 Diabetes
(BARI 2D) sidang, dari 303 pasien dengan diabetes tipe 2 dan penyakit koroner stabil tanpa
penyakit arteri perifer (PAD) pada awal, mereka yang diobati dengan terapi insulin-sensitisasi
(16,9%) (yaitu, metformin atau glitazone a) kurang mungkin untuk mengembangkan jenis
PAD baru selama 4,6 tahun masa tindak lanjut dibandingkan pasien yang diobati dengan
terapi insulin-menyediakan (24,1%).

Dalam studi tersebut, pasien yang menerima terapi sensitisasi insulin memiliki
frekuensi yang lebih rendah dari ekstremitas bawah revaskularisasi (1,1% vs 2,6%), indeks
ankle-brachial rendah (16,5% vs 22,7%), dan amputasi (0,1% vs 1,6%) dibandingkan pasien
yang menerima terapi insulin-menyediakan. Temuan ini menunjukkan bahwa perkembangan
sistem-lebar aterosklerosis, dan dengan demikian pengembangan PAD, pada individu
diabetes dengan penyakit koroner yang relatif maju dapat diperlambat atau dikurangi dengan
obat sensitisasi insulin.

Komplikasi7

Jika penyakit arteri perifer anda disebabkan oleh penumpukan plak dipembuluh darah
(ateroskelorosis), anda juga berisiko iskemia tungkai kritis. Kondisi ini dimulai sebagai luka
terbuka yang tak kunjung sembuh, cedera, atau infeksi kaki. Iskemia tungkai kritis terjadi

10
ketika cedera atau kemajuan infeksi dapat menyebabkan kematian jaringan (gangrene),
kadang memerlukan amputasi pada anggota tubuh yang bermasalah. Stroke dan serangan
jantung. Aterosklerosis yang menyebabkan tanda-tanda dan gejala penyakit arteri perifer
tidak haanya terbatas pada kaki. Timbunan lemak juga dapat menumpuk dibagian ateri yang
menyuplai jantung dan otak. Pasien dengan PAP kemungkinan mengalami banyak masalah,
seperti klaudikasio intermiten, critical limb ischemia (CLI), ulserasi iskemik, rawat inap
berulang, revaskularisasi, dan amputasi anggota tubuh. Hal ini menyebabkan kualitas hidup
pasien menjadi buruk dan meningkatkan kejadian depresi pada pasien. Pasien dengan PAP
juga memiliki kemungkinan lebih besar mengalami infark miokard (MI), stroke, dan
kematian akibat penyakit jantung.

Prognosis7

Pengobatan PAD pada pasien yang simptomatik (intermitten claudication) umumnya


tidak memerlukan pengobatan yang invasif. Sebagai landasan pengobatannya adalah
penangan faktor risiko secara keseluruhan dan mengurangi simptom yaitu dengan latihan
(exercise) rehabilitasi ataupun pendekatan farmakologi. Latihan yang disupervisi ketat pada
pasien PAD paling sedikit 3 bulan dalam bentuktreadmill walking selama 3 kali
seminggu. Latihan dengan regimen yang teratur akan memperbaiki sebesar 134% - 179%
untuk free-pain walking dan 96%-122% untuk kemampuan maximal walking.

Pencegahan7

Cara terbaik untuk mencegah claudicatio adalah untuk mempertahankan gaya hidup sehat.
Artinya:

1. Berhenti Merokok jika Anda seorang perokok.


2. Jika Anda memiliki diabetes, jaga gula darah Anda dalam kontrol yang baik.
3. Berolahraga secara teratur. Selama 30 menit setidaknya tiga kali seminggu setelah
Anda mendapatkan persetujuan dari dokter.
4. Menurunkan kolesterol dan tingkat tekanan darah.
5. Makan makanan yang rendah lemak jenuh.
6. Mempertahankan berat badan yang sehat.

11
Differential Diagnosis
1. Tromboangiitis Obliterans (Buergers Disease)8
Penyakit Buerger merupakan suatu penyakit tersendiri yang sering menyebabkan
insufiensi vaskular, ditandai dengan peradangan akut dan kronis segmental yang
menimbulkan thrombosis di arteri ukuran kecil sampai sedang. Penyakit terutama
mengenai arteri tibialis dan radialis dan kadang-kadang meluas ke vena serta saraf
ekstremitas. Penyakit Buerger, yang dahulu hampir selalu terjadi hanya pada laki-laki
perokok berat, kini semakin banyak dilaporkan pada perempuan, mungkin
mencerminkan bertambahnya perempuan yang merokok. Penyakit yang dimulai
sebelum usia 35 tahun pada sebagian besar kasus.
Hubungan dengan merokok adalah salah satu aspek paling konsisten pada
penyakit ini. Beberapa kemungkinan dipostulasikan untuk keterkaitan ini, termasuk
toksisitas sel endotel langsung oleh sebagian produk tembakau atau hipersensitivitas
terhadap produk tersebut. Yang mendukung hal ini adalah bahwa pada banyak pasien
dibuktikan terjadi disfungsi endotel. Hal ini tercermin dalam gangguan vasodilatasi
dependen-endotel pada pemberian asetilkolin. Antibody antisel endotel juga pernah
ditemukan. Terdapat peningkatan prevalensi HLA-A9 dan HLA-B5 pada para pasien
ini, dan penyakit ini jauh lebih sering ditemukan di Israel, Jepang, dan India
daripadaa di Amerika Serikat dan Eropa, yang semuanya mengisyaratkan perngaruh
genetik. Manifestasi awal adalah flebitis nodular superfisialis, kepekaan terhadap
dingin tipe Raynaud di tangan, dan nyeri di telapak kaki bagian dalam yang dipicu
oleh olahraga (disebut instep claudication). Berbeda dengan insufisiensi yang
disebabkan oelh ATh, pada penyakit Buerger, insufisiensi cenderung disertai nyeri
hebat, bahkan saat istirahat, yang jelas berkaitan erat dengan saraf. Dapat timbul
ulkus kronis di jari kaki, kaki atau jari tangan, yang kadang-kadang disertai gangrene.
Berhenti merokok pada stadium awal penyakit seirng cepat menghentikan serangan
selanjutnya.

2. Deep Vein Thrombosis (DVT)9


Deep vein thrombosis telah diperkirakan mempengaruhi lebih dari 250.000 pasien
setiap tahunnya. Diperkirakan juga DVT dan emboli pulmonal (PE) secara
bersamaan DVT dan PE bersama-sama bertanggung jawab untuk 300,000-600,000
rawat inap dan sebanyak 56 kematian per tahun; perkiraan lain menunjukkan tingkat
kematian tahunan lebih tinggi. DVT bertanggung jawab untuk tingkat 21% per tahun

12
dari kematian pada manula, dan biaya pengobatan untuk tromboemboli vena telah
diperkirakan antara $ 1,0 miliar dan $ 2,5 miliar per tahun. Sehingga tromboemboli
vena tetap menjadi masalah yang signifikan hari ini. Faktor risiko yang biasa
dikaitkan dengan DVT termasuk usia tua, keganasan, obesitas, varises, DVT
sebelumnya, operasi, cedera vaskular, imobilitas, penggunaan kontrasepsi oral, gagal
jantung, dan berbagai negara hiperkoagulasi. DVT ekstremitas bawah biasanya
memanifestasikan dengan nyeri dan pembengkakan, terutama di betis. Namun,
temuan yang abnormal terkait dengan DVT tidak spesifik untuk diagnosis, dan
sekitar setengah dari semua kasus tidak menunjukkan gejala. Oleh karena itu
penyakit DVT tidak dapat dipercaya didirikan atau dikecualikan semata-mata atas
dasar sejarah dan pemeriksaan fisik. tergantung pada pengaturan klinis, pemeriksa
harus mempertahankan indeks kecurigaan yang tinggi untuk DVT, dan pengujian
laboratorium harus digunakan secara bebas dalam evaluasi pasien yang diagnosis
dicurigai.

3. Insufisiensi Vena Kronik


Insufisiensi vena kronis disebabkan oleh lebih tinggi, dari biasanya, tekanan
darah dalam pembuluh darah kaki. Insufisiensi vena kronis dapat menyebabkan
pembekuan darah atau pembengkakan dan peradangan pada pembuluh darah (radang
urat darah). Gumpalan darah di kaki (deep vein thrombosis), dapat merusak katup
dalam vena. Ketika insufisiensi vena kronis adalah hasil dari bekuan darah, Ini
disebut sindrom pasca-trombotik. Ketika insufisiensi vena kronis terjadi setelah
flebitis, dapat didiagnosis sebagai sindrom postflebitichesky.
Penyebab lain dari insufisiensi vena kronis termasuk:
Tidak adanya atau kelemahan katup dalam vena kaki (mewarisi saat lahir);
Peningkatan tekanan vena di kaki untuk alasan apapun;
Phlebeurysm.
Seperti darah terakumulasi di kaki, menempatkan tekanan pada vena. Kadang-
kadang darah bocor keluar ke jaringan. Dapat mengubah warna dan bahkan merusak
kulit dan menyebabkan bisul kulit. Gejala insufisiensi vena kronis dapat mencakup:
Pembengkakan pada kaki;
Nyeri di kaki, terutama setelah berjalan:
Sakit;
Nyeri tumpul;

13
Kelelahan;
Gerenyet;
Kulit merah atau coklat pada kaki;
Varises;
Borok pada kaki, terutama di sekitar bagian dalam pergelangan kaki;
Ketat, kulit kasar di kaki.
Faktor, yang meningkatkan risiko insufisiensi vena kronis:
Kegemukan;
Kurangnya aktivitas fisik;
Usia (50 dan lebih tua);
Perempuan;
Kehadiran anggota keluarga dengan deep vein thrombosis atau varises;
Merokok;
Kehamilan;
Sembelit kronis;
Kursi biasa atau berdiri untuk jangka waktu yang panjang;
Mengenakan membatasi pergerakan pakaian, seperti sabuk sangat ketat atau tali.

Kesimpulan

Kelainan pembuluh darah dibagi menjadi 2 yakni kelainan pembuluh darah arteri dan
kelainan pembuluh darah vena. Kelaianan pembuluh darah arteri dapat ditemukan gejala
berupa sianosis, penurunan pulsasi pada daerah distal oklusi, kaki menjadi dingin, rambut
mudah rontok dan terjadi spasme otot. Sedangkan pada kelainan pembuluh darah vena dapat
kita temukan edema yang diakibatkan karena adanya kelainan katup.Terdapat juga beberapa
penyakit yang menyebabkan kelainan pada pembuluh daarah arteri seperti PAD, fibrilasi
dinding arteri, arteritis, Reinard syndrome.Pada perokok, rokok dapat mengakibatkan
terjadinya kelainan pembuluh darah arteri karena rokok dapat melepaskan asam lemak bebas
sehingga meningkatkan LDL dan juga mempengaruhi trombosit yang dapat meningkatkan
pelepasan epinefrin sehingga menghambat prostasiklin. Untuk kelainan pada pembuluh darah
arteri dapat kita klasifikasikan dengan klasifikasi fontaine. Terdapat penilaian berdasarkan
ABI grading yakni untuk mengetahui apakah seseorang dapat dikatakan normal ataupun
terdapat kelainan pembuluh darah arteri dimana seseorang dapat dikatakan normal apabila
ABI gradingnya 1 dan seseorang dapat kita katakan memliki kelainan pembuluh darah
arteri bila ABI gradingnya < 1.

14
Daftar Pustaka

1. Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 2006. h.466-8.

2. Runge MS, Greganti MA. Netters internal medicine. 2nd ed. Philadelphia: Saunders
Elivier; 2009. p. 213-21.

3. Dominguez JA. Peripheral arterial occlusive disease. Diunduh dari


http://emedicine.medscape.com/article/460178-overview, 25 Sep. 17.

4. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi VI. Jilid II. Jakarta: Interna Publishing; 2014. h. 1516-23.

5. Underwood JCE. General and systematic pathology. 4th ed. Philadelphia: Elsevier
Limited; 2004. p. 291-3.

6. Creager MA, Loscalzo J. Vascular disease of the extremities. Harrisons principles of


internal medicine 17th ed. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser et al. New York: Mc. Graw
Hill; 2009. p. 1568-75.

7. Crawford MH. Current consult cardiology. New York: Mc. Graw Hill; 2006. p. 239-43.

8. Robbins SL, Kumar V, Cotran RS. Buku ajar patologi robbins. Jakarta: EGC; 2007. h.
157.

9. Griffin Bp, Topol EJ. Manual of cardiovascular medicine. 3rd ed. Philadelphia: Wolters
Kluwer Health, Lippincott Williams&Wilkins; 2009. p. 547.

15

Anda mungkin juga menyukai